bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus asma meningkat secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima
besar penyebab kematian di dunia, yaitu mencapai 17,4% (Gershwin, 2005). Data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pada tahun 2012 terdapat
2.550.000 penderita meninggal dunia karena asma, dan saat ini jumlah penderita
asma mencapai 300.000.000 di seluruh dunia (WHO, 2012).
Di Indonesia yang merupakan negara berkembang, asma masuk dalam
sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Pada akhir tahun 2009
diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia atau 11 juta orang menderita asma
(Anonim, 2009). Penelitian yang dilakukan Matondang dan kawan-kawan pada
tahun 2004 di Yogyakarta angka kematian penderita asma sekitar 16,4%
(Sundaru, 2006).
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan
terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Asma merupakan gangguan inflamasi
kronis jalan nafas yang melibatkan berbagai tipe sel dan merupakan obstruksi
saluran nafas yang bersifat reversibel, baik secara spontan atau dengan adanya
tindakan pengobatan (Anonim, 2002). Pengobatan yang diperoleh pasien asma
tidak selamanya dapat memulihkan kondisi asma yang dialami. Hal tersebut dapat
2
dikarenakan kurangnya tingkat kepatuhan pengobatan, kualitas pelayanan
kesehatan, sikap dan keterampilan petugas kesehatan, sikap dan pola hidup pasien
yang dapat berpengaruh terhadap asma yang tak terkontrol (Hussar, 2009).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada
pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang
melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak
minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009). Menurut
laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka
panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan
di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Asti, 2006).
Ketidakpahaman
pasien
terhadap
terapi yang sedang dijalaninya akan
meningkatkan ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Rendahnya
kepatuhan terhadap pengobatan asma berpotensi menjadi penghalang tercapainya
asma yang terkontrol.
Studi kepatuhan penggunaan obat pada pasien asma perlu dilakukan untuk
menilai efektivitas pengobatan terkait dengan harapan terkontrolnya serangan
asma. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai kepatuhan
penggunaan obat dengan menggunakan Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS) yang berbentuk kuisioner terdiri dari 8-item pertanyaan (Morisky and
DiMatteo, 2011).
Kepatuhan pengobatan untuk mengontrol serangan asma merupakan hal
yang penting, namun tujuan utama adalah mencegah dan mengatasi kemungkinan
terjadinya komplikasi dan memperbaiki harapan hidup serta kualitas hidup pasien
3
(Astri, 2006). Kontrol asma merupakan penatalaksanaan asma yang menjadi salah
satu indikator atau parameter keberhasilan terapi asma yang diterima pasien.
Terkontrolnya asma dapat dinilai dengan menggunakan Asthma Control Test
(ACT). Kuesioner ini menggambarkan seberapa sering asma dapat mengganggu
aktivitas pasien, gejala pasien yang dapat mempengaruhi penggunaan obat
(Mehuys, 2008). Konseling hendaknya menjadi perhatian penting bagi para
professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu
tindakan/intervensi maupun terapi. Data tentang kontrol asma juga dapat
merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi atau tindakan
yang tepat bagi pasien (Kemenkes, 2007).
Dalam bidang farmasi, intervensi yang dapat dilakukan kepada pasien
asma guna meningkatkan kepatuhan pengobatan dan kontrol asma adalah kegiatan
Phamaceutical Care. Phamaceutical Care merupakan kegiatan atau praktek yang
dilaksanakan oleh seorang praktisi yang bertanggung jawab atas keperluan terapi
obat pasien (Kemenkes, 2007). Salah satu kegiatan Phamaceutical Care yang
dilakukan yaitu konseling terhadap pasien.
Pemikiran tersebut melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai kepatuhan terhadap pengobatan dan kontrol asma pasien yang
menjalani terapi. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira
UPKPM Yogyakarta yang merupakan rumah sakit daerah dengan jumlah
kunjungan pasien asma cukup banyak ± 840 (Anonim, 2011). Rumah sakit ini
memiliki 1 dokter spesialis paru dan dokter umum yang sudah diikutkan dalam
4
short course penyakit paru dengan pola peresepan yang disesuaikan dengan
formularium dan ketersediaan obat di Rumah Sakit.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakan pengaruh konseling oleh farmasis terhadap tingkat kepatuhan
dan hasil terapi pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira
UPKPM Yogyakarta?
2. Adakah korelasi antara tingkat kepatuhan pengobatan terhadap hasil terapi
pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira UPKPM
Yogyakarta?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh pemberian konseling farmasis terhadap
tingkat kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien asma di Rumah Sakit Khusus
Paru Respira UPKPM Yogyakarta belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian
mengenai tingkat kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien asma yang telah
dilakukan sebelumnya:
1. Alya (2013) dengan judul penelitian Pengaruh Pemberian Konseling Apoteker
Terhadap Hasil Terapi Pasien Asma Anak di Balai Pengobatan Penyakit ParuParu (BP4) Yogyakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh konseling apoteker terhadap kemajuan hasil terapi pada pasien
asma anak umur 5-12 tahun. Penelitian tesebut merupakan penelitian quasi
eksperimental dengan rancangan pre dan post test tanpa kontrol. Konseling
asma diberikan kepada pasien melalui perantara orang tua atau saksi yang
5
mengantarkan pasien berobat ke BP4 Yogyakarta. Keberhasilan konseling
ditunjukkan dengan adanya penurunan frekuensi serangan asma dengan
jangka waktu 1 bulan setelah pemberian konseling sebelumnya. Selama
periode Februari-April 2012 diperoleh subyek penelitian sebanyak 30 pasien
asma anak umur 5-12 tahun yang menderita asma lebih dari 5 tahun dan
kurang dari 5 tahun. Sebanyak 30 pasien asma anak tersebut mempunyai
tingkat pendidikan orangtua yang berbeda-beda dan mendapat terapi yang
berbeda. Pemberian konseling apoteker dapat menurunkan frekuensi serangan
asma pada anak yang menderita asma lebih dari 5 tahun (p= 0,000) dan kurang
dari 5 tahun (p=0,008). Kemajuan hasil terapi dipengaruhi oleh lama waktu
terpapar asma (p=0,024) tetapi tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
orangtua (saksi) dan jenis terapi yang diterima oleh pasien.
2. Mehuys (2008) meneliti mengenai efektivitas intervensi farmasis terhadap
peningkatan kontrol asma. Penelitian ini melibatkan 66 komunitas farmasis di
Belgium. Pasien yang dilibatkan dipilih secara random, sebagai kelompok
kontrol 94 pasien dan kelompok intervensi 107 pasien. Penelitian dilakukan
selama 6 bulan dengan metode RCT. Pasien diminta mengisi kuesioner
Asthma Control Test (ACT) guna meningkatkan penggunaan inhaler dan
kepatuhan pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara kelompok dengan konseling dan tanpa konseling farmasis.
Pasien dengan asma yang terkontrol meningkat 80% setelah diberikan
intervensi dari farmasis, adanya perbaikan gejala dan peningkatan kepatuhan
pengobatan terlihat signifikan.
6
3. Starobin (2007) melakukan penelitian mengenai kontrol asma dan kepatuhan
pada pasien asma dewasa. Studi ini dilakukan di Israel dengan metode cross
sectional pada 401 pasien mulai 1 Oktober 2005-10 Maret 2006. Pengambilan
data dilakukan secara consecutive menggunakan kuesioner kepatuhan dan
kontrol asma. Data yang diambil melalui wawancara pasien dan pengisian
kuesioner, data meliputi demografi pasien, keparahan asma dan manajemen
pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan kepatuhan tinggi 8
orang dan tingkat kontrol yang baik hanya 26 orang, Penelitian ini
menjelaskan fixed-dose inhalers atau short-acting beta-agonist bronkodilator
dosis tunggal secara signifikan dapat meningkatkan kepatuhan dan kontrol
asma, status sosial ekonomi merupakan faktor penting yang dpat
mempengaruhi kepatuhan dan kontrol asma.
4. Hichagari (2012) meneliti mengenai pelayanan farmasi klinik terhadap
kepatuhan pengobatan pasien asma dan faktor yang mempengaruhi tingkat
kepatuhan pengobatan. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit di Gulbara
selama 9 bulan (Juni 2010-Februari 2011), dengan desain penelitian
prospective study dan melibatkan 69 pasien. Pasien asma berusia 18 tahun
laki-laki dan perempuan serta telah mengkonsumsi obat asma sejak 1 tahun
yang lalu merupakan kriteria inklusi dari penelitian ini. Alat ukur yang dipakai
untuk menilai kepatuhan yaitu kuesioner Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan tingkat
kepatuhan pengobatan asma setelah subyek diberikan edukasi/ pelayanan oleh
7
farmasi klinis dengan analisis statistik yang cukup signifikan 2.735 ± 0.1762
dan P<0.0001 dan kunjungan ke dua dari farmasi 3.211 ± 0.172 dan P<0.0001.
Beda penelitian ini dengan literatur yang diacu: Pasien yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah pasien asma dewasa usia 18-60 tahun yang
menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira UPKPM
Yogyakarta. Besar sampel yang dilibatkan dalam penelitan nantinya akan
dihitung menggunakan rumus penentuan sampel. Kriteria inklusi dan ekslusi
memiliki persamaan dengan literatur (akan disesuaikan kondisi pasien dan
kebutuhan penelitian). Kemudian dilakukan konseling oleh peneliti (farmasis)
untuk mengetahui tingkat kepatuhan dan keberhasilan terapi asma.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi praktisi, hasil penelitian ini merupakan landasan dan petunjuk dalam
menentukan langkah terutama dalam memberikan penatalaksanaan
penyakit asma secara optimal.
2. Bagi peneliti dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang
hubungan konseling farmasis terhadap tingkat kepatuhan dan hasil terapi
pengobatan pasien asma.
3. Bagi Rumah Sakit Khusus Paru Respira UPKPM Yogyakarta dapat
memberikan kontribusi dalam pendataan pasien asma. dan pelayanan
konseling kepada pasien asma guna meningkatkan tingkat kepatuhan dan
hasil terapi pengobatan pasien asma.
8
4. Bagi institusi pendidikan dapat digunakan sebagai pendahuluan dan sumber
informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
kepatuhan pengobatan dan keberhasilan terapi pasien asma.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh konseling oleh farmasis terhadap tingkat
kepatuhan dan hasil terapi pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Khusus
Paru Respira UPKPM Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui korelasi antara tingkat kepatuhan pengobatan terhadap
hasil terapi pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira
UPKPM Yogyakarta.
Download