laporan penelitian analisis biaya relevan dan pengambilan

advertisement
KodePuslitbang : 4-TN
LAPORAN PENELITIAN
ANALISIS BIAYA RELEVAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
INVESTASI (RELEVANT COSTS AND DECISION MAKING OF
INVESTMENT)
TIM PENELITI :
1. Nama Ketua
NIDN
2. Nama Anggota
NIP
:
:
:
:
Dr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak.
1121036701
Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto K., SE. MM
19541020 198503 1 001
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA
SAMARINDA
2015
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
: AnalisisBiayaRelevandanPengambilanKeputusanInvestasi
(Relevant Costs And Decision Makingof Investment)
Kode/Nama Rumpun Ilmu
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
b. NIDN
c. Jabatan Fungsional
d. Fakultas/Program
Studi
e. Nomor HP
f. Surel (e-mail)
Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap
b. NIP
c. Fakultas/Program
Studi
Sumber Biaya
Waktu Pelaksanaan
: 4-TN
:
:
:
:
Dr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak.
1121036701
Lektor Kepala
Ekonomi/Akuntansi
: 081346272281
: [email protected]
: Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto K., SE. MM
: 19541020 198503 1 001
: Ekonomi/Manajemen
: Stimulan Untag 1945 Samarinda dan Swadana
: Juni – Oktober 2015
Samarinda, 30 Oktober 2015
Mengetahui,
Dekan,
Ketua Peneliti,
Prof. Dr. LCA. Robin Jonathan, MM. M.SiDr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak.
NIP. 19500811 198502 1 001
NIDN: 1121036701
Menyetujui
Ketua LPPM,
Prof. Dr. FL. Sudiran, MHum., MSi.
NIP. 1948092119750 1 001
ii
RELEVANT COSTS AND DECISION MAKING OF INVESTMENT
Titin Ruliana, Eddy Soegiarto K.
Abstract
The activity of running a cultivation oyster mushroom, farmers faced with the decision of
several alternative fuel to generating baglog and fresh white mushrooms, which use LPG
fuel or wood fuel. Thus required an appropriate decision of some of the most favorable
alternative. The study was conducted at Enterprises of White Oyster Mushroom
inSamarinda City, East Kalimantan, Indonesia. Data were analyzed using financial ratios to
assess and calculate the revenues, expenses, and investment decisions. This research aims
to: 1) Analyze and calculate a more favorable alternative between to the use of fuel than the
fuel LPG compared fuel timber on white oyster mushroom cultivation in Samarinda City
based on: (1) Costs and revenues; (2) Break even point (BEP); 2) Analyze and calculate
investment decisions on White Oyster Mushroom cultivation in Samarinda by: (1) Payback
Period; (2) Average Return On Investment (ROI); (3) Net Present Value (NPV). Results of
the study of white oyster mushroom cultivation in Samarinda City showed that: the decision
to use wood fuel more profitable than using LPG fuel.
Key words: alternative, decisions making, investment.
iii
ANALISIS BIAYA RELEVAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
INVESTASI
(RELEVANT COSTS AND DECISION MAKING OF INVESTMENT
Dr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak.
Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto K., SE. MM
Abstraksi
Kegiatan
menjalankan
suatu
usahajamur
tiramputih,
petani
dihadapkanpadapengambilankeputusandaribeberapa
altenatif
fuel
untukmenghasilkanbaglogdanjamurputihsegar, yaitumenggunakan fuel LPG atau fuel kayu.
Dengandemikiandiperlukansuatupengambilankeputusan yang tepatdaribeberapa alternative
yang paling menguntungkan. Penelitiandilakukanpada Usaha Jamur Tiram Putih di
Samarinda.
Data
penelitiandianalisismenggunakanrasiorasiokeuangandalammenilaidanmenghitungpenerimaan,
biaya,
dankeputusaninvestasi.
Penelitianinibertujuanuntuk:
1)
Menganalisisdanmenghitung
alternative
yang
lebihmenguntungkanantaramenggunakan fuel LPG dibandingkan fuel kayupadausaha jamur
tiram putih di Samarindaberdasarkan: (1) Biayadanpendapatan; (2) Break event point (BEP);
2) MenganalisisdanmenghitungkeputusaninvestasipadaBudidaya Jamur TiramPutih di
Samarindaberdasarkan: (1) Payback Period; (2) Average Return On Investment (ROI); (3)
Net Present Value (NPV). Hasilpenelitianusaha jamur tiram putih di
Samarindamenunjukkanbahwa:
pengambilankeputusanmenggunakan
fuel
kayulebihmenguntungkandibandingkanmenggunakan fuel LPG.
Kata Kunci: BiayaRelevan, PengambilanKeputusan, investasi
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul……..…………………………………………………………….
i
Halaman Pengesahan…………………………………………………………….
ii
Abstrak…………………………………………………………………………..
iv
Daftar Isi…………………………………………………………………………
vi
Daftar Tabel……………………………………………………………………... viii
Daftar Gambar…………………………………………………………………
BAB I
BAB II
x
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang..........................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah..................................................................
2
1.3.
Tujuan Penelitian......................................................................
3
LANDASAN TEORI
2.1.
InvestasidanCapital Budgeting…............................................
4
2.2.
Modal Investasi……………………………………………….
5
2.3.
InformasiKeuanganDiperlukandalamPengambilanKeputusanI
2.4.
nvestasi…………………………………………..
6
Break Event Point (BEP)………………………………………….
7
2.4.1 Biaya…………………………………………………………..
8
2.4.2 Pendapatan…………………………………………………….
9
2.5.
9
PengambilanKeputusanInvestasi……………………………
2.5.1. Payback Period (PP)………………………………………………
v
10
2.5.2. Return
On
Investment 10
(ROI)………………………………………
11
2.5.3. Net Present Value (NPV)…………………………………………
11
2.6.
11
JamurTiramPutih……………………………………………
2.6.1. Deskripsi Jamur Tiram Putih………………………………… 12
2.6.2. Manfaat Jamur Tiram Putih………………………………….. 13
2.7
Hipotesis……………………………………………………..
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jangkauan Penelitian................................................................. 14
3.2.
MetodePengambilanSampel…………………………………
14
3.3.
MetodePengumpulan Data……………………………………
14
3.4.
AlatAnalisisdanPengujianHipotesis………………………..
15
3.4.1. AlatAnalisis………………………………………………….
15
3.4.2. PengujianHipotesis…………………………………………..
15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil..........................................................................................
20
4.1.1 Investasi,
20
Biaya,
Pendapatan,
danKeuntungan
Usaha
JamurTiramPutih……………………………………………
……...
24
4.1.2
Analisis Break Event Point padaUsaha JamurTiramPutih….
27
4.1.3
AnalisisKelayakaninvestasipadaBudidaya Jamur TiramPutih
di Samarinda…………………………………………..
4.2
Pembahasan………………………………………………….
vi
30
30
4.2.1
Biaya,
Pendapatan,
danKeuntungan
Usaha
JamurTiramputih……………………………………………
30
…………….
4.2.2
Break Event Point Usaha JamurTiramputih…………………
4.2.3
Payback Period,
Value
31
Return On Invesment, dan Net Present
Budidaya
Jamur
TiramPutih…………………………………
BAB V SIMPULAN.........................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..
35
vii
DAFTAR TABEL
Nama
Halama
n
Nomo
r
Tabel Investasi Usaha JamurTiramPutih.......................................
20
4.1.
Tabel
BiayaOperasionaluntukProduksi 5.000 log........................
21
Pendapatan Usaha UsahaJamurTiramPutih.......................
22
4.2.
Tabel
4.3.
Tabel
Keuntungan,
4.4.
BaglogdanJamursegar……………………………………………………
R/C
ratio
dan
B/C
ratio
23
…..
Tabel
Break Event Point ( BEP ) padaUsaha JamurTiramPutih...
25
Payback Period, dan Return On Invesment,………………..
27
Net Present Value…………………………………………...
28
HasilAnalisisBudidayaJamurTiramPutih………………..
29
4.5.
Tabel
4.6.
Tabel
4.7.
Tabel
4.8.
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Nama
Halaman
Gambar4.1.
BEP ProduksiBaglogdenganenergi LPG danKayu………...
25
Gambar4.2.
BEP ProduksiJamurdenganenergi LPG danKayu………….
21
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara agraris yang potensialuntuk mengembangkan produksi
jamur, karena sumber daya alam yang dimiliki dan dapat dijadikan sebagai bahan produksi
jamur.Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam bebas. Jamur dapat
tumbuh dengan mudah di batang kayu atau tumbuhan dan sampah organik.
Jamur tiram putih atau dikenal dengan nama ilmiah Pleurotus ostreatus, merupakan
salah satu jamur kayu yang banyak dikonsumsi dan dibudidayakan oleh masyarakat. Jamur
tiram putih lebih mudah dibudidayakan.Jamur ini memiliki kandungan gizi tinggi, protein
yang relatif lebih tinggi dan lemak relatif lebih rendah dengan sayuran dan jamur yang
lainnya.
Salah satu penghasil jamur tiram putih di Kalimantan Timur adalah wilayah kota
Samarinda. Produksi jamur tiram putih di samarinda dikelola oleh para petani yang tersebar
pada daerah dan kecamatan di kota Samarinda. Penyebaran petani tergabung dalam asosiasi
pengusaha jamur tiram putih. Asosiasi inimerupakan media untuk musyawarah, menentukan
dan mengatur harga jual produk jamur tiram putih di kalangan masyarakat (pemerataan
produksi jamur dan stabilitas harga jamur).
Kegiatan menjalankan suatu usaha budidaya jamur tiram putih, seringkali petani
dihadapkan pada beberapa pilihan atau alternatif. Petani harus memilih satu alternatif yang
paling menguntungkan bagi usahanya.Oleh karena itu, petani memerlukan informasi biaya
yang dapat mengurangi ketidakpastian yang mereka hadapi sehingga memungkinkan mereka
menentukan pilihan yang baik.
2
Informasi biaya perlu diperhatikan olehpetani jamur tiram karena digunakan dalam
penetapan harga jual, efisiensi penggunaan sumber daya, dan evaluasi tentang lini produk
yang paling menguntungkan.
Informasi biaya dapat diperoleh melalui informasi akuntansi. Informasi akuntansi
dapat menjadi dasar yang andal bagi pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan
usaha kecil, antara lain keputusan pengembangan pasar, penetapan harga dan lain-lain.
Jenis pengambilan keputusan yang pentingbagi manajemen, disamping 0penentuan
harga jual, adalah pengambilan keputusan dalam penanaman modal (investment decision)
dan penggunaan energi antara kayu atau LPG.
Permasalahan yang dijumpai manajemen dalam pengambilan keputusan penanaman modal
adalah menentukan usulan investasi dana atau penanaman modal yang dapat menghasilkan
laba bagi perusahaan pada masa yang akan datang.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1) Apakah energi LPG lebih menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram
putih di Samarinda.
(1) Biaya dan pendapatan;
(2) Break event point (BEP);
2) Apakah investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda layak dilaksanakan.
(1) Payback Period
(2) Average Return On Investment (ROI)
(3) Net Present Value (NPV).
1.3 Tujuan Penelitian
3
Penelitian yang dilakukan pada bertujuan untuk ;
1) Menganalisis dan menghitung energi yang lebih menguntungkan antara LPG
dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda berdasarkan:
(1) Biaya dan pendapatan;
(2) Break event point (BEP);
2) Menganalisis dan menghitung kelayakan investasi pada Budidaya Jamur TiramPutih di
Samarinda berdasarkan:
(1) Payback Period
(2) Average Return On Investment (ROI)
(3) Net Present Value (NPV).
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Investasi dan Capital Budgeting
Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh
tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut (Kamaruddin, 2004:3).
Investasi yaitu Setiap pengeluaran modal atau dana yang ditanamkan keberbagai aktiva
dengan harapan dana tersebut akan diterima kembali baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Perbedaaan antara aktiva lancar dan aktiva tetap terletak pada waktu dan
cara perputaran dana yang tertanam. Investasi dalam aktiva lancar diharapkan dapat diterima
kembali dalam waktu yang relatif singkat atau kurang dari satu tahun. Sebaliknya, investasi
dalam aktiva tetap akan diterima kembali secara keseluruhan dalam beberapa tahun dan
kembalinya berangsur-angsur melalui depresiasi (Rosyida, 2000:11).
Oleh karena itu setiap keputusan untuk investasi memerlukan perencanaan yang
seksama. Ini disebabkan investasi tersebut akan memerlukan dana yang cukup besar
jumlahnya dan dana tersebut akan terikat untuk jangka waktu panjang. Perencanaan
investasi dapat dilakukan melalui analisis capital budgeting.
Capital budgeting merupakan proses evaluasi, menyeleksi modal yang dapat memberikan
pendapatan bagi perusahaan (Syamsuddin, 2009). Dalam proses capital budgeting terdapat 3 hal
yang harus diperhatikan oleh pengambil keputusan yaitu jenis proyek, ketersediaan dana, dan
pendekatan terhadap pengambilan keputusan. Salah satu penghambat dari proses capital
budgeting adalah keterbatasan jumlah uang yang tersedia. Besarnya dana yang dimiliki
perusahaan untuk melakukan kegiatan investasi sangat mempengaruhi keputusan-keputusan
yang diambil sebagaimanan terkait dengan diterima atau tidak usulan investasi tersebut.
5
2.2 Modal Investasi
Pengaturan pengeluaran modal investasi untuk keperluan biaya proyek yang efektif
perlu memperhatikan beberapa faktor dibawah ini : (1) Adanya usul-usul investasi, (2)
Penaksiran aliran kas dari usul-usul investasi tersebut, (3) Evaluasi aliran kas tersebut, (4)
Memilih investasi/proyekproyek sesuai dengan ukuran tertentu, dan (5) Penilaian terus
menerus terhadap proyek investasi setelah proyek tersebut diterima (Sumastuti, 2006: 123).
Sutojo (1993 : 86) menyatakan bahwa dalam perhitungan seluruh jumlah modal
investasi meliputi:
1) Dana Modal Tetap: Kebutuhan dana modal tetap dalam suatu proyek dimaksudkan untuk
pembiayaan dan pengadaan aktiva tetap.
2) Cadangan Kenaikan Dana: Pada saat penyusunan studi kelayakan dan saat pelaksanaan
pembangunan proyek, seringkali terpaut perbedaan waktu yang lama. Kemungkinan saat
itu terjadi kenaikan harga barang-barang modal yang cukup material. Disamping itu
dalam kontrak-kontrak tertentu misal pengadaan mesinmesin, pembangunan gedung
terjadi kenaikan harga maka investor atau pemilik proyek harus membayar
biayatambahan.
3) Dana Modal Kerja: Setelah proyek selesai dikerjakan, perusahaan akan beroperasi sesuai
dengan rencana. Rencana operasi perusahaan tentunya tidak cukup hanya dengan
memanfaatkan aktiva tetap yang tersedia. Akan tetapi memerlukan modal untuk operasi,
terutama untuk menunjang operasional awal. Hal ini disebabkan pada saat itu pemasukan
dari operasi ini lah yang disebut modal kerja atau working capital. Modal kerja ini
dibutuhkan untuk pengadaan persediaan, piutang dan sejumlah cadangan uang tunai.
2.3. Informasi Keuangan Diperlukan dalam Pengambilan Keputusan Investasi
6
Sebelum diputuskan apakah investasi diterima atau ditolak, maka informasi keuangan
yang terjadi dalam perusahaan perlu diketahui dan dianalisis terlebih dahulu. Informasi yang
berguna dalam penilaian suatu investasi adalah mengenai cash flow atau aliran kas (Rosyida,
2000:16).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aliran kas, yaitu: (1) Taksiran kas
haruslah didasarkan atas dasar setelah pajak, (2) Informasi tersebut haruslah didasarkan atas
“incremental” (kenaikan atau selisih) suatu proyek. Jadi harus diperbandingkan adanya
bagaimana aliran kas seandainya dengan dan tanpa proyek. (3) Aliran kas ke luar haruslah
tidak memasukan unsur bunga, apabila proyek itu direncanakan akan dibelanjai/didanai
dengan pinjaman. Biaya bunga tersebut termasuk sebagai tingkat bunga yang disyaratkan
(required rate of return) untuk penilaian proyek tersebut. Kalau kita ikut memasukkan unsur
bunga di dalam perhitungan aliran kas ke luar, maka akan terjadi penghitungan ganda
(Sumastuti, 2006 : 130).
Setiap jenis investasi selalu membutuhkan pengeluaran-pengeluaran tertentu dan
penerimaan-penerimaan. Pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan-penerimaan tersebut
biasa disebut dengan arus kas atau cash flow (Rahardjo, 2005: 221).
Arus kas keluar adalah pengeluaran uang atau pengeluaran lain yang mempunyai nilai
uang tertentu. Arus kas keluar ini digunakan untuk mengadakan investasi baru. Sedangkan
arus kas masuk adalah penerimaan uang atau bentuk penerimaan lain yang mempunyai nilai
tertentu. Arus kas masuk ini merupakan hasil dari investasi yang ditanamkan. Informasi
keuangan mengenai keuangan yang dilaporkan kurang tepat jika digunakan sebagai
penilaian usulan investasi. Akan tetapi lebih tepat jika didasarkan pada arus kas, karena
keuntungan yang dilaporkan dalam laporan rugi laba belum tentu dalam bentuk kas. Oleh
karena itu perusahaan bisa memiliki kas lebih besar atau lebih kecil dan dilaporkan dalam
laba rugi. Untuk mendapatkan tambahan keuntungan harus mempunyai kas untuk
7
ditanamkan kembali. Sehingga informasi keuangan mengenai arus kas perlu diketahui untuk
mengambil keputusan investasi (Riyanto, 1990:111-112).
2.8 Break Event Point (BEP)
Menurut Harmaizar dan Rosidayati (2004:261), analisis break event point (BEP)atau
titik impas atau juga sering disebut titik pulang pokok atau suatu metode yang mempelajari
hubungan antar biaya, keuntungan, dan volume penjualan / produksi dan juga dikenal
dengan analisis CVP (Cost-Volume-Profit) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang
harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan atau suatu usaha tidak mengalami
keuntungan maupun kerugian. Menurut Hansen dan Mowen (2006:274) “Titik impas (break
even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik di mana laba
sama dengan nol”. Perusahaan mendapatkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya
produksi yang dikeluarkan.
Kegunaan dari analisis titik impas ini antara lain untuk mengetahui volume penjualan
minimum agar perusahaan tidak menderita kerugian tetapi belum memperoleh laba,
menentukan volume penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan
tertentu, sebagai dasaruntuk mengendalikan kegiatan operasi perusahaan, dan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan harga jual(Hongren, dkk: 2005; 75).
Dengan mengetahui titik impasnya (break even point), manajer suatu perusahaan dapat
mengindikasikan tingkat penjualan yang disyaratkan agar terhindar dari kerugian, dan
diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk masa yang akan datang.
Dengan mengetahui titik impas ini, manajer juga dapat mengetahui sasaran volume
penjualan minimal yang harus diraih oleh perusahaan yang dipimpinnya.
2.8.1 Biaya
8
Menurut Charles T. Horngren, dkk (2005:31), Akuntan mendefinisikan biaya (cost)
sebagai sumber daya yang dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk tujuan
tertentu dan satuan biaya biasannya diukur dalam uang. Menurut Mulyadi (2010:8), dalam
arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang
telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Ada empat unsur
pokok dalam definisi biaya tersebut diatas:
1) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi;
2) Diukur dengan satuan uang;
3) Telah terjadi atau secara potensial akan terjadi;
4) Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu, jika pengorbanan sumber ekonomi tidak
menghasilkan manfaat dan mengeluaran biaya tetapi pengorbanan tidak mendatangkan
pendapatanmaka pengorbanan tersebut rugi.
2.8.2 Pendapatan
Soemarsono (2009:274), mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan,
adalah suatu peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari
penyerahan barang atau jasa atau aktiva usaha lainnya dalam suatu periode atau
pertambahan harta diluar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah. Jadi
pendapatan merupakan total tagihan kepada pelanggan atau barang yang dijual, baik secara
tunai maupun secara kredit yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan yang
mengakibatkan peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari
penyerahan barang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode.
2.9 Pengambilan Keputusan Investasi
9
Menurut Halim, dkk (2011:134), pengambilan keputusan investasi (penanaman
modal) penting bagi manajemen, karena berkaitan dengan sumber dana perusahaan dalam
jumlah relatif besar, jangka waktu investasi relatif lama dan masa yang akan datang yang
penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan manajemen dalam mengambil
keputusan investasi
Penilaian investasi diperlukan untuk menilai layak tidaknya suatu usulan investasi
dapat dilaksanakan. Metode yang digunakan untuk menilai usulan investasi diantaranya
sebagai berikut :
2.9.1 Payback Period (PP)
Payback periode merupakan metode yang digunakan untuk menghitung periode waktu
kembalinya dana yang diinvestasikan pada suatu proyek atau usaha tertentu. Perhitungan
Payback periode dapat mudah dilakukan, karena membandingkan antara nilai suatu investasi
dengan arus kas yang diproyeksikan diterima setiap periode, dalam hal ini umumnya setiap
tahun (Danang&Henry, 2009). Menurut Halim, dkk (2011:138), analisis Payback Period
merupakan jangka waktu / periode yang diperlukan investor untuk membayar kembali
semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk berinvestasi melalui suatu proyek.
2.9.2 Return On Investment (ROI)
Menurut Halim, dkk (2011:141), metode ini dinamakan pula dengan metode
accounting rate of return, karena perhitungannya menggunakan laba akuntansi. Metode ini
mengukur tingkat kemampuan laba (profitabilitas) yang diabaikan dalam metode payback
period. Laba bersih setelah pajak dalam hal ini adalah laba menurut akuntansi, yaitu laba
tunai dikurangi depresiasi (Earning After Tax). Sedangkan modal yang diinvestasikan dapat
berupa penanaman modal mula-mula atau berupa rata-rata modal yang diinvestasikan.
10
2.9.3 Net Present Value (NPV)
Metode Net Present Value merupakan metode yang dilakukan dengan cara
membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih atau laba bersih (Proceeds)
dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (Outlays).
Menurut Halim, dkk (2011:143) metode ini menghitung penerimaan kas (cash inflows)
pada masa yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai
sekarang. Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metode ini adalah dengan cara
membandingkan nilai sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan
nilai sekarang dari pengeluaran kas (cash outflows) selama investasi berlangsung. Kriteria
penilaianya adalah suatu usulan investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows
lebih besar dari nilai sekarang cash outflows-nya dan layak untuk dilaksanakan jika nilai
sekarang aliran kas bersihnya positif.
2.10 Jamur Tiram Putih
2.10.1 Deskripsi Jamur Tiram Putih
Jamur tiram disebut juga dengan oyster mushroom, bentuk tudungnya menyerupai
cangkang kerang atau tiram dengan bagian tepi agak bergelombang. Letak tangkai
tudungnya tidak tepat di tengah, tetapi agak ke samping (Suharjo, 2008). Jamur tiram
(Pleurotus ostreatus) atau jamur tiram putih adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk
setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna
putih hingga krem. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii atau King
Oyster Mushroom. (Muhamad Sulfahmi: 2011, 12),
Lebih lanjut (redaksi trubus, 2010:16) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor
lingkungan yang perlu menjadi pertimbangan bila membudidayakan jamur tiram putih, yaitu
11
kelembaban, suhu dan cahaya. Di samping itu, pertumbuhan jamur tiram putih memerlukan
beberapa parameter persyaratan, terutama mencakup temperatur, kelembaban relatif, waktu,
kandungan, CO2, dan cahaya. Kandungan gizi jamur tiram putih sangat lengkap. Nutrisinya
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu unsur mikro (Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat,
Energi), vitamin ( vitamin A, B, C, Niacin, Kartene), dan mineral (Kalsium, Fosfor, Kalium,
Zat Besi) Redaksi Trubus (2010: 9).
2.10.2 Manfaat Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih mempunyai kadar protein tinggi dengan asam amino yang lengkap
dan mengandung vitamin B1,B2, dan beberapa gram mineral dari unsur-unsur Ca, P, Fe, dan
K (pikiran rakyat:1992) dalam Wati (2010:10). Sedangkan menurut redaksi trubus (2010:4),
kandungan logam berat di jamur tiram putih juga masih jauh dibawah batas yang ditetapkan
dalam undang-undang Fruit Product Order And Prevention of Food Adulteration Act
Tahun 1954.
Redaksi trubus (2010:10) menambahkan bahwa jamur tiram mempunyai manfaat
sebagai obat beberapa penyakit. Jamur tiram dikenal masyarakat luas sebagai penurun
kolesterol yang ampuh. Selain itu, jamur tiram putih juga memiliki kandungan serat yang
sangat baik bagi pencernaan.Peneliti Mycoremediation menggunakan jamur tiram putih
untuk mengembalikan atau mengurangi polutan pada tanah. Jamur kayu sangat efektif
menurunkan kontaminasi pada lahan.
Jamur yang ditanam pada serbuk limbah penggergajian akan merombak limbah
tersebut menjadi suatu komoditas yang bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif dari
limbah serbuk tersebut dan juga dapat menjadi suatu bidang usaha bagi masyarakat
(Meiganati, 2007:15).
12
2.11 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini sebagai berikut:
1) Energi LPG lebih menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di
Samarinda, berdasarkan:
(3) Biaya dan pendapatan;
(4) Break event point (BEP);
2) Investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda layak dilaksanakan, berdasarkan:
(4) Payback Period
(5) Average Return On Investment (ROI)
(6) Net Present Value (NPV).
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jangkauan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di unit usaha budidaya jamur tiram kota Samarinda yang
tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Samarinda. Lokasi penelitian dipilih
mencakup semua data para petani jamur tiram putih yang terdaftar pada Asosiasi tersebut
(Patku Rohman, 2015: 49).Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Oktober 2015, untuk
memperoleh data melalui survei pendahuluan, wawancara kepada ketua Asosiasi Pengusaha
Jamur Tiram Samarinda.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan
(simple random sampling) yaitumetode sampel acak sederhana dengan asumsi bahwa setiap
anggota populasi petani jamur mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Penelitian ini mengambil sampel pada ketua asosiasi pengusaha jamur tiram putih di
Samarinda sebagai sampel acak pada penelitian ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian yang diperlukan mengggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Penelitian lapangan (Field Work Research)
Penelitian yang dilakukan dengan langsung meninjau atau mengamati objek yang
diteliti, terdiri dari:
14
1. Mengadakan wawancara dengan ketua APJS tentang aspek-aspek usaha anggota
petani jamur tentang kelayakan finansial usaha.
2. Pengamatan langsung guna memperoleh data yang akurat mengenai perusahaan
tersebut.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian dilakukan dengan membaca dan mempelajari berbagai literatur, karya
ilmiah yang membantu serta mendukung pembahasan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini.
3.4 Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis
3.4.1 Alat Analisis
Alat analisis penelitian ini terdiri dari:
3) Alternatif energi yang lebih menguntungkan antara LPG dibandingkan kayu pada usaha
jamur tiram putih di Samarinda menggunakan:
(1) Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya Total atau Revenue Cost Ratio (R/C Ratio):
adalah rasio untuk melihat penerimaan per satuan biaya yang dikeluarkan digunakan
indikator Revenue Cost Ratio (R/C ratio) (Soekartawi:2002), yaitu:
Penerimaan Total
Total Biaya
Pengambilan keputusan adalah :
R/C Ratio =
a. Jika R/C >1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena penerimaan
lebih besar dari biaya total.
b. Jika R/C <1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena
penerimaan lebih kecil dari biaya total.
c. Jika R/C =1, maka usahatani yang dilakukan adalah impas.
15
(2) Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya atau Benefit dan Cost Ratio (B/C Ratio),
merupakan perbandingan antara keuntungan atau pendapatan bersih yang diperoleh
dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. (Rahardi dan Hartono
(2003:69), yaitu:
B/C Ratio =
Pendapatan Bersih
Total Biaya
Pengambilan keputusan adalah :
a. Jika B/C > 0, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena pendapatan
lebih besar dari biaya total.
b. Jika B/C < 0, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena
pendapatan lebih kecil dari biaya total.
c. Jika B/C = 0, maka usahatani yang dilakukan adalah impas.
(3) Analisis Break Event Point (BEP) dalam unit dan dalam Rupiah (Hansen dan
Mowen, 2006:274) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya,
titik di mana laba sama dengan nol. Break Event Point (BEP) dirumuskan (Abdul
Halim dan Bambang S, 2005: 52-53) sebagai berikut:
Total Biaya Tetap
Impas Rupiah =
Total Biaya Variabel
1Total Harga Jual
Atau
Total Biaya Tetap
Impas Rupiah =
Rasio Margin Kontribusi
Biaya Tetap
16
Impas Unit
=
Harga jual per unit – Biaya Variabel per unit
4) Kelayakan investasi pada Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda berdasarkan:
(1) Payback PeriodMenurut Halim, dkk (2011:138), analisis payback period merupakan
jangka waktu / periode yang diperlukan investor untuk membayar kembali semua
biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk berinvestasi melalui suatu proyek dengan
rumus :
Payback Period =
Modal yang diinvestasikan
Aliran Kas Operasi
(2) Average Return On Investment (ROI) disebut juga metode accounting rate of return,
yaitu mengukur tingkat kemampuan laba (profitabilitas) yang diabaikan dalam
metode payback period (Halim, dkk, 2011:141),rumus :
Keuntungan
x 100 %
Total Biaya
(3) Net Present Value (NPV) yaitumenghitung penerimaan kas (cash inflows) pada masa
ROI =
yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang
(Halim, dkk, 2011:141), menggunakan rumus :
NPV = PV (Present Value) - I (Biaya Investasi Awal)
Kriteria penilaian kelayakan investasi menggunakan NPV adalah suatu usulan
investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows lebih besar dari nilai
sekarang cash outflows-nya
3.4.2. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini sebagai berikut:
17
Hipotesis diterima bila:
1) Energi LPG lebih menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di
Samarinda, berdasarkan:
(1) Biaya dan pendapatan;
(2) Break event point (BEP);
2) Investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda layak dilaksanakan, berdasarkan:
(1) Payback Period
(2) Average Return On Investment (ROI)
(3) Net Present Value (NPV).
Hipotesis ditolak bila:
1) Energi LPG tidak menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di
Samarinda, berdasarkan:
(1) Biaya dan pendapatan;
(2) Break event point (BEP);
2) Investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda tidak layak dilaksanakan,
berdasarkan:
(1) Payback Period
(2) Average Return On Investment (ROI)
(3) Net Present Value (NPV).
18
BAB IV
HASILDAN PEMBAHASAN
4.3
Hasil
4.3.1 Investasi, Biaya, Pendapatan, dan KeuntunganUsaha Jamur Tiram Putih
Analisis kelayakan usaha skala kecil budidaya jamur tiram putih dengan target
penjualan baglog dan penjualan jamur tiram putih segar perlu diperhitungkan, analisis usaha
ini dibuat dengan asumsi menggunakan energi LPG dan kayu untuk (Patku Rohman, 2015:
59-67), sebagai berikut:
Tabel 4.1 : Investasi Usaha Jamur Tiram Putih
Alternatif Energi
Investasi
LPG
Kumbung
Kayu bakar
Rp 26.041.000 Rp 26.041.000
Ruang Inokulasi
4.505.000
4.505.000
Peralatan
6.230.000
4.680.000
36.776.000
35.226.000
Jumlah
Sumber : Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Putih, Tahun 2015
Perbedaan
investasi dengan menggunakan altenatif energy LPG dan kayu bakar
terletak pada (1) pembelian steamer untuk menghasilkan panas pada proses pengapian; (2)
pembelian kompor untuk proses sterelisasi dengan bahan bakar LPG.
Tabel 4.2 : Biaya Operasional untuk Produksi 5.000 log.
Biaya
Alternatif Energi
19
LPG
Tetap
Rp
Variabel
612.933 Rp
Kayu
587.100
8.340.800
7.340.800
Tenaga Kerja Langsung
14.900.000
15.100.000
Jumlah
23.853.733
23.027.900
Sumber : Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Putih, Tahun 2015
Perbedaan jumlah biaya operasional terjadi pada (1) penyusutan peralatan dengan
perbedaan biaya dalam proses sterelisasi; (2) Biaya variabel dengan mengunakan bahan
bakar LPG pada proses sterelisasi lebih mahal daripada menggunakan bahan bakar kayu ;
(3) Biaya tenaga kerja pada proses sterelisasi dengan menggunakan bahan bakar LPG lebih
murah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja dengan menggunakan bahan bakar kayu.
20
Tabel 4.3 : Pendapatan Usaha Usaha Jamur Tiram Putih
Satuan
Alternatif Energi
Keterangan
LPG
Kayu
Pendapatan Per Periode Baglog:
Baglog yang dapat dijual
baglog
2700
2700
Pendapatan
= Harga x Jumlah baglog yang dapat dijual - Biaya Tetap
Rp
= Rp 6.000 x 2.700 baglog - Rp 612.933
Rp
15.587.067
15.612.900
= Rp 6.000 x 2.700 baglog - Rp 587.100
Pendapatan Per Periode Jamur:
Baglog yang menghasilkan jamur - Baglog yang rusak
baglog
1800
1800
= 2.000 baglog - (2.000 x 10%)
Pendapatan = Harga x Produksi (kg) - Biaya Tetap
= Rp 30.000 x 900 kg (0,5 / baglog x 1800) - Rp 612.933
Rp
= 900 kg (0,5 / baglog x 1800) x Rp 30.000 - Rp 587.100
Rp
26.387.067
26.412.900
Pendapatan Total:
Pendapatan Baglog + Pendapatan Jamur
= Rp 15.587.067 + Rp 26.387.067
Rp
= Rp 15.612.900 + Rp 26.412.900
Rp
41.974.134
42.025.800
Sumber : Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Putih, Tahun 2015.
Perbedaan jumlah pendapatan dengan menggunakan LPG dan pendapatan dengan
bahan bakar kayu terjadi dalam (1) pengurangan jumlah biaya tetap pada setiap pendapatan
baik pendapatan pada penjualan baglog dan pendapatan pada penjualan jamur tiram putih;
21
(2) Pendapatan penjualan total dengan menggunakan bahan bakar kayu pada proses
sterelisasi lebih besar daripada pendapatan total pada proses sterelisasi dengan menggunakan
bahan bakar LPG.
22
Tabel 4.4 : Keuntungan, R/C ratio dan B/C ratio Baglog dan Jamur segar
Alternatif Energi
Keterangan
Satuan
LPG
Kayu
Total Pendapatan:
Pendapatan Baglog + Pendapatan Jamur
Rp
41.974.134 42.025.800
Total Biaya Operasi
Rp
23.853.733 23.027.900
Keuntungan Per Periode
Rp
18.120.401 18.997.900
R/C ratio =
Penerimaan
Penerimaan
Total
/
Total
B/C ratio = Pendapatan Bersih / Total Biaya
%
1,76
1,82
%
0,76
0,82
Sumber : Hasil Penelitian.
Analisis perhitungan penerimaan atas biaya atau R/C ratio dalam Usaha Jamur Tiram
Putih dengan menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar pada proses
sterelisasinya memperoleh angka diatas angka 1.
Kriteria pengambilan keputusan dalam analisis penerimaan atas biaya atau R/C ratio,
jika R/C ratio >1, maka usaha yang dilakukan menguntungkan karena penerimaan lebih
besar dari biaya total, jika R/C ratio < 1, maka usaha yang dilakukan tidak menguntungkan,
karena penerimaan lebih kecil dari biaya total,
Usaha Jamur Tiram Putih yang dijalankan oleh para petani di Samarinda dengan
menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar “menguntungkan” karena jumlah
penerimaan lebih besar dari biaya total dengan nilai R/C ratio > 1 yakni dengan bahan bakar
LPG dengan nilai 1.76 bila menggunakan bahan bakar kayu dengan nilai 1.82.
23
Analisis perhitungan pendapatan bersih atas biaya atau B/C ratio dalam Usaha Jamur
Tiram Putih dengan menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar memperoleh
angka > 0.
Kriteria pengambilan keputusan dalam analisis pendapatan bersih atas biaya atau B/C
ratio, jika B/C ratio > 0, maka usaha yang dilakukan efisien, jika B/C ratio < 0, maka usaha
yang dilakukan tidak efisien.
Usaha Jamur Tiram Putih yang dijalankan oleh para petani di Samarinda dengan
menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar “efisien” karena jumlah pendapatan
bersih lebih besar dari biaya total dengan nilai B/C ratio >0 yakni pada proses sterelisasi
dengan bahan bakar LPG dengan nilai 0.76 dan pada proses sterelisasi menggunakan bahan
bakar kayu dengan nilai 0.82.
4.3.2 Analisis Break Event Point pada Usaha Jamur Tiram Putih
Analisis Break event point dalam Usaha Jamur Tiram Putih ini dilakukan dengan
analisis break event point produksi dan analisis break event point harga jual dengan
perbandingan perhitungan pada bahan bakar yang digunakan pada proses sterelisasi baglog
dengan perincian BEP produksi dan BEP harga jual.
24
Tabel 4.5: Break Event Point ( BEP ) pada Usaha Jamur Tiram Putih
Alternatif Energi
Keterangan
Satuan
LPG
Kayu
BEP Produksi Baglog:
= Biaya Total Produksi / Harga Jual Baglog
= Rp 14.312.240 / Rp 6.000
baglog
2.385
-
= Rp 13.816.740 / Rp 6.000
baglog
-
2.303
BEP Produksi Jamur:
= Rp 9.541.493 / Rp 30.000
Kg
318
-
= Rp 9.211.160 / Rp 30.000
kg
-
307
Sumber : Hasil Penelitian.
Berikut disajikan gambar BEP untuk produksi baglog dan BEP produksi jamur segar
dengan perbandingan menggunakan fuel LPG dan energi kayu.
Gambar 1 : BEP Produksi Baglog dengan energi LPG dan Kayu
Rupiah
TR
Area laba
LPG
Rp 14.312.240
TC A
Kayu bakar
Rp 13.816.740
BEP A
.
Rp 612.933
Area rugi
TC B
.
BEP B
Fixed Cost
Baglog
25
2.385
Sumber : Hasil Penelitian APJS 2015
Keterangan :
TC A
: Total Biaya Produksi baglog menggunakan energi LPG.
TC B
:Total Biaya Produksi baglog menggunakan energi kayu bakar .
BEP A
: Titik impas produksi baglog menggunakan energi LPG
BEP B
: Titik impas produksi baglog menggunakan energi kayu bakar.
Daerah yang diarsir diatas titik koordinat BEP menunjukkan perbedaan BEP
produksi baglog dengan bahan bakar LPG dan kayu. Area yang diarsir dibawah titik
koordinat BEP menunjukkan area rugi produksi baglog dengan bahan bakar yang berbeda.
Keterangan :
TC A
: Total Biaya Produksi jamur menggunakan energi LPG.
26
TC B
: Total Biaya Produksi jamur menggunakan energi kayu bakar.
BEP A
: Titik impas produksi jamur menggunakan energi LPG.
BEP B
: Titik impas produksi jamur menggunakan energi kayu bakar.
Daerah yang diarsir diatas titik koordinat BEP menunjukkan perbedaan BEP
produksi jamur dengan energi berbeda. Area yang diarsir dibawah titik koordinat BEP
menunjukkan area rugi produksi jamur dengan energi yang berbeda.
4.3.3 Analisis Kelayakan investasi pada Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda
Berikut kelayakan usaha jamur tiram putih di Samarinda berdasarkan aspek-aspek
Payback Period, Return On Invesment, dan Net Present Value.
Tabel 4.6: Payback Period, dan Return On Invesment,
Alternatif Energi
Keterangan
Satuan
LPG
Kayu
Payback Period:
= (Biaya Investasi / Keuntungan) x 1
Periode
= (Rp 60.016.800/Rp 18.120.401) x 1
Periode
= (Rp 57.666.800/Rp 18.997.900) x 1
Periode
Return On Invesment:
= (Keuntungan / Total Biaya) x 100%
Periode
3,32
-
Periode
-
3,04
27
= (Rp 18.120.401 / Rp 23.853.733) x
100%
%
75
-
%
-
82
= (Rp 18.997.900 / Rp 23.027.900) x
100%
Sumber : Hasil Penelitian, 2015
Perbedaan waktu pengembalian (Payback Period) pada usaha jamur tiram putih ini
dipengaruhi oleh faktor – faktor biaya dan keuntungan usaha. Pengembalian dengan
menggunakan bahan bakar kayu lebih cepat daripada pengembalian dengan menggunakan
bahan bakar LPG pada proses sterelisasi.
Periode produksi usaha jamur tiram ini adalah 5 bulan dalam satu periode, waktu
tersebut adalah periode awal produksi mulai dari pembibitan dan persiapan produksi sampai
dengan periode akhir produksi yaitu masa panen dan pasca panen.
Tingkat pengembalian laba (Return On Invesment) menggunakan dengan bahan bakar
LPG mempunyai tingkat 75% artinya setiap Rp 1 akan menghasilkan keuntungan sebesar
Rp 0,75. bila menggunakan energi kayu maka tingkat pengembalian 82% artinnya setiap Rp
1 akan menghasilkan keuntungan sebesar
Rp 0,82.
Tabel 4.7: Net Present Value
Alternatif Energi LPG
Alternatif Energi Kayu
Cash Flow* Present Value
(Rp)
(Rp)
Cash Flow* Present Value
(Rp)
(Rp)
Tahun
Interest
Rate **
1
0.835
18.120.401
15.100.334
8.997.900
16.812.301
2
0.783
19.620.401
15.365.652
20.497.900
16.052.862
3
0.693
21.120.401
14.637.497
21.997.900
15.245.648
4
0.613
22.620.401
13.873.516
23.497.900
14.411.702
28
5
0.543
24.120.401
13.091.587
24.997.900
13.567.859
Total Present Value
72.068.586
76.090.372
Original Investment
60.016.800
57.666.800
Net Present Value
12.051.786
18.423.572
Sumber : Hasil Penelitian, 2015
Perkiraan arus kas (Cash flow) berdasarkan tingkat pengembalian tahun 2015 selama 5
tahun, total NPV yang dihasilkan lebih besar bila menggunakan bahan bakar kayu
dibandingkan menggunakan bahan bakar LPG. Perkiraan arus kas (Cash flow) berdasarkan
tingkat pengembalian tahun 2015 menghasilkan total NPV selama 5 tahun pada aliran kas
sebesar Rp 12.051.786 dengan menggunakan energi LPG dan Rp 18.423.572 menggunakan
energi kayu bakar.
Tabel 8 : Hasil Analisis Budidaya Jamur Tiram Putih
Alternatif Energi LPG
Alternatif Energi Kayu
Hasil
Keterangan
Hasil
Keterangan
1 R/C ratio
1,76%
Menguntungkan
1,82%
Menguntungkan
2 B/C ratio
0,76%
Efisien
0,82%
Efisien
No
Alat
Analisis
3 BEP Baglog
4 BEP Jamur
2.385Log
318kg
5 BEP Baglog
Rp5.301
6 BEP Jamur
Rp10.602
Payback
7 Period
16,6
Total Produksi
2.700 baglog
Total Panen 900
kg
2.303Log
307kg
Total Produksi
2.700 baglog
Total Panen 900
kg
Harga Jual Rp
6.000
Rp5.117
Harga Jual Rp
6.000
Harga Jual Rp
30.000
Rp10.235
Harga Jual Rp
30.000
3,32 Periode
15,2
3,04 Periode
29
8 ROI
75%
Rp 1
menghasilkan
keuntungan 0,75
82%
Rp 1
menghasilkan
keuntungan 0,82
Keteran
gan :
*
9 NPV
Perkiraan aliran Rp18.423.57 Perkiraan aliran
Rp12.051.786
arus kas 5 tahun
2
arus kas 5 tahun
:
Proyeks
i Perkiraan Arus Kas bersih
**
: Tingkat Pengembalian yang disyaratkan 13%
Sumber : Hasil Penelitian, 2015
4.4 Pembahasan
4.4.1 Biaya, Pendapatan, dan Keuntungan Usaha Jamur Tiram putih.
Investasi jamur tiram putih dengan menggunakan energi kayu mempunyai jumlah
investasi sedikit dibandingkan dengan investasi menggunakan energi LPG dengan selisih
biaya investasi sebesar Rp 1.550.000. Selisih biaya investasi terjadi karena menggunakan
alternative proses pengapian yang berbeda dengan menggunakan energi LPG dan kayu
bakar. Biaya operasional usaha jamur tiram putih menggunakan energi kayu lebih murah
dibandingkan dengan biaya operasional menggunakan energi LPG selisih biaya sebesar Rp
825.833.
Pendapatan usaha jamur tiram putih dengan menggunakan energi kayu lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan menggunakan energi LPG dengan selisih
perolehan pendapatan sebesar Rp 51.666. Perolehan keuntungan dalam satu periode usaha
jamur tiram menggunakan energi LPG lebih sedikit dibandingkan dengan perolehan
pendapatan menggunakan energi kayu dengan selisih keuntungan sebesar Rp 877.499.
Keuntungan atas biaya atau disebut dengan R/C ratio dan analisis pendapatan bersih
atas biaya atau disebut dengan B/C ratio menggunakan energi kayu lebih besar
dibandingkan dengan penggunaan energi LPG dalam proses sterelisasi dengan selisih angka
30
sebesar 0,06. Analisis R/C ratio dan B/C ratio usaha jamur tiram putih di Samarinda ini
sudah layak untuk dilaksanakan karena kedua nilai R/C ratio > 1 dan nilai R/C ratio > 0.
4.4.2 Break Event Point Usaha Jamur Tiram putih
Titik impas produksi baglog dengan menggunakan energi kayu pada lebih rendah
dibanding dengan tingkat titik impas menggunakan energi LPG dengan selisih jumlah titik
impas sebesar 82 baglog. Titik impas produksi jamur segar dengan menggunakan energi
kayu juga lebih rendah dibanding dengan titik impas menggunakan energi LPG dengan
selisih jumlah titik impas sebesar 11 kg jumlah penghasilan jamur segar.
4.4.3 Payback Period,
Return On Invesment, dan Net Present Value Budidaya
Jamur TiramPutih
Jangka waktu atau periode yang diperlukan (Payback Period) untuk pengembalian
modal usaha jamur tiram putih dengan menggunakan energi LPG dan kayu mempunyai
perbedaan, waktu atau periode pengembalian dengan menggunakan energi kayu lebih cepat
dibandingkan dengan waktu atau periode pengembalian dengan energy LPG dengan selisih
0,28 Periode.
Perhitungan Return On Invesment dengan menggunakan energi LPG lebih sedikit
dibanding dengan Return On Invesment dengan menggunakan energi kayu. Return On
Invesment menggunakan energi kayu lebih menguntungkan dengan selisih 7%.
Net Present Value yang diterima dengan menggunakan energi kayu pada proses
sterelisasi lebih besar dibandingkan dengan Net Present Value yang diterima dengan energi
LPG pada proses sterelisasi dengan selisih perolehan sebesar
Rp 6.371.786.
31
BAB V
SIMPULAN
Budidaya budidaya jamur tiram putih menggunakan dua bahan bakar yaitu dengan
menggunakan bahan bakar LPG dan kayu, pemilihan alternatif bahan bakar tersebut samasama mempunyai nilai positif dengan nilai R/C ratio > 1 yakni 1,76 untuk R/C ratio
menggunakan bahan bakar LPG dan 1,82 untuk R/C ratio menggunakan bahan bakar kayu,
sedangkan untuk B/C ratio mempunyai nilai positif dengan angka >0 yakni 0,76 untuk B/C
ratio menggunakan bahan bakar LPG dan 0,82 untuk B/C ratio menggunakan bahan bakar
kayu.
Budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh para petani yang tergabung dalam
Asosiasi Pengusaha Jamur Samarinda (APJS) menghasilkan produk yang layak untuk
dilanjutkan mengingat perolehan pendapatan yang cenderung menguntungkan. Hal ini juga
ditunjang oleh beberapa hasil analisis usaha, yaitu analisis pendapatan / penerimaan usaha,
rasio perbandingan penerimaan atas biaya (R/C ratio), rasio keuntungan atas biaya (B/C
ratio), analisis Break Event Point (BEP) dan keputusan investasi yang terdiri dari (Payback
Period, Return On Invesment, Net Present Value) bahwa usaha tersebut menguntungkan dan
memberikan manfaat untuk periode-periode selanjutnya sehingga dapat digunakan sebagai
salah satu indikator dilaksanakan investasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
32
Abdul Halim dan Bambang Supomo, 2005,Akuntansi Manajemen,Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE.
Bambang, Riyanto, 1990,Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahan,. Edisi Ketiga, Cetakan keTigabelas, Yayasan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta.
Danang Sunyoto dan Henry Sarnowo, 2009,Ekonomi manajerial dan bisnis, Esia Media,
Bogor.
Halim, Abdul. 2011, Manajemen Keuangan Bisnis, Ghalia Indonesia, Gogor.
Hansen, Don. R dan Maryanne M. Mowen, 2006,Akuntansi Biaya. Edisi Ketujuh. Jilid 2,
Jakarta: Salemba Empat.
Harmaizar dan Rosidayati Rozalina, 2004, Pedoman Lengkap Pendirian dan Pengembangan
Usaha (Studi Kelayakan Bisnis), Penerbit: CV Dian Anugrah Prakasa, Bekasi.
Horngren, Charles T., Srikant M. Datar, dan George Foster, 2005, Akuntansi Biaya:
Penekanan Manajerial, Penerbit: PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Kamaruddin, Ahmad, 2007,Akuntansi Manajemen Dasar-Dasar Konsep Biaya Dan
Pengambilan Keputusan,edisi revisi kelima,Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Meiganati, KB, 2007, Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih Untuk
Pemanfaatan Limbah Industry Pengergajian (Tesis), Bogor: IPB, Sekolah
Pascasarjana.
Meiganati, KB,2007, Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih untuk
Pemanfaatan Limbah Industri Penggergajian [Tesis], Bogor: IPB, Sekolah
Pascasarjana.
Muhamad Sulfahmi, 2011, Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Jamur Tiram Putih Model
Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah, Skripsi, Program
Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Mulyadi, 2001,Akuntansi Manajemen: Konsep Manfaat, dan Rekayasa, Edisi Ketiga, Jakarta
: Penerbit Salemba Empat.
Patku Rohman, 2015, Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Jamur Tiram Putih di
Samarinda, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas 17 Agustustus 1945 Samarinda.
Rahardi, F., dan Rudi Hartono,2003, Agribisnis Penernakan, (Jakarta: Penebar Swadaya).
Rahardjo, Budi, 2005,"Laporan Keuangan Perusahaan. Membaca, Memahami dan
Menganalisis",Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
33
Redaksi Trubus, 2010, Jamur Tiram Dua alam; Dataran Rendah dan Dataran Tinggi
(Jakarta: Trubus, 2010)
Rosyida, Ifa, 2000,Pemaksimalan Alat-Alat Analisis Kelayakan Usaha, JurnalNasional, 05
Oktober 2007.
Soekartawi, A. Soeharjo, JL. Dilton dan JB. Hardaker 1994,: Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil, (Jakarta: UI-Press, 1994).
Suharjo, E. 2008. Budidaya Jamur Merang dengan Media Kardus. Agromedia.Jakarta.
Sumarsono, Sonny, 2009,Manajemen Bisnis Waralaba, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sumastuti, 2006,"Keunggulan NPV Sebagai Alat Analisis Uji Kelayakan Investasi Dan
Penerapannya",08 November 2007.
Sutojo, Siswanto, 1993,Teori dan Praktek; Studi Kelayakan Proyek, Seri Manajemen, No.
66, Cetakan Pertama, Penerbit Pustaka Binaman Pressindo, Yogyakarta.
Syamsuddin, Lukman, 2009,Manajemen Keuangan Perusahaan, Jakarta : PT. Rajagrafindo
Persada
Wati, R., 2000, Analisis Efisiensi Penggunaan Factor-Faktor Produksi dan Titik Impas
Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreoatus) (Studi Kasus Usaha Agribisnis Supa
Jamur Tiram Mandiri Di Kebun Percobaan Cikabayan Faperta IPB, Darmaga,
Bogor, Jawa Barat:, Skripsi, Bogor, IPB, Fakultas Pertanian.
Download