KodePuslitbang : 4-TN LAPORAN PENELITIAN ANALISIS BIAYA RELEVAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI (RELEVANT COSTS AND DECISION MAKING OF INVESTMENT) TIM PENELITI : 1. Nama Ketua NIDN 2. Nama Anggota NIP : : : : Dr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak. 1121036701 Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto K., SE. MM 19541020 198503 1 001 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA SAMARINDA 2015 i HALAMAN PENGESAHAN Judul Kegiatan : AnalisisBiayaRelevandanPengambilanKeputusanInvestasi (Relevant Costs And Decision Makingof Investment) Kode/Nama Rumpun Ilmu Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. NIDN c. Jabatan Fungsional d. Fakultas/Program Studi e. Nomor HP f. Surel (e-mail) Anggota Peneliti a. Nama Lengkap b. NIP c. Fakultas/Program Studi Sumber Biaya Waktu Pelaksanaan : 4-TN : : : : Dr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak. 1121036701 Lektor Kepala Ekonomi/Akuntansi : 081346272281 : [email protected] : Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto K., SE. MM : 19541020 198503 1 001 : Ekonomi/Manajemen : Stimulan Untag 1945 Samarinda dan Swadana : Juni – Oktober 2015 Samarinda, 30 Oktober 2015 Mengetahui, Dekan, Ketua Peneliti, Prof. Dr. LCA. Robin Jonathan, MM. M.SiDr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak. NIP. 19500811 198502 1 001 NIDN: 1121036701 Menyetujui Ketua LPPM, Prof. Dr. FL. Sudiran, MHum., MSi. NIP. 1948092119750 1 001 ii RELEVANT COSTS AND DECISION MAKING OF INVESTMENT Titin Ruliana, Eddy Soegiarto K. Abstract The activity of running a cultivation oyster mushroom, farmers faced with the decision of several alternative fuel to generating baglog and fresh white mushrooms, which use LPG fuel or wood fuel. Thus required an appropriate decision of some of the most favorable alternative. The study was conducted at Enterprises of White Oyster Mushroom inSamarinda City, East Kalimantan, Indonesia. Data were analyzed using financial ratios to assess and calculate the revenues, expenses, and investment decisions. This research aims to: 1) Analyze and calculate a more favorable alternative between to the use of fuel than the fuel LPG compared fuel timber on white oyster mushroom cultivation in Samarinda City based on: (1) Costs and revenues; (2) Break even point (BEP); 2) Analyze and calculate investment decisions on White Oyster Mushroom cultivation in Samarinda by: (1) Payback Period; (2) Average Return On Investment (ROI); (3) Net Present Value (NPV). Results of the study of white oyster mushroom cultivation in Samarinda City showed that: the decision to use wood fuel more profitable than using LPG fuel. Key words: alternative, decisions making, investment. iii ANALISIS BIAYA RELEVAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI (RELEVANT COSTS AND DECISION MAKING OF INVESTMENT Dr. Titin Ruliana, SE. MM, Ak. Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto K., SE. MM Abstraksi Kegiatan menjalankan suatu usahajamur tiramputih, petani dihadapkanpadapengambilankeputusandaribeberapa altenatif fuel untukmenghasilkanbaglogdanjamurputihsegar, yaitumenggunakan fuel LPG atau fuel kayu. Dengandemikiandiperlukansuatupengambilankeputusan yang tepatdaribeberapa alternative yang paling menguntungkan. Penelitiandilakukanpada Usaha Jamur Tiram Putih di Samarinda. Data penelitiandianalisismenggunakanrasiorasiokeuangandalammenilaidanmenghitungpenerimaan, biaya, dankeputusaninvestasi. Penelitianinibertujuanuntuk: 1) Menganalisisdanmenghitung alternative yang lebihmenguntungkanantaramenggunakan fuel LPG dibandingkan fuel kayupadausaha jamur tiram putih di Samarindaberdasarkan: (1) Biayadanpendapatan; (2) Break event point (BEP); 2) MenganalisisdanmenghitungkeputusaninvestasipadaBudidaya Jamur TiramPutih di Samarindaberdasarkan: (1) Payback Period; (2) Average Return On Investment (ROI); (3) Net Present Value (NPV). Hasilpenelitianusaha jamur tiram putih di Samarindamenunjukkanbahwa: pengambilankeputusanmenggunakan fuel kayulebihmenguntungkandibandingkanmenggunakan fuel LPG. Kata Kunci: BiayaRelevan, PengambilanKeputusan, investasi iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul……..……………………………………………………………. i Halaman Pengesahan……………………………………………………………. ii Abstrak………………………………………………………………………….. iv Daftar Isi………………………………………………………………………… vi Daftar Tabel……………………………………………………………………... viii Daftar Gambar………………………………………………………………… BAB I BAB II x PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah.................................................................. 2 1.3. Tujuan Penelitian...................................................................... 3 LANDASAN TEORI 2.1. InvestasidanCapital Budgeting…............................................ 4 2.2. Modal Investasi………………………………………………. 5 2.3. InformasiKeuanganDiperlukandalamPengambilanKeputusanI 2.4. nvestasi………………………………………….. 6 Break Event Point (BEP)…………………………………………. 7 2.4.1 Biaya………………………………………………………….. 8 2.4.2 Pendapatan……………………………………………………. 9 2.5. 9 PengambilanKeputusanInvestasi…………………………… 2.5.1. Payback Period (PP)……………………………………………… v 10 2.5.2. Return On Investment 10 (ROI)……………………………………… 11 2.5.3. Net Present Value (NPV)………………………………………… 11 2.6. 11 JamurTiramPutih…………………………………………… 2.6.1. Deskripsi Jamur Tiram Putih………………………………… 12 2.6.2. Manfaat Jamur Tiram Putih………………………………….. 13 2.7 Hipotesis…………………………………………………….. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jangkauan Penelitian................................................................. 14 3.2. MetodePengambilanSampel………………………………… 14 3.3. MetodePengumpulan Data…………………………………… 14 3.4. AlatAnalisisdanPengujianHipotesis……………………….. 15 3.4.1. AlatAnalisis…………………………………………………. 15 3.4.2. PengujianHipotesis………………………………………….. 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil.......................................................................................... 20 4.1.1 Investasi, 20 Biaya, Pendapatan, danKeuntungan Usaha JamurTiramPutih…………………………………………… ……... 24 4.1.2 Analisis Break Event Point padaUsaha JamurTiramPutih…. 27 4.1.3 AnalisisKelayakaninvestasipadaBudidaya Jamur TiramPutih di Samarinda………………………………………….. 4.2 Pembahasan…………………………………………………. vi 30 30 4.2.1 Biaya, Pendapatan, danKeuntungan Usaha JamurTiramputih…………………………………………… 30 ……………. 4.2.2 Break Event Point Usaha JamurTiramputih………………… 4.2.3 Payback Period, Value 31 Return On Invesment, dan Net Present Budidaya Jamur TiramPutih………………………………… BAB V SIMPULAN......................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….. 35 vii DAFTAR TABEL Nama Halama n Nomo r Tabel Investasi Usaha JamurTiramPutih....................................... 20 4.1. Tabel BiayaOperasionaluntukProduksi 5.000 log........................ 21 Pendapatan Usaha UsahaJamurTiramPutih....................... 22 4.2. Tabel 4.3. Tabel Keuntungan, 4.4. BaglogdanJamursegar…………………………………………………… R/C ratio dan B/C ratio 23 ….. Tabel Break Event Point ( BEP ) padaUsaha JamurTiramPutih... 25 Payback Period, dan Return On Invesment,……………….. 27 Net Present Value…………………………………………... 28 HasilAnalisisBudidayaJamurTiramPutih……………….. 29 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. viii DAFTAR GAMBAR Nomor Nama Halaman Gambar4.1. BEP ProduksiBaglogdenganenergi LPG danKayu………... 25 Gambar4.2. BEP ProduksiJamurdenganenergi LPG danKayu…………. 21 ix 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris yang potensialuntuk mengembangkan produksi jamur, karena sumber daya alam yang dimiliki dan dapat dijadikan sebagai bahan produksi jamur.Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam bebas. Jamur dapat tumbuh dengan mudah di batang kayu atau tumbuhan dan sampah organik. Jamur tiram putih atau dikenal dengan nama ilmiah Pleurotus ostreatus, merupakan salah satu jamur kayu yang banyak dikonsumsi dan dibudidayakan oleh masyarakat. Jamur tiram putih lebih mudah dibudidayakan.Jamur ini memiliki kandungan gizi tinggi, protein yang relatif lebih tinggi dan lemak relatif lebih rendah dengan sayuran dan jamur yang lainnya. Salah satu penghasil jamur tiram putih di Kalimantan Timur adalah wilayah kota Samarinda. Produksi jamur tiram putih di samarinda dikelola oleh para petani yang tersebar pada daerah dan kecamatan di kota Samarinda. Penyebaran petani tergabung dalam asosiasi pengusaha jamur tiram putih. Asosiasi inimerupakan media untuk musyawarah, menentukan dan mengatur harga jual produk jamur tiram putih di kalangan masyarakat (pemerataan produksi jamur dan stabilitas harga jamur). Kegiatan menjalankan suatu usaha budidaya jamur tiram putih, seringkali petani dihadapkan pada beberapa pilihan atau alternatif. Petani harus memilih satu alternatif yang paling menguntungkan bagi usahanya.Oleh karena itu, petani memerlukan informasi biaya yang dapat mengurangi ketidakpastian yang mereka hadapi sehingga memungkinkan mereka menentukan pilihan yang baik. 2 Informasi biaya perlu diperhatikan olehpetani jamur tiram karena digunakan dalam penetapan harga jual, efisiensi penggunaan sumber daya, dan evaluasi tentang lini produk yang paling menguntungkan. Informasi biaya dapat diperoleh melalui informasi akuntansi. Informasi akuntansi dapat menjadi dasar yang andal bagi pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan usaha kecil, antara lain keputusan pengembangan pasar, penetapan harga dan lain-lain. Jenis pengambilan keputusan yang pentingbagi manajemen, disamping 0penentuan harga jual, adalah pengambilan keputusan dalam penanaman modal (investment decision) dan penggunaan energi antara kayu atau LPG. Permasalahan yang dijumpai manajemen dalam pengambilan keputusan penanaman modal adalah menentukan usulan investasi dana atau penanaman modal yang dapat menghasilkan laba bagi perusahaan pada masa yang akan datang. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1) Apakah energi LPG lebih menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda. (1) Biaya dan pendapatan; (2) Break event point (BEP); 2) Apakah investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda layak dilaksanakan. (1) Payback Period (2) Average Return On Investment (ROI) (3) Net Present Value (NPV). 1.3 Tujuan Penelitian 3 Penelitian yang dilakukan pada bertujuan untuk ; 1) Menganalisis dan menghitung energi yang lebih menguntungkan antara LPG dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda berdasarkan: (1) Biaya dan pendapatan; (2) Break event point (BEP); 2) Menganalisis dan menghitung kelayakan investasi pada Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda berdasarkan: (1) Payback Period (2) Average Return On Investment (ROI) (3) Net Present Value (NPV). 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Investasi dan Capital Budgeting Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut (Kamaruddin, 2004:3). Investasi yaitu Setiap pengeluaran modal atau dana yang ditanamkan keberbagai aktiva dengan harapan dana tersebut akan diterima kembali baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perbedaaan antara aktiva lancar dan aktiva tetap terletak pada waktu dan cara perputaran dana yang tertanam. Investasi dalam aktiva lancar diharapkan dapat diterima kembali dalam waktu yang relatif singkat atau kurang dari satu tahun. Sebaliknya, investasi dalam aktiva tetap akan diterima kembali secara keseluruhan dalam beberapa tahun dan kembalinya berangsur-angsur melalui depresiasi (Rosyida, 2000:11). Oleh karena itu setiap keputusan untuk investasi memerlukan perencanaan yang seksama. Ini disebabkan investasi tersebut akan memerlukan dana yang cukup besar jumlahnya dan dana tersebut akan terikat untuk jangka waktu panjang. Perencanaan investasi dapat dilakukan melalui analisis capital budgeting. Capital budgeting merupakan proses evaluasi, menyeleksi modal yang dapat memberikan pendapatan bagi perusahaan (Syamsuddin, 2009). Dalam proses capital budgeting terdapat 3 hal yang harus diperhatikan oleh pengambil keputusan yaitu jenis proyek, ketersediaan dana, dan pendekatan terhadap pengambilan keputusan. Salah satu penghambat dari proses capital budgeting adalah keterbatasan jumlah uang yang tersedia. Besarnya dana yang dimiliki perusahaan untuk melakukan kegiatan investasi sangat mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil sebagaimanan terkait dengan diterima atau tidak usulan investasi tersebut. 5 2.2 Modal Investasi Pengaturan pengeluaran modal investasi untuk keperluan biaya proyek yang efektif perlu memperhatikan beberapa faktor dibawah ini : (1) Adanya usul-usul investasi, (2) Penaksiran aliran kas dari usul-usul investasi tersebut, (3) Evaluasi aliran kas tersebut, (4) Memilih investasi/proyekproyek sesuai dengan ukuran tertentu, dan (5) Penilaian terus menerus terhadap proyek investasi setelah proyek tersebut diterima (Sumastuti, 2006: 123). Sutojo (1993 : 86) menyatakan bahwa dalam perhitungan seluruh jumlah modal investasi meliputi: 1) Dana Modal Tetap: Kebutuhan dana modal tetap dalam suatu proyek dimaksudkan untuk pembiayaan dan pengadaan aktiva tetap. 2) Cadangan Kenaikan Dana: Pada saat penyusunan studi kelayakan dan saat pelaksanaan pembangunan proyek, seringkali terpaut perbedaan waktu yang lama. Kemungkinan saat itu terjadi kenaikan harga barang-barang modal yang cukup material. Disamping itu dalam kontrak-kontrak tertentu misal pengadaan mesinmesin, pembangunan gedung terjadi kenaikan harga maka investor atau pemilik proyek harus membayar biayatambahan. 3) Dana Modal Kerja: Setelah proyek selesai dikerjakan, perusahaan akan beroperasi sesuai dengan rencana. Rencana operasi perusahaan tentunya tidak cukup hanya dengan memanfaatkan aktiva tetap yang tersedia. Akan tetapi memerlukan modal untuk operasi, terutama untuk menunjang operasional awal. Hal ini disebabkan pada saat itu pemasukan dari operasi ini lah yang disebut modal kerja atau working capital. Modal kerja ini dibutuhkan untuk pengadaan persediaan, piutang dan sejumlah cadangan uang tunai. 2.3. Informasi Keuangan Diperlukan dalam Pengambilan Keputusan Investasi 6 Sebelum diputuskan apakah investasi diterima atau ditolak, maka informasi keuangan yang terjadi dalam perusahaan perlu diketahui dan dianalisis terlebih dahulu. Informasi yang berguna dalam penilaian suatu investasi adalah mengenai cash flow atau aliran kas (Rosyida, 2000:16). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aliran kas, yaitu: (1) Taksiran kas haruslah didasarkan atas dasar setelah pajak, (2) Informasi tersebut haruslah didasarkan atas “incremental” (kenaikan atau selisih) suatu proyek. Jadi harus diperbandingkan adanya bagaimana aliran kas seandainya dengan dan tanpa proyek. (3) Aliran kas ke luar haruslah tidak memasukan unsur bunga, apabila proyek itu direncanakan akan dibelanjai/didanai dengan pinjaman. Biaya bunga tersebut termasuk sebagai tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return) untuk penilaian proyek tersebut. Kalau kita ikut memasukkan unsur bunga di dalam perhitungan aliran kas ke luar, maka akan terjadi penghitungan ganda (Sumastuti, 2006 : 130). Setiap jenis investasi selalu membutuhkan pengeluaran-pengeluaran tertentu dan penerimaan-penerimaan. Pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan-penerimaan tersebut biasa disebut dengan arus kas atau cash flow (Rahardjo, 2005: 221). Arus kas keluar adalah pengeluaran uang atau pengeluaran lain yang mempunyai nilai uang tertentu. Arus kas keluar ini digunakan untuk mengadakan investasi baru. Sedangkan arus kas masuk adalah penerimaan uang atau bentuk penerimaan lain yang mempunyai nilai tertentu. Arus kas masuk ini merupakan hasil dari investasi yang ditanamkan. Informasi keuangan mengenai keuangan yang dilaporkan kurang tepat jika digunakan sebagai penilaian usulan investasi. Akan tetapi lebih tepat jika didasarkan pada arus kas, karena keuntungan yang dilaporkan dalam laporan rugi laba belum tentu dalam bentuk kas. Oleh karena itu perusahaan bisa memiliki kas lebih besar atau lebih kecil dan dilaporkan dalam laba rugi. Untuk mendapatkan tambahan keuntungan harus mempunyai kas untuk 7 ditanamkan kembali. Sehingga informasi keuangan mengenai arus kas perlu diketahui untuk mengambil keputusan investasi (Riyanto, 1990:111-112). 2.8 Break Event Point (BEP) Menurut Harmaizar dan Rosidayati (2004:261), analisis break event point (BEP)atau titik impas atau juga sering disebut titik pulang pokok atau suatu metode yang mempelajari hubungan antar biaya, keuntungan, dan volume penjualan / produksi dan juga dikenal dengan analisis CVP (Cost-Volume-Profit) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan atau suatu usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Menurut Hansen dan Mowen (2006:274) “Titik impas (break even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik di mana laba sama dengan nol”. Perusahaan mendapatkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Kegunaan dari analisis titik impas ini antara lain untuk mengetahui volume penjualan minimum agar perusahaan tidak menderita kerugian tetapi belum memperoleh laba, menentukan volume penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu, sebagai dasaruntuk mengendalikan kegiatan operasi perusahaan, dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual(Hongren, dkk: 2005; 75). Dengan mengetahui titik impasnya (break even point), manajer suatu perusahaan dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang disyaratkan agar terhindar dari kerugian, dan diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk masa yang akan datang. Dengan mengetahui titik impas ini, manajer juga dapat mengetahui sasaran volume penjualan minimal yang harus diraih oleh perusahaan yang dipimpinnya. 2.8.1 Biaya 8 Menurut Charles T. Horngren, dkk (2005:31), Akuntan mendefinisikan biaya (cost) sebagai sumber daya yang dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk tujuan tertentu dan satuan biaya biasannya diukur dalam uang. Menurut Mulyadi (2010:8), dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas: 1) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi; 2) Diukur dengan satuan uang; 3) Telah terjadi atau secara potensial akan terjadi; 4) Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu, jika pengorbanan sumber ekonomi tidak menghasilkan manfaat dan mengeluaran biaya tetapi pengorbanan tidak mendatangkan pendapatanmaka pengorbanan tersebut rugi. 2.8.2 Pendapatan Soemarsono (2009:274), mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan, adalah suatu peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan barang atau jasa atau aktiva usaha lainnya dalam suatu periode atau pertambahan harta diluar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah. Jadi pendapatan merupakan total tagihan kepada pelanggan atau barang yang dijual, baik secara tunai maupun secara kredit yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan yang mengakibatkan peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan barang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode. 2.9 Pengambilan Keputusan Investasi 9 Menurut Halim, dkk (2011:134), pengambilan keputusan investasi (penanaman modal) penting bagi manajemen, karena berkaitan dengan sumber dana perusahaan dalam jumlah relatif besar, jangka waktu investasi relatif lama dan masa yang akan datang yang penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan manajemen dalam mengambil keputusan investasi Penilaian investasi diperlukan untuk menilai layak tidaknya suatu usulan investasi dapat dilaksanakan. Metode yang digunakan untuk menilai usulan investasi diantaranya sebagai berikut : 2.9.1 Payback Period (PP) Payback periode merupakan metode yang digunakan untuk menghitung periode waktu kembalinya dana yang diinvestasikan pada suatu proyek atau usaha tertentu. Perhitungan Payback periode dapat mudah dilakukan, karena membandingkan antara nilai suatu investasi dengan arus kas yang diproyeksikan diterima setiap periode, dalam hal ini umumnya setiap tahun (Danang&Henry, 2009). Menurut Halim, dkk (2011:138), analisis Payback Period merupakan jangka waktu / periode yang diperlukan investor untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk berinvestasi melalui suatu proyek. 2.9.2 Return On Investment (ROI) Menurut Halim, dkk (2011:141), metode ini dinamakan pula dengan metode accounting rate of return, karena perhitungannya menggunakan laba akuntansi. Metode ini mengukur tingkat kemampuan laba (profitabilitas) yang diabaikan dalam metode payback period. Laba bersih setelah pajak dalam hal ini adalah laba menurut akuntansi, yaitu laba tunai dikurangi depresiasi (Earning After Tax). Sedangkan modal yang diinvestasikan dapat berupa penanaman modal mula-mula atau berupa rata-rata modal yang diinvestasikan. 10 2.9.3 Net Present Value (NPV) Metode Net Present Value merupakan metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih atau laba bersih (Proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (Outlays). Menurut Halim, dkk (2011:143) metode ini menghitung penerimaan kas (cash inflows) pada masa yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metode ini adalah dengan cara membandingkan nilai sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan nilai sekarang dari pengeluaran kas (cash outflows) selama investasi berlangsung. Kriteria penilaianya adalah suatu usulan investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows lebih besar dari nilai sekarang cash outflows-nya dan layak untuk dilaksanakan jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif. 2.10 Jamur Tiram Putih 2.10.1 Deskripsi Jamur Tiram Putih Jamur tiram disebut juga dengan oyster mushroom, bentuk tudungnya menyerupai cangkang kerang atau tiram dengan bagian tepi agak bergelombang. Letak tangkai tudungnya tidak tepat di tengah, tetapi agak ke samping (Suharjo, 2008). Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) atau jamur tiram putih adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga krem. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii atau King Oyster Mushroom. (Muhamad Sulfahmi: 2011, 12), Lebih lanjut (redaksi trubus, 2010:16) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor lingkungan yang perlu menjadi pertimbangan bila membudidayakan jamur tiram putih, yaitu 11 kelembaban, suhu dan cahaya. Di samping itu, pertumbuhan jamur tiram putih memerlukan beberapa parameter persyaratan, terutama mencakup temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan, CO2, dan cahaya. Kandungan gizi jamur tiram putih sangat lengkap. Nutrisinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu unsur mikro (Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat, Energi), vitamin ( vitamin A, B, C, Niacin, Kartene), dan mineral (Kalsium, Fosfor, Kalium, Zat Besi) Redaksi Trubus (2010: 9). 2.10.2 Manfaat Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih mempunyai kadar protein tinggi dengan asam amino yang lengkap dan mengandung vitamin B1,B2, dan beberapa gram mineral dari unsur-unsur Ca, P, Fe, dan K (pikiran rakyat:1992) dalam Wati (2010:10). Sedangkan menurut redaksi trubus (2010:4), kandungan logam berat di jamur tiram putih juga masih jauh dibawah batas yang ditetapkan dalam undang-undang Fruit Product Order And Prevention of Food Adulteration Act Tahun 1954. Redaksi trubus (2010:10) menambahkan bahwa jamur tiram mempunyai manfaat sebagai obat beberapa penyakit. Jamur tiram dikenal masyarakat luas sebagai penurun kolesterol yang ampuh. Selain itu, jamur tiram putih juga memiliki kandungan serat yang sangat baik bagi pencernaan.Peneliti Mycoremediation menggunakan jamur tiram putih untuk mengembalikan atau mengurangi polutan pada tanah. Jamur kayu sangat efektif menurunkan kontaminasi pada lahan. Jamur yang ditanam pada serbuk limbah penggergajian akan merombak limbah tersebut menjadi suatu komoditas yang bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif dari limbah serbuk tersebut dan juga dapat menjadi suatu bidang usaha bagi masyarakat (Meiganati, 2007:15). 12 2.11 Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut: 1) Energi LPG lebih menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda, berdasarkan: (3) Biaya dan pendapatan; (4) Break event point (BEP); 2) Investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda layak dilaksanakan, berdasarkan: (4) Payback Period (5) Average Return On Investment (ROI) (6) Net Present Value (NPV). 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jangkauan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di unit usaha budidaya jamur tiram kota Samarinda yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Samarinda. Lokasi penelitian dipilih mencakup semua data para petani jamur tiram putih yang terdaftar pada Asosiasi tersebut (Patku Rohman, 2015: 49).Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Oktober 2015, untuk memperoleh data melalui survei pendahuluan, wawancara kepada ketua Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Samarinda. 3.2 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan (simple random sampling) yaitumetode sampel acak sederhana dengan asumsi bahwa setiap anggota populasi petani jamur mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Penelitian ini mengambil sampel pada ketua asosiasi pengusaha jamur tiram putih di Samarinda sebagai sampel acak pada penelitian ini. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data penelitian yang diperlukan mengggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian lapangan (Field Work Research) Penelitian yang dilakukan dengan langsung meninjau atau mengamati objek yang diteliti, terdiri dari: 14 1. Mengadakan wawancara dengan ketua APJS tentang aspek-aspek usaha anggota petani jamur tentang kelayakan finansial usaha. 2. Pengamatan langsung guna memperoleh data yang akurat mengenai perusahaan tersebut. b. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian dilakukan dengan membaca dan mempelajari berbagai literatur, karya ilmiah yang membantu serta mendukung pembahasan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. 3.4 Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.4.1 Alat Analisis Alat analisis penelitian ini terdiri dari: 3) Alternatif energi yang lebih menguntungkan antara LPG dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda menggunakan: (1) Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya Total atau Revenue Cost Ratio (R/C Ratio): adalah rasio untuk melihat penerimaan per satuan biaya yang dikeluarkan digunakan indikator Revenue Cost Ratio (R/C ratio) (Soekartawi:2002), yaitu: Penerimaan Total Total Biaya Pengambilan keputusan adalah : R/C Ratio = a. Jika R/C >1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena penerimaan lebih besar dari biaya total. b. Jika R/C <1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena penerimaan lebih kecil dari biaya total. c. Jika R/C =1, maka usahatani yang dilakukan adalah impas. 15 (2) Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya atau Benefit dan Cost Ratio (B/C Ratio), merupakan perbandingan antara keuntungan atau pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. (Rahardi dan Hartono (2003:69), yaitu: B/C Ratio = Pendapatan Bersih Total Biaya Pengambilan keputusan adalah : a. Jika B/C > 0, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena pendapatan lebih besar dari biaya total. b. Jika B/C < 0, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena pendapatan lebih kecil dari biaya total. c. Jika B/C = 0, maka usahatani yang dilakukan adalah impas. (3) Analisis Break Event Point (BEP) dalam unit dan dalam Rupiah (Hansen dan Mowen, 2006:274) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik di mana laba sama dengan nol. Break Event Point (BEP) dirumuskan (Abdul Halim dan Bambang S, 2005: 52-53) sebagai berikut: Total Biaya Tetap Impas Rupiah = Total Biaya Variabel 1Total Harga Jual Atau Total Biaya Tetap Impas Rupiah = Rasio Margin Kontribusi Biaya Tetap 16 Impas Unit = Harga jual per unit – Biaya Variabel per unit 4) Kelayakan investasi pada Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda berdasarkan: (1) Payback PeriodMenurut Halim, dkk (2011:138), analisis payback period merupakan jangka waktu / periode yang diperlukan investor untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk berinvestasi melalui suatu proyek dengan rumus : Payback Period = Modal yang diinvestasikan Aliran Kas Operasi (2) Average Return On Investment (ROI) disebut juga metode accounting rate of return, yaitu mengukur tingkat kemampuan laba (profitabilitas) yang diabaikan dalam metode payback period (Halim, dkk, 2011:141),rumus : Keuntungan x 100 % Total Biaya (3) Net Present Value (NPV) yaitumenghitung penerimaan kas (cash inflows) pada masa ROI = yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang (Halim, dkk, 2011:141), menggunakan rumus : NPV = PV (Present Value) - I (Biaya Investasi Awal) Kriteria penilaian kelayakan investasi menggunakan NPV adalah suatu usulan investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows lebih besar dari nilai sekarang cash outflows-nya 3.4.2. Pengujian Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut: 17 Hipotesis diterima bila: 1) Energi LPG lebih menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda, berdasarkan: (1) Biaya dan pendapatan; (2) Break event point (BEP); 2) Investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda layak dilaksanakan, berdasarkan: (1) Payback Period (2) Average Return On Investment (ROI) (3) Net Present Value (NPV). Hipotesis ditolak bila: 1) Energi LPG tidak menguntungkan dibandingkan kayu pada usaha jamur tiram putih di Samarinda, berdasarkan: (1) Biaya dan pendapatan; (2) Break event point (BEP); 2) Investasi Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda tidak layak dilaksanakan, berdasarkan: (1) Payback Period (2) Average Return On Investment (ROI) (3) Net Present Value (NPV). 18 BAB IV HASILDAN PEMBAHASAN 4.3 Hasil 4.3.1 Investasi, Biaya, Pendapatan, dan KeuntunganUsaha Jamur Tiram Putih Analisis kelayakan usaha skala kecil budidaya jamur tiram putih dengan target penjualan baglog dan penjualan jamur tiram putih segar perlu diperhitungkan, analisis usaha ini dibuat dengan asumsi menggunakan energi LPG dan kayu untuk (Patku Rohman, 2015: 59-67), sebagai berikut: Tabel 4.1 : Investasi Usaha Jamur Tiram Putih Alternatif Energi Investasi LPG Kumbung Kayu bakar Rp 26.041.000 Rp 26.041.000 Ruang Inokulasi 4.505.000 4.505.000 Peralatan 6.230.000 4.680.000 36.776.000 35.226.000 Jumlah Sumber : Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Putih, Tahun 2015 Perbedaan investasi dengan menggunakan altenatif energy LPG dan kayu bakar terletak pada (1) pembelian steamer untuk menghasilkan panas pada proses pengapian; (2) pembelian kompor untuk proses sterelisasi dengan bahan bakar LPG. Tabel 4.2 : Biaya Operasional untuk Produksi 5.000 log. Biaya Alternatif Energi 19 LPG Tetap Rp Variabel 612.933 Rp Kayu 587.100 8.340.800 7.340.800 Tenaga Kerja Langsung 14.900.000 15.100.000 Jumlah 23.853.733 23.027.900 Sumber : Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Putih, Tahun 2015 Perbedaan jumlah biaya operasional terjadi pada (1) penyusutan peralatan dengan perbedaan biaya dalam proses sterelisasi; (2) Biaya variabel dengan mengunakan bahan bakar LPG pada proses sterelisasi lebih mahal daripada menggunakan bahan bakar kayu ; (3) Biaya tenaga kerja pada proses sterelisasi dengan menggunakan bahan bakar LPG lebih murah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja dengan menggunakan bahan bakar kayu. 20 Tabel 4.3 : Pendapatan Usaha Usaha Jamur Tiram Putih Satuan Alternatif Energi Keterangan LPG Kayu Pendapatan Per Periode Baglog: Baglog yang dapat dijual baglog 2700 2700 Pendapatan = Harga x Jumlah baglog yang dapat dijual - Biaya Tetap Rp = Rp 6.000 x 2.700 baglog - Rp 612.933 Rp 15.587.067 15.612.900 = Rp 6.000 x 2.700 baglog - Rp 587.100 Pendapatan Per Periode Jamur: Baglog yang menghasilkan jamur - Baglog yang rusak baglog 1800 1800 = 2.000 baglog - (2.000 x 10%) Pendapatan = Harga x Produksi (kg) - Biaya Tetap = Rp 30.000 x 900 kg (0,5 / baglog x 1800) - Rp 612.933 Rp = 900 kg (0,5 / baglog x 1800) x Rp 30.000 - Rp 587.100 Rp 26.387.067 26.412.900 Pendapatan Total: Pendapatan Baglog + Pendapatan Jamur = Rp 15.587.067 + Rp 26.387.067 Rp = Rp 15.612.900 + Rp 26.412.900 Rp 41.974.134 42.025.800 Sumber : Asosiasi Pengusaha Jamur Tiram Putih, Tahun 2015. Perbedaan jumlah pendapatan dengan menggunakan LPG dan pendapatan dengan bahan bakar kayu terjadi dalam (1) pengurangan jumlah biaya tetap pada setiap pendapatan baik pendapatan pada penjualan baglog dan pendapatan pada penjualan jamur tiram putih; 21 (2) Pendapatan penjualan total dengan menggunakan bahan bakar kayu pada proses sterelisasi lebih besar daripada pendapatan total pada proses sterelisasi dengan menggunakan bahan bakar LPG. 22 Tabel 4.4 : Keuntungan, R/C ratio dan B/C ratio Baglog dan Jamur segar Alternatif Energi Keterangan Satuan LPG Kayu Total Pendapatan: Pendapatan Baglog + Pendapatan Jamur Rp 41.974.134 42.025.800 Total Biaya Operasi Rp 23.853.733 23.027.900 Keuntungan Per Periode Rp 18.120.401 18.997.900 R/C ratio = Penerimaan Penerimaan Total / Total B/C ratio = Pendapatan Bersih / Total Biaya % 1,76 1,82 % 0,76 0,82 Sumber : Hasil Penelitian. Analisis perhitungan penerimaan atas biaya atau R/C ratio dalam Usaha Jamur Tiram Putih dengan menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar pada proses sterelisasinya memperoleh angka diatas angka 1. Kriteria pengambilan keputusan dalam analisis penerimaan atas biaya atau R/C ratio, jika R/C ratio >1, maka usaha yang dilakukan menguntungkan karena penerimaan lebih besar dari biaya total, jika R/C ratio < 1, maka usaha yang dilakukan tidak menguntungkan, karena penerimaan lebih kecil dari biaya total, Usaha Jamur Tiram Putih yang dijalankan oleh para petani di Samarinda dengan menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar “menguntungkan” karena jumlah penerimaan lebih besar dari biaya total dengan nilai R/C ratio > 1 yakni dengan bahan bakar LPG dengan nilai 1.76 bila menggunakan bahan bakar kayu dengan nilai 1.82. 23 Analisis perhitungan pendapatan bersih atas biaya atau B/C ratio dalam Usaha Jamur Tiram Putih dengan menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar memperoleh angka > 0. Kriteria pengambilan keputusan dalam analisis pendapatan bersih atas biaya atau B/C ratio, jika B/C ratio > 0, maka usaha yang dilakukan efisien, jika B/C ratio < 0, maka usaha yang dilakukan tidak efisien. Usaha Jamur Tiram Putih yang dijalankan oleh para petani di Samarinda dengan menggunakan bahan bakar LPG maupun Kayu bakar “efisien” karena jumlah pendapatan bersih lebih besar dari biaya total dengan nilai B/C ratio >0 yakni pada proses sterelisasi dengan bahan bakar LPG dengan nilai 0.76 dan pada proses sterelisasi menggunakan bahan bakar kayu dengan nilai 0.82. 4.3.2 Analisis Break Event Point pada Usaha Jamur Tiram Putih Analisis Break event point dalam Usaha Jamur Tiram Putih ini dilakukan dengan analisis break event point produksi dan analisis break event point harga jual dengan perbandingan perhitungan pada bahan bakar yang digunakan pada proses sterelisasi baglog dengan perincian BEP produksi dan BEP harga jual. 24 Tabel 4.5: Break Event Point ( BEP ) pada Usaha Jamur Tiram Putih Alternatif Energi Keterangan Satuan LPG Kayu BEP Produksi Baglog: = Biaya Total Produksi / Harga Jual Baglog = Rp 14.312.240 / Rp 6.000 baglog 2.385 - = Rp 13.816.740 / Rp 6.000 baglog - 2.303 BEP Produksi Jamur: = Rp 9.541.493 / Rp 30.000 Kg 318 - = Rp 9.211.160 / Rp 30.000 kg - 307 Sumber : Hasil Penelitian. Berikut disajikan gambar BEP untuk produksi baglog dan BEP produksi jamur segar dengan perbandingan menggunakan fuel LPG dan energi kayu. Gambar 1 : BEP Produksi Baglog dengan energi LPG dan Kayu Rupiah TR Area laba LPG Rp 14.312.240 TC A Kayu bakar Rp 13.816.740 BEP A . Rp 612.933 Area rugi TC B . BEP B Fixed Cost Baglog 25 2.385 Sumber : Hasil Penelitian APJS 2015 Keterangan : TC A : Total Biaya Produksi baglog menggunakan energi LPG. TC B :Total Biaya Produksi baglog menggunakan energi kayu bakar . BEP A : Titik impas produksi baglog menggunakan energi LPG BEP B : Titik impas produksi baglog menggunakan energi kayu bakar. Daerah yang diarsir diatas titik koordinat BEP menunjukkan perbedaan BEP produksi baglog dengan bahan bakar LPG dan kayu. Area yang diarsir dibawah titik koordinat BEP menunjukkan area rugi produksi baglog dengan bahan bakar yang berbeda. Keterangan : TC A : Total Biaya Produksi jamur menggunakan energi LPG. 26 TC B : Total Biaya Produksi jamur menggunakan energi kayu bakar. BEP A : Titik impas produksi jamur menggunakan energi LPG. BEP B : Titik impas produksi jamur menggunakan energi kayu bakar. Daerah yang diarsir diatas titik koordinat BEP menunjukkan perbedaan BEP produksi jamur dengan energi berbeda. Area yang diarsir dibawah titik koordinat BEP menunjukkan area rugi produksi jamur dengan energi yang berbeda. 4.3.3 Analisis Kelayakan investasi pada Budidaya Jamur TiramPutih di Samarinda Berikut kelayakan usaha jamur tiram putih di Samarinda berdasarkan aspek-aspek Payback Period, Return On Invesment, dan Net Present Value. Tabel 4.6: Payback Period, dan Return On Invesment, Alternatif Energi Keterangan Satuan LPG Kayu Payback Period: = (Biaya Investasi / Keuntungan) x 1 Periode = (Rp 60.016.800/Rp 18.120.401) x 1 Periode = (Rp 57.666.800/Rp 18.997.900) x 1 Periode Return On Invesment: = (Keuntungan / Total Biaya) x 100% Periode 3,32 - Periode - 3,04 27 = (Rp 18.120.401 / Rp 23.853.733) x 100% % 75 - % - 82 = (Rp 18.997.900 / Rp 23.027.900) x 100% Sumber : Hasil Penelitian, 2015 Perbedaan waktu pengembalian (Payback Period) pada usaha jamur tiram putih ini dipengaruhi oleh faktor – faktor biaya dan keuntungan usaha. Pengembalian dengan menggunakan bahan bakar kayu lebih cepat daripada pengembalian dengan menggunakan bahan bakar LPG pada proses sterelisasi. Periode produksi usaha jamur tiram ini adalah 5 bulan dalam satu periode, waktu tersebut adalah periode awal produksi mulai dari pembibitan dan persiapan produksi sampai dengan periode akhir produksi yaitu masa panen dan pasca panen. Tingkat pengembalian laba (Return On Invesment) menggunakan dengan bahan bakar LPG mempunyai tingkat 75% artinya setiap Rp 1 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,75. bila menggunakan energi kayu maka tingkat pengembalian 82% artinnya setiap Rp 1 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,82. Tabel 4.7: Net Present Value Alternatif Energi LPG Alternatif Energi Kayu Cash Flow* Present Value (Rp) (Rp) Cash Flow* Present Value (Rp) (Rp) Tahun Interest Rate ** 1 0.835 18.120.401 15.100.334 8.997.900 16.812.301 2 0.783 19.620.401 15.365.652 20.497.900 16.052.862 3 0.693 21.120.401 14.637.497 21.997.900 15.245.648 4 0.613 22.620.401 13.873.516 23.497.900 14.411.702 28 5 0.543 24.120.401 13.091.587 24.997.900 13.567.859 Total Present Value 72.068.586 76.090.372 Original Investment 60.016.800 57.666.800 Net Present Value 12.051.786 18.423.572 Sumber : Hasil Penelitian, 2015 Perkiraan arus kas (Cash flow) berdasarkan tingkat pengembalian tahun 2015 selama 5 tahun, total NPV yang dihasilkan lebih besar bila menggunakan bahan bakar kayu dibandingkan menggunakan bahan bakar LPG. Perkiraan arus kas (Cash flow) berdasarkan tingkat pengembalian tahun 2015 menghasilkan total NPV selama 5 tahun pada aliran kas sebesar Rp 12.051.786 dengan menggunakan energi LPG dan Rp 18.423.572 menggunakan energi kayu bakar. Tabel 8 : Hasil Analisis Budidaya Jamur Tiram Putih Alternatif Energi LPG Alternatif Energi Kayu Hasil Keterangan Hasil Keterangan 1 R/C ratio 1,76% Menguntungkan 1,82% Menguntungkan 2 B/C ratio 0,76% Efisien 0,82% Efisien No Alat Analisis 3 BEP Baglog 4 BEP Jamur 2.385Log 318kg 5 BEP Baglog Rp5.301 6 BEP Jamur Rp10.602 Payback 7 Period 16,6 Total Produksi 2.700 baglog Total Panen 900 kg 2.303Log 307kg Total Produksi 2.700 baglog Total Panen 900 kg Harga Jual Rp 6.000 Rp5.117 Harga Jual Rp 6.000 Harga Jual Rp 30.000 Rp10.235 Harga Jual Rp 30.000 3,32 Periode 15,2 3,04 Periode 29 8 ROI 75% Rp 1 menghasilkan keuntungan 0,75 82% Rp 1 menghasilkan keuntungan 0,82 Keteran gan : * 9 NPV Perkiraan aliran Rp18.423.57 Perkiraan aliran Rp12.051.786 arus kas 5 tahun 2 arus kas 5 tahun : Proyeks i Perkiraan Arus Kas bersih ** : Tingkat Pengembalian yang disyaratkan 13% Sumber : Hasil Penelitian, 2015 4.4 Pembahasan 4.4.1 Biaya, Pendapatan, dan Keuntungan Usaha Jamur Tiram putih. Investasi jamur tiram putih dengan menggunakan energi kayu mempunyai jumlah investasi sedikit dibandingkan dengan investasi menggunakan energi LPG dengan selisih biaya investasi sebesar Rp 1.550.000. Selisih biaya investasi terjadi karena menggunakan alternative proses pengapian yang berbeda dengan menggunakan energi LPG dan kayu bakar. Biaya operasional usaha jamur tiram putih menggunakan energi kayu lebih murah dibandingkan dengan biaya operasional menggunakan energi LPG selisih biaya sebesar Rp 825.833. Pendapatan usaha jamur tiram putih dengan menggunakan energi kayu lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan menggunakan energi LPG dengan selisih perolehan pendapatan sebesar Rp 51.666. Perolehan keuntungan dalam satu periode usaha jamur tiram menggunakan energi LPG lebih sedikit dibandingkan dengan perolehan pendapatan menggunakan energi kayu dengan selisih keuntungan sebesar Rp 877.499. Keuntungan atas biaya atau disebut dengan R/C ratio dan analisis pendapatan bersih atas biaya atau disebut dengan B/C ratio menggunakan energi kayu lebih besar dibandingkan dengan penggunaan energi LPG dalam proses sterelisasi dengan selisih angka 30 sebesar 0,06. Analisis R/C ratio dan B/C ratio usaha jamur tiram putih di Samarinda ini sudah layak untuk dilaksanakan karena kedua nilai R/C ratio > 1 dan nilai R/C ratio > 0. 4.4.2 Break Event Point Usaha Jamur Tiram putih Titik impas produksi baglog dengan menggunakan energi kayu pada lebih rendah dibanding dengan tingkat titik impas menggunakan energi LPG dengan selisih jumlah titik impas sebesar 82 baglog. Titik impas produksi jamur segar dengan menggunakan energi kayu juga lebih rendah dibanding dengan titik impas menggunakan energi LPG dengan selisih jumlah titik impas sebesar 11 kg jumlah penghasilan jamur segar. 4.4.3 Payback Period, Return On Invesment, dan Net Present Value Budidaya Jamur TiramPutih Jangka waktu atau periode yang diperlukan (Payback Period) untuk pengembalian modal usaha jamur tiram putih dengan menggunakan energi LPG dan kayu mempunyai perbedaan, waktu atau periode pengembalian dengan menggunakan energi kayu lebih cepat dibandingkan dengan waktu atau periode pengembalian dengan energy LPG dengan selisih 0,28 Periode. Perhitungan Return On Invesment dengan menggunakan energi LPG lebih sedikit dibanding dengan Return On Invesment dengan menggunakan energi kayu. Return On Invesment menggunakan energi kayu lebih menguntungkan dengan selisih 7%. Net Present Value yang diterima dengan menggunakan energi kayu pada proses sterelisasi lebih besar dibandingkan dengan Net Present Value yang diterima dengan energi LPG pada proses sterelisasi dengan selisih perolehan sebesar Rp 6.371.786. 31 BAB V SIMPULAN Budidaya budidaya jamur tiram putih menggunakan dua bahan bakar yaitu dengan menggunakan bahan bakar LPG dan kayu, pemilihan alternatif bahan bakar tersebut samasama mempunyai nilai positif dengan nilai R/C ratio > 1 yakni 1,76 untuk R/C ratio menggunakan bahan bakar LPG dan 1,82 untuk R/C ratio menggunakan bahan bakar kayu, sedangkan untuk B/C ratio mempunyai nilai positif dengan angka >0 yakni 0,76 untuk B/C ratio menggunakan bahan bakar LPG dan 0,82 untuk B/C ratio menggunakan bahan bakar kayu. Budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh para petani yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Jamur Samarinda (APJS) menghasilkan produk yang layak untuk dilanjutkan mengingat perolehan pendapatan yang cenderung menguntungkan. Hal ini juga ditunjang oleh beberapa hasil analisis usaha, yaitu analisis pendapatan / penerimaan usaha, rasio perbandingan penerimaan atas biaya (R/C ratio), rasio keuntungan atas biaya (B/C ratio), analisis Break Event Point (BEP) dan keputusan investasi yang terdiri dari (Payback Period, Return On Invesment, Net Present Value) bahwa usaha tersebut menguntungkan dan memberikan manfaat untuk periode-periode selanjutnya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu indikator dilaksanakan investasi tersebut. DAFTAR PUSTAKA 32 Abdul Halim dan Bambang Supomo, 2005,Akuntansi Manajemen,Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Bambang, Riyanto, 1990,Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahan,. Edisi Ketiga, Cetakan keTigabelas, Yayasan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta. Danang Sunyoto dan Henry Sarnowo, 2009,Ekonomi manajerial dan bisnis, Esia Media, Bogor. Halim, Abdul. 2011, Manajemen Keuangan Bisnis, Ghalia Indonesia, Gogor. Hansen, Don. R dan Maryanne M. Mowen, 2006,Akuntansi Biaya. Edisi Ketujuh. Jilid 2, Jakarta: Salemba Empat. Harmaizar dan Rosidayati Rozalina, 2004, Pedoman Lengkap Pendirian dan Pengembangan Usaha (Studi Kelayakan Bisnis), Penerbit: CV Dian Anugrah Prakasa, Bekasi. Horngren, Charles T., Srikant M. Datar, dan George Foster, 2005, Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial, Penerbit: PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Kamaruddin, Ahmad, 2007,Akuntansi Manajemen Dasar-Dasar Konsep Biaya Dan Pengambilan Keputusan,edisi revisi kelima,Jakarta: RajaGrafindo Persada. Meiganati, KB, 2007, Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih Untuk Pemanfaatan Limbah Industry Pengergajian (Tesis), Bogor: IPB, Sekolah Pascasarjana. Meiganati, KB,2007, Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih untuk Pemanfaatan Limbah Industri Penggergajian [Tesis], Bogor: IPB, Sekolah Pascasarjana. Muhamad Sulfahmi, 2011, Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Jamur Tiram Putih Model Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah, Skripsi, Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulyadi, 2001,Akuntansi Manajemen: Konsep Manfaat, dan Rekayasa, Edisi Ketiga, Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Patku Rohman, 2015, Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Jamur Tiram Putih di Samarinda, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas 17 Agustustus 1945 Samarinda. Rahardi, F., dan Rudi Hartono,2003, Agribisnis Penernakan, (Jakarta: Penebar Swadaya). Rahardjo, Budi, 2005,"Laporan Keuangan Perusahaan. Membaca, Memahami dan Menganalisis",Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 33 Redaksi Trubus, 2010, Jamur Tiram Dua alam; Dataran Rendah dan Dataran Tinggi (Jakarta: Trubus, 2010) Rosyida, Ifa, 2000,Pemaksimalan Alat-Alat Analisis Kelayakan Usaha, JurnalNasional, 05 Oktober 2007. Soekartawi, A. Soeharjo, JL. Dilton dan JB. Hardaker 1994,: Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil, (Jakarta: UI-Press, 1994). Suharjo, E. 2008. Budidaya Jamur Merang dengan Media Kardus. Agromedia.Jakarta. Sumarsono, Sonny, 2009,Manajemen Bisnis Waralaba, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sumastuti, 2006,"Keunggulan NPV Sebagai Alat Analisis Uji Kelayakan Investasi Dan Penerapannya",08 November 2007. Sutojo, Siswanto, 1993,Teori dan Praktek; Studi Kelayakan Proyek, Seri Manajemen, No. 66, Cetakan Pertama, Penerbit Pustaka Binaman Pressindo, Yogyakarta. Syamsuddin, Lukman, 2009,Manajemen Keuangan Perusahaan, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada Wati, R., 2000, Analisis Efisiensi Penggunaan Factor-Faktor Produksi dan Titik Impas Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreoatus) (Studi Kasus Usaha Agribisnis Supa Jamur Tiram Mandiri Di Kebun Percobaan Cikabayan Faperta IPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat:, Skripsi, Bogor, IPB, Fakultas Pertanian.