BAB II TINJAUAN TENTANG NOVEL, PENDIDIKAN ISLAM DAN NILAINILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Novel 1. Pengertian Novel Istilah novel dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella (yang dalam Bahasa Jerman novelle). Novella diartikan sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.1 Dewasa ini, istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelet (dalam bahasa Inggris novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.2 Ada juga yang mengemukakan bahwa kata novel berasal dari kata Latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama. 3 H. B. Jassin berpengertian bahwa novel adalah cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang luar 1 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 62. Ibid., hlm. 62. 3 Ibid., hlm. 62. 2 18 19 biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis yang memungkinkan terjadinya perubahan nasib pada manusia.4 Dalam Kamus Istilah Sastra, Panuti Sudjiman berpengertian bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.5 Novel adalah prosa baru yang menceritakan tentang kisah perjalanan hidup pelaku utamanya yang mengandung konflik dan sangat menarik minat pembaca untuk membaca lebih lanjut ceritanya. Novel lebih panjang dan kompleks daripada cerpen, setidaknya mencapai 40.000 kata, bahkan lebih. 6 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. 7 Novel adalah cerita fiktif yang panjang. Bukan hanya panjang dalam arti fisik, tetapi juga isinya. Novel terdiri dari satu cerita yang pokok, dijalani dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak 4 Ibid., hlm. 63. Ibid., hlm. 63. 6 Ristri Wahyuni, Kitab Lengkap Puisi, Prosa, dan Pantun Lama (Yogyakarta: Saufa, 2014), hlm. 118. 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 618. 5 20 kejadian dan kadang banyak masalah juga. Yang semuanya itu harus merupakan sebuah kesatuan yang bulat.8 2. Jenis-jenis Novel Berdasarkan isi dan tujuan serta maksud pengarang yang terasakan mendominasi novel yang ditulisnya. Novel dibedakan atas tujuh jenis yaitu: a. Novel bertendensi Novel bertendensi adalah novel yang mempunyai tujuan tertentu, misalnya bertujuan untuk mendidik, untuk membukakan mata masyarakat akan kepincangan-kepincangan dalam kehidupan. b. Novel Sejarah Novel sejarah adalah novel yang mengisahkan peristiwa sejarah walaupun mengandung unsur kesejahteraan, namun novel ini juga diwarnai dengan pendapat dan pemikiran pengarang. c. Novel Adat Novel adat adalah novel yang bertujuan menginformasikan adat istiadat suatu daerah tempat cerita itu terjadi. Pengarang lebih memperhatikan adat, sehingga ceritanya diwarnai masalah adat daerah tempat cerita. 8 Jakob Sumardjo, Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 185. 21 d. Novel Anak-anak Novel anak-anak adalah novel yang menceritakan kehidupan anak-anak. Baik persoalan maupun pengungkapan diusahakan dengan daya pikir anak-anak. e. Novel Politik Novel politik adalah novel yang berlatar belakang masalah politik didalam isinya. Pengarang bermaksud memperjuangkan gagasan politik guna untuk mencapai cita-cita politiknya. f. Novel Psikologis Novel psikologis adalah novel yang lebih menekankan pada aspek perkembangan jiwa tokohnya. Pengarang bermaksud menginformasikan pengetahuan mengenai sifat dan watak manusia pada umumnya, pergolakan-pergolakan pikiran, hubungan antara perbuatan manusia dengan watak-watak dasar. g. Novel Percintaan Novel percintaan adalah novel yang lebih menceritakan masalah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari. 9 Dalam bukunya Ristri Wahyuni yang berjudul Kitab Lengkap Puisi, Prosa, dan Pantun Lama disebutkan bahwa jenis-jenis novel ada dua yaitu novel klasik dan novel modern. 9 Suharianto, Dasar-dasar Teori Sastra (Surakarta: Widya Duta, 1992), hlm. 43. 22 a. Novel Klasik Novel klasik adalah novel yang terbit pada zaman dahulu, contohnya seperti: 1) Novel berjudul “Manusia Tanah Air” karya Bus Rasianto. 2) Novel berjudul “Sekeping Hati Perempuan” karya Enny Sumargo. 3) Novel berjudul “Telegram” karya Putu Wijaya. 4) Novel berjudul “Pada Sebuah Kapal” karya N.H. Dini. 5) Novel berjudul “Pengakuan Pariyem” karya Linus Suryadi. 6) Novel berjudul “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari. b. Novel Modern Novel modern adalah novel yang terbit pada zaman sekarang, contohnya seperti: 1) Novel berjudul “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. 2) Novel berjudul “Ayat-ayat Cinta” karya Habiburrahman el-Shirazy. 3) Novel berjudul “Cinta Sepasang Amazon” karya Mira W. 4) Novel berjudul “Supernova” karya Dewi Lestari. 5) Novel berjudul “Marmut Merah Jambu” karya Raditya Dika. 6) Novel berjudul “Surat Kecil untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. 10 10 Ristri Wahyuni, op. cit., hlm. 119-120. 23 3. Unsur-unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel Ada dua unsur pokok yang membantu sebuah karya sastra, yaitu unsur intrinsik atau unsur dalam dan unsur ekstrinsik atau unsur luar. 11 a. Unsur Intrinsik Novel Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut memengaruhi terciptanya karya sastra,12 yaitu di antaranya adalah: 1) Tema Dalam bukunya Suroto yang berjudul Apresiasi Sastra Indonesia di ungkapkan bahwa bila seorang pengarang mengemukakan hasil karyanya, sudah tentu ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Sesuatu yang menjadi pokok persoalan atau sesuatu yang menjadi pemikirannya itulah yang disebut tema. Di sini tema tidak disampaikan begitu saja akan tetapi disampaikannya melalui sebuah jalinan cerita. Kita hanya akan dapat menemukan tema sebuah cerita setelah kita membaca dan menafsirkannya. Di sini tema berbeda dengan pokok cerita. Boleh dikatakan tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalinan cerita yang dibuatnya.13 Tema dalam arti yang paling sederhana adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar yang terdapat dalam cerita. Sementara itu, Stanton sebagaimana dikutip oleh Heru Kurniawan 11 Suroto, Apresiasi Sastra Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1989), hlm. 87. Ibid., hlm. 88. 13 Ibid., hlm. 88. 12 24 menyatakan bahwa tema dalam cerita ini berhubungan dengan makna pengalaman hidup. tema mungkin sesuatu yang membuat pengalaman dapat diingat, misalnya mengenai cinta, penderitaan, ketakutan, kematangan hidup, dan pengkhianatan. Istilah tema ini menyarankan pada pernyataan tertentu atau generalisasi. 14 Sayuti sebagaimana dikutip oleh Heru Kurniawan menjelaskan bahwa tema adalah makna yang dilepaskan oleh suatu cerita atau makna yang ditemukan oleh dan dalam suatu cerita. Tema merupakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan.15 Tema dalam fiksi, umumnya diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu : (1) Tema jasmaniah (physical), yaitu tema yang cenderung berkaitan dengan tubuh manusia sebagai molekul, zat, dan jasad, contoh novel-novel populer tentang percintaan remaja. (2) Tema moral (organic), merupakan tema yang berhubungan dengan moral manusia, yang wujudnya tentang hubungan antara pria-wanita. (3) Tema sosial (social), merupakan tema yang berada di luar masalah pribadi, misalnya masalah politik, pendidikan dan propaganda. 14 Heru Kurniawan, Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 75. 15 Ibid., hlm. 76. 25 (4) Tema egoik (egoic), merupakan tema yang menyangkut reaksireaksi pribadi yang pada umumnya menentang pengaruh sosial. (5) Tema ketuhanan (divine), merupakan tema yang berkaitan dengan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.16 2) Tokoh Tokoh dalam cerita ini merujuk pada orang atau individu yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh utama adalah tokoh yang keberadaannya berhubungan dengan peristiwa dalam cerita. Tokoh tambahan adalah kebalikan dari tokoh utama, merupakan tokoh yang keberadaannya hanya sebagai penambah atau pelengkap dari tokoh utama. 17 Tokoh dalam cerita ini merujuk pada “orang” atau “individu” yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang akan mengaktualisasikan ide-ide penulis. Lewat tokoh inilah penulis menyampaikan gagasan-gagasannya.18 3) Alur/plot Dalam bukunya Suroto yang berjudul “Apresiasi Sastra Indonesia” diungkapkan bahwa alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai 16 Ibid., hlm. 76. Ibid., hlm. 73-74. 18 Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 61-62. 17 26 akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa tiap peristiwa tidak berdiri sendiri. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita tersebut berakhir.19 Ada beberapa jenis plot atau alur, secara kualitatif dapat dibedakan atas dua jenis alur yaitu alur rapat dan alur renggang. Sedangkan secara kuantitatif ada alur tunggal dan alur ganda. Sementara itu jika dari susunannya atau urutannya terdapat alur maju dan alur mundur. Alur rapat ialah alur yang terbentuk apabila alur pembantu mendukung atau memperkuat alur pokoknya. Sedangkan alur renggang yakni alur yang terbentuk apabila alur pembantu tidak mendukung alur pokok.20 Alur tunggal adalah alur yang hanya terjadi pada sebuah cerita yang memiliki sebuah jalan cerita saja. Ini biasanya terjadi pada cerpen. Di sini pengarang tidak membentuk alur lain yang berasal dari peristiwa sampingan. Jadi yang diceritakan peristiwa pokoknya saja. Sedangkan alur ganda adalah alur yang terjadi pada cerita yang memiliki alur lebih dari satu. Yang demikian ini tentu terdapat pada novel atau roman. 19 20 Suroto, op. cit., hlm. 89. Suroto, op. cit., hlm. 91. 27 Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, peristiwa kedua, ketiga, keempat dan seterusnya sampai cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa pertama, peristiwa kedua dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang demikian ini biasanya pengarang mulai dengan menampilkan peristiwa sekarang kemudian pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama yang mengakibatkan sang tokoh terlibatdalam peristiwa yang sekarang terjadi. Alur maju sering diistilahkan dengan kata alur progresi, sedangkan alur mundur sering diistilahkan sebagai alur regresi.21 Dalam arti luas, alur adalah keseluruhan sekuen (bagian) peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita, yaitu rangkaian peristiwa yang terbentuk karena proses sebab akibat (kausal) dari peristiwa-peristiwa lainnya. Menurut Stanton, alur dalam prosa fiksi itu memiliki tiga bagian: awal, tengah dan akhir. a. Bagian awal dalam alur prosa fiksi biasanya mengandung dua hal penting, yaitu eksposisi dan elemen instabilitas. Eksposisi merupakan istilah yang biasa dipergunakan untuk menunjuk pada proses yang dipilih, dan dipergunakan pengarang untuk memberitahukan dan mendeskripsikan berbagai informasi yang diperlukan dalam pemahaman cerita. Kehadiran eksposisi 21 Suroto, op. cit., hlm. 92. 28 ini sebagai situasi awal cerita, yang kemudian menyebabkan terjadinya suatu cerita yang berisi elemen instabilitas, baik bersifat implisit ataupun eksplisit. b. Bagian tengah dalam cerita ini merupakan bagian yang menghadirkan konflik dan klimaks. Konflik merupakan tahap krusial dalam cerita karena keberadaan keinginan antar tokoh saling berbenturan. Dalam konflik inilah sesuatu yang dramatik terjadi, pertarungan antar dua atau lebih kekuatan pada tokoh sehingga terjadi aksi-aksi balasan. c. Bagian akhir, jika pada bagian tengah alur terdapat komplikasi dan klimaks, sebagai akibat adanya konflik tertentu, maka bagian akhir terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari klimaks menuju ke pemecahan (denouement) atau hasil cerita.22 4) Amanat Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang berupa pemecahan atau jalan keluar terhadap persoalan yang ada dalam cerita.23 Menurut 22 23 Waluyo sebagaimana dikutip oleh Heru Heru Kurniawan, op. cit., hlm. 71-72. https://fauzazi.wordpress.com/, Diakses, 11 Juni 2015. 29 Kurniawan amanat itu tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.24 Dalam bukunya Suroto yang berjudul Apresiasi Sastra Indonesia disebutkan bahwa biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja akan tetapi disertakan pula pemecahannya atau jalan keluar menghadapi persoalan tersebut. Hal ini tentu sangat bergantung pada pandangan dan pemikiran pengarang. Pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau kita menghadapi persoalan tersebut. Hal yang demikian itulah yang disebut amanat atau pesan.25 5) Latar (setting) Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Sudah barang tentu latar yang dikemukakan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh.26 Latar menurut Stanton sebagaimana dikutip oleh Heru Kurniawan adalah lingkungan, yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa. Dalam latar inilah segala peristiwa yang menyangkut hubungan antar tokoh terjadi. 27 24 Heru Kurniawan, op. cit., hlm. 95. Suroto, op. cit., hlm. 89 26 Suroto, op. cit., hlm. 94. 27 Heru Kurniawan dan Sutardi, op. cit., hlm. 66. 25 30 Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. 28 6) Dialog Dialog atau percakapan adalah ujaran-ujaran yang dilakukan oleh para tokoh dalam suatu cerita. Dialog ini mempunyai kedudukan yang sangat penting sebab dialog dapat membantu pembaca untuk memahami perwatakan para tokoh dan mengetahui tema cerita. Bagi si penulis, dialog dapat menunjang penggambaran latar, plot, perwatakan, dan pesan. 29 7) Sudut Pandang Yang dimaksud dengan sudut pandang disini adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita. 30 Penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacam-macam, yaitu: 28 https://fauzazi.wordpress.com/, Diakses, 11 Juni 2015. Suroto, op. cit., hlm. 94. 30 Suroto, op. cit., hlm. 96. 29 31 (1) Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Di sini pengarang menuturkan cerita dirinya sendiri. Biasanya kata yang digunakannya adalah “Aku” atau “Saya”. (2) Pengarang sebagai tokoh bawahan. Di sini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif. Kata “Aku” masuk dalam cerita tersebut, tetapi sebenarnya ia ingin menceritakan tokoh utamanya. (3) Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Di sini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal. Gerak batin dan lahirnya serba diketahuinya. Itulah sebabnya dikatakan pengamat yang serba tahu. Apa yang dipikirkannya, yang dirasakannya, yang direncanakannya, termasuk yang akan sedang dilakukannya semua diketahuinya. Sudut pandang yang demikian ini sering disebut sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Kata ganti yang digunakannya adalah kata “ia”. 31 31 Suroto, op. cit., hlm. 96-98. 32 b. Unsur Ekstrinsik Novel Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar tubuh karya sastra itu sendiri atau unsur luar sastra yang ikut memengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat-istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain. Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal-hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra.32 Unsur ekstrinsik merupakan unsur dari luar yang turut memengaruhi terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan karya sastra. Melalui sebuah karya novel kita kadang secara jelas dapat memperoleh sedikit gambaran tentang biografi pengarangnya. Melalui sebuah novel kita pun dapat memperoleh gambaran tentang budaya dan keadaan masyarakat tertentu saat karya itu dibuat. Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda, tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. Misalnya, dua novel sama-sama bertemakan cinta, namun kedua novel menawarkan nilai yang berbeda karena ditulis 32 Suroto, op. cit., hlm. 138. 33 oleh dua pengarang yang berbeda dalam memandang dan menyingkap cinta, latar belakang pengarang yang berbeda, situasi sosial yang berbeda, dan sebagainya.33 B. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas dan fungsinya di dunia ini baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-Nya di bumi, dengan selalu takwa dalam makna memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia (termasuk dirinya sendiri), dan lingkungan hidupnya. 34 Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim. 35 Menurut al-Syaibani sebagaimana dikutip Samsul Nizar pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu 33 http://indonesialesson.blogspot.com/2011/09/unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik-novel.html, Diakses, 9 Juni 2015. 34 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 181. 35 Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), hlm. 17. 34 aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. Menurut Ahmad D. Marimba sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil). Sedangkan menurut Ahmad Tafsir sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya. 36 2. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina insan yang beriman dan bertakwa yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah, membina serta memelihara alam sesuai dengan syari’ah serta memanfaatkannya sesuai dengan akidah dan akhlak Islam. Tujuan pendidikan Islam, dengan demikian adalah pengembangan perasaan, konsep (pengertian peristiwa konkret yang diabstrakkan) dan hidup 36 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 31-32. 35 muslim yang terumus dalam doa yang selalu dibaca setiap melakukan sholat (sesungguhnya ibadahku, hidup dan matiku semata-mata hanya bagi Allah Tuhan seru sekalian alam). 37 Menurut Al-Syaibani sebagaimana dikutip Samsul Nizar tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, pisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-ardh. Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya. Secara praktis, Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip Samsul Nizar menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu: (1) membentuk akhlak mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memeliharan segi kemanfaatannya (4) menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik (5) mempersiapkan tenaga profesional yang terampil. 37 Mohammad Daud Ali,op. cit., hlm. 181-182. 36 Kongres se-Dunia ke II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, menyatakan bahwa: Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.38 3. Fungsi Pendidikan Islam Fungsi pendidikan Islam yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam. 39 Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu: 38 39 Samsul Nizar,op. cit., hlm. 36-38. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 32. 37 1. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkattingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan nasional. 2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.40 Menurut Yusuf Amir Faisal sebagaimana dikutip oleh Abd. Rahman Abdullah fungsi pendidikan Islam adalah : 1. Individualisasi nilai dan ajaran islam demi terbentuknya derajat manusia yang muttaqin dalam bersikap, berpikir dan berperilaku. 2. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam. 3. Rekayasa kultur Islam demi terbentuk dan berkembangnya peradaban islam. 4. Menemukan, mengembangkan serta memelihara ilmu, teknologi dan keterampilan demi terbentuknya para manajer dan manusia profesional. 5. Pengembangan intelektual muslim yang mampu mengembangkan serta memelihara ilmu dan teknologi. 40 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 34. mencari, 38 6. Pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang ekonomi, fisika, kimia, arsitek, seni musik, seni budaya, politik, olah raga, kesehatan dan sebagainya. 7. Pengembangan kekuatan muslim dan warga negara sebagai anggota dan pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif. 41 4. Dasar Pendidikan Islam Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (hadits). Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa’id Ismail Ali sebagaimana dikutip Langgulung terdiri atas 6 macam, yaitu: AlQur’an, Sunnah, qaul al-shahabat, masalih al-mursalah, ‘urf dan pemikiran hasil ijtihad intelektual muslim. 42 41 Abd. Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 56. 42 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 34-35. 39 C. Nilai-nilai Pendidikan Islam 1. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: 1) sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, 2) harga atau tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan.43 Nilai diartikan sebagai konsepsi-konsepsi abstrak yang ada dalam diri manusia atau masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk dan salah.44 Nilai menurut Kluckhohn sebagaimana dikutip Rohmat Mulyana adalah konsepsi (tersirat atau tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. 45 Menurut Fraenkel dalam Kartawisastra sebagaimana dikutip Mawardi Lubis nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan. Pengertian ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dengan objek memiliki arti yang penting dalam kehidupan subjek. Sebagai contoh, segenggam garam di masyarakat Dayak lebih berarti daripada segumpal emas, karena garam sangat berarti dalam hidup dan matinya orang Dayak, sedangkan bagi masyarakat Yogyakarta sekarung garam tidak ada artinya bila dibandingkan dengan 43 44 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 690. Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Gama Media Offset, 2007), hlm. 36. 45 10. Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 40 satu ons emas, karena emas memiliki arti yang lebih penting dalam kehidupan orang kota.46 Jadi, nilai-nilai pendidikan Islam adalah sesuatu yang dianggap bermakna untuk kesejahteraan kehidupan manusia sesuai dengan ajaran agama Islam dan yang perlu ditanamkan sejak kecil. 2. Jenis-jenis Nilai Pendidikan Islam Hakekat sebenarnya dari inti nilai-nilai pendidikan Islam ialah meliputi nilai keimanan atau aqidah, nilai ibadah atau syari’ah, nilai kesusilaan atau akhlak. Ketiga nilai tersebut didasarkan pada sumber Islam berupa Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. a. Nilai keimanan atau Aqidah Aqidah secara etimologi adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Karena itu aqidah Islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Secara terminologis aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.47 Nilai keimanan ini merupakan asas seluruh ajaran Islam, jumlahnya enam yaitu: 46 Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 47 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: LPPI, 1992), hlm. 1. 17. 41 1) Iman kepada Allah. Allah, Zat yang maha mutlak adalah Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut ketuhanan. Istilah Ketuhanan Yang Maha Esa diciptakan oleh otak, pengertian dan iman orang Islam Indonesia, sebagai terjemahan kata-kata yang terhimpun dalam Allahu al wahidu-l-ahad yang berasal dari alQur’an surat al-Baqarah ayat 163: َّالا ُهي َو ِإاَو ـُه ُه ْمي ِإاَو ٌه َو ِإا ٌه َّال ِإاَو َو ِإ َّال ُه َو الَّالاْم َو ُه ال ِإ Artinya: “Dan Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Murah, lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah ayat 163). Dan surat al-Ikhlas ayat 1:48 ُه ْم ُه َو َّالٱُه َو َوا ٌه Artinya: ”Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. AlIkhlas ayat 1). 2) Iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Malaikat adalah makhluk gaib, tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia. Akan tetapi dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia. kewajiban untuk percaya kepada malaikat dinyatakan dengan tegas oleh Allah dalam firman-Nya di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 17749: 48 49 Mohammad Daud Ali, op. cit.,hlm. 202. Ibid., hlm. 209-210. 42 Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah ayat 177). 3) Iman kepada Kitab-kitab Allah. Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun Iman yang ketiga. Kitab-kitab suci itu memuat wahyu Allah. Perkataan kitab yang berasal dari kata kerja kataba (artinya ia telah menulis) memuat wahyu Allah. Perkataan wahyu berasal dari bahasa Arab: al-wahy. Kata ini mengandung makna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. 50 50 Ibid., hlm. 213-214. 43 4) Iman kepada Rasul-rasul Allah. Yakin kepada para Nabi dan Rasul merupakan rukun Iman yang keempat. Para Nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. 51 5) Iman kepada Hari akhir. Hari akhir adalah hari penghabisan karena sesudah hari itu tidak ada lagi siang ataupun malam, dan boleh juga diartikan bahwa permulaan hari akhir adalah penghabisan hari-hari dunia. Hari akhir disebut juga hari kiamat, hari hisab, hari baas. Iman kepada hari akhir merupakan rukun Iman yang kelima dan termasuk soal-soal sami’iyyat, yakni soal-soal yang diketahui dan dipercaya berdasarkan pemberitaan Al-Qur’an dan hadits Nabi, dan tidak dapat dibuktikan dengan penemuan panca indera. 52 6) Iman kepada Qadha baik dan Qadar buruk. Secara etimologis qadha adalah bentuk mashdar dari kata kerja qadha yang berarti kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini qadha adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah SWT 51 Ibid., hlm. 221. Beni Kurniawan, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), hlm. 177. 52 44 terhadap segala sesuatu. Sedangkan qadar secara etimologis adalah bentuk mashdar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan.53 Qadha dan qadar suatu ketetapan dan ketentuan Allah atas tabiat makhluk (hukum alam) dan terdapat hubungan antara sebab dengan akibat. Salah satu ketetapan Allah atas manusia bahwa manusia itu dijadikan merdeka di dalam perbuatannya atau bebas di dalam tindakannya. Namun, Allah Swt., telah menentukan bentukbentuk perbuatan yang baik yang mengakibatkan kebahagiaan abadi dan perbuatan buruk yang mengakibatkan laknat kesengsaraan. Manusia bebas memilih dan menentukan perbuatan apa yang akan dilakukannya dan Allah akan memberikan balasannya secara pasti sesuai dengan amal perbuatannya itu atas dasar qadha dan qadar-Nya. 54 b. Nilai Ibadah atau Syari’ah Perkataan syari’at (syari’ah) (dalam bahasa Arab itu) berasal dari kata syari’ secara harfiah berarti jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Selain akidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup), syari’at (jalan hidup) adalah salah satu bagian agama Islam. Menurut ajaran Islam, syari’at ditetapkan Allah menjadi patokan hidup setiap muslim. 55 Ibadah, menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan do’a. Dilihat dari pelaksanaannya, ibadah dapat dibagi tiga, yakni (1) 53 Yunahar Ilyas, op. cit., hlm. 177. Beni Kurniawan, op. cit., hlm. 183. 55 Mohammad Daud Ali, op. cit., hlm. 235. 54 45 ibadah jasmaniah-rohaniah, yaitu ibadah yang merupakan perpaduan jasmani dan rohani, seperti, shalat dan puasa; (2) ibadah rohiah dan maliah, yaitu ibadah perpaduan rohani dan harta, seperti zakat, misalnya; (3) ibadah jasmaniah, rohiah dan maliah (harta) sekaligus, contohnya ibadah haji. Ibadah, karena itu, dilihat dari segi kepentingannya, menyangkut kepentingan perorangan, seperti ibadah shalat dan puasa, dan menyangkut kepentingan masyarakat, misalnya zakat dan haji. Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat dibagi ke dalam lima kategori, yaitu (1) ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, seperti berzikir, berdo’a, memuji Allah dengan mengucapkan alhamdulillah, dan membaca al-Qur’an; (2) ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, mengurus jenazah; (3) ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujudnya seperti shalat, puasa, zakat dan haji; (4) ibadah yang cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti puasa, iktikaf (berada di dalam masjid dengan niat melakukan ibadah), ihram (siap, dalam keadaan suci untuk melakukan ibadah haji atau umrah); dan (5) ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, misalnya memaafkan orang lain yang telah melakukan kesalahan atau membebaskan orang yang berhutang dari kewajiban membayar.56 56 Mohammad Daud Ali, op. cit., hlm. 244-246. 46 c. Nilai kesusilaan atau Akhlak Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik dan mungkin buruk. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai Sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Di antaranya adalah, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Dan, akhlak nabi Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu disebut akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam al-Qur’an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam. Macam-macam akhlak yaitu antara lain: 1) Akhlak terhadap Allah SWT (Khaliq), antara lain adalah: a) Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan. 47 b) Melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. c) Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridhaan Allah. d) Mensyukuri nikmat dan karunia Allah. e) Menerima dengan ikhlas semua qada dan qadar Ilahi setelah berikhtiar maksimal (sebanyak-banyaknya, hingga batas tertinggi), f) Memohon ampun hanya kepada Allah. g) Bertaubat hanya kepada Allah. Taubat yang paling tinggi adalah taubat nasuha yaitu taubat benar-benar taubat, tidak lagi melakukan perbuatan sama yang dilarang Allah, dan dengan tertib melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. h) Tawakkal (berserah diri) kepada Allah. 2) Akhlak terhadap manusia yang meliputi: a) Akhlak terhadap Rasulullah SAW (Nabi Muhammad), yaitu mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya, menjadikan rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan dan menjalankan apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang dilarangnya. b) Akhlak terhadap orang tua, antara lain: mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang, berkomunikasi dengan 48 orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut, berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya dan mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia. c) Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, malu melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki, menjauhi dendam, berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain, dan menjauhi segala perkataan dan perbuatan yang sia-sia. d) Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat antara lain: saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu-bapak, mendidik anak-anak dengan kasih sayang, memelihara hubungan silaturrahim dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia. e) Akhlak terhadap tetangga, antara lain: saling mengunjungi, saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah, saling beri-memberi, saling hormat-menghormati, saling menghindari pertengkaran dan permusuhan. f) Akhlak terhadap masyarakat, antara lain: memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan, saling menolong dalam kebajikan dan takwa, 49 menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan jahat, memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya, bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama, mentaati keputusan yang telah diambil, menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita dan menepati janji. 3) Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup), yang meliputi: a) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup. b) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora (hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya. c) Sayang pada sesama makhluk.57 57 Mohammad Daud Ali, op. cit., hlm. 356-359.