(P <0,05), ada hubungan antara usia menikah dengan stadium kanker

advertisement
FAKTOR RISIKO KANKER SERVIKS RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH TAHUN 2013
Agus Lusiana1Adri Idiana2
INTISARI
Latar Belakang : Kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus Human Papilloma Virus
(HPV).Penderita kanker serviks meningkat dari 4,77% (tahun1990-1999) menjadi11,75%
(tahun 2000-2007). World Healt Organization (WHO) memperkirakan kematian akibat
kanker serviks akan meningkat sampai 25% untuk 10 tahun kedepan. Di Inggris dalam
waktu 3 tahun, infeksi HPV pada wanita rentang umur 15-19 tahun meningkat dari 44%
menjadi 60%,.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui faktor risiko dengan stadium kanker serviks.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross
sectional.Tekhnik
pengambilan
menggunakan data skunder,
sampel
menggunakan
metode
total
populasi.
di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh, analisa data
menggunakan chi-square test, Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi.
Hasil Penelitian : usia menikah diperoleh nilai P = 0,04 (P &lt;0,05), ada hubungan
antara usia menikah dengan stadium kanker serviks.
Kesimpulan : Pada faktor umur dan paritas Ho diterima,dan pada faktor usia
menikah Ha diterima.
Saran : Diharapkan agar skripsi ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya yang memerlukan.
Kata Kunci
: umur, paritas,usia menikah,stadium kanker serviks
Daftar Pustaka : 15 buku
Halaman
: i – 49 Halaman
1
Mahasiswi Stikes Ubudiyah Banda Aceh
2
Dosen Pembimbing Prodi D-IV Kebidanan Stikes Ubudiyah Banda Aceh
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel
atau jaringan tersebut tumbuh dan berkembang tidak terkendali, kecepatan
tumbuhnya berlebihan, dan akhirnya mengganggu organ lain. Kanker serviks
adalah kanker yang berasal dan tumbuh pada serviks, khususnya epitel atau
lapisan luar permukaan serviks dan disebabkan oleh infeksi virus Human
Papilloma Virus (HPV) (Samadi, 2011).
Badan Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) menyatakan, saat
ini penyakit kanker serviks menempati peringkat kedua teratas di antara berbagai
jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. WHO
memperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat sampai 25%
untuk 10 tahun kedepan. Di Inggris dalam waktu 3 tahun, infeksi HPV pada
wanita rentang umur 15-19 tahun meningkat dari 44% menjadi 60%. Di Brazil
infeksi HPV pada wanita meningkat dari 11% menjadi 23,6% dalam kurun waktu
18 bulan. Di Cina, penderita kanker serviks meningkat dari 4,77% (tahun19901999) menjadi11,75% (tahun 2000-2007). Hampir separuh wanita yang terinfeksi
HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas. Orang yang terinfeksi tersebut juga
tidak mengetahui bahwa mereka bisa menularkan HPV ke orang lain, maka hal
tersebut juga berisiko meningkatnya penderita kanker serviks.(Novel dkk, 2010).
Kanker serviks merupakan penyakit ginekologik yang memiliki tingkat
keganasan yang cukup tinggi dan disebabkan oleh infeksi Human Papilloma
3
Virus (HPV). Di dunia angka kejadian dan angka kematian yang diakibatkan oleh
kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara, dan diderita
oleh 500.000 wanita setiap tahunnya. Angka kejadian dan angka kematian kanker
serviks dinegara maju mengalami penurunan karena suksesnya program
pemeriksaan sel. Sementara dinegara berkembang masih menempati
urutan
teratas dan hampir 80% kasus berada dinegara berkembang (Rasjidi, 2008)
Penyebab kanker serviks selain diakibatkan oleh HPV juga ada beberapa
faktor lain yang memicu terserang kanker serviks diantaranya, kebiasaan
merokok, seringnya menaburi vagina dengan bedak sehingga menimbulkan iritasi.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh hubungan seksual pertama dilakukan pada
usia muda atau usia dini, berganti-ganti pasangan atau mitra seksual meskipun
telah memakai kondom. Penggunaan pil KB yang terlalu lama dan penggunaan
hormon estrogen bagi wanita yang telah menopause tidak sesuai aturan dapat
memicu timbulnya kanker serviks. Kebiasaan makan
makanan yang banyak
mengandung lemak, gangguan sistem kekebalan tubuh, riwayat infeksi berulang
didaerah kelamin atau radang panggul, wanita yang sering melahirkan, serta gaya
hidup yang buruk juga dikaitkan dengan kanker serviks (Setiati, 2009).
Kanker serviks cenderung terjadi pada usia pertengahan. Di Indonesia
kanker serviks merupakan jenis kanker paling banyak menyerang wanita usia
produktif. Pada usia 30-50 tahun perempuan yang sudah kontak seksual akan
berisiko tinggi terkena kanker serviks. Usia tersebut merupakan puncak usia
produktif perempuan sehingga akan meyebabkan gangguan kualitas hidup secara
fisik, kejiwaan dan kesehatan seksual. Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat
4
kanker serviks yakni munculnya rasa sakit saat berhubungan seksual, perdarahan
pasca senggama, keputihan yang berulang walaupun telah diobati, perdarahan
spontan vagina yang abnormal diluar siklus menstruasi, nyeri atau kesulitan
berkemih, nyeri bagian bawah perut atau kram panggul (Tilong, 2012)
Insiden kanker serviks di Indonesia, menurut perkiraan Departemen
Kesehatan, ada 100 per 100.000 penduduk pertahun; berdasarkan data
laboratorium Patologi Anatomi seluruh Indonesia, frekuensi kanker serviks adalah
paling tinggi diantara kanker yang ada di Indonesia maupun di Rumah Sakit
Umum Pusat nasional Dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM). Bila dilihat
penyebarannya terlihat bahwa 92,4% terakumulasi di Jawa dan Bali. Insiden ini
meningkat sejak usia 25-43 tahun dan menunjukan puncaknya pada kelompok
umur 35-45 tahun di RSCM dan kelompok umur 45-54 tahun untuk seluruh
Indonesia. Laporan The International Federation of Ginecology and Obstetrics
(FIGO) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69
tahun, terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun; sedangkan untuk stadium IB dan II sering
ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering
ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun (Yatim, 2005).
Kanker serviks merupakan penyakit ganas yang dapat menyebabkan
kematian. Awal gejala atau stadium kanker serviks memang sulit terdeteksi.
Sebaiknya wanita yang sudah melakukan hubungan seksual harus melakukan pap
smear untuk mendeteksi apakah menderita kanker serviks, namun di Indonesia
kesadaran untuk memeriksakan diri sangat rendah, hal ini tidak lepas dari
5
kurangnya pengetahuan mengenai kanker serviks. Indikasinya adalah dari 70%
penderita yang datang ke Rumah sakit sudah pada kondisi lanjut. Dimana
perjalanan penyakitnya lambat dan tanpa gejala, bila sudah timbul gejala maka
pada umumnya penyakit sudah masuk stadium 3B misalnya keluar darah sewaktu
berhubungan, dan yang lebih parah lagi pada stadium 4B sel kanker sudah
menjalar ke otak dan paru-paru sehingga nyawa penderita akan semakin sulit
untuk diselamatkan (Setiati, 2009).
Di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012 dijumpai 171 kasus
kanker serviks , 139 kasus rawat jalan dan 32 kasus rawat inap,
98 kasus
dijumpai pada umur 45-64 tahun, 58 kasus umur 25-44 tahun, 7 kasus umur 15-24
tahun,7 kasus umur &gt;65 dan 1 kasus terdapat pada usia 5-14 tahun. Berdasarkan
latar belakang diatas peneliti merasa tertarik ingin mengetahui dan melakukan
penelitian tentang faktor resiko yang behubungan dengan stadium kanker serviks
di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012. Dengan dilakukannya
penelitian tentang stadium kanker serviks ini diharapkan kepada para petugas
kesehatan untuk menyampaikan faktor risiko kanker serviks kepada pasien kanker
serviks agar mereka dapat menghindari serta mengetahui pengobatan kanker
serviks agar stadiumnya tidak meningkat dengan cepat.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Faktor risiko apa sajakah
yang berhubungan dengan kanker serviks? ”.
6
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks di
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan faktor umur dengan stadium kanker serviks
di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.
b. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan stadium kanker serviks
di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.
c. Untuk mengetahui hubungan antara usia wanita pertama kali menikah
dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis
dalam penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan khususnya tentang
kanker serviks.
2. Bagi Instansi atau Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga kesehatan dan
untuk peningkatan upaya pencegahan dan penanganan kanker serviks
7
3. Bagi Stikes U’budiyah Banda Aceh
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa
Stikes U’budiyah Banda Aceh. Dan untuk menerapkan proses berpikir ilmiah
dalam memahami dan menganalisa suatu masalah, serta dapat meningkatkan
wawasan untuk mengembangkan penelitian lanjutan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini pernah diteliti sebelumnya oleh Hasibuan W (2009) tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim di RSUD dr.
Pirngadi Medan tahun 2009. Variabel yang diteliti meliputi usia, usia pertama
melakukan hubungan seksual, paritas, dan lama penggunaan kontrasepsi oral.
Sedangkan penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian
sebelumnya adapun persamaannya yaitu pada variabel umur, dan paritas
sedangkan perbedaanya adalah pada variabel usia wanita pertama kali menikah
serta waktu dan tempat yaitu akan dilaksanakan di RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh Tahun 2013.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Kanker
Kanker berasal dari kata Cancer yang artinya kepiting atau tumor
malignan, penyakit neoplastik yang perjalanan alaminya bersifat fatal atau
mematikan. Berbeda dengan sel-sel tumor benigna, sel kanker memperlihatkan
sifat invasi serta metastasis dan sangat anaplastik. Penyakit kanker meliputi dua
pada kategori yang luas, yaitu carcinoma dan sarcoma tetapi dalam pemakaian
sehari-hari, kedua istilah tersebut sering digunakan sebagai sinonim untuk
carcinoma (Dorland, 2010).
2. Serviks Uteri
Serviks uteri terbagi menjadi dua bagian, yaitu pars supra vaginal dan pars
vagina. Pars vaginal disebut portio, terdiri dari bibir depan dan bibir belakang
portio. Saluran yang menghubungkan orifisium uteri interna dan orifisium viks.
Bagian rahim antara serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah
rahim, bagian ini penting artinya dalam kehamilan dan persalinan karena akan
mengalami peregangan (Mochtar, 1998).
3. Kanker Serviks
Kanker serviks adalah kanker ginekologi yang tumbuh di mulut rahim atau
serviks , karena letak leher rahim ini memang agak dibagian bawah dari rahim.
Kanker serviks juga sering disebut dengan Carsinoma serviks uterus. Kanker
serviks biasanya berkembang secara bertahap, tapi cukup progresif. Proses
9
terjadinya kanker ini mulai dengan sel yang mengalami mutasi, kemudian lalu
berkembang menjadi sel displastik, sehingga kemudian terjadi kelainan epitel
yang acapkali disebut orang dengan deplesia (Syafni, 2012).
B. Penyebab Kanker Serviks
1. HPV (Human papilloma Virus)
Kanker serviks disebabkan oleh Human papilloma Virus
atau lebih
dikenal dengan HPV. Virus kanker serviks bersifat spesifik dan hanya tumbuh
didalam sel manusia, terutama pada sel-sel lapisan permukaan/ epitel mulut rahim.
HPV merupakan virus DNA yang berukuran 8.000 pasang basa berbentuk
ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid.
Karena ukuran virus HPV sangat kecil, virus ini bisa menular melalui mikro lesi
atau sel abnormal di vagina (Samadi, 2011).
HPV juga bisa disebut wart virus (virus kutil). Terdapat lebih dari 100
tipe HPV yang telah diidentifikasi. Empat puluh tersebut menyerang wilayah
genital. Dari 40 tipe tersebut, 13 diantaranya merupakan tipe onkogenik dan dapat
menyebabkan kanker serviks. Sedangkan tipe lain disebut sebagai tipe risiko
rendah yang lebih umum menyebabkan kutil kelamin (genital wart). Tipe 16, 18,
31, 33, dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagina atau serviks yang
awalnya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang menjadi kanker serviks .
setiap wanita berisiko terhadap HPV onkogenik, yang dapat mengakibatkan
kanker serviks.
10
HPV tipe 16 bersamaan dengan tipe 18 dapat menyebabkan 70% dari
seluruh kejadian kanker serviks. Selain itu, tipe 45 dan 31 menduduki urutan
ketiga dan ke empat tipe HPV penyebab kanker serviks. Tipe 16, 18, 45, dan 31
secara bersama-sama bertanggung jawab atas 80% kejadian kanker serviks
diseluruh dunia (Emilia, 2010).
2. Tranmisi HPV ( Human papilloma Virus )
Setiap wanita berisiko terkena infeksi HPV onkogenik yang menyebabkan
kanker serviks. HPV dapat dengan mudah tertular melalui aktifitas hubungan
seksual dan beberapa sumber menyebutkan transmisi tidak tergantung dari adanya
penetrasi, tetapi dapat juga melalui sentuhan kulit diwilayah genital tersebut.
Dengan demikian, setiap wanita yang aktif secara seksual memiliki risiko untuk
terkena kanker serviks. Diperkirakan bahwa 80% wanita dapat terkena infeksi
HPV sepanjang hidupnya dan 50 % infeksi tersebut merupakan tipe onkogenik
(Emilia, 2010).
3. Dari HPV Menjadi Kanker Serviks
Infeksi HPV tidak selalu berkembang menjadi kanker serviks. Sebagian besar
infeksi HPV antara 50-70% menghilang melalui respon imun alamiah, setelah
melalui masa beberapa bulan hingga dua tahun. Meskipun demikian, kanker
serviks dapat berkembang apabila infeksi akibat HPV tipe onkogenik
tidak
menghilang.
Diperkirakan bahwa dari setiap satu juta wanita yang terinfeksi HPV tipe
onkogenik, hampir 10% (100.000) akan terjadi perubahan sel serviks prakanker
(displasia serviks) dari angka tersebut, sekitar 8% (8.000) akan mengalami
11
perubahan prakanker pada sel-sel permukaan serviks (karsinoma insitu) dari
jumlah tersebut, 20% akan terus berkembang menjadi kanker serviks apabila
dibiarkan.
Perkembangan dari infeksi HPV onkogenik menjadi kanker serviks dapat
terjadi apabila terjadi infeksi yang menetap pada beberapa sel yang terdapat pada
serviks (sel epitel pipih atau lonjong dizona transformasi serviks). Sel-sel ini
sangat rentan terhadap infeksi HPV dan ketika terinfeksi akan berlipat ganda,
berkembang melampaui batas wajar dan kehilangan kemampuannya untuk
memperbaiki abnormalitas genetiknya.
Hal ini akan mengubah susunan sel dalam serviks. Virus HPV akan
bercampur dengan sistem peringatan yang memicu respons imun yang seharusnya
menghancurkan sel abnormal yang terinfeksi oleh virus. Perkembangan sel yang
tidak normal pada epitel serviks dapat berkembang menjadi prakanker yang
disebut Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN).
Apabila memperhatikan infeksi HPV onkogenik yang persisten, maka
ditemukan tiga pola utama pada pra kanker dimulai dengan infeksi pada sel serta
perkembangan sel-sel abnormal yang dapat berlanjut menjadi Intraepithelial
Neoplasia dan pada akhirya menjadi kanker serviks

Cervical Intraepithelial Neoplasia I (CIN I) atau Low Grade squamous
Intraepithelial Lesions (LSILS). Dalam tahap ini terjadi perubahan, yaitu
sel yang terinfeksi HPV onkogenik akan membuat partikel-partikel virus
baru.
12

Cervical Intraepithelial Neoplasia II (CIN II ) atau High Grade squamous
Intraepithelial Lesions (HSILS). Dalam tahap ini sel-sel semakin
menunjukan gejala abnormal prakanker.

Cervical Intraepithelial Neoplasia III (CIN III) . Dalam tahap ini lapisan
permukaan serviks dipenuhi dengan sel-sel abnormal.

Infeksi persisten dengan HPV onkogenik dapat berkembang menjadi
carcinoma infeksi situ (CIS), yaitu keganasan yang masih terlokalisir dan
belum menembus sel barier.

Kanker serviks yang semakin invasif berkembang dari carcinoma infeksi
situ yang tidak diobati atau dibiarkan sehingga berkembang dan menyebar
kebagian tubuh yang lain (Emilia, 2010).
C. Faktor Risiko Kanker Serviks
Kanker serviks diakibatkan infeksi HPV namun ada banyak faktor yang
menyebabkan infeksi HPV tersebut lebih cepat menimbulkan kanker. Faktor –
faktor tersebut diantaranya:
1.
Melakukan aktifitas seksual di usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker
serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan
hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai 3 kali lebih besar
dari pada yang menikah diusia lebih dari 20 tahun (Novel dkk, 2010).
13
2.
Sering berganti-ganti pasangan seksual
Memiliki lebih dari pada satu pasangan seksual, pada prinsipnya setiap lakilaki memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks akan
mentoleransi dan mengenali protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan
hubungan dengan banyak pria maka akan banyak sperma dengan protein
spesifik yang berbeda, banyak sperma dari pria yang berbeda
akan
menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks tersebut sehingga
akan menghasilkan luka. Adanya luka akan mempermudah infeksi HPV. Bila
sering berganti pasangan, kesempatan untuk terkena penyakit akibat
hubungan seksual termasuk HPV akan makin besar. Perilaku seksual dengan
berganti-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan HPV yang telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis, dan vulva.
Risiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita
yang mempunyai pertner seksual 6 orang atau lebih. Disamping itu, virus
herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendampingnya (Novel dkk,
2010).
3.
Sering menderita infeksi di daerah kelamin atau pernah menderita infeksi
kelamin yang disebabkan oleh organisme lain, misalnya infeksi oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae (bakteri penyebab penyakit gonorea) atau Treponema
pallidum (bakteri penyebab penyakit sifilis). Wanita yang pernah mengalami
penyakit kelamin seperti sifilis dengan gejala adanya luka kecil disekitar
vagina, bercak diseluruh tubuh yang timbul dalam beberapa minggu, bintil di
14
mulut berupa sariawan, bercak ditangan dikaki, sifilis dapat merusak sel otak.
Sedangkan gonorea pada wanita seringkali tidak menimbulkan gejala, namun
akibat dari infeksi tersebut dapat merusak tuba falopi atau saluran telur,
radang persendian, menyebakan kelumpuhan, dan berakibat pada jantung.
Jika wanita yang pernah terinfeksi oleh Neisseria gonorrhoeae ataupun
Treponema pallidum maka wanita tersebut lebih mudah terinfeksi oleh HPV
dan HPV lebih mudah untuk membuat sel bertransformasi dan bermetastasi
(Novel dkk, 2010).
4.
Pasangan seksual, pada penelitian terhadap perempuan yang menikah dengan
seorang pria yang pernah mempunyai istri yang menderita kanker serviks,
maka kemungkinan perempuan itu akan menjadi meningkat (Novel dkk,
2010).
5.
Sering mencuci vagina dengan antiseptik yang tidak dianjurkan oleh dokter.
Hal itu sebenarnya merupakan suatu tindakan yang keliru karen penggunaan
antiseptik mempunyai risiko yang sangat besar untuk terserang kanker
serviks. Biarkan vagina bersih secara alami dan cukup merawatnya secara
alami (Setiati, 2009).
6.
Merokok
Kebiasaan merokok memiliki risiko dua kali lebih besar, rokok tersebut dari
daun tembakau yang mengandung bahan-bahan karsinogen. Asapnya
mengandung sekitar 4000 jenis senyawa, sebagian diantara merupakan
karsinogenik. Asap rokok mengandung uap nitrosamin, nitrosamine akan
menghasilkan mutagenic berupa volatile, sedangkan bentuk partikel dari asap
15
rokok mengandung polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine
dan nitrosamine yang dihasilkan oleh lakaloid tembakau nikotin dan nornikotin yang diketahui sangat karsinogen dan mutegenik. Bahan tersebut oleh
peneliti ditemukan pada serviks wanita yang aktif merokok dan
dapat
menjadi kokarsinogen infeksi HPV karena bahan tersebut diketahui dapat
menyebabkan kerusakan epitel serviks sehingga mempermudah infeksi HPV
dan menyebabkan neoplasma (populasi sel kanker serviks). Data statistik
melaporkan bahwa risiko terserang kanker serviks akan menjadi lebih tinggi
jika wanita merokok (Novel dkk, 2010).
7.
Paritas
merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup atau viabel. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki
jumlah anak lebih dari 4 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab
dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim.
Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak dapat
menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim
dan dapat berkembang menjadi keganasan (Rasjidi, 2008).
8. Umur
Telah banyak penelitian menemukan bahwa insiden kanker serviks pada usia
tua makin meningkat, dan tumor terlihat lebih agresif.
Pada analisis
retrospektif terhadap 2.628 pasien, ditemukan bahwa insiden dan derajat
keganasan lebih tinggi pada kelompok usia tua. Proporsi wanita diatas 35
tahun yang menderita kanker serviks meningkat dari 9% menjadi 25%, dan
16
proporsi adeno caresinoma dan mixed tumor meningkat menjadi 22%. Pada
tiap penelitian ditemukan bahwa tiap wanita tua mempunyai resiko metastasis
limfonodus yang lebih besar. Insidensi metastasis limfonodus pelvis pada
wanita tua meningkat dari 23% menjadi 40% selama periode 34 tahun
(Rasjidi, 2008).
9. Usia Wanita saat menikah
Seharusnya pasangan yang menikah adalah pasangan yang benar-benar siap
dan matang. Bukan hanya siap kematangan seksual namun juga siap lahir dan
batin. Sebab jika tidak siap maka sel-sel mukosa yang belum matang akan
mengalami perubahan. Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim (Rasjidi,
2008).
10. Pola makan
Pola makan yang tidak sehat menyebabkan berat badan berat badan berlebih
dan altifitas fisik kurang. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pola
makan yang tinggi akan lemak akan meningkatkan risiko terkena kanker
serviks dan kanker-kanker lainnya. Pengolahan makanan dalam suhu tinggi
pada makanan yang mengandung protein dan lemak yang tinggi akan
membentuk berbagai senyawa mutagenik (Novel dkk, 2010).
11. Kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (&gt;4 tahun)
meningkatkan resiko kanker leher rahim sebanyak dua kali. Mengapa Pil KB
dapat memberikan efek negatif untuk kanker leher rahim, karena tugas Pil
KB adalah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi dan
17
menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dilalui sperma (Rasjidi,
2008).
Menurut penelitian jika menggunakan kontrasepsi barier (penghalang),
terutama
yanng
menggunakan
kombinasi
mekanik
dan
hormon
memperlihatkan penurunan angka angka kejadian kanker leher rahim yang
diperkirakan karena penurunan paparan terhadap agen penyebab infeksi.
Sedangkan jika memakai kontrasepsi oral yang diapakai jagka panjang yaitu
lebih dari empat tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO
melaporkan resiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali
dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian (Rasjidi, 2008).
12. Etnis dan Faktor Sosial
Wanita dikelas sosial ekonomi yang paling rendah memiliki faktor resiko
lima kali lebih lebih besar dari pada faktor risiko pada wanita dikelas yang
paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan
akses kesistem pelayanan kesehatan. Di USA ras nego, hispanik, dan wanita
Asia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi dari pada wanita ras
kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkn pengaruh dari sosial
ekonomi (Rasjidi, 2008).
13. Pemakaian DES
DES ( Diethylstilbestrol) adalah obat penguat kehamilan yang dikonsumsi
untuk mencegah keguguran.Obat ini sekarang sudah tidak populer. Para ahli
menyimpulkan DES berpotensi menimbulkan sel kanker diwilayah serviks
(Setiati, 2009).
18
14. Pekerjaan
Sekarang ini ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita
kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu
pekerjaan; debu, logam, bahan kimia, oli mesin dapat menjadi faktor risiko
kanker serviks (Rasjidi, 2008).
D. Klasifikasi Kanker Serviks
Kalsifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1.
Klasifikasi Berdasarkan Hispatologi
a. CIN I ( cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel banormal
lebih kurang setengahnya
b. CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya.
c. CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel.
2. Klasifikasi berdasarkan terminologi dan sitilogi serviks
a. ASCUS (Antypical Squamous Cell Changes of Undetermined
significance)
b. LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelia Lesion).
c. HSIL (High Grade Squamous Intraepithelia Lesion) (Novel dkk,
2010).
19
3. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Klinis
Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International
Federation of Gynecologic and Obstetrics) adalah:
Tabel 1.1
STADIUM
IB1
TANDA-TANDA
Karsinoma insitu, yaitu kanker yang masih terbatas pada lapisan epitel
mulut rahim dan belum punya potensi menyebar ke tempat atau organ
lain.
Terbatas diuterus
Diagnosis hanya dengan mikroskop ( penyabaran horizontal ≤ 7 mm)
Kedalaman invasi ≤ 3 mm
Kedalaman invasi &gt; 3 mm dan ≤ 5 mm
Terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secar mikroskopik &gt;
IA2
Besar lesi/tumor/benjolan ≤ 4 cm
IB2
Besar lesi/tumor/benjolan &gt; 4 cm
0
I
IA
IA1
IA2
IB
II
Invasi tidak sampai kedinding panggul atau mencapai 1/3 bagian
bawah vagina
IIA
Tanpa invasi ke parametrium/ jaringan disamping uterus
IIB
Invasi ke parametrium
III
IIIA
Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau
timbul hidronefrosis/bendungan ginjal
Invasi pada 1/3 bagian bawah vagina
IIIB
Dinding panggul atau hidronefrosis
IV
Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik
sudah terlihat tanda-tanda infasi kanker ke selaput lendir kandung
kencing/rectum
IVA
Invasi mukosa kandung kemih/rektum atau meluas keluar panggul
kecil
Kanker sudah menyebar pada alat/organ yang jauh dari serviks
IVB
(Yatim, 2005).
20
E. Gejala Penderita kanker serviks
Gejala-gejala bahwa seorang wanita menderita kanker serviks, dapat diamati
dari terjadinya keputihan yang berlebihan dan berbau busuk dan tidak kunjung
sembuh. Jika timbul kondisi ini berarti keputihan yang timbul adalah abnormal,
dan sebaiknya cepat berkonsultasi ke dokter ahli kandungan. Disamping itu juga
terjadi perdarahan diluar siklus haid. Terutama si wanita
telah melakukan
hubungan intim dengan suami (Saydam, 2012).
1. Gejala awal
a. Perdarahan pervaginam/ lewat vagina, berupa perdarahan pasca senggama
atau perdarahan spontan diluar masa haid. Perdarahan pasca senggama bisa
terjadi bukan disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan karena
iritasi atau mikro lesi atau luka-luka divagina saat bersenggama. Serviks
yang normal konsistensinya kenyal dan permukaannya licin. Adapun
serviks yang sudah berubah
menjadi kanker bersifat rapuh, mudah
berdarah, dan diameternya bisa membesar Serviks yang rapuh tersebut akan
mudah berdarah pada saaat aktifitas seksual sehingga terjadi perdarahan
pascasenggama. Oleh karena itu, apapun bentuk perdarahan pascasenggama,
sudah seharusnya diperiksa dengan seksama untuk melihat adakah tandatanda kanker pada serviks (Setiati, 2009).
b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah diobati.
Keputihan biasanya berbau, gatal, dan
panas karena sudah ditumpangi
infeksi sekunder. Artinya cairan yang keluar dari lesi dari lesi prakanker
atau kanker tersebut ditambah infeksi oleh kuman, bakteri ataupun jamur.
21
Tidak semua keputihan terkait dengan kanker serviks. Ini penting dipahami
karena bisa menimbulkan kekhawatiran yang berlebih dan
tidak pada
tempatnya. Keputihan yang normal memiliki ciri-ciri, seperti terjadi
menjelang haid, lendir jernih, tidak berbau, dan tidak gatal. Keputihan yang
wajar, yang bisa terjadi pada semua wanita disebabkan karena kelembapan
serta kebersihan yang kurang pada daerah kewanitaan atau vagina.
Biasanya, disertai infeksi oleh kuman/bakteri dan jamur. Keputihan jenis ini
akan sembuh dengan pengobatan dan kalau kambuh perlu waktu cukup
lama (Novel dkk, 2010).
2. Gejala lanjut
Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang,
tungkai), gangguan berkemih, nyeri dikandung kemih dan rektum/anus.
Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker tersebut menekan/mendesak
ataupun menginvasi organ sekitarnya (Samadi, 2011).
F. Pencegahan Kanker Serviks
1. Jauhi kegiatan merokok
Menjauhi kegiatan merokok
penting bagi kaum wanita, terutama bagi
mereka yang merokok. Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan merokok
bukan saja dapat menyebabkan terjadinya penyakit paru-paru dan jantung,
tetapi kadar nikotin yang terdapat dalam rokok juga dapat mengakibatkan
kanker serviks. Hal ini terjadi karena nikotin yang masuk kedalam tubuh akan
menempel pada semua selaput lendir sehingga sel-sel darah dalam tubuh
22
bereaksi atau terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru, juga
serviks (Novel dkk, 2010).
2.
Hindari mencuci vagina
Banyak wanita mencuci vagina dengan antiseptik dengan alasan kesehatan.
Padahal, kebiasaan tersebut dapat menimbulkan kanker serviks, baik dengan
obat cuci vagina yang berupa antiseptik maupun deodoran. Mencuci vagina
dengan antiseptik justru dapat menyebabkan iritasi pada leher rahim. Iritasi
yang berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel,
yang akhirnya menjadi kanker. Oleh karena itu, pencucuian vagina dengan
bahan-bahan kimia sebaiknya tidak dilakukan secara rutin, kecuali jika ada
indikasi, misalnya infeksi yang memang memerlukan pencucian dengan zatzat kimia. Penanganan infeksi itu pun harus dilakukan atas saran dokter.
Jangan membeli obat-obat pencuci vagina dengan sembarangan. Selain
menimbulkan iritasi, obat pencuci
tersebut umumnya akan membunuh
kuman-kuman, termasuk kuman basillus doderlain yang terdapat di vagina,
yang berfungsi memproduksi asam laktat untuk mati, maka penyakit-penyakit
lain justru dapat muncul dengan mudah (Setiati, 2009).
3.
Hindari menaburi bedak talk pada vagina
Seringkali kali, saat daerah vagina mengalami gatal atau mengalami gatal
atau merah-merah, banyak wanita menaburkan bedak talk disekitar vagina.
Padahal perbuatan tersebut berbahaya. Pada wanita berusia subur,
menaburkan bedak talk pada vagina dapat memicu terjadinya kanker serviks
(Setiati, 2009).
23
4.
Penuhi kebutuhan vitamin C
Selain pola hidup yang terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak
tinggi, wanita yang kekurangan zat-zat gizi lain, seperti beta karoten, vitamin
C, dan asam folat, dapat terserang kanker serviks. Oleh karena itu, jika tubuh
kekurangan zat-zat gizi tersebut, maka rangsangan sel-sel mukosa lebih
mudah menimbulkan kanker. Betakaroten banyak terdapat dalam wortel,
vitamin C terdapat dalam dalam buah-buahan berwarna oranye sedangkan
asam folat terdapat dalam makanan hasil laut (Setiati, 2009).
5.
Hindari hubungan seks terlalu dini
Idealnya hubungan seks dilakukan setelah wanita sudah memasuki usia yang
matang. Ukuran kematangan seorang wanita bukan hanya dilihat dari sudah
menstruasi atau belum, tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel
mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun. Oleh karena itu, wanita
yang sudah melakukan hubungan seks sejak usia remaja cenderung mudah
terkena kanker serviks (Novel dkk, 2010).
6.
Hindari Berganti-ganti pasangan seks
Penyebab lain dari kanker serviks adalah kebiasaan beganti-ganti pasangan
seks. Kebiasaan tersebut dapat menyebabkan tertularnya penyakit kelamin,
salah satunya penyakit karena human papilloma virus (HPV). Virus ini akan
mengubah sel-sel dipermukaan mukosa sehingga membelah menjadi lebih
banyak (Setiati, 2009).
7.
Pemberian Vaksin
Saat ini, ada vaksin yang digunakan untuk mencegah infeksi Human
papilloma Virus (HPV kanker serviks ) yang menyebabkan kebanyakan
24
kasus kanker serviks dan genital wart/kutil kelamin. Cara kerja vaksin ini
dengan merangsang antibodi respons kekebalan tubuh terhadap HPV dimana
antibodi ditanggkap untuk membunuh HPV sehingga virus HPV tidak dapat
masuk ke leher rahim (serviks). Vaksin diberikan dalam tiga kali suntikan
intramuskuler (pada otot lengan, pantat, atau otot bagian tubuh lain), selama
enam bulan, pada bulan ke 0, ke 1 dan ke 6 (Tilong, 2012).
a. Waktu Pemberian Vaksin
Vaksin telah diuji secara luas pada wanita umur 9 sampai 26 tahun. Untuk
umur lebih lebih dari 26 tahun, penelitiannya sedang dilakukan untuk
menguji keamanan dan manfaatnya. Idealnya, wanita harus ,mendapatkan
vaksin sebelum aktif melakukan kontak seksual, yaitu sebelum
kemungkinan terpapar HPV. Meskipun demikian, wanita yang telah aktif
secara seksual juga masih dapat mendapatkan manfaat vaksin, tetapi
dengan keuntungan yang lebih sedikit, karena mereka mungkin sudah
terpapar jenis HPV yang menjadi target vaksin (misalnya HPV tipe 16 dan
18). Jika seorang wanita telah mendapatkan vaksin, ketika mereka aktif
secara seksual kemudian terinfeksi dengan HPV dari jenis yang tercakup
oleh vaksin, maka mereka akan mendapat perlindungan dari infeksi
HPV (Yatim, 2005).
b. Vaksin HPV pada Ibu Hamil
Vaksin HPV tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Memang ada beberapa
penelitian keamanan vaksin HPV bagi wanita hamil, dan sejauh ini studi
menunjukan bahwa vaksin tidak menyebabkan masalah bagi kesehatan
25
bagi wanita hamil atau bagi perkembangan anak yang dilahirkan nantinya.
Sebaiknya ibu hamil menunggu sampai kelahiran sebelum mendapatkan
vaksin (Emilia, 2010).
c.
Vaksin HPV untuk Laki-laki
Masih mungkin bahwa vaksinasi pada laki-laki akan memberikan manfaat
untuk mencegah genital warts dan beberapa kanker seperti kanker penis
dan anus. Juga dimungkinkan bahwa vaksinasi pada laki-laki akan
memiliki manfaat tidak langsung bagi kesehatan pada wanita. Tetapi saat
ini belum cukup data
apakah vaksin efektif pada laki-laki sehingga
vaksinasi HPV untuk laki-laki belum umum dilakukan (Emilia, 2010).
d. Perlindungan Vaksin HPV
Target vaksin adalah jenis HPV yang paling sering menyebabkan kanker
serviks dan genital warts atau kutil kelamin, sebagai contoh HPV tipe 16
dan 18 sehingga dikatakan bahwa vaksin ini sangat efektif dalam
mencegah penyakit yang terkait virus HPV pada wanita muda. Vaksin ini
kurang efektif untuk mencegah penyakit terkait HPV pada perempuan
yang sebelumnya telah terpapar salah satu jenis HPV yang sudah ada
dalam
tubuh.
Dengan
kata
lain,
vaksin
tidak
memiliki
efek
kuratif/penyembuhan. Vaksin hanya memiliki efek prepentif atau
pencegahan infeksi HPV sebelum seseorang mendapatkannya. Vaksin ini
tidak melindungi terhadap semua jenis HPV sehingga tidak 100% dapat
mencegah semua kasus kanker serviks. Sekitar 30% dari kanker serviks
tidak dapat dicegah oleh vaksin sehingga sangatlah penting bagi wanita
26
untuk tetap melakukan skrining rutin (pap smear rutin). Juga vaksin tidak
mencegah infeksi menular seksual lainnya yang bukan disebabkan oleh
virus HPV (Rasjidi, 2007).
G. Deteksi Dini
1. Tes Pap (Pap’s smear)
Tes pap merupakan salah satu pemeriksaan sel serviks untuk mengetahui
perubahan serviks, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker sejak dini.
Apusan sitologi Pap diterima secara universal sebagai alat skrining kanker
serviks.
Metode ini peka terhadap pemantauan derajat perubahan pertumbuhan
epitel serviks termasuk displasia dan karsinoma in situ, sehingga pertumbuhan
lebih lanjut dapat dicegah. Pemeriksaan Tes Pap dianjurkan dilakukan secara
berkala meskipun tidak ada keluhan apa-apa terutama bagian berisiko (1-2 kali
setahun). Berkat tekhnik tes Pap, angka kematian kanker serviks turun sampai
75% (Lestadi, 2009).
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Metode IVA pertama kali ditemukan oleh sankaranarayanan dkk.
Pemeriksaan IVA ini merupakan tahap prakanker serviks. Alat dan bahan
yang digunakan sangat sederhana, yaitu spekulum vagina, asam asetat 3-5%,
kapas lidi, meja pemeriksaan, sarung tangan steril dan lakukan pada kondisi
ruang yang terang (Samadi, 2011).
3. Kolposkopi
27
Kolposkopi adalah alat ginekologi yang digunakan untuk melihat
perubahan stadium dan luas pertumbuhan abnormal epitel serviks. Metode ini
mampu mendeteksi pra karsinoma serviks dengan akurasi diagnostik yang
cukup tinggi. Namun kolposkopi memerlukan biaya yang besar, pemeriksaan
memerlukan waktu dan prosedur pemeriksaan kurang praktis dibandingkan
dengan Tes Pap. Itulah sebabnya kolposkopi hanya digunakan selektif pada
sitologi Tes Pap abnormal yaitu displasis dan karsinoma in situ ataupun pada
kasus yang klinis mencurigakan maligna. Kombinasi kolposkopi dan tes Pap
memberikan ketepatan diagnostik yang lebih kuat lagi (Ghofar, 2009).
4. Biopsi
Biopsi memerlukan prosedur diagnostik yang penting sekalipun sitologi
apusan seviks menunjukkan karsinoma. Spesimen diambil dari daerah tumor
yang berbatasan dengan jaringan normal. Jaringan yang diambil diawetkan
dengan formalin selanjutnya diproses melalui beberapa tahapan hingga
jaringan menjadi sediaan yang siap untuk diperiksa secara mikroskopis
(Ghofar, 2009).
H. Pengobatan Lesi Prakanker
1. Metode krioterapi
Pada prinsipnya, metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat
lesi prakanker pada suhu yang amat dingin ( dengan gas CO2) sehingga sel-sel
pada area tersebut mati dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru
28
yang sehat. Metode ini dapat dilakukan setelah pemeriksaan IVA atau
kolposkopi (Emilia, 2010).
2. Elektrocautery
Elektrocautery adalah pengobatan lesi prakanker dimana sel-sel pada
permukaan serviks dimatikan dengan “ dibakar” menggunakan listrik/laser.
Kedalaman sel-sel yang telah terinfeksi HPV dapat dihilangkan, kemudian
diharapkan tumbuh sel-sel baru yang normal (Samadi, 2011).
3. Konisasi
Konisasi adalah tindakan mengambil/memotong sebagian dari serviks yang
telah berubah menjadi lesi prakanker. Tindakan ini juga bisa dilakukan pada
kanker serviks stadium dini sebagai sarana diagnosis dan terapi (Samadi,
2011).
I.
Penanganan Kanker serviks
Adapun penanganan yang dilakukan untuk penderita kanker serviks adalah
sebagai berikut :
1. Operasi ( Bedah)
Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar
yang tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi. Operasi terutama dilakukan untuk
kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada
karsinoma in situ dan mikroinvasif, dalam operasi tumor dibuang dengan
29
konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikroinvasif banyak
ahli ginekologik memilih tindakan (seluruh rahim diangkat berikut sepertiga
vagina, serta penggantung rahim akan dipotong hingga sedekat mungkin dengan
dinding panggul). Pada perempuan yang masih menginginkan anak pilih tidak
atau penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau
elektokoagulasi.
Pada karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan
operasi pengangkatan rahim secara total berikut kelenjar getah bening sekitarnya
(histerektomi radikal) (Samadi, 2011).
2. Radioterapi
Radioterapi adalah terapi untuk menghancurkan kanker dengan sinar ionisasi.
Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada sel-sel kanker saja tetapi
juga pada sel–sel normal disekitarnya, tetapi kerusakan sel kanker umumnya lebih
besar dari pada sel-sel normal, karena itu perlu diatur dosis radiasi sehingga
kerusakan jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali.
Radioterapi dilakukan pada karsinoma invasif pada stadium lanjut (IIB, III,
IV). Terapi biasanya hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan
penderita), dititik beratkan pada radiasi eksternal dan internal. Kemajuan
teknologi radioterapi pada saat ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa
tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan penyulit
yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih mutilasi eksentaris total yaitu
mengangkat kantong kemih, rektum dan dibuat uretra dan anus tiruan (Samadi,
2011).
30
a. Komplikasi Radiasi
Komplikasi dan toksisitas radiasi adalah masalah yang yang kompleks
dan terjadinya variasi, terutama pada pasien-pasien dengan terapi agresif yang
dimasuksudkan untuk mendapatkan efek kuratif/penyembuhan. Komplikasi
akut jika terjadi kurang dari 90 hari, dan komplikasi lambat jika terjadi
setelah 90 hari.
Cedera radiasi kebanyakan ditemukan pada penderita kanker serviks,
terutama pada organ-organ pelvis/rongga panggul, rektosigmoid/usus besar,
vesika urinaria/kandung kencing, dan usus halus. Efek dari perubahanperubahan akibat radiasi tersebut ialah berkurangnya mikrosirkulasi/aliran
darah (vaskuler dan limfe), hilangnya jaringan parenkim/penunjang, dan
proliferasi/peningkatan jaringan ikat. Perubahan ini bersifat progresif dan
berlangsung terus selama beberapa tahun. Akibatnya, jaringan yang terkena
radiasi kehilangan beberapa fungsi khusus dari komponen perenkimnya.
Selanjutnya, akan terjadi gangguan alirannya, termasuk sistem pertahanan
imun. Keseluruhan perubahan ini menyebabkan bertambahnya kerentanan
terhadap terjadinya jenis cedera apa pun, berkurangnya kemampuan
penyembuhan jaringan, dan mudah terjadinya infeksi bakteri.
1. Komplikasi Akut
Reaksi ini hanya timbul sementara selama proses pengobatan, yang
biasanya terjadi pada kulit, peradangan/sisitis pada kandung kencing,
protosigmoiditis, entritris (radang pada usus halus dan usus besar), dan
31
supresi pada sumsum tulang (penekanan pada kerja sumsum tulang)
sehingga pasien menjadi anemia/rendah kadar hemoglobinnya.
2. Komplikasi Lambat
Komplikasi ini meliputi proktitis ( radang pada daerah anus) dan fistula
rektovaginal (radang pada lubang antara anus dan vagina). Komplikasikomplikasi tersebut saat ini dapat dikurangi dengan perencanaan radioterai
yang lebih mendetail, yaitu jaringan atau organ normal diatur sedemikian
rupa sehingga tidak berlebihan terpapar sinar radioterapi (Samadi, 2011).
3.
Kemoterapi
Kemoterapi ialah terapi untuk menumbuhkan sel–sel, obat-obat kanker
dengan obat–obatan anti kanker yang disebut sitostatika. Pada umumnya
sitostatika merupakan terapi adjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi yang
bertujuan untuk menghancurkan sisa–sisa sel kanker yang mikroskopik yang
mungkin masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Kemoterapi yang sering
dipergunakan
pada
karsinoma
serviks
adalah
Methotrexate,
Cyclophospahanimide, adiamycin dan mitomicyn- C. Sitostatika biasanya diberi
kombinasi (Rasjidi, 2007).
a. Efek Samping Kemoterapi
Obat kemoterapi selain bekerja pada sel-sel tumor juga mempunyai
pengaruh yang sama pada sel-sel normal tubuh yang lain. Sel normal tubuh
yang terpengaruh obat kemoterapi itu terutama adalah sel yang tumbuh
secara cepat, misalnya sel hepar, mukosa gastrointestinal, dan sumsum
tulang.
32
Efek
yang merugikan terhadap jaringan normal ini merupakan
konsekuensi pemberian obat sitotoksik. efek ini terbagi menjadi tiga
kelompok, dilihat dari saat timbulnya efek yang merugikan pada pemakaian
kemoterapi.
1. Efek seketika/sesaat pemberian kemoterapi
a. Timbulnya dalam 24 jam setelah pemberian obat, yang meliputi nausea
dan vomiting (mual muntah), nekrosis ( melepuh), dan rusaknya
jaringan akibat ekstravasi (keluarnya obat dari jarum infus) flebis
(radang pada pembuluh darah) hiperuricemia (gangguan pada ginjal),
dan reaksi hipersensitif (alergi).
b. Efek yang terkait dengan obat tertentu, misalnya demam dan menggigil
yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian bleomycin ( nama
obat kemoterapi).
2. Efek dini
a. Timbul beberapa hari sampai beberapa minggu setelah pemberian obat,
yang meliputi leukopenia, thrombositopenia (turunnya sel darah putih
dan sel trombosit), stomatitis/radang lapisan dalam mulut/sariawan, dan
diare.
b. Efek yang terkait obat tertentu, seperti ileus paralitik (pergerakan usus
menurun atau hilang dan pasien kembung (akibat pemberian vinca
33
alkaloid, terutama vincristine), gagal ginjal ototoksisitas/efek samping
pada saraf pendengaran.
3. Efek lambat
Timbul berminggu-minggu sampai bertahun-tahun kemudian setelah
pemberian obat, meliputi alopecia (kebotakan), fibrosis paru, sterilitas
(tidak subur), keganasan sekunder, dan gangguan pada jantung. Keganasan
sekunder adalah kanker yang terjadi karena pengaruh pemberian
kemoterapi. Kasusnya sangat jarang, tetapi harus tetap diwaspadai dan
diperhatikan (Samadi, 2011)
J.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang
akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010)
Banyak faktor Risiko yang dapat menyebabkan kanker serviks, diantaranya :
melakukan
aktifitas seksual di usia muda, sering berganti-ganti pasangan
seksual, sering menderita infeksi di daerah kelamin, merokok, Pola makan yang
tidak sehat, (Novel dkk, 2010), pekerjaan, umur, paritas, penggunaan kontrasepsi
oral, usia wanita saat menikah (Rasjidi, 2008) mencuci vagina dengan antiseptik,
etnis dan Faktor Sosial, pemakaian DES (Diethylstilbestrol), (setiati, 2009).
34
Dari beberapa faktor risiko diatas dengan keterbatasan waktu peneliti hanya
meneliti faktor umur, paritas, lama penggunaan kontrasepsi oral dan Usia Wanita
pertama kali menikah. kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat seperti
dibawah ini :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Risiko:
- Umur
-
Paritas
-
Usia menikah
Stadium Kanker Serviks
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian (Modifikasi dari Rasjidi, 2008).
K. Hipotesa Penelitian
1. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor umur dengan stadium kanker serviks.
2. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor paritas dengan stadium kanker serviks.
3. Ha : Ada hubungan antara faktor Usia menikah dengan stadium kanker serviks.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat deskriptif
analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
faktor umur, paritas, dan usia menikah dengan stadium kanker serviks yang
diukur pada waktu yang bersamaan saat penelitian.
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti (Notoatmojo,
2010). Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung di
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan Januari sampai bulan Juni
Tahun 2013.
2. Sampel
Pengambilan sampel secara total populasi yaitu sebanyak 41 orang responden
di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
C.
Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dengan
pertimbangan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh merupakan rumah sakit
36
rujukan yang mempunyai tenaga profesional dan fasilitas kesehatan yang lebih
memadai, RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh juga merupakan rumah sakit
pendidikan serta rumah sakit tersebut memiliki rekam medis yang cukup
lengkap untuk mewakili kasus kanker serviks.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 05-31 Juli tahun 2013.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data skunder yaitu dengan melakukan
observasi dari data rekam medis dengan melihat buku register dan status pasien
yang ada di poli kebidanan dan ruang kebidanan seureune RSUD dr. Zaineol
Abidin Banda Aceh.
37
E. Definisi Operaional
Tabel 2.1
Definisi Operasional
No Variabel
Definisi
Operasional
Cara ukur
Alat
Ukur
Hasil Ukur
Skala
Ukur
Stadium kanker
serviks adalah
keadaan penyakit
Observasi
Ceklis a. Stadium
Ordinal
Awal
(stadium
1-2)
b. Stadium
Lanjut
(stadiu
m 3-4)
Usia responden
yang tercatat
status
Observasi
Ceklis
Independen
Stadium
Kanker
serviks
1
Dependen
2
Umur
3
Paritas
4
Usia
menikah
Jumlah persalinan
penderita kanker
serviks yang
sesuai dengan
yang tertulis di
rekam medis
a.
b.
Observasi
Ceklis
umur pada saat
Observasi
wanita melakukan
perkawinan
secara hukum dan
agama yang
pertama kali.
Ceklis
Muda
Ordinal
( 44 tahun)
Tua
(&gt; 44 tahun)
c.
a. Primipara
(anak 1)
b. Multipara
(anak ≥2)
a. Cepat
(&lt; 20 tahun)
b. Ideal
( 20 tahun)
Ordinal
Ordinal
38
F. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
ceklis. Variabel yang diteliti adalah umur, paritas, dan usia wanita pertama kali
menikah.
G. Pengolahan Dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan empat langkah berdasarkan Hidayat
2007 sebagai berikut :
a. Editing
yaitu memeriksa data di lembar ceklis.
b. Coding
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah pemberikan kode
pada setiap kategori agar mempermudah dalam melakukan penyusunan
data.
c. Data Entry
Memasukkan data atau menyusun data kedalam bentuk tabel distribusi
frekuensi.
d. Teknik Analisis
Melakukan analisis
komputerisasi
data menggunakan ilmu
statistik dan sistem
39
2. Analisa Data
Analisa data diolah dengan menggunakan komputer dengan perangkat lunak
paket statistik SPSS dengan langkah- langkah analisa datanya adalah :
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel. Kemudian ditentukan persentase untuk tiap–tiap kategori
dengan menggunakan rumus
P=
f
x 100%
n
Keterangan:
P : Persentase
f
: Jumlah responden
n
: Jumlah Sampel
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dilakukan analisa silang dengan
menggunakan tabel silang (cross tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05
(5%). Pengujian dilakukan dengan menggunakan software spss versi 16
dengan metode statistik Chi-square test.
Sebagai rumus dasar dari uji chi kuadrat adalah :
40
X2 = ∑
o  e 2
e
Keterangan :
o = frekuensi hasil observasi
e = frekuensi yang diharapkan.
e = Total baris x total kolom
Aturan yang berlaku pada chi-square adalah sebagai berikut :
a. Bila tabel 2 x 2 dijumpai nilai Expected (Harapan) kurang dari
5, maka yang digunakan adalah Fisher’s Exact Test.
b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E &lt; 5, maka uji yang
digunakan adalah Continuity Correction.
c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb, maka
yang digunakan adalah Pearson Chi Square.
Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat
pada footnote dibawah kotak Chi-square Test, dan tertulis diatas
nilainya 0 cell (0%) berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan
nilai E &lt; 5 (Notoatmojdo 2005).
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Rumah Sakit Umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh terletak di
jln.Tgk. Daud Beureueh kelurahan Bandar Baru Kecamatan Kuta Alam yang
berbatasan dengan : Bagian Selatan berbatasan dengan komplek Politeknik
Kesehatan Kemenkes NAD. Bagian Timur berbatasan dengan jln. Dr. T. Syarief
Thayeb. Bagian Barat berbatasan dengan kelurahan Bandar Baru Kecamatan Kuta
Alam.
B. Hasil Penelitian
1.
Analisa Univariat
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD dr Zainoel
Abidin banda Aceh dari bulan januari sampai bulan juni Tahun 2013 didapati
41 orang ibu yang menderita kanker serviks. Untuk mendapat hasil penelitian
peneliti melakukan berdasarkan:
42
a. Stadium Kanker
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Stadium kanker serviks di RSUD dr.Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2013
No
Stadium kanker serviks
1. Stadium Awal
Jumlah
25
Persentase (%)
61%
2.
Stadium Lajut
16
39 %
TOTAL
41
100
Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 41 orang yang menderita
kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan januari sampai
bulan juni Tahun 2013 mayoritas ibu dengan stadium awal yaitu sebanyak (61 %)
b. Faktor Risiko kanker Serviks
Tabel 3.2
Distribusi Frekuensi Faktor Risiko dengan Kanker serviks
di RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013
No
Faktor risiko
f
P (%)
1
Umur Ibu
Muda
15
36,6%
Tua
26
63,4 %
2
Paritas
Primipara
15
39 %
Multipara
26
61 %
3
Usia Menikah
Cepat
24
58,5%
Ideal
17
41,5%
Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013)
Dari tabel 3.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 41 orang yang menderita
kanker serviks di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan januari sampai
bulan juni Tahun 2013 mayoritas ibu dengan kelompok umur tua yaitu sebanyak
(63,4 %), mayoritas ibu dengan mayoritas ibu dengan paritas multipara sebanyak
(61 %) dan mayoritas ibu dengan usia menikah muda yaitu sebanyak (58,5%).
43
2. Analisa Bivariat
Tabel 4.1
Hubungan Umur dengan stadium kanker serviks di RSUD dr Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2013
Kanker serviks
N
o
Umur
1
Muda
2
Stadiu
m Awal
%
10
66,7
Tua
15
Stadiu
m
Lanjut
5
57,7
Jumlah
%
15
100
%
33,3
11
42,3
26
100
Nilai
α
P
valu
e
0,05
0,81
4
Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa, Responden yang berusia
muda yang menderita kanker serviks stadium awal yaitu sebesar 66,7% dan
responden yang berusia tua yang menderita kanker serviks stadium awal yaitu
sebesar 57,7 %. Hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0814
(P&gt;0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan
yang bermakna antara umur dengan stadium kanker serviks.
Tabel 4.2
Hubungan Paritas dengan stadium kanker serviks di RSUD dr
Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013
Kanker serviks
N
o
1
Paritas
Primipar
a
Multipar
2
Stadium
Awal
%
12
80
13
50
Stadium
Lanjut
3
13
a
Jlh
%
%
20
50
15
10
0
10
26
Nilai
α
P
valu
e
0,05
0,11
8
0
Sumber : Data Skunder (DataTahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa, responden primipara
yang
menderita kanker serviks stadium awal sebesar 80% dan responden
44
multipara yang menderita kanker serviks stadium awal sebesar 50% . Hasil uji
statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,118 (P&gt;0,05), artinya hipotesa
alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara Paritas
dengan stadium kanker serviks.
Tabel 4.3
Hubungan Usia Menikah dengan stadium kanker serviks di RSUD dr
Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013
N
o
Usia
Menikah
1
2
Kanker serviks
Jlh
Stadium
Awal
%
Stadium
Lanjut
%
cepat
11
45,8
13
54,2
24
ideal
14
82,4
3
17,6
17
%
10
0
10
Nilai
α
P
valu
e
0,05
0,04
0
Sumber : Data Skunder (Data Tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa, responden pada usia
menikah cepat yang menderita kanker serviks stadium awal sebesar 58,5 % dan
responden yang menikah usia ideal yang menderita kanker serviks stadium awal
sebesar 82,4%. Hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,04
(P&lt;0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti diterima yaitu ada hubungan yang
bermakna antara usia menikah dengan stadium kanker serviks .
45
C. Pembahasan
1.
Berdasarkan Umur Ibu
Berdasarkan hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,814
(P&gt;0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan
yang bermakna antara umur dengan stadium kanker serviks .
Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hasibuan w (2009) yang menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan
kanker serviks. Penelitian ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian
Suryapratama(2010) yang menyimpulkan bahwa umur 41-50 tahun sangat
berhubungan dengan kanker serviks.
Teori menyatakan bahwa peningkatan usia seseorang selalu diiringi
dengan penurunan kinerja organ-organ dan kekebalan tubuhnya. Dan itu
membuatnya relatif mudah berbagai infeksi. Kanker serviks berpotensi paling
besar pada usia antara 35-50 tahun.
Telah banyak penelitian menemukan bahwa insiden kanker serviks pada
usia tua makin meningkat, dan tumor terlihat lebih agresif.
Pada analisis
retrospektif terhadap 2.628 pasien, ditemukan bahwa insiden dan derajat
keganasan lebih tinggi pada kelompok usia tua. Proporsi wanita diatas 35 tahun
yang menderita kanker serviks meningkat dari 9% menjadi 25%, dan proporsi
adeno caresinoma dan mixed tumor meningkat menjadi 22%. Pada tiap penelitian
ditemukan bahwa tiap wanita tua mempunyai resiko metastasis limfonodus yang
lebih besar. Insidensi metastasis limfonodus pelvis pada wanita tua meningkat
dari 23% menjadi 40% selama periode 34 tahun (Rasjidi, 2008).
46
Asumsi peneliti banyak faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya
stadium Kanker serviks maka disarankan untuk melakukan pencegahan sedini
mungkin.
2. Berdasarkan Paritas
Berdasarkan hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,118
(P&gt;0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti ditolak yaitu tidak ada hubungan
yang bermakna antara paritas dengan stadium kanker serviks .
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan w
(2009) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara paritas dengan kanker
serviks,.
tetapi
penelitian
ini
tidak
sesuai
dengan
hasil
penelitian
Suryapratama(2010) yang menyimpulkan bahwa paritas yang tinggi sangat
berhubungan dengan kanker serviks, penelitian yg dilakukan oleh Yuniar Isma
(2009) paritas juga tidak ada hubungan dengan kejadian kanker serviks.
Menurut Rasjidi paritas adalah kemampuan wanita untuk melahirkan
secara normal. Pada proses persalinan normal, bayi bergerak melalui mulut rahim
dan ada kemungkinan sedikit merusak jaringan epitel ditempat tersebut. Pada
kasus wanita yang melahirkan lebih dari dua kali dan dengan jarak yang terlalu
dekat. Kerusakan jaringan epitel ini berkembang ke arah pertumbuhan sel
abnormal yang berpotensi ganas.
Paritas yang berbahaya adalah memiliki jumlah anak lebih dari 4 orang
atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya
47
perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan
melalui jalan normal selain terjadinya
robekan selaput serviks, dapat
menyebabkan terjadinya perubahan sel
abnormal. sehingga mempunyai
kesempatan untuk terkontaminasi oleh virus yang meyebabkan infeksi. Bakteri
tersebut ada karena kondisi higiene vagina yang tidak terawat sehingga dapat
berkembang menjadi keganasan.
Asumsi peneliti banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya stadium
kanker serviks tetapi pada penelitian ini tidak ada hubungan paritas dengan
kejadian kanker serviks. meskipun paritas tinggi namun jika pada saat proses
persalinan higyne tetap terjaga dengan baik dan proses penyembuhan yang baik
maka dapat menghindari dari kanker serviks . Maka disarankan kepada petugas
kesehatan agar memberikan informasi dan konseling kepada masyarakat mengenai
Kanker serviks.
3. Beradasarkan Usia menikah
Berdasarkan hasil uji statistik (uji chi-square) diperoleh nilai P = 0,04
(P&lt;0,05), artinya hipotesa alternatif peneliti diterima yaitu tidak ada hubungan
yang bermakna antara usia menikah dengan stadium kanker serviks.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan
w (2009) yang menunjukkan adanya hubungan antara paritas dengan kanker
serviks, penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Suryapratama (2010)
yang menyimpulkan bahwa menikah di usia kurang dari 18 tahun sangat
berhubungan dengan kanker serviks.
48
Menurut teori hubungan seksual yang dilakukan terlalu dini dapat
berpengaruh pada kerusakan jaringan epitel serviks atau dinding rongga vagina.
Kondisi tersebut dapat bertambah buruk mengarah pada kelainan sel dan
pertumbuhan abnormal. Wanita yang melakukan hubungan seksual secara aktif
sejak sebelum 17 tahun, memiliki potensi 3 kali lebih besar untuk mengidap
Kanker serviks dibanding wanita yang tidak melakukan hubungan seksual pada
usia tersebut. Seharusnya pasangan yang menikah adalah pasangan yang benarbenar siap dan matang. Bukan hanya siap kematangan seksual namun juga siap
lahir dan batin. Sebab jika tidak siap maka sel-sel mukosa yang belum matang
akan mengalami perubahan Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim (Rasjidi,
2008).
Asumsi peneliti banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya stadium
Kanker serviks tetapi bila wanita menikah diusia yang benar-benar baik untuk
menikah dapat menurunkan angka kejadian Kanker serviks karena seperti kita
ketahui wanita yang menikah terlalu muda atau dibawah usia 20 tahun alat
reproduksinya belum matang, maka sel-sel mukosa yang belum matang akan
mengalami perubahan Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim atau serviks
disarankan kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan informasi dan
konseling kepada masyarakat tentang faktor risiko Kanker serviks.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan dilakukan uji statistik tentang faktor
risiko yang berhubungan dengan stadium kanker serviks maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Tidak ada hubungan antara umur dengan stadium kanker serviks.
2. Tidak ada hubungan antara paritas dengan stadium kanker serviks.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia menikah dengan stadium
kanker serviks.
B. Saran
1. Bagi Petugas Kesehatan
a. Kepada petugas kesehatan Khususnya kepada Bidan yang bertugas di
RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh terutama di poli kebidanan dan
ruang kebidanan agar setiap pasien yang datang diberikan informasi
tentang faktor risiko yang dapat memicu kanker serviks seperti menikah
terlalu muda, paritas yang tinggi, merokok, dan lain sebagianya serta
memberitahukan pencegahan kanker serviks mengingat pengutamaan
preventif dari pada kuratif.
b. Kepada petugas kesehatan yang bertugas di RSUD dr.Zainoel Abidin
Banda Aceh agar memberitahukan pada pasien yang datang dengan
50
dengan resiko tinggi misalnya menikah di usia kurang 20 tahun agar
melakukan Tes Pap tiap tahun guna mencegah terjadinya kanker serviks.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar Skripsi ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya yang memerlukan.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk membuat penelitian lebih
lanjut dalam bentuk yang lebih kompleks yaitu dengan melihat sebab dan
akibat kanker serviks dengan memperluas variabel penelitian seperti faktor
risiko, berganti-ganti pasangan seksual, umur, paritas dan faktor risiko
lainnya yang berhubungan dengan kanker serviks.
51
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, E,.2010. Kamus Kedokteran Dorland.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Emilia, O, dkk,.2010. Bebas Ancaman Kanker serviks. Yogyakarta: MedPress
Ghofar, A,.2009. Cara Mudah Mengenal Dan Mengobati Kanker. Jogjakarta:
FLAMIGO
Hidayat, A.A., 2007. Metodologi Penelitian Kebidanan &amp; Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba medika
Lestadi , J,. 2009. Sitologi Pap Smear Alat pencegahan &amp; Deteksi Dini Kanker
Mulut Rahim.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mochtar,R,. 1998: Sinopsis Obstetri.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Notoatmodjo, S,.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Novel, S dkk., 2010. Kanker serviks dan infeksi human pappilomavirus
(HPV). Jakarta : Javamedia Network
Rasjidi, I., 2007. Kemoterapi kanker Ginekologi Dalam Praktik Sehari-hari.
Jakarta: CV, Sagung Seto
Rasjidi, I., 2008. Manual Prakanker Serviks. Jakarta : CV. Sagung Seto
Rasjidi, I., dan Sulistiyanto, H,. 2007. Vaksin Human Papilloma Virus dan
Eradikasi Kanker Mulut Rahim. Jakarta: CV, Sagung Seto
Samadi, H.P., 2011. Yes, I Know Everything about Kanker serviks,
mengenali,
mencegahnya &amp; bagaimana anda menjalani
pengobatannya. Solo : Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Setiati, E., 2009. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita, Kanker
Rahim, Kanker Indung Telur, Kanker Leher Rahim, Kanker
Payudara. Yogyakarta : ANDI
Tilong, A. D., 2012. Bebas dari ancaman kanker serviks, mengatasi dan
mencegah penyakit ganas dan mematikan bagi kaum wanita. Jakarta:
FlashBook
Yatim, F., 2005. Penyakit Kandungan, miom, kista, indung telur, kanker
rahim/leher rahim, serta gangguan lainnya, Jakarta : Pustaka Populer
Obor
Download