Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut Oke Viska, Faisal Yunus, Wiwien Heru Wiyono Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia Abstrak Latar belakang: Usaha untuk menekan angka kekambuhan pasien asma eksaserbasi adalah penanganan yang optimal. Peranan steroid dalam menekan eksaserbasi tidak diragukan lagi, tetapi permasalahan timbul karena belum diketahui dosis efektif oral setelah pasien dipulangkan. Penelitian ini ditujukan untuk menentukan apakah terapi 2 minggu prednisolon oral 36 mg/hari lebih efektif daripada 12 mg/ hari dalam pengobatan asma persisten sedang setelah eksaserbasi sedang sampai berat. Metode: Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol di poliklinik asma RS Persahabatan pada Januari-Agustus 2008 dengan subjek sebanyak 98 dengan asma eksaserbasi akut yang terdaftar dan secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 79 subjek memenuhi kriteria inklusi. Tindak lanjut dilakukan selama 4 minggu setelah terapi 2 minggu dengan prednisolon oral. Hasil: Tidak ada perbedaan yang bermakna pada tingkat kambuhan baik dalam 2 minggu (10,2% vs 22,5% p> 0,05) atau 6 minggu (25,6% vs 35,0% p> 0,05) antara dua kelompok. Selama 2 minggu pertama setelah dipulangkan, pasien yang menerima prednisolon oral 36 mg melaporkan secara signifikan lebih tinggi untuk rata-rata skor harian gejala sesak napas (9,95 ± 1,95 vs 9,02 ± 2,09, p<0,05), tetapi tidak ada perbedaan signifikan setelah 2 minggu. Tidak ada perbedaan signifikan dalam penggunaan β2-agonis dan arus puncak ekspirasi (APE) antara dua kelompok. Kesimpulan: Prednisolon 36 mg/hari memberikan tingkat kekambuhan lebih rendah, gejala sehari-hari yang lebih baik dan penggunaan β2-agonis dan APE dari 12mg/hari pada asma persisten sedang setelah eksaserbasi akut, secara statistik tak bermakna. (J Respir Indo. 2014; 34: 139-48) Kata kunci: asma, prednisolon oral, kambuh. Efficacy of 36 mg/day vs 12 mg/day Oral Prednisolone in Treatment of Moderate Persistent Asthma Following Acute Exacerbation Abstract Background: Efforts to reduce the recurrence of asthma exacerbations is optimal handling. Steroid has a role in reducing exacerbations, but another problem arises due to uneffective oral dose after the patient is discharged. This study aimed to determine whether 2 weeks therapy of 36 mg/day dose of oral prednisolone is more effective than 12 mg/day in moderate persistent asthma treatment following acute asthma exacerbations. Methods: This study was a randomized open-controlled trial at asthma clinic Persahabatan Hospital between January-August 2008 of which 98 subjects with acute asthma exacerbation moderate to severe were enrolled and randomly divided into two groups. A total of 79 subjects were able to qualify for inclusion. All patients were given 2 weeks therapy with oral prednisolone and were followed for 4 weeks. Results: No differences were found in either relapse rate in 2 weeks (10.2% vs 22.5% p> 0.05) or 6 weeks (25.6% vs 35.0% p> 0.05) between the two groups. During the first 2 weeks after discharge, patients who received 36 mg of prednisolone reported average significantly higher daily scores for symptoms of shortness of breath (9.95 ± 1.95 vs 9.02 ± 2.09, p<0.05), but no significant difference after 2 weeks. No significant differences in the use of β2-agonists and peak expiratory flow rate (PEFR) between the two groups. Conclusion: Thirty six mg/day oral prednisolone provide a lower recurrence rate, symptoms improvement compare with 12 mg/day in moderate persistent asthma after acute exacerbation, but no significant association in β2-agonist consumption and PEFR compare with 12mg/day. (J Respir Indo. 2014; 34: 139-48) Keywords: asthma, oral prednisolone, relapse. Korespondensi: dr. Oke Viska, Sp.P Email: [email protected]; HP: 081277311778 J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 139 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut PENDAHULUAN rumah. Peranan steroid dalam menekan eksaserbasi Asma masih menjadi salah satu masalah dan penyakit pernapasan yang paling sering ditemukan termasuk di Indonesia. Asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan tertinggi bersamasama emfisema dan bronkitis kronik berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986. Pada SKRT 1992 asma bersama emfisema dan bronkitis kronik merupakan penyebab kematian ke 4 tertinggi atau sekitar 5,6%. Laporan World Health Organization (WHO) 2001 menunjukkan asma meru­ pakan salah satu penyebab kematian utama pada penyakit pernapasan, yaitu sebesar 0,3 % dari seluruh kematian di dunia.1,2 Kekambuhan asma setelah kunjungan ke instalasi gawat darurat (IGD) merupakan masalah tersendiri dalam penatalaksanaan asma. Penanganan dan penatalaksanaan yang komprehensif dapat menekan eksaserbasi dan kunjungan ke IGD.3,4 Selama ini belum banyak data di Indonesia yang melaporkan angka kekambuhan asma setelah dipulangkan dari IGD. Data dari Rumah Sakit tidak diragukan lagi, tetapi permasalahan timbul karena belum diketahui dosis efektif oral setelah pasien dipulangkan. Saat ini belum ada keseragaman pemberian steroid khususnya metilprednisolon pasien pascaeksaserbasi. Dosis metilprednisolon yang di­ re­ko­­men­dasikan untuk mencegah kekambuhan asma pascaeksaserbasi adalah 30-40 mg per hari selama 1-2 minggu.7 Penelitian Husain8 menilai dosis efektif metilprednisolon antara 12 mg (3 x 4 mg) dan 24 mg (3 x 8 mg) per hari yang dipantau selama 2 minggu setelah dipulangkan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna. Saat ini belum ada penelitian yang membandingkan penggunaan dosis metilprednisolon 12 mg (3 x 4 mg) dengan 36 mg (3 x 12 mg), dengan waktu pemantauan lebih dari 2 minggu. Penelitian ini bertujuan membandingkan efikasi penggunaan dosis metilprednisolon 3 x 12 mg dengan 3 x 4 mg serta menggunakan waktu pemantauan 6 minggu. METODE Persahabatan tahun 1983 sebesar 21,9%, sedikit lebih Penelitian ini menggunakan uji klinis acak ter­ tinggi dari yang dilaporkan kepustakaan luar negeri. kontrol dengan subjek penelitian merupakan semua Angka kekambuhan setelah dipulangkan 11% dalam pasien asma akut sedang dan berat pada asma 3 hari dan mencapai lebih dari 30% dalam beberapa persisten sedang yang datang ke IGD dan poliklinik minggu. Laporan lain menyebutkan 17% kekambuhan asma RS Persahabatan yang memenuhi kriteria dalam 2 minggu pertama, lebih dari sepertiga terjadi pene­ rimaan dan penolakan pada bulan Januari dalam 3 hari pertama dan lebih dari 50% dalam 6 hari 2008 sampai dengan Agustus 2008. Kriteria inklusi pertama. Perbandingan antara yang kambuh dan yang penelitian ini yaitu asma akut sedang-berat, asma tidak, umumnya tidak berbeda dalam hal pemberian persisten sedang, laki-laki dan perempuan berusia regimen obat, terapi yang diberikan di IGD dan hasil 15-55 tahun, bersedia ikut dan menandatangani pengukuran arus puncak ekspirasi (APE) awal dan surat perjanjian (inform consent), dan tidak merokok akhir. Kekambuhan lebih banyak dipengaruhi keadaan atau bekas perokok ringan. Kriteria eksklusinya pasien sebelumnya, seperti mempunyai riwayat kun­ yaitu sesak oleh karena selain asma penyakit paru jungan ke IGD dalam setahun terakhir, pernah obstruksi kronik (PPOK), kardiovaskular atau sistemik, dirawat di rumah sakit karena asma, sehari-harinya pasien sesak berat dengan manifestasi sianosis, bra­ atau sering menggunakan nebuliser di rumah, gejala dikardia, silent chest penyakit paru lain atau pernah timbul lebih dari 24 jam, mempunyai beberapa menjalani torakotomi serta pasien dalam keadaan hamil. 5 6 pencetus dan asma tidak terkontrol. 3,6 Subjek penelitian diambil dan dipilih secara con­ Usaha untuk menekan angka kekambuhan se­cutive sampling, yaitu semua pasien yang meme­nuhi pasien asma eksaserbasi adalah penanganan yang kriteria penerimaan disertakan sampai jumlah sampel optimal, baik saat pasien di IGD maupun saat di penelitian terpenuhi. Subjek yang sudah dipilih akan 140 J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut dibagi secara acak ke dalam dua kelompok dengan anamnesis ulang akan kemungkinan kekambuhan menggunakan tabel acak. Subjek penelitian adalah asma. Bila pasien tidak dapat datang pada jadwal pasien asma eksaserbasi yang datang ke IGD dan yang telah ditentukan maka pasien akan dihubungi poliklinik asma RS Persahabatan yang didiagnosis sebagai serangan asma akut sedang atau berat lewat telepon untuk mengatur jadwal ulang maksimal dua hari setelahnya. Penilaian yang dilakukan saat pada asma persisten sedang. Diagnosis ditegakkan pasien datang kontrol tiap minggu adalah anamnesis atas dasar anamnesis, riwayat perjalanan penyakit, ada tidak kekambuhan dalam 1 minggu terakhir, efek pemeriksaan fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu samping, pemeriksaan fisik, dan pengukuran APE. napas, frekuensi jantung, terdapat mengi dan frekuensi napas), uji faal paru (APE), dan respons terapi. Sebelum terapi diberikan, penilaian awal di­ Pengisian kuesioner untuk penilaian skor gejala lakukan terhadap keadaan klinis dan faal paru (APE). Data yang diperoleh diolah melalui program Terapi inhalasi diberikan selang 20 menit dalam satu komputer. Analisis deskriptif untuk masing-masing jam pertama dan setiap selang inhalasi dilakukan variabel. Penilaian perbedaan angka kekambuhan penilaian klinis dan pengukuran APE. Inhalasi yang diantara kedua kelompok perlakuan digunakan uji diberikan saat serangan akut adalah fenoterol X2 (Chi-square test). Kemaknaan statistik skor gejala dan ipratropium bromida. Pasien yang telah ter­ harian, pemakaian agonis β2 harian dan fungsi paru atasi serangannya diobservasi selama 1-2 jam. harian dan penggunaan agonis β2 dilakukan akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6. (APE) dilakukan uji t independen. Batas kemaknaan Setelah klinis dan tanda objektif membaik pasien yang digunakan adalah 0,05 (Bila p < 0,05 dinyatakan dipulangkan. Pasien yang masih ada keluhan (APE bermakna) dan data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. < 70%) terapi dilanjutkan 1-3 jam dan ditambahkan steroid sistemik. Setelah pengamatan selesai dan tetap belum memberi respons optimal dilanjutkan HASIL dengan infus aminofilin dan diobservasi sampai Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2008 24 jam. Apabila perbaikan klinis dan objektif belum optimal maka pasien dirawat di ruangan. Pasien yang memberikan respons positif dan diselesaikan pada Agustus 2008. Salah satu langsung terhadap terapi maupun setelah observasi dari penelitian dan diganti dengan sampel yang baru. atau mendapat bolus dan drip aminofilin intravena, Alasan yang dikemukakan pasien umumnya adalah tetapi akhirnya memenuhi kriteria untuk dipulangkan tidak sempat karena kesibukan, berada di luar kota, akan dimasukkan dalam subjek penelitian. Pasien yang pasien sudah merasa lebih nyaman atau merasa telah dimasukkan dalam subjek penelitian sebelum Kelompok pertama akan menerima metilprednisolon sembuh sehingga merasa tidak perlu datang kembali dan masalah finansial. Pasien umumnya berasal dari poliklinik asma sebanyak 58 orang (73,4%) dan oral dosis 3 x 12 mg/hari sedangkan kelompok 2 sisanya 21 orang (26,6 %) dari IGD. Salah satu penye­ sebagai kontrol menggunakan dosis 3 x 4 mg/hari babnya adalah karena jumlah pasien yang menolak selama 2 minggu. Setiap subjek penelitian juga akan partisipasi atau mengalami drop out sebagian besar menerima metilsantin dan agonis β2 berupa racikan berasal dari pasien IGD. Umumnya pasien yang teofilin (100-150 mg) dan (1-2 mg) salbutamol. Semua menolak atau drop out tersebut bukan pasien yang subjek juga akan tetap menggunakan kortikosteroid kontrol teratur di poliklinik asma RS Persahabatan. inhalasi sebagai pengontrol dan bila terdapat infeksi saluran napas maka akan diberikan antibiotik. Pasien poli asma umumnya lebih suka datang di Pasien dipantau dan dievaluasi selama 6 luar jam kerja. Hal ini menyebabkan penelusuran minggu. Setiap minggu pasien diminta datang untuk riwayat perjalanan penyakit lebih mudah diperoleh pulang akan dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 kendala yang dihadapi adalah pasien tidak datang kontrol kembali sehingga pasien tersebut dikeluarkan poli­ klinik asma dibandingkan ke IGD, kecuali di 141 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut karena pasien sudah mempunyai status rawat jalan Kekambuhan diamati 2 kali, yaitu dalam 2 minggu dan sebelumnya. Sebagian besar penentuan derajat berat dalam 6 minggu. Skor gejala harian dan penggunaan asma pasien diambil patokan dari kartu rawat jalan. sesuai perhitungan statistik adalah 86 sampel, tetapi agonis β2 dinilai di akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 penelitian. Pada penelitian ini pengukuran APE pertama kali dilakukan sesaat sebelum dilakukan dalam pelaksanaan hanya mencapai 79 sampel. tatalaksana eksaserbasi. Pengukuran dilakukan 3 Keseluruhan sampel yang disertakan dalam penelitian kali dan diambil nilai tertinggi. Pengukuran APE ke-2 sebanyak 98 pasien, tetapi 19 orang di antaranya dilakukan setelah tatalaksana eksaserbasi sebe­lum drop out. Sampel dibagi dua secara random dan pasien dipulangkan. Pengukuran APE yang ke-3 hingga akhir penelitian jumlah masing-masing adalah setelah pasien kontrol pada akhir minggu 1, pengu­ 40 sampel untuk kelompok metilprednisolon 3x4 mg kuran APE yang ke-4 pada akhir minggu ke-2 dan dan 39 untuk 3x12 mg. Sebanyak 79 pasien yang seterusnya hingga pengukuran APE yang terakhir di­amati pasien laki­-laki sebanyak 17 orang (21,5%) pada akhir minggu ke-6 atau akhir penelitian. dan perempuan 62 orang (78,5%). Kelompok metil­ prednisolon 3x4mg terdiri atas 9 sampel laki-laki dan Angka kekambuhan pada kedua kelompok Besar sampel minimal dalam penelitian ini 31 sampel perempuan. Kelompok metilprednisolon 3x12 mg masing-masing terdiri atas 8 laki-laki dan 31 perempuan. Uji statistik dengan uji X2 atau Chisquare menunjukkan distribusi pasien menurut jenis kelamin terhadap dosis steroid tidak menunjukkan perbedaan yang berbeda bermakna (p = 0,113). Umur pasien rata-rata 41,82 tahun, umur tertinggi 55 tahun, dan terendah 18 tahun sedangkan tinggi badan rata-rata 156,63 sentimeter (cm), tertinggi 176 cm dan terendah 143 cm. Berat badan rata-rata 57,01 kilogram (kg), terberat 89 kg dan terendah 35 kg. Data umur, tinggi, dan berat badan berdistribusi normal sehingga dilakukan uji statistik t tes independen yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p >0,05) diantara kedua kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap kekam­ buhan, skor gejala harian, skor penggunaan agonis β2, dan pemeriksaan APE pada kedua kelompok. Pada setiap kunjungan pasien selain dilakukan pengukuran nilai APE juga dilakukan anamnesis ulang untuk melacak serangan ulang sesak napas atau kunjungan ke klinik untuk mencari pertolongan. Pada akhir penelitian (6 minggu) terdapat 24 pasien (30,4%) melaporkan telah terjadi kekambuhan, 14 orang (35,0%) dari kelompok dosis 3x4 mg, dan 10 orang (25,6%) dari kelompok dosis 3x12 mg. Absolut risk reduction (ARR) dengan pemberian dosis 3 x 12 mg dibandingkan dosis 3x4 mg adalah 9,4%, relative risk reduction (RRR) adalah 26,8% sedangkan number needed to threat (NNT) adalah 11. Jumlah kekambuhan 6 minggu pada kelompok dosis 3 x 4 mg lebih tinggi dibandingkan kelompok dosis 3x12 mg, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna (p = 0,509). Data kekambuhan kedua kelompok dalam 6 minggu terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kekambuhan dalam 6 minggu dan 2 minggu pengamatan pada kedua kelompok. Variabel Dosis Kambuh Tidak kambuh p ARR/RRR 3x12 mg 10(25,6%) 29(74,4%) 0,509 9,4%/26,8% 3x4 mg 14 (35%) 26(65,0%) Total 24(30,4%) 55(69,6%) 3x12 mgt 4(10,2%) 35(89,8%) 0,244 12,3%/54,7% 3x4 mg 9(22,5%) 31(77,5%) Total 13(16,4%) 66(83,6%) Kekambuhan dalam 6 minggu Kekambuhan dalam 2 minggu 142 J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut Jumlah kekambuhan dalam 2 minggu pertama pada Rerata skor pemakaian agonis β2 kelompok 3x12 mg adalah 4 orang (10,2 %) dan 10 orang (22,5 %) pada kelompok 3x4 mg dengan ARR 12,3%, RRR 54,7% dan NNT 8. Perbedaan angka kekambuhan dalam 2 minggu pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,244). Pemeriksaan skor penggunaan agonis β2 pada tiap pasien dilakukan pada akhir minggu ke2, 4 dan 6. Hasil menunjukkan bahwa rerata skor kelompok 3x12 mg lebih baik daripada kelompok 3x4 mg walaupun tidak bermakna secara statistik. Perbedaan rerata skor penggunaan agonis β2 paling Minggu terjadinya kekambuhan Dua puluh empat pasien yang mengalami ke­ kam­ buhan selanjutnya dikelompokkan menurut minggu terjadinya kekambuhan. Hasil menunjukkan bahwa kekambuhan tersering terjadi pada minggu ke-1 yaitu sebanyak 7 pasien (29,2%) diikuti minggu besar terjadi pada akhir minggu ke-2 (3,03±0,74 vs 2,80±0,82 ; p = 0,205). Rerata skor penggunaan agonis β2 pada akhir minggu ke-4 dan ke-6 menunjukkan perbedaan yang lebih kecil (Tabel 3). Rerata nilai APE pada kedua kelompok ke-2 sebanyak 6 pasien (25%). Secara keseluruhan Hasil pengukuran APE pada saat eksaserbasi kekambuhan total kedua kelompok yang terjadi (APE eksaserbasi) dan setelah tatalaksana eksa­ dalam dua minggu pertama adalah 13 orang (54,2%). serbasi sebelum pasien pulang (APE pulang) Kekambuhan pada minggu ke-3, ke-4 dan ke-6 masing- menunjukkan rerata APE kelompok 3x4 mg lebih masing adalah 3 pasien (12,5%) dan paling sedikit tinggi, tetapi tidak bermakna secara statistik (p=0,564 minggu ke-5 yaitu 2 pasien (8%). dan p = 0,875). Rerata APE setelah dipulangkan menunjukkan kelompok 3x12 mg memiliki rerata Rerata skor gejala harian APE lebih baik dibandingkan 3 x 4 mg. Selisih rerata Penilaian skor gejala harian dilakukan 3 kali APE terbesar adalah selisih pada akhir minggu yaitu di akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6. Data rerata ke-2 kelompok 3x12 mg lebih baik (297,03± 71,52) skor gejala harian dua kelompok yang diperoleh dibandingkan kelompok 3x4 mg (276,41± 68,61), selanjutnya diuji dengan uji t independen. Rerata skor gejala harian kedua kelompok menunjukkan namun tidak bermakna secara statistik (p=0,204). angka tertinggi pada akhir minggu ke-2 lalu menurun pada kedua kelompok dan menunjukkan kelompok di akhir minggu ke-4 dan 6. Perbedaan rerata skor 3x12 mg lebih baik dibandingkan 3x4 mg tetapi tidak gejala harian pada akhir minggu ke-2 (skor gejala bermakna secara statistik (p > 0,05). minggu 2) menunjukkan kelompok 3x12 mg lebih baik dan bermakna secara statistik (p=0,045). Rerata skor gejala harian akhir minggu ke-4 (skor gejala minggu 4) dan akhir minggu ke-6 (skor gejala minggu 6) kelompok 3x12 mg juga sedikit lebih baik dibandingkan kelompok 3x4 mg dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p=0,945 dan 0,946). Rerata nilai APE setelah minggu ke-2 menurun Tabel 2. Minggu terjadinya kekambuhan. Minggu Frekuensi 1 2 3 4 5 6 Total 7 6 3 3 2 3 24 Persen 8,6 7,4 3,7 3,7 2,5 3,7 29,6 Persentase validitas 29,2 25 12,5 12,5 8 12,5 100 Persen kumulatif 29,2 54,2 66,7 79,2 87,5 100 Tabel 3. Rerata skor gejala harian dan skor pemakaian agonis β2 pada kedua kelompok. Rerata skor harian Rerata skor pemakaian agonis β2 J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 Skor gejala Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Skor β2 mg ke-2 Skor β2 mg ke-4 Skor β2 mg ke-6 3 x 12mg 9,95±1,95 7,97±2,42 7,92±1,38 3,03±0,74 2,67±0,70 2,63±0,67 3 x 4 mg 9,02±2,09 7,95±1,68 7,90±1,65 2,80±0,82 2,62±0,84 2,61±0,79 P 0,045 0,945 0,946 0,205 0,811 0,876 143 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut kekambuhan dan efek samping yang terlihat pada Tabel 4. Rerata nilai APE pada kedua kelompok. APE APE APE APE APE APE APE APE eksaserbasi pulang minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 minggu ke-4 minggu ke-5 minggu ke-6 3 x 12 mg 143,33±33,43 259,74±64,99 279,44±71,59 297,03± 71,52 291,39±73,80 285,41±75,08 283,89±70,28 282,70±72,52 3 x 4 mg 147,75±34,23 262,00±62,27 268,72±64,90 276,41± 68,61 274,36±67,11 272,31±66,98 274,32±67,15 273,59±64,34 p 0,564 0,875 0,489 0,204 0,299 0,424 0,554 0,564 pasien. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Agar hasil yang diperoleh mendekati nilai objektif maka kriteria inklusi sampel penelitian dibatasi pada asma persisten sedang yang mengalami serangan akut sedang atau berat agar kriteria subjek yang ikut lebih homogen. Sampel lebih banyak berasal dari poliklinik asma dibandingkan IGD. Hal ini 300 disebabkan pasien eksaserbasi di IGD banyak yang 290 APE L/mnt 280 3x12 mg 270 3x4 mg 260 bukan pasien tetap poliklinik asma RS Persahabatan. Selain itu pasien tetap poliklinik asma justru lebih 250 240 menolak partisipasi dan drop out karena umumnya pulang mgg 1 mgg 2 mgg 3 mgg 4 mgg 5 mgg 6 Kunjungan Gambar 1. Rerata nilai APE pada kedua kelompok. menyu­kai mencari pertolongan di poliklinik asma, kecuali bila terjadi eksaserbasi di luar jam kerja. Hal ini memudahkan pelaksanaan penelitian karena pasien yang datang di poliklinik asma umumnya Efek samping yang terjadi Pengamatan terhadap efek samping menun­ jukkan keluhan yang timbul semua adalah keluhan pencernaan. Subjek yang mengalami efek samping berupa perih di ulu hati, kembung, dan mual se­ banyak 9 orang (11,3%) terutama dari kelompok dosis 3x12 mg sebanyak 6 orang (15,3%) sedangkan dari kelompok 3x4 mg 3 orang (7,5%). Semua subjek yang mengeluh mual tersebut dapat diatasi keluhannya dan melanjutkan penelitian. PEMBAHASAN dapat ditelusuri cacatan rekam medisnya dan relatif lebih lengkap dibandingkan catatan yang ada di IGD. Jumlah total drop out pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 19 orang (19,4 %). Data pasien juga menun­ jukkan dari 19 pasien drop out sebagian besar yaitu 14 orang (73,7 %) adalah pasien yang diambil dari IGD. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi se­ banyak 98, tetapi yang tidak drop out dan mengikuti penelitian hingga memiliki data cukup untuk diolah berjumlah 79 orang. Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 17:62. Perbandingan tersebut sesuai dengan proporsi pasien asma di masyarakat, pada usia pascapubertas pasien asma banyak dite­ Penelitian ini merupakan uji klinis bersifat acak mukan pada perempuan.1,12 Sebaliknya, pada usia terkontrol dengan memberikan dosis total metil­pred­ anak-anak penderita laki-laki lebih banyak diban­ nisolon oral 36 mg (3 x 12 mg) sehari pada kelompok dingkan perempuan.11 Selain itu, peneliti juga men­ perlakuan dan 12 mg (3x4 mg) pada kelompok kontrol dapatkan bahwa pasien laki-laki umumnya sibuk atau metilprednisolon oral dosis tinggi dan dosis rendah sehingga lebih sedikit yang mau berpartisipasi karena selama 2 minggu. Tujuan utama penelitian ini adalah tidak punya cukup waktu luang ikut penelitian yang untuk menilai efikasi pemberian metilprednisolon oral memerlukan kontrol tiap minggu. Hal tersebut juga 3x12 mg sehari dibandingkan 3 x 4 mg dalam menekan menyebabkan jumlah drop out pasien laki-laki (13 angka kekambuhan pasien asma pascaeksaserbasi. orang) lebih banyak daripada perempuan (6 orang). Tujuan lain adalah mengetahui pengaruh dosis Perbedaan proporsi jenis kelamin pada kedua kelom­ metilprednisolon oral terhadap skor gejala harian, pok tidak berbeda bermakna. Perbandingan rerata skor penggunaan agonis β2 harian serta APE tiap berat, umur dan tinggi badan pada kedua kelompok minggu. Selain itu, diamati pula minggu terjadinya yang diteliti tidak berbeda bermakna. Hasil data dasar 144 J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut yang tidak berbeda bermakna tersebut menunjukkan 10,2% (4 orang) dan kelompok 3x4 mg 22,5% (9 kedua kelompok dapat disebandingkan. orang) dengan angka kekambuhan kumulatif adalah Kekambuhan pada dua kelompok diamati 16,4%. Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa pada 2 minggu serta 6 minggu penelitian dan data perbedaan ini tidak bermakna (p=0,224). Husain8 pada yang diperoleh diuji dengan uji chi-square. Menurut penelitian sebelumnya mendapatkan kekambuhan Emmerman untuk menentukan periode waktu pengamatan yang pada dosis metilprednisolon oral 3x4 mg adalah 25,6%, dosis 3x8 mg 17,9% dan kumulatif 21,7%. tepat untuk menentukan kekambuhan. Periode yang Penelitian lain dengan menggunakan prednison oral lebih singkat (kurang dari 2 minggu) akan banyak (dosis median 40 mg/hari selama 5-7 hari) dilakukan dipengaruhi oleh proses eksaserbasi yang mungkin oleh Emmerman11 mendapatkan angka kekambuhan 2 masih berlangsung dan fungsi paru yang belum pulih minggu sebesar 17%. Perbedaan hasil ini disebabkan sepenuhnya, sedangkan periode yang lebih lama pene­ litian tersebut multisenter dan memasukkan (lebih dari 2 minggu) dipengaruhi oleh kemungkinan semua tingkat eksaserbasi dan klasifikasi asma. Ab­ eksaserbasi akibat pajanan baru.12 Atas dasar per­ solut risk reduction pada penelitian ini adalah 12,3% tim­bangan tersebut, maka penulis mengamati kekam­ berarti lebih besar dibandingkan AAR kekambuhan 6 buhan di dua periode pengamatan yaitu 2 dan 6 minggu. Pada penelitian ini angka kekambuhan yang minggu. Relative risk reduction yang tinggi (54,7%) didapat selama observasi 6 minggu setelah di­ oral dosis tinggi (3x12 mg) dapat menekan lebih dari pulangkan pada kelompok dosis 3 x 12 mg adalah setengah jumlah kekambuhan dibandingkan dosis 25,6% sedangkan kelompok dosis 3 x 4 mg adalah rendah. Hal ini memerlukan penelitian dengan sampel 35,0%. Hasil ini menunjukkan bahwa dosis 3 x 12 mg jauh lebih besar untuk dapat digeneralisasikan pada mg memiliki angka kekambuhan yang lebih rendah populasi. Number needed to threat pada kekambuhan dengan absolute risk reduction (ARR) 9,4% dan 2 minggu adalah 8 yang berarti setiap pemberian relative risk reduction (RRR) 26,8%. Perhitungan dosis tinggi metilprednisolon oral terhadap 8 pasien sta­­tistik menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak ber­ makna. Angka kekambuhan 6 minggu secara kumulatif akan mengurangi kekambuhan 1 pasien. Pengamatan terhadap minggu terjadinya ke­ pada penelitian ini adalah 30,4%. Emmerman11 menya­ kam­buhan menunjukkan kekambuhan tersering ter­jadi takan bahwa kekambuhan setelah lebih dari dua pada minggu ke-1, yaitu sebanyak 29,2% (7 pasien) minggu dapat mencapai lebih dari 30%. Hasil ARR 9,4% diikuti minggu ke-2 25,0% (6 pasien) lalu minggu ke- menunjukkan dosis tinggi metilprednisolon oral mampu 3, ke-4 ,ke-6 masing-masing 12,5% dan ke-5 8%. menekan risiko absolut kekambuhan sebesar 9,4% Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain dibandingkan dosis rendah. Number needed to threat yang menunjukkan kekambuhan minggu pertama (NNT) pada kekambuhan 6 minggu adalah 11 yang tertinggi dibandingkan minggu sesudahnya.6,9,11,13 berarti setiap pemberian dosis tinggi metilprednisolon Kekambuhan pada minggu pertama tertinggi diduga oral terhadap 11 pasien akan mengurangi kekambuhan 1 pasien. Angka RRR 26,8% menunjukkan bahwa bila akibat belum selesainya masa pemulihan yang ratarata berlangsung satu minggu.10 Hasil pengamatan terhadap skor gejala kita menggunakan dosis tinggi metilprednisolon oral, harian meliputi penilaian terhadap keluhan batuk, risiko relatif dapat dikurangi hingga 26,8% atau lebih dari seperempat kekambuhan dibandingkan bila sesak, gejala malam dan keterbatasan aktivitas di­ meng­­gunakan dosis rendah. Namun, hal ini memer­ Modifikasi dibuat untuk memudahkan penerapan poin lukan sampel yang jauh lebih besar untuk dilakukan yang berhubungan dengan gejala pada ACT yaitu generalisasi terhadap populasi. Angka kekam­ buhan poin 1,2 dan 3 selain itu perlu dilakukan perubahan 2 minggu pada kelompok dosis 3x12 mg ad­ alah karena ACT diperuntukkan evaluasi bulanan dan 11 terdapat variasi diantara para ahli J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 menunjukkan bahwa pemberian metilprednisolon modifikasi dari kuesioner asthma control test (ACT). 145 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut bukan 2 minggu seperti yang dilakukan penulis. skor pada kedua kelompok kemudian diuji dengan Hasil pengamatan skor gejala harian pada kedua menggunakan uji t independen. Hasil uji statistik kelompok menunjukkan bahwa kelompok dosis tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua 3x12 mg memiliki rerata lebih baik daripada dosis kelompok. Hasil rerata skor penggunaan agonis 3x4 mg yaitu minggu ke-2 (9,95±1,95 vs 9,02±2,09), β2 harian dalam 3 kali pengamatan tersebut minggu ke-4 (7,97±2,42 vs 7,95±1,68) dan minggu menunjukkan kelompok dosis 3 x 12 mg sedikit ke-6 (7,92±1,38 vs 7,90±1,65). Hasil ini kemudian lebih baik daripada dosis 3 x 4 mg terutama pada 2 diuji dengan uji t independen dan menunjukkan minggu pertama. Rowe bahwa menu­runkan penggunaan agonis β2 harian secara terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata skor gejala harian antara kedua kelompok pada minggu ke-2 (p=0,045) sedang­ kan pada minggu ke-4 dan ke-6 tidak bermakna (p=0,945 dan 0,946). Hasil pengamatan terhadap gejala harian asma ini sesuai dengan penelitian lain. Rowe16 melakukan penelitian metaanalisis untuk mempelajari pengaruh kortikosteroid baik oral, in­ halasi atau parenteral ternyata secara bermakna memperbaiki gejala harian dibandingkan dengan plasebo. Sementara itu penelitian Chapman14 tidak menemukan perbedaan bermakna skor gejala harian pada pemberian prednison oral dosis 40 mg/ hari dengan tappering dibandingkan plasebo tetapi skor gejala kelompok prednison lebih baik. Levy15 melaporkan perbaikan skor gejala asma pada pasien pascaeksaserbasi dengan memberikan prednisolon oral dan tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang menggunakan inhalasi flutikason. Secara teori kortikosteroid akan mengurangi proses inflamasi selama eksaserbasi dan masa pemulihan sehingga akan memperbaiki gejala pascaeksaserbasi dan faal paru.15,16 Hal ini menerangkan mengapa perbedaan rerata skor gejala harian pada minggu 2 lebih besar dan bermakna secara statistik mengingat bahwa metilprednisolon oral pada penelitian ini diberikan hingga 2 minggu. Salah satu keluaran sekunder yang digu­ nakan untuk menilai efikasi dosis metilprednisolon oral pada penelitian ini adalah penggunaan agonis β2 harian baik yang berupa tablet, kapsul, sirop 16 pemberian kortikosteroid bermakna dibandingkan plasebo. Penelitian Chapman14 juga menunjukkan pemberian steroid oral prednison dosis 40 mg/hari memperbaiki skor penggunaan agonis β2 harian secara bermakna dibandingkan plasebo. Penelitian metaanalisis yang dilakukan Edmond dkk.17 mendapatkan bahwa skor penggunaan agonis β2 harian kelompok steroid oral tidak berbeda bermakna dengan kelompok steroid inhalasi. Secara teori peng­ gunaan agonis β2 tergantung gejala yang dialami pasien. Pada penelitian ini skor gejala harian yang berbeda bermakna pada 2 minggu pertama ternyata tidak diikuti perbedaan bermakna skor penggunaan agonis β2 harian. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagian pasien secara psikologis sudah terbiasa dengan dosis dan jadwal penggunaan agonis β2 harian yang sudah dijalaninya sejak lama. Pada penelitian ini dilakukan pula APE pada kedua kelompok sebagai salah satu tujuan sekunder. Pengukuran rerata nilai APE saat se­ rangan dan sesaat sebelum pasien dipulangkan menun­ jukkan tidak terdapat perbedaan bermakna. Pengukuran nilai APE kedua kelompok pada saat sebelum tatalaksana diberikan maupun setelah tata­­ laksana menunjukkan peningkatan yang tidak berbeda bermakna. Pengukuran APE selanjutnya dilakukan tiap akhir minggu setelah pasien dipulang­kan, pasien akan melakukan pengu­ kuran APE sebanyak 6 kali. Pengukuran dilakukan pada tiap hari ke-7 setelah pasien dipulangkan atau paling lambat dua hari setelahnya. Hasil rerata nilai maupun inhalasi. Skor yang digunakan juga diambil APE minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-6 tidak menggunakan kuesioner asthma control test (ACT) menunjukkan perbedaan yang bermakna, tetapi rerata poin ke 4 dengan sedikit modifikasi. Pengamatan nilai APE kelompok 3x12 mg secara konsisten lebih baik dilakukan seperti untuk skor gejala harian yaitu pada akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6. Hasil rerata daripada kelompok 3x4 mg. Husain8 juga mene­mukan 146 bahwa terdapat kenaikan APE dengan pemberian J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut prednisolon dosis lebih tinggi tetapi tidak bermakna dihindari penggunaan berbarengan dengan obat anti secara statistik. Suatu studi metaanalisis yang in­flamasi non-steroid (NSAID). Angka kejadian efek dilakukan Rodrigo menyatakan bahwa pemberian samping pencernaan 11,3 % menunjukkan bahwa steroid oral, parenteral maupun inhalasi pada asma penggunaan dosis tinggi metilprednisolon oral selama akut akan meningkatkan APE secara bermakna 2 minggu meningkatkan efek samping keluhan pen­ dibandingkan plasebo dan hal yang sama dinyatakan cernaan dua kali dibandingkan dosis rendah. Rowe. juga menyatakan peningkatan Salah satu kelemahan penelitian ini adalah dosis steroid dengan dosis medium atau tinggi tidak diperhitungkannya berbagai faktor yang di­duga meningkatkan APE dibandingkan dosis rendah, dapat tetapi secara statistik tidak bermakna. Penelitian serbasi. Em­merman menyatakan bahwa berbagai Webb dengan menggunakan 3 dosis pred­nisolon faktor seperti riwayat kunjungan ke IGD satu tahun oral berbeda yaitu dosis rendah, sedang, dan tinggi terakhir, lama gejala eksaserbasi sebelum berkunjung menemukan terdapatnya hubungan bermakna ke­ ke IGD, penggunaan berbagai macam obat asma naikan dosis dengan kenaikan APE. Hasil penelitian termasuk menggunakan nebuliser di rumah, peng­ ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa gu­ naan steroid inhalasi dosis tinggi, kontrol tidak pemberian steroid akan mengurangi inflamasi selama teratur, dan memiliki pencetus asma multipel ber­ eksaserbasi sehingga memperbaiki faal paru. 9,10,14,18 hubungan dengan mening­katnya kekambuhan pasca­ Angka kejadian efek samping merupakan eksaserbasi dan disebut faktor risiko tinggi. Penulis hal yang juga perlu diamati pada terapi steroid mengu­sulkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sistemik. Secara teoritis penggunaan steroid jangka penga­ ruh dosis metilprednisolon oral pada pasien pendek relatif aman dibandingkan jangka panjang. asma pasca­ eksaserbasi dengan riwayat berbagai Kepustakaan menyatakan bahwa penggunaan steroid faktor tersebut. 16 18 Rodrigo 12 12 oral kurang dari 3 minggu tidak menyebabkan supresi adrenal yang berarti sehingga tidak memerlukan tappering off.10,15,18 Efek samping penggunaan jangka pendek umumnya adalah efek samping minor dan segera menghilang saat terapi dihentikan.15 Kelu­ han yang tersering diantaranya adalah keluhan pencernaan akibat iritasi lambung seperti kembung, mual dan perih di ulu hati. Pada penelitian ini angka kejadian efek samping pencernaan terjadi pada 9 orang (15,3 %) yaitu 6 orang dari kelompok 3x12 mg dan 3 orang (7,5 %) dari kelompok 3x4 mg. Semua subjek yang mengalami keluhan pencernaan diberi terapi proton pump inhibitor (PPI) omeprazol 2x20 mg, bila perlu metoklopropamid 3x1 tablet dan semua melanjutkan penelitian. Penelitian sebelumnya oleh Husain8 mene­ mukan efek samping pencernaan lebih besar yaitu 15,7 %. Studi metaanalisis yang dilakukan Rowe16 mempengaruhi kekambuhan pasca­ eksa­ 13 KESIMPULAN Pemberian metilprednisolon oral 3x12 mg selama 2 minggu menurunkan angka kekambuhan dalam 2 dan 6 minggu pascaeksaserbasi pada pasien asma persisten sedang dibandingkan 3x4 mg, tetapi secara statistik tidak bermakna. Pemberian metilprednisolon oral 3x12 mg selama 2 minggu memberikan skor gejala asma harian lebih baik secara bermakna pada 2 minggu pascaeksaserbasi pada pasien asma persisten sedang dibandingkan 3x4 mg, tetapi tidak bermakna pada 4 dan 6 minggu pascaeksaserbasi. Pemberian metilprednisolon oral 3x12 mg selama 2 minggu memberikan skor penggunaan agonis β2 lebih baik dan nilai APE lebih tinggi pada pasien asma persisten sedang pascaeksaserbasi dibandingkan 3x4 mg tetapi secara statistik tidak bermakna. Sebaiknya menemukan bahwa efek samping jarang sekali terjadi digunakan metilprednisolon oral dosis 3x4 mg pada (3 %). Diaz19 mengatakan bahwa penggunaan steroid pasien asma persisten sedang pascaeksaserbasi jarang menimbulkan efek samping pada pasien karena tidak terdapat perbedaan bermakna secara tanpa riwayat penyakit dasar saluran cerna atas dan statistik pada angka kekambuhan, skor gejala harian, J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014 147 Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut skor penggunaan agonis β2, dan nilai APE pada kedua kelompok. DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar CA, Soewarta DKS, Mangunnegoro H. Asma di unit gawat darurat. J Respir Indo. 1996;4:147-52. 2. Mahadevan M, Jin A, Manning P, Lim TK. Emer­ 11. Emmerman CL, Woodruff PG, Cydulka RK, Gibbs MA, Pollack CV, Cammargo CA. Prospective multi­ center study of relapse following treatment for acute asthma among adult presenting to the emergency department. Chest. 1999;115:919-27. 12. Lederle FA, Pluhar RE, Joseph AM, Niewoehner DE. Tapering of corticosteroid therapy following exacerbation of asthma. A randomized, double- gency department asthma: compliance with an blind, placebo controlled trial. Arch Intern Med. evidence-based management algorithm. Ann 1987;147:2201-3. Acad Med Singapore. 2002.31(4):419-24. 13. Barr RG, Woodruff PG, Clark S, Camargo CA. 3. Rabe KF, Vermeire PA, Soriano JB, Maier WC. Sudden onset asthma exacerbations: clinical fea­ Clinical Management of asthma in 1999: the tures, responsse to therapy and 2 weeks follow up. asthma insights and reality in Europe (AIRE) Eur Respir J. 2000;15:266-73. study. Eur Respir J. 2000;16:802-7. 14. Chapman Kr, Verbeek PR, White JG, Rebuck 4. Taylor DM, Aubie TE, Calhoun WJ, Mosesso VN. AS. Effect of a short course of prednisone in the Current outpatient management of asthma shows prevention or early relapse after the emergency poor compliance with international consensus room treatment of acute asthma. N Engl J Med. guidelines. Chest. 2000;116:1638-45. 1991;324:788-94. 5. Farid M. Penilaian berat serangan asma akut 15. Levy ML, Stevenson C, Maslen T. Comparison untuk menen­tukan indikasi rawat di Rumah Sakit of short courses of oral prednisolone and Persahabatan. Tesis: Bagian Pulmonologi FKUI. fluticasone proprionate in the treatment of adults 1983. with acute exacerbations of asthma in primary 6. Miller KE. Assessing relapse potential in patients with asthma. AAFP 1999;60(3):979-80. care. Thorax. 1996;51:1087-92. 16. Rowe BH, Spooner C, Ducharme F, Bretzlaff 7. Lanes SF, Garret JE. Systemic corticosteroid. In: J, Bota G. Corticosteroid for preventing relapse Clark TJH, Godfrey S, Lee TH, Thomson NC eds. following acute exacerbations of asthma. Cochrane Asthma. 4th edition. London: Arnold; 2000. p. 323-4. Data Base Of Systematic reviews 2007, Issue 3. 8. Husain B, Yunus F, Wiyono WH. Angka kekam­ 17. Edmonds ML, Camargo CA, Brenner BE, Rowe BH. buhan asma pascaeksaserbasi akut setelah pem­ Replacement of oral corticosteroids with inhaled berian metilprednisolon serta faktor-faktor yang corticosteroids in the treatment of acute asthma mempengaruhi. J Respir Indo. 2004;24:52-64. following emergency department discharge. A 9. Rodrigo C, Rodrigo G. Treatment of acute asthma. Chest. 1994;106:1071-6. 10. Clark TJH, Cagnani CB, Bousquet J, Busse WW, Fabbri L, Grouse L, et al. Asthma management 148 meta-analysis. Chest. 2002;12:1798-805. 18. Webb JR. Dose responss of patients to oral corticosteroid treatment during exacerbations of asthma. Br Med J. 1986;292:1046-7. program. In: Global initiative for asthma (GINA). 19. Diaz SH, Rodriquez LAG. Steroids and risk Global strategy for asthma management and of upper gastrointestinal complications. Am J prevention. NHBLI, WHO. 2002. p.95-132. Epidemiol. 2001;153:1089-93. J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014