implementasi kebijakan program kartu keluarga

advertisement
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KARTU
KELUARGA SEJAHTERA (KKS) DALAM MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN KELUARGA DI KECAMATAN CIGUGUR
KABUPATEN KUNINGAN
Oleh:
Wiwi Syahriawiti dan Desi Kurnia
FISIP UNTAG Cirebon
ABSTRAKSI
Penelitian tentang Implementasi Kebijakan Program KKS dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Cigugur Kabupaten
Kuningan pada keluarga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang
telah memiliki Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Kecamatan Cigugur
Kabupaten Kuningan, diperoleh hasil bahwa Implementasi Kebijakan Program
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai Variabel (X) berada pada kategori
Cukup Baik yaitu 64,7% dan Kesejahteraan Keluarga sebagai Variabel (Y) berada
pada kategori Cukup Baik yaitu 67,1%. Hal ini dapat dinyatakan bahwa
Implementasi Kebijakan Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) berpengaruh
terhadap Kesejahteraan Keluarga karena kedua variabel tersebut dinyatakan cukup
baik. Hambatan yang ada dalam implementasi kebijakan ini yaitu kurangnya
sosialisasi dari pemerintah pusat, validasi data yang kurang akurat dan adanya
kecemburuan sosial di masyarakat. Rekomendasi dalam penelitian ini sebaiknya
pemerintah mengadakan sosialisasi terlebih dahulu sebelum diimplementasikan.
KATA KUNCI: Kebijakan Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dan
Kesejahteraan Keluarga
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara urutan ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar setelah Amerika Serikat yaitu 255.461.700 jiwa per-1 Juli 2015. Dengan
jumlah jiwa sebanyak itu Indonesia masih memiliki masalah dengan kesejahteraan
H a l a m a n | 152
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
masyarakatnya,
kemiskinan
merupakan
salah
satu
faktor
penghambat
kesejahteraan masyarakat. Badan Pusat Statistik melaporkan jumlah penduduk
miskin Indonesia pada periode September 2015 mencapai 28,51 juta orang atau
11,13 persen dari total jumlah penduduk.
Menjadi negara sejahtera di berbagai aspek/bidang merupakan impian
dan cita-cita bersama masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Hal ini terlihat
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menjadi dasar dan juga sebagai
amanah konstitusi yang tidak bisa kita lupakan begitu saja. Oleh karena itu,
pemerintah membuat perundang-undangan sosial dimana UU Nomor 11 Tahun
2009 sebagai payung dari segala peraturan perundang-undangan sosial lainnya.
Dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial tersebut
dijelaskan bahwa :
1. Kesejahteraan sosial merupakan upaya terpenuhinya segala aspek kehidupan
oleh individu atau kolektif sehingga tercapai hidup yang layak.
2. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab negara yang
ditujukan untuk individu dan atau kolektif yang tidak berdaya (miskin, cacat,
terlantar, dsb) dengan cara rehabilitasi, jaminan sosial, pemberdayaan,
perlindungan sosial dan bantuan sosial untuk tetap hidup wajar.
3. Kegiatan, upaya, wujud kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat dan daerah otonomnya (pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
H a l a m a n | 153
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan
beberapa kebijakan. Tahun 2005, lahir Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005
tentang Tim Koordinasi Penanggulangan kemiskinan yang mempunyai tugas
melakukan langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah
penduduk miskin di seluruh wilayah Indonesia melalui koordinasi dan
sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan
kemiskinan.
Pada tahun 2009 lahir Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2009 tentang
Koordinasi
sebelumnya.
Penanggulangan
Dalam
Kemiskinan
peraturan
ini
sebagai
disebutkan
pengganti
bahwa
arah
peraturan
kebijakan
penanggulangan kemiskinan nasional berpedoman pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan ditetapkan pula pengelompokkan
program-program
penanggulangan kemiskinan. Yang dalam peraturan sebelumnya Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan ini hanya disebutkan memiliki tugas melakukan
langkah konkrit dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan dan berfungsi
menyusun dan melaksanakan kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Pada masa pemerintah SBY-Boediono dibentuklah Lembaga Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebagai wadah koordinasi
lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan
percepatan penanggulangan kemiskinan. TNP2K dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
H a l a m a n | 154
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Pemerintahan Presiden SBY pernah meluncurkan Kartu Perlindungan Sosial
(KPS) dalam rangka Program Percepatan dan Perluasan Sosial(P4S). Rumah
tangga berhak menerima program-program perlindungan sosial seperti beras
untuk rakyat miskin (raskin), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM).
Pada saat ini Kartu Perlindungan Sosial (KPS) diganti dengan Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS) yang diterbitkan pemerintah sebagai identitas bagi
penerima program perlindungan sosial. Dalam menjalankan program-program
perlindungan sosial ini, pemerintah mengeluarkan dua peraturan yaitu Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun 2014 tentang Penanggulangan
Kemiskinan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia
Pintar, Program Indonesia Sehat untuk membangun keluarga produktif.
Bagi keluarga penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) ini berhak
mendapat program perlindungan sosial. Program Indonesia sehat, Program
Indonesia Pintar dan Program Simpanan Keluarga Sejahtera yang merupakan
bagian dari program KKS. Ini berarti penerima KKS berhak mendapatkan Kartu
Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Simpanan
Keluarga Sejahtera yang diberikan dalam bentuk keuangan digital dengan
pemberian SIM Card yang berisi e-money dan dalam bentuk simpanan giro pos.
Dalam pendistribusian KKS ini dibutuhkan peran Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK). Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
H a l a m a n | 155
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Nomor 03 Tahun 2013 tentang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK),
merupakan seseorang yang diberi tugas, fungsi dan kewenangan oleh
Kementerian Sosial dan/atau dinas/instansi sosial provinsi, dinas/instansi sosial
kabupaten/kota selama jangka waktu tertentu untuk melaksanakan dan/atau
membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan wilayah
penugasan di Kecamatan.
Program Kartu Keluarga Sejahtera ini telah berjalan semestinya, namun
demikian tidak terlepas dari hal-hal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun permasalahan yang peneliti amati di lapangan berkenaan dengan program
KKS ini, yaitu :
1. Ketidaksesuaian data penerima KKS sehingga tidak tepat sasaran.
2. Kurangnya edukasi mengenai program ini sehingga tujuan dari kebijakan ini
tidak tersampaikan dengan maksimal.
3. Kurangnya informasi dan sosialisasi terhadap program yang diselenggarakan
oleh pemerintah.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian dan uraian diatas, maka
permasalahan yang diteliti adalah :
1. Bagaimanakah implementasi kebijakan program KKS dalam meningkatkan
kesejahteraan keluarga di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan?
2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam implementasi kebijakan
program KKS dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga di Kecamatan
Cigugur Kabupaten Kuningan?
H a l a m a n | 156
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam implementasi kebijakan program KKS tersebut di Kecamatan
Cigugur Kabupaten Kuningan?
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Cigugur, Jl. R.A. Mortasiah Soepomo
No. 02 Cigugur Kabupaten Kuningan-Jawa Barat. Telp/Fax. (0232) 874005.
Adapun lamanya penelitian kurang lebih 5 (empat) bulan, dari bulan April 2016
s.d Agustus 2016.
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRA DAN HIPOTESIS
Sebagai landasan teoritis tentang kebijakan mengenai implementasi
kebijakan program kartu keluarga sejahtera (KKS) dalam meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan dasar kerangka pemikiran, peneliti berpedoman pada
pendapat para ahli tentang implementasi kebijakan.
Implementasi Kebijakan Publik
Secara konseptual kebijakan publik dapat dilihat dari Kamus Administrasi
Publik Chandler dan Plano (1988:107) dalam Harbani Pasolong (2014:38),
mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang stategis terhadap
sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau
pemerintah. Bahkan Chandler dan Plano beranggapan bahwa kebijakan publik
merupakan suatu bentuk investasi yang kontinu oleh pemerintah demi
kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat
hidup dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
Kebijakan (policy) menurut James E. Ander (Irfan Islamy;2003:17) adalah :
H a l a m a n | 157
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
“a purposive course of action followed by an actor or set of actors in
dealing with a probleem or matter of concern”. (serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and
Public Policy
(1983)
dalam
Leo Agustino (2004:139) mendefinisikan
implementasi kebijakan sebagai :
“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah
yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur
proses implementasinya”.
Sedangkan, Van Metter dan Van Horn (1975), mendefinisikan
implementasi kebijakan, sebagai :
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijaksanaan”.
Dari definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; (3) adanya hasil kegiatan.
Kebijakan publik sendiri timbul karena respon terhadap tuntutan atau
penyelesaian atas isu publik. Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan
melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan
H a l a m a n | 158
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu
sendiri.
Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart
Jr. (2000:104) dalam Leo Agustino (2014:139) dimana mereka katakan bahwa
implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu
implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian
tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin
diraih.
Berdasarkan kajian-kajian terdahulu, maka peneliti mengambil teori
kebijakan yang dikemukakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier sebagai
media analisis dalam penelitian ini. Mazmanian dan Sabatier dalam Deddy
Mulyadi (2015:70) menjelaskan bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi, yakni :
1.
2.
a.
3.
Karakteristik dari masalah (tractability of the problems), indikatornya :
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan
Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to stucture
implementation), indikatornya :
Kejelaasan isi kebijakan
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis
c. Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai
institusi pelaksana
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan
g. Seberasa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan
Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation),
indikatornya :
a. Kondisi soisal ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi
b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan
c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor
H a l a m a n | 159
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Lingkup Kesejahteraan Keluarga
Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
Adapun yang dimaksud kesejahteraan sosial menurut Friedlander (1980)
dalam Adi Fahrudin (2012:9) adalah sebagai berikut :
“Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayananpelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu
individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup
dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga
memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan
kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga
dan masyarakatnya”.
Kesejahteraan keluarga sebagai variabel terikat dalam penelitian ini, dan
untuk mengukur sebagai acuan dalam penilaian kesejahteraan keluarga
menggunakan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang dikemukakan oleh
Friedlander & Apte (1982) dalam Fahrudin (2012:12) diantaranya adalah :
1. Fungsi Pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dam
masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Dalam
masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan
untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta
lembaga-lembaga sosial baru.
2. Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami
masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.
Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3. Fungsi Pengembangan (Development)
H a l a m a n | 160
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung
ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan
tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
4. Fungsi Penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan
sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.
Paradigma pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar
dibawah ini :
Gambar 1
Paradigma Pemikiran tentang Implementasi Kebijakan Program Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS) dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Keluarga di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan
Implementasi Kebijakan
menurut Daniel Mazmanian &
Sabatier dalam Mulyadi (2015)
1. Karakteristik
1.5.2
Hipotesis Masalah
2. Karakteristik kebijakan/UU
3. Variabel Lingkungan
Kesejahteraan Sosial menurut
Friedlander & Apte dalam
Fahrudin (2012)
1. Pencegahan
2. Penyembuhan
3. Pengembangan
4. Penunjang
Bertitik tolak pada kerangka pemikiran yang telah diungkapkan di atas,
maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :
“Jika Implementasi Kebijakan Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)
didasarkan pada faktor-faktor implementasi kebijakan maka tingkat kesejahteraan
keluarga meningkat”.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Letak geografis Kecamatan Cigugur terletak pada kordinat 108 BB 156
BT, 57 LU 723 LS. Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan secara definitif
diresmikan pada tanggal 07 Februari 1992, berlokasi di kaki gunung Ciremai pada
H a l a m a n | 161
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
ketinggian 700-800 meter diatas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 23° C
sampai dengan 27° C. Luas wilayah Kecamatan Cigugur ± 3.369.576 ha.
Tabel 1.
Jumlah Penduduk setiap Desa/Kelurahan
No.
Desa/Kelurahan
Jumlah Penduduk
Penduduk
Rumah Tangga
1.
Cigugur
7.528
2.418
2.
Sukamulya
3.368
1.042
3.
Cigadung
7.376
1.895
4.
Winduherang
3.553
1.038
5.
Cipari
4.411
1.325
6.
Puncak
4.316
1.293
7.
Cileuleuy
4.322
1.313
8.
Babakanmulya
3.116
943
9.
Cisantana
6.412
1.958
10.
Gunungkeling
1.763
423
Jumlah
46.165
13.648
Ket.
Sumber Data: Kecamatan Cigugur, 2015.
Visi Kecamatan Cigugur dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan (20142018) yaitu “Cigugur sebagai daerah wisata budaya dan religi yang berorientasi
kepada Agropolitan dan Agrowisata dalam suasana Mandiri, Agamis, dan
Sejahtera”.
Untuk mewujudkan visi tersebut dituangkan dalam misi:
1. Membina kerukunan antar umat beragama melalui penanaman nilai-nilai
agama dalam aktivitas kerjasama masyarakat, organisasi keagamaan dan
pemerintah.
H a l a m a n | 162
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
2. Pengembangaan kemampuan sumber daya manusia dalam meningkatkan
kualitas pendidikan formal, non formal dan informal, kualitas kesehatan dan
daya saing dalam kehidupan yang berbudaya, agamis, dan harmonis.
3. Memantapkan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber
daya air, diversifikasi pangan dan pengembangan wisata alam serta
agrowisata.
4. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang didasari pengelolaan tata
pemerintahan yang baik melibatkan stakeholder yang ada.
5. Meningkatkan keanekaragaman komoditi unggulan dan pemberdayaan
kerakyatan melalui pengembangan ekonomi kreatif, kemitraan dan koperasi.
Sesuai dengan Visi dan Misi Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan
dalam pelaksanaannya mempunyai tujuan-tujuan antara lain:
1. Meningkatkan persatuan dan kesatuan antar umat beragama di wilayah
Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan
2. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Kecamatan
Cigugur Kabupaten Kuningan
3. Tersedianya sarana dan sarana pendidikan yang memadai baik fisik maupun
tenaga pendidikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat berperilaku hidup
bersih dan sehat melalui perilaku keseharian dan berolahraga
4. Menjadikan wilayah Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan sebagai daerah
tujuan wisata yang memiliki nilai budaya lokal tinggi di Kabupaten Kuningan
5. Terwujudnya wilayah pengembangan wisata alam serta agrowisata
H a l a m a n | 163
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
6. Meningkatkan pemeliharaan hutan, lingkungan hidup dan sumber mata air
yang menunjang pertanian dan wisata
7. Meningkatkan etos kerja dan disiplin, serta tugas pokok dan fungsi,
kemampuan dan keterampilan pegawai dan terbangunnya peran lembaga
masyarakat pedesaan
8. Tercapainya proyek-proyek sesuai dengan perencanaan dan terciptanya
suasana aman, tentram dan tertib
9. Terwujudnya dan terpeliharanya sarana dan prasarana sosial ekonomi,
lingkungan hidup, sumber mata air, dan terwujudnya wilayah pengembangan
wisata alam serta agrowisata
Faktor-faktor penentu keberhasilan seperti kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman pada Kecamatan Cigugur Kabupaten Kunigan:
a. Kekuatan
1. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan
2. Peraturan Bupati Kuningan Nomor 61 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok,
Fungsi dan Uraian Tugas Unit-unit Organisasi Kecamatan
3. Peraturan Bupati Kuningan Nomor 13 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Kuningan Tahun 2014
4. Kuantitas pegawai SDM cukup memadai
5. Partisipasi masyarakat dan dukungannya tingkat atas sangat baik
b. Kelemahan
H a l a m a n | 164
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
1. Sumber daya aparatur relatif rendah
2. Fasilitas kerja dan anggaran masih kurang mendukung
3. Disiplin pegawai belum efektif
4. Sistem pengawasan masih lemah
5. Kondisi wilayah dan perekonomian Kecamatan Cigugur Kabupaten
Kuningan
c. Peluang
1. Otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung jawab
2. Pengawasan
3. Koordinasi antar Dinas Instansi yang harmonis
4. Potensi daerah dukungannya tingkat atas sangat baik
5. Kondisi politik / keamanan yang kondusif
d. Ancaman
1. Pengaruh budaya kota
2. Bencana alam
3. Munculnya aliran sesat
4. Dampak krisis fiskal dan moneter nasional
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis.
Metode deskriptif analisis merupakan metode yang bertujuan mendeskripsikan
atau memberikan gambaran terhadap suatu obyek penelitian yang diteliti melalui
sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku
umum (Sugiyono, 2009).
H a l a m a n | 165
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer, yaitu
data yang dikumpulkan secara langsung dari lapangan penelitian melalui
wawancara, observasi, kuesioner. Angket disebarkan ke seluruh responden yang
menjadi sampel dan wawancara dengan TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan) sebagai tenaga pembantu dalam pendistribusian KKS (Kartu
Keluarga Sejahtera) ini.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat yang mendapat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yaitu 2342 dari
seluruh Kecamatan Cigugur.
Tabel 2
Jumlah Populasi Penerima KKS
No.
Desa/Kelurahan
Jumlah Penerima KKS
1.
Sukamulya
78
2.
Cisantana
691
3.
Cipari
71
4.
Cileleuy
180
5.
Cigugur
208
6.
Cigadung
305
7.
Babakanmulya
243
8.
Gunungkeling
50
9.
Winduherang
129
10.
Puncak
387
Jumlah
2342
Sumber Data: Kecamatan Cigugur, 2015.
H a l a m a n | 166
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Selanjutnya yang dijadikan sampel diambil dengan metode simple
random sampling, cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan
acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi
tersebut (Riduwan, 2014:10). Penentuan banyaknya jumlah sampel adalah
menggunakan rumus Slovin, sebagai berikut :
Dengan e (presisi) 10% diperoleh sampel sebanyak 99,95
dibulatkan jadi 100 responden.
Untuk kepentingan pengukuran variabel penelitian, maka kedua
variabel perlu dioperasionalkan dalam sejumlah indikator sebagai dasar
penyusunan instrumen penelitian, sebagai berikut:
Tabel 3
Operasional Variabel Bebas (X) dan Variabel Terikat (Y)
Variabel
Variabel Bebas
(X) :
Implementasi
Kebijakan
Dimensi
1. Karakteristik Masalah
(tractability of the
problem)
2. Karakteristik Kebijakan
(ability of statute to
structure)
(Mazmanian dan
Sabatier dalam
Deddy Mulyadi
2015:70)
7. Variabel Lingkungan
(nonstatutory variables
affecting implementation)
Variabel Terikat
1. Pencegahan (Preventive)
Indikator
1. Dukungan teknologi
2. Tingkat kemajemukan dari
kelompok sasaran
3. Kejelasan petunjuk
pelaksanaan
4. Pelaksanaan koordinasi
5. Pelaksanaan sosialisasi
6. Aturan pelaksanaan dari
lembaga pelaksana
7. Sikap pelaksana program
8. Komitmen pelaksana
program
9. Pemberian
motivasi/dukung-an dari
pejabat lebih tinggi
1. Pelaksanaan pemberian
bantuan
2. Pemanfaatan bantuan
H a l a m a n | 167
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Variabel
Dimensi
(Y) :
2. Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan
Keluarga
(Friedlander dan
Apte dalam Adi
Fahrudin 2012:12)
3. Pengembangan
(Development)
4. Penunjang (Supportive)
Indikator
3. Peningkatan dalam bidang
kesehatan
4. Peningkatan dalam bidang
pendidikan
5. Peningkatan dalam bidang
ekonomi
6. Perubahan pola pikir
keluarga
7. Perubahan kondisi
keluarga
8. Program memperhatikan
aspek berkelanjutan
9. Peningkatan produktivitas
keluarga
Dalam mengumpulkan data penelitian digunakan angket sebagai instrumen
penelitian dengan menggunakan Skala Likert, yang disusun bertingkat dengan
pemberian bobot nilai (skor) sebagai berikut :
Tabel 4
Bobot Skor Jawaban
No.
Jawaban
Skor
1.
Sangat Setuju
5
2.
Setuju
4
3.
Kurang Setuju
3
4.
Tidak Setuju
2
5.
Sangat Tidak Setuju
1
Selanjutnya hasil jawaban responden dianalisa dengan menghitung
persentase masing-masing tanggapan indikator penelitian. Klasifikasi kriteria
penilaian prosentase adalah sebagai berikut :
H a l a m a n | 168
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Tabel 5
Klasifikasi Kriteria Penilaian Prosentase
No.
Interval Prosentase
Kriteria
1.
20 - 35,9
Sangat Tidak Baik
2.
36 – 51,9
Tidak Baik
3.
52 – 67,9
Cukup Baik
4.
68 – 83,9
Baik
5.
84 – 100
Sangat Baik
HASIL PENELITIAN
Implementasi Kebijakan Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dalam
Meningkatkan Kesejahteran Keluarga di Kecamatan Cigugur Kabupaten
Kuningan. Implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya dilihat dari
proses dan pencapaian tujuan akhir. Berkaitan dengan penelitian mengenai
kebijakan ini penulis menggunakaan teori implementasi kebijakan menurut Daniel
Mazmanian dan Paul Sabatier (Deddy Mulyadi, 2015:70), bahwa implementasi
kebijakan dipengaruhi beberapa faktor yaitu, Karakteristik masalah, Karakteristik
kebijakan/Undang-Undang, dan Variabel lingkungan.
Berdasarkan hasil jawaban responden terhadap indikator faktor-faktor
tersebut, maka dapaat penulis simpulkan bahwa kumulatif tanggapan responden
mengenai variabel implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:
H a l a m a n | 169
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Tabel 6
Skor Jawaban Responden untuk Variabel Implementasi Kebijakan
Frekuensi (Skor Jawaban)
Indikator
Jumlah
5
4
3
2
1
1
3 (15)
51 (204)
33 (99)
13 (26)
0 (0)
100 (344)
2
3 (15)
34 (136)
54 (162)
9 (18)
0 (0)
100 (331)
3
1 (5)
43 (172)
45 (135)
11 (22)
0 (0)
100 (334)
4
1 (5)
41 (164)
40 (120)
18 (36)
0 (0)
100 (325)
5
2 (10)
43 (172)
35 (105)
18 (36)
2 (2)
100 (325)
6
0 (0)
42 (168)
42 (126)
16 (32)
0 (0)
100 (326)
7
1 (5)
31 (124)
32 (96)
36 (72)
0 (0)
100 (297)
8
2 (10)
46 (184)
39 (117)
12 (24)
1 (1)
100 (336)
9
1 (5)
31 (124)
36 (108)
28 (56)
4 (4)
100 (297)
Jumlah
14 (70)
362
(1448)
356
(1068)
161
(322)
7 (7)
900 (2915)
Sumber Data: Hasil Penelitian 2016.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jawaban skor yang
diperoleh pada Variabel (X) Implementasi Kebijakan ialah 2915. Skor maksimal
indikator adalah 5 x 9 x 100 = 4500. Dengan demikian, nilai pencapaian
persentase Variabel Implementasi Kebijakan adalah 2915 / 4500 x 100 = 64,7%
yang termasuk pada kategori Cukup Baik (52 – 67,9).
Adapun jawaban responden terhadap indikator variabel kesejahteraan
keluarga adalah sebagai berikut:
H a l a m a n | 170
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Tabel 7
Skor Jawaban Responden untuk Variabel Kesejahteraan Keluarga
Frekuensi (Skor Jawaban)
Indikator
Jumlah
5
4
3
2
1
1
0 (0)
9 (36)
41 (123)
3 (6)
12 (12)
65 (247)
2
4 (20)
70 (280)
21 (63)
25 (50)
0 (0)
120 (413)
3
1 (5)
61 (244)
26 (78)
12 (24)
0 (0)
100 (351)
4
5 (25)
72 (288)
13 (39)
10 (20)
0 (0)
100 (372)
5
1 (5)
32 (128)
45 (135)
22 (44)
0 (0)
100 (312)
6
6 (30)
58 (232)
23 (69)
13 (26)
0 (0)
100 (357)
7
0 (0)
49 (196)
36 (108)
15 (30)
0 (0)
100 (334)
8
0 (0)
40 (160)
40 (120)
20 (40)
0 (0)
100 (320)
9
1 (5)
34 (136)
43 (129)
22 (44)
0 (0)
100 (314)
Jumlah
18 (90)
425
(1700)
288
(864)
177
(354)
12 (12)
920 (3020)
Sumber Data: Hasil Penelitian 2016.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jawaban skor yang diperoleh pada
Variabel (Y) Kesejahteraan Keluarga berdasarkan tabulasi skor tanggapan
responden ialah 3020. Skor maksimal indikator adalah 5 x 9 x 100 = 4500.
Dengan demikian, nilai pencapaian persentase Variabel Kesejahteraan Keluarga
adalah 3020 / 4500 x 100 = 67,1%, yang artinya pada termasuk interval kategori
Cukup Baik (52 – 67,9).
H a l a m a n | 171
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Adapun
hambatan-hambatan
yang
dihadapi
dalam
Implementasi
Kebijakan KKS di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan antara lain sebagai
berikut :
1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat, mengingat jarak waktu dari sejak
peraturan diterbitkan ke pelaksanaan kebijakan itu sendiri terhitung hanya satu
bulan sehingga untuk pelaksanaan di lapangan terlalu tergesa-gesa dan
implementor yang berada dibawah pemerintah pusat merasakan kesukarankesukaran tersendiri.
2. Validasi data menjadi salah satu hambatan. Data yang kurang akurat
mengakibatkan kerancuan terkait sasaran atau kategori penerima program
KKS ini.
3. Terjadi kecemburuan sosial di masyarakat karena dirasa kurang tepat sasaran,
antara yang mendapatkan bantuan program KKS dengan yang tidak
mendapatkan bantuan program KKS
Upaya yang dilakukan TKSK untuk mengatasi hambatan-hambatan
implementasi kebijakan program KKS dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarga:
1. TKSK melakukan sosialisasi secara bertahap sedikit demi sedikit kepada
masyarakat dengan mensosialisasikan cara penggunaan dari KKS dan
memberikan pengertian, penyuluhan terkait KKS.
2. Melakukan check dan recheck mengenai data yang menerima KKS kemudian
di distribusikan kepada rumah tangga yang menjadi sasaran.
H a l a m a n | 172
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
3. Memberikan
pengarahan
dan
pengertian
kepada
masyarakat
bahwa
mekanisme penentuan sasaran dilakukan oleh pemerintah pusat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Implementasi Kebijakan Program KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga di Kecamatan Cigugur Kabupaten
Kuningan dapat kesimpulan sebagai berikut:
1.
Implementasi Kebijakan Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) telah
dilaksanakan dengan cukup baik dilihat dari dimensi karakteristik masalah,
karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan. Hal ini berdasarkan hasil
penyataan-pernyataan yang diberikan responden dari indikator-indikator
setiap dimensi yang diakumulasi dan diperoleh nilai prosentase 64,7% yang
artinya Implementasi Kebijakan Program KKS telah dilaksanakan dengan
cukup baik. Kesejahteraan Keluarga dilihat dari dimensi pencegahan,
penyembuhan, pengembangan, dan penunjang berdasarkan pernyataanpernyataan yang diberikan kepada responden dari setiap indikator yang
diakumulasi dan diperoleh nilai prosentase 67,1% yang artinya dinyatakan
cukup baik. Maka berdasarkan hal tersebut bahwa Implementasi Kebijakan
Program KKS berpengaruh terhadap Kesejahteraaan Keluarga dan memiliki
hubungan karena kedua variabel tersebut berdasarkan hasil peenelitian
dinyatakan cukup baik.
H a l a m a n | 173
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
2.
Faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan kebijakan program KKS
yaitu kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat. Permasalahan yang muncul
dilapangan terkait sasaran dan validasi data yang kurang akurat dan
permasalahan sosial di masyarakat seperti kecemburuan sosial.
3.
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan diatas yaitu
dengan melakukan sosialisasi, melakukan pengecekan ulang kartu yang akan
di distribusikan kepada masyarakat dan pemberian pengarahan, pengertian
kepada masyarakat.
Saran
1.
Pemerintah pusat sebaiknya menyusun mekanisme terbaik yang paling aman
dan minim permasalahan sekaligus memperhatikan perangkat di tingkat
bawah, utamanya berkaitan dengan program KKS ini.
2.
Pemberian pesan utama dari kebijakan utamanya merupakan hal yang
pertama harus dilakukan sebelum pelaksanaan program dari kebijakan yang
dibuat agar tujuan yang diharapkan dari pemerintah dapat dipahami dan
dimengerti oleh kelompok sasaran yang dituju. Sehingga sosialisasi bukan
salah satu masalah dalam pelaksanaan suatu kebijakan.
H a l a m a n | 174
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo, 2014. Dasar-dasar Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta.
Agus Purwanto, Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2015. Implementasi
Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Yogyakarta: Gava
Media.
Ali, Faried dan Andi Syamsu Alam, 2012. Studi Kebijakan Pemerintah,
Bandung: Refika Aditama.
, 2012. Studi Analisa Kebijakan, Bandung: Refika Aditama.
Ali, Faried, 2011. Teori dan Konsep Administrasi, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Dunn, William N, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Fahrudin, Adi, 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung: Refika Aditama.
Islamy, Irfan, 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta:
Bumi Aksara.
Mulyadi, Deddy, 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Bandung:
Alfabeta.
Parsons, Wayne, 2006. Public Policy (Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan), Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Pasolong, Harbani, 2014. Teori Administrasi Publik, Bandung: Penerbit Alfabeta.
Silalahi, Ulber, 2012. Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama.
Suharto, Edi, 2014. Analisis Kebijakan Publik, Bandung: CV. Alfabeta.
Tachjan, 2006. Implementasi Kebijakan Publik, Bandung: AIPI.
Wrihatnolo, Randy R, 2011. Problematika Kemiskinan dan Orientasi
Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta: Institute for Development and Public
Policy.
Perundang-undangan:
Undang – undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan.
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
H a l a m a n | 175
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Peraturan Presiden RI No. 166 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program
Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Program
Indonesia Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif.
H a l a m a n | 176
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Download