10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR Pada Bab

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
Pada Bab II ini akan dijabarkan mengenai kajian pustaka dan
kerangka berpikir. Kajian pustaka tersebut berkaitan dengan variabel penelitian
yang diteliti, yaitu 1) tindak tutur ilokusi, 2) fungsi humor, 3) monolog Stand up
Comedy, 4) Stand up Comedy Cak Lontong, 5) media pendidikan karakter siswa,
dan 6) materi pembelajaran anekdot siswa kelas X di SMA.
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Tindak Tutur Ilokusi
a. Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(penulis) dan ditafsirkan oleh mitra tutur (pembaca). Sebagai akibatnya studi
ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan
orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata
atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik merupakan
studi tentang maksud penutur (Yule, 2006: 3).
Sependapat dengan paparan yang disampaikan Yule, menurut
Muhammad (2014: 144) pragmatik menelaah makna penggunaan ekspresi
kebahasaan komunikan atau maksud-maksud penutur. Pragmatik lebih fokus
pada analisis sesuatu yang tidak hanya diucapkan, namun dikomunikasikan.
Hal tersebut disebabkan makna wacana ditentukan konteks dalam komunikasi,
konteks itulah yang menentukan makna ekspresi bahasa.
Paparan-paparan tersebut semakin dikuatkan dengan pendapat Leech
(2011: 1) yang menyatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna
tuturan dalam situasi-situasi tertentu. Penggunaan bahasa dilakukan baik
sebagai bagian terpisah dari sistem formal bahasa maupun sebagai bagian yang
melengkapinya. Dari paparan di atas dapat dismpulkan bahwa pragmatik
merupakan pemahaman makna yang dilakukan dalam tindak tutur.
10
11
Sedangkan menurut Wijana dan Rohmadi (2011: 4) pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni
bagaimana satuan bahasa digunakan dalam komunikasi. Singkatnya yaitu
pragmatik mempelajari tentang makna yang dipengaruhi oleh hal-hal yang
terjadi di luar komunikasi. Sehingga situasi dan kondisi yang terjadi di luar
penutur sangat berpengaruh pada penggunaan bahasa dan makna kata yang
disampaikan.
Dapat disimpulkan dari keempat pendapat tersebut bahwa pragmatik
merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang pemahaman makna.
Dalam tindak tutur terdiri dari penutur dan mitra tutur yang keduanya saling
berusaha untuk memahami maksud dan tujuan tuturan. Sehingga manfaat
belajar bahasa melalui pragmatik yaitu seseorang dapat bertutur kata tentang
makna yang dimaksudkan oleh orang lain.
b. Jenis dan Pengertian Tindak Tutur
Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan disebut dengan
tindak tutur (Yule, 2006: 82). Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian
pragmatik. Sebagai pakar dari tindak tutur, menurut Austin (dalam Rohmadi,
2004: 30) tindak tutur dibagi menjadi tiga yaitu: 1) tindak lokusi, 2) tindak
ilokusi, dan 3) tindak perlokusi. Pertama, tindak lokusi atau tindak berbicara
yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat
sesuai dengan makna kata itu. Kedua, tindak ilokusioner atau tindak ilokusi
adalah tindak melakukan sesuatu. Dalam tindak tutur ilokusi mempelajari
tentang maksud, fungsi, dan daya tuturan yang bersangkutan. Tindak
perlokusioner, mengacu ke efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan
sesuatu.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi
adalah makna kalimat yang diucapkan sesuai dengan makna kata tersebut.
Tindak ilokusi dilakukan tidak hanya sekadar mengucapkan sesuatu tetapi
mengandung makna di dalamnya agar mitra tutur memahami maksud dan
12
tujuan yang disampaikannya. Kemudian yang terakhir yaitu tindak perlokusi
bermaksud untuk memberikan pengaruh pada lawan tuturnya. Lokusi dan
ilokusi dikatakan sebagai tindak (act), sedangkan perlokusi merupakan
tindakan melakukan sesuatu dengan mengatakan sesuatu. Pengertian perlokusi
lebih mudah dibedakan dari pengertian ilokusi dan lokusi.
Dengan mendasarkan pada pendahulunya yakni Austin, Searle (dalam
Rahardi, 2009: 17-18) menyatakan bahwa pada praktik penggunaan bahasa
yang sesungguhnya itu terdapat tiga macam. Ketiga macam tindak tutur
(speech acts) secara berturut-turut yaitu: 1) tindak lokusioner, 2) tindak
ilokusioner, dan 3) tindak perlokusioner. Ketiga tindak tutur tersebut memiliki
makna yang berbeda-beda.
Pertama tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa,
dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat
tersebut sesuai dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam tindak
lokusioner ini sama sekali tidak dipermasalahkan ihwal maksud tuturan yang
disampaikan oleh penutur. Dapat dismipulkan bahwa tindak tutur lokusiner itu
adalah tindak menyampaikan informasi oleh penutur kepada mitra tutur.
Kedua, tindak tutur ilokusioner merupakan tindak melakukan sesuatu
dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang
sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan the act of doing
something.
Jadi
tuturan
dilakukan
semata-mata
tidak
hanya
untuk
menyampaikan informasi, namun juga memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Sehingga dalam tindak tutur ilokusioner berfungsi agar mitra tutur melakukan
sesuatu sesuai dengan yang disampaikan oleh penutur.
Kemudian yang ketiga yaitu tindak tutur perlokusioner atau
perlocutionary acts. Tindak tutur perlokusioner ini merupakan tindak
menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur oleh penutur. Tindak tutur
perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act
of affecting someone. Jadi dalam tindak tutur perlokusi tuturan dimaksudkan
memberi efek pada mitra tutur.
13
Dari pandangan Austin dan Searle sebagai pakar tindak tutur dapat
disimpulkan bahwa tindak tutur dibagi menjadi tiga bagian yaitu, tindak tutur
lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Tindak tutur lokusi
adalah melakukan tindakan mengatakan sesuatu, sedangkan tindak tutur ilokusi
adalah melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu. Terakhir yaitu tindak
tutur perlokusi, melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu. Dengan
demikian sudah jelas bahwa ketiga tindak tutur dilakukan dengan maksud dan
tujuan tertentu.
c. Pengertian Tindak Tutur IIokusi
Tindak tutur ilokusi merupakan bagian dari tindak tutur. Menurut
Yule (2006: 84-85) tindak tutur ilokusi adalah tuturan yang dilakukan dengan
memiliki fungsi di dalam pikiran. Tindak ilokusi ditampilkan melalui
penekanan komunikatif suatu tuturan. Tekanan ilokusi suatu tuturan tersebut
‘apa yang diperhitungkan tekanan itu’. Tekanan ilokusi yang dimaksudkan
akan diketahui oleh mitra tutur (pendengar) dengan mempertimbangkan dua
hal, yaitu alat-alat penunjuk tekanan ilokusi dan kondisi-kondisi kebahagiaan.
Menurut Rohmadi (2004: 31) tindak ilokusi adalah tindak tutur yang
berfungsi untuk mengatakan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan
sesuatu. Tindak tutur ilokusi tersebut mempelajari tentang maksud dan fungsi
dari suatu tuturan. Jadi, tuturan dilakukan tidak hanya sekadar mengucapkan
sesuatu tetapi mengandung makna di dalamnya agar mitra tutur memahami
maksud dan tujuan yang disampaikannya.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak ilokusi
adalah tindakan dalam mengatakan sesuatu. Dalam komunikasi penutur
melakukan tuturan dengan memiliki maksud dan fungsi tertentu sesuai dengan
situasi dan kondisi. Tindak tutur ilokusi dilakukan agar mitra tutur mampu
memahami maksud dan tujuan penutur yang ditampilkan melalui penekanan
komunikatif suatu tuturan.
14
d. Jenis Tindak Tutur Ilokusi
Menurut Searle (dalam Leech, 2011: 164-165) tindak tutur ilokusi
didasarkan pada berbagai kriteria dapat dibagi menjadi lima jenis yaitu: 1)
asertif, 2) direktif, 3) komisif, 4) ekspresif, 5) deklarasi. Pertama, asertif n
terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan. Kedua, direktif ilokusi ini
bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh
penutur. Ketiga, komisif n (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa
depan. Keempat, ekspresif berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan
sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi.
Kemudian yang kelima yaitu, deklarasi mengakibatkan adanya kesesuaian
antara isi proposisi dengan realitas.
Beberapa contoh tuturan yang termasuk dalam asertif, misalnya
menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat,
dan melaporkan. Tuturan yang termasuk dalam ilokusi direktif, misalnya
memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan memberi nasihat. Ilokusi
komisif cenderung berfungsi kurang menyenangkan dan kurang bersifat
kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada
kepentingan petutur. Kemudian yang termasuk dalam ilokusi ekspresif,
misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,
mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya. Selanjutnya
yang terakhir, yang termasuk dalam ilokusi deklarasi, misalnya mengundurkan
diri,
membaptis,
memecat,
memberi
nama,
menjatuhkan
hukuman,
mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.
Menurut Leech (2011: 162) tindak tutur ilokusi berdasarkan pada
fungsi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1) kompetitif, 2)
menyenangkan, 3) bekerja sama, 4) bertentangan. Pertama, kompetitif
bertujuan untuk bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta,
menuntut, dan mengemis. Kedua, menyenangkan bertujuan untuk sosial,
misalnya menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima
kasih, dan mengucapkan selamat. Ketiga, bekerja sama bertujuan untuk tidak
15
menghiraukan
tujuan
sosial,
misalnya
menyatakan,
melaporkan,
mengumumkan, dan mengajarkan. Kemudian yang terakhir, bertentangan
bertujuan untuk bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam,
menuduh, menyumpati, dan memarahi.
Simpulan dari pendapat di atas adalah tindak tutur ilokusi dibagi
menjadi empat jenis berdasarkan fungsi. Keempat jenis tersebut yaitu
kompetitif, menyenangkan, bekerja sama, dan bertentangan. Tindak ilokusi
kompetitif, menyenangkan, bekerja sama, dan bertentangan memiliki tujuan
yang berbeda-beda. Jadi, penutur menggunakan keempat jenis tindak ilokusi
tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan sangat berpengaruh dalam situasi
dan kondisi yang melingkupi penutur tersebut.
Menurut Yule (2006: 92) sistem klasifikasi umum mencantumkan
lima jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur ilokusi yaitu: 1)
deklarasi, 2) representatif, 3) ekspresif, 4) direktif, 5) komisif. Pertama,
deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Kedua,
representatif digunakan penutur untuk mencocokkan kata-kata dengan dunia
(kepercayaan).
Ketiga,
ekspresif
mencerminkan
pernyataan-pernyataan
psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,
kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Keempat, direktif menyatakan apa
yang menjadi keinginan penutur. Kemudian yang terakhir, komisif menyatakan
apa saja yang dimaksudkan oleh penutur.
Dari ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa Searle membagi
jenis tindak tutur ilokusi berdasarkan kriteria, Leech berdasarkan fungsi, dan
Yule berdasarkan fungsi secara umum. Dapat disimpulkan dari pendapat ketiga
ahli tersebut bahwa tindak ilokusi merupakan tuturan yang bertujuan untuk
melakukan tindakan walaupun dari ketiga pendapat di atas memiliki jenis
tindak tutur ilokusi yang berbeda yaitu menurut Searle terdiri dari asertif,
direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi. Kemudian menurut Leech (2011:
162) tindak tutur ilokusi diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1)
kompetitif, 2) menyenangkan, 3) bekerja sama, 4) bertentangan dan menurut
16
Yule (2006: 92) tindak tutur ilokusi terdiri dari deklarasi, representatif,
ekspresif, direktif, komisif. Tiap-tiap dari jenis tindak ilokusi tersebut memiliki
makna yang berbeda-beda dan digunakan sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh penutur.
2. Hakikat Fungsi Humor
a. Teori Humor
Terdapat tiga teori psikologis mengenai humor. Menurut Wilson
(dalam Yuniawan, 2005: 288) teori tersebut adalah teori pembebasan, teori
konflik, dan teori ketidakselarasan. Teori pembebasan merupakan penjelasan
dari sudut dampak emosional. Humor adalah permainan tipu daya emosional
yang terlihat seolah mengancam, namun pada akhirnya terbukti hanya lelucon
dan tidak ada apa-apa. Teori konflik memberikan tekanan pada implikasi
perilaku humor yang merupakan konflik antara dua dorongan yang saling
bertentangan. Kemudian yang terakhir teori ketidakselarasan, merupakan dua
makna atau interpretasi yang tidak sama digabungkan dalam satu makna yang
kompleks.
Raskin (dalam Yuniawan, 2005: 288) juga memilki konsep seperti
Wilson mengenai teori humor, yang dibagi menjadi tiga yaitu perspektifkognitif, perilaku sosial, dan psikoanalitis. Teori perspektif-kognitif sama
dengan teori ketidakselarasan, teori perlaku sosial sama dengan teori konflik,
dan teori psikoanalitis sama dengan teori pembebasan. Walaupun memiliki
konsep yang sama dengan Wilson, tetapi Raskin membagi teori humor tersebut
berdasarkan dari segi linguistik.
Dari pendapat dua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa humor
dapat dianalisis dengan menggunakan tiga teori. Wilson dan Raskin sama-sama
memiliki tiga teori humor, namun pebedaannya Wilson meneliti humor dari
segi psikologi, sedangkan Raskin meneliti humor dari segi linguistik.
Walaupun di antara keduanya memiliki istilah teori humor yang berbeda, tetapi
mengandung pengertian yang sama.
17
b. Pengertian Humor
Menurut
Rahmanadji (2007:
215)
humor
merupakan sarana
penyampaian siratan menyindir atau kritikan yang bernuansa tawa. Humor
memiliki potensi penting sebagai suatu bahan untuk dijadikan suatu bahan
untuk dikaji semacam “ilmu”. Semakin kritis masyarakat, semakin tinggi pula
minat mereka dalam bidang humor. Dalam melakukan humor memang banyak
efek yang ditimbulkan.
Menurut
Nugroho
(2008:
1)
humor
merupakan
kenikmatan
mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan pola yang sudah tertata dalam
benak seseorang. Kenikmatan tersebut berupa munculnya rasa yang tidak biasa
atau bahagia yang terjadi secara spontan. Sedangkan humor menurut Yuniawan
(2005: 288) humor bersifat unik dan kompleks karena kelucuan humor tidak
selalu sama bagi setiap orang. Keunikan yang ada dalam humor terlihat dari
bahasa yang digunakan. Hal ini dapat dikatakan bahwa di dalam humor
terdapat penyimpangan dan keanehan bahasa yang menimbulkan humor.
Dari ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa humor
merupakan sarana penyampaian gagasan dan perasaan yang sedang dialami
oleh seseorang melalui bahasa, baik secara sengaja maupun tidak disengaja.
Melakukan humor bisa merangsang seseorang untuk merasakan kenikmatan
atau kebahagiaan dengan tertawa, tetapi humor itu tidak hanya merangsang
seseorang untuk tertawa secara terlihat saja, namun juga tertawa sampai ke hati
sehingga tertawa itu bisa dirasakan sampai ke hati.
c. Jenis Humor
Menurut Yuniawan (2005: 288) berdasarkan bentuknya, humor
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu humor verbal dan non verbal. Humor verbal
adalah humor yang diciptakan melalui kata-kata atau secara lisan. Humor non
verbal diciptakan melalui tingkah laku, gerak-gerik, dan gambar. Setiap orang
dapat menciptakan humor melalui kedua jenis humor tersebut, sehingga tidak
18
hanya dengan kata-kata saja seseorang mampu menciptakan humor, tetapi
dapat juga dengan hanya melakukan gerak tubuh sederhana yang unik.
Menurut sasaran yang dijadikan lelucon, humor dibagi menjadi humor
etnis, humor seksual, dan humor politik (Soedjatmiko, 1992: 80). Humor
seksual adalah humor tentang alat kelamin, hubungan seks atau hal-hal yang
menyerempet hubungan seks sebagai target humor. Humor etnis memanfaatkan
ciri khas mengangkat segi-segi yang mencolok dan dianggap sebagai
kekurangan suatu kelompok etnis: bahasa (logat), perilaku (kasar, lembut,
berlebihan, sikap (pelit, sombong, boros, curang), dan lain-lain. Terakhir
adalah humor politik, dapat berbentuk halus seperti melakukan kritikan atau
sindiran terhadap dunia politik yang sedang terjadi.
Dari kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa humor
dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Yuniawan membagi humor berdasakan
bentuknya menjadi dua jenis, humor verbal dan non verbal. Kemudian
Soedjatmiko membagi humor berdasakan sasaran yang dijadikan lelucon
menjadi tiga jenis, yaitu humor seksual, humor etnis, dan humor politik Pada
dasarnya masing-masing dari jenis humor tersebut dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda dengan satu tujuan, yaitu memeroleh kebahagiaan yang
mengesankan.
d. Fungsi Humor
Menurut Sujoko (dalam Asyura, Effendi, dan Martono, 2014: 5)
humor dapat berfungsi untuk: 1) melaksanakan segala keinginan dan segala
tujuan gagasan atau pesan, 2) menyadarkan orang bahwa dirinya tidak selalu
benar, 3) mengajar orang melihat persoalan dari berbagai sudut, 4) menghibur,
5) melancarkan pikiran, 6) membuat orang mentoleransi seuatu, 7) membuat
orang memahami soal pelik. Berdasarkan atas pembagian fungsi humor
menurut Sujoko tersebut maka Asyura, Effendi, dan Martono (2014: 5)
membagi fungsi humor menjadi tiga yaitu: 1) fungsi memahami, 2) fungsi
mempengaruhi, 3) fungsi menghibur.
19
Pertama, fungsi memahami menjadikan humor sebagai media kritik
sosial dan komunikasi sosial antarmanusia. Kedua, fungsi mempengaruhi
sebagai media menyampaikan gagasan. Gagasan yang membawa pengaruh ini
memiliki alasan yang logis agar dapat dilakukan oleh pembaca atau
pendengarnya. Kemudian yang terakhir fungsi menghibur sebagai media
penghilang kejenuhan. Selain itu, dengan membaca atau mendengarkan humor
akan sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Humor sebagai suatu kebutuhan bagi setiap orang yang memiliki
banyak fungsi, tidak hanya menyebabkan reaksi tertawa saja, tetapi juga
menghibur. Selain itu humor dapat pula berupa kemampuan untuk merasakan,
menilai, menyadari, mengerti, mengungkapkan sesuatu yang lucu, ganjil,
jenaka, dan menggelikan (Yuniawan, 2005: 288). Dengan melakukan humor
maka banyak manfaat yang didapat oleh seseorang karena selain bahagia juga
sebai sarana untuk mengungkapkan apa yang ingin disampaikan dengan cara
yang lebih unik.
Rohmadi (2010: 286) menjelaskan bahwa humor juga dapat menjadi
sarana untuk menyampaikan pesan/kritik secara tersirat dan tersurat bagi
pencipta humor. Dengan adanya humor memberikan efek positif di dalam
kehidupan karena seseorang dapat menyalurkan gagasannya terhadap orang
lain dengan cara yang unik. Gagasan tersebut tidak hanya disampaikan secara
biasa namun dengan ada unsur humor yang terkandung di dalamnya.
Humor juga memiliki fungsi dalam bidang pendidikan. Menurut
Darmansyah (2010, 72) sisipan humor dalam pembelajaran adalah komunikasi
yang dilakukan guru dengan kata-kata, bahasa, dan media yang mampu
menggelitik siswa untuk tertawa. Akan tetapi, tertawa tersebut tidak melewati
batas tetapi tertawa agar tidak mudah merasa bosan dan selalu ceria dalam
menerima materi pembelajaran. Ada empat fungsi humor yang dilaksanakan
ketika pembelajaran, yaitu 1) membangun hubungan dan meningkatkan
komunikasi antara guru dan peserta didik, 2) mengurangi stress, 3) membuat
pembelajaran menjadi menarik, dan 4) meningkatkan daya ingat suatu materi.
20
Dapat disimpulkan dari ketiga pendapat ahli tersebut bahwa humor
merupakan kebutuhan manusia yang memiliki berbagai fungsi. Humor selain
hanya dapat digunakan sebagai sarana hiburan, juga memiliki banyak fungsi
lain, misalnya sarana penyalur perasaan maupun gagasan dengan segala tujuan
yang ingin dicapai dan menyadarkan orang untuk melihat permasalahan tidak
hanya dari satu sudut pandang saja. Dengan demikian, humor memang menjadi
salah satu kebutuhan manusia untuk menyampaikan keinginannya dan
mengurangi tingkat kejenuhan. Selain itu humor memiliki fungsi dalam bidang
pendidikan. Hal tersebut berfungsi untuk mendorong siswa untuk selalu ceria
dan gembira serta tidak lekas bosan sehingga dalam menerima materi pelajaran
lebih cepat menangkap dan tidak merasa terbebani.
3. Hakikat Monolog Stand up Comedy
a. Pengertian Monolog
Stand up Comedy itu dilakukan oleh komika dengan berdiri sendiri di
atas panggung dengan menyampaikan materi-materi yang telah ditulis
sebelumnya, atau yang biasa disebut dengan monolog (Pragiwaksono, 2012).
Monolog lucu yang ditampilkan oleh komika yaitu menceritakan ulang
fenomena sosial yang ada di masyarakat, mengambil contoh dari kehidupan
dan diceritakan kembali kepada penonton. Jadi, materi yang disampaikan
kepada penonton harus jujur yaitu bertolak dari cerita dalam kehidupan nyata
walaupun nantinya diselipkan materi yang berupa imajinatif atau abstrak untuk
lebih menghidupkan Stand up Comedy yang dilakukan.
Pada dasarnya monolog merupakan sebuah perkembangan tema atau
gagasan dari seorang penutur. Monolog juga memiliki lebih dari satu gagasan.
Penyampaiannya juga berupa lisan dan tulisan. Pada awalnya sebelum
melakukan monolog Stand up Comedy di atas panggung, komika harus menulis
terlebih dahulu materi-materi yang akan disampaikan. Dalam penulisan
tersebut komika perlu memperhatikan isi materi yang akan dibawakan agar
pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh penonton dan juga dapat
21
menimbulkan unsur humor sehingga membuat penonton terhibur dan mampu
memaknai pesan yang telah disampaikan komika dengan baik.
b. Pengertian Stand up Comedy
Stand up Comedy adalah lawakan atau komedi yang dilakukan di atas
panggung
oleh
seseorang
dengan
melontarkan
serangkaian
lelucon
berdurasikan 10 sampai 45 menit (Pramesti, 2012). Sependapat dengan paparan
Pramesti, menurut Bastian (2014: 40) Stand up Comedy adalah seni melawak
yang disampaikan di depan penonton secara live. Dua paparan telah
disampaikan oleh Pramesti dan Bastian mengenai pengertian Stand up Comedy.
Simpulan dari kedua pendapat tersebut yaitu Stand up Comedy
merupakan seni komedi yang dilakukan perseorangan di atas panggung. Stand
up Comedy berbeda dengan seni komedi yang lainnya, terbukti dari jumlah
personilnya yang hanya satu dan berdusarikan beberapa menit saja. Melakukan
komedi hanya sendiri di atas panggung menjadi tantangan tersendiri bagi
pelaku komedi karena serangkaian materi harus sudah disiapkan sebelumnya,
berbeda dengan komedi yang lainnya bisa saling mengumpan antara pelaku
komedi secara langsung.
c. Sejarah Stand up Comedy
Awal mula perkembangan Stand up Comedy berasal dari Amerika,
yaitu sekitar tahun 1800-an (Bastian, 2014: 40-41). Sejarah Stand up Comedy
hadir di Indonesia diawali oleh alm. Taufik Savalas lewat acaranya Comedy
Café dan Ramon Papana sebagai pemilik Comedy Café yang sekarang
dinobatkan sebagai Bapak Stand up Comedy Indonesia (Bastian, 2014: 41).
Namun pada saat itu, acara tersebut belum banyak dikenal oleh masyarakat
Indonesia, bahkan masih asing di telinga masyarakat Indonesia karena masih
kurang dapat memahami mengenai Stand up Comedy.
Stand up Comedy tidak hanya berhenti sampai di situ, komedian
kenamaan seperti Pandji Pragiwaksono, Raditya Dika, dan Abdel Achrian ikut
22
berpartisipasi dalam kemajuan Stand up Comedy di Indonesia (Bastian, 2014:
41). Hingga pada akhirnya tahun 2011 terdapat seorang produser yang tertarik
dengan Stand up Comedy dan membuat program ajang pencarian bakat Stand
up Comedy Indonesia di Kompas TV. Karena itu, tahun 2011 merupakan tahun
Stand up Comedy mulai banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
d. Monolog Stand up Comedy
Monolog lucu yang ditampilkan oleh komika dalam Stand up Comedy
yaitu menceritakan ulang fenomena sosial yang ada di masyarakat, mengambil
contoh dari kehidupan dan diceritakan kembali kepada penonton. Stand up
Comedy tersebut merupakan lawakan atau komedi yang dilakukan di atas
panggung
oleh
seseorang
dengan
melontarkan
serangkaian
lelucon
berdurasikan 10 sampai 45 menit (Pramesti, 2012). Jadi monolog Stand up
Comedy adalah penyampaian materi yang diambil dari kisah atau permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari secara perseorangan di depan penonton dengan
durasi sekitar 10 sampai 45 menit. Dalam monolog Stand up Comedy tidak ada
lawan komedi sehingga seorang komedian mempersiapkan dengan benar
materi yang akan dibawakan agar mampu membuat penonton menjadi paham
dengan apa yang disampaikannya dan bisa tertawa.
4. Hakikat Stand up Comedy Cak Lontong
a. Profil Cak Lontong
Cak Lontong adalah nama populer dari Lis Hartono (Bastian, 2014:
21). Nama Cak Lontong melejit ketika menjadi seorang komedian Stand up
Comedy atau yang disebut dengan comic dalam acara Stand up Comedy Show
di Metro TV. Hingga saat ini Cak Lontong telah membintangi berbagai
program televisi, seperti: Republik BBM, Negeri Impian Sentilan Sentulan,
Stand up Comedy Show, Indonesia Lawak Klub, Kopi Susu, Intermezzo, KEPO
dan Comic 8. Banyaknya program televisi yang telah dibintangi Cak Lontong
membuktikan bahwa beliau merupakan komedian yang istimewa.
23
Cak Lontong memiliki keistimewaan di antara comic-comic yang lain,
menurut Oen (dalam Bastian, 2014: 58) Cak Lontong adalah figur yang selalu
menampilkan data survey. Gagasannya melalui data survey tersebut
ditampilkan dengan gaya khasnya yang serius dan disampaikan dengan cara
mengolah serta membolak-balik bahan lawakan sehingga membuat penonton
semakin penasaran. Hal tersebut menjadi poin yang ditunggu-tunggu penonton.
Dalam dunia Stand up Comedy, Cak Lontong dikenal dengan “Bapak
Logika Comic”. Hal tersebut disebabkan Cak Lontong luwes dalam mengolah
logika atau silogisme. Sebagai seorang yang luwes dalam hal silogisme, beliau
mampu membawakan topik-topik sederhana menjadi kelucuan tingkat tinggi.
Sebaliknya, topik-topik berat dan tingkat tinggi diolah menjadi sederhana,
sehingga mampu dicerna oleh orang awam sekalipun (Bastian, 2014: 61).
b. Keistimewaan Cak Lontong
Menurut Bastian (2014: 58) Cak Lontong adalah vigur yang selalu
menampilkan data survey. Data survey tersebut dilakukan dengan gayanya
yang suka membolak-balikkan kata dan membuat penonton segera ingin tahu
jawaban akhirnya walaupun pada saat jawaban tersebut disampaikan ternyata
memang tidak terlalu penting. Sebagai ahli silogisme, Cak Lontong mampu
membawakan topik-topik sederhana menjadi kelucuan tingkat tinggi dan
sebaliknya topik-topik yang berat mampu diubah menjadi sederhana sehingga
mampu dipahami oleh orang awam. Di situlah letak keistimewaan Cak
Lontong yaitu piawai dalam mengolah bahan lawakan dengan silogisme
sehingga menjadi salah satu komik Stand up Comedy yang ditunggu-tunggu
oleh penonton.
Selain itu Cak Lontong memiliki gaya yang menjadi karakter khas
Cak Lontong yaitu memadukan gaya lawakan tradisional dan kontemporer.
Sebagai komedian tradisional Cak Lontong tidak ingin meninggalkan hal
tersebut karena komedian tradisional itu mampu melawak di berbagai segmen,
mulai dari rakyat jelata sampai pejabat negara, dari penonton yang dianggap
24
tidak cerdas sampai yang dianggap cerdas (Bastian, 2014: 73). Untuk itu, Cak
Lontong tetap mempertahankan gaya komedian tradisional yang bersikap kritis
di hadapan komedian kontemporer dalam Stand up Comedy. Hal tersebut
diwujudkan dengan menjadikan hal-hal yang sederhana menjadi bahan atau
materi Stand up Comedy yang dapat membuat penonton terhibur.
c. Stand up Comedy Cak Lontong
Stand up Comedy merupakan lawakan yang dilakukan di atas
panggung oleh satu orang dengan melontarkan serangkaian lelucon
berdurasikan 10 sampai 45 menit (Pramesti, 2012). Salah satu tokoh Stand up
Comedy di Indonesia yaitu Cak Lontong. Cak Lontong merupakan tokoh Stand
up Comedy karena ikut berpartisipasi dalam kemajuan Stand up Comedy di
Indonesia. Cak Lontong juga memiliki keistimewaan yang membuatnya
berbeda dengan comic yang lain, hingga beliau disebut dengan “Bapak Logika
Comic”. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Stand up Comedy Cak
Lontong yaitu komedi yang dilakukan oleh Cak Lontong secara perseorangan
di atas panggung dengan menyampaikan materi yang telah dipersiapkan
sebelumnya dengan durasi beberapa menit.
5. Hakikat Media Pendidikan Karakter Siswa
a. Pengertian Media
Media berasal dari bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari
medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara
atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan (Amri, Jauhari, dan
Elisah, 2011: 118). Media sebagai komponen strategi pembelajaran merupakan
wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada
sasaran atau penerima pesan tersebut dan materi yang ingin disampaikan. Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa media merupakan perantara yang
menghubungkan antara sumber dan penerima pesan.
25
Menurut Anitah (2009: 5) media adalah setiap orang, bahan, alat, atau
peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar
untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dari paparan tersebut
dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengertian tersebut guru atau dosen,
buku ajar, dan lingkungan adalah media. Setiap media merupakan sarana untuk
menuju ke suatu tujuan. Di dalam media terdapat informasi yang
dikomunikasikan kepada siswa sehingga siswa dapat menerima pesan melalui
media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Pesan atau informasi
akan tersampaikan dengan baik kepada siswa apabila guru menggunakan
media yang tepat.
Menurut Sadiman, Rahardjo, Haryono, dan Rahardjito (2009: 7)
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi. Karena itu, media dapat digunakan sebagai sarana atau alat
untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar siswa dapat menerima
informasi dengan baik sehingga tercapai suatu tujuan proses belajar.
Media dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan dua
arah cara, yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang
dapat digunakan sendiri oleh siswa (Wibawa dan Mukti, 2001: 13). Jadi media
memberikan manfaat tidak hanya pada saat pembelajaran di kelas tetapi juga
dapat memberikan manfaat bagi siswa sendiri ketika sedang belajar di luar
kelas atau sekolah. Dengan media pesan dapat tersalurkan dari sumber pesan
ke penerima pesan. Tetapi pesan akan dapat tersalurkan dengan baik jika
menggunakan media yang tepat.
b. Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), pasal 1 ayat 1, pengertian pendidikan
adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
26
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, masyarakat, bangsa, dan negara”. Pendidikan senantiasa
berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Manusia sejak kelahirannya telah
membutuhkan kehadiran orang lain untuk menopang hidupnya (Aqib, 2011:
38). Sedangkan pendidikan menurut Naim (2012: 25-26) yaitu dasar bagi
pertumbuhan ekonomi, perkembangan sains dan teknologi, mengurangi
kemiskinan, dan peningkatan kualitas peradaban.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
suatu usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara
aktif berkeinginan untuk mengembangkan potensi dirinya. Hal tersebut sebagai
upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sebenarnya
pendidikan itu tidak hanya terfokus pada peserta didiknya saja, namun juga
peran dari seluruh warga sekolah yang ada di dalamnya, sehingga pendidikan
itu berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia karena semua bagian saling
mempengaruhi. Dengan adanya pendidikan maka dapat mengurangi masalah
kemiskinan dan peningkatan kualitas kehidupan menuju ke arah yang lebih
baik lagi.
c. Pengertian Karakter
Menurut Naim (2012: 55) karakter mengacu kepada serangkain sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivasions), dan keterampilan
(skills). Untuk lebih menguatkan paparan di atas Amri, dkk. (2012: 103)
menyatakan bahwa karakter adalah keberhasilan individu, membentuk karakter
merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak bisa tumbuh
menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang
berkarakter pula. Paparan-paparan tersebut semakin diperjelas oleh Aqib
(2011: 38) bahwa karakter lebih bersifat subjektif, sebab berkaitan dengan
27
struktur antropologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasannya
sehingga ia mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain.
Dari paparan-paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah keberhasilan individu dalam memaknai kebebasannya. Dalam
kebebasannya, individu tersebut dapat menjadi seseorang yang berkarakter jika
berada pada lingkungan yang berkarakter pula. Hal tersebut dikarenakan
karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Pendidikan karakter perlu
ditanamkan kepada siswa agar mampu membentuk generasi penerus bangsa
yang berkarakter sehingga dapat membuat bangsa menjadi lebih maju dan
mampu bersaing dengan negara lain karena memiliki Sumber Daya Manusia
yang berkarakter.
d. Pengertian Media Pendidikan Karakter Siswa
Media adalah komponen-komponen proses komunikasi yang terdiri
dari pesan, sumber pesan, dan penerima pesan (Sadiman, dkk., 2009: 12).
Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang terdapat
di dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun
buku ajar dan produser media, Sedangkan salurannya adalah media pendidikan
dan penerima pesan adalah siswa dan juga guru. Media pendidikan digunakan
oleh guru dalam proses belajar mengajar untuk menyampaikan pesan kepada
siswa dan siswa dapat menerima pesan dengan baik.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut
(Amri, dkk., 2011: 4). Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai
suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter. Untuk lebih menguatkan paparan di atas, Aqib (2011: 38)
menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah bantuan sosial agar
individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam dunia.
28
Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang
berkeutamaan.
Pendidikan karakter lebih terfokus pada siswa, menurut Amri, dkk.
(2012: 10) siswa adalah orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Siswa merupakan unsur
utama dalam kegiatan interaksi pendidikan karena mereka menjadi pokok
dalam semua aktivitas pembelajaran Sebagai individu yang menerima
pengaruh dan unsur utama dalam pendidikan, maka pada diri siswa perlu
ditanamkan nilai-nilai karakter agar mampu menjadi siswa yang berkarakter.
Hal tersebut karena karakter dapat diubah melalui pendidikan (Hidayatullah,
2009: 13).
Dari paparan-paparan di atas dapat disimpulkan bahwa media
pendidikan karakter merupakan sarana atau alat yang digunakan untuk
menanamkan nilai-nilai karakter pada diri seseorang. Penggunaan media yang
tepat dalam menanamkan pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang
diharapkan mampu membentuk seseorang menjadi insan yang berkarakter.
Pendidikan karakter tersebut perlu ditanamkan pada diri siswa sebagai unsur
utama dalam interaksi edukatif. Pendidikan karakter siswa merupakan hal yang
harus dilaksanakan agar mampu mengembangkan potensi pada diri siswa dan
mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter. Indonesia merupakan negara
berkembang yang mampu menjadi negara maju dengan memiliki generasi
penerus bangsa yang berkarater.
e. Nilai-Nilai Pembentuk Karakter
Dalam rangka untuk lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan
karakter telah teridentifikasi 18 nilai-nilai pembangun karakter yang bersumber
dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional yaitu: 1)
religius, 2) jujur, 3) disiplin, 4) kerja keras, 5) kreatif, 6) mandiri, 7)
demoktaris, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air,
12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15)
29
gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggung
jawab (Kemendiknas, 2010: 9-10).
Religius merupakan nilai yang berkaitan dengan sang pencipta. Nilai
tersebut mencakup tentang kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Bentuk nilai ini adalah taat akan ajaran-Nya, menjauhi laranganNya, mensyukuri nikmat-Nya, dan menyadari atas kekuasaan-Nya. Selain itu
juga menghormati dan menghargai pemeluk agama lain serta hidup rukun
dengan sesama. Dengan memiliki karakter religius maka seseorang dapat
memiliki hati yang lebih bersih.
Jujur merupakan nilai pembentuk karakter yang berasal dari diri
sendiri untuk menjadi seseorang yang bisa dipercaya. Nilai tersebut mencakup
tentang tidak berbohong, tidak curang, dan selalu lurus hati dalam berkata,
bertindak dan bekerja. Seseorang yang mempunyai nilai tersebut maka bisa
menjadi seseorang yang dipercaya oleh orang lain karena apa yang dikatakan
atau dikerjakan selalu berdasarkan atas kejujuran.
Toleransi merupakan nilai pembentuk karakter yang berkaitan dengan
sikap saling menghargai. Nilai tersebut mencakup tentang rasa saling
menghargai perbedaan, seperti perbedaan suku, agama, dan ras bahkan
perbedaan pendapat. Sikap saling toleransi perlu dibentuk dalam diri seseorang
agar dalam menghadapi kehidupan bisa saling menghargai, tidak ada rasa
kecemburuan atau pertikaian dalam perbedaan. Perbedaan bukanlah hal yang
berlu dipertengkarkan melainkan setiap perbedaan pasti memiliki kebaikan dan
kelemahan masing-masing sehingga dibutuhkan sikap saling menghargai.
Disiplin merupakan kepatuhan terhadap suatu keputusan atau
ketetapan yang telah berlaku. Disiplin merupakan karakter yang dapat dibentuk
dengan kebiasaan untuk taat terhadap suatu aturan. Seseorang yang mempunyai
nilai pembentuk karakter disiplin maka seseorang tersebut selalu tertib dalam
menaati aturan. Selain itu juga memiliki prinsip untuk hidup tidak
sembarangan atau berantakan tetapi memiliki hidup yang lebih teratur karena
sudah terbiasa melaksanakan kedisiplinan.
30
Kerja keras merupakan nilai pembentuk karakter yang dilakukan
dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan suatu tugas atau
pekerjaan. Nilai tersebut mencakup bekerja lebih banyak dari orang lain, lebih
produktif sehingga menghasilkan lebih banyak pula daripada orang lain.
Seseorang yang terbiasa kerja keras maka menjadikannya lebih produktif.
Kerja keras merupakan nilai pendidikan karakter yang dapat dibentuk dengan
membiasakan diri untuk bekerja dengan lebih lagi.
Kreatif merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat dibentuk
dengan kebiasaan berpikir untuk selalu menciptakan hal baru yang belum
pernah ada sebelumnya. Menciptakan hal baru tersebut dapat dilakukan dengan
memodifikasi hal-hal yang pernah ada untuk menjadi lebih baik atau berfungsi
lebih banyak. Dengan kebiasaan berpikir kreatif pada seseorang, akan selalu
ada hal baru yang diciptakan.
Mandiri merupakan nilai karakter yang dapat dibentuk dengan
membiasakan untuk tidak bergantung dengan orang lain. Dengan terbiasa
mandiri maka memungkinkan untuk seseorang lebih kuat dan teguh dalam
menghadapi tantangan. Selain itu mandiri juga dapat melatih seseorang untuk
tidak selalu menyusahkan atau merugikan orang lain. Orang yang memiliki
karakter mandiri maka tidak memiliki sifat ketergantungan.
Demokratis merupakan nilai pembentuk karakter yang perlu dimiliki
oleh setiap orang. Nilai demokratis mencakup rasa yang menilai sama hak dan
kewajiban antara diri sendiri dan orang lain. Jadi dengan memiliki karakter
demokratis maka seseorang tidak memiliki sifat egois karena tidak
menganggap diri sendiri jauh lebih penting dibandingkan orang lain. Karakter
demokratis dapat membuat seseorang untuk lebih peduli lagi dengan orang lain
karena memiliki kesamaan hak dan kewajiban.
Rasa ingin tahu merupakan sikap atau tindakan untuk mengetahui
lebih mendalam mengenai apa yang telah didengar atau dilihat. Dengan adanya
rasa penasaran tersebut maka seseorang akan cenderung mencari tahu untuk
menemukan atau menjawab rasa penasarannya tersebut. Nilai pembentuk
31
karakter rasa ingin tahu dapat dilatih dengan mengasah ketajaman otak
sehingga secara otomatis akan timbul rasa ingin tahu.
Semangat kebangsaan merupakan nilai pembentuk karakter yang
penting karena meneguhkan arti sebagai warga negara. Dengan memiliki
semangat kebangsaan maka seseorang akan berpikir dan bertindak untuk lebih
mementingkan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan sendiri.
Semangat kebangsaan dapat dilatih dengan membiasakan diri untuk berpikir
demi kemajuan bangsa.
Cinta tanah air merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat
ditunjukkan dengan menjunjung tinggi martabat bangsa dan negara. Nilai cinta
tanah air mencakup rasa bangga dan terhadap bangsa dan negara. Nilai tersebut
dapat membuat seseorang untuk lebih peduli dan setia akan bangsa dan negara.
Cinta tanah air merupakan salah satu karakter yang wajib dimiliki oleh setiap
warga negara sebagai bentuk rasa cinta terhadap bangsa.
Menghargai prestasi merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat
dibentuk dengan memiliki kebiasaan bersifat besar hati. Nilai menghargai
prestasi mencakup rasa menghormati atas keberhasilan yang diperoleh oleh
orang lain. Dengan memiliki karakter menghargai prestasi maka tidak akan
timbul rasa iri atau dengki melainkan memacu diri sendiri untuk dapat
berprestasi seperti yang dilakukan oleh orang lain dalam mencapai prestasi.
Bersahabat merupakan nilai pembentuk karakter yang ditunjukkan
melalui hubungan yang dibangun tanpa ada tujuan dan lebih bersifat
kemanusiaan. Nilai bersahabat mencakup rasa senang dalam berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain tanpa ada rasa canggung. Dengan
menunjukkan rasa bersahabat maka seseorang akan lebih banyak memiliki
teman dengan hubungan pertemanan yang lebih awet.
Cinta damai merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat
ditunjukan dengan
tidak
pernah terpancing
atau
memancing
untuk
menimbulkan suatu keributan. Nilai cinta damai mencakup sikap dan tindakan
yang membuat orang lain merasa senang dengan adanya kehadiran kita. Cinta
32
damai dapat dilatih dengan tidak memiliki rasa benci atau buruk sangka
terhadap orang lain yang dapat menimbulkan pertikaian.
Gemar
membaca merupakan nilai pembentuk karakter yang
ditunjukkan melalui kebiasaan meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan
membaca. Nilai gemar membaca mencakup rasa senang dalam membaca dan
tidak ada rasa terbebani ketika membaca. Gemar membaca karakter yang perlu
dipupuk pada diri setiap orang karena akan memberikan kebaikan pada diri
pembaca. Banyak manfaat yang diperoleh dari membaca salah satunya adalah
berpengetahuan luas.
Peduli lingkungan merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat
ditunjukkan melalui kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Nilai peduli
lingkungan mencakup rasa kepekaan dan kepedulian terhadap apa yang terjadi
di lingkungan sekitar. Dengan memiliki karakter peduli lingkungan maka
seseorang akan merawat alam agar tetap menjadi lingkungan yang asri dan
tidak terjadi kerusakan alam. Karakter peduli lingkungan perlu dipupuk pada
diri seseorang agar setiap orang memiliki karakter tersebut dan lingkungan
akan menjadi lebih asri lagi.
Peduli sosial merupakan nilai pembentuk karakter yang dapat
ditunjukkan melalui rasa kepedulian terhadap sesama. Nilai peduli sosial
mencakup rasa kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain yang
membutuhkan bantuan. Saling tolong-menolong merupakan salah satu cara
untuk memupuk rasa kepedulian terhadap kesusahan orang lain. Karakter
peduli sosial dibutuhkan oleh setiap orang agar tidak timbul keegoisan.
Tanggung jawab merupakan nilai pembentuk karakter yang berkaitan
dengan kewajiban. Nilai tanggung jawab mencakup rasa kewajiban untuk
memenuhi dan menyelesaikan tugas yang seharusnya dilakukan. Tanggung
jawab tersebut tidak hanya kepada diri sendiri melainkan juga tanggung jawab
yang harus dilakukan terhadap masyarakat, lingkungan, dan bangsa. Karakter
tanggung jawab perlu ditanamkan pada diri seseorang agar benar-benar
melaksanakan yang sudah menjadi kewajiban.
33
18 nilai pembentuk karakter tersebut dibagi menjadi empat ruang
lingkup yaitu: 1) olah pikir, 2) olah hati, 3) olah raga, dan 4) olah karsa.
Pertama, olah pikir terdiri dari: kreatif, rasa ingin tahu, dan gemar membaca.
Kedua, olah hati terdiri dari: religius, jujur, semangat kebangsaan, tanggung
jawab, dan cinta tanah air. Ketiga, yang termasuk olah raga yaitu disiplin.
Selanjutnya yang terakhir, olah karsa terdiri dari: kerja keras, mandiri,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan,
dan peduli sosial.
6. Hakikat Materi Pembelajaran Anekdot
a. Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia selain menjadi wahana penciptaan
bentuk hubungan sosial juga menjadi sumber pengetahuan dan pemahaman.
Pembelajaran bahasa Indonesia dan sastra bukan hanya dapat dijadikan media
pengembangan kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis,
tetapi juga dapat dijadikan wahana dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni,
maupun
dalam
kehidupan
sosial
masyarakat
pada
umumnya.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap
hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006: 260)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
pembelajaran bahasa Indonesia maka diharapkan peserta didik dapat lebih
memahami mengenai bahasa Indonesia, dan mampu menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari yaitu menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik belajar mengenai 4 macam
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara.
Empat keterampilan berbahasa tersebut dapat dimiliki oleh peserta didik
secara bertahap dan melalui kegiatan belajar. Hal tersebut karena untuk dapat
34
terampil berbahasa maka dibutuhkan suatu proses yang tidak dapat terjadi
secara langsung.
b. Materi Pembelajaran
Dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran,
guru harus mengetahui silabus yang ada sebagai rujukan utama dalam
memberikan materi pelajaran kepada peserta didik. Bahan atau materi ajar
adalah alat dan media yang memberi siswa peluang untuk memperoleh
pengalaman belajar. Guru harus memilih bahan pelajaran dari berbagai sumber
kemudian mengintegrasikan menjadi kesatuan bahan pelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan siswa.
Ciri pembelajaran adalah adanya interaksi antara peserta didik dan
guru dalam rangka mencapai tujuan (Rusyan, 1997: 4). Komponen-komponen
yang saling berkaitan satu sama lainnya juga merupakan ciri pembelajaran.
Komponen-komponen tersebut yaitu: (1) tujuan; (2) materi; (3) kegiatan
pembelajaran; (4) metode; (5) alat; (6) evaluasi; dan (7) sumber pembelajaran.
Dengan adanya ciri-ciri tersebut, menandakan bahwa pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik jika mengandung komponen-komponen yang utuh,
yaitu tujuan, materi, kegiatan pembelajaran, alat, evaluasi, dan sumber
pembelajaran.
c. Pengertian, Struktur, dan Ciri Bahasa Anekdot
Wachidah (2004: 1) menyatakan bahwa anekdot menceritakan suatu
kejadian yang tidak biasa dan lucu. Selanjutnya, untuk menguatkan mengenai
pengertian anekdot, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
(2014: 99) menjelaskan bahwa anekdot merupakan cerita singkat yang menarik
karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal
berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa anekdot adalah cerita singkat yang tidak hanya lucu tetapi juga
mengesankan, berasal dari kejadian nyata yang pernah ada.
35
Menurut Kemendikbud (2014: 101) anekdot terdiri dari lima struktur
yaitu: 1) abstraksi, 2) orientasi, 3) krisis, 4) reaksi, 5) koda. Pertama, abstraksi
merupakan pembuka, memberikan gambaran awal cerita. Kedua, orientasi
berfungsi untuk membangun konteks cerita. Ketiga, krisis merupakan puncak
atau inti masalah. Keempat, reaksi merupakan tanggapan terhadap krisis.
Kelima koda merupakan simpulan dari keseluruhan cerita. Kelima struktur
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena
merupakan satu jalinan yang dapat membentuk suatu cerita.
Selain struktur, bahasa juga merupakan komponen penting dalam
anekdot. Bahasa digunakan sebagai sarana dalam menyampaikan anekdot.
Menurut Priyatni (2014: 93) teks anekdot memiliki kekhasan dilihat dari segi
ciri khas bahasanya yaitu: 1) menggunakan kata yang menunjukkan cerita masa
lalu/waktu lampau, 2) menggunakan kata seru untuk menegaskan hal-hal
tertentu, dan 3) menunjukkan unsur kelucuan terhadap sesuatu yang serius.
Dengan demikian, anekdot merupakan cerita singkat yang menarik dikemas
dengan unsur humor dan dibangun dengan struktur serta memiliki bahasa yang
khas.
d. Materi Pembelajaran Anekdot di SMA
Guru harus memilih bahan pelajaran dari berbagai sumber kemudian
mengintegrasikan menjadi kesatuan bahan pelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa. Pemilihan bahan ajar yang tepat berfungsi untuk mencapai
tujuan dari pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dilaksanakan di
Sekolah Menengah Atas kelas X yaitu anekdot. Menurut Wachidah (2004: 1)
pembelajaran anekdot berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
karena mampu mengembangkan keterampilan literasi juga dapat membentuk
karakter anak didik. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa materi
atau bahan ajar memang harus benar-benar dipersiapkan dalam pembelajaran
salah satunya yaitu anekdot. Ketika seorang guru mampu memilih materi atau
bahan ajar yang tepat maka akan menunjang keberhasilan dalam pembelajaran.
36
Dalam materi pembelajaran anekdot, guru memilih materi atau bahan
ajar yang tepat dalam pembelajaran anekdot. Anekdot merupakan cerita singkat
yang menarik dan mengesankan. Guru memilih materi atau bahan ajar yang
mewakili kriteria dari anekdot, yang lucu dan mengesankan. Pemilihan materi
atau bahan ajar yang tepat diharapkan mampu menarik siswa dalam belajar
tentang anekdot. Sebagai materi pembelajaran yang mengandung unsur humor
di dalamnya, maka dapat menggunakan tayangan Stand up Comedy.
B. Kerangka Berpikir
Salah satu tokoh Stand up Comedy di Indonesia yaitu Cak Lontong. Cak
Lontong melakukan Stand up Comedy di atas panggung dengan menciptakan
humor melalui tindak tutur. Tindak tutur yang banyak dilakukan oleh Cak
Lontong agar tercipta humor adalah tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi
merupakan tindak tutur yang tidak hanya sekadar menyampaikan informasi saja,
tetapi juga memiliki maksud dan tujuan tertentu. Dalam Stand up Comedy Cak
Lontong berisi mengenai gagasan berupa kritikan maupun sindiran.
Dalam setiap humor yang dilakukan oleh seorang komedian, Cak
Lontong khusunya pasti tidak semata-mata hanya untuk membuat orang lain
tertawa, tetapi di dalam melakukan humor juga mengandung fungsi. Melakukan
humor juga harus ada fungsinya karena agar ada manfaat yang bisa tersalurkan
kepada orang lain melalui humor. Fungsi humor selain menghibur juga bisa
sebagai sarana menyampaikan gagasan maupun pendapat.
Stand up Comedy Cak Lontong sebagai media pendidikan karakter siswa.
Hal tersebut dapat diketahui bahwa Cak Lontong dalam Stand up Comedy
menggunakan logika berpikir dan kreatifitas dalam mencari materi humor agar
tidak hanya menghibur tapi juga bermanfaat seperti mengandung nilai-nilai
pendidikan karakter, sehingga dari situlah dapat dijadikan sebagai media
pendidikan karakter siswa. Ketika siswa melihat tayangan Stand up Comedy Cak
Lontong maka siswa dapat belajar mengenai nilai-nilai pembentukan karakter
dengan mencermati tindak tutur Cak Lontong.
37
Tindak tutur ilokusi dan fungsi humor yang terdapat dalam Stand up
Comedy Cak Lontong relevan dengan pembelajaran anekdot yang terdapat dalam
KD 4.1 Menginterpretasi makna anekdot di kelas X. Hal tersebut dikarenakan
Stand Up Comedy Cak Lontong merupakan pertunjukan yang mengandung cerita
menarik, tidak hanya lucu tetapi juga mengesankan sesuai dengan pengertian dari
anekdot. Maka dengan Stand up Comedy Cak Lontong siswa dapat belajar
menginterpretasi makna anekdot melalui analisis tindak tutur dan fungsi humor.
Dalam memahami Stand up Comedy Cak Lontong perlu dilakukan
analisis mengenai tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi merupakan salah satu
strategi Cak Lontong dalam menciptakan humor. Dalam setiap menciptakan
humor Stand up Comedy tersebut juga terdapat fungsi humor. Maka dengan
memahami Stand up Comedy Cak Lontong melalui tindak tutur ilokusi dan fungsi
humor diharapkan dapat dijadikan sebagai media pendidikan karakter serta
referensi dalam materi pembelajaran anekdot di SMA.
Kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut ini.
Stand up Comedy Cak Lontong
Tindak Tutur Ilokusi
Fungsi Humor
Nilai Pendidikan Karakter
Sebagai Media Pendidikan Karakter
Relevansinya dalam pembelajaran anekdot di SMA
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Download