IMPLIKASI GLOBALISASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP STABILITAS NILAI RUPIAH Herlan Firmansyah dan Endang Hendra Universitas Suryakancana Cianjur dan Al-Imarat Bandung Email: [email protected] dan [email protected] Abstract Economic globalization has become a difficult international agenda inevitable by all countries in the world. As well as accelerator movement derivative program of economic globalization, developing free trade (free trade) that has gradually been implemented in most specific regions in the world. For example, NAFTA program that has been effective since January 1, 1994, CAFTA has been in effect as of January 1, 2010 and MEAs will soon be put into effect from December 31, 2015. The goal ultimately is the realization of free trade world as the embodiment of a large agenda that no other is economic globalization. The implication, will materialize interdependent global economy (interdependent) between countries in the world. Including the interdependence of the external value of a country's currency as a unit of account, medium of exchange and store of Value on goods traded within the International transactions. The external value of the currency or commonly known as the exchange rate (exchange rate) is formed as a result of interaction between aggregate demand (aggregate demand) and supply aggregate (aggregate supply) in the money market. Thus, the phenomenon of economic globalization and free trade world that nowadays more and stronger will be the independent variables that can affect currency values of variables as dependent variables of aggregate demand side. Abstrak Globalisasi ekonomi sudah menjadi agenda Internasional yang sulit terelakan oleh semua negara di dunia. Sebagai program turunan sekaligus akselerator gerakan globalisasi ekonomi, berkembang perdagangan bebas (free trade) yang secara bertahap sudah diberlakukan di sebagian kawasan tertentu di dunia. Misalnya, program NAFTA yang sudah berlaku efektif sejak 1 Januari 1994, CAFTA sudah diberlakukan per 1 Januari 2010 dan MEA akan segera diberlakukan mulai 31 Desember 2015. Sasaran akhirnya adalah terealisasinya perdagangan bebas dunia sebagai perwujudan dari agenda besar yang tiada lain adalah globalisasi ekonomi. Implikasinya, akan terwujud ekonomi global yang saling tergantung (interdependent) antar negara di dunia. Termasuk kesalingtergantungan nilai eksternal mata uang suatu negara sebagai Unit of Account, Medium of Exchange dan Store of Value atas barang yang diperdagangkan dalam transaksi Internasional. Nilai eksternal mata uang atau biasa dikenal dengan nilai tukar (kurs) terbentuk sebagai hasil interaksi antara permintaan agregate (agregate demand) dan penawaran agregate (supply agregate) di pasar uang. Dengan demikian, fenomena globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia yang dewasa ini semakin menguat akan menjadi variabel independent yang dapat mempengaruhi variabel nilai mata uang sebagai variabel dependent dari sisi permintaan agregate. Kata Kunci: Globalisasi Ekonomi, Perdagangan Bebas, Stabilitas Nilai Rupih A. Pendahuluan Dewasa ini nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar Amerika (USD) menunjukan angka yang semakin melemah. Menurut data Bank Indonesia per 2 Januari 2015, nilai tukar rupiah terhadap USD 46 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015 adalah kurs jual Rp12.536,00 dan kurs beli Rp12.412,00 sementara per 13 Mei 2015 kurs yang berlaku adalah kurs jual Rp13.254,00 dan kurs beli Rp13.122,00.1 Terjadinya depresiasi rupiah terhadap dollar tersebut menurut Presiden Joko Widodo merupakan fenomena global. Artinya, hampir semua mata uang dunia melemah terhadap USD.2 Disisi lain, isu terkini terkait dengan program perdagangan bebas yang disepakati dalam pertemuan menteri ASEAN di Phnom Penh Kamboja tanggal 2 September 2003 dan ditindaklanjuti dalam KTT Ke-9 di Bali Indonesia pada bulan Oktober 2003 yakni program Pasar Tunggal Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) semakin dekat pada waktu pelaksanaan yang disepakati bersama yakni sejak 31 Desember 2015. Bagi Negara Indonesia sebagai anggota ASEAN, menghadapi program tersebut tentu tidak dapat berkata tidak siap. Seluruh otoritas yang memiliki tugas dan wewenang dalam menyiapkan ekonomi nasional menjadi ekonomi yang berdaya saing global harus bekerja keras dan memiliki roadmaps yang jelas. Kesepakatan Internasional yang dibuat negara-negara di dunia tentang perdagangan bebas mendorong proses globalisasi ekonomi semakin menguat. Implikasinya tentu perekonomian dunia akan semakin liberal dan memiliki ketergantungan antarnegara yang semakin tinggi. Hendra Halwani mengemukakan bahwa globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun Internasional. Hal tersebut disebabkan oleh adanya hal-hal sebagai berikut: 1) komunikasi dan transfortasi yang semakin canggih; 2) lalu lintas devisa yang semakin bebas; 3) ekonomi negara yang makin terbuka; 4) penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara; 5) metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang makin efisien; dan 6) semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia.3 Dalam perekonomian terbuka atau perekonomian empat sektor (sektor rumah tangga konsumen, sektor rumah tangga produsen, sektor pemerintah dan sektor rumah tangga luar negeri), sebagaimana halnya yang dianut Indonesia, kondisi ekonomi suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel fundamental makroekonomi negara negara lainnya. Baik terhadap sektor moneter, sektor fiskal maupun sektor riil. Salah satu sektor yang memiliki elastisitas tinggi terhadap perubahan variabel-variabel makroekonomi global adalah sektor moneter, khususnya nilai tukar mata uang sehingga depresiasi dan apresiasi akan menjadi dua fenomena yang sangat berfluktuatif. Dalam konteks sistem ekonomi Indonesia, otoritas yang diberikan tugas untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaimana diamanahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. UU Nomor 3 Tahun 2004 jo. UU Nomor 6 Tahun 2009 pasal 7 adalah Bank Indonesia. Dengan demikian, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sudah disepakati negara-negara di dunia perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah sebagai otoritas fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang diberikan tugas khusus untuk itu. Berdasarkan deskripsi di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang implikasi dari globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas terhadap stabilitas nilai rupiah. Selain dilihat dalam perspektif teori ekonomi makro kovensional, kajian juga dilengkapi dengan perspektif ekonomi makro Islam. Permasalahan yang akan menjadi fokus kajian meliputi bagaimana sesungguhnya globalisasi ekonomi itu, bagaimana sesungguhnya perdagangan bebas itu, 1 www.bi.go.id (Diakses pada tanggal 15 Mei 2015 pukul 04.00 wib) 2 http://www.jawapos.com (Diakses pada tanggal 15 Mei 2015 pukul 04.00 wib) 3 Hendra Halwani, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.194. Herlan Firmansyah dan Endang Hendra, Implikasi Globalisasi Ekonomi dan ...| 47 bagaimana sesungguhnya sistem kurs yang berlaku di dunia, bagaimana peran Bank Indonesia sebagai otoritas pengendali stabilitas nilai rupiah dan seperti apa implikasi dari globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas terhadap stabilitas nilai rupiah. B. 1. Pembahasan Globalisasi Ekonomi Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan Internasionalisasi, dan istilah ini sering dipertukarkan.4 Adapun Apridar mengemukakan bahwa kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya adalah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terkait satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batasbatas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.5 Globalisasi ekonomi merupakan suatu gerakan yang lambat laun membentuk suatu otoritas baru dalam penguasaan aktivitas ekonomi seluruh negara. Sebagian pengamat menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi adalah neoimperialisme, sekalipun tidak keseluruhan globalisasi ekonomi itu negatif.6 Gejala globalisasi terjadi dalam kegiatan fi4 Apridar, Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam Aplikasinya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 261. 5 Ibid. hlm. 261. 6 Ali Yafie, Fiqih Perdagangan Bebas, (Jakarta: Teraju Mizan, 2003), hlm. 7. nansial, produksi, dan perdagangan yang kemudian memengaruhi tata hubungan ekonomi antarbangsa. Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antarnegara dalam berbagai praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi.7 Globalisasi ekonomi menganut paham pasar bebas tanpa memperhatikan varian situasi ekonomi berbagai negara yang belum tentu cocok melaksanakannya. Sistem pasar bebas dipaksakan sepenuhnya sebagai hukum baru dalam mengatur tata perekonomian Internasional (global). Hal tersebut jelas dapat menjadi ancaman bagi negaranegara dunia ketiga. Sebab pasar bebas menuntut kesiapan dalam banyak hal mulai kehandalan sumber daya manusia, ketersediaan infrastruktur ekonomi, natural resources, maupun perantara hukum untuk menjamin kepastian berusaha. Jika tidak, bangsa tersebut hanya akan menjadi bulanbulanan negara-negara maju. Realitas yang terjadi menunjukkan bahwa globalisasi ekonomi adalah wujud dari ekspansi modal negara-negara maju. Oleh karena itu, setiap upaya globalisasi senantiasa berhimpitan dengan kepentingan bagaimana memperbesar modal (kapital) yang mereka tanam. Pada mulanya modal asing akan berbicara untuk kepentingan nasional negara yang bersangkutan, misalnya dengan dalih membuka dan memperluas lapangan kerja, mempercepat kemakmuran rakyat, dan sejumlah alasan yang sengaja dirancang untuk menyakinkan para penguasa negara yang bersangkutan. Globalisasi ekonomi mengarah pada upaya liberalisasi ekonomi dan privatisasi (swastanisasi). Ini merupakan konsekuensi dari ekspansi modal atau kapital yang disebar negara-negara maju ke seluruh negara. Dengan demikian, globalisasi akan melakukan perombakan struktur dan kebijakan nasional untuk dilaksanakan dengan kepenting7 Hendra Halwani, hlm. 193-194. 48 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015 an global. Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: a. Globalisasi produksi, dimana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global; b. Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja. Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja; c. Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia; d. Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman Internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas; e. Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negaranegara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dana lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama; dan f. Globalisasi perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyerahan tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.8 8 Apridar. hal 286 2. Perdagangan Bebas Perdagangan bebas merupakan suatu varian tersendiri dari perdagangan Internasional. Perdagangan Internasional diartikan sebagai kegiatan transaksi barang dan jasa yang dilakukan pelaku ekonomi antarnegara. Adapun perdagangan bebas merupakan perdagangan Internasional tanpa adanya hambatan masuk seperti tarif, kuota, bea impor, bea eksor, dumping, dan sebagainya. Dalam perspektif makroekonomi Islam, Naf’an mengemukakan bahwa secara umum Islam memandang perdagangan Internasional sebagai berikut: Pertama, aktivitas perdagangan merupakan hal yang mubah. Hanya saja, karena perdagangan Internasional melibatkan negara dan juga warga negara asing, maka negara Islam, dalam hal ini khalifah, bertanggung jawab untuk mengontrol, mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan ketentuan syariah. Membiarkannya tanpa adanya kontrol dan intervensi negara sama dengan membatasi kewenangan negara untuk mengatur rakyatnya. Padahal Rasulullah saw bersabda: “Imam itu adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” Kedua, seluruh barang yang halal pada dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas tertentu dapat dilarang oleh khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan dlarar bagi negara Islam. Misalnya ekspor senjata atau bahanbahan yang bisa memperkuat persenjataan negara luar, seperti uranium, dana lain-lain. Sebab, komoditas semacam ini bisa memperkuat negara luar untuk melakukan perlawanan kepada negara Islam. Khalifah juga boleh melarang ekpor komoditas tertentu yang jumlahnya terbatas dan sangat dibutuhkan di dalam negeri, sehingga kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi. Dalam kaidah ushul dinyatakan: “Setiap bagian dari perkara yang mubah jika ia membahayakan atau mengantarkan pada bahaya, maka bagian tersebut menjadi haram sementara bagian lain dari perkara tersebut tetap halal”. Herlan Firmansyah dan Endang Hendra, Implikasi Globalisasi Ekonomi dan ...| 49 Ketiga, hukum perdagangan Internasional dalam Islam disandarkan pada kewarganegaraan pedagang (pemilik barang), bukan pada asal barang. Jika pemilik barang warga negara Islam, baik muslim maupun kafir dzimmi, maka barang yang dia impor tidak boleh dikenakan cukai. Namun, jika barang yang masuk ke wilayah negara Islam adalah milik warga negara asing, maka warga negara tersebut dikenakan cukai sebesar nilai yang dikenakan negara asing tersebut terhadap warga negara Islam atau sesuai kesepakatan perjanjian antara negara Islam dengan negara asing tersebut. Keempat, pedagang dari negara kafir mu‘âhid (negara kafir yang memiliki perjanjian damai dengan negara Islam), ketika memasuki wilayah negara Islam akan diperlakukan sesuai isi perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Akan tetapi pedagang dari negeri kafir harbi, ketika memasuki wilayah negara Islam harus memiliki izin (paspor) khusus. Kelima, memperbolehkan perdagangan Internasional dengan alasan sejalan dengan Islam, karena adanya larangan Islam terhadap penarikan cukai (al-maks) atas barang impor milik warga negara Islam, tidak dapat dibenarkan.9 Lebih lanjut Naf’an mengemukakan bahwa jauh sebelum teori perdagangan Internasional ditemukan di Barat. Islam telah menerapkan konsep-konsep perdagangan Internasional. Adalah ulama besar yang bernama Abû Ubayd bin Salâm telah menyoroti praktik perdagangan Internasional ini, khususnya impor dan ekspor. Lahir tahun 744 M dan wafat 838 M, Abû Ubayd merupakan orang pertama yang memotret kegiatan perekonomian di zaman Rasulullah SAW, khulafâ’ alRâsyidîn, para sahabat dan tabiin-tabiin. Pemikiran Abû Ubayd tentang ini dapat dilihat dalam kitabnya, al-Amwâl yang ditulisnya hampir 100 tahun sebelum Adam Smith (1723-1790) melahirkan teori keunggulan absolutnya. Pemikiran Abû Ubayd tentang 9 Naf’an, hlm. 262-264. ekspor impor ini dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu tidak adanya nol tarif dalam perdagangan Internasional, cukai bukan makanan pokok yang lebih murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai.10 Dalam mengkaji perdagangan bebas, seyogyanya perlu dipahami terlebih dahulu tentang makna bebas dalam peradigma Islam. Menurut Ali Yafie bahwa setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam memaknai perdagangan bebas, yaitu: a. Bertanggung jawab. Bebas tanpa pertanggungjawaban adalah sebuah kesesatan, karena kebebasan yang sebesar-besarnya bagi manusia yang memiliki potensi baik maupun buruk akan mendorong potensi buruk diperkuat oleh bisikan dan dorongan setan. Bukankah pemerintahan yang sangat besar maupun kekuatan polisi dunia, Amerika Serikat terbukti menjadikan mereka menjadi budak-budak setan, baik dengan korupsi, penindasan, arogansi maupun potensi jahat yang dengan mudah dikipasi oleh syetan; b. Etis. Bebas tanpa etika, juga hanya mendorong penindasan si kuat terhadap si lemah, si kaya terhadap si miskin, orang kota terhadap orang desa, serta negara maju terhadap negara berkembang atau terbelakang; c. Benar. Bebas dalam melakukan yang salah adalah sesat. Bahkan nilai benar yang dipegangpun harus nilai benar yang hakiki. Dalam pandangan manusia dengan berbagai kepentingan, maka nilai benar menjadi sangat relatif bahkan terkadang terjadi pertentangan antara ‘kebenaran’ di satu pihak dengan ‘kebenaran’ di pihak yang lain. Oleh karenanya, nilai benar yang hakiki tentu hanya nilai benar menurut Yang Maha Benar; d. Adil. Bebas tanpa keadilan, bagaikan macan yang sangat lapar dihadapkan dengan seekor kelinci yang tidak berdaya. Bagaikan AS yang bernafsu menerkam Irak yang telah diboikot bertahun-tahun, lalu diinspeksi dan dilucuti senjatanya, kemu10 Ibid, hlm. 264. 50 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015 dian dibantu oleh orang Inggris, Australia, dan Spanyol ditambah ‘penghianatan ukhuwah’ Arab Saudi dan Turki; dan e. Seimbang. Bebas tanpa keseimbangan sama maknanya dengan ketimpangan dan penindasan. Bagaimana mungkin Barat mendengungkan transparansi, bila isu ISO, pembajakan, dan anti-dumping, bahkan lingkungan hidup dan HAM yang tidak berkaitan langsung dengan ekonomi, mereka gunakan sebagai alat proteksi barang dan jasa yang akan masuk kenegara mereka. Sementara itu, dengan sampah paha ayam, buah-buahan dengan harga irrasional, dan mark-up nilai dollar mereka lalukan untuk menekan ekonomi negara berkembang dan terbelakang.11 Hal yang perlu diwaspadai sebagaimana yang dikemukakan oleh Ali Yafie bahwa perdagangan bebas dalam era global ternyata bukan sekadar masalah perdagangan, tetapi dibalik itu ada pertarungan ideologi atau sekurang-kurangnya merupakan perang ide yang melibatkan begitu banyak jariangan Internasional yang berhasil menciptakan suasana seakan-akan secara alamiah negerinegeri berkembang tidak punya alternatif, kecuali harus mengikuti ideologi tersebut.12 3. Nilai Tukar (Kurs) Exchange Rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) begitu pula sebaliknya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan Internasional, turisme, investasi Internasional, ataupun uang jangka pendek antara negara yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum.13 Adapun Iskandar Simorangkir dan Suseno menjelaskan bahwa nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing.14 Terdapat dua faktor utama yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar valuta asing yakni permintaan valuta asing dan penawaran uang valuta asing. Permintaan valuta asing asing sendiri dipengaruhi oleh empat faktor yakni pembayaran impor barang dan jasa, aliran modal keluar, kegiatan spekulasi dan intervensi valuta asing Bank Sentral. Adapun penawaran valuta asing dipengaruhi oleh penerimaan ekspor barang dan jasa, aliran modal masuk, dan intervensi valuta asing Bank Sentral.15 Dalam konteks perdagangan Internasional yang semakin pesat, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan akan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara. Dalam konteks Indonesia, dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (free floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya USD) ditentukan oleh mekanisme pasar. 4. Peran Bank Indonesia sebagai Otoritas Pengendali Stabilitas Nilai Rupiah. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana sudah disempurnakan dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2009 pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah itu terdiri atas dua aspek yaitu, pertama, kestabilan terhadap barang dan jasa, kedua, kestabilan terhadap mata uang negara lain 11 Ali Yafie, hlm. 230-231. Ibid, hlm. 75. 13 M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 107. 12 14 Iskandar Simorangkir dan Suseno. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. (Jakarta: Bank Indonesia, 2004). hlm 7 15 Ibid, hlm 7 Herlan Firmansyah dan Endang Hendra, Implikasi Globalisasi Ekonomi dan ...| 51 (kurs). Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap mata uang negara lain.16 Dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, BI sebagaimana dijelaskan dalam UU BI Pasal 8 bahwa BI mempunyai tiga tugas utama sebagai berikut: a. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter; b. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran; dan c. Mengatur dan Mengawasi Bank. Pelaksanaan ketiga tugas di atas saling terkait dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal. Sementara itu untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut diperlukan sistem perbankan yang sehat karena sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter sebab pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan. Tugas mengatur dan mengawasi bank, sesuai dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dialihkan dari Bank Indonesia ke OJK pada tanggal 31 Desember 2013 atau efektif tanggal 1 Januari 2014. 5. Implikasi Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas terhadap Stabilitas Nilai Rupiah Perdagangan bebas dan globalisasi sebenarnya merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Perdagangan bebas berangkat dari apa yang dinamakan dengan hambatan perdagangan, sedangkan globalisasi merupakan konsekuensi dari adanya kemudahan teknologi, infomasi, dan komunikasi massa yang dampaknya meluas pada bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Perdagangan bebas diperlukan dengan asumsi bahwa dengan membiarkan mekanisme pasar berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan pemeritah/negara, perekonomian akan bergerak maju dengan sendirinya. Deregulasi modal, tenaga kerja, dan pasar komoditi diasumsikan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.17 Asumsi-asumsi yang menyertai pentinya globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas tidak serta merta memberikan keberuntungan bagi perekonomian suatu negara. Realitas yang pastinya adalah ketergantungan ekonomi antar negara semakin kuat. Kondisi ekonomi suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi negara lainnya, kegiatan penghubungnya adalah transaksi berjalan berupa ekspor dan impor barang/jasa serta transaksi modal berupa arus modal masuk dan arus modal keluar sebagaimana yang dicatat dalam neraca pembayaran suatu negara. Realitas yang terjadi bahwa globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas mendorong semakin dinamisnya transaksi berjalan dan transaksi modal. Hal tersebut tentunya akan berimbas pada variabel-variabel makro ekonomi yang terjadi. Khususnya terhadap permintaan agregate dan penawaran agretage yang terjadi di lima pasar makro ekonomi yakni pasar barang, pasar uang, pasar modal, pasar tenaga kerja dan pasar luar negeri. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi permintaan dan penawaran agregate tentu berimplikasi langsung terhadap harga dan keseimbangan simultan yang terjadi. Dalam konteks pasar uang, harga yang dimaksud adalah nilai uang sebagai instrumen yang menurut teori preferensi likuiditasnya J. Keynes memiliki tiga fungsi yakni sebagai Unit of Account, Medium of Exchange dan Store of Values. Nilai uang yang akan dipengaruhi secara langsung oleh globalisasi ekonomi dan per- 16 Herlan Firmansyah dan Dadang Husen Sobana, Bank dan Industri Keuangan Non Bank Syariah, (Jakarta: Lecture Publishing, 2014), hlm. 9. 17 Alie Yafie, hlm. 73. 52 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015 dagangan bebas adalah nilai eksternal. Nilai eksternal adalah nilai suau mata uang dibanding mata uang negara lainnya atau dikenal dengan kurs. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi nilai tukar (kurs) mata uang suatu negara, diantaranya adalah harga faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Naiknya harga faktor produksi yang berasal dari luar negeri mendorong investor dalam negeri harus mengeluarkan uang berupa valuta asing yang lebih banyak, sehingga permintaan valuta asing akan naik dan mendorong menguatnya nilai valuta asing serta disisi lain mengakibatkan melemahnya nilai mata uang domestik. Ketergantungan kondisi ekonomi antar negara sebagai konsekuensi dari globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas berimbas terhadap ketergantungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas nilai tukar mata uangnya. Dalam konteks Indonesia, sebagaimana diamanahkan UU Nomor 23 Tahun 1999, UU Nomor 3 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2009 bahwa lembaga negara yang diamanahkan khusus untuk mengendalikan stabilitas rupiah, termasuk stabilitas secara eksternal yang tercermin dalam nilai tukar adalah Bank Indonesia. Dengan demikian, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas memiliki tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia dalam mencapai tujuannya, khususnya tujuan menstabilkan nilai tukar rupiah. Tantangan terbesarnya terutama dari variabel-variabel eksogen atau variabel kebijakan yang dibuat pemerintahan negara lain. Hal tersebut lebih sulit diprediksi dibanding variabel endogen yang berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar global. Variabel endogen lebih mudah diprediksi karena pada umumnya berlangsung mengikuti pola tertentu, atau terjadi mengikuti kecenderungan peristiwa tahun-tahun sebelumnya, atau secara teoteritis dapat diprediksikan dengan menggunakan instrumen model ekonomi makro. Berdasarkan data Bank Indonesia per 13 Mei 2015 bahwa perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar menggambarkan fenomena depresiasi. Menyikapi hal tersebut, Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Keuangan menyatakan bahwa penurunan nilai tukar tersebut merupakan fenomena global, pernyataan tersebut menguatkan asumsi penulis bahwa globalisasi ekonomi, khususnya untuk sektor keuangan sudah benar-benar menjadi realitas tidak terelakan. Konsekuensinya, Bank Indonesia sebagai otoritas yang memiliki wewenang untuk itu harus lebih sigap, lebih peka dan memiliki akses informasi yang luas terhadap fluktulasi variabelvariabel makroekonomi dunia secara realtimes. Disisi lain, pemerintah sebagai otoritas fiskal, melalui tiga instrumen kebijakan fiskalnya yakni taxs, transfer payment dan goverment expenditure perlu membuat kebijakankebijakan strategis yang mendukung penguatan nilai tukar. Seperti mengalokasikan investasi melalui Badan Usaha Milik Negera (BUMN) pada sektor usaha yang mendorong peningkatan ekspor dan optimalisasi pengolahan faktor-faktor produksi di dalam negeri. Sehingga permintaan valuta asing yang tinggi yang dapat mendorong naiknya nilai mata uang asing serta melemahnya mata uang dalam negeri dapat dikendalikan. Dalam konteks perdagangan bebas, instrumen kebijakan fiskal khususnya pajak (taxs) memang sudah menjadi hal yang disepakati secara Internasional untuk terus dikurangi, bahkan dalam konteks perdagangan bebas, tarif pajak secara bertahap diupayakan mencapai nol persen. Namun demikian, instrumen fiskal berupa transfer payment dan goverment expenditure masih tetap menjadi dua instrumen fiskal yang dapat menjadi andalan pemerintah dalam menginterpensi pasar uang serta berkontribusi terhadap upaya pengendalian nilai tukar rupiah. Dengan demikian, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan pemerintah sebagai otoritas fiskal dapat bersinergi dalam melakukan gerakan pengendalian nilai tukar rupiah. Hal tersebut harus diwujudkan secara terprogram dan berkelanjutan dengan meka- Herlan Firmansyah dan Endang Hendra, Implikasi Globalisasi Ekonomi dan ...| 53 nisme koordinasi yang baik, seperti halnya pemerintah dan Bank Indonesia bersinergi dalam melakukan pengendalian nilai rupiah secara internal yang tercermin dalam laju inflasi melalui pembentukan Tim Pengendali Inflasi (TPI) sampai level daerah yang dikenal dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). C. Penutup Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Globalisasi eknomi merupakan suatu gerakan yang meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antarnegara dalam berbagai praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi; 2. Perdagangan bebas merupakan suatu varian tersendiri dari perdagangan Internasional. Perdagangan Internasional diartikan sebagai kegiatan transaksi barang dan jasa yang dilakukan pelaku ekonomi antar negara. Adapun perdagangan bebas merupakan perdagangan Internasional tanpa adanya hambatan masuk seperti tarif, kuota, bea impor, bea eksor, dumping, dan sebagainya; 3. Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang terhadap mata uang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan Internasional, turisme, investasi Internasional, ataupun uang jangka pendek antara negara yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum; 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana sudah disempurnakan dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2009 pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah itu terdiri atas dua aspek yaitu, pertama, kestabilan terhadap barang dan jasa, kedua, kestabilan terhadap mata uang negara lain (kurs). Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa tercermin pada perkembangan laju inflasi, se- dangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap mata uang negara lain; dan 5. Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas berimplikasi terhadap stabilitas nilai rupiah sehingga Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang memiliki tujuan mencapai dan memelihara stabilitas rupiah memiliki tantangan yang besar dan tentunya harus lebih sigap, lebih peka dan memiliki akses informasi yang luas terhadap fluktulasi variabel-variabel makroekonomi dunia secara realtimes serta perlu bersinergi dengan pemerintah sebagai otoritas fiskal dengan instrumen taxs, transfer payment dan goverment expenditure dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah, baik kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, maupun kestabilan terhadap mata uang negara lain (kurs). Daftar Pustaka Apridar. 2012. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arif, M. Nur Rianto al-. 2010. Teori Makroekonomi Islam. Bandung: Alfabeta. Firmansyah, Herlan dan Dadang Husen Sobana. 2014. Bank dan Industri Keuangan Non Bank Syariah. Jakarta: Lecture Publishing. Firmansyah, Herlan dan Wiji Purwanta. 2014. Ekonomi Muatan Kebanksentralan. Jakarta: Bank Indonesia dan Kemendikbud. Halwani, Hendra. 2005 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi.Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia. http://www.jawapos.com, diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 21.00 WIB. Karim, Adiwarman A. 2012. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajawali Pers. Naf’an. 2014. Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Jakarta: Bank Indonesia. 54 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. www.bi.go.id, diakses tanggal 8 April 2015. Yafie, Ali. 2003. Fiqih Perdagangan Bebas. Jakarta: Teraju Mizan.