gambaran asupan protein, zat gizi mikro, status gizi dan kualitas

advertisement
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
GAMBARAN ASUPAN PROTEIN, ZAT GIZI MIKRO, STATUS GIZI
DAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA TUPABIRING
KECAMATAN BONTOA KABUPATEN MAROS
1
1
Hj. Sukmawati , Retno Sri Lestari , Rahmayanti Aris
1
Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Makassar
2
Alumni Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Makassar
2
Abstract
Background: Good nutrient intake will acquire good nutritional status resulting in better
quality of life as well. Elderly who generally suffer from malnutrition will have a system
response and a low immune function. If the immune function can be improved, the quality
of life can be increased so that the healthy elderly, independent and efficient.
Objectives: To describe protein, micronutrients, nutritional status and quality of life of
elderly (Elderly) Tupabbiring Village district. Bontoa Kab. Maros South Sulawesi.
Methods: This study is a descriptive. Samples are elderly aged 60-69 years who are 39
people chosen by purposive sampling. Nutrient intake obtained through recall 2x24 hours
later processed using software nutrisurvey. Nutritional status was obtained through
anthropometric measurements are body weight (BW) by using digital scales and highknee (TL) using knee height measuring instrument, the results of the measurements are
converted into TL height (TB) and expressed in IMT. Quality of life was obtained through
interviews of WHOQOL-BREF questionnaire is then processed using a standard formula
WHO. Data is presented in a frequency distribution table and narrative
Results: The results showed that the intake of protein sample is 43.6% and 56.4% less
good. Intake of vitamin A, amounted to 74.4% and 25.6% less good. Intake of vitamin B6,
79.5% and 20.5% less good. The intake of folic acid, at 97.4% and 2.6% less good. Zinc
intake, by 97.4% and 2.6% less good. Calcium intake, by 97.4% and 2.6% less good.
Nutritional status of a sample of 41.0% of malnutrition, 53.8% normal nutrition and 5.1%
of more nutrition. The average quality of life of the sample in both categories.
Conclusions: Nutrient intake samples, that is both protein and vitamin B12. Average
nutritional status of the sample is normal nutrition. Quality of life of the sample, the
average in each domain is good.
Keywods: Nutrient Intake, Nutritional Status, Quality of Life and elderly
PENDAHULUAN
Lansia merupakan fase akhir dalam
kehidupan manusia, setiap insan yang
berumur panjang pasti akan melewati fase ini.
Semakin bertambahnya usia maka seluruh
fungsi organ telah mencapai puncak maksimal
sehingga yang terjadi sekarang adalah
penurunan fungsi organ (Fatmah, 2010).
Keberhasilan pembangunan membuat
usia harapan hidup penduduk meningkat,
dengan semakin meningkatnya usia harapan
hidup menyebabkan jumlah penduduk usia
78
lanjut terus meningkat dari tahun ke tahun.
Diseluruh dunia penduduk lansia tumbuh
dengan sangat cepat bahkan tercepat
dibandingkan kelompok usia lainnya.
Indonesia
mengalami
peningkatan
populasi penduduk lansia yang amat pesat dari
18,96 juta jiwa pada tahun 2007 menjadi 20.54
juta jiwa di tahun 2009 dan tahun 2010
meningkat menjadi 23,9 juta jiwa. Jumlah ini
menempati urutan keempat setelah China,
India dan Jepang. Bahkan diprediksi pada
tahun 2020 akan terjadi ledakan jumlah
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
penduduk lansia
sekitar 28,8 juta jiwa,
diartikan bahwa Indonesia akan menjadi
negara dengan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia (BPS, 2007).
Meningkatnya populasi penduduk lanjut
usia membuat pemerintah perlu untuk
melakukan tindakan berupa kebijakan ataupun
sebuah program untuk meningkatkan derajat
kesehatan lansia agar tetap sehat, dapat
berperan dalam pembangunan dan tidak
menjadi beban bagi dirinya sendiri, keluarga
maupun masyarakat.
Program yang telah dibuat oleh
pemerintah adalah Puskesmas santun dan
beberapa posyandu lansia yang tersebar di
berbagai provinsi. Namun dalam hal ini
pemerintah masih memiliki tantangan dalam
meningkatkan kesehatan lansia yaitu masih
terbatasnya sarana dan prasana yang ramah
dan mudah diakses oleh lansia, data yang
memadai dan terbaru mengenai kesehatan
lansia, serta survey dan penelitian tentang
lansia masih terbatas (Pusat Komunikasi
Publik Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI, 2013).
Undang-undang No 23 tahun 1992
tentang kesehatan pasal 19 ayat 1
menetapkan
bahwa
kesehatan
lansia
diarahkan
untuk
memelihara
dan
meningkatkan kesehatan dan kemampuan
agar tetap produktif. Ayat 2 menetapkan
bahwa
pemerintah
membantu
penyelenggaraan upaya kesehatan manusia
usia lanjut untuk meningkatkan kesehatan
kualitas hidup secara optimal.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar
2010 menyatakan bahwa kelompok umur 56
tahun keatas menempati urutan pertama yang
mengonsumsi protein dibawah kebutuhan
minimal yaitu dengan persentase sebesar
49,5%, dan untuk daerah Sulawesi Selatan
sebanyak
35,2%
lanjut
usia
yang
mengonsumsi protein dibawah kebutuhan
minimal (Litbangkes, 2010).
Hasil penelitian Fitriani 2007 mengenai
asupan mikronutrien pada lansia di Kelurahan
Boribellaya Kabupaten Maros yaitu vitamin B6
cukup 6,94% dan kurang 93,06%. Vitamin B12
cukup 54,16% dan kurang 45,84%, vitamin D
cukup 33,33% dan kurang 66,67%, asam folat
cukup 0% dan kurang 100%, kalsium 4,17%
dan kurang 95,83% serta status gizi lansia
yang di diperoleh yaitu BB kurang tingkat berat
sebesar 34,72%, BB kurang tingkat ringan
sebesar 12,5% dan normal 50%, BB lebih
tingkat ringan dan berat sebanyak 1,39%.
Hasil
penelitian
Fadhilah
(2012)
menyatakan bahwa sebanyak 48% responden
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
yang mengalami gizi buruk diantaranya
mempunyai kualitas hidup buruk yaitu
sebanyak 58,3% dan 41,7% responden yang
memiliki kualitas baik. Sebanyak 48%
responden yang mengalami gizi baik
diantaranya 33,3% mempunyai kualitas hidup
buruk dan 66,7% kualitas hidup baik.
Berdasarkan hasil survey Praktek
Belajar lapangan di Kabupaten Maros Desa
Tupabiring tahun 2013 diperoleh jumlah lansia
yang tersebar di empat dusun yaitu di Dusun
Rea rea 59 orang, Pepebulaeng 27 orang,
Campagaiya 30 orang, dan Pandanga 24
orang, sehingga diperoleh total jumlah lansia
yang ada di Desa Tupabiring adalah 140 orang
(Propil desa, 2013).
Kesehatan lansia pada dasarnya
terletak pada status gizinya. Kurang gizi
merupakan salah satu masalah gizi yang
sering terjadi pada lansia. Kejadian ini belum
nampak secara jelas hingga lansia tersebut
jatuh dalam kondisi gizi buruk. Hal ini sebagai
akibat tidak tercukupi asupan energi dan
protein. Hilangnya indera perasa dan
pengecap,
turunnya
nafsu
makan,
berkurangnya jumlah gigi selain karena usia
juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi mikro
sehingga mengganggu penyerapan zat gizi
makro (Fatmah, 2010).
Proses penuaan dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel terutama pada sel otak
dan saraf, jika terjadi kerusakan sedikit saja
pada sel otak maka akan mengakibatkan
penurunan pada daya ingat dan tubuh menjadi
lemah tidak bersemangat. Tidak ada yang
dapat mencegah masa tua, namun kerusakan
sel akibat penuaan dapat diperlambat dengan
makanan (Oenzil, 2012).
Orang-orang tua yang pada umumnya
menderita kekurangan gizi makro dan mikro
akan memiliki respon sistem dan fungsi imun
yang rendah. Jika fungsi imun lansia dapat
ditingkatkan, maka kualitas hidup lansia
meningkat sehingga dapat menjadi lansia yang
sehat, mandiri, berdaya guna tidak menjadi
beban buat keluarga ataupun masyarakat
serta dapat menekan pelayanan kesehatan
(Fadhillah, 2012).
Berdasarkan data dan uraian diatas,
maka peneliti tertarik mengkaji tentang asupan
protein, zat gizi mikro, status gizi dan kualitas
hidup lanjut usia di Desa Tupabiring
Kabupaten Maros tepatnya.
Tujuan umum pada penelitian ini adalah
untuk mengetahui gambaran asupan protein,
zat gizi mikro, status gizi dan kualitas hidup
lanjut usia (lansia) di Desa Tupabiring
79
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Kecamatan
Bontoa
Sulawesi Selatan
Kabupaten
Maros
METODE
penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa
Tupabiring Kecamatan Bontoa Kabupaten
Maros Sulawesi Selatan. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2013
sampai dengan bulan Mei 2014. Sampel dalam
penelitian ini adalah lansia yang berumur 6069 tahun sebanyak 39 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara
Purpossive sampling, dengan kriteria : a)
Bersedia menjadi sampel, b) Sehat fisik tanpa
cacat, tidak mengalami gangguan mental dan
demensia, c) Lansia yang berada di rumah
sendiri atau tinggal bersama anak kandung, d)
Tidak meninggalkan tempat pada waktu
pengumpulan data.
Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan meliputi
asupan protein, zat gizi mikro dan status gizi.
Data asupan protein, vitamin A, B6, Vitamin
B12, asam folat, Zn dan Ca diperoleh melalui
wawancara dengan formulir food recall 2 kali
24 jam tidak beruturut-turut. Data status gizi
diperoleh melalui pengukuran antropometri
meliputi
berat badan (BB) dengan
menggunakan timbangan digital dan tinggi
lutut (TL) dengan menggunakan alat ukur
tinggi lutut. Hasil dari pengukuran TL
dikonversikan menjadi tinggi badan (TB)
dengan menggunakan rumus yang telah
ditetapkan, kemudian BB dalam kilogram
dibagi dengan TB dalam meter kuadrat dan
dinyatakan dalam IMT. Kualitas hidup
diperoleh melalui hasil wawancara dari
kuesioner WHOQOL-BREF yang terdiri dari 26
pertanyaan terdapat 2 pertanyaan umum dan
24 pertanyaan untuk 4 macam komponen
kualitas hidup. Komponen kesehatan fisik
terdiri dari 7 pertanyaan yaitu pertanyaan no 3,
4, 10, 15, 16, 17 dan 18, komponen psikologi
terdiri dari 6 pertanyaan yaitu no 5, 6, 7, 11, 19
dan 26, komponen sosial terdiri dari 3
pertanyaan yaitu no 20, 21 dan 22, sedangkan
komponen lingkungan terdiri dari 8 pertanyaan
yaitu no 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24 dan 25. Score
yang diperoleh ditransformasikan ke dalam
rumus baku yang sudah ditetapkan oleh WHO
yaitu Transformed Score = (score-4) x (100/16)
setelah itu dilanjutkan dengan mencari ratarata tiap kategori.
Data sekunder yang dikumpulkan
meliputi data mengenai gambaran umum dan
jumlah lansia yang berumur 60 -69 tahun
80
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
dilokasi penelitian.. Instrument penelitian
meliputi timbangan injak merk Seca dengan
tingkat ketelitian 0,1 kg, kuesioner WHOQOLBREF, kalkulator, alat ukur tinggi lutut dan
form food recall 24 jam
Pengolahan Data
Data asupan protein dan zat gizi mikro
yang telah diperoleh selanjutnya diolah
menggunakan program komputer, hasil
asupan yang dikategorikan adalah hasil ratarata dari recall pertama dan kedua. Asupan zat
gizi dikategorikan kedalam 2 kategori yaitu
baik jika > 77% dari AKG dan kurang jika <
77% dari AKG (Gibson, 2005). Status gizi
ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT). Kualitas hidup diketahui setelah
memperoleh hasil wawancara dari kuesioner
WHOQOL-BREF yang terdiri dari 26
pertanyaan, kemudian untuk memperoleh
score digunakan rumus baku untuk tiap
komponen yang terlampir di halaman terakhir
dalam kuesioner, score yang diperoleh
ditransformasikan dalam skala 0-100 dengan
menggunakan rumus baku yang sudah
ditetapkan oleh WHO yaitu Transformed Score
= (score-4) x (100/16) setelah itu dilanjutkan
dengan mencari rata-rata tiap komponen. Tiap
komponen diketegorikan dalam 2 kategori
yaitu baik dan buruk.
Kategori kesehatan fisik baik jika score
mencapai 15-28 dan buruk jika score < 14,
kategori psikologi baik jika score 15-27 dan
buruk jika score < 14, kategori sosial baik jika
score 10-23 dan buruk jika score < 9, dan
kategori lingkungan baik jika score mencapai
16-28 dan buruk jika score < 15.
Data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan narasi
HASIL
Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
lansia sebanyak 39 orang, yang dibagi dalam
kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 20
orang (51,2%) dan umur 65-69 tahun
sebanyak 19 orang (48,8%). Karakteristik
sampel berdasarkan jenis kelamin diperoleh
14 orang (35,9%) laki-laki dan perempuan 25
orang (64,1%). Sedangkan berdasarkan status
perkawinan diperoleh sebanyak 23 orang
(59,0%) menikah , duda 3 orang (7,7%), dan
janda 13 orang (33,3%).
Asupan Protein dan Zat Gizi Mikro
Protein
Berdasarkan hasil penelitian asupan
protein diperoleh 22 orang (56,4%) yang
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
memiliki asupan protein baik dan 17 (43,6 %)
dengan asupan protein kurang.
Zat Gizi Mikro
Berdasarkan hasi penelitian zat gizi mikro
untuk vitamin A adalah sebanyak 29 orang
(74,4%) yang memiliki asupan vitamin A
kurang dan hanya 10 orang (25,6 %) asupan
vitamin A yang baik.
Berdasarkan asupan vitamin B6 dari 39
total lansia terdapat 31 orang (79,5%) yang
memiliki asupan vitamin B6 kurang dan 8
orang (20,5%) asupan vitamin B6 yang baik.
Sedangkan untuk asupan vitamin B12 dari 39
total sampel terdapat 24 orang (61,5%) yang
memiliki asupan vitamin B12 baik dan sebanyak
15 orang (38,5 %) yang memiliki asupan
vitamin B12 yang kurang.
Berdasarkan asupan Asam Folat, Zinc
dan Kalsium dari 39 total lansia terdapat 38
orang (97,4%) yang memiliki asupan asam
folat, Zinc dan Kalsium yang kurang dan
hanya 1 orang (2,6%) yang mempunyai
asupan Asam Folat, Zinc dan Kalsium yang
baik. Sedangkan untuk asupan Kalsium
diperoleh t 38 orang (97,4%) yang memiliki
asupan Zinc kurang.
Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian tentang
status gizi lansia diperoleh data seperti pada
tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Distribusi Lansia Berdasarkan Status Gizi
Sampel di Desa Tupabbiring Kecamatan
Bontoa Kabupaten Maros
Status Gizi
Gizi Kurang
Gizi Normal
Gizi Lebih
Total
n
16
21
2
39
%
41,0
53,9
5,1
100
Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil penelitian kulaitas
hidup sampel di Desa Tupabbiring Kecamatan
Bontoa Kabupaten Maros dapat dilihat pada
tabel 2 di bawah ini.
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
Tabel 2
Distribusi Lansia Berdasarkan Kualitas Hidup
di Desa Tupabbiring Kecamatan Bontoa
Kabupaten Maros
Kualitas Hidup
Kesehatan Fisik
Psikologis
Sosial
Lingkungan
Baik
Buruk
n (%)
n (%)
35 (89,7) 4 (10,3)
31 (79,5) 8 (20,5)
29 (74,4) 10 (25,6)
35 (89,7) 4 (10,3)
Total
n (%)
39 (100)
39 (100)
39 (100)
39 (100)
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan protein lansia dengan kategori baik
sebanyak 22 orang (56,4%) dan kategori
kurang sebanyak 17 orang (43,6%). Asupan
protein lansia di Desa Tupabbiring lebih
dominan baik dikarenakan merupakan daerah
sumber makanan protein yang baik yaitu
daerah penghasil ikan dan rata-rata penduduk
memiliki ternak ayam atau bebek sehingga
memudahkan sampel untuk mendapatkan
sumber asupan protein.
Protein adalah sumber asam amino
yang mengandung Carbon, Hidrogen, Oksigen
dan Nitrogen. Selain itu juga merupakan zat
gizi ke dua yang banyak terbanyak terdapat
dalam tubuh setelah air, seperlima bagian
tubuh manusia dewasa adalah protein
(Sulistyoningsih, 2012).
Asupan protein yang baik dapat
digunakan lansia untuk memperbaiki atau
mengganti sel-sel dalam tubuh yang telah
rusak. Selain itu, apabila mengonsumsi protein
dalam
jumlah
berlebihan
juga
akan
memberikan dampak yaitu dapat memberatkan
kerja ginjal dan hati (Fatmah, 2010). Asupan
protein kurang biasanya terjadi pada
masyarakat sosial ekonomi rendah. Timbulnya
penyakit defisiensi protein biasanya disertai
dengan penyakit penyerta berupa infeksi
terutama
penyakit
saluran
pencernaan
(Sulistyoningsih, 2012).
Asupan vitamin A
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan vitamin A lansia dengan kategori baik
sebanyak 10 orang (25,6%) dan kategori
kurang sebanyak 29 orang (74,4%). Diperoleh
data bahwa lansia di Desa Tupabbiring lebih
banyak mengalami kurang asupan vitamin A.
Dalam teori disebutkan bahwa kekurangan
vitamin A dapat disebabkan karena kurang
konsumsi makanan sumber viatamin A, terjadi
gangguan penyerapan dan pengunaannya
dalam tubuh, kebutuhan meningkat ataupun
karena gangguan konversi karoten menjadi
vitamin A.
81
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Hasil penelitian ini berbanding terbalik
dengan hasil penelitian Marhamah (2005) di
Kota Depok yaitu memperoleh asupan vitamin
A pada lansia kurang sebanyak 23 orang
(22,8%) dan cukup sebanyak 78 orang
(77,2%).
Vitamin A merupakan vitamin larut
lemak
yang
berperan
penting
dalam
pemeliharaan jaringan epitel dan dalam proses
penglihatan normal (Tejasari, 2005).
Asupan vitamin A yang baik dapat
digunakan sampel untuk melawan radikal
bebas, memelihara kesehatan kulit dan
mencegah timbulnya penyakit kanker dan
jantung koroner.
Dampak yang akan terjadi pada sampel
bila kurang asupan vitamin A yaitu dapat
menyebabkan menurunnya respons kekebalan
(sering terkena penyakit infeksi), perubahan
pada kornea mata dan yang lebih parah
adalah terjadinya xeroftalmia (Fatmah, 2010).
Asupan Vitamin B6
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan vitamin B6 lansia dengan kategori baik
sebanyak 8 orang (20,5%) dan kategori kurang
sebanyak 31 orang (79,5%). Di Desa
Tupabbiring asupan vitamin B6 pada sampel
tergolong masih kurang. Defisiensi vitamin B6
biasanya terjadi akibat rendahnya asupan dan
kebutuhan akan zat ini lebih tinggi. Hasil
penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan
penilitian Fitriani (2007) yaitu asupan vitamin
B6 pada lansia juga kurang sebesar 93,06% di
Kelurahan Boribellaya Kabupaten Maros
Lansia yang mengonsumsi cukup
vitamin B6 dapat memperkuat kekebalan
tubuh,
menyehatkan
pembuluh-pembuluh
darah, serta memperbaiki fungsi otak mereka
(Fatmah, 2010). Vitamin B6 banyak berperan
dalam
metabolisme
protein
sehingga
kebutuhannya sebanding dengan kebutuhan
protein.
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi
dan bila terjadi, biasanya secara bersamaan
dengan kekurangan vitamin B-kompleks
lainnya. Kekurangan vitamin B6 menimbulkan
gejala-gejala yang berkaitan dengan gangguan
metabolisme protein, seperti lemah, mudah
tersinggung, dan sukar tidur. Selain itu, jika
mengonsumsi vitamin B6 dalam jumlah yang
berlebihan selama berbulan-bulan akan
menyebabkan kerusakan saraf yang tidak
dapat diperbaiki, dimulai dengan semutan
pada kaki, kemudian mati rasa pada tangan
dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja lagi
(Almatsier, 2010).
82
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
Asupan Vitamin B12
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan vitamin B12 lansia dengan kategori
baik sebanyak 24 orang (61,5%) dan kategori
kurang sebanyak 15 orang (38,5%). Hasil
penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil
penelitian Marhamah (2005) di Kota Depok
yaitu memperoleh asupan vitamin B12 yang
kurang
sebesar
72,3%,
namun
jika
dibandingkan juga dengan penelitian Fitriani
(2007) di Kabupaten Maros maka hasil
penelitian ini sama yaitu juga memperoleh
hasil asupan vitamin B12 cukup sebesar
54,16%.
Vitamin B12 yang cukup dapat
digunakan oleh sampel untuk meningkatkan
kemampuan daya ingat dan mengurangi kadar
homosistein yang dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit degeneratif.
Keadaan defisinesi vitamin B12 jarang
terjadi karena hampir seluruh bahan makanan
hewani mengandung vitamin B12 dan hanya
sedikit sekali yang diperlukan oleh tubuh.
Namun jika difisiensi vitamin B12 memang
terjadi maka akan terjadi kehilangan fungsi
saraf perasa (Fatmah, 2010).
Asupan asam folat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan asam folat lansia dengan kategori baik
sebanyak 1 orang (2,6%) dan kategori kurang
sebanyak 38 orang (94,4%). Asupan asam
folat di Desa Tupabbiring tergolong sangat
kurang karena jarang bahkan sangat kurang
yang mengonsumsi sumber makanan asam
folat seperti hati ayam, hati sapi dan sayuran,
serta nafsu makan sampel yang mulai
berkurang. Sebagaimana yang disebutkan
dalam teori bahwa kekurangan folat dapat
terjadi
karena
kurangnya
konsumsi,
terganggunya
absorbsi
kebutuhan
metabolisme yang meningkat akan vitamin ini
atau pembelahan sel yang berjalan sangat
cepat (Almatsier, 2010).
Fungsi asam folat bagi sampel adalah
dapat meningkatkan daya ingat sehingga
mencegah kepikunan dan demensia, sebagai
sistem imunitas tubuh, dan mengurangi risiko
terkena kanker usus besar (Fatmah, 2010).
Asupan Zinc
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan Zinc lansia dengan kategori baik
sebanyak 1 orang (2,6%) dan kategori kurang
sebanyak 38 orang (94,4%). Asupan zinc pada
lansia di Desa Tupabbiring juga tergolong
sangat kurang padahal jika dilihat dari wilayah,
daerah ini dapat dikatakan tidak sulit untuk
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
memperoleh sumber makanan zinc yang baik
yaitu kerang dan tiram. Menurut Almatsier,
2010, bahwa defisiensi zinc dapat terjadi pada
golongan rentan termasuk lansia. Diduga
penyebab kekurangan zinc selain karena
sumber asupan zinc yang sedikit juga
diperkirakan terjadi penghambatan absorbsi
zinc.
Zinc merupakan mineral mikro esensial
baik pada manusia, hewan maupun tanaman.
Mineral ini dibutuhkan dalam pembentukan
jaringan mata sehingga dapat tetap melihat di
kegelapan, pembentukan sel darah putih
dalam sistem kekebalan tubuh, dan fungsi
lambung (Oenzil, 2012).
Asupan Zinc yang baik dapat digunakan
untuk
memperbaiki
jaringan
tubuh,
mengembalikan
fungsi
kekebalan
dan
melawan radikal bebas. Dampak yang akan
terjadi pada sampel bila kekurangan asupan
Zinc yaitu kurang nafsu makan, serta daya
tahan tubuh yang rendah terhadap infeksi.
Mengonsumsi zinc yang berlebihan juga akan
menyebabkan gangguan saraf dan kelemahan
otot (Fatmah, 2010).
Asupan Kalsium
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan kalsium lansia dengan kategori baik
sebanyak 1 orang (2,6%) dan kategori kurang
sebanyak 38 orang (94,4%). Asupan kalsium
pada lansiasangat kurang karena hampir
semua responden tidak mengonsumsi susu
yang merupakan sumber terbesar dari kalsium
ataukah faktor yang mempengaruhinya adalah
bioavailabilitas, aktivitas fisik dan keberadaan
zat gizi lainnya.
Kalsium di dalam tubuh ada pada tulang
(99%) yang berperan sentral dalam struktur
dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit
sekali (1%) berada dalam jaringan lunak,
cairan ekstrasel dan plasma yang dibutuhkan
dalam peran metabolisme dan pengaturan.
Efek
kekurangan
kalsium
dapat
meningkatkan
risiko
osteoporosis
yaitu
gangguan yang menyebabkan penurunan
secara bertahap jumlah dan kekuatan jaringan
tulang (Oenzil, 2012). Selain itu, kelebihan
kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau
gangguan ginjal, dan konstipasi (Almatsier,
2010).
Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa status gizi lansia dengan menggunakan
indikator IMT yaitu status gizi kurang sebanyak
16 orang (41,0%), gizi normal sebanyak 21
orang (53,8%), dan gizi lebih sebanyak 2
orang (5,1%).
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
Status gizi adalah ekspresi dari
keseimbangan gizi dalam bentuk variabel
tertentu. Status gizi baik merupakan indikator
bahwa terjadi keseimbangan antara asupan
zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut
(Supariasa, 2012).
Upaya yang harus dilakukan saat
seseorang telah berhasil memasuki tahap
lanjut usia adalah mempertahankan status gizi
agar yang bersangkutan memiliki kualitas
hidup yang baik. Sampel yang memiliki status
gizi kurang ataupun lebih akan mudah terkena
penyakit infeksi atau penyakit degeneratif
karena usia semakin bertambah maka daya
tahan tubuh juga mulai berkurang sehingga
akan mudah terkena penyakit jika tidak
memperhatikan pola makan.
Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa kualitas hidup lansia yang dipengaruhi
oleh kesehatan fisik baik sebanyak 35 orang
(89,7%) dan kurang sebanyak 4 orang
(10,3%), kategori psikologi baik sebanyak 31
orang (79,5%) dan kurang sebanyak 8 orang
(20,8%), kategori sosial baik sebanyak 29
orang (74,4%) dan kurang sebanyak 10 orang
(25,6%), kategori lingkungan baik sebanyak 35
orang (89,7%) dan kurang sebanyak 4 orang
(10,3%).
Menurut Calman yang dikutip oleh
Silitonga (2007) mengungkapkan bawa konsep
dari kualitas hidup adalah bagaimana
perbedaan antara keinginan yang ada
dibandingkan dengan perasaan saat ini.
Dicontohkan dengan membandingkan suatu
keadaan “dimana seseorang saat ini berada”
dengan “dimana seseorang ingin berada”. Jika
perbedaan diantara kedua ini kecil makanya
menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang
tersebut tinggi. Kualitas hidup seseorang itu
rendah jika perbedaan keduanya semakin
besar.
Berdasarkan keempat kategori tersebut
dapat dikatakan bahwa kualitas hidup lansia di
Desa Tupabbiring adalah baik atau perbedaan
“dimana seseorang saat ini berada” dengan
“dimana ingin berada adalah perbedaan yang
kecil. Pada realitanya, para Lansia yang ada di
Desa Tupabbring memiliki kesehatan fisik yang
kuat karena hampir semua lansia memiliki
aktivitas tersendiri baik itu lansia pria maupun
sampel wanita. Selain itu, walau dari segi
pandangan orang luar daerah tersebut
mengatakan bahwa pola hidup bersih daerah
tersebut sangat kurang, namun hampir semua
responden mengatakan bahwa mereka
bahagia hidup atau tinggal di daerah mereka
83
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
sehingga kualitas hidup mereka dari kategori
lingkungan juga baik, karena mereka dapat
menerima lingkungan mereka sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asupan zat gizi lansia lebih dominan kurang
namun memiliki status gizi yang normal dan
kualitas hidup rata-rata baik. Hal ini tidak
sejalan dengan teori yang ada bahwa asupan
baik akan menghasilkan status gizi yang baik
pula sehingga kualitas hidup menjadi baik.
Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
terjadinya hal tersebut diantaranya rata-rata
sampell memiliki aktivitas yang cukup, mereka
saling mengunjungi walaupun tempat tinggal
agak berjauhan. Secara psikologis sampel
merasa nyaman karena mereka tinggal
bersama keluarga dan lingkungan sekitar
masih terjalin hubungan kekeluargaan. Secara
sosial mereka saling berinteraksi satu sama
lain, saling membantu dan bekerja sama
karena hal ini merupakan budaya yang masih
melekat pada masyarakat setempat. Beberapa
faktor tersebut yang menyebabkan kualitas
hidup sampel baik walau pada kenyataannya
memiliki asupan yang kurang.
Kesimpulan
1. Asupan Protein lansia di Desa Tupabbiring
baik sebanyak 22 orang (56,4%), asupan
vitamin A kurang sebanyak 29 orang
(74,4%), Asupan Vitamin B6 kurang
sebanyak 31 orang (79,5%), Asupan
Vitamin B12 baik sebanyak 24 orang
(61,2%), asupan Asam Folat, Zinc dan
Kalsium pada umumnya kurang sebanyak
38 orang (97,4%)
2. Status gizi lansia gizi normal sebanyak 21
orang (53,8%)
3. Kualitas hidup lansia dengan kategori
kesehatan fisik baik sebanyak 35 orang
(89,7%) kategori psikologi baik sebanyak
31 orang (79,5%), kategori sosial baik
sebanyak 29 orang (74,4%), kategori
lingkungan baik sebanyak 35 orang
(89,7%).
Saran
1. Pemerintah diharapkan dapat mebuat
kebijakan ataupun sebuah program untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia
agar tetap sehat dan produktif misalnya
mendirikan lebih banyak posyandu lansia.
2. Disarankan untuk meneliti lebih lanjut
tentang hubungan asupan zat gizi, status
gizi dengan kualitas hidup pada lansia
3. Disarankan untuk penelitian melakukan
penelitian
kepada
lansia
dengan
84
Asupan Protein, Zat Gizi Mikro, Lansia
membandingkan baik asupan, status gizi,
ataupun kehidupan lansia yang ada di kota
dan di desa
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. (2010). Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta ; PT Gramedia Pustaka
Utama
Badan Pusat Statistik. (2007). Statistik
Penduduk Lanjut Usia, 2007. Jakarta ;
Badan Pusat Statistik Jakarta
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta
;EMS
Fitriani. (2007). Studi Asupan Zat Gizi pada
Usia Lanjut di Kelurahan Boribellaya,
Maros 2007. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universittas Hasanuddin.
Gibson RS. (2005). Principle of Nutritional
Assesment. New York ; Oxford University
Press
Litbangkes.(2010).
Riset
Kesehatan
Dasar,2010. Jakarta ; Depkes RI
Marhamah. (2005). Konsumsi Gizi dan Aktifitas
Fisik Lanjut Usia di Kota Depok Kaitannya
dengan
Status
Kesehatan
dan
Kemampuan
Kognitif.
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfpros
iding2/fmipa201131.pdf (Diakses, 07 Mei
2014)
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI. (2013).
Pemerintah
peduli
kesehatan
lansia.http://sehatnegeriku.com/pemerinta
h-peduli-kesehatan-lanjut-usia/ (Diakses
20 desember 2013)
Silitonga, R. (2007). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kualitas Hidup
Penderita
Penyakit
Parkinson.
http://eprints.undip.ac.id/19152/1/ROBER
T_SILITONGA.pdf (Diakses, 21 April
2014 )
Supariasa D, Bakri B, Fajar I. (2012). Penilaian
Status Gizi. Jakarta; Penerbit buku
kedokteran. EGC
Tejasari.
(2005).
Nilai
Gizi
Pangan.
Yogyakarta; Graha Ilmu
UU No 23 Tahun 1992. (2006). UndangUndang
No
23
Tahun
1992
tentangKesehatan.http://www.google.com
/UU_23_TAHUN1992KESEHATAN.pdf.b
mk (Diakses, 20 desember 2013)
WHO.(2004). The World Health Organization
Quality
of
Life
(WHOQOL)BREF.
http://www.who.int/substance_abuse/rese
arch_tools/en/indonesian_whoqol.pdf
(Diakses,
14
Desember
2013
Download