PENDAHULUAN Telah dilakukan penelitian isolat dari buah mahkota dewa, yang merupakan senyawa berkerangka benzofenon terhadap rattus novergicus (tikus) galur Wistar betina yang diinduksi λ-karagenan. Hasil uji menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi yang berbeda bermakna terhadap kontrol (Mariani, 2005). Sebagai upaya pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap isolat falerin. Sehingga dapat diketahui dengan lengkap potensi senyawa tersebut sebagai senyawa obat baru. Uji biodistribusi dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang terakumulasi dalam organ. Uji ini dilakukan dengan metode perunut (tracer) radioaktif, yaitu memanfaatkan falerin bertanda atom radioaktif untuk mempelajari perilaku falerin di dalam tubuh hewan serta akumulasinya. Senyawa falerin yang ditandai radionuklida Iodinium-131 (131I+) dapat disintesis melalui metode oksidasi kloramin-T. Sementara itu penambahan atau pengurangan atom yang tidak tepat terhadap struktur molekul tentu bisa mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan sifat elektronik molekul, sehingga sifat fisiko-kimia yang berkaitan dengan interaksi biologi didalam tubuh akan berbeda antara falerin dengan falerin yang ditandai 131 + I . Untuk mengetahui ada atau tidak adanya perubahan tersebut maka dilakukan penelitian mengenai “Studi Pelabelan Falerin dengan Iodinium-131 Menggunakan Metode Komputasi AM1”. 1 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Botani Mahkota Dewa Pada sistematika tumbuhan, mahkota dewa termasuk divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Marga Phaleria, Jenis Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. 1.1.2 Nama Lain (sinonim) Nama lain Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl adalah Phaleria papuana Warb var. Wichnanii (val) Back (Backer, C.A. dan R.C.B. Van den Brink, 1963). 1.1.3 Nama Daerah Nama daerah buah mahkota dewa di daerah Sumatera dan Melayu disebut simalakama sedangkan di Jawa disebut makuto dewo (Harmanto, 2001, Winarto, 2003). 1.1.4 Morfologi Tumbuhan Tanaman mahkota dewa berupa perdu, tumbuh sepanjang tahun, tegak, dan dapat mencapai ketinggian 1-2,5 meter. Umur tanaman dapat mencapai puluhan tahun. Pohon mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akarnya berupa akar tunggang. Panjang akar bisa mencapai 100 cm. Batangnya terdiri dari kulit dan kayu. Batang bulat, diameternya mencapai 15 cm, percabangan simpodial, permukaan kasar, kulit berwarna coklat kehijauan, dan kayunya berwarna putih (Harmanto, 2001, Winarto, 2003). Daun mahkota dewa berupa daun tunggal, berhadapan. Tangkai daun bulat, panjang 3-5 mm dan berwarna hijau. Helaian daun berbentuk lanset atau lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 7-10 cm dan lebar 2-5 cm. 2 3 Pertulangan daun menyirip, permukaan daun licin, tidak berbulu, dan berwarna hijau. Bunga keluar sepanjang tahun, letaknya tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih, dan harum. Ukurannya kira-kira sebesar bunga pohon cengkeh. Bunga ini keluar sepanjang tahun, tetapi paling banyak muncul pada musim hujan. Buah bentuk bulat, diameter 3-5 cm, permukaan licin, dan beralur. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. Saat masih muda, kulitnya berwarna hijau dan saat sudah tua warnanya berubah menjadi merah marun. Ketebalan kulit sekitar 0,5-1 mm. Daging buah berwarna putih, berserat dan berair. Ketebalan daging bervariasi tergantung pada ukuran buah. Cangkang buah adalah batok pada biji. Cangkang buah berwarna putih, berserat dan berair. Ketebalan daging bervariasi tergantung kepada ukuran buah (bisa mencapai 2 mm). Biji buah bulat, berwarna putih. Diameternya mencapai 2 cm, Biji ini sangat beracun (Harmanto, 2001). 1.2 Ekologi dan Penyebaran Mahkota Dewa Tanaman mahkota dewa adalah tanaman yang berasal dari Papua. Mahkota dewa terkadang masih dapat dijumpai tumbuh liar di daerah hutan dan umumnya dibudidayakan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh. Tanaman ini dapat tumbuh dengan kandungan bahan organik yang tinggi, pada ketinggian 10-1200 m di atas permukaan laut (Harmanto, 2001). 1.3 Efek Farmakologi Mahkota Dewa Efek farmakologi dari daun dan buah mahkota dewa yang sudah diketahui, yaitu antihistamin, antioksidan, diabetes, dan antiradang (Harmanto, 2001; Hakim, R. W, 2004; Ratna, 2003; Mariani, R, 2005; Muchtadi, A., 2006). 4 1.4 Kandungan Kimia Mahkota Dewa Daun mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin, dan polifenol. Kulit buah mengandung alkaloid, saponin, terpenoid, dan flavonoid. Pada buah mahkota dewa telah berhasil diisolasi komponen utama dari buah, yaitu senyawa 4’,6dihidroksi-4-metoksibenzofenon-2-O-glukosida, cincin aromatiknya tersubtitusi metoksi (Nawawi, A., 2004; Hakim, R. W., 2004). 1.5 Falerin (4,5-dihidroksi-4’-metoksibenzofenon-3-O-glukosida) Gambar 1.1 Struktur Falerin Adalah suatu senyawa hidroksi benzofenon glukosida yang salah satu cincin aromatiknya tersubtitusi metoksi, merupakan senyawa dominan dalam buah mahkota dewa. Berupa kristal berwarna kekuningan dengan titik leleh 202-203 °C, Rf 0,42 pada KLT pelat silika gel GF 254 pra salut, pengembang khloroformmetanol (7:3), dan penampak bercak asam sulfat 10 % dalam metanol. Karakterisasi senyawa ini menunjukkan hasil sebagai berikut ini: a. Spektrum Ultraviolet Serapan maksimum pada panjang gelombang 210 nm dan 294 nm. b. Spektrum Inframerah Gugus hidroksil pada puncak 3368 cm-1, karbon alifatik pada 2931 cm-1, gugus aromatik pada 685, 1651, 1506 cm-1, serta gugus karbonil yang ditunjukkan puncak yang tajam pada 1651 cm-1. 5 c. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Enam proton aromatik pada δ 6,18 ppm, 6,34 ppm, 6,75 ppm, 6,86 ppm, 7,58 ppm, dan 7,71 ppm (cincin aromatik), proton anomerik pada δ 4,87 ppm (adanya gula) dan 3 proton metoksi pada δ 3,19 ppm, 3,57 ppm, dan 3,75 ppm (Mariani, R, K. Ruslan, dan A. Nawawi, 2005). 1.6 Metode Kloramin-T Metode ini merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk mensintesis senyawa bertanda. Pada tahap awal reaksi metode oksidasi kloraminT atom klorida dari kloramin-T dilepaskan sebagai asam hipoklorit (Cl+) yang mengoksidasi 131 - I menjadi 131I+. Skema reaksi metode oksidasi kloramin-T dapat dilihat pada gambar 1.3 dibawah ini: Gambar 1.2 Reaksi oksidasi kloramin-T 1.7 Kimia Komputasi Kimia komputasi merupakan disiplin baru ilmu kimia untuk mempelajari dan memahami sifat fisiko-kimia, reaksi dan proses kimia dengan menggunakan metoda mekanika molekul, dinamika molekul, atau mekanika kuantum. Mekanika molekul dan mekanika kuantum mempunyai tujuan sama yaitu menghitung energi dan turunan energi yang diperlukan untuk menghasilkan dan menyelidiki energi 6 potensial permukaan molekul (energi elektron sebagai fungsi dari posisinya terhadap inti) (Hypercube, 2002). Perhitungan mekanik kuantum untuk molekul beratom banyak (polyatom) didasarkan pendekatan Born-Oppenheimer, dimana gerak inti atom dan elektron dianggap terpisah. Pendekatan ini menggambarkan suatu model pergerakan inti atom pada energi potensial permukaan dengan elektron yang bergerak menyesuaikan diri sesuai pergerakan inti atom. Pergerakan ini diatur oleh interaksi inti atom dan elektron. Pada tiap posisi inti tertentu, energi potensial merupakan penjumlahan dari penolakan antar inti bermuatan positif dan penarikan oleh elektron. Elektron merupakan pengikat yang mengikat inti bersama-sama (Hypercube, 2002). Mekanika kuantum merupakan teori mengenai pergerakan dan interaksi elektron berdasarkan asumsi bahwa elektron melintas mengelilingi inti atom terbatas pada bilangan orbital tertentu, dan tiap orbital mempunyai energi dan radius yang spesifik. Elektron dapat berpindah dari satu orbital ke orbital lainnya dengan mengabsorpsi atau mengemisikan paket energi tertentu yang disebut kuanta. Elektron yang bergerak mempunyai sifat sebagai partikel dan gelombang. Orbital dengan sifat gelombang ini menggambarkan probabilitas menemukan elektron pada berbagai titik di dalam ruang. Persamaan Schrödinger dan turunannya menggambarkan dengan lengkap sifat elektron relatif terhadap inti yang tetap, yang akan menggambarkan sifat senyawa kimia. HΨ = EΨ Dimana H adalah molekular Hamiltonian, Ψ adalah fungsi gelombang, dan E adalah energi. Molekular Hamiltonian terdiri dari tiga operator: energi kinetik inti (N) dan elektron (E), energi tolakan inti-inti (N-N) dan elektron-elektron (E-E) dan energi inti dan elektron (N-E) (Hypercube, 2002). Untuk menyelesaikan persamaan Schrödinger, metode mekanika kuantum menggunakan pendekatan semi-empirik, ab-initio, atau Density Functional 7 Theory (DFT). Perhitungan semi-empirik dalam paket program Hyperchem menggunakan parameter-parameter yang diperoleh dari hasil percobaan atau dari perhitungan yang dilakukan sebelumnya dengan menggunakan perhitungan abinitio dimana parameter hasil perhitungan tersebut kemudian disimpan dalam paket program sehingga menyederhanakan perhitungan penyelesaian persamaan Schrodinger untuk meramalkan sifat elektron dalam sistem molekul, dan perhitungan dilakukan hanya terhadap elektron valensi. Perhitungan ab-initio menggunakan pendekatan yang berbeda, dimana dilakukan perhitungan menyeluruh terhadap penyelesaian persamaan Schrödinger terhadap semua elektron. Dari beberapa metode perhitungan semi-empirik, metode yang paling akurat dan telah banyak dibuktikan adalah metode Austin Models 1 (AM1) dan PM3. Perbedaan kedua metode adalah nilai parameter dan jenis atom dimana perhitungan dapat dilakukan. PM3 merupakan hasil parameterisasi ulang dari AM1, keduanya berdasarkan pendekatan Neglect of Diatomic Differential Overlap (NDDO). Melalui perhitungan semi-empirik dapat diperoleh informasi untuk menyelidiki berbagai aspek termodinamik dan kinetik proses kimia. Energi dan geometri molekul mempunyai hubungan yang jelas terhadap fenomena kimia. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk menyelidiki reaktivitas molekul maupun gugus fungsinya. 1.8 Energi Molekul Potensial permukaan energi suatu molekul sederhana menunjukkan hubungan energi dengan jarak antara dua atom yang berikatan. Energi global minimum menunjukkan kestabilan molekul dan batas disosiasi ikatan yang penting untuk mempelajari reaksi kimia. 8 Optimasi struktur molekul dengan menggunakan paket program Hyperchem adalah mencari potensial permukaan paling minimum. Pada molekul diatomik sangat mudah untuk mendapatkan energi paling minimum karena hanya ada satu energi minimum pada permukaan. Pada molekul poliatomik, potensial permukaaan tidak sederhana, seperti yang digambarkan oleh gambar 1.3 di bawah ini: Gambar 1.3 Grafik energi potensial permukaan terhadap konformasi molekul Energi Potensial permukaan pada gambar di atas mempunyai banyak energi lokal minimum dengan satu energi global minimum G. Jika optimasi dimulai pada titik B maka optimasi akan berhenti di lokal minimum C dan jika optimasi dilakukan di titik A maka optimasi akan menghasilkan energi di titik C atau minimum antara titik A dan B tergantung pada kedalamannya. Jika tidak pada keduanya maka optimasi akan menghasilkan energi global minimum G. Pada umumnya semua prosedur optimasi menghasilkan energi lokal minimum bukan energi global minimum. Teknik eksperimental seperti NMR hanya memberikan informasi pada satu atau beberapa konformasi dari molekul. Tinjauan lengkap dari potensial konformasi dan molekul dapat diperoleh dengan teknik teoritikal. Bermacam-macam metode 9 teoritikal untuk analisis konformasi telah dikembangkan. Pencarian sistematik adalah boleh jadi paling dasar dari semua metode analisis konformasi. Analisis konformasi tersebut dilakukan dengan memvariasikan secara sistematis tiap sudut torsi yang mewakili rotasi dari molekul untuk menghasilkan semua kemungkinan konformasi. Semakin banyak ikatan yang dapat berputar, maka energi minimum molekul semakin banyak. 1.9 Similaritas atau Kemiripan Molekul Prinsip kemiripan molekul adalah senyawa yang mirip akan mempunyai kemiripan aktivitas atau sama. Dua molekul dianggap mirip jika mirip secara bentuk atau sifat elektroniknya. Jika tidak, maka dua molekul dianggap mirip jika mempunyai farmakofor pada posisi yang sama. Sedangkan dalam kimia molekul dikatakan mirip jika mempunyai sifat yang sama dan merupakan dasar hubungan empiris antara struktur dan aktivitas. Farmakofor adalah pola tiga dimensional atom dan ikatan yang berinteraksi dengan sisi reseptor biologi dan memberikan suatu efek farmakologi. 1.10 Reaktifitas Molekul Kestabilan molekul dapat ditinjau dari dua cara, yaitu stabil secara kimia dan stabil secara fisik. Kestabilan kimia dinyatakan sebagai ketidakmudahan untuk bereaksi dan untuk menjaga dirinya tidak berubah dalam waktu yang sangat lama bahkan jika dia bertemu dengan spesies yang lain. Kestabilan molekul dengan sendirinya merupakan kestabilan fisik, yang berbeda dengan kestabilan kimia. Contoh: Atom dan molekul dengan elektron yang tidak berpasangan disebut sebagai radikal. Ketika radikal bertemu dengan spesies yang lain, biasanya mereka akan bereaksi secara langsung untuk menghasilkan spesies yang lain, karenanya, radikal secara kimia tidaklah stabil. Suatu molekul yang mempunyai sistem secara fisik sangat stabil belum tentu stabil secara kimia. Agar suatu sistem dapat stabil secara kimia, sistem tersebut 10 perlu stabil secara fisik. Dengan demikian sistem tersebut harus berada dalam keadaan energi elektronik yang paling rendah (keadaan elektronik dasar). 1.10.1 Prinsip HOMO-LUMO Jenis interaksi antara sebuah orbital kosong dan sebuah pasangan elektron memerlukan kondisi yaitu pemisahan energi yang cukup kecil dan tumpang tindih antar orbital yang cukup memadai. Dalam konfigurasi keadaan dasar tanpa pasangan elektron, maka pasangan elektron akan menempati tingkat yang lebih rendah hingga mencapai HOMO dan tingkat yang lebih tinggi dari LUMO kosong sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.5 . Gambar 1.4 Interaksi HOMO-LUMO dan transfer muatan Prinsip interaksi transfer muatan 1. Pemberian elektron pada spesies yang lain paling mudah terjadi pada HOMO. 2. Penerimaan elektron dari spesies yang lain paling mudah terjadi pada LUMO. 3. HOMO yang lebih tinggi (energi ionisasi yang lebih kecil) memberikan kemampuan yang lebih kuat untuk memberikan elektron pada spesies yang lain. 11 4. LUMO yang lebih rendah (afinitas elektron yang lebih besar) memberikan kemampuan yang lebih kuat untuk menerima elektron dari spesies yang lain. 5. LUMO yang lebih tinggi dan HOMO yang lebih rendah akan memberikan kemampuan yang lebih rendah pada kemampuan untuk menerima atau memberikan elektron (pemisahan energi yang lebih kecil). 1.10.2 Muatan atom dan reaktivitas Reaktivitas molekul dan gugus fungsinya dapat diselidiki salah satunya dengan Teori Orbital Molekul Terdepan (Frontier Molecular Orbital Theory) dengan parameter energi orbital molekul, muatan atom, kerapatan elektron, dan potensial elektrostatik dari perhitungan single point. Perhitungan single point menggambarkan konfigurasi molekul pada saat stationary, yaitu hanya satu keadaan pada energi permukaan sistem molekular. Distribusi muatan pada tiap atom relatif terhadap atom lainnya dalam molekul dinyatakan sebagai muatan atom. Secara umum diketahui bahwa nukleofil menyerang molekul pada bagian bermuatan positif, dan elektrofil menyerang bagian bermuatan negatif. Muatan atom dapat digunakan untuk memperkirakan reaktivitas ionik molekul, terutama untuk reaksi yang melibatkan nukleofil dan elektrofil yang kuat. Kerapatan muatan menggambarkan distribusi muatan elektron pada molekul. Bentuk molekul seringkali dihubungkan dengan permukaan kerapatan muatan yang tetap. Kerapatan muatan elektron yang tinggi menunjukkan bahwa lokasi tersebut rentan terhadap serangan elektrofil dan sebaliknya kerapatan elektron rendah menunjukkan bahwa lokasi tersebut rentan terhadap serangan nukleofil. Distribusi muatan listrik menghasilkan potensial elektrostatik yang mengelilingi ruang molekul. Potensial elektrostatik menunjukkan energi potensial pada tiap titik dalam ruang akibat distribusi muatan atom. Potensial elektrostatik yang 12 positif artinya muatan positif akan ditolak pada bagian itu, sedangkan potensial elektrostatik negatif artinya muatan positif akan ditarik. Potensial elektrostatik dapat digunakan untuk memprediksi posisi serangan awal proton atau ion lain saat reaksi. Bagian molekul yang bermuatan positif akan tertarik oleh bagian molekul yang bermuatan negatif. Orbital molekul berhubungan dengan distribusi elektron dan menunjukkan probabilitas untuk menemukan elektron. Orbital atom menggambarkan elektronelektron dalam atom, sedangkan orbital molekul, yang diperoleh dari kombinasi linier orbital atom yang menyusun molekul {Linear Combination of Atomic Orbital (LCAO)}, menggambarkan elektron-elektron dalam molekul. Tiap orbital molekul mempunyai energi yang khas. Energi orbital penting untuk menentukan reaktivitas kimia molekul. Nilai orbital molekul besar menunjukkan kerentanannya terhadap serangan elektrofil dan nilai orbital molekul kecil menunjukkan kerentanannya terhadap serangan nukleofil. HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) atau LUMO (Lowest Occupied Molecular Orbital) sangat berguna dalam menjelaskan reaktivitas kimia. Serangan elektrofilik berhubungan dengan atom yang mempunyai orbital HOMO berkerapatan tinggi, sedangkan serangan nukleofilik berhubungan dengan atom yang mempunyai orbital LUMO berkerapatan tinggi. Hal yang mendasarinya adalah bahwa ikatan kimia kebanyakan dibentuk oleh elektron valensi, dan distribusi terbanyak elektron ini ditunjukkan oleh orbital HOMO. Serangan elektrofilik cenderung terjadi pada atom yang mempunyai kerapatan elektron valensi yang tinggi, dimana orbital HOMO mempunyai kerapatan yang tertinggi. 1.11 Radang atau Inflamasi Radang merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. 13 Radang adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda. Radang dicetuskan oleh mediator kimiawi dari jaringan rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi yang dihasilkan meliputi, yang berasal dari sel: histamin, serotonin, dan enzim lisosom (telah ada dalam granul sekret), serta prostaglandin, leukotrien, faktor pengaktivasi platelet, spesies oksigen aktif, nitrit oksid, dan sitokin (disintesis secara spontan) dan yang berasal dari hati, berupa plasma yaitu sistem kinin, koagulator, anafilatoksin, dan kompleks yang menyerang membran (Myeck, 2001, Kumar, 1997).