hubungan antara sikap terhadap perilaku merokok dan kontrol diri

advertisement
HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PERILAKU MEROKOK DAN
KONTROL DIRI DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK
Rudi Sandek
Kamsih Astuti
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara sikap terhadap perilaku
merokok dan kontrol diri dengan intensi berhenti merokok. Hipotesis yang diajukan adalah
(1) ada hubungan yang negatif antara sikap terhadap perilaku merokok dengan intensi
berhenti merokok, (2) ada hubungan yang positif antara kontrol diri dengan intensi berhenti
merokok dan (3) ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku merokok dan
kontrol diri dengan intensi berhenti merokok. Penelitian ini dilakukan pada 70 mahasiswa
yang terdiri dari 50 Pria dan 20 Wanita yang memiliki karakteristik perokok, berusia 18-25
tahun. Data penelitian diungkap dengan skala intensi berhenti merokok, skala sikap
terhadap perilaku merokok dan skala kontrol diri. Analisis data dilakukan dengan analisis
poduct-moment dan analisis regresi. Hasil korelasi product-moment antara sikap terhadap
perilaku merokok dengan intensi berhenti merokok r = -0,686 (p<0,05), berarti ada
hubungan yang negatif antara kedua variable tersebut. Semakin positif sikap perokok
terhadap perilaku merokok maka intensi berhenti merokoknya cenderung semakin rendah.
Korelasi product-moment antara kontrol diri dengan berhenti merokok r = 0,664 (p<0,05),
berarti ada hubungan yang posisif antar kedua variable tersebut. Semakin tinggi kontrol
diri maka intensi berhenti merokok cenderung semakin tinggi. Hasil analis regresi diperoleh
nilai R2 = 0,541, F = 39,463 (p<0,05), berarti ada hubungan yang signifikan anatara sikap
terhadap perilaku merokok dan kontrol diri dengan intense berhenti merokok. Sikap
terhadap perilaku merokok dan kontrol diri secara bersama-sama dapat memprediksi
berhenti merokok.
Kata Kuci : Sikap Terhadap Perilaku Merokok, Kontrol Diri, Intensi Berhenti
Merokok
Pendahuluan
Perilaku merokok pada dasarnya adalah
memasukkan bahan yang berasal dari
dedaunan (tembakau) yang mengandung zat
tertentu (khususnya nikotin) sebagai tindakan
untuk memperoleh kenikmatan (Pribadi,
2000). Merokok masih menjadi kebiasaan
banyak orang baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Menurut survey
badan kesehatan dunia (WHO) (dalam
Amalia,2000), 75% pria dan 5% perempuan
Indonesia adalah perokok. Hasil penelitian di
atas menunjukkan bahwa angka merokok di
Indonesia relatif tinggi. Di seluruh dunia,
lebih dari 15 miliar batang rokok yang dihisap
setiap harinya. Data terakhir yang dipublikasi
WHO tahun 2002 tak kalah mengerikan,
Indonesia setiap tahunnya mengkonsumsi 215
miliar batang rokok (Muzdalipat,2004).
Banyak alasan yang digunakan para ahli
dalam menjawab pertanyaan mengapa orang
merokok, orang merokok untuk alasan-alasan
yang berbeda dan dalam situasi-situasi yang
berbeda. Beberapa alasan untuk merokok
antara lain untuk penampilan pribadi, agar
lebih percaya diri, untuk membangkitkan
semangat terus dapat bekerja dan agar lebih
terlihat jantan (Target, 1991).
Perilaku
merokok merupakan perilaku yang kompleks
dan merupakan hasil interaksi kognitif,
lingkungan sosial, psikologis, kondisi dan
fisiologis, kognitif dalam artian perokok tidak
akan memperlihatkan keyakinan yang tinggi
1
(intensi) untuk berhenti. Jadi tanpa adanya
intensi yang besar, sebesar apapun usaha
untuk berhenti merokok akan sia-sia.
Intensi berhenti merokok menurut Ajzen
dan Madden (Smet, 1994) sangat berkaitan
erat dengan pengetahuan dan keyakinan
individu tentang perilaku berhenti merokok itu
sendiri. Intensi berhenti merokok merupakan
keinginan yang kuat dari seseorang untuk
menghentikan kebiasaan merokok dan
dilakukan secara sadar.
Intensi berhenti
merokok merupakan salah satu prediktor
penting untuk berhenti merokok. Orang yang
memiliki intensi berhenti merokok tinggi
maka kecederungan untuk berhenti merokok
juga tinggi. Intensi merupakan estimasi
seseorang mengenai besarnya kemungkinan
untuk melakukan suatu tindakan tertentu
(Ajzen & Fishbein, 1975).
Intensi
berhenti
merokok
juga
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu sikap
individu terhadap perilaku tertentu, norma
subjektif yaitu norma sosial yang berpengaruh
terhadap individu dan kontrol perilaku yang
diartikan
persepsi
individu
terhadap
kemampuannya dalam melakukan kontrol diri
untuk berbuat atau tidak (Ajzen & Maden
dalam Smet, 1994).
Menurut Ajzen dan Fishbein (dalam
Norman, 1999) sikap merupakan fungsi dari
keyakinan-keyakinan terhadap objek sikap.
Keyakinan-keyakinan positif terhadap objek
sikap akan menumbuhkan sikap positif
terhadap objek sikap tersebut. Keyakinan
bahwa merokok dapat membahayakan
kesehatan akan membentuk sikap negatif
terhadap perilaku merokok. Menurut Ajzen
(1985) sikap berhubungan dengan perilaku,
sehingga jika seseorang memiliki sikap negatif
terhadap perilaku merokok maka intensi
berhenti merokoknya cenderung tinggi.
Sikap negatif terhadap perilaku merokok
didasarkan pada keyakinan-keyakinan bahwa
merokok akan memberikan konsekuensi
negatif bagi dirinya. Di antaranya merokok
dapat menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan bagi si perokok maupun orangorang di sekitarnya. Keyakinan yang demikian
dapat memprediksi intensi berhenti merokok.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Astuti
terhadap bahaya merokok (Beckker dalam
Prabandari, 1994).
Dilihat
dari
dampaknya
terhadap
kesehatan, merokok merupakan perilaku yang
merugikan
pada
kesehatan,
namun
kenyataannya perilaku merokok malah
semakin meningkat dari hari ke hari. Banyak
sudah riset yang mengungkapkan bahaya asap
rokok terhadap aspek biologis dan kimiawi
tubuh manusia.
Studi pertama yamg
dilakukkan dilaporkan Gen P53 di dalam
DNA tubuh manusia berfungsi sebagai
penekan tumor (tumor suppressor); jika
fungsinya dimatikan kemungkinan terjadinya
tumor akan meningkat (jurnal Science edisi
bulan Oktober 1996).
Mengingat perilaku merokok lebih
banyak memberikan dampak yang negatif
dibanding segi positifnya maka banyak sekali
kampanye dan penyuluhan bahaya perilaku
merokok di Indonesia, salah satu contohnya
upaya kampanye yang dilakukan lembaga
seperti Lembaga Menganggulangi Masalah
Merokok (LM3) selama ini seperti penyuluhan
di sekolah-sekolah, kantor pemerintah dan
tempat-tempat perbelanjaan, sudah cukup
baik.
Begitu pula dengan kegigihan
melakukan penyuluhan yang dilakukan secara
pribadi seperti dr.Ttjandra Yoga Aditama dan
aktor sinetron Fuad Baradja. Walaupun itu
semua telah dilakukan masih saja perilaku
merokok banyak dipertahankan (Jullianto,
2004).
Banyak orang yang mencoba berhenti
merokok tetapi tidak berhasil, dan yang
banyak terjadi orang dapat berhenti merokok
tetapi tidak dapat mempertahankannya
sehingga kembali merokok. Di Indonesia
dilaporkan dari 17 juta orang yang mencoba
berhenti tiap tahunnya, 90% gagal dalam
kurun waktu satu tahun, dan di Amerika
hampir 50% pasien yang telah melakukan
pembedahan kanker paru-paru akibat rokok
kembali melakukan kebiasaan merokoknya
(Christanto, 2005).
Berhenti merokok
menyangkut suatu perubahan yang radikal,
yang berarti segala aktivitas yang menyertai
perilaku merokok juga harus diubah. Menurut
Muchtar (1980) keberhasilan dalam berhenti
merokok ditentukan oleh besarnya niat
2
Intensi berhenti merokok dapat ditumbuhkan
jika seorang perokok memiliki sikap negatif
terhadap rokok dan kontrol diri yang tinggi.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah: Intensi berhenti merokok dapat
diprediksi dari sikap terhadap perilaku
merokok dan kontrol diri.
(2004) bahwa sikap terhadap perilaku berisiko
kesehatan berhubungan dengan rendahnya
perilaku berisiko kesehatan termasuk di
antaranya adalah merokok.
Faktor lain yang mempengaruhi intensi
berhenti merokok adalah kontrol diri, karena
dalam kontrol diri terdapat aspek kontrol
perilaku yang menurut Ajzen (1978)
merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi intensi berhenti merokok.
Kontrol perilaku diartikan keyakinan individu
terhadap kemampuannya dalam mengatur
setiap dorongan yang timbul untuk berperilaku
negatif dari dalam diri individu kearah
penyaluran dorongan yang lebih sehat dan
positif.
Jadi individu yang memiliki
keyakinan terhadap kemampuannya dalam
mengatur setiap kali datangnya dorongan atau
keinginan untuk merokok akan memiliki niat
(intensi) yang besar untuk berhenti merokok
(Christanto, 2005), dengan kata lain individu
yang
memiliki
keyakinan
terhadap
kemampuannya untuk menghentikan perilaku
merokoknya akan memiliki intensi berhenti
merokok yang besar.
Sikap terhadap perilaku merokok dan
kontrol diri secara bersama-sama dapat
memprediksi intensi berhenti merokok.
Individu yang memiliki penilaian bahwa
merokok membahayakan bagi kesehatannya
dan
memiliki
kemampuan
untuk
mengendalikan keinginannya untuk merokok
akan memiliki intensi berhenti merokok
tinggi. Sebaliknya sikap positif terhadap
perilaku merokok dan kontrol diri yang rendah
akan menghambat timbulnya intensi berhenti
merokok, karena perokok menganggap
merokok merupakan hal yang menyenangkan
dan tidak perduli terhadap akibat negatif yang
akan diterima jika terus merokok (Cholidah,
1996).
Penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengkaji secara empiris hubungan antara
sikap terhadap perilaku merokok dan kontrol
diri dengan intensi berhenti merokok. Secara
praktis, hasil penelitian ini juga dapat menjadi
bahan masukan bagi para perokok dan
pemerhati masalah rokok mengenai hubungan
antara sikap terhadap perilaku merokok dan
kontrol diri dengan intensi berhenti merokok.
Metode
Variabel kriteria dalam penelitian ini
adalah Intensi berhenti merokok, sedangkan
variabel prediktor adalah sikap terhadap
perilaku merokok dan kontrol diri. Subjek
dalam penelitian ini adalah 70 mahasiswa, 50
pria dan 20 wanita yang berusia 18-25 tahun
dan merokok.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari
tiga skala, yaitu skala intensi berhenti
merokok, skala sikap terhadap perilaku
merokok dan skala kontrol diri.
Skala Sikap Terhadap Perilaku Merokok
terdiri dari 44 item dengan koefisien validitas
antara 0,319 – 0,642, dan reliabilitas alpha
sebesar 0,880.
Skala ini terdiri dari 4
alternatif jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
Setuju (STS). Skala kontrol diri terdiri dari 50
aitem dengan koefisien validitas bergerak
antara 0,322 – 0,601 dan koefisien reliabilitas
sebesar alpha sebesar 0,904. Skala ini terdiri
dari 4 alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat
Tidak Sesuai (STS).
Skala Intensi berhenti merokok ini
disusun oleh peneliti dengan mengacu pada
skala Diferensi Semantik dari Osgood, Suci
dan Tannembeum (Azwar, 1998). Subjek
dihadapkan pada sepasang kata yang
berlawanan arti, dengan nilai bergerak dari 1
sampai 7. Jawaban yang cenderung kekanan
menunjukkan intensi berhenti merokok
cenderung tinggi.
Skala Intensi berhenti
merokok tediri dari 18 aitem, dengan nilai
validitas bergerak dari 0,314 – 0,598 dan
koefisien reliabilitas alphanya sebesar 0,782.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
teknik analisis regresi ganda dengan dua
predictor.
Hasil
3
Berdasarkan hasil pengumpulan data
dapat disajikan klasifikasi data masing-masing
variabel. Tabel 1 di bawah ini menyajikan
klasifikasi skor variabel
perilaku merokok.
sikap
terhadap
Tabel 1
Klasifikasi skor sikap terhadap perilaku merokok
(N=70)
Klasifikasi
Frekuensi
Persentase
Positif
31
44,29%
sedang
39
55,71%
Negatif
Tabel di atas menunjukkan bahwa 44,29%
subjek memiliki sikap positif terhadap
perilaku merokok dan 55,71% menunjukkan
sikap positif terhadap perilaku merokok dalam
kategori sedang.
Klasifikasi
tinggi
sedang
rendah
Adapun Tabel 2 menyajikan klasifikasi
skor kontrol diri pada subjek yang dibedakan
dalam tiga kategori.
Tabel 2
Klasifikasi skor kontrol diri
(N=70)
Frekuensi
60
10
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
bahwa sebanyak 60 subjek memiliki kontrol
diri dalam kategori sedang, dan 10 subjek
memiliki kontrol diri rendah. Dengan
Klasifikasi
Tinggi
sedang
rendah
Persentase
85,71%
14,29%
demikian telihat bahwa subjek cenderung
memiliki kontrol diri dalam klasifikasi sedang.
Selanjutnya pada tabel 3 disajikan
klasifikasi skor intense berhenti merokok pada
subjek.
Tabel 3
Klasifikasi intensi berhenti merokok
(N=70)
Frekuensi
Persentase
41
58,57%
29
41,43%
Tabel di atas memperlihatkan bahwa
sebanyak 41 subjek memiliki intensi berhenti
merokok dalam klasifikasi sedang dan
sebanyak 29 subjek memiliki intensi berhenti
merokok dalam kategori rendah.
Hasil analisis regresi ganda menunjukkan
koefisien regresi R = 0, 735 pada p<0,01. Hal
ini berarti bahwa sikap terhadap perilaku
merokok dan kontrol diri secara bersama-sama
dapat memprediksi intensi berhenti merokok.
Berdasarkan hasil analisis data juga
diperoleh harga Freg sebesar 39,463 (p<0,05),
berarti persamaan regresi adalah signifikan.
Hal ini mengindikasikan bahwa prediksi Sikap
Terhadap Perilaku Merokok dan Kontrol
Perilaku secara bersama-sama terhadap Intensi
4
kebiasaan
merokoknya
karena
dapat
mendatangkan kenikmatan dan kenyaman
tersendiri serta individu juga tidak akan
merasa perilaku merokok dapat mengganggu
orang lain disekitarnya. Secara tidak langsung
sikap terhadap perilaku merokok ini membuat
seseorang ingin tetap merokok sehingga
intensi berhenti merokoknya rendah (Aditama,
1997).
Sebaliknya sikap negatif terhadap
perilaku merokok didasarkan pada keyakinan
bahwa
merokok
dapat
memberikan
konsekuensi negatif bagi seseorang. Dampak
negatif tersebut dapat berupa adanya gangguan
kesehatan pada dirinya maupun orang-orang di
sekitarnya yang merupakan perokok pasif.
Keyakinan ini akan menimbulkan penilaian
bahwa merokok adalah hal yang negatif dan
merugikan baik bagi kesehatan dirinya
maupun orang lain. Adanya sikap negatif
terhadap perilaku merokok dapat memprediksi
intensi berhenti merokok pada perokok. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Satriya
(1997) yang menunjukkan bahwa sikap positif
terhadap perilaku merokok berhubungan
dengan rendahnya intensi berhenti merokok,
sebaliknya sikap negatif terhadap perilaku
merokok berhubungan dengan tingginya
intensi berhenti merokok.
Variabel lain yang mempengaruhi intensi
berhenti merokok adalah kontrol diri. Kontrol
diri adalah kemampuan individu untuk
mengubah kejadian secara signifikan. Individu
yang memiliki kemampuan kontrol diri akan
mampu
mengelola
perilakunya
dan
memodifikasi
kejadian
yang
dihadapi
sehingga berubah sesuai dengan kemauannya.
Kontrol diri merupakan keyakinan bahwa
seseorang dapat mencapai hal-hal yang
diinginkan lewat tindakannya (Thompson
dalam Smet, 1994).
Kontrol diri dapat berperan dalam
menumbuhkan intensi berhenti merokok
karena dalam kontrol diri terdapat aspek
kontrol perilaku yang menurut Ajzen (1978)
merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi intensi berhenti merokok.
Kontrol perilaku diartikan sebagai keyakinan
individu terhadap kemampuannya dalam
mengatur setiap dorongan yang timbul untuk
berhenti merokok bersifat signifikan dan
bukan terjadi secara kebetulan.
Besarnya prediksi variabel sikap terhadap
perilaku merokok dan kontrol diri secara
bersama-sama adalah 54,1%, dengan demikian
55,9% intensi berhenti merokok dipengaruhi
oleh faktor lain.
Secara bivariat dapat diketahui korelasi
sikap terhadap perilaku merokok dengan
intensi berhenti merokok sebesar r = 0, -0,686
pada p<0,01 dan koefisien determinasi sebesar
47,06%. Adapun korelasi antara kontrol diri
dengan intensi berhenti merokok sebesar r =
0,664 pada p<0,01 dengan koefisien
determinasi sebesar 44,09%.
Diskusi
Seperti yang dikatakan oleh Ajzen dan
Fishbein (1975) bahwa intensi dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah sikap
individu terhadap obyek perilaku, sikap ini
merupakan evaluasi positif atau negatif
individu yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap perilaku.
Sikap terhadap suatu
perilaku didasarkan atas keyakinan dan
pengetahuan tentang akibat positif dan negatif
dari perilaku. Sikap yang positif terhadap
perilaku merokok akan cenderung membuat
niat seseorang untuk berhenti merokok rendah
dan sikap yang negatif terhadap perilaku
merokok akan cenderung membuat niat
seseorang untuk berhenti merokok tinggi.
Sikap positif terhadap perilaku merokok
didasarkan pada keyakinan-keyakinan yang
positif terhadap akibat-akibat yang akan
diterima
bila
merokok,
antara
lain
mempermudah
dalam
pergaulan
atau
persahabatan, dapat mengurangi stress, dapat
menimbulkan perasaan dewasa serta matang
dan jantan, juga dapat menimbulkan
kenikmatan dan kenyamanan tersendiri.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
sebelum seseorang bersikap terhadap perilaku
merokok,
sudah
ada dalam
dirinya
pengetahuan dan keyakinan-keyakinan positif
terhadap perilaku merokok. Seseorang yang
memiliki sikap positif terhadap perilaku
merokok tidak akan menganggap perilaku
merokok berbahaya terhadap kesehatannya,
individupun merasa tidak dapat meninggalkan
5
positif (Coldfried dan Merbaum dalam
Lazarus, 1976)
Dari hasil penelitian ini juga diperoleh
sumbangan efektif dari masing-masing
variabel bebas (sikap terhadap perilaku
merokok dan kontrol diri) terhadap intensi
berhenti merokok.
Peran sikap terhadap
perilaku merokok terhadap penurunan intensi
berhenti merokok sebesar 47,06% dan
sumbangan efektif dari kontrol diri terhadap
intensi berhenti merokok sebesar 44,09%.
Hasil koefisien determinasi (R2) sebesar 0,541
berarti 54,1% intensi berhenti merokok dapat
diprediksi dari sikap terhadap perilaku
merokok dan kontrol diri secara bersamasama, sedangkan 55,9%nya dipengaruhi oleh
hal lain. Menurut Worick dan Schaller (1977)
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
intense berhenti merokok di antaranya adalah
iklan, pengaruh kelompok, persepsi akan
rokok, dukungan orang-orang di sekitar
perokok.
berperilaku negatif dari dalam diri individu
kearah penyaluran dorongan yang lebih sehat
dan positif. Jadi individu yang memiliki
keyakinan terhadap kemampuannya dalam
mengatur setiap kali datangnya dorongan atau
keinginan untuk merokok akan memiliki niat
(intensi) yang besar untuk berhenti merokok
(Christanto, 2005), dengan kata lain individu
yang
memiliki
keyakinan
terhadap
kemampuannya untuk menghentikan perilaku
merokoknya akan memiliki intensi berhenti
merokok yang besar.
Berdasarkan teori tersebut di atas dapat
dijelaskan bahwa intensi berhenti merokok
dipengaruhi oleh kontrol diri yang dimiliki
oleh individu.
Seseorang yang memiliki
kontrol diri yang baik memiliki ciri dapat
mengendalikan situasi, menghadapi stimulus
yang tidak diinginkan, mengantisipasi situasi
dengan pertimbangan yang objektif, menilai
dan
menafsirkan
peristiwa
dengan
memperhatikan segi-segi positif secara
subjektif dan mampu mengambil tindakan
berdasarkan sesuatu yang diyakini benar untuk
menghasilkan dampak yang positif terhadap
dirinya.
Dengan kemampuan tersebut individu
akan dapat mengontrol perilakunya untuk
tidak merokok, karena mampu menilai
dampak merokok bagi kesehatan dan mampu
menilai bahwa dengan tidak merokok akan
berdampak
positif
terhadap
individu.
Kemampuan untuk mengontrol kognisinya
terkait dengan perilaku merokok berpengaruh
terhadap intensi berhenti merokok. Adanya
kemampuan, yang pada akhirnya akan
memunculkan intensi yang tinggi untuk
berhenti dari perilaku merokok. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Verawati dan Astuti
(2003) bahwa efikasi diri berkorelasi negatif
dengan intensi berhenti merokok. Efikasi diri
yang tinggi berkorelasi dengan intensi berhenti
merokok yang cenderung tinggi. Menurut
Maddux (dalam Smet, 1994) konsep efikasi
diri disamakan dengan kontrol perilaku yang
merupakan bagian dalam kontrol diri. Individu
yang memiliki kemampuan dalam mengontrol
diri akan menjadi agen utama dalam
memandu, mengarahkan dan mengatur
perilakunya untuk menghasilkan hal yang
Simpulan dan Saran
A. Simpulan
1. Sikap terhadap perilaku merokok
berkorelasi negatif dengan intensi
berhenti merokok yang ditunjukan oleh
r = -0,686 (p<0,01), artinya semakin
positif sikap terhadap perilaku
merokok seseorang maka intensi akan
cenderung semakin rendah, sebaliknya
semakin negatif sikap terhadap
perilaku merokok seseorang maka
intensi berhenti merokoknya akan
cenderung semakin tinggi.
2. Kontrol diri berkorelasi positif dengan
berhenti merokok yang ditunjukkan
dengan koefisien korelasi r = 0,664
(p<0,01), artinya semakin tinggi
kontrol diri yang dimiliki oleh
seseorang maka intensi berhenti
merokoknya akan cenderung semakin
tinggi, sebaliknya semakin rendah
kontrol diri seseorang maka intensi
berhenti merokoknya akan cenderung
semakin rendah.
3. Intensi berhenti merokok dapat
diprediksi oleh sikap terhadap perilaku
merokok dan kontol diri secara
6
merokok di antaranya iklan tentang
rokok baik itu media TV, radio, media
massa, atau faktor lamanya seseorang
telah merokok, usia awal merokok,
keluarga yang merokok, teman sebaya,
serta lingkungan yang mendukung
perilaku merokok (Verawati & Astuti,
2003). Maka dari itu untuk peneliti
selanjutnya
agar
memperhatikan
faktor-faktor tersebut di atas.
bersama-sama. Artinya bahwa sikap
terhadap perilaku merokok dan kontrol
diri secara bersama-sama dapat
memperkirakan munculnya intensi
berhenti merokok. Adanya penilaian
bahwa merokok sebagai tindakan yang
negatif dan membahayakan kesehatan
pribadi dan orang lain serta adanya
kemampuan untuk mengontrol perilaku
dan kognisi terkait dengan merokok
dapat memprediksi intense berhenti
merokok.
Sikap negatif terhadap
perilaku merokok akan menimbulkan
intensi untuk berhenti merokok.
Kontrol diri mempengaruhi persepsi
individu terhadap kemampuannya
dalam mengontrol diri untuk berhenti
merokok. Sebelum perokok berniat
berhenti
merokok,
harus
bisa
memperkirakan apakah mampu atau
tidak untuk tidak merokok.
Daftar Pustaka
Aditama, T. Y. (1997). Rokok dan Kesehatan.
Edisi ke 3. Jakarta: Gramedia.
Ajzen, I., & Fishbein, W. (1975). Belief,
Attitude, Intention and Behavior : An
Introduction To Theory and Research.
London: Addison Wesley pusblishing.
Albar, M.A. (tahpa tahun) Berhenti Merokok
Trend Masa Depan, Jakarta
Astuti, K. (2004). Prediktor Psikososial
Perilaku Berisiko Kesehatan pada
Remaja, Insight. II, 1, 51-67.
Azwar, S. (1998). Sikap Manusia, Teori dan
Pengukurannya. Edisi ke 2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset
Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan Validitas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Cronbach, l.J. (1960). Essential Of
Psychological Testing. Harper &
Brothers, Asian Edition:Tokyo.
Muzdalipat, 92004). Wanita Merokok Korban
Bualan Iklan, Makalah Ilmiah. 21
September
2005.
http://www.cdd.gov/wanitamerokokggts
/GGTS_google Online.atm.
Hadi, S. (1986). Metodelogi Research. Untuk
Penulisan Paper, Skripsi, dan Disertasi.
Yogyakarta: yayasan Penerbit Psikologi
Universitas Gajah Mada.
Hadi, S. (1995). Analisis Regresi. Yogyakarta
: Andi Offset.
Jakarta Global Youth Tobacco Survey.
http://www.cdc.gov/tobaccoglobal/gyts/
GYTS factsheets.atm.
Tanggal 12
September 2005.
Pribadi (2000). Kepercayaan Diri Pada
Perokok, Skripsi (tidak diterbitkan).
B. Saran
1. Untuk menumbuhkan intensi berhenti
merokok disarankan perokok untuk
menyadari efek negatif rokok bagi
kesehatan.
Informasi-informasi
mengenai dampak merokok bagi
kesehatan pribadi maupun lingkungan
dapat diperoleh dari berbagai sumber.
Keyakinan akan dampak negatif
merokok
bagi
dirinya
akan
menimbulkan sikap negatif terhadap
merokok yang akan berpengaruh
terhadap intensi berhenti merokok.
Selain itu juga penting untuk memiliki
kemampuannya dalam mengontrol
dirinya untuk tidak merokok dalam
berbagai situasi yang dapat mendorong
dirinya untuk melakukan perilaku
merokok, yang disebut dengan kontrol
diri.
2. Intensi berhenti merokok dipengaruhi
oleh sikap terhadap perilaku merokok
dan kontrol diri secara bersama-sama
dengan koefisien determinasi sebesar
54,1%. Adapun faktor lain yang turut
mempengaruhi
intensi
berhenti
7
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Wangsa
Manggala.
Schller, W.E., & Worrick,W,W. (1977).
Alcohol, Tobacco and Drugs, Their Use
and Abuse, New Jersey:Prentice.Hall.
Sitepoe,M. (2000). Kekhususan Rokok
Indonesia:Jakarta:Grasindo.
Suhardi. (1999). Perilaku Merokok di
Indonesia. Jakarta 1995. Ceramah Dunia
Kesehatan. 125. 23 – 25
Salafudin. (1992). Merokok atau Sakit.
Wawasan. 5 Desember 1993. Semarang.
Solichah, M. (1994). Hubungan Antara
Keyakinan Terhadap Akibat-akibat
Perilaku Merokok Di Kalangan Remaja
SMA, Yogyakarta. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Yogyakarta:
Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Target, G. (1994). Kesehatan Populer, Cara
Berhenti Merokok. Jakarta:Arcan.
Verawaty, H. & Astuti, K. (2003). Hubungan
antara
Sikap
terhadap
Bahaya
Merokok dan Efikasi Diri dengan
Intensi Berhenti Merokok. Insight. Vol
I, no. 1
Walgito, B. (1994). Psikologi Sosial, Suatu
Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset.
Winarno,A.R, Haryanti, K, Wibhowo, C.,
Smet, B, Clereq, L.D. (1998). Perilaku
Merokok
Pada
Remaja:
Studi
Pendahuluan Di Semarang, Jurnal
Epidemilogi Indonesia 2,1,3 – 4.
8
Download