8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Definisi Lipid Beberapa

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lipid
2.1.1
Definisi Lipid
Beberapa senyawa kimia organik yang terdapat didalam makanan dan tubuh
serta sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dapat diklasifikasikan sebagai lipid
atau yang lebih dikenal oleh masyarakat awan dengan sebutan lemak. Belum terdapat
definisi yang baku mengenai lipid, hal ini disebabkan karena senyawa - senyawa yang
tergolong lipid tidak memiliki rumus struktural yang serupa. Namun para Ahli
biokimia, sepakat bahwa senyawa organik yang memiliki sifat fisika seperti lemak,
dimasukkan kedalam satu golongan yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang
dimaksud yaitu (1) bersifat hidrofobisitas yang berarti tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik non-polar misalnya ester, aseton, kloroform, dan benzena;
(2) mempunyai hubungan dengan asam lemak atau esternya; (3) zat kaya energi yang
digunakan oleh mahluk hidup dalam proses metabolisme tubuh. Berdasarkan sifat
fisika tersebut, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi
dengan menggunakan pelarut lemak tersebut (Thompson dkk, 2012).
2.1.2
Klasifikasi Lipid
Lipid meliputi lemak netral atau dikenal sebagai trigliserida, fosfolipid,
kolesterol, dan beberapa lipid lain yang kurang penting. Lemak yang paling banyak
terdapat pada diet adalah lemak netral yang dikenal sebagai trigliserida, yang setiap
8
9
molekulnya tersusun dari sebuah inti gliserol dan rantai samping tiga asam lemak.
Lemak netral merupakan unsur utama dalam bahan makanan yang berasal dari hewan
dan sangat sedikit ada dalam makanan yang berasal dari tumbuhan. Dalam diet yang
biasa juga mengandung sejumlah kecil fosfolipid, kolesterol dan ester kolesterol.
Fosfolipid dan ester kolesterol terdiri atas asam lemak. Sebaliknya kolesterol
merupakan suatu senyawa sterol yang tidak mengandung asam lemak, tetapi
kolesterol memperlihatkan beberapa sifat fisik dan kimia dari lemak, selain itu
kolesterol juga merupakan turunan lemak, dan di metabolisme seperti lemak. Oleh
karena itu dari sudut makanan kolesterol merupakan suatu lemak (Guyton & Hall,
2007).
2.1.3
Deposit Lemak
2.1.3.1 Jaringan Adiposa
Sejumlah besar lemak disimpan dalam dua jaringan tubuh utama, jaringan
adiposa dan hati. Jaringan adiposa biasanya disebut deposit lemak atau jaringan
lemak saja. Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserida sampai
diperlukan untuk membentuk energi dalam tubuh. Fungsi tambahan adalah untuk
menyediakan penyekat panas untuk tubuh. Sel lemak (adiposit) dari jaringan adiposa
merupakan modifikasi fibroblas yang menyimpan trigliserida yang hampir murni
dengan jumlah sebesar 80-95% dari keseluruhan volume sel (Guyton & Hall, 2007).
Berdasarkan letaknya, jaringan adiposa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
lemak subkutan yang letaknya tepat dibawah kulit dan lemak visceral yang letaknya
lebih dalam, dekat dengan organ vital. Jaringan adiposa visceral adalah sel-sel lemak
10
yang berlokasi di dalam rongga perut. Jaringan lemak ini memiliki kecepatan lebih
tinggi dalam proses penguraian lemak (lipolisis), menghasilkan peningkatan jumlah
asam lemak bebas (Saputra, dkk 2014).
Sedangkan jaringan lemak subkutan merupakan jaringan lemak dibawah kulit.
Menurut Jeyaratnam & Koh (2009), kulit menyumbang sekitar 10% berat badan,
terdiri atas lapisan epidermis di bagian luar, lapisan dermis, dan lapisan subkutan.
Epidermis memiliki ketebalan kurang lebih 0,1 mm. Dibawah lapisan epidermis
terdapat lapisan dermis yang merupakan struktur pendukung jaringan penyambung
yang terdiri atas kolagen dan berkas elastik. Pada dermis terdapat pembuluh darah
dan pembuluh limfe. Dibawah dermis terdapat lapisan lemak subkutan yang bertindak
sebagai bantalan antara epidermis/dermis dan struktur badan internal. Lapisan
subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat
dibawahnya. Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam, bergantung
pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh darah dan ujung
saraf.
Trigliserida di dalam sel lemak umumnya dalam bentuk cair. Bila jaringan
terpapar udara dingin yang lama selama 1 minggu, rantai asam lemak trigliserida sel
menjadi lebih pendek atau lebih tidak jenuh untuk mengurangi titik cairnya. Dengan
demikian lemak selalu dipertahankan dalam bentuk cair. Hal tersebut penting
terutama karena hanya lemak cair yang dapat di hidrolisis dan transport dari sel
(Guyton & Hall, 2007).
11
2.1.3.2 Lipid Hati
Fungsi utama hati dalam metabolisme lipid ialah untuk memecahkan asam
lemak menjadi senyawa kecil yang dapat dipakai untuk energi, menyimpan
trigliserida terutama dari karbohidrat dan protein namun dalam jumlah yang lebih
sedikit dan mensintesis lipid lain dari asam lemak, terutama kolesterol dan fosfolipid.
Sejumlah besar trigliserida terdapat dihati pada saat stadium awal kelaparan, pada
diabetes militus dan pada beberapa keadaan lain ketika lemak dipakai untuk energi
bukannya karbohidrat. Pada keadaan ini sejumlah besar trigliserida di mobilisasi dari
jaringan adiposa, yang ditranspor sebagai asam lemak bebas dalam darah, dan
ditimbun kembali sebagai trigliserida di hati, tempat dimulainya tahap awal dari
sejumlah besar degradasi lemak. Jadi, dalam keadaan fisiologis normal, jumlah total
trigliserida dihati sangat ditentukan oleh kecepatan penggunaan lipid sebagai sumber
energi secara keseluruhan (Guyton & Hall, 2007).
Sel hati, selain mengandung trigliserida, juga mengandung sejumlah besar
fosfolipid dan kolesterol, yang secara berkelanjutan disintesis oleh hati. Sel hati juga
lebih mampu mendesaturasi asam lemak daripada jaringan lain sehingga trigliserida
hati secara normal lebih tidak jenuh dari pada trigliserida dari jaringan adiposa.
Kemampuan hati untuk mendesaturasi asam lemak secara fungsional penting untuk
semua jaringan tubuh, sebab banyak elemen struktur dari seluruh sel mengandung
jumlah lemak tak jenuh yang cukup banyak, dan sumber utamanya adalah hati.
Desaturasi ini dilakukan oleh suatu dehidrogenase di sel hati (Guyton & Hall, 2007).
12
2.2 Energi
2.2.1
Sumber Energi
Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan sebagian kecil protein yang
berasal dari makanan dan dapat dipakai seluruhnya oleh sel untuk membentuk
sejumlah besar adenosin trifosfat (ATP) yang dapat dipakai sebagai sumber energi
untuk berbagai fungsi sel lainnya. Sifat ATP yang membuatnya bernilai tinggi
sebagai suatu alat bayar energi adalah besarnya energi bebas (kira-kira 7300 atau 7,3
Kalori [kilokalori], tiap mol pada keadaan standar, dan sebanyak 12.000 kalori pada
keadaan fisiologis) yang dikandung oleh masing-masing dari dua ikatan fosfat
berenergi tinggi tersebut. ATP dibentuk dari pembakaran karbohidrat, lemak dan
sebagian kecil protein (Guyton & hall, 2007)
1. Pembakaran Karbohidrat
Secara singkat proses metabolisme energi dari glukosa darah atau glikogen
otot akan berawal dari karbohidrat yang dikonsumsi. Semua jenis karbohidrat,
baik itu karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti, singkong, dll) atau karbohidrat
sederhana (gula, sukrosa, fruktosa) akan terkonvensi menjadi glukosa tubuh.
Glukosa yang terbentuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi sebagai
glikogen di hati dan otot serta tersimpan dalam aliran darah sebagai glukosa darah
atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan (Irawan,
2007).
Dalam sel tubuh, sebagai tahap awal dari metabolisme energi secara aerobik,
glukosa yang berasal dari glukosa darah ataupun dari glikogen otot akan
13
mengalami proses glikolisis yang dapat menghasilkan molekul ATP serta
menghasilkan asam piruvat. Pada proses ini 2 buah molekul ATP dihasilkan
apabila sumber glukosa berasal dari glukosa darah dan sebanyak 3 buah molekul
ATP dihasilkan apabila glukosa bersumber pada glikogen otot. Setelah melalui
proses glikolisis, asam piruvat yang dihasilkan kemudian akan diubah menjadi
Asetil-KoA dalam mitokondria. Proses perubahan ini akan berjalan dengan
adanya oksigen serta akan menghasilkan produk samping berupa NADH yang
dapat menghasilkan 2-3 molekul ATP. Untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
sel tubuh, Asetil-KoA hasil konversi asam piruvat kemudian akan masuk kedalam
siklus asam-sitrat yang kemudian diubah menjadi karbondioksida (CO2), ATP,
NADH, dan FADH2 melalui tahapan reaksi kompleks. (Saputra dkk, 2014;
Guyton & hall, 2007) Reaksi-reaksi tersebut dapat dituliskan secara sederhana
sebagai berikut :
Asetil-KoA + ADP + Pi + 3 NAD + FAD + 3H2O
2CO2 + ATP + 3 NADH + 3H++ FADH2
Setelah melewati berbagai tahapan proses reaksi di dalam siklus asam sitrat,
metabolisme energi dari glukosa kemudian dilanjutkan kembali melalui suatu
proses reaksi yang disebut proses fosforilasi oksidatif. Pada proses ini molekul
NADH dan juga FADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat akan diubah
menjadi molekul ATP dan H2O. Dari 1 molekul NADH akan didapat 3 molekul
ATP dan dari 1 molekul FADH2 akan didapat 2 molekul ATP. Proses
14
metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran glukosa/glikogen akan
menghasilkan total 38 molekul ATP dan menghasilkan produk samping berupa
karbondioksida dan H2O. Persamaan reaksi sederhana dapat dituliskan sebagai
berikut: Glukosa + 6O2 + 38 ADP + 38 Pi
6CO2 + 6H2O + 38 ATP.
2. Pembakaran Lemak
Tahap awal dari metabolisme energi dari lemak adalah melalui proses
pemecahan simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh yaitu trigliserida.
Trigliserida dalam tubuh disimpan dalam jaringan adiposa serta di dalam sel-sel
hati. Melalui proses yang dinamakan lipolisis, trigliserida yang tersimpan akan
dikonversikan menjadi asam lemak dan gliserol. Kedua molekul yang dihasilkan
melalui proses ini akan mengalami jalur metabolisme yang berbeda dalam tubuh.
Gliserol yang terbentuk akan masuk kedalam siklus metabolisme untuk diubah
menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan asam lemak yang terbentuk
akan dipecah menjadi unit-unit kecil melalui proses yang dinamakan β-oksidasi
untuk kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam mitokondria sel. Proses βoksidasi berjalan dengan adanya oksigen serta membutuhkan karbohidrat untuk
menyempurnakan pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak
umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari sekitar 16 atom karbon akan
dipecah menjadi unit kecil yang terbentuk dari 2 atom karbon. Tiap unit 2 atom
karbon yang terbentuk dapat mengikat 1 molekul KoA untuk membentuk AsetilKoA. Molekul asetil-KoA ini kemudian masuk ke dalam siklus asam sitrat dan
diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya molekul asetil-KoA yang
15
dihasilkan melalui proses metabolisme energi dari glukosa/glikogen (Irawan,
2007; Guyton & Hall, 2007)
3. Pembakaran Protein
Unsur-unsur dasar penyusun protein adalah asam amino. Pemecahan protein
jadi asam amino terjadi di hati dengan proses deaminasi yang merupakan proses
pengeluaran gugus amino dari asam amino. Proses deaminasi asam amino ini
melepaskan amonia (NH3) dan asam keto. Amonia dikeluarkan dari darah hampir
seluruhnya melalui konversi menjadi ureum. Pada dasarnya semua ureum pada
tubuh manusia disintesis di hati, dan setelah ureum terbentuk, ureum berdifusi
dari sel hati masuk ke dalam cairan tubuh dan disekresikan diginjal. Sedangkan
asam keto yang dihasilkan dapat dioksidasi untuk melepas energi sebagai
keperluan metabolisme. Oksidasi ini biasanya melibatkan dua proses yang
berurutan, dimana asam keto diubah menjadi asam piruvat yang dapat masuk ke
dalam siklus asam sitrat, dan zat tersebut dipecah oleh siklus asam sitrat dan
digunakan sebagai energi dengan cara yang sama seperti penggunaan asetil-KoA
yang dihasilkan oleh metabolisme karbohidrat dan lemak. Secara umum, jumlah
ATP yang dibentuk setiap gram protein yang dioksidasi, lebih sedikit dari pada
jumlah yang dibentuk setiap gram glukosa yang dioksidasi. (Guyton & Hall,
2007).
16
2.2.2
Kegunaan Energi
Keluaran energi dibagi ke dalam beberapa komponen yang dapat dihitung,
mencakupi energi yang digunakan untuk mejalankan fungsi metabolisme basal
(BMR), berbagai aktivitas fisik, proses pencernaan, penyerapan dan proses makanan.
1. Menjalankan Metabolisme Basal
Ketika seseorang benar-benar dalam keadaan istirahat, sejumlah energi
dibutuhkan untuk mengerjakan seluruh reaksi kimia tubuh dan juga melaksanakan
berbagai fungsi fisiologis alat tubuh seperti kerja jantung dalam memompa darah,
pernapasan dalam mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida oleh
paru-paru, dan lain-lain. Tingkat energi minimum yang diperlukan untuk bertahan
hidup tersebut dinamakan kecepatan metabolik dasar (BMR) dan mencakup 5070% dari energi harian yang dipakai pada kebanyakan individu yang tidak aktif
(sedentary). Angka metabolisme basal dinyatakan dalam kilokalori per kilogram
berat badan per jam (Guyton & Hall, 2007; Dewantari, 2007)
2. Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik
Jumlah kebutuhan energi yang diperlukan dalam melakukan berbagai aktivitas
fisik tidak sama, banyaknya energi yang diperlukan tergantung pada jumlah otot
yang melakukan aktivitas. Energi yang digunakan oleh orang gemuk lebih banyak
daripada orang kurus, karena orang gemuk membutuhkan usaha besar dalam
menggerakkan badannya. Pengeluaran energi melalui aktivitas fisik dikatakan
paling baik. Besarnya pengeluaran energi akibat aktivitas fisik berkisar antara 1530% dari pengeluaran energi total. (Dewantari, 2007).
17
3. Energi yang digunakan untuk proses makanan.
Setelah makanan dicerna, kecepatan metabolisme meningkat disebabkan oleh
peningkatan beragam reaksi kimia yang berkaitan dengan pencernaan, absorpsi,
dan penyimpanan makanan dalam tubuh. Hal ini disebut efek termogenik
makanan, karena proses tersebut memerlukan energi dan panas. Efek termogenik
makanan mencakup sekitar 8 persen pengeluaran energi harian total pada banyak
orang. (Guyton & Hall, 2007)
2.2.3
Keseimbangan energi
Keseimbangan energi mengacu pada energi yang masuk melalui makanan dan
energi yang keluar melalui pembakaran energi dalam aktivitas sehari-hari. Apabila
jumlah energi yang masuk lebih besar daripada yang dibutuhkan, maka kelebihan
energi akan disimpan dalam bentuk lemak. Setengah kilogram lemak badan setara
dengan energi 3500 kilokalori. Jadi, diperlukan 3500 kilokalori energi yang harus
dioksidasi untuk membuang simpanan lemak sebesar 0,5 kg. Sebaliknya, 3500
kilokalori asupan energi dari makanan akan menambah 0,5 kg berat badan. Defisit
energi menentukan jumlah berat badan yang berkurang. Apabila terdapat defisit 100
kilokalori perhari, maka akan berkurang 0,5 kg setiap 35 hari. Defisit 500 kilokalori
perhari akan mengurangi 0,5 kg perminggu. Defisit sebaiknya tidak melebihi 1000
kilokalori perhari. Apabila defisit melebihi 1000 kilokalori perhari makan akan
menyebabkan kelelahan, lesu, dan berkurangnya kekebalan terhadap infeksi
(Dewantari, 2007).
18
2.3 Overweight dan obesitas
2.2.1
Definisi Overweight dan Obesitas
Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh sedangkan
overweight adalah tahap sebelum dikatakan obesitas secara klinis (Guyton & Hall,
2007). Penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah Indeks Massa Tubuh,
adapun kriteria yang digunakan secara umum diseluruh dunia menurut World Health
Organization (WHO) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh menurut WHO
IMT (kg/m2)
Principal cut-off points
Additional cut-off points
18,50 – 22,99
18,50 – 24,99
Normal range
23,00 – 24,99
≥ 25,00
≥ 25,00
Overweight
25,00 – 27,49
25,00 – 29,99
Pre-obese
27,50 – 29,99
≥ 30,00
≥ 30,00
Obese
30,00 – 32,49
30,00 – 34,99
Obese class I
32,50 – 34,99
35,00 – 37,49
35,00 – 39,99
Obese class II
37,50 – 39,99
≥ 40,00
≥ 40,00
Obese class III
Sumber: Health and Social Care Information Centre, 2015
Klasifikasi
Secara klinis, IMT yang bernilai antara 25 dan 29,9 kg/m2 disebut overweight,
dan nilai IMT lebih dari 30 kg/m2 disebut obese. Menurut WHO, IMT mungkin tidak
sesuai pada beberapa populasi di dunia untuk menilai kegemukan, hal ini disebabkan
perbedaan meta-analisis beberapa kelompok etnik dengan konsentrasi lemak tubuh,
usia, dan gender yang sama menunjukkan Etnik Amerika berkulit hitam memiliki
19
IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan Etnik Kaukasia. Nilai IMT Bangsa
Ethiopia (4,6 kg/m2), Cina (1,9 kg/m2), Indonesia (3,2 kg/m2), dan Thailand (2,9
kg/m2) lebih rendah daripada Etnik Kaukasia (WHO, 2004). Kriteria kelebihan berat
badan dengan perspekif Asia Pasifik dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kategori Indeks Massa Tubuh sesuai Perspektif Asia Pasifik
Klasifikasi
Kurang dari normal
Kisaran normal
Berat badan lebih
Berisiko
Obese I
Obese II
Sumber: WHO Expert Consultation, 2004
IMT (kg/m2)
< 18,5
18,5 – 22,9
≥ 23
23 – 24,9
25 – 29,9
≥ 30
Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke
dalam tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan bertambah, dan
sebagian besar kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai lemak. Oleh karena
itu, kelebihan adiposit disebabkan masukan energi yang melebihi pengeluaran energi.
Untuk setiap kelebihan energi sebanyak 9 kalori yang masuk ketubuh, kira-kira 1
gram lemak akan disimpan. Lemak disimpan terutama dijaringan adiposit pada
jaringan subkutan dan pada rongga intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan tubuh
lainnya seringkali menimbun cukup lemak pada orang obesitas.
Obesitas dibagi mejadi 2 tipe yaitu obesitas sentral (central obesity) yang juga
disebut dengan obesital abdominal atau obesitas visceral karena penumpukan lemak
terjadi pada daerah perut memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan obesitas perifer (peripheral obesity) atau juga dikenal dengan gluteal obesity
20
dengan penumpukan lemak terjadi daerah panggul dan pantat. Agar seseorang dapat
mengurangi berat badannya, masukan energi harus lebih kecil dari pengeluaran energi
(Guyton & Hall, 2007).
2.2.2
Etiologi Overweight dan Obesitas
Penyebab kegemukan sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting
dalam menentukan asupan makan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor
lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan overweight hingga
obesitas. Peningkatan prevalensi overweight dan obesitas dalam beberapa dekade
terakhir, memperkuat pentingnya peran faktor lingkungan dan gaya hidup karena
perubahan genetik tidak timbul secepat itu.
1. Gaya hidup tidak aktif
Aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan
massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Sekitar 25
hingga 30 persen energi yang digunakan oleh rata-rata orang ditunjukkan untuk
aktivitas otot, dan pada seorang pekerja kasar, sebanyak 60 sampai 70 persen
digunakan untuk tujuan tersebut. Pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik
biasanya akan meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang
berakibat penurunan berat badan yang bermakna. Oleh sebab itu, aktivitas fisik
adalah cara terpenting untuk pengeluaran energi dari tubuh, peningkatan aktivitas
fisik sering kali menjadi cara yang efektif untuk mengurangi simpanan lemak.
21
2. Faktor lingkungan, sosial dan psikologis menyebabkan prilaku makan yang
abnormal.
Pengaruh faktor lingkungan sangatlah nyata, dengan adanya peningkatan
prevalensi overweight dan obesitas yang cepat di sebagian besar negara maju,
yang juga diikuti dengan berlimpahnya makanan berenergi tinggi (terutama
makanan berlemak) dan gaya hidup yang tidak aktif. Faktor psikologis juga dapat
menyebabkan kegemukan pada beberapa individu. Misalnya, berat badan
seseorang sering kali meningkat selama atau setelah orang tersebut mengalami
stress, seperti kematian orang tua, penyakit yang parah atau bahkan depresi.
Prilaku makan rasanya dapat menjadi sarana penyaluran stress.
3. Kelainan neurogenik
Lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang
makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis
yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif, yang
memperlihatkan bahwa overweight dan obesitas pada manusia, juga dapat timbul
akibat kerusakan pada hipotalamus. Walupun kerusakan hipotalamus hampir tak
pernah dijumpai pada orang obesitas, susunan fungsional hipotalamus atau pusat
makan neurologik lainnya pada orang obesitas dapat berbeda pada susunan yang
terdapat pada orang normal.
4. Faktor Genetik
Sekitar 20-25% kasus kelebihan berat badan disebabkan faktor genetik. Gen
berperan dalam menyebabkan kelainan pada jaras yang mengatur pusat makan
22
dan pengaturan pengeluaran dan penyimpanan lemak. Gen-gen yang terlibat
dalam hal tersebut antara lain : (a) mutasi MCR-4, (b) defisiensi leptin kongenital
dan (c) mutasi reseptor leptin.
2.2.3
Epidemiologi Overweight dan Obesitas
Obesitas merupakan masalah kesehatan utama di beberapa negara maju
maupun negara berkembang. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) prevalensi obesitas di dunia
terus meningkat secara dramatis dari sekitar 9,4% pada NHANES I (1971-1974)
menjadi 14,5% pada NHANES II (1976-1980), kemudian 22,5% pada NHANES III
(1988-1994) serta 30% pada survei tahun 1999-2000 (Ristiadiningrum dkk, 2010).
Indeks massa tubuh khususnya overweight dan obesitas pada penduduk dunia terus
mengalami peningkatan. Jumlah penduduk dunia yang berusia di atas 20 tahun
menderita overweight mencapai lebih dari satu miliar orang pada tahun 2008. Sekitar
200 juta laki-laki dan 300 juta perempuan termasuk dalam kategori obesitas.
Berdasarkan NHANES berikutnya pada tahun 2007-2008 di Amerika Serikat,
ditemukan bahwa penduduk yang menderita overweight sebanyak 34,2% dan obesitas
33,8%. Jumlah penduduk Indonesia yang menderita obesitas tahun 2010 mencapai
11,7% (Lailani, 2013). WHO (2004) juga memprediksi bahwa pada tahun 2015,
sekitar 2.3 miliar dewasa akan mengalami overweight dan lebih dari 700 miliar akan
obesitas.
23
2.4 Mengukur Lemak Tubuh
2.3.1
Persentase Lemak Tubuh
Indeks Massa Tubuh bukan merupakan pengukuran langsung terhadap
adipositas dan tak dapat dipakai pada individu dengan IMT yang tinggi akibat
besarnya masa otot. Berdasarkan kelemahan tersebut, dapat disolusikan dengan cara
pengukuran persentase lemak tubuh (body fat percentage / BF%) yang merupakan
cara yang lebih baik, untuk mengukur total lemak tubuh hingga dapat didefinisikan
sebagai overweight maupun obesitas. Obesitas biasanya dinyatakan dengan adanya
25% lemak tubuh total atau lebih pada pria dan sebanyak 35% atau lebih pada wanita
(Corbin dkk, 2008). Rata-rata jumlah lemak tubuh normal usia 18-22 tahun sebesar
12.5-15% pada pria dan 16-25% pada wanita (Sharkley, 2011). Meskipun persentase
lemak tubuh dapat diperkirakan dengan berbagai cara, seperti pengukuran tebal
lipatan kulit, impedansi bioelektrik, atau pengukuran berat badan di dalam air
(Guyton & Hall, 2007), namun dalam penelitian ini alat ukur yang peneliti pilih ialah
Skinfold Caliper untuk mengukur lemak subkutan yang nanti akan dikonversikan
menjadi persentase lemak tubuh melalui rumus siri (Chahar, 2014).
2.3.2
Alat ukur Skinfold Caliper
2.3.2.1 Definisi Skinfold Caliper
Skinfold Caliper adalah alat yang dapat mengukur ketebalan lipatan kulit
dengan lapisan dasar lemak. Pengukuran dilakukan di beberapa lokasi tertentu yang
dapat mewakili jumlah total lemak di dalam tubuh yang memungkinkan untuk
memperkirakan persentase lemak tubuh setiap orang. Skinfold caliper memiliki
24
tekanan konstan pada lipatan kulit umumnya 10 gr/mm2, dan skala yang akurat
mengukur ketebalan lipatan lemak dalam satuan milimeter dengan ketelitian 0,1 mm.
Ketika pengukuran terdapat daerah yang sukar dijangkau, sehingga orang-orang tidak
dapat melakukan pengukuran sendiri, namun harus dibantu dengan terapis, agar
skinfold caliper sedekat mungkin, mengenai daerah-daerah yang digambarkan untuk
setiap pengukuran (Donoghue, 2009)
Gambar 2.1 Teknik penjepitan lipatan lemak menggunakan Skinfold Caliper
Sumber: Instruction Manual for Measuring % body fat using Skinfold Calipers, by
Wallace C. Donoghue, 2009
Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana lipatan kulit ditarik dari luar tubuh, lalu ditarik
lebih kuat (seperti dicubit), dan diukur dengan skinfold caliper. Akurasi pengukuran
tergantung pada akurasi dari peralatan yang digunakan, pilihan lokasi pengukuran
tebal lipatan kulit yang benar, teknik yang tepat dalam mengambil pengukuran dan
pengalaman penggunanya.
2.3.2.2 Pemilihan lokasi Skinfold Caliper
Pemilihan lokasi sangat penting dan sering menjadi sumber kesalahan dalam
pengujian tebal lipatan kulit, pemilihan lokasi harus sesuai dengan protokol tertentu
yang digunakan. Terdapat dua protokol, diantaranya sistem pertama menggunakan 4
lokasi yang yang tidak membedakan antara subjek laki-laki dan perempuan. Sistem
25
kedua digunakan 3 lokasi, sistem ini berbeda baik untuk subjek laki-laki dan
perempuan dan digunakan dalam hubungannya dengan rumus body density (Nevill,
2008). Pada penelitian ini menggunakan sistem kedua dengan 3 lokasi yaitu regio
triceps, suprailiaca, dan thigh anterior.
Gambar 2.2 Tiga Lokasi Pengukuran Lemak Subkutan pada Subjek Perempuan
Sumber: The Harpenden skinfold caliper by Baty Internasional, 2010.
Pengukuran (1) triceps terletak pada sisi posterior mid acromiale dan
olecranon dengan posisi vertikal, cubitan dilakukan pada permukaan paling posterior
dari lengan atas pada daerah m. triceps brachii dan ketika pengukuran siku harus
ekstensi dan lengan releks. Pengukuran (2) suprailiaca cubitan dilakukan pada titik
perpotongan antara garis yang terbentang dari spina iliaca anterior superior (SIAS)
ke batas anterior axilla dan garis horisontal yang melalui tepi atas crista illiaca. Titik
ini terletak sekitar 5 – 7 cm di atas SIAS tergantung pada ukuran subjek dewasa. Arah
cubitan membentuk sudut 45° terhadap garis horisontal. Pengukuran (3) thigh
26
anterior, pengukur berdiri menghadap sisi kanan subjek. Subjek dalam posisi duduk
di kursi dengan lutut fleksi 900. Cubitan dilakukan dengan arah vertikal pada garis
tengah aspek anterior paha di pertengahan antara panggul (hip) dengan tepi atas
patella (Wicaksono dkk, 2012).
2.5 Senam Jantung Sehat
2.4.1
Sejarah Senam Jantung Sehat
Dalam rangka meningkatkan kesehatan jantung dan kebugaran jasmani
masyarakat serta turut menunjang program pemerintah dalam memasyarakatkan
olahraga dan mengolahragakan masyarakat, maka pada Jambore Nasional I Klub
Jantung Sehat Yayasan Jantung Indonesia bulan November 1987, Yayasan Jantung
Indonesia telah menyusun dan memasyarakatkan Senam Jantung Sehat seri I baik
untuk anggota Klub Jantung Sehat maupun masyarakat umum. Sambutan masyarakat
terhadap kehadiran Senam Jantung Sehat ini sangat besar, dan sesuai dengan
perkembangan serta adanya tuntutan dari anggota Klub Jantung Sehat, Senam
Jantung Sehat ini terus dikembangkan. Pada Jambore Klub Jantung Sehat DKI
Jakarta dan sekitar bulan September 1991 di Cangkuang, Sukabumi, Senam Jantung
Sehat Seri II mulai dimasyarakatkan oleh Yayasan Jantung Indonesia yang juga
mendapatkan perhatian yang sangat besar dari masyarakat. Pada saat Jambore
Nasional ke II bulan September 1994 dilakukan pengembangan Senam Jantung Sehat
seri III yang langsung dicanangkan oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga untuk
mulai dimasyarakatkan. Selanjutnya pada Jambore Nasional ke III bulan September
27
2000 dilakukan pengembangan Senam Jantung Sehat yang merupakan cikal bakal
tersusunnya Senam Jantung Sehat seri IV. (Wahyo dkk, 2001).
2.4.2
Pelaksanaan Senam Jantung Sehat
Secara umum, setiap olahraga atau latihan apapun termasuk Senam Jantung
Sehat, pada prinsipnya harus memenuhi format latihan yang benar yaitu mengikuti
petunjuk resep FITT (Frequency, Intensity, Type, Time) dan memenuhi tahapan
latihan yang terdiri dari pemanasan (warming up), gerakan inti/ latihan dan diakhiri
dengan pendinginan (cooling down). Bagi mereka yang cukup sehat dan memiliki
kebugaran yang baik petunjuk resep “FITT” dapat memberikan manfaat maksimal
(terutama kebugaran aerobik) dan minimal terjadinya risiko cedera misalnya
gangguan kardio-respiratori, ortopedik dan stres oleh karena panas (Corbin dkk,
2008). Petunjuk pemberian latihan menurut resep FITT yang juga direkomendasikan
oleh American Collage of Sport Medicine dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Frekuensi
Frekuensi latihan merupakan berapa kali seminggu olahraga/ senam dilakukan
agar dapat memberikan efek latihan. Frekuensi yang dianjurkan adalah 3-5 kali
dalam seminggu, sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Cooper, yang
menyebutkan olahraga minimal dilakukan tiga kali seminggu, dengan jarak waktu
antara yang merata artinya terdapat selang hari bergantian semisal hari ini latihan,
besoknya tidak latihan dan begitu seterusnya. Hal ini dikarenakan ketika
berolahraga kita memberikan stressor pada tubuh, sehingga dibutuhkan selang
hari bergantian untuk beristirahat agar tubuh mendapat kesempatan melakukan
28
pemulihan jaringan tubuh atau self-recovery. Jadi bila latihan dilakukan hanya
sekali seminggu, maka tidak akan memberikan efek latihan yang bermakna,
begitu pula bila dilakukan lebih dari lima kali seminggu akan menimbulkan halhal yang tidak diinginkan baik secara psikologis berupa beban mental jikalau
tidak berolahraga maupun secara fisiologis berupa kelelahan dan bisa berlanjut
terjadinya cedera patologis yang disebabkan oleh olahraga yang cukup berat
(Corbin dkk, 2008)
2. Intesitas
Intensitas latihan dapat diartikan seberapa berat latihan dapat memacu kerja
jantung dan paru yang ditandai dengan seberapa cepat jantung berdenyut per
menit. Menurut American College of Sports Medicine dan Surgeon General
intensitas latihan dikatakan ringan apabila mencapai 35-54% dari HRmax, sedang
apabila mencapai 55-69% dari HRmax, dan tinggi apabila mencapai 70-89% dari
HRmax. Adapun cara menghitung denyut jantung maksimal adalah 220 – umur
(dalam tahun) (Plowman & Smith, 2011).
Menentukan denyut jantung (denyut per menit) pada waktu latihan senam
jantung sehat, dilakukan diakhir pemanasan, gerakan inti dan pendinginan.
Dilakukan dengan cara meraba nadi radialis dan hitunglah jumlah denyutan
dalam 6 detik dan kalikan dengan 10. Pengukuran ini juga sangat penting
dilakukan untuk mengetahui kesungguhan latihan pada peserta Senam Jantung
Sehat Intensitas yang direkomendasikan untuk pemula (low fitness level) 50-60%
dari HRmax, Intermediate (average fitness level): 60-70% dari HRmax dan
29
advanced (high fitness level): 75-85% dari HRmax. Senam Jantung Sehat yang
digunakan oleh peneliti memiliki intensitas ringan-sedang, sehingga masih
mampu untuk diikuti oleh mahasiswi dengan latar belakang aktivitas fisik
tergolong ringan.
3.
Tipe
Tipe latihan menggambarkan benturan bagian-bagian badan yang diakibatkan
dengan lepasnya satu atau dua kaki dari lantai. Senam Jantung Sehat merupakan
senam aerobik dengan teknik gerakan low impact. Hal senada juga di ungkapkan
oleh Dra. Marthea Sari salah seorang pelatih utama jantung sehat di Klub Jantung
Sehat Cabang Jawa Timur, mengatakan semua seri Senam Jantung Sehat cocok
dilakukan oleh warga Evergreen (lansia) sebab, hampir seluruh gerakan
senamnya cenderung menggunakan teknik gerakan low impact. Senam aerobik
low impact merupakan senam yang gerakannya melibatkan seluruh otot, terutama
pada otot-otot besar, sehingga dapat memacu kerja jantung-paru dan gerakan
badan dilakukan secara berkesinambungan dengan bentuk gerakan-gerakan
dengan satu atau kedua kaki tetap menempel pada lantai (Sudibjo dkk, 2001).
Oleh sebab itu gerakan kakinya tidak banyak melakukan lompatan-lompatan dan
hanya berupa variasi dari gerakan jalan ditempat.
4. Waktu
Waktu latihan adalah jangka waktu atau lamanya latihan/senam yang
diberikan agar memberikan manfaat atau efek latihan. Senam Jantung Sehat
memiliki durasi waktu latihan yang berbeda-beda setiap serinya, kecuali pada
30
Senam Jantung Sehat seri II dan III memiliki lama durasi waktu yang sama.
Senam Jantung Sehat seri I memiliki total durasi waktu 17 menit 13 detik dengan
rincian, pemanasan 7 menit, inti 7 menit, dan pendinginan 3 menit 30 detik.
Sedangkan pada Senam Jantung Sehat seri II dan III memiliki total durasi waktu
12 menit 23 detik dengan rincian, pemanasan 3 menit 40 detik, inti 6 menit 22
detik, dan pendinginan 2 menit 21 detik. Pada Senam Jantung Sehat seri IV
memiliki total durasi waktu 6 menit, inti 12 menit, dan pendinginan 4 menit 30
detik (Wahyo dkk, 2001; Kusmarjathi, 2012). Penelitian ini mengkombinasikan
seri pemanasan seri IV, inti seri I, II dan III, pendinginan seri IV memiliki total
durasi 30 menit 14 detik dengan rincian pemanasan 6 menit, inti 19 menit 44
detik, dan pendinginan 4 menit 30 detik.
Selanjutnya yang tidak kalah penting dan harus diperhatikan ketika melakukan
latihan/senam adalah tahapan latihan yang benar, yang terdiri dari pemanasan
(warming up), gerakan inti/ latihan dan diakhiri dengan pendinginan (cooling down).
1. Pemanasan (warming up)
Pemanasan adalah upaya tubuh untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan
secara bertahap serta meminimalkan kekurangan oksigen dan pembentukan asam
laktat. Sebelum melakukan olahraga/ senam kondisi denyut jantung masih dalam
keadaan istirahat dan otot-otot rangka serta persendian masih dalam keadaan
kaku, sehingga pemanasan sangat penting untuk dilakukan agar otot-otot rangka
dan persendian yang akan digerakkan mulai beradaptasi dan dapat mencegah
terjadinya cedera musculoskeletal. Melakukan pemanasan membuat otot- otot dan
31
pesendian siap menerima pembebanan, dengan meregangkan dan melenturkan
otot-otot tubuh, juga akan memberikan reaksi pada denyut jantung dan tekanan
darah yang perlahan-lahan mulai meningkat dengan mengikat banyak oksigen
untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh sehingga dapat menghasilkan energi
yang dibutuhkan ketika tubuh menerima pembebanan (Kusmarjathi, 2012).
2. Gerakan Inti/ Latihan
Seusai pemanasan, seseorang dapat melakukan latihan yang bersifat aerobik atau
dalam hal ini, sudah siap memasuki gerakan inti Senam Jantung Sehat. Latihan
hendaknya sesuai dengan kemampuan orang tersebut dengan melihat karakteristik
seseorang meliputi umur, jenis kelamin, kebiasaan latihan, penyakit serta tingkat
kesehatannya (Kusmarjathi, 2012).
3. Pendinginan (cooling down)
Selama pendinginan, tekanan darah dan denyut jantung harus diusahakan
berangsur- angsur turun kembali, tidak menurun secara drastis dan tidak
melampaui tekanan darah maupun denyut jantung sebelum latihan. Pendinginan
ini bertujuan untuk memulihkan atau merileksasikan otot-otot yang digunakan
selama latihan dan pengeluaran sisa pembakaran (Kusmarjathi, 2012).
2.4.3
Manfaat Senam Jantung Sehat
Penyusunan Senam Jantung Sehat berdasarkan prinsip dasar olahraga untuk
pembinaan kesehatan jantung kesegaran jasmani yang mencakupi peningkatan
ketahanan
jantung
dan
alat
peredaran
darah
serta
pernafasan/paru-paru
(cardiorespiratory endurance), kekuatan otot (strength), ketahanan otot (muscle
32
endurance), kelentukan (flexibility), koordinasi gerak (coordination), kelincahan
(agility) dan keseimbangan (balance) (Wahyo dkk, 2001). Menurut Penelitian
Kusmarjati (2012) pelatihan senam jantung sehat seri I pada lansia 3x seminggu dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 11,34% dan menurunkan tekanan darah
diastolik sebesar 2,24%. Senam Jantung Sehat tergolong senam aerobik maka dari itu
Senam Jantung Sehat merupakan salah satu latihan yang paling efektif untuk
mengurangi kegemukan jikalau dilakukan dengan benar dan cukup aman. Oleh
karena itu latihan aerobik yang benar umumnya merupakan latihan yang paling
dianjurkan. Latihan ini cocok untuk semua orang, termasuk mereka yang menderita
penyakit jantung-paru, misalnya mereka yang mengikuti program rehabilitasi jantung
(Corbin dkk, 2008).
2.4.4
Gerakan Senam Jantung Sehat
Gerakan pada Senam Jantung Sehat tentu berbeda-beda setiap serinya, namun
yang harus diperhatikan ialah teknik gerakannya, dimana Senam Jantung Sehat seri I
hingga seri IV menggunakan teknik gerakan low impact. Pada Senam Jantung Sehat
seri I memiliki gerakan cenderung lambat dan kurang variatif begitu dengan musik
pengiringnya. Sedangkan Senam Jantung Sehat seri II memiliki jenis gerakan yang
masih sama dengan seri I, namun musik yang dipakai sedikit lebih Up-Beat. Berbeda
dengan Senam Jantung Sehat seri III sudah memiliki banyak variasi gerakan dengan
iringan musik lebih Up-Beat dibandingkan seri II, dan pada Senam Jantung Sehat seri
IV variasi gerakannya lebih banyak dan musik pengiringnya sangat atraktif sehingga
sangat cocok jika diaplikasikan pada remaja (Wahyo dkk, 2001).
33
Senam Jantung Sehat juga memiliki variasi pada musik dan tempo yang
berbeda-beda setiap serinya. Senam Jantung Sehat seri I memiliki tempo lebih lambat
dibadingkan dengan seri lainnya. Senam Jantung Sehat seri II memiliki tempo musik
yaitu 115/menit untuk pemanasan, 130/menit untuk inti, dan 110/menit untuk
pendinginan (Kusmarjathi, 2012). Senam Jantung Sehat seri III memiliki tempo
musik yaitu 125/menit untuk pemanasan, 140/ menit untuk inti, dan 115/menit untuk
pendinginan (Kusmarjathi, 2012). Sedangkan Senam Jantung Sehatseri IV memiliki
tempo musik yaitu 130/menit untuk pemanasan, 145/menit untuk inti, dan 120/menit
untuk pendinginan (Wahyo dkk, 2001; Kusmarjathi, 2012).
2.4.4.1 Prinsip Gerakan Senam Jantung Sehat
Semua prinsip gerakan Senam Jantung Sehat pada setiap serinya sama yaitu
semua gerakan dimulai ke arah kanan, gerakan jalan selalu dimulai dengan kaki kiri,
kekuatan dan ketahanan otot serta beban latihan ditingkatkan sesuai seri, gerakan
kekuatan harus dilakukan dengan gerakan tangan seolah-olah membawa beban
(dumbles), mampu melakukan Senam Jantung Sehat seri I sebelum melakukan Senam
Jantung Sehat seri berikutnya dengan denyut nadi tertinggi tidak melebihi dosis
latihan (Wahyo dkk, 2001).
2.4.4.2 Prosedur Gerakan Senam Jantung Sehat
Prosedur Gerakan Senam Jantung Sehat yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi pemanasan seri IV, inti seri I, II, dan III, serta pendinginan seri IV tertera
pada lampiran.
34
2.6 Hubungan Senam Jantung Sehat dengan Penurunan Lemak Tubuh
Dalam melakukan aktivitas, otot memperoleh energi dari pemecahan molekul
ATP. Melalui simpanan energi yang terdapat dalam tubuh yaitu simpanan
Posfokreatin (PC), karbohidrat, lemak, dan protein, molekul ATP ini akan dihasilkan
melalui metabolisme energi yang akan melibatkan beberapa reaksi kimia yang
kompleks. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap
ketersediaan oksigen dalam membantu proses oksidasi sumber energi sehingga juga
akan bergantung terhadap kinerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung,
paru-paru, dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen untuk proses
pembakaran energi (Irawan, 2007). Pada saat melakukan aktivitas olahraga terdapat 3
jalur metabolisme energi untuk menghasilkan ATP yaitu (1) sistem phospatagen
(ATP-PC) sistem ini energi di sintesis dari ATP yang berasal dari Posfokreatin (PC).
(2) Anaerobik Glikolisis, atau sistem asam laktat, menyediakan ATP dari degradasi
parsial dari glikogen atau glukosa. (3) Sistem oksigen dari proses oksidasi
karbohidrat dan beta oksidasi dari asam lemak dan protein. Pada sistem oksigen
mengalami reaksi oksidasi melalui siklus krebs/siklus asam sitrat.
Transisi dari keadaan istirahat menuju fase latihan memerlukan jumlah ATP
yang sangat banyak di detik hingga menit pertama. Kebutuhan energi ini didominasi
secara anaerobik dari koordinasi interaksi sistem Phospatagen (ATP-PC) yang
merupakan sistem penyediaan energi ATP yang berasal dari kreatin fosfat (PC), yang
berlangsung selama 1-2 menit. Dengan enzim kreatin kinase, PC dipecah menjadi
fosfat dan kreatin dan selanjunnya fosfat diikat dengan ADP menjadi ATP. Pada saat
35
kontraksi ATP dipecah menjadi ADP dan fosfat diikat kembali oleh kreatin menjadi
kreatin fosfat (PC). Kurang lebih fosfokreatin 15–17 milimol tertimbun dalam otot
per kilo gram. Bila PC terurai akan dilepaskan energi, dan fosfat segera didonorkan
untuk membentuk ATP dari ADP. Reaksi ATP dan PC dalam sel berlangsung sangat
cepat. Pada saat ATP digunakan, segera PC terurai dan membebaskan energi. Pada
kondisi standart energi dilepaskan sebesar 8300 kalori permol PC dan kondisi reaktan
dan suhu tubuh normal 13000 kalori, lebih besar energi dari hidrolisis ATP sebesar
12000 kalori. Kreatin fosfat jumlahnya sangat sedikit, sehingga cepat habis. Tetapi
merupakan sumber energi yang tercepat untuk membentuk ATP kembali. Oleh karena
itu sistem energi ini dapat digunakan secara cepat yang diperlukan pada aktivitas
yang memerlukan kecepatan (Plowman & Smith 2011).
Setelah energi yang berasal dari kreatin fosfat (PC) habis, lalu ATP dipasok
melalui sistem glikolisis anaerobik, dimana sistem ini hanya berlangsung 1 s/d 3 atau
4 menit. Adapaun ciri sistem glikolisis anaerobik adalah: menyebabkan terbentuknya
asam laktat, tidak memerlukan oksigen, dan hanya menggunakan karbohidrat
(glukosa atau glikogen otot). Setelah ketersediaan energi yang berasal dari proses
glikolisis anaerobik habis, maka selanjutnya pasokan ATP berasal dari sistem
aerobik.
Sistem aerobik merupakan sistem pembentukan kembali ATP melalui
fosforilasi oksidatif di mitokondria. Pada kegiatan aerobik dominan yang berlangsung
20-45 menit, metabolisme akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohidrat,
lemak, dan sebagian kecil dari pemecahan simpanan protein yang terdapat dalam
36
tubuh untuk menghasilkan ATP (Irawan, 2007). Pada olahraga dengan intensitas
rendah seperti jalan kaki atau lari-lari kecil, simpanan lemak akan memberikan
kontribusi yang besar sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Kontribusi simpanan
lemak sebagai sumber energi tubuh baru akan berkurang apabila terjadi peningkatan
intensitas dalam berolahraga. Pada saat terjadinya peningkatan intensitas olahraga
yang juga akan meningkatkan kebutuhan energi, pembakaran lemak akan
memberikan kontribusi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pembakaran
karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam tubuh. Walaupun
pembakaran lemak ini memberikan kontribusi yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan pembakaran karbohidrat saat intensitas olahraga meningkat, namun kuantitas
lemak yang terbakar tetap akan lebih besar jika dibandingkan saat berolahraga dengan
intensitas rendah.
Download