BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Eudrilus eugeniae (African

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cacing Eudrilus eugeniae (African Night Crawler /ANC)
1. Klasifikasi cacing Eudrilus eugeniae
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Annelida
Kelas
: Clitellata
Subkelas
: Oligochaeta
Ordo
: Megadrilacea
Famili
: Eudrilidae
Genus
: Eudrilus
Spesies
: Eudrilus eugeniae
(Sumber: Kingberg (1867) dalam Manish Kumar Singh (2014)).
Cacing Eudrilus eugeniae satu lagi jenis cacing tanah yang memilki
potensi untuk di budidayakan oleh para peternak cacing yaitu Cacing
African Night Crawler (ANC) atau dikenal Eudrilus eugeniae . Cacing ini
berasal dari dataran tropis hangat benua Afrika yang telah banyak
dikembangkan untuk keperluan ternak diberbagai penjuru dunia. Di
Indonesia cacing Eudrilus eugeniae adalah cacing lokal yang biasa
digunakan untuk campuran pakan ikan karena kandungan proteinnya yang
tinggi. Namun pada kenyataanya, di Indonesia cacing ini belum terlalu
populer padahal iklim tropis Indonesia bisa sangat mendukung pertumbuhan
8
cacing Eudrilus eugeniae seperti suhu hangat dan udara lembab daripada
dataran eropa yang umumnya bersuhu dingin (Jorge Dominguez., dkk.,
2001: 341).
Cacing Eudrilus eugeniae memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari
cacing tanah jenis Lumbricus, panjang tubuhnya dapat mencapai 35 cm
pada usia dewasa. Cacing ini memiliki kebiasaan unik dibandingkan dengan
jenis cacing yang lain karena pada umumnya cacing Eudrilus eugeniae
lebih sering melakukan perkawinan pada permukaan tanah dan dilakukan
pada malam hari. Ciri fisik Eudrilus eugeniae yaitu:
a. Tubuhnya berwarna keunguan
b. Terdapat garis pada bagian tengah perut mulai dari bawah kepala
sampai pangkal ekor
c. Ukuran tubuhnya besar, bahkan mampu sebesar pensil dengan panjang
antara 30-35 cm pada usia dewasa.
d. Bentuk pipih dengan ekornya yang tampak lebih runcing dibandingkan
kepala
e. Klitelum lebih dekat dengan kepala
f. Gerakannya bervariasi ada yang cepat ada juga yang lamban
Suhu atau temperatur udara 25°C {25°C = 77°F} akan berpengaruh
secara signifikan terhadap pertumbuhan, kematangan dan produksi biomassa
cacing Eudrilus eugeniae dibandingkan dengan suhu 15°C, 20°C atau 30°C.
Jumlah terbesar kokon per minggu dan jumlah individu per kokon diperoleh
9
pada kisaran suhu 25°C, kokon Eudrilus eugeniae akan menetas hanya 12
hari pada suhu 25°C. Setelah menetas, untuk mencapai kematangan seksual
(mencapai dewasa) cacing membutuhkan periode waktu ± 35 hari (Jorge
Dominguez., dkk., 2001: 343).
2. Struktur tubuh
Segmen
Anus
mulut
(Prostomium)
Pori-pori pada setiap
segmen bagian bawah
Rambut (Seta) pada setiap
segmen bagian bawah)
Klitelum
Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah.
(Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 16)
Gambar 1 merupakan tampilan struktur tubuh cacing tanah. Tubuh
cacing tanah dideskripsikan menjadi lima bagian yang terdiri atas bagian
depan (anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian
punggung (dorsal), dan bagian bawah atau perut (ventral). Bentuk tubuh
cacing tanah umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen
pertama, sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rahmat Rukmana,
2008: 17).
10
Bibir mulut (prostomium) berupa tonjolan daging yang dapat menutup
lubang mulut. Bibir mulut dan anus tidak merupakan segmen tubuh,
melainkan bagian dari tubuh tersendiri. Cacing tanah dewasa terdapat alat
untuk menyiapkan proses perkembangbiakan yang disebut “klitelum”.
Klitelum merupakan bagian cacing tanah yang menebal, terletak diantara
anterior dan posterior, warnanya lebih terang daripada warna tubuhnya
(Rahmat Rukmana, 2008: 17).
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen. Setiap segmen
(sumite) terdapat rambut pendek dan keras yang disebut “seta” (setae). Seta
berfungsi sebagai pencengkram atau pelekat yang kuat pada tempat cacing
tanah itu berada. Apabila cacing tanah bergerak, daya lekat seta diatur
secara kuat. Gerakan cacing tanah diatur pula oleh otot memanjang dan otot
melingkar. Kontraksi otot longitudinal menyebabkan tubuh cacing tanah
bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otot sirkuler
menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi
kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak ke depan. Kalau
diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah
relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang
cacing tanah dapat menembus tanah. Bila seekor cacing tanah ditarik dari
lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan karena daya lekat seta
cacing tanah dapat mendorong suatu benda atau batu kecil yang 60x lebih
berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didorong, tanah itu akan
11
dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan atau
disembulkan melalui anus (Rahmat Rukmana, 2008: 16-18).
Bagian bawah (ventral) terdapat pori-pori yang letaknya tersusun atas
segmen dan berhubungan dengan alat ekskresi (nephredia) yang ada dalam
tubuh. Nephredia ini mengeluarkan zat-zat sisa yang telah berkumpul di
dalam rongga tubuh (rongga selomik) berupa cairan. Fungsi pori-pori adalah
untuk menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah, karena
cacing bernapas melalui kulit basah tersebut. Kulit luar (kutikula) selalu
dibasahi oleh kelenjar-kelenjar lendir (kelenjar mucus). Lendir ini terusmenerus diproduksi cacing tanah untuk membasahi tubuhnya agar dapat
bergerak dan melicinkan tubuhnya supaya lebih mudah bergerak di tempattempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman
yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang di dalam
tanah, sehingga leluasa bergerak di dalam lubang (Rahmat Rukmana, 2008:
16-18).
3. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan cacing tanah terdiri dari mulut pada segmen
pertama, faring, esofagus (kerongkongan), tembolok (crop) yang merupakan
pelebaran dari kerongkongan, perut otot, usus, dan anus. Proses pencernaan
dibantu oleh enzim - enzim yang dikeluarkan oleh getah pencernaan secara
ekstrasel. Makanan cacing berupa daun-daunan serta sampah organik yang
sudah lapuk. Cacing tanah dapat mencerna senyawa organik tersebut
12
menjadi molekul yang sederhana yang dapat diserap oleh tubuhnya. Sisa
pencernaan makanan dikeluarkan melalui anus.
Gambar 2. Struktur Sistem Pencernaan Cacing Tanah.
(Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 19)
Sistem pencernaan (metabolisme) makanan cacing tanah melalui alur
sebagai berikut:
a. Makanan dimakan melalui atau oleh bibir mulut atau protomium, lalu
dimasukkan ke dalam faring (pharynx), ke esophagus dan selanjutnya
ke tembolok (crop).
b. Makanan disimpan sementara untuk disalurkan ke lambung otot, di
dalam lambung otot (perut otot), makanan dihancurkan oleh gerakan
otot lambung dan dibantu pasir serta benda-benda keras yang dimakan
13
cacing tanah. Di samping itu, saluran pencernaan makanan
mengeluarkan enzim-enzim untuk mencerna makanan.
c. Makanan yang tercerna diserap oleh usus, lalu diproses dari bentuk
komplek menjadi sederhana, diabsorbsi oleh dinding usus halus masuk
ke dalam pembuluh darah, dan selanjutnya melalui anus sehingga
dihasilkan kascing (Rahmat Rukmana, 2008: 18-19).
4. Sistem peredaran darah
Cacing tanah mempunyai alat peredaran darah yang terdiri atas
pembuluh darah punggung, pembuluh darah perut dan lima pasang
lengkung aorta. Lengkung aorta berfungsi sebagai jantung. Darah cacing
tanah terdiri dari sel darah putih (leukosit) dan darah merah (hemoglobin).
Cacing tanah memiliki sistem peredaran darah tertutup, karena darah
dialirkan atau dipompa dari 5 pasang jantung ke saluran darah perut untuk
dikirim ke seluruh tubuh. Pada sistem peredaran darah ini, darah diedarkan
melewati arteri dan kembali ke jantung melewati vena. Dalam proses
peredaran darah terjadi pengangkutan zat makanan dan oksigen (O2) ke selsel atau jaringan tubuh dengan melepaskan CO2 ke udara. Darah yang
mengandung oksigen akan masuk kembali ke jantung. Bersama-sama proses
peredaran darah terjadi pula proses pernapasan (Rahmat Rukmana, 2008:
19).
Cacing tanah bernapas dengan kulit. Di atas kulit terdapat lapisan
kutikula berfungsi mengambil oksigen langsung dari udara dengan
14
melepaskan CO2 ke udara. Kelebihan sistem peredaran tertutup adalah
sistem peredaran tertutup beroperasi dengan tekanan darah yang lebih
tinggi. Selain itu, lebih efisien karena menggunakan darah jauh lebih sedikit
untuk tingkat yang lebih tinggi dan lebih cepat dari distribusi. Karena darah
beroksigen dapat mencapai ekstremitas tubuh jauh lebih cepat dibandingkan
dengan
sistem
terbuka,
organisme
dengan
sistem
tertutup
dapat
memetabolisme lebih cepat, yang memungkinkan mereka untuk bergerak,
mencerna dan menghilangkan limbah jauh lebih cepat. Selain itu, karena
distribusi yang efisien sehingga antibodi, respon imun yang lebih kuat,
membantu tubuh untuk melawan infeksi yang lebih kuat (Rahmat Rukmana,
2008: 19-20).
Cacing tanah memiliki dua pembuluh darah utama dorsal dan ventral
yang membawa darah menuju kepala atau ekor. Karena epidermis dari
cacing tanah yang sangat tipis dan terus-menerus bersifat lembab, ada
banyak kesempatan untuk pertukaran gas yang membuat sistem relatif tidak
efisien. Ada juga organ khusus dalam cacing tanah untuk menghilangkan
limbah nitrogen. Namun, darah dapat mengalir ke belakang dan sistem ini
hanya sedikit lebih efisien daripada sistem terbuka serangga. Banyak
invertebrata tidak memiliki sistem peredaran darah sama sekali. Sel-sel
mereka cukup dekat dengan lingkungan mereka untuk pertukaran oksigen,
gas-gas lainnya, nutrisi, dan produk-produk limbah dalam berdifusi keluar
dari dan ke dalam sel mereka. Pada hewan dengan beberapa lapisan sel,
15
terutama hewan tanah, sistem peredaran darah ini tidak akan bekerja, karena
sel-sel mereka terlalu jauh dari lingkungan eksternal untuk berosmosis dan
difusi sederhana (Rahmat Rukmana, 2008: 20).
Gambar 3. Bagian Pembuluh Darah Cacing Tanah.
(Sumber: Sylvia Mader, 2012)
Gambar 4. Letak Pembuluh Darah Cacing Tanah.
(Sumber: Sylvia Mader, 2012)
Darah cacing tanah mengandung hemoglobin, sehingga berwarna
merah. Pembuluh darah yang melingkari esopagus berfungsi memompa
darah keseluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali.
Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior (Sylvia Mader, 2012).
16
Ginjal juga terdapat ginjal yang berfungsi mengatur kesimbangan
cairan tubuh. Ginjal memfiltrasi hasil metabolism protein berupa nitrogen,
lalu sisa-sisa metabolism dibuang ke luar tubuh melalui lubang pelepasan
yang terdapat pada kulit (Sylvia Mader, 2012).
Semua gerakan atau aktivitas tubuh diatur oleh susunan saraf yang
terdiri atas, simpul saraf bagian depan dan bagian perut serta serabutserabutnya. Pada simpul saraf bagian depan terdapat otak. Getaran atau
rangsangan yang berasal dari musuh atau kawan dapat diterima oleh ujung
serabut-serabut saraf pada kulit, selanjutnya disalurkan ke otak. Cacing
tanah tidak tahan terhadap sinar ultraviolet. Bila cacing tanah terkena sinar
ultraviolet selama satu menit saja dapat langsung mematikan cacing tersebut
(Rahmat Rukmana, 2008: 19-20).
5. Sistem ekskresi
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia,
nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal – nefridium) merupakan organ
ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia
dalam tubuh. Nefrotor merupakan pori permukaan tubuh tempat kotoran
keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya (Campbell.,
dkk., 2004: 115).
17
Gambar 5. Sistem Ekskresi Pada Cacing Tanah.
(Sumber: Campbell., dkk., 2004: 115)
Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa
corong, disebut nefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen
yang lain. Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom).
Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom)
akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya.
Bagian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti
gelembung. Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh
melalui pori yang merupakan lubang (corong) yang ke dua disebut
nefridiofor. Cairan tubuh ditarik ke corong nefrostom masuk ke nefridium
oleh gerakan silia dan otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah panjang
nefridium, bahan-bahan yang berguna seperti air, molekul makanan, dan ion
akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu
menembus sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi. Sampah nitrogen dan
18
sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskresikan keluar.
Metanefridium berlaku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan
mengembalikan substansi yang berguna ke sistem sirkulasi. Cairan dalam
rongga tubuh cacing tanah mengandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada
dua bentuk, yaitu amonia dan zat lain yang kurang toksik, yaitu ureum.
Inilah salah satu alasan mengapa cacing tanah memiliki habitat di
lingkungan yang lembab karena cacing tanah mendifusikan sisa amoniaknya
pada tanah tetapi ureum diekskresikan lewat sistem ekskresi (Campbell.,
dkk., 2004: 115).
6. Sistem Pernapasan / Respirasi
Cacing bernapas menggunakan kulit. Tubuh cacing tertutup oleh
selaput bening dan tipis yang disebut kutikula. Kutikula ini selalu lembab
dan basah. Melalui selaput inilah terjadi difusi oksigen dan CO2 yang
kemudian diteruskan ke dalam pembuluh darah sehingga kebutuhan oksigen
tubuh terpenuhi. Karena ternyata di bawah kulit itu terdapat kapiler-kapiler
darah. Melalui kapiler ini, oksigen berdifusi masuk ke dalam kulit, lalu
ditangkap dan diedarkan oleh sistem peredaran darah. Sebaliknya, karbon
dioksida yang terkandung dalam darah dilepaskan dan berdifusi keluar
tubuh. Cara respirasi cacing ini berbeda dengan serangga, karena pada
serangga oksigen bisa langsung menuju ke sel-sel tubuh, sedang pada cacing
harus masuk ke pembuluh darah sehingga pengangkutan oksigen secara
tertutup mengingat peredaran oksigen berada di dalam pembuluh darah.
19
Kulit yang digunakan untuk proses difusi yaitu bagian dorsal / sisi
punggung (Khairulman & Amri, 2009: 6).
7. Pertumbuhan
Pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae cukup cepat, sesuai ukurannya
cacing
ini
juga
makan
lebih
banyak
dibandingkan cacing
tiger maupun cacing merah, namun tetap saja faktor makan, suhu dan
kelembaban udara sangat berpengaruh meskipun cacing Eudrilus eugeniae
mentolerir suhu hingga 32℃. Biomassa Eudrilus eugeniae
meningkat
secara total jauh lebih cepat daripada Eudrilus Fetida, sebagian besar
spesies tumbuh relatif baik di limbah organik. Selain itu, Eudrilus eugeniae
mencapai kematangan seksual dalam waktu 35 hari, lebih cepat
dibandingkan dengan Eudrilus Fetida yang mencapai 48-56 hari untuk
menghasilkan kepompong pertama (Edwards, 1988). Hal ini menyatakan
bahwa perkembangan Eudrilus eugeniae
lebih cepat daripada spesies
cacing tanah yang telah diteliti sampai saat ini.
Tabel 1. Data berat spesies cacing mg/minggu (Jorge Dominguez., dkk.,
2001: 347-349)
Spesies
Berat mg/minggu
Eudrilus eugeniae
280
Eudrilus fetida
60-80
Eudrilus andrei
80-90
Lumbricus rubellus
55-60
20
Tabel 1 menunjukkan berat beberapa jenis cacing tanah dari
beberapa sumber dalam Jorge Dominguez., dkk., (2001), terlihat maksimal
berat badan Eudrilus eugeniae adalah 280 mg/ minggu, dan untuk Eudrilus
fetida berat tertinggi 60-80 mg per minggu (Graff 1974; Watanabe dan
Tsukamoto 1976), 80-90 mg per minggu untuk Eudrilus andrei (Elvira dkk.
1996a), 55-60 mg per minggu untuk Lumbricus rubellus (Elvira dkk.,
1996b). Berat cacing tanah untuk spesies lain menurut tabel 1 lebih sedikit
daripada Eudrilus eugeniae. Eudrilus eugeniae akan menjadi spesies yang
baik untuk produksi protein cacing tanah sebagai pakan ternak (Jorge
Dominguez., dkk., 2001: 347-349).
8. Siklus Hidup
Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda (juvenile),
cacing dewasa (produktif) dan cacing tua. Saat dewasa kelamin cacing tanah
akan menghasilkan kokon dari perkawinanannya yang berlangsung 6-10
hari (Rony Palungkun, 2008: 11). Kokon akan menetas setelah 14-21 hari
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, menurut Jorge Dominguez.,
dkk., (2001) kokon cacing Eudrilus eugeniae akan menetas hanya dalam 12
hari pada suhu 25ºC. Menurut Reinecke dkk., (1992) dalam Jorge
Dominguez., dkk., (2001) Waktu yang diperlukan cacing Eudrilus eugeniae
dari menetas sampai ke kematangan seksual adalah 35 hari dan waktu dari
menetas hingga memproduksi kokon sekitar 47 hari. Waktu ini lebih pendek
46-56 hari dibandingkan dengan catatan yang dikutip untuk E.fetida oleh
21
Hartenstein dkk., (1979) dalam Jorge Dominguez., dkk., (2001).
Kelangsungan hidup cacing tanah sangat baik, dengan angka kematian
terjadi pada suhu lebih dari 30ºC yang dikemukakan oleh Reinecke dkk.,
(1992) dalam (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 349).
9. Sistem Reproduksi
Cacing tanah bereproduksi secara seksual dan bersifat hermaprodit,
artinya pada setiap ekor cacing tanah terdapat alat kelamin jantan dan alat
kelamin betina. Meskipun bersifat hermaprodit, tetapi cacing tidak
melakukan pembuahan sendiri melainkan secara silang. Sebagai ilustrasi: 2
cacing yang melakukan kawin silang menempelkan tubuhnya dengan ujung
kepala berlawanan. Masing-masing akan mengeluarkan sperma dan diterima
oleh klitelium cacing pasangannya. Dalam posisi perkawinan (kopulasi),
klitelum masing-masing cacing tanah akan mengeluarkan lendir yang
berfungsi melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh lubang alat
kelamin jantan masing-masing.
Gambar 6. Sepasang Cacing Pada Posisi Kawin (bertukar spermatozoid).
(Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 20)
22
Perkawinan silang (cross fertilization) dilakukan dengan cara saling
bertukar spermatozoid. Sel-sel sperma yang keluar dari masing-masing
cacing tanah akan bergerak kearah belakang (posterior), lalu masuk ke
dalam lubang penerima sperma masing-masing. Setelah beberapa jam
berkopulasi (kawin) dan masing-masing kantung ovarium yang berisi sel-sel
telur menerima sel-sel sperma maka masing-masing kantung ovarium saling
berpisah. Tahap selanjutnya terjadi pembentukan selubung kokon (mucous
band). Proses pembentukan selubung kokon terjadi pada klitelium. Masingmasing sel telur yang telah menerima sel-sel sperma bergerak ke arah mulut
dan bertemu dengan lubang saluran sel-sel telur, lalu masuk ke dalam
selubung kokon, dari selubung kokon, sel-sel telur yang telah dibuahi sel-sel
sperma tadi akan bergerak ke arah mulut, sehingga terjadi pelepasan kokon
(cocoon) dari masing-masing cacing tanah bersama-sama dengan selubung
kokonnya. Proses pembentukan dan pelepasan selubung kokon disajikan
pada gambar berikut :
Gambar 7. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon.
(Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 21)
23
Keterangan :
A = Pembentukan selubung kokon
B = Selubung kokon yang berisi kokon bergerak menuju arah mulut
C = Selubung kokon bersama dengan kokonnya terlepas
D = Kapsul dan kokon
Selubung kokon yang berisi beberapa telur (capsule) akan dilepaskan
dalam liang tanah. Setiap butir telur (kokon) berisi bakal anak-anak cacing
bahkan dapat menetas lebih dari 10 ekor anak-anak cacing. Meski demikian
dari setiap kokon umumnya menetas 3-5 ekor cacing. Ukuran kokon
tergantung kepada jenis cacing tanah (Rahmat Rukmana, 2008: 20-21).
Kokon Eudrilus eugeniae menetas hanya dalam 12 hari pada suhu
25ºC (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 341).
10. Manfaat Cacing Tanah
Cacing tanah memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia.
Hanya saja masih banyak yang belum menyadari akan manfaat cacing tanah
sendiri. Kandungan gizi cacing tanah cukup tinggi, terutama kandungan
proteinnya yang mencapai 64-76%. Kandungan protein cacing tanah ini
ternyata lebih tinggi dari sumber protein lainnya. Itulah sebabnya cacing
tanah sangat potensial dijadikan bahan pakan ternak, terutama unggas (Rony
Palungkun, 2008: 12).
Selain protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh
cacing tanah antara lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat
kasar 1,08%. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan
zat perangsang tumbuh untuk tanaman (Rony Palungkun, 2008: 12-13).
24
Protein yang sangat tinggi pada tubuh cacing tanah terdiri dari
setidaknya sembilan macam asam amino esensial dan empat macam asam
amino non-esensial. Asam amino esensial antara lain arginin, histidin,
leusin, isoleusin, valin, metionin, fenilalanin, lisin, dan treonin. Sementara
asam amino non-esensial ialah sistin, glisin, serin, dan tirosin. Ke-13 asam
amino ini sangat dibutuhkan unggas dalam perkembangannya (Rony
Palungkun, 2008: 13).
Banyaknya asam amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah
dapat memberikan indikasi bahwa tubuhnya pun mengandung berbagai jenis
enzim yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. dari berbagai penelitian
diperoleh cacing tanah mengandung enzim lumbrokinase, peroksidase,
katalase, dan selulosa. Enzim-enzim ini sangat berkhasiat untuk pengobatan.
Selain itu, cacing tanah pun mengandung asam arhidonat yang dikenal dapat
menurunkan panas tubuh yang disebabkan infeksi (Abdul Aziz, 2015: 5-8).
Dalam Khairulman dan Amri (2009:18-21) menyebutkan beberapa
manfaat cacing tanah antara lain :
a. Penyubur Lahan Pertanian
Hasil penelitian modern terhadap tanah, seperti yang dilaporkan dalam
publikasi Dr.Ni Luh Kartini, seorang ahli tanah dan penemu pupuk
“kascing” dari Universitas Udayana Bali, mengungkapkan bahwa lahan
pertanian yang mengandung cacing tanah pada umumnya memang lebih
subur. Sebab, tanah yang bercampur dengan kotoran cacing memberikan
25
banyak manfaat bagi tanaman. Proses perubahan kondisi tanah dapat
dijelaskan secara ilmiah. Awalnya cacing tanah membuat lubang dan
mendesak massa tanah atau memakan langsung massa tanah (Minnich
1997). Setelah dicerna, sisia-sisa bahan tersebut dilepaskan kembali
sebagai buangan padat (kotoran) (Edward dan Lofty, 1997), penulis
buku yang mengupas biologi tentang cacing tanah, “Biologi of
Earthworm” di New York (1997) yang menyatakan, sebagian besar
bahan mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan dalam tanah
dalam bentuk nutrisi yang mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Namun,
produksi alami kotoran cacing tanah di alam bergantung pada spesies,
musim dan kondisi populasi yang sehat. Selain itu kotoran cacing tanah
juga kaya akan unsur hara. Pasalnya aktivitas cacing tanah mampu
meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P dan K di dalam tanah.
Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman. Penelitian
terhadap tanah-tanah gundul di bekas tambang di Ohio, Amerika
Serikat, menunjukkan cacing tanah dapat meningkatkan kadar K tersedia
19%.
b. Memperbaiki Drainase dan Aerasi Tanah
Selain menyuburkan tanah, lubang bekas jalan cacing tanah berada
juga berfungsi memperbaiki aerasi dan drainase tanah, sehingga tanah
menjadi gembur. Di samping itu, cacing tanah juga membantu
pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari bahan organik dan
26
memperbaiki struktur tanah. Richard (1978) seorang ahli tanah yang
pernah
merangkum
penelitiannya
dalam
buku
yang
berjudul
“Introduction to The Soil Ecosystem” menyatakan, cacing tanah mampu
melakukan penggalian lubang hingga kedalaman 1 meter, sehingga
dapat meresapkan air dalam volume yang lebih besar, serta mengurangi
aliran permukaan dan erosi tanah. Dengan begitu selain mencegah erosi,
cacing tanah juga mampu meningkatkan ketersediaan air tanah.
c. Pengolah Sampah dan Penghasil Kascing
Menurut Khairulman dan Amri (2009: 21), 1 kg cacing tanah mampu
mengolah 1 kg sampah dapur setiap hari, serta menghasilkan 0,5 kg
limbah cacing tanah. Hal ini dimungkinkan karena pencernaan cacing
tanah berisi berbagai macam jenis enzim yang mampu mengurai
sampah, bahkan menghilangkan zat beracun. Namun perlu ditegaskan,
limbah yang dapat diurai oleh cacing tanah hanya limbah organik yang
tidak mengandung garam dapur, deterjen, atau insektisida. Bukan juga
limbah plastik, karet, kaca, logam, dan besi. Selain itu, berdasarkan hasil
uji laboratorium oleh pembudidaya cacing tanah di Bandung diketahui,
kandungan mikroorganik pada kascing lebih baik 3-4 kali lipat
dibandingkan dengan pupuk kandang biasa. Pada kenyataannya proses
pengomposan menjadi kascing merupakan kerjasama antara cacing
dengan mikroorganisme lain. Walaupun sebagian besar proses
penguraian dilakukan mikroorganisme, kehadiran cacing tanah dapat
27
membantu proses tersebut, karena bahan-bahan yang diurai oleh
mikroorganisme akan diurai kembali oleh cacing dan mikroba dalam
perut cacing tanah. Bakteri dan fungi akan mengurai senyawa organik di
dalam tanah yang kemudian dimakan kembali oleh cacing tanah.
Dengan demikian, kerja mikroorganisme menjadi lebih efektif dan lebih
cepat.
Fungsi lain dari cacing tanah yaitu:
-
Pakan Ayam
-
Pakan Ikan Konsumsi dan Ikan Hias
-
Pakan Burung Berkicau
-
Umpan Pancing
11. Habitat
Habitat cacing tanah adalah tanah yang gembur, tempat yang lembab
dan gelap, terhindar dari sinar matahari. Oleh karena itu cacing
tanah banyak kita jumpai di kebun-kebun yang penuh dengan daun-daun di
sekitar kandang ternak, dibawah pohon pisang, dibawah tumpukan sampah,
dan sebagainya. Cacing tanah lebih aktif dimalam hari, berkeliaran dari satu
tempat ke tempat-tempat yang lain. Dengan demikian dalam upaya
membudidayakan cacing tanah yang pertama harus dilakukan ialah
lingkungan yang sesuai dengan habitatnya. Menurut Rahmat Rukmana
(2008) yang dimaksud lingkungan yang baik adalah kondisi media/sarana
memenuhi persyaratan, antara lain:
28
a. Kelembaban
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing
tanah berfungsi dengan normal, bila udara terlalu kering akan merusak
keadaan kulit cacing tanah tersebut. Tetapi bila kelembaban terlalu
tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah akan segera lari mencari
tempat pertukaran udaranya lebih baik, karena cacing tanah mengambil
oksigen dari udara bebas bukan dari oksigen yang ada dalam air.
Kelembaban yang baik untuk perkembangbiakkan cacing tanah berkisar
antara 15-50%, namun kelembaban optimumnya adalah antara 42%60%.
b. Keasaman/pH
Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan
cacing tanah adalah keasaman/pH tanah antara 6,0-7,2. Keasaman yang
tinggi mengakibatkan cacing akan mati. Karena jika kondisi media
terlalu asam maka tembolok cacing tanah akan pecah karena keracunan
protein dan kulit cacing tanah juga akan mengalami luka yang serius.
c. Temperatur /suhu
Suhu yang terlalu rendah maupun suhu yang terlalu tinggi akan
mempengaruhi proses fisiologi seperti pernapasan, pertumbuhan,
perkembangbiakkan dan metabolisme. Suhu yang hangat akan
menyebabkan telur cacing tanah akan cepat menetas. Suhu yang ideal
adalah 20-30ºC (Rahmat Rukmana, 2008: 28).
29
B. Media Pemeliharaan
1. Klasifikasi Pohon Aren (Arenga pinnata, Merr.)
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Aracaceae
Genus
: Arenga
Spesies
: Arenga pinnata, Merr.
Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan palma yang
memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil
produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai
ekonomi. Akan tetapi hasil produksi aren yang banyak diusahakan oleh
masyarakat adalah nira yang diolah untuk menghasilkan gula aren (Mody
Lempang, 2012: 38).
Aren merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis,
distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk
keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang
berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata
digunakan untuk bahan bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah,
gula, manisan buah dan lain sebagainya (Mody Lempang, 2012: 39).
30
a. Persebaran Pohon Aren
Salah satu tanaman yang paling penting dan umumnya tumbuh jauh di
daerah pedalaman adalah aren. Jenis tanaman ini tumbuh menyebar secara
alami di negara-negara kepulauan bagian tenggara, antara lain Malaysia,
India, Myanmar, Laos, Vietnam Kepulauan Ryukyu, Taiwan dan Philipina
(Hadi (1991) dalam Mody Lempang 2012). Di Indonesia tanaman aren
banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara,
khususnya di daerah-daerah perbukitan yang lembab (Sunanto (1993) dalam
Mody Lempang 2012), dan tumbuh secara individu maupun secara
berkelompok (Alam dan Suhartati, 2000) dalam Mody Lempang 2012).
Heyne (1950) dalam Mody Lempang (2012) melaporkan bahwa tanaman
aren sering tumbuh mulai dari permukaan laut sampai ketinggian 1.300 m
dari permukaan laut. Tetapi tanaman ini lebih menyukai tempat dengan
ketinggian 500-1.200 m (Lutony (1993) dalam Mody Lempang 2012) dan
bila dibudidayakan pada tempat-tempat dengan ketinggian 500-700 mdpl
akan bisa meneruskan kelebihan air, seperti tanah yang gembur, tanah
vulkanis di lereng gunung, dan tanah yang berpasir di sekitar tepian sungai
merupakan lahan yang ideal untuk pertumbuhan aren. Suhu lingkungan
yang terbaik rata-rata 25ºC dengan curah hujan setiap tahun rata-rata 1.200
mm (Mody Lempang, 2012: 43).
31
b. Kandungan Serbuk Gergaji Aren
Serbuk gergaji aren memiliki kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi
cacing tanah dalam pertumbuhannya, antara lain tertera pada tabel 2
menurut Dyah Febry Wulandari (2008) sebagai berikut.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Serbuk Gergaji Aren (Dyah Febry Wulandari,
2008: 19)
Jenis Nutrisi
Bahan Organik
Selulosa
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Karbohidrat
Komposisi (%)
76,58
95,34
6,78
20,92
0,48
37,00
2. Rumput Manila (Zoysia matrella)
Kingdom
: Plantae
Filum
: Angiospermae
Divisi
: Embryophyta
Subdivisi
: Phanaerogama
Kelas
: Monocotyledon
Ordo
: Poales
Famili
: Poaccac (Graminae)
Genus
: Zoysia
Spesies
: Zoysia matrella
Rumput manila mempunyai daun berbentuk jarum dengan permukaan
rata lebar 2-4 mm dan panjangnya 2- 11 mm. panjang rambut-rambut
32
halusnya 0,02 cm yang terdapat pada ligula (beard, 1973) dalam Charlie
Sastro Siregar (2005: 3-4).
Persebaran rumput manila ini tumbuh di daerah tropis dan subtropis,
di Indonesia rumput manila banyak ditumbuhkan pada lapangan sepakbola.
Rumput manila toleran terhadap naungan bila ditumbuhkan di daerah
lembab dan panas. Daya tahannya sangat baik terhadap kekeringan dan
panas. Rumput ini mempunyai daya adaptasi terhadap tanah yang
berdrainase baik. Bertekstur halus dan subur dengan pH 6-7 serta
mempunyai toleransi terhadap tipe tanah (Charlie sastro Siregar, 2003: 4).
Rumput manila berpeluang menjadi media tumbuh cacing tanah
karena mengandung beberapa zat seperti protein dan lemak yang dibutuhkan
oleh cacing tanah dalam pertumbuhannya.
Tabel 3. Kandungan Nutrien Rumput Manila (Zoysia Matrella) (Gartesiasih,
R. dan Nina Herlina. 2005: 37)
Jenis nutrisi
Komposisi (%)
Kadar air
64,20
Protein
14,38
Serat kasar
32,11
Lemak
0,40
Bahan ekstrak tanpa nitrogen
34,48
Fosfor
0,61
33
Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian ini yaitu tertera pada gambar berikut.
Jenis cacing Eudrilus eugeniae adalah jenis
cacing tanah bermanfaat
Kandungan
Protein 64-76%
lemak 7-10%,
kalsium 0,55%,
fosfor 1%, dan serat
kasar 1,08%
Bermanfaat bagi
kesehatan dan
sebagai pakan
ternak
Membudidayakan cacing Eudrilus
eugeniae
Mencari media yang paling baik
meningkatkan produksi
Pemanfaatan limbah Rumput
manila
Kandungan:
Kadar air 64,2 %
Protein 14,38 %
Lemak 0,4%
Pemanfaatan limbah serbuk
gergaji aren
Dibutuhkan
cacing tanah
dalam
pertumbuhannya
Kandungan:
Bahan organik 76,58 %
Protein kasar 6,78 %
Lemak 0,48 %
Karbohidrat 37 %
Pertumbuhan dan produksi kokon
Gambar 8. Bagan Alur Kerangka Berfikir.
34
C. Hipotesis Penelitian
1. Kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila berpengaruh baik
terhadap pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae.
2. Kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila berpengaruh baik
terhadap produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae.
35
Download