INSTRUMEN EKONOMI UNTUK KEBERLAJUTAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WADUK Urip Rahmani Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Satya Negara Indonesia Jl. Sultan Iskandar Muda 11, Jakarta Selatan 12240 E-mail: [email protected] Abstrak Instrumen ekonomi dapat diterapkan dalam upaya mengatasi terjadinya degradasi kualitas lingkungan perairan waduk yang digunakan untuk budidaya perikanan Karamba Jaring Apung. Penerapan ini dipandang perlu dengan menjaga kepentingan petani ikan dan juga tetap memungkinkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Bentuk instrumen ekonomi yang dapat diterapkan adalah Command and Control, Kuota Produksi dan Pajak Lingkungan. Kata Kunci: Instrumen ekonomi, Karamba Jaring Apung (KJA), Command and Control, Kuota Produksi, Pajak Lingkungan Abstract Economic instruments that can be implemented in an effort to address the degradation of environ mental quality of in land water sused for aquaculture Net-Cage. The application was deemed necessary to safe guard the interests of farmer sand fish while allow in gan increase in the original in come. Form of economic instrument that can be appliedis the Command and Control, Production Quotasand Tax Environment. Keyword: Economic Instrument, Aquaculture Net-Cage, Command and Control, Production Quota, Tax Environmment PENDAHULUAN Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya. Yang dimaksud dengan lingkungan hidup berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan berupa perairan darat pada umumnya adalah lahan bagi perikanan budidaya air tawar dan merupakan bagian dari lingkungan sebagai sumberdaya alam yang mempunyai peranan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perairan tersebut baik dalam skala kecil atau besar. Skala kecil mengacu pada masyarakat sekitar, skala besar pada masyarakat yang berada di luar kawasan perairan darat tersebut. Lingkungan perairan secara alami memiliki kemampuan untuk memulihkan keadaannya. Pemulihan keadaan ini merupakan suatu prinsip bahwa sesungguhnya lingkungan itu senantiasa arif menjaga keseimbangannya. Sepanjang belum ada gangguan “paksa” maka apapun yang terjadi, lingkungan itu sendiri tetap bereaksi secara seimbang. Namun pada kenyataannya, untuk kegiatan budidaya perikanan, kemampuan alami dari perairan darat ternyata tidak mampu memulihkan kerusakan yang timbul. Gangguan yang bersifat „paksa‟ masuk ke dalam sistem perairan dan berakumulasi terus enerus sehingga berakibat pada kualitas perairan. Contoh kasus atas pernyataan di atas adalah lingkungan perairan yang ada di Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang ketiganya berada di DAS Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat dan digunakan untuk budidaya perikanan air tawar dalam bentuk Karamba Jaring Apung (KJA). Perairan di Waduk Saguling dilaporkan memiliki sedimentasi setebal lebih dari 4 meter dan telah mengeras di dasar perairan. Perairan berwarna hitam dan berbau menyengat seperti saluran drainase rumah yang tidak mengalir. Perairan di Waduk Cirata yang berwarna kehijauan yang mengindikasikan dominannya plankton. Di perairan Waduk Jatiluhur, sebagaimana juga Waduk Cirata dan Saguling, setiap awal musim hujan selalu terjadi upwelling (umbalan), dimana air yang berada di dasar perairan melonjak ke atas Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.:51-56 51 dan membawa lumpur yang mengakibatkan kematian massal ikan budidaya di 3 (tiga) kawasan tersebut (Garno, 2000; Insan, 2009;Badrudin, 2010; Rahmani 2012). Selain contoh di atas, hal yang sama terjadi pula di Danau Maninjau Sumatera Barat sebagaimana dilaporkan oleh (Badrudin, 2010). Sebaliknya, Badrudin (2010) menyebutkan bahwa dari situ-situ yang ada di Jawa Barat dan beberapa danau di Indonesia yang tidak dimanfaatkan untuk budidaya ikan dalam bentuk Karamba Jaring Apung, ternyata sampai saat ini tidak mengalami penurunan kualitas berupa pencemaran air. Keberadaan budidaya perikanan di perairan darat sebagaimana digambarkan di atas menempatkan situasi yang dilematis bagi pemerintah. Pada satu sisi, budidaya perikanan air tawar merupakan kegiatan usaha petani ikan yang tidak dapat disangkal memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) , tapi pada sisi lain, terjadi degradasi kualitas air secara menyeluruh. Diperlukan sebuah upaya yang mengarah pada bentuk tidak menyebabkan hilangnya kegiatan usaha petani, namun konservasi lingkungan perairan terjaga bahkan pulih. Bedasarkan kondisi di atas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk instrumen ekonomi di kawasan budidaya perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) di waduk.Kegiatan usaha perikanan tetap berjalan namun konservasi dan pemulihan lingkungan perairan juga berlangsung, yaitu dengan menerapkan instrumen ekonomi. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah secara deskriptif, dimana penulisan dimungkinkan untuk menggambarkan situasi yang terjadi melalui dokumen ang tertulis dari pustaka, jurnal, artikel, penelitian dan sebagainya. PEMBAHASAN Sejarah Budidaya Karamba Jaring Apung Berdasarkan kompilasi FAO (Malcolm, 1984) disebutkan bahwa,budidaya keramba dimulai di Asia Tenggara, meskipun dianggap asal relatif baru, tampaknya telah dikembangkan secara mandiri dalam setidaknya dua negara. Catatan tertua dari KJA datang dari Kampuchea dimana nelayan di dalam dan sekitar wilayah Great Lake akan terus memelihara Clarias spp, lele dan ikan komersial lainnya di bambu atau rotan kandang dan keranjang sampai siap untuk diangkut ke pasar. Dalam penangkaran, ikan diberi makan sampah 52 dapur dan ternyata pertumbuhan ikan relatif cepat. Metode tradisional ini merupakan budaya yang telah dipraktekkan sejak akhir abad yang lalu, dan sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Mekong. Beranjak dari Kampuchea lalu menyebar pada tahun terakhir untuk Vietnam, Thailand dan negara-negara Indo-Cina lainnya. Disebutkan pula dalam buku ini jenis serupa dengan KJA, menggunakan keramba bambu apung menumbuhkan benih Leptobarbus heoveni yang ditangkap dari alam liar, telah dipraktekkan di Mundung Lake, Jambi , Indonesia sejak tahun 1922, dan sejak itu telah diperluas ke bagian lain dari Sumatera Selatan. Selain itu disebutkan pula bentuk lain dari KJA tampaknya mulai mandiri di Jawa, dimana penangkapan dan karamba bambu dari ikan Carpyang terendam atau karamba'Bulian' telah dipraktekkan sejak awal 1940-an. Karamba biasanya berlabuh ke bagian bawah kecil, aliran organik diperkaya, di mana ikan mas makan dan tumbuh dari bahan organik dan bentik organisme. Namun, metode dari budidaya ini bisa disebut semata-mata terbatas di Jawa Barat dan Sumatera. Praktek budidaya keramba di perairan pedalaman akhirnya menyebar ke seluruh dunia di lebih dari 35 negara di Eropa, Asia, Afrika dan Amerika, dan pada 1978 lebih dari 70 jenis ikan air tawar telah dicoba tumbuh dikaramba. Dari semua wilayah, di beberapa daerah tertentu, bahan-bahan seperti nilon, plastik, polietilen dan baja masih digunakan yang meskipun jauh lebih mahal namun memiliki rentang pemakaian lebih lama dan memungkinkan pertukaran air yang lebih baik, telah diganti kayu dan bambu. Kebanyakan desain yang kini digunakan adalah dari jenis floating (mengapung), dan bergantung pada kerahapung dibangun baik dari bahan local (misalnya kayu, bambu), atau dari baja atau plastic pipa, dan dipasang jarring serat sintetis. Styrofoamatau minyak drum sering digunakan untuk floatasi tambahan. Karamba Jaring Apung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode budidaya lain, yakni disebabkan KJA menggunakan badan air yang ada, modal yang relatif rendah dan menggunakan teknologi sederhana, serta populer di mata petani, penyuluh dan program pembangunan. KJA dapat digunakan tidak hanya terutama sebagai metode untuk memproduksi protein kualitas tinggi dengan harga murah tetapi juga, tetapi juga untuk membersihkan perairan eutrophicated dan untuk memperbaiki kondisi di danau asam di Skandinavia(Malcom, 1985). Meskipun hanya 5-10 % dari produksi akuakultur darat, pertumbuhan di sektor ini berlangsung cepat. Namun, kekhawatiran Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.: 51-56 yang berkembang tentang dampak lingkungan dari metode ini yang bersifat intensif diyakini mempercepat eutrofikasi, KJA ekstensif memberikan hasil tinggi pada awalnya namun akan diikuti dengan penurunan angka produksi . Kebijakan Yang Tidak Terukur Kebijakan memperkenalkan budidaya perikanan berbentuk Karamba Jaring Apung (Net Cage) di lingkungan perairan waduk, yang sesungguhnya digunakan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air, merupakan bentuk kompensasi yang dijanjikan pemerintah terhadap masyarakat yang tanahnya dijadikan sebagai waduk. Pemerintah menawarkan program transmigrasi kepada penduduk yang tanahnya termasuk wilayah waduk. Penduduk sekitar yang tidak mengikuti program transmigrasi akhirnya mendapat kesempatan untuk menjadi petan ikan dengan menerapkan pola budidaya KJA sebagaimana yang dipandu oleh para penyuluh pertanian kala itu. Mulai dari Waduk Sutami di Sengguruh Kabupaten Malang, sampai Waduk Dharma yang ada di Kuningan Jawa Barat, Seperti disebut di atas, terjadi peningkatan produksi, namun seiring dengan berjalannya waktu, terjadi penurunan produksi. Agar produksi naik, minimal stabil sebagaimana awalnya, dilakukan pembudidayaan dengan menggunakan pakan ikan. Produksi ikan selanjutnya meningkat sehingga menarik siapapun untuk masuk sebagai petani KJA. Akibatnya jumlah petak KJA meningkat di hampir semua waduk yang dimanfaatkan untuk budidaya KJA. Masuknya petani ikan, penduduk dari kota lain sebagai pelaku usaha budidaya KJA tidak dapat tercegah sekalipun aturan telah melarangnya, sementara putaran uang di kawasan ini sangat tinggi sebagaimana digambarkan oleh Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur (2011) berikut ini. I. Nilai Ekonomi Aktivitas Budidaya Ikan 1.1. Pakan Rp. 24.750.000.000,1.2. Benih Ikan Rp. 7.820.000.000,1.3. Produksi Rp. 46.350.000.000,1.4. TK Kolam Rp. 1.300.000.000,1.5. Sopir &Kernet TK Gudang Rp. 75.000.000,- II. III. ================ Jumlah Rp. 80.295.000.000,Nilai Ekonomi Aktivitas Pendukung Jumlah RP. 10.276.050.000,Nilai ekonomi selama 1 tahun Rp. 90.571.050.000 x 12 Bulan Rp 1.086.852.600.000,- (Satu Trilliun Rupiah Delapan Puluh Enam Milyar Delapan Ratus Lima Puluh Dua Juta Enam Ratus Ribu Rupiah) Setelah berlangsung lebih dari satu dekade, terjadi eksternalitas dimana waduk yang digunakan untuk budidaya perikanan KJA mengalami degradasi drastis seperti penurunan kedalaman air, pengerasan dasar waduk disebabkan pengerasan sedimentasi, kondisi eutrofik sampai hypertrofik. Kenyataan di atas memperlihatkan bahwa kebijakan yang memayungi kegiatan usaha budidaya perikanan KJA yang berkecenderungan open accessdi kawasan waduk yang peruntukannya sebagai pembangkit listrik tenaga air sebagai kebijakan yang tidak terukur. Rahmani (2012) menyebutkan bahwa, kebijakan berikutnya sekalipun telah mengarah pada aturan-aturan pelestarian perairan namun dalam implementasi di lapang lebih cenderung mengarah pada peningkat rente ekonomi daerah. Eksternalitas yang disebut di atas disebut oleh Fauzi (2006) sebagai dampak (positif atau negatif), atau net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsipprinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang. Secara umum ada beberapa tindakan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya eksternalitas yaitu dengan memberikan hak kepemilikan, internalisasi, dan pemberlakuan pajak. Internalisasi merupakan upaya untuk menginternalkan dampak yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu unit usaha. Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.:51-56 53 Eksternalitas yang terjadi di berbagai waduk yang disebut di atas, berupa pencemaran badan air perairan waduk, merupakan ekses dari pemanfaatan dari badan perairan sebagai barang publik sehingga dipandang common property, dan disisi lain kelembagaan Pengelola Waduk sebagai representatif pemerintah tidak dapat berperan optimal. Dengan demikian menjadi sangat penting untuk mengetahui keberadaan eksternalitas ini dan nilai ekonomi yang terbuang disebabkan kondisi ini. Instrumen Ekonomi Secara umum Instrumen Ekonomi didefinisikan sebagai Instrumen berbasis pasar, karena menggunakan sinyal pasar seperti harga untuk memberikan insentif kepada pengambil keputusan untuk mengintegrasikan lingkungan dalam proses pengambilan keputusan mereka. James (1997) mengidentifikasikan Instrumen Ekonomi untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan sebagai mekanisme administrasi yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perilaku siapa pun yang mendapatkan nilai dari sumber daya, memanfaatkan atau menyebabkan dampak sebagai side effect atau eksternalitas yang disebabkan aktifitas mereka. Ada empat hal utama menyangkut fungsi Instrumen Ekonomi dalam pengelolaan lingkungan, yakni: 1) Menginternalisasikan eksternalitas dengan cara mengoreksi kegagalan pasar melalui meknisme ”full cost pricing” atau mekanisme pembayaran penuh, dimana biaya subsidi, biaya lingkungan dan biaya eksternalitas diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. 2) Mampu mengurangi konflik pembangunan versus lingkungan, bahkan jika dilakukan secara tepat menjadikan pembangunan ekonomi sebagai wahana (vehicle) untuk perlindungan lingkungan dan sebaliknya. Dengan memfungsikan instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup, maka akan muncul keselarasan dalam pembangunan. 3) Instrumen Ekonomi berfungsi untuk mengencourage efisiensi dalam penggunaan barang dan jasa dari sumber daya alam sehingga tidak menimbulkan overconsumption karena pasar -melalui Instrumen Ekonomi-akan memberikan sinyal yang tepat terhadap penggunaan yang tidak efisien. Instrumen ekonomi akan memberikan pertanda bagi pelaku ekonomi agar selalu memperhatikan perilaku yang menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan sehingga kegiatan ekonomi yang berjalan selalu dalam koridor 54 terarah pada tercapainya efisiensi dan bahkan memperbaiki kondisi yang ada menjadi lebih baik. 4) Instrumen Ekonomi dapat digunakan sebagai sumber penerimaan (revenue generating). Instrumen ekonomi dapat menghasilkan pemasukan dana dalam jumlah besar dari penerimaan pajak atau retribusi. Pihak yang akan memperoleh penerimaan tersebut bisa pemerintah (pusat maupun daerah), unit pengelola /penyedia jasa lingkungan atau kelompok masyarakat yang diberikan kewenangan untuk mengumpulkan penerimaan tersebut. Penerimaan tersebut dapat digunakan kembali untuk diinvestasikan kembali dalam kegiatan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup dan dukungan lebih lanjut terhadap langkah-langkah praktis menuju kondisi lingkungan yang lebih baik, misalnya dengan mengadopsi teknologi Perlunya Instrumen Ekonomi Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pengelolaan lingkungan sangat diperlukan agar hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan ekonomi tersebut tidak menguap oleh karena rusaknya sumber daya alam dan lingkungan. Untuk itulah dilakukan upaya-upaya pengendalian lingkungan. Selama ini instrumen pengendalian lingkungan terdiri dari command and control, moral suasion dan insentif berbasis finansial maupun pasar atau sering disebut sebagai Instrumen Ekonomi. Pengendalian lingkungan yang dilakukan melalui command and control dinilai sering kurang efektif manakala enforcement masih kurang. Instrumen berbasis command and control juga cenderung akan terjebak pada complex legislatif web (jaringan perundang-undangan yang kompleks) serta mahalnya biaya penegakan hukum. Di sisi lain pendekatan pengendalian melalui moral suasion seperti pendidikan, tindakan sukarela untuk mengadopsi teknologi yang terbaik yang ramah lingkungan juga sering tidak efektif karena memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi dari para pengguna. Instrumen Ekonomi di sisi lain, bekerja melalui reward and punisment serta melalui mekanisme pasar sehingga meng-encourage produsen dan konsumen untuk menyesuaikan perilaku mereka terhadap dampak lingkungan melalui mekanisme insentif dan disinsentif. Di beberapa negara, Instrumen Ekonomi ini sudah Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.: 51-56 banyak diterapkan dan terbukti efektif dalam mengendalikan dampak lingkungan. Alasan rasional diperlukannya Instrumen Ekonomi dapatdilihat pada Gmbar 1. Gambar 1. Alasan Rasional Perlunya Instrumen Ekonomi Jenis-Jenis Instrumen Ekonomi Secara umum Panayatou (1994) lebih jauh membagi tipologi instrumen ekonomi menjadi tujuh jenis, yaitu : 1. Hak Kepemilikan (property right) 2. Penciptaan Pasar (market creation) 3. Instrumen Fiskal 4. Sistem Pungutan (charge system) 5. Instrumen Finansial 6. Instrumen Pertanggung jawaban (liability) 7. Performance dan Bond system Tipologi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Dari gambar dapat dilihat bahwa dalam hal pemilikan (property right) ada dua hal yang perlu dipertimbangkan yakni menyangkut ownership right (hak memiliki) dan use right atau hak pemanfaatan. Instrumen ekonomi yang bisa digunakan antara lain berupa licensing (penjualan izin), pengesahan penjagaan (stewardship), hak pengusahaan misalnya pada pertambangan dan sebagainya. Sementara itu dari sisi penciptaan pasar, mekanisme yang sering digunakan di negara maju seperti tradable permit, tradable catch quota (individual transferable quota) dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian. Rincian jenis dan klasifikasi dari instrumen lainnya bisa dilihat pada Gambar 2. Property Rights Ownership rights I. Water rights II. Mining rights III. Land rights Use rights II. Stewardship III. Licensing Property Rights Ownership rights 2. Water rights 3. Mining rights 4. Land rights Use rights 1) Stewardship 2) Licensing Gambar 2. Tipologi Instrumen Ekonomi Sumber : Panayotou,1994 Instrumen ekonomi pada dasarnya adalah instrumen yang dirancang untuk mempengaruhi proses produksi dan konsumsi melalui mekanisme harga atau dengan cara mengubah ketertarikan ekonomi terhadap tindakan-tindakan tertentu. Instrumen ekonomi berfungsi untuk mengukuhkan, memperbaiki dan memperjelas hak pemilikan, menjamin pengguna sumberdaya membayar sesuai yang dikonsumsi dan dapat menjadi subsidi bagi alternatif teknologi yang ramah lingkungan serta dapat membangkitkan penerimaan keuangan daerah. Selama ini instrumen pengendalian lingkungan terdiri dari command and control, moral suasion dan insentif berbasis finansial maupun pasar atau sering disebut sebagai instrumen ekonomi. Pengendalian lingkungan yang dilakukan melalui command and control (CaC) dinilai sering kurang efektif manakala enforcement masih kurang. Instrumen berbasis CaC juga cenderung akan terjebak pada complex legislatif web (jaringan perundang-undangan yang kompleks) serta mahalnya biaya penegakan hukum. Di sisi lain pendekatan pengendalian melalui moral suasion seperti pendidikan, tindakan sukarela untuk mengadopsi teknologi yang terbaik yang ramah lingkungan juga sering tidak efektif karena memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi dari para pengguna. Instrumen ekonomi di sisi lain, bekerja melalui reward and punisment serta melalui mekanisme pasar sehingga mendorong produsen dan konsumen untuk menyesuaikan perilaku mereka terhadap dampak lingkungan melalui mekanisme insentif dan disinsentif. Instrumen ekonomi akan berhasil apabila petani mendatangkan insentif bagi petani maupun pemangku kepentingan lain. Tawaran instrumen ekonomi yang dapat diterapkan bagi upaya pemulihan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan perairan waduk adalah sebagai berikut: Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.:51-56 55 1. 2. 3. 56 Command and Control (CaC). Instrumen yang paling sering dilakukan oleh para pembuat kebijakan publik. Instrumen akan efektif apabila para pihak pengelola, Pemerintah Daerah di sekitar waduk merancang bentuk CaC,, yang didalamnya memuat berbagai aturan atau tatacara bagi upaya terciptanya: a. Tertib usaha kegiatan budidaya ikan KJA baik dari sisi administrasi, teknis dan lingkungan. b. Sosialisasi yang berkelanjutan tentang perlunya menjaga keberlangsungan usaha budidaya ikan KJA, agar muncul kebijakan kontraproduktif yang menutup peluang budidaya KJA diteruskan. Untuk itu, parsialisasi tugas CaC kepada masing-masing pihak harusnya bersifat saling melengkapi dalam bentuk penugasan yang bersifat linier dan berkesinambungan, siklik, dalam arti harus mereview hasil tugas pihak lain atau bentuk lainnya. Insentif dan disinsentif merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam CaC, sehingga terancang secara matang, dan bukan hanya hak para petugas yang berprestasi, namun juga hak para petani ikan, kelompok petani ikan, kelompok pengawas ikan, pedagang ataupun penduduk sekitar. Kuota Produksi. Carrying capacity perairan waduk harus ditentukan segera berdasarkan hasil penelitian, sehingga produksi optimal dapat ditentukan dibagi atas berapa petak.Untuk itu kuota produksi ikan perlu diciptakan dalam rangka keberlangsungan produksi ikan sampai 20-30 tahun mendatang. Kuota produksi diciptakan sebagai kebijakan Pemda dan ditawarkan kepada petani ikan. Jumlah petak KJA dari jumlah akumulasi petani yang mendaftar tidak boleh melebihi jumlah petak yang ditetapkan. Kuota yang dimiliki petani dapat diperjualbelikan dengan mekanisme administrasi yang disepakati bersama. Pajak Lingkungan. Pajak lingkungan, yang dalam hal ini adalah biaya lingkungan dimaksudkan sebagai biaya yang harus dibayar petani sesuai dengan jumlah dan jenis pakan ikan yang diberikan petani. Petani yang menggunakan pakan ikan yang menurut pihak Dinas Perikanan kurang ramah terhadap perairan akan dikenakan pajak tinggi, sementara yang ramah pajaknya lebih rendah. Informasi tentang jenis dan jumlah pakan yang dipakai disinergikan dengan „gudang‟ dan/atau „bandar‟ dan/atau kelompok pengawas lalu lintas pakan dan benih. KESIMPULAN Budidaya perikanan di waduk sangat berperan bagi masyarakat sekitar. Instrumen ekonomi untuk untuk keberlajutan budidaya perikanan di waduk adalah Command and Control (CaC), Kuota Produksi dan Pajak Lingkungan. Selain itu juga sangat diperlukan kelembagaan yang mengatur waduk. DAFTAR PUSTAKA 1. Badruddin,M.2010. Model Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Dan Waduk. Jurnal Sumber Daya Air Vol 6 No. 2 November 2010: 102-204 2. Insan, I. 2009. Status Tropik dan Daya Dukung Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 3. Garno, Y.S. 2000. Status dan Strategi Pengendalian Pencemaran Waduk Multiguna Cirata. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Fakultas Perikanan Universitas Padjajaran, Bandung. 4. Malcom, M dan Beveridge. 1984. Cage and Pen Fish Farming Carrying Capacity Models And Environmental Impact, FAO Repository. 5. Rahmani, U. 2012. Pengelolaan Optimal Budidaya Ikan Karamba Jaring Apung (KJA) Di Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.: 51-56 129