FAKTOR RISIKO KANKER SERVIKS RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013 Agus Lusiana1Adri Idiana2 INTISARI Latar Belakang : Kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV).Penderita kanker serviks meningkat dari 4,77% (tahun1990-1999) menjadi11,75% (tahun 2000-2007). World Healt Organization (WHO) memperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat sampai 25% untuk 10 tahun kedepan. Di Inggris dalam waktu 3 tahun, infeksi HPV pada wanita rentang umur 15-19 tahun meningkat dari 44% menjadi 60%,. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui faktor risiko dengan stadium kanker serviks. Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional.Tekhnik pengambilan menggunakan data skunder, sampel menggunakan metode total populasi. di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh, analisa data menggunakan chi-square test, Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Hasil Penelitian : usia menikah diperoleh nilai P = 0,04 (P <0,05), ada hubungan antara usia menikah dengan stadium kanker serviks. Kesimpulan : Pada faktor umur dan paritas Ho diterima,dan pada faktor usia menikah Ha diterima. Saran : Diharapkan agar skripsi ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang memerlukan. Kata Kunci : umur, paritas,usia menikah,stadium kanker serviks Daftar Pustaka : 15 buku Halaman : i – 49 Halaman 1 Mahasiswi Stikes Ubudiyah Banda Aceh 2 Dosen Pembimbing Prodi D-IV Kebidanan Stikes Ubudiyah Banda Aceh 1 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan berkembang tidak terkendali, kecepatan tumbuhnya berlebihan, dan akhirnya mengganggu organ lain. Kanker serviks adalah kanker yang berasal dan tumbuh pada serviks, khususnya epitel atau lapisan luar permukaan serviks dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) (Samadi, 2011). Badan Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat kedua teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. WHO memperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat sampai 25% untuk 10 tahun kedepan. Di Inggris dalam waktu 3 tahun, infeksi HPV pada wanita rentang umur 15-19 tahun meningkat dari 44% menjadi 60%. Di Brazil infeksi HPV pada wanita meningkat dari 11% menjadi 23,6% dalam kurun waktu 18 bulan. Di Cina, penderita kanker serviks meningkat dari 4,77% (tahun19901999) menjadi11,75% (tahun 2000-2007). Hampir separuh wanita yang terinfeksi HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas. Orang yang terinfeksi tersebut juga tidak mengetahui bahwa mereka bisa menularkan HPV ke orang lain, maka hal tersebut juga berisiko meningkatnya penderita kanker serviks.(Novel dkk, 2010). Kanker serviks merupakan penyakit ginekologik yang memiliki tingkat keganasan yang cukup tinggi dan disebabkan oleh infeksi Human Papilloma 3 Virus (HPV). Di dunia angka kejadian dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara, dan diderita oleh 500.000 wanita setiap tahunnya. Angka kejadian dan angka kematian kanker serviks dinegara maju mengalami penurunan karena suksesnya program pemeriksaan sel. Sementara dinegara berkembang masih menempati urutan teratas dan hampir 80% kasus berada dinegara berkembang (Rasjidi, 2008) Penyebab kanker serviks selain diakibatkan oleh HPV juga ada beberapa faktor lain yang memicu terserang kanker serviks diantaranya, kebiasaan merokok, seringnya menaburi vagina dengan bedak sehingga menimbulkan iritasi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh hubungan seksual pertama dilakukan pada usia muda atau usia dini, berganti-ganti pasangan atau mitra seksual meskipun telah memakai kondom. Penggunaan pil KB yang terlalu lama dan penggunaan hormon estrogen bagi wanita yang telah menopause tidak sesuai aturan dapat memicu timbulnya kanker serviks. Kebiasaan makan makanan yang banyak mengandung lemak, gangguan sistem kekebalan tubuh, riwayat infeksi berulang didaerah kelamin atau radang panggul, wanita yang sering melahirkan, serta gaya hidup yang buruk juga dikaitkan dengan kanker serviks (Setiati, 2009). Kanker serviks cenderung terjadi pada usia pertengahan. Di Indonesia kanker serviks merupakan jenis kanker paling banyak menyerang wanita usia produktif. Pada usia 30-50 tahun perempuan yang sudah kontak seksual akan berisiko tinggi terkena kanker serviks. Usia tersebut merupakan puncak usia produktif perempuan sehingga akan meyebabkan gangguan kualitas hidup secara fisik, kejiwaan dan kesehatan seksual. Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat 4 kanker serviks yakni munculnya rasa sakit saat berhubungan seksual, perdarahan pasca senggama, keputihan yang berulang walaupun telah diobati, perdarahan spontan vagina yang abnormal diluar siklus menstruasi, nyeri atau kesulitan berkemih, nyeri bagian bawah perut atau kram panggul (Tilong, 2012) Insiden kanker serviks di Indonesia, menurut perkiraan Departemen Kesehatan, ada 100 per 100.000 penduduk pertahun; berdasarkan data laboratorium Patologi Anatomi seluruh Indonesia, frekuensi kanker serviks adalah paling tinggi diantara kanker yang ada di Indonesia maupun di Rumah Sakit Umum Pusat nasional Dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM). Bila dilihat penyebarannya terlihat bahwa 92,4% terakumulasi di Jawa dan Bali. Insiden ini meningkat sejak usia 25-43 tahun dan menunjukan puncaknya pada kelompok umur 35-45 tahun di RSCM dan kelompok umur 45-54 tahun untuk seluruh Indonesia. Laporan The International Federation of Ginecology and Obstetrics (FIGO) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun, terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun; sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun (Yatim, 2005). Kanker serviks merupakan penyakit ganas yang dapat menyebabkan kematian. Awal gejala atau stadium kanker serviks memang sulit terdeteksi. Sebaiknya wanita yang sudah melakukan hubungan seksual harus melakukan pap smear untuk mendeteksi apakah menderita kanker serviks, namun di Indonesia kesadaran untuk memeriksakan diri sangat rendah, hal ini tidak lepas dari 5 kurangnya pengetahuan mengenai kanker serviks. Indikasinya adalah dari 70% penderita yang datang ke Rumah sakit sudah pada kondisi lanjut. Dimana perjalanan penyakitnya lambat dan tanpa gejala, bila sudah timbul gejala maka pada umumnya penyakit sudah masuk stadium 3B misalnya keluar darah sewaktu berhubungan, dan yang lebih parah lagi pada stadium 4B sel kanker sudah menjalar ke otak dan paru-paru sehingga nyawa penderita akan semakin sulit untuk diselamatkan (Setiati, 2009). Di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012 dijumpai 171 kasus kanker serviks , 139 kasus rawat jalan dan 32 kasus rawat inap, 98 kasus dijumpai pada umur 45-64 tahun, 58 kasus umur 25-44 tahun, 7 kasus umur 15-24 tahun,7 kasus umur >65 dan 1 kasus terdapat pada usia 5-14 tahun. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa tertarik ingin mengetahui dan melakukan penelitian tentang faktor resiko yang behubungan dengan stadium kanker serviks di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012. Dengan dilakukannya penelitian tentang stadium kanker serviks ini diharapkan kepada para petugas kesehatan untuk menyampaikan faktor risiko kanker serviks kepada pasien kanker serviks agar mereka dapat menghindari serta mengetahui pengobatan kanker serviks agar stadiumnya tidak meningkat dengan cepat. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Faktor risiko apa sajakah yang berhubungan dengan kanker serviks? ”. 6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan faktor umur dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. b. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. c. Untuk mengetahui hubungan antara usia wanita pertama kali menikah dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dalam penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan khususnya tentang kanker serviks. 2. Bagi Instansi atau Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga kesehatan dan untuk peningkatan upaya pencegahan dan penanganan kanker serviks 7 3. Bagi Stikes U’budiyah Banda Aceh Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa Stikes U’budiyah Banda Aceh. Dan untuk menerapkan proses berpikir ilmiah dalam memahami dan menganalisa suatu masalah, serta dapat meningkatkan wawasan untuk mengembangkan penelitian lanjutan. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini pernah diteliti sebelumnya oleh Hasibuan W (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2009. Variabel yang diteliti meliputi usia, usia pertama melakukan hubungan seksual, paritas, dan lama penggunaan kontrasepsi oral. Sedangkan penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya adapun persamaannya yaitu pada variabel umur, dan paritas sedangkan perbedaanya adalah pada variabel usia wanita pertama kali menikah serta waktu dan tempat yaitu akan dilaksanakan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian 1. Kanker Kanker berasal dari kata Cancer yang artinya kepiting atau tumor malignan, penyakit neoplastik yang perjalanan alaminya bersifat fatal atau mematikan. Berbeda dengan sel-sel tumor benigna, sel kanker memperlihatkan sifat invasi serta metastasis dan sangat anaplastik. Penyakit kanker meliputi dua pada kategori yang luas, yaitu carcinoma dan sarcoma tetapi dalam pemakaian sehari-hari, kedua istilah tersebut sering digunakan sebagai sinonim untuk carcinoma (Dorland, 2010). 2. Serviks Uteri Serviks uteri terbagi menjadi dua bagian, yaitu pars supra vaginal dan pars vagina. Pars vaginal disebut portio, terdiri dari bibir depan dan bibir belakang portio. Saluran yang menghubungkan orifisium uteri interna dan orifisium viks. Bagian rahim antara serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah rahim, bagian ini penting artinya dalam kehamilan dan persalinan karena akan mengalami peregangan (Mochtar, 1998). 3. Kanker Serviks Kanker serviks adalah kanker ginekologi yang tumbuh di mulut rahim atau serviks , karena letak leher rahim ini memang agak dibagian bawah dari rahim. Kanker serviks juga sering disebut dengan Carsinoma serviks uterus. Kanker serviks biasanya berkembang secara bertahap, tapi cukup progresif. Proses 9 terjadinya kanker ini mulai dengan sel yang mengalami mutasi, kemudian lalu berkembang menjadi sel displastik, sehingga kemudian terjadi kelainan epitel yang acapkali disebut orang dengan deplesia (Syafni, 2012). B. Penyebab Kanker Serviks 1. HPV (Human papilloma Virus) Kanker serviks disebabkan oleh Human papilloma Virus atau lebih dikenal dengan HPV. Virus kanker serviks bersifat spesifik dan hanya tumbuh didalam sel manusia, terutama pada sel-sel lapisan permukaan/ epitel mulut rahim. HPV merupakan virus DNA yang berukuran 8.000 pasang basa berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid. Karena ukuran virus HPV sangat kecil, virus ini bisa menular melalui mikro lesi atau sel abnormal di vagina (Samadi, 2011). HPV juga bisa disebut wart virus (virus kutil). Terdapat lebih dari 100 tipe HPV yang telah diidentifikasi. Empat puluh tersebut menyerang wilayah genital. Dari 40 tipe tersebut, 13 diantaranya merupakan tipe onkogenik dan dapat menyebabkan kanker serviks. Sedangkan tipe lain disebut sebagai tipe risiko rendah yang lebih umum menyebabkan kutil kelamin (genital wart). Tipe 16, 18, 31, 33, dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagina atau serviks yang awalnya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang menjadi kanker serviks . setiap wanita berisiko terhadap HPV onkogenik, yang dapat mengakibatkan kanker serviks. 10 HPV tipe 16 bersamaan dengan tipe 18 dapat menyebabkan 70% dari seluruh kejadian kanker serviks. Selain itu, tipe 45 dan 31 menduduki urutan ketiga dan ke empat tipe HPV penyebab kanker serviks. Tipe 16, 18, 45, dan 31 secara bersama-sama bertanggung jawab atas 80% kejadian kanker serviks diseluruh dunia (Emilia, 2010). 2. Tranmisi HPV ( Human papilloma Virus ) Setiap wanita berisiko terkena infeksi HPV onkogenik yang menyebabkan kanker serviks. HPV dapat dengan mudah tertular melalui aktifitas hubungan seksual dan beberapa sumber menyebutkan transmisi tidak tergantung dari adanya penetrasi, tetapi dapat juga melalui sentuhan kulit diwilayah genital tersebut. Dengan demikian, setiap wanita yang aktif secara seksual memiliki risiko untuk terkena kanker serviks. Diperkirakan bahwa 80% wanita dapat terkena infeksi HPV sepanjang hidupnya dan 50 % infeksi tersebut merupakan tipe onkogenik (Emilia, 2010). 3. Dari HPV Menjadi Kanker Serviks Infeksi HPV tidak selalu berkembang menjadi kanker serviks. Sebagian besar infeksi HPV antara 50-70% menghilang melalui respon imun alamiah, setelah melalui masa beberapa bulan hingga dua tahun. Meskipun demikian, kanker serviks dapat berkembang apabila infeksi akibat HPV tipe onkogenik tidak menghilang. Diperkirakan bahwa dari setiap satu juta wanita yang terinfeksi HPV tipe onkogenik, hampir 10% (100.000) akan terjadi perubahan sel serviks prakanker (displasia serviks) dari angka tersebut, sekitar 8% (8.000) akan mengalami 11 perubahan prakanker pada sel-sel permukaan serviks (karsinoma insitu) dari jumlah tersebut, 20% akan terus berkembang menjadi kanker serviks apabila dibiarkan. Perkembangan dari infeksi HPV onkogenik menjadi kanker serviks dapat terjadi apabila terjadi infeksi yang menetap pada beberapa sel yang terdapat pada serviks (sel epitel pipih atau lonjong dizona transformasi serviks). Sel-sel ini sangat rentan terhadap infeksi HPV dan ketika terinfeksi akan berlipat ganda, berkembang melampaui batas wajar dan kehilangan kemampuannya untuk memperbaiki abnormalitas genetiknya. Hal ini akan mengubah susunan sel dalam serviks. Virus HPV akan bercampur dengan sistem peringatan yang memicu respons imun yang seharusnya menghancurkan sel abnormal yang terinfeksi oleh virus. Perkembangan sel yang tidak normal pada epitel serviks dapat berkembang menjadi prakanker yang disebut Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN). Apabila memperhatikan infeksi HPV onkogenik yang persisten, maka ditemukan tiga pola utama pada pra kanker dimulai dengan infeksi pada sel serta perkembangan sel-sel abnormal yang dapat berlanjut menjadi Intraepithelial Neoplasia dan pada akhirya menjadi kanker serviks Cervical Intraepithelial Neoplasia I (CIN I) atau Low Grade squamous Intraepithelial Lesions (LSILS). Dalam tahap ini terjadi perubahan, yaitu sel yang terinfeksi HPV onkogenik akan membuat partikel-partikel virus baru. 12 Cervical Intraepithelial Neoplasia II (CIN II ) atau High Grade squamous Intraepithelial Lesions (HSILS). Dalam tahap ini sel-sel semakin menunjukan gejala abnormal prakanker. Cervical Intraepithelial Neoplasia III (CIN III) . Dalam tahap ini lapisan permukaan serviks dipenuhi dengan sel-sel abnormal. Infeksi persisten dengan HPV onkogenik dapat berkembang menjadi carcinoma infeksi situ (CIS), yaitu keganasan yang masih terlokalisir dan belum menembus sel barier. Kanker serviks yang semakin invasif berkembang dari carcinoma infeksi situ yang tidak diobati atau dibiarkan sehingga berkembang dan menyebar kebagian tubuh yang lain (Emilia, 2010). C. Faktor Risiko Kanker Serviks Kanker serviks diakibatkan infeksi HPV namun ada banyak faktor yang menyebabkan infeksi HPV tersebut lebih cepat menimbulkan kanker. Faktor – faktor tersebut diantaranya: 1. Melakukan aktifitas seksual di usia muda Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai 3 kali lebih besar dari pada yang menikah diusia lebih dari 20 tahun (Novel dkk, 2010). 13 2. Sering berganti-ganti pasangan seksual Memiliki lebih dari pada satu pasangan seksual, pada prinsipnya setiap lakilaki memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan hubungan dengan banyak pria maka akan banyak sperma dengan protein spesifik yang berbeda, banyak sperma dari pria yang berbeda akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks tersebut sehingga akan menghasilkan luka. Adanya luka akan mempermudah infeksi HPV. Bila sering berganti pasangan, kesempatan untuk terkena penyakit akibat hubungan seksual termasuk HPV akan makin besar. Perilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan HPV yang telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis, dan vulva. Risiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai pertner seksual 6 orang atau lebih. Disamping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendampingnya (Novel dkk, 2010). 3. Sering menderita infeksi di daerah kelamin atau pernah menderita infeksi kelamin yang disebabkan oleh organisme lain, misalnya infeksi oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (bakteri penyebab penyakit gonorea) atau Treponema pallidum (bakteri penyebab penyakit sifilis). Wanita yang pernah mengalami penyakit kelamin seperti sifilis dengan gejala adanya luka kecil disekitar vagina, bercak diseluruh tubuh yang timbul dalam beberapa minggu, bintil di 14 mulut berupa sariawan, bercak ditangan dikaki, sifilis dapat merusak sel otak. Sedangkan gonorea pada wanita seringkali tidak menimbulkan gejala, namun akibat dari infeksi tersebut dapat merusak tuba falopi atau saluran telur, radang persendian, menyebakan kelumpuhan, dan berakibat pada jantung. Jika wanita yang pernah terinfeksi oleh Neisseria gonorrhoeae ataupun Treponema pallidum maka wanita tersebut lebih mudah terinfeksi oleh HPV dan HPV lebih mudah untuk membuat sel bertransformasi dan bermetastasi (Novel dkk, 2010). 4. Pasangan seksual, pada penelitian terhadap perempuan yang menikah dengan seorang pria yang pernah mempunyai istri yang menderita kanker serviks, maka kemungkinan perempuan itu akan menjadi meningkat (Novel dkk, 2010). 5. Sering mencuci vagina dengan antiseptik yang tidak dianjurkan oleh dokter. Hal itu sebenarnya merupakan suatu tindakan yang keliru karen penggunaan antiseptik mempunyai risiko yang sangat besar untuk terserang kanker serviks. Biarkan vagina bersih secara alami dan cukup merawatnya secara alami (Setiati, 2009). 6. Merokok Kebiasaan merokok memiliki risiko dua kali lebih besar, rokok tersebut dari daun tembakau yang mengandung bahan-bahan karsinogen. Asapnya mengandung sekitar 4000 jenis senyawa, sebagian diantara merupakan karsinogenik. Asap rokok mengandung uap nitrosamin, nitrosamine akan menghasilkan mutagenic berupa volatile, sedangkan bentuk partikel dari asap 15 rokok mengandung polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine dan nitrosamine yang dihasilkan oleh lakaloid tembakau nikotin dan nornikotin yang diketahui sangat karsinogen dan mutegenik. Bahan tersebut oleh peneliti ditemukan pada serviks wanita yang aktif merokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi HPV karena bahan tersebut diketahui dapat menyebabkan kerusakan epitel serviks sehingga mempermudah infeksi HPV dan menyebabkan neoplasma (populasi sel kanker serviks). Data statistik melaporkan bahwa risiko terserang kanker serviks akan menjadi lebih tinggi jika wanita merokok (Novel dkk, 2010). 7. Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau viabel. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 4 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim dan dapat berkembang menjadi keganasan (Rasjidi, 2008). 8. Umur Telah banyak penelitian menemukan bahwa insiden kanker serviks pada usia tua makin meningkat, dan tumor terlihat lebih agresif. Pada analisis retrospektif terhadap 2.628 pasien, ditemukan bahwa insiden dan derajat keganasan lebih tinggi pada kelompok usia tua. Proporsi wanita diatas 35 tahun yang menderita kanker serviks meningkat dari 9% menjadi 25%, dan 16 proporsi adeno caresinoma dan mixed tumor meningkat menjadi 22%. Pada tiap penelitian ditemukan bahwa tiap wanita tua mempunyai resiko metastasis limfonodus yang lebih besar. Insidensi metastasis limfonodus pelvis pada wanita tua meningkat dari 23% menjadi 40% selama periode 34 tahun (Rasjidi, 2008). 9. Usia Wanita saat menikah Seharusnya pasangan yang menikah adalah pasangan yang benar-benar siap dan matang. Bukan hanya siap kematangan seksual namun juga siap lahir dan batin. Sebab jika tidak siap maka sel-sel mukosa yang belum matang akan mengalami perubahan. Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim (Rasjidi, 2008). 10. Pola makan Pola makan yang tidak sehat menyebabkan berat badan berat badan berlebih dan altifitas fisik kurang. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pola makan yang tinggi akan lemak akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks dan kanker-kanker lainnya. Pengolahan makanan dalam suhu tinggi pada makanan yang mengandung protein dan lemak yang tinggi akan membentuk berbagai senyawa mutagenik (Novel dkk, 2010). 11. Kontrasepsi oral Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (>4 tahun) meningkatkan resiko kanker leher rahim sebanyak dua kali. Mengapa Pil KB dapat memberikan efek negatif untuk kanker leher rahim, karena tugas Pil KB adalah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi dan 17 menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dilalui sperma (Rasjidi, 2008). Menurut penelitian jika menggunakan kontrasepsi barier (penghalang), terutama yanng menggunakan kombinasi mekanik dan hormon memperlihatkan penurunan angka angka kejadian kanker leher rahim yang diperkirakan karena penurunan paparan terhadap agen penyebab infeksi. Sedangkan jika memakai kontrasepsi oral yang diapakai jagka panjang yaitu lebih dari empat tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian (Rasjidi, 2008). 12. Etnis dan Faktor Sosial Wanita dikelas sosial ekonomi yang paling rendah memiliki faktor resiko lima kali lebih lebih besar dari pada faktor risiko pada wanita dikelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses kesistem pelayanan kesehatan. Di USA ras nego, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi dari pada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkn pengaruh dari sosial ekonomi (Rasjidi, 2008). 13. Pemakaian DES DES ( Diethylstilbestrol) adalah obat penguat kehamilan yang dikonsumsi untuk mencegah keguguran.Obat ini sekarang sudah tidak populer. Para ahli menyimpulkan DES berpotensi menimbulkan sel kanker diwilayah serviks (Setiati, 2009). 18 14. Pekerjaan Sekarang ini ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan; debu, logam, bahan kimia, oli mesin dapat menjadi faktor risiko kanker serviks (Rasjidi, 2008). D. Klasifikasi Kanker Serviks Kalsifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Klasifikasi Berdasarkan Hispatologi a. CIN I ( cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel banormal lebih kurang setengahnya b. CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya. c. CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. 2. Klasifikasi berdasarkan terminologi dan sitilogi serviks a. ASCUS (Antypical Squamous Cell Changes of Undetermined significance) b. LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelia Lesion). c. HSIL (High Grade Squamous Intraepithelia Lesion) (Novel dkk, 2010). 19 3. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Klinis Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecologic and Obstetrics) adalah: Tabel 1.1 STADIUM IB1 TANDA-TANDA Karsinoma insitu, yaitu kanker yang masih terbatas pada lapisan epitel mulut rahim dan belum punya potensi menyebar ke tempat atau organ lain. Terbatas diuterus Diagnosis hanya dengan mikroskop ( penyabaran horizontal ≤ 7 mm) Kedalaman invasi ≤ 3 mm Kedalaman invasi > 3 mm dan ≤ 5 mm Terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secar mikroskopik > IA2 Besar lesi/tumor/benjolan ≤ 4 cm IB2 Besar lesi/tumor/benjolan > 4 cm 0 I IA IA1 IA2 IB II Invasi tidak sampai kedinding panggul atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina IIA Tanpa invasi ke parametrium/ jaringan disamping uterus IIB Invasi ke parametrium III IIIA Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau timbul hidronefrosis/bendungan ginjal Invasi pada 1/3 bagian bawah vagina IIIB Dinding panggul atau hidronefrosis IV Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik sudah terlihat tanda-tanda infasi kanker ke selaput lendir kandung kencing/rectum IVA Invasi mukosa kandung kemih/rektum atau meluas keluar panggul kecil Kanker sudah menyebar pada alat/organ yang jauh dari serviks IVB (Yatim, 2005). 20 E. Gejala Penderita kanker serviks Gejala-gejala bahwa seorang wanita menderita kanker serviks, dapat diamati dari terjadinya keputihan yang berlebihan dan berbau busuk dan tidak kunjung sembuh. Jika timbul kondisi ini berarti keputihan yang timbul adalah abnormal, dan sebaiknya cepat berkonsultasi ke dokter ahli kandungan. Disamping itu juga terjadi perdarahan diluar siklus haid. Terutama si wanita telah melakukan hubungan intim dengan suami (Saydam, 2012). 1. Gejala awal a. Perdarahan pervaginam/ lewat vagina, berupa perdarahan pasca senggama atau perdarahan spontan diluar masa haid. Perdarahan pasca senggama bisa terjadi bukan disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan karena iritasi atau mikro lesi atau luka-luka divagina saat bersenggama. Serviks yang normal konsistensinya kenyal dan permukaannya licin. Adapun serviks yang sudah berubah menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah, dan diameternya bisa membesar Serviks yang rapuh tersebut akan mudah berdarah pada saaat aktifitas seksual sehingga terjadi perdarahan pascasenggama. Oleh karena itu, apapun bentuk perdarahan pascasenggama, sudah seharusnya diperiksa dengan seksama untuk melihat adakah tandatanda kanker pada serviks (Setiati, 2009). b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah diobati. Keputihan biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah ditumpangi infeksi sekunder. Artinya cairan yang keluar dari lesi dari lesi prakanker atau kanker tersebut ditambah infeksi oleh kuman, bakteri ataupun jamur. 21 Tidak semua keputihan terkait dengan kanker serviks. Ini penting dipahami karena bisa menimbulkan kekhawatiran yang berlebih dan tidak pada tempatnya. Keputihan yang normal memiliki ciri-ciri, seperti terjadi menjelang haid, lendir jernih, tidak berbau, dan tidak gatal. Keputihan yang wajar, yang bisa terjadi pada semua wanita disebabkan karena kelembapan serta kebersihan yang kurang pada daerah kewanitaan atau vagina. Biasanya, disertai infeksi oleh kuman/bakteri dan jamur. Keputihan jenis ini akan sembuh dengan pengobatan dan kalau kambuh perlu waktu cukup lama (Novel dkk, 2010). 2. Gejala lanjut Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang, tungkai), gangguan berkemih, nyeri dikandung kemih dan rektum/anus. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker tersebut menekan/mendesak ataupun menginvasi organ sekitarnya (Samadi, 2011). F. Pencegahan Kanker Serviks 1. Jauhi kegiatan merokok Menjauhi kegiatan merokok penting bagi kaum wanita, terutama bagi mereka yang merokok. Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan merokok bukan saja dapat menyebabkan terjadinya penyakit paru-paru dan jantung, tetapi kadar nikotin yang terdapat dalam rokok juga dapat mengakibatkan kanker serviks. Hal ini terjadi karena nikotin yang masuk kedalam tubuh akan menempel pada semua selaput lendir sehingga sel-sel darah dalam tubuh 22 bereaksi atau terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru, juga serviks (Novel dkk, 2010). 2. Hindari mencuci vagina Banyak wanita mencuci vagina dengan antiseptik dengan alasan kesehatan. Padahal, kebiasaan tersebut dapat menimbulkan kanker serviks, baik dengan obat cuci vagina yang berupa antiseptik maupun deodoran. Mencuci vagina dengan antiseptik justru dapat menyebabkan iritasi pada leher rahim. Iritasi yang berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kanker. Oleh karena itu, pencucuian vagina dengan bahan-bahan kimia sebaiknya tidak dilakukan secara rutin, kecuali jika ada indikasi, misalnya infeksi yang memang memerlukan pencucian dengan zatzat kimia. Penanganan infeksi itu pun harus dilakukan atas saran dokter. Jangan membeli obat-obat pencuci vagina dengan sembarangan. Selain menimbulkan iritasi, obat pencuci tersebut umumnya akan membunuh kuman-kuman, termasuk kuman basillus doderlain yang terdapat di vagina, yang berfungsi memproduksi asam laktat untuk mati, maka penyakit-penyakit lain justru dapat muncul dengan mudah (Setiati, 2009). 3. Hindari menaburi bedak talk pada vagina Seringkali kali, saat daerah vagina mengalami gatal atau mengalami gatal atau merah-merah, banyak wanita menaburkan bedak talk disekitar vagina. Padahal perbuatan tersebut berbahaya. Pada wanita berusia subur, menaburkan bedak talk pada vagina dapat memicu terjadinya kanker serviks (Setiati, 2009). 23 4. Penuhi kebutuhan vitamin C Selain pola hidup yang terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak tinggi, wanita yang kekurangan zat-zat gizi lain, seperti beta karoten, vitamin C, dan asam folat, dapat terserang kanker serviks. Oleh karena itu, jika tubuh kekurangan zat-zat gizi tersebut, maka rangsangan sel-sel mukosa lebih mudah menimbulkan kanker. Betakaroten banyak terdapat dalam wortel, vitamin C terdapat dalam dalam buah-buahan berwarna oranye sedangkan asam folat terdapat dalam makanan hasil laut (Setiati, 2009). 5. Hindari hubungan seks terlalu dini Idealnya hubungan seks dilakukan setelah wanita sudah memasuki usia yang matang. Ukuran kematangan seorang wanita bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum, tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun. Oleh karena itu, wanita yang sudah melakukan hubungan seks sejak usia remaja cenderung mudah terkena kanker serviks (Novel dkk, 2010). 6. Hindari Berganti-ganti pasangan seks Penyebab lain dari kanker serviks adalah kebiasaan beganti-ganti pasangan seks. Kebiasaan tersebut dapat menyebabkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya penyakit karena human papilloma virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel dipermukaan mukosa sehingga membelah menjadi lebih banyak (Setiati, 2009). 7. Pemberian Vaksin Saat ini, ada vaksin yang digunakan untuk mencegah infeksi Human papilloma Virus (HPV kanker serviks ) yang menyebabkan kebanyakan 24 kasus kanker serviks dan genital wart/kutil kelamin. Cara kerja vaksin ini dengan merangsang antibodi respons kekebalan tubuh terhadap HPV dimana antibodi ditanggkap untuk membunuh HPV sehingga virus HPV tidak dapat masuk ke leher rahim (serviks). Vaksin diberikan dalam tiga kali suntikan intramuskuler (pada otot lengan, pantat, atau otot bagian tubuh lain), selama enam bulan, pada bulan ke 0, ke 1 dan ke 6 (Tilong, 2012). a. Waktu Pemberian Vaksin Vaksin telah diuji secara luas pada wanita umur 9 sampai 26 tahun. Untuk umur lebih lebih dari 26 tahun, penelitiannya sedang dilakukan untuk menguji keamanan dan manfaatnya. Idealnya, wanita harus ,mendapatkan vaksin sebelum aktif melakukan kontak seksual, yaitu sebelum kemungkinan terpapar HPV. Meskipun demikian, wanita yang telah aktif secara seksual juga masih dapat mendapatkan manfaat vaksin, tetapi dengan keuntungan yang lebih sedikit, karena mereka mungkin sudah terpapar jenis HPV yang menjadi target vaksin (misalnya HPV tipe 16 dan 18). Jika seorang wanita telah mendapatkan vaksin, ketika mereka aktif secara seksual kemudian terinfeksi dengan HPV dari jenis yang tercakup oleh vaksin, maka mereka akan mendapat perlindungan dari infeksi HPV (Yatim, 2005). b. Vaksin HPV pada Ibu Hamil Vaksin HPV tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Memang ada beberapa penelitian keamanan vaksin HPV bagi wanita hamil, dan sejauh ini studi menunjukan bahwa vaksin tidak menyebabkan masalah bagi kesehatan 25 bagi wanita hamil atau bagi perkembangan anak yang dilahirkan nantinya. Sebaiknya ibu hamil menunggu sampai kelahiran sebelum mendapatkan vaksin (Emilia, 2010). c. Vaksin HPV untuk Laki-laki Masih mungkin bahwa vaksinasi pada laki-laki akan memberikan manfaat untuk mencegah genital warts dan beberapa kanker seperti kanker penis dan anus. Juga dimungkinkan bahwa vaksinasi pada laki-laki akan memiliki manfaat tidak langsung bagi kesehatan pada wanita. Tetapi saat ini belum cukup data apakah vaksin efektif pada laki-laki sehingga vaksinasi HPV untuk laki-laki belum umum dilakukan (Emilia, 2010). d. Perlindungan Vaksin HPV Target vaksin adalah jenis HPV yang paling sering menyebabkan kanker serviks dan genital warts atau kutil kelamin, sebagai contoh HPV tipe 16 dan 18 sehingga dikatakan bahwa vaksin ini sangat efektif dalam mencegah penyakit yang terkait virus HPV pada wanita muda. Vaksin ini kurang efektif untuk mencegah penyakit terkait HPV pada perempuan yang sebelumnya telah terpapar salah satu jenis HPV yang sudah ada dalam tubuh. Dengan kata lain, vaksin tidak memiliki efek kuratif/penyembuhan. Vaksin hanya memiliki efek prepentif atau pencegahan infeksi HPV sebelum seseorang mendapatkannya. Vaksin ini tidak melindungi terhadap semua jenis HPV sehingga tidak 100% dapat mencegah semua kasus kanker serviks. Sekitar 30% dari kanker serviks tidak dapat dicegah oleh vaksin sehingga sangatlah penting bagi wanita 26 untuk tetap melakukan skrining rutin (pap smear rutin). Juga vaksin tidak mencegah infeksi menular seksual lainnya yang bukan disebabkan oleh virus HPV (Rasjidi, 2007). G. Deteksi Dini 1. Tes Pap (Pap’s smear) Tes pap merupakan salah satu pemeriksaan sel serviks untuk mengetahui perubahan serviks, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker sejak dini. Apusan sitologi Pap diterima secara universal sebagai alat skrining kanker serviks. Metode ini peka terhadap pemantauan derajat perubahan pertumbuhan epitel serviks termasuk displasia dan karsinoma in situ, sehingga pertumbuhan lebih lanjut dapat dicegah. Pemeriksaan Tes Pap dianjurkan dilakukan secara berkala meskipun tidak ada keluhan apa-apa terutama bagian berisiko (1-2 kali setahun). Berkat tekhnik tes Pap, angka kematian kanker serviks turun sampai 75% (Lestadi, 2009). 2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Metode IVA pertama kali ditemukan oleh sankaranarayanan dkk. Pemeriksaan IVA ini merupakan tahap prakanker serviks. Alat dan bahan yang digunakan sangat sederhana, yaitu spekulum vagina, asam asetat 3-5%, kapas lidi, meja pemeriksaan, sarung tangan steril dan lakukan pada kondisi ruang yang terang (Samadi, 2011). 3. Kolposkopi 27 Kolposkopi adalah alat ginekologi yang digunakan untuk melihat perubahan stadium dan luas pertumbuhan abnormal epitel serviks. Metode ini mampu mendeteksi pra karsinoma serviks dengan akurasi diagnostik yang cukup tinggi. Namun kolposkopi memerlukan biaya yang besar, pemeriksaan memerlukan waktu dan prosedur pemeriksaan kurang praktis dibandingkan dengan Tes Pap. Itulah sebabnya kolposkopi hanya digunakan selektif pada sitologi Tes Pap abnormal yaitu displasis dan karsinoma in situ ataupun pada kasus yang klinis mencurigakan maligna. Kombinasi kolposkopi dan tes Pap memberikan ketepatan diagnostik yang lebih kuat lagi (Ghofar, 2009). 4. Biopsi Biopsi memerlukan prosedur diagnostik yang penting sekalipun sitologi apusan seviks menunjukkan karsinoma. Spesimen diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan normal. Jaringan yang diambil diawetkan dengan formalin selanjutnya diproses melalui beberapa tahapan hingga jaringan menjadi sediaan yang siap untuk diperiksa secara mikroskopis (Ghofar, 2009). H. Pengobatan Lesi Prakanker 1. Metode krioterapi Pada prinsipnya, metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat dingin ( dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru 28 yang sehat. Metode ini dapat dilakukan setelah pemeriksaan IVA atau kolposkopi (Emilia, 2010). 2. Elektrocautery Elektrocautery adalah pengobatan lesi prakanker dimana sel-sel pada permukaan serviks dimatikan dengan “ dibakar” menggunakan listrik/laser. Kedalaman sel-sel yang telah terinfeksi HPV dapat dihilangkan, kemudian diharapkan tumbuh sel-sel baru yang normal (Samadi, 2011). 3. Konisasi Konisasi adalah tindakan mengambil/memotong sebagian dari serviks yang telah berubah menjadi lesi prakanker. Tindakan ini juga bisa dilakukan pada kanker serviks stadium dini sebagai sarana diagnosis dan terapi (Samadi, 2011). I. Penanganan Kanker serviks Adapun penanganan yang dilakukan untuk penderita kanker serviks adalah sebagai berikut : 1. Operasi ( Bedah) Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar yang tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi. Operasi terutama dilakukan untuk kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada karsinoma in situ dan mikroinvasif, dalam operasi tumor dibuang dengan 29 konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikroinvasif banyak ahli ginekologik memilih tindakan (seluruh rahim diangkat berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong hingga sedekat mungkin dengan dinding panggul). Pada perempuan yang masih menginginkan anak pilih tidak atau penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau elektokoagulasi. Pada karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan operasi pengangkatan rahim secara total berikut kelenjar getah bening sekitarnya (histerektomi radikal) (Samadi, 2011). 2. Radioterapi Radioterapi adalah terapi untuk menghancurkan kanker dengan sinar ionisasi. Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada sel-sel kanker saja tetapi juga pada sel–sel normal disekitarnya, tetapi kerusakan sel kanker umumnya lebih besar dari pada sel-sel normal, karena itu perlu diatur dosis radiasi sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali. Radioterapi dilakukan pada karsinoma invasif pada stadium lanjut (IIB, III, IV). Terapi biasanya hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan penderita), dititik beratkan pada radiasi eksternal dan internal. Kemajuan teknologi radioterapi pada saat ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan penyulit yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih mutilasi eksentaris total yaitu mengangkat kantong kemih, rektum dan dibuat uretra dan anus tiruan (Samadi, 2011). 30 a. Komplikasi Radiasi Komplikasi dan toksisitas radiasi adalah masalah yang yang kompleks dan terjadinya variasi, terutama pada pasien-pasien dengan terapi agresif yang dimasuksudkan untuk mendapatkan efek kuratif/penyembuhan. Komplikasi akut jika terjadi kurang dari 90 hari, dan komplikasi lambat jika terjadi setelah 90 hari. Cedera radiasi kebanyakan ditemukan pada penderita kanker serviks, terutama pada organ-organ pelvis/rongga panggul, rektosigmoid/usus besar, vesika urinaria/kandung kencing, dan usus halus. Efek dari perubahanperubahan akibat radiasi tersebut ialah berkurangnya mikrosirkulasi/aliran darah (vaskuler dan limfe), hilangnya jaringan parenkim/penunjang, dan proliferasi/peningkatan jaringan ikat. Perubahan ini bersifat progresif dan berlangsung terus selama beberapa tahun. Akibatnya, jaringan yang terkena radiasi kehilangan beberapa fungsi khusus dari komponen perenkimnya. Selanjutnya, akan terjadi gangguan alirannya, termasuk sistem pertahanan imun. Keseluruhan perubahan ini menyebabkan bertambahnya kerentanan terhadap terjadinya jenis cedera apa pun, berkurangnya kemampuan penyembuhan jaringan, dan mudah terjadinya infeksi bakteri. 1. Komplikasi Akut Reaksi ini hanya timbul sementara selama proses pengobatan, yang biasanya terjadi pada kulit, peradangan/sisitis pada kandung kencing, protosigmoiditis, entritris (radang pada usus halus dan usus besar), dan 31 supresi pada sumsum tulang (penekanan pada kerja sumsum tulang) sehingga pasien menjadi anemia/rendah kadar hemoglobinnya. 2. Komplikasi Lambat Komplikasi ini meliputi proktitis ( radang pada daerah anus) dan fistula rektovaginal (radang pada lubang antara anus dan vagina). Komplikasikomplikasi tersebut saat ini dapat dikurangi dengan perencanaan radioterai yang lebih mendetail, yaitu jaringan atau organ normal diatur sedemikian rupa sehingga tidak berlebihan terpapar sinar radioterapi (Samadi, 2011). 3. Kemoterapi Kemoterapi ialah terapi untuk menumbuhkan sel–sel, obat-obat kanker dengan obat–obatan anti kanker yang disebut sitostatika. Pada umumnya sitostatika merupakan terapi adjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi yang bertujuan untuk menghancurkan sisa–sisa sel kanker yang mikroskopik yang mungkin masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Kemoterapi yang sering dipergunakan pada karsinoma serviks adalah Methotrexate, Cyclophospahanimide, adiamycin dan mitomicyn- C. Sitostatika biasanya diberi kombinasi (Rasjidi, 2007). a. Efek Samping Kemoterapi Obat kemoterapi selain bekerja pada sel-sel tumor juga mempunyai pengaruh yang sama pada sel-sel normal tubuh yang lain. Sel normal tubuh yang terpengaruh obat kemoterapi itu terutama adalah sel yang tumbuh secara cepat, misalnya sel hepar, mukosa gastrointestinal, dan sumsum tulang. 32 Efek yang merugikan terhadap jaringan normal ini merupakan konsekuensi pemberian obat sitotoksik. efek ini terbagi menjadi tiga kelompok, dilihat dari saat timbulnya efek yang merugikan pada pemakaian kemoterapi. 1. Efek seketika/sesaat pemberian kemoterapi a. Timbulnya dalam 24 jam setelah pemberian obat, yang meliputi nausea dan vomiting (mual muntah), nekrosis ( melepuh), dan rusaknya jaringan akibat ekstravasi (keluarnya obat dari jarum infus) flebis (radang pada pembuluh darah) hiperuricemia (gangguan pada ginjal), dan reaksi hipersensitif (alergi). b. Efek yang terkait dengan obat tertentu, misalnya demam dan menggigil yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian bleomycin ( nama obat kemoterapi). 2. Efek dini a. Timbul beberapa hari sampai beberapa minggu setelah pemberian obat, yang meliputi leukopenia, thrombositopenia (turunnya sel darah putih dan sel trombosit), stomatitis/radang lapisan dalam mulut/sariawan, dan diare. b. Efek yang terkait obat tertentu, seperti ileus paralitik (pergerakan usus menurun atau hilang dan pasien kembung (akibat pemberian vinca 33 alkaloid, terutama vincristine), gagal ginjal ototoksisitas/efek samping pada saraf pendengaran. 3. Efek lambat Timbul berminggu-minggu sampai bertahun-tahun kemudian setelah pemberian obat, meliputi alopecia (kebotakan), fibrosis paru, sterilitas (tidak subur), keganasan sekunder, dan gangguan pada jantung. Keganasan sekunder adalah kanker yang terjadi karena pengaruh pemberian kemoterapi. Kasusnya sangat jarang, tetapi harus tetap diwaspadai dan diperhatikan (Samadi, 2011) J. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010) Banyak faktor Risiko yang dapat menyebabkan kanker serviks, diantaranya : melakukan aktifitas seksual di usia muda, sering berganti-ganti pasangan seksual, sering menderita infeksi di daerah kelamin, merokok, Pola makan yang tidak sehat, (Novel dkk, 2010), pekerjaan, umur, paritas, penggunaan kontrasepsi oral, usia wanita saat menikah (Rasjidi, 2008) mencuci vagina dengan antiseptik, etnis dan Faktor Sosial, pemakaian DES (Diethylstilbestrol), (setiati, 2009). 34 Dari beberapa faktor risiko diatas dengan keterbatasan waktu peneliti hanya meneliti faktor umur, paritas, lama penggunaan kontrasepsi oral dan Usia Wanita pertama kali menikah. kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat seperti dibawah ini : Variabel Independen Variabel Dependen Faktor Risiko: - Umur - Paritas - Usia menikah Stadium Kanker Serviks Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian (Modifikasi dari Rasjidi, 2008). K. Hipotesa Penelitian 1. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor umur dengan stadium kanker serviks. 2. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor paritas dengan stadium kanker serviks. 3. Ha : Ada hubungan antara faktor Usia menikah dengan stadium kanker serviks. 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor umur, paritas, dan usia menikah dengan stadium kanker serviks yang diukur pada waktu yang bersamaan saat penelitian. B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti (Notoatmojo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan Januari sampai bulan Juni Tahun 2013. 2. Sampel Pengambilan sampel secara total populasi yaitu sebanyak 41 orang responden di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. C. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dengan pertimbangan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh merupakan rumah sakit 36 rujukan yang mempunyai tenaga profesional dan fasilitas kesehatan yang lebih memadai, RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh juga merupakan rumah sakit pendidikan serta rumah sakit tersebut memiliki rekam medis yang cukup lengkap untuk mewakili kasus kanker serviks. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 05-31 Juli tahun 2013. D. Tehnik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data skunder yaitu dengan melakukan observasi dari data rekam medis dengan melihat buku register dan status pasien yang ada di poli kebidanan dan ruang kebidanan seureune RSUD dr. Zaineol Abidin Banda Aceh. 37 E. Definisi Operaional Tabel 2.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Stadium kanker serviks adalah keadaan penyakit Observasi Ceklis a. Stadium Ordinal Awal (stadium 1-2) b. Stadium Lanjut (stadiu m 3-4) Usia responden yang tercatat status Observasi Ceklis Independen Stadium Kanker serviks 1 Dependen 2 Umur 3 Paritas 4 Usia menikah Jumlah persalinan penderita kanker serviks yang sesuai dengan yang tertulis di rekam medis a. b. Observasi Ceklis umur pada saat Observasi wanita melakukan perkawinan secara hukum dan agama yang pertama kali. Ceklis Muda Ordinal ( 44 tahun) Tua (> 44 tahun) c. a. Primipara (anak 1) b. Multipara (anak ≥2) a. Cepat (< 20 tahun) b. Ideal ( 20 tahun) Ordinal Ordinal 38 F. Instrumen Penelitian Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar ceklis. Variabel yang diteliti adalah umur, paritas, dan usia wanita pertama kali menikah. G. Pengolahan Dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan empat langkah berdasarkan Hidayat 2007 sebagai berikut : a. Editing yaitu memeriksa data di lembar ceklis. b. Coding Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah pemberikan kode pada setiap kategori agar mempermudah dalam melakukan penyusunan data. c. Data Entry Memasukkan data atau menyusun data kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi. d. Teknik Analisis Melakukan analisis komputerisasi data menggunakan ilmu statistik dan sistem 39 2. Analisa Data Analisa data diolah dengan menggunakan komputer dengan perangkat lunak paket statistik SPSS dengan langkah- langkah analisa datanya adalah : 1. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Kemudian ditentukan persentase untuk tiap–tiap kategori dengan menggunakan rumus P= f x 100% n Keterangan: P : Persentase f : Jumlah responden n : Jumlah Sampel 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan dengan menggunakan software spss versi 16 dengan metode statistik Chi-square test. Sebagai rumus dasar dari uji chi kuadrat adalah : 40 X2 = ∑ o e 2 e Keterangan : o = frekuensi hasil observasi e = frekuensi yang diharapkan. e = Total baris x total kolom Aturan yang berlaku pada chi-square adalah sebagai berikut : a. Bila tabel 2 x 2 dijumpai nilai Expected (Harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah Fisher’s Exact Test. b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang digunakan adalah Continuity Correction. c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb, maka yang digunakan adalah Pearson Chi Square. Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote dibawah kotak Chi-square Test, dan tertulis diatas nilainya 0 cell (0%) berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan nilai E < 5 (Notoatmojdo 2005). 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah Sakit Umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh terletak di jln.Tgk. Daud Beureueh kelurahan Bandar Baru Kecamatan Kuta Alam yang berbatasan dengan : Bagian Selatan berbatasan dengan komplek Politeknik Kesehatan Kemenkes NAD. Bagian Timur berbatasan dengan jln. Dr. T. Syarief Thayeb. Bagian Barat berbatasan dengan kelurahan Bandar Baru Kecamatan Kuta Alam. B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD dr Zainoel Abidin banda Aceh dari bulan januari sampai bulan juni Tahun 2013 didapati 41 orang ibu yang menderita kanker serviks. Untuk mendapat hasil penelitian peneliti melakukan berdasarkan: 42 a. Stadium Kanker Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Stadium kanker serviks di RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No Stadium kanker serviks 1. Stadium Awal Jumlah 25 Persentase (%) 61% 2. Stadium Lajut 16 39 % TOTAL 41 100 Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013) Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 41 orang yang menderita kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan januari sampai bulan juni Tahun 2013 mayoritas ibu dengan stadium awal yaitu sebanyak (61 %) b. Faktor Risiko kanker Serviks Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko dengan Kanker serviks di RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No Faktor risiko f P (%) 1 Umur Ibu Muda 15 36,6% Tua 26 63,4 % 2 Paritas Primipara 15 39 % Multipara 26 61 % 3 Usia Menikah Cepat 24 58,5% Ideal 17 41,5% Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013) Dari tabel 3.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 41 orang yang menderita kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan januari sampai bulan juni Tahun 2013 mayoritas ibu dengan kelompok umur tua yaitu sebanyak (63,4 %), mayoritas ibu dengan mayoritas ibu dengan paritas multipara sebanyak (61 %) dan mayoritas ibu dengan usia menikah muda yaitu sebanyak (58,5%). 43 2. Analisa Bivariat Tabel 4.1 Hubungan Umur dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Kanker serviks N o Umur 1 Muda 2 Stadiu m Awal % 10 66,7 Tua 15 Stadiu m Lanjut 5 57,7 Jumlah % 15 100 % 33,3 11 42,3 26 100 Nilai α P valu e 0,05 0,81 4 Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa, Responden yang berusia muda yang menderita kanker serviks stadium awal yaitu sebesar 66,7% dan responden yang berusia tua yang menderita kanker serviks stadium awal yaitu sebesar 57,7 %. Hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0814 (P>0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stadium kanker serviks. Tabel 4.2 Hubungan Paritas dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Kanker serviks N o 1 Paritas Primipar a Multipar 2 Stadium Awal % 12 80 13 50 Stadium Lanjut 3 13 a Jlh % % 20 50 15 10 0 10 26 Nilai α P valu e 0,05 0,11 8 0 Sumber : Data Skunder (DataTahun 2013) Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa, responden primipara yang menderita kanker serviks stadium awal sebesar 80% dan responden 44 multipara yang menderita kanker serviks stadium awal sebesar 50% . Hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,118 (P>0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara Paritas dengan stadium kanker serviks. Tabel 4.3 Hubungan Usia Menikah dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 N o Usia Menikah 1 2 Kanker serviks Jlh Stadium Awal % Stadium Lanjut % cepat 11 45,8 13 54,2 24 ideal 14 82,4 3 17,6 17 % 10 0 10 Nilai α P valu e 0,05 0,04 0 Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa, responden pada usia menikah cepat yang menderita kanker serviks stadium awal sebesar 58,5 % dan responden yang menikah usia ideal yang menderita kanker serviks stadium awal sebesar 82,4%. Hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,04 (P<0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti diterima yaitu ada hubungan yang bermakna antara usia menikah dengan stadium kanker serviks . 45 C. Pembahasan 1. Berdasarkan Umur Ibu Berdasarkan hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,814 (P>0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stadium kanker serviks . Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan w (2009) yang menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan kanker serviks. Penelitian ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian Suryapratama(2010) yang menyimpulkan bahwa umur 41-50 tahun sangat berhubungan dengan kanker serviks. Teori menyatakan bahwa peningkatan usia seseorang selalu diiringi dengan penurunan kinerja organ-organ dan kekebalan tubuhnya. Dan itu membuatnya relatif mudah berbagai infeksi. Kanker serviks berpotensi paling besar pada usia antara 35-50 tahun. Telah banyak penelitian menemukan bahwa insiden kanker serviks pada usia tua makin meningkat, dan tumor terlihat lebih agresif. Pada analisis retrospektif terhadap 2.628 pasien, ditemukan bahwa insiden dan derajat keganasan lebih tinggi pada kelompok usia tua. Proporsi wanita diatas 35 tahun yang menderita kanker serviks meningkat dari 9% menjadi 25%, dan proporsi adeno caresinoma dan mixed tumor meningkat menjadi 22%. Pada tiap penelitian ditemukan bahwa tiap wanita tua mempunyai resiko metastasis limfonodus yang lebih besar. Insidensi metastasis limfonodus pelvis pada wanita tua meningkat dari 23% menjadi 40% selama periode 34 tahun (Rasjidi, 2008). 46 Asumsi peneliti banyak faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya stadium Kanker serviks maka disarankan untuk melakukan pencegahan sedini mungkin. 2. Berdasarkan Paritas Berdasarkan hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,118 (P>0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan stadium kanker serviks . Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan w (2009) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara paritas dengan kanker serviks,. tetapi penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Suryapratama(2010) yang menyimpulkan bahwa paritas yang tinggi sangat berhubungan dengan kanker serviks, penelitian yg dilakukan oleh Yuniar Isma (2009) paritas juga tidak ada hubungan dengan kejadian kanker serviks. Menurut Rasjidi paritas adalah kemampuan wanita untuk melahirkan secara normal. Pada proses persalinan normal, bayi bergerak melalui mulut rahim dan ada kemungkinan sedikit merusak jaringan epitel ditempat tersebut. Pada kasus wanita yang melahirkan lebih dari dua kali dan dengan jarak yang terlalu dekat. Kerusakan jaringan epitel ini berkembang ke arah pertumbuhan sel abnormal yang berpotensi ganas. Paritas yang berbahaya adalah memiliki jumlah anak lebih dari 4 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya 47 perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal selain terjadinya robekan selaput serviks, dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal. sehingga mempunyai kesempatan untuk terkontaminasi oleh virus yang meyebabkan infeksi. Bakteri tersebut ada karena kondisi higiene vagina yang tidak terawat sehingga dapat berkembang menjadi keganasan. Asumsi peneliti banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya stadium kanker serviks tetapi pada penelitian ini tidak ada hubungan paritas dengan kejadian kanker serviks. meskipun paritas tinggi namun jika pada saat proses persalinan higyne tetap terjaga dengan baik dan proses penyembuhan yang baik maka dapat menghindari dari kanker serviks . Maka disarankan kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi dan konseling kepada masyarakat mengenai Kanker serviks. 3. Beradasarkan Usia menikah Berdasarkan hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,04 (P<0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti diterima yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara usia menikah dengan stadium kanker serviks. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan w (2009) yang menunjukkan adanya hubungan antara paritas dengan kanker serviks, penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Suryapratama (2010) yang menyimpulkan bahwa menikah di usia kurang dari 18 tahun sangat berhubungan dengan kanker serviks. 48 Menurut teori hubungan seksual yang dilakukan terlalu dini dapat berpengaruh pada kerusakan jaringan epitel serviks atau dinding rongga vagina. Kondisi tersebut dapat bertambah buruk mengarah pada kelainan sel dan pertumbuhan abnormal. Wanita yang melakukan hubungan seksual secara aktif sejak sebelum 17 tahun, memiliki potensi 3 kali lebih besar untuk mengidap Kanker serviks dibanding wanita yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia tersebut. Seharusnya pasangan yang menikah adalah pasangan yang benarbenar siap dan matang. Bukan hanya siap kematangan seksual namun juga siap lahir dan batin. Sebab jika tidak siap maka sel-sel mukosa yang belum matang akan mengalami perubahan Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim (Rasjidi, 2008). Asumsi peneliti banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya stadium Kanker serviks tetapi bila wanita menikah diusia yang benar-benar baik untuk menikah dapat menurunkan angka kejadian Kanker serviks karena seperti kita ketahui wanita yang menikah terlalu muda atau dibawah usia 20 tahun alat reproduksinya belum matang, maka sel-sel mukosa yang belum matang akan mengalami perubahan Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim atau serviks disarankan kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan informasi dan konseling kepada masyarakat tentang faktor risiko Kanker serviks. 49 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan dilakukan uji statistik tentang faktor risiko yang berhubungan dengan stadium kanker serviks maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Tidak ada hubungan antara umur dengan stadium kanker serviks. 2. Tidak ada hubungan antara paritas dengan stadium kanker serviks. 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia menikah dengan stadium kanker serviks. B. Saran 1. Bagi Petugas Kesehatan a. Kepada petugas kesehatan Khususnya kepada Bidan yang bertugas di RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh terutama di poli kebidanan dan ruang kebidanan agar setiap pasien yang datang diberikan informasi tentang faktor risiko yang dapat memicu kanker serviks seperti menikah terlalu muda, paritas yang tinggi, merokok, dan lain sebagianya serta memberitahukan pencegahan kanker serviks mengingat pengutamaan preventif dari pada kuratif. b. Kepada petugas kesehatan yang bertugas di RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh agar memberitahukan pada pasien yang datang dengan 50 dengan resiko tinggi misalnya menikah di usia kurang 20 tahun agar melakukan Tes Pap tiap tahun guna mencegah terjadinya kanker serviks. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan agar Skripsi ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang memerlukan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk membuat penelitian lebih lanjut dalam bentuk yang lebih kompleks yaitu dengan melihat sebab dan akibat kanker serviks dengan memperluas variabel penelitian seperti faktor risiko, berganti-ganti pasangan seksual, umur, paritas dan faktor risiko lainnya yang berhubungan dengan kanker serviks. 51 DAFTAR PUSTAKA Dorland, E,.2010. Kamus Kedokteran Dorland.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Emilia, O, dkk,.2010. Bebas Ancaman Kanker serviks. Yogyakarta: MedPress Ghofar, A,.2009. Cara Mudah Mengenal Dan Mengobati Kanker. Jogjakarta: FLAMIGO Hidayat, A.A., 2007. Metodologi Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba medika Lestadi , J,. 2009. Sitologi Pap Smear Alat pencegahan & Deteksi Dini Kanker Mulut Rahim.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Mochtar,R,. 1998: Sinopsis Obstetri.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Notoatmodjo, S,.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Novel, S dkk., 2010. Kanker serviks dan infeksi human pappilomavirus (HPV). Jakarta : Javamedia Network Rasjidi, I., 2007. Kemoterapi kanker Ginekologi Dalam Praktik Sehari-hari. Jakarta: CV, Sagung Seto Rasjidi, I., 2008. Manual Prakanker Serviks. Jakarta : CV. Sagung Seto Rasjidi, I., dan Sulistiyanto, H,. 2007. Vaksin Human Papilloma Virus dan Eradikasi Kanker Mulut Rahim. Jakarta: CV, Sagung Seto Samadi, H.P., 2011. Yes, I Know Everything about Kanker serviks, mengenali, mencegahnya & bagaimana anda menjalani pengobatannya. Solo : Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai Setiati, E., 2009. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita, Kanker Rahim, Kanker Indung Telur, Kanker Leher Rahim, Kanker Payudara. Yogyakarta : ANDI Tilong, A. D., 2012. Bebas dari ancaman kanker serviks, mengatasi dan mencegah penyakit ganas dan mematikan bagi kaum wanita. Jakarta: FlashBook Yatim, F., 2005. Penyakit Kandungan, miom, kista, indung telur, kanker rahim/leher rahim, serta gangguan lainnya, Jakarta : Pustaka Populer Obor