5. Bab III

advertisement
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
BAB III
RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH
DAN KERANGKA PENDANAAN
3.1. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah
3.1.1 Ekonomi Global
Proyeksi ekonomi Jawa Barat tahun 2010 – 2011 tidak terlepas dari perkembangan
ekonomi tahun-tahun sebelumnya dan pengaruh perkembangan lingkungan eksternal (baik
nasional maupun internasional). Setelah resesi global sejak pertengahan tahun 2008, tandatanda pemulihan ekonomi dunia sudah mulai terlihat sejak akhir 2009. IMF telah melakukan
revisi terhadap prospek ekonomi global pada tahun 2009 dari kontraksi sebesar 1,4%
menjadi kontraksi 1,1%. Pada tahun 2010 proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan
tumbuh yang awalnya diprediksi sebesar 2,5% menjadi 3,1%. Proyeksi Bank Dunia cenderung
kurang optimis dengan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai
2% pada tahun 2010 dan 3,2% pada tahun 2011. Namun survey yang dilakukan kepada
sebagian besar ekonom dunia menilai bahwa tahun 2010 ekonomi global akan tumbuh 3,1%
dan tahun 2011 mendatang akan tumbuh sebesar 3,3%.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi global terebut didasarkan atas beberapa asumsi yang
melatarbelakangi. Rendahnya proyeksi dari IMF dan Bank Dunia karena melihat bahwa
meskipun pemulihan ekonomi telah terjadi di negera-negara yang terkena krisis global,
namun pada pertengahan tahun 2010 Bank Dunia mengingatkan kemungkinan lenyapnya
momentum pemulihan sebagai imbas dari penarikan program stimulus fiskal dan masih
tingginya angka pengangguran di negara-negara tersebut. Stimulus fiskal dan moneter yang
telah digelontorkan oleh pemerintah dan bank-bank sentral dunia telah memperkokoh
keyakinan pasar sehingga bursa saham mengalami peningkatan sebesar 78%. Meskipun
demikian ekspansi ekonomi yang sedang terjadi di dunia ini diperkirakan tidak mampu
menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk mengangkat 64 juta jiwa dari kemiskinan
ekstrim.
IMF memprediksikan bahwa pemulihan resesi di negara-negara tersebut cenderung
akan melambat karena sistem keuangan di negara-negara tersebut masih buruk, serta
dukungan kebijakan publik yang secara bertahap berkurang, dan rumah tangga di negaranegara yang mengalami ledakan harga aset akan kembali menabung. Namun demikian
diantara negara-negara yang mengalami pemulihan, Amerika Serikat dan Jepang
diproyeksikan akan tumbuh lebih kuat dari yang diperkirakan. Perbaikan tersebut terutama
III-1
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
pada pasar tenaga kerja dan perumahan, produksi industri dan keyakinan konsumen dan
bisnis. Sama halnya dengan Bank Dunia, IMF pun memberi peringatan adanya ketidakpastian
yang ekstrim dalam sistem keuangan.
Secara umum pemulihan ekonomi global saat ini disebabkan oleh berhasilnya
intervensi pemerintah di berbagai negara yang telah mendorong sisi permintaan dan
mengurangi ketidakpastian dan terjadinya resiko sistemik pada pasar keuangan. Namun
berbagai peringatan telah dikemukakan oleh para ekonom dunia, IMF dan Bank Dunia,
bahwa pemulihan tersebut memiliki beberapa tantangan yang harus dihadapi dan
diantisipasi dalam lima tahun ke depan, yaitu : (1) utang negara maju yang meningkat
sejalan dengan upaya peningkatan stimulus fiskal; (2) tingkat pengangguran yang tinggi di
negara-negara maju; (3) ketidakpastian harga minyak di pasar dunia.
Harga minyak mentah dunia saat ini sempat menembus level US$ 80 – 85 per barrel.
Dan pada tahun 2010 – 2011 diperkirakan akan tembus pada level US$ 100 per barrel.
Kondisi ini akan mungkin terjadi mengingat banyaknya negara-negara yang diperkirakan akan
mulai pulih kondisi perekonomiannya sehingga meningkatkan permintaan minyak mentah
dunia. Untuk mengatasi lonjakan permintaan minyak dunia tersebut, saat ini OPEC telah
menambah persediaan minyak sampai 6 juta barrel. Prediksi OPEC dan beberapa pengamat
mengatakan bahwa sulit untuk tembus angka US$ 100, karena saat ini kenaikan permintaan
berkisar 1,2 juta barrel. Namun jika tiba-tiba peningkatan diatas 6 juta barrel maka kenaikan
harga minyak secara sporadis tidak dapat dielakkan. Harga komoditas berpotensi akan naik.
Diperkirakan akan terjadi pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur,
perekonomian Amerika Serikat dan negara industri maju lainnya masih tetap menjadi
penggerak perekonomian dunia dan pasar komoditi ekspor negara berkembang.
Perekonomian Asia diperkirakan tetap menjadi kawasan dinamis dengan motor penggerak
perekonomian China, India dan negara-negara industri di Asia lainnya dan kawasan yang
menarik bagi penanaman modal.
Pemulihan ekonomi di Asia yang membaik pada akhir tahun 2009 serta pemulihan
ekonomi dunia pada tahun 2010, maka harus segera diantisipasi oleh ketahanan ekonomi
nasional yang tetap terjaga dalam menghadapi krisis keuangan dan penurunan ekonomi
global; ekspektasi yang baik terhadap kelanjutan pemerintahan serta perkiraan lingkungan
eksternal pada tahun 2010 – 2011.
3.1.2 Ekonomi Nasional
Bank Indonesia dalam buku Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014 memperkirakan
kondisi perekonomian nasional akan membaik pada tahun 2010, berdasarkann asumsi
membaiknya kinerja ekspor, peningkatan konsumsi masyarakat (efek perbaikan kinerja
III-2
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
ekspor dan peningkatan penyerapan tenaga kerja), meningkatnya investasi sebagai akibat
meningkatnya aliran Foreign Direct Invesment (FDI) (membaiknya iklim investasi domestik
dan global), dukungan pengeluaran pemerintah, nilai tukar cenderung stabil, tekanan inflasi
menurun. Potensi tekanan inflasi tahun ini diperkirakan akan berkurang sejalan dengan tren
penurunan harga komoditas dunia. Tekanan dari sisi harga minyak diperkirakan akan mulai
muncul pada tahun 2010 seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian dunia,
sehingga besarnya inflasi pada tahun 2010 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun
2009.
Dengan demikian, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan
utama pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor akan kembali mengalami penguatan sejalan
dengan mulai bangkitnya perekonomian global pada tahun 2010. Penguatan sisi permintaan
domestik ini mampu diimbangi dengan meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian,
sehingga mampu menjaga kecukupan di sisi produksi.
Mengimbangi
kondisi
perekonomian
global
maka
Indonesia
pun
telah
memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 akan sebesar 5,5 – 5,6%,
dan menjadi 6,0 – 6,3% pada tahun 2011 (Tabel 3.1). Asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut
diikuti oleh asumsi pertumbuhan konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi,
ekspor dan impor barang dan jasa. Angka perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut
telah memperhitungkan dampak diberlakukannya ACFTA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Nasional 2010 – 2011 (dalam%)
Pertumbuhan Ekonomi
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Masyarakat
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
Sisi Produksi
Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Industri Bukan Migas
Listrik, Gas dan Air
III-3
2010
5,5 – 5,6
2011
6,0 – 6,3
5,2 – 5,2
10,8 – 10,9
7,2 – 7,3
6,4 – 6,5
9,2 – 9,3
5,2 – 5,3
10,9 – 11,2
7,9 – 10,9
9,7 – 10,6
12,7 – 15,2
3,3 – 3,5
3,4 – 3,5
2,0 – 2,1
4,2 – 4,3
2,1 – 2,3
5,0 – 5,4
4,8 – 4,9
13,4 – 13,5
5,6 – 6,1
13,7 – 13,8
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
2010
7,1 – 7,2
4,0 – 4,1
14,3 – 14,8
6,5 – 6,6
6,7 – 6,9
Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Telekomunikasi
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
2011
8,4 – 8,5
4,2 – 4,8
14,5 – 15,2
6,6 – 6,7
6,9 – 7,0
Sumber : RPJMN Tahun 2010 – 2014
Konsumsi masyarakat terus didorong dengan meningkatkan daya beli masyarakat
melalui upaya mengendalikan inflasi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Upaya untuk
mendorong
investasi
dilakukan
dengan
peningkatan
harmonisasi
kebijakan
dan
penyederhanaan prosedur perijinan investasi; dan peningkatan fasilitas investasi. Ekspor
terus dipacu pertumbuhannya dengan berbagai kebijakan, antara lain peningkatan akses
pasar internasional terutama pasar non tradisional; peningkatan dan diversitifkasi produk
ekspor dan peningkatan fasilitas ekspor. Hal ini terutama untuk mengatasi permasalahan
yang timbul akibat diberlakukannya ACFTA.
Sementara di sisi produksi, upaya mendorong pertumbuhan industri pengolahan non
migas akan didorong kembali sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya
yang dilakukan adalah dengan kebijakan penumbuhan populasi usaha industri, penguatan
struktur industri dan peningkatan produktivitas usaha industri. Sementara sektor lain seperti
pertanian, perikanan dan kehutanan di upayakan dengan kebijakan mewujudkan
kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian serta peningkatan
pendapatan petani.
Pada tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing
Indonesia berada pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun 2008. Namun kenaikan
daya saing tersebut bukan karena pembenahan mendasar di dalam negeri tetapi karena
banyaknya negara-negara lain yang terkapar akibat krisis global. Sehingga agar posisi
Indonesia tidak kembali turun setelah pemulihan krisis global, maka Indonesia perlu segera
melakukan pembenahan ekonominya.
Secara umum beberapa kondisi yang perlu diwaspadai oleh Indonesia pada tahun
2010 dan 2011 adalah harga minyak dunia (yang diperkirakan akan menembus US$ 100 per
barrel) tingkat volatilitas rupiah terhadap dollar yang masih cukup tinggi, masih
didominasinya arus modal masuk yang bersifat jangka pendek dengan jumlah yang masih
jauh diatas cadangan devisa yang ada, kemudian masalah politik dan hukum yang dapat
mengganggu tingkat kepercayaan masyarakat dunia.
III-4
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Sementara untuk stabilisasi harga pangan, Menteri Keuangan menetapkan dalam
APBN 2010 akan menaikkan jatah raskin dari 13 kg menjadi 15 kg dengan harga yang tidak
berubah. Pemerintah juga akan mengubah subsidi pupuk, stabilisasi minyak goreng dan gula.
Upaya menstabilkan harga-harga menjadi prioritas utama pemerintah, mengingat tekanan
harga komoditas di pasar internasional dan tekanan terhadap masyarakat yang cukup tinggi.
Prioritas lain adalah pembenahan infrastruktur jalan tol di 21 ruas serta revitalisasi pabrik
gula yang merupakan program prioritas departemen industri. Kebijakan-kebijakan yang
diprioritaskan ditujukan untuk menjawab tantangan dinamika dalam perekonomian
Indonesia.
3.1.3 Ekonomi Jawa Barat
Berdasarkan perkembangan internal dan dinamika ekonomi global yang terjadi pada
beberapa tahun terakhir ini, perkembangan ekonomi Jawa Barat tetap dihadapkan pada
berbagai tantangan yang memerlukan respon secara komprehensif melalui aksi nyata, yang
mencakup : Pertama, meningkatkan pertumbuhan ekonomi disertai dengan keseimbangan
yang lebih baik dari sumber pertumbuhan dengan investasi dan ekspor non-minyak dan gas.
Ketimpangan ekonomi ditunjukkan oleh adanya kabupaten/kota dimana laju pertumbuhan
ekonominya lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap kabupaten/kota di
Jawa Barat. Kabupaten/kota yang secara rata-rata undergrowth tersebut adalah kabupaten
yang bercirikan pertanian, sebaliknya kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi sama
dan di atas rata-rata adalah yang bercirikan industri dan jasa. Dengan demikian, kegiatan
ekonomi daerah harus ditata hingga diantara lapangan usaha yang berkembang saling
memenuhi yang optimal agar tidak menambah beban masalah terhadap kondisi makro
ekonomi yang pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan Provinsi Jawa Barat.
Keterhubungan ekonomi antara lingkungan perkotaan dan perdesaan mendapatkan
perhatian kebijakan dalam kerangka saling memperkuat potensi ekonomi.
Kedua, penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Keadaan lapangan pekerjaan akan menentukan proses pemulihan perekonomian Jawa Barat
yang pada akhirnya dapat menekan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Masyarakat
yang tidak memiliki pekerjaan tidak dapat menikmati pemulihan ekonomi, karena mereka
tidak memiliki pendapatan untuk dibelanjakan. Karena itu, lapangan kerja bukan hanya
merupakan mesin penggerak pembaruan ekonomi, tetapi juga sebuah hasil dari proses
pemulihan ekonomi. Begitu pentingnya masalah kemiskinan dan pengangguran, sehingga
Gubernur mempunyai komitmen untuk menciptakan lapangan kerja yang dapat menyerap
III-5
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
1 juta tenaga kerja baru pada tahun 2014, melalui berbagai perluasan peluang kerja multi
sektor baik formal maupun non formal.
Tingkat pengangguran masih cukup tinggi di kabupaten dan kota yang mencerminkan
bahwa kegiatan ekonomi yang berkembang di setiap kabupaten/kota kemampuannya belum
optimal dalam mendayagunakan angkatan kerja lokal, atau sebaliknya angkatan kerja lokal
tersebut memiliki kemampuan yang lemah untuk mengakses peluang kerja yang tersedia.
Dengan demikian, permasalahan mendasar terkait dengan lapangan kerja adalah relatif
masih rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan sebagian masyarakat Jawa Barat. Di
pihak lain, perkembangan lapangan usaha baru, baik yang digerakan oleh investasi maupuan
kebijakan pembangunan, pada gilirannya menuntut kualitas SDM yang memadai. Bila kualitas
SDM tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, hasilnya adalah pengangguran yang akan
menjadi salah satu sumber timbulnya kemiskinan.
Ketiga, menciptakan iklim investasi yang kondusif mengingat investasi merupakan
salah satu penggerak kegiatan ekonomi daerah. Berdirinya perusahaan-perusahaan baru
melalui investasi domestik maupun asing sangat berpotensi untuk mendayagunakan
angkatan kerja lokal dan meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi dengan lapangan usaha
lainnya, ditempuh melalui berbagai aktivitas promosi investasi dan perbaikan-perbaikan
layanan dengan orientasi biaya murah dan cepat dalam menopang investasi.
Keempat, meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur. Pembangunan
infrastruktur mutlak diperlukan terutama dalam upaya meningkatkan perekonomian suatu
wilayah. Dengan adanya infrastruktur dapat mempermudah aktivitas ekonomi masyarakat
dan juga meningkatkan produktivitas serta output/pendapatan. Infrastruktur ekonomi
merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan menunjang proses produksi dan distribusi
meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (jalan,
bendungan dan saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan kereta api,
angkutan pelabuhan dan lapangan terbang). Infrastruktur sangat dibutuhkan karena
mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, karena infrastruktur tersebut dapat menyokong banyak aspek ekonomi dan
kegiatan sosial. Infrastruktur diperlukan pula untuk mengurangi kesenjangan pembangunan
antara wilayah secara bertahap dan mengurangi keberadaan wilayah-wilayah yang terisolasi.
Kelima, meningkatkan daya saing ekspor. Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor
tekstil yang besar secara nasional, dengan diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat
terancam banyak yang bangkrut dan tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka
pengangguran (diperkirakan mancapai 40.000 buruh). Namun pada tanggal 14 Januari 2010
III-6
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Atase Perekonomian China (mewakili Pusat Perdagangan Luar Negeri China) melakukan
pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan Industri Jabar. Dalam diskusi tersebut di
paparkan oleh Gubernur Jawa Barat bahwa persoalan manufaktur (khususnya tekstil) di Jawa
Barat adalah yang paling terkena imbasnya dengan diberlakukannya pasar bebas. China
merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai bentuk investasi China di
bidang manufaktur di Indonesia. Untuk itu diperlukan kesiapan untuk meningkatkan transfer
modal, transfer teknologi, transfer manajemen, perluasan jaringan pasar dalam menghadapi
intervensi China di Jawa Barat.
Merespon keinginan China dalam pembentukan dan diberlakukannya kerjasama
ekonomi regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA) serta yang lebih luas lagi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), menuntut
peningkatan daya saing produk Jawa Barat yang harus dicapai melalui peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha, perbaikan kualitas dan standarisasi produk.
Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh pangsa pasar, para
pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai pasokan (Supply Chain
Management/SCM) yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasok
secara vertikal ke dalam usaha bersama berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses
dan produk yang bersifat spesifik untuk setiap rantai pasok. Kemampuan suatu rantai
pasokan itu dalam menyikapi permintaan konsumen menyangkut mutu, harga, dan
pelayanan. Kunci daya saing produk antar rantai pasok adalah efisiensi pada setiap segmen
rantai pasokan dan keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi
setiap pelaku dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Untuk
menciptakan hal tersebut diperlukan selain integrasi vertikal antar segmen rantai pasok juga
integrasi horizontal antar pelaku dalam satu segmen, dan di antara para usaha intermediasi
(seperti distributor, pedagang pengumpul) di dalam satu rantai pasokan yang sama. Peran
serta yang bersifat sinergis ini perlu ditopang oleh KADIN dan asosiasi-asosiasinya dalam
mekanisme kerja yang saling menopang dalam menciptakan dinamika ekonomi Jawa Barat ke
depan.
Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat/swasta. Tidak hanya pemerintah
daerah, tetapi juga perusahaan swasta, organisasi-organisasi masyarakat, dan warga lokal
serta perguruan tinggi yang harus didorong untuk berpartisipasi secara positif dalam
pembangunan daerah berdasarkan saling kerjasama yang memungkinkan setiap entitas
untuk menampilkan kemampuannya dalam spirit kompetitif dan unggul yang mampu tampil
dalam kancah perekonomian global.
III-7
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Kondisi saat ini menghendaki pergeseran peranan masyarakat yang lebih besar
daripada pemerintah. Dengan demikian, reformasi total menuntut perlunya segera
melaksanakan rekonstruksi kelembagaan pemerintahan publik berdasarkan prinsip good
governance yang ditopang oleh spirit good corporate governance dengan tiga karakteristik
utama, yaitu: kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi. Demokratisasi kebijakan
pembangunan dan pencegahan KKN melalui good governance sangat bermanfaat untuk
meminimalkan biaya ekonomi tinggi (high-cost economy) dan distorsi pasar (monopoli dan
monopsoni) akibat kesalahan kebijakan, dengan demikian, perekonomian akan lebih efisien
dan pertumbuhan kegiatan bisnis berdasarkan pada keunggulan kompetitif riilnya, bukan
karena proteksi atau dukungan pemerintah dan kemampuan untuk mengkondisikan
manajemen usaha dalam good corporate governance pada setiap unit usaha di Jawa Barat.
Ketujuh, membangun fondasi yang lebih kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Pembangunan regional, baik perkotaan maupun pedesaan, tidak lagi dapat
didasarkan pada pembangunan ekonomi semata, akan tetapi harus didasarkan pada
pembangunan yang berkelanjutan dengan memenuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara
sosial, didukung oleh kelembagaan yang memadai, dan menjaga kelestarian lingkungan
hidup. Dengan demikian, proses yang ditempuh adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi
yang diikuti oleh distribusi pendapatan yang lebih merata dan menurunnya kemiskinan,
peningkatan kualitas SDM, kualitas kelembagaan dan lingkungan, menempatkan posisi
perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan yang mampu menggerakkan
dinamika perekonomian desa yang lebih meningkat secara fungsional.
Dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tersebut,
maka salah satu arah kebijakan pembangunan daerah ditujukan untuk mewujudkan luasan
kawasan lindung sebesar 45% dari luas total wilayah Jawa Barat (3.647.392 ha) yang tersebar
di seluruh kabupaten dan kota. Keberadaan kawasan lindung tersebut tercakup dalam
Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah Jawa Barat yang harus menjadi acuan dan pedoman
dalam pemanfaatan ruang bagi seluruh pemangku kepentingan mengingat keberhasilan dari
suatu RTR akan dapat terlaksana apabila didukung oleh seluruh pihak, tidak saja pemerintah
tetapi juga masyarakat. Dan pengembangan kawasan-kawasan budidaya secara fisik tata
ruang ditekankan untuk memahami persyaratan-persyaratan ekosistem lingkungan budidaya.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang kuat juga perlu didukung kelembagaan yang
memadai, terutama yang terkait dengan: (1) Konsistensi antara regulasi dengan
implementasinya di lapangan; (2) Peraturan Daerah (Perda) yang mendukung pembangunan
ekonomi; (3) Pelayanan publik yang maksimal; (4) Koordinasi dan sinergitas seluruh pihak
yang terkait (OPD, perguruan tinggi, swasta; (5) Budaya silih asuh, silih asih, dan silih asah
III-8
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
yang menunjukan keeratan emosional, kepedulian, berbagi, saling mengingatkan, saling
membantu, saling memperkuat. Filosofis tersebut merupakan kekuatan modal sosial yang
akan mampu memecahkan permasalahan dan mendorong produktivitas, dengan tidak
mengenyampingkan adanya realitas keterbukaan pasar yang semakin meningkat; globalisasi
ekonomi dan semangat liberalisasi yang harus diterima dalam kehidupan ekonomi seharihari.
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari
perekonomian Jawa Barat. Sebagai gambaran, meskipun kontribusi UKM saat ini sangat kecil,
yaitu hanya 30-35% terhadap perekonomian nasional dan dalam ekspor nonmigas hanya
15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia
serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian,
pemerintah daerah akan terus mengoptimalkan perkembangan sektor UKM untuk memacu
pertumbuhan ekonomi dan dalam pendekatannya harus sangat mempertimbangkan aspek
sosial kultural ekonomi yang berkembang dalam sistem sosial di perkotaan dan di perdesaan.
Pada saat bersamaan, dinamika ekonomi nasional dan global pun memberikan
peluang yang cukup menjanjikan di tahun 2011 khususnya untuk Jawa Barat. Inflasi
diproyeksikan tetap seperti tahun 2010, yaitu sebesar 4,0-6,0% (Tabel 3.2 dan Gambar 3.1).
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan meningkat di tahun 2010 dan 2011,
masing-masing dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 4,1-5,1% dan 5,2-6,6%,
sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia dan nasional pasca krisis global yang terjadi
sepanjang tahun 2008 hingga 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 tersebut
didukung, antara lain: adanya investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) yang
diperkirakan mencapai sekitar Rp.131,578 trilyun, meningkatnya kapasitas ekonomi Jabar
dan penyerapan tenaga kerja, serta pemanfaatan liberalisasi perdagangan di Asia secara
cerdas.
III-9
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel. 3.2.
Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Barat 2010-2011
No
1.
2.
3.
4.
Proyeksi
PDRB harga konstan
(trilyun rupiah)
Pertumbuhan Ekonomi
 Sektor Pertanian
 Sektor Industri
 Sektor PHR
Inflasi
Investasi (PMTB) harga
berlaku (trilyun rupiah)
 Laju Pertumbuhan
Penyerapan Tenaga Kerja
 TKT Pengangguran
 Laju Penyerapan TK
Catatan: *Versi RPJMN
A
Indonesia
2010
2011
5,5 - 5,6*
4,5 - 5,5A
6,0 – 6,3*
5,0 – 6,0A
3,3 - 3,5
4,2 - 4,3
4,0 - 4,1
4,0 - 6,0*
6,0 -7 ,0A
3,4 – 3,5
5,0 – 5,4
4,2 – 4,8
4,0 – 6,0*
5,1 – 6,1 A
7,2-7,3
7,9 – 10,9
7,6
7,3-7,4
Jawa Barat
2010
2011
315
4,1 – 5,1
331.411
5–6
2,8 – 3,62**
5,3 – 6,34**
4,8 – 6,17**
6,0 – 7,0
3,0 – 4,0
5,8 – 6,8
6,0 – 7,0
4,0 – 6,0
118.788
11.85
17.065.691
131.578
10.77
17.606.782
1,6
3,07
Versi Bank Indonesia **Target RKPD 2010
Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 – 2008, masih
didominasi oleh sektor sekunder, tersier dan yang terakhir primer (Tabel 3.3). Total Nilai
Tambah Bruto (NTB) dari sektor sekunder pada tahun 2008 mencapai Rp. 306,91 trilyun atau
meningkat 14,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor tersier mengalami peningkatan
sebesar 16,67% yaitu dari Rp. 182,75 trilyun di tahun 2007 menjadi Rp. 213,21 trilyun pada
tahun 2008 sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 8,43% atau dari Rp. 75,90 trilyun
pada tahun 2007 menjadi Rp. 82,30 trilyun. Kontribusi sektor sekunder mengalami kenaikan
yaitu pada tahun 2007 sebesar 50,88% dan tahun 2008 sebesar 50,95%, begitu pula untuk
sektor tersier mengalami kenaikan dari 34,70% pada tahun 2007 menjadi 35,39% pada tahun
2008. Sedangkan untuk sektor primer mengalami penurunan dari 14,41% tahun 2007
menjadi 13,66% pada tahun 2008.
Ada Kecenderungan pada tahun 2011, revitalisasi peningkatan potensi ekonomi akan
tetap berlangsung pada sektor industri pengolahan, property dan real estate, berbagai
layanan jasa dan secara perlahan pertumbuhan pada beberapa lingkungan usaha pertanian
(agraris).
III-10
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.3.
Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku
dan Peranan NTB setiap Sektor dalam Perekonomian Jawa Barat
Tahun 2007 – 2009
NO
I
II
III
LAPANGAN USAHA
Primer
Pertanian
Pertambangan
Sekunder
Industri
Listrik, gas dan air
Bangunan
Tersier
Perdagangan
Pengangkutan
Lembaga keuangan
Jasa-jasa
PDRB
2008
2007
Trilyun
%
Trilyun
%
75.9 14.41
82.3
13.66
62.89 11.94
67.85
11.26
13.01
2.47
14.45
2.40
267.95 50.88 306.91
50.95
236.63 44.93 270.55
44.91
15.41
2.93
16.91
2.81
15.91
3.02
19.44
3.23
182.75 34.70 213.21
35.39
100.69 19.12 115.14
19.11
30.79
5.85
36.4
6.04
15.25
2.90
17.23
2.86
36.03
6.84
44.44
7.38
526.61 100.00 602.42 100,00
2009*
Trilyun
%
91,74
13,97
77,87
11,86
13,87
2,11
318,37
48,51
277,00
42,21
20,14
3,07
21,23
3,23
246,21
37,50
132,54
20,19
42,01
6,40
18,80
2,86
52,86
8,05
656,32 100,00
*) Diperoleh dari penjumlahan angka PDRB setiap triwulanan tahun 2009 (berita resmi BPS Jawa Barat)
Jawa Barat sebagai bagian dari perekonomian nasional dan bahkan global maka akan
sangat dipengaruhi oleh kondisi nasional dan global. Namun ada beberapa catatan khusus
bagi Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor tekstil terbesar secara nasional. Dengan
diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat terancam banyak yang bangkrut, dan
tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka pengangguran (diperkirakan mencapai
40.000 buruh).
Namun pada tanggal 14 Januari 2010 Atase Perekonomian China (mewakili Pusat
Perdagangan Luar Negeri China) melakukan pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan
Industri Jabar. China merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai
bentuk investasi China di bidang manufaktur di Indonesia, dengan memperhatikan pula
kerjasama dengan para industrialis tekstil di Jawa Barat untuk kesinambungan usaha ke
depan dan perkuatan kembali industri tekstil Jawa Barat.
Merespon keinginan China maka pemerintah Jawa Barat harus segera mengeluarkan
regulasi perizinan yang probisnis (perizinan kondusif) dan membenahi permasalahan yang
menghambat daya saing produk. Belajar dari China sebaiknya pemerintah segera mendorong
dan meningkatkan semangat dan etos kerja masyarakatnya. Pengembangan industri tekstil
ke depan perlu ditopang pula oleh semangat alih teknologi, alih pengetahuan, alih
manajemen pengelolaan dan perluasan jaringan pasar.
III-11
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Kapasitas perekonomian domestik Jawa Barat tampaknya lebih tinggi dari nasional
karena keunggulan daerah dari dominasi sektor industri pengolahan yang didukung oleh
industri kreatif yang melekat pada pencapaian value added yang lebih tinggi pada tiap-tiap
sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas kaki, sub sektor industri makanan,
sub sektor industri pengolahan lainnya yakni kerajinan tangan, dan juga pada produk jasa
berbasis teknologi informasi dan seni. Program restrukturisasi mesin Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT) yang telah berjalan sejak tahun 2007, diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan sub sektor ini merespon permintaan ekspor. Selain itu potensi agribisnis
terutama dari sub sektor tanaman pangan dan perikanan yang memasok kebutuhan pasar
ibukota negara, memiliki kapasitas untuk terus ditingkatkan. Pertumbuhan sektor PHR pun
akan memperkuat pencapaian kondisi ekonomi yang lebih baik untuk tahun 2010. Pada
tahun 2008 Pemerintah Provinsi telah mencanangkan program “West Java Tourism Board
2008”, sehingga diperkirakan kunjungan wisatawan asing dan domestik akan meningkat.
Perkuatan bidang akomodasi wisata di berbagai obyek kunjungan wisata akan ditopang oleh
dukungan standarisasi pelayanan di bidang kepariwisataan sesuai dengan perkembangan
teknologi.
Keunggulan lain adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan
investasi, maka PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Perkiraan yang optimis, aliran
PMA global meningkat dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya
resesi di semester II-2009, sehingga kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi,
Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut. Terlebih jika
kawasan industri di daerah-daerah tersebut akhirnya terpilih sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) maka diprediksi aliran PMA akan lebih besar lagi dibandingkan dengan tahun
2009 sekarang. Diperkuat dengan semakin luasnya implementasi program Pelayanan
Terpadu Satu Pintu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Diproyeksikan ke depan
adanya strategi pendekatan revitalisasi kembali kawasan-kawasan industri Jawa Barat sejalan
dengan perubahan-perubahan global ke depan.
3.2. Arah Kebijakan Perekonomian Daerah
Gambaran perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2009 serta proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2010
dan 2011 secara ringkas divisualisasikan pada gambar berikut :
III-12
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Gambar 3.1
Perkembangan Dan Proyeksi Ekonomi Jawa Barat Tahun 2011
Gejolak ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 memberikan dampak yang
cukup besar terhadap perekonomian Jawa Barat. Keadaan tersebut berimplikasi pada kinerja
perekonomian Jawa Barat, dimana pada tahun 2008 perekonomian Jawa Barat mengalami
pertumbuhan positif sebesar 5,84%
5,8 % namun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
mengalami perlambatan dimana pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan sebesar 6,4 1%.
Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan positif semua sektor ekonomi kecuali
sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh negatif sebesar -0,30%. Bila laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kinerja sekto rsektor ekonomi, maka kinerja per sektoral dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Kelompok pertama adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas rata -rata
LPE Jawa Barat, terdiri dari sektor industri pengolahan dan sektor bangunan.
2. Kelompok Kedua adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan p ositif walaupun
masih di bawah rata-rata,
rata rata, terdiri dari sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,
sektor listrik, gas dan air bersih (LGA), sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pertimbangan
mbangan dan penggalian, sektor pertanian dan sektor jasa.
3. Kelompok
elompok ketiga adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif, terdiri dari sektor
pengangkutan dan komunikasi
III-13
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Sejalan dengan membaiknya perekonomian global berdampak pula pada pemulihan
perekonomian Jawa Barat dengan karakteristik pada sisi produksi didominasi oleh industri
pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB sekitar 43%, perdagangan, hotel dan restoran
20%, dan pertanian 13% (Tabel 3.4). Sedangkan dari sisi penggunaan didominasi oleh
konsumsi sebesar 65% dan investasi 18%. Disamping itu Jawa Barat tidak dapat mengabaikan
dampak yang akan muncul dari pemberlakuan ACFTA di awal tahun 2010. Berdasarkan data
historis dari tahun 2000 sampai tahun 2009 serta memperhatikan berbagai fenomena global
maupun nasional, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 akan naik pada kisaran 4,1 5,1% dan pada tahun 2011 akan meningkat sebesar 5 – 6%.
Membaiknya perekonomian global akan menyebabkan persaingan di pasar
internasional semakin ketat. Namun kondisi tersebut juga merupakan peluang yang harus
segera direspon oleh pemerintah pusat, daerah dan para pelaku usaha di Indonesia untuk
meningkatkan daya saingnya dan upaya-upaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif
bagi peningkatan kegiatan ekspor.
Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh maka kebijakan inflation
targetting framework masih menjadi perhatian dengan melakukan koordinasi kebijakan
makro antara pemerintah, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Penetapan APBN-P 2010
menetapkan laju inflasi akan mencapai 5% (dengan rentang 4,0 – 6,0%), dan pada tahun
2011 berada pada kisaran yang sama yaitu 4,0 – 6,0%. Nilai tukar Nominal (Rp/ US$) pada
tahun 2010 berada pada kisaran 9.750 – 10.250 dan pada tahun 2011 menjadi 9.250 – 9.750.
Kebijakan stabilitas ekonomi tahun 2010 dan 2011 juga dikawal ketat oleh
pemerintah, antara lain tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang masih berkisar antara 6,0 – 7,5%
di kedua tahun tersebut. Pemantauan yang ketat pula pada perkembangan harga minyak
dunia. Meskipun sempat tembus pada angka US $ 80, namun pemerintah menyatakan tidak
ada kenaikan harga BBM tahun ini. Pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas harga
untuk melindungi daya beli masyarakat dengan menaikkan anggaran subsidi APBN. Tahun
2010, total alokasi anggaran subsidi BBM, LPG dan bahan bakar nabati tahun 2010 mencapai
Rp. 96,8 triliun. Kenaikan subsidi tersebut sebagai dampak kenaikan harga minyak mentah
dunia yang diatas asumsi yang ditetapkan, yaitu US$ 65 per barrel.
Alokasi subsidi yang meningkat juga pada subsidi listrik sebagai dampak kenaikan
harga minyak dunia. Beban subsidi yang tinggi mendorong pemerintah berencana menaikkan
tarif dasar listrik, khususnya untuk kelompok pengguna menengah ke atas (diatas 900 watt)
rata-rata sebesar 15 % pada tahun 2010. Pada awalnya, kenaikan tarif TDL akan diberlakukan
III-14
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
pada bulan Maret 2010, namun mengingat dampak pemberlakuan ACFTA yang memukul
banyak sektor ekonomi, khususnya industri, maka untuk mengurangi dampak tersebut
rencana kenaikan akhirnya ditunda hingga akhir tahun 2010.
Upaya mengendalikan laju inflasi melalui penentuan tingkat suku bunga perbankan
yang relatif rendah, menahan sumber-sumber pemicu inflasi ternyata juga dipengaruhi oleh
tingkat risiko dunia usaha. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mendorong kegiatan
ekonomi di sektor riil, baik kegiatan investasi maupun produksi. Berdasarkan kondisi dan
kebijakan pemerintah pusat serta berbagai upaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam rangka mengendalikan inflasi maka diproyeksikan inflasi pada tahun 2010
adalah sebesar 4 – 6%.
Selanjutnya peluang-peluang yang ditawarkan dalam kerangka integrasi Masyarakat
Ekonomi ASEAN mendapat perhatian untuk ditindaklanjuti dalam kerangka pengembangan
investasi maupun pengembangan perdagangan serta jasa-jasa.
Tabel 3.4.
Karakteristik Perekonomian Jawa Barat
Pendekatan
Produksi
Penggunaan
Komponen Dominan
Sektor
Persen
Industri
43
Pengolahan
Perdagangan,
20
hotel dan
restoran
Pertanian
Konsumsi
Investasi
13
65
18
Konsekuensi
LPE Jabar sangat
dipengaruhi oleh
fluktuasi total
nilai tambah
ketiga sektor
tersebut
Implikasi
 Tingkatkan daya
saing industri
pengolahan
 Perbaikan struktur
pasar
 Tingkatkan
produktivitas sektor
pertanian
Sumber utama
 Menjaga ukuran
LPE Jabar adalah
pasar (market size)
konsumsi. Hal ini
dan daya beli
mencirikan
masyarakat.
domestic-demand  Tingkatkan iklim
led growth
investasi yang
kondusif
Trend pemulihan perekonomian global yang semakin menguat, baik untuk negara
maju maupun negara berkembang, serta kecenderungan meningkatnya volume perdagangan
dunia, diharapkan akan mendorong kembali permintaan ekspor Jawa Barat yang sempat
turun pada tahun 2009 disamping adanya perluasan pasar baru di dunia yang sedang
digalakkan. Upaya-upaya perbaikan iklim investasi, peningkatan daya saing, diversifikasi
III-15
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
produk ekspor Jawa Barat akibat tantangan ACFTA juga akan mendorong kembali bangkitnya
sektor industri pengolahan di Jawa Barat.
Kekhawatiran dampak ACFTA sebaiknya tidak dianggap sebagai sebuah ancaman,
namun sebagai sebuah peluang bagi industri di Jawa Barat untuk lebih memperluas pasarnya
ke negara lain. Sehingga untuk menghadapi dunia usaha yang kompetitif, maka sinergitas
antara pelaku usaha, pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta instansi terkait perlu terus
ditingkatkan. Permasalahan yang menghambat daya saing produk Jawa Barat harus segera
dibenahi seperti perbaikan infrastruktur (listrik, air, jalan raya, pelabuhan laut, dan udara),
penyederhanaan proses perizinan dan segera mendorong masyarakat dalam negeri untuk
menggunakan produk dalam negeri, disamping dilaksanakannya berbagai aktivitas promosi
produksi dan investasi di Jawa Barat.
Peluang besar di sektor industri juga tercermin dalam proyeksi laju pertumbuhan
sektor tersebut pada tahun 2010 pada kisaran 5,3% dan 6,34%, dan pada tahun 2011
diproyeksikan turun menjadi 5,8 – 6,8%. Proyeksi penurunan laju pertumbuhan sektor
industri di tahun 2011 mengimbangi isu adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), yang
semula akan diberlakukan 2010 namun diundur sampai akhir tahun. Kemudian pulihnya
perekonomian global disamping sebagai peluang untuk memperluas pasar namun disisi lain
juga memperketat persaingan di pasar internasional disamping potensi pasar Jawa Barat dan
pasar nasional yang menarik. Pulihnya perekonomian global juga diperkirakan akan
mendorong penguatan nilai mata uang Dollar Amerika Serikat, dan juga mendorong
permintaan negara-negara akan minyak mentah sehingga dikhawatirkan akan mendorong
kenaikan harga minyak mentah menembus angka US$100 per barrel.
Namun laju pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian pada tahun 2010 diperkirakan
tumbuh dalam kisaran 2,8 – 3,62% atau maksimalnya tidak mengalami pertumbuhan, setelah
tumbuh sangat tinggi yakni 13% pada tahun sebelumnya. Shock yang mendorong
peningkatan tajam di tahun 2009 berangsur-angsur bergerak menuju keseimbangannya,
sehingga wajar pada tahun 2010 melambat. Proses menuju keseimbangan terus berlanjut
sehingga hasil perhitungan trend pada tahun 2011 kembali tumbuh positif dalam kisaran
3,0 - 4,0%. Meskipun demikian terdapat fenomena yang harus direspon terkait dengan
perubahan iklim yang mendorong perubahan cuaca, dimana sektor pertanian sangat
dipengaruhi oleh cuaca dan kemungkinan adanya kenaikan harga pupuk akibat pengurangan
subsidi. Kondisi pemanasan global, luas lahan pertanian yang semakin sempit akibat semakin
maraknya alih fungsi lahan, dan fenomena La Nina (kekeringan yang panjang) akan menjadi
ancaman sektor pertanian.
III-16
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Sektor dominan lain dalam perekonomian Jawa Barat yang mengalami perlambatan,
juga sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dimana pada tahun 2010 diharapkan tumbuh
antara 4,8 – 6,17%, sementara tahun 2011 kenaikan diproyeksikan menjadi 6,0 – 6,6% selaras
dengan faktor-faktor penopang yang diperkirakan mengalami kenaikan.
Laju inflasi Jawa Barat yang sempat menurun drastis pada tahun 2009, tidak terlepas
dari faktor non fundamental, berupa hilangnya pengaruh penurunan harga BBM, kenaikan
harga emas di pasar Internasional, dan sebagainya. Sementara di sisi lain produksi
(khususnya pangan; padi, unggas dan ikan) mengalami kenaikan yang lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga mampu menahan kenaikan laju inflasi. Sementara
dampak peningkatan permintaan relatif tidak signifikan.
Namun di tahun 2010 laju inflasi diperkirakan naik lagi dalam kisaran 6,0 – 7,0 atau
berada jauh diatas proyeksi laju inflasi nasional yaitu 4,0 – 6,0. Kenaikan tersebut
dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam padi pada tahun 2009 yang berdampak pada
kenaikan harga padi di awal tahun 2010. Kemudian isu kenaikan TDL, tingginya harga minyak
dunia, tekanan eksternal, konflik hukum dan politik telah membuat nilai ekspektasi inflasi
masyarakat yang tinggi pula. Sedangkan pada tahun 2011 laju inflasi diperkirakan sedikit
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu berada pada kisaran 4,0 – 6,0%.
Kenaikan laju inflasi pada tahun 2010 dan 2011 juga tidak terlepas dari isu
perdagangan bebas dan pulihnya kondisi perekonomian pasca krisis global di negara-negara
maju. Kondisi tersebut memicu kenaikan harga komoditas strategis di pasar internasional,
termasuk kenaikan harga minyak dunia. Kondisi tersebut diperkirakan akan mendorong pula
naiknya harga komoditas bahan baku, di mana perekonomian di Indonesia, termasuk Jawa
Barat, kandungan impor untuk bahan baku dan barang modal relatif masih tinggi.
Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, dukungan
investasi atau penanaman modal merupakan suatu syarat penting. Melalui dukungan
investasi tentunya akan menambah kemampuan produksi untuk menghasilkan barang dan
jasa, penyerapan tenaga kerja, mendorong kenaikan pendapatan masyarakat dan pada
akhirnya memberikan efek ganda yang besar pada perekonomian. Untuk mencapai sasaran
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1 – 5,1% pada tahun 2010 dan 5 – 6% pada tahun 2011
maka dibutuhkan total investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) berdasarkan harga
berlaku adalah sebesar Rp. 118,79 trilyun pada tahun 2010 atau naik sebesar 11,85% dan
sebesar Rp.131,578 trilyun pada tahun 2011 atau naik sebesar 10,77%. Investasi dibidang
pembangunan infrastruktur yang ditopang potensi pemerintah dan potensi swasta perlu
mendapat topangan regulasi investasi dalam proses percepatannya.
III-17
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Total kebutuhan investasi terdiri dari investasi pemerintah yang bersumber dari
penerimaan pajak dan bukan pajak, dan juga dapat berasal dari hibah, dan sebagainya. Sisa
kebutuhan investasi dapat dipenuhi oleh dunia usaha dan masyarakat yang berasal dari
perbankan, lembaga keuangan non bank, pasar modal (saham dan obligasi), laba ditahan.
Peningkatan proporsi pendanaan investasi dunia usaha diharapkan terutama terjadi pada
komponen PMA dan PMDN sejalan dengan penciptaan iklim usaha yang kondusif, serta
peningkatan pasar modal sejalan dengan perbaikan regulasi dan perbaikan kepercayaan
lembaga keuangan internasional atas lembaga pasar modal di Indonesia. Juga perlu didukung
pula oleh penguatan manajemen pasar modal serta meningkatnya tata kelola dan kinerja
perusahaan, dan pertimbangan peluang obligasi daerah untuk berbagai investasi yang
memiliki margin profit yang mencukupi dalam lingkup pelayanan publik.
Optimisme pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha mereka, mendorong
peningkatan investasi dalam rangka memenuhi kenaikan permintaan yang datang, baik dari
domestik maupun luar negeri. Jawa Barat sebagai salah satu daerah tujuan PMA harus segera
membenahi infrastruktur, untuk merespon minat PMA yang masih tinggi. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, China yang telah menyatakan berminat untuk melakukan investasi di
industri tekstil agar dapat segera di respon.
Potensi PMA masih pada sektor sekunder dengan pangsa pasar diperkirakan berkisar
75%. Disamping sektor industri (seperti industri logam, mesin, kendaraan bermotor, dan
sebagainya), tingginya kebutuhan investasi sektor infrastruktur regional juga pada sub sektor
listrik, gas, air, jalan raya (khususnya jalan tol), bandara internasional, dan sebagainya. Minat
investasi untuk proyek pengadaan listrik cukup besar, salah satunya adalah perusahaan
Jepang, Marubeni Corp, yang akan berinvestasi membangun pembangkit listrik swasta di
Cirebon dengan target operasi 2010.
Peningkatan peluang investasi tidak terlepas dari berbagai prestasi yang diraih
Indonesia dan Jawa Barat sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada
tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing Indonesia berada
pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun 2008. Kemudian dalam rangka proyeksi ke
depan akan terus diperkuat sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota didalam orientasi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
investasi lintas kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk penanggulangan kesenjangan
pembangunan antar wilayah mendorong peningkatan investasi, Badan Koordinasi
Penanaman Modal dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah telah memberikan
penghargaan kepada pemerintah daerah yang dinilai berhasil dalam penenaman modal
(Investment Award). Dari penghargaan tersebut, empat Kabupaten/Kota di Jawa Barat
III-18
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
berhasil meraih peringkat yang cukup tinggi. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten
Purwakarta, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kota Banjar yang diharapkan segera diikuti pula
oleh kabupaten/kota yang lainnya di Jawa Barat.
Adapun penghargaan tersebut dilakukan setelah menilai 6 indikator utama, yaitu
kelembagaan instansi penanaman modal, pelayanan perizinan usaha, mekanisme
pengaduan, pemanfaat teknologi dan sistem infomasi, ketersediaan informasi, serta inovasi
dan capaian kinerja. Berdasarkan data Doing Business tahun 2009, posisi Jawa Barat dalam
kemudahan mendirikan usaha, kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan dan
kemudahan mendaftarkan properti menduduki posisi yang cukup baik dibandingkan daerahdaerah lain di Indonesia. Ke depan dalam bidang promosi investasi perdagangan dan
pariwisata, perkuatan sistem informasi akan lebih ditingkatkan utamanya terkait dengan
infrastrukturnya.
Selain mendorong peningkatan PMA dan PMDN di dalam negeri, pemanfaatan
pinjaman dari perbankan juga diprioritaskan. Perbankan sebagai lembaga intermediasi
pendanaan mempunyai peranan sangat penting dalam penyediaan dana investasi yang
berasal dari tabungan masyarakat dan sumber-sumber global.
Disamping perbankan, penyaluran dana masyarakat juga dapat melalui lembaga
keuangan non bank lainnya, seperti lembaga pembiayaan infrastruktur dan ekspor, lembaga
asuransi, pegadaian, dan sebagainya. Potensi yang besar tersebut perlu diarahkan oleh
pemerintah pada pembiayaan sektor riil, termasuk sektor usaha kecil, untuk mendorong
investasi.
Target pertumbuhan ekonomi serta investasi tersebut perlu disertai dengan berbagai
kebijakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan antara lain kebijakan dalam
ketenagakerjaan, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan
kemiskinan. Dari pertumbuhan ekonomi yang telah disebutkan di atas diharapkan tingkat
partisipasi angkatan kerja akan mencapai 55 - 56%. Dampak multiplier effect dari investasi
dan trickle down effect-nya diharapkan dapat menopang perluasan lapangan kerja baik
sektor formal maupun sektor informal sebagai imbas perluasan skala ekonomi.
Proyeksi penyerapan tenaga kerja tidak menunjukkan angka yang cukup besar
mengingat pada tahun 2010 selain investasi baru, khususnya dari PMA sebagai dampak
perdagangan bebas akan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja baru, namun disisi
lain perdagangan bebas akan memicu banyaknya industri, khususnya industri kecil, yang akan
collaps sehingga mendorong peningkatan angka pengangguran.
III-19
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Peningkatan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi pada tahun 2011 tidak
terlepas dari membaiknya perekonomian domestik dan global serta bangkitnya
perekonomian Jawa Barat pasca perdagangan bebas. Kondisi tersebut telah mendorong
pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi kenaikan
permintaan, khususnya permintaan ekspor. Perbaikan perekonomian telah mendorong
penyerapan kembali tenaga kerja, khususnya di sektor industri.
Proyeksi pertumbuhan makro ekonomi Jawa Barat tersebut sangat dipengaruhi oleh
tercapainya kondisi ideal berbagai faktor determinan sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi:
a. Kecenderungan kondisi ekonomi dunia terus membaik dan semakin kondusif.
b. Fenomena pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur yang semakin
membesar.
c. Liberalisasi perdagangan di kawasan Asia (ACFTA).
d. Volatilitas rupiah terhadap dollar AS dan stabilitas moneter nasional.
e. Upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, perbaikan infrastruktur dan
reformasi birokrasi berjalan baik termasuk pemberantasan korupsi.
f. Bertahan dan meningkatnya kapasitas ekonomi domestik Jabar: stabilitas produksi
sektor-sektor ekonomi terutama sektor dominan dan berkembangnya trend berbagai
ekonomi kreatif pada usaha kecil serta menengah.
g. Meningkatnya permintaan domestik Jabar (konsumsi rumah tangga karena
meningkatnya pendapatan dan daya beli) masyarakat utamanya pada lingkungan
usaha kecil dan menengah.
h. Alokasi dari stimulus fiskal (APBD) yang tepat sasaran
i.
Ekspektasi dan kepercayaan pada pemerintah, semakin akseleratif upaya untuk
meningkatkan nilai-nilai “good governance”.
2. Inflasi:
Tingkat Inflasi ini sangat dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat, pengaruh
eksternal (harga minyak mentah, harga komoditas pangan di pasar internasional), serta
fluktuasi kurs rupiah dollar.
3. Investasi (PMTB harga berlaku) :
a. Berlanjutnya pemulihan ekonomi global
b. Iklim usaha membaik, perbaikan berbagai regulasi.
III-20
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
4. Pengangguran:
Pertumbuhan ekonomi meningkat
yang diperkuat
oleh berkembangnya kegiatan
ekonomi lokal.
Pada tahun 2011 merupakan tahap penguatan sektor yang sudah mendapatkan
special treatment dari tahun 2009-2010, sehingga setiap tahun merupakan proses yang
berkesinambungan. Berdasarkan kerangka pemikiran penyusunan rencana induk, sintesa
permasalahan dan kerangka model pembangunan berkelanjutan, maka arah perekonomian
Jawa Barat adalah:
1. Penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan melalui
pendekatan diversifikasi usaha dan berbagai pemberdayaan;
2. Peningkatan daya saing industri manufaktur;
3. Perluasan produk agroindustri melalui pendekatan peningkatan rantai nilai dari hulu
sampai hilir;
4. Pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya didukung infrastruktur;
5. Menginternalisasikan masalah lingkungan dalam kebijakan pembangunan;
6. Mengintegrasikan aspek lingkungan dalam bisnis;
7. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai baik jalan, irigasi, listrik,
bandara, pelabuhan, pusat pemasaran secara bertahap;
8. Utilisasi energi air dan panas bumi;
9. Perluasan akses pasar (lokal, regional, nasional dan internasional) bagi produk Jabar
melalui promosi;
10. Peningkatan skill pelaku ekonomi melalui berbagai strata UKM dan industri,
perdagangan;
11. Penguatan kelembagaan (regulasi dan kebijakan yang tepat, fokus dan tepat sasaran,
transparan, keberpihakan, koordinasi dan sinergitas).
Berdasarkan arah perekonomian Jawa Barat sebagaimana terungkap dalam 11 point
di atas, maka orientasi pembangunan sektoral adalah peningkatan produktivitas sektor
pertanian melalui pendekatan intensifikasi dan perluasan produk agroindustri untuk
meningkatkan nilai tambah, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB,
pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi
potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan
infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi,
penguatan kelembagaan yang ditopang oleh mekanisme Public Private Partnership.
III-21
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Rencana utama penguatan sektor pertanian adalah penambahan kegiatan ekonomi
produktif di sektor pertanian atau perdesaan termasuk perluasan produk agroindustri dalam
rangka peningkatan pendapatan petani sekaligus konservasi lingkungan. Oleh karena itu
perlu dilakukan pembenahan dan peningkatan dari berbagai lini baik dari sisi produksi yang
berorientasi pada pasar maupun distribusi atau pemasarannya. Tahapan pada tahun 2011
merupakan kegiatan lanjutan yakni perluasan cakupan lokasi atau wilayah target kegiatan
yang sifatnya memperkuat kebijakan yang digulirkan pada tahun 2009 yang mencakup: (1)
Pengembangan sistem usaha tani terpadu berorientasi agribisnis dan agroindustri perdesaan
dengan siklus tertutup, yang implementasinya melalui Program Gerakan Multi Agribisnis
(GEMAR); (2) Pengembangan agroforestry di area lahan kritis; (3) Pengembangan ikan
keramba di muara sungai sepanjang pantai Selatan Jawa Barat, yang implementasinya
melalui Gerakan Pengembangan Perikanan Muara Pantai Selatan (GAPURA SELATAN); (4)
Pengembangan hutan mangrove, rumput laut dan perikanan tambak, serta pengendalian
perikanan tambak di pantura Jawa Barat, yang implementasinya melalui Gerakan
Pengembangan Perikanan Pantai Utara (GAPURA UTARA); (5) Pengembangan dan penguatan
komoditas unggulan daerah melalui pendekatan agribisnis; (6) Gerakan Pengembangan dan
Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA); dan (7) Pengembangan Lumbung Pangan dan
Desa Mandiri Pangan.
Penguatan sektor industri pengolahan diarahkan pada penguatan kontribusi sektor
industri pengolahan terhadap PDRB melalui upaya mempertahankan industri yang ada
dengan melakukan perbaikan iklim usaha, product development, perluasan pasar, aliansi
startegi usaha dan pembenahan terhadap hambatan-hambatan untuk memperkuat struktur
industri di Jawa Barat lebih kuat. Pada tahun 2011 dari lima kebijakan, yaitu: peningkatan
daya saing, penguatan rantai nilai, pengembangan industri kreatif, optimalisasi keberadaan
PPTSP (Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu), dan pendekatan EPR (Extended Producer
Responsibility), terdapat
beberapa langkah yang merupakan kelanjutan tahun 2010,
terutama pengembangan SDM dan teknologi dalam peningkatan daya saing melalui
perintisan terwujudnya Greater Bandung Techno Park di kawasan cekungan Bandung dan
dalam klaster-klaster industri.
Pengembangan sektor pariwisata diarahkan pada tumbuh kembangnya lokasi dan
tipe wisata unggulan di tiap kabupaten/kota di Jawa Barat sesuai karakteristik lokal masingmasing daerah. Pada tahun 2011, pengembangan sektor pariwisata berlanjut sesuai
pencapaian pada tahun sebelumnya. Pada tahun ini diharapkan lokasi dan tipe wisata sudah
siap beroperasi, sehingga dapat dipromosikan untuk mengundang calon pengunjung,
III-22
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
ditopang dukungan promosi akomodasi wisata yang semakin baik untuk tinggal dalam
kunjungan.
Rencana utama pemanfaatan sektor energi panas bumi dan air ditujukan untuk
peningkatan utilisasi potensi energi panas bumi dan air dalam rangka memenuhi kebutuhan
konsumsi domestik terutama untuk sektor manufaktur yang relevan, maupun untuk di jual ke
daerah lain. Pada tahun 2011, diharapkan database sudah memadai dan tim pengelola sudah
siap dengan pilihan teknologi eksploitasi energi panas bumi dan air. Pada tahun ini
seyogianya sudah tersedia pembiayaan untuk eksploitasi dan pengolahannya.
Dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan, implementasi kebijakan Common
Goal (CG) diharapkan mampu memberikan berbagai manfaat terhadap pelaksanaan
pembangunan ke depan, antara lain: (1) Mengintegrasikan berbagai kegiatan secara sinergis
sehingga tujuan masing-masing kegiatan dapat lebih terlihat kontribusinya terhadap tujuan
utama yang ditetapkan dalam setiap program; (2) output kegiatan dapat lebih diarahkan
untuk secara tegas mendukung masing-masing program pembangunan Jawa Barat; (3)
Pelaksanaan pembangunan dapat lebih mendorong team work dari OPD terkait dan antar
Bidang di setiap OPD; (4) Mengefektifkan fungsi pelayanan yang harus dilakukan oleh setiap
OPD; (5) Mengefisienkan penggunaan anggaran yang relatif terbatas jumlahnya; (6)
Mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan sarana dan prasarana; dan (7)
Memudahkan dan mengefisienkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan.
Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2011, yang merupakan tahun
midterm dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa
Barat, dimana tolok ukur kinerja pembangunannya adalah sebagai berikut :
III-23
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.5.
Target Indikator Kinerja Pembangunan
Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
No
Indikator Kinerja
Target 2011
MISI PERTAMA : Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat Yang Produktif dan Berdaya Saing
1
Angka Rata-rata Lama Sekolah
9 - 9,5 tahun
2
Angka Melek Huruf
95 - 96%
3
Angka Kematian Bayi (Kelahiran Hidup/KH)
35-36/1.000 KH
4
Angka Kematian Ibu (Kelahiran Hidup/KH)
215-220/100.000 KH
5
Indeks Pembangunan Gender
63-64
6
Indeks Pemberdayaan Gender
61-63
MISI KEDUA : Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal
1
Laju Pertumbuhan Ekonomi
5 – 6% per tahun
2
Daya Beli Masyarakat
Rp. 625.000,- - Rp 630.000,Laju Pertumbuhan Investasi (Pembentukan
3
Modal Tetap Bruto/PMTB) atas dasar harga
10-12%
berlaku
4
Indeks Gini
0,19-0,20
5
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
55-56%
MISI KETIGA : Meningkatkan Ketersediaan Dan Kualitas Infrastruktur Wilayah
1
Tingkat Kemantapan Jalan
91-92%
2
Intensitas Tanam Padi
194-198%
3
Rasio elektrifikasi perdesaan
100%
4
Rasio elektrifikasi rumah tangga
67-69%
5
Cakupan pelayanan persampahan (perkotaan)
57-62%
6
Cakupan pelayanan air bersih (perkotaan)
50-55%
Cakupan pelayanan air limbah (domestik
7
56-61%
perkotaan)
MISI KEEMPAT : Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Pembangunan
yang Berkelanjutan
1
2
3
4
5
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Tingkat status mutu sungai utama dan waduk
besar
Jumlah hari dengan kualitas udara perkotaan
katagori baik
Capaian luas kawasan lindung terhadap luas Jawa
Barat
1,7-1,8%
status mutu cemar sedang
27-30 hari baik/tahun
30-31%
Meningkatnya diversifikasi energi dari
mikro hidro, biofuel (biokerosin) serta
bio gas
Jumlah penerapan energi alternatif
MISI KELIMA : Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi
1
Skala kepuasan masyarakat (skala 1-4)
2
Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan
Perijinan
2
Skala Komunikasi Organisasi (skala 1-7)
4
3
4
Jumlah angka kriminalitas
Jumlah kasus korupsi
Menurunnya angka kriminalitas
Menurunnya jumlah kasus korupsi
5
Tingkat partisipasi pemilih
75-78 %
III-24
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Berdasarkan target mid-term Indikator indikator kinerja pembangunan Provinsi Jawa
Barat tahun 2011 secara akumulatif, indikator komposit IPM dapat mengalami peningkatan
yang signifikan sehingga peluang terhadap pencapaian IPM pada tahun 2013 sebesar 77,20
dengan komponen pembentuk IPM tersebut yaitu Indeks Pendidikan 88,23, Indeks
Kesehatan 77,21 dan Indeks Daya Beli 66,10 dapat terealisir.
3.3. Analisis dan Perkiraan Sumber-Sumber Pendanaan Pembangunan
Efektivitas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang tertuang dalam RKPD
Tahun 2011 sebagai pelaksanaan agenda RPJMD Tahun 2008-2013 di tahun ketiga, tidak
terlepas dari kapasitas anggaran yang dapat terkelola oleh pemerintah daerah. Untuk itu,
kebutuhan belanja pembangunan daerah akan selalu mempertimbangkan kapasitas fiskal
daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam implementasi RKPD, yang akan selalu
perdampingan dengan sumber-sumber pendanaan non APBD, seperti APBN, Hibah, dana
kemitraan swasta, swadaya masyarakat serta kontribusi pelaku usaha melalui Corporate
Social Resposibility (CSR).
Kapasitas fiskal daerah pada dasarnya akan tercermin dalam volume APBD Tahun
2011. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah serta lebih teknis mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang direvisi menjadi Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan
daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja
daerah dan pembiayaan daerah (penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah).
Untuk pendapatan daerah akan bersumber dari : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah
dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-Lain Pendapatan Asli
Daerah; 2) Dana Perimbangan yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, Sumber Daya Alam
(SDA), Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; 3) Kelompok-lain-lain pendapatan
daerah yang sah meliputi Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah
Kab/Kota, Dana Penyesuaian dan Dana Alternatif Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan.
Selanjutnya untuk pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
(SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), dan Hasil Penjualan
III-25
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Selain dana dari penerimaan daerah tersebut, daerah
menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana
tugas pembantuan, yang
ang dialokasikan untuk menunjang program dan kegiatan pembangunan
yang dilakukan berdasarkan batas-batas
batas batas kewenangan perangkat pusat di daerah maupun
bersifat penugasan kepada perangkat daerah.
daerah
Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
t
Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah,
Daerah sebagai pengganti atas UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah , potensi
pendapatan daerah yang akan diterima pemerintah daerah,
da erah, telah mengalami perubahan
peru
terutama dari sumber pajak daerah, yakni adanya penambahan jenis pajak baru berupa pajak
rokok, dan pengurangan untuk pajak air bawah tanah yang diberikan ke kabupaten/kota.
Untuk perbandingan kedua undang-undang
undang undang yang mengatur pajak daearah dan retribusi
retri
daerah tersebut dapat terlihat di tabel berikut :
Tabel 3.6.
Perbandingan Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menurut UU Nomor 34 Tahun 2000
dan UU Nomor 28 Tahun 2009
Kehadiran Undang Undang 28 Tahun 2009 tersebut, dalam tahun anggaran 2011 m erupakan
potensi pendapatan baru yang berpeluang memperkuat kapasitas f iskal daerah. Untuk itu,
sejumlah langkah tindak lanjut penyiapan regulasi dan tindakan yang diperlukan meliputi :
a. Penyusunan dan pemberlakuan Perda tentang Pajak Daerah dan Perda tentang Retribusi
Daerah sesuai dengan UU 28/2009 telah harus dibuat paling lambat 1 Januari 2012.
b. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah telah harus diserahkan pada
pemerintah Kab/Kota paling lambat pada 1 Januari 2011.
III-26
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) telah harus diserahkan kepada
pemerintah Kab/Kota paling lambat 1 Januari 2011 (paling lama setahun setelah 1 Januari
2010).
d. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan & perkotaan sepenuhnya akan dilaksanakan oleh
pemerintah Kab/Kota paling lambat 31 Desember 2013.
e. Pajak Rokok mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Untuk melihat kapasitas keuangan dari berbagai sumber yang menopang pelaksanaan
pembangunan selama kurun 5 (lima) tahun terakhir, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.7.
Perkembangan Dana Pembangunan
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2010
Tahun
APBD
APBN/BLN
Swasta
Jumlah Dana
Pembangunan
2005
5.700.026.831.254,93
3.625.222.642.000,00
61.440.000.000.000,00
70.765.249.473.254,90
2006
6.048.094.310.215,05
3.347.331.395.000,00
75.640.000.000.000,00
85.035.425.705.215,00
20,17
2007
6.964.840.068.197,00
3.542.579.416.000,00
87.137.000.000.000,00
97.644.419.484.197,00
14,83
2008
8.568.156.563.880,00
3.045.220.925.000,00
96.570.000.000.000,00
108.183.377.488.880,00
10,79
2009
9.548.197.570.729,00
4.680.568.411.000,00
97.590.000.000.000,00
111.818.765.981.729,00
3,36
2010
9.560.628.873.757,54
5.441.681.276.000,00
103.785.689.850.242,00
118.788.000.000.000,00
6,23
Rata-rata Pertumbuhan per Tahun
Sumber :
Pertumbuhan
per tahun
11,08
Data APBD Tahun 2005 s.d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD, Tahun 2009
Perubahan APBD dan Tahun 2010 Perda tentang APBD (Murni), DIPA APBN/PHLN TA
2004 -2009, Swasta 2004-2007-BPS, 2008-2010 perkiraan Bappeda
Perkembangan dana pembangunan di Jawa Barat secara keseluruhan yang berasal dari
dana APBD dan APBN/PHLN (dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan kewenangan
bersama), yang masuk ke Jawa Barat selama kurun waktu 2005-2010, rata-rata per tahun
mengalami peningkatan sebesar 11,08% sedangkan dana dari pihak swasta pada tahun 2010
telah ditargetkan sebesar Rp.103,785 trilyun, yang realisasinya masih dalam pencatatan.
3.3.1.
A.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Pendapatan Daerah
Perkembangan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 5 tahun (2005-2010), rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan
sebesar 16,91 %, sebagaimana Tabel 3.8. berikut ini :
III-27
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.8.
Perkembangan Target dan Realisasi PAD Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005-2010
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
TARGET (MURNI)
PAD
2.965.040.274.712,92
3.446.455.620.976,00
3.721.038.994.558,40
4.609.149.010.485,00
5.099.622.444.134,00
5.622.864.544.262,00
Rata-rata Per Tahun
REALISASI
Pertumbuhan
PAD
3.604.767.565.479,84
3.748.404.050.807,05
4.221.668.696.233,00
5.275.051.504.266,00
16,24
7,97
23,87
10,64
10,26
13,79
Pertumbuhan
3,98
12,63
24,95
10,39
Sumber : Perda APBD Tahun 2005 -2008 Realisasi/Perhitungan, Perda APBD 2009, dan Perda APBD 2010
Apabila di lihat dari pertumbuhan realisasi PAD selama kurun waktu 2005-2008 ratarata mengalami kenaikan sebesar 10,39%, Sedangkan apabila dibandingkan dengan target
yang ditetapkan dan realisasi pendapatan yang dicapai pada tahun yang sama
memperlihatkan bahwa rata-rata terjadi di atas target artinya target yang ditetapkan dapat
tercapai bahkan melampaui target, Ini dapat diartikan bahwa sumber-sumber potensi
pendapatan daerah masih cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan sebagai
sumber pendanaan bagi pembangunan daerah, terlebih setelah berlakunya penerapan pajak
baru berdasarkan ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Selanjutnya untuk memperlihatkan kondisi pendapatan asli daerah terhadap total
nilai APBD, gambarannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3,9,
Perkembangan Realisasi PAD dalam APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2008
Tahun
2005
2006
REALISASI PAD
3.604.767.565.479,84
3.748.404.050.807,05
Pertumbuhan
Volume APBD
5.700.026.831.254,93
6.048.094.310.215,05
Proporsi
63,24
61,98
2007
4.221.668.696.233,00
12,63
6.202.410.960.659,40
2008
5.275.051.504.266,00
24,95
7.685.340.067.215,13
Rata-rata Realisasi Per Tahun
10,39
Sumber :
Data Tahun 2004 s,d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD
68,06
68,64
65,48
3,98
Sementara itu kapasitas keuangan daerah yang bersumber dari perimbangan
keuangan, dapat dilihat dari perkembangan penerimaan daerah atas Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK),
Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/bukan pajak dan Dana Alokasi Umum
(DAU), Pendapatan dari bagi hasil pajak yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan
III-28
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
menunjukkan peningkatan terus setiap tahunnya, Walaupun untuk PBB, BPTHTB dan Pajak
Air Bawah Tanah, akan mulai bergeser menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah
kabupaten/kota mulai awal tahun 2011 mendatang yang dilaksanakan secara bertahap,
Sementara untuk bagi hasil bukan pajak yang berupa bagi hasil sumber daya alam yang saat
ini menunjukkan kecenderungan stagnasi sehingga akan terus menjadi perhatian pemerintah
daerah guna lebih dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam, yang terdapat di
wilayah Jawa Barat,
Pada tahun 2010, Jawa Barat memperoleh dana DAK yang diharapkan mampu
mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan
pelayanan publik antar daerah, Untuk itu DAK diarahkan dengan mempertajam indikator
yang diperlukan dalam penyusunan kriteria dan penggunaan DAK, Alokasi DAK diarahkan
untuk mendanai bidang-bidang yang menunjang pelayanan dasar masyarakat, seperti
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,
Berdasarkan perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) Provinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan persentase yang menurun,
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fiskal Provinsi Jawa Barat telah dinilai oleh
pemerintah pusat masuk pada kategori menuju ke arah mampu atau mandiri, Adapun
perkembangan realisasi dana perimbangan selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2008
sebagaimana Tabel 3,10, berikut ini,
Tabel 3,10,
Perkembangan Target dan Realisasi Dana Perimbangan
Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2010
Tahun
Target
2005
2006
2007
1.077.370.033.000,00
1.114.383.853.000,00
1.515.396.329.750,00
2008
2009
Pertumbuhan
(%)
Realisasi
Pertumbuhan (%)
3,44
35,99
1.220.120.700.066,00
1.298.795.160.567,00
1.756.094.284.825,00
6,45
35,21
1.681.953.916.000,00
10,99
1.903.729.826.416,00
8,41
1.958.446.598.046,00
16,44
2010
2.105.354.014.000,00
7,50
Rata-rata Per-Tahun
14,87
16,69
Sumber : Perda Perhitungan APBD Tahun 2005 -2008, Perda perubahan APBD 2009, dan Perda APBD 2010
Perkembangan target dari dana perimbangan secara total selama kurun waktu 6
tahun terakhir (2005-2010) rata-rata pertumbuhannya per tahun adalah sebesar 14,87%,
Sementara
perkembangan
berdasarkan
realisasi
selama
kurun
waktu
2005-2008
menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 16,69%, Perkembangan target dari lain-lain
pendapatan yang sah secara total selama kurun waktu 2005-2010 rata-rata pertumbuhannya
III-29
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
per tahun adalah sebesar 198,70%, Sementara perkembangan berdasarkan realisasinya
menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 53,88% (Tabel 3.11), Penerimaan dari lain-lain
pendapatan yang sah ini cukup sulit diperkirakan karena bergantung pada faktor eksternal
(dana swasta dan Pemerintah Pusat) sehingga perkiraan target dan realisasi cukup jauh
perbedaannya.
Tabel 3.11.
Perkembangan target dan Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2010
Tahun
Target
Pertumbuhan (%)
Realisasi
Pertumbuhan (%)
2005
-
-
-
2006
2007
2008
2009
6.000.000.000,00
43.922.785.067,00
32.931.762.000,00
30.497.150.788,00
96.225.804.007,00
215,52
632,05
(25,02)
2010
29.329.966.000,00
(10,94)
Rata-rata Per-Tahun
198,70
53,88
Sumber : Perda Perhitungan APBD Tahun 2005 -2008, Perda perubahan APBD 2009, dan Perda APBD 2010
Perkembangan realisasi total pendapatan Provinsi Jawa Barat yaitu penerimaan dari
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah dalam
kurun waktu 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 14,91% per tahun dan
kontribusinya terhadap APBD sebesar 95,09% per tahun sebagaimana tabel 3.12.
Sedangkan apabila dilihat rata-rata proporsi realisasi dalam kurun waktu 2005-2008,
komposisinya adalah: 72,94% bersumber dari PAD, 26,60% dari Dana perimbangan, dan
0,46% bersumber dari Lain-Lain pendapatan yang Sah (Gambar 3.2).
Tabel 3,12,
Perkembangan Realisasi Total Pendapatan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005 – 2008
Tahun
Realisasi Pendapatan
2005
4.824.888.265.545.84
2006
5.047.199.211.374.05
2007
6.008.260.131.846,00
2008
7.275.007.134.869,00
21,08
Sumber :
Pertumbuhan
Volume APBD
Proporsi
4.917.548.873.422,01
98,12
4,61
5.564.023.660.142,09
90,71
19,04
6.202.410.960.659,40
96,87
7.685.340.067.215,13
94,66
Rata-rata per Tahun
14,91
Data Tahun 2005 s.d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD
III-30
95,09
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Lain-lain
lain
pendapata
n yang Sah;
0,46
Dana
Perimbang
an; 26,60
PAD; 72,94
Gambar 3.2.
Proporsi Pendapatan Daerah
Dalam rangka menyiapkan peningkatan pendapatan pada tahun 2011, maka pada
tahun 2010 ini akan dilakukan hal-hal
hal
sebagai berikut:
1. Menyiapkan revisi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disesuaikan dengan
Undang-Undang
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah .
2. Melaksanakan kajian penerapan pajak progresif, terutama yang terkait dengan imbasnya
terhadap sosial-ekonomi
ekonomi masyarakat Jawa Barat.
Barat
3. Menerapkan
kebijakan
pendapatan
daerah
yang
membuka
peluang
untuk
pengembangan sumber penerimaan lain.
lain
B.
Belanja Daerah
Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari
urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang tertentu yang
dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar
pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
perundang
Perkembangan target alokasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 6 tahun terakhir (2005-2010)
(2005 2010) mengalami kenaikan sebesar 18,76%, sementara
perkembangan
angan realisasi alokasi belanja daerah selama kurun waktu 2005-2008
2005
rata-rata
mengalami peningkatan sebesar 12,38% sebagaimana Tabel 3.13
3 13 dan gambar 3.3.
3
III-31
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.13.
Perkembangan Target dan Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat
Tahun
Belanja (Murni)
Pertumb%
Pertumb
Perubahan APBD
%
4.518.326.224.121,88
Realisasi Belanja
Pertumb%
2005
4.131.439.788.522,15
15
2006
4.923.245.318.247,04
04
19,17
5.118.814.954.732,85
13,29
4.907.738.249.011,05
4.30.,282.267.306,84
13,89
2007
5.272.083.679.606,84
84
7,09
5.769.176.354.256,15
12,71
5.341.625.971.385,00
8,84
2008
5.929.101.899.376,25
25
12,46
6.582.473.339.932,86
14,10
6.110.959.797.331,00
14,40
2009
8.262,578,445.826,00
00
39,36
9.283.483.503.474,00
41,03
2010
9.560.556.639.525,54
54
15,71
Rata-rata Per Tahun
18,76
12,38
20,28
Sumber: Perda APBD 2005-2010
2010 , Perda APBD Perubahan 2005-2009,
2005 2009, Perda perhitungan 2005-2008
2005
Untuk rata-rata
rata proporsi perkembangan realisasi alokasi belanja daerah terhadap
APBD sebesar 85,37% per tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 3.14.
3
Tabel 3.14.
Perkembangan Realisasi Alokasi Belanja Daerah Dibandingkan dengan APBD Tahun 2005 – 2008
Tahun
Belanja
Pertumbuhan
Volume APBD
Proporsi
2005
4.309.282.267
267.306,84
4.917.548.872.422
422,01
87,63
2006
4.907.738,249
738,249.011,05
13,89
5.564.023.660.142
142,00
88,20
2007
5.341.625.971
971.385,00
6.110.959.797
797.331,00
8,84
6.202.410.960.659
659,40
86,12
14,40
7.685.340.067.213
213,13
Rata-rata
rata per Tahun
12,38
2008
79,51
85,37
Sumber : Data Tahun 2005 s.d
d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD
Belanja
Langsung
32%
Belanja Tidak
Langsung
68%
Gambar 3.3.
Proporsi Rata-Rata
Rata Rata Realisasi Belanja Daerah 2005 - 2008
Rata-rata
rata proporsi belanja daerah selama kurun waktu 5 tahun (2005 – 2009), Belanja
Tidak Langsung (BTL) sebesar 68% dan belanja Langsung sebesar 32%,
32% Besarnya proporsi BTL
disebabkan adanya belanja program yang harus dibelanjakan dalam bentuk Bantuan
Keuangan Kabupaten/Kota karena merupakan kewenangan Kabupaten/Kota, seperti
III-32
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
kegiatan bantuan BOS ke siswa SD-SMP, bantuan buku sekolah, bantuan pembangunan
puskesmas dan lain-lain.
Perkembangan realisasi belanja daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 4
tahun (2005-2008) rata-rata pertumbuhan per tahun Belanja Langsung mengalami kenaikan
sebesar 0,31% dan Belanja Tidak Langsung mempunyai kenaikan pertumbuhan rata-rata
sebesar 18,825% yang terdiri dari : belanja pegawai naik sebesar 11,78%, belanja bagi hasil
16,51%, dan belanja bantuan naik sebesar 31,60%, Sedangkan proporsi masing-masing
belanja terhadap total belanja rata-rata per tahun Belanja Langsung meningkat sebesar
23,38%, belanja bagi hasil dan belanja bantuan naik sebesar 20,25% dan 21,23%, dan belanja
tidak terduga naik sebesar 0,63%, perkembangannya sebagaimana Tabel 3.15. Apabila
dibandingkan dengan pendapatan pertumbuhan pendapatan daerah pada tahun terkait,
maka dapat disimpulkan, bahwa selama ini pertumbuhan pendapatan tidak sebanding
dengan kebutuhan belanja daerah.
III-33
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.15.
Perkembangan Realisasi Rincian Belanja Tahun 2004 – 2008
No
1
Uraian
Rata2 Proporsi
per Tahun (%)
thd Belanja
76,54
3.898.896.674.253,00
4.543.594.281.510,00
18,82
53,16
786.394.262.587,98
714.093.813.958,00
870.783.079.742,00
11,78
11,04
1.138.599.366.767,00
1.261.370.961.840,00
1.347.805.024.981,00
1.777.489.318.643,00
16,51
20,25
862.514.990.460,00
1.214.859.623.384,74
1.820.080.144.813,00
1.895.308.298.125,00
31,60
21,23
69.013.004.030,00
85.809.571.800,22
16.917.690.501,00
13.585.000,00
(51,96)
0,63
1.597.686.323.099,84
5.700.026.831.254,93
1.770.380.535.119,37
6.048.094.310.215,05
1.442.729.297.132,00
6.964.840.068.197,00
1.567.365.515.821,00
8.568.156.563.880,00
0,31
14,76
23,38
2006
Belanja
Belanja Tidak
Langsung
Belanja Pegawai
4.309.282.267.306,84
5.118.814.954.732,31
5.341.625.971.385,00
2.711.595.944.207,00
3.348.434.419.612,94
641.468.582.950,00
Belanja Bagi Hasil
Belanja Bantuan
Belanja Tidak terduga
2
6.110.959.797.331,00
Rata2
Pertumbuhan
per Tahun(%)
12,51
2005
Belanja Langsung
Volume APBD
2007
2008
Sumber : Data Tahun 2005 s,d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD, Tahun 2009 Perubahan APBD, Tahun 2010 Perda tentang APBD (Murni)
III-34
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
C.
Pembiayaan Daerah
Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi
selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Adapun pembiayaan tersebut bersumber dari
sisa lebih perhitungan anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan
kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah.
Terkait pinjaman daerah, melalui Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2005
tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Pusat telah membuka kesempatan bagi pemerintah
daerah yang memenuhi persyaratan untuk melakukan pinjaman sebagai salah satu instrumen
pendanaan pembangunan daerah, yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan
daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Jenis dan penggunaan
pinjaman daerah, pada dasarnya meliputi 3 (tiga) jenis yakni :
1) Pinjaman Jangka Pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau
sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman harus
dilunasi dalam tahun anggaran bersangkutan. Pinjaman jangka pendek hanya
dipergunakan untuk menutup kekurangan arus kas.
2) Pinjaman Jangka Menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman harus dilunasi dalam
kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum
yang tidak menghasilkan penerimaan.
3) Pinjaman Jangka Panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman harus dilunasi pada
tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang
bersangkutan. Pinjaman jangka panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi
yang menghasilkan penerimaan.
Namun demikian, mengingat adanya konsekuensi kewajiban yang harus dibayar atas
pelaksanaan pinjaman pemerintah daerah dimaksud, seperti angsuran pokok, biaya bunga,
denda, dan biaya lainnya, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential
management), profesional, dan tepat guna agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi
keuangan daerah. Dalam kerangka kehati-hatian ini, sejumlah resiko pinjaman yang dapat
dipersiapkan manakala akan dijadikan sumber pembiayaan, antara lain :
III- 35
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
1. Risiko Kesinambungan Fiskal,
Fiskal pinjaman yang terlalu excessive dapat mempengaruhi
kesinambungan fiskal (APBN/APBD). Indikatornya antara lain Debt to GDP ratio, Debt to
revenue ratio, Debt to Government Expenditure ratio dan Debt to Service ratio.
ratio
2. Risiko Nilai Tukar,, berupa risiko terhadap perubahan kurs valuta asing.
3. Risiko Perubahan Tingkat Bunga (interest rate risk),
), merupakan risiko yang timbul akibat
adanya fluktuasi tingkat suku bunga pinjaman, terutama untuk pinjaman dengan tingkat
suku bunga mengambang (floating
(
interest rate).
4. Risiko Pembiayaan Kembali (refinancing risk), merupakan
akan risiko yang terkait dengan
struktur jatuh tempo pinjaman.
5. Risiko Operasional (operational
(
risk), mencakup berbagai bentuk risiko yang berbeda
termasuk di dalamnya adanya kesalahan transaksi pada berbagai tahapan pelaksanaan
pinjaman, kelemahan dalam pengawasan/sistem internal, adanya bencana alam, dsb.
Selain itu juga dibuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menggalang dana
pinjaman pemerintah daerah yang bersumber dari masyarakat sebagai salah satu sumber
pendanaan daerah. Sumber pendanaan tersebut
tersebu t adalah obligasi daerah untuk mendanai
investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Sampai saat ini, Pemerintah Daerah provinsi Jawa Barat belum memanfaatkan
sumber-sumber
sumber penerimaan pembiayaan yang lain kecuali
kec
SiLPA.
Dari sisi skema pembiayaan, sejalan dengan PP 54 Tahun 2005 tersebut, sumber
sumber penerimaan pembiayaan yang dapat
dap t diperoleh pemerintah daerah, terlihat pada
gambar berikut :
Gambar 3.4.
Skema Pembiayaan dan Pinjaman Daerah
III- 36
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Seiring dengan terus berkembangnya kebutuhan pendanaan pembangunan daerah,
terutama dalam pendanaan infrastruktur strategis seperti jalan tol, bandara dan pelabuhan,
pemerintah daerah terus mencari peluang sumber pendanaan masyarakat. Dalam kerangka
itu, sejalan dengan ketentuan pasal 57 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, telah diberi peluang kepada daerah
untuk menerbitkan Obligasi daerah dalam mata using rupiah di pasar domestik, yang dapat
digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. Adapun persyaratannya sebagaimana diatur dalam
pasal 54 dan 55 UU 33 Tahun 2004 tersebut meliputi :
a. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi
75 % dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan
pemerintah;
c. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersala dari pemerintah;
d. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain;
e. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman
daerah;
f. Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam
proyek tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah.
Selain ketentuan tersebut, penerbitan Obligasi Daerah wajib mengikuti peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
APBD Provinsi Jawa Barat setiap tahun mengalami defisit anggaran namun dapat
ditutup dengan pembiayaan. Pertumbuhan realisasi defisit anggaran tersebut rata-rata per
tahun selama kurun waktu 5 tahun (2005-2009) mengalami peningkatan sebesar 164,14%.
Untuk menutupi anggaran defisit tersebut yaitu dari penerimaan pembiayaan dengan ratarata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 33,21%, begitu pula pengeluaran
pembiayaan rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami penurunan sebesar 45,25%,
sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
III- 37
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.16.
Perkembangan Realisasi Pembiayaan Tahun 2005 – 2009
Pembiayaan
Tahun
Penerimaan
2004
668.422.608.753,22
2005
875.138.565.709,09
2006
2007
2008
2009
Pertumbuhan
Penerimaan
Pengeluaran
Pertumbuhan
Pengeluaran
1.042.319.998.034,09
Surplus/Defisit
Pertumbuhan
Defisit
(373.897.389.280,87)
30,93
1.390.744.563.948,00
33,43
(515.605.998.238,91)
1.000.895.098.841,00
14,37
1.140.356.061.204,00
(18,00)
(139.460.962.363,00)
72,95
956.579.936.351,00
(4,43)
366.854.431.319,00
(67,83)
589.725.505.032,00
522,86
1.293.149.429.191,00
35,18
57.164.926.472,00
(84,42)
1.235.984.502.719,00
109,59
90,02
264.714.067.255,00
363,07
2.192.482.699.294,00
2.457.196.766.549,00
Rata-Rata per Tahun
33,21
45,25
37,90
77,39
164,14
Sumber : Data Tahun 2005 s.d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD, Tahun 2009 Perda tentang Perubahan APBD
3.3.2. Non Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Non APBD)
Selain dana APBD, daerah menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat
(APBN) berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang pengalokasiannya
sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat untuk kepentingan pelaksanaan pembangunan di
Jawa Barat serta dana yang bersumber dari swasta dan masyarakat yang diperkirakan
memberikan kontribusi lebih dari 80% dari anggaran pembangunan.
Kapasitas pendanaan pembangunan yang bersumber dari potensi Non APBD, baik
yang bersumber dari APBN, PHLN maupun partisipasi masyarakat dan dunia usaha, dapat
diutarakan sebagaimana uraian berikut :
A. Sumber Pendanaan APBN
Sumber pendanaan pembangunan dari APBN yang masuk ke Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, berupa dana APBN dekonsentrasi yang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya
kepada OPD Provinsi dan dana APBN Tugas Pembantuan, yang dikelola oleh OPD di
Kabupaten/Kota maupun oleh OPD Provinsi.
Besarnya alokasi APBN yang masuk ke Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya mengalami
fluktuasi. Pada tahun 2005, total APBN yang masuk ke Provinsi Jawa Barat mencapai sebesar
Rp. 3,625 trilyun, tahun 2006 sebesar Rp. 3,347 trilyun, tahun 2007 sebesar Rp. 3,542 trilyun,
dan pada tahun 2008 sebesar Rp 3,690 trilyun serta pada tahun 2009 sebesar Rp. 5,825
trilyun. Adapun perkembangan alokasi APBN di Jawa Barat selama kurun waktu 5 (Lima)
tahun (2005 s.d 2009) dapat dilihat pada tabel 3.17.
III- 38
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.17.
Jumlah Dana APBN Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Provinsi Jawa Barat tahun 2005 – 2009
Alokasi Anggaran APBN Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan
Tahun
Dana (Rp. 000,-)
% Perubahan
2005
3.625.222.642
2006
3.347.311.395
(7,67)
2007
3.542.579.416
5,83
2008
3.690.065.799
4,16
2009
5.825.556.629
57,87
Sumber : DIPA APBN Ditjen Perbendaharaan Kanwil XII Bandung 2008-2009
Pada tahun 2008 alokasi dana dekonsentrasi tersebar di 21 (dua puluh satu) OPD,
tahun 2009 tersebar di 22 (dua puluh dua) OPD dan tahun 2010 tersebar di 23 (dua puluh
tiga) OPD. Penambahan
OPD pada tahun 2010
yang mendapatkan alokasi anggaran
Dekonsentrasi yaitu Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD), Badan
Ketahanan Pangan Daerah serta alokasi khusus untuk Balai Proteksi THP serta Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih TPH. Sedangkan OPD yang tidak mendapatkan ialah Dinas
Komunikasi dan Informasi serta Badan Pendidikan dan Pelatihan.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat merupakan OPD yang memperoleh alokasi dana
Dekonsentrasi terbesar baik pada tahun 2008 yang mencapai Rp. 2,817 trilyun maupun pada
tahun 2009 yang mencapai Rp. 4,508 trilyun. OPD yang memperoleh alokasi dana
dekonsentrasi terbesar kedua adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dimana pada tahun
2008 memperoleh alokasi anggaran Rp. 31,433 milyar dan pada tahun 2009 mencapai
Rp.32,846 milyar. Sedangkan alokasi dana APBN Dekonsentrasi terkecil berada pada OPD
Dinas Komunikasi dan Informasi baik pada tahun 2008 Rp.46,544 juta maupun pada tahun
2009 yaitu sebesar Rp. 43,850 juta.
Untuk lebih jelasnya, distribusi alokasi dana APBN berupa dana dekonsentrasi yang
masuk ke Provinsi Jawa Barat melalui OPD Provinsi Jawa Barat sebagaimana terlihat pada
Tabel 3.18 berikut ini.
III- 39
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.18.
Alokasi Dana Dekonsentrasi berdasarkan OPD di Provinsi Jawa Barat
No
1
Organisasi Perangkat Daerah
Dinas Pertanian Tanaman
Pangan
2
Dinas Peternakan
3
Dinas Perkebunan
4
Dinas Kehutanan
5
Dinas Pendidikan
6
Dinas Perikanan
7
Dinas Perindustrian Dan
Perdagangan
8
Dinas Energi Dan Sumber Daya
Mineral
9
Dinas Sosial
10 Dinas Tenaga Kerja &
Transmigrasi
11 Dinas Kesehatan
12 Dinas Koperasi Usaha Kecil Mikro
dan Menengah
13 Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
14 Dinas Komunikasi Dan Informasi
15 Biro Pemerintahan Umum
16 Badan Kepegawaian Daerah
17 Biro Bina Produksi
18 Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Daerah
19 Badan Pemberdayaan Masyarat
dan Pemerintahan Desa
20 Badan Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat
21 Badan Perpustakaan dan
Kearsipan Daerah
22 Dinas Perumahan dan
Permukiman
23 Badan Pendidikan dan Pelatihan
Daerah
24. Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah
(BKPPMD)
25. Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan
26. Sekretariat Daerah
27. Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih TPH
Jumlah Keseluruhan
Alokasi Anggaran
Tahun 2009
Tahun 2008
Tahun 2010
31.433.513.000
32.846.892.000
24.300.671.000
7.164.279.000
3.484.480.000
3.687.018.000
2.817.367.856.000
9.879.240.000
5.716.200.000
4.591.743.000
3.550.598.000
4.508.177.930.000
7.789.148.000
3.777.550.000
3.948.650.000
3.708.705.000
3.856.763.436.000
8.502.375.000
5.156.980.000
5.993.970.000
2.061.700.000
1.000.000.000
1.000.000.000
1.000.000.000
25.358.476.000
25.210.141.000
22.609.004.000
4.993.769.000
7.082.508.000
14.244.861.000
22.724.343.000
8.120.550.000
23.856.497.000
5.804.300.000
7.183.500.000
6.616.317.000
1.568.955.000
653.125.000
500.000.000
46.544.000
567.355.000
233.858.000
15.683.800.000
43.850.000
636.060.000
11.322.500.000
240.000.000
-
500.000.000
500.000.000
500.000.000
16.189.379.000
42.969.226.000
53.204.656.000
548.580.000
300.000.000
167.830.000
11.215.000.000
5.502.070.000
7.204.739.000
-
1.150.000.000
2.600.000.000
-
228.400.000
-
-
-
150.000.000
-
-
1.197.000.000
-
-
450.000.000
-
-
7.102.458.000
2.984.607.725.000 4.680.568.411.000 4.065.827.675.000
III- 40
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Untuk alokasi APBN Tugas Pembantuan di Jawa Barat, pada tahun 2008, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 184,253 Milyar lebih, untuk
tahun 2009 mendapat alokasi sebesar Rp. 179,432 Milyar dan pada tahun 2010 mengalami
peningkatan kembali menjadi Rp. 272,463 Milyar.
Untuk perinciannya, distribusi alokasi dana APBN Tugas Pembantuan yang masuk ke
Provinsi Jawa Barat melalui OPD Provinsi sebagaimana terlihat pada Tabel 3.19 berikut ini.
Tabel 3.19.
Alokasi Dana Tugas Pembantuan untuk Organisasi Perangkat Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10.
11.
12.
Kabupaten/Kota
Dinas Peternakan
Dinas Perkebunan
Dinas Pertanian Tanaman
Pangan
Setda (Biro Bina Produksi)
Dinas Kesehatan
Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
Dinas Sosial
Dinas Perikanan dan
Kelautan
Dinas Bina Marga
Dinas PSDA
Dinas Kimrum
Dinas Koperasi & UKM
Jumlah
2008
3.669.095.000
2.464.430.000
Pagu Dana
2009
745.627.000
1.786.000.000
190.000.000
-
1.375.000.000
-
8.893.844.000
-
7.868.175.000
3.772.080.000
6.672.180.000
93.005.765.000
61.503.789.000
1.000.000.000
4.968.466.000
3.717.305.000
161.853.863.000
100.431.869.000
-
184.253.577.000
179.432.481.869
2010
21.002.550.000
14.561594.000
65.169.700.000
16.753.450.000
1.309.882.000
7.582.547.000
24.422.826.000
12.287.753.000
90.411.869.000
20.250.285.000
272.463.919.882
B. Sumber Pendanaan dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
Sumber pendanaan pembangunan Non APBD yang masuk ke Pemerintah Provinsi
Jawa Barat selain APBN adalah PHLN yang pengelolaannya diserahkan dan dikelola
sepenuhnya oleh Badan/Lembaga Keuangan Non Pemerintah terkait yang memiliki kegiatan
berlokasi di wilayah Provinsi. Sumber pendanaan pembangunan PHLN di Jawa Barat, yang
tercatat pada tahun 2009 sesuai kategori DIPA yang masuk ke Jawa Barat dari Total Anggaran
sebesar Rp. 23,969 Triliyun, sebagaimana terlihat pada tabel 3.20 berikut ini :
III- 41
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.20
Rekap DIPA Tahun 2009 Provinsi Jawa Barat Tahun 2009
Nomor
Kategori DIPA
Pagu (Rp.)
1
2
3
4
Kantor Pusat
Kantor Daerah
Dekonsentrasi
Tugas Pembantuan
Jumlah
Sumber : Kanwil XII Ditjen Perbendaharaan Bandung
7.823.027.742.000
10.320.601.497.000
4.680.568.411.000
1.144.988.218.000
23.969.185.868.000
Dari jumlah alokasi APBN yang masuk ke Jawa Barat sebesar Rp.23,969 Trilyun pada
tahun 2009, untuk dana yang bersumber dari PHLN sebesar Rp.771,282 Milyar dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 3.21
Alokasi Dana PHLN berdasarkan Kementerian di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kementerian dan Lembaga
Besar Anggaran (Rp.)
Dalam Negeri
Pertanian
Energi dan SDM
Perhubungan
Pendidikan Nasiopnal
Kesehatan
Kehutanan
Kelautan dan Perikanan
Pekerjaan Umum
Badan Pertanahan Nasional
LIPI
Bakosurtanal
51.517.775.000
22.919.580.000
50.000.000.000
139.070.000.000
58.938.329.000
3.226.750.000
26.305.330.000
7.750263.000
260.263.547.000
8.103.004.000
20.000.000.000
123.188.000.000
Jumlah :
Sumber : Kanwil XII Ditjen Perbendaharaan Bandung
771.282.578.000
Dari Tabel di atas dapat terlihat bahwa kementerian Pekerjaan Umum memperoleh
alokasi pendanaan PHLN terbesar yaitu sebesar Rp.260,264 Milyar, dibandingkan dengan
alokasi kementerian lembaga lainnya. Sedangkan kementerian yang memperoleh alokasi
pendanaan PHLN terkecil yaitu Departemen Kesehatan sebesar Rp. 3,227 Milyar.
C. Sumber Pendanaan Pembangunan dari Partisipasi swasta dan masyarakat
Kebijakan pembangunan yang bersumber dari kemitraan yang berupa kerjasama
pemerintah dan swasta adalah kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha dalam
III- 42
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
penyediaan infrastruktur, baik meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau
meningkatkan kemampuan infrastruktur maupun kegiatan pengelolaan infrastruktur
dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Jawa Barat, Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
yang telah tercantum dalam buku Public Private Partnerships adalah kegiatan yang berkaitan
dengan sektor air bersih, persampahan, jalan tol, dan bandara internasional Jawa Barat.
Selanjutnya untuk pendanaan yang bersumber dari partisipasi dunia usaha dan
industri serta masyarakat baik dalam program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) dan
corporate social responsibility (CSR) diarahkan untuk dapat mengisi ruang lingkup pendidikan,
kesehatan, permodalan, peribadatan, prasarana dan sarana dasar lingkungan, energi listrik
pedesaaan dan kegiatan – kegiatan sosial.
Untuk alokasi pendanaan pembangunan yang diterima langsung oleh masyarakat dan
bersumber dari PKBL dan CSR tahun 2010 Rp.151 milyar (sumber: koordinator PKBL Jawa
Barat ).
Untuk lebih menggeliatkan dan mensinergiskan partisipasi dunia usaha dan Industri
serta masyarakat dalam pembangunan maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah
menyiapkan dokumen perencanaan yang bisa dijadikan panduan dalam penyaluran danadana partisipasi tersebut.
3.4
Arah Kebijakan Keuangan Daerah
3.4.1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah
Kebijakan anggaran tahun 2010 untuk pendapatan daerah yang merupakan potensi
daerah dan sebagai penerimaan Provinsi Jawa Barat sesuai urusannya diarahkan melalui
upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah dan dana
perimbangan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah :
1. Memantapkan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah;
2. Meningkatkan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi;
3. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah dengan
Pemerintah Pusat, OPD Penghasil, Kabupaten/Kota, POLRI;
4. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatkan kontribusi
secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah;
III- 43
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
5. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah;
6. Meningkatkan peran dan fungsi UPT, UPPD dan Balai Penghasil dalam peningkatan
pelayanan dan pendapatan.
7. Meningkatkan pengelolaan asset dan keuangan daerah
Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan Dana Perimbangan sebagai upaya
peningkatan kapasitas fiskal daerah adalah sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri (PPh OPDN), PPh Pasal 21 dan BPHTB;
2. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya Alam sebagai dasar perhitungan pembagian
dalam Dana Perimbangan;
3. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaan Dana Perimbangan.
Berdasarkan perkembangan komponen pendapatan dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2008, selanjutnya diproyeksikan perkiraan pendapatan daerah Tahun 2011-2012
sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.22.
III- 44
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tabel 3.22
Proyeksi APBD Provinsi Jawa Barat T.A. 2011-2012
No.
URAIAN APBD
1
2
A.
TAHUN ANGGARAN
2009
2010
%
2011
%
2012
%
3
4
5
6
7
8
9
PENDAPATAN DAERAH
6.942.390.155.500,00
7.757.548.524.262,00
11,74
8.473.804.796.529,00
9,23
9.207.277.276.223,00
8,66
1.
Pendapatan Asli Daerah
5.176.292.473.000,00
5.622.864.544.262,00
0,09
6.496.555.733.729,00
15,54
7.313.108.583.034,00
12,57
a. Pajak Daerah
4.835.280.000.000,00
5.147.194.809.291,00
0,06
28.632.573.000,00
29.142.597.500,00
0,02
c. Hasil Perusahaan Milik
Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
dipisahkan
138.211.462.000,00
204.202.603.139,00
0,48
d. Lain-lain PAD yang Sah
174.168.438.000,00
242.324.534.332,00
0,39
1.763.254.316.000,00
2.105.354.014.000,00
0,19
1.965.076.625.800,00
(6,66)
1.882.191.339.187,00
(4,22)
a. Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
786.016.696.000,00
980.659.774.000,00
0,25
b. Pos Dana Alokasi Umum
977.237.620.000,00
1.086.123.940.000,00
0,11
c. Pos Dana Alokasi Khusus
-
38.570.300.000,00
-
2.843.366.500,00
29.329.966.000,00
9,32
12.172.437.000,00
(58,50)
11.977.354.002,00
(1,60)
b. Retribusi Daerah
2.
Dana Perimbangan
3.
Lain-lain Pendapatan yang sah
4.
Bagian Pinjaman Pemerintah
Daerah
III- 45
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
No.
URAIAN APBD
1
2
B.
TAHUN ANGGARAN
2009
2010
%
2011
%
2012
%
3
4
5
6
7
8
9
BELANJA DAERAH
8.262.578.445.826,00
9.560.556.639.525,54
15,71
8.473.804.796.529,00
(11,367)
9.207.277.276.223,00
8,66
1.
Belanja Tidak Langsung
5.388.574.793.783,75
6.468.835.330.447,54
0,20
5.410.880.600.419,00
(16,35)
6.445.094.093.356,00
19,11
a. Belanja Pegawai
1.083.681.567.815,00
1.628.776.576.249,54
0,50
b. Belanja Bunga
-
-
c. Belanja Subsidi
16.050.000.000,00
12.195.120.550,00
(0,24)
d. Belanja Hibah
100.306.241.000,00
136.829.361.000,00
0,36
e. Belanja Bantuan Sosial
326.735.979.968,75
165.496.000.000,00
(0,49)
15,24
2.762.183.182.867,00
(22,47)
f. Belanja Bagi Hasil kepada
Provinsi/Kab/Kota dan Pemdes
1.842.907.237.500,00
1.958.495.732.648,00
0,06
g. Belanja Bantuan Keuangan
kepada Pemda/Pemdes
1.928.893.767.500,00
2.492.042.540.000,00
0,29
h. Belanja Tidak Terduga
2.
Belanja Langsung
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal
90.000.000.000,00
75.000.000.000,00
2.874.003.652.042,25
3.091.721.309.078,00
384.125.696.850,00
249.308.422.430,00
1.566.111.018.191,00
1.710.662.535.776,40
0,09
923.766.937.001,25
1.131.750.350.871,60
0,23
III- 46
0,08
(0,35)
3.562.924.196.110,00
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
No.
URAIAN APBD
1
2
C.
TAHUN ANGGARAN
2009
2010
%
2011
%
2012
%
3
4
5
6
7
8
9
PEMBIAYAAN
1.310.594.009.826,00
1.803.080.349.495,54
37,58
500.000.000.000,00
(72,27)
1.
Penerimaan
1.310.761.917.081,00
1.803.008.115.263,54
0,38
500.000.000.000,00
(72,27)
a.
Sisa lebih Perhitungan
Anggaran
Daerah
tahun
Sebelumnya
1.310.761.917.081,00
1.803.008.115.263,54
0,38
500.000.000.000,00
(72,27)
8.973.804.796.529,00
(6,14)
2.
b. Pencairan Dana Cadangan
-
-
c. Penerimaan Pinjaman Daerah
-
-
-
167.907.255,00
72.234.232,00
-
a. Pembentukan Dana
Cadangan
-
-
b. Penyertaan Modal (investasi)
Pemda
-
-
-
1.679.072.255,00
72.234.232,00
-
-
-
-
8.262.746.353.081,00
9.560.628.873.757,54
Pengeluaran
c. Pembayaran Pokok Utang
-
d. Pemberian Pinjaman Daerah
VOLUME APBD
-
Catatan :
1. APBD 2009 dan APBD 2010 adalah APBD Murni
2. APBD 2011 : Target APBD memperhitungkan SiLPA
3. APBD 2012 : Target APBD sesuai RPJMD Tahun 2008-2013
III- 47
15,71
9.207.277.276.223,00
2,60
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Bila memperhatikan kecenderungan realisasi pendapatan daerah sejak tahun 20052009 terlihat bahwa terdapat peningkatan yang berfluktuasi. Bahkan, berdasar pada
Perubahan APBD 2009, diperkirakan pendapatan daerah pada tahun 2009 mengalami
pertumbuhan negatif, terutama yang bersumber dari jenis pajak kendaraan bermotor.
Capaian pendapatan selama ini didukung oleh kondisi ekonomi regional yang stabil dan
keberhasilan dalam melakukan upaya-upaya intensifikasi dalam meningkatkan pendapatan
daerah. Namun demikian, pada tahun 2009 kondisi ekonomi makro dan regional mengalami
penurunan sebagai imbas krisis ekonomi global yang terjadi dari tahun 2008, sehingga
berimplikasi juga pada tingkat pendapatan asli daerah terutama pajak daerah yang
pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi masyarakat. Untuk memperbaiki
kondisi tersebut, perlu ada upaya-upaya peningkatan pendapatan yang lebih intens dilakukan
disertai dengan peningkatan pelayanan publik serta upaya intensifikasi/ekstensifikasi yang
lebih giat, sehingga diharapkan pada tahun 2011 memungkinkan ada peningkatan
pendapatan daerah yang cukup signifikan. Terlebih lagi dengan diberlakukannya UU No
28/2009, telah memberi peluang kepada Pemerintah apabila beberapa prasyarat tersebut
dilakukan.
Untuk tahun 2011, diproyeksikan pendapatan daerah mencapai Rp.8,473 trilyun,
dibandingkan target tahun 2010 sebesar Rp. 7,757 trilyun, maka terdapat peningkatan
pendapatan daerah sebesar 10,23%. Proyeksi pendapatan daerah Tahun 2011 ini belum
mempertimbangkan peningkatan penerimaan dari sektor pajak yang mengalami kenaikan
tarif sesuai dengan Undang-Undang 28 Tahun 2009 dan telah menghilangkan potensi
penerimaan dari sektor pajak pemanfaatan air tanah dan dana perimbangan bagi hasil pajak
dari BPHTB yang harus dialih-kelolakan kepada Kabupaten/Kota mulai tahun 2011.
Sementara itu untuk alokasi belanja daerah diproyeksikan pada tahun 2011 sebesar Rp. 8,473
trilyun.
3.4.2. Arah Kebijakan Belanja Daerah
Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah tahun 2010
disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari
input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat
daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan
anggaran ke dalam program/kegiatan.
III-48
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Kebijakan belanja daerah tahun 2011 tetap diarahkan untuk mendukung pencapaian
target IPM 80, dimana dengan mempertimbangkan pencapaian IPM tahun 2008 baru sebesar
70,97 diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pencapaian IPM 80.
Dengan perencanaan anggaran yang konsisten dan fokus, diproyeksikan pencapaian IPM 80
ditargetkan tercapai pada tahun 2015. Perencanaan pembangunan yang mendukung
pencapaian IPM 80 diarahkan untuk memperkuat bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi,
infrastruktur, dan suprastruktur.
Kebijakan belanja daerah tahun 2011 diupayakan dengan pengaturan pola
pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, antara lain melalui:
1. Esensi utama penggunaan dana APBD adalah untuk meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat oleh karena itu akan terus dilakukan peningkatan programprogram yang berorientasi pada masyarakat dan berupaya melaksanakan realisasi belanja
daerah tepat waktu dengan mendorong proses penetapan Perda APBD secara tepat
waktu pula.
2. Meningkatkan kualitas anggaran belanja daerah melalui pola penganggaran yang berbasis
kinerja dengan pendekatan tematik pembangunan yang disertai sistem pelaporan yang
makin akuntabel.
3. Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total belanja daerah tahun
2011 tidak termasuk alokasi anggaran untuk kegiatan yang belum selesai tahun
sebelumnya (multi years), dalam rangka peningkatan indeks pendidikan meliputi Angka
Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah (AMH dan RLS).
4. Meningkatkan alokasi anggaran untuk kesehatan, menjadi 10% sesuai perintah UU
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan guna peningkatan kualitas dan aksesibilitas
pelayanan dasar kesehatan dalam rangka peningkatan indeks kesehatan masyarakat.
5. Mengalokasikan kebutuhan belanja fixed cost, regular cost, dan variable cost secara
terukur dan terarah, yaitu:
a. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam menjamin keberlangsungan operasional kantor
(biaya listrik, telepon, air bersih, BBM, internet, dan service mobil);
b. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang bersifat rutin sebagai pelaksanaan
TUPOKSI OPD, yang meliputi kegiatan koordinasi, fasilitasi, konsultasi, sosialisasi,
pengendalian & evaluasi, dan perencanaan;
c. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang mendukung program-program
pembangunan yang menjadi prioritas dan unggulan OPD, program/kegiatan yang
telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat (committed budget), dan
kegiatan multi years yang diprioritaskan untuk dilaksanakan pada TA 2010.
III-49
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
6. Sesuai dengan amanat UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, akan
dialokasikan anggaran untuk bidang infrastruktur jalan dan transportasi minimal 10% dari
perolehan pajak kendaraan bermotor dan bahan bakar kendaraan bermotor.
7. Dalam rangka pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) Gubernur Jawa Barat
2013 maka mulai dialokasikan dana cadangan dari APBD murni 2011.
8. Dalam upaya meningkatkan kinerja pembangunan Jawa Barat sebagaimana tercantum
dalam RPJMD Jawa Barat tahun 2008-2013 serta peningkatan koordinasi dan sinergitas
pembangunan antar tingkat pemerintahan, maka sesuai dengan kebutuhan, urusan dan
kemampuan keuangan, diperlukan dana bantuan kepada pemerintah kabupaten/kota
dan masyarakat yang terdiri dari bantuan keuangan, bantuan hibah dan subsidi.
9. Dalam upaya meningkatkan kinerja BUMD Provinsi Jawa Barat, maka dialokasikan dana
penyertaan modal kepada BUMD dalam anggaran RAPBD 2011 sesuai dengan kebutuhan,
kebijakan pimpinan dan ketersediaan dana.
10. Meningkatkan alokasi anggaran bidang ekonomi yang makin diorientasikan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
11. Mengalokasikan belanja tidak langsung yang meliputi gaji dan tunjangan PNS, belanja
subsidi, belanja hibah, belanja sosial, belanja bagi hasil kab/kota, belanja bantuan dengan
prinsip proporsional, pemerataan, dan penyeimbang, serta belanja tidak terduga yang
digunakan untuk penanggulangan bencana yang tidak teralokasikan sebelumnya.
12. Penggunaan anggaran berbasis tematik dalam penentuan anggaran belanja dengan
memperhatikan belanja tidak langsung dan belanja langsung dengan visi dan misi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap
pengguna anggaran tetap terukur.
13. Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian prioritas pembangunan, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat akan merintis skema pelaksanaan program/kegiatan pembangunan melalui
Tugas Pembantuan, baik kepada pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah desa.
14. Peningkatan efektivitas belanja bantuan keuangan dan bagi hasil kepada kabupaten/kota
dengan pola :
a.
Alokasi yang bersifat block grant dari Pos Bagi Hasil secara proporsional, guna
memperkuat kapasitas fiskal kabupaten/kota dalam melaksanakan otonomi daerah;
b. Alokasi yang bersifat spesific grant dari pos bantuan kepada Kabupaten/Kota yang
diarahkan dalam rangka mendukung agenda akselerasi pencapaian Visi Jawa Barat
2008-2013 yaitu :
1) Berdasarkan pola penyaluran yang bersifat kompetisi melalui Program
Pendanaan Kompetisi (PPK).
III-50
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
2) Membagi alokasi menjadi tiga bagian yaitu dana pemerataan, dana proporsional
dan dana penyeimbang. Dana pemerataan dialokasikan sama untuk setiap
Kabupaten/Kota,
dana
proporsional
dihitung
berdasarkan
indeks
Kabupaten/Kota, dan dana penyeimbang ditentukan berdasarkan variabel
kualitatif seperti Ibu Kota Provinsi, Kabupaten/Kota perbatasan dengan Provinsi
lain serta Kabupaten/Kota yang akan menyelenggarakan even khusus yang
berskala regional atau nasional. Variabel-variabel yang digunakan untuk
menghitung indeks Kabupaten/Kota adalah : indeks fiskal daerah dan indeks
ruang fiskal, indeks kemiskinan dan proporsi kawasan lindung.
3) Kriteria kegiatan yang mendapatkan alokasi bantuan keuangan Kabupaten/Kota
antara lain meliputi dukungan terhadap upaya peningkatan IPM Jawa Barat,
penanggulangan masalah kemiskinan; penanggulangan masalah pengangguran
dan peningkatan pelestarian lingkungan khususnya kawasan lindung.
3.4.3. Proyeksi Kebutuhan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat 2011
Berdasarkan trend besaran anggaran belanja yang telah dianggarkan pada tahun 2009
dan 2010 serta pencapaian IPM hingga tahun 2008, untuk dapat mencapai IPM 80 pada
tahun 2015, dengan analisis kegiatan yang berpendekatan tematik dan kewilayahan,
diestimasikan kebutuhan belanja daerah dari APBD Provinsi Jawa Barat untuk tahun 2011,
mencapai Rp. 9,473 Trilyun. Kebutuhan anggaran belanja daerah tersebut diperhitungkan
secara efisien didasarkan pada kebutuhan anggaran belanja menurut fungsi bidang
pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur.
Memperhatikan kebijakan pembangunan daerah di Jawa Barat pada tahun 2011,
maka diindikasikan proporsi alokasi anggaran belanja langsung sesuai dengan kebijakan
pembangunan tahun 2011 terbagi dalam belanja 1) common goals yang dioperasionalkan ke
dalam kegiatan : a) tematik dan b) kewilayahan serta belanja non common goals yang
memuat : a) fixed cost, b) bagi hasil pendapatan untuk kabupaten/kota, c) belanja tidak
terduga, d) bantuan sosial, e) hibah, serta f) commited budget sesuai kebijakan pimpinan
daerah.
Proporsi belanja tahun 2011 berdasarkan urusan terbagi menjadi 26 urusan wajib dan
9 urusan pilihan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan fungsi pendidikan
sebesar 20% (PMK Nomor 84/PMK.07/2009 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa dana fungsi
pendidikan meliputi dana kegiatan fungsi pendidikan formal, non formal dan informal
beserta gaji dan tunjangan seluruh penyelenggara pendidikan), fungsi kesehatan diupayakan
III-51
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
sebesar 10% (merujuk Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 yang masih menunggu
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur pendanaan fungsi
kesehatan). Selanjutnya bidang-bidang lainnya disesuaikan dengan prioritas dan kebijakan
Gubernur merujuk kepada RPJMD Tahun 2008-2013 termasuk di dalamnya janji Gubernur,
sinergi dengan prioritas nasional menurut RPJMN 2010-2014 termasuk di dalamnya kebijakan
MDGS, serta kebutuhan pembangunan sesuai dengan perkembangan kebutuhan aktual.
Adapun proporsi belanja kegiatan didalam RKPD tahun 2011 yang telah mengalami upaya
optimasi terhadap rencana yang telah ditetapkan, disajikan pada tabel 3.23 di bawah berikut
ini :
Tabel. 3.23
Proporsi Indikatif Belanja Kegiatan Tahun 2011 Berdasarkan Urusan
Tahun 2011
No.
WAJIB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
URUSAN
Pendidikan
Kesehatan
Lingkungan Hidup
Pekerjaan Umum
Penataan Ruang
Perencanaan Pembangunan
Perumahan
Pemuda dan Olah Raga
Penanaman Modal
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Kependudukan dan Catatan Sipil
Tenaga Kerja
Ketahanan Pangan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Perhubungan
Komunikasi dan Informasi
Pertanahan
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan
Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Sosial
Kebudayaan
Statistik
Kearsipan
Perpustakaan
III-52
Proporsi Indikatif
Belanja Kegiatan
20,002
10,170
1,321
5,558
0,043
1,291
0,430
0,281
0,185
0,058
0,005
2,180
0,364
0,179
0,011
0,344
0,517
0,002
0,017
2,913
1,152
0,342
0,451
0,098
0,028
0,073
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Tahun 2011
No.
URUSAN
Proporsi Indikatif
Belanja Kegiatan
PILIHAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kelautan dan Perikanan
Pertanian
Kehutanan
Energi dan Sumber Daya Mineral
Pariwisata
Industri
Perdagangan
Ketransmigrasian
Peningkatan Pemahaman dan Pengamalan Agama
TOTAL
0,298
2,062
0,021
0,558
0,408
0,274
0,617
0,005
0,247
52,503
Sumber: Analisis Bappeda
Adapun Belanja Bagi Hasil ke Kabupaten/Kota sekitar 26%, belanja rutin kantor, gaji dan
tunjangan, dan belanja tidak terduga sebesar 21,497%.
3.4.4. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Kebijakan
pembiayaan yang timbul karena jumlah pengeluaran lebih besar daripada penerimaan
sehingga terdapat defisit. Sumber penerimaan daerah berasal dari sisa lebih perhitungan
anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan (DCD), penyertaan modal, pembayaran
hutang pokok yang jatuh tempo dan sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan.
Untuk tahun 2011, struktur pembiayaan daerah untuk sumber penerimaan tidak
hanya berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu saja, namun diupayakan untuk
mendapatkan sumber-sumber lain seperti telah disebutkan di atas. Sedangkan untuk
pengeluaran pembiayaan direncanakan antara lain terdiri dari pembayaran hutang pokok
yang jatuh tempo dan penyertaan modal.
Guna perluasan potensi pembiayaan daerah yang diarahkan dalam pendanaan
pembangunan yang berorientasi profit, terus dilakukan langkah-langkah penguatan kapasitas
organisasi pemerintah daerah dalam mengantisipasi kebijakan obligasi daerah. Pertimbangan
untuk melakukan penyiapan organisasi pemerintah daerah dalam menghadapi kebijakan
obligasi, yaikni adanya keuntungan sebagai berikut :
a. Pemerintah Daerah dapat melakukan percepatan pembangunan (khususnya melalui
peningkatan pelayanan publik);
b. Adanya unsur keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah akan
menjadi daya dukung tersendiri bagi Pemerintah Daerah;
III-53
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
c. Pemerintah Daerah memiliki independensi dalam menentukan nilai obligasi yang akan
diterbitkan, tingkat bunga/kupon, jangka waktu, peruntukan, dll;
d. Peningkatan ekonomi daerah melalui penyediaan layanan umum yang menunjang
aktivitas perekonomian;
e. Promosi kepada pihak luar melalui publikasi di pasar modal akan menarik investor
menanamkan modalnya yang dapat melebihi nilai penerbitan Obligasi Daerah.
Diharapkan obligasi daerah akan dapat terwujud pada tahun 2015 mendatang,
melalui penyiapan hal hal berikut :
a. Penyiapan neraca daerah yang makin tertib, sehingga dapat mencapai kualifikasi opini
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ’wajar tanpa pengecualian’.
b. Penyiapan kelembagaan usaha daerah yang makin sehat;
c. Penyiapan analisis kerangka acuan kegiatan, studi kelayakan, proyeksi kapasitas
keuangan daerah serta analisis perhitungan kemampuan pembayaran kembali jika
menerbitkan oblikasi (sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban dan Publikasi
Informasi Obligasi Daerah).
III-54
Download