Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah Hardiono D. Pusponegoro Tujuan: 1. Memahami manfaat deteksi dini bayi bermasalah 2. Memahami pemeriksaan neurologi dalam deteksi dini bayi bermasalah 3. Memahami pemeriksaan penunjang dalam deteksi kelainan neurologis Kelainan neurologis dapat terlihat sebagai gejala yang jelas atau samar-samar sehingga memerlukan pemeriksaan yang teliti. Mendeteksi adanya kelainan neurologis berbeda dengan melakukan pemantauan perkembangan terhadap anak. Pemantauan perkembangan hanya memberi petunjuk bahwa ada sesuatu hal yang terganggu pada anak, sedangkan pemeriksaan neurologis lengkap memberi petunjuk jenis gangguan fungsi, topografi kelainan di otak, dan penyebab kelainan tersebut. Kelainan neurologis yang ditemukan akan berbeda-beda sesuai dengan faktor risiko yang ada. Dalam makalah lain telah banyak dibahas mengenai gangguan yang dapat terjadi pada seorang bayi baru lahir serta penatalaksanaan komprehensif. Kini saatnya melakukan surveilans, apa yang akan terjadi pada bayi tersebut selanjutnya. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai deteksi dini kelainan neurologis terhadap bayi dengan faktor risiko secara praktis dan mudah. Bayi dengan Faktor Risiko Kelainan neurologis yang terjadi di kemudian hari dapat diprediksi dari gangguan yang terjadi pada bayi. Bayi yang mengelami hiperbilirubinemia disertai kern-icterus akan mengalami gangguan ganglia basal dan gangguan kokhlea. Gangguan ganglia basalis akan menyebabkan gerakan koreo-atetosis yang sangat mempersulit terapi. Gangguan kokhlea akan menyebabkan gangguan pendengaran. Ensefalopati hipoksik-iskemik menyebabkan berbagai gangguan berupa kegagalan pemenuhan enerji sel, asidosis, pelepasan glutamat, akumulasi Ca++ intraselular, peroksidasi lipid, dan neurotoksisitas 78 Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM LXV karena nitric oxide. Akibatnya adalah kematian sel dan apoptosis. Lokasi kelainan patologi dapat merupakan gangguan difus, gangguan neokorteks, hipokampus, gangia basal, dan batang otak. Patologi utama adalah leukomalasia periventrikular.1 Bayi prematur dengan perdarahan intrakranial spontan dapat mengalami komplikasi infark hemoragis, hidrosefalus, perdarahan serebelum, dan leukomalasia periventrikular. Dalam jangka panjang dapat terjadi gangguan perkembangan substansia kelabu serebelum dan daerah supratentorial.2 Deteksi Keterlambatan Perkembangan Dokter spesialis anak lazim melakukan skrining perkembangan, misalnya dengan instrumen Denver-II, Ages and Stages Questionnaire (ASQ), Parent’s Evaluation of Developmental Status (PEDS), Bayley Infant Neurodevelopmental Screener (BINS).3-6 Harus ditekankan bahwa skrining dilakukan terhadap semua bayi, bukan terhadap seorang bayi yang sudah mengalami kelainan. Seorang bayi dengan palsi serebral tidak sepatutnya dilakukan skrining lagi dengan instrumen skrining, karena pasti tidak akan lolos skrining. Skrining hanya menghasilkan lolos skrining atau tidak. Skrining tidak memberi informasi mengenai gangguan fungsi, topografi, etiologi, dan penatalaksanaan bayi tersebut. Bayi yang tidak lolos skrining harus diperiksa secara neurologis. Adalah tidak tepat bila seorang bayi yang tidak lulus skrining langsung dirujuk ke departemen rehabilitasi medis untuk mendapat intervensi, sekedar karena terlambat, tanpa mengetahui dengan tepat diagnosis, gangguan fungsi, topografi, dan etiologi dari kelainan neurologis yang ada. Hal ini harus dipastikan sebelum “lepas tangan” dan menyerahkan bayi tersebut kepada terapis. Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan Lingkar Kepala Ukuran lingkar kepala mempunyai korelasi kuat dengan perkembangan otak. Mikrosefalus umumnya berhubungan dengan atrofi serebri yang menunjukkan bahwa otak tidak berkembang dengan semestinya. Hidrosefalus merupakan kelainan progresif, yang dapat merupakan komplikasi neonatus dengan perdarahan intraventrikular atau meningitis. Bila ditemukan mikrosefalus atau makrosefalus, dapat dilakukan pencitraan misalnya ultrasonografi, CT scan atau MRI. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi perdarahan intraventrikular, ventrikulomegali, leukomalasia periventricular, dan infark hemoragis periventrikular.7,8 Namun, pemeriksaan USG kurang akurat dibandingkan MRI.9 CT scan kadang diperlukan bila kita ingin melihat perdarahan otak, 79 Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah atau kalsifikasi patologis dalam otak yang sering kita temukan pada infeksi kongenital CMV dan toksoplasma, namun radiasi yang diterima bayi sangat besar. Pemeriksaan MRI jauh lebih unggul dibandingkan USG dan CT scan untuk mendeteksi kelainan otak dengan detail, terutama gangguan substansia alba dan substansia grisea.10-12 Pemeriksaan Gerak Komplikasi terbanyak gangguan perinatal adalah palsi serebral yang ditandai dengan adanya gangguan gerak, refleks primitif menetap, gangguan refleks postural, dan gangguan tonus.13 Gangguan Gerak Pada masa bayi, gangguan gerak terlihat sebagai gerakan yang kurang atau tidak sempurna. Adanya gangguan gerak tentunya akan menyebabkan keterlambatan perkembangan gerak. Secara neurologis, gangguan gerak akibat lesi otak dapat berupa spastisitas, gerakan kore-atetosis, hemiparesis, dan lain-lain. Refleks Primitif Refleks primitif merupakan refleks yang ditemukan pada bayi baru lahir. Refleks primitif harus menghilang pada umur 6 bulan agar kemampuan gerak dapat berkembang. Salah satu tanda palsi serebral adalah refleks primitif yang menetap. Refleks primitif yang lazim digunakan dalam mendeteksi palsi serebral adalah refleks genggam palmar. Telapak tangan yang masih terkepal pada umur 4 bulan menunjukkan kemungkinan palsi serebral. Asymmetrical tonic neck reflex (ATNR) diperiksa terhadap bayi dalam posisi supine. Bila kepala ditolehkan ke sisi kanan, terjadi ekstensi lengan kanan dan fleksi lengan kiri. Refleks ATNR yang menetap juga menunjukkan kemungkinan palsi serebral dan tidak kompatibel dengan kemampuan anak memasukkan makanan dan minuman ke dalam mulut. Pemeriksaan terhadap Spastisitas Refleks crossed extensor dapat dibangkitkan pada bayi dalam posisi supine, kemudian dilakukan fleksi maksimal pada lutut dan panggul salah satu tungkai. Bila dijumpai spastisitas, terlihat ekstensi dari tungkai sisi kontralateral. Refleks suprapubik juga merupakan petanda spastisitas. Bila terhadap bayi dalam posisi supine dilakukan penekanan pada derah suprapubik dan terlihat ekstensi tungkai bawah. 80 Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM LXV Pemeriksaan Tonus Pemeriksaan tonus dapat berupa pemeriksaan tonus pasif dan tonus postural. Pemeriksaan tonus pasif dilakukan dengan melakukan gerakan terhadap ekstremitas dan menilai resistensi terhadap gerakan tersebut. Bayi dengan gangguan susunan saraf pusat memperlihatkan resistensi yang meningkat, sebaliknya bayi dengan lesi lower motor neuron menunjukkan resistensi pasif yang menurun. Pemeriksaan tonus aktif dapat dilakukan melalui 3 gerakan, yaitu respon traksi, suspensi vertical, dan suspensi horisontal.13 Pemeriksaan respon traksi dilakukan terhadap bayi dalam posisi supine. Ibu jari pemeriksa diletakkan dalam genggaman bayi, kemudian kita pegang seluruh telapak tangan bayi. Terhadap bayi dilakukan elevasi perlahan ke posisi duduk. Dalam keadaan normal, kepala bayi segera mengikuti dan hanya tertinggal sedikit. Pada waktu posisi duduk kepala dapat tetap tegak selama beberapa detik, kemudian jatuh ke depan. Pada waktu dilakukan elevasi bayi normal memperlihatkan fleksi di siku, lutut, dan pergelangan kaki. Apabila kepala tertinggal jauh, lengan ekstensi selama tarikan berarti tidak normal. Suspensi vertikal dilakukan dengan memegang bayi pada ketiak, kemudian dilakukan elevasi bayi ke atas lurus. Pada waktu dilakukan elevasi, kepala tetap tegak sebentar, lengan atas dapat menjepit tangan pemeriksa dan tungkai tetap fleksi pada lutut, panggul dan pergelangan kaki. Dalam keadaan abnormal, bayi tidak dapat menjepit tangan pemeriksa, kepala terkulai, dan dapat terlihat scissor sign berupa menyilangnya ekstremitas. Suspensi horisontal dilakukan terhadap bayi dalam posisi prone. Tangan pemeriksa diletakkan pada toraks, dan dilakukan elevasi bayi secara horisontal. Pada bayi normal terlihat ekstensi kepala dengan fleksi anggota gerak untuk menahan gaya berat. Pada bayi abnormal kepala, badan dan anggota gerak menggantung lemas atau sebaliknya terlihat ekstensi kepala, batang tubuh dan ekstremitas berlebihan disertai scissor sign. Pemeriksaan Refleks Postural Reaksi ini memungkinkan bayi mempertahankan postur tubuh dan keseimbangan melawan gravitasi. Umumnya mulai muncul pada umur sekitar 6 bulan. Reaksi righting dan protektif dikontrol oleh susunan saraf pusat setinggi midbrain dan mengintegrasikan input dari penglihatan dan proprioseptif. Reaksi ekuilibrium dikontrol oleh korteks serebri, hasil interaksi antara korteks, ganglia basalis, dan serebelum.13 Beberapa macam reaksi ini adalah labyrinthine reaction on the head, optical righting reaction dan body righting reaction. Secara praktis agak sulit dilakukan. 81 Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah Reaksi Protektif Reaksi parasut muncul pada bulan ketujuh-sembilan. Menurut saya, pemeriksaan ini sangat sensitif untuk mendeteksi spastisitas. Reaksi ini diperiksa dengan memegang bayi dalam posisi supine pada ketiak, melakukan elevasi, kemudian mendorong bayi ke depan-bawah. Respon yang muncul adalah ekstensi lengan dan tangan. Respon asimetris menunjukkan gangguan ortopedi atau neuromuskular sedangkan respon abnormal berupa terkepalnya telapak tangan, endorotasi tangan, dan tidak munculnya respon terlihat pada palsi serebral.13 Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Refleks Patologis Bayi dengan lesi susunan saraf pusat memperlihatkan refleks fisiologis yang meningkat. Bayi dengan lesi otak pada awalnya dapat menunjukkan hipotonia menyeluruh, sehingga sulit menentukan apakah gangguan disebabkan lesi upper motor neuron atau lower motor neuron. Dalam keadaan lesi upper motor neuron, refleks fisiologis pasti meningkat. Pemeriksaan refleks fisiologis sangat mudah. Jangan melakukan pemeriksaan terlalu keras, karena rangsang yang ringan sekalipun telah dapat membangkitkan refleks fisiologis. Refleks patologis berupa refleks Babinsky kurang reliable untuk diperiksa pada masa bayi, karena refleks ini dapat ditemukan pada bayi normal sampai berumur 1,5-2 tahun. Pemeriksaan Mata Inspeksi mata pada saat bayi baru lahir dapat memberi berbagai informasi. Katarak kongenital dapat terlihat saat bayi lahir atau dalam beberapa minggu. Kontak mata bayi dengan lingkungannya merupakan hal yang sangat penting. Apabila belum ada kontak mata pada umur 2 bulan, patut dicurigai bayi mengalami gangguan kognitif atau buta kortikal.14,15 Bayi yang menunjukkan nistagmus pendular juga sering mengalami gangguan visus. Funduskopi juga penting dilakukan untuk menilai retina. Kadang-kadang kita dapat menemukan inflamasi retina atau retinokoroiditis yang spesifik pada CMV atau toksoplasma.16 Pada bayi prematur, konsultasi ke dokter mata untuk mendeteksi dan melakukan pengobatan retinopathy of prematurity (ROP) sangat penting.17,18 Pemeriksaan Pendengaran Sebanyak 50 % di antara bayi yang mengalami gangguan pendengaran ternyata tidak mempunyai faktor risiko.19 Namun bila ada faktor risiko, 82 Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM LXV maka kejadian gangguan pendengaran meningkat 10-20 kali lipat. Saat ini sudah diajurkan pemeriksaan pendengaran universal. Semua bayi baru lahir diperiksa menggunakan Oto Accoustic Emission (OAE). Apabila tidak lulus, dilakukan pemeriksaan ulangan ditambah pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA).19 Pemeriksaan OAE hanya mengukur kokhlea, sedangkan BERA mengukur kokhlea dan jaras pendengaran sampai ke batang otak. Target menemukan gangguan pendengaran adalah 6 bulan, dan intervensi harus dilakukan sebelum berumur 1 tahun. Simpulan Pemeriksaan neurologis mendetail berbeda dengan pemeriksaan skrining perkembangan. Skrining perkembangan dilakukan terhadap semua bayi, hasilnya hanyalah lulus atau tidak lulus. Kasus tidak lulus hanya berarti mengalami keterlambatan perkembangan. Diagnosis, topografi, gangguan fungsi, dan etiologi harus ditegakkan melalui evaluasi neurologis secara mendetail. Pemeriksaan neurologis juga diperlukan agar anak dapat segera mendapat obat yang tepat, sambil dilakukan terapi yang sesuai. Adalah tidak tepat untuk merujuk anak dengan keterlambatan perkembangan ke rehabilitasi medis tanpa melakukan evaluasi neurologis terlebih dahulu. Gangguan perkembangan dan neurologis yang sering ditemukan adalah gangguan gerak, tonus, dan postur yang dapat dideteksi dengan beberapa pemeriksaan refleks primitif, postur, dan tonus yang sederhana. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan juga harus dilakukan. Daftar Pustaka 1. Lai MC, Yang SN. Perinatal hypoxic-ischemic encephalopathy. J Biomed Biotechnol. 2011;2011:609813. 2. Adcock LM. Clinical manifestations and diagnosis of intraventricular hemorrhage in the newborn. In: Basow DS, editors. Clinical manifestations and diagnosis of intraventricular hemorrhage in the newborn. Waltham, MA: UpToDate; 2013. 3. Glascoe FP, Byrne KE, Ashford LG, Johnson KL, Chang B, Strickland B. Accuracy of the Denver-ii in developmental screening. Pediatrics. 1992;89:1221-5. 4. Sices L, Stancin T, Kirchner L, Bauchner H. PEDS and ASQ developmental screening tests may not identify the same children. Pediatrics. 2009;124:e640-7. 5. Woodward BJ, Papile LA, Lowe JR, Laadt VL, Shaffer ML, Montman R, et al. Use of the ages and stages questionnaire and bayley scales of infant development-ii in neurodevelopmental follow-up of extremely low birth weight infants. J Perinatol. 2011;31:641-6. 6. Guevara JP, Gerdes M, Localio R, Huang YV, Pinto-Martin J, Minkovitz CS, 83 Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 84 et al. Effectiveness of developmental screening in an urban setting. Pediatrics. 2013;131:30-7. Hintz SR, Slovis T, Bulas D, Van Meurs KP, Perritt R, Stevenson DK, et al. Interobserver reliability and accuracy of cranial ultrasound scanning interpretation in premature infants. J Pediatr. 2007;150:592-6. O’Shea TM, Kuban KC, Allred EN, Paneth N, Pagano M, Dammann O, et al. Neonatal cranial ultrasound lesions and developmental delays at 2 years of age among extremely low gestational age children. Pediatrics. 2008;122:e662-9. Broitman E, Ambalavanan N, Higgins RD, Vohr BR, Das A, Bhaskar B, et al. Clinical data predict neurodevelopmental outcome better than head ultrasound in extremely low birth weight infants. J Pediatr. 2007;151:500-5. Mathur AM, Neil JJ, Inder TE. Understanding brain injury and neurodevelopmental disabilities in the preterm infant: The evolving role of advanced magnetic resonance imaging. Semin Perinatol. 2010;34:57-66. Woodward LJ, Clark CA, Bora S, Inder TE. Neonatal white matter abnormalities an important predictor of neurocognitive outcome for very preterm children. PLoS One. 2012;7:e51879. Oishi K, Faria AV, Mori S. Advanced neonatal neuromri. Magn Reson Imaging Clin N Am. 2012;20:81-91. Handryastuti S. Deteksi dini palsi serebral pada bayi risiko tinggi: Peran berbagai variabel klinis dan USG kepala. Tesis. 2013 Good WV. Cortical visual impairment: New directions. Optom Vis Sci. 2009;86:663-5. Yu B, Guo Q, Fan G, Liu N. Assessment of cortical visual impairment in infants with periventricular leukomalacia: A pilot event-related FMRI study. Korean J Radiol. 2011;12:463-72. Bale JF. Fetal infections and brain development. Clin Perinatol. 2009;36:639-53. Lad EM, Hernandez-Boussard T, Morton JM, Moshfeghi DM. Incidence of retinopathy of prematurity in the united states: 1997 through 2005. Am J Ophthalmol. 2009;148:451-8. Chen J, Stahl A, Hellstrom A, Smith LE. Current update on retinopathy of prematurity: Screening and treatment. Curr Opin Pediatr. 2011;23:173-8. US Preventive Services Task Force. Universal screening for hearing loss in newborns: US preventive services task force recommendation statement. Pediatrics. 2008;122:143-8. PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN LXV Pelayanan Kesehatan Anak Terpadu Penyunting: Partini P. Trihono Endang Windiastuti Sudung O. Pardede Bernie Endyarni Medise Fatima Safira Alatas DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUI-RSCM Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit Diterbitkan oleh: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Cetakan Pertama 2013 ISBN 978-979-8271-45-8 ii Daftar Penulis Dr. Antonius H. Pujiadi, Sp.A(K) Divisi Pediatri Gawat Darurat Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM Dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K) Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K) Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM Prof. Dr. Djajadiman Gatot. Sp.A(K) Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K) Divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Dr. Evita Bermanshah Ifran, Sp.A(K) Divisi Pencitraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM DR. Dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K) Divisi Gastro-Hepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), MTropPaed Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM Dr. Lily Rundjan, Sp.A(K) Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM xi Dr. Luh Karunia Wahyuni, Sp.KFR(K) Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik FKUI - RSCM Dr. Mulya R. Karyanti, MSc, Sp.A(K) Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Mulyadi M. Djer, Sp.A(K) Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Pramita G Dwipoerwantoro, Sp.A(K) Divisi Gastro-Hepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM Rahmi L. Adi Putra Tahir Ketua Yayasan Onkologi Anak Indonesia Dra. Rina Mutiara, M.Pharm, Apt Unit Farmasi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM Dr. Rudi Putranto, Sp.PD(KPsi) Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI - RSCM Prof. Dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K) Divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM DR. Dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K) Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM xii Daftar Isi Kata Sambutan Ketua Departemen IKA FKUI-RSCM.......................... iii Kata Sambutan Ketua Panitia PKB Departemen IKA FKUI-RSCM LXV..................................................... v Kata Pengantar Penyunting.................................................................. vii Tim PKB Departemen IKA FKUI-RSCM............................................. ix Susunan Panitia..................................................................................... x Daftar Penulis....................................................................................... xi Pediatric Integrated Care........................................................................ 1 Bambang Supriyatno Penanganan Paripurna Bayi Prematur di Ruang Bersalin....................... 9 Rinawati Rohsiswatmo Penanganan Paripurna Bayi Prematur di Ruang Perawatan . ............... 18 Lily Rundjan, Yenny Tirtaningrum, Chrisella Anindita Intervensi Dini Bayi Prematur di Ruang Perawatan............................. 50 Luh Karunia Wahyuni Pelayanan Paripurna Bayi Risiko Tinggi............................................... 66 Rini Sekartini Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah..................... 78 Hardiono D. Pusponegoro Tata Laksana Rehabilitasi Medik Bayi Prematur.................................. 85 Luh Karunia Wahyuni Tantangan dalam Pencitraan Anak....................................................... 93 Evita Bermanshah Ifran xiii Peran Endoskopi pada Kasus Gastrointestinal dan Hepatologi........... 110 Pramita G Dwipoerwantoro Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah Dilakukan Operasi?.................. 120 Mulyadi M. Djer Indikasi dan Persiapan Transplantasi Hati pada Anak........................ 129 Hanifah Oswari Transplantasi Hati pada Anak: Pengalaman di RSCM........................ 140 Sastiono Dari Terapi Konservatif sampai Transplantasi Ginjal.......................... 146 Eka Laksmi Hidayati Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Kasus Risiko Tinggi........ 158 Hindra Irawan Satari Program Pengendalian Resistensi Antimikroba:Konsep Pengobatan Penggunaan Antibiotik....................................................................... 167 Taralan Tambunan Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens.................. 175 Mulya Rahma Karyanti Strategi Mencegah Malnutrisi di Rumah Sakit...................................183 Damayanti Rusli Sjarif Tunjangan Nutrisi untuk Anak Sakit Kritis....................................... 192 Antonius Pudjiadi Layanan Nutrisi Parenteral RSCM: Manfaat bagi Rumah Sakit Lain.205 Rina Mutiara Upaya Peningkatan Kesintasan dan Kualitas Hidup Pasien Anak dengan Penyakit Keganasan........................................................................... 215 Djajadiman Gatot Terapi Paliatif pada Keganasan........................................................... 222 Rudi Putranto xiv Peran Sosial/Support Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) dalam Pelayanan Onkologi Anak.................................................................. 241 Rahmi Adi Tahir Manfaat Pengobatan Jangka Panjang pada Penyakit Alergi................. 246 Zakiudin Munasir Obesitas, Resistensi Insulin, dan Diabetes Melitus tipe 2 pada Anak dan Remaja............................................................................................... 255 Aman B. Pulungan xv