14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Perdagangan

advertisement
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau
lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi
menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa.
Perdagangan jasa, antara lain, terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel),
asuransi, pembayaran bunga, dan remittance seperti gaji tenaga kerja Indonesia
(TKI) di luar negeri dan pemakaian jasa konsultan asing di Indonesia serta fee
atau royalty teknologi (lisensi). (Tulus Tambunan 2000:1)
Pada prinsipnya ada dua faktor utama yang menyebabkan timbulnya
perdagangan internasional, yakni faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan
dan penawaran. ( Nopirin 1995 : 3 )
Ahli – ahli ekonomi menganggap perdagangan Internasional sebagai mesin
pertumbuhan ekonomi ( Engine of Growth) konsep dan pandangan tersebut tetap
berlaku hingga dewasa ini.
Adam Smith mengemukakan tentang kemungkinan diperolehnya keuntungan
(Gain from Trade) dari perdagangan internasional, yaitu berupa kenaikan
produksi dan konsumsi barang dan jasa. Menurut Smith, dengan adanya
perdagangan luar negeri suatu Negara dapat menaikkan produksi barang yang
tidak dapat dijual didalam negeri, tetapi masih laku di luar negeri, sehingga akan
terjadi ekspor impor antar suatu Negara dan terjadilah perluasan pasar.
15
Perluasan pasar sebagai akibat keuntungan dari perdagangan luar negeri oleh
Adam Smith sering disebut sebagai teori “ doctrin vent for surplus”.
Kemudian teori-teori
ini diterapkan di Negara-negara yang sedang
berkembang oleh seorang sarjana ekonomi Burma Hla Mynt. Menurut teori ini
terbukanya pasar dunia dapat memberikan kesempatan kepada Negara-negara
agraris untuk memanfaatkan sumberdaya yang dahulunya “underemployed” agar
menghasilkan output ekspor ke luar negeri.
Sedangkan John Stuart Mill menganggap bahwa perdagangan luar negeri dan
hubungan ekonomi dengan Negara lain dapat mempertinggi tingkat produktivitas
kegiatan produksi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perdagangan luar
negeri menciptakan produksi adalah karena adanya perluasan pasar. Perluasan
pasar seperti halnya Smith, akan mendorong perbaikan teknologi mempertinggi
spesialisasi, dan efisiensi yaitu dengan inovasi-inovasi. Uraian Mill yang
menunjukkan timbulnya keuntungan kenaikan tingkat produksi sebagai akibat
adanya hubungan ekonomi luar negeri disebut “doctrin productivity”.
Analisis Mill dan Smith seperti diatas adalah lebih mencerminkan keadaan
sebenarnya yang terdapat dan dihadapi oleh Negara-negara yang sedang
berkembang. Melihat ciri-ciri yang demikian bagi Negara-negara yang sedang
berkembang, maka perdagangan luar negeri
dan hubungan ekonomi dengan
Negara-negara lain akan memberi sumbangan penting dalam menciptakan
pembangunan ekonomi yaitu dalam hal:
1. Memperluas pasar untuk barang-barang yang dihasilkan.
2. Mempertinggi tingkat teknologi dalam kegiatan produksi
16
3. Menaikkan produksi barang yang sudah tidak dapat dijual lagi di dalam
negeri tetapi masih dapat dijual di luar negeri. (Suryana,2000:93-95)
2.1.1. Merkantilisme
Aliran merkantilisme ini berpendapat bahwa perdagangan internasional akan
terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan
(current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor-impor diletakkan sebagai
lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Dari
hasil ekspor inilah dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan impor. Sehingga,
aliran merkantilisme mengetangahkan pemikiran bahwa kegiatan produksi dalam
negeri dan ekspor harus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa
subsidi dan fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya, impor harus
dibatasi melalui serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga
perlindungan khusus, khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri
rakyat. (Hendra Halwani, 2005:3-4)
Merkantilisme
mengandung
pendirian
bahwa
adalah
penting
bagi
kesejahteraan sebuah negara untuk mengakumulasi logam-logam berharga. Hal ini
dalam pandangan penganut merkantilisme, merupakan satu-satunya sumber
kesejahteraan. (Donald A. Ball dan Wendell H. McCulloch, 2001:113)
Secara ringkas, para penganut merkantilisme itu berpendapat bahwa satusatunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan
melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor. Surplus
ekspor yang dihasilkannya selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan,
17
atau logam – logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan
perak yang dimiliki oleh sebuah negara, maka semakin kaya dan kuatlah negara
tersebut. (Dominick Salvatore, 1997:23)
Politik merkantilisme pada waktu itu dapat dibagi dalam 4 bidang. Bidang
keuangan-perdagangan, industri, perkapalan, dan jajahannya.
Dalam bidang keuangan-perdagangan, penganut merkantilisme berpendapat
bahwa negara perlu menambah kekayaan uangnya. Ada diantara mereka
berpendapat bahwa uang menjadi ukuran kekayaan suatu negara, sehingga
semakin banyak uang yang dimiliki negara itu, semakin kaya juga negara itu. Ada
pula alasan lain yang mengatakan bahwa negara perlu untuk memperbanyak
uangnya sebab uang ini merupakan cadangan misalnya kalau negara berada dalam
bahaya. Jadi dimaksud disini antara lain uang sebagai alat untuk membelanjai
peperangan. Untuk maksud ini, maka pada negara-negara tersebut diatas, pada
waktu itu ekspor logam mulia dilarang. Dan disamping ini, diusahakan agar
supaya uang dalam negeri selalu ditambah jumlahnya. Kemudian timbul fahamfaham baru yang pada pokoknya tidak setuju lagi dengan pembatasan atas ekspor
logam mulia. Mereka lebih setuju bila perdagangan emas dan perak dibiarkan
saja. Alasan mereka ialah, bahwa uang hanya alat untuk memperoleh barang.
Dalam lapangan industri, diusahakan supaya industri dalam negeri
menghasilkan sebanyak mungkin produksi, baik untuk diekspor maupun untuk
digunakan dalam negeri sendiri. Sebab semakin banyak kebutuhan dalam negeri
yang dapat dipenuhi sendiri, semakin banyak pula penghasilan ekspor yang dapat
dihemat, artinya semakin kurang pembelian kita di luar negeri.
18
Alat-alat merkantilisme dalam industri pada umumnya adalah sebagai berikut:
Menghalang-halangi masuknya barang buatan luar negeri untuk menjaga agar
barang-barang dalam negeri jangan disaingi, memberikan premi ekspor,
memaksakan penggunaan produksi tertentu pada hari-hari tertentu, misalnya pada
suatu hari tertentu orang diwajibkan menggunakan kopiah bikinan dalam negeri,
mengusahakan agar buruh industri jangan keluar negeri, menunjang pendirian
industri-industri baru.
Dalam lapangan pelayaran atau perkapalan, di Inggris diadakan undangundang yang terkenal dengan nama Navigation Act. Tujuan dari undang-undang
ini ialah melarang pengangkutan barang-barang ke Inggris, kalau pengangkutan
ini tidak dilakukan oleh kapal-kapal Inggris atau kapal-kapal dari daerah yang
mengekspor.
Kemudian undang-undang ini diperlengkapi dengan UU 1660 yang
menghendaki agar supaya kapal-kapal Inggris dikepalai oleh orang-orang Inggris,
sedangkan ¾ dari anak buahnya harus terdiri dari orang-orang Inggris. Seterusnya
ditentukan agar supaya seluruh ekspor dan impor ke dan dari daerah jajahan hanya
boleh diangkut dengan kapal-kapal Inggris atau kapal-kapal jajahan. Bila tidak,
barang-barang dikenakan pajak yang tinggi.
Politik merkantilisme terhadap jajahannya, Inggris berusaha agar supaya
jajahan merupakan daerah penghasil baginya. Bahan-bahan yang dihasilkan oleh
jajahannya sedapat mungkin diekspor ke Inggris. Dari sini diekspor lagi ke
negara-negara yang membutuhkannya, kalau bahan ini tidak dibutuhkan sendiri
oleh
industrinya.
Sebaliknya,
diusahakan
supaya
daerah-daerah
jajahan
19
merupakan daerah pembeli dari hasil-hasil industri Inggris. Dengan demikian,
maka terdapat hubungan komplementer antara jajahan dan negara yang menjajah.
Politik serupa ini dijalankan oleh negara-negara penjajah lainnya seperti Perancis,
Belanda, dan Portugal. (Aubdlhafid, 1958: 17-19)
2.1.2. Teori Klasik
2.1.2.1. Keunggulan Absolute (Absolute advantage : Adam Smith)
Teori keunggulan absolut dari Adam Smith sering disebut sebagai teori murni
perdagangan internasional. Menurut teori ini, setiap negara akan memperoleh
manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki
keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor jika negara tersebut
memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disaventage). (Hamdy Hady,
2004:29)
Gain from trade dapat dibagi dua, yakni keuntungan dari impor, ini terjadi jika
harga impor lebih kecil daripada harga domestic untuk barang yang sama dan
keuntungan dari ekspor, ini terjadi bila harga barang buatan dalam negeri di pasar
ekspor lebih tinggi daripada harga di pasar domestik. Tentu harga ekspor tersebut
harus lebih rendah dibandingkan harga dari barang yang sama di pasar dunia atau
di negara pengimpor.
Disini ia menanam dasar perdagangan internasional yang didasarkan atas
pembagian kerja, dimana setiap negara sebaiknya jangan menghasilkan sendiri
20
barang tertentu, bila biayanya lebih mahal daripada bila membelinya dari negara
lain. (Abdulhafid, 1958: 20)
Dengan demikian, suatu negara akan mengekspor (mengimpor) suatu jenis
barang, jika negara tersebut dapat (tidak dapat) memproduksinya lebih efisien atau
murah dibandingkan negara lain. Jadi, teori ini menekankan bahwa efisiensi
dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, didalam proses poduksi sangat
menentukan keunggulan atau tingkat daya saing. Tingkat keunggulan diukur
berdasarkan
nilai
tenaga
kerja
yang
sifatnya
homogen.
(Tulus
Tambunan,2000:21)
Smith berpendapat bahwa semua ”nilai” ekonomis ditetapkan dan diukur
berdasarkan jam tenaga kerja. Biaya tenaga kerja untuk menghasilkan suatu unit
barang adalah nilai atau harga unit barang itu. (Peter H Lindert, 1994:19)
Teori absolute advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara
lain sebagai berikut:
1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja;
2. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama;
3. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang;
4. Biaya transport diabaikan.
Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika
masing-masig negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan
demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan mutlak untuk kedua
jenis produk misalnya, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang
menguntungkan. Karena pada dasarnya pemikiran Adam Smith tersebut
21
menerangkan bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua
belah pihak. Hal ini merupakan kelemahan teori absolute advantage Adam Smith.
(Hamdy Hady, 2004:32)
2.1.2.2. Biaya Relatif (Comparative Cost : David Ricardo)
Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dari David Ricardo yaitu Cost
Comparative Advantage ( Labor Efficiency ) dan Production Comparatif
Advantage ( Labor productivity ).
Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau teori of labor
value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh
jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya.
Menurut teori Cost Comparative Advantage ( Labor Efficiency ) suatu Negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat
memproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana Negara tersebut
memproduksi relatif kurang/ tidak efisien.
Berdasarkan
analisis
production
comparative
advantage
atau
labor
productivity dapat dikatakan sebagai berikut.
Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut
dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara
tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.
22
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya
tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung dari
banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memprodiksi barang tersebut
(labor cost value theory).
Perdagangan antar negara akan timbul apabila masing-masing negara
memiliki comparative cost yang terkecil. Dengan demikian prinsip comparative
cost Ricardo dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jika a1 dan b1 adalah unit labor cost untuk produksi barang A dan B di negara
I, dan a2 dan b2 adalah unit labor cost di negara II, maka negara I akan mengekspo
barang A dan impor barang B jika:
a1 / b1 < a2 / b2 atau
a1 / b1 < b1 / b2
Artinya sebelum berdagang barang A relative lebih murah di negara I dan
barang B lebih murah di negara II. (Nopirin,1995:14-15)
Jika ditinjau dari keunggulan absolut
A. Smith, maka Indonesia unggul
mutlak dalam arti labor productivity-nya lebih besar dibandingkan Cina, baik
dalam produksi gula atau kain. Ini berarti perdagangan antara kedua negara tidak
akan terjadi.
Sebaliknya,
menurut
David
Ricardo,
walaupun
Indonesia
memilki
keunggulan absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk di atas, sebetulnya
perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya
melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity.
23
Akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Menurut teori klasik
Comparative Advatage dari D. Ricardo, perdagangan internasional antara dua
negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memilki keunggulan
absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency
(cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production
comparative advantage). (Hamdy Hady, 2004:32-38)
2.1.2.3. Kemanfaatan Relatif (Comparative Advantage : J.S. Mill)
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan
mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang
yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan ongkos besar. (Nopirin, 1995:11)
J.S. Mill melanjutkan teori David Ricardo dengan meneruskan uraiannya
dalam menentukan dimanakah letak titik keseimbangan penukaran antara dua
Negara yang menukarkan barang masing-masing. Yang belum dikemukakan
David Ricardo ialah dimana letak titik perbandingan penukaran yang ditukarkan
itu. Untuk mencapai keseimbangan penukaran diperlukan supaya nilai yang
diminta oleh pihak yang satu justru sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak
lain. Dalam menerangkan ini, J.S. Mill menggunakan teorinya yang disebut
principle of equation of recipsocal demand. Demand sama dengan permintaan.
Reciprocal dapat diartikan dengan lawan. Jadi dapat disebut juga prinsip
persamaan permintaan lawan atau pihak lain. Maksudnya bahwa nilai yang
24
diminta oleh pihak lain justru harus sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak
lain. Sebab baru dengan ini terdapat keseimbangan. (Abdulhafid, 1958:25)
2.1.3. Teori Modern
2.1.3.1.Faktor Produksi (Heckser dan Ohlin)
Keuntungan komparatif dan perdagangan didasarkan pada perbedaan dalam
factor alam (Factor Endowments), teknologi atau citarasa antar Negara. Teori
Heckscher–Ohlin (H-O) menekankan pada perbedaan relative factor pemberian
alam (Factor endowments) dan harga-harga factor produksi antar Negara sebagai
determinan perdagangan yang paling penting (berdasarkan anggapan mengenai
teknologi dan citarasa yang serupa). Teorema H-O menganggap bahwa tiap
Negara akan mengekspor komoditi yang itensif dalam factor yang secara relative
berlimpah dan murah dan mengimpor komoditi yang intensif dalam faktor yang
relative jarang (langka) dan mahal. Teorema penyamaan harga faktor produksi
(sebenarnya, akibat wajar dari teorema H-O) menanggap bahwa perdagangan
akan membawa pada penghapusan atau pengurangan perbedaan sebelum
perdagangan dalam harga-harga faktor absolute dan relative antar Negara.
(Domonick Salvatore, 1986:57)
Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja
akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan
mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan faktor
produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan).
25
Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang
tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah, serta mengimpor
komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan
mahal.
Model perdagangan H-O dikatakan sudah memiliki karakter sebagai sebuah
model keseimbangan umum (general equilibrium model).
Karakter keseimbangan umum yang terkandung dalam teori H-O dapat
divisualisasikan dan dirangkum melalui penggunaan gambar berikut:
Gambar 2.1
Kerangka dan karakter keseimbangn umum dalam teori Heckscher-Ohlin
Harga-harga
komoditi
Harga-harga
factor produksi
Permintaan
turunan/derivative untuk
factor-faktor produksi
Permintaan komoditi final
Teknologi
Penawaran factorfaktor produksi
Selera
Distribusi kepemilikan
factor-faktor prosuksi
26
Gambar diatas memperlihatkan secara jelas bagaimana kekuatan-kekuatan
ekonomis tersebut bergabung untuk secara bersama-sama menentukan harga
komoditi-komoditi final yang berlaku di masing-masing negara, baik sebelum
maupun sesudah terjadinya perdagangan internasional.
Bermula pada sudut kanan bawah diagram, kita melihat bahwa distribusi
kepemilikan faktor produksi, atau distribusi pendapatan dan selera menentukan
tinggi-rendahnya permintaan atas komoditi-komoditi yang diperdagangkan.
Permintaan faktor produksi selanjutnya dapat diderivasikan dari kurva permintaan
komoditi final. Permintaan dan penawaran faktor-faktor produksi itulah yang akan
menentukan harganya. Lebih lanjut, harga faktor-faktor produksi dan teknologi
akan ikut menentukan harga komoditi final. Perbedaan harga relatif komoditi
(final) diantara negara-negara yang terlibat dalam perdagangan akan menentukan
keuntungan komparatif bagi masing-masing negara dan juga pola perdagangan
yang akan berlangsung diantara mereka.
Dengan demikian teorema H-O juga memberikan penjelasan mengenai proses
terbentuknya keunggulan komparatif, jadi bukan sekedar mengasumsikannya
sehingga seolah-olah hal itu ada dengan sendirinya (seperti yang dilakukan oleh
para ekonomi klasik). (Dominick Salvatore,1997:129-130)
Dari analisis teori H-O dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1) Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
27
2) Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masingmasing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi
yang dimilikinya.
3) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi
dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor
produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
4) Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu
karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan
mahal untuk memproduksinya. (Hamdy Hady, 2004:42-43)
2.1.3.2.Teori Permintaan dan Penawaran
Dasar pemikiran teori permintaan dan teori penawaran adalah bahwa
perdagangan antara dua Negara terjadi, karena adanya perbedaan permintaan dan
penawaran. Misalnya, di Indonesia, permintaan terhadap X (kain) sedikit,
sedangkan di AS banyak. Maka Indonesia akan menjual sisa X, setelah dikurangi
jumlah yang dikonsumsi di pasar domestik, ke AS. Sebaliknya, permintaan
terhadap Y (televisi) di Indonesia lebih besar daripada di AS. Maka AS akan
mengekspor sebagian televisi yang diproduksinya. (Tulus Tambunan, 2000:42)
Permintaan ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera
sedangkan perbedaan penawaran misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam
jumlah dan kualitas factor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.
(Nopirin; 1995: 26)
28
2.1.3.3. Teori Stolper-Samuelson
Wolfgang Stolper dan Paul Samuelson membuktikan bahwa perdagangan
telah membelah suatu negara dengan kelompok yang beruntung dan kelompok
yang dirugikan.
Asumsi-asumsinya yaitu : Sebuah negara menghasilkan dua barang (yaitu
gandum dan kain) dengan dua factor produksi (yaitu, tanah dan tenaga kerja) tak
satupun barang adalah masukan bagi produksi dari yang lain: kompetisi terus
berlangsung: sediaan-sediaan factor diberikan: kedua factor sepenuhnya
digunakan: satu barang (gandum) adalah padat modal (tanah) dan yang lain (kain)
padat karya (tenaga kerja) dengan atau tanpa perdagangan: kedua factor itu
bergerak (mobile) diantara sector-sektor (tetapi tidak diantara negara-negara): dan
pembukaan perdagangan menaikkan harga relative gandum.
Teori Stolper-Samuelson: dengan asumsi-asumsi tersebut diatas, berubah dari
negara yang sebelumnya tidak melakukan perdagangan menjadi negara yang
membuka perdagangan dengan negara lain akan secara pasti menaikkan
keuntungan pada factor yang digunakan secara intensif dalam industri yang
harganya terus meningkat (tanah) dan menurunkan keuntungan pada factor yang
digunakan secara intensif dalam industri yang harganya terus merosot (tenaga
kerja) tanpa mempedulikan barang yang mana akan lebih banyak dikonsumsi oleh
penjual kedua factor itu. (Peter H Lindert, 1994:75)
Teori Stolper-Samuelson telah menunjukkan bahwa pembukaan perdagangan
dan peningkatan harga relatif barang-barang yang dapat diekspor menjelaskan
keuntungan yang diperoleh pada faktor produksi yang digunakan secara intensif
29
dalam industri ekspor; juga menjelaskan kerugian-kerugian yang diperoleh pada
faktor produksi digunakan secara intensif dalam industri yang bersaing dengan
produk impor. (Peter H Lindert, 1994:90)
2.1.3.4. Vent for Surplus
Pada prinsipnya, dasar pemikiran teori Vent for surplus tidak berbeda
dengan pemikiran yang melandasi teori permintaan dan penawaran diatas. Hanya
saja penekanan dari teori pertama lebih pada sisi suplai. Teori tersebut
mengatakan bahwa suatu negara akan mengekspor produk-produk yang dibuatnya
apabila terjadi excess supply (kelebihan stok) di pasar dalam negeri. Seperti telah
dijelaskan di dalam teori permintaan dan penawaran, kelebihan stok bisa terjadi
karena berbagai hal, misalnya konsumsi dalam negeri berkurang akibat
pendapatan masyarakat menurun, atau karena barang tersebut sudah tidak diminati
lagi oleh masyarakat di negara tersebut atau dilarang oleh pemerintahnya karena
dianggap berdampak negatif terhadap kesehatan. Sementara volume produksi
tidak berubah. Atau, kelebihan stok terjadi akibat panen besar (untuk komoditaskomoditas)
pertanian);
sementara
permintaan
dalam
negeri
tidak
bertambah.(Tulus Tambunan, 2000:42-43 )
2.1.4. Alternatif Teori
2.1.4.1. Hypercompetitive dari Richard D’Aveni
Kondisi persaingan global yang “hyper competitive” memaksa setiap
negara/perusahaan untuk memikirkan/menemukan suatu strategi yang tepat.
30
Strategi yang tepat tersebut berupa perencanaan dan kegiatan operasional terpadu
yang mengkaitkan lingkungan eksternal dan internal, sehingga dapat mencapai
tujuan jangka pendek dan jangka panjang dengan disertai keberhasilan dalam
mempertahankan/meningkatkan “sustainable” real income secara efektif dan
efisien. Strategi ini dikenal atau disebut sebagai “Sustinable Competitive
Advantage” atau SCA, yaitu “keunggulan daya saing berkelanjutan” (terusmenerus). Akan tetapi, menurut D’Aveni (1994), pada situasi “hypercompetitive”,
tidak ada lagi perusahaan/negara yang dapat memiliki “keunggulan daya saing
berkelanjutan.” (Hamdy Hady, 2004:60)
Sehubungan dengan pendapat Richard D’Aveni ini, perlu dikemukakan
beberapa catatan (H Hady, 1996) sebagai berikut:
1. Pada situasi “hyper competetive”, keunggulan daya saing suatu
perusahaan/negara tetap didasarkan kepada
keunggulan kompetitif
dinamis, walaupun dengan periode / jangka waktu yang relatif pendek.
2. Pengertian SCA (Sustainable Competitive Advantage) atau keunggulan
daya saing berkelanjutan harus diartikan sebagai keunggulan yang
diperoleh karena invention dan innovation secara terus-menerus, sehingga
tetap unggul dari pesaing.
3. Invention dan innovation diperoleh dari hasil research and development,
baik yang bersifat scientific maupun applied.
4. “Suistainable Competitive Advantage” ini relatif lebih tepat dan paling
menguntungkan untuk dilakukan dalam sektor agro industri karena sumber
atau resource base-nya dapat diperbaharui atau renewable.
31
2.1.4.2. Competitive Advantage of Nation dari M Porter
Menurut M Porter, dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau
Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar
internasional bila memiliki empat factor penentu yang digambarkan sebagai suatu
diamond sebagai berikut: (Hamdy Hady,2004: 58)
Gambar 2.2
Skema M. Porter – Diamond
FIRM STRATEGY STRUCTURE
& RIVALRY
FACTOR CONDITIONS
DEMAND CONDITIONS
RELATED & SUPPORTING
INDUSTRY
1. FACTOR CONDITIONS atau keadaan factor-faktor produksi, seperti
tenaga kerja terampil atau prasarana
Porter membedakan antara factor-faktor dasar (teori H-O) dan faktor-faktor
lanjutan (infra struktur sebuah negara). Kekurangan karunia alam telah
menyebabkan bangsa-bangsa melakukan investasi dalam penciptaan faktor-faktor
lanjutan, seperti pendidikan angkatan kerjanya, pelabuhan bebas dan sistem
komunikasi maju, untuk memungkinkan industri-industri mereka bersaing secara
global. (Donald A. Ball dan Wendell H. McCulloch, 2001:125)
2. DEMAND CONDITIONS atau keadaan permintaan dan tuntutan mutu di
dalam negeri untuk hasil industri tertentu
32
Kondisi-kondisi permintaan sifat dasar dari permintaan domestic. Apabila para
pelanggan sebuah perusahaan sedang mempunyai permintaan, ia akan berusaha
memproduksi produk-produk yang berkualitas tinggi dan inovatif, dan dalam
melakukan hal itu akan memperoleh keunggulan kompetitif atas perusahaanperusahaan yang berada di tempat dimana tekanan domestik lebih kecil. (Donald
A. Ball dan Wendell H. McCulloch, 2001:125)
3. RELATED & SUPPORTING INDUSTRY atau eksistensi industri terkait
dan pendukung yang kompetitif secara internasional.
Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka
perlu selalu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama
dalam menjaga dan memelihara value chain. (Hamdy Hady,2004: 59)
4. FIRM STRATEGY STRUCTURE & RIVALRY atau strategi perusahaan
itu sendiri dan struktur serta system persaingan antarperusahaan
Strategi perusahaan, struktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi
persaingan/rivalry di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang akan
menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan. Porter
mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terkena persaingan berat di
pasar-pasar domestiknya secara konstan akan meningkatkan efisiensinya, yang
membuat mereka lebih kompetitif secara internasional. (Hamdy Hady,2004: 59)
Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya
didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu
dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan
domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau
33
dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut
sering berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya
saing. Disamping kesempatan, peran pemerintah juga merupakan variable
tambahan yang cukup signifikan. (Hendra Halwani, 2005:36)
2.1.4.3. Daya Saing Internasional Berdasarkan Model 9 Faktor (Dong-Sung
Cho)
Dong-Sung Cho menjelaskan bahwa model berlian dari Porter kurang bisa
menerangkan mengapa beberapa jenis industri di Korea Selatan memiliki daya
saing internasional, terutama untuk industri, seperti tekstil, baja, pembuatan kapal
(Ship building), industri mobil (automobile), semikonduktor (semiconductor),
peralatan elektronik rumah tangga (home electronics), kontruksi dan lain-lain.
Dong-Sung Cho menjelaskan bahwa kita membutuhkan model yang bisa
mengatakan kepada kita semua, bukannya berapa banyak tingkat sumber daya
yang sekarang dimiliki sebuah negara, tapi siapa yang bisa menciptakan sumber
daya dan kapan seharusnya setiap sumber daya itu diciptakan.
Perbedaan dengan model Porter adalah terletak pada faktor yang terdapat di
luar kotak berlian, yaitu tenaga kerja, birokrasi dan politisi, entrepeneur dan
manajer, teknisi serta perancang profesional. Juga faktor akses dan kesempatan
dalam melakukan sesuatu bagi masyarakat, yang berada di luar kotak segi empat
tersebut. Di mana faktor ini ikut mempertajam daya saing internasional. Jika
digambarkan maka dapat dilihat seperti dibawah ini:
34
Gambar 2.3
Daya Saing Internasional-Model 9 Faktor
Politisi Birokrasi
Pekerja
Lingkungan
Bisnis
Faktor Fisik
Daya Saing
Internasional
Sumber Daya
Alam
Industri Terkait
dan Pendukung
Kewirausahaan
Permintaan
Domestik
Manajer
Profesionl,
Perancang dan
Teknisi
Akses dan Kesempatan
Dengan demikian, dari rangkain kualitas tenaga kerja, birokrasi yang andal
dan politisi yang profesional dan mampu menciptakan kebijakan yang kondusif
bagi pengembangan daya saing suatu negara, khususnya bagi jajaran politisi dan
birokrasi yang diperlukan faktor integritas dan jujur, yang merupakan prasyarat
utama dalam pengembangan daya saing. Semua faktor di atas saling kait mengait
secara simultan untuk menentukan ketajaman tingkat kompetisi suatu negara.
(Hendra Halwani, 2005:43-44)
35
2.2. Ekspor
Definisi ekspor adalah pengiriman barang dagangan keluar negeri melalui
pelabuhan diseluruh wilayah Republik Indonesia, baik bersifat komersial maupun
bukan komersial. Sedangkan yang dimaksudkan Impor adalah pengiriman barang
dagangan dari luar negeri ke pelabuhan diseluruh wilayah Indonesia kecuali
wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupun bukan
komersial. (Tn.2007:248)
Ekspor berasal dari produksi dalam negeri dijual /dipakai oleh penduduk luar
negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti halnya
investasi. Sedangkan impor merupakan kebocoran dari pendapatan, karena
menimbulkan aliran modal ke luar negeri. Ekspor bersih yakni (X-M) adalah
jembatan yang menghubungkan antara pendapatan pendapatan nasional dengan
transaksi internasional. (Nopirin 1995:239)
Nilai ekspor adalah nilai transaksi barang ekspor sampai diatas kapal
pelabuhan muat dalam keadaan free on board (f.o.b), sedang-kan nilai impor
adalah nilai transaksi barang dagangan yang diimpor dari luar negeri dalam
keadaan cost, insurance, and freight (c.i.f). (Tn.2007:248)
Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea
cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari
perdagangan internasional, lawannya adalah impor.
Ekspor dan impor suatu Negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh
akibat transaksi perdagangan ini. Perdagangan dapat juga memperbesar kapasitas
konsumsi suatu Negara serta membantu berbagai usaha untuk melakukan
36
pembangunan dan meningkatkan peranan sector yang mempunyai keunggulan
komparatif karena efisiensi dalam factor-faktor produksi.
Perdagangan internasional dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu :
1. Keanekaragaman kondisi produksi. Perdagangan diperlukan karena adanya
keanekaragaman kondisi produksi di setiap negara. Misalnya, negara A
karena beriklim tropis dapat berspesialisasi memproduksi pisang, kopi;
untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa dari negara lain.
2. Penghematan biaya. Alasan kedua adalah timbulnya increasing returns to
scale (penurunan biaya pada skala produksi yang besar). Banyak proses
produksi menikmati skala ekonomis, artinya proses produksi tersebut
cenderung memiliki biaya produksi rata-rata yang lebih rendah ketika
volume produksi ditingkatkan. Cara apa yang lebih baik untuk
meningkatkan produksi selain menjualnya ke pasar global ?
3. Perbedaan selera. Sekalipun kondisi produksi di semua daerah serupa,
setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera mereka
berbeda. Contohnya, negara A dan B menghasilkan daging sapi dan
daging ayam dalam jumlah yang hampir sama, tetapi karena masyarakat
negara A tidak menyukai daging sapi, sedang negara B tidak menyukai
daging ayam, dengan demikian ekspor yang saling menguntungkan dapat
terjadi di antara kedua negara tersebut, yaitu bila negara A mengimpor
daging ayam dan mengekspor daging sapi, sebaliknya negara B
mengimpor daging sapi dan mengekspor daging ayam.
37
4. Prinsip keunggulan komparatif (comparative advantage). Prinsip ini
mengatakan bahwa setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi dan
mengekpor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah (artinya
lebih efisien dibanding negara lain); sebaliknya setiap negara akan
mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif lebih tinggi
(artinya kurang efisien dibanding negara lain). ( Tedi Heriyanto, 1999 )
Dengan adanya perekonomian terbuka dan setiap negara berkonsentrasi pada
bidang yang memiliki keunggulan komparatif, maka kehidupan semua orang akan
menjadi lebih baik. Pekerja di setiap negara dapat memperoleh konsumsi dalam
jumlah yang meningkat untuk jumlah jam kerja yang sama.
Menurut Sadono Sukirno (2004:89) ekspor merupakan bagian dari
perdagangan internasional biasa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain:
1. Adanya kelebihan dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual
keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor
2. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk
tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri
3. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari
pada penjualan di dalam negeri, karena harga di pasar dunia lebih
menguntungkan
4. Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik
5. Adanya barter produk tertentu dengan produk lain yang dipertukarkan dan
tidak dapat diproduksi dalam negeri.
38
Keadaan – keadaan yang pada umumnya dapat mengakibatkan bertambahnya
ekspor menurut Soediyono (1989:197) antara lain adalah:
1. Kurs
devisa
efektif
yang
berlaku
bagi
barang-barang
ekspor
menguntungkan
2. Peningkatan efisiensi produksi di dalam negeri dalam arti luas, yang dapat
mengakibatkan produsen-produsen barang ekspor dengan nilai ekspor
FOB yang sama dengan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.
3. Kegagalan produksi di Negara-negara penghasil produk yang bersaing
dengan produk ekspor Indonesia di pasaran dunia
4. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang serasi disertai dengan
kebijakan peningkatan ekspor yang kuat
5. Meningkatnya nilai kemakmuran masyarakat dunia.
2.3. Harga
Harga dari suatu barang ialah apa yang dirasa oleh penjual, pembeli mampu
membayar. Kemudian harga ini ada yang bersifat tetap dan ada pula yang dicapai
dengan tawar menawar. Jadi pengertian harga sebenarnya ialah suatu nilai yang
dicapai oleh penjual dan pembeli mengenai suatu barang.
Mekanisme harga sangat penting fungsinya dalam ekonomi kita. Harga
memungkinkan konsumen membandingkan nilai, menstimulasi produksi dan
permintaan dan mengalokasikan sumber-sumber menjadi penggunaan yang lebih
produktif.
39
Tujuan utama dari penetapan harga ialah untuk memperoleh kembali apa yang
sudah dikeluarkan atau return on investment. Ada dua pendekatan dasar untuk
menetapkan harga, yaitu harga menurut biaya dan harga menurut permintaan.
(Buchari Alma, 2002:286)
Penetapan harga barang baru dalam Buchari Alma (2002:291) adalah sebagai
berikut.
Price Skimming. Dalam hal ini pengusaha menetapkan harga setinggi
mungkin. Hal ini dimungkinkan karena barang saingan belum ada, dan barang
ditujukan untuk golongan kaya. Barang ini harus mempunyai keistimewaan dan
menimbulkan prestise bagi konsumennya.setelah barang laku, kemudian harganya
diturunkan dan keuntungan pengusaha makin berlipat ganda.
Penetration pricing. Kebijaksanaan harga ini berlawanan dengan skimming
price. Barang ini sudah banyak saingan di pasar. Oleh sebab itu untuk memasuki
pasar, harus dibanting harganya serendah mungkin.
Geographic
Pricing.
Kebijaksanaan
harga
terakhir
ialah
yang
mempertimbangkan ongkos pengiriman. Setelah terjadi penjualan, siapakah yang
menanggung biaya pengiriman, apakah penjual atau pembeli, ini disebut
geographic karena mempertimbangkan lokasinya.
Tipe harga macam ini ialah FOB factory, FOB Destination, uniform delivered
dan zone delivered pricing.
1. FOB-Factory pricing
FOB artinya free on board. Dalam hal ini penjual bertanggung jawab memuat
produk ke atas kendaraan yang dikehendaki oleh pembeli, tetapi pembeli
40
bertanggung jawab membayar baiya angkutnya. Artinya pembelilah yang
membayar ongkos angkut barang yang dibelinya. Kesulitan politik harga ini
ialah bila pembeli jauh lokasinya dari produsen, kemudian muncul prodesen
lain yang lebih dekat ke tempat pembeli.
2. FOB Destination Pricing
Disini penjual membayar semua ongkos pengiriman barnag. Biasanya baiya
transport barang rendah.
3. Uniform Delivered Pricing
Disini ditetapkan ongkos yang sama tanpa melihat dimana lokasi pihak
pembeli. Biasanya ongkos angkut barang ini rendah dibandingkan dengan
harga jualnya. Kadang-kadang mereka membebaskan biaya angkut sebagai
senjata untuk melawan saingan.
4. Zone Delivered Pricing
Ini adalah modifikasi dari uniform-delivered pricing. Dalam hal ini ditetapkan
zone pengiriman. Misalnya zone 1, bagi orang yang membeli barang dan
bertempat tinggal di zone 1, bebas ongkos kirim. Tetapi mereka yang tinggal
di zone 2 dikenakan biaya angkut sebesar 2 % dari jumlah pembelian dan yang
tinggal di zone 3, dikenakan biaya angkut 4 % dan seterusnya.
Penetapan harga untuk pasar-pasar luar negeri adalah lebih kompleks karena
manajemen harus memperhatikan dua jenis penetapan harga. (Donald A. Ball
dan Wendell H. McCulloch, 2001:629-630)
1. Penetapan harga nasional luar negeri, yang merupakan penetapan harga
domestic di sebuah Negara lain
41
2. Penetapan harga Internasional. Penetapan harga internasional menyangkut
penetapan harga-harga untuk barang-barang yang diproduksi di sebuah
Negara dan dijual di Negara lain.
Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa makin tinggi harga
sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para
penjual. Sebaliknya, makin rendah harga sesuatu barang semakin sedikit jumlah
barang tersebut yang ditawarkan. (Sadono Sukirno, 2004 : 87)
Sesuai dengan hukum penawaran, ketika harga naik maka produsen akan
menawarkan barangnya lebih banyak karena mengharapkan keuntungan yang
lebih besar. Begitu pula dengan ekspor karet, harga mempunyai pengaruh yang
positif terhadap ekspor karet di Indonesia.
2.4. Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang
berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai tukar didasari dua konsep,
pertama konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga
mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu Negara yang
diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari Negara lain.
Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi
ekspor suatu Negara di pasaran internasional. Kurs riil atau kadang-kadang
disebut term of trade atau comparativeness (daya saing) pada dasarnya
menunjukkan harga relative produk luar negeri terhadap harga produk domestik.
42
Kedua konsep tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
 P∗ 
Kurs Riil = є = Ε 
 P
(Kusnendi,2002:32)
 P
Kurs Nominal = Ε = є  ∗ 
P 
(Kusnendi,2002:32)
Dimana
P∗ = harga barang luar negeri di pasar dunia
P = harga barang domestik di dalam negeri
Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat nilai
tukar suatu mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Penawaran dan
permintaan terhadap valuta asing timbul karena adanya hubungan internasional
dalam perdagangan barang, jasa, maupun modal. Penawaran valuta asing
disebabkan adanya ekspor barang, jasa transfer atau hibah dari luar negeri maupun
capital masuk. Sedangkan permintaan valuta asing disebabkan adanya impor
barang, jasa maupun capital, sehingga untuk menyelesaikan transaksi perlu
menukarkan suatu mata uang domestik dengan valuta asing dan sebaliknya.
(Hendra Halwani, 2005:157)
Secara umum system penentuan nilai tukar dapat dibedakan kedalam dua
system sebagai berikut:
1. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system)
Kurs ditetapkan tidak melalui pasar valuta asing, melainkan ditetapkan sendiri
oleh pemerintah. Dalam system ini, devaluasi adalah bentuk kebijakan yang
diambil pemerintah untuk menurunkan kurs mata uang domestik.
43
2. Sistem nilai tukar fleksibel atau mengambang (Flexible exchange rate
system)
Dalam sistem ini kurs ditetapkan melalui pasar valas (valuta asing). Di pasar
valas diperdagangkan berbagai jenis valas, yang pada umumnya dilakukan
oleh pihak perbankan dan perusahaan-perusahaan yang khusus bergerak dalam
jual-beli valas. Apresiasi merupakan terminology untuk menunjukkan naiknya
kurs suatu mata uang sebagai akibat adanya perubahan permintaan dan
penawaran di pasar valas. Kebalikan dari apresiasi adalah depresiasi.
(Kusnendi,2002:32-33)
Adapun perkembangan sistem nilai tukar seperti yang diungkapkan oleh
Hendra Halwani (2005:158-160) yaitu:
1. Sitem nilai tukar standar emas
Negara yang menganut system nilai tukar standar emas menetapkan nilai tukar
mata uangnya dalam berat emas tertentu. Konsekuensinya dari sistem ini, otoritas
moneter harus bersedia menjual maupun membeli berapa jumlah emas pada harga
yang telah ditentukan. Disamping itu, arus keluar-masuk emas di negara tersebut
dibiarkan bebas. Sistem nilai tukar standar emas menggolongkan tingkat nilai
tukar mata uang sebagai berikut:
a. Kurs mint parity
b. Kurs ekspor emas
c. Kurs titik impor emas
d. Kurs valuta asing yang terjadi
44
2. Sistem nilai tukar tetap
System nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas
moneter menetapkantingkat nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang
Negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun
permintaan terhadap valuta asing yang terjadi.
3. Sistem nilai tukar pengawasan devisa
Suatu Negara yang menganut rezim pengawasan devisa dalam nilai tukar mata
uangnya biasanya perekonomian Negara tersebut tidak memiliki cadangan devisa
yang cukup untuk menutup deficit neraca pembayaran yang terus menerus.
System pengawasan devisa perlu kondisi sebagai berikut.
a. Mata uang tak konvertibel dengan emas
b. Tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap valuta asing sepenuhnya
tergantung kemauan pemerintah
c. Pendistribusian valuta asing dengan penjatahan secara menyeluruh.
d. Valuta asing yang dihasilkan seluruhnya diserahkan pemerintah.
4. Sistem nilai tukar tambatan
System nilai tukar tambatan atau Pegged exchange rate system, dimana mata
uang domestic dikaitkan dengan suatu mata uang asing. Tingkat nilai tukar mata
uang domestic terhadap mata uang asing lainnya merupakan penurunan dari nilai
tukar mata uang asing yang dijadikan tambatan dengan mata uang asing
lainnya.sistem nilai tukar ini perlu anggapan sebagai berikut.
a. Mata uang domestic tidak konvertibel dengan emas.
45
b. Tingkat nilai tukar ditentukan oleh otoritas moneter, tetapi tidak ada
pembatasan devisa.
Nilai tukar tambatan dibedakan menjadi dua.
a. Sistem nilai tukar tambatan tanpa penyesuaian (nonadjustable pegged rate
system), yaitu tingkat nilai tukar terhadap valuta asing sama sekali tidak
berubah – ubah.
b. System nilai tukar tambatan dengan penyesuaian (adjustable pegged rate
system), yaitu tingkat nilai tukar terhadap valuta asing dapat diubah-ubah
menurut kebutuhan.
5. Sistem nilai tukar mengambang
Nilai tukar menngambang atau sering disebut floating exchange rate, dimana
tingkat nilai tukar dibiarkan menurut keseimbangan permintaan dan penawaran
mata uang asing yang terjadi. Nilai tukar mengambang harus memenuhi kondisikondisi sebagai berikut.
a. mata uang domestic tidak konvertibel dengan emas
b. penstabilan
tingkat
nilai
tukar
hanya
dilakukan
dengan
jalan
mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing
c. tidak ada pembatasan devisa
system pengambangan nilai tukar secara teoritis dibedakan menjadi dua hal,
yaitu pertama, nilai tukar mengambang, dimana pemerintah mempengaruhi
tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing atau yang
disebut dirty float. Kedua, sering disebut clean float, dimana pemerintah tidak
46
mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan dapa
penawaran dan permintaan valuta asing
Apabila sesuatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya terdapat
perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar ini sebenarnya merupakan
semacam “harga” di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara
dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai/harga antara
kedua mata uang tersebut. Perbandingan inilah yang sering disebut dengan kurs
(exchange rate). (Nopirin,1995:137)
Perbedaan tingkat kurs ini timbul karena beberapa hal:
1.
Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang asing/Bank.
Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta
asing/Bank membeli valuta asing dan kurs jual apabila mereka menjual.
Selisih kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang.
2.
Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu
pembayarannya. Kurs TT(Telegraphic Transfer) lebih tinggi daripada
kurs MT (Mail Transfer) sebab perintah atau order pembayaran dengan
menggunakan telegram bagi Bank merupakan penyerahan valuta asing
dengan segera/lebih cepat dibandingkan dengan penyerahan melalui
surat.
3.
Perbedaan dalam hal keamanan dalam penerimaan hak pembayaran.
Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang berasal dari
Bank asing yang sudah terkenal (bonafid) kursnya lebih tinggi daripada
yang belum terkenal. (Nopirin,1995:138)
Akses dan
Kesempatan
47
Nilai tukar merupakan jumlah mata uang asing per unit mata uang domestik
atau dapat juga didefinsikan sebagai jumlah mata uang domestik per unit mata
uang asing. Nilai tukar mempunyai hubungan yang positif dengan ekspor bersih
suatu perekonomian.ketika nilai tukar naik (depresiasi) maka ekspor juga naik
begitu juga sebaliknya ketika nilai tukar turun (apresiasi) maka ekspor juga turun.
Download