1 LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN KEBISINGAN DARI SUMBER BISING MESIN GERGAJI KAYU DAN LALU LINTAS DENGAN SOUND LEVEL METER Mohamad Dedy Nurwahid R.0213039 PROGRAM STUDI D IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2 2014 PENGESAHAN Laporan Praktikum dengan Judul : Pengukuran Kebisingan Dari Sumber Bising Mesin Gergaji Kayu Dan Lalu Lintas Dengan Sound Level Meter Mohamad Dedy Nurwahid, R0213039, Tahun : 2014 telah disahkan pada : Hari………Tanggal……..2014 Asisten, Ica Yuniar Sari, S.ST Praktikan, Mohamad Dedy Nurwahid NIM. R0211036 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… .. HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………..……… i ii DAFTAR ISI............................................................................................................... iii BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang………………………………………………………... B. Tujuan…………………………………………………………………. C. Manfaat………………………………………………………………... BAB II. LANDASAN TEORI………………………………..…………………..... A. Tinjauan Pustaka……………………………………………………… B. Perundang-Undangan...……………………………………………….. 1 3 3 5 5 16 BAB III. HASIL………………………………….…………………………………. 17 A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Cara Pengukuran……………………… B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan.……………………….……... 17 23 BAB IV. PEMBAHASAN………….………………………………………………. 26 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………....... 29 A. Simpulan……………………………………………………………….. B. Saran…………………………………………………………………… 29 30 DAFTAR PUSTAKA 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebisingan merupakan gangguan yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan terutama yang berasal dari kegiatan operasional peralatan pabrik. Sedangkan operator atau karyawan yang mengoperasikan peralatan pabrik merupakan komponen lingkungan yang terkena pengaruh disebabkan adanya peningkatan kebisingan. Resiko yang timbul akibat kebisingan dengan tingkat tekanan bunyi diatas nilai ambang batas pendengaran adalah dapat merusak pendengaran atau gangguan pendengaran. Selain itu Kebisingan juga dapat menggangu percakapan sehingga akan mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung dan kebisingan tersebut juga menggangu konsentrasi karyawan dalam bekerja sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Menurut teori yang telah dipelajari, dalam upaya pengendalian kebisingan dapat melibatkan tiga elemen yaitu pengendalian bising pada sumber kebisingan, lintasan atau jalur rambat kebisingan dan penerima kebisingan. Jika ketiga elemen tersebut belum bisa menggendalikan kebisingan maka ada cara lain yaitu pengendalian kebisingan secara administrasi yaitu pengendalian kebisingan dengan cara mengatur pola kerja. Banyak penderitaan terjadi disebabkan oleh kondisi dan lingkungan kerja yang berbahaya dimana pekerjaan dilakukan oleh pekerja. Salah satu kondisi fisik dan lingkungan kerja yang membahayakan adalah kebisingan. Kebisingan adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang. Daya dengar yang baik adalah sangat penting manfaatnya karena dalam kehidupan sehari-hari kita sangat tergantung pada kemampuan pendengaran. Misalnya untuk sosialisasi, untuk belajar, untuk berkomunikasi dan lain-lain. 1 2 Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, dan menurut Keputusan Menteri tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 kebisingan yaitu semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Berarti kebisingan merupakan hasil samping dari pemanfaatan teknologi. Kebisingan dianggap istimewa dalam hal penilaian pribadi dan subyektif yang sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai kebisingan atau tidak. Bising secara subyektif adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan seseorang (Fox, 1969). Secara obyektif bising terdiri dari getaran suara yang komplek yang sifat getarannya tidak periodik (Hirsh and Ward, 1952). Batasan bising lebih diarahkan pada bising sehari-hari yang komponen-komponen sumber bisingnya selalu berbeda-beda, misalnya lalu lintas darat, laut, udara dan keramaian pasar. Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, banyak sekali didapati hasil samping dari kemajuan tersebut.Salah satunya adalah masalah kebisingan. Manusia tidak dapat terlepas dari faktor-faktor penunjang yang akan menentukan kinerjanya. Dengan adanya kebisingan, perusahaan/lingkungan dapat mengalami kerugian karena kebisingan merupakan salah satu faktor fisik sebagai beban tambahan di tempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). Bising pabrik pada umumnya mempunyai kualitas dan kuantitas tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa irama gelombang suara yang ditimbulkan sifatnya tetap dan bahkan terkadang periodik. Oleh karena itu batasan bising di pabrik atau lingkungan kerja adalah kumpulan suara yang terdiri atas gelombang-gelombang akustik dengan macam-macam frekuensi dan intensitasnya (Niosh, 1973). B. Tujuan 3 1. 2. 3. 4. 5. 6. Untuk memahami pengertian dari kebisingan. Untuk mengetahui cara pengendalian kebisingan. Untuk mengetahui alat mengukur intensitas kebisingan di suatu tempat. Untuk mengetahui intensitas rata-rata kebisingan dalam suatu ruangan. Untuk mengetahui sumber kebisingan. Untuk menentukan alat pelindung diri (APD). C. Manfaat 1. Bagi Praktikan a. Dapat mengetahui tentang bahaya kebisingan. b. Untuk mengetahui cara pengukuran kebisingan. c. Dapat mengetahui gangguan sensorik motorik, gangguan emosi pada kasus-kasus klinis. d. Dapat mengukur intensitas kebisingan. e. Dapat memberi penilaian terhadap kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter. f. Dapat mengetahui gejala-gejala dan pengaruh kebisingan yang dialami oleh seseorang. g. Dapat menambah pengetahuan mengenai kebisingan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. 2. Bagi Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja a. Dapat menambah referensi dan kepustakaan oleh program studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja. b. Dapat menciptakan mahasiswa Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi lebih bermutu, memiliki daya saing dan mempunyai etos kerja yang baik. c. Dapat memberi akreditasi bagi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja. d. Dapat memberikan penjelasan yang baik kepada mahasiswa selain melalui kuliah teori saja. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Kebisingan Pencemaran fisis yang sering ditemukan adalah kebisingan.Kebisingan pada lingkungan dapat bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-mesin industri dan sebagainya. Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup No.32Kep-48/MENLH/11/1996, tentang baku tingkat Kebisingan menyebutkan: “ kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertuntu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan” Berikut ini definisi kebisingan menurut para ahli: Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.” Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.”Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi dilingkungan.Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas.Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai ditelingasetiap detiknya.Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi yang diterima oleh telinga manusia.Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003): 4 5 a. Kadarnya berbeda b. Jumlah tingkat bising bertambah,maka gangguan akan bertambah pula c. Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar.Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar.Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal.Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan. Jika dilihat di sekitar kita sumber bising sangatlah banyak.Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu: a. Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin. b. Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain. c. Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet 1. pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain Jenis Kebisingan Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis-jenis kebisingan menurut Suma’mur (1994) dapat dibedakan menjadi 5 bagian yaitu: 6 a. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit, misalnya suara mesin gergaji sirkuler b. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi luas seperti mesin, kipas angin. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu lintas, suara d. pesawat terbang dibandara. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya tembakan meriam, ledakan. e. Kebisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa. Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996) TIPE URAIAN Kebisingan Spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan dapat di identifikasikan. Kebisingan Residual Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dalam suatu waktu tertentu. Kebisingan Latar Belakangan Semua kebisingan memusatkan lainnya perhatian pada ketika suatu kebisingan tertentu. 2. Pengukuran Kebisingan Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik.Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar.Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat. 7 Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya.Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat: Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparanPeralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja. Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan dilingkungan kerja. a. Pengukuran dengan titik sampling Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja.Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator.Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari jetinggian 1 meter.Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan. b. Pengukuran dengan peta kontur Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area.Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukurannya yang dibuat.Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambar keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA. c. Pengukuran dengan gird Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interfal yang sama 8 diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya: 10 x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan batis dan kolom untuk memudahkan identitas. Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi. a. Sound Level Meter (SLM) SLMadalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator,3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM.Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total.Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya.Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah.Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi.Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia. b. Octave Band Analyzer (OBA) Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif.Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA.Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan 9 satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 24003. 4800, dan 4800-9600 Hz. NAB dan Standar Kebisingan Nilai batas ambang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk sebagaian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang Republik kebisingan Indonesia yang berhubungan dengan kesehatan : Tabel 1. Standar kebisingan yang dianjurkan untuk kesehatan Tingkat Kebisingan (dB) NO ZONA Maksimum Minimun yang 1 A= penelitian,rumah sakit, dianjurkan 45 dB 2 tempat perawatankesehatan B= perumahan, tempat 55 dB dianjurkan 35 dB 45 dB yg 10 pendidikan, rekreasi 3 C= perkantoran, pertokoan, 60 dB perdagangan, pasar 4 D= industri, pabrik, stasiun 70 dB 50 dB bersambung sambungan 60 Db kereta api, terminal bis Menurut Surat Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor : KEP51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, yang dimaksud dengan NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Batas-batas NAB kebisingan adalah sebagai berikut : Tabel 2. Batas NAB dari KEMENAKER Waktu Pemajanan perhari Intensitas Kebisingan dalam dBA 8 4 Jam Jam 85 88 2 Jam 91 1 Jam 94 30 Menit 97 15 Menit 100 7,5 Menit 103 3,75 Menit 106 Bersambung Sambungan 1,88 0,94 28,12 14,06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11 Menit Menit Detik Detik Detik Detik Detik Detik Detik Detik Detik 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139 11 Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBa walaupun sesaat. Besar NAB = 85 dB untuk pemajanan 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Menurut Suma’mur P. K. (1996 : 58) Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah intensitas kebisingan dimana manusia masih sanggup menerima tanpa menunjukkan gejala sakit akibat bising, atau seseorang tidak menunjukkan kelainan pada pemaparan atau pemajanan kebisingan tersebut dalam waktu 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan. Tabel 3. Baku tingkat kebisingan menurut KEMENLH Peruntukan Kawasan/ Tingkat kebisingan Lingkungan Kegiatan DB (A) Bersambung Sambungan a. Peruntukan kawasan 55 1. Perumahan dan pemukiman 70 2. Perdagangan dan Jasa 3. Perkantoran dan Perdagangan 4. Ruang Terbuka Hijau 5. Industri 6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 7. Rekreasi 65 50 70 60 70 70 60 12 8. Khusus: - Bandar udara *) - Stasiun Kereta Api *) - Pelabuhan Laut - Cagar Budaya 4. Pengaruh Kebisingan Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar.Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan.Tetapi mengakibatkan kerusakan pendengaran.Dampak kebisingan pemaparan menetap tergantung secara terus-menerus kepada indera-indera kepada besar tingkat kebisingan.Tingkat kebisingan adalah ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell (dB).Pemantauan tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan alat Sound Level Meter. Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendegar, kebisingan juga dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadapa masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan Gangguan psikologis Pengaruh bising terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Ganguan Fisiologis Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia yang diantaranya : 1) Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB. 2) Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB 3) Gangguan tidur 13 4) Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga. Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori meliputi: 1) Trauma Akustik Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti sebuah letusan.Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009). 2) Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu.Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. 14 Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009). 3) Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan.Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri.Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang. a) Gangguan pencernaan b) Gangguan system saraf b. Gangguan Psikologis Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain. Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat pekerja. Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu: 1) Kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising 2) Kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding dengan kerja manual. Selain sisi negative berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga memberikan sisi negatif salah satunya adalah menambah produktifitas musik. B. Perundang-undangan a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP- 48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan. b. Kepmenaker Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. c. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1 (g). 15 ”Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar/radiasi, suara dan getaran”. d. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 13. ”Barang siapa akan memasuki tempat kerja diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”. e. Permenaker No.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, pasal 3 ayat 1. “Bila ada penyakit akibat kerja harus dilaporkan ke Depnaker dalam waktu 2 x 24 jam dan segera dilakukan diagnosa f. Peraturan Menteri Kesehatan IndonesiaNo.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang Republik kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan. BAB III HASIL A. GAMBAR ALAT, CARA KERJA, DAN PROSEDUR PENGUKURAN 1. Pengukuran Kebisingan lingkungan dan atau di tempat kerja a. Gambar Alat 1) Sound Level Meter Keterangan : a) Mikrofon b) Function switch c) Meter d) Level indicating windows e) Level switch 16 f) Tombol FILTER- CAL-INT g) Sensitivity Adjustment h) Meterdinamic characteristic selector switch Fungsi bagian-bagian Sound Level Meter adalah : a) Microfone Berfungsi untuk menagkap suara dari sumber bising. b) Function Switch (1) off : untuk mengakhiri pengukuran atau mematikan (2) BATT : untuk mengecek voltase baterai (3) A : untuk pengukuran (4) C : untuk kalibrasi c) Meter Berfungsi untuk melihat angka hasil intensitas kebisingan yang terukur yang ditunjukkan oleh jarum petunjuk. d) Level Indication Window Sebagai skala desibel intensitas kebisingan yang digunakan sesuai intensitas yang terukur. e) Level Switch Berfungsi untuk mengatur level indikating window sesuai intensitas yang terukur. f) FILTER-CAL-INT (1) CAL : untuk kalibrasi (adaptasi alat) (2) INT : untuk pengukuran g) Meter Dynamic Characteristic Selector Switch (1) SLOW : untuk bising jenis impulsif (2) FAST : untuk bising jenis kontinyu h) Sensitivity Adjusment i) Untuk melakukan perbaikan bila jarum pada meter saat kalibrasi tidak menunjukkan CAL Mark, maka sentivity 17 adjustment dapat diputar sampai pointer menunjukkan CAL Mark. 2) Stopwatch Keterangan : 1). Tombol start/stop Fungsi : mencatat waktu b. Cara Kerja Alat Sound Level Meter 1) Pasang baterai 2) Kalibrasi a) Kalibrasi alat Soud Level Meter menggunakan Sound Calibrator b) Pasang baterai pada Sound Calibrator c) Sambungkan Sound Calibrator dengan alat SLM d) Hidupkan alat Sound Level Meter setelah itu hidupkan Sound Calibrator pada range 94 dB dan 114 dB. e) Lihat hasil pada layar SLM dan sesuaikan hasilnya dengan Sound Calibrator (94 dB atau 114 dB) f) Jika hasilnya belum sesuai maka putarlah lubang “Cal” pada alat Sound Level Meter sampai hasilnya sesuai g) Matikan alat 3) Pengukuran 18 a) Hidupkan alat dengan menekan tombol “on/off” b) Pilih Frequency Weighting dengan menekan tombol A/C. Fungsinya adalah mengubah signal yang terukur sesuai cara serupa seperti mekanisme pendengaran manusia. (1) Weighting Net Work “A”: Respon manusia untuk tingkat suara yang rendah (Human response for low levels), untuk pengukuran kebisingan lingkungan, tempat kerja, dll (2) Weighting Net Work “C”: Respon manusia untuk tingkat suara yang tinggi (Human response for high sound levels), untuk diagnosis kerusakan pada perangkat listrik, elektronik, dan mekanik c) Pilih FAST atau SLOW dengan menekan tombol F/S “FAST” (125 ms response) atau “SLOW” (1 second response). “FAST” digunakan untuk bising yang impulsive, “SLOW” digunakan untuk bising continue. d) Tekan tombol “REC” untuk merekam hasil pengukuran. Tekan tombol REC lagi untuk melihat nilai “MAX” atau nilai tertinggi saat pengukuran dilakukan. Tekan tombol “REC” lagi untuk melihat nilai “MIN”atau nilai terendah saat pengukuran dilakukan. Untuk menghentikan perekaman, tekan tombol “REC” sampai indicator “REC” dilayar hilang. Catatan: setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2 menit, dengan ± 6 kali pengamatan. Hasil pengukuran adalah nilai tertinggi yang ditunjukkan pada monitor. e) Catat hasil pengukuran. f) BA (Background Noise Absorber) Mode Jika menginginkan hasil yang akurat bisa menggunakan BA Mode. BA Mode bisa menghilangkan Background Noise. Untuk mengoperasikan BA Mode sebagai berikut: (1) Tekan tombol MAXHLD (ikon MAX HOLD akan muncul di layar) (2) Tekan tombol BA (F akan muncul pada layar) (3) Tekan tombol MAXHLD lagi (MAX HOLD akan muncul kembali di layar) (4) Di layar akan menunjukkan hasil background noise 19 (5) Jika angka hasil pengukuran berubah, maka itu adalah hasil pengukuran dari alat. Tapi jika hasil pengukuran tidak berubah, berarti hasil kebisingan dari mesin hampir sama atau lebih rendah dari background noise c. Prosedur Pengukuran 1) Membunyikan sumber bising. 2) Melakukan pengukuran menggunakan Sound Level Meter dengan 3) 4) 5) 6) 7) 8) mengatur jarak 1 meter dari sumber bising. Arahkan mikrofon pada sumber bising. Tinggi alat pengukur adalah setinggi pusar. Lakukan pengukuran selama 1 menit. Baca angka skala sampai hampir menunjukkan angka yang stabil. Mencatat hasil pengukuran Lakukan langkah pada poin c - g untuk jarak 2 meter, 3 meter, 4 meter, 5 meter, dan 6 meter dari sumber bising. 9) Menghitung intensitas nilai kebisingan dari hasil tersebut. 2. Pengukuran Kebisingan Personal a. Gambar Alat 1) Noise dosimeter a) Tombol Set dan Reset b) Tombol Run c) Tombol Clock d) Tombol Mode e) Tombol Event b. Cara Kerja Alat 1) Pemakaian Alat a) Nyalakan alat dengan menekan tombol power. b) Jika telah menyala, tekan tombol MODE untuk memilih jenis operasi yang dikehendaki. 20 c) Untuk operasi Sound Level Meter (SLM) maka display tampil dBA d) Range SLM : type 2,70 – 140 dB 2) Kalibrasi a) Set alat pada mode SLM b) Set respon time pada slow mode c) Masukkan sensor SLM pada alat kalibrasi d) Nyalakan kalibrator pada 94 dB, lalu stel crew kalibrasi hingga penunjukkan di 94 dB e) Kalibrasi sebaiknya dilakukan saat alat akan dilakukan 3) Data Logging a) Saat mode SLM, alat ini bisa melakukan perekaman data b) Tekan tombol RUN untuk mengaktifkan operasi ini. Display akan tampil icon MEM yang berkedip c) Untuk menghentikan perekaman data tekan kembali tombol RUN d) Pembacaan data dapat dilakukan melalui PC dengan software yang disertakan 4) Operasi Dosimeter a) Tekan tombol MODE, lalu pilih %MODE b) Pilih lokasi penyimpanan data (E1 – E5) dengan tombol EVENT c) Pasang alat di ikat pinggang atau saku, letakkan mic di dekat telinga d) Tekan tombol RUN dan akan tampil icon JAM pada display e) Jika akan melakukan jeda pada saat pengukuran tekan tombol PAUSE dan untuk memulai pengukuran tekan RUN kembali f) Untuk mengakhiri operasi ini tekan tombol RUN selama 3 detik g) Pembacaan data dapat dilakukan melalui PC dengan software yang telah disertakan B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan 1. Hasil Pengukuran Sumber Bising Mesin Gergaji Praktikum iklim kerja dilaksanakan pada: Hari/tanggal : Rabu, 05 November 2014 Waktu : 08.00 – 11.30 WIB 21 Kelompok :6 Tempat : Sentra Industri Meubel Mojosongo Table 4 .hasil pengukuran sumber bising mesin gergaji TEMPAT SUMBE R JENIS HASIL PENGUKURAN BISING BISING 1M 3M 5M UTARA MESIN GERGAJI KONTINU 86,6 76,0 77,3 SELATAN MESIN GERGAJI KONTINU 83,8 77,1 75,2 TIMUR MESIN GERGAJI KONTINU 85,4 85,5 83,2 BARAT MESIN GERGAJI KONTINU 86,8 92,7(t) 90,7 TIMUR LAUT MESIN GERGAJI KONTINU 92,5 80,2 77,6 Keterangan : (t) = terhalang tembok seng 2. Perhitungan Kebisingan kontinue di Industri Meubel 1) Menentukan Rata – Rata Kebisingan Sesaat (Leq)1 M leq 10 log L3 L1 L2 L4 1 ( n1 x10 10 n2 x10 10 n3 x10 10 n4 x10 10 ) n 22 85, 4 83,8 86,8 86, 6 95, 5 1 10 log (1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 ) 5 1 10 log (346736850,4 239883291,9 478630092,3 5 457088189,6 3548133892,3) 1 10 log (5070472316,5) 5 10 log 1014094463,3 90,060dB(A) 2) Menentukan Rata – Rata Kebisingan Sesaat (Leq) 3 M leq 10 log L1 L2 L3 L4 1 ( n1 x10 10 n2 x10 10 n3 x10 10 n4 x10 10 ) n 85, 5 77,1 92 , 7 80, 2 76 1 10 log (1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 ) 5 1 10 log (354813389,2 51286138,4 1862087136,6 5 39810717,05 104712854,8) 1 2412710236,05 5 10 log 482542047,21 10 log 86,83dB(A) 3) Menentukan Rata – Rata Kebisingan Sesaat (Leq) 5 M 23 leq 10 log L1 L2 L3 L4 1 ( n1 x10 10 n2 x10 10 n3 x10 10 n4 x10 10 ) n 83, 2 75, 2 90, 7 77, 3 77 , 6 1 10 log (1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 ) 5 1 10 log (208929613,08 1174897554,9 33113112,1 5 53703179,6 57543993,7) 1 10 log (1528187453,38) 5 91,84dB(A) 3. Hasil Pengukuran Sumber Bising Jalan raya Tabel 5 .hasil pengukuran b(jalan raya) No Tempat 1 2 Sumber Bising Jenis Bising Hasil pengukuran 2M 4M Dekat pos polisi panggung 109,4 104,0 Dekat pos polisi panggung dari sisi tengah 96,2 - Jalan raya Putus-putus 2 Depan SMK kristen 111,9 97,6 3 Dekat hotel ASIA 107,3 110,6 4 Area dekat dealer panggung motor 108,3 108,6 1) Menentukan Rata – Rata Kebisingan Sesaat (Leq) 2 M 24 109, 4 96, 2 110, 6 107, 3 108, 3 1 10 log (1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 ) 5 1 10 log (87096358995,6 4168693834,7 114815362149,7 5 53703179637,1 67608297539,2) 1 10 log (327391892156,21) 5 108,16dB(A) 2) Menentukan Rata – Rata Kebisingan Sesaat (Leq) 4 M 111, 9 97 , 6 108, 6 104 1 (1x10 10 1x10 10 1x10 10 1x10 10 ) 4 1 10 log (25118864315,095 154881661891,24 5754399373,37 4 72443596007,498) 10 log 1 (258198521587,2) 4 108,9dB(A) 10 log BAB IV PEMBAHASAN Penelitian dengan sumber bunyi kontinyu mesin gergaji kayu di industri mebel Mojosongo. Untuk mengetahui apakah intensitas kebisingan yang terdapat di dalam suatu lingkungan tertentu melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) atau tidak, maka kita harus melakukan perhitungan tingkat bising rata-rata yang terpajan pada pekerja dalam kurun waktu tertentu (jam) atau LEQ. Menurut Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, nilai ambang batas faktor fisika untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai ratarata yang masih dapat diterima tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus, tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Depnaker, 2011). Peraturan Menteri Nomor Per.13/MEN/X/2011/Bentuk Negara RI No.684 yang menyatakan bahwa Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) di tempat kerja adalah sebesar 85 dB sedangkan di hasil pengukuran menunjukkan bahwa intensitas kebisingannya adalah di atas NAB sehingga hal ini memerlukan tindakan penanggulangan. Dosis pajanan bising Leq efektif selama 8 jam masih di bawah NAB seperti yang disyaratkan pada Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 adalah 85 dBA. Sementara untuk kebisingan dengan intensitas bunyi sebesar 140 dBA tidak boleh terpapar walaupun hanya sesaat. Sesuai dengan hasil pengukuran kelompok kami, diketahui pada radius 1 meter dari arah Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Timur Laut adalah 86,6 dBA, 83,8 dBA, 85,4 dBA, 86,8 dBA, 92,5 dBA. Pada radius 3 meter dari arah Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Timur Laut adalah 76,0 dBA, 77,1 dBA, 85,5 dBA, 92,7 dBA (t) , 80,2 dBA. Pada radius 5 meter dari arah Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Timur Laut adalah 77,3 dBA, 75,2 dBA, 83,2 dBA, 90,7 dBA, 77,6 dBA. Sehingga berdasarkan hasil pengukuran yang kami lakukan, dapat di 25 26 gambarkan lokasi-lokasi atau zona-zona yang tergolong dalam zona Merah, zona Kuning, dan zona Hijau. Dari data di atas diketahui bahwa semakin jauh dengan sumber bising maka intensitas yang didapat semakin kecil. Dan semakin dekat dengan sumber bising maka intensitas yang didapat semakin besar. Tetapi apabila didapat hasil yang sebaliknya, mungkin hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Misalnya saja: suara dari seorang praktikan pada saat mengukur, suara dari sumber lain seperti mesin amplas kayu yang sedang beroprasi pada jarak berapa meter, terhalang atau pantulan suara karena dinding, dan serta bisa juga karena kurang telitinya praktikan dalam membaca jarum pada sound level meter. Ada di area dimana titik pengambilan yang lebih jauh dari sumber bising lebih besar intensitasnya dibanding dekat dengan sumber bising. Hal itu dikarenakan ada sumber lain yang menambah intensitas bising pada jarak 3 m dari sumber bising, dan terhalang oleh pembatas yang terbuat dari seng. Sehingga membuat pantulan diarea tersebut, melebihi intensitas bising pada jarak 1m dari sumber bising. Untuk area yang termasuk zona merah dan melebihi NAB yang ditentukan maka diperlukan penanggulanga dengan cara : 1. Mendesain lay out kerja sedemikian mungkin untuk menyerap sumber bising yang ada agar dapat meredam kebisingan yang ditimbulkan mesin gergaji kayu. 2. Pengurangan lama waktu kerja. Mengurangi lama pajanan bising sesuai dengan NAB, dari hasil perhitungan rerata kebisingan sesaat pada radius 5 m yang samapi 91,84 dB maka lama pajanan perhari adalah 2 jam kerja perhari. 3. Mengatur shift kerja. 4. Penggunaan APD yang tepat earplug dapat mengurangi kebisingan. Sumber bising terputus-putus yakni dari sumber bising lalulintas di perempatan Panggung Surakarta. Dari pengukuran yang telah kami lakukan didapat rerata kebisingan pada jarak 4 m diarea sekitar sumber bising ditemukan 27 jumlah rerata mencapai 108,9 dB(A). Dengan baku mutu yang telah diltentukan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP- 48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan di area pemukiman dan perkantoran sebesar 70 dB(A). Maka sangat diperlukan pengendalian kebisingan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara menambah pepohonan sekitar pemukiman dan member peredam pada rumah, agar meminimalkan kebisingan yang ada. Dalam hal ini praktikan belum memastikan sampai kedalam rumah atau didalam ruang perkantoran seberapa besar intensitas kebisingan yang terdapat pada ruangan tersebut. Sedangkan data yang diperoleh dari pengukuran kebisingan secara personal di halte bus menggunakan Personal Dose Meter menunjukkan bahwa intensitas kebisingan yang memapar orang tersebut masih dalam katagori aman dengan intensitas kebisigan sebesar 85,1 dBA. Sehingga tidak memerlukan tindakan pengendalian ataupun penanggulangan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan yaitu suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang. 2. Cara mengendalikan kebisingan yaitu dengan cara eliminasi, substitusi, engineering control, administrative control, dan pemakaaian alat pelindung diri (APD). 3. Alat untuk mengukur tingkat kebisingan yaitu dengan menggunakan sound level meter (SLM). 4. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa intensitas rata-rata kebisingan maksimal dalam area kerja penggergajian kayu (Leq) = 91,84 dB. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas rata-rata kebisingan melebihi Nilai Ambang Batas yaitu 85 dB (A) seperti yang tercantum dalam Kepmenaker No.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja. Oleh karena itu, perlu pengendalian terhadap pekerja yang bekerja di zona merah dengan a. Mendesain lay out kerja sedemikian mungkin untuk menyerap sumber bising yang ada agar dapat meredam kebisingan yang ditimbulkan mesin gergaji kayu. b. Pengurangan lama waktu kerja. Mengurangi lama pajanan bising sesuai dengan NAB, dari hasil perhitungan rerata kebisingan sesaat pada radius 5 m yang samapi 91,84 dB maka lama pajanan perhari adalah 2 jam kerja perhari. c. Mengatur shift kerja. d. Penggunaan APD yang tepat earplug dapat mengurangi kebisingan. 28 29 5. Dari data di atas diketahui bahwa semakin jauh dengan sumber bising maka intensitas yang didapat semakin kecil. Dan semakin dekat dengan sumber bising maka intensitas yang didapat semakin besar. Tetapi apabila didapat hasil yang sebaliknya, mungkin hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Misalnya saja: suara dari seorang praktikan pada saat mengukur, suara dari sumber lain seperti mesin amplas kayu yang sedang beroprasi pada jarak berapa meter, terhalang atau pantulan suara karena dinding. 6. Dari pengukuran yang telah kami lakukan didapat rerata kebisingan pada jarak 4 m diarea sekitar sumber bising ditemukan jumlah rerata mencapai 108,9 dB(A). Dengan baku mutu yang telah diltentukan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan di area pemukiman dan perkantoran sebesar 70 dB(A). Maka sangat diperlukan pengendalian kebisingan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara menambah pepohonan sekitar pemukiman dan member peredam pada rumah, agar meminimalkan kebisingan yang ada. Dalam hal ini praktikan belum memastikan sampai kedalam rumah atau didalam ruang perkantoran seberapa besar intensitas kebisingan yang terdapat pada ruangan tersebut. 7. Sedangkan data yang diperoleh dari pengukuran kebisingan secara personal di halte bus menggunakan Personal Dose Meter menunjukkan bahwa intensitas kebisingan yang memapar orang tersebut masih dalam katagori aman dengan intensitas kebisigan sebesar 85,1 dBA. Sehingga tidak memerlukan tindakan pengendalian ataupun penanggulangan. 8. Alat pelindung diri yang digunakan adalah ear plug, ear muff, masker, dan sarung tangan. B. Saran 1. Melindungi pendengaran dari kebisingan dengan melakukan pengendalian secara teknik seperti memberikan pembatas akuistik untuk mengabsorbsi, memantulkan kembali suara, mengisolasi mesin, 30 mengganti bahan menggantikan bagian­bagian logam yang menimbulkan bising tinggi dengan bahan yang sifatnya menyerap suara,seperti : karpet, fiber glass. 2. Pada saat memasuki tempat bising sebaiknya memakai alat pelindung diri, seperti : earmuff , earplug, atau gabungan.. 3. Dalam melakukan pengukuran diusahakan dapat mengukur dengan tepat. 4. Sebaiknya Intensitas kebisingan di lingkungan kerja disesuaikan dengan NAB, yaitu jangan melebihi NAB dan juga selisihnya jangan terlalu jauh dibawah NAB. 5. Sebaiknya lebih cermat dalam menentukan besarnya angka intensitas kebisingan, karena angka yang ditunjukkan pada Sound Level Meter selalu berubah-ubah. 6. Sebaiknya peralatan praktikum ditambah, agar kegiatan praktikum lebih efisien. 7. Sebaiknya dari pihak kampus harus menyediakan ruang khusus untuk praktikum, agar kegiatan praktikum dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan dari luar. 9. 10. DAFTAR PUSTAKA 11. 12. Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung. 13. 14. 15. Tim penyusun, 2010. Buku Pedoman Praktikum Semester III. Surakarta : Program D.IV Kesehatan Kerja. 16. Suma’mur, 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji Masagung. 17. 18. 19. Tim Penyusun.2009. Buku Pedoman Praktikum Semester III. Surakarta: Program D.IV Kesehatan Kerja FK UNS. 20. 21. 22.