fungsi sosial tanah - Portal Kopertis Wilayah III

advertisement
FUNGSI SOSIAL TANAH
Agus Surono
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA
FAKULTAS HUKUM
2013
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Agus Surono
FUNGSI SOSIAL TANAH
Agus Surono
Cet. 1 - Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Al-Azhar Indonesia, 2013
viii + 106 hlm. B5
ISBN 978-602-17732-7-7
Untuk yang tercinta
Orang tuaku : Bapak Slamet Surani dan Ibu Nafiah
Istriku Sonyendah R.
Anak-anakku : M. Rizqi Alfarizi R. dan M. Ridho Bayu Prakoso
KATA PENGANTAR
Maha besar Allah SWT atas segala rahmat dan ijinNya, sehingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Buku ini merupakan
hasil penelitian dan kajian yang mendalam tentang Fungsi Sosial Tanah di
beberapa daerah. Semoga lahirnya buku ini dapat menjadi salah satu bahan
bacaan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Pertanahan/
Agraria.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian buku ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ayahanda H.
Slamet Surani yang selalu memanjatkan doa buat penulis dalam shalatnya
dan secara khusus kepada Almarhumah Hj. Nafiah yang dengan tulus
dan ikhlas semasa hidupnya selalu memperjuangkan pendidikan buat
putera-puterinya, dan tidak henti-hentinya memanjatkan doa, penulis
menghaturkan sembah sujud dan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Semoga Allah senantiasa meridloi apa yang yang sudah Bapak dan Ibu
upayakan dan ihtiarkan.
Kepada Mertua yang sudah penulis anggap sebagai orang tua sendiri,
H. Soemarsono (Almarhum) yang telah banyak mendorong dan berdoa
semasa hidupnya, serta Ibu Hj. Sri Suparsih yang senantiasa memberikan
doa kepada penulis dan keluarga, penulis hanya bisa mengucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Akhirnya ucapan terima kasih atas pengertian, dukungan dan doa
penulis sampaikan kepada Istri tercinta Sonyendah Retnaningsih, SH.,
MH., yang saat ini juga sedang menempuh pendidikan S3 di Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, serta anak-anak tercinta M. Rizqi Alfarizi
Ramadhan dan M. Ridho Bayu Prakoso, yang senantiasa memberi dorongan
semangat dan mengerti atas kesibukan penulis dalam menjalani profesinya
sebagai dosen dan praktisi hukum ini.
Harapan penulis semoga buku ini dapat memberikan manfaat
bagi kepentingan pengembangan Ilmu Hukum secara umum maupun
kepentingan pengembangan Ilmu Hukum Agraria di Indonesia khususnya.
Penulis menyadari, bahwa masih banyak kekurangan disana-sini
serta masih jauh untuk kategori sempurna, mengingat segala keterbatasan
pada kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karenanya,
segala kritik dan saran yang positif senantiasa penulis harapkan.
Jakarta,
April 2013
Agus Surono
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ....................................................................... 1
B.
Permasalahan ........................................................................ 3
C.
Maksud dan Tujuan .............................................................. 4
D.
Manfaat Penelitian ................................................................ 4
BAB 2 KERANGKA TEORITIK
A.
Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State) ...................... 5
B.
Teori Keadilan ........................................................................ 9
C.
Teori Hukum Pembangunan ............................................... 10
D.
Ruang Lingkup ...................................................................... 14
BAB 3 METODE PENELITIAN
A.
Kerangka Pikir Kajian . ......................................................... 15
B.
Pendekatan Penelitian .......................................................... 16
C.
Metode Pengumpulan Data ................................................. 16
D.
Analisis Data .......................................................................... 32
BAB 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.
Gambarn Umum Lokasi Penelitian .................................... 33
BAB 5 HASIL OLAHAN DATA SEMENTARA YANG SUDAH SELESAI
DIOLEH ........................................................................................... 93
BAB 6 PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................ 101
B.
Saran . ...................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
1
Bab
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diperuntukkan bagi
kesejahteraan bangsa Indonesia. Tanah selain mempunyai dimensi fisik dan
lintas sektoral, juga mempunyai dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, hukum, pertanahan dan keamanan. Setiap dimensi tersebut potensial
memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Pengelolaan pertanahan haruslah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana yang tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. UUD
1945 memberikan dasar bagi lahirnya kewenangan Negara yang disebut dengan
hak menguasai Negara. Hak menguasai Negara dimaksud diatur dalam Pasal 2
ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
atau lebih sering disebut dengan UUPA yaitu kewenangan: a. mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan runag angkasa tersebut, b. menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan bumi, air dan ruang angkasa, dan
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Ketiga kewenangan tersebut, merupakan landasan untuk mewujudkan citacita mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan,
Fungsi Sosial Tanah
1
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Republik
Indonesia.
Tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara untuk digunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lebih lanjut hak menguasai Negara
dijabarkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang lain seperti
UU Nomor 11 Tahun 1967 dan UU Nomor 5 Tahun 1967, Hak menguasai
Negara dijabarkan menjadi:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Berdasarkan hak menguasai Negara inilah bersumber wewenang Negara
untuk mengelola bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun
kenyataannya pengelolaan tanah telah menimbulkan berbagai masalah. Tujuan
“untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” masih jauh dari yang diharapkan.
Kebijakan pembangunan yang menitikberatkan pertumbuhan ekonomi yang
mengakibatkan ketimpangan pemilikan penguasaan tanah. Tanah dalam
Republik ini sebagian besar dikuasai oleh pengusaha-pengusaha konglomerasi.
Demikian juga telah terjadi secara besar-besaran peralihan fungsi tanah pertanian
dan non pertanian.
Salah satu perspektif yang mendasar dari pengelolaan pertanahan bahwa
semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial (Pasal 6 UUPA), pengelolaan
pertanahan pada prinsipnya merupakan urusan Pemerintah. Oleh karena itu,
fungsi sosial hak atas tanah dapat dituangkan dalam bentuk kebijakan (Policy),
pengaturan (regulatory), pengendalian dan pengawasan (compliance), dan
pelayanan (service). Dalam melaksanakan misi-misi sosial tersebut pemerintah
mempertimbangkan ketersediaan tanah, untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang berkepentingan (stakeholder), keadilan bagi seluruh rakyat, kepastian
dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, dan berkesinambungan
dalam pelayanan, ketersediaan dan ekosistem.
2
Fungsi Sosial Tanah
Meskipun konsepsi tentang pengelolaan pertanahan yang mempunyai
fungsi sosial telah tertuang dalam UUPA, namun demikian mengenai fungsi
sosial hak atas tanah masih belum dapat dijabarkan secara jelas dalam kebijakan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan, serta pelayanan dalam bidang
pertanahan. Oleh sebab itu diperlukan suatu kajian yang menyeluruh tentang
pengembangan kebijakan terhadap fungsi sosial hak atas tanah.
Untuk menangani dan membenahi persoalan pertanahan yang berkaitan
dengan tanah adat tersebut di atas tentu diperlukan pemikiran-pemikiran
dari banyak pihak, baik bersifat akademisi maupun praktisi yang diharapkan
nantinya dapat membantu pimpinan merumuskan kebijakan pertanahan dalam
bentuk kegiatan beruapa penelitian mengenai kebijakan di bidang pertanahan
khususnya mengenai kebijakan fungsi sosial tanah dengan sasasran utama
bagaimana merumuskannya dalam wilayah masyarakat hukum adat/ulayat
dapat member kontribusi maksimal bagi keinginan politik pemerintah yaitu
“tanah untuk kesejahteraan rakyat.”
vMelalui penilitian ini akan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi
yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk kebijakan di bidang pertanahan
khususnya mengenai kebijakan fungsi sosial tanah agar mampu memberikan
kontribusi yang nyata untuk mensejahterakan masyarakat adat khususnya
dan masyarakat pada umumnya terutama terhadap kesempatan mereka untuk
memanfaatkan tanah secara optimal.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut di atas harus mampu
menjawab beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimana pola kebijakan fungsi sosial tanah untuk kepentingan masyarakat
menurut UUPA?
2. Bagaimanakah kontribusi fungsi sosial tanah terhadap kesejahteraan
masyarakat?
3. Bagaimanakah konsep kebijakan fungsi sosial tanah yang efektif dan ideal
bagi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat?
Fungsi Sosial Tanah
3
C. Maksud dan Tujuan
Maksud penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk memperoleh masukanmasukan dalam kaitannya terhadap masalah kebijakan fungsi sosial tanah yang
telah dilaksanakan di berbagai daerah yang dijadikan sebagai sampel penelitian
guna menghasilkan rumusan kebijakan secara nasional berkaitan dengan fungsi
sosial tanah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Adapun yang menjadi tujuan kajian ini secara lebih khusus harus mampu
menjawab beberapa permasalahan yang dikemukakan tersebut di atas yang
meliputi:
1. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang pola kebijakan fungsi sosial
tanah untuk kepentingan masyarakat menurut UUPA.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang kontribusi kebijakan fungsi
sosial tanah terhadap kesejahteraan masyarakat.
3. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang konsep kebijakan fungsi
sosial tanah yang efektif dan ideal bagi masyarakat dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat dan memberikan
kontribusi pemikiran:
Pertama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan upaya mengembangkan ilmu pengetahuan hukum khususnya yang berkaitan
dengan kebijakan fungsi sosial tanah.
Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman
oleh instansi BPN khususnya dalam memberikan masukan terhadap kebijakan
yang akan diambil oleh BPN dalam kaitannya dengan pengembangan kebijakan
fungsi sosial tanah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
4
Fungsi Sosial Tanah
2
Bab
KERANGKA TEORITIK
Penelitian ini hakekatnya adalah dalam rangka mencari dan menemukan
alternatif kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan fungsi sosial
tanah. Secara khusus akan dicermati tentang kebijakan fungsi sosial tanah yang
dapat diterapkan secara nasional di beberapa daerah dengan disesuaikan dengan
kondisi di daerah masing-masing.
Upaya untuk melakukan penelitian tentang “Kebijakan Fungsi Sosial Tanah”
menggunakan beberapa teori yang akan dipakai sebagai alat analisis penelitian.
Beberapa teori tersebut diantaranya teori Negara Kesejahteraan (welfare state), teori
Keadilan yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan John Rawls, teori hukum
pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja.
A. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State)
Kerangka pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian ini, digunakan
untuk dapat menjawab 3 (tiga) identifikasi masalah yang telah ditetapkan.
Fungsi Sosial Tanah
5
Pilihan berfikir yuridis dari salah satu teori tentang tujuan negara adalah Negara
Kesejahteraan (Welfare State). Konsep negara hukum yang semula merupakan
liberal berubah ke negara hukum yang menyelenggarakan kesejahteraan rakyat.1
Menurut konsep Negara Kesejahteraan, tujuan negara adalah untuk kesejahteraan
umum. Negara dipandang hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan
bersama kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat negara tersebut.2
Selain konsep negara berdasar atas hukum (biasa disebut negara hukum), juga
dikenal konsep negara kesejahteraan (welfare state), yakni suatu konsep yang
menempatkan peran negara dalam setiap aspek kehidupan rakyatnya demi
terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat3. Sehubungan dengan
konsep negara kesejahteraan tersebut, maka negara yang menganut konsep
negara kesejahteraan dapat mengemban 4 (empat) fungsi4 yaitu:
1. The State as provider (negara sebagai pelayan)
2. The State as regulator (negara sebagai pengatur)
3. The State as enterpreneur (negara sebagai wirausaha), and
4. The State as umpire (negara sebagai wasit).
Merujuk pada fungsi negara yang menganut konsep negara kesejahteraan
sebagaimana telah dikemukakan di atas, menyebabkan negara memegang
peranan penting. Guna memenuhi fungsinya sebagai pelayan dan sebagai
regulator, maka negara terlibat dan diberi kewenangan untuk membuat peraturan
dalam kaitannya dengan fungsi sosial tanah, sehingga terwujud kesejahteraan
rakyat sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33
ayat (3). Oleh sebab itu,peranan pemerintah dalam mendorong masyarakat agar
lebih berdaya dalam ikut mengelola dan memanfaatkan tanah menjadi suatu
hal yang sangat penting. Negara mempunyai peran penting dalam mengatur
1
2
3
4
6
Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 133.
CST Kansil dan Christine ST. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (1), Rineka Cipta, Jakarta,
1997, hlm. 20.
Mustamin Dg. Matutu, ”Selayang Pandang (tentang) Perkembangan Tipe-Tipe Negara Modem, ”Pidato
Lustrum ke IV Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Hasanuddin Ujung Pandang,
1972. hlm. 15.
W. Friedmann., The State and The Rule of Law In A Mixed Economy, London: Steven & Son, 1971, hlm. 5.
Fungsi Sosial Tanah
penguasaan, penggunaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Instrumen penting yang dapat digunakan oleh negara
dalam menyelenggarakan fungsi reguleren termasuk dalam bidang agrarian
khususnya terhadap tanah adalah undang-undang, dan ini merupakan aplikasi
dari asas legalitas dalam konsep negara berdasar atas hukum.
Teori Negara Kesejahteraan sangat mendukung suatu pola kebijakan fungsi
sosial tanah, sehingga akan mendukung terwujudnya kesejahteraan umum dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Konsep Negara Kesejahteraan dalam UUD 1945 pertama kali diadop oleh
Muhamad Hatta,
5
yang dapat dikemukakan berdasarkan ketentuan Pasal 33
yang berbunyi:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam
Undang-Undang.
Kebijakan fungsi sosial tanah di Indonesia, mengacu pada ideologi
penguasaan dan pemanfaatan sebagaimana tercermin dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
5
Jimly Asshiddiqie, “Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa
Depan”, Universitas Indonesia , Jakarta, 1998.
Fungsi Sosial Tanah
7
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya”.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa negara menguasai
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, namun penguasaan ini dibatasi
yaitu harus dipergunakan untuk sebesarnya-besarnya kemakmuran rakyat.6
Campur tangan Pemerintah tersebut di atas menunjukkan bahwa Indonesia
menganut konsep negara kesejahteraan (Welfare State), sebagaimana dicetuskan
oleh Beveridge.7 Selanjutnya, dalam perkembangannya karena keterlibatan
pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsinya dalam membuat regulasi
dan mengawasi berbagai aktivitas di masyarakat, timbul berbagai permasalahan
yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat di lapangan. Hal tersebut
digambarkan oleh Tocqueville seringkali menimbulkan konflik termasuk
juga di dalamnya konflik tenurial di suatu negara. Ia mengemukakan bahwa:
“Conflict, however bounded; controversy, however regulated-these are features
not incidental but essential to the operation of the political system”.8
Tujuan hukum dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, masing-masing:
Pertama, dari sudut pandang ilmu hukum positif normatif atau yuridis
dogmatik, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya.
Kedua, dari sudut pandang filsafat hukum, dimana tujuan hukum dititikberatkan
pada segi keadilan. Ketiga, dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum
dititikberatkan pada segi kemanfaatannya.9
6
7
8
9
8
Muchsan, Hukum Administrasi Negara dan Peradilan, Administrasi Negara di Indonesia, (Jakarta: Liberti,
2003), hlm.9.
Beveridge seorang anggota Parlemen Inggris dalam reportnya yang mengandung suatu program sosial,
dengan perincian antara lain tentang meratakan pendapatan masyarakat, usulan kesejahteraan sosial,
peluang kerja, pengawasan upah oleh Pemerintah dan usaha di bidang pendidikan. Muchtar Kusumaatmadja,
Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung: PT. Alumni, 2002), hlm.82.
Tocqueville’s seperti dikutip Gianfranco Poggi, The Development of the Modern State, (New York: Stanford
University Press, 1978), hlm. 111.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: PT. Gunung Agung,
2000), hlm.72.
Fungsi Sosial Tanah
B. Teori Keadilan
Disamping teori Negara Kesejahteraan, dipergunakan juga sebagai
pisau analisis adalah teori keadilan. Menurut ajaran utilitis dengan tujuan
kemanfaatannya, yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Menurut pandangan
ini, tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau
kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat.
Penangannya didasarkan pada filsafah sosial bahwa setiap warga masyarakat
mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. Doktrin utilitis
ini mennjurkan ‘the greathes happiness principle’ (prinsip kebahagiaan yang
semaksimal mungkin). Tegasnya, menurut teori ini masyarakat yang ideal
adalah masyarakat yang mencoba memperbesar kebahagiaan dan memperkecil
ketidakbahagiaan atau masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang
sebesar mungkin kepada rakyat pada umumnya dan agar ketidakbahagiaan
diusahakan sedikit mungkin dirasakan oleh rakyat pada umumnya.10
Selain pandangan teori keadilan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Jeremy Bentham, dapat dikemukakan teori keadilan yang dikemukakan oleh
John Rawls. Menurut John Rawls, semua teori keadilan merupakan teori
tentang cara untuk menentukan kepentingan-kepentingan yang berbeda dari
semua warga masyarakat. Menurut konsep teori keadilan utilitaris, cara yang
adil mempersatukan kepentingan-kepentingan manusia yang berbeda adalah
dengan selalu mencoba memperbesar kebahagiaan.
Menurut Rawls, bagaimanapun juga cara yang adil untuk mempersatukan
berbagai kepentingan yang berbeda adalah melalui keseimbangan kepentingankepentingan tersebut tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap
kepentingan itu sendiri. Teori ini sering disebut ’justice as fairness ‘(keadilan
sebagai kejujuran). Jadi yang pokok adalah prinsip keadilan mana yang paling
fair, itulah yang harus dipedomani. Terdapat dua prinsip dasar keadilan.
Prinsip yang pertama, disebut kebebasan yang menyatakan bahwa setiap orang
10
Ibid., hlm.77.
Fungsi Sosial Tanah
9
berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal ia tidak menyakiti orang lain.
Tegasnya, menurut prinsip kebebasan ini, setiap orang harus diberi kebebasan
memilih menjadi pejabat kebebasan berbicara dan berfikir kebebasan memiliki
kekayaan, kebebasan dari penangkapan tanpa alasan dan sebagainya.11
Prinsip keadilan yang kedua yang akan disetujui oleh semua orang
yang fair adalah bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus menolong
seluruh masyarakat dan para pejabat tinggi harus terbuka bagi semuanya.
Tegasnya, ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika
ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.12
Teori keadilan ini sangat relevan untuk menjawab bagaimana seharusnya
kebijakan fungsi sosial tanah dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat
secara adil. Karena esensi hak masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya
agrarian khususnya terhadap tanah adalah adanya perlakuan yang adil untuk
memanfaatkan dan mengelola tanah secara arif bijaksana dan berkesinambungan
untuk kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan generasi yang akan
datang.
C. Teori Hukum Pembangunan
Friedman mengemukakan bahwa suatu sistem hukum terdiri dari tiga
unsur13: “Hukum sebagai suatu sistem pada pokoknya mempunyai 3 (elemen),
yaitu (a) struktur system hukum (structure of legal system) yang terdiri dari
lembaga pembuat undang-undang (legislative), institusi pengadilan dengan
strukturnya lembaga kejaksaan dan badan kepolisian negara, yang berfungsi
sebagai aparat penegak hukum; (b) subtansi sistem hukum (substance of legal)
yang berupa norma-norma hukum, peraturan-peraturan hukum, termasuk polapola perilaku masyarakat yang berada di balik sistem hukum; dan (c) budaya
11
12
13
10
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 181 dan 203.
Ibid.
Lawrence W Friedman, American Law, ( New York: W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 7.
Fungsi Sosial Tanah
hukum masyarakat (legal culture) seperti nilai-nilai, ide-ide, harapan-harapan
dan kepercayaan-kepercayaan yang terwujud dalam perilaku masyarakat dalam
mempersepsikan hukum”.
Pendapat serupa juga dikemukakan dalam teori hukum pembangunan dari
Muchtar Kusumaatmadja. Berdasarkan kenyataan kemasyarakatan dan situasi
kultural di Indonesia serta kebutuhan riil masyarakat Indonesia, Muchtar
Kusumaatmadja merumuskan landasan atau kerangka teoritis bagi pembangunan
hukum nasional dengan mengakomodasikan pandangan tentang hukum dari
Eugen Ehrlich dan teori hukum Roscou Pound, dan mengolahnya menjadi
suatu konsep hukum yang memandang hukum sebagai sarana pembaharuan,
disamping sarana untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum.14
Untuk memberikan landasan teoritis dalam memerankan hukum sebagai
sarana pembaharuan masyarakat serta membangun tatanan hukum nasional
yang akan mampu menjalankan peranan tersebut, Muchtar Kusumaatmadja
mengajukan konsepsi hukum yang tidak saja merupakan keseluruhan azasazas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat
melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses yang
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.15
Dengan konsepsi hukum tersebut, tampak bahwa Muchtar memandang
tatanan hukum itu sebagai suatu sistem yang tersusun atas 3 (tiga) komponen
(sub sistem) yaitu:16
a. Azas-azas dan kaidah hukum;
b. Kelembagaan hukum;
c. Proses perwujudan hukum.
14
15
16
Ibid, hlm. 7.
Ibid.
Ibid.
Fungsi Sosial Tanah
11
Menurut Muchtar Kusumaatmadja, hukum merupakan sarana pembaharuan
masyarakat didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban
dalam usaha pembangunan atau pembaharuan itu merupakan sesuatu yang
diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu.17
Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana
pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum
memang bias berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan
dalam arti merupakan arah kegiatan rumusan kearah yang dikehendaki oleh
pembangunan atau pembaharuan.18
Kedua fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh hukum disamping
fungsinya yang tradisional yakni untuk menjamin adanya kepastian dan
ketertiban.19
Perubahan maupun ketertiban atau keteraturan merupakan tujuan kembar
dari masyarakat yang sedang membangun, hukum menjadi suatu alat (sarana)
yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.20
Peranan hukum dalam pembangunan dimaksudkan agar pembangunan
tersebut dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti
bahwa diperlukan seperangkat produk hukum baik berwujud perundangundangan maupun keputusan badan-badan peradilan yang mampu menunjang
pembangunan.21
Dalam tataran pelaksanaan kebijakan pola fungsi sosial tanah harus dapat
dijabarkan lebih detail dan lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundangperundangan.
Dalam kaitannya dengan pengurusan sumber daya agrarian khususnya yang
berkaitan dengan fungsi sosial tanah perlu adanya good lands governance.22
17
18
19
20
21
22
12
Muchtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung: PT. Alumni, 2002),
hlm. 89.
Ibid.
Ibid.
Ibid, hlm. 89.
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm.
65.
Elfian Efendi, Jangan Menunggu Kapal Pecah, ( Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2001), hlm.61.
Fungsi Sosial Tanah
Adapun syarat good lands governance antara lain: Pertama, adanya transparansi
hukum, kebijakan dan pelaksanaan; Kedua, tersedianya mekanisme yang
“legitimate” dalam proses akuntabilitas publik; Ketiga, adanya mekanisme
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi yang partisipatif;
Keempat, adanya mekanisme demokratis dalam memperkuat daerah; Kelima,
memperbaiki birokrasi pusat yang tidak efektif dan efisien untuk perbaikan
kinerja melalui pengembangan institusi yang mengarah kepada peningkatan
pelayanan publik.23
Untuk menghindarkan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
dipergunakan dalam penulisan disertasi ini, berikut ini definisi operasional dari
istilah-istilah tersebut.
1. Tanah adalah permukaan bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat
(1) UUPA.
2. Hukum Tanah adalah bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan
atas tanah: hak bangsa, hak menguasai dari Negara, hak ulayat, hak
pengelolaan, wakaf dan hak-hak atas tanah lainnya.
3. Fungsi tanah adalah sebagai salah satu sumber daya alam utama, yang
selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,
juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara nasional
maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.
4. Hak bangsa adalah hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan
semua tanah di seluruh wilayah Negara sebagai tanah bersama, yang
disesuaikan dengan perkembangan keadaan serta kebutuhan tanah nasional
dan masyarakat dewasa ini dan masa mendatang.
5. Pembagian Kewenangan adalah pembagian kewenangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dalam hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan
pemerintahan.24
23
24
Ibid., hlm. 61. S
Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Fungsi Sosial Tanah
13
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penelitian ini dapat dibedakan kedalam materi
penelitian dan wilayah penelitian yang dijadikan sebagai sampel terutama
daerah-daerah yang masih eksis dalam kaitannya dengan masalah fungsi sosial
tanah.
1. Materi Kegiatan Penelitian
Materi kegiatan difokuskan pada eksplorasi mengenai kebijakan fungsi
sosial tanah dan kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat, serta
mengkaji bahan-bahan untuk menyusun rumusan konsep pengembangan
kebijakan tentang fungsi sosial tanah ideal pada masa yang akan datang.
2. Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian difokuskan di 6 (enam) daerah/provinsi sebagai
sampel yang mempunyai masyarakat hukum adat/ulayat cukup kuat yang
dipilih secara purposive random sampling, yaitu Provinsi Sumatera Utara;
Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bali, Provinsi Jawa
Timur, Provinsi Gorontalo. Dari Masing-masing provinsi tersebut dipilih 2
kabupaten/kota dengan menggunakan metode pusposive random sampling.
14
Fungsi Sosial Tanah
3
Bab
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir Kajian
Dalam bab ini akan dijelaskan pendekatan dan metodologi yang akan
dijalankan oleh Konsultan dalam menangani Pekerjaan Penelitian Tentang
Kebijakan Fungsi Sosial Tanah, yang secara garis besar tahapan pekerjaan
sesuai yang tercantum dalam kerangka acuan kerja adalah tahap persiapan
perencanaan/ perancangan,
penyusunan gambar pra rencana, penyusunan
pengembangan perencanaan, pembuatan perhitungan biaya kerja, rancangan
detail, persiapan pelelangan, pelelangan, evaluasi dan negosiasi, pengawasan
berkala, dan tentunya dalam setiap langkah yang akan diambil tetap mengadakan
asistensi/ diskusi dengan Pengguna Jasa.
Selanjutnya dalam bab ini akan diuraikan tentang metodologi yang akan
digunakan konsultan dalam setiap rangkaian kegiatan pekerjaan sehingga
dalam waktu yang relatif singkat yaitu 4 (empat) bulan, seluruh rangkaian
pekerjaan dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai dengan tujuan pekerjaan
” Penelitian tentang Kebijakan Fungsi Sosial Tanah”.
Fungsi Sosial Tanah
15
B. Pendekatan Penelitian
Dalam melaksanakan “ Penelitian Kebijakan Fungsi Sosial Tanah”,
diperlukan pendekatan yuridis empiris/yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis
dilakukan untuk memahami pengaturan fungsi sosial tanah dan juga untuk
mengetahui sinkronisasi dan kontradiksi terhadap aturan-aturan yang berkaitan
dengan masalah kebijakan yang terkait dengan fungsi sosial tanah dalam
kerangka hukum tanah nasional. Pendekatan sosiologis digunakan untuk
mengidentifikasi hukum yang nyata-nyata berlaku (secara implicit berlaku)
dalam masyarakat berkaitan dengan masalah fungsi sosial tanah. Penelitian ini
juga didukung dengan pendekatan historis (sejarah) untuk mengungkap dan
menjelaskan lembaga hukum yang terkait dengan masalah fungsi sosial tanah.1
Agar proses pelaksanaan penelitian dapat mencapai tujuan yang akan
dicapai maka diperlukan enam langkah proses berpikir sistemik. Langkahlangkah proses ini merupakan panduan umum saja yang meliputi:
1. Identifikasi kondisi yang ada;
2. Identifikasi kebutuhan dan kondisi yang diinginkan;
3. Identifikasi permasalahan;
4. Analisis;
5. Penyusunan alternatif usulan kebijakan;
6. Memperkirakan dampak implementasi kebijakan.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Metodologi Pengumpulan Data Sekunder
1
16
Jufrina Rizal, dalam Hermayulis, “Penerapan Hukum Pertanahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan
Pada Sistem Kekerabatan Patrilinial di Sumatera Barat”, (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta,
1991), hlm. 58.
Fungsi Sosial Tanah
Pengumpulan data sekunder dilakukan guna mengumpulkan Literatur
yang berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan perundangan terkait di
bidang fungsi social tanah. Atau bisa juga diperoleh berdasarkan hasil
studi sebelumnya untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari kondisi
yang terkait dengan perumahan dan permukiman, termasuk permasalahan,
kebutuhan maupun harapan yang diinginkan .
Pengumpulan data melalui data sekunder ini dikatagorikan sebagai
penelitian sekunder, dimana penelitian sekunder merupakan pendekatan
penelitian yang menggunakan data-data yang telah ada, selanjutnya
dilakukan proses analisa dan interpretasi terhadap data-data tersebut
sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum melaksanakan pengumpulan
data sekunder tim studi harus benar-benar memahami sampai sejauh mana
data-data sekunder ini dapat digunakan, untuk itu keuntungan dan kerugian
penelitian sekunder berikut harus diketahui.
Metodologi umum dalam penelitian sekunder
a. Mencari dan mengumpulkan data.
b. Membuat agar unit pengukuran yang digunakan dapat dibandingkan
(comparable).
c. Mengevaluasi data/ dokumen.
d. Menentukan kelengkapan data.
e. Melakukan analisa data.
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan. kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat
berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dapat
dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh orang
yang langsung mengalami suatu peristiwa; dan dokumen sekunder, jika
peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang
Fungsi Sosial Tanah
17
ini. Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat,
catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk
tujuan penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan.
Kegiatan studi literatur mengacu sumber-sumber yang meliputi :
a. Inventarisasi landasan hukum, peraturan dan perundang-undangan serta
kebijakan fungsi social tanah;
b. Data terkait dengan kondisi/situasi dan permasalahan-permasalahan
yang terjadi di lapangan yang terkait dengan fungsi social tanah;
c. Data mengenai kondisi yang ada terkait dengan tugas dan tanggung
jawab Pemerintah dan masyarakat dalam kegiatan kebijakan fungsi
sosial tanah;
d. Kondisi yang terjadi di lapangan tentang masalah yang berkaitan
dengan fungsi social tanah saat ini;
e. Data dan informasi mengenai aspek teknologis, administratif pertanahan,
sosiologis dan ekonomis, terkait dengan kebijakan fungsi social tanah
yang dilaksanakan saat ini.
Hasil deskripsi ringkas dari studi data sekunder tersebut selanjutnya
diasistensikan untuk mendapat masukan dari pengguna jasa guna
penyempurnaan langkah kerja lebih lanjut. Setelah dibahas dibuatlah
18
Fungsi Sosial Tanah
superimpossed untuk masing-masing permasalahan yang dihadapi guna
dilakukan verifikasi lapangan dengan penelitian primer (survai primer).
Hasil dari penelitian sekunder yang masih berupa data akan dituangkan
dalam laporan antara.
2. Metode Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data dikakukan dengan cara wawancara ataupun kuesioner
dengan nara sumber dari masyarakat, instansi pemerintahan terkait dan
juga dari kalangan akademisi. Adapun kuesioner yang disebarkan untuk
mendapatkan data lapangan yang memadai menggunakan beberapa model
yaitu berupa pertanayaan yang akan dianalisis secara kualitatif dan juga
kuantitatif. Secara rinci kedua jenis kuesioner tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Kuesioner Kajian Dengan Analisis Kuantitatif
Matrik Pengumpulan Data
No
1
Rumusan Masalah
Pengembangan
Pengembangan
Rumusan
Indikator
Tanah mempunyai
Rumusan Fungsi
dimensi
Sosial dari perspektif
Ipoleksosekhankamnas,
Ideologis
Wawasan Nusantara
Paremeter Ukur
NKRI
Item Pernyataan
1. Rumusan
fungsi sosial HAT
seharusnya tetap
dalam kontek NKRI
2. Rumusan
fungsi sosial
HAT seharusnya
memperhatikan nilainilai kebangsaan
Pancasila
Ideologi Bangsa
Indonesia
Falsafah hidup
bangsa Indonesia
Politik
Demokrasi Pancasila Demokrasi yang
berdasarkan
Pancasila dan
berkeadilan bagi
seluruh rakyat
Indonesia
Sosial
Sosial budaya
Reformasi Agraria
Indonesia
Fungsi Sosial Tanah
19
Ekonomi
Ekonomi Kerakyatan
Peningkatan
kesejahteraan rakyat
Kemajuan teknologi
Meningkatkan
produksi nasional
2
Bagaimana rumusan
Rumusan Fungsi
Fungsi sosial
Perwujudan yang
fungsi sosial hak
Sosial HAT
HAT merupakan
konkrit mengenai
atas tanah dalam
kebijakan dasar
empat prinsip
pengembangan
empat prinsip
pertanahan dalam
kebijakan, pengaturan,
pengelolaan
setiap kebijakan
pelayanan serta
pertanahan,
pengendalian dan
yaitu HAT harus
pengawasan yang
berkontribusi
diperlukan dalam
secara nyata untuk
mengatur fungsi sosial
bangsa dan negara
hak atas tanah?
Indonesia
A. Pengembangan
1. meningkatkan
Menciptakan
Kebijakan
kesejahteraan rakyat
lapangan kerja
Pertanahan
dan melahirkan
sumber-sumber baru
kemakmuran rakyat
Mengurangi
kemiskinan
Memperkuat
ketahanan pangan
2. meningkatkan
Negara dapat
tatanan kehidupan
memberikan
bersama yang lebih
macam-macam hak
berkeadilan dalam
atas tanah kepada
kaitannya dengan
orang-orang, baik
pemanfatan,
sendiri maupun
penggunaan,
bersama-sama
penguasaan, dan
dengan orang lain
pemilikan tanah,
serta Badan-badan
Hukum
tiap warga negara
Adanya persamaan
Indonesia baik
prosedur dalam
laki-laki maupun
setiap pemberian
wanita mempunyai
hak atas tanah bagi
kesempatan
pemohon hak laki-
yang sama untuk
laki dan perempuan
memperoleh suatu
hak atas tanah
Adanya persyaratan
cakap menurut
hukum bagi setiap
pemohon hak lakilaki dan perempuan
Pemberian
hak atas tanah
dengan mencegah
penguasaan atas
kehidupan dan
pekerjaan orang lain
yang melampaui
batas
20
Fungsi Sosial Tanah
3. menjamin
Setiap orang,
Pemberian/
kebelanjutan sistem
Badan Hukum
Penetapan SK
kemasyarakat
dan Instansi
HAT seharusnya
an, kebangsaan
yang mempunyai
mencantumkan
dan kenegaraan
hubungan hukum
kewajiban
Indonesia dengan
dengan tanah
memelihara
memberikan akses
wajib memelihara
tanah, menambah
seluas-luasnya
tanah, menambah
kesuburan
pada generasi
kesuburan
dan mencegah
akan datang
dan mencegah
kerusakannya
pada sumber-
kerusakannya
sumber ekonomi
(Kewajiban)
masyarakat dan
Setiap jenis
tanah
Sertipikat HAT
seharusnya
mencantumkan
kewajiban
memelihara
tanah, menambah
kesuburan
dan mencegah
kerusakannya
Memberikan sanksi
Setiap pelanggaran
yang layak bagi
kewajiban untuk
setiap pelanggaran
memelihara tanah
lingkungan hidup
diberikan sanksi
yang tegas dan
memaksa
Pembangunan
Setiap pemberian
yamg berkelanjutan
hak atas tanah
utk meningkatkan
selalu bertujuan
ekonomi rakyat
untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat
4. menciptakan
Memberikan
tatanan kehidupan
aturan yang
bersama secara
standar di setiap
harmonis dengan
daerah mengenai
mengatasi berbagai
pengelolaan tanah
sengketa dan
untuk mencegah
konflik pertanahan
konflik dan sengketa
di seluruh tanah air
tanah
dan menata sistem
pengelolaan yang
tidak lagi melahirkan
sengketa dan konflik
di kemudian hari.
B. Pengembangan
1. mengatur dan
Adanya aturan
Pengaturan
menyelenggarakan
mengenai sistem
Pertanahan
peruntukan,
kelola tanah yang
penggunaan,
standar di setiap
persediaan dan
propinsi
pemeliharaan
bumi, air dan ruang
angkasa tersebut,.
Fungsi Sosial Tanah
21
Adanya aturan
mengenai sistem
pemeliharaan tahnah
yang standar di
setiap propinsi
2. menentukan dan
Adanya aturan
mengatur hubungan-
mengenai syarat-
hubungan hukum
syarat kepada tiap
antara orang-orang
warga negara dalam
dengan bumi, air dan memperoleh hak
ruang angkasa,
atas tanah
3. menentukan dan
Adanya aturan
mengatur hubungan-
mengenai
hubungan hukum
hubungan-hubungan
antara orang-orang
hukum yang timbul
dan perbuatan-
dalam setiap
perbuatan hukum
perbuatan hukum
yang mengenai
yang berkaitan
bumi, air dan ruang
dengan tanah
angkasa
C. Pelayanan
Memberikan
Adanya prosedur
Pertanahan
pelayanan
yang mudah dan
administrasi di
standar dalam
bidang pertanahan
pengurusan
dengan baik dan
administrasi
transparan
pertanahan
D. Pengawasan dan
Adanya prosedur
Adanya buku
Pengendalian
pengawasan yang
panduan mengenai
standar di setiap
prosedur
daerah
pengawasan secara
nasonal
Adanya
Adanya buku
prosedur tentang
panduan mengenai
pengendalian
pengendalian
tanah agar dapat
tanah agar sejalan
memperbaiki dan
dengan kelestarian
menjaga kualitas
lingkungan hidup
lingkungan hidup
22
Fungsi Sosial Tanah
2
Apa saja indikator
Indikator Batasan
Adanya fungsi sosial
Fungsi sosial dan
batasan fungsi sosial
Fungsi Sosial HAT
dan kepentingan
kepentingan umum
hak atas tanah bagi
dalam mengatur dan
umum yang melekat
harus diprioritaskan
negara dalam mengatur
menyelenggarakan
di setiap pemberian
demi kepentingan
hak atas tanah
bersama
Mengatur setiap
Adanya panduan
peruntukkan tanah
bagi peruntukkan
agar sesuai dengan
tanah sesuai dengan
tata ruang di setiap
kondisi daerah
daerah
masing-masing
B. Penggunaan
Mengatur
Menata kembali
Tanah
penggunaan tanah
struktur penggunaan
agar sesuai dengan
tanah yang lebih adil
tata guna tanah
bagi masyarakat
dan menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan, persediaan
A. Peruntukan Tanah
dan pemanfaatan atas
tanah?
C. Persediaan Tanah
Mengatur persediaan Memberikan
tanah agar terjadi
aturan yang
keseimbangan
standar mengenai
lingkungan hidup
persediaan tanah di
setiap daerah
D. Pemanfaatan
Mengatur
Memberikan aturan
Tanah
pemanfaatan tanah
yang konkrit dan
sebaik mungkin
standar dalam
dan mencegah
pemanfaatan tanah
kerusakan
secara nasional
lingkungan
PETUNJUK PENGISIAN
Mohon Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan tanda silang (X) pada
kolom yang telah disediakan sesuai dengan pendapat atau pilihan
Bapak/Ibu/Sdr.
Keterangan Pilihan Jawaban
1 = STS (Sangat tidak Setuju) 3 = CS (Cukup Setuju) 5 = SS (Sangat
Setuju)
2 = TS (Tidak Setuju)
4=S
(Setuju)
Fungsi Sosial Tanah
23
PERNYATAAN MENGENAI FAKTOR FAKTOR YANG
MENENTUKAN PERCEPATAN PENDAFTARAN DAN
SERTIPIKASI TANAH PERTAMA KALI
No
A
Item-Item Pernyataan Yang Mempercepat
PILIHAN JAWABAN
Tanah mempunyai dimensi Ipoleksosekhankamnas
1. Rumusan Fungsi Sosial Tanah
1.
2.
Rumusan fungsi sosial tanah harus memasukkan aspek ideologi,
politik, sosial, ekonomi.
Rumusan fungsi sosial HAT seharusnya tetap dalam kontek NKRI dan
memperhatikan nilai-nilai kebangsaan
STS
TS
CS
S
SS
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Rumusan fungsi sosial HAT harus memenuhi dimensi wawasan
3.
nusantara, Pancasila, demokrasi Pancasila, sosial kebidayaan,
demokrasi ekonomi, teknologi
2. Rumusan fungsi sosial HAT dalam Pengembangan Kebijakan
Pertanahan
Fungsi sosial HAT merupakan kebijakan dasar empat prinsip
.
pengelolaan pertanahan, yaitu HAT harus berkontribusi secara nyata
untuk bangsa dan negara Indonesia.
Pengembangan kebijakan pertanahan harus mampu meningkatkan
kesejahteraan
rakyat
dan
melahirkan
sumber-sumber
baru
kemakmuran rakyat melalui program penciptaan lapangan kerja,
mengentaskan kemiskinan, memperkuat ketahanan pangan.
Kebijakan pertanahan harus dapat meningkatkan tatanan kehidupan
bersama yang
lebih
pemanfatan,
penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah,
berkeadilan
dalam
kaitannya
dengan
kepada orang-orang (Laki-laki atau perempuan), baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta Badan-badan Hukum dengan
mencegah kepemilikan yang melampaui batas.
Kebijakan pertanahan harus mampu menjamin kebelanjutan sistem
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan
memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan datang pada
sumber-sumber ekonomi masyarakat dan tanah
Setiap orang, Badan Hukum dan Instansi yang mempunyai hubungan
hukum dengan tanah wajib memelihara tanah, menambah kesuburan
dan mencegah kerusakannya
(Kewajiban)
Pemberian/Penetapan
SK
HAT
seharusnya
mencantumkan
kewajiban memelihara tanah, menambah kesuburan dan mencegah
kerusakannya.
Setiap jenis Sertipikat HAT seharusnya mencantumkan kewajiban
memelihara
tanah,
menambah
kesuburan
dan
mencegah
kerusakannya.
Setiap pelanggaran kewajiban untuk memelihara tanah diberikan
sanksi yang tegas dan memaksa.
Kebijakan pertanahan harus menciptakan tatanan kehidupan
bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa
dan konflik pertanahan di seluruh tanah air dan menata sistem
pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik di
kemudian hari, melalui standar peraturan perundangan di daerah.
B.
24
Pengembangan Pengaturan Pertanahan
Fungsi Sosial Tanah
Pengembangan pengaturan pertanahan dilakukan dengan mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut
Pengembangan pengaturan pertanahan dilakukan melalui adanya
aturan mengenai sistem kelola tanah dan sistem pemeliharaan tanah
yang standar di setiap propinsi
Salah satu bentuk pengembangan pengaturan pertanahan yaitu
dengan menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, dengan
adanya aturan mengenai hubungan-hubungan hukum yang timbul
dalam setiap perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah.
C.
Pelayanan Pertanahan
Pelayanan pertanahan dilakukan dengan memberikan pelayanan
administrasi di bidang pertanahan dengan baik dan transparan
Pelayanan administrasi pertanahan yang baik dan transparan dapat
diukur melalui adanya prosedur yang mudah dan standar dalam
pengurusan administrasi pertanahan
D.
Pengawasan dan Pengendalian
Pengawasan dan pengendalian pertanahan dapat diukur dengan
adanya prosedur pengawasan yang standar di setiap daerah dan
adanya prosedur tentang pengendalian tanah agar dapat memperbaiki
dan menjaga kualitas lingkungan hidup
Agar pengendalian dan pengawasan pertanahan dapat dilaksanakan
dengan baik ada buku panduan mengenai prosedur pengawasan
secara nasonal dan buku panduan mengenai pengendalian tanah
agar sejalan dengan kelestarian lingkungan hidup
E.
Indikator Batasan Fungsi Sosial HAT dalam mengatur dan
menyelenggarakan
Indikator Batasan Fungsi Sosial HAT ditentukan oleh adanya fungsi
sosial dan kepentingan umum yang melekat dalam pemberian HAT
1. Peruntukan Tanah
Dalam mengatur setiap peruntukkan tanah agar sesuai dengan tata
ruang di setiap daerah.
Agar peruntukan tanah sesuai dengan tata ruang di daerah harus
ada panduan bagi peruntukkan tanah sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing
2. Penggunaan Tanah
Dalam mengatur penggunaan tanah harus sesuai dengan tata guna
tanah
Penggunaan tanah yang sesuai dengan tataa guna tanah harus
mampu menata kembali struktur penggunaan tanah yang lebih adil
bagi masyarakat.
3. Persediaan Tanah
Dalam mengatur persediaan tanah harus diperhatikan adanya
keseimbangan lingkungan hidup
Agar persediaan tanah dapat menjaga keseimbangan lingkungan
hidup maka diperlukan aturan yang standar mengenai persediaan
tanah di setiap daerah.
4. Pemanfaatan Tanah
Dalam mengatur tentang pemanfaatan tanah harusdapat dilaksanakan
sebaik mungkin dan mencegah kerusakan lingkungan
Agar pemanfaatan tanah dapat dilaksanakan sebaik mungkin dan
dapat mencegah kerusakan lingkungan harus ada aturan yang konkrit
dan standar dalam pemanfaatan tanah secara nasional
Fungsi Sosial Tanah
25
b. Kuesioner Dengan Metode Analisis Kualitatif
Format metode kuesioner dengan metode analisis kualitatif dalam
penelitian kebijakan fungsi social tanah, dapat diuraikan sesuai format
sebagai berikut:
DAFTAR PERTANYAAN
1. Identitas
a. Nama
:
b. Jenis Kelamin
:
c. Pekerjaan :
d. Umur
:
e. Institusi
:
f. Alamat
:
2. Daftar Pertanyaan :
a. Apa yang diketahui tentang fungsi sosial tanah?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
b. Permasalahan apa yang terjadi yang berkaitan dengan masalah
fungsi sosial tanah? Apakah karena belum adanya kebijakan
yang jelas ataukah karena implementasi terhadap kebijakan
pemerintah?
....................................................................................................
....................................................................................................
26
Fungsi Sosial Tanah
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
c. Apakah kebijakan fungsi sosial tanah yang selama ini ada sudah
memberikan perlindungan untuk mensejahterakan masyarakat?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
d. Apabila pada poin c Bapak/Ibu menjawab sudah atau belum,
mohon dapat dijelaskan alasan-alasan untuk masing-masing
jawaban tersebut?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
e. Bagaimanakah seharusnya strategi kebijakan fungsi sosial tanah
yang baik agar dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat?
Apakah
strategi yang dilakukan oleh pemerintah tersebut
terkait dengan beberapa faktor di bawah ini seperti :
a) Membuat kebijakan baru
b) Mempertahankan kebijakan yang telah ada
c) Membuat kebijakan baru dalam bentuk Peraturan Daerah
Fungsi Sosial Tanah
27
atau peraturan lainnya
f. Fungsi sosial hak atas tanah dapat dituangkan dalam
bentuk-bentuk di bawah ini:
a) kebijakan (Policy)
b) pengaturan (regulatory)
c) pengendalian dan pengawasan (compliance)
d) dan pelayanan (service)
Mana diantara bentuk-bentuk tersebut yang sangat menentukan
agar fungsi sosial tanah dapat memberikan jaminan perlindungan
untuk mensejahterakan masyarakat?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
g. Apabila menurut Bapak/Ibu/Saudara bentuk-bentuk tersebut
selain sebagaimana disebutkan dalam poin f, maka sebutkan
dan berikan penjelasannya mengapa demikian?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
h. Dalam
melaksanakan
misi-misi
social
tanah
tersebut
pemerintah mempertimbangkan ketersediaan tanah, untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan
28
Fungsi Sosial Tanah
(stakeholder). Apakah di wilayah kerja Bapak/Ibu/Saudara
faktor ketersediaan tanah untuk melaksanakan misi social
tanah sudah cukup memadai ataukah tidak?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
i. Apabila pada poin h, Bapak/Ibu/Saudara menjawab belum
maka kira-kira berapa luas tanah yang seharusnya diperlukan
dalam rangka melaksanakan misi sosial terhadap tanah bagi
kepentingan kesejahteraan masyarakat?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
j. Kebijakan fungsi sosial tanah yang harus memperhatikan
beberapa aspek seperti aspek budaya, sosial dan juga aspek
karakteristik potensi tanah. Menurut Bapak/Ibu/Saudara,
diantara ketiga aspek tersebut mana yang paling menonjol
dalam kaitannya dengan kebijakan fungsi sosial tanah dan
mohon dijelaskan alasannya?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
Fungsi Sosial Tanah
29
....................................................................................................
....................................................................................................
k. Bagaimanakah peran
masyarakat dalam
menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan fungsi sosial tanah?
Apakah melalui penyampaian usulan kepada pemerintah
daerah ataukah melalui cara lainnya?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
l. Bagaimanakah peran Pemerintah Daerah dalam mengatasi
terhadap permasalahan fungsi sosial tanah di wilayah kerja
Bapak/Ibu/saudara?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
m. Apakah terdapat Perda yang mengatur tentang fungsi social
tanah di daerah kerja Bapak/Ibu/saudara?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
30
Fungsi Sosial Tanah
n. Bagaimana sebaiknya kebijakan yang harus dilakukan oleh
Pemerintah ke depan untuk mengatasi masalah fungsi sosial
tanah?
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
3. Responden dan Nara Sumber
Responden yang akan diambil dalam survey adalah masyarakat, instansi
pemerintahan terkait dan stake holder terkait, dimana sample akan diambil
baik dari pusat maupun dari daerah yang telah ditentukan. Dimana daerah
yang akan diambil samplenya adalah :
•
Provinsi Sumatera Utara;
•
Provinsi Riau
•
Provinsi Kalimantan Selatan
•
Provinsi Bali
•
Provinsi Jawa Timur
•
Provinsi Gorontalo
Penentuan kota definitif akan didiskusikan lebih lanjut dengan pengguna
jasa, dimana usulan awal dari konsultan adalah mengusulkan lokasi-lokasi.
Fungsi Sosial Tanah
31
D. Analisa Data
Analisis data sekunder dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan
yang mempunyai korelasi dengan kebijakan fungsi sosial tanah. Dengan
demikian akan dapat diketahui sinkronisasi dan kontradiksi terhadap peraturan
yang terkait dengan kebijakan fungsi sosial tanah dan bagaimana aplikasinya di
lapangan.
Sedangkan untuk data primer yang telah terkumpul melalui observasi dan
wawancara yang mendalam itu disaring terlebih dahulu, baru kemudian dianalisis
akan dianalisis dengan menggunakan untuk mendiskripsikan terhadap masalah
yang diteliti. Selanjutnya terhadap data sekunder dan primer, juga dilakukan
analisa data secara deskriptif evaluatif dari studi kebijakan/peraturan dan hasil
survey serta masukan atau pendapat pakar instansi terkait dengan kebijakan
fungsi sosial tanah. Hasil analisis data tersebut dibahas dengan bantuan teoriteori yang relevan untuk mengantar pada kegiatan penyusunan model kebijakan
yang efektif.
32
Fungsi Sosial Tanah
4
Bab
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Provinsi Sumatera Utara
Lambang
Koordinat
Dasar hukum
Tanggal penting
Ibu kota
Gubernur
Luas
Penduduk
Kepadatan
Kabupaten
Peta Lokasi
1°-4° LU 98°–100° BT
UU 10/1948, UU 24/1956
15 April 1948
Medan
Syamsul Arifin
72.981,23 km²
13.319.525 (2007)
183
25
Fungsi Sosial Tanah
33
Kota
Kecamatan
Kelurahan/Desa
Suku
Agama
Bahasa
Zona waktu
8
325
5.456
Batak (41,95%), Jawa (32.62%) Nias (6.36%),
Melayu (4,92%), Minangkabau (2,66%), Banjar
(0.97%), Lain-lain (9,72%) [1]
Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Parmalim,
Konghucu
Indonesia, Batak, bahasa Karo, bahasa Pakpak,
bahasa Simalungun, bahasa Angkola, bahasa Padang
Lawas, bahasa Mandailing, Nias, Melayu, Jawa
WIB
Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau
Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera
Barat serta Riau di sebelah selatan. Provinsi ini terutama merupakan
kampung halaman suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku
bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku
bangsa Nias di pesisir Barat Sumatera, Mandailing, Jawa dan Tionghoa.
a. Geografi
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan
98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680
km².
Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
1. Pesisir Timur
2. Pegunungan Bukit Barisan.
3. Pesisir Barat.
4. Kepulauan Nias.
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling
34
Fungsi Sosial Tanah
pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif
lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga
merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya
dibandingkan wilayah lainnya. Di daerah tengah provinsi berjajar
Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran
tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah
di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal
penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini. Pesisir
barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli. Terdapat 419 pulau di
propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk
(kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka.
Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan
pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas
pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak
di [[Gunung Sitoli. Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4
pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan
di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara
kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu,
Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole,
Jake, dan Sigata, Wunga.
Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni
Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis.
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas
hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektar (ha). Yang terdiri
dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070
ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha,
Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat
dikonversi seluas 52.760 ha.
Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de
facto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan
Fungsi Sosial Tanah
35
akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000
ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah
berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut,
sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal
transmigrasi.
b. Pemerintahan
Daftar kabupaten/kota di Sumatera Utara
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
36
Kabupaten/Kota
Kabupaten Asahan
Kabupaten Batu Bara
Kabupaten Dairi
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Humbang Hasundutan
Kabupaten Karo
Kabupaten Labuhanbatu
Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Kabupaten Labuhanbatu Utara
Kabupaten Langkat
Kabupaten Mandailing Natal
Kabupaten Nias
Kabupaten Nias Barat
Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Nias Utara
Kabupaten Padang Lawas
Kabupaten Padang Lawas Utara
Kabupaten Pakpak Bharat
Kabupaten Samosir
Kabupaten Serdang Bedagai
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Tapanuli Selatan
Kabupaten Tapanuli Tengah
Kabupaten Tapanuli Utara
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota
Kisaran
Limapuluh
Sidikalang
Lubuk Pakam
Dolok Sanggul
Kabanjahe
Rantau Prapat
Kota Pinang
Aek Kanopan
Stabat
Panyabungan
Gunung Sitoli
Lahomi
Teluk Dalam
Lotu
Sibuhuan
Gunung Tua
Salak
Pangururan
Sei Rampah
Raya
Sipirok
Pandan
Tarutung
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Kabupaten Toba Samosir
Kota Binjai
Kota Gunung Sitoli
Kota Medan
Kota Padang Sidempuan
Kota Pematangsiantar
Kota Sibolga
Kota Tanjung Balai
Kota Tebing Tinggi
Balige
Binjai Kota
-
Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan.
Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra
sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Tahun 1950. Provinsi
Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh
dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara.
Sumatera Utara dibagi kepada 25 kabupaten, 7 kota (dahulu kotamadya),
325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa.
Pemekaran daerah
Dengan dimekarkannya kembali Kabupaten Tapanuli Selatan, maka
provinsi ini memiliki kabupaten baru, yaitu Kabupaten Padang Lawas
yang beribukota di Sibuhuan dengan dasar hukum UURI No. 38/2007
dan Kabupaten Padang Lawas Utara yang beribukota di Gunung Tua
dengan dasar hukum UURI No. 37/2007. Pulau Nias diwacanakan akan
dimekarkan kembali, yaitu dengan membentuk Kabupaten Nias Utara,
Kabupaten Nias Barat, dan Kota Gunung Sitoli.
Fungsi Sosial Tanah
37
c. Demografi | Ekonomi | KBI | Wisata
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia dan,
secara geografis terletak antara 1” - 4” Lintang Utara dan 98” - 100”
Bujur Timur. Daerah ini berbatasan dengan :
- Sebelah Utara : Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
- Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka
- Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat
- Sebelah Barat : Samudera Hindia
Luas Sumatera Utara secara keseluruhan mencapai 181.680,68
km2 yang terdiri dari lautan dengan luas 110.000 km2 atau sekitar
60,5% dan daratan yang mencapai 71.680,68 km2 atau sekitar 39,5%,
sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil
berada di Pulau Nias, pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik
di bagian barat maupun bagian timur pantai pulau Sumatera.
Secara administratif, di tahun 2005, Provinsi Sumatera Utara
memiliki 25 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 18 Kabupaten dan
7 Kota. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2000, sebelum
bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah, di Provinsi Sumatera Utara
hanya terdapat 13 kabupaten dan 6 kota. Dan pada bulan Desember
2006, telah terbentuk Kabupaten Batubara sebagai pemekaran dari
Kabupaten Asahan, sehingga jumlah kabupaten/kota di Sumatera Utara
menjadi 19 kabupaten dan 7 kota.
Didalam perjalanannya, otonomi daefrah yang bergulir sejak 1
Januari 2001, yang ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pelaksanaan pembangunan yang bersifat bottom up,
ditandai dengan munculnya keinginan untuk membentuk satuan-satuan
wilayah administrasi tertentu. Sepanjang tahun 2004-2006, jumlah
38
Fungsi Sosial Tanah
kecamatan bertambah sebanyak 30 kecamatan dari 331 kecamatan
menjadi 361 Kecamatan dan jumlah desa/kelurahan bertambah
sebanyak 129 desa/kelurahan dari 5.497 desa/kelurahan menjadi 5.626
desa/kelurahan.
Sedangkan Iklim di Sumatera Utara secara umum beriklim tropis,
dengan musim kemarau sekitar bulan Juni – September dan musim
hujan sekitar bulan November – Maret. Begitu pula dengan potensi
daerahnya yang memiliki daerah pertanian dengan lumbung padi
terbesar di Kabupaten Deli Serdang. Memiliki daerah perkebunan yang
sangat luas, yaitu kebun Kelapa Sawit dan kebun Karet serta memiliki
beberapa industri besar, sedang dan industri rumah tangga. Industri
yang tergolong besar adalah pabrik peleburan aluminium yang terletak
di Kuala Tanjung daerah Kabupaten Asahan. Industri besar lainnya
antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memanfaatkan
air terjun Sigura-gura dari sungai Asahan.
d. Kesejahteraan Rakyat
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat terbesar jumlah
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Hasil sensus penduduk 2000, jumlah penduduk Sumatera
Utara 11.506.808 jiwa, terdiri dari 5.750.315 penduduk laki-laki dan
5.756.493 penduduk perempuan. Pada Juni 2005, jumlah penduduk
diperkirakan 12.326.678 jiwa dengan 6.165.071 penduduk laki-laki
dan 6.161.607 penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk
pada kurun waktu tahun 2000-2005 sebesar 1,37% per tahun. Tahun
2006 jumlah penduduk diperkirakan menjadi 12.643.494 jiwa dengan
6.324.505 laki-laki dan 6.318.989 perempuan.
Penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal di daerah
pedesaan daripada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera
Fungsi Sosial Tanah
39
Utara yang tinggal di pedesaan sebesar 54,15% dan yang tinggal di
daerah perkotaan sebesar 45,85%. Pencapaian pembangunan manusia
Sumatera Utara tahun 2005 lebih baik dibandingkan tahun 2004,
tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Nilai IPM
Sumatera Utara pada tahun 2005 sebesar 72, pada tahun 2004 angka
tersebut 71,4 atau meningkat sebesar 0,6 poin. Meningkatnya IPM di
tahun 2005 tersebut didukung oleh adanya peningkatan angka harapan
hidup yang mencapai 68,7 tahun, rata-rata lama sekolah mencapai 8,5
tahun,angka melek huruf mencapai 97 persen, dan rata-rata pengeluaran
riel per kapita mencapai Rp. 618.000,-. Sementara pada tahun 2004,
angka harapan hidup Sumatera Utara adalah 68,2 tahun, rata-rata lama
sekolah mencapai 8,4 tahun,angka melek huruf mencapai 96,6 persen,
dan rata-rata pengeluaran riel per kapita mencapai Rp. 616.000,-.
Diperkirakan IPM tahun 2006 akan mencapai 72,7 (target RPJM tahun
2008).
Angka kelahiran total (Total Fertility Rate = TFR) dan angka
kematian bayi (Infant Mortality Rate = IMR) cenderung turun. Tahun
2006 TFR sebesar 2,579 dan IMR sebesar 28,2. Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2005,dengan TFR sebesar 2,627 dan IMR
sebesar 29,6. Tingkat pengangguran terbuka (TPT), berdasarkan Survey
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS pada bulan
Februari 2006,masih berada pada kisaran 14,83 persen (847.579 jiwa).
Tingkat pengangguran ini jauh lebih tinggi dibandingan dengan periode
Februari 2005 dimana TPT hanya sebesar 10,98 persen (636.980 jiwa).
Pada bulan Agustus 2006, TPT menurun menjadi 11,51 persen (632.049
jiwa).
Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi (Susenas),jumlah
penduduk mikin di tahun 2006 sebesar 15,66 persen (1.979.702 jiwa)
lebih tinggi dari kondisi tahun 2005 yang mencapai 14,28 persen atau
sebanyak 1.760.228 jiwa. Dalam upaya untuk mengurangi jumlah
40
Fungsi Sosial Tanah
penduduk miskin, selama 2006, pemerintah telah menyalurkan dana
Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 944.972 rumah tangga miskin
di Sumatera Utara, dan hingga akhir 2006, seluruh rumah tangga miskin
penerima BLT telah menerima pencairan dananya hingga tahap ke 4.
Dari catatan BPS, Sumatera Utara termasuk satu dari tujuh provinsi
yang telah menyelesaikan pencairan dana BLT sampai tahap 4 (realisasi
100 persen)
2. Provinsi Riau
Lambang
Koordinat
Dasar hukum
Tanggal penting
Ibu kota
Gubernur
Luas
Penduduk
Kepadatan
Kabupaten
Kota
Kecamatan
Kelurahan/Desa
Suku
Agama
Bahasa
Zona waktu
Lagu daerah
Peta Lokasi
1°15´ LS - 4°45´ LU dan 100°03´- 109°19´ BT.
9 Agustus 1957 (hari jadi)
Pekanbaru
Rusli Zainal
111.228,65 km2
5.308.702 jiwa (2003)
10
2
Melayu (37,74%), Jawa (25,05%), Minangkabau
(11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa
(3,72%), Bugis (2,27%), Lain-lain (6,94%) [1]
Islam (88%), Protestan (1%), Katolik (5%), Buddha
(6%), Hindu (0,2%)
Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia
WIB
Lancang Kuning, Soleram, Langgam Melayu,
Kutang Barendo
Fungsi Sosial Tanah
41
Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Provinsi ini terletak di
Pulau Sumatra dan beribukotakan Pekanbaru. Provinsi Riau di sebelah
utara berbatasan dengan Kepulauan Riau dan Selat Melaka; di sebelah
selatan dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala; di sebelah timur
berbatasan dengan Laut Cina Selatan (Provinsi Kepulauan Riau), dan di
sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
Sumatera Utara.
a. Arti lambang
Mata rantai tak terputus sejumlah 45 butir, membentuk
tameng. Memberi arti persatuan dan kesatuan bangsa yang telah
diprokalamasikan sejak tahun 1945. Di dalamnya berisi padi, kapas,
gelombang laut, keris dan lancang kuning, jenis kapal layar yang
khas daerah Riau. Padi kapas melambangkan kesejahteraan rakyat,
lancang kuning mengandung arti semangat rakyat Riau dengan
hasil laut yang melimpah. Gelombang 5 lapis melambangkan
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Dan Keris
Berhulu, kepala burung Serindit adalah kepahlawanan rakyat Riau
berdasarkan kebijaksanaan dan kebenaran
b. Geografi
Luas wilayah Provinsi Riau adalah 111.228,65 kilometer
persegi (luas sesudah pemekaran Provinsi Kepulauan Riau) yang
terdiri dari pulau-pulau dan laut-laut. Keberadaannya membentang
dari lereng Bukit Barisan sampai Laut Cina Selatan, terletak antara
1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara
100°03´-109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur
Barat Jakarta.
Daerah Provinsi Riau beriklim tropis basah dengan ratarata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun
42
Fungsi Sosial Tanah
yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Ratarata hujan per tahun sekitar 160 hari. Menurut catatan Stasiun
Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru
menunjukkan optimum pada 27,6 ° Celsius dalam interval 23,433,4° Celsius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan
selama Agustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak
terjadinya kejadian.
c. Sumber daya alam
Riau kaya akan sumber daya alam, baik kekayaan yang
terkandung di perut bumi, berupa minyak dan gas bumi, emas,
dll. maupun kekayaan hutan dan perkebunannya, belum lagi
kekayaan sungai dan lautnya. Seiring otonomi daerah, kekayaan
tersebut bertahap mulai disalurkan secara penuh ke daerah (tidak
sepenuhnya diberikan ke pusat) lagi. Aturan baru dari pemerintahan
reformasi, memberi batasan dan aturan tegas mengenai kewajiban
penanam modal, pemanfaatan sumber daya dan bagi hasil dengan
lingkungan sekitar.
d. Demografi
•
Suku bangsa: Suku Melayu, Suku Jawa, Suku Minangkabau,
Suku Batak, Suku Banjar, Suku Tionghoa, Suku Bugis, Suku
Sunda.
•
Bahasa:
Bahasa
Indonesia,
Bahasa
Melayu,
Bahasa
Minangkabau.
•
Agama: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu,
Buddha, Konghucu
Fungsi Sosial Tanah
43
e. Pendidikan
Riau mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya
Universitas Riau [1], Universitas Islam Riau, Universitas Islam
Negri SUSKA (Sultan Syarif Kasim), Universitas Lancang
Kuning, Universitas Muhammadiyah Riau . Selain itu juga terdapat
Politeknik Caltex Riau [2], dan Lembaga pendidikan dan pelatihan.
f. Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
No.
Kabupaten/Kota
1 Kabupaten Bengkalis
2 Kabupaten Indragiri Hilir
3 Kabupaten Indragiri Hulu
4 Kabupaten Kampar
5 Kabupaten Kuantan Singingi
6 Kabupaten Pelalawan
7
8
9
Kabupaten Rokan Hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Kabupaten Kepulauan
10
Meranti
11 Kota Pekanbaru
12 Kota Dumai
44
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota
Bengkalis
Tembilahan
Rengat
Bangkinang
Teluk Kuantan
Pangkalan Kerinci
Ujung Tanjung (de juree),
Bagan Siapi-api (de facto)
Pasir Pengaraian
Siak Sri Indrapura
Selatpanjang
-
PROFIL PROVINSI RIAU
g. Sejarah Provinsi Riau
Pembentukan Provinsi Riau ditetapkan dengan Undang-undang
Darurat Nomor 19 Tahun 1957, yang kemudian diundangkan
dalam Undang-undang Nomor 61 tahun 1958. Sama halnya dengan
Provinsi lain yang ada di Indoensia, untuk berdirinya Provinsi
Riau memakan waktu dan perjuangan yang cukup panjang, yaitu
hampir 6 tahun (17 Nopember 1952 s/d 5 Maret 1958). Dalam
Undang-undang pembentukan daerah swatantra tingkat I Sumatera
Barat, Jambi dan Riau, Jo Lembaran Negara No 75 tahun 1957,
daerah swatantra Tingkat I Riau meliputi wilayah daerah swatantra
tingkat II, yaitu Bengkalis, Kampar, Indragiri, Kepulauan Riau dan
Kotapraja Pekanbaru.
Kota Pekanbaru ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Riau
pada tanggal 20 Januari 1959 melalui Surat Keputusan dengan No.
Des.52/1/44-25, sementara realisasi pemindahan pemerintahan dari
Tanjungpinang ke Pekanbaru dimulai pada awal Januari 1960 dan
Fungsi Sosial Tanah
45
mulai saat itu resmilah Pekanbaru menjadi ibukota.
Kemudian dilakukan penyempurnaan aparatur pemerintahan
dan batas-batas wilayah kabupaten. Ditambah dengan adanya
hasrat rakyat dari beberapa daerah seperti Indragiri Hilir, Rokan,
Bagan Siapi-api dan lain-lain yang menginginkan supaya daerahdaerah tersebut dijadikan Kabupaten, maka oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Riau pada tanggal 15 Desember 1962 dengan SK.
No.615 tahun 1962 di bentuklah suatu panitia yang menghasilkan
pembagian 5 (lima) buah daerah tingkat II dan satu buah Kotamadya,
yaitu Kotamadya Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu,
Indragiri Hilir, Kepulauan Riau dan Bengkalis.
Seiring dengan berhembusnya “angin reformasi’ telah
memberikan perubahan yang drastis terhadap negeri ini, tidak
terkecuali di Provinsi Riau sendiri. Salah satu perwujudannya
adalah dengan diberlakukannya pelaksanaan otonomi daerah
yang mulai di laksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Hal ini
berimplikasi terhadap timbulnya daerah-daerah baru di Indonesia,
dari 27 Provinsi pada awalnya sekarang sudah menjadi 32 Provinsi.
Tidak terkecuali Provinsi Riau, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004
Kepulauan Riau resmi mejadi Provinsi ke 32 di Indonesia, itu
berarti Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 Kabupaten/Kota
sekarang hanya menjadi 11 Kabupaten/Kota. Kabupaten-kabupaten
tersebut adalah; (1) Kuantang Singingi, (2) Inderagiri Hulu, (3)
Inderagiri Hilir, (4) Pelalawan, (5) Siak, (6) Kampar, (7) Rokan
Hulu, (8) Bengkalis, (9) Rokan Hilir, dan Kota (10) Pekanbaru,
(11) Dumai.
h. Geografi, Topografi dan Demografi
Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik
terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun
46
Fungsi Sosial Tanah
pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan
Regional dan Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama
IMT-GT dan IMS-GT. Keberadaannya membentang dari lereng
Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´
Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat
Jakarta. Provinsi Riau sebelum dimekarkan menjadi 2 (dua) Provinsi
mempunyai luas 235.306 Km2 atau 71,33 persen merupakan daerah
lautan dan hanya 94.561,61 Km2 atau 28,67 persen daerah daratan.
Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan
berkisar antara 2000-3000 mm/tahun yang dipengaruhi oleh musim
kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160
hari.
Menurut catatan Statiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara
rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6 °
Celcius dalam interval 23,4-33,4° Celcius. Kejadian kabut tercatat
terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata mencapai 6
kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadian. Secara umum,
pertumbuhan penduduk Riau relatif tinggi yaitu 3,79% per tahun
selama periode 1998-2002. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata
pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1,4% per tahun untuk
periode yang sama. Penyebab pertumbuhan tersebut adalah
tingginya migrasi dari daerah lain sebagai akibat perputaran roda
perekonomian dan peluang lapangan kerja di Provinsi Riau. Jumlah
penduduk Provinsi Riau (data 2003, setelah dikeluarkan penduduk
Riau Kepulauan) tercatat 4.074.268 jiwa.
Fungsi Sosial Tanah
47
3. Provinsi Kalimantan Selatan
Lambang
Peta Lokasi
Haram
Manyarah
Waja
Sampai
K a p u t i n g
(Bahasa Banjar: Tetap
bersemangat
dan
kuat seperti baja dari
awal sampai akhir)
Koordinat
Dasar hukum
Tanggal penting
Ibu kota
Gubernur
Luas
Penduduk
Kepadatan
Kabupaten
Kota
Kecamatan
Kelurahan/Desa
Suku
Agama
Bahasa
Zona waktu
14 Agustus 1950 (hari jadi)
Banjarmasin
Drs. H. Rudi Ariffin
36.985 km²
3.054.129 (2002)
Angka kematian anak: 67/1.000 kelahiran
11
2
138
1.958
Banjar (76%), Jawa (13%),
Bugis (12%) [1]
Islam (96,80%), Protestan (28,51%), Katolik
(18,12%), Hindu (9,51%), Buddha (17,59%)
Bahasa Indonesia(id), Bahasa Banjar (bjn), Bahasa
Bakumpai (bkr), Bahasa Bukit (bvu), Bahasa Dusun
Deyah (dun), Bahasa Maanyan (mhy)
WITA
Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang
terletak di pulau Kalimantan. Ibu kotanya adalah Banjarmasin. Provinsi
ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. DPRD Kalsel dengan surat
48
Fungsi Sosial Tanah
keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus
1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus
1950 melalui Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1950, merupakan tanggal
dibentuknya sepuluh provinsi, setelah pembubaran RIS, salah satunya
provinsi Kalimantan dengan gubernur Dokter Moerjani.
Sejarah
Balai Seba Gedung Mahligai Pancasila pada rumah jabatan Gubernur
KalSel.
a. Kondisi dan Sumber Daya Alam
Keanekaragaman Hayati
•
Flora Resmi: Kasturi (Mangifera casturi)
•
Fauna Resmi: Bekantan (Nasalis larvatus)
Sumber Daya Alam
Kehutanan: Hutan Tetap (139.315 ha), Hutan Produksi (1.325.024 ha),
Hutan Lindung (139.315 ha), Hutan Konvensi (348.919 ha) Perkebunan:
Perkebunan Negara (229.541 ha) Bahan Galian: batu bara, minyak,
pasir kwarsa, biji besi, dll[2]
Fungsi Sosial Tanah
49
Sosial Kemasyarakatan
Suku Bangsa
Kelompok etnik di Kal-Sel menurut Museum Lambung Mangkurat,
antara lain :
1. Orang Banjar Kuala, Banjarmasin sampai Martapura,
2. Orang Banjar Batang Banyu, Margasari sampai Kelua
3. Orang Banjar Pahuluan, Tanjung sampai Pelaihari (luar Martapura)
4. Suku Barangas di Berangas, Ujung Panti, Lupak, Aluh Aluh
5. Suku Bakumpai di Bakumpai, Marabahan, Kuripan, Tabukan
6. Suku
Maanyan:
Dayak
Warukin,
Pasar
Panas,
Dayak
Balangan,Dayak Samihim
7. Suku Abal di Kampung Agung sampai Haruai
8. Suku Dusun Deyah di Muara Uya, Gunung Riut, Upau
9. Suku Lawangan di , Muara Uya Utara
10. Suku Bukit di Awayan(Dayak Pitap), Haruyan, Hantakan, Loksado,
Piani, Paramasan, Bajuin, Riam Adungan, Sampanahan, Hampang
11. Orang Madura Madurejo di Pengaron, Mangkauk
12. Orang Jawa Tamban di Purwosari
13. Orang Cina Parit di Pelaihari
14. Suku Bajau di Kotabaru, Tanjung Batu
15. Orang Bugis Pagatan di Pagatan
16. Suku Mandar di pulau Laut dan pulau Sebuku
(Sumber : Peta alam dan foto kelompok etnik Kalimantan Selatan,
50
Fungsi Sosial Tanah
Museum Lambung Mangkurat, no.11 s.d 16 suku pendatang dari luar
Kalimantan).
Delapan etnik terbanyak di Kal-Sel menurut sensus 2000 (Dalam sensus
belum disebutkan beberapa suku kecil yang merupakan penduduk asli) :
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sukubangsa
suku Banjar
suku Jawa
suku Bugis
Suku Madura
Suku Bukit (Dayak
Meratus)
Suku Mandar
Suku Bakumpai
Suku Sunda
Suku-suku lainnya
Jumlah
2.271.586 jiwa
391.030 jiwa
73.037 jiwa
36.334 jiwa
35.838 jiwa
29.322 jiwa
20.609 jiwa
18.519 jiwa
99.165 jiwa
Total penduduk Propinsi Kalsel tahun 2000 : 2.975.440 jiwa
(Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000)
PROFIL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Fungsi Sosial Tanah
51
Luas Kalimantan Selatan adalah 37.530 km2 atau hanya 6,98%
dari luas Kalimantan secara keseluruhan dan terdiri dari dua kota
dan sebelas kabupaten dengan jumlah penduduk 3.142 ribu jiwa.
Kalimantan Selatan mendapat julukan Seribu Sungai karena daerah
ini pada umumnya dialiri oleh sungai dan masih banyak penduduk
yang menggantungkan hidupnya dari sungai. Sungai yang mengalir
di provinsi ini berjumlah 62 sungai. Pada umumnya sungai-sungai
tersebut berpangkal di pegunungan Meratus dan bermuara di laut Jawa.
Budaya
atau
dikenal
dengan
menyimpulkan
tradisi
tradisi
bahwa
penduduk
“Urang
budaya
asli
Kalimantan
Banjar”.
Urang
Ahli
Banjar
Selatan
sejarah
merupakan
perpaduan antara suku Dayak, suku Melayu dan suku Jawa.
Selain itu, ajaran Islam yang dibawa oleh pedagang Arab dan Persia
telah banyak mempengaruhi perkembangan kebudayaan Urang Banjar
yang tercermin dari tarian, musik, permainan, pakaian, dan upacara
adat. Semboyan atau moto daerah adalah “Waja sampai Kaputing”
yang berarti tetap kuat/bersemangat seperti baja (waja) dari awal sampai
akhir (sampai kaputing).
b. Letak Georafis
52
Fungsi Sosial Tanah
Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin
terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah
barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat
Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara dengan
propinsi Kalimantan Timur.
Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114
19” 33” BT - 116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49” LS 1 10” 14” LS, dengan
luas wilayah 37.377,53 km² atau hanya 6,98 persen dari luas pulau
Kalimantan.
Daerah yang paling luas di propinsi Kalsel adalah Kabupaten
Kotabaru dengan luas 13.044,50 km², kemudian Kabupaten Banjar
dengan luas 5.039,90 km² dan Kabupaten Tabalong dengan luas 3.039,90
km², sedangkan daerah yang paling sempit adalah Kota Banjarmasin
dengan luas 72,00 km².
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan
pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052
ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak
11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota
sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai
Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan
Kabupaten Tanah Bumbu.
Luas wilayah propinsi tersebut sudah termasuk wilayah laut
propinsi dibandingkan propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah
masing-masing Kabupaten Tanah Laut 9,94 %; Tanah Bumbu 13,50%;
Kotabaru 25,11%; Banjar 12,45%; Tapin 5,80%; Tabalong 9,59%;
Balangan 5,00%; Batola 6,33%; Banjarbaru 0,97% dan Banjarmasin
0,19%. Secara rinci luas wilayah dan batas wilayah serta panjang garis
pantai dapat dilihat pada tabel 1.
Daerah aliran sungai yang terdapat di Propinsi Kalimantan Selatan
adalah: Barito, Tabanio, Kintap, Satui, Kusan, Batulicin, Pulau Laut,
Fungsi Sosial Tanah
53
Pulau Sebuku, Cantung, Sampanahan, Manunggal dan Cengal. Dan
memiliki catchment area sebanyak 10 (sepuluh) lokasi yaitu Binuang,
Tapin, Telaga Langsat, Mangkuang, Haruyan Dayak, Intangan,
Kahakan, Jaro, Batulicin dan Riam Kanan.
Tabel 1
Luas Wilayah, Batas Wilayah dan Panjang Garis Batas
Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2006
PROPINSI/
KABUPATEN/
KOTA
DARATAN
(KM²)
LAUTAN
(KM²)
UTARA
Tanah Laut
3,729.30
Kab. Banjar
Tanah Bumbu
5,066.96
Kab. Banjar
Kab. Tanah
Bumbu
Kotabaru
9,422.73
Selat Makasar
Laut Jawa
Banjar
Tapin
Hulu Sungai
Selatan
Hulu Sungai
Tengah
Hulu Sungai Utara
Balangan
Tabalong
4,672.68
2,174.95
HSU, HST
HSU, HST
HST, Kotabaru
HSS
1,804.94
HST, HSU
Kotabaru, HST
1,472.00
HSU
892.70
3,599.95
1,878.30
Tabalong
Kaltim
Barito Kuala
2,376.22
HSU, Tapin
Kota Banjarmasin
Kota Banjarbaru
Kalimantan
Selatan
367.12
72.67
Barito Kuala
Banjar
Kotabaru,
Balangan
Kotabaru
Kaltim
Banjar, Kota
Banjarmasin
Banjar
Banjar
37,530.52
Kaltim
Selat Makasar
4. Provinsi Bali
Lambang
Peta Lokasi
“Bali Dwipa Jaya”
(Bahasa Kawi: “Pulau Bali Jaya”)
Peta lokasi Bali
Koordinat
54
TIMUR
Fungsi Sosial Tanah
{{{koordinat}}}
SELATAN
BARAT
DARAT
(KM)
Laut Jawa
Laut Jawa
Tapin
Kab. Banjar
HSU, HST,
Banjar, Tala
HSU, Tapin
Barito Kuala
Tapin
HSU, Tapin
HSS
HSU, HSS
HST, HSS
HSU
Kalteng
Kalteng
Laut Jawa
Kalteng
Kab. Banjar
Tanah Laut
Batola
Banjar
Kalteng
Laut Jawa
Dasar hukum
Tanggal penting
Ibu kota
Gubernur
{{{dasar hukum}}}
14 Agustus 1959 (hari jadi)
Denpasar (dahulu Singaraja)
Komjen Pol (Purn) I Made Mangku Pastika (20082013)
Luas
5.561 km²
Penduduk
4.500.000 (+/-)
Kepadatan
800 /km²
Kabupaten
8
Kota
1
Kecamatan
{{{kecamatan}}}
Kelurahan/Desa {{{kelurahan}}}
Suku
Bali (89%), Jawa (7%), Baliaga (1%), Madura (1%)[1]
Agama
Hindu (92,3%), Islam (5,7%), Lainnya (2%)
Bahasa
Bahasa Bali, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa
Sasak, Bahasa Madura, dll.
Zona waktu
WITA
Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu
provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.
Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau
ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali
terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil senibudayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga
dikenal sebagai Pulau Dewata.
a. Geografi
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang
153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara
astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″
Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia
yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148
m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur
Fungsi Sosial Tanah
55
juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang
lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat
di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah
dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali
terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara
pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung
Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung
Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan
tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2
(dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah
yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran rendah
yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan
datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas
118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat
curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat)
buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan,
Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya
adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar;
sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah
beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai
maupun tempat peristirahatan. Luas wilayah Provinsi Bali adalah
5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara
administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan
dan 701 desa/kelurahan.
56
Fungsi Sosial Tanah
b. Sejarah
Sawah di sekitar puri Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali.
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500
SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa
tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau.
Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya orang-orang
Hindu dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat
pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah
abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di
berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh
Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa.
Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman
padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya
juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–
1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah
mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu
hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya
Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain
menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta,
artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari
Pulau Jawa ke Bali.
Fungsi Sosial Tanah
57
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis
de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis
sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada
1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di
tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai
akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi
mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak
1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya
dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling
tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar
lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah
Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan
tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan
terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh
rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak
4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah
memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur
Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya
di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya
umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang
perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali
‘pejuang kemerdekaan’. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada
bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk
Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya
keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan
Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana
yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel
I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya
58
Fungsi Sosial Tanah
dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada
pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion
Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan
militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13
wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan,
yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang
diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian
juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda
mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun
1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda
dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat
mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak
penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap
pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya
terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis
Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau
hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru
tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara
hukum.[2]
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan
Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan
sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan
Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai
Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional
yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing,
dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat
beberapa tahun terakhir ini.
Fungsi Sosial Tanah
59
c. Demografi
Lahan sawah di Bali
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas
92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan,
Katolik, dan Buddha. Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga
hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi
seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia,
Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas
pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya,
sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual.
Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya
masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai
pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai
dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam
agama Hindu Dharma; meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung
berkurang. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing
utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan
yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada
pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, seringkali juga memahami
beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.
60
Fungsi Sosial Tanah
d. Transportasi
Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api namun jaringan jalan
yang sangat baik tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan.
Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih
menggunakannya karena moda transportasi umum tidak tersedia
dengan baik, kecuali taksi. Jenis kendaraan umum di Bali antara lain:
•
Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik
•
Ojek, taksi sepeda motor
•
Bemo, melayani dalam dan antarkota
•
Taksi
•
Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.
Bali terhubung dengan Pulau Jawa dengan layanan kapal feri yang
menghubungkan Pelabuhan Gilimanuk dengan Pelabuhan Ketapang di
Kabupaten Banyuwangi, yang lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45
menit. Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui Pelabuhan Padang
Bay menuju Pelabuhan Lembar, yang memakan waktu sekitar empat
jam. Transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah
Rai, dengan destinasi ke sejumlah kota besar di Indonesia, Australia,
Singapura, Malaysia, Thailand, serta Jepang. Landas pacu dan pesawat
terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
Fungsi Sosial Tanah
61
e. Pemerintahan
Peta topografi Pulau Bali
Daftar kabupaten dan kota di Bali
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kabupaten/Kota
Kabupaten Badung
Kabupaten Bangli
Kabupaten Buleleng
Kabupaten Gianyar
Kabupaten Jembrana
Kabupaten Karangasem
Kabupaten Klungkung
Kabupaten Tabanan
Kota Denpasar
5. Provinsi Jawa Timur
62
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota
Badung
Bangli
Singaraja
Gianyar
Negara
Karangasem
Klungkung
Tabanan
-
a. Keadaan Geografis
Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di
Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI
Jakarta), Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Provinsi ini terletak pada 111,0′ hingga 114,4′
Bujur Timur dan 7,12′ hingga 8,48′ Lintang Selatan. Batas Daerah, di
sebelah utara berbatasan dengan pulau Kalimantan atau tepatnya dengan
Provinsi Kalimantan Selatan. Di sebelah timur berbatasan dengan
berbatasan dengan Pulau Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan
perairan terbuka yaitu Samudera Indonesia. Sedangkan di sebelah barat
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi 2 bagian besar,
yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Dimana luas wilayah
Jawa Timur daratan hampir mencakup 90 persen dari seluruh luas
wilayah provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya
sekitar 10 persen. Luas wilayah provinsi Jawa Timur yang mencapai
46.428 km2 habis terbagi menjadi 38 Kabupaten/ Kota, 29 Kabupaten
dan 9 Kota.
Letak, Tinggi dan Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kabupaten/Kota
Kabupaten
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Tinggi Rata-rata
Luas
7
49
110
85
167
60
556
54
83
25
1342
1372
1205
1046
1589
1386
2979
1791
2478
5783
Fungsi Sosial Tanah
63
No
Kabupaten/Kota
11 Bondowoso
12 Situbondo
Tinggi Rata-rata
255
5
Luas
1560
1639
13
Probolinggo
10
1599
14
Pasuruan
5
1151
15
Sidoarjo
3
634
16
Mojokerto
30
692
17
Jombang
44
904
18
Nganjuk
56
1224
19
Madiun
60
1011
20
Magetan
394
689
21
Ngawi
47
1296
22
Bojonegoro
19
2307
23
Tuban
4
1840
24
Lamongan
6
1670
25
Gresik
3
1191
26
Bangkalan
47
1260
27
Sampang
15
1233
28
Pamekasan
8
792
29
Sumenep
3
1999
Kota
64
71
Kediri
60
63
72
Blitar
167
33
73
Malang
445
110
74
Probolinggo
10
57
75
Pasuruan
5
35
76
Mojokerto
30
16
77
Madiun
60
33
78
Surabaya
2
326
79
Batu
871
93
Fungsi Sosial Tanah
Jawa Timur
Lambang
Peta Lokasi
Jer Basuki Mawa Béya
(bahasa Jawa: “Jika ingin makmur, maka hal ini memerlukan
pengorbanan”
Koordinat
Dasar hukum
UU No. 2/1950
Tanggal penting
Ibu kota
Surabaya
Gubernur
DR. H. Soekarwo, SH, MHum
Luas
47.922 km²
Penduduk
37.070.731 jiwa (2005)
Kepadatan
787/km²
Kabupaten
29
Kota
9
Kecamatan
637
Kelurahan/Desa 8.418
Suku
Jawa (79%), Madura (18%), Osing (1%),
Tionghoa (1%)[1]
Agama
Islam 90%, Protestan 6%, Katolik 2%, Buddha
0,4%, Hindu 1%, Konghucu 0.6%
Bahasa
Bahasa Jawa, Bahasa Madura, Bahasa Osing,
Bahasa Indonesia
Zona waktu
WIB
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa,
Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922
km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur
merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan
Fungsi Sosial Tanah
65
memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa
Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di
timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat.
Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean,
Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan
Samudera Hindia(Pulau Sempu dan Nusabarung). Jawa Timur dikenal
sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi
perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap
Produk Domestik Bruto nasional.
b. Sejarah
Prasejarah
Jawa Timur telah dihuni manusia sejah zaman prasejarah, dimana kini
dapat dibuktikan dengan ditemukannya sisa-sisa fosil Pithecantrhropus
mojokertensis di Kepuhlagen-Mojokerto, Pithecanthropus erectus di
Trinil-Ngawi, dan Homo wajakensis di Wajak-Tulungagung.
Era klasik
Prasasti Dinoyo yang ditemukan di dekat Kota Malang adalah
sumber tertulis tertua di Jawa Timur, yakni bertahun 760. Pada tahun
929, Mpu Sindok memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur, serta mendirikan Wangsa Isyana yang kelak
berkembang menjadi Kerajaan Medang, dan sebagai suksesornya
adalah Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Janggala, dan Kerajaan Kadiri.
Pada masa Kerajaan Singhasari, Raja Kertanagara melakukan ekspansi
hingga ke Melayu. Pada era Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam
Wuruk, wilayahnya hingga mencapai Malaka dan Kepulauan Filipina.
66
Fungsi Sosial Tanah
Bukti awal masuknya Islam ke Jawa Timur adalah adanya makam nisan
di Gresik bertahun 1102, serta sejumlah makam Islam pada kompleks
makam Majapahit.
Kolonialisme
Bangsa Portugis adalah bangsa barat yang pertama kali datang
di Jawa Timur. Kapal Belanda dipimpin oleh Cornelis de Houtman
mendarat di Pulau Madura pada tahun 1596. Surabaya jatuh ke tangan
VOC pada tanggal 13 Mei 1677. Ketika pemerintahan Stamford
Raffles, Jawa Timur untuk pertama kalinya dibagi atas karesidenan,
yang berlaku hingga tahun 1964.
Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, Indonesia dibagi menjadi 8
provinsi, dimana Jawa Timur adalah salah satu provinsi tersebut.
Gubernur pertama Jawa Timur adalah R. Soerjo, yang juga dikenal
sebagai pahlawan nasional. Tanggal 20 Februari 1948 di Madura
dibentuk Negara Madura, dan tanggal 26 November 1948 dibentuk
Negara Jawa Timur, yang kemudian menjadi salah satu negara bagian
dalam Republik Indonesia Serikat. Negara Jawa Timur dibubarkan dan
bergabung ke dalam Republik Indonesia tanggal 25 Februari 1950, dan
tanggal 7 Maret 1950 Negara Madura memberikan pernyataan serupa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950, dibentuk Provinsi
Jawa Timur.
c. Geografi
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali
di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di
barat. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 km. Lebar bentangan
Fungsi Sosial Tanah
67
utara-selatan di bagian barat sekitar 200 km, namun di bagian timur
lebih sempit hingga sekitar 60 km. Madura adalah pulau terbesar di
Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura.
Pulau Bawean berada sekitar 150 km sebelah utara Jawa. Di sebelah
timur Madura terdapat gugusan pulau-pulau, yang paling timur
adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah Kepulauan
Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil: Nusa Barung
dan Pulau Sempu.
Relief
Gunung Bromo, dengan latar belakang Gunung Semeru
Secara fisiografis, wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan
dalam tiga zona: zona selatan (plato), zona tengah (gunung berapi), dan
zona utara (lipatan). Dataran rendah dan dataran tinggi pada bagian
tengah (dari Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso) memiliki
tanah yang cukup subur. Pada bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban,
Gresik, hingga Pulau Madura) terdapat Pegunungan Kapur Utara dan
Pegunungan Kendeng yang relatif tandus.
Pada bagian tengah terbentang rangkaian pegunungan berapi: Di
perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Gunung Lawu (3.265 meter).
Di sebelah selatan Nganjuk tedapat Gunung Wilis (2.169 meter) dan
68
Fungsi Sosial Tanah
Gunung Liman (2.563 meter). Pada koridor tengah terdapat kelompok
Anjasmoro dengan puncak-puncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter),
Gunung Welirang (3.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter),
Gunung Wayang (2.198 meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan
Gunung Kelud (1.731 meter); pegunungan tersebut terletak di sebagian
Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Kelompok
Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192 meter) dan Gunung
Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan puncaknya yang disebut
Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Di daerah Tapal
Kuda terdapat dua kelompok pegunungan: Pegunungan Iyang dengan
puncaknya Gunung Argopuro (3.088 meter) dan Pegunungan Ijen
dengan puncaknya Gunung Raung (3.332 meter). Pada bagian selatan
terdapat rangkaian perbukitan, yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan,
Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang. Pegunungan Kapur
Selatan merupakan kelanjutan dari rangkaian Pegunungan Sewu di
Yogyakarta.
d. Hidrografi
Dua sungai terpenting di Jawa Timur adalah Sungai Brantas (290
km) dan Bengawan Solo. Sungai Brantas memiiki mata air di daerah
Malang. Sesampai di Mojokerto, Sungai Brantas pecah menjadi dua:
Kali Mas dan Kali Porong; keduanya bermuara di Selat Madura.
Bengawan Solo berasal dari Jawa Tengah, akhirnya bermuara di
Gresik. Kedua sungai tersebut dikelola oleh PT Jasa Tirta. Di lereng
Gunung Lawu di dekat perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Telaga
Sarangan, sebuah danau alami. Bendungan utama di Jawa Timur antara
lain Bendungan Sutami dan Bendungan Selorejo, yang digunakan untuk
irigasi, pemeliharaan ikan, dan pariwisata.
Fungsi Sosial Tanah
69
e. Iklim
Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan dengan
wilayah Pulau Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki
curah hujan yang lebih sedikit. Curah hujan rata-rata 1.900 mm per
tahun, dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar
antara 21-34°C. Suhu di daerah pegunungan lebih rendah, dan bahkan
di daerah Ranu Pani (lereng Gunung Semeru), suhu bisa mencapai
minus 4°C,yang menyebabkan turunnya salju lembut.
f. Pembagian administratif
Secara administratif, Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9
kota, menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah
kabupaten/kota terbanyak di Indonesia.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
70
Kabupaten/Kota
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Blitar
Kabupaten Bojonegoro
Kabupaten Bondowoso
Kabupaten Gresik
Kabupaten Jember
Kabupaten Jombang
Kabupaten Kediri
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Madiun
Kabupaten Magetan
Kabupaten Malang
Kabupaten Mojokerto
Kabupaten Nganjuk
Kabupaten Ngawi
Kabupaten Pacitan
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Sampang
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota
Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Kepanjen
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Sumenep
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tuban
Kabupaten Tulungagung
Kota Batu
Kota Blitar
Kota Kediri
Kota Madiun
Kota Malang
Kota Mojokerto
Kota Pasuruan
Kota Probolinggo
Kota Surabaya
Sidoarjo
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung
-
g. Penduduk
Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 37.070.731
jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah
penduduk terbanyak adalah Kabupaten Malang, sedang kota dengan
jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju pertumbuhan
penduduk adalah 0,59% per tahun (2004).
h. Suku bangsa
Mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun
demikian, etnisitas di Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar
hampir di seluruh wilayah Jawa Timur daratan. Suku Madura mendiami
di Pulau Madura dan daerah Tapal Kuda (Jawa Timur bagian timur),
terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di sejumlah kawasan Tapal
Kuda, Suku Madura bahkan merupakan mayoritas. Hampir di seluruh
kota di Jawa Timur terdapat minoritas Suku Madura, umumnya mereka
bekerja di sektor informal.
Suku Tengger, konon adalah keturunan pelarian Kerajaan Majapahit,
tersebar di Pegunungan Tengger dan sekitarnya. Suku Osing tinggal
di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi. Orang Samin tinggal di
Fungsi Sosial Tanah
71
sebagian pedalaman Kabupaten Bojonegoro.
Selain penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal
bagi para pendatang. Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup
signifikan dan mayoritas dibeberapa tempat, diikuti dengan Arab;
mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali juga tinggal
di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak
ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah
kawasan industri lainnya.
i. Bahasa
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional,
namun demikian Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar Suku
Jawa. Bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa Timur memiliki beberapa
dialek/logat. Di daerah Mataraman (eks-Karesidenan Madiun dan
Kediri), Bahasa Jawa yang dituturkan hampir sama dengan Bahasa Jawa
Tengahan (Bahasa Jawa Solo-an). Di daerah pesisir utara bagian barat
(Tuban dan Bojonegoro), dialek Bahasa Jawa yang dituturkan mirip
dengan yang dituturkan di daerah Blora-Rembang di Jawa Tengah.
Dialek Bahasa Jawa di bagian tengah dan timur dikenal dengan
Bahasa Jawa Timuran, yang dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri
khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter, blak-blakan, dan seringkali
mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga
bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal
cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih
akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan.
Dialek Bahasa Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek
Surabaya, hanya saja ada beberapa kata yang diucapkan terbalik,
misalnya mobil diucapkan libom, dan polisi diucapkan silup; ini dikenal
sebagai Boso Walikan. Saat ini Bahasa Jawa merupakan salah satu mata
pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat
72
Fungsi Sosial Tanah
SD hingga SLTA.
Bahasa Madura dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun
dimanapun mereka tinggal. Bahasa Madura juga dikenal tingkatan
bahasa seperti halnya Bahasa Jawa, yaitu enja-iya (bahasa kasar),
engghi-enten (bahasa tengahan), dan engghi-bhunten (bahasa halus).
Dialek Sumenep dipandang sebagai dialek yang paling halus, sehingga
dijadikan bahasa standar yang diajarkan di sekolah. Di daerah Tapal
Kuda, sebagian penduduk menuturkan dalam dua bahasa: Bahasa Jawa
dan Bahasa Madura. Kawasan kepulauan di sebelah timur Pulau Madura
menggunakan Bahasa Madura dengan dialek tersendiri, bahkan dalam
beberapa hal tidak dimengerti oleh penutur Bahasa Madura di Pulau
Madura (mutually unintellegible).
Suku Osing di Banyuwangi menuturkan Bahasa Osing. Bahasa
Tengger, bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Suku Tengger,
dianggap lebih dekat dengan Bahasa Jawa Kuna. Penggunaan bahasa
daerah kini mulai dipromosikan kembali. Sejumlah stasiun televisi
lokal kembali menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar
pada beberapa acaranya, terutama berita dan talk show, misalnya JTV
memiliki program berita menggunakan Boso Suroboyoan, Bahasa
Madura, dan Bahasa Jawa Tengahan.
j. Agama
Suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian menganut
agama Kristen dan Katolik, dan ada pula yang menganut Hindu dan
Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan
Kejawen. Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada
Suku Madura. Suku Osing umumnya beragama Islam. Sedangkan Suku
Tengger menganut agama Hindu.
Orang Tionghoa umumnya menganut Konghucu, meski ada pula
sebagian yang menganut Buddha, Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid
Fungsi Sosial Tanah
73
Cheng Ho di Surabaya dikelola oleh orang Tionghoa dan memiliki
arsitektur layaknya kelenteng.
k. Seni dan budaya
Kesenian
Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan
salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni
panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki.
Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk
menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali
dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka
dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional
dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski
keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan
kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog
kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai
dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib.
Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa
gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah
Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang
kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain
Damarwulan dan Angling Darma.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat
dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian
Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari
gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
74
Fungsi Sosial Tanah
l. Budaya dan adat istiadat
Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat
menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini
dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut
dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah
tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan,
Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung,
Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa
Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.
Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan,
dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah
masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan
anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.
Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo,
Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya
Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan
Jawa: Surakarta dan Yogyakarta. Adat istiadat di kawasan Tapal
Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya
populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing
merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat
istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu.
Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah,
memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai
upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia
kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang
lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari),
pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.
Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami.
Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako’ake
Fungsi Sosial Tanah
75
(menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah
itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului
dengan acara temu atau kepanggih. Untuk mendoakan orang yang telah
meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari
ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.
m. Arsitektur
Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi,
Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk
bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur
umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk
srontongan (empyak setangkep).
Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah
bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan
yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.
6. Provinsi Gorontalo
Lambang
Peta Lokasi
“Duluo Limo Lo Pohalaa” “Bumi Serambi Madinah”
Koordinat
{{{koordinat}}}
Dasar hukum
{{{dasar hukum}}}
Tanggal penting
16 Februari 2001 (hari jadi)
Ibu kota
Kota Gorontalo
Gubernur
Ir. H. Fadel Muhammad
76
Fungsi Sosial Tanah
Luas
Penduduk
Kepadatan
Kabupaten
Kota
Kecamatan
Kelurahan/Desa
Suku
Agama
Bahasa
Zona waktu
Lagu daerah
12.215 km²
887.000 (+/-)
... /km²
5
1
{{{kecamatan}}}
{{{kelurahan}}}
Gorontalo (90%)
Islam, Kristen, Animisme.
bahasa Gorontalo, bahasa Indonesia
WITA
Hulonthalo Lipuu
A. KONDISI GEOGRAFIS
Provinsi Gorontalo adalah salah satu dari 32 provinsi di
wilayah Republik Indonesia yang memanjang dari Timur ke
Barat di Bagian Utara Pulau Sulawesi. Sebelah Utara berbatasan
dengan Laut Sulawesi, Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi
Sulawesi
Utara,
Sebelah
Barat
berbatasan
dengan
Provinsi
Sulawesi Tengah, Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini
Provinsi termuda ini memiliki luas wilayah 12.215,44 km2 dan berada
pada posisi geografis antara 00030’04” – 01002’30” Lintang Utara
dan 112008’04”– 123032’09” Bujur Timur. Provinsi terbungsu ini
mempunyai ketinggian dari permukaan laut antara 0 – 2.400 meter
dengan jumlah pulau-pulau kecil yang teridentifikasi sampai saat ini
sebanyak 67 buah serta mempunyai 2 (dua) musim iklim pada umunya,
Fungsi Sosial Tanah
77
yakni musim penghujan dan musim kemarau. Biasanya hari hujan
terbanyak terjadi pada Bulan Maret, Mei dan Oktober dengan Curah
Hujan rata-rata 207,7 mm dan suhu rata-rata 23 – 31° C. Sedangkan
tekanan udaranya berkisar antara 11.21.5 MOB dengan kecepatan angin
rata-rata 1,9 knot.
Provinsi Gorontalo juga mempunyai garis pantai sepanjang + 590
km dengan luas laut teritorial + 10.500 km2 dan luas perairan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) + 40.000 km2 yang ada di perairan sebelah
Utara, sehingga total luas perairan laut + 50.500 km2 dengan tingkat
kemiringan yang relatif rendah antara 0 – 40°. Wilayah Gorontalo
juga sangat strategis bila dipandang secara ekonomis, karena berada
pada poros tengah wilayah pertumbuhan ekonomi, yaitu antara 2 (dua)
Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Provinsi Sulawesi Tengah
dan Manado – Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Letaknya yang strategis
ini dapat dijadikan sebagai daerah transit seluruh komoditi dari dan
menuju kedua KAPET tersebut. Akibat kegiatan arus barang antara
kedua KAPET tadi, maka berdampak positif terhadap peningkatan
aktivitas ekonomi di Daerah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan
bahkan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, Gorontalo juga berada pada “mulut” Lautan Pasifik
yang menghadap pada negara Korea, Jepang dan Amerika Latin. Sudah
barang tentu “kelebihan posisi” ini dapat memberikan peluang yang
baik dalam pengembangan perdagangan.
78
Fungsi Sosial Tanah
PROFIL PROVINSI GORONTALO
Provinsi Gorontalo adalah salah satu provinsi termuda di wilayah
Indonesia yang memanjang dari timur ke barat di bagian utara Pulau
Sulawesi, memiliki luas wilayah 12.215,44 km2 atau 0,64% dari luas
wilayah seluruh Indonesia. Berada pada posisi geografis antara 0,19’ –
1,15’ Lintang Utara dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur.
Batas-batas administratif Provinsi Gorontalo meliputi :
A. Sebelah Utara : Laut Sulawesi
B. Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Utara
C. Sebelah Selatan : Teluk Tomini
D. Sebelah Barat : Provinsi Sulawesi Tengah
Sesuai dengan UU No.10 tahun 1964, dinyatakan bahwa Kabupaten
Gorontalo dan Kota Gorontalo merupakan bagian wilayah administrasi
dari Provinsi Sulawesi Utara. Namun, banyaknya aspirasi masyarakat
seiring dengan era otonomi daerah maka berdasarkan UU No.38 tahun
2000 wilayah Gorontalo ditetapkan sebagai provinsi ke-32 lepas dari
Provinsi Sulawesi Utara. Pada saat berdiri pertama kalinya, Provinsi
Gorontalo terdiri atas Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo
dan Kota Gorontalo selanjutnya berdasarkan UU No.6 tahun 2003
Fungsi Sosial Tanah
79
dilakukan pemekaran yang ditandai dengan pembentukan Kabupaten
Bone Bolango dan Pohuwato. Secara topografi permukaan tanah di Gorontalo sebagian besar
adalah perbukitan. Oleh karenanya, Gorontalo memiliki banyak gunung
dengan ketinggian berbeda dengan Gunung Tabongo yang terletak di
Kabupaten Boalemo merupakan gunung tertinggi dengan ketinggian
2100 m dari permukaan laut. Disamping mempunyai banyak gunung,
provinsi ini juga memiliki banyak sungai dengan sungai Paguyaman
yang terletak di Kabupaten Boalemo dengan panjang 99,3 Km
merupakan sungai terpanjang.
LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK PROVINSI
GORONTALO
Kabupaten/Kota
Luas Wilayah (km2
Kab. Boalemo
Kab. Gorontalo
Kab. Pohuwato
Kab. Bone Boalango
Kota Gorontalo
Jumlah
2.248.24
3.426.98
4.491.03
1984.4
64.79
12.215.44
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
108.312
415.672
105.593
122.722
147.354
899.653
Sumber : BPS Gorontalo, 2005
Sebagai sebuah daerah agraris, Gorontalo merupakan penghasil
beberapa tanaman pangan terutama Jagung yang dijadikan komoditi
unggulan beberapa tahun terakhir, selanjutnya padi, kelapa, cengkeh,
kemiri dan pala yang tersebar di seluruh kabupaten se-Gorontalo.
Disamping itu, dengan kondisi daerah yang relatif subur dan berbukit
Gorontalo juga merupakan penghasil komoditi sayur-sayuran yang
belum dikembangkan secara optimal. Jenis sayur-sayuran yang
80
Fungsi Sosial Tanah
dihasilkan dan dapat dikembangkan lebih lanjut antara lain cabe, tomat
dan bawang. Di bidang peternakan, kondisi daerah yang memiliki
areal lahan kering dan padang rumput yang luas sangat cocok untuk
pengembangan peternakan antara lain sapi, kambing dan kerbau.
Di bidang perikanan dan kelautan, Gorontalo memiliki potensi
yang sangat besar mulai dari budidaya air tawar, budi daya tambak,
budi daya laut dan perikanan tangkap (marine fishery). Komoditi yang
menjadi unggulan daerah ini dan masih perlu dikembangkan karena
potensinya yang baik adalah rumput laut dan perikanan laut.
B. HASIL PENELITIAN SEMENTARA
Penciptakan masyarakat adil dan makmur merupakan tujuan negara
Republik Indonesia dan pembangunan yang merupakan dasar program
pemerintah untuk seluruh wilayah Indonsia. Dalam melaksanakan
pembangunan ini faktor utama yang paling penting adalah tanah.Seperti
pembuatan jalan raya , pelabuhan-pelabuhan, bangunan-bangunan untuk
industri, pertambangan, perumahan dan kesehatan dan lain-lain demi
kepentingan masyarakat.
Untuk memperoleh tanah ini peranan pemerintah sangat diperlukan
karena terkadang tanah yang akan didirikan atau bangunan tersebut adalah
milik rakyat, sehingga untuk - memperolehnya harus melalui pemerintahan
yaitu dengan cara pencabutan hak atas tanah dan pembebasan hak atas tanah.
Peranan pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat
penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan
fungsinya dengan baik dan benar. Pembangunan ini dilaksanakan untuk
kemakmuran rakyat. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang
berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip – prinsip
hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas
ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak
berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat.
Fungsi Sosial Tanah
81
Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai
pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya demikian juga
hubungan. Manusia sebagai anggota masyarakat dengan pemerintah sebagai
penguasa tertinggi dalam Negara, sekaligus penggerak untuk terujudnya
pembangunan demi untuk peningkatan taraf hidup dari masyarakat.
Bagi masyarakat Indonesia hak atas tanah dan benda-benda yang ada
diatasnya merupakan hukum yang penting, namun apabila, benar-benar
diperlukan dapat dilakukan pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk
kepentingan pembangunan. Timbul permasalahan sejauh mana peranan
pemerintah atas tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan dan
bagaimana upaya pemerintah dalam hal pemecahan masalah pertanahan
yang timbul.
1. Guna Tanah Dalam Rangka Pembangunan.
Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai
arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada
kehidupannya adalah tergantung pada tanah. Tanah dapat dinilai sebagai
suatu harta yang mempunyai sifat permanen dan dapat dicadangkan
untuk kehidupan masa mendatang. Tanah adalah tempat pemukiman
dari sebagian ummat manusia, disamping sebagai sumber penghidupan
bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan
dan pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan ternpat persemayaman
terakhir bagi seseorang yang meninggaI dunia.
Dalam suasana pembangunan sebagaimana halnya di negara
kita sekarang kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Kegiatan
pembangunan sebagaimana halnya di Indonesia terutama sekali
pembangunan di bidang materil baik di kota maupun di desa banyak sekali
memerlukan tanah sebagai tempat penampungan kegiatan pembangunan
dimaksud. Pengadaan berbegai proyek pembuatan dan pelebaran tanah
(jalan) semuanya memerlukan tanah sebagai tempat penampungan dan
82
Fungsi Sosial Tanah
sebagai sarana utamanya. Usaha - usaha pengembangan perkotaan baik
berupa perluasan dengan membuka tempat-tempat pemukiman baru di
pinggiran kota maupun usaha - usaha pemekarannya sesuai dengan tata
kota senantiasa membutuhkan tanah untuk keperluan tersebut. Pendek
kata hampir semua usaha pembangunan memerlukan tanah sebagai
sarananya.
Adanya berbagai kepentingan yang kelihatannya saling bertentangan
antara satu dengan lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam
pembangunan itu. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan
tanah sebagai sarana utamanya, sedang di lain pihak sebagian besar
dari warga masyarakat memerlukan juga tanah tersebut sebagai tempat
pemukiman dan tempat mata pencaharian. Bilamana tanah tersebut
diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan pemerintah,
maka jelas kita harus mengorbankan hak azasi warga masyarakat yang
seharusnya jangan sampai terjadi dalam negara yang menganut prinsipprinsip “ Rule of Law” akan tetapi bilamana ini dibiarkan saja maka
usaha-usaha pembangunan akan macet.
Ada sementara pihak yang beranggapan kalau ada sebidang tanah
sangat diperlukan untuk kepentingan pembangunan maka mau tidak mau
usaha tersebut harus berhasil, sehingga pada saat sekarang pembangunan
banyak dijadikan kambing hitarn yang dapat menimbulkan kesan bahwa
segalanya akan menjadi halal bilamana dilakukan untuk dan demi
pembangunan, sekalipun hal tersebut dilakukan dengan melanggar
hukum. Pandangan yang sedemikian ini sebenarnya bertentangan
dengan azas perikehidupan dalam keseimbanga.
Demikian pentingnya peranan (kegunaan ) tanah dalam rangka
pernbangunan sehingga mungkin pihak - pihak yang terkait dalam hak
- haknya atas tanah menjadi korban pihak segelintir oknum - oknum
yang tidak bertanggung jawab dengan kedok pembebasan tanah dalam
rangka pembangunan. Dalam hal ini tentu peranan pemerintah daerah
Fungsi Sosial Tanah
83
setempat sangat diperlukan sekali mendalami masalah - masalah
pertanahan sehingga hal - hal yang merugikan bagi pihak yang terkena
pembebasa, haknya atas tanah dapat segera ditanggulanginya.
2. Peranan Pemerintah Atas Tanah Dalam Rangka Melaksanakan
Pembangunan.
Pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek kebidupan baik
pembangunpn yang dilaknkan oleh perorangan / keluarga atau kelompok
sosial juga membutuhkan tanah. Jadi dalam menyongsong lajunya
pembangunan hubungannya dengan tanah merupakan permasalahan
yang cukup peka, karena dengan meningkatnya kegiatan pembangunan
dewasa ini maka kebutuhan akan tanah untuk keperluan berbagai
proyek juga turut meningkat. Sedangkan dilain pihak penyediaan tanan
untuk itu kurang. Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah tersebut perlu
penanggulangan yang serius, mengingat persoalan tanah adalah sangat
sensitif karena hubungan tanah bukan halnya sekedar mengandung
aspek ekonomis, tetapi juga kesejahteraan sosial, politik, kultural,
psikologis, religlus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pemerintah
dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah,
bukan saja harus mengindahkan prinsip-prinsip hukum akan tetapi
juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan
azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang
menjadi keresahan yang mengganggu kestabilitas masyarakat. Dalam
hal tersebut Menteri Dalam Negeri dengan Instruksinya tertanggal 10
Oktober 1974 telah menginstruksikan kepada semua Kepala Daerah di
seluruh Indonesia antara lain untuk mengadakan inventarisasi terhadap
semua masalah pertanahan yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Salah satu prinsip dasar yang diletakkan oleh pemerintah dalam
rangka pemamfaatan tanah adalah untuk kemakmuran rakyat yang
84
Fungsi Sosial Tanah
dengan cara meletakkan kepentingan nasional diatas kepentingan
individu sekalipun ini tidak berarti kepentingan individu atau golongan
tertentu dapat dikorbankan begitu saja untuk kepentingan umum. Hal
ini terlihat secara tegas dalam berbagai ketentuan dari Undang-Undang
Pokok Agraria antara lain yaitu :
a. Pasal 6 ; Bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Dalam pemakaian sesuatu hak atas tanah harus memperhatikan
kepentingan masyarakat seperti juga dalam pasal 33 UUD 1945
; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara,dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat.
Sungguhpun dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 tidak
mencantumkan dengan tegas kata-kata fungsi sosial, namun harus
di tafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak rnilik prirnair diartikan
hak rnilik itu tidak boleh rnerugikan kepentingan masyarakat.
Dengan dernikian pengertian fungsi sosial dari pada tanah adalah
jalan kornprorni atau hak rnutlak dari tanah seperti tersebut dalarn
rnernori penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria. Bahwa
keperluan tanah tidak Baja diperkenankan semata-rnata. untuk
kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan
keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermamfaat, baik
untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai tanah juga
berrnanfaat untuk rnasyarakat dan kepentingan perorangan harus
saling imbang mengimbangi sebagai dwi tunggal.
Noto Negoro menyatakan bahwa :
“Hak untuk mempunyai fungsi sosial itu sebenarnya
rnendasarkan yang individualistis, ditempelkan padanya sifat yang
sosialis, sedangkan kalau berdasarkan Pancasila.Hukum kita tidak
berdasarkan atas corak individualisrne tetapi corak dwi tunggal “.
Jadi rnaksud dwi tunggal adalah bahwa setiap indfvfdualistis
Fungsi Sosial Tanah
85
mempunyai fungsi sosial sesuai dengan Pancasila bahwa dalam
individu tersebut rnelekat kepentingan sosial, misalnya hak milik
dapat dicabut derni kepentingan sosial.
Berarti semua hak atas tanah dalarn pasal 6 Undang-Undang
Pokok Agraria berarti bukan saja hak milik tetapi sernua hak atas
tanah dalam arti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan
hak pakai mempunyai fungsi sosial, dengan ini berati semua hak
atas tanah dapat mengisi kepentingan nasional dari rakyat untuk
kemakmuran rakyat.
b. Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria yang membatasf
berlakunya hukum adat dengan kepentingan nasional dan negara
yang berdasarkan atas persatuan bangsa. Dari redaksi pasal UUPA
pengertian hukum adat mempunyai arti yang tersendiri, dimana
pasal 5 itu memberi batasan-batasan terhadap hukum adat tersebut
yaitu :
− Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme
Indonesia.
− Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan negara dan
kepentingan nasional yang berdasarkan persatuan bangsa.
− Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kesatuan
(perundang-undangan lainnya).
− Hukum adat harus mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan
pada agama.
Sedemikian ketatnya pembatasan hukum adat terhadap
walaupun di dalam pasal 3 UUPA membuat suatu pengakuan
yang tegas terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang
tunduk pada hukum adat. namun demikian pengakuan tersebut bila
86
Fungsi Sosial Tanah
ditinjau dari segi juridis formal adalah merupakan suatu kemajuan
tentang kedudukan hak ulayat dalam UUPA, jadi dengan adanya
pengakuan terhadap hak ulayat secara formal ini akan dapat mengisi
pembangunan nasional disatu pihak dan kepentingan umum secara
bersama dilain pihak. Dengan demikian pemecahan permasaIahan
hak ulayat untuk turut serta dalam pembangunan dengan serius
dan menyeluruh dapat diselesaikan dimensi juridis dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial,politis, ekonomi dan kultural
agar supaya hal yang demikian tidak akan berkembang menjadi
suatu keresahan yang dapat menggangu stabilitas masyarakat.
c. Pada pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu:
“Dimana dalam pasal ini memungkinkan negara untuk mencabut
hak atas tanah untuk kepentingan sosial. Ketentuan pencabutan hak
ini adalah merupakan ketentuan, yang memungkinkan negara untuk
melaksanakan politik dan strategi pertahanan keamanan. Dalam
pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum sebagaimana
yang kemudian
diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961, maka
pencabutan hak dimaksud hanya kemungkinkan bilamana ada
suatu kepentingan umum yang benar-benar menghendakinya.
Kepentingan ini misalnya untuk pembuatan jalan raya, Pelabuhan,
bangunan untuk industri pertambangan, perumahan dan kesehatan
masyarakat serta lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan
nasional.
3. Pemecahan Masalah Pertanahan Yang Dilakukan Pemerintah
Daerah.
Tanah yang diperlukan dalam pencabutan hak atas tanab dan
pembebasan tanah untuk keperluan pembangunan yang dilakukan oleh
Fungsi Sosial Tanah
87
pemerintah, maka dalam hal ini diperlukan jaminan, baik bagi pihak
warga negara maupun bagi pihak pemerintah. Karena pada dasarnya,
persoalan tanah merupakan persoalan rumit. Yang demikian karena tanah
dapat merupakan komoditi ekonomi bagi orang-orang yang berada, dan
merupakan harta kekayaan yang dapat diinventariskan di bank dengan
cara pembelian tanah sebanyak-banyaknya dan dapat menjadii suatu
sengketa sesama penduduk atau antara penduduk dengan pihak swasta
ataupun antara penduduk dengan pemerintah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam rangka pembangunan,
tanah merupakan suatu kebutuhan potensial dalam pembangunan. Oleh
sebab itu tanah-tanah yang statusnya belum terdaftar sebagaimana yang
dimaksudkan dalam pasal 19 UUPA maka jika pemerintah memerlukan
tanah dalam rangka pembangunan akan menemui kesulitan dalam
memperoleh tanah yang dimaksud.
Dalam hal pembebasan tanah ini terdapat dua kepentingan yang
seimbang yaitu kepentingan pemegang hak atas tanahnya tentu
menginginkan sejumlah ganti rugi dari kepentingan pemerintah dilain
pihak yaitu melaksanakan pembangunan Dengan alasannya dua
kepentingan yang berbeda, maka. Persoalan akan tanah semakin rumit
dalam hal ini tentu memerlukan pemecahan permasalahan pertanahan
yang harus mendasarkan kepada kedua kepentingan yang berbeda tadi,
sehingga disamping terlaksananya pembangunan yang diprogramkan
tetap terpelihara serta hubungan yang harmonis antara pemerintah dan
rakyat untuk meningkatkan pembangunan menuju masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam memecahkan masalah pertanahan yang dilakukan olen
pemerintah daerah tentunya tidak terlepas pada peraturan perundangundangan serta kebijaksanaan - kebijaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah setempat dimana ada permasalahan tentang tanah- tanah
yang diperuntukkan dalam pembangunan.
88
Fungsi Sosial Tanah
Dalam rangka mengisi pembangunan ini maka pemerintah
memerlukan tanah sehingga untuk mendapatkan tanah tersebut
pemerintah harus mengadakan pencabutan hak atas tanah dan
pembebasah hak atas tanah bagi rakyat yang memiliki tanah tersebut,
agar tanah tersebut menjadi milik pemerintahdan dapat digunakan
untuk pembangunan dan demi kepentingan umum.
1. Pencabutan Hak Atas Tanah.
Bagi rakyat Indonesia hak atas tanah atau benda diatasnya
adalah merupakan hubungan hukum yang penting, sehingga
apabila benar-benar diperlukan pencabutan hak tersebut demi
kepentingan umum. Pencabutan hak atas tanah tersebut hendaklah
dilakukan dengen hati-hati dengan cara yang adil dan bijaksana,
karena mengingat dalam Suasana pembangunan yang sekarang ini
masalah tanah mempunyai peranan pentlng sebagai potensi dasar
dalam menunjang pembangunan nasional disegala bidang.
Menurut pasal 18 UUPA menyatakan:
“ Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut
cara yang diatur oleh undang-undang. “
Pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umurn adalah
merupakan suatu cara yang terakhir untuk memperoleh tanah
yang sangat diperlukan guna keperluan - keperluan tertentu
untuk kepentingan umum. Setelah dilakukan berbagai cara lain
tidak membawa hasill sebagaimana yang diharapkan sedangkan
keperluan untuk pembangunan tanah yang dimaksud
sangat mendesak sekali.
Fungsi Sosial Tanah
89
Adapun yang berwenang melakukan pencabutan hak atas tanah
adalah Presiden sebagai pejabat eksekutif yang tertinggi setelah
mendengar penjelasan Menteri Dalam Negeri. Menteri Kehakiman
dan Menteri yang bersangkutan yaitu Menteri yang bidang tugasnya
meliputi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan hak atas
tanah tersebut
Menteri Dalam Negeri memberi pertimbangan dari segi agraria
dan politik, menteri Kehakiman dari segi hukumnya, Sedangkan
Menteri yang bersangkutan mengenai fungsi dari pada dilakukannya
pencabutan hak itu dalam masyarakat. Apakah tanah atau benda
yang diminta itu benar-benar diperlukan secara mutlak dan tidak
dapat diperoleh ditempat lain.
Presiden satu-satunya instansi yang oleh undang - undang diberi
wewenang untuk mempertimbangkan dan memutuskan apakah
benar kepentingan umum mengharuskan dilakukannya pencabutan
hak atas tanah tersebut.
Keputusan Presiden itu tidak dapat diganggu gugat dimuka
pengadilan. Setelah surat keputusan dari Presiden keluar dan telah
disampaikan kepada mereka haknya dicabut dan isinya harus
diumumkan di dalam surat kabar barulah penguasa tanah yang baru
dapat melakukan kegiatannya setelah diterimanya surat keputusan
dari Presiden dan dilakukannya pembayaran ganti kerugian kepada
yang berhak, dan melakukan penampungan terhadap mereka
yang bertempat tinggaI di atas tanah tersebut. Besarnya ganti rugi
harus disesuaikan dengan bidang tanah yang dicabut haknya dari
pemiliknya. Ganti rugi ini tidak saja berbentuk uang akan tetapi
dapat juga berbentuk tanah atau fasilitas lainnya. pembebasan hak
atas tanah untuk kebutuhan akan tanah dalam usaha melaksanakan
pembangunan ditempuh jalan dengan pembebasan hak atas
tanah milik perseorangan ataupun tanah-tanah yang dimiliki oleh
90
Fungsi Sosial Tanah
masyarakat, hal mana disebabkan karena tersedianya tanah negara
sudah semakin berkurang, sedangkan kebutuhan akan tanah terus
meningkat. Demikian juga di daerah-daerah pedesaan, tanah
negara yang tersedia tidak selalu cocok lokasinya untuk proyekproyek pembangunan yang direncanakan. Menurut pasal 1 ayat 1
Peraturan Menteri Dalam Negeri (MPDN) nomor 15 tahun 1975
: yang dimaksud dengan pembebasan tanah adalah melepaskan
hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang bak atas
tanah dan penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan gantl
rugi. Pengambilan tanah seseorang adalah sebagai pembebasan
hak atas tanah dimana pihak pemerintah membebaskan tanah
yang bersangkutan dari yang diinginkan benar-benar bebas dari
kekuasaannya.
Pembebasan tanah hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan
dari pihak pemegang hak baik mengenai besar dan bentuk ganti
rugi yang diberikan terhadap tanahnya. Jadi perbuatan iniI haruslah
didasarkan kesukarelaan si pemegang hak. Bagaimana kalau si
pemegang hak dapat bersedia untuk menyerahkan tanahnya, maka
pihak pemerintah melalui panitia tanah khusus untuk itu harus
mengusahakan agar supaya diserahkannya tanah tersebut secara
sukarela. Bilamana instansi pemerintah memerlukan tanah untuk
keperluan tertentu sedangkan di atas tanah tersebut masih dipenuhi
dengan hak tertentu harus mengajukan permohonan pembebasan,
hak atas tanah kepada Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuk dengan mengemukakan tujuan penggunaan tanahnya.
Adapun yang berhak dalam pembesan hak atas tanah ini adalah
Panitia pembebasan yang melakukan pemeriksaan pene1itian dan
penetapan ganti rugi dalam rangka Pembebasan hak atas tanah
dengan atau tanpa bangunan atau tanaman yang ada di atasnya
yang pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah
Fungsi Sosial Tanah
91
untuk masing-masing Kabupaten, Kotamadya dalam suatu Wilayah
Propinsi yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian-uraian yang di kemukakan diatas maka
dapat diambil langkah-langkah beberapa hal yaitu :
1. Untuk mewujudkan pembangunan baik di daerah-daerah
maupun pada tingkat nasionall fungsi tanah merupakan unsur
pentlng dalam menunjang pembangunan.
2. Dalam masa pembangunan dewasa ini persediaan tanah untuk
proyek-proyek pembangunan sangatlah terbatas. Berkenaan
dengan pengambilan tanah-tanah penduduk untuk keperluan
pembangunan ada dua cara yang ditempuh pemerintah yaitu :
a. Pencabutan hak atas tanah (ontoi gening) adalah :
Pengambilan tanah kepunyaan seseorang oleh negara
secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah itu
menjadi terhapus tanpa yang bersangkutan melakukan
suatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu
kewajiban hukum.
b. Pembebasan tanah (prijsgeving) adalah :
Melepaskan hubungan semula yang terdapat diantara
pemegang atau penguasa tanah dengan cara memberikan
ganti rugi atas dasar musyawarah dengan pihak yang
bersangkutan.
3. Pembebasan tanah yang dapat hanya dapat dilakukan atas dasar
persetujuan dari pihak pemegang hak baik mengenai tekhnisnya
besarnya ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya.
92
Fungsi Sosial Tanah
5
Bab
HASIL OLAHAN DATA
SEMENTARA YANG SUDAH
SELESAI DIOLEH
Berikut disampaikan contoh olahan data berdasarkan penelitian lapangan yang
sudah diselesaikan. Hasil ini masih belum final karena masih terdapat beberapa data
kuesioner yang diolah secara kuantitatif dan juga data hasil wawancara yang diolah
secara kualitatif. Namun demikian yang disampaikan dalam draft laporan akhir ini
masih merupakan salah satu contoh hasil olahan sementara. Sedangkan olahan data
secara keseluruhan akan diselesaikan sebelum akan dilaksanakannya FGD untuk
mendapatkan masukan dalam rangka penyelesaian laporan akhir yang sudah final.
Fungsi Sosial Tanah
93
94
Fungsi Sosial Tanah
5
5
4
5
Prinsip
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada
kesejahteraan bagi sebesar-besar rakyat
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada
keadilan atas penguasaan pemilikan sumberdaya tanah
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada
harmonisasi pengelolaan aset publik dan privat
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada
keberlanjutan sumberdaya tanah
Sub Total
1
2
3
4
5
5
3
3
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas
tanah meliputi permukaan tanah yang dapat dilekati hak
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas
tanah meliputi uang atas tanah dan ruang bawah tanah yang
dapat dilekati hak
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas
tanah meliputi perarian yang dapat dilekati hak
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas
tanah meliputi tanah di bawah perarian yang dapat dilekati hak
Sub Total
5
6
7
8
7
3
4
0
0
2
0
0
2
0
5
0
0
2
3
4
5
5
0
0
0
1
3
5
2
1
0
0
1
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
konservasi sumberdaya tanah
14
4
3
4
3
9
2
0
1
0
1
5
0
0
0
0
0
4
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
3
Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
Orientasi
3
3
4
5
5
5
5
5
1
3
3
4
5
5
5
5
5
4
Rata-rata Sub Total
2
3
5
2
5
5
5
4
3
Obyek yang dikelola
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH DARI
ASPEK PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERTANAHAN
A
2
No. Responden
1
ITEM-ITEM PERNYATAAN FUNGSI SOSIAL TANAH
No
4
16
4
4
4
4
16
4
4
4
4
Jumlah
Responden
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
4
2
0
0
2
0
0
0
0
0
2
0
21
9
12
0
0
0
0
0
0
0
3
4
8
0
0
8
0
8
0
4
0
4
4
Bobot Skor
JAWABAN RESPONDEN KANWIL BPN PROVINSI SUMATERA UTARA
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH
15
25
0
0
10
15
70
20
15
20
15
5
19
58
11
12
18
17
78
20
19
20
19
Jumlah
Bobot Skor
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
3.92
0
0
11.8
0
0
0
0
0
2
0
33.3
100
0
0
0
0
0
0
0
3
21.1
14.8
0
44.4
0
10.5
0
21.1
0
21.1
4
Bobot Skor (%)
78.9
47.9
0
55.6
88.2
89.5
100
78.9
100
78.9
5
4.8
3.6
14.5
2.8
3.0
4.5
4.3
4.9
19.5
5.0
4.8
5.0
4.8
Rata-rata
Fungsi Sosial Tanah
95
5
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
pengembangan good govervance bidang pertanahan
Sub Total
12
3
3
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
keberpihakan masyarakat adat dan ulayat
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
keberpihakan pada masyarakat miskin
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
keberpihakan
Sub Total
14
15
16
20
Substansi
peraturan
meliputi
ketentuan
penggunaan dan pemanfaatan tanah
perencanaan
5
4
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan penguasaan pemilikan
penggunaan dan pemanfaatan tanah adat/ulayat
18
19 Substansi peraturan memperimbangkan ketentuan sektoral
5
Substansi peraturan fungsi sosial hak atas tanah ditetapkan
dalam bentuk Undang-Undang
17
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL DARI ASPEK PENGEMBANGAN
PERATURAN PERTANAHAN
Substansi Peraturan
B
5
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
1
4
4
6
3
0
0
1
0
1
0
4
2
1
1
6
2
2
2
1
0
0
1
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
0
0
0
20
26
0
0
0
0
0
2
1
0
4
2
3
4
Rata-rata Total
11
3
4
4
4
5
4
4
4
4
5
5
4
4
Rata-rata Sub Total
3
2
3
4
4
4
Total
4
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
pengembangan ekonomi usaha kecil dan menengah
13
Keberpihakan
4
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
keberlangsungan Negara Kesatuan RI
11
4
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada
nasionalisme
10
4
4
4
4
60
12
4
4
4
16
4
4
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
2
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
33
12
6
3
3
0
0
0
0
0
8
4
0
80
24
8
8
8
40
4
16
16
20
10
15
20
130
5
0
0
5
30
15
0
0
20
18
19
20
249
43
14
13
16
70
19
16
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.26
5.13
0
15.4
0
0
0
0
0
0
0
0
15.4
28.2
42.9
23.1
18.8
0
0
0
0
44.4
21.1
0
38.8
56.2
57.1
61.5
50
73.7
100
100
100
55.6
78.9
100
43.5
10.4
0
0
31.3
26.3
0
0
5.0
4.5
4.8
5.0
4.1
62.3
3.6
10.8
3.5
3.3
4.0
4.4
17.5
4.8
4.0
4.0
96
Fungsi Sosial Tanah
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan penegakan sanksi
pidana yang memadai
Sub Total
25
Pernyataan dalam pasal tidak boleh multi tafsir
pelaksana
Sub Total
5
5
5
Diperlukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran hak dan kewajiban fungsi sosial hak atas tanah
Diperlukan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan
budaya hukum fungsi sosial hak atas tanah
Kebijakan penataan ruang wilayah harus mengakomodasi
ketentuan fungsi sosial atas tanah
31
32
33
5
5
5
Kultur Hukum
Posedur tetap (norma, standar, posdur dan kriteria harus
dipahami aparat pelaksana dan penegak hukum
30
29 Rumusan harus mempertimbangkan kondisi sosek masyarakat
28
oleh aparat
5
Tujuan peraturan fungsi sosial hak atas tanah harus jelas dan
terjangkau pelaksanaanya
5
Struktur Peraturan
27 Tata laksana harus sistimatis
26
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan penegakan sanksi
perdata yang memadai
24
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan hubungan kemitraan
usaha yang berpihak ke pihak ekonomi lemah
23
peningkatan
5
ketentuan
Substansi
peraturan
produktivitas tanah
22
meliputi
Substansi peraturan meliputi ketentuan kewajiban pemeliharaan
tanah
21
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
32
4
4
4
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
4
4
4
4
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
4
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
0
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
0
4
4
4
20
4
4
4
4
4
35
4
4
4
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
0
0
0
0
0
20
20
20
100
20
20
20
20
20
160
20
20
20
20
15
20
20
20
100
20
20
20
20
20
172
20
20
20
20
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7.28
0
0
0
0
0
100
100
100
100
100
100
100
100
100
92.7
100
100
100
100
100
5.0
5.0
5.0
5.0
25.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
4.9
44.3
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
Fungsi Sosial Tanah
97
5
4
5
4
4
4
5
5
5
5
5
5
Ketentuan kewajiban memelihara tanah harus jelas tercantum
dalam pemberian hak atas tanah
Ketentuan kewajiban meningkatkan hasil guna dan daya guna
tanah harus jelas tercantum dalam pemberian hak atas tanah
Ketentuan kewajiban pencegahan kerusakan tanah harus jelas
tercantum dalam pemberian hak atas tanah
Ketentuan kewajiban memelihara tanah harus jelas tercantum
dalam ketentuan peralihan hak atas tanah
Ketentuan kewajiban memelihara tanah harus jelas tercantum
dalam ketentuan ijin lokasi tanah
Ketentuan kewajiban meningkatkan hasil guna dan daya guna
tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan ijin lokasi tanah
Ketentuan kewajiban pencegahan kerusakan tanah harus jelas
tercantum dalam ketentuan ijin lokasi tanah
Ketentuan fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dalam
proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum
Ketentuan fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dalam
proses pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan
Ketentuan fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dalam
proses perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah
37
38
Ketentuan kewajiban meningkatkan hasil guna dan daya guna
39 tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan peralihan hak atas
tanah
Ketentuan kewajiban pencegahan kerusakan tanah harus jelas
tercantum dalam ketentuan peralihan hak atas tanah
36
40
41
42
43
44
45
46
35
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL DARI ASPEK PENGEMBANGAN
PELAYANAN PERTANAHAN
C
4
4
4
5
5
5
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
68
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
2
2
2
0
1
0
3
3
3
4
4
4
2
2
2
4
3
4
Rata-rata Total
0
0
5
5
Rata-rata Sub Total
5
Total
Sub Total
5
Diperlukan pemahaman masyarakat untuk menyelaaskan
34 kepentingan publik dan privat dalam ketentuan fungsi sosial hak
atas tanah
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
71
16
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
4
0
0
0
8
8
8
0
4
0
12
0
0
15
15
15
20
20
20
10
10
10
20
15
20
340
80
20
19
19
19
20
20
20
18
18
18
20
19
20
352
80
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
21.1
21.1
21.1
0
0
0
44.4
44.4
44.4
0
21.1
0
2.43
0
0
78.9
78.9
78.9
100
100
100
55.6
55.6
55.6
100
78.9
100
97.6
100
100
4.8
4.8
4.8
5.0
5.0
5.0
4.5
4.5
4.5
5.0
4.8
5.0
5.0
89.3
5.0
20.0
5.0
98
Fungsi Sosial Tanah
5
5
5
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilakukan
secara terbuka bagi masyarakat
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilakukan
dengan melbatkan partisipasi masyarakat
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilakukan
dengan mempertingkan sosial ekonomi dan budaya masyarakat
Sub Total
48
49
50
0
0
0
0
0
0
0
0
10
38
0
0
0
0
0
12
40
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
4
4
4
4
Rata-rata Total
0
0
36
Rata-rata Total
0
0
5
5
5
5
0
5
5
5
5
0
Rata-rata Sub Total
5
5
5
5
Total
5
Dalam rangka efektifitas pengawasan dan pengendalian, fungsi
47 sosial hak atas tanah perlu dirumuskan dalam pedoman yang
jelas dan terukur
D
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL DARI ASPEK PENGEMBANGAN
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PERTANAHAN
0
Total
Rata-rata Sub Total
Sub Total
36
16
4
4
4
4
52
48
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
48
40
180
80
20
20
20
20
200
190
180
80
20
20
20
20
248
230
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
31.3
18.1
100
100
100
100
100
100
68.7
81.9
5.0
20.0
5.0
20.0
5.0
5.0
5.0
5.0
4.8
57.5
4.8
57.5
Fungsi Sosial Tanah
99
100
Fungsi Sosial Tanah
6
Bab
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya
dapat dikemukakan kesimpulan sementara sebagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan pola kebijakan fungsi sosial tanah untuk
kepentingan masyarakat menurut UUPA, maka kebijakan fungsi social tanah
harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumbersumber baru kemakmuran rakyat , meningkatkan tatanan kehidupan bersama
yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfatan, penggunaan,
penguasaan, dan pemilikan tanah, menjamin kebelanjutan sistem kemasyarakat
an, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluasluasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat
dan tanah.
Kedua, berkaitan dengan kontribusi fungsi sosial tanah terhadap
kesejahteraan masyarakat, maka fungsi social tanah harus mampu mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa tersebut, menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa ,
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa,
Fungsi Sosial Tanah
101
kesejahteraan masyarakat. Disamping itu kebijakan yang diambil oleh pemerintah
khususnya dalam bidang pelayanan kepada masyarakat yang berkaitan dengan
fungsi sosial tanah harus mampu memberikan pelayanan administrasi di bidang
pertanahan dengan baik dan transparan, termasuk juga didalamnya yang terkait
dengan pengendalian dan pengawasan terhadap fungsi social tanah baik oleh
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Ketiga, berkaitan dengan konsep kebijakan fungsi sosial tanah yang efektif
dan ideal bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat harus diperhatikan
beberapa aspek sebagai berikut:
a. Fungsi sosial dan kepentingan umum harus diprioritaskan demi kepentingan
bersama;
b. Adanya panduan bagi peruntukkan tanah sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing;
c. Menata kembali struktur penggunaan tanah yang lebih adil bagi masyarakat;
d. Memberikan aturan yang standar mengenai persediaan tanah di setiap
daerah;
e. Memberikan aturan yang konkrit dan standar dalam pemanfaatan tanah
secara nasional.
B. Saran
Adapun saran yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan kebijakan pola
P4T dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, melakukan reorientasi terhadap kebijakan yang berkaitan dengan
fungsi sosial tanah, termasuk juga di dalamnya melakukan koordinasi secara
nyata dengan pemerintah daerah melalui beberapa program kegiatan yang
terkait dengan pola kebijakan fungsi sosial tanah.
Kedua, melibatkan masyarakat dalam setiap program kegiatan yang
berkaitan dengan fungsi sosial tanah agar dapat mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
102
Fungsi Sosial Tanah
DAFTAR PUSTAKA
Adalsteinsson, Ragna dan Pall Thorhallson, “Article 27”, in Gudmundur Alfredsson
and Asbjorn Eide (eds.), The Universal Declaration of human Rights: A
Common Standard of Achievement, 1999.
Alfredsson, Gudmundur, “Treaties with Indigeneous Populations”, in Encyclopedia
of International Law, vol 2, 1995.
_______, “Group Rights, Prefential Treatment and The Rule Law, “ paper presented
to the Law & Society Trust Consultation on Group & Minority Rights, 1995.
Aditjondro, George Junus. Pola-Pola Gerakan lingkungan: Refleksi Untuk
Menyelematkan Lingkungan Dari Ekspansi Modal, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
_______, Korban-Korban Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Ali Kodra, Hadi S. dan Syaukani. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas, Yayasan
Nuansa Cendekia, Bandung, 2004.
Bahri, Saiful. “Tangkahan Inisiatif Lokal Untuk Merakyatkan Taman Nasional
Gunung Leuser, “Makalah disampaikan pada “Shearde Learning”, Kawasan
Ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser, Langkat Sumatera
Utara, 13-12 Februari 2006.
Cahyat, A. Masyarakat Mengawasi Pembangunan Daerah: Bagaimana Agar Dapat
Efektif?. Bogor: CIFOR, 2005.
______, Perubahan Perundangan Desentralisasi. Bogor: CIFOR, 2005.
Cahya Wulan, Yuliana, dkk. Analisa Konflik sector kehutanan di Indonesia 19972003. Bogor: Center for International Forestry Research, 2004.
Depsos RI, Profil Keberhasilan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada 12
Provinsi, Depsos RI, 2004.
Depsos RI, Model pendekatan Sosial Budaya Dalam Penyiapan dan Pemantapan
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Depsos RI, 2004.
Fauzi, Noer dan I Nyoman Nurjaya, Sumber Daya Alam Untuk Rakyat: Modul
Lokakarya Penelitian Hukum Kritis-Partisipatif bagi Pendamping Hukum
Rakyat, Jakarta: ELSAM, 2000.
Heroepoetri, Arimbi Julia Kalmirah dan Niken Sekar Palupi, Seri Konvensi
Internasional Lingkungan: Konvensi Washington, Konvensi Keanekaragaman
Hayati, Konvensi Perubahan Iklim, Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI) bekerjasama dengan FH UNIKA Atmajaya, 1999.
Fungsi Sosial Tanah
103
H. Fuad, Faisal. dan Siti Maskanah. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan
Sumber Daya Hutan, Pustaka LATIN, 2000.
Harahap, Bazar dkk,. Tanah Ulayat Dalam Sistem Pertanahan Nasional. Jakarta:
Yayasan Peduli Pengembangan Daerah, 2005.
Hilary N. “Weaver, Indigenous Identity: What Is It, and Who Really Has It?”
American Indian Quarterly/Spring 2001/vol. 25, No 2:244.
Kleden, Emil. Otonomi Komunitas Masyarakat Adat. Jakarta: AMAN, 2000.
Kasim, Ifdhal. dan Johanes da Masenus Arus. Hak Ekonomi, Sosial, Budaya,
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2001.
______, Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Internasional Bagi Aparatur Penegak
Hukum. Jakarta: Elsam, 2001.
Kusuma, Hilman. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: CV. Mandar
Maju, 1992.
Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung:
PT. Alumni, 2002.
Kleden, Emil, Sandra Moniaga, B. Steni. “ Sarasehan Tentang Taman Nasional,”
Diskusi dengan Tokoh Adat tentang Taman Nasional di Wisma Kenasih, Puncak
Bogor, tanggal 31 Agustus 2005.
Kuncoro, Mudrajad. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Malik, Ichsan. dkk. Menyeimbangkan Kekuatan: Pilihan Strategi Menyelesaikan
konflik Atas Sumber Daya Alam, Jakarta: Yayasan Kemala, 2003.
Moelyono, Ilya. dkk, Memadukan Kepentingan Memenagkan Kehidupan, Bandung:
Driya Media, 2003.
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada
Media, 2004.
Moh Askin. Penegakan Hukum Lingkungan dan Pembicaraan di DPR-RI. Jakarta:
Yasrif Watampoene, 2003.
Moh. Koesnoe. Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini. Surabaya:
Airlangga University Press, 1979.
Moniaga, Sandra. Hak Masyarakat Adat dan Masalah Serta Kelestarian Lingkungan
Hidup di Indonesia. Jakarta: HUMA, 2003.
Marquardt, S., “International Law and Indigeneous peoples”, in International
Journal on Group Rights 3, 1995.
Moniaga, Sandra,” Hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia, Makalah Lokakarya
Nasional IV HAM 1998 diselenggarakan oleh Komnas HAM, Departemen Luar
104
Fungsi Sosial Tanah
Negeri dan The Australian Human Rights and Equal Opportunity Commission,
Jakarta, 1 – 3 Desember 1998.
Moh. Yamin. Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945. Jakarta: tanpa
penerbit, 1959.
Parlindungan, A.P. Komentar Terhadap UUPA No.5 Tahun 1960. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia,2000.
Riyatno, Budi. Selayang Pandang Pengelolaan Kawasan Hutan di Indonesia,
Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004.
______,. Pengaturan Hukum Adat di Indonesia, Lembaga Pengkajian Hukum
Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004.
______,. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Sebuah
Tinjauan Hukum Terhadap Debt for nature Swaps, Lembaga Pengkajian
Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004.
Rahardo, Satjipto. Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Modern Republik
Indonesia.
Rositah. Kemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan dan Penanggulangannya. Bogor:
CIFOR, 2005.
Rahardo, Satjipto.” Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Modern Republik
Indonesia.”Makalah dalam Lokakarya Nasional Inventarisasi dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, KOMNASHAM, DEPDAGRI dan
MAHKAMAH KONSTITUSI, Jakarta 14-15 Juni 2005.
Republik Indonesia, Undang-Undang UU No.23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup,
Republik Indonesia. Undang-Undang UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Republik Indonesia, Undang-Undang No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
Republik, Indonesia, Undang-Undang UU No.39 tahun 1999. tentang Hak Asasi
Manusia.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang
Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi.
Fungsi Sosial Tanah
105
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Sangaji, Arianto.“Membaca Ulang Gerakan Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah”,
Jurnal Hukum Adat, 1995.
Susanti, Ari dkk, Proceeding Lokakarya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat,
Yogyakarta: Lembaga ARUPA, 2000.
Suporahardjo. Strategi dan Praktek Kolaborasi: Sebuah Tinjauan. Bogor: Pustaka
LATIN, 2005.
______,. Manajemen Kolaborasi: Memahami Plurasisme Membangun Konsensus.
Bogor: Pustaka LATIN, 2005.
_______, dkk. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan.
Bogor: Pustaka LATIN, 2000.
Soekanto, Soerjono.Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1983.
_______, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Sirait, Martua, Chip Fay, dan A. Kusworo.” Bagaimana Hak-hak Masyarakat Hukum
Adat Dalam Mengelola Sumber Daya Alam Diatur?.” Makalah Roundtable
Discussion di Wisma PKBI, 20 Oktober 1999.
Tim Peneliti CIFOR, Analisa Konflik Kehutanan di Indonesia 1997-2003, CIFOR,
2004.
Tim Peneliti ARUPA. Proceeding Lokakarya Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat, Lembaga ARUPA, Yogyakarta, 2000.
Tim Fasilitator PILI dan CIFOR, “Prinsip Dalam Penyelesaian Konflik Dengan
Mediasi,” makalah disampaikan pada acara Sheared Learning di Tangkahan,
Taman Nasional gunung Leuser, 13-22 Februari, 2006.
Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum: Paradigma, Metode, dan Dinamika
Masalahnya. Jakarta: ELSAM – HuMa, 2002.
______________.” Pembaharuan Hukum untuk Menggalang Kehidupan Masyarakat
Indonesia Baru yang Berperikemanusiaan.” Makalah seminar Nasional
“Menggalang Masyarakat Baru yang Berkemanusiaan”, diselenggarakan oleh
Ikatan Sosiologi Indonesia, Bogor, 28 – 29 Agustus 2002.
Yulianti. Kopermas: Masyarakat Hukum Adat Sebagai Tameng Bagi Pihak Yang
Berkepentingan. Bogor: CIFOR, 2005.
106
Fungsi Sosial Tanah
Download