Karakteristik Genetik Sapi Aceh Menggunakan

advertisement
26
MATERI DAN METODE
Penelitian Lapang
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapang untuk koleksi data fenotipik dilakukan di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam pada bulan Pebruari sampai Juni 2005.
Lokasi
penelitian meliputi Kabupaten Aceh Besar (5 kecamatan dan 6 desa), Kota
Banda Aceh (4 kecamatan dan 6 desa), Kabupaten Pidie (3 kecamatan dan 4
desa), dan Kabupaten Aceh Utara (4 kecamatan dan 9 desa) (Gambar 2 dan
Lampiran 1).
Aceh Besar
Banda Aceh
Pidie
Aceh Utara
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel data fenotipik sapi Aceh
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan sapi Aceh yang merupakan sapi lokal yang
hidup di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penentuan sampel sapi secara
klaster sampling, yaitu pertama menentukan kelompok kecamatan dan
selanjutnya menentukan kelompok desa. Sebanyak 100 ekor sapi jantan dan
betina diambil dari masing-masing lokasi (kabupaten atau kota), sehingga
diperoleh keseluruhan sampel adalah 400 ekor (131 ekor jantan dan 269 ekor
betina).
27
Peralatan yang Digunakan
Peralatan penelitian yang digunakan yaitu tongkat ukur ketelitian 0,1 cm
(FHK stainless steel buatan Australia); pita ukur ketelitian 0,1 cm (Gordas buatan
Australia); jangka sorong stainless steel buatan Jerman, kamera digital Samsung
Digimax 3.2 pixel, dan tali sabut pengikat sapi.
Pengambilan Sampel Data Kuantitatif dan Kualitatif
Pengumpulan data fenotipik dilakukan bersamaan dengan pengambilan
sampel darah. Koleksi data dimulai dengan pencatatan jenis kelamin dan umur
sapi serta nama pemiliknya. Umur sapi penelitian ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan pemiliknya dan hasil pengamatan terhadap pergantian dan
pergesekan gigi seri. Sapi dengan gigi seri belum berganti dikode I0 (berumur
kurang dari atau sama dengan satu tahun) tidak digunakan dalam penelitian ini,
dikodekan I2, I4, I6 dan I 8 masing-masing adalah sapi yang berumur 1-1,5; 2-2,5;
3-3,5; dan 4-6 tahun. Selanjutnya sapi-sapi dengan kode masing-masing
dimasukkan dalam kelompok umur 1, 2, 3 dan 4 tahun.
Bagian-bagian permukaan tubuh yang diukur yaitu (Gambar 3) (1) lingkar
dada (Li_Da), diukur melingkar tepat di belakang scapula, dengan menggunakan
pita ukur dalam cm; (2) lebar dada (Le_Da), diukur antara tuberositas humeri
sinister dan dexter, dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm; (3) dalam
dada (Da_Da), diukur dari bagian tertinggi pundak sampai dasar dada, dengan
menggunakan tongkat ukur dalam cm; (4) tinggi pundak (Ti_Pu), diukur dari
bagian tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah, dengan
menggunakan tongkat ukur dalam cm; (5) tinggi pinggul (Ti_Pi), diukur dari
bagian tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, dengan menggunakan
tongkat ukur dalam cm; (6) lebar pinggul (Le_Pi), diukur jarak lebar antara kedua
sendi pinggul dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm; (7) panjang badan
(Pa_Ba), diukur dari tuber ischii sampai dengan tuberositas humeri, dengan
menggunakan tongkat ukur dalam cm; (8) lingkar paha (Li_Pa), diukur pada
pangkal paha melalui vastus lateralis, dengan menggunakan pita ukur dalam cm;
(9) panjang ekor (Pa_Ek), diukur pada pangkal sampai ujung ekor, dengan
menggunakan tongkat ukur dalam cm; (10) lebar ekor (Le_Ek), diukur pada
bagian ekor yang terlebar, dengan menggunakan jangka sorong dalam cm; (11)
panjang kepala (Pa_Ke), diukur pada posisi tengah kepala di antara dua tanduk
sampai ke bagian mulut menghitam, menggunakan pita ukur dalam cm; (12)
28
lebar kepala (Le_Ke), diukur jarak kedua sisi tulang pipi, dengan menggunakan
pita ukur dalam cm; dan (13) panjang tanduk (Pa_Ta), diukur pada pangkal
tanduk sampai ujung tanduk mengikuti arah pertumbuhan tanduk dengan
menggunakan pita ukur dalam cm (Otsuka et al. 1980; Diwyanto 1982; Mansjoer
1993).
Gambar 3 Sketsa bagian-bagian permukaan tubuh sapi Aceh yang diukur
Terdapat kesulitan dalam melakukan penimbangan ternak di lokasi
penelitian, sehingga untuk menduga bobot badan sapi Aceh digunakan rumus
Johnson yang dikemukakan oleh Abubakar dan Harmadji (1980) dalam uji
kesesuaiannya dalam dugaan bobot badan sapi Peranakan Ongole.
Rumus
tersebut ialah W = LG2/300 (W = berat badan dalam pound, L = panjang badan
dalam inch, G = lingkar dada dalam inch). Selanjutnya dijabarkan menjadi: BB =
LG2/10804 (BB = bobot badan dalam kilogram, L= panjang badan dalam cm, G =
lingkar dada dalam cm).
Sifat-sifat fenotipe kualitatif yang diamati yaitu warna, pola warna tubuh,
bentuk pertumbuhan tanduk, garis muka dan punggung sapi yang dikelompokkan
menurut lokasi, umur dan jenis kelamin. Pengamatan bentuk tanduk dengan
cara mengamati arah pertumbuhannya berawal dari kepala sampai ujung tanduk.
Setiap individu dicatat arah pertumbuhannya dan dibuat sketsa dari pertumbuhan
tanduk tersebut.
Analisis Data
Pengolahan data menggunakan program Minitab versi 14.13 (Moore 2004)
dan tabulasi data sheet Excel. Analisis data ditabulasikan menurut lokasi sampel,
kelompok umur dan jenis kelamin berbeda. Karakterisasi ukuran-ukuran tubuh
dilakukan dengan penghitungan nilai rataan ( x ), simpangan baku (s) dan
29
koefisien keragaman (KK) dari setiap sifat yang diamati seperti petunjuk Steel
dan Torrie (1995). Model persamaannya :
n
( x
x
x i  i 1
n
i
; s=
i
x ) 2
i
n 1
; dan KK (%) =
s

100% 
x
Keterangan xi adalah ukuran ke-i dari sifat x, n adalah jumlah sampel yang
diperoleh dari populasi.
Pengujian rataan ukuran-ukuran tubuh antara sapi jantan dan betina
digunakan analisis sidik ragam general linear model dengan hanya memasukkan
faktor jenis kelamin. Pengolahan data dilanjutkan dengan pengujian terhadap
warna, pola warna tubuh, bentuk pertumbuhan tanduk, garis muka dan punggung
sapi ditampilkan secara deskriptif.
30
Penelitian Laboratorium
Daerah D-loop DNA Mitokondria
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai dari isolasi, ekstraksi dan purifikasi DNA, mendapatkan
produk PCR dan sekuensing dilakukan pada bulan Agustus 2005 sampai dengan
Agustus 2006 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor. Sekuensing produk
PCR daerah D-loop dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi PT Charoen
Pokphand Indonesia, Tbk., Jakarta.
Pengambilan sampel darah sapi bersamaan dengan pengambilan sampel
data fenotipik. Lokasi pengambilan sampel darah sapi Aceh meliputi Kabupaten
Aceh Besar (satu sampel masing-masing dari Kecamatan Darul Imarah dan Balai
Pembibitan Ternak di Kecamatan Indrapuri), Kota Banda Aceh (satu sampel
masing-masing dari Kecamatan Lueng Bata dan Ulee Kareeng), Kabupaten Pidie
(satu sampel masing-masing dari Kecamatan Padang Tidji dan Glumpang Baro),
dan Kabupaten Aceh Utara (satu sampel masing-masing dari Kecamatan Baktiya
Barat dan Cót Girek) (Gambar 4 dan Lampiran 2).
Aceh Besar
Banda Aceh
Jawa Barat
Pidie
Aceh Utara
Madura
Bali
Sumatera Barat
Gambar 4 Lokasi pengambilan sampel darah sapi Aceh dan sapi outgroup untuk
analisis daerah D-loop DNA mitokondria
Lokasi pengambilan sampel darah sapi pembanding dilakukan pada dua
sampel darah sapi Bali dari P3Bali (Pulau Bali); dua sampel darah sapi Madura
31
dari Desa Kambingan Timur, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Pulau
Madura; satu sampel darah sapi PO dari Laboratorium Ternak Potong dan Kerja,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor; dan dua sampel darah sapi Pesisir
dari Desa Sungai Liku, Kecamatan Ranah Pasir, Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat (Gambar 4 dan Lampiran 2).
Pelaksanaan Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah sapi dilakukan dengan menggunakan venojact
(none) 5 ml pada vena jugularis dan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge
14 ml yang berisi alkohol absolut sebagai pengawet dengan perbandingan 1:1.
Semua tabung berisi sampel darah disimpan pada suhu kamar dan dibawa ke
Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor dengan cara dimasukkan ke
dalam kotak es (ice box).
Bahan-bahan dan Peralatan
Bahan-bahan pereaksi untuk isolasi DNA, yaitu lysis buffer, digestion
buffer, rinse buffer, larutan phenol, larutan chloroform Iso Amyl Alcohol (CIAA),
etanol absolut, etanol 70%, larutan TE 1x, larutan TBE 10x. Bahan-bahan untuk
visualisasi DNA hasil isolasi dan produk PCR, yaitu agarose standar, larutan TBE
1x, dan pewarna ethidium bromide.
Peralatan yang digunakan adalah venojact (none) 5 ml, ice box, centrifuge
tube 14 ml, mikropipet P10, P20, P200, P1000 Gilson (France) beserta pipet
tipnya, microtube eppendorf 1.5 dan 0.2, gelas ukur, erlenmeyer dan gelas piala.
Peralatan elektronik digunakan mikrosentrifus (Eppendorf Centrifuge 5415
C); tungku pemanas (Sybron Thermolyne Nuova II Hot plate); vortex (Maxi Mix
Thermolyne 37600 Mixer); waterbath (Grand Incubator); kamera pengamatan
Mitsubishi video Copy Processor model P91E CB dilengkapi monitor (UVI Tec);
vacuum dryer (Centri Vap Concentrator, Labconco); magnetic stirrer (Mg 78);
electronic balance (AD HX 100); perangkat Submarine Electrophoresis;
voltage/current regulator (Kayaki PS100); dan Mesin PCR Parkin Elmer 2400.
Perancangan Primer Daerah D-loop DNA Mitokondria
Daerah D-loop DNA mitokondria diamplifikasi dengan menggunakan primer
BIDL-F 5’-ACC CCC AAA GCT GAA GTT CT-3’ dan BIDL-R 5’-GTG CCT TGC
32
TTT GGG TTA AG-3’, dengan panjang produk 980 bp. Primer tersebut didesain
menggunakan software Primer3 (http://www-genome.wi.mit.edu/cgi-bin/ primer/
primer3_www.cgi) pada sekuens D-loop DNA mitokondria Bos indicus (sapi
Nellore) GenBank yang diakses bebas di internet (Nomor Akses AY126697,
Miretti et al. 2002) pada alamat http://www.ncbi.nlm.nih.gov/.
Tabel 1 Urutan basa dan suhu penempelan primer untuk mengamplifikasi daerah
D-loop sapi penelitian
Primer
BIDL-F
BIDL-R
Sekuens
Suhu annealing Panjang produk
5’ACCCCCAAAGCTGAAGTTCT3’
59oC
980 bp
5’GTGCCTTGCTTTGGGTTAAG3’
Isolasi dan Purifikasi DNA Total
Ekstraksi dan purifikasi DNA total dilakukan menurut metode Sambrook et
al. (1989) yang dikembangkan Duryadi (1997), yaitu purifikasi total genom DNA
dengan standar fenol, kloroform, iso amil alkohol (Chol-IAA) dan diikuti dengan
presipitasi etanol absolut.
Tahap pertama dilakukan pencucian sampel darah menggunakan larutan
low TE dengan pengulangan tiga kali. Sampel darah beralkohol diambil 250 µl
dan dikeringkan, dimasukkan ke dalam eppendorf 1,5 ml dan ditambahkan 500 µl
larutan low TE, selanjutnya divortex sampai merata dan disentrifus 3.000 rpm
selama 2 menit. Larutan bagian atas dibuang secara dipipet dan diulangi lagi
penambahan low TE. Selanjutnya, endapan divortex merata, divacum selama 10
menit sampai kering.
Tahap selanjutnya yaitu sampel yang telah kering ditambahkan 500 µl
larutan lysis buffer (Sukrosa 0,32 M, Triton X-100 1% w/v, MgCl2 5 mM, 1 mM
Tris-HCl pH 7,4) dan digerus dengan menggunakan tongkat kaca selama 3
menit. Setelah halus, divortex merata, disentrifugasi 6.500 rpm selama 1 menit.
Supernatan dibuang, endapannya ditambahkan 200 µl larutan rinse buffer (75
mM NaCl, 50 mM Titriplex III/EDTA ph 8,0).
Divortex kembali sampai merata
dan ditambahkan 500 µl larutan digestion buffer ([STES : NaCl 200 mM, Tris-HCl
pH 9,0 50 mM, EDTA pH 8,0 100 mM, SDS 1% mg/ml, Proteinase K 0,5 mg/ml,
RNAse 0,1 mg/ml)], enzim: proteinase K 0,5 mg/ml, 25 µl RNAse atau 40 mg/ml
jika STES 9.750 ml). Divortex sesaat hingga homogen dan diinkubasi pada suhu
55oC selama semalam (±16 jam).
33
Lanjutan proses isolasi DNA, disiapkan tiga eppendorf baru yang ditandai
sama. Sampel yang telah diinkubasi dibagi dua bagian dengan volume sama
(satu bagian dimasukkan ke tube baru) secara dipipet, kemudian ke dalam
masing-masing tabung ditambahkan 500 µl larutan fenol. Selanjutnya divortex
sampai homogen dan digoyang 20 menit serta disentrifugasi 13.000 rpm selama
3 menit. Lapisan bagian atas yang bersih diambil dengan pipet dan dimasukkan
ke eppendorf baru (dari dua eppendorf dengan sampel sama dijadikan satu
kembali) dan ditambah 500 µl larutan CIAA (CHCl3 dan iso amil alkohol 1:1) serta
digoyang 20 menit dan disentrifugasi 13.000 rpm selama 3 menit.
Lapisan
bagian atas yang lebih bersih dimasukkan ke eppendorf baru secara dipipet
hingga volumenya ±500 µl, kemudian ditambahkan 1.000 µl (dua kali volume)
etanol absolut dan dimiringkan 5-6 kali serta disimpan dalam freezer selama
30 menit. Selanjutnya disentrifugasi 13.000 rpm selama 5 menit, dilanjutkan
dengan pembuangan alkohol dan dicuci dengan penambahan 400 µl alkohol
70%. Setelah disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 3 menit, alkohol dibuang
dan tepung berwarna putih (DNA) pada dasar eppendorf dikeringkan dengan
arah tutupnya ke bawah. Apabila DNA telah kering, maka ditambahkan 50 µl
larutan TE (10 mM Tris-HCl pH 8,0, 1 mM EDTA pH 8,0). Sesudah itu divortex
sampai homogen, disentrifugasi pada 13.000 rpm selama ±4 detik dan diinkubasi
pada 37oC selama 15 menit serta disimpan dalam freezer sampai saat
digunakan.
Elektroforesis untuk Visualisasi DNA Hasil Isolasi
Disiapkan gel, yaitu agarose 0,6 g ditambah larutan 1xTBE 50 ml dan 50 ml
aquades steril. Setelah campuran tersebut dipanaskan sampai mendidih, suhu
diturunkan dengan cara pengadukan menggunakan stirrer dan ditambahkan
2,5 µl ethidium bromide. Selanjutnya larutan tersebut dituang ke dalam bak
cetakan gel (baki) dan dipasang sisir pembuat sumur pada dudukannya. Setelah
45 menit, sisir dilepas perlahan-lahan dan gel ditempatkan di dalam bak alat
elektroforesis dan dituang 1x buffer TBE ke dalam bak hingga sekitar 1 mm di
atas permukaan gel. Sumur gel siap digunakan (maksimal 12 sumur).
Tergantung jumlah sampel dan kapasitas sumur, diambil 1 µl loading dye
dengan pipetor dan dicampur merata dengan 5 µl sampel DNA uji di atas plastik
cling, dimasukkan ke dalam sumur gel. Apabila sumur-sumur telah terisi dengan
DNA-DNA uji, maka perangkat elektroforesis ditutup dan dihidupkan aliran listrik
34
pada tegangan 90 volt selama 30 menit. Pengamatan DNA dilakukan melalui
video copy processor model P91E CB, monitor LCD, UVI Tec. Apabila pita-pita
DNA pada gel terlihat tebal dan bersih, maka DNA tersebut tergolong bebas
kontaminasi dan berkualitas baik.
Amplifikasi Daerah D-loop DNA Mitokondria
Daerah D-loop diamplifikasi melalui Polymerase Chain Reaction (PCR).
Setiap reaksi PCR dibuat volume larutan 50 µl dengan komposisi 5 µl 10x buffer
PCR; 2,5 µl MgCl2 (25 mM); 1 µl dNTP (40 mM); 0,25 µl Taq Polymerase (5
unit/µl) (Promega PCR Core System I no.cat.M7660, Madison, WI, USA); 1 µl
primer F (20 picomol/ µl); 1 µl primer R (20 picomol/µl) (Amersham); 1-3 µl DNA
total sebagai DNA cetakan (17,44-413,51 ng/µl); dH 2O (Invitrogen) sampai
volume 50 µl. Pencampuran selalu dilakukan penambahan akhir Taq DNA
Polymerase.
Kondisi PCR untuk mengamplifikasi produk PCR adalah, pra PCR:
denaturasi 94oC selama 2 menit; PCR: 94oC denaturasi 30 detik, 59oC annealing
45 detik dan 72oC elongasi 1 menit sebanyak 35 siklus; dan post PCR: ekstensi
72 oC selama 5 menit dan terakhir 4oC suhu penyimpanan.
Kualitas produk PCR diketahui dengan cara dimigrasikan pada gel agarose
1,2% dalam buffer 1xTBE tegangan 90 volt selama 45 menit. Pengamatan
dilakukan dengan bantuan video copy processor model P91E CB, monitor LCD,
UVI Tec, setelah diwarnai dengan ethidium bromide. Penunjuk ukuran produk
PCR digunakan penanda standar 100 bp DNA leader.
Penentuan Sekuens Nukleotida
Penentuan sekuens nukleotida daerah D-loop dilakukan di Laboratorium
Molekuler DNA PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Tabung eppendorf berisi
produk PCR dibawa ke Laboratorium tersebut dalam kondisi dingin dengan
memasukkannya ke dalam kotak es berpendingin ice pack.
Sampel produk PCR dimurnikan dengan menggunakan QIA-Quick PCR
Purification Kit (Qiagen). Sampel produk PCR yang telah dipurifikasi diukur
konsentrasinya menggunakan spektrofotometer (UV-VIS SpectrophotometerShimizu) pada =260 nm. Selanjutnya dipergunakan sebagai template untuk
reaksi penentuan runutan nukleotida.
35
Produk PCR diamplifikasi dengan menggunakan BigDye Terminator v.3.1
Cycle Sequencing Kit (Applied Biosystems, USA) dalam mesin PCR. Penggunaan primer dan siklus sekuensing sama seperti untuk PCR normal. Kondisi
untuk reaksi penentuan sekuens adalah denaturasi 94oC selama 2 menit;
selanjutnya denaturasi 94oC selama 30 detik, 59 oC annealing 45 detik, dan 72oC
elongasi 1 menit sebanyak 35 siklus; dan diakhiri ekstensi 72 oC selama 5 menit.
Kelebihan dari bahan reaksi BigDye Terminator dan primer dibuang dari produk
siklus sekuensing berdasarkan petunjuk penggunaan pada ABI Prism 3100Avant Genetic Analyzer, yaitu dengan tahapan: sebanyak 20 µl produk,
ditambahkan 5 µl EDTA 125 mM dan 60 µl alkohol absolut. Tabung digoyanggoyangkan beberapa kali, diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit. Selanjutnya, disentrifugasi 6000 rpm pada suhu 4oC selama 30 menit. Supernatan
dibuang dan ditambahkan 60 µl alkohol 70%, disentrifugasi 4500 rpm pada suhu
4oC selama 15 menit dan supernatan dibuang.
Pada tahap berikut diulangi
penambahan alkohol 70% sebanyak 60 µl dan disentrifugasi 4500 rpm pada
suhu 4oC selama 15 menit. Tabung dikeringkan dalam alat penguapan selama 2
menit dan ditambahkan 10 µl Hi-di Formamide. Selanjutnya didenaturasi pada
suhu 95oC selama 4 menit dan segera ditempatkan di atas es selama 5 menit.
Analisis sekuensing DNA menggunakan ABI Prism 3100-Avant Genetic
Analyzer. Sebanyak 10 µl produk-produk PCR yang telah dipurifikasi dan
didenaturasi dalam siklus sekuensing dimasukkan ke dalam satu plate yang
mempunyai 96 sumur. Dibuat plate rekaman di dalam program software koleksi
sekuensing. Mesin sekunser dijalankan sampai electropherogram menunjukkan
bahwa semua fragmen DNA mengalir sepanjang kapiler array dan dideteksi
dengan pendeteksi laser. Electropherogram akan muncul dan kini tersedia bagi
analisis bioinforrnatika.
Analisis Data
Pensejajaran
menggunakan
runutan
software
basa
Squint
nukleotida
Alignment
D-loop
Editor
dilakukan
versi
1.02
dengan
dari
situs
Bioinformatics Institute pada alamat www.Bioinformatics.org.nz dan software
program MEGA versi 4.0 Beta Release (Tamura et al. 2007). Hasil analisis
program MEGA diperoleh matriks jarak genetik (D) 2 parameter Kimura
berdasarkan persamaan basa nukleotida, dan pohon filogeni digunakan metode
bootstrapped Neighbor-Joining dengan 1000 kali pengulangan.
36
DNA Mikrosatelit
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian DNA untuk genotiping mikrosatelit dilakukan mulai tanggal 24
April sampai dengan 14 Juni 2007 di Laboratorium Molekuler dan Genetik
Husdjursgenetik SLU, Uppsala, Swedia.
Pengambilan sampel darah sapi bersamaan dengan pengambilan sampel
darah untuk analisis D-loop mtDNA. Empatpuluh sampel darah sapi Aceh
dikoleksi dari masing-masing lokasi yaitu Kabupaten Aceh Besar (10 jantan, 30
betina); Kota Banda Aceh (11 jantan, 26 betina); Kabupaten Pidie (15 jantan, 25
betina); dan Kabupaten Aceh Utara (25 jantan, 15 betina), sehingga keseluruhan
sebanyak 160 sampel (Gambar 5 dan Lampiran 3).
Sampel pembanding dikoleksi 10 sampel darah sapi Bali dari P3Bali (Pulau
Bali); dua sampel darah sapi Madura dari Desa Kambingan Timur, Kecamatan
Saronggi, Kabupaten Sumenep, Pulau Madura; dua sampel darah sapi PO dari
Laboratorium Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor; dan dua sampel darah sapi Pesisir dari Desa Sungai Liku, Kecamatan
Ranah Pasir, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Gambar 5 dan
Lampiran 4).
Aceh Besar
Banda Aceh
Jawa Barat
Pidie
Aceh Utara
Madura
Bali
Sumatera Barat
Gambar 5 Lokasi pengambilan sampel darah sapi Aceh dan sapi outgroup untuk
analisis DNA mikrosatelit
37
Isolasi, ekstraksi dan purifikasi DNA total dilakukan bersamaan pada saat
isolasi DNA total untuk analisis daerah D-loop DNA mitokondria di Laboratorium
Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
(PPSHB), Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah sapi dilakukan dengan menggunakan venojact
(none) 5 ml pada vena jugularis dan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge
14 ml yang berisi alkohol absolut sebagai pengawet dengan perbandingan 1:1.
Semua tabung berisi sampel darah disimpan pada suhu kamar dan dibawa ke
Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor dengan cara dimasukkan ke
dalam kotak es (ice box).
Bahan-bahan dan Peralatan
Bahan pereaksi untuk PCR digunakan dari Applied Biosystems, Taq
polymerase Gold, Buffer tanpa MgCl2, 20 mM dNTP, 20 mM MgCl2, primer M13
oligo (20 mM M13 FAM, 20 mM M13 PET, 20 mM M13 NED, 20 mM M13 VIC),
20 µM primer F dan R.
Mesin untuk menghitung konsentrasi DNA digunakan NanoDrop ND 1000
Spectrophotometer. Mesin PCR digunakan GeneAmp PCR System 9700 Applied
Biosystems. Mesin genotiping mikrosatelit digunakan ABI Applied Biosystems
HITACHI 3100 Genetic Analyzer dan mesin untuk denaturasi produk PCR
sebelum masuk mesin genotiping digunakan DNA Engine Gradient Cycler, MJ
Research PTC 200 Peltier Thermal Cycler.
Primer Mikrosatelit
Penelitian ini menggunakan 16 lokus mikrosatelit sebagai penanda
molekul. Penanda-penanda dipilih berdasarkan yang direkomendasikan dalam
Bishop et al. (1994), Vaiman et al. (1994) dan Sodhi et al. (2006) karena dapat
menunjukkan polimorfisme pada sapi. Polimorfisme masing-masing lokus
mikrosatelit diungkapkan dengan menggunakan sepasang primer mikrosatelit
sapi. Primer mikrosatelit tersebut adalah BM1818, INRA005, CSRM60, BM2113,
HEL5, HEL9, HEL13, INRA63, INRA35, HEL1, ETH225, ETH10, CSSM66,
BM1824, ILSTS006 dan ILSTS005 (Lampiran 15).
38
Amplifikasi Lokus Mikrosatelit
Mikrosatelit diamplifikasi melalui Polymerase Chain Reaction (PCR). Setiap
reaksi PCR dibuat volume 10 µl dengan komposisi reaksi PCR mengandung 1 µl
1x buffer PCR; 1 µl MgCl2 (20 mM); 0,2 µl dNTP (20 mM); 0,1 µl primer F (20
µM); 0,5 µl primer R (20 µM); 0,5 µl primer M13 oligo (FAM, VIC, PET atau NED);
0,2 µl Taq Polymerase (0,25 U) (ABI Applied Biosystems); 4,5 µl dH2O; dan 2 µl
DNA (5 ng/µl). Pencampuran selalu dilakukan penambahan akhir Taq DNA
Polymerase.
Langkah denaturasi pada suhu 95 oC selama 10 menit dilanjutkan dengan
o
14 siklus langkah denaturasi pada suhu 95 C selama 30 detik, 30 detik annealing
65-52
o
C (-1oC/siklus) hingga tercapai temperatur primer yang optimal
‘touchdown cycle profile’, dan langkah elongasi pada suhu 72oC selama 30 detik.
Amplifikasi terakhir terdiri atas 30 siklus langkah denaturasi pada suhu 95oC
selama 30 detik; 30 detik annealing pada suhu primer optimal 52oC; 30 detik
elongasi pada suhu 72oC kemudian dilanjutkan dengan 7 menit langkah ekstensi
akhir pada suhu 72oC dan suhu penyimpanan 4 oC.
Elektroforesis Produk PCR
Disiapkan plate yang mempunyai 96 sumur dan dimasukkan 12 µl dari
campuran 25 µl LIZ Size Standard 500 bp dan 1200 µl Hi-di Formamide
(tergantung jumlah sampel) pada setiap sumur. Produk PCR 1 µl masing-masing
sampel dimasukkan ke dalam sumur yang telah berisi campuran LIZ Size
Standard dan Hi-di Formamide (12 µl). Plate ditutup dengan grey rubber-lid dan
didenaturasi pada suhu 95 oC selama 4 menit. Plate kemudian diapit dengan
tray spesifik hitam pada bagian bawah dan tray spesifik putih pada bagian atas
yang akan ditempatkan di dalam mesin ABI 3100. Ada dua tempat yang dapat
ditempatkan di dalam mesin tersebut. Software mesin dijalankan sebelum
dihidupkan mesin. Apabila semua fitur program menunjukkan tanda hijau, maka
dapat dimulai impor sample sheet untuk Plate Manager sebagai tempat muncul
electropherogram. Plate sampel dimasukkan, yaitu ditempatkan di dalam mesin
pada posisi A, dan apabila ada dua plate maka plate terakhir pada posisi B.
Selanjutnya mesin siap dijalankan selama ±4 jam dan mesin akan menunjukkan
tanda completed jika proses genotiping telah selesai.
Hasil elektroforesis mesin ABI dapat dilihat dan dianalisis dengan software
GeneMapper versi 4.0 setelah melalui proses elektroforesis dalam mesin Applied
39
Biosystems HITACHI 3100 Genetic Analyzer dengan ladder LIZ size Standard
500 bp. Software pada layar monitor akan menunjukkan peak dalam bentuk
grafik-grafik dengan panjang tertentu dalam base pairs (bp) pada masing-masing
sampel, dan ini menunjukkan alel-alel mikrosatelit dalam bentuk ukuran tertentu.
Alel homozigot dan heterozigot ditentukan berdasarkan variasi ukuran-ukuran
grafik yang ditunjukkan program tersebut. Tampilan grafik yang konsisten satu
peak menunjukkan sampel teramplifikasi memiliki satu alel (homozigot), dan
sampel yang memiliki dua peak menunjukkan dua alel (heterozigot). Apabila ada
tampilan grafik sibuk yang tidak beraturan, ini menandakan hasil yang kosong,
dan apabila diperoleh tanda sinyal yang lebih dari dua grafik, maka sampel
tersebut tercemar dengan DNA yang lain dan tidak digunakan.
Angka pada ordinat X-axis merupakan ukuran alel dalam pasang basa
(basepairs) dan angka pada ordinat Y-axis merupakan sinyal warna (label/dye)
yang menunjukkan ketinggian puncak-puncak (peak) yaitu intensitas fluoresen
dan menunjukkan konsentrasi hasil amplifikasi (Gambar 6).
Analisis Data
Analisis data alel dilakukan dengan menggunakan software GeneMapper
versi 4.0 (Applied Biosystems) dan hasil-hasil yang diperoleh dimasukkan ke
dalam tabulasi data sheet Excel.
Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan program Arlequin versi 3.11 (Excoffier et al. 2006) yang
didownload pada alamat: http://cmpg.unibe.ch/software/arlequin3 berdasarkan
petunjuk Krafsur et al. (2005), dukungan program Minitab versi 4.13 (Moore
2004) dan data sheet Excel 2007. Frekuensi-frekuensi alel, heterozigositas yang
dihitung secara langsung dan heterozigositas harapan Hardy-Weinberg dihitung
untuk masing-masing penanda sapi penelitian berbasis data frekuensi. Frekuensi
alel setiap lokus mikrosatelit dihitung dengan rumus Nei (Nei 1987; Nei dan
Kumar 2000).
Heterozigositas hitung (observed) diperoleh dari persamaan berikut:
x
H = 2 n(1 
2
i
) /( 2n)
i
dengan xi merupakan jumlah masing-masing heterozigot pada lokus i; n adalah
jumlah individu yang teramati.
40
Gambar 6 Sinyal fluoresen yang dihasilkan mesin ABI Prism 3100 DNA Analyzer
(Applied Biosystems) yang menunjukkan hasil amplifikasi DNA
mikrosatelit dengan menggunakan marker BM1818
Heterozigositas
harapan
(expected)
Hardy-Weinberg
diperoleh
dari
frekuensi-frekuensi alel yang teramati:
k
n
2
Hˆ
(1 Pi )
n 1
i1
dengan n adalah jumlah kopi gen di dalam sampel, k adalah jumlah haplotipe,
dan pi adalah frekuensi sampel dari haplotipe ke-i. (Nei 1987; Excoffier et al.
2006).
Keseimbangan Hardy-Weinberg dievaluasi dengan uji indeks GarzaWilliamson (Garza dan Williamson 2001) dalam paket Arlequin, dengan
menggunakan persamaan statistika G-W:
G-W = k / R+1
41
dengan k adalah jumlah alel yang terdapat pada lokus dalam populasi sampel
dan R adalah selisih ukuran alel maksimum dan minimum. Apabila hasil
pengujian antara nilai heterozigositas hitung (observed) dan heterozigositas
harapan (expected) menunjukkan nilai P (probabilitas) < 5%, maka berbeda
nyata, artinya dalam populasi sudah tidak lagi terjadi keseimbangan HardyWeinberg.
Jarak genetik standar Nei (Ds) digunakan rumus Nei (1987) dengan
hitungan dari nilai heterozigositas yang diperoleh dari frekuensi-frekuensi alel.
Ds ln
r mj
r mj
r mj
Jxy
2
2
; Jxx x ij / r ; Jyy y ij / r ; Jxy xij yij / r
Jxx.Jyy
j
i
j
i
j
i
dengan Jxx adalah rataan diversitas seluruh lokus dalam populasi x, Jyy adalah
rataan diversitas seluruh lokus dalam populasi y, Jxy adalah rataan jumlah hasil
kali frekuensi populasi x dan y seluruh lokus, xij adalah frekuensi alel ke-i lokus
ke-j populasi x, yij frekuensi alel ke-i lokus ke-j populasi y, i = alel ke-n, mj =
jumlah alel lokus ke-j, dan j = lokus ke-n. Perhitungan jarak genetik dilakukan
dengan menggunakan Arlequin.
Data matriks jarak genetik hasil Arlequin selanjutnya digunakan untuk
membuat pohon filogeni dengan menggunakan metode Neighbor-Joining dalam
software program Phylip
(phylogeny Inference Package) versi 3.67 dengan
aplikasi Neighbor.exe dari petunjuk Felsenstein (2007), hasilnya berbentuk file
outtree. Pembacaan dan pengaturan file outtree hasil dari analisis program
tersebut digunakan software program MEGA versi 4.0 Beta Release (Tamura et
al. 2007) dengan pilihan Root on Midpoint di submenu View, yaitu mengikuti
pengaturan secara otomat pada pohon filogeni dari hasil analisis daerah D-loop
DNA mitokondria.
Download