Refleksi 13 Tahun Perjalanan Otonomi Kusus Papua Oleh:Yohanes Akwan Direktur Perkumpulan Bin Madag Hom Teluk Bintun-Tanah Papua Binuni, 25/12/2014. Papua saat ini menghadapi suatu tantangan yang menuntut jawaban dari pemimpin Papua. Setelah 13 tahun melaksanakan Otonomi Khusus Papua, mengapa masyarakat Papua bertambah resah dan bukannya menikmati otonomi sebagai jembatan emas ataukah sebagaimana istilah aktifis bahwa otsus Papua gagal total? Pada era otonomi khusus, dihasilkan para pemimpin melalui proses pemilihan demokratis, mulai dari Provinsi Papua Dr. Yap Salosa, Barnabas Suebu, SH dan Lukas Enembe, Provinsi Papua Barat dengan Abraham Atururi. Para pemimpin diharapkan dapat menciptakan sejumlah keputusan-keputusan sebagai solusi mempercepat tujuan pembangunan Manusia Papua agar lebih berdaya pada masa datang. Pembangunan untuk mewujudkan kekayaan dan kwalitas hidup sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat dengan cara yang rasional mengunakan tekno ekonomik yang di mulai sejak tahap persiapan, perencanaan hingga implementasi. Pemerintah Pusat mengatakan kucuran dana kepada Pemerintah Papua dan Papua Barat cukup untuk mensejahterakan masyarakat Papua, yang dapat menciptakan kemandirian dan kemajuan masyarakat Papua. Namun, realitasnya masyarakat merasa otsus tidak bermanfaat dalam mewujudkan harapan dan cita-cita pembangunan, sebagaimana kita dapat jumpai protes warga di jalan-jalan, media massa dan media social atau ruang-ruang publik. situasi apa ini ? Izinkan saya melalui tulisan singkat ini menyampaikan pandangan permasalahan Papua dan tawaran masukan pemikiran baru untuk bersama kita mengatasi kelumpuhan 13 Tahun perjalanan Otonomi kusus Papua. Saya hanya masyarakat kaki abu bukan politisi dan tidak pernah memiliki kemampuan memimpin daerah. Pandangan ini berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung dengan beberapa responden. sehingga kekurangan dalam penulisan ini mohon di maklumi. Perubahan Mental Pemimpin Semenjak diterbitkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, pembangunan belum sepenuhnya berpihak pada masyarakat bawah. Perencanaan pembangunan dilaksanakan berdasarkan asumsi dan tidak berdasarkan perencanaan berkelanjutan dan secara pastisipatif dengan melibatkan kelompok akar rumput sebagai penerima manfaat dari kebijakan dan keputusan. Pemikiran pembangunan papua masih berorentasi pada politik kekuasaan sehingga menciptakan distorsi sosial yang melumpuhkan dan melahirkan mosi tidak percaya di sebagian besar kalangan akar rumput. Mental para pemimpin disegala tingkatan harus dirubah total. Perilaku pemimpin birokrasi yang bersifat rakus secara berlebihan, ingin menang sendiri, ingin cepat kaya sehingga mengabaikan aspek hukum sebagai pedoman dalam menjalankan mandat rakyat, dimana para pemimpin beserta antek-anteknya selalu menghalalkan segala cara untuk menjarah uang rakyat dan menyelesikan masalah sering mengunakan cara-cara kekerasan dimana kondisi ini sudah menjadi budaya. Korupsi merupakan akar kemiskinan di Papua, rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah makin meningkat sehingga melahirkan aksi Rakyat Papua ingin memisakan diri dari NKRI. Terlapas dari itu, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK belum serius menangani masalah korupsi di Papua. Banyak kasus-kasus tidak digubris oleh institusi negara sehingga berdampak pada meluasnya korupsi di Tanah Papua, mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten, Distrik dan Kampung. Pembagunan Papua tidak akan terwujud kalau manusianya tidak dirombak mentalnya atau kelakuan pelaku pembangunan. Sehebat apapun perencanaan dilakukan akan tetap jalan ditempat karena prilaku birokasi yang tidak mecerminkan etos keja, niscaya tidak akan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Papua. Apabila kita gagal menciptakan pemerintahan bersih dan berwibawa, bebas dari kurupsi, kolusi dan nepotisme, maka sudah jelas pembangunan Papua akan tetap jalan di tempat. Reformasi harus diwujudkan dan bukan sekedar retorika. Pemerintah wajib mereformasi birokrasi menjadi lebih bersih, handal dan bertanggung jawab dalam bekerja melayani rakyat dan mendukung penegakan supremasi hukun agar rasa keadilan dan kehadiran pemerintah benarbenar dirasakan oleh masyarakat Papua Kerjasama Solusi Sukses Pembangunan Membangun Papua, cenderung kita terpaku pada konsep pembangunan nasional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat Papua. Pemerintah, pelaku pembangunan dan masyarakat Papua sudah saatnya untuk mengoreksi diri. Perubahan perilaku merupakan solusi sukses pembagunan, dengan cara para pemimpin dan pelaku pembangunan harus berani memberantas segala bentuk budaya dan praktek-praktek yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma hukum serta semangat otonomi kusus. Otsus adalah jembatan emas menurut Pemerintah Jakarta untuk meredam cita-cita Aspirasi Papua Merdeka dan menggantikanya dengan pendekatan kesejahteraan melalui sejumlah kebijakan yang dijabarkan oleh Pemerintah Papua. Jembatan emas akan terwujud apabila semua pihak memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Mewujudkan pembangunan Papua, yakni: mulai dari diri kita, keluarga dan lingkungan agar secara bersama kita memahami tujuan dan peran masing-masing pihak yang saling bersingungan agar terbangun kesepakatan bersama untuk kerja bersama mewujudkan pembagunan Papua yang maju dan berdaya saing di segala bidang. Pemerintah harus menjadi katalisator untuk melekatkan semua kepentingan rakyat diatas segalanya. Dalam membangun, pemerintah penting melihat, mendengar dan merasakan secara langsung apa yang di kehendaki rakyat sehingga distorsi social tidak lagi terjadi. Pemerintah penting untuk merubah dan membuat kebijakan Pebaikan Sistem politik di daerah agar wakil rakyat dan pemimpin hari ini benar-benar menjalakan tugasnya. Pemerintah harus mampu menyusun perencanaan pembangunan yang sesuai dengan budaya masyarakat adat papua, yaitu: perencanaan pembangunan masyarakat pesisir, masyarakat pegunungan dan masyarakat dataran, dengan tidak menghilangkan konsep pembagunan ekonomi hijau. Kita harus berani mengatakan mampu membangun Papua untuk masa depan papua yang jauh lebih baik dari hari ini. Kita jangan putus-putus untuk mengulirkan wacana tentang konsep pembagunan daerah yang berpihak pada kelompok akar rumput. Percaya Tuhan akan senantiasa menyertai dan memberkati kita dalam setiap pekerjaan, dengan kata lain. tidak ada satu kaum akan membantu kaum lain, selain kaum itu bangkit dan menolong dirinya sendiri sebagai mana kata I.S Kejne di Gunung Aitumeri pada tahun 1925. **Anes**