BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Definisi Lipid Beberapa senyawa kimia organik yang terdapat didalam makanan dan tubuh serta sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dapat diklasifikasikan sebagai lipid atau yang lebih dikenal oleh masyarakat awan dengan sebutan lemak. Belum terdapat definisi yang baku mengenai lipid, hal ini disebabkan karena senyawa - senyawa yang tergolong lipid tidak memiliki rumus struktural yang serupa. Namun para Ahli biokimia, sepakat bahwa senyawa organik yang memiliki sifat fisika seperti lemak, dimasukkan kedalam satu golongan yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud yaitu (1) bersifat hidrofobisitas yang berarti tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar misalnya ester, aseton, kloroform, dan benzena; (2) mempunyai hubungan dengan asam lemak atau esternya; (3) zat kaya energi yang digunakan oleh mahluk hidup dalam proses metabolisme tubuh. Berdasarkan sifat fisika tersebut, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut lemak tersebut (Thompson dkk, 2012). 2.1.2 Klasifikasi Lipid Lipid meliputi lemak netral atau dikenal sebagai trigliserida, fosfolipid, kolesterol, dan beberapa lipid lain yang kurang penting. Lemak yang paling banyak terdapat pada diet adalah lemak netral yang dikenal sebagai trigliserida, yang setiap 8 9 molekulnya tersusun dari sebuah inti gliserol dan rantai samping tiga asam lemak. Lemak netral merupakan unsur utama dalam bahan makanan yang berasal dari hewan dan sangat sedikit ada dalam makanan yang berasal dari tumbuhan. Dalam diet yang biasa juga mengandung sejumlah kecil fosfolipid, kolesterol dan ester kolesterol. Fosfolipid dan ester kolesterol terdiri atas asam lemak. Sebaliknya kolesterol merupakan suatu senyawa sterol yang tidak mengandung asam lemak, tetapi kolesterol memperlihatkan beberapa sifat fisik dan kimia dari lemak, selain itu kolesterol juga merupakan turunan lemak, dan di metabolisme seperti lemak. Oleh karena itu dari sudut makanan kolesterol merupakan suatu lemak (Guyton & Hall, 2007). 2.1.3 Deposit Lemak 2.1.3.1 Jaringan Adiposa Sejumlah besar lemak disimpan dalam dua jaringan tubuh utama, jaringan adiposa dan hati. Jaringan adiposa biasanya disebut deposit lemak atau jaringan lemak saja. Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserida sampai diperlukan untuk membentuk energi dalam tubuh. Fungsi tambahan adalah untuk menyediakan penyekat panas untuk tubuh. Sel lemak (adiposit) dari jaringan adiposa merupakan modifikasi fibroblas yang menyimpan trigliserida yang hampir murni dengan jumlah sebesar 80-95% dari keseluruhan volume sel (Guyton & Hall, 2007). Berdasarkan letaknya, jaringan adiposa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lemak subkutan yang letaknya tepat dibawah kulit dan lemak visceral yang letaknya lebih dalam, dekat dengan organ vital. Jaringan adiposa visceral adalah sel-sel lemak 10 yang berlokasi di dalam rongga perut. Jaringan lemak ini memiliki kecepatan lebih tinggi dalam proses penguraian lemak (lipolisis), menghasilkan peningkatan jumlah asam lemak bebas (Saputra, dkk 2014). Sedangkan jaringan lemak subkutan merupakan jaringan lemak dibawah kulit. Menurut Jeyaratnam & Koh (2009), kulit menyumbang sekitar 10% berat badan, terdiri atas lapisan epidermis di bagian luar, lapisan dermis, dan lapisan subkutan. Epidermis memiliki ketebalan kurang lebih 0,1 mm. Dibawah lapisan epidermis terdapat lapisan dermis yang merupakan struktur pendukung jaringan penyambung yang terdiri atas kolagen dan berkas elastik. Pada dermis terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe. Dibawah dermis terdapat lapisan lemak subkutan yang bertindak sebagai bantalan antara epidermis/dermis dan struktur badan internal. Lapisan subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam, bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh darah dan ujung saraf. Trigliserida di dalam sel lemak umumnya dalam bentuk cair. Bila jaringan terpapar udara dingin yang lama selama 1 minggu, rantai asam lemak trigliserida sel menjadi lebih pendek atau lebih tidak jenuh untuk mengurangi titik cairnya. Dengan demikian lemak selalu dipertahankan dalam bentuk cair. Hal tersebut penting terutama karena hanya lemak cair yang dapat di hidrolisis dan transport dari sel (Guyton & Hall, 2007). 11 2.1.3.2 Lipid Hati Fungsi utama hati dalam metabolisme lipid ialah untuk memecahkan asam lemak menjadi senyawa kecil yang dapat dipakai untuk energi, menyimpan trigliserida terutama dari karbohidrat dan protein namun dalam jumlah yang lebih sedikit dan mensintesis lipid lain dari asam lemak, terutama kolesterol dan fosfolipid. Sejumlah besar trigliserida terdapat dihati pada saat stadium awal kelaparan, pada diabetes militus dan pada beberapa keadaan lain ketika lemak dipakai untuk energi bukannya karbohidrat. Pada keadaan ini sejumlah besar trigliserida di mobilisasi dari jaringan adiposa, yang ditranspor sebagai asam lemak bebas dalam darah, dan ditimbun kembali sebagai trigliserida di hati, tempat dimulainya tahap awal dari sejumlah besar degradasi lemak. Jadi, dalam keadaan fisiologis normal, jumlah total trigliserida dihati sangat ditentukan oleh kecepatan penggunaan lipid sebagai sumber energi secara keseluruhan (Guyton & Hall, 2007). Sel hati, selain mengandung trigliserida, juga mengandung sejumlah besar fosfolipid dan kolesterol, yang secara berkelanjutan disintesis oleh hati. Sel hati juga lebih mampu mendesaturasi asam lemak daripada jaringan lain sehingga trigliserida hati secara normal lebih tidak jenuh dari pada trigliserida dari jaringan adiposa. Kemampuan hati untuk mendesaturasi asam lemak secara fungsional penting untuk semua jaringan tubuh, sebab banyak elemen struktur dari seluruh sel mengandung jumlah lemak tak jenuh yang cukup banyak, dan sumber utamanya adalah hati. Desaturasi ini dilakukan oleh suatu dehidrogenase di sel hati (Guyton & Hall, 2007). 12 2.2 Energi 2.2.1 Sumber Energi Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan sebagian kecil protein yang berasal dari makanan dan dapat dipakai seluruhnya oleh sel untuk membentuk sejumlah besar adenosin trifosfat (ATP) yang dapat dipakai sebagai sumber energi untuk berbagai fungsi sel lainnya. Sifat ATP yang membuatnya bernilai tinggi sebagai suatu alat bayar energi adalah besarnya energi bebas (kira-kira 7300 atau 7,3 Kalori [kilokalori], tiap mol pada keadaan standar, dan sebanyak 12.000 kalori pada keadaan fisiologis) yang dikandung oleh masing-masing dari dua ikatan fosfat berenergi tinggi tersebut. ATP dibentuk dari pembakaran karbohidrat, lemak dan sebagian kecil protein (Guyton & hall, 2007) 1. Pembakaran Karbohidrat Secara singkat proses metabolisme energi dari glukosa darah atau glikogen otot akan berawal dari karbohidrat yang dikonsumsi. Semua jenis karbohidrat, baik itu karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti, singkong, dll) atau karbohidrat sederhana (gula, sukrosa, fruktosa) akan terkonvensi menjadi glukosa tubuh. Glukosa yang terbentuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi sebagai glikogen di hati dan otot serta tersimpan dalam aliran darah sebagai glukosa darah atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan (Irawan, 2007). Dalam sel tubuh, sebagai tahap awal dari metabolisme energi secara aerobik, glukosa yang berasal dari glukosa darah ataupun dari glikogen otot akan 13 mengalami proses glikolisis yang dapat menghasilkan molekul ATP serta menghasilkan asam piruvat. Pada proses ini 2 buah molekul ATP dihasilkan apabila sumber glukosa berasal dari glukosa darah dan sebanyak 3 buah molekul ATP dihasilkan apabila glukosa bersumber pada glikogen otot. Setelah melalui proses glikolisis, asam piruvat yang dihasilkan kemudian akan diubah menjadi Asetil-KoA dalam mitokondria. Proses perubahan ini akan berjalan dengan adanya oksigen serta akan menghasilkan produk samping berupa NADH yang dapat menghasilkan 2-3 molekul ATP. Untuk memenuhi kebutuhan energi bagi sel tubuh, Asetil-KoA hasil konversi asam piruvat kemudian akan masuk kedalam siklus asam-sitrat yang kemudian diubah menjadi karbondioksida (CO2), ATP, NADH, dan FADH2 melalui tahapan reaksi kompleks. (Saputra dkk, 2014; Guyton & hall, 2007) Reaksi-reaksi tersebut dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut : Asetil-KoA + ADP + Pi + 3 NAD + FAD + 3H2O 2CO2 + ATP + 3 NADH + 3H++ FADH2 Setelah melewati berbagai tahapan proses reaksi di dalam siklus asam sitrat, metabolisme energi dari glukosa kemudian dilanjutkan kembali melalui suatu proses reaksi yang disebut proses fosforilasi oksidatif. Pada proses ini molekul NADH dan juga FADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat akan diubah menjadi molekul ATP dan H2O. Dari 1 molekul NADH akan didapat 3 molekul ATP dan dari 1 molekul FADH2 akan didapat 2 molekul ATP. Proses 14 metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran glukosa/glikogen akan menghasilkan total 38 molekul ATP dan menghasilkan produk samping berupa karbondioksida dan H2O. Persamaan reaksi sederhana dapat dituliskan sebagai berikut: Glukosa + 6O2 + 38 ADP + 38 Pi 6CO2 + 6H2O + 38 ATP. 2. Pembakaran Lemak Tahap awal dari metabolisme energi dari lemak adalah melalui proses pemecahan simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh yaitu trigliserida. Trigliserida dalam tubuh disimpan dalam jaringan adiposa serta di dalam sel-sel hati. Melalui proses yang dinamakan lipolisis, trigliserida yang tersimpan akan dikonversikan menjadi asam lemak dan gliserol. Kedua molekul yang dihasilkan melalui proses ini akan mengalami jalur metabolisme yang berbeda dalam tubuh. Gliserol yang terbentuk akan masuk kedalam siklus metabolisme untuk diubah menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan asam lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unit-unit kecil melalui proses yang dinamakan β-oksidasi untuk kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam mitokondria sel. Proses βoksidasi berjalan dengan adanya oksigen serta membutuhkan karbohidrat untuk menyempurnakan pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari sekitar 16 atom karbon akan dipecah menjadi unit kecil yang terbentuk dari 2 atom karbon. Tiap unit 2 atom karbon yang terbentuk dapat mengikat 1 molekul KoA untuk membentuk AsetilKoA. Molekul asetil-KoA ini kemudian masuk ke dalam siklus asam sitrat dan diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya molekul asetil-KoA yang 15 dihasilkan melalui proses metabolisme energi dari glukosa/glikogen (Irawan, 2007; Guyton & Hall, 2007) 3. Pembakaran Protein Unsur-unsur dasar penyusun protein adalah asam amino. Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan proses deaminasi yang merupakan proses pengeluaran gugus amino dari asam amino. Proses deaminasi asam amino ini melepaskan amonia (NH3) dan asam keto. Amonia dikeluarkan dari darah hampir seluruhnya melalui konversi menjadi ureum. Pada dasarnya semua ureum pada tubuh manusia disintesis di hati, dan setelah ureum terbentuk, ureum berdifusi dari sel hati masuk ke dalam cairan tubuh dan disekresikan diginjal. Sedangkan asam keto yang dihasilkan dapat dioksidasi untuk melepas energi sebagai keperluan metabolisme. Oksidasi ini biasanya melibatkan dua proses yang berurutan, dimana asam keto diubah menjadi asam piruvat yang dapat masuk ke dalam siklus asam sitrat, dan zat tersebut dipecah oleh siklus asam sitrat dan digunakan sebagai energi dengan cara yang sama seperti penggunaan asetil-KoA yang dihasilkan oleh metabolisme karbohidrat dan lemak. Secara umum, jumlah ATP yang dibentuk setiap gram protein yang dioksidasi, lebih sedikit dari pada jumlah yang dibentuk setiap gram glukosa yang dioksidasi. (Guyton & Hall, 2007). 16 2.2.2 Kegunaan Energi Keluaran energi dibagi ke dalam beberapa komponen yang dapat dihitung, mencakupi energi yang digunakan untuk mejalankan fungsi metabolisme basal (BMR), berbagai aktivitas fisik, proses pencernaan, penyerapan dan proses makanan. 1. Menjalankan Metabolisme Basal Ketika seseorang benar-benar dalam keadaan istirahat, sejumlah energi dibutuhkan untuk mengerjakan seluruh reaksi kimia tubuh dan juga melaksanakan berbagai fungsi fisiologis alat tubuh seperti kerja jantung dalam memompa darah, pernapasan dalam mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida oleh paru-paru, dan lain-lain. Tingkat energi minimum yang diperlukan untuk bertahan hidup tersebut dinamakan kecepatan metabolik dasar (BMR) dan mencakup 5070% dari energi harian yang dipakai pada kebanyakan individu yang tidak aktif (sedentary). Angka metabolisme basal dinyatakan dalam kilokalori per kilogram berat badan per jam (Guyton & Hall, 2007; Dewantari, 2007) 2. Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik Jumlah kebutuhan energi yang diperlukan dalam melakukan berbagai aktivitas fisik tidak sama, banyaknya energi yang diperlukan tergantung pada jumlah otot yang melakukan aktivitas. Energi yang digunakan oleh orang gemuk lebih banyak daripada orang kurus, karena orang gemuk membutuhkan usaha besar dalam menggerakkan badannya. Pengeluaran energi melalui aktivitas fisik dikatakan paling baik. Besarnya pengeluaran energi akibat aktivitas fisik berkisar antara 1530% dari pengeluaran energi total. (Dewantari, 2007). 17 3. Energi yang digunakan untuk proses makanan. Setelah makanan dicerna, kecepatan metabolisme meningkat disebabkan oleh peningkatan beragam reaksi kimia yang berkaitan dengan pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan dalam tubuh. Hal ini disebut efek termogenik makanan, karena proses tersebut memerlukan energi dan panas. Efek termogenik makanan mencakup sekitar 8 persen pengeluaran energi harian total pada banyak orang. (Guyton & Hall, 2007) 2.2.3 Keseimbangan energi Keseimbangan energi mengacu pada energi yang masuk melalui makanan dan energi yang keluar melalui pembakaran energi dalam aktivitas sehari-hari. Apabila jumlah energi yang masuk lebih besar daripada yang dibutuhkan, maka kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak. Setengah kilogram lemak badan setara dengan energi 3500 kilokalori. Jadi, diperlukan 3500 kilokalori energi yang harus dioksidasi untuk membuang simpanan lemak sebesar 0,5 kg. Sebaliknya, 3500 kilokalori asupan energi dari makanan akan menambah 0,5 kg berat badan. Defisit energi menentukan jumlah berat badan yang berkurang. Apabila terdapat defisit 100 kilokalori perhari, maka akan berkurang 0,5 kg setiap 35 hari. Defisit 500 kilokalori perhari akan mengurangi 0,5 kg perminggu. Defisit sebaiknya tidak melebihi 1000 kilokalori perhari. Apabila defisit melebihi 1000 kilokalori perhari makan akan menyebabkan kelelahan, lesu, dan berkurangnya kekebalan terhadap infeksi (Dewantari, 2007). 18 2.3 Overweight dan obesitas 2.2.1 Definisi Overweight dan Obesitas Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh sedangkan overweight adalah tahap sebelum dikatakan obesitas secara klinis (Guyton & Hall, 2007). Penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah Indeks Massa Tubuh, adapun kriteria yang digunakan secara umum diseluruh dunia menurut World Health Organization (WHO) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh menurut WHO IMT (kg/m2) Principal cut-off points Additional cut-off points 18,50 – 22,99 18,50 – 24,99 Normal range 23,00 – 24,99 ≥ 25,00 ≥ 25,00 Overweight 25,00 – 27,49 25,00 – 29,99 Pre-obese 27,50 – 29,99 ≥ 30,00 ≥ 30,00 Obese 30,00 – 32,49 30,00 – 34,99 Obese class I 32,50 – 34,99 35,00 – 37,49 35,00 – 39,99 Obese class II 37,50 – 39,99 ≥ 40,00 ≥ 40,00 Obese class III Sumber: Health and Social Care Information Centre, 2015 Klasifikasi Secara klinis, IMT yang bernilai antara 25 dan 29,9 kg/m2 disebut overweight, dan nilai IMT lebih dari 30 kg/m2 disebut obese. Menurut WHO, IMT mungkin tidak sesuai pada beberapa populasi di dunia untuk menilai kegemukan, hal ini disebabkan perbedaan meta-analisis beberapa kelompok etnik dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama menunjukkan Etnik Amerika berkulit hitam memiliki 19 IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan Etnik Kaukasia. Nilai IMT Bangsa Ethiopia (4,6 kg/m2), Cina (1,9 kg/m2), Indonesia (3,2 kg/m2), dan Thailand (2,9 kg/m2) lebih rendah daripada Etnik Kaukasia (WHO, 2004). Kriteria kelebihan berat badan dengan perspekif Asia Pasifik dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Kategori Indeks Massa Tubuh sesuai Perspektif Asia Pasifik Klasifikasi Kurang dari normal Kisaran normal Berat badan lebih Berisiko Obese I Obese II Sumber: WHO Expert Consultation, 2004 IMT (kg/m2) < 18,5 18,5 – 22,9 ≥ 23 23 – 24,9 25 – 29,9 ≥ 30 Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan bertambah, dan sebagian besar kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai lemak. Oleh karena itu, kelebihan adiposit disebabkan masukan energi yang melebihi pengeluaran energi. Untuk setiap kelebihan energi sebanyak 9 kalori yang masuk ketubuh, kira-kira 1 gram lemak akan disimpan. Lemak disimpan terutama dijaringan adiposit pada jaringan subkutan dan pada rongga intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan tubuh lainnya seringkali menimbun cukup lemak pada orang obesitas. Obesitas dibagi mejadi 2 tipe yaitu obesitas sentral (central obesity) yang juga disebut dengan obesital abdominal atau obesitas visceral karena penumpukan lemak terjadi pada daerah perut memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan obesitas perifer (peripheral obesity) atau juga dikenal dengan gluteal obesity 20 dengan penumpukan lemak terjadi daerah panggul dan pantat. Agar seseorang dapat mengurangi berat badannya, masukan energi harus lebih kecil dari pengeluaran energi (Guyton & Hall, 2007). 2.2.2 Etiologi Overweight dan Obesitas Penyebab kegemukan sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan overweight hingga obesitas. Peningkatan prevalensi overweight dan obesitas dalam beberapa dekade terakhir, memperkuat pentingnya peran faktor lingkungan dan gaya hidup karena perubahan genetik tidak timbul secepat itu. 1. Gaya hidup tidak aktif Aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Sekitar 25 hingga 30 persen energi yang digunakan oleh rata-rata orang ditunjukkan untuk aktivitas otot, dan pada seorang pekerja kasar, sebanyak 60 sampai 70 persen digunakan untuk tujuan tersebut. Pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik biasanya akan meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berakibat penurunan berat badan yang bermakna. Oleh sebab itu, aktivitas fisik adalah cara terpenting untuk pengeluaran energi dari tubuh, peningkatan aktivitas fisik sering kali menjadi cara yang efektif untuk mengurangi simpanan lemak. 21 2. Faktor lingkungan, sosial dan psikologis menyebabkan prilaku makan yang abnormal. Pengaruh faktor lingkungan sangatlah nyata, dengan adanya peningkatan prevalensi overweight dan obesitas yang cepat di sebagian besar negara maju, yang juga diikuti dengan berlimpahnya makanan berenergi tinggi (terutama makanan berlemak) dan gaya hidup yang tidak aktif. Faktor psikologis juga dapat menyebabkan kegemukan pada beberapa individu. Misalnya, berat badan seseorang sering kali meningkat selama atau setelah orang tersebut mengalami stress, seperti kematian orang tua, penyakit yang parah atau bahkan depresi. Prilaku makan rasanya dapat menjadi sarana penyaluran stress. 3. Kelainan neurogenik Lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif, yang memperlihatkan bahwa overweight dan obesitas pada manusia, juga dapat timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Walupun kerusakan hipotalamus hampir tak pernah dijumpai pada orang obesitas, susunan fungsional hipotalamus atau pusat makan neurologik lainnya pada orang obesitas dapat berbeda pada susunan yang terdapat pada orang normal. 4. Faktor Genetik Sekitar 20-25% kasus kelebihan berat badan disebabkan faktor genetik. Gen berperan dalam menyebabkan kelainan pada jaras yang mengatur pusat makan 22 dan pengaturan pengeluaran dan penyimpanan lemak. Gen-gen yang terlibat dalam hal tersebut antara lain : (a) mutasi MCR-4, (b) defisiensi leptin kongenital dan (c) mutasi reseptor leptin. 2.2.3 Epidemiologi Overweight dan Obesitas Obesitas merupakan masalah kesehatan utama di beberapa negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) prevalensi obesitas di dunia terus meningkat secara dramatis dari sekitar 9,4% pada NHANES I (1971-1974) menjadi 14,5% pada NHANES II (1976-1980), kemudian 22,5% pada NHANES III (1988-1994) serta 30% pada survei tahun 1999-2000 (Ristiadiningrum dkk, 2010). Indeks massa tubuh khususnya overweight dan obesitas pada penduduk dunia terus mengalami peningkatan. Jumlah penduduk dunia yang berusia di atas 20 tahun menderita overweight mencapai lebih dari satu miliar orang pada tahun 2008. Sekitar 200 juta laki-laki dan 300 juta perempuan termasuk dalam kategori obesitas. Berdasarkan NHANES berikutnya pada tahun 2007-2008 di Amerika Serikat, ditemukan bahwa penduduk yang menderita overweight sebanyak 34,2% dan obesitas 33,8%. Jumlah penduduk Indonesia yang menderita obesitas tahun 2010 mencapai 11,7% (Lailani, 2013). WHO (2004) juga memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2.3 miliar dewasa akan mengalami overweight dan lebih dari 700 miliar akan obesitas. 23 2.4 Mengukur Lemak Tubuh 2.3.1 Persentase Lemak Tubuh Indeks Massa Tubuh bukan merupakan pengukuran langsung terhadap adipositas dan tak dapat dipakai pada individu dengan IMT yang tinggi akibat besarnya masa otot. Berdasarkan kelemahan tersebut, dapat disolusikan dengan cara pengukuran persentase lemak tubuh (body fat percentage / BF%) yang merupakan cara yang lebih baik, untuk mengukur total lemak tubuh hingga dapat didefinisikan sebagai overweight maupun obesitas. Obesitas biasanya dinyatakan dengan adanya 25% lemak tubuh total atau lebih pada pria dan sebanyak 35% atau lebih pada wanita (Corbin dkk, 2008). Rata-rata jumlah lemak tubuh normal usia 18-22 tahun sebesar 12.5-15% pada pria dan 16-25% pada wanita (Sharkley, 2011). Meskipun persentase lemak tubuh dapat diperkirakan dengan berbagai cara, seperti pengukuran tebal lipatan kulit, impedansi bioelektrik, atau pengukuran berat badan di dalam air (Guyton & Hall, 2007), namun dalam penelitian ini alat ukur yang peneliti pilih ialah Skinfold Caliper untuk mengukur lemak subkutan yang nanti akan dikonversikan menjadi persentase lemak tubuh melalui rumus siri (Chahar, 2014). 2.3.2 Alat ukur Skinfold Caliper 2.3.2.1 Definisi Skinfold Caliper Skinfold Caliper adalah alat yang dapat mengukur ketebalan lipatan kulit dengan lapisan dasar lemak. Pengukuran dilakukan di beberapa lokasi tertentu yang dapat mewakili jumlah total lemak di dalam tubuh yang memungkinkan untuk memperkirakan persentase lemak tubuh setiap orang. Skinfold caliper memiliki 24 tekanan konstan pada lipatan kulit umumnya 10 gr/mm2, dan skala yang akurat mengukur ketebalan lipatan lemak dalam satuan milimeter dengan ketelitian 0,1 mm. Ketika pengukuran terdapat daerah yang sukar dijangkau, sehingga orang-orang tidak dapat melakukan pengukuran sendiri, namun harus dibantu dengan terapis, agar skinfold caliper sedekat mungkin, mengenai daerah-daerah yang digambarkan untuk setiap pengukuran (Donoghue, 2009) Gambar 2.1 Teknik penjepitan lipatan lemak menggunakan Skinfold Caliper Sumber: Instruction Manual for Measuring % body fat using Skinfold Calipers, by Wallace C. Donoghue, 2009 Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana lipatan kulit ditarik dari luar tubuh, lalu ditarik lebih kuat (seperti dicubit), dan diukur dengan skinfold caliper. Akurasi pengukuran tergantung pada akurasi dari peralatan yang digunakan, pilihan lokasi pengukuran tebal lipatan kulit yang benar, teknik yang tepat dalam mengambil pengukuran dan pengalaman penggunanya. 2.3.2.2 Pemilihan lokasi Skinfold Caliper Pemilihan lokasi sangat penting dan sering menjadi sumber kesalahan dalam pengujian tebal lipatan kulit, pemilihan lokasi harus sesuai dengan protokol tertentu yang digunakan. Terdapat dua protokol, diantaranya sistem pertama menggunakan 4 lokasi yang yang tidak membedakan antara subjek laki-laki dan perempuan. Sistem 25 kedua digunakan 3 lokasi, sistem ini berbeda baik untuk subjek laki-laki dan perempuan dan digunakan dalam hubungannya dengan rumus body density (Nevill, 2008). Pada penelitian ini menggunakan sistem kedua dengan 3 lokasi yaitu regio triceps, suprailiaca, dan thigh anterior. Gambar 2.2 Tiga Lokasi Pengukuran Lemak Subkutan pada Subjek Perempuan Sumber: The Harpenden skinfold caliper by Baty Internasional, 2010. Pengukuran (1) triceps terletak pada sisi posterior mid acromiale dan olecranon dengan posisi vertikal, cubitan dilakukan pada permukaan paling posterior dari lengan atas pada daerah m. triceps brachii dan ketika pengukuran siku harus ekstensi dan lengan releks. Pengukuran (2) suprailiaca cubitan dilakukan pada titik perpotongan antara garis yang terbentang dari spina iliaca anterior superior (SIAS) ke batas anterior axilla dan garis horisontal yang melalui tepi atas crista illiaca. Titik ini terletak sekitar 5 – 7 cm di atas SIAS tergantung pada ukuran subjek dewasa. Arah cubitan membentuk sudut 45° terhadap garis horisontal. Pengukuran (3) thigh 26 anterior, pengukur berdiri menghadap sisi kanan subjek. Subjek dalam posisi duduk di kursi dengan lutut fleksi 900. Cubitan dilakukan dengan arah vertikal pada garis tengah aspek anterior paha di pertengahan antara panggul (hip) dengan tepi atas patella (Wicaksono dkk, 2012). 2.5 Senam Jantung Sehat 2.4.1 Sejarah Senam Jantung Sehat Dalam rangka meningkatkan kesehatan jantung dan kebugaran jasmani masyarakat serta turut menunjang program pemerintah dalam memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat, maka pada Jambore Nasional I Klub Jantung Sehat Yayasan Jantung Indonesia bulan November 1987, Yayasan Jantung Indonesia telah menyusun dan memasyarakatkan Senam Jantung Sehat seri I baik untuk anggota Klub Jantung Sehat maupun masyarakat umum. Sambutan masyarakat terhadap kehadiran Senam Jantung Sehat ini sangat besar, dan sesuai dengan perkembangan serta adanya tuntutan dari anggota Klub Jantung Sehat, Senam Jantung Sehat ini terus dikembangkan. Pada Jambore Klub Jantung Sehat DKI Jakarta dan sekitar bulan September 1991 di Cangkuang, Sukabumi, Senam Jantung Sehat Seri II mulai dimasyarakatkan oleh Yayasan Jantung Indonesia yang juga mendapatkan perhatian yang sangat besar dari masyarakat. Pada saat Jambore Nasional ke II bulan September 1994 dilakukan pengembangan Senam Jantung Sehat seri III yang langsung dicanangkan oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga untuk mulai dimasyarakatkan. Selanjutnya pada Jambore Nasional ke III bulan September 27 2000 dilakukan pengembangan Senam Jantung Sehat yang merupakan cikal bakal tersusunnya Senam Jantung Sehat seri IV. (Wahyo dkk, 2001). 2.4.2 Pelaksanaan Senam Jantung Sehat Secara umum, setiap olahraga atau latihan apapun termasuk Senam Jantung Sehat, pada prinsipnya harus memenuhi format latihan yang benar yaitu mengikuti petunjuk resep FITT (Frequency, Intensity, Type, Time) dan memenuhi tahapan latihan yang terdiri dari pemanasan (warming up), gerakan inti/ latihan dan diakhiri dengan pendinginan (cooling down). Bagi mereka yang cukup sehat dan memiliki kebugaran yang baik petunjuk resep “FITT” dapat memberikan manfaat maksimal (terutama kebugaran aerobik) dan minimal terjadinya risiko cedera misalnya gangguan kardio-respiratori, ortopedik dan stres oleh karena panas (Corbin dkk, 2008). Petunjuk pemberian latihan menurut resep FITT yang juga direkomendasikan oleh American Collage of Sport Medicine dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Frekuensi Frekuensi latihan merupakan berapa kali seminggu olahraga/ senam dilakukan agar dapat memberikan efek latihan. Frekuensi yang dianjurkan adalah 3-5 kali dalam seminggu, sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Cooper, yang menyebutkan olahraga minimal dilakukan tiga kali seminggu, dengan jarak waktu antara yang merata artinya terdapat selang hari bergantian semisal hari ini latihan, besoknya tidak latihan dan begitu seterusnya. Hal ini dikarenakan ketika berolahraga kita memberikan stressor pada tubuh, sehingga dibutuhkan selang hari bergantian untuk beristirahat agar tubuh mendapat kesempatan melakukan 28 pemulihan jaringan tubuh atau self-recovery. Jadi bila latihan dilakukan hanya sekali seminggu, maka tidak akan memberikan efek latihan yang bermakna, begitu pula bila dilakukan lebih dari lima kali seminggu akan menimbulkan halhal yang tidak diinginkan baik secara psikologis berupa beban mental jikalau tidak berolahraga maupun secara fisiologis berupa kelelahan dan bisa berlanjut terjadinya cedera patologis yang disebabkan oleh olahraga yang cukup berat (Corbin dkk, 2008) 2. Intesitas Intensitas latihan dapat diartikan seberapa berat latihan dapat memacu kerja jantung dan paru yang ditandai dengan seberapa cepat jantung berdenyut per menit. Menurut American College of Sports Medicine dan Surgeon General intensitas latihan dikatakan ringan apabila mencapai 35-54% dari HRmax, sedang apabila mencapai 55-69% dari HRmax, dan tinggi apabila mencapai 70-89% dari HRmax. Adapun cara menghitung denyut jantung maksimal adalah 220 – umur (dalam tahun) (Plowman & Smith, 2011). Menentukan denyut jantung (denyut per menit) pada waktu latihan senam jantung sehat, dilakukan diakhir pemanasan, gerakan inti dan pendinginan. Dilakukan dengan cara meraba nadi radialis dan hitunglah jumlah denyutan dalam 6 detik dan kalikan dengan 10. Pengukuran ini juga sangat penting dilakukan untuk mengetahui kesungguhan latihan pada peserta Senam Jantung Sehat Intensitas yang direkomendasikan untuk pemula (low fitness level) 50-60% dari HRmax, Intermediate (average fitness level): 60-70% dari HRmax dan 29 advanced (high fitness level): 75-85% dari HRmax. Senam Jantung Sehat yang digunakan oleh peneliti memiliki intensitas ringan-sedang, sehingga masih mampu untuk diikuti oleh mahasiswi dengan latar belakang aktivitas fisik tergolong ringan. 3. Tipe Tipe latihan menggambarkan benturan bagian-bagian badan yang diakibatkan dengan lepasnya satu atau dua kaki dari lantai. Senam Jantung Sehat merupakan senam aerobik dengan teknik gerakan low impact. Hal senada juga di ungkapkan oleh Dra. Marthea Sari salah seorang pelatih utama jantung sehat di Klub Jantung Sehat Cabang Jawa Timur, mengatakan semua seri Senam Jantung Sehat cocok dilakukan oleh warga Evergreen (lansia) sebab, hampir seluruh gerakan senamnya cenderung menggunakan teknik gerakan low impact. Senam aerobik low impact merupakan senam yang gerakannya melibatkan seluruh otot, terutama pada otot-otot besar, sehingga dapat memacu kerja jantung-paru dan gerakan badan dilakukan secara berkesinambungan dengan bentuk gerakan-gerakan dengan satu atau kedua kaki tetap menempel pada lantai (Sudibjo dkk, 2001). Oleh sebab itu gerakan kakinya tidak banyak melakukan lompatan-lompatan dan hanya berupa variasi dari gerakan jalan ditempat. 4. Waktu Waktu latihan adalah jangka waktu atau lamanya latihan/senam yang diberikan agar memberikan manfaat atau efek latihan. Senam Jantung Sehat memiliki durasi waktu latihan yang berbeda-beda setiap serinya, kecuali pada 30 Senam Jantung Sehat seri II dan III memiliki lama durasi waktu yang sama. Senam Jantung Sehat seri I memiliki total durasi waktu 17 menit 13 detik dengan rincian, pemanasan 7 menit, inti 7 menit, dan pendinginan 3 menit 30 detik. Sedangkan pada Senam Jantung Sehat seri II dan III memiliki total durasi waktu 12 menit 23 detik dengan rincian, pemanasan 3 menit 40 detik, inti 6 menit 22 detik, dan pendinginan 2 menit 21 detik. Pada Senam Jantung Sehat seri IV memiliki total durasi waktu 6 menit, inti 12 menit, dan pendinginan 4 menit 30 detik (Wahyo dkk, 2001; Kusmarjathi, 2012). Penelitian ini mengkombinasikan seri pemanasan seri IV, inti seri I, II dan III, pendinginan seri IV memiliki total durasi 30 menit 14 detik dengan rincian pemanasan 6 menit, inti 19 menit 44 detik, dan pendinginan 4 menit 30 detik. Selanjutnya yang tidak kalah penting dan harus diperhatikan ketika melakukan latihan/senam adalah tahapan latihan yang benar, yang terdiri dari pemanasan (warming up), gerakan inti/ latihan dan diakhiri dengan pendinginan (cooling down). 1. Pemanasan (warming up) Pemanasan adalah upaya tubuh untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan secara bertahap serta meminimalkan kekurangan oksigen dan pembentukan asam laktat. Sebelum melakukan olahraga/ senam kondisi denyut jantung masih dalam keadaan istirahat dan otot-otot rangka serta persendian masih dalam keadaan kaku, sehingga pemanasan sangat penting untuk dilakukan agar otot-otot rangka dan persendian yang akan digerakkan mulai beradaptasi dan dapat mencegah terjadinya cedera musculoskeletal. Melakukan pemanasan membuat otot- otot dan 31 pesendian siap menerima pembebanan, dengan meregangkan dan melenturkan otot-otot tubuh, juga akan memberikan reaksi pada denyut jantung dan tekanan darah yang perlahan-lahan mulai meningkat dengan mengikat banyak oksigen untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh sehingga dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan ketika tubuh menerima pembebanan (Kusmarjathi, 2012). 2. Gerakan Inti/ Latihan Seusai pemanasan, seseorang dapat melakukan latihan yang bersifat aerobik atau dalam hal ini, sudah siap memasuki gerakan inti Senam Jantung Sehat. Latihan hendaknya sesuai dengan kemampuan orang tersebut dengan melihat karakteristik seseorang meliputi umur, jenis kelamin, kebiasaan latihan, penyakit serta tingkat kesehatannya (Kusmarjathi, 2012). 3. Pendinginan (cooling down) Selama pendinginan, tekanan darah dan denyut jantung harus diusahakan berangsur- angsur turun kembali, tidak menurun secara drastis dan tidak melampaui tekanan darah maupun denyut jantung sebelum latihan. Pendinginan ini bertujuan untuk memulihkan atau merileksasikan otot-otot yang digunakan selama latihan dan pengeluaran sisa pembakaran (Kusmarjathi, 2012). 2.4.3 Manfaat Senam Jantung Sehat Penyusunan Senam Jantung Sehat berdasarkan prinsip dasar olahraga untuk pembinaan kesehatan jantung kesegaran jasmani yang mencakupi peningkatan ketahanan jantung dan alat peredaran darah serta pernafasan/paru-paru (cardiorespiratory endurance), kekuatan otot (strength), ketahanan otot (muscle 32 endurance), kelentukan (flexibility), koordinasi gerak (coordination), kelincahan (agility) dan keseimbangan (balance) (Wahyo dkk, 2001). Menurut Penelitian Kusmarjati (2012) pelatihan senam jantung sehat seri I pada lansia 3x seminggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 11,34% dan menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 2,24%. Senam Jantung Sehat tergolong senam aerobik maka dari itu Senam Jantung Sehat merupakan salah satu latihan yang paling efektif untuk mengurangi kegemukan jikalau dilakukan dengan benar dan cukup aman. Oleh karena itu latihan aerobik yang benar umumnya merupakan latihan yang paling dianjurkan. Latihan ini cocok untuk semua orang, termasuk mereka yang menderita penyakit jantung-paru, misalnya mereka yang mengikuti program rehabilitasi jantung (Corbin dkk, 2008). 2.4.4 Gerakan Senam Jantung Sehat Gerakan pada Senam Jantung Sehat tentu berbeda-beda setiap serinya, namun yang harus diperhatikan ialah teknik gerakannya, dimana Senam Jantung Sehat seri I hingga seri IV menggunakan teknik gerakan low impact. Pada Senam Jantung Sehat seri I memiliki gerakan cenderung lambat dan kurang variatif begitu dengan musik pengiringnya. Sedangkan Senam Jantung Sehat seri II memiliki jenis gerakan yang masih sama dengan seri I, namun musik yang dipakai sedikit lebih Up-Beat. Berbeda dengan Senam Jantung Sehat seri III sudah memiliki banyak variasi gerakan dengan iringan musik lebih Up-Beat dibandingkan seri II, dan pada Senam Jantung Sehat seri IV variasi gerakannya lebih banyak dan musik pengiringnya sangat atraktif sehingga sangat cocok jika diaplikasikan pada remaja (Wahyo dkk, 2001). 33 Senam Jantung Sehat juga memiliki variasi pada musik dan tempo yang berbeda-beda setiap serinya. Senam Jantung Sehat seri I memiliki tempo lebih lambat dibadingkan dengan seri lainnya. Senam Jantung Sehat seri II memiliki tempo musik yaitu 115/menit untuk pemanasan, 130/menit untuk inti, dan 110/menit untuk pendinginan (Kusmarjathi, 2012). Senam Jantung Sehat seri III memiliki tempo musik yaitu 125/menit untuk pemanasan, 140/ menit untuk inti, dan 115/menit untuk pendinginan (Kusmarjathi, 2012). Sedangkan Senam Jantung Sehatseri IV memiliki tempo musik yaitu 130/menit untuk pemanasan, 145/menit untuk inti, dan 120/menit untuk pendinginan (Wahyo dkk, 2001; Kusmarjathi, 2012). 2.4.4.1 Prinsip Gerakan Senam Jantung Sehat Semua prinsip gerakan Senam Jantung Sehat pada setiap serinya sama yaitu semua gerakan dimulai ke arah kanan, gerakan jalan selalu dimulai dengan kaki kiri, kekuatan dan ketahanan otot serta beban latihan ditingkatkan sesuai seri, gerakan kekuatan harus dilakukan dengan gerakan tangan seolah-olah membawa beban (dumbles), mampu melakukan Senam Jantung Sehat seri I sebelum melakukan Senam Jantung Sehat seri berikutnya dengan denyut nadi tertinggi tidak melebihi dosis latihan (Wahyo dkk, 2001). 2.4.4.2 Prosedur Gerakan Senam Jantung Sehat Prosedur Gerakan Senam Jantung Sehat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pemanasan seri IV, inti seri I, II, dan III, serta pendinginan seri IV tertera pada lampiran. 34 2.6 Hubungan Senam Jantung Sehat dengan Penurunan Lemak Tubuh Dalam melakukan aktivitas, otot memperoleh energi dari pemecahan molekul ATP. Melalui simpanan energi yang terdapat dalam tubuh yaitu simpanan Posfokreatin (PC), karbohidrat, lemak, dan protein, molekul ATP ini akan dihasilkan melalui metabolisme energi yang akan melibatkan beberapa reaksi kimia yang kompleks. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen dalam membantu proses oksidasi sumber energi sehingga juga akan bergantung terhadap kinerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen untuk proses pembakaran energi (Irawan, 2007). Pada saat melakukan aktivitas olahraga terdapat 3 jalur metabolisme energi untuk menghasilkan ATP yaitu (1) sistem phospatagen (ATP-PC) sistem ini energi di sintesis dari ATP yang berasal dari Posfokreatin (PC). (2) Anaerobik Glikolisis, atau sistem asam laktat, menyediakan ATP dari degradasi parsial dari glikogen atau glukosa. (3) Sistem oksigen dari proses oksidasi karbohidrat dan beta oksidasi dari asam lemak dan protein. Pada sistem oksigen mengalami reaksi oksidasi melalui siklus krebs/siklus asam sitrat. Transisi dari keadaan istirahat menuju fase latihan memerlukan jumlah ATP yang sangat banyak di detik hingga menit pertama. Kebutuhan energi ini didominasi secara anaerobik dari koordinasi interaksi sistem Phospatagen (ATP-PC) yang merupakan sistem penyediaan energi ATP yang berasal dari kreatin fosfat (PC), yang berlangsung selama 1-2 menit. Dengan enzim kreatin kinase, PC dipecah menjadi fosfat dan kreatin dan selanjunnya fosfat diikat dengan ADP menjadi ATP. Pada saat 35 kontraksi ATP dipecah menjadi ADP dan fosfat diikat kembali oleh kreatin menjadi kreatin fosfat (PC). Kurang lebih fosfokreatin 15–17 milimol tertimbun dalam otot per kilo gram. Bila PC terurai akan dilepaskan energi, dan fosfat segera didonorkan untuk membentuk ATP dari ADP. Reaksi ATP dan PC dalam sel berlangsung sangat cepat. Pada saat ATP digunakan, segera PC terurai dan membebaskan energi. Pada kondisi standart energi dilepaskan sebesar 8300 kalori permol PC dan kondisi reaktan dan suhu tubuh normal 13000 kalori, lebih besar energi dari hidrolisis ATP sebesar 12000 kalori. Kreatin fosfat jumlahnya sangat sedikit, sehingga cepat habis. Tetapi merupakan sumber energi yang tercepat untuk membentuk ATP kembali. Oleh karena itu sistem energi ini dapat digunakan secara cepat yang diperlukan pada aktivitas yang memerlukan kecepatan (Plowman & Smith 2011). Setelah energi yang berasal dari kreatin fosfat (PC) habis, lalu ATP dipasok melalui sistem glikolisis anaerobik, dimana sistem ini hanya berlangsung 1 s/d 3 atau 4 menit. Adapaun ciri sistem glikolisis anaerobik adalah: menyebabkan terbentuknya asam laktat, tidak memerlukan oksigen, dan hanya menggunakan karbohidrat (glukosa atau glikogen otot). Setelah ketersediaan energi yang berasal dari proses glikolisis anaerobik habis, maka selanjutnya pasokan ATP berasal dari sistem aerobik. Sistem aerobik merupakan sistem pembentukan kembali ATP melalui fosforilasi oksidatif di mitokondria. Pada kegiatan aerobik dominan yang berlangsung 20-45 menit, metabolisme akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak, dan sebagian kecil dari pemecahan simpanan protein yang terdapat dalam 36 tubuh untuk menghasilkan ATP (Irawan, 2007). Pada olahraga dengan intensitas rendah seperti jalan kaki atau lari-lari kecil, simpanan lemak akan memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Kontribusi simpanan lemak sebagai sumber energi tubuh baru akan berkurang apabila terjadi peningkatan intensitas dalam berolahraga. Pada saat terjadinya peningkatan intensitas olahraga yang juga akan meningkatkan kebutuhan energi, pembakaran lemak akan memberikan kontribusi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pembakaran karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam tubuh. Walaupun pembakaran lemak ini memberikan kontribusi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pembakaran karbohidrat saat intensitas olahraga meningkat, namun kuantitas lemak yang terbakar tetap akan lebih besar jika dibandingkan saat berolahraga dengan intensitas rendah.