BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graffiti sebagai Media Komunikasi Non Verbal Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata- kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.1 Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun kebanyakan ahli sepakat bahwa dimana, kapan, dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini dipelajari, dan karenanya dipengaruhi oleh konteks dan budaya. Kita belajar menatap, memberi isyarat, memakai parfum, menyentuh berbagai bagian tubuh orang lain, dan bahkan kapan kita diam. 3 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004, Hal 308 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 Berbeda dengan kebanyakan perilaku verbal yang bersifat eksplisit dan diproses secara kognitif, perilaku nonverbal kita bersifat spontan, ambigu, sering berlangsung cepat dan di luar kesadaran dan kendali kita. Karena itulah, Edward T. Hall menamai bahasa nonverbal ini sebagai "bahasa diam" (silent language) dan "dimensi tersembunyi" (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain syarat situasinal dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.2 Menurut Knapp dan Hall, isyarat nonverbal, sebagaimana simbol verbal, jarang punya makna denotatif tunggal. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah konteks tempat perilaku berlangsung. Makna isyarat nonverbal akan semakin rumit jika mempertimbangkan berbagai budaya.3 Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa tanda (sign language) - acungan jempol untuk numpang mobil gratis: bahasa isyarat tuna rungu: kedua, bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya: berjalan, dan ketiga, bahasa objek (object language) pertunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya, seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), musik (misalnya marching 4 5 Ibid. Hal. 309 Ibid. Hal. 342 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 band), dan sebagainya, baik secara sengaja maupun tidak.4 Jika definisi harfiah komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa bahasa atau komunikasi tanpa kata, maka tanda nonverbal berarti tanda minus bahasa atau tanda minus kata. Jadi, secara sederhana, tanda nonverbal dapat kita artikan semua tanda yang bukan kata-kata. Ada beberapa cara untuk menggolongkan tanda-tanda. Cara itu yakni : (i) tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia melalui pengalamannya: (ii) tanda yang ditimbulkan oleh binatang: (iii) tanda yang ditimbulkan oleh manusia. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas yang bersifat verbal dan yang bersifat nonverbal. Tanda yang bersifat verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat bicara, sedangkan yang bersifat nonverbal dapat berupa: (i) tanda yang menggunakan anggota badan, lalu diikuti dengan bicara: (ii) suara: (iii) tanda yang diciptakan oleh manusia untuk menghemat waktu, tenaga, dan menjaga kerahasiaan, (iv) benda-benda yang bermakna kultural dan ritual.5 Dalam graffiti terdapat unsur-unsur garis, warna, dan struktur yang ada dalam suatu gambar untuk menghasilkan sebuah narasi tentang hal itu. Alasan lain mengapa seni grafiti yang signifikan dapat dilihat sebagai seni adalah dengan mempertimbangkan keinginan produsen. 4 5 Ibid. Hal. 317 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung PT Remaja Rosda Karya, 2003, Hal 122 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 Graffitists berniat pekerjaan mereka bisa ditangkap sebagai seni yang dapat mengkomunikasikan perasaan dan ide-ide kepada khalayak. Bomber (panggilan untuk seniman graffiti) sering kali dipandang sebagai bentuk pencarian identitas anak muda atau untuk sekedar menunjukkan eksistensi mereka. Aksi mereka pun sering berhadapan dengan aparat kota (Satpol Pamong Praja) bahkan tidak jarang juga berhadapan dengan aparat kepolisian karena dipandang sebagai aksi yang merusak. Keberadaan bomber yang telah menjadi subkultur anak muda dipandang sebagai pemberontakan atas struktur urban semakin diterima. Meskipun di sisi lain pandangan yang sinis terhadap mereka tetap saja ada. Bomber hadir sebagai eksistensi mereka terhadap tanda zaman yang diwakili oleh tren gaya hidup dan hal ini lebih kuat tercermin daripada menunjukkan identitas mereka yang sarat ideologi keberbedaan.6 Berawal dari awal tahun ‘70an, dan masih berupa coretan-coretan dan tag, namun karena menurut perkembangan zaman pula, dan keingin tahuan lebih dari masyarakat sehingga kini seni itu terbedakan menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Grafiti (juga dieja graffity atau graffiti) adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur. 6 http://www.dw.de/grafiti-antara-seni-dan-kriminalitas/a-16951520 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 b. Mural adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya.Berbeda dengan graffiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan cat semprot maka mural tidak demikian, mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok atau cat kayu bahkan cat atau pewarna apapun juga seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar. Vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan perusakan yang kejam dan penistaan segalanya yang indah dan kreatif . Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah perusakan kriminal, pencacatan, graffiti, dan hal-hal lainnya yang mengganggu mata. Hal ini sejalan dengan mandat Tolstoy bahwa seni harus memungkinkan orang untuk mengekspresikan ide dan berbagi dalam perasaan masing-masing melalui karya seni.7 2.2 Graffiti Grafiti sangat terkenal karena kepopulerannya berkreasi gambar-gambar unik di dinding-dinding jalan, tembok jembatan dan biasanya di luar negeri di tempat jalan umum. Graffiti adalah kegiatan seni rupa yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk dan volume untuk menuliskan kalimat tertentu di atas dinding. Alat yang digunakan biasanya cat semprot kaleng (PILOX). Walaupun dengan kemampuan dan peralatan yang masih sederhana, konsep tulisan dan dinding menjadi media paling menonjol untuk mengekspresikan 7 Ibid http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 pendapat secara diam-diam pada saat itu. Istilah graffiti sendiri diambil dari bahasa latin, graphium yang artinya menulis. Awalnya istilah itu dipakai oleh para arkeolog untuk mendefinisikan tulisan-tulisan dibangunan kuno bangsa Mesir dan Romawi kuno. Tentunya sesuai dengan perkembangan zaman grafiti kini bisa di olah menjadi sebuah objek yang abstrak, unik, visualisasi secara 3 dimensi dan lain-lain.8 Kebiasaan melukis di dinding bermula dari manusia primitif sebagai cara mengkomunikasikan perburuan. Pada masa ini, graffiti digunakan sebagai sarana mistisme dan spiritual untuk membangkitkan semangat berburu. Perkembangan kesenian di zaman Mesir kuno juga memperlihatkan aktivitas melukis di dindingdinding piramida. Lukisan ini mengkomunikasikan alam lain yang ditemui seorang pharaoh (Firaun) setelah dimumikan. Kegiatan graffiti sebagai sarana menunjukkan ketidakpuasan baru dimulai pada zaman Romawi dengan bukti adanya lukisan sindiran terhadap pemerintahan di dinding-dinding bangunan. Lukisan ini ditemukan di reruntuhan kota Pompeii. Sementara di Roma sendiri dipakai sebagai alat propaganda untuk mendiskreditkan pemeluk Kristen yang pada zaman itu dilarang kaisar. Beberapa arkeolog mengatakan bahwa sebuah lukisan berusia 20.000 tahun pada dinding gua di selatan Perancis dapat disebut sebagai graffiti tertua didunia. Lukisan bergambar binatang dan beraneka bentuk geometris itu kemungkinan besar merupaka symbol dari suatu klan. Sedangkan bentuk tertua dari graffiti berbentuk tulisan berasal dari zaman Yunani-Romawi. Beberapa graffiti ini masih dapat 8 Ibid http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 ditemukan dan dibaca di berbagai tempat bekas wilayah jajahan Yunani-Romawi, termasuk di Pompeii. Manco menuliskan bahwa seni graffiti senantiasa berkembang secara terus-menerus. Setiap hari, lapisan cat dan poster-poster yang baru saja ditempel, bermunculan hanya dalam waktu semalam di tiap kota yang ada di seluruh dunia. Proses pembaharuan yang terjadi secara terus-menerus terhadap tanda-tanda dan karya seni ini dibuat di atas lapisan karya graffiti lama yang sudah memudar dan pada permukaan-permukaan yang rusak dari sebuah kota. Tampaknya, graffiti memang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kota. Susanto menjelaskan, bahwa graffiti berasal dari kata Italia “graffito” yang berarti goresan atau guratan, dapat disebut juga demotic art atau yang memiliki dan memberi fungsi pada pemanfaatan aksi corat-coret. Pada dasarnya aksi ini dibuat atas dasar anti-estetik dan chaostic (bersifat merusak, baik dari segi fisik maupun non-fisik). 2.2.1 Warna Warna adalah suatu hal yang penting dalam menentukan respon dari orang, merupakan hal pertama yang dilihat oleh seseorang, setiap warna akan memberikan kesan dan identitas tertentu, walaupun hal ini tergantung dari latar belakang pengamatnya.9 Kemampuan untuk mempersepsikan warna dalam berbagai wujud merupakan dasar dari banyak aktivitas pembuatan dan penggunaan tanda di seluruh dunia. Pada level denotatif, kita menafsirkan tanda sebagai gradasi rona pada spektrum cahaya. Rona adalah ciri yang menuntun kita 9 Eko Nugroho, Pengertian Teori Warna, Yogyakarta, Andi Publisher, 2008, Hal.1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 dalam pemberian nama pada warna - misalnya, merah, oranye, hijau, biru, atau violet. Namun proses penamaan ini tidak terbebas dari faktor pribadi dan budaya. Istilah-istilah warna yang digunakan dalam bahasa Inggris mendorong kita untuk cenderung melihat "kategori-kategori yang berbeda" dalam rona. Dalam pengertian yang nyata, warna sesuai dengan apa yang disebutkan oleh istilah kita untuknya. Tidak ada sesuatu yang "alamiah secara inheren dalam skema pengaturan kita, skema ini merupakan reflex dari kosakata bahasa Inggris, bukan dari alam. Sebaliknya, penutur bahasa lain akan cenderung melihat kategori-kategori warna yang berbeda pada spektrum yang sama. Dalam hal ini, "kenyataan" adalah persis apa yang "dikatakan" oleh orangorang yang berbeda tentang kenyataan itu. Namun, ini tidak berarti bahwa penggunaan seperangkat istilah warna yang spesifik menghalangi orang dari melihat kenyataan sebagaimana yang dilihat orang lain. Kategori warna spesifik yang kita peroleh dalam konteks kultural tidak mencegah adanya kemampuan untuk menangkap kategori warna yang digunakan dalam budaya lain. Konflik antara warna dan bentuk terhadap persepsi manusia telah dipelajari oleh para ahli – ahli psikologi. Pengenalan bentuk merupakan proses perkembangan intelektual sedangkan warna merupakan proses intuisi. Sudah umum diketahui bahwa warna dapat mempengaruhi jiwa manusia dengan kuat atau dapat mempengaruhi emosi manusia. Kesukaan seseorang terhadap warna menurut penilitian ilmu jiwa bisa diasosiasikan dengan sifat pembawaan orangnya. Seperti seseorang yang suka dengan warna “merah”, menunjukkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 bahwa orang tersebut bersifat ekstrover, pribadi yang intergratif dengan dunia luar, dan mudah menyesuaikan diri dengan dunia. Dalam skala yang menyeluruh warna memiliki arti perlambangan yang spesifik dan bervariasi mulai dari situasi sosial yang satu ke situasi sosial lainnya. Lambang – lambang yang dinyatakan dengan warna tidak saja dipergunakan pada seni lama, tetapi dewasa ini pun warna tetap dipergunakan sebagai lambang, baik oleh masyarakat yang belum maju maupun oleh masyarkat modern. Nilai – nilai simbolis sangat penting diketahui, karena warna sebagai lambang dipergunakan untuk segala bidang kehidupan. Warna sebagai arti perlambangan pada masa lampau mempengaruhi karya seni pada zamannya. Gambar 2.1 ( Warna simbolik sifatnya ) Warna Utama Putih Lambang logam Perak Sifat penampilan Lembut, halus, kematian, murni Hitam Besi Merah muda Gagah, kuat, kematian Lincah Merah tua Perunggu Kasar, bengis, pemarah Kuning mas Emas Agung, luhur Hijau Agak lincah http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 Dari segi semiotik, istilah warna adalah penanda verbal yang mendorong orang untuk cenderung memerhatikan terutama rona-rona yang disandikan penanda tersebut. Di seluruh dunia, warna-warna digunakan untuk tujuan konotatif. Catatan arkelogis dengan kuat menyiratkan bahwa, pada kenyataannya, makna indrawi dan emosional yang dilekatkan pada warna mungkin bahkan merupakan asal istilah-istilah warna itu sendiri. Ini mengungkapkan bahwa kita mempersepsikan warna jauh lebih dari sekedar fenomenon yang melibatkan persepsi visual semata. Dalam setiap masyarakat, warna memainkan fungsi yang sangat penting dalam wilayah simbolisme. Suku Navajo di Amerika Utara misalnya, mengalokasikan hierarki pentingnya sesuatu secara simbolis melalui warna, biru berarti "baik" dan merah berarti " buruk" , masyarakat suatu bangsa menangkap adanya signifikasi penting dalam warna-warna bendera dan emblem nasionalis, dan daftar ini dapat terus berlanjut.10 2.2.2 Tag Tag Merupakan salah satu bentuk graffiti, Tag adalah graffiti berupa coretan nama dalam berbagai bentuk atau tanda tangan sebagai simbol identitas. Tag biasanya dibuat hanya dalam satu warna, simple dan cepat. Hampir menyerupai corat-coret semata. Jenis graffiti ini merupakan jenis graffiti yang sering dipakai untuk ketenaran seseorang atau kelompok. Semakin banyak graffiti jenis ini bertebaran, maka makin terkenalah nama pembuatnya. 10 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, & Makna, Yogyakarta, Jalasutra, 2010, Hal. 97 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Karena itu grafiti jenis ini memerlukan tagging atau tanda tangan dari pembuat atau bomber-nya. Semacam tanggung jawab karya. Sebutan untuk pembuat graffiti jenis "tag" ini disebut juga sebagai "tagger" atau Pelaku tagging. Biasanya digunakan untuk menyebut seniman yang kebanyakan karyanya adalah tag. Gambar 2.2 ( jenis tag dalam grafiti ) 2.2.3 Representasi Visual Titik, garis, dan bentuk, ini semua merupakan penanda visual, atau wujud minal dari representasi visual, yang dapat dikombinasikan dalam bermacam cara. Penanda-penanda ini bisa lurus, bulat, melengkung, dan seterusnya, dan digunakan dalam berbagai kombinasi. Penanda visual yang dirancang untuk menunjukkan bentuk garis luar dari sesuatu dikenal dengan nama bentuk. Segala sesuatu yang kita lihat dapat direpresentasikan melalui kombinasi garis dan bentuk : misalnya, awan adalah bentuk, cakrawala adalah garis. Unsur-unsur lain termasuk nilai, warna, dan tekstur. Nilai mengacu pada gelap atau terang dalam sebuah garis atau bentuk . Warna menyampaikan suasana, perasaan, atmosfir. Seperti di Cina, misalnya kuning berkonotasi kerjaan. Sementara, tekstur mengacu pada perasaan indera sentuhan yang digugah secara imajistik saat kita melihat http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 sebuah permukaan. Garis yang bergelombang menciptakan perasaan yang lebih nyaman dalam diri kita dibanding garis yang bersudut. Ada bukti kuat bahwa semiosis bersifat antarmode, yang artinya melibatkan lebih dari sati modalitas inderawi pada saat bersamaan. Istilah yang digunakan untuk menyiratkan fenomenon ini adalah sinestesia. Perasaan-perasaan diatas terkait dengan sentuhan, tetapi digugah oleh tanda-tanda visual merupakan contoh reaksi sinestesis. Secara kebetulan , istilah estesia, biasanya digunakan untuk mengacu pada pengaktifan semua modalitas inderawi dalam cara yang holistik. Saat kita menyebut apresiasi sebuah karya seni sebagai "pengalaman estetik" , maksud kita secara harfiah adalah bahwa kita mengalami dan merasakan makna karya seni secara keseluruhan. Pengalaman estetik juga dapat ditimbulkan oleh bentuk dan dimensi spesifik dari wujud-wujud sederhana. Ilmu geometri juga merupakan hasil keterkaitan ini. Geometri berkutat dengan "wujud visual ideal" seperti segitiga, lingkaran, dan bujur sangkar. Wujudwujud geometris dasar disusupi oleh simbolisme dalam berbagai budaya di seluruh dunia. Berikut beberapa contohnya : a. Bujur sangkar Dizaman kuno bujur sangkar melambangkan permukaan bumi, dan mengindikasikan empat penjuru dalam kompas atau poin-poin paling luar pada bumi. b. Segitiga Segitiga memperoleh banyak makna simbolis diseluruh dunia, dan di antaranya ide "trinitas" langsung terbesitdi bank kita. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 c. Lingkaran Lingkaran telah menjadi siimbol kesempurnaan dan keabadian sejak zaman kuno. Ini mungkin dikarenakan fakta bahwa lingkaran menyiratkan. d. Garis Dalam geometri Euklides, sebuah garis adalah sebuah lengkungan lurus. Ketika geometri digunakan untuk memodel dunia nyata, garis digunakan untuk menggambarkan obyek lurus dengan lebar dan tinggi yang berbeda. Garis adalah idealisasi dari obyek semacam itu dan tidak punya lebar atau tinggi dan panjangnya dianggap tak hingga. 2.2.4 Jenis Huruf Graffiti “Wild Style” merupakan jenis graffiti yang memiliki makna lebih dalam dan memiliki tema serta konsep secara penggambarannya. “Tagging” yaitu jenis graffiti yang sering dipakai untuk ketenaran seseorang atau kelompok. Semakin banyak graffiti jenis ini bertebaran, maka makin terkenallah nama pembuatnya. Karena itu grafiti jenis ini memerlukan tagging atau tanda tangan dari pembuat atau bomber-nya. Semacam tanggung jawab karya. Dalam pembuatan graffiti “wild style” memerlukan waktu kurang lebih 1 hari untuk pengerjaan sebuah gambar. Tetapi untuk “tagging” hanya perlu membuat sekitar 5 sampai dengan 10 menit.”Throw up” merupakan Eksekusi piece dengan cepat tanpa mengisi layer dengan penuh diikuti outline untuk memperjelas bentuk huruf, “wild style” merupakan suatu konstruksi yang rumit dalam menyambungkan rangkaian huruf. Gaya gambar graffiti yang rumit. Huruf-hurufnya sangat melebur antara satu dan yang lainnya dan sangat penuh dengan dekorasi dan ornamen. Sehingga penulisan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 jenis ini memungkinkan untuk sulit diterka atau dibaca. Wildstyle merupakan pengembangan dari piece, atau salah satu variasi gaya dalam graffiti dimana tipografi yang dihasilkan sangat rumit tetapi masih sedap dipandang mata. Fakta karya graffiti tidak selamanya di katakan sebagai bentuk vandalisme terlihat dari salah satu event atau pagelaran yang dibuat khususnya untuk para bomber dan didukung oleh pemerintah yaitu “Visual Jalanan – Bebas Tapi Sopan”. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Galeri Nasional Indonesia pada tanggal 26 Oktober – 16 November 2015. Tajuk ‘Bebas Tapi Sopan’ sendiri terinspirasi dari fenomena cairnya kondisi jalanan di Indonesia sekarang ini. Aktivitas visual di jalanan, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sangat marak dan berkembang. Tidak hanya para seniman yang memproduksi objek visual di jalanan, tetapi publik juga secara kritis memproduksi objek visual dengan caranya sendiri. Jalanan menjadi “kanvas” dan setiap orang bebas menorehkan maknanya di sana. Namun, kebebasan itu diikuti pula oleh pertarungan yang terus menerus berlangsung di ruang publik. Pertarungan tersebut bisa berasal dari individu yang lain, pihak korporasi yang berebut ruang untuk memasang iklan, ataupun dari pihak aparatur pemerintah yang menghapus coretan yang ada di jalanan. Setiap orang seperti berusaha untuk memberi ataupun merebut makna di jalanan. Pameran ini melibatkan 14 partisipan. Tidak hanya mengundang seniman yang aktif membuat mural dan graffiti, Visual Jalanan juga mengundang individu maupun kelompok yang terinspirasi dari objek-objek yang ditemukan di jalanan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Gambar 2.3 2.3 Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika (semiotical analysis) merupakan cara atau metode untuk menganalisme dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (signs) baik yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat diluar media massa (seperti karya lukis, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada food festival). Urusan analisis semiotika adalah melacak makna-makna yang diangkat dengan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 teks berupa lambang-lambang (signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik.11 2.3.1 Pengertian Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnyadapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Sementara secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisis bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna "berita di balik berita".12 Metode semiotika meliputi tanda sinkronik maupun diakronik, istilah yang diperkenalkan oleh Saussure. Sinkronik merujuk pada studi tanda – tanda pada Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta,LKIS Pelangi Aksara, 2007, Hal. 155-156 11 12 5 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2011, Hal. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 satu titik waktu tertentu. Sedangkan diakronik merujuk pada studi cara – cara tanda berubah dalam bentuk dan makna sepanjang masa. Tanda-tanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi kata pakar Komunikasi Littlejohn yang terkenal dengan bukunya: "Theories on Human Behavior" (1996). Tanda juga dapat dikatakan sebagai segala sesuatu berupa warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika dan lain – lain yang merepresentasikansesuatu yang lain selain dirinya. Teori tanda pertama diperkenalkan oleh Santo Agustinus. Ia mendefinisikan tanda alami sebagai tanda yang ditemukan secara harfiah di alam. Gejala ragawi, pergesekan daun – daun, warna tumbuhan, dan seterusnya, kesemuanya merupakan tanda alami. Menurut Littlejohn, manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini. Sedangkan Umberto Eo ahli semiotika yang lain, kajian semiotika sekarang membedakan dua jenis semiotika yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sementara semiotika signifikasi tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya, yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. Dengan demikian http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 semiotik mempelajari keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebutkan tanda tersebut sebagai "kebohongan" , dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.13 Analisis Semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dan berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.14 Semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah membawa makna tunggal. Kenyataanya teks media memiliki ideologi atau kepentingan tertentu, memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut.15 Sebagai seluruh cabang keilmuan semiotika memperlihatkan pengaruh semakin kuat dan luas, signifikasi semiotika tidak saja sebagai metode kajian (decoding), akan tetapi juga sebagai metode penciptaan (encoding). Sebagai metode kajian, semiotika memperlihatkan kekuatannya di dalam berbagai bidang seperti antropologi, sosiologi, politik, kajian keagamaan, media studies, cultural studies. Sebagai metode penciptaan , semiotika mempunyai pengaruh pula pada Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2001, Hal 85 Rahmat Kriyantono, Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media Group, 2006, Hal. 266 15 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2011, Hal. 7 13 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 bidang-bidang desian produk, arsitektur, komunikasi visual, seni tari, seni rupa, dan juga seni film.16 2.3.2 Metode Analisis Semiotika Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotik adalah Ferdinand De Saussure, seorang ahli linguistik dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dan logika dari Amerika Serikat. Kajian semiotik Saussure lebih mengarah pada penguraian sistem tanda yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan Pierce lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat.17 2.3.3 Model Analisis Semiotik Charles S. Pierce Semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut Pierce teori segitiga makna atau triangle meaning. a. Tanda Adalah sesuatu yang berbentuk fisik dapat diungkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek. 16 17 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta, Jalasutra, 2009, Hal. ix Kriyantono, op.cit, Hal.7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 b. Acuan Tanda (Objek) Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. c. Pengguna Tanda (Interpretant) Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke sesuatu makna tertentu atau makna yang ada didalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Yang dikupas dari teori segitiga, maka adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Pierce. SIGN INTERPRETANT OBJECT Gambar 2.4 ( Teori Segitiga )18 2.3.4 Model Analisis Semiotik Ferdinand De Saussure Ferdinand De Saussure lebih terfokus pada semotika linguistik. Studi tersebut menelusuri perkembangan kata-kata dan ekspresi sepanjang sejarah, 18 Kriyantono, op.cit, Hal. 267 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 mencari faktor-faktor yang berpengaruh seperti geografi, perpindahan penduduk dan faktor lain yang mempengaruhi perilaku linguistik manusia.19 Menrut Saussure, tanda terbuat atau terdiri dari : 1. Bunyi-bunyi dan gambar (sound and iimage), disebut "Signifier" 2. Konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar (The concept these sounds and image), disebut "Signified" berasal dari kesepakatan. Tanda (Sign) adalah sesuatu yang berbentuk fisik (any sound-image) yang dapay dilihat dan didengar yang biasanya merujuk kepada sebuah objek atau aspek dari realitas yang ingin dikomunikasikan. Objek tersebut dikenal dengan "referent". Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan mengintepretasikan tanda tersebut. Syaratnya komunikator dan komunikan harus mempunyai bahasa atau pengetahuan yang sama terhadap sistem tanda.20 Kode merupakan sistem pengorganisasian tanda, Saussure merumuskan dua cara pengorganisasian tanda ke dalam kode, yaitu : 1. Paradigmatik Merupakan sekumpulan tanda yang dari dalamnya dipilih satu untuk digunakan. 19 20 Seto, op.cit, Hal. 15 Kriyantono, op.cit, Hal. 270 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 2. Syntagmatic Merupakan pesan yang dibangun dari paduan tanda-tanda yang dipilih.21 2.3.5 Metode Analisis Semiotik Roland Barthes Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussur tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barhes ini dikenal dengan "order of signification".22 Tahapan-tahapan signifikasi Roland Barthes ada dua tahapan, tahapan pertama adalah pemaknaan tanda yang berdasarkan atas realitas dari tanda dan tahapan kedua adalah tahapan penandaan yang didasarkan atas kultur atau budaya yang ada di dalam masyarakat. Dari kedua tahapan penandaan ini kemudian muncullah istilah denotasi, konotasi dan mitos. Keterangan lebih detail tentang signifikasi penandaan Barthes adalah sebagai berikut : 21 22 Kriyantono, op.cit, Hal. 271 Kriyantono, op.cit, Hal. 272 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 1. Denotasi Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda didalam tanda, dan antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai denotasi. 2. Konotasi Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. 3. Mitos Cara kedua dari tiga cara Barthes mengenai cara bekerjanya tanda dalam. Tatanan kedua adalah melalui mitos. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berfikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara mengonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan tatanan kedua dari petanda.23 Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari John Fiske, Cultural & Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komperhensif, Yogyakarta, Jalasutra, Hal. 118-119 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 tanda (sign). Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaanya. Konotasi mempunyai makna subjektif atau paling intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkat menjadi Mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.24 2.3.6 Semiotika Visual Tanda visual dapa didefinisikan secara sederhana sebagai tanda yang dikonstruksi dengan sebuah penanda visual, yang artinya dengan penanda yang dapat dilihat ( bukan didengar, disentuh, dikecap, atau dicium ). Tanda visual dapat dibentuk secara ikonis, indeksial ( anak panah yang menunjukkan arah ), dan simbolis ( logo iklan ). Studi tanda visual disebut juga semiotika visual. Semiotika visual (visual semiotics) pada dasarnya merupakan 24 Seto, op.cit, Hal. 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 salah satu bidang semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual senses). Apabila kita konsisten mengikuti pengertian ini, maka semiotika visual tidak lagi terbatas pada pengkajian seni rupa (seni lukis, patung, dan seterusnya) dan arsitektur semata-mata melainkan juga segala macam tanda visual yang kerap kali atau biasanya dianggap bukan karya seni. Adapun isu-isu pokok di dalam semiotika visual, berdasarkan atas pembedaan tiga cabang penyelidikan (dimensi) menurut Charles Morris, yakni sintaktik, semantik, dan pragmatic a. Sintaktik (xyntactics) atau sintaksis (syntax) suatu cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji "hubungan formal di antarasatu tanda dengan tanda-tanda lainnya". Dengan kata lain, karena hubungan-hubungan formal ini merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan dan intepretasi, pengertian sintaktik kurang lebih adalah semacam "gramatika".25 Persoalan didalam dimensi sintaktik berkisar pada homologi diantara bahasa dan gambar/lukisan. Sebagian pakar semiotika berpendapat bahwa struktur sebuah representasi visual dapat dipilih ke dalam satuan-satuan pembentuknya yang sedikit-banyak analog dengan sistem kebahasaan, kendati hal ini tidak sekaligus menunjukkan adanya artikulasi ganda (double articulation) yaitu satuan kecil yang bermakna dan satuan terkecil yang membedakan makna.26 25 26 Kris Budiman, Semiotika Visual, Yogyakarta, Jalasutra, 2011, Hal.4 Ibid. Hal. 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 b. Semantik (semantics) Suatu cabang penyelidikan yang mempelajari "hubungan di antara tandatanda dengan designata atau objek-objekyang diacunya". Bagi Morris, yang dimaksud dengan designate adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu.27 Masalah-masalah yang menyangkut dimensi semantik juga merupakan salah satu isu sentral dalam pendekatan semiotika visual. Hal-hal yang menjadi pokok perdebatan, antara lain adalah pertanyaan apakah tanda-tanda visual dicirikan oleh ikonisitas atau justru indeksikalitas dan simbolisitas? Para pakar semiotika mengajukan klaim bahwa relasi tanda visual dan objeknya bukan bersifat ikonik semata-mata, melainkan juga simbolik atau bersifat konvensional. Hal ini dipahami seperti pertanyaan Pierce bahwa tandatanda yang sempurna adalah justru tanda-tanda yang keseimbangan sifat ikonik, indeksikal, dan simbolik sekaligus.28 c. Pragmatik (pragmatic) Suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari "hubungan di antara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakainya" Pemakaian tanda-tanda. Pragmatik secara khusus berurusan dengan aspek-aspek komunikasi, fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.29 Persoalan dalam dimensi pragmatik adalah pertanyaan tentang fungsifungsi apakah yang dominan didalam proses komunikasi (seni) visual. Apakah 27 Ibid. Hal. 4 Ibid. Hal. 13-14 29 Ibid. Hal. 4 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 fungsi puitik dan/atau fungsi estetik yang dominan di dalamnya? fungsi puitik mengandaikan adanya pemusatan atas pesan itu sendiri di dalam proses produksi dan konsumsi tanda. Sedangkan funsi estetik dicirikan oleh gejala fiksionalitas, sehingga tanda-tanda estetik dapat disebut sebagai tanda-tanda autotelik atau mengacu pada dirinya sendiri. Polemik tentang fungsi sosial pada karya (seni) visual ini pada akhirnya mesti memperhitungkan bahawa sesungguhnya bukannlah sebuah proses yang berdimensi tunggal.30 30 Ibid. Hal. 14-15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ komunikasi