PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing, Reinforcing, and

advertisement
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing,
Reinforcing, and Enabling Factors Affecting the Selection
of Birth Attendant in Bondowoso District
Ira Martin Pramiyana1), Uki Retno Budi Hastuti2), Bhisma Murti1)
1)Masters
Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta
of Obstetrics and Gynecology, Dr. Moewardi Hospital, Surakarta
2) Department
ABSTRACT
Background: Skilled birth attendant is one of the determinants of maternal and infant mortality.
One of the primary causes of maternal mortality in Bondowoso District was the reliance on the
traditional birth attendant (TBA). In 2016, the number of birth delivery attended by TBA reached
510 out of 10,326 deliveries. This study aimed to determine the predisposing, reinforcing, and
enabling factors affecting the selection of birth attendant in Bondowoso.
Subjects and Method: This was an analytic observational study using case control design. The
study was conducted at 5 community health centers in Bondowoso District, East Java, from April
to May 2017. A sample of 160 delivering mothers, consisting of 110 mothers assisted by skilled
birth attendants and 50 mothers assisted by traditional birth attendants, were selected for this
study by fixed disease sampling. The dependent variable was the selection of birth attendant
(skilled birth attendant vs. TBA). The independent variables were age, education, working status,
ANC visit, tradition, and family support. The data were collected by a set of questionnaire. Path
analysis was employed to analyze data.
Results: Age 20-34 years (b= -2.10; 95% CI=-3.96 to -0.25; p= 0.026), working outside the house
(b= 2.23; 95% CI=0.84 to 3.61; p= 0.002), ANC visit (b= 2.71; 95% CI=0.80 to 4.62; p= 0.005),
good tradition (b= 4.05; 95% CI=2.38 to 5.72; p<0.001) increased the likelihood of selecting skill
birth attendant. Age 20-34 years (b= 2.54; 95% CI=1.24 to 3.84; p<0.001) and maternal education
≥high school (b=3.69; 95% CI=2.47 to 4.92; p<0.001) increased ANC visit. Maternal education ≥
high school (b=0.74; 95% CI=-0.02 to 1.51; p= 0.059) increased age. Maternal education ≥ high
school (b=1.39; 95% CI=0.63 to 2.14; p<0.001) increased the likelihood of mother working outside
the house. Family support (b=2.02; 95% CI=1.21 to 2.82; p<0.001) increased the likelihood of good
tradition.
Conclusion: Age 20-34 years, working outside the house, ANC visit, good tradition, directly
increase the likelihood of selecting skill birth attendant.
Keywords: selection of birth attendant, predisposing, enabling, reinforcing factors
Correspondence:
Ira Martin Pramiyana. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta.
Email: [email protected]. Mobile: +6282337742697.
LATAR BELAKANG
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN),
salah satu indikator dari derajat kesehatan
masyarakat adalah Angka Kematian Ibu
(AKI). Makin tinggi AKI menunjukkan
bahwa derajat kesehatan dapat dikategorikan buruk dan belum berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Kementrian Kese160
hatan RI, 2015). Kabupaten Bondowoso
menjadi kabupaten dengan AKI tertinggi di
Provinsi Jawa Timur, dimana AKI meningkat dari tahun 2014 yaitu dari 17 orang
menjadi 19 orang pada tahun 2015. Hal tersebut juga mengalami peningkatan di tahun
2016 dengan AKI 20 orang di Kabupaten
Bondowoso. Salah satu yang menjadi penyebab masih tingginya AKI di Kabupaten
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
Bondowoso yaitu masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun yang dilakukan
secara tradisional. Tahun 2015 persalinan
dukun mencapai 767 dari 10.219 persalinan
dan mengalami penurunan pada tahun
2016 yaitu 510 persalinan dukun dari
10,326 persalinan, namun angka tersebut
masih tergolong tinggi dan menjadi penyumbang dalam kasus AKI (Dinas Kesehatan Bondowoso, 2017). Berdasarkan data
SDKI 2012 Angka Kematian Ibu (AKI)
mengalami kenaikan dari 228 menjadi 359
per 100,000 kelahiran hidup, sehingga
target MDGs di 2015 belum tercapai yakni
menurunkan rasio AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan saat
ini target SDGs di 2030 yang merupakan
kelanjutan dari MDGs adalah mengurangi
Angka Kematian Ibu hingga di bawah 70
per 100,000 kelahiran hidup.
Salah satu faktor yang menyebabkan
tingginya kematian ibu dan bayi adalah
kemampuan dan keterampilan penolong
persalinan. Cakupan tenaga penolong persalinan di Indonesia berdasarkan hasil
SDKI tahun 2012 mencapai 83%, hal ini
mengalami peningkatan bila dibandingkan
hasil SDKI 2007 dengan cakupan penolong
persalinan yaitu 73%. Cakupan penolong
persalinan tersebut masih dibawah Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan pada tahun 2015 yakni harus mencapai
85%. Kurangnya cakupan tersebut dikarenakan masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun paraji yang melaksanakan
pertolongan persalinan secara tradisional
sehingga dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayi (Kementrian Kesehatan RI,
2016).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur (2012), Kota Bondowoso masih berada pada kabupaten/ kota
di Jatim yang memiliki AKI di atas angka
provinsi yaitu 109.50 ibu/100,000 kelahirn
hidup. Salah satu yang menjadi penyebab
e-ISSN: 2549-1172 (online)
masih tingginya AKI di Kabupaten Bondowoso yaitu masih adanya pertolongan persalinan oleh dukun yang dilakukan secara
tradisional. Pada tahun 2014 persalinan
dukun mencapai 784 dari 8.884 persalinan
dan mengalami penurunan pada tahun
2015 yaitu 767 persalinan dukun dari 8.069
persalinan, namun angka tersebut masih
tergolong tinggi dan menjadi penyumbang
dalam kasus AKI (Dinas Kesehatan Bondowoso, 2017). Oleh karena itu, pentingnya
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
tahun 2015-2019 yaitu menetapkan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator upaya kesehatan
ibu.
Menurut Green dan Kreuter (2005)
terdapat tiga faktor dalam penggunaan
pelayanan kesehatan diantaranya faktor
predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, sosio ekonomi, umur, jenis
kelamin dan presepsi yang berhubungan
dengan motivasi individu), faktor pemungkin adalah kemampuan dan sumberdaya
yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu
(biaya, jarak tempuh, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan
petugas kesehatan) serta faktor penguat
yaitu faktor yang memperkuat terjadinya
tindakan (tokoh masyarakat, keluarga).
Adapun penelitian tentang perilaku pemilihan pertolongan persalinan adalah hasil
penelitian Gitimu et al., (2015) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan suami, kunjungan ANC dan
jarak dengan fasilitas kesehatan terhadap
pemilihan tenaga persalinan memiliki hubungan yang signifikan terhadap pemilihan
penolong persalinan.
Dinas Kesehatan Jawa Timur mencanangkan Gerakan Bersama Amankan Kehamilan (GEBRAK), program ini dilakukan
mulai tahun 2013 dengan melakukan pendampingan pada ibu hamil risiko tinggi
yang dilakukan selama 10 bulan, diikuti
161
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
dari masa kehamilan sampai dengan masa
nifas yang melibatkan kader PKK dan
mahasiswa akademi kebidanan di Jawa
Timur. Program ini diharapkan mampu
mendeteksi secara dini komplikasi pada ibu
hamil sehingga dapat segera dilakukan
pencegahan dan penanganan secara dini
oleh petugas kesehatan yang nantinya
ketika bersalin mereka telah memutuskan
untuk ditangani oleh tenaga kesehatan.
Sejauh ini Laporan Dinas Kesehatan Bondowoso hanya sebatas jumlah kejadian persalinan dukun, sementara faktor penyebab
persalinan dukun belum diungkap lebih
jauh, sehingga perlu diteliti faktor apa saja
yang mempengaruhi pemilihan penolong
persalinan di Kabupaten Bondowoso tahun
2016.
SUBJEK DAN METODE
1. Desain Penelitian
Metode penelitian pada penelitian ini
adalah studi analitik observasional, dengan
pendekatan case control. Penelitian dilaksanakan di 5 Wilayah Kerja Puskesmas
Kabupaten Bondowoso. Waktu pelaksanaan mulai bulan Maret – Mei 2017.
2. Populasi dan Sampel
Populasi sasaran dalam penelitian ini
adalah semua ibu yang telah melakukan
pertolongan persalinan di wilayah kerja
Puskesmas Pujer, Puskesmas Tlogosari,
Puskesmas Pakem, Puskesmas Botolinggo,
dan Puskesmas Cermee Kabupaten Bondowoso pada tahun 2016. Populasi target
dalam penelitian ini adalah semua ibu yang
telah melakukan pertolongan persalinan
oleh dukun di wilayah kerja Puskesmas
Pujer, Puskesmas Tlogosari, Puskesmas
Pakem, Puskesmas Botolinggo, dan Puskesmas Cermee Kabupaten Bondowoso pada
tahun 2016. Sampel dalam penelitian kuantitatif sebesar 160 subjek. Teknik sampling
yang akan digunakan dalam penelitian
kuantitatif yaitu fixed disease sampling
162
yaitu memastikan jumlah subjek penelitian
yang cukup dalam kelompok berpenyakit
(kasus) dan tidak berpenyakit (kontrol)
sehingga menguntungkan peneliti ketika
prevalensi penyakit yang diteliti rendah
(Murti, 2013)
Terdapat sembilan variabel dalam
penelitian ini yang terdiri dari variabel
dependen dan independen. Variabel dependen yaitu pemilihan penolong persalinan.
Variabel independen yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, kunjungan ANC, tradisi,
jarak ke pelayanan kesehatan, biaya persalinan dan dukungan suami/keluarga.
3. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel usia adalah
usia ibu pada saat melahirkan anak yang
terakhir; pendidikan adalah jenjang pendidikan/ sekolah formal terakhir yang telah
ditamatkan oleh ibu dan ditandai dengan
kepemilikan ijazah; pekerjaan adalah
kegiatan rutin yang dilakukan ibu baik
didalam rumah maupun diluar rumah
untuk memperoleh penghasilan; kunjungan
ANC adalah frekuensi ibu saat memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan,
sekurang-kurangnya 4x selama hamil (TM I
1x, TM II 1x, TM III 2x); tradisi adalah
suatu kebiasaan yang berkembang di
masyarakat dan berlaku secara turuntemurun melalui informasi baik tertulis
maupun lisan, dan tradisi menjadi bagian
dari budaya; jarak ke pelayanan kesehatan
adalah jarak yang harus ditempuh ibu
untuk mendapatkan pelayanan pertolongan
persalinan; biaya persalinan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan ibu untuk membayar pertolongan persalinan; dukungan
suami/keluarga adalah pernyataan ibu
tentang ada tidaknya dukungan dari suami
atau keluarga pada saat hamil dan dalam
memilih penolong persalinan.
Pemilihan
penolong
persalinan
adalah keputusan yang diambil oleh ibu
tentang orang yang dipilih pada saat
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
melahirkan anak terakhir. Pengumpulan
data kuantitatif menggunakan kuesioner.
Analisis data kuantitatif menggunakan analisis jalur dengan STATA 13.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas korelasi item-total didapatkan bahwa pada
pengukuran variabel usia, pendidikan,
pekerjaan, kunjungan ANC, tradisi, jarak ke
pelayanan kesehatan, biaya persalinan,
dukungan suami/ keluarga dan pemilihan
4. Uji Reliabilitas
Tabel 1. Hasil uji reliabilitas
Variabel
Kunjungan ANC
Tradisi
Jarak ke pelayanan kesehatan
Biaya persalinan
Dukungan suami/keluarga
Pemilihan penolong persalinan
Item Total Correlation (r)
≥0.50
≥0.51
≥0.49
≥0.53
≥0.47
≥0.38
HASIL
A. Analisis Univariat
Hasil penelitian kepada kelompok kasus
110 subjek ibu dengan pertolongan persalinan oleh dukun dan kelompok kontrol 50
subjek ibu yang melakukan pertolongan
persalinan oleh bidan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa usia 20–
34 mendominasi sebanyak 65.1% pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok
kontrol 72.5%, pendidikan ibu dengan kategori rendah sebanyak 89.9% pada kelompok kasus dan 76.5% pendidikan ibu tinggi
pada kelompok kontrol, pekerjaan ibu
dengan kategori bekerja di dalam rumah
mendominasi pada kelompok kasus dan
kontrol sebanyak 85.3% dan 52.9%, kunjungan ANC tidak rutin sebanyak 80.7%
pada kelompok kasus dan 76.5% kunjungan
ANC rutin pada kelompok kontrol. Adapun
dukungan terhadap tradisi (tradisional) sebanyak 95.4% pada kelompok kasus dan
68.6% tidak mendukung terhadap tradisi
(tidak tradisional) pada kelompok kontrol,
akses ke pelayanan kesehatan dengan jarak
≥2 km pada kelompok kasus 57.8% dan
e-ISSN: 2549-1172 (online)
penolong persalinan dengan r hitung
≥0.20, serta Cronbach's Alpha ≥ 0.70, sehingga semua butir pertanyaan dinyatakan
reliabel. Hasil uji reliabilitas kuesioner
dapat dilihat pada Tabel 1.
Analisis data menggunakan analisis
bivariat dengan SPSS versi 22. Analisis
multivariat menggunakan analisis jalur
STATA.
Alpha Cronbach
0.74
0.94
0.93
0.86
0.92
0.76
70.6% dengan jarak <2 km pada kelompok
kontrol, besarnya biaya persalinan dengan
kategori tinggi pada kelompok kasus sebanyak 81.7% dan pada kelompok kontrol
54.9% dengan biaya persalinan rendah, dan
dukungan suami/ keluarga sebanyak 80.7%
dukungan rendah pada kelompok kasus
dan 76.5% dukungan tinggi pada kelompok
kontrol.
B. Analisis Bivariat
Analisis secara bivariat menjelaskan pengaruh satu variabel independen terhadap satu
variabel dependen menggunakan uji chisquare, dengan taraf kepercayaan 95%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pendidikan ibu ≥SMA (OR=28.95; CI 95%=11.79
hingga 71.10; p<0.001); pekerjaan ibu
(OR= 5.16; CI 95%= 2.40 hingga 11.09;
p<0.001); kunjungan ANC ≥4 kali (OR=
13.61; CI 95%=6.10 hingga 30.40; p<
0.001); dukungan terhadap tradisi rendah
(OR=45.50; CI 95%= 15.53 hingga 133.28;
p<0.001); jarak ke pelayanan kesehatan
dekat <2 km (OR=45.50; CI 95%= 15.53
hingga 133.28; p=0.001); biaya persalinan
<Rp 600,000 (OR=5.41; CI 95%=2.59
163
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
hingga 11.29; p<0.001); dukungan suami/
keluarga tinggi (OR=13.61; CI 95%=6.10
hingga 30.40; p<0.001) berpengaruh meningkatkan terhadap pemilihan penolong
persalinan. Hasil tersebut secara statistik
Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian
signifikan. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara usia ibu
(OR=1.41; CI 95%= 0.68-2.93; p=0.351)
terhadap pemilihan penolong persalinan.
Kasus
Karakteristik
Usia ibu (tahun)
< 20 atau ≥35
20 – 34
Pendidikan ibu
Rendah (<SMA)
Tinggi (≥SMA)
Pekerjaan ibu
Bekerja di dalam rumah
Bekerja di luar rumah
Kunjungan ANC
ANC tidak rutin (<4 kali)
ANC rutin (≥4 kali)
Tradisi
Tradisional
Tidak tradisional
Jarak ke pelayanan kesehatan
Jauh (≥2 km)
Dekat (<2 km)
Biaya persalinan
Rendah (< Rp 600,000)
Tinggi (≥Rp 600,000)
Dukungan suami/keluarga
Dukungan rendah
Dukungan tinggi
Kontrol
N
(%)
N
(%)
38
71
34.9
65.1
14
37
27.5
72.5
98
11
89.9
10.1
12
39
23.5
76.5
93
16
85.3
14.7
27
24
52.9
47.1
88
21
80.7
19.3
12
39
23.5
76.5
104
5
95.4
4.6
16
35
31.4
68.6
63
46
57.8
42.2
15
36
29.4
70.6
20
89
18.3
81.7
28
23
54.9
45.1
88
21
80.7
19.3
12
39
23.5
76.5
Tabel 3. Analisis bivariat variabel penelitian
Variabel Independen
Usia Ibu
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Kunjungan ANC
Tradisi
Jarak ke Pelayanan Kesehatan
Biaya Persalinan
Dukungan Suami/Keluarga
OR
1.41
28.95
5.16
13.61
45.50
3.28
5.41
13.61
Tabel 4 menunjukkan Ibu hamil dengan
usia 20-34 tahun memiliki logodd untuk
memilih bidan sebagai penolong persalinan
2.10 poin lebih rendah daripada ibu hamil
dengan usia <20 tahun atau ≥35 tahun (b=
164
CI (95%)
Batas Bawah
Batas Atas
0.68
2.93
11.79
71.10
2.40
11.09
6.10
30.40
15.53
133.28
1.61
6.70
2.59
11.29
6.10
30.40
p
0.351
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
0.001
<0.001
<0.001
-2.10; CI 95%= -3.96 hingga -0.25; p=
0.026). Ibu yang bekerja di luar rumah
memiliki logodd untuk memilih bidan
sebagai penolong persalinan 2.23 poin
lebih tinggi daripada ibu yang bekerja di
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
dalam rumah (b= 2.23; CI 95%= 0.84
hingga 3.61; p= 0.002). Ibu hamil yang
rutin pemeriksaan ANC ≥4x memiliki
logodd untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan 2.71 poin lebih tinggi daripada ibu hamil yang tidak rutin melakukan
pemeriksaaan ANC (b= 2.71; CI 95%= 0.80
Tabel 4. Hasil analisis jalur
Variabel Independen
Pengaruh Langsung
Penolong Persalinan
Bidan
hingga 4.62; p= 0.005). Ibu yang tidak
mendukung tradisi (tidak tradisional)
memiliki logodd untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan 4.05 poin lebih
tinggi daripada ibu yang mendukung tradisi
(tradisional) (b= 4.05; CI 95%= 2.38 hingga
5.72; p<0.001).
Variabel Dependen




Pengaruh Tidak Langsung

Rutin pemeriksaan ANC
≥4 kali

Rutin pemeriksaan ANC
≥4 kali

Usia 20-34 tahun

Ibu bekerja di luar
rumah

Tidak mendukung
tradisi (tidak tradisional)
CI (95%)
Batas
Batas
Bawah Atas
Koefisien
Jalur (b)
p
Usia 20-34 tahun
Ibu bekerja di luar
rumah
Rutin pemeriksaan
ANC ≥4 kali
Tidak tradisional
-2.10
2.23
-3.96
0.84
-0.25
3.61
0.026
0.002
2.71
0.80
4.62
0.005
4.05
2.38
5.72
<0.001
Usia 20-34 tahun
2.54
1.24
3.84
<0.001
Pendidikan ibu ≥SMA
3.69
2.47
4.92
<0.001
Pendidikan ibu ≥SMA
Pendidikan ibu ≥SMA
0.74
1.39
-0.02
0.63
1.51
2.14
0.059
<0.001
Dukungan
suami/keluarga tinggi
2.02
1.21
2.82
<0.001
binomial
usia
.52
logit
jarakyan
.75
-2.1
.64
biaya
.64
binomial
pendidik
1.1
penolong
2.5
-3.5
logit
1.4
binomial
2.2
3.7
logit
4.1
2.7
pekerjaa
-1.6
-.51
tradisi-2.1
binomial
anc
binomial
2
dukungan
logit
-3.5
logit
Gambar 1. Model Struktural dengan Estimate
Pemeriksaan ANC yang rutin dipengaruhi
ANC yang rutin 2.54 poin lebih tinggi darioleh usia, pekerjaan dan pendidikan ibu.
pada ibu dengan usia <20 tahun atau ≥35
Ibu hamil dengan usia 20-34 tahun memitahun (b= 2.54; CI 95%= 1.24 hingga 3.84;
liki logodd untuk melakukan pemeriksaan
p<0.001). Ibu yang bekerja di luar rumah
e-ISSN: 2549-1172 (online)
165
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
memiliki logodd untuk melakukan pemeriksaan ANC yang rutin 0.51 poin lebih
rendah daripada ibu yang bekerja di dalam
rumah (b=-0.51; CI 95%=-1.65 hingga 0.63;
p=0.380). Ibu yang berpendidikan tinggi
memiliki logodd untuk melakukan pemeriksaan ANC yang rutin 3.69 poin lebih
tinggi daripada ibu yang berpendidikan
rendah (b=3.69; CI 95%= 2.47 hingga 4.92;
p<0.001).
Pekerjaan dan usia ibu dipengaruhi
oleh pendidikan ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki logodd untuk memilih
bekerja di luar rumah 1.39 poin lebih tinggi
daripada ibu yang berpendidikan rendah
(b=1.39; CI 95%=0.63 hingga 2.14;
p<0.001). Ibu yang berpendidikan tinggi
memiliki logodd untuk masuk pada kategori 20-34 tahun 0.74 poin lebih tinggi
daripada ibu yang berpendidikan rendah
(b=0.74; CI 95%= -0.02 hingga 1.51; p=
0.059). Ibu dengan dukungan suami/
keluarga yang tinggi memiliki logodd untuk
tidak mendukung tradisi (tidak tradisional)
2.02 poin lebih tinggi daripada ibu dengan
dukungan suami/keluarga yang rendah (b=
2.02; CI 95%= 1.21 hingga 2.82; p<0.001).
PEMBAHASAN
1. Pengaruh usia terhadap pemilihan
penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara usia ibu terhadap
pemilihan penolong persalinan dan secara
statistik signifikan (OR=1.41; b= -2.10; CI
95%= -3.96 hingga -0.25; p= 0.026). Usia
merupakan variabel individu yang pada
dasarnya semakin bertambah usia dan
kedewasaan maka akan semakin banyak
menyerap informasi yang akan mempengaruhi ibu dalam pemilihan tenaga penolong
persalinan. Usia ibu dianggap sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi, usia
yang dianggap optimal untuk proses kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun
166
sampai dengan <35 tahun (WHO, 2016).
Kematian maternal pada wanita hamil dan
persalinan dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih
tinggi dari kematian maternal pada usia
20-30 tahun (Prawirohardjo, 1991 dalam
Meylanie, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Bashar (2012) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif
antara usia dengan pemilihan tenaga penolong saat melahirkan. Penelitian ini juga
didukung oleh Masita et al., (2014) menyebutkan bahwa hubungan usia ibu dengan
pemilihan penolong persalinan menunjukkan hubungan tidak bermakna.
Semakin meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan teknis dan psikologisnya akan semakin meningkat pula.
Selain itu usia dapat menggambarkan
pengalaman seorang ibu dalam melakukan
proses persalinan sebelumnya. Semakin
dewasa usia ibu semakin mampu untuk
mengambil keputusan yang baik, termasuk
keputusan dalam memilih penolong persalinan. Namun dalam keadaan ini dapat pula
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
pengetahuan serta dukungan dari keluarga.
Hasil penelitian ini mengindikasikan
bahwa wanita yang berusia lebih tua cenderung tidak menggunakan bantuan tenaga
ahli (bidan) dalam proses persalinannya.
Hal ini disebabkan bahwa dengan bertambahnya usia seorang wanita, maka lebih
banyak pengalaman yang diperolehnya
mengenai proses kehamilan dan persalinan, sehingga mempengaruhi mereka untuk
tidak menggunakan tenaga medis (bidan),
melainkan lebih memilih tenaga non medis
(dukun) pada saat melahirkan.
2. Pengaruh pekerjaan terhadap pemilihan penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara pekerjaan
ibu terhadap pemilihan penolong persalinan dan secara statistik signifikan. Hasil
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
penelitian ini sesuai dengan teori Green
dan Kreuter (2005) bahwa suatu pekerjaan
berada pada faktor predisposisi dimana
dapat mempermudah atau sebagai predisposisi timbulnya perilaku dalam diri individu maupun masyarakat.
Pada penelitian ini dihasilkan (b=
2.23; CI 95%= 0.84 hingga 3.61; p= 0.002).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Masita et al., (2014) yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu
dengan pemilihan penolong persalinan (p=
0.001). Penelitian ini juga sesuai dengan
penelitian Inyang (2015) menunjukkan ada
pengaruh langsung dan signifikan antara
pekerjaan ibu terhadap pemilihan penolong
persalinan.
Ibu yang bekerja memiliki akses lebih
baik terhadap informasi kesehatan.Hal ini
dikarenakan ibu yang bekerja lebih banyak
mendapatkan informasi atau penyuluhan
tentang penolong persalinan yang dapat
diperoleh melalui teman kerja, elektronik,
seminar-seminar, dan lain-lain. Ibu dengan
akses informasi yang luas mempunyai peluang lebih besar untuk memanfaatkan
tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya. Lingkungan dan teman sekitar
ibu bekerja mempunyai pengaruh dalam
pembentukan opini dan kepercayaan,
dikarenakan dengan adanya kontak dan
interaksi tersebut akan menambah pengetahuan ibu yang pada akhirnya pengetahuan tersebut berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku yang akan dipilihnya.
Pendapatan keluarga diduga mempengaruhi pada faktor ini, dimana ibu yang
bekerja cenderung mempunyai pendapatan
keluarga yang memadai, khususnya untuk
memenuhi tarif pelayanan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga medis
lainnya, sehingga mengabaikan alternatif
untuk memilih dukun bayi. Hal ini mengindikasikan bahwa keluarga dengan pendapatan yang rendah akan beralih untuk mee-ISSN: 2549-1172 (online)
manfaatkan dukun dalam pertolongan persalinan, hal ini dikarenakan biaya atau tarif
yang dikenakan oleh dukun cenderung jauh
lebih murah dibandingkan dengan tarif
oleh bidan atau tenaga medis lain.
3. Pengaruh pendidikan terhadap pemilihan penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara pendidikan terhadap pemilihan penolong persalinan meskipun secara statistik tidak signifikan (b=
1.10; CI 95%= -0.29 hingga 2.51; p= 0.122).
Pendidikan ibu berpengaruh pada cara berfikir, tindakan serta proses pengambilan
keputusan dalam menggunakan pelayanan
kesehatan. Hal ini juga didukung dengan
pendapat bahwa semakin tinggi pendidikan
ibu akan semakin baik pengetahuannya
tentang kesehatan, mereka cenderung lebih
memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya serta mampu mengambil keputusan
dalam kaitannya dengan kesehatan dirinya,
misalnya dalam menentukan dimana dia
akan melahirkan (Gitimu et al., 2015).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Tadese dan Ali (2014) yang
menyebutkan bahwa ada hubungan antara
pendidikan ibu dengan pemilihan tenaga
penolong persalinan (AOR = 5.3; CI 95%=
2.9 hingga 9.8), disebutkan ibu yang berpendidikan tinggi memiliki 5.3 kali lebih
tinggi memilih bidan (tenaga kesehatan)
dalam melakukan pertolongan persalinan.
Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian Arief (2012) yang menunjukkan ada perbedaan proporsi kejadian pemilihan persalinan di fasilitas kesehatan antara ibu yang berpendidikan tinggi
dengan ibu yang berpendidikan rendah
dengan nilai OR=4.36. Artinya ibu yang
berpendidikan tinggi mempunyai kecenderungan 4.36 kali untuk memilih persalinan
di fasilitas kesehatan dibandingkan ibu
yang berpendidikan rendah.
167
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
Semakin tinggi pendidikan seseorang,
diharapkan semakin tinggi tingkat pemahaman serta semakin mudah menerima
informasi baru yang diaplikasikan dalam
kehidupan. Tingkat pendidikan rendah menyebabkan kesulitan menyerap informasi
sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi akan lebih terbuka dalam
menerima gagasan baru. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya pendidikan ibu
mempengaruhi penggunaan akses ke fasilitas kesehatan.Ibu yang berpendidikan
tinggi cenderung memiliki wawasan berpikir lebih baik dan cenderung dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana
tentang kesehatannya sendiri dibandingkan
dengan ibu yang berpendidikan rendah.
Ibu yang berpendidikan tinggi akan
memiliki pengetahuan yang lebih baik
khususnya mengenai pertolongan persalinan yang paling baik bagi dirinya. Sehingga
dengan adanya tingkat pendidikan tersebut
dapat memberikan pengaruh terhadap
perilaku ibu, salah satunya adalah dalam
memilih penolong persalinan yang paling
baik yaitu persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan.
4. Pengaruh kunjungan ANC terhadap pemilihan penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara kunjungan
ANC terhadap pemilihan penolong persalinan dan secara statistik signifikan. Adanya kunjungan dan pelayanan ANC yang
terpadu diharapkan persalinan dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
dengan tenaga kesehatan yang terampil
serta persalinan dilakukan sesuai dengan
standar Asuhan Persalinan Normal (APN)
(Menteri Kesehatan RI, 2014).
Interaksi antara ibu dan tenaga kesehatan selama masa antenatal care dapat
membangun rasa percaya diri ibu dan rasa
percaya kepada petugas kesehatan, dan hal
168
ini merupakan dasar yang baik dalam
mengambil keputusan saat pemilihan penolong persalinan ibu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Armstrong (2011) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kunjungan ANC dengan
pemilihan penolong persalinan. Ibu dengan
kunjungan ANC yang rutin dan lebih dari 4
kali memiliki peluang untuk mendapatkan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan disbandingkan dengan ibu yang tidak
rutin melakukan kunjungan ANC.
Penelitian ini juga didukung oleh
Tadese dan Ali (2014) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC selama kehamilan terakhir dengan pemilihan tenaga
penolong persalinan.
Hal ini dikarenakan ibu yang rutin
melakukan kunjungan ANC memperoleh
manfaat salah satunya pemberian pendidikan kesehatan dan informasi yang berkenaan dengan pentingnya pertolongan
tenaga kesehatan pada saat persalinan.
Selain itu ibu juga memperoleh pengetahuan tentang resiko-resiko serta tanda bahaya
kehamilan dan persalinan, sehingga bila
ibu masuk dalam faktor resiko tersebut
maka ibu akan cenderung memilih tenaga
kesehatan dalam proses pertolongan persalinan. Faktanya bahwa ibu dengan kunjungan ANC yang rutin memperoleh
banyak informasi kesehatan dan informasi
mengenai manfaat pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan.
Hal tersebut karena di setiap kunjungan ANC dilakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan serta bimbingan konseling
oleh tenaga kesehatan sesuai kebutuhan
ibu. Sehingga ibu yang memiliki pengetahuan mengenai faktor resiko kehamilan
dan persalinan lebih mungkin untuk melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
dibandingkan ibu yang kurang memiliki
pengetahuan.
Menurut peneliti melihat hasil beberapa cakupan pemeriksaan antenatal yang
tinggi menggambarkan bahwa ibu hamil
cukup sadar pentingnya pemeriksaan kehamilan, namun masih ada pengaruh kebiasaan keluarga yang turun temurun bersalin
di dukun, sehingga walaupun ibu hamil
memeriksakan kehamilannya secara rutin
tetapi tetap memilih dukun sebagai penolong persalinan. Berdasarkan hal tesebut
diperlukan peran aktif petugas kesehatan
dalam promosi pentingnya persalinan oleh
tenaga kesehatan dan kemitraan dengan
dukun dan kader yang masih perlu di maksimalkan.
5. Pengaruh tradisi terhadap pemilihan penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara tradisi
terhadap pemilihan penolong persalinan
dan secara statistik signifikan (b= 4.05; CI
95%= 2.38 hingga 5.72; p<0.001). Tradisi
merupakan sesuatu yang telah dilakukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dan
kebudayaan, dimana hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi ke generasi
baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat
punah (Inyang, 2015).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Armstrong (2011) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
tradisi dengan pemilihan penolong persalinan. Secara statistik dengan nilai OR sebesar 24, artinya ibu bersalin yang memilih
dukun bayi 24 kali adalah ibu dengan
tradisi tidak mendukung dibandingkan ibu
dengan tradisi yang mendukung. Penelitian
ini juga didukung oleh Ferdinand et al.,
(2014) yang mengemukakan bahwa ada pengaruh signifikan antara faktor tradisi
e-ISSN: 2549-1172 (online)
dengan pengambilan keputusan memilih
penolong persalinan. Probabilitas ibu
dengan faktor tradisi mendukung diketahui
96.47% akan memilih dukun, sedangkan
probabilitas ibu dengan faktor tradisi tidak
mendukung hanya 39.98% akan memilih
dukun sebagai penolong persalinannya. Hal
tersebut disebabkan masih adanya beberapa daerah di Nigeria Selatan yang terisolir dan relatif sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, maka
hal tersebut semakin membuka peluang
bagi dukun untuk melakukan tindakan
medis khususnya pertolongan persalinan.
Tradisi berpengaruh langsung terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan, dikarenakan kondisi-kondisi umum
dari peristiwa kehamilan dan persalinan
tersebut diinterpretasikan berbeda menurut kebudayaan dan tradisi yang berbedabeda pula. Apabila sejak awal perawatan
kehamilan hingga pasca persalinan biasa
dilakukan di rumah dengan bantuan seorang dukun, maka untuk selanjutnya
kemungkinan besar ibu akan memilih
dukun sebagai penolong persalinannya.
Persepsi dan pengalaman persalinan
sebelumnya mempengaruhi ibu dalam memilih penolong persalinan, karena melalui
persepsi yang positif maka dapat timbul
persepsi yang positif pula. Apabila ibu
memiliki pengalaman positif maka berdampak pada persepsi positif pula terhadap
penolong persalinan.Selain itu hal tersebut
juga akan semakin menumbuhkan pemikiran yang permanen dan membudaya bagi
masyarakat untuk memanfaatkan dukun
sebagai penolong persalinan. Masih adanya
pertolongan persalinan oleh dukun menunjukkan bahwa belum semua masyarakat
siap melaksanakan perubahan perilaku,
pengaruh sosial budaya dan masih kurangnya informasi serta kemampuan menerima
dan menyerap informasi.
169
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
6. Pengaruh jarak ke pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara jarak ke pelayanan
kesehatan terhadap pemilihan penolong
persalinan meskipun secara statistik tidak
signifikan (b= 0.63; CI 95%= -0.66 hingga
1.94; p= 0.337). Akses fisik dapat menjadi
alasan untuk mendapatkan tempat persalinan di pelayanan kesehatan termasuk
tempat bersalin dengan tenaga kesehatan.
Akses fisik dapat dihitung dari waktu
tempuh, jarak tempuh, jenis transportasi
dan kondisi di pelayanan kesehatan seperti
jenis layanan, tenaga kesehatan yang
tersedia dan jam buka. Lokasi tempat
pelayanan yang tidak strategis/sulit dicapai
menyebabkan kurangnya akses ibu hamil
yang akan melahirkan terhadap pelayanan
kesehatan (Riskesdas, 2013).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Tadese dan Ali (2014) yang
menyebutkan bahwa ada hubungan antara
jarak dan waktu tempuh tempat tinggal ibu
dengan pemilihan tenaga penolong persalinan, dimana disebutkan bahwa ibu
dengan jarak rumah dekat dengan fasilitas
kesehatan memiliki peluang 14.65 kali
untuk memilih tenaga kesehatan sebagai
penolong persalinan dibandingan dengan
ibu yang jarak rumahnya jauh dengan fasilitas kesehatan.
Signifikasi jarak dan transportasi juga
turut melengkapi dalam pemanfaatan
tenaga penolong persalinan. Hal ini dapat
dijelaskan dengan meningkatnya jarak dari
fasilitas kesehatan dan adanya kenaikan
biaya transportasi dan banyaknya waktu
yang dihabiskan selama perjalanan ke fasilitas kesehatan serta kemungkinan paparan
informasi kesehatan yang rendah. Program
media promosi-promosi kesehatan, informasi dan pengetahuan mengenai fasilitas
perawatan kesehatan modern berpusat
170
pada ibu yang memiliki akses dan jarak ke
fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau,
sehingga ibu yang berada jauh dari fasilitas
kesehatan masih dipengaruhi oleh praktik
tradisional seperti pertolongan persalinan
oleh dukun.
7. Pengaruh biaya persalinan terhadap pemilihan penolong persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara biaya persalinan terhadap pemilihan penolong persalinan meskipun secara statistik tidak
signifikan (b= 0.63; CI 95%= -0.89 hingga
2.16; p= 0.415). Besarnya biaya yang harus
dikeluarkan seorang ibu dalam proses persalinan menjadi pertimbangan penting bagi
ibu dalam memilih penolong persalinannya. Apalagi didukung oleh sosial ekonomi
yang memadai, seorang ibu akan lebih memilih bersalin pada tenaga kesehatan
profesional seperti dokter dan bidan dibandingkan dengan bersalin pada dukun. Salah
satu alasan masyarakat memilih dukun
sebagai penolong persalinan dikarenakan
proses pembayaran jasa dukun lebih
mudah, lebih kekeluargaan, seadanya dan
tidak harus dengan uang yang besar. Dalam
hal ini pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan masih dianggap mahal, misalnya
saja untuk fasilitas kesehatan seperti
rumah sakit di perkotaan masih harus
menyediakan uang muka untuk jaminan
perawatan ibu yang akan melahirkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Sumintardi (2012) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara biaya persalinan dengan pemilihan
penolong persalinan dimana hasil uji statistik menunjukkan nilai p=2.215. Hal ini
disebabkan karena antara biaya penolong
persalinan oleh dukun maupun bidan
kemungkinan biayanya hampir sama dan
dianggap tidak mahal atau terjangkau oleh
masyarakat.
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
Adapun anggapan yang beredar di
masyarakat bahwa persalinan di tenaga
kesehatan mengeluarkan biaya yang tergolong mahal, sehingga ibu lebih memilih
melahirkan dirumah dan memilih ditolong
oleh paraji/ dukun dikarenakan biaya yang
lebih murah dan pembayaran bisa dicicil,
disamping itu sudah menjadi kebiasaan
turun temurun. Hubungan yang tidak
signifikan antara biaya dengan pemilihan
penolong persalinan salah satunya juga
disebabkan oleh sosial budaya. Meskipun
ibu menyatakan bahwa biaya persalinan ke
dukun lebih murah namun jika dihitung
biaya yang dikeluarkan untuk membayar
dukun, membelikan peralatan hingga
perawatan ibu dan bayi sampai 40 hari
masa nifas, maka biaya yang dikeluarkan
hampir sama dengan biaya persalinan pada
bidan, hanya saja mekanisme pembayaran
dapat dilakukan secara bertahap sehingga
dirasa meringankan ibu.
Adanya jaminan pembiayaan persalinan dari pemerintah dalam bentuk BPJS,
menyebabkan biaya persalinan tidak lagi
menjadi masalah dikarenakan ibu yang
bersalin di tenaga kesehatan tidak lagi
harus mengeluarkan biaya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Nakambale et al.,
(2014) dengan menghapus biaya melahirkan di Northern Zambia tercatat berdampak terhadap peningkatan permintaan
untuk pelayanan kesehatan serta pertolongan persalinan oleh dukun bayi dilaporkan
mengalami penurunan. Oleh karena itu
untuk menekan Angka Kematian Ibu, Pemerintah bersama Kementerian Kesehatan
telah menggagas dan mengupayakan persalinan gratis melalui program BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Namun dalam pelaksanaanya tidak
semua memanfaatkan BPJS dengan baik
khususnya dalam mendapatkan biaya
persalinan gratis. Hal tersebut dikarenakan
karena ketidakpahaman bahwa saat ini
e-ISSN: 2549-1172 (online)
biaya persalinan gratis, kurangnya informasi tentang cara penggunaan BPJS maupun dengan alasan lainnya. Diperlukan perubahan persepsi maupun sikap bagi masyarakat khususnya yang menganggap bahwa
biaya pertolongan di bidan atau tenaga
kesehatan dianggap mahal.
8. Pengaruh dukungan suami/ keluarga terhadap pemilihan penolong
persalinan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung antara
dukungan suami/keluarga terhadap pemilihan penolong persalinan (b=2.02; CI
95%= 1.21 hingga 2.82; p<0.001).
Peran dan tanggungjawab suami
maupun keluarga dalam kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap kesehatan perempuan. Keputusan penting seperti siapa yang akan menolong persalinan,
kebanyakan masih ditentukan secara sepihak oleh suami ataupun keluarga.
Dukungan suami sewaktu istri melahirkan
seperti memastikan persalinan yang aman
oleh tenaga kesehatan, menyediakan dana,
perlengkapan dan transportasi yang dibutuhkan, mendampingi selama proses persalinan berlangsung serta mendukung upaya
rujukan (bila diperlukan) sangat diperlukan
untuk mendukung proses persalinan yang
aman (Riskesdas, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Masita et al., (2014) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
pemilihan penolong persalinan dengan
hasil uji statistik nilai p=0.202.
Hal tersebut disebabkan masih adanya yang menganut sistem patriarrkhi
dimana laki-laki atau suami sebagai kepala
keluarga yang mengambil keputusan utama
dalam keluarga terutama di daerah pedesaan. Pengaruh keluarga sangat menentukan
ibu yang akan bersalin untuk pemilihan
tempat maupun tenaga penolong persalin171
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(2): 160-173
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.02.06
an. Ibu sebagai wanita tidak berani untuk
mengambil keputusan dikarenakan masih
rendahnya status wanita dalam keluarga,
sehingga mereka tidak berani untuk menentukan sikap dan lebih mandiri dalam
memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya
termasuk kesehatannya. Selain itu dominasi orang tua dapat lebih besar pengaruhnya
dibandingkan suami.
Pengambilan keputusan lebih banyak
dilakukan oleh orang tua (ibu) dikarenakan
kepercayaan yang ada pada ibu secara
turun temurun bahwa persalinan dilakukan
oleh dukun maka ibu bersalin selalu
dianjurkan untuk ke dukun dibandingkan
ke tenaga kesehatan (bidan). Hasil analisis
lebih lanjut didapatkan bahwa tradisi
merupakan confounding pada hubungan
antara dukungan suami/ keluarga terhadap
pemilihan penolong persalinan. Artinya dukungan suami/ keluarga yang akan mempengaruhi tradisi yang dianut dan dijalankan oleh yang akhirnya diikuti dengan
pemilihan penolong persalinan.
Pemilihan
penolong
persalinan
dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, kunjungan ANC, tradisi. Kunjungan ANC dipengaruhi oleh usia ibu dan pendidikan. Usia ibu
dan pekerjaan dipengaruhi oleh pendidikan. Tradisi dipengaruhi oleh dukungan.
REFERENCE
Arief M (2012). Determinan Pemilihan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2010).FKM-UI.Depok.
Armstrong A (2011).The Impact of Traditions and Traditional Birth Attendants on Maternal Mortality: A Case
Study of Nyakayojo sub-Country
Mbarara District Uganda.University
of Colorado Boulder.
Bashar A (2012). Determinants of The Use
of Skilled Birth Attendants at Delivery
by Pregnant Women in Bangladesh,
172
Master Student Department of Public
Health and Clinical Medicine. Umea
University Sweden.
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong
C, Dashe J, Hoffman B, Casey B,
Sheffield J (2010). Obstetri Williams
23rd ed. McGraw-Hill Companies.
Inc, USA.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
(2012). Angka Kematian Ibu Tahun
2014.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso
(2017). Data Laporan KIA Kabupaten
Bondowoso 2015 dan 2016.
Ferdinand O, Geoffrey N, Christopher E
(2014). Journal of Public Health Epidemiology: Traditional Birth Attendants and Women’s Health Practices:
A Case Study of Patani in Southern
Nigeria, 6(8): 252-261, ISSN 20069723, Department of Public Health
Technology Federal University of
Technology.
Fertman C, Allenswort D (2010). Health
Promotion Programs from Theory to
Practice, Jossey–Bass, San Francisco.
Gitimu A, Herr C, Oruko H, Karijo E,
Gichuki R, Ofware P, Lakati A,
Nyagero J (2015). Determinants Of
Use Of Skilled Birth Attendant At
Delivery In Makueni Kenya: A Cross
Sectional Study, BMC Pregnancy and
Childbirth 15:9.
Green L, Kreuter M (2005).Health program
planning: An educational and ecological approach with PowerWeb bindin card.McGraw-Hill. New York.
Inyang M, Anucha O(2015). IOSR Journal
of Dental and Medical Sciences: Traditional Birth Attendants and Maternal Mortality, Department of Human
Kinetics and Health Education Faculty of Education 14(2):21-26.
Kementrian Kesehatan RI (2013). Kementerian RI Pokok-Pokok Hasil Riskese-ISSN: 2549-1172 (online)
Pramiyana et al./ PRECEDE-PROCEED Model: Predisposing
das Indonesia Tahun 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementrian Kesehatan RI (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/
III/2007 Tentang Standar Profesi
Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97
Tahun 2013. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI (2015). Rencana
Strategis
Kementrian
Kesehatan
Tahun 2015-2019. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI (2015). Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014.
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI (2016). Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2015.
Jakarta.
Masita, Novita H, Puspita E (2014). Pemilihan Penolong Persalinan. Jurnal
Health Quality 5(1): 1-66. Kemenkes
Jakarta.
Meylanie (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Tenaga
Penolong Persalinan di Wilayah Kerja
Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember
(Tesis).FKM-UI.Depok.
Murti B (2013).Desain dan Ukuran Sampel
untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Nakambale A, Nzala S, Hazemba A (2014).
Medical Journal of Zambia: Factors
Affecting Utilization of Skilled Birth
Attendants by Women in Northern
Zambia, 41(2):86-94.
Prasetyawati A (2012). Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) dalam Millenium Development Goals (MDG’S).Nuha Medika. Yogyakarta.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013).
Badan Penelitian dan Pengembangan
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Kesehatan Kementerian RI tahun
2013. Jakarta.
Sumintardi C (2012). Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kalibunder Kabupaten Sukabumi Tahun 2011-2012
(Tesis) FKM-UI.Depok.
Tadese F, Ali A (2014). Determinants of
Use of Skilled Birth Attendance
Among Mothers Who Gave Birth in
the Past 12 months in RayaAlamata
District. North East Ethiopia, Clinics
Mother Child Health 11: 164. doi:
10.4172/ 2090-7214.1000164
WHO (2016). Standards For Improving
Quality Of Maternal and Newborn
Care In Health Facilities. Geneva
Switzerland.
World Health Organization (WHO)(2004).
Making Pregnancy Safer: The Critical
Role of The Skilled Attendant: A joint
Statement by WHO.ICM and FIGO.
Geneva.
Yenita (2011). Faktor Determinan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Desa Baru
Kabupaten Pasaman Barat (Tesis).
FKM-Universitas Andalas Padang.
Yoshimura Y, Tajul M, Nazrul I (2014).
Practices And Determinants Of Delivery By Skilled Birth Attendants In
Bangladesh. Reproductive Health
11:86.
_____ (2007).Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta. Indonesia.
_____ (2016). The Sustainable Development Goals Report 2016. United Nations. New York.
_____ (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta.
173
Download