BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR Pada Bab II ini akan dijabarkan mengenai kajian pustaka dan kerangka berpikir. Kajian pustaka tersebut berkaitan dengan variabel penelitian yang diteliti, yaitu 1) tindak tutur ilokusi, 2) fungsi humor, 3) monolog Stand up Comedy, 4) Stand up Comedy Cak Lontong, 5) media pendidikan karakter siswa, dan 6) materi pembelajaran anekdot siswa kelas X di SMA. A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Tindak Tutur Ilokusi a. Pengertian Pragmatik Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh mitra tutur (pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik merupakan studi tentang maksud penutur (Yule, 2006: 3). Sependapat dengan paparan yang disampaikan Yule, menurut Muhammad (2014: 144) pragmatik menelaah makna penggunaan ekspresi kebahasaan komunikan atau maksud-maksud penutur. Pragmatik lebih fokus pada analisis sesuatu yang tidak hanya diucapkan, namun dikomunikasikan. Hal tersebut disebabkan makna wacana ditentukan konteks dalam komunikasi, konteks itulah yang menentukan makna ekspresi bahasa. Paparan-paparan tersebut semakin dikuatkan dengan pendapat Leech (2011: 1) yang menyatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna tuturan dalam situasi-situasi tertentu. Penggunaan bahasa dilakukan baik sebagai bagian terpisah dari sistem formal bahasa maupun sebagai bagian yang melengkapinya. Dari paparan di atas dapat dismpulkan bahwa pragmatik merupakan pemahaman makna yang dilakukan dalam tindak tutur. 10 11 Sedangkan menurut Wijana dan Rohmadi (2011: 4) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan bahasa digunakan dalam komunikasi. Singkatnya yaitu pragmatik mempelajari tentang makna yang dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi di luar komunikasi. Sehingga situasi dan kondisi yang terjadi di luar penutur sangat berpengaruh pada penggunaan bahasa dan makna kata yang disampaikan. Dapat disimpulkan dari keempat pendapat tersebut bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang pemahaman makna. Dalam tindak tutur terdiri dari penutur dan mitra tutur yang keduanya saling berusaha untuk memahami maksud dan tujuan tuturan. Sehingga manfaat belajar bahasa melalui pragmatik yaitu seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan oleh orang lain. b. Jenis dan Pengertian Tindak Tutur Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan disebut dengan tindak tutur (Yule, 2006: 82). Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian pragmatik. Sebagai pakar dari tindak tutur, menurut Austin (dalam Rohmadi, 2004: 30) tindak tutur dibagi menjadi tiga yaitu: 1) tindak lokusi, 2) tindak ilokusi, dan 3) tindak perlokusi. Pertama, tindak lokusi atau tindak berbicara yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu. Kedua, tindak ilokusioner atau tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Dalam tindak tutur ilokusi mempelajari tentang maksud, fungsi, dan daya tuturan yang bersangkutan. Tindak perlokusioner, mengacu ke efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah makna kalimat yang diucapkan sesuai dengan makna kata tersebut. Tindak ilokusi dilakukan tidak hanya sekadar mengucapkan sesuatu tetapi mengandung makna di dalamnya agar mitra tutur memahami maksud dan 12 tujuan yang disampaikannya. Kemudian yang terakhir yaitu tindak perlokusi bermaksud untuk memberikan pengaruh pada lawan tuturnya. Lokusi dan ilokusi dikatakan sebagai tindak (act), sedangkan perlokusi merupakan tindakan melakukan sesuatu dengan mengatakan sesuatu. Pengertian perlokusi lebih mudah dibedakan dari pengertian ilokusi dan lokusi. Dengan mendasarkan pada pendahulunya yakni Austin, Searle (dalam Rahardi, 2009: 17-18) menyatakan bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu terdapat tiga macam. Ketiga macam tindak tutur (speech acts) secara berturut-turut yaitu: 1) tindak lokusioner, 2) tindak ilokusioner, dan 3) tindak perlokusioner. Ketiga tindak tutur tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Pertama tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat tersebut sesuai dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam tindak lokusioner ini sama sekali tidak dipermasalahkan ihwal maksud tuturan yang disampaikan oleh penutur. Dapat dismipulkan bahwa tindak tutur lokusiner itu adalah tindak menyampaikan informasi oleh penutur kepada mitra tutur. Kedua, tindak tutur ilokusioner merupakan tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan the act of doing something. Jadi tuturan dilakukan semata-mata tidak hanya untuk menyampaikan informasi, namun juga memiliki maksud dan tujuan tertentu. Sehingga dalam tindak tutur ilokusioner berfungsi agar mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan yang disampaikan oleh penutur. Kemudian yang ketiga yaitu tindak tutur perlokusioner atau perlocutionary acts. Tindak tutur perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur oleh penutur. Tindak tutur perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of affecting someone. Jadi dalam tindak tutur perlokusi tuturan dimaksudkan memberi efek pada mitra tutur. 13 Dari pandangan Austin dan Searle sebagai pakar tindak tutur dapat disimpulkan bahwa tindak tutur dibagi menjadi tiga bagian yaitu, tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Tindak tutur lokusi adalah melakukan tindakan mengatakan sesuatu, sedangkan tindak tutur ilokusi adalah melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu. Terakhir yaitu tindak tutur perlokusi, melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu. Dengan demikian sudah jelas bahwa ketiga tindak tutur dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. c. Pengertian Tindak Tutur IIokusi Tindak tutur ilokusi merupakan bagian dari tindak tutur. Menurut Yule (2006: 84-85) tindak tutur ilokusi adalah tuturan yang dilakukan dengan memiliki fungsi di dalam pikiran. Tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. Tekanan ilokusi suatu tuturan tersebut ‘apa yang diperhitungkan tekanan itu’. Tekanan ilokusi yang dimaksudkan akan diketahui oleh mitra tutur (pendengar) dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu alat-alat penunjuk tekanan ilokusi dan kondisi-kondisi kebahagiaan. Menurut Rohmadi (2004: 31) tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ilokusi tersebut mempelajari tentang maksud dan fungsi dari suatu tuturan. Jadi, tuturan dilakukan tidak hanya sekadar mengucapkan sesuatu tetapi mengandung makna di dalamnya agar mitra tutur memahami maksud dan tujuan yang disampaikannya. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak ilokusi adalah tindakan dalam mengatakan sesuatu. Dalam komunikasi penutur melakukan tuturan dengan memiliki maksud dan fungsi tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi. Tindak tutur ilokusi dilakukan agar mitra tutur mampu memahami maksud dan tujuan penutur yang ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. 14 d. Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle (dalam Leech, 2011: 164-165) tindak tutur ilokusi didasarkan pada berbagai kriteria dapat dibagi menjadi lima jenis yaitu: 1) asertif, 2) direktif, 3) komisif, 4) ekspresif, 5) deklarasi. Pertama, asertif n terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan. Kedua, direktif ilokusi ini bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur. Ketiga, komisif n (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan. Keempat, ekspresif berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Kemudian yang kelima yaitu, deklarasi mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas. Beberapa contoh tuturan yang termasuk dalam asertif, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Tuturan yang termasuk dalam ilokusi direktif, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan memberi nasihat. Ilokusi komisif cenderung berfungsi kurang menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan petutur. Kemudian yang termasuk dalam ilokusi ekspresif, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya. Selanjutnya yang terakhir, yang termasuk dalam ilokusi deklarasi, misalnya mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya. Menurut Leech (2011: 162) tindak tutur ilokusi berdasarkan pada fungsi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1) kompetitif, 2) menyenangkan, 3) bekerja sama, 4) bertentangan. Pertama, kompetitif bertujuan untuk bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut, dan mengemis. Kedua, menyenangkan bertujuan untuk sosial, misalnya menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat. Ketiga, bekerja sama bertujuan untuk tidak 15 menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, dan mengajarkan. Kemudian yang terakhir, bertentangan bertujuan untuk bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpati, dan memarahi. Simpulan dari pendapat di atas adalah tindak tutur ilokusi dibagi menjadi empat jenis berdasarkan fungsi. Keempat jenis tersebut yaitu kompetitif, menyenangkan, bekerja sama, dan bertentangan. Tindak ilokusi kompetitif, menyenangkan, bekerja sama, dan bertentangan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Jadi, penutur menggunakan keempat jenis tindak ilokusi tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan sangat berpengaruh dalam situasi dan kondisi yang melingkupi penutur tersebut. Menurut Yule (2006: 92) sistem klasifikasi umum mencantumkan lima jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur ilokusi yaitu: 1) deklarasi, 2) representatif, 3) ekspresif, 4) direktif, 5) komisif. Pertama, deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Kedua, representatif digunakan penutur untuk mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaan). Ketiga, ekspresif mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Keempat, direktif menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Kemudian yang terakhir, komisif menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Dari ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa Searle membagi jenis tindak tutur ilokusi berdasarkan kriteria, Leech berdasarkan fungsi, dan Yule berdasarkan fungsi secara umum. Dapat disimpulkan dari pendapat ketiga ahli tersebut bahwa tindak ilokusi merupakan tuturan yang bertujuan untuk melakukan tindakan walaupun dari ketiga pendapat di atas memiliki jenis tindak tutur ilokusi yang berbeda yaitu menurut Searle terdiri dari asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi. Kemudian menurut Leech (2011: 162) tindak tutur ilokusi diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1) kompetitif, 2) menyenangkan, 3) bekerja sama, 4) bertentangan dan menurut 16 Yule (2006: 92) tindak tutur ilokusi terdiri dari deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, komisif. Tiap-tiap dari jenis tindak ilokusi tersebut memiliki makna yang berbeda-beda dan digunakan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penutur. 2. Hakikat Fungsi Humor a. Teori Humor Terdapat tiga teori psikologis mengenai humor. Menurut Wilson (dalam Yuniawan, 2005: 288) teori tersebut adalah teori pembebasan, teori konflik, dan teori ketidakselarasan. Teori pembebasan merupakan penjelasan dari sudut dampak emosional. Humor adalah permainan tipu daya emosional yang terlihat seolah mengancam, namun pada akhirnya terbukti hanya lelucon dan tidak ada apa-apa. Teori konflik memberikan tekanan pada implikasi perilaku humor yang merupakan konflik antara dua dorongan yang saling bertentangan. Kemudian yang terakhir teori ketidakselarasan, merupakan dua makna atau interpretasi yang tidak sama digabungkan dalam satu makna yang kompleks. Raskin (dalam Yuniawan, 2005: 288) juga memilki konsep seperti Wilson mengenai teori humor, yang dibagi menjadi tiga yaitu perspektifkognitif, perilaku sosial, dan psikoanalitis. Teori perspektif-kognitif sama dengan teori ketidakselarasan, teori perlaku sosial sama dengan teori konflik, dan teori psikoanalitis sama dengan teori pembebasan. Walaupun memiliki konsep yang sama dengan Wilson, tetapi Raskin membagi teori humor tersebut berdasarkan dari segi linguistik. Dari pendapat dua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa humor dapat dianalisis dengan menggunakan tiga teori. Wilson dan Raskin sama-sama memiliki tiga teori humor, namun pebedaannya Wilson meneliti humor dari segi psikologi, sedangkan Raskin meneliti humor dari segi linguistik. Walaupun di antara keduanya memiliki istilah teori humor yang berbeda, tetapi mengandung pengertian yang sama. 17 b. Pengertian Humor Menurut Rahmanadji (2007: 215) humor merupakan sarana penyampaian siratan menyindir atau kritikan yang bernuansa tawa. Humor memiliki potensi penting sebagai suatu bahan untuk dijadikan suatu bahan untuk dikaji semacam “ilmu”. Semakin kritis masyarakat, semakin tinggi pula minat mereka dalam bidang humor. Dalam melakukan humor memang banyak efek yang ditimbulkan. Menurut Nugroho (2008: 1) humor merupakan kenikmatan mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan pola yang sudah tertata dalam benak seseorang. Kenikmatan tersebut berupa munculnya rasa yang tidak biasa atau bahagia yang terjadi secara spontan. Sedangkan humor menurut Yuniawan (2005: 288) humor bersifat unik dan kompleks karena kelucuan humor tidak selalu sama bagi setiap orang. Keunikan yang ada dalam humor terlihat dari bahasa yang digunakan. Hal ini dapat dikatakan bahwa di dalam humor terdapat penyimpangan dan keanehan bahasa yang menimbulkan humor. Dari ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa humor merupakan sarana penyampaian gagasan dan perasaan yang sedang dialami oleh seseorang melalui bahasa, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Melakukan humor bisa merangsang seseorang untuk merasakan kenikmatan atau kebahagiaan dengan tertawa, tetapi humor itu tidak hanya merangsang seseorang untuk tertawa secara terlihat saja, namun juga tertawa sampai ke hati sehingga tertawa itu bisa dirasakan sampai ke hati. c. Jenis Humor Menurut Yuniawan (2005: 288) berdasarkan bentuknya, humor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu humor verbal dan non verbal. Humor verbal adalah humor yang diciptakan melalui kata-kata atau secara lisan. Humor non verbal diciptakan melalui tingkah laku, gerak-gerik, dan gambar. Setiap orang dapat menciptakan humor melalui kedua jenis humor tersebut, sehingga tidak 18 hanya dengan kata-kata saja seseorang mampu menciptakan humor, tetapi dapat juga dengan hanya melakukan gerak tubuh sederhana yang unik. Menurut sasaran yang dijadikan lelucon, humor dibagi menjadi humor etnis, humor seksual, dan humor politik (Soedjatmiko, 1992: 80). Humor seksual adalah humor tentang alat kelamin, hubungan seks atau hal-hal yang menyerempet hubungan seks sebagai target humor. Humor etnis memanfaatkan ciri khas mengangkat segi-segi yang mencolok dan dianggap sebagai kekurangan suatu kelompok etnis: bahasa (logat), perilaku (kasar, lembut, berlebihan, sikap (pelit, sombong, boros, curang), dan lain-lain. Terakhir adalah humor politik, dapat berbentuk halus seperti melakukan kritikan atau sindiran terhadap dunia politik yang sedang terjadi. Dari kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa humor dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Yuniawan membagi humor berdasakan bentuknya menjadi dua jenis, humor verbal dan non verbal. Kemudian Soedjatmiko membagi humor berdasakan sasaran yang dijadikan lelucon menjadi tiga jenis, yaitu humor seksual, humor etnis, dan humor politik Pada dasarnya masing-masing dari jenis humor tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda-beda dengan satu tujuan, yaitu memeroleh kebahagiaan yang mengesankan. d. Fungsi Humor Menurut Sujoko (dalam Asyura, Effendi, dan Martono, 2014: 5) humor dapat berfungsi untuk: 1) melaksanakan segala keinginan dan segala tujuan gagasan atau pesan, 2) menyadarkan orang bahwa dirinya tidak selalu benar, 3) mengajar orang melihat persoalan dari berbagai sudut, 4) menghibur, 5) melancarkan pikiran, 6) membuat orang mentoleransi seuatu, 7) membuat orang memahami soal pelik. Berdasarkan atas pembagian fungsi humor menurut Sujoko tersebut maka Asyura, Effendi, dan Martono (2014: 5) membagi fungsi humor menjadi tiga yaitu: 1) fungsi memahami, 2) fungsi mempengaruhi, 3) fungsi menghibur. 19 Pertama, fungsi memahami menjadikan humor sebagai media kritik sosial dan komunikasi sosial antarmanusia. Kedua, fungsi mempengaruhi sebagai media menyampaikan gagasan. Gagasan yang membawa pengaruh ini memiliki alasan yang logis agar dapat dilakukan oleh pembaca atau pendengarnya. Kemudian yang terakhir fungsi menghibur sebagai media penghilang kejenuhan. Selain itu, dengan membaca atau mendengarkan humor akan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Humor sebagai suatu kebutuhan bagi setiap orang yang memiliki banyak fungsi, tidak hanya menyebabkan reaksi tertawa saja, tetapi juga menghibur. Selain itu humor dapat pula berupa kemampuan untuk merasakan, menilai, menyadari, mengerti, mengungkapkan sesuatu yang lucu, ganjil, jenaka, dan menggelikan (Yuniawan, 2005: 288). Dengan melakukan humor maka banyak manfaat yang didapat oleh seseorang karena selain bahagia juga sebai sarana untuk mengungkapkan apa yang ingin disampaikan dengan cara yang lebih unik. Rohmadi (2010: 286) menjelaskan bahwa humor juga dapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan/kritik secara tersirat dan tersurat bagi pencipta humor. Dengan adanya humor memberikan efek positif di dalam kehidupan karena seseorang dapat menyalurkan gagasannya terhadap orang lain dengan cara yang unik. Gagasan tersebut tidak hanya disampaikan secara biasa namun dengan ada unsur humor yang terkandung di dalamnya. Humor juga memiliki fungsi dalam bidang pendidikan. Menurut Darmansyah (2010, 72) sisipan humor dalam pembelajaran adalah komunikasi yang dilakukan guru dengan kata-kata, bahasa, dan media yang mampu menggelitik siswa untuk tertawa. Akan tetapi, tertawa tersebut tidak melewati batas tetapi tertawa agar tidak mudah merasa bosan dan selalu ceria dalam menerima materi pembelajaran. Ada empat fungsi humor yang dilaksanakan ketika pembelajaran, yaitu 1) membangun hubungan dan meningkatkan komunikasi antara guru dan peserta didik, 2) mengurangi stress, 3) membuat pembelajaran menjadi menarik, dan 4) meningkatkan daya ingat suatu materi. 20 Dapat disimpulkan dari ketiga pendapat ahli tersebut bahwa humor merupakan kebutuhan manusia yang memiliki berbagai fungsi. Humor selain hanya dapat digunakan sebagai sarana hiburan, juga memiliki banyak fungsi lain, misalnya sarana penyalur perasaan maupun gagasan dengan segala tujuan yang ingin dicapai dan menyadarkan orang untuk melihat permasalahan tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Dengan demikian, humor memang menjadi salah satu kebutuhan manusia untuk menyampaikan keinginannya dan mengurangi tingkat kejenuhan. Selain itu humor memiliki fungsi dalam bidang pendidikan. Hal tersebut berfungsi untuk mendorong siswa untuk selalu ceria dan gembira serta tidak lekas bosan sehingga dalam menerima materi pelajaran lebih cepat menangkap dan tidak merasa terbebani. 3. Hakikat Monolog Stand up Comedy a. Pengertian Monolog Stand up Comedy itu dilakukan oleh komika dengan berdiri sendiri di atas panggung dengan menyampaikan materi-materi yang telah ditulis sebelumnya, atau yang biasa disebut dengan monolog (Pragiwaksono, 2012). Monolog lucu yang ditampilkan oleh komika yaitu menceritakan ulang fenomena sosial yang ada di masyarakat, mengambil contoh dari kehidupan dan diceritakan kembali kepada penonton. Jadi, materi yang disampaikan kepada penonton harus jujur yaitu bertolak dari cerita dalam kehidupan nyata walaupun nantinya diselipkan materi yang berupa imajinatif atau abstrak untuk lebih menghidupkan Stand up Comedy yang dilakukan. Pada dasarnya monolog merupakan sebuah perkembangan tema atau gagasan dari seorang penutur. Monolog juga memiliki lebih dari satu gagasan. Penyampaiannya juga berupa lisan dan tulisan. Pada awalnya sebelum melakukan monolog Stand up Comedy di atas panggung, komika harus menulis terlebih dahulu materi-materi yang akan disampaikan. Dalam penulisan tersebut komika perlu memperhatikan isi materi yang akan dibawakan agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh penonton dan juga dapat 21 menimbulkan unsur humor sehingga membuat penonton terhibur dan mampu memaknai pesan yang telah disampaikan komika dengan baik. b. Pengertian Stand up Comedy Stand up Comedy adalah lawakan atau komedi yang dilakukan di atas panggung oleh seseorang dengan melontarkan serangkaian lelucon berdurasikan 10 sampai 45 menit (Pramesti, 2012). Sependapat dengan paparan Pramesti, menurut Bastian (2014: 40) Stand up Comedy adalah seni melawak yang disampaikan di depan penonton secara live. Dua paparan telah disampaikan oleh Pramesti dan Bastian mengenai pengertian Stand up Comedy. Simpulan dari kedua pendapat tersebut yaitu Stand up Comedy merupakan seni komedi yang dilakukan perseorangan di atas panggung. Stand up Comedy berbeda dengan seni komedi yang lainnya, terbukti dari jumlah personilnya yang hanya satu dan berdusarikan beberapa menit saja. Melakukan komedi hanya sendiri di atas panggung menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku komedi karena serangkaian materi harus sudah disiapkan sebelumnya, berbeda dengan komedi yang lainnya bisa saling mengumpan antara pelaku komedi secara langsung. c. Sejarah Stand up Comedy Awal mula perkembangan Stand up Comedy berasal dari Amerika, yaitu sekitar tahun 1800-an (Bastian, 2014: 40-41). Sejarah Stand up Comedy hadir di Indonesia diawali oleh alm. Taufik Savalas lewat acaranya Comedy Café dan Ramon Papana sebagai pemilik Comedy Café yang sekarang dinobatkan sebagai Bapak Stand up Comedy Indonesia (Bastian, 2014: 41). Namun pada saat itu, acara tersebut belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan masih asing di telinga masyarakat Indonesia karena masih kurang dapat memahami mengenai Stand up Comedy. Stand up Comedy tidak hanya berhenti sampai di situ, komedian kenamaan seperti Pandji Pragiwaksono, Raditya Dika, dan Abdel Achrian ikut 22 berpartisipasi dalam kemajuan Stand up Comedy di Indonesia (Bastian, 2014: 41). Hingga pada akhirnya tahun 2011 terdapat seorang produser yang tertarik dengan Stand up Comedy dan membuat program ajang pencarian bakat Stand up Comedy Indonesia di Kompas TV. Karena itu, tahun 2011 merupakan tahun Stand up Comedy mulai banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. d. Monolog Stand up Comedy Monolog lucu yang ditampilkan oleh komika dalam Stand up Comedy yaitu menceritakan ulang fenomena sosial yang ada di masyarakat, mengambil contoh dari kehidupan dan diceritakan kembali kepada penonton. Stand up Comedy tersebut merupakan lawakan atau komedi yang dilakukan di atas panggung oleh seseorang dengan melontarkan serangkaian lelucon berdurasikan 10 sampai 45 menit (Pramesti, 2012). Jadi monolog Stand up Comedy adalah penyampaian materi yang diambil dari kisah atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari secara perseorangan di depan penonton dengan durasi sekitar 10 sampai 45 menit. Dalam monolog Stand up Comedy tidak ada lawan komedi sehingga seorang komedian mempersiapkan dengan benar materi yang akan dibawakan agar mampu membuat penonton menjadi paham dengan apa yang disampaikannya dan bisa tertawa. 4. Hakikat Stand up Comedy Cak Lontong a. Profil Cak Lontong Cak Lontong adalah nama populer dari Lis Hartono (Bastian, 2014: 21). Nama Cak Lontong melejit ketika menjadi seorang komedian Stand up Comedy atau yang disebut dengan comic dalam acara Stand up Comedy Show di Metro TV. Hingga saat ini Cak Lontong telah membintangi berbagai program televisi, seperti: Republik BBM, Negeri Impian Sentilan Sentulan, Stand up Comedy Show, Indonesia Lawak Klub, Kopi Susu, Intermezzo, KEPO dan Comic 8. Banyaknya program televisi yang telah dibintangi Cak Lontong membuktikan bahwa beliau merupakan komedian yang istimewa. 23 Cak Lontong memiliki keistimewaan di antara comic-comic yang lain, menurut Oen (dalam Bastian, 2014: 58) Cak Lontong adalah figur yang selalu menampilkan data survey. Gagasannya melalui data survey tersebut ditampilkan dengan gaya khasnya yang serius dan disampaikan dengan cara mengolah serta membolak-balik bahan lawakan sehingga membuat penonton semakin penasaran. Hal tersebut menjadi poin yang ditunggu-tunggu penonton. Dalam dunia Stand up Comedy, Cak Lontong dikenal dengan “Bapak Logika Comic”. Hal tersebut disebabkan Cak Lontong luwes dalam mengolah logika atau silogisme. Sebagai seorang yang luwes dalam hal silogisme, beliau mampu membawakan topik-topik sederhana menjadi kelucuan tingkat tinggi. Sebaliknya, topik-topik berat dan tingkat tinggi diolah menjadi sederhana, sehingga mampu dicerna oleh orang awam sekalipun (Bastian, 2014: 61). b. Keistimewaan Cak Lontong Menurut Bastian (2014: 58) Cak Lontong adalah vigur yang selalu menampilkan data survey. Data survey tersebut dilakukan dengan gayanya yang suka membolak-balikkan kata dan membuat penonton segera ingin tahu jawaban akhirnya walaupun pada saat jawaban tersebut disampaikan ternyata memang tidak terlalu penting. Sebagai ahli silogisme, Cak Lontong mampu membawakan topik-topik sederhana menjadi kelucuan tingkat tinggi dan sebaliknya topik-topik yang berat mampu diubah menjadi sederhana sehingga mampu dipahami oleh orang awam. Di situlah letak keistimewaan Cak Lontong yaitu piawai dalam mengolah bahan lawakan dengan silogisme sehingga menjadi salah satu komik Stand up Comedy yang ditunggu-tunggu oleh penonton. Selain itu Cak Lontong memiliki gaya yang menjadi karakter khas Cak Lontong yaitu memadukan gaya lawakan tradisional dan kontemporer. Sebagai komedian tradisional Cak Lontong tidak ingin meninggalkan hal tersebut karena komedian tradisional itu mampu melawak di berbagai segmen, mulai dari rakyat jelata sampai pejabat negara, dari penonton yang dianggap 24 tidak cerdas sampai yang dianggap cerdas (Bastian, 2014: 73). Untuk itu, Cak Lontong tetap mempertahankan gaya komedian tradisional yang bersikap kritis di hadapan komedian kontemporer dalam Stand up Comedy. Hal tersebut diwujudkan dengan menjadikan hal-hal yang sederhana menjadi bahan atau materi Stand up Comedy yang dapat membuat penonton terhibur. c. Stand up Comedy Cak Lontong Stand up Comedy merupakan lawakan yang dilakukan di atas panggung oleh satu orang dengan melontarkan serangkaian lelucon berdurasikan 10 sampai 45 menit (Pramesti, 2012). Salah satu tokoh Stand up Comedy di Indonesia yaitu Cak Lontong. Cak Lontong merupakan tokoh Stand up Comedy karena ikut berpartisipasi dalam kemajuan Stand up Comedy di Indonesia. Cak Lontong juga memiliki keistimewaan yang membuatnya berbeda dengan comic yang lain, hingga beliau disebut dengan “Bapak Logika Comic”. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Stand up Comedy Cak Lontong yaitu komedi yang dilakukan oleh Cak Lontong secara perseorangan di atas panggung dengan menyampaikan materi yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan durasi beberapa menit. 5. Hakikat Media Pendidikan Karakter Siswa a. Pengertian Media Media berasal dari bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan (Amri, Jauhari, dan Elisah, 2011: 118). Media sebagai komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut dan materi yang ingin disampaikan. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa media merupakan perantara yang menghubungkan antara sumber dan penerima pesan. 25 Menurut Anitah (2009: 5) media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengertian tersebut guru atau dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah media. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan. Di dalam media terdapat informasi yang dikomunikasikan kepada siswa sehingga siswa dapat menerima pesan melalui media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Pesan atau informasi akan tersampaikan dengan baik kepada siswa apabila guru menggunakan media yang tepat. Menurut Sadiman, Rahardjo, Haryono, dan Rahardjito (2009: 7) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Karena itu, media dapat digunakan sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar siswa dapat menerima informasi dengan baik sehingga tercapai suatu tujuan proses belajar. Media dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan dua arah cara, yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa (Wibawa dan Mukti, 2001: 13). Jadi media memberikan manfaat tidak hanya pada saat pembelajaran di kelas tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi siswa sendiri ketika sedang belajar di luar kelas atau sekolah. Dengan media pesan dapat tersalurkan dari sumber pesan ke penerima pesan. Tetapi pesan akan dapat tersalurkan dengan baik jika menggunakan media yang tepat. b. Pengertian Pendidikan Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), pasal 1 ayat 1, pengertian pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan 26 proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, masyarakat, bangsa, dan negara”. Pendidikan senantiasa berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Manusia sejak kelahirannya telah membutuhkan kehadiran orang lain untuk menopang hidupnya (Aqib, 2011: 38). Sedangkan pendidikan menurut Naim (2012: 25-26) yaitu dasar bagi pertumbuhan ekonomi, perkembangan sains dan teknologi, mengurangi kemiskinan, dan peningkatan kualitas peradaban. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif berkeinginan untuk mengembangkan potensi dirinya. Hal tersebut sebagai upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sebenarnya pendidikan itu tidak hanya terfokus pada peserta didiknya saja, namun juga peran dari seluruh warga sekolah yang ada di dalamnya, sehingga pendidikan itu berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia karena semua bagian saling mempengaruhi. Dengan adanya pendidikan maka dapat mengurangi masalah kemiskinan dan peningkatan kualitas kehidupan menuju ke arah yang lebih baik lagi. c. Pengertian Karakter Menurut Naim (2012: 55) karakter mengacu kepada serangkain sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivasions), dan keterampilan (skills). Untuk lebih menguatkan paparan di atas Amri, dkk. (2012: 103) menyatakan bahwa karakter adalah keberhasilan individu, membentuk karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Paparan-paparan tersebut semakin diperjelas oleh Aqib (2011: 38) bahwa karakter lebih bersifat subjektif, sebab berkaitan dengan 27 struktur antropologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasannya sehingga ia mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain. Dari paparan-paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah keberhasilan individu dalam memaknai kebebasannya. Dalam kebebasannya, individu tersebut dapat menjadi seseorang yang berkarakter jika berada pada lingkungan yang berkarakter pula. Hal tersebut dikarenakan karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada siswa agar mampu membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter sehingga dapat membuat bangsa menjadi lebih maju dan mampu bersaing dengan negara lain karena memiliki Sumber Daya Manusia yang berkarakter. d. Pengertian Media Pendidikan Karakter Siswa Media adalah komponen-komponen proses komunikasi yang terdiri dari pesan, sumber pesan, dan penerima pesan (Sadiman, dkk., 2009: 12). Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang terdapat di dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun buku ajar dan produser media, Sedangkan salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesan adalah siswa dan juga guru. Media pendidikan digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar untuk menyampaikan pesan kepada siswa dan siswa dapat menerima pesan dengan baik. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut (Amri, dkk., 2011: 4). Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Untuk lebih menguatkan paparan di atas, Aqib (2011: 38) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam dunia. 28 Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Pendidikan karakter lebih terfokus pada siswa, menurut Amri, dkk. (2012: 10) siswa adalah orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Siswa merupakan unsur utama dalam kegiatan interaksi pendidikan karena mereka menjadi pokok dalam semua aktivitas pembelajaran Sebagai individu yang menerima pengaruh dan unsur utama dalam pendidikan, maka pada diri siswa perlu ditanamkan nilai-nilai karakter agar mampu menjadi siswa yang berkarakter. Hal tersebut karena karakter dapat diubah melalui pendidikan (Hidayatullah, 2009: 13). Dari paparan-paparan di atas dapat disimpulkan bahwa media pendidikan karakter merupakan sarana atau alat yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada diri seseorang. Penggunaan media yang tepat dalam menanamkan pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang diharapkan mampu membentuk seseorang menjadi insan yang berkarakter. Pendidikan karakter tersebut perlu ditanamkan pada diri siswa sebagai unsur utama dalam interaksi edukatif. Pendidikan karakter siswa merupakan hal yang harus dilaksanakan agar mampu mengembangkan potensi pada diri siswa dan mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter. Indonesia merupakan negara berkembang yang mampu menjadi negara maju dengan memiliki generasi penerus bangsa yang berkarater. e. Nilai-Nilai Pembentuk Karakter Dalam rangka untuk lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai-nilai pembangun karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional yaitu: 1) religius, 2) jujur, 3) disiplin, 4) kerja keras, 5) kreatif, 6) mandiri, 7) demoktaris, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) 29 gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggung jawab (Kemendiknas, 2010: 9-10). Religius merupakan nilai yang berkaitan dengan sang pencipta. Nilai tersebut mencakup tentang kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk nilai ini adalah taat akan ajaran-Nya, menjauhi laranganNya, mensyukuri nikmat-Nya, dan menyadari atas kekuasaan-Nya. Selain itu juga menghormati dan menghargai pemeluk agama lain serta hidup rukun dengan sesama. Dengan memiliki karakter religius maka seseorang dapat memiliki hati yang lebih bersih. Jujur merupakan nilai pembentuk karakter yang berasal dari diri sendiri untuk menjadi seseorang yang bisa dipercaya. Nilai tersebut mencakup tentang tidak berbohong, tidak curang, dan selalu lurus hati dalam berkata, bertindak dan bekerja. Seseorang yang mempunyai nilai tersebut maka bisa menjadi seseorang yang dipercaya oleh orang lain karena apa yang dikatakan atau dikerjakan selalu berdasarkan atas kejujuran. Toleransi merupakan nilai pembentuk karakter yang berkaitan dengan sikap saling menghargai. Nilai tersebut mencakup tentang rasa saling menghargai perbedaan, seperti perbedaan suku, agama, dan ras bahkan perbedaan pendapat. Sikap saling toleransi perlu dibentuk dalam diri seseorang agar dalam menghadapi kehidupan bisa saling menghargai, tidak ada rasa kecemburuan atau pertikaian dalam perbedaan. Perbedaan bukanlah hal yang berlu dipertengkarkan melainkan setiap perbedaan pasti memiliki kebaikan dan kelemahan masing-masing sehingga dibutuhkan sikap saling menghargai. Disiplin merupakan kepatuhan terhadap suatu keputusan atau ketetapan yang telah berlaku. Disiplin merupakan karakter yang dapat dibentuk dengan kebiasaan untuk taat terhadap suatu aturan. Seseorang yang mempunyai nilai pembentuk karakter disiplin maka seseorang tersebut selalu tertib dalam menaati aturan. Selain itu juga memiliki prinsip untuk hidup tidak sembarangan atau berantakan tetapi memiliki hidup yang lebih teratur karena sudah terbiasa melaksanakan kedisiplinan. 30 Kerja keras merupakan nilai pembentuk karakter yang dilakukan dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan. Nilai tersebut mencakup bekerja lebih banyak dari orang lain, lebih produktif sehingga menghasilkan lebih banyak pula daripada orang lain. Seseorang yang terbiasa kerja keras maka menjadikannya lebih produktif. Kerja keras merupakan nilai pendidikan karakter yang dapat dibentuk dengan membiasakan diri untuk bekerja dengan lebih lagi. Kreatif merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat dibentuk dengan kebiasaan berpikir untuk selalu menciptakan hal baru yang belum pernah ada sebelumnya. Menciptakan hal baru tersebut dapat dilakukan dengan memodifikasi hal-hal yang pernah ada untuk menjadi lebih baik atau berfungsi lebih banyak. Dengan kebiasaan berpikir kreatif pada seseorang, akan selalu ada hal baru yang diciptakan. Mandiri merupakan nilai karakter yang dapat dibentuk dengan membiasakan untuk tidak bergantung dengan orang lain. Dengan terbiasa mandiri maka memungkinkan untuk seseorang lebih kuat dan teguh dalam menghadapi tantangan. Selain itu mandiri juga dapat melatih seseorang untuk tidak selalu menyusahkan atau merugikan orang lain. Orang yang memiliki karakter mandiri maka tidak memiliki sifat ketergantungan. Demokratis merupakan nilai pembentuk karakter yang perlu dimiliki oleh setiap orang. Nilai demokratis mencakup rasa yang menilai sama hak dan kewajiban antara diri sendiri dan orang lain. Jadi dengan memiliki karakter demokratis maka seseorang tidak memiliki sifat egois karena tidak menganggap diri sendiri jauh lebih penting dibandingkan orang lain. Karakter demokratis dapat membuat seseorang untuk lebih peduli lagi dengan orang lain karena memiliki kesamaan hak dan kewajiban. Rasa ingin tahu merupakan sikap atau tindakan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai apa yang telah didengar atau dilihat. Dengan adanya rasa penasaran tersebut maka seseorang akan cenderung mencari tahu untuk menemukan atau menjawab rasa penasarannya tersebut. Nilai pembentuk 31 karakter rasa ingin tahu dapat dilatih dengan mengasah ketajaman otak sehingga secara otomatis akan timbul rasa ingin tahu. Semangat kebangsaan merupakan nilai pembentuk karakter yang penting karena meneguhkan arti sebagai warga negara. Dengan memiliki semangat kebangsaan maka seseorang akan berpikir dan bertindak untuk lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan sendiri. Semangat kebangsaan dapat dilatih dengan membiasakan diri untuk berpikir demi kemajuan bangsa. Cinta tanah air merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat ditunjukkan dengan menjunjung tinggi martabat bangsa dan negara. Nilai cinta tanah air mencakup rasa bangga dan terhadap bangsa dan negara. Nilai tersebut dapat membuat seseorang untuk lebih peduli dan setia akan bangsa dan negara. Cinta tanah air merupakan salah satu karakter yang wajib dimiliki oleh setiap warga negara sebagai bentuk rasa cinta terhadap bangsa. Menghargai prestasi merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat dibentuk dengan memiliki kebiasaan bersifat besar hati. Nilai menghargai prestasi mencakup rasa menghormati atas keberhasilan yang diperoleh oleh orang lain. Dengan memiliki karakter menghargai prestasi maka tidak akan timbul rasa iri atau dengki melainkan memacu diri sendiri untuk dapat berprestasi seperti yang dilakukan oleh orang lain dalam mencapai prestasi. Bersahabat merupakan nilai pembentuk karakter yang ditunjukkan melalui hubungan yang dibangun tanpa ada tujuan dan lebih bersifat kemanusiaan. Nilai bersahabat mencakup rasa senang dalam berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain tanpa ada rasa canggung. Dengan menunjukkan rasa bersahabat maka seseorang akan lebih banyak memiliki teman dengan hubungan pertemanan yang lebih awet. Cinta damai merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat ditunjukan dengan tidak pernah terpancing atau memancing untuk menimbulkan suatu keributan. Nilai cinta damai mencakup sikap dan tindakan yang membuat orang lain merasa senang dengan adanya kehadiran kita. Cinta 32 damai dapat dilatih dengan tidak memiliki rasa benci atau buruk sangka terhadap orang lain yang dapat menimbulkan pertikaian. Gemar membaca merupakan nilai pembentuk karakter yang ditunjukkan melalui kebiasaan meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan membaca. Nilai gemar membaca mencakup rasa senang dalam membaca dan tidak ada rasa terbebani ketika membaca. Gemar membaca karakter yang perlu dipupuk pada diri setiap orang karena akan memberikan kebaikan pada diri pembaca. Banyak manfaat yang diperoleh dari membaca salah satunya adalah berpengetahuan luas. Peduli lingkungan merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat ditunjukkan melalui kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Nilai peduli lingkungan mencakup rasa kepekaan dan kepedulian terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Dengan memiliki karakter peduli lingkungan maka seseorang akan merawat alam agar tetap menjadi lingkungan yang asri dan tidak terjadi kerusakan alam. Karakter peduli lingkungan perlu dipupuk pada diri seseorang agar setiap orang memiliki karakter tersebut dan lingkungan akan menjadi lebih asri lagi. Peduli sosial merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat ditunjukkan melalui rasa kepedulian terhadap sesama. Nilai peduli sosial mencakup rasa kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan. Saling tolong-menolong merupakan salah satu cara untuk memupuk rasa kepedulian terhadap kesusahan orang lain. Karakter peduli sosial dibutuhkan oleh setiap orang agar tidak timbul keegoisan. Tanggung jawab merupakan nilai pembentuk karakter yang berkaitan dengan kewajiban. Nilai tanggung jawab mencakup rasa kewajiban untuk memenuhi dan menyelesaikan tugas yang seharusnya dilakukan. Tanggung jawab tersebut tidak hanya kepada diri sendiri melainkan juga tanggung jawab yang harus dilakukan terhadap masyarakat, lingkungan, dan bangsa. Karakter tanggung jawab perlu ditanamkan pada diri seseorang agar benar-benar melaksanakan yang sudah menjadi kewajiban. 33 18 nilai pembentuk karakter tersebut dibagi menjadi empat ruang lingkup yaitu: 1) olah pikir, 2) olah hati, 3) olah raga, dan 4) olah karsa. Pertama, olah pikir terdiri dari: kreatif, rasa ingin tahu, dan gemar membaca. Kedua, olah hati terdiri dari: religius, jujur, semangat kebangsaan, tanggung jawab, dan cinta tanah air. Ketiga, yang termasuk olah raga yaitu disiplin. Selanjutnya yang terakhir, olah karsa terdiri dari: kerja keras, mandiri, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, dan peduli sosial. 6. Hakikat Materi Pembelajaran Anekdot a. Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia selain menjadi wahana penciptaan bentuk hubungan sosial juga menjadi sumber pengetahuan dan pemahaman. Pembelajaran bahasa Indonesia dan sastra bukan hanya dapat dijadikan media pengembangan kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, tetapi juga dapat dijadikan wahana dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, maupun dalam kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006: 260) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pembelajaran bahasa Indonesia maka diharapkan peserta didik dapat lebih memahami mengenai bahasa Indonesia, dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik belajar mengenai 4 macam keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Empat keterampilan berbahasa tersebut dapat dimiliki oleh peserta didik secara bertahap dan melalui kegiatan belajar. Hal tersebut karena untuk dapat 34 terampil berbahasa maka dibutuhkan suatu proses yang tidak dapat terjadi secara langsung. b. Materi Pembelajaran Dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran, guru harus mengetahui silabus yang ada sebagai rujukan utama dalam memberikan materi pelajaran kepada peserta didik. Bahan atau materi ajar adalah alat dan media yang memberi siswa peluang untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru harus memilih bahan pelajaran dari berbagai sumber kemudian mengintegrasikan menjadi kesatuan bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Ciri pembelajaran adalah adanya interaksi antara peserta didik dan guru dalam rangka mencapai tujuan (Rusyan, 1997: 4). Komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya juga merupakan ciri pembelajaran. Komponen-komponen tersebut yaitu: (1) tujuan; (2) materi; (3) kegiatan pembelajaran; (4) metode; (5) alat; (6) evaluasi; dan (7) sumber pembelajaran. Dengan adanya ciri-ciri tersebut, menandakan bahwa pembelajaran dapat terlaksana dengan baik jika mengandung komponen-komponen yang utuh, yaitu tujuan, materi, kegiatan pembelajaran, alat, evaluasi, dan sumber pembelajaran. c. Pengertian, Struktur, dan Ciri Bahasa Anekdot Wachidah (2004: 1) menyatakan bahwa anekdot menceritakan suatu kejadian yang tidak biasa dan lucu. Selanjutnya, untuk menguatkan mengenai pengertian anekdot, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) (2014: 99) menjelaskan bahwa anekdot merupakan cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa anekdot adalah cerita singkat yang tidak hanya lucu tetapi juga mengesankan, berasal dari kejadian nyata yang pernah ada. 35 Menurut Kemendikbud (2014: 101) anekdot terdiri dari lima struktur yaitu: 1) abstraksi, 2) orientasi, 3) krisis, 4) reaksi, 5) koda. Pertama, abstraksi merupakan pembuka, memberikan gambaran awal cerita. Kedua, orientasi berfungsi untuk membangun konteks cerita. Ketiga, krisis merupakan puncak atau inti masalah. Keempat, reaksi merupakan tanggapan terhadap krisis. Kelima koda merupakan simpulan dari keseluruhan cerita. Kelima struktur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu jalinan yang dapat membentuk suatu cerita. Selain struktur, bahasa juga merupakan komponen penting dalam anekdot. Bahasa digunakan sebagai sarana dalam menyampaikan anekdot. Menurut Priyatni (2014: 93) teks anekdot memiliki kekhasan dilihat dari segi ciri khas bahasanya yaitu: 1) menggunakan kata yang menunjukkan cerita masa lalu/waktu lampau, 2) menggunakan kata seru untuk menegaskan hal-hal tertentu, dan 3) menunjukkan unsur kelucuan terhadap sesuatu yang serius. Dengan demikian, anekdot merupakan cerita singkat yang menarik dikemas dengan unsur humor dan dibangun dengan struktur serta memiliki bahasa yang khas. d. Materi Pembelajaran Anekdot di SMA Guru harus memilih bahan pelajaran dari berbagai sumber kemudian mengintegrasikan menjadi kesatuan bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Pemilihan bahan ajar yang tepat berfungsi untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas kelas X yaitu anekdot. Menurut Wachidah (2004: 1) pembelajaran anekdot berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa karena mampu mengembangkan keterampilan literasi juga dapat membentuk karakter anak didik. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa materi atau bahan ajar memang harus benar-benar dipersiapkan dalam pembelajaran salah satunya yaitu anekdot. Ketika seorang guru mampu memilih materi atau bahan ajar yang tepat maka akan menunjang keberhasilan dalam pembelajaran. 36 Dalam materi pembelajaran anekdot, guru memilih materi atau bahan ajar yang tepat dalam pembelajaran anekdot. Anekdot merupakan cerita singkat yang menarik dan mengesankan. Guru memilih materi atau bahan ajar yang mewakili kriteria dari anekdot, yang lucu dan mengesankan. Pemilihan materi atau bahan ajar yang tepat diharapkan mampu menarik siswa dalam belajar tentang anekdot. Sebagai materi pembelajaran yang mengandung unsur humor di dalamnya, maka dapat menggunakan tayangan Stand up Comedy. B. Kerangka Berpikir Salah satu tokoh Stand up Comedy di Indonesia yaitu Cak Lontong. Cak Lontong melakukan Stand up Comedy di atas panggung dengan menciptakan humor melalui tindak tutur. Tindak tutur yang banyak dilakukan oleh Cak Lontong agar tercipta humor adalah tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang tidak hanya sekadar menyampaikan informasi saja, tetapi juga memiliki maksud dan tujuan tertentu. Dalam Stand up Comedy Cak Lontong berisi mengenai gagasan berupa kritikan maupun sindiran. Dalam setiap humor yang dilakukan oleh seorang komedian, Cak Lontong khusunya pasti tidak semata-mata hanya untuk membuat orang lain tertawa, tetapi di dalam melakukan humor juga mengandung fungsi. Melakukan humor juga harus ada fungsinya karena agar ada manfaat yang bisa tersalurkan kepada orang lain melalui humor. Fungsi humor selain menghibur juga bisa sebagai sarana menyampaikan gagasan maupun pendapat. Stand up Comedy Cak Lontong sebagai media pendidikan karakter siswa. Hal tersebut dapat diketahui bahwa Cak Lontong dalam Stand up Comedy menggunakan logika berpikir dan kreatifitas dalam mencari materi humor agar tidak hanya menghibur tapi juga bermanfaat seperti mengandung nilai-nilai pendidikan karakter, sehingga dari situlah dapat dijadikan sebagai media pendidikan karakter siswa. Ketika siswa melihat tayangan Stand up Comedy Cak Lontong maka siswa dapat belajar mengenai nilai-nilai pembentukan karakter dengan mencermati tindak tutur Cak Lontong. 37 Tindak tutur ilokusi dan fungsi humor yang terdapat dalam Stand up Comedy Cak Lontong relevan dengan pembelajaran anekdot yang terdapat dalam KD 4.1 Menginterpretasi makna anekdot di kelas X. Hal tersebut dikarenakan Stand Up Comedy Cak Lontong merupakan pertunjukan yang mengandung cerita menarik, tidak hanya lucu tetapi juga mengesankan sesuai dengan pengertian dari anekdot. Maka dengan Stand up Comedy Cak Lontong siswa dapat belajar menginterpretasi makna anekdot melalui analisis tindak tutur dan fungsi humor. Dalam memahami Stand up Comedy Cak Lontong perlu dilakukan analisis mengenai tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi merupakan salah satu strategi Cak Lontong dalam menciptakan humor. Dalam setiap menciptakan humor Stand up Comedy tersebut juga terdapat fungsi humor. Maka dengan memahami Stand up Comedy Cak Lontong melalui tindak tutur ilokusi dan fungsi humor diharapkan dapat dijadikan sebagai media pendidikan karakter serta referensi dalam materi pembelajaran anekdot di SMA. Kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Stand up Comedy Cak Lontong Tindak Tutur Ilokusi Fungsi Humor Nilai Pendidikan Karakter Sebagai Media Pendidikan Karakter Relevansinya dalam pembelajaran anekdot di SMA Gambar 1. Kerangka Berpikir