Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing, Reinforcing, and Enabling Factors Affecting the Selection of Birth Attendant in Bondowoso District Ira Martin Pramiyana1), Uki Retno Budi Hastuti2), Bhisma Murti1) 1)Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta of Obstetrics and Gynecology, Dr. Moewardi Hospital, Surakarta 2) Department ABSTRACT Background: Skilled birth attendant is one of the determinants of maternal and infant mortality. One of the primary causes of maternal mortality in Bondowoso District was the reliance on the traditional birth attendant (TBA). In 2016, the number of birth delivery attended by TBA reached 510 out of 10,326 deliveries. This study aimed to determine the predisposing, reinforcing, and enabling factors affecting the selection of birth attendant in Bondowoso. Subjects and Method: This was an analytic observational study using case control design. The study was conducted at 5 community health centers in Bondowoso District, East Java, from April to May 2017. A sample of 160 delivering mothers, consisting of 110 mothers assisted by skilled birth attendants and 50 mothers assisted by traditional birth attendants, were selected for this study by fixed disease sampling. The dependent variable was the selection of birth attendant (skilled birth attendant vs. TBA). The independent variables were age, education, working status, ANC visit, tradition, and family support. The data were collected by a set of questionnaire. Path analysis was employed to analyze data. Results: Age 20-34 years (b= -2.10; 95% CI=-3.96 to -0.25; p= 0.026), working outside the house (b= 2.23; 95% CI=0.84 to 3.61; p= 0.002), ANC visit (b= 2.71; 95% CI=0.80 to 4.62; p= 0.005), good tradition (b= 4.05; 95% CI=2.38 to 5.72; p<0.001) increased the likelihood of selecting skill birth attendant. Age 20-34 years (b= 2.54; 95% CI=1.24 to 3.84; p<0.001) and maternal education ≥high school (b=3.69; 95% CI=2.47 to 4.92; p<0.001) increased ANC visit. Maternal education ≥ high school (b=0.74; 95% CI=-0.02 to 1.51; p= 0.059) increased age. Maternal education ≥ high school (b=1.39; 95% CI=0.63 to 2.14; p<0.001) increased the likelihood of mother working outside the house. Family support (b=2.02; 95% CI=1.21 to 2.82; p<0.001) increased the likelihood of good tradition. Conclusion: Age 20-34 years, working outside the house, ANC visit, good tradition, directly increase the likelihood of selecting skill birth attendant. Keywords: selection of birth attendant, predisposing, enabling, reinforcing factors Correspondence: Ira Martin Pramiyana. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta. Email: [email protected]. Mobile: +6282337742697. LATAR BELAKANG Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator dari derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Makin tinggi AKI menunjukkan bahwa derajat kesehatan dapat dikategorikan buruk dan belum berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementrian Kese160 hatan RI, 2015). Kabupaten Bondowoso menjadi kabupaten dengan AKI tertinggi di Provinsi Jawa Timur, dimana AKI meningkat dari tahun 2014 yaitu dari 17 orang menjadi 19 orang pada tahun 2015. Hal tersebut juga mengalami peningkatan di tahun 2016 dengan AKI 20 orang di Kabupaten Bondowoso. Salah satu yang menjadi penyebab masih tingginya AKI di Kabupaten e-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing Bondowoso yaitu masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun yang dilakukan secara tradisional. Tahun 2015 persalinan dukun mencapai 767 dari 10.219 persalinan dan mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu 510 persalinan dukun dari 10,326 persalinan, namun angka tersebut masih tergolong tinggi dan menjadi penyumbang dalam kasus AKI (Dinas Kesehatan Bondowoso, 2017). Berdasarkan data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami kenaikan dari 228 menjadi 359 per 100,000 kelahiran hidup, sehingga target MDGs di 2015 belum tercapai yakni menurunkan rasio AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan saat ini target SDGs di 2030 yang merupakan kelanjutan dari MDGs adalah mengurangi Angka Kematian Ibu hingga di bawah 70 per 100,000 kelahiran hidup. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kematian ibu dan bayi adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan. Cakupan tenaga penolong persalinan di Indonesia berdasarkan hasil SDKI tahun 2012 mencapai 83%, hal ini mengalami peningkatan bila dibandingkan hasil SDKI 2007 dengan cakupan penolong persalinan yaitu 73%. Cakupan penolong persalinan tersebut masih dibawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan pada tahun 2015 yakni harus mencapai 85%. Kurangnya cakupan tersebut dikarenakan masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun paraji yang melaksanakan pertolongan persalinan secara tradisional sehingga dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayi (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2012), Kota Bondowoso masih berada pada kabupaten/ kota di Jatim yang memiliki AKI di atas angka provinsi yaitu 109.50 ibu/100,000 kelahirn hidup. Salah satu yang menjadi penyebab e-ISSN: 2549-1172 (online) masih tingginya AKI di Kabupaten Bondowoso yaitu masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun yang dilakukan secara tradisional. Pada tahun 2014 persalinan dukun mencapai 784 dari 8.884 persalinan dan mengalami penurunan pada tahun 2015 yaitu 767 persalinan dukun dari 8.069 persalinan, namun angka tersebut masih tergolong tinggi dan menjadi penyumbang dalam kasus AKI (Dinas Kesehatan Bondowoso, 2017). Oleh karena itu, pentingnya Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu menetapkan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator upaya kesehatan ibu. Menurut Green dan Kreuter (2005) terdapat tiga faktor dalam penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, sosio ekonomi, umur, jenis kelamin dan presepsi yang berhubungan dengan motivasi individu), faktor pemungkin adalah kemampuan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu (biaya, jarak tempuh, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas kesehatan) serta faktor penguat yaitu faktor yang memperkuat terjadinya tindakan (tokoh masyarakat, keluarga). Adapun penelitian tentang perilaku pemilihan pertolongan persalinan adalah hasil penelitian Gitimu et al., (2015) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan suami, kunjungan ANC dan jarak dengan fasilitas kesehatan terhadap pemilihan tenaga persalinan memiliki hubungan yang signifikan terhadap pemilihan penolong persalinan. Dinas Kesehatan Jawa Timur mencanangkan Gerakan Bersama Amankan Kehamilan (GEBRAK), program ini dilakukan mulai tahun 2013 dengan melakukan pendampingan pada ibu hamil risiko tinggi yang dilakukan selama 10 bulan, diikuti 161 Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 dari masa kehamilan sampai dengan masa nifas yang melibatkan kader PKK dan mahasiswa akademi kebidanan di Jawa Timur. Program ini diharapkan mampu mendeteksi secara dini komplikasi pada ibu hamil sehingga dapat segera dilakukan pencegahan dan penanganan secara dini oleh petugas kesehatan yang nantinya ketika bersalin mereka telah memutuskan untuk ditangani oleh tenaga kesehatan. Sejauh ini Laporan Dinas Kesehatan Bondowoso hanya sebatas jumlah kejadian persalinan dukun, sementara faktor penyebab persalinan dukun belum diungkap lebih jauh, sehingga perlu diteliti faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan penolong persalinan di Kabupaten Bondowoso tahun 2016. SUBJEK DAN METODE 1. Desain Penelitian Metode penelitian pada penelitian ini adalah studi analitik observasional, dengan pendekatan case control. Penelitian dilaksanakan di 5 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Bondowoso. Waktu pelaksanaan mulai bulan Maret – Mei 2017. 2. Populasi dan Sampel Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua ibu yang telah melakukan pertolongan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pujer, Puskesmas Tlogosari, Puskesmas Pakem, Puskesmas Botolinggo, dan Puskesmas Cermee Kabupaten Bondowoso pada tahun 2016. Populasi target dalam penelitian ini adalah semua ibu yang telah melakukan pertolongan persalinan oleh dukun di wilayah kerja Puskesmas Pujer, Puskesmas Tlogosari, Puskesmas Pakem, Puskesmas Botolinggo, dan Puskesmas Cermee Kabupaten Bondowoso pada tahun 2016. Sampel dalam penelitian kuantitatif sebesar 160 subjek. Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian kuantitatif yaitu fixed disease sampling 162 yaitu memastikan jumlah subjek penelitian yang cukup dalam kelompok berpenyakit (kasus) dan tidak berpenyakit (kontrol) sehingga menguntungkan peneliti ketika prevalensi penyakit yang diteliti rendah (Murti, 2013) Terdapat sembilan variabel dalam penelitian ini yang terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel dependen yaitu pemilihan penolong persalinan. Variabel independen yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, kunjungan ANC, tradisi, jarak ke pelayanan kesehatan, biaya persalinan dan dukungan suami/keluarga. 3. Definisi Operasional Definisi operasional variabel usia adalah usia ibu pada saat melahirkan anak yang terakhir; pendidikan adalah jenjang pendidikan/ sekolah formal terakhir yang telah ditamatkan oleh ibu dan ditandai dengan kepemilikan ijazah; pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan ibu baik didalam rumah maupun diluar rumah untuk memperoleh penghasilan; kunjungan ANC adalah frekuensi ibu saat memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan, sekurang-kurangnya 4x selama hamil (TM I 1x, TM II 1x, TM III 2x); tradisi adalah suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat dan berlaku secara turuntemurun melalui informasi baik tertulis maupun lisan, dan tradisi menjadi bagian dari budaya; jarak ke pelayanan kesehatan adalah jarak yang harus ditempuh ibu untuk mendapatkan pelayanan pertolongan persalinan; biaya persalinan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan ibu untuk membayar pertolongan persalinan; dukungan suami/keluarga adalah pernyataan ibu tentang ada tidaknya dukungan dari suami atau keluarga pada saat hamil dan dalam memilih penolong persalinan. Pemilihan penolong persalinan adalah keputusan yang diambil oleh ibu tentang orang yang dipilih pada saat e-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing melahirkan anak terakhir. Pengumpulan data kuantitatif menggunakan kuesioner. Analisis data kuantitatif menggunakan analisis jalur dengan STATA 13. Berdasarkan hasil uji reliabilitas korelasi item-total didapatkan bahwa pada pengukuran variabel usia, pendidikan, pekerjaan, kunjungan ANC, tradisi, jarak ke pelayanan kesehatan, biaya persalinan, dukungan suami/ keluarga dan pemilihan 4. Uji Reliabilitas Tabel 1. Hasil uji reliabilitas Variabel Kunjungan ANC Tradisi Jarak ke pelayanan kesehatan Biaya persalinan Dukungan suami/keluarga Pemilihan penolong persalinan Item Total Correlation (r) ≥0.50 ≥0.51 ≥0.49 ≥0.53 ≥0.47 ≥0.38 HASIL A. Analisis Univariat Hasil penelitian kepada kelompok kasus 110 subjek ibu dengan pertolongan persalinan oleh dukun dan kelompok kontrol 50 subjek ibu yang melakukan pertolongan persalinan oleh bidan. Tabel 2 menunjukkan bahwa usia 20– 34 mendominasi sebanyak 65.1% pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok kontrol 72.5%, pendidikan ibu dengan kategori rendah sebanyak 89.9% pada kelompok kasus dan 76.5% pendidikan ibu tinggi pada kelompok kontrol, pekerjaan ibu dengan kategori bekerja di dalam rumah mendominasi pada kelompok kasus dan kontrol sebanyak 85.3% dan 52.9%, kunjungan ANC tidak rutin sebanyak 80.7% pada kelompok kasus dan 76.5% kunjungan ANC rutin pada kelompok kontrol. Adapun dukungan terhadap tradisi (tradisional) sebanyak 95.4% pada kelompok kasus dan 68.6% tidak mendukung terhadap tradisi (tidak tradisional) pada kelompok kontrol, akses ke pelayanan kesehatan dengan jarak ≥2 km pada kelompok kasus 57.8% dan e-ISSN: 2549-1172 (online) penolong persalinan dengan r hitung ≥0.20, serta Cronbach's Alpha ≥ 0.70, sehingga semua butir pertanyaan dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas kuesioner dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis data menggunakan analisis bivariat dengan SPSS versi 22. Analisis multivariat menggunakan analisis jalur STATA. Alpha Cronbach 0.74 0.94 0.93 0.86 0.92 0.76 70.6% dengan jarak <2 km pada kelompok kontrol, besarnya biaya persalinan dengan kategori tinggi pada kelompok kasus sebanyak 81.7% dan pada kelompok kontrol 54.9% dengan biaya persalinan rendah, dan dukungan suami/ keluarga sebanyak 80.7% dukungan rendah pada kelompok kasus dan 76.5% dukungan tinggi pada kelompok kontrol. B. Analisis Bivariat Analisis secara bivariat menjelaskan pengaruh satu variabel independen terhadap satu variabel dependen menggunakan uji chisquare, dengan taraf kepercayaan 95%. Tabel 3 menunjukkan bahwa pendidikan ibu ≥SMA (OR=28.95; CI 95%=11.79 hingga 71.10; p<0.001); pekerjaan ibu (OR= 5.16; CI 95%= 2.40 hingga 11.09; p<0.001); kunjungan ANC ≥4 kali (OR= 13.61; CI 95%=6.10 hingga 30.40; p< 0.001); dukungan terhadap tradisi rendah (OR=45.50; CI 95%= 15.53 hingga 133.28; p<0.001); jarak ke pelayanan kesehatan dekat <2 km (OR=45.50; CI 95%= 15.53 hingga 133.28; p=0.001); biaya persalinan <Rp 600,000 (OR=5.41; CI 95%=2.59 163 Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 hingga 11.29; p<0.001); dukungan suami/ keluarga tinggi (OR=13.61; CI 95%=6.10 hingga 30.40; p<0.001) berpengaruh meningkatkan terhadap pemilihan penolong persalinan. Hasil tersebut secara statistik Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian signifikan. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara usia ibu (OR=1.41; CI 95%= 0.68-2.93; p=0.351) terhadap pemilihan penolong persalinan. Kasus Karakteristik Usia ibu (tahun) < 20 atau ≥35 20 – 34 Pendidikan ibu Rendah (<SMA) Tinggi (≥SMA) Pekerjaan ibu Bekerja di dalam rumah Bekerja di luar rumah Kunjungan ANC ANC tidak rutin (<4 kali) ANC rutin (≥4 kali) Tradisi Tradisional Tidak tradisional Jarak ke pelayanan kesehatan Jauh (≥2 km) Dekat (<2 km) Biaya persalinan Rendah (< Rp 600,000) Tinggi (≥Rp 600,000) Dukungan suami/keluarga Dukungan rendah Dukungan tinggi Kontrol N (%) N (%) 38 71 34.9 65.1 14 37 27.5 72.5 98 11 89.9 10.1 12 39 23.5 76.5 93 16 85.3 14.7 27 24 52.9 47.1 88 21 80.7 19.3 12 39 23.5 76.5 104 5 95.4 4.6 16 35 31.4 68.6 63 46 57.8 42.2 15 36 29.4 70.6 20 89 18.3 81.7 28 23 54.9 45.1 88 21 80.7 19.3 12 39 23.5 76.5 Tabel 3. Analisis bivariat variabel penelitian Variabel Independen Usia Ibu Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Kunjungan ANC Tradisi Jarak ke Pelayanan Kesehatan Biaya Persalinan Dukungan Suami/Keluarga OR 1.41 28.95 5.16 13.61 45.50 3.28 5.41 13.61 Tabel 4 menunjukkan Ibu hamil dengan usia 20-34 tahun memiliki logodd untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan 2.10 poin lebih rendah daripada ibu hamil dengan usia <20 tahun atau ≥35 tahun (b= 164 CI (95%) Batas Bawah Batas Atas 0.68 2.93 11.79 71.10 2.40 11.09 6.10 30.40 15.53 133.28 1.61 6.70 2.59 11.29 6.10 30.40 p 0.351 <0.001 <0.001 <0.001 <0.001 0.001 <0.001 <0.001 -2.10; CI 95%= -3.96 hingga -0.25; p= 0.026). Ibu yang bekerja di luar rumah memiliki logodd untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan 2.23 poin lebih tinggi daripada ibu yang bekerja di e-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing dalam rumah (b= 2.23; CI 95%= 0.84 hingga 3.61; p= 0.002). Ibu hamil yang rutin pemeriksaan ANC ≥4x memiliki logodd untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan 2.71 poin lebih tinggi daripada ibu hamil yang tidak rutin melakukan pemeriksaaan ANC (b= 2.71; CI 95%= 0.80 Tabel 4. Hasil analisis jalur Variabel Independen Pengaruh Langsung Penolong Persalinan Bidan hingga 4.62; p= 0.005). Ibu yang tidak mendukung tradisi (tidak tradisional) memiliki logodd untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan 4.05 poin lebih tinggi daripada ibu yang mendukung tradisi (tradisional) (b= 4.05; CI 95%= 2.38 hingga 5.72; p<0.001). Variabel Dependen Pengaruh Tidak Langsung Rutin pemeriksaan ANC ≥4 kali Rutin pemeriksaan ANC ≥4 kali Usia 20-34 tahun Ibu bekerja di luar rumah Tidak mendukung tradisi (tidak tradisional) CI (95%) Batas Batas Bawah Atas Koefisien Jalur (b) p Usia 20-34 tahun Ibu bekerja di luar rumah Rutin pemeriksaan ANC ≥4 kali Tidak tradisional -2.10 2.23 -3.96 0.84 -0.25 3.61 0.026 0.002 2.71 0.80 4.62 0.005 4.05 2.38 5.72 <0.001 Usia 20-34 tahun 2.54 1.24 3.84 <0.001 Pendidikan ibu ≥SMA 3.69 2.47 4.92 <0.001 Pendidikan ibu ≥SMA Pendidikan ibu ≥SMA 0.74 1.39 -0.02 0.63 1.51 2.14 0.059 <0.001 Dukungan suami/keluarga tinggi 2.02 1.21 2.82 <0.001 binomial usia .52 logit jarakyan .75 -2.1 .64 biaya .64 binomial pendidik 1.1 penolong 2.5 -3.5 logit 1.4 binomial 2.2 3.7 logit 4.1 2.7 pekerjaa -1.6 -.51 tradisi-2.1 binomial anc binomial 2 dukungan logit -3.5 logit Gambar 1. Model Struktural dengan Estimate Pemeriksaan ANC yang rutin dipengaruhi ANC yang rutin 2.54 poin lebih tinggi darioleh usia, pekerjaan dan pendidikan ibu. pada ibu dengan usia <20 tahun atau ≥35 Ibu hamil dengan usia 20-34 tahun memitahun (b= 2.54; CI 95%= 1.24 hingga 3.84; liki logodd untuk melakukan pemeriksaan p<0.001). Ibu yang bekerja di luar rumah e-ISSN: 2549-1172 (online) 165 Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 memiliki logodd untuk melakukan pemeriksaan ANC yang rutin 0.51 poin lebih rendah daripada ibu yang bekerja di dalam rumah (b=-0.51; CI 95%=-1.65 hingga 0.63; p=0.380). Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki logodd untuk melakukan pemeriksaan ANC yang rutin 3.69 poin lebih tinggi daripada ibu yang berpendidikan rendah (b=3.69; CI 95%= 2.47 hingga 4.92; p<0.001). Pekerjaan dan usia ibu dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki logodd untuk memilih bekerja di luar rumah 1.39 poin lebih tinggi daripada ibu yang berpendidikan rendah (b=1.39; CI 95%=0.63 hingga 2.14; p<0.001). Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki logodd untuk masuk pada kategori 20-34 tahun 0.74 poin lebih tinggi daripada ibu yang berpendidikan rendah (b=0.74; CI 95%= -0.02 hingga 1.51; p= 0.059). Ibu dengan dukungan suami/ keluarga yang tinggi memiliki logodd untuk tidak mendukung tradisi (tidak tradisional) 2.02 poin lebih tinggi daripada ibu dengan dukungan suami/keluarga yang rendah (b= 2.02; CI 95%= 1.21 hingga 2.82; p<0.001). PEMBAHASAN 1. Pengaruh usia terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara usia ibu terhadap pemilihan penolong persalinan dan secara statistik signifikan (OR=1.41; b= -2.10; CI 95%= -3.96 hingga -0.25; p= 0.026). Usia merupakan variabel individu yang pada dasarnya semakin bertambah usia dan kedewasaan maka akan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi ibu dalam pemilihan tenaga penolong persalinan. Usia ibu dianggap sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi, usia yang dianggap optimal untuk proses kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun 166 sampai dengan <35 tahun (WHO, 2016). Kematian maternal pada wanita hamil dan persalinan dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari kematian maternal pada usia 20-30 tahun (Prawirohardjo, 1991 dalam Meylanie, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bashar (2012) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara usia dengan pemilihan tenaga penolong saat melahirkan. Penelitian ini juga didukung oleh Masita et al., (2014) menyebutkan bahwa hubungan usia ibu dengan pemilihan penolong persalinan menunjukkan hubungan tidak bermakna. Semakin meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan teknis dan psikologisnya akan semakin meningkat pula. Selain itu usia dapat menggambarkan pengalaman seorang ibu dalam melakukan proses persalinan sebelumnya. Semakin dewasa usia ibu semakin mampu untuk mengambil keputusan yang baik, termasuk keputusan dalam memilih penolong persalinan. Namun dalam keadaan ini dapat pula dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan serta dukungan dari keluarga. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa wanita yang berusia lebih tua cenderung tidak menggunakan bantuan tenaga ahli (bidan) dalam proses persalinannya. Hal ini disebabkan bahwa dengan bertambahnya usia seorang wanita, maka lebih banyak pengalaman yang diperolehnya mengenai proses kehamilan dan persalinan, sehingga mempengaruhi mereka untuk tidak menggunakan tenaga medis (bidan), melainkan lebih memilih tenaga non medis (dukun) pada saat melahirkan. 2. Pengaruh pekerjaan terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara pekerjaan ibu terhadap pemilihan penolong persalinan dan secara statistik signifikan. Hasil e-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing penelitian ini sesuai dengan teori Green dan Kreuter (2005) bahwa suatu pekerjaan berada pada faktor predisposisi dimana dapat mempermudah atau sebagai predisposisi timbulnya perilaku dalam diri individu maupun masyarakat. Pada penelitian ini dihasilkan (b= 2.23; CI 95%= 0.84 hingga 3.61; p= 0.002). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Masita et al., (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemilihan penolong persalinan (p= 0.001). Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Inyang (2015) menunjukkan ada pengaruh langsung dan signifikan antara pekerjaan ibu terhadap pemilihan penolong persalinan. Ibu yang bekerja memiliki akses lebih baik terhadap informasi kesehatan.Hal ini dikarenakan ibu yang bekerja lebih banyak mendapatkan informasi atau penyuluhan tentang penolong persalinan yang dapat diperoleh melalui teman kerja, elektronik, seminar-seminar, dan lain-lain. Ibu dengan akses informasi yang luas mempunyai peluang lebih besar untuk memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya. Lingkungan dan teman sekitar ibu bekerja mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan, dikarenakan dengan adanya kontak dan interaksi tersebut akan menambah pengetahuan ibu yang pada akhirnya pengetahuan tersebut berpengaruh terhadap sikap dan perilaku yang akan dipilihnya. Pendapatan keluarga diduga mempengaruhi pada faktor ini, dimana ibu yang bekerja cenderung mempunyai pendapatan keluarga yang memadai, khususnya untuk memenuhi tarif pelayanan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga medis lainnya, sehingga mengabaikan alternatif untuk memilih dukun bayi. Hal ini mengindikasikan bahwa keluarga dengan pendapatan yang rendah akan beralih untuk mee-ISSN: 2549-1172 (online) manfaatkan dukun dalam pertolongan persalinan, hal ini dikarenakan biaya atau tarif yang dikenakan oleh dukun cenderung jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif oleh bidan atau tenaga medis lain. 3. Pengaruh pendidikan terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara pendidikan terhadap pemilihan penolong persalinan meskipun secara statistik tidak signifikan (b= 1.10; CI 95%= -0.29 hingga 2.51; p= 0.122). Pendidikan ibu berpengaruh pada cara berfikir, tindakan serta proses pengambilan keputusan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Hal ini juga didukung dengan pendapat bahwa semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin baik pengetahuannya tentang kesehatan, mereka cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya serta mampu mengambil keputusan dalam kaitannya dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan dimana dia akan melahirkan (Gitimu et al., 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tadese dan Ali (2014) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemilihan tenaga penolong persalinan (AOR = 5.3; CI 95%= 2.9 hingga 9.8), disebutkan ibu yang berpendidikan tinggi memiliki 5.3 kali lebih tinggi memilih bidan (tenaga kesehatan) dalam melakukan pertolongan persalinan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Arief (2012) yang menunjukkan ada perbedaan proporsi kejadian pemilihan persalinan di fasilitas kesehatan antara ibu yang berpendidikan tinggi dengan ibu yang berpendidikan rendah dengan nilai OR=4.36. Artinya ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai kecenderungan 4.36 kali untuk memilih persalinan di fasilitas kesehatan dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. 167 Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan semakin tinggi tingkat pemahaman serta semakin mudah menerima informasi baru yang diaplikasikan dalam kehidupan. Tingkat pendidikan rendah menyebabkan kesulitan menyerap informasi sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih terbuka dalam menerima gagasan baru. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya pendidikan ibu mempengaruhi penggunaan akses ke fasilitas kesehatan.Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki wawasan berpikir lebih baik dan cenderung dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana tentang kesehatannya sendiri dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik khususnya mengenai pertolongan persalinan yang paling baik bagi dirinya. Sehingga dengan adanya tingkat pendidikan tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku ibu, salah satunya adalah dalam memilih penolong persalinan yang paling baik yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. 4. Pengaruh kunjungan ANC terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara kunjungan ANC terhadap pemilihan penolong persalinan dan secara statistik signifikan. Adanya kunjungan dan pelayanan ANC yang terpadu diharapkan persalinan dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan tenaga kesehatan yang terampil serta persalinan dilakukan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan Normal (APN) (Menteri Kesehatan RI, 2014). Interaksi antara ibu dan tenaga kesehatan selama masa antenatal care dapat membangun rasa percaya diri ibu dan rasa percaya kepada petugas kesehatan, dan hal 168 ini merupakan dasar yang baik dalam mengambil keputusan saat pemilihan penolong persalinan ibu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Armstrong (2011) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu dengan kunjungan ANC yang rutin dan lebih dari 4 kali memiliki peluang untuk mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan disbandingkan dengan ibu yang tidak rutin melakukan kunjungan ANC. Penelitian ini juga didukung oleh Tadese dan Ali (2014) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC selama kehamilan terakhir dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Hal ini dikarenakan ibu yang rutin melakukan kunjungan ANC memperoleh manfaat salah satunya pemberian pendidikan kesehatan dan informasi yang berkenaan dengan pentingnya pertolongan tenaga kesehatan pada saat persalinan. Selain itu ibu juga memperoleh pengetahuan tentang resiko-resiko serta tanda bahaya kehamilan dan persalinan, sehingga bila ibu masuk dalam faktor resiko tersebut maka ibu akan cenderung memilih tenaga kesehatan dalam proses pertolongan persalinan. Faktanya bahwa ibu dengan kunjungan ANC yang rutin memperoleh banyak informasi kesehatan dan informasi mengenai manfaat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal tersebut karena di setiap kunjungan ANC dilakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan serta bimbingan konseling oleh tenaga kesehatan sesuai kebutuhan ibu. Sehingga ibu yang memiliki pengetahuan mengenai faktor resiko kehamilan dan persalinan lebih mungkin untuk melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan e-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing dibandingkan ibu yang kurang memiliki pengetahuan. Menurut peneliti melihat hasil beberapa cakupan pemeriksaan antenatal yang tinggi menggambarkan bahwa ibu hamil cukup sadar pentingnya pemeriksaan kehamilan, namun masih ada pengaruh kebiasaan keluarga yang turun temurun bersalin di dukun, sehingga walaupun ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara rutin tetapi tetap memilih dukun sebagai penolong persalinan. Berdasarkan hal tesebut diperlukan peran aktif petugas kesehatan dalam promosi pentingnya persalinan oleh tenaga kesehatan dan kemitraan dengan dukun dan kader yang masih perlu di maksimalkan. 5. Pengaruh tradisi terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara tradisi terhadap pemilihan penolong persalinan dan secara statistik signifikan (b= 4.05; CI 95%= 2.38 hingga 5.72; p<0.001). Tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dan kebudayaan, dimana hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah (Inyang, 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Armstrong (2011) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara tradisi dengan pemilihan penolong persalinan. Secara statistik dengan nilai OR sebesar 24, artinya ibu bersalin yang memilih dukun bayi 24 kali adalah ibu dengan tradisi tidak mendukung dibandingkan ibu dengan tradisi yang mendukung. Penelitian ini juga didukung oleh Ferdinand et al., (2014) yang mengemukakan bahwa ada pengaruh signifikan antara faktor tradisi e-ISSN: 2549-1172 (online) dengan pengambilan keputusan memilih penolong persalinan. Probabilitas ibu dengan faktor tradisi mendukung diketahui 96.47% akan memilih dukun, sedangkan probabilitas ibu dengan faktor tradisi tidak mendukung hanya 39.98% akan memilih dukun sebagai penolong persalinannya. Hal tersebut disebabkan masih adanya beberapa daerah di Nigeria Selatan yang terisolir dan relatif sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, maka hal tersebut semakin membuka peluang bagi dukun untuk melakukan tindakan medis khususnya pertolongan persalinan. Tradisi berpengaruh langsung terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan, dikarenakan kondisi-kondisi umum dari peristiwa kehamilan dan persalinan tersebut diinterpretasikan berbeda menurut kebudayaan dan tradisi yang berbedabeda pula. Apabila sejak awal perawatan kehamilan hingga pasca persalinan biasa dilakukan di rumah dengan bantuan seorang dukun, maka untuk selanjutnya kemungkinan besar ibu akan memilih dukun sebagai penolong persalinannya. Persepsi dan pengalaman persalinan sebelumnya mempengaruhi ibu dalam memilih penolong persalinan, karena melalui persepsi yang positif maka dapat timbul persepsi yang positif pula. Apabila ibu memiliki pengalaman positif maka berdampak pada persepsi positif pula terhadap penolong persalinan.Selain itu hal tersebut juga akan semakin menumbuhkan pemikiran yang permanen dan membudaya bagi masyarakat untuk memanfaatkan dukun sebagai penolong persalinan. Masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun menunjukkan bahwa belum semua masyarakat siap melaksanakan perubahan perilaku, pengaruh sosial budaya dan masih kurangnya informasi serta kemampuan menerima dan menyerap informasi. 169 Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 6. Pengaruh jarak ke pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara jarak ke pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan meskipun secara statistik tidak signifikan (b= 0.63; CI 95%= -0.66 hingga 1.94; p= 0.337). Akses fisik dapat menjadi alasan untuk mendapatkan tempat persalinan di pelayanan kesehatan termasuk tempat bersalin dengan tenaga kesehatan. Akses fisik dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak tempuh, jenis transportasi dan kondisi di pelayanan kesehatan seperti jenis layanan, tenaga kesehatan yang tersedia dan jam buka. Lokasi tempat pelayanan yang tidak strategis/sulit dicapai menyebabkan kurangnya akses ibu hamil yang akan melahirkan terhadap pelayanan kesehatan (Riskesdas, 2013). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tadese dan Ali (2014) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara jarak dan waktu tempuh tempat tinggal ibu dengan pemilihan tenaga penolong persalinan, dimana disebutkan bahwa ibu dengan jarak rumah dekat dengan fasilitas kesehatan memiliki peluang 14.65 kali untuk memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dibandingan dengan ibu yang jarak rumahnya jauh dengan fasilitas kesehatan. Signifikasi jarak dan transportasi juga turut melengkapi dalam pemanfaatan tenaga penolong persalinan. Hal ini dapat dijelaskan dengan meningkatnya jarak dari fasilitas kesehatan dan adanya kenaikan biaya transportasi dan banyaknya waktu yang dihabiskan selama perjalanan ke fasilitas kesehatan serta kemungkinan paparan informasi kesehatan yang rendah. Program media promosi-promosi kesehatan, informasi dan pengetahuan mengenai fasilitas perawatan kesehatan modern berpusat 170 pada ibu yang memiliki akses dan jarak ke fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau, sehingga ibu yang berada jauh dari fasilitas kesehatan masih dipengaruhi oleh praktik tradisional seperti pertolongan persalinan oleh dukun. 7. Pengaruh biaya persalinan terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara biaya persalinan terhadap pemilihan penolong persalinan meskipun secara statistik tidak signifikan (b= 0.63; CI 95%= -0.89 hingga 2.16; p= 0.415). Besarnya biaya yang harus dikeluarkan seorang ibu dalam proses persalinan menjadi pertimbangan penting bagi ibu dalam memilih penolong persalinannya. Apalagi didukung oleh sosial ekonomi yang memadai, seorang ibu akan lebih memilih bersalin pada tenaga kesehatan profesional seperti dokter dan bidan dibandingkan dengan bersalin pada dukun. Salah satu alasan masyarakat memilih dukun sebagai penolong persalinan dikarenakan proses pembayaran jasa dukun lebih mudah, lebih kekeluargaan, seadanya dan tidak harus dengan uang yang besar. Dalam hal ini pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih dianggap mahal, misalnya saja untuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit di perkotaan masih harus menyediakan uang muka untuk jaminan perawatan ibu yang akan melahirkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sumintardi (2012) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang signifikan antara biaya persalinan dengan pemilihan penolong persalinan dimana hasil uji statistik menunjukkan nilai p=2.215. Hal ini disebabkan karena antara biaya penolong persalinan oleh dukun maupun bidan kemungkinan biayanya hampir sama dan dianggap tidak mahal atau terjangkau oleh masyarakat. e-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing Adapun anggapan yang beredar di masyarakat bahwa persalinan di tenaga kesehatan mengeluarkan biaya yang tergolong mahal, sehingga ibu lebih memilih melahirkan dirumah dan memilih ditolong oleh paraji/ dukun dikarenakan biaya yang lebih murah dan pembayaran bisa dicicil, disamping itu sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Hubungan yang tidak signifikan antara biaya dengan pemilihan penolong persalinan salah satunya juga disebabkan oleh sosial budaya. Meskipun ibu menyatakan bahwa biaya persalinan ke dukun lebih murah namun jika dihitung biaya yang dikeluarkan untuk membayar dukun, membelikan peralatan hingga perawatan ibu dan bayi sampai 40 hari masa nifas, maka biaya yang dikeluarkan hampir sama dengan biaya persalinan pada bidan, hanya saja mekanisme pembayaran dapat dilakukan secara bertahap sehingga dirasa meringankan ibu. Adanya jaminan pembiayaan persalinan dari pemerintah dalam bentuk BPJS, menyebabkan biaya persalinan tidak lagi menjadi masalah dikarenakan ibu yang bersalin di tenaga kesehatan tidak lagi harus mengeluarkan biaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nakambale et al., (2014) dengan menghapus biaya melahirkan di Northern Zambia tercatat berdampak terhadap peningkatan permintaan untuk pelayanan kesehatan serta pertolongan persalinan oleh dukun bayi dilaporkan mengalami penurunan. Oleh karena itu untuk menekan Angka Kematian Ibu, Pemerintah bersama Kementerian Kesehatan telah menggagas dan mengupayakan persalinan gratis melalui program BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Namun dalam pelaksanaanya tidak semua memanfaatkan BPJS dengan baik khususnya dalam mendapatkan biaya persalinan gratis. Hal tersebut dikarenakan karena ketidakpahaman bahwa saat ini e-ISSN: 2549-1172 (online) biaya persalinan gratis, kurangnya informasi tentang cara penggunaan BPJS maupun dengan alasan lainnya. Diperlukan perubahan persepsi maupun sikap bagi masyarakat khususnya yang menganggap bahwa biaya pertolongan di bidan atau tenaga kesehatan dianggap mahal. 8. Pengaruh dukungan suami/ keluarga terhadap pemilihan penolong persalinan Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung antara dukungan suami/keluarga terhadap pemilihan penolong persalinan (b=2.02; CI 95%= 1.21 hingga 2.82; p<0.001). Peran dan tanggungjawab suami maupun keluarga dalam kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap kesehatan perempuan. Keputusan penting seperti siapa yang akan menolong persalinan, kebanyakan masih ditentukan secara sepihak oleh suami ataupun keluarga. Dukungan suami sewaktu istri melahirkan seperti memastikan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan, menyediakan dana, perlengkapan dan transportasi yang dibutuhkan, mendampingi selama proses persalinan berlangsung serta mendukung upaya rujukan (bila diperlukan) sangat diperlukan untuk mendukung proses persalinan yang aman (Riskesdas, 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Masita et al., (2014) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan dengan hasil uji statistik nilai p=0.202. Hal tersebut disebabkan masih adanya yang menganut sistem patriarrkhi dimana laki-laki atau suami sebagai kepala keluarga yang mengambil keputusan utama dalam keluarga terutama di daerah pedesaan. Pengaruh keluarga sangat menentukan ibu yang akan bersalin untuk pemilihan tempat maupun tenaga penolong persalin171 Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173 https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06 an. Ibu sebagai wanita tidak berani untuk mengambil keputusan dikarenakan masih rendahnya status wanita dalam keluarga, sehingga mereka tidak berani untuk menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya termasuk kesehatannya. Selain itu dominasi orang tua dapat lebih besar pengaruhnya dibandingkan suami. Pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan oleh orang tua (ibu) dikarenakan kepercayaan yang ada pada ibu secara turun temurun bahwa persalinan dilakukan oleh dukun maka ibu bersalin selalu dianjurkan untuk ke dukun dibandingkan ke tenaga kesehatan (bidan). Hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa tradisi merupakan confounding pada hubungan antara dukungan suami/ keluarga terhadap pemilihan penolong persalinan. Artinya dukungan suami/ keluarga yang akan mempengaruhi tradisi yang dianut dan dijalankan oleh yang akhirnya diikuti dengan pemilihan penolong persalinan. Pemilihan penolong persalinan dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, kunjungan ANC, tradisi. Kunjungan ANC dipengaruhi oleh usia ibu dan pendidikan. Usia ibu dan pekerjaan dipengaruhi oleh pendidikan. Tradisi dipengaruhi oleh dukungan. REFERENCE Arief M (2012). Determinan Pemilihan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010).FKM-UI.Depok. Armstrong A (2011).The Impact of Traditions and Traditional Birth Attendants on Maternal Mortality: A Case Study of Nyakayojo sub-Country Mbarara District Uganda.University of Colorado Boulder. Bashar A (2012). Determinants of The Use of Skilled Birth Attendants at Delivery by Pregnant Women in Bangladesh, 172 Master Student Department of Public Health and Clinical Medicine. Umea University Sweden. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong C, Dashe J, Hoffman B, Casey B, Sheffield J (2010). Obstetri Williams 23rd ed. McGraw-Hill Companies. Inc, USA. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2012). Angka Kematian Ibu Tahun 2014. Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso (2017). Data Laporan KIA Kabupaten Bondowoso 2015 dan 2016. Ferdinand O, Geoffrey N, Christopher E (2014). Journal of Public Health Epidemiology: Traditional Birth Attendants and Women’s Health Practices: A Case Study of Patani in Southern Nigeria, 6(8): 252-261, ISSN 20069723, Department of Public Health Technology Federal University of Technology. Fertman C, Allenswort D (2010). Health Promotion Programs from Theory to Practice, Jossey–Bass, San Francisco. Gitimu A, Herr C, Oruko H, Karijo E, Gichuki R, Ofware P, Lakati A, Nyagero J (2015). Determinants Of Use Of Skilled Birth Attendant At Delivery In Makueni Kenya: A Cross Sectional Study, BMC Pregnancy and Childbirth 15:9. Green L, Kreuter M (2005).Health program planning: An educational and ecological approach with PowerWeb bindin card.McGraw-Hill. New York. Inyang M, Anucha O(2015). IOSR Journal of Dental and Medical Sciences: Traditional Birth Attendants and Maternal Mortality, Department of Human Kinetics and Health Education Faculty of Education 14(2):21-26. Kementrian Kesehatan RI (2013). Kementerian RI Pokok-Pokok Hasil Riskese-ISSN: 2549-1172 (online) Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing das Indonesia Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/ III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2013. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI (2015). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta. Masita, Novita H, Puspita E (2014). Pemilihan Penolong Persalinan. Jurnal Health Quality 5(1): 1-66. Kemenkes Jakarta. Meylanie (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember (Tesis).FKM-UI.Depok. Murti B (2013).Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nakambale A, Nzala S, Hazemba A (2014). Medical Journal of Zambia: Factors Affecting Utilization of Skilled Birth Attendants by Women in Northern Zambia, 41(2):86-94. Prasetyawati A (2012). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium Development Goals (MDG’S).Nuha Medika. Yogyakarta. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan e-ISSN: 2549-1172 (online) Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Jakarta. Sumintardi C (2012). Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalibunder Kabupaten Sukabumi Tahun 2011-2012 (Tesis) FKM-UI.Depok. Tadese F, Ali A (2014). Determinants of Use of Skilled Birth Attendance Among Mothers Who Gave Birth in the Past 12 months in RayaAlamata District. North East Ethiopia, Clinics Mother Child Health 11: 164. doi: 10.4172/ 2090-7214.1000164 WHO (2016). Standards For Improving Quality Of Maternal and Newborn Care In Health Facilities. Geneva Switzerland. World Health Organization (WHO)(2004). Making Pregnancy Safer: The Critical Role of The Skilled Attendant: A joint Statement by WHO.ICM and FIGO. Geneva. Yenita (2011). Faktor Determinan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat (Tesis). FKM-Universitas Andalas Padang. Yoshimura Y, Tajul M, Nazrul I (2014). Practices And Determinants Of Delivery By Skilled Birth Attendants In Bangladesh. Reproductive Health 11:86. _____ (2007).Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta. Indonesia. _____ (2016). The Sustainable Development Goals Report 2016. United Nations. New York. _____ (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta. 173