1 PENDAHULUAN Latar Belakang Domba ekor gemuk (DEG) (Fat tailed sheep) dikenal dari bentuk ekornya yang gemuk, sehingga digolongkan ke dalam domba ekor gemuk. DEG banyak terdapat di daerah Madura, Jawa Timur dan wilayah Indonesia Timur seperti di Lombok, Sumbawa, Kisar dan Sawa. Populasi ternak domba sebagian besar berada pada petani peternak di pedesaan yang merupakan tulang punggung produksi pangan hewani asal ternak. Populasi ternak domba di Indonesai tidak menyebar secara merata di seluruh propinsi, umumnya umumnya terkonsentrasi di pulau Jawa terutama di daerah Jawa Barat yaitu sebanyak 5 524 209 ekor (52.75%), Jawa Tengah 2 661 731 (25.42%), Jawa Timur 740 667 (7.07%) dan Banten 637 072 (6.08%), sedangkan di luar pulau Jawa populasi domba adalah sebesar 908 312 (7.38%) yang tersebar diberbagai pulau di Indonesia (Dirjen Peternakan 2009). Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri atas dua pulau yaitu Lombok dan Sumbawa dikenal sebagai daerah kantong ternak, terutama ternak ruminansia besar seperti sapi Bali dan kerbau. Selain itu terdapat juga komoditas peternakan lainnya seperti kuda, kambing dan domba. Berdasarkan data Dinas Peternakan NTB tahun (2007), jumlah ternak ruminansia yaitu sapi 507 856 ekor (44%), kerbau 153 822 ekor (13.33%), kuda 75 042 ekor (6.50%), kambing 388 693 ekor (33.68%) dan domba 28 662 ekor (2.48%). Khusus untuk ternak domba populasi terbesar berada di kabupaten Lombok Timur yaitu sebesar 11 898 ekor (41.51%) dari total jumlah domba yang ada di NTB. Kurang berkembangnya peternakan domba di NTB disebabkan oleh kebijakan pemerintah setempat untuk mengembangkan ternak sapi Bali khususnya sebagai komoditas andalan, disatu sisi ternak domba dianggap sebagai karier bagi penyakit mulut dan kuku (PMK) (Aphthae epizooticae) yang sangat rentan bagi ternak sapi, terutama bagi sapi Bali. Domba yang ada di Lombok dikembangkan oleh masyarakat pedesaan dan daerah-daerah terpencil pada lahan marginal yang dilakukan secara tradisional tanpa didukung oleh program pengembangan dari pemerintah. Domba ekor gemuk (DEG) dikenal sebagai domba tropis yang prolifik yaitu hewan yang memiliki kemampuan melahirkan lebih dari satu anak yang biasa 2 disebut sebagai sifat peridi. Biasanya domba betina melahirkan anak satu ekor (single), namun yang paling sering adalah melahirkan dua ekor (twin), kadangkala tiga ekor (triplets) bahkan ada yang empat ekor (quadruplets) (Fahmy 1996). Menurut Gatenby (1991) jumlah anak yang dilahirkan dalam satu kali kelahiran dihitung sebagai satuan litter size. Sifat peridi pada domba diatur oleh berbagai faktor yaitu genetik, pakan, tata laksana dan lingkungan (Fahmy 1996). Davis (2005) menyatakan bahwa sifat prolifik pada domba diatur oleh tiga gen utama (major gene) yaitu: Bone morphogenetic protein receptor IB (BMPR1B), Bone morphogenetic protein 15 (BMP-15) dan Growth differentiation factor 9 (GDF9). Gen BMPR-1B dan gen BMP-15 disebut juga gen FecB dan FecX ditemukan terekspresi khusus pada oosit yang sedang berkembang pada ovarium di beberapa spesies mamalia seperti rodentia (Laitinen et al. 1998), ruminansia (Galloway et al. 2002) dan primata (termasuk manusia) (Aaltonen et al. 1999). Kedua gen tersebut berhubungan dengan sifat prolifikasi pada berbagai jenis domba. Gen BMPR-1B merupakan gen autosomal yang terletak di kromosom 6 dengan efek aditif terhadap kecepatan ovulasi, sedangkan BMP-15 adalah gen yang terpaut kromosom X yang menyebabkan kenaikan laju ovulasi pada betina dalam keadaan heterozygot dan menyebabkan infertill pada betina dalam keadaan homozigot. Mutasi yang terjadi pada kedua gen ini menyebabkan meningkatnya kecepatan ovulasi dan jumlah anak sekelahiran (litter size) pada ternak domba (Davis 2005). Berkembangnya teknik-teknik molekuler sebagai metode seleksi berdasarkan penciri DNA dapat mempercepat program seleksi. Penggunaan penciri DNA dalam program seleksi sering disebut sebagai Marker Assisted Selection (MAS), yang diharapkan mampu meningkatkan respon seleksi yang jauh lebih baik daripada tanpa menggunakan penciri DNA (Quali dan Talmant 1990). Penerapan MAS paling tepat digunakan untuk kegiatan seleksi pada sifat produksi/reproduksi dengan nilai heritabilitas rendah seperti sifat prolifik pada hewan ternak. Munculnya gagasan penggunaan MAS adalah adanya gen yang memiliki hubungan nyata dan menjadi target secara spesifik dalam seleksi (Werf 2000). 3 Mekanisme genetik yang terjadi akibat mutasi pada gen BMPR-1B dan BMP-15 yang memiliki hubungan terhadap rataan jumlah ovulasi dan prolifikasi pada ternak domba masih belum banyak diketahui. Kecenderungan untuk domba beranak kembar dua (twin) maupun tiga (triplets) adalah sama walaupun terdapat perbedaan pada tingkat pengaturan gen. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi gen BMPR-1B dan BMP-15 sebagai MAS terhadap jumlah anak sekelahiran pada DEG yang ada di pulau Lombok. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi keragaman gen BMPR-1B dan BMP-15 pada DEG-Lombok di NTB dan (2) mengetahui hubungan polimorfisme variasi genotipe gen BMPR-1B dan BMP-15 dengan jumlah anak sekelahiran (Litter size) DEG- Lombok. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi dasar dalam upaya perbaikan mutu genetik, strategi pengembangan dan penentuan kebijakan pemuliaan terhadap keberadaan DEG khususnya di pulau Lombok.