FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEBERHASILAN PENERAPAN SISTEM BILL DALAM PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DI KOTA SOLOK Wahyu Indah Mursalini Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mahaputra Muhammad Yamin Solok E mail : [email protected] ABSTRACT The aim of this study was to know the factors that affect the success of the bill system application to tax collection of hotels and restaurants in Solok. Descriptive analysis method was used in this study to describe and to explain the implementation and the factors that affect of the bill system. The results showed that the lack of legal awareness, services, business turnover and taxpayer education were affecting factors of the success of the bill system. The application of the the bill system has not been effectively implemented because the payment of taxes depends on the amount of turnover were reported by employers hotels and restaurants. Keywords: Success Factors, Bill System, Taxes and Tax Restaurant, regulations 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak hotel dan restoran merupakan sumber penerimaan daerah yang potensial di Kota Solok. Penerimaan pajak hotel bersumber dari hotel, penginapan dan wisma, sedangkan penerimaan pajak restoran bersumber dari restoran, rumah makan, cafe, warung minuman, CFC dan harian malam. Potensialnya pajak hotel dan restoran di Kota Solok dapat dilihat dari jumlah hotel dan restoran yaitu hotel sebanyak 3 objek, penginapan 1 objek dan wisma 1 objek, sedangkan restoran sebanyak 15 objek, rumah makan 13 objek, cafe 3 objek, warung minuman 90 objek, CFC 1 objek dan harian malam 2 objek, selain itu Kota Solok juga merupakan salah satu daerah diantara 19 daerah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat yang mempunyai posisi yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan dan jasa. Dengan kedudukan dan posisinya yang strategis tersebut diharapkan dapat menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Untuk menggali potensi ini pemerintah Kota Solok telah mengatur dalam Perda No. 5 Tahun 2002 dan Perda No. 4 Tahun 2002 dan kemudian diganti dengan Perda No. 1 Tahun 2012 yang terdapat pada pasal (6) dan pasal 11 tentang tarif pajak hotel dan restoran. Tarif pajak (tax rate) adalah angka atau prosentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak terutang. Untuk menentukan besarnya tarif pajak ini Pemerintah Daerah Kota Solok awalnya menggunakan sistem penetapan, yang mana besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak ditetapkan 10% dari omzet penjualan. Sistem penetapan ini digunakan untuk memungut pajak hotel dan restoran. Pada sistem penetapan ini pajak yang harus dibayarkan dan dibebankan kepada pengusaha hotel dan restoran. Penentuan besarnya pajak dengan sistem penetapan ini sangat tergantung pada kerjasama pengusaha hotel dan restoran untuk melaporkan omzet mereka kepada petugas pendataan pajak. Namun dalam pelaksanaannya seringkali jumlah omzet yang dilaporkan wajib pajak tidak sesuai dengan omzet yang sebenarnya. Masalah ini berpengaruh terhadap pencapaian dari target pendapatan yang sebelumnya telah dibuat oleh Dinas Pendapatan. Kecenderungannya target pencapaian pungutan pajak akan lebih mudah didapat dari pemungutan yang menggunakan sistem bill. Persoalannya selain ketidaksesuaian laporan omzet oleh pemilik hotel dan restoran juga sering terjadi perubahan jumlah wajib pajak. Restoran yang tutup juga mempengaruhi perhitungan dan pencapaian perolehan pajak. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah kota Solok menerapakan sistem bill (billing sistem) yaitu sistem pemungutan pajak yang menggunakan daftar harga jasa atau layanan yang dibuat dan diisi oleh wajib pajak. Sistem ini digunakan untuk pemungutan pajak hotel dan pajak restoran. Dalam sistem bill ini besarnya pajak dimasukkan pada kwitansi atau bon yang diberikan kepada konsumen. Artinya pajak dibebankan kepada konsumen secara langsung ketika terjadi transaksi. Hal ini dapat dilihat dari penerimaan pajak hotel dan restoran sebelum dan sesudah menerapakan sistem bill . Seperti pada Hotel Ceredek sebelum diterapkan sistem bill hanya membayar pajak senilai Rp.2.407.300,-, namun setelah diterapkan sistem bill harus membayar sebesar Rp.4.878.500,-. Dan pada restoran Mami Resto sebelum diterapakn sistem bill jumlah pajak yang harus dibayar hanya sebesar Rp.150.000,- tetapi setelah diterapkannya sistem bill jumlah pajak yang dibayar perbulan meningkat sebesar Rp.1.275.125,-. Namun masih banyak lagi hotel dan restoran yang belum menerapakan sistem bill. Inilah yang mendasari diterapkannya Sistem Bill dalam perhitungan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh pengusaha hotel dan restoran. Sistem Bill merupakan alternatif atau solusi yang dapat ditempuh oleh dinas pendapatan untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor pajak hotel dan restoran. Namun setelah dilakukan penelitian tentang penerapan system bill ini, maka masih ada hotel dan restoran yang belum mau menerapkan Sistem Bill tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian ini dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan Penerapan Sistem Bill dalam Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di Kota Solok. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan sistem bill oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) Kota Solok dalam pemungutan pajak hotel dan restoran. 2. Apakah penerapan system bill pada hotel dan restoran di Kota Solok sudah terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan sistem bill oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) Kota Solok dalam pemungutan pajak hotel dan restoran. 2. Mengetahui apakah penerapan system bill pada hotel dan restoran di Kota Solok sudah terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. LANDASAN TEORI Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 dalam Maliq (2007: 8) Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah dipisahkan. 4. Lain-lain Pendapatan asli daerah yang dipisahkan lainnya yang Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau defenisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun defenisi tersebut masih mempunyai makna dan tujuan yang hampir sama. Berikut adalah pengertian pajak berdasarkan pemikiran para ahli yang terdapat dalam buku Munawir (1999: 3) antara lain: a. Menurut P.J.A. Adrian Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan, dengan demikian tidak mendapat persentasi kembali, yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. b. Menurut Federic B. Garver dan Alvin Harvey Tax is compulsory payment collected by government from the individuals and corporationwithout reference to benefit for the support governmental oper c. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Pajak ialah iuran kepada Kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen- prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiyai pengeluaran umum (publik uitgaven). d. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja. Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektip dalam mencapai kesejahteraan umum. e. Menurut Prof. S.I Djajadiningrat. Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Berdasarkan pengertian pajak diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan pungutan dari masyarakat kepada negara (pemerintah) berdasarkan undangundang dan bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapatkan balas jasa secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Secara umum ada tiga sistem pemungutan pajak yang digunakan yaitu official assessment system, self assessment system dan withhoding system. Menurut Siahaan (2005:69) ketiga sistem pemungutan pajak tersebut adalah: a. Self assesment system (dibayar sendiri oleh wajib pajak) b. Offcial assesment system (ditetapkan oleh kepala daerah) c. With holding system (dipungut oleh pemungut pajak) 2.1 Pajak Hotel Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan berikut ini: 1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. 2. 3. 4. Pelayanan penunjang sebagai sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberi kemudahan dan kenyamanan. Fasilitas olahraga dan hiburann yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan dihotel. Pada pajak hotel tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu: 1. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. 2. Pelayanan tinggal di asrama dann pondok pesantren. 3. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran. 4. Pertokoan, perkantoran, perbankan, dan salon yang digunakan oleh umum dihotel. 5. Pelayanan perjalanan wisata yang di selenggarakan hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Pada pajak hotel yang menjadi dasar pengenaan pajak merupakan besarnya pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kepada pengusaha hotel atas layanan yang diberikan hotel. Menurut pendapat Siahaan (2005: 249) dasar pengenaan pajak hotel adalah adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, menurut Siahaan (2005: 250) setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen. Menurut Siahaan (2005: 251) secara umum perhitungan pajak hotel adalah sesuai dengan rumus berikut: Pajak Terhutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang Dilakukan kepada Hotel 2.2 Pajak Restoran Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Yang termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang. Pada pajak restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oleh restoran/rumah makan dikenakan pajak. Pada pajak restoran dasar pengenaan pajak restoraan didasarkan atas besarnya pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kepada pengusaha restoran atas pelayanan restoran. Menurut pendapat Siahaan (2005: 273) dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungann istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas harga pasar yang wajar pada saat pembelian makanan dan minuman. Tarif pajak restoran ditetapakan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen. Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Menurut Siahaan (2005: 276) secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut: Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kota Solok. Dan yang menjadi populasi adalah hotel dan restoran yang berada di daerah kota solok. Adapun hotel berjumlah 5 unit, yang terdiri dari hotel sebanyak 3 objek, penginapan 1 objek, dan wisma 1 objek, sedangkan restoran sebanyak 124 unit, yang terdiri dari restoran sebanyak 15 objek, rumah makan 13 objek, cafe 3 objek, warung minuman 90 objek, CFC 1 objek dan harian malam 2 objek. Sampel menurut Priyatno (2008: 9) adalah sebagian atau wakil-wakil dari populasi yang diteliti. Pengambilan sampel harus benar-benar mewakili populasi yang ada, teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah hotel dan restoran yang menerapkan sistem bill. Adapun jumlah hotel yang sudah menerapkan sistem bill adalah sebanyak 3 unit hotel, sedangkan untuk restoran (restoran, rumah makan, cafe, warung minuman dan CFC) sebanyak 76 unit. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Menurut Hasan (2004: 19) data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Dalam penelitian ini data sekunder yang dikumpulkan adalah data realisasi penerimaan pajak hotel dan restoran, data Pendapatan Asli Daerah (PAD), jumlah hotel dan restoran. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bagian Pendapatan DPPKA Kota Solok dan dari pihak hotel dan restoran yang diteliti. Dan data primer diperoleh langsung dari objek penelitian, terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan system bill tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah metode Deskriptif. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem Bill Bagi Wajib Pajak dalam Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran. Kota Solok merupakan salah satu daerah di Sumatera barat yang sedang giat-giatnya melakasanakan berbagai macam kegiatan pembangunan di era otonomi daerah. Dimana era otonomi daerah mengakibatkan kurangnya subsidi dan bantuan dari pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Hal ini berarti daerah diberi wewenang dan tugas untuk merencanakan, menggali dan mengupayakan potensi dan sumber keuangan sendiri sesuai perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu pemerintah daerah khususnya DPPKA dituntut agar mampu meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk meningkatkan PAD yang bersasal dari pajak daerah seperti pajak hotel dan restoran dapat dilakukan melalui penerapan sistem bill dalam pemungutan pajak hotel dan restoran. 4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan Penerapan Sistem Bill Oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Asset (DPPKA) Kota Solok Dalam Pemungutan Pajak Hotel Dan Restoran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak dalam menerapkan Sistem Bill untuk pemungutan Pajak Hotel dan Restoran, sebagai berikut: 1. Besarnya tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2. Sosialisasi dari Pihak Pemerintah maupun pihak yang terkait. 3. Pelaksanaan penyuluhan dari Pemerintah dan pihak yang terkait. 4. Penentuan kategori Wajib Pajak oleh Pemerintah. 5. Kondisi masyarakat. Untuk memungut pajak hotel kepada pengusaha hotel (wajib pajak) DPPKA Kota Solok memberikan bill yang telah dilegalisasi. Dalam bill tersebut dicantumkan tentang jenis/klasifikasi kamar, tarif kamar, jumlah omset perhari dan tarif pajak hotel yang telah ditetapkan. Bill tersebut bukan dijadikan sebagai bukti transaksi antara konsumen (pelanggan) dengan pengusaha hotel, namun sebagai bukti dan dasar perhitungan pajak terhutang yang harus dibayar oleh pengusaha hotel kepada petugas pemungut pajak. Perhitungan pajak terhutang tersebut dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak hotel dengan jumlah omset perhari atau perbulan. Untuk memungut pajak restoran kepada pengusaha restoran selaku wajib pajak DPPKA Kota Solok memberikan bill yang telah dilegalisasi dan diperporasi. Dalam bill tersebut dicantumkan tentang jenis makanan/minuman, jumlah pesanan, harga, jumlah omset perhari. Bill tersebut bukan dijadikan sebagai bukti transaksi antara konsumen (pelanggan) dengan pengusaha restoran, namun hanya sebagai bukti dan dasar perhitungan pajak terhutang yang harus dibayar oleh pengusaha restoran kepada petugas pemungut pajak. Perhitungan pajak terhutang tersebut dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak restoran dengan jumlah omset perhari atau perbulan. Pemerintah daerah Kota Solok sudah mulai bergerak menggali potensi sumber pendapatan daerah (pajak hotel dan restoran) ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2002 tentang pajak restoran dan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2002 tentang pajak hotel yang kemudian diganti dengan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 tentang pajak daerah. Peraturan Daerah tersebut dijadikan sebagai dasar penerapan sistem bill dalam pemungutan pajak hotel dan restoran. Sistem bill merupakan cara pemungutan pajak dengan menggunakan bukti pembayaran yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas pelayanan yang diberikan kepada konsumen (subjek pajak) dan sekaligus dijadikan sebagai bukti pungutan pajak. Dalam sistem bill ini besarnya pajak dimasukkan pada kwitansi atau bon yang diberikan kepada konsumen. Artinya pajak dibebankan kepada konsumen secara langsung ketika terjadi transaksi. Sistem bill ini telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Solok melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Asset sebagai lembaga pelaksana teknis sejak bulan September 2012 pada 3 hotel (hotel Ceredek, Taufina dan Ully) dan pada bulan Agustus 2012 pada 6 restoran (CFC, Bakmi Raos, Mami Resto, Rm. Bunga Tanjung dan Rm. Sawah Ladang) yang ada di Kota solok. Untuk memungut pajak hotel dan restoran kepada wajib pajak (pengusaha hotel dan restoran) DPPKA memberikan bill yang telah dilegalisasi kepada pengusaha hotel dan restoran. Bill tersebut digunakan untuk melaporkan omset yang diperoleh oleh pengusaha hotel dan restoran perhari atau perbulan. Kemudian untuk menghitung pajak terhutang yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan total omset perhari/perbulan. Penerapan sistem bill dalam pemugutan pajak hotel dan restoran tidak akan efektif tampa adanya kerjasama yang baik antara pemerintah (DPPKA) dengan pihak hotel dan restoran serta kesadaran masyarakat akan penting pembayaran pajak. Dalam penerapan sistem bill guna pemungutan pajak hotel dan restoran, pajak dibebakan kepada konsumen (subjek pajak) bukan kepada pengusaha hotel (wajib pajak). Setiap pengusaha hotel dan restoran yang menjadi wajib dalam memungut pembayaran pajak hotel dan restoran dari konsumen (subjek pajak) harus menggunakan bill yang telah dilegalisasi oleh DPPKA kabupaten/kota 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan urain pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan sistem bill dalam pemungutan pajak hotel dan restoran yang diterapkan dinas pendapatan Kota Solok belum sepenuhnya dilaksanakan dengan efektif. 2. Penerapan sistem bill dalam pemugutan pajak hotel dan restoran tidak akan efektif tanpa adanya kerjasama yang baik antara pemerintah (DPPKA) dengan pihak hotel dan restoran serta kesadaran masyarakat akan penting pembayaran pajak. Serta Setiap pengusaha hotel dan restoran yang menjadi wajib pajak harus menggunakan bill yang telah dilegalisasi oleh DPPKA kabupaten/kota. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan Sistem Bill adalah sebagai berikut: Kesadaran hukum, pelayanan, omzet usaha dan tingkat pendidikan. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan diatas maka penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Hotel dan Restoran yang belum begitu efektif dalam menerapkan sistem bill maka diperlukan sosialisasi dalam penerapan sistem bill tersebut agar penerapan system bill dapat terlaksana dengan baik. 2. Sosialisasi tentang pentingnya penerapan sistim bill pada hotel dan restoran, dalam rangka peningkatan PAD akan dapat membuka wawasan dan memotivasi masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya. DAFTAR PUSTAKA Hasan, Iqbal. (2004). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta. Bumi Aksara. Maliq, Maulana. (2007). Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota Batu. Skripsi Universitas Brawijaya Malang. Munawir. (1999). Perpajakan. Yogyakarta: Liberty. Paonganan, Ria. (2011). Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran diKabupaten Tana Toraja. Skripsi Universitas Hasanudin Piyatno, Duwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Cetakan ke-2. Yogyakarta.Mediakom Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel. Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran. Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah. Kurniawan, Septiawan Dwi. (2010). Pengaruh Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ponorogo. Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Siahaan, Marihot. (2004). Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Siahaan, Marihot. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Sukwandi, Roland. (2007). Analisis Perbedaan antara Faktor-Faktor Kinerja Perusahaan sebelum dan Sesudah Menerapkan Strategi Total Productive Maintenance. Tesis Universitas Diponegoro Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.