Jurnal Dinamika Maritim 67 Vol . 2 No.1, September 2010 UJI SPESIFITAS ANTIBODI IGM GROUPER (Cromileptes altivelis) -ANTI ADHESIN V. Alginolyticus DENGAN TEKNIK WESTERN BLOTTING Tengku Said Raza’i Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang ABSTRACT Vibriosis was one of the weakness in grouper culture. Mortality of the grouper culture achieved 80-90 %. The first stage of the mechanism of bacterial pathogen infection was colonization that encompass adherence bacterial pathogen to receptor of the host epithelyocite. The aim of this research was to know characterization receptor protein in the spleen of humpback grouper (Cromilpetes altivelis) that infected Vibrio alginolyticus. Result of the Western blotting showed that receptor protein of the spleen to bind adhesin V. alginolyticus was have molecular weight 34 kDa. The expression of this receptor protein also was showed from confocal laser scanning microscopy (CLSM) that receptor protein in the humpback grouper spleen that infected V. alginolyticus have higher level than control. Key word :Grouper, Anti adhesin, SDS- PAGE, Western Blotting PENDAHULUAN Salah satu produk perikanan laut yang merupakan komoditas ekspor unggulan setelah udang adalah ikan kerapu. Produksi kerapu selama ini didominasi dari hasil penangkapan dan budidaya karamba di laut. Data terakhir pada tahun 2003 produksi ikan kerapu mencapai 8.638 ton (Sukadi, 2005). Jenis ikan kerapu yang merupakan komoditas ekspor adalah ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis), sunu/lodi (Plectropomus Sp), napoleon (Cheilinus undulatus) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Guna pemenuhuan kebutuhan ikan kerapu dan upaya perlindungan dikembangkanlah usaha budidaya ikan kerapu seperti pengembangan panti-panti pembenihan. Namun usaha ini masih banyak menghadapi kendala dan masalah. Permasalahan utama yang sering menjadi penghambat produksi adalah penyakit seperti bakteri dan virus, termasuk serangan patogen ini pada benih, larva dan juana. Produksi budidaya ikan kerapu tikus, yang terserang patogen juga dapat dimulai dari kegiatan pembenihan sampai budidaya pembesaran di keramba jaring apung. Jenis penyakit yang sering timbul pada budidaya air payau adalah disebabkan oleh strain Vibrio, Psedomonas, Chromobacterium, Bacillus (Irianto, 2003). Infeksi bakteri patogen dari jenis Vibrio pada benih ikan laut telah banyak dilakukan. Todar (2000), mengemukakan bahwa V. parahaemolyticus dan V. alginolyticus berperan sebagai penyebab kematian pada ikan laut hingga mencapai 80 – 90 %. Infeksi bakteri patogen Vibrio ini diduga sebagai penyebab rendahnya laju sintasan (Survival Rate, SR) pada pembenihan ikan kerapu tikus, yaitu hanya berkisar 1,2 – 2,9% (Anonim, 1999; Yuasa et al (2000). Seng (1994), mengemukakan pula bahwa pada ikan kerapu bakteri Vibrio alginolyticus dan V. parahaemolyticus merupakan penyebab kematian yang potensial. Sewaktu bakteri menginfeksi ikan, bakteri dapat menghasilkan zat beracun yang disebut sebagai toksin yang merupakan produk ekstraseluler yang berkaitan dengan antibiosis sehingga bisa mematikan organisme inang atau memudahkan bakteri masuk ke dalam tubuh inang. Berdasarkan proses pengeluarannya, toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat bersifat eksotoksin jika diekskresikan ke luar sel, atau endotoksin jika racun tersebut tetap disimpan dalam sel bakteri dan tidak diekskresikan (Todar, 2002). Lebih lanjut dikemukakan bahwa toksin yang dihasilkan oleh bakteri patogen akan merusak sel dan jaringan inang secara keseluruhan. Kerusakan sel akibat interaksi antara toksin Jurnal Dinamika Maritim 68 Vol . 2 No.1, September 2010 dengan inang. Bordas et al (2004), mengemukakan bahwa beberapa jenis bakteri patogen memproduksi toksin tetrodotoksin. Bakteri-bakteri penghasil toksin tersebut antara lain adalah V.alginolyticus, V. Parahaemolyticus dan V. anguillarum yang berupa anhydrotetrodotoksin. Meskipun anhydrotetrodotoksin ini kurang toksik, tetapi pada kondisi pH rendah mudah sekali berubah menjadi tetrodotoksin yang merupakan neurotoksin. Adhesi antara V. alginolyticus dengan reseptor pada ikan juga terjadi pada bagain eksternal tubuh ikan antar lain pada mucus. Bordas et al. (1996) telah menguji kinetic adhesion Vibrio terhadap mucus pada GiltHead sea bream. Mereka menyimpulkan bahwa kemampuan adhesion Vibrio terhadap lendir ikan bukan merupakan factor virulensi utama pada infeksi Vibrio karena interkasi spesifik antara adhesion dan reseptor sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan salinitas. Namun, tidak adanya pengaruh inhibitor lendir terhadap mikroorganisme pathogen dan kemampuan Vibrio dalam menggunakan mucus sebagai sumber karbon menjadikan adhesi merupakan sarana yang potensial dalam infeksi ikan terutama ikan yang stress. Proses infeksi bakteri diawali dengan perlekatan, kemudian dilanjutkan dengan kolonisasi. Sistem perlekatan diperankan oleh molekul adesi pili, Omp dan molekul reseptornya, sedangkan sistem kolonisasi menghasilkan ECP (Yanuhar, 2006). Penelitian terhadap infeksi V. alginolyticus sebagai penyebab vibriosis pada ikan kerapu dengan melihat ekspresi protein belum banyak diteliti. Sebagai contoh adalah jenis protein glikoprotein yang merupakan suatu protein dengan komponen lain berupa turunan oligosakarida. Pada tingkat penyerangan oleh senyawa protein ini dapat , mengakibatkan kematian pada sel hospes. Mengingat peran penyakit yang disebabkan oleh bakteri di Indonesia khususnya pada ikan kerapu tikus masih terbatas pada pengamatan gejala penyakit, penyebab penyakit, identifikasi jenis bakteri penyebab penyakit seperti yang dilaporkan oleh Wijayati dan Hamid (1997). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk karakterisasi protein reseptor pada organ lien ikan kerapu tikus C. altivelis yang terinfeksi V. alginolyticus. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap, kemudian data yang diperoleh dianalisis statistik ANOVA. Prosedur penelitian meliputi kegiatan mengidentifikasi bakteri V.alginoltticus dan melakukan uji spesifitas serta mengisolasi protein adesin V. alginolyticus. Dalam penelitian ini diperlukan beberapa tahapan yaitu; identifikasi reseptor ikan kerapu tikus C.altivelis yang mengenali antigen spesifik yaitu pada bagian protein spesifik bakteri V.alginolyticus dengan melihat karakter dan ekspresi proteinnya yang terdapat pada organ lien ikan kerapu tikus dan ekspresi antibody/Imunoglobulin reseptor spesifik ikan kerapu tikus terhadap bakteri V.alginolyticus. Selanjutnya melakukan elektroforesis SDS-PAGE dan dikonfirmasi berat molekulnya dari masing-masing band protein yang dipotong, dilakukan elektroelusi dengan menggunakan PBS steril dan pada aquades pada 4oC untuk mendapatkan eluat protein (pure protein liquid), yang kemudian protein tersebut dilakukan uji haemaglutinasi berdasarkan berat molekulnya untuk menentukan titer positif sampai pada pengenceran yang tinggi. Berdasarkan berat molekul dapat ditentukan jenis berat molekul mana yang memberikan reaksi paling tinggi terhadap reseptor. Protein yang diperoleh kemudian didialisa dalam kantong selofan dua kali semalam dengan aquades steril pada suhu 4oC untuk memisahkan protein dengan debris selain protein. Hal yang sama dilakukan isolasi protein reseptor organ lien reseptor ikan kerapu tikus C. altivelis molekul adesi V.alginolyticus. Protein yang didapat dilakukan dialysis 2x semalam untuk memisahkan protein reseptor, adhesion dengan bahan lain selain protein. Untuk mendapatkan gambaran apakah benar protein yang diperoleh merupakan satu protein maka dilakukan penentuan protein dengan menggunakan uji haemaglutinin terhadap darah ikan kerapu dan pewarnaan glikoprotein. Jurnal Dinamika Maritim 69 Vol . 2 No.1, September 2010 Uji Spesifitas Antibodi IgM Grouper-anti adhesin V. alginolyticus dengan teknik Western Blotting 1 gel dipindahkah pada kertas nitrosellulosa menggunakan alat semi dry setelah sampel tersebut dilakukan SDS-PAGE. Kemudian dilakukan pengecatan dengan pewarna ponco 2% yang mengandung TCA sampai 3% untuk mengetahui apakah protein sampel telah pindah pada membran nitrosellulosa dan diberi tanda untuk menentukan bobot molekul. Kertas nitrosellulosa dipotong sesuai dengan lajur sumuran. Selanjutnya di blok dengan TBE yang mengandung albumin 3% dalam TBE pH 7,4 ditambah BSA 1% digoyang selama 2 jam. Selanjutnya ditambah antibodi sekunder yaitu anti fish IgM konsentrasi 1/1000 dalam TBE pH 7,4 dan BSA 1%, dan dilindungi terhadap sinar. Digoyang selama 2 jam, kemudian dilakukan pencucian 2 kali selama 5 menit menggunakan TBE pH 7,4 Tween 20 0,05%. Sebagai bahan warna digunakan tablet β Cip yang dilarutkan pada H2O 10 ml. Larutan ini dituangkan pada kertas nitrosellulose dan dilakukan pengamatan terjadinya warna merah. Jika reaksi cukup dibilas dengan H2O selanjutnya dikeringkan dengan kertas saring. Dot yang terbentuk di visualisasi dengan menggunakan program corel draw 11. Kemudian dilakukan uji spesifitas antibody polyclonal anti toksin pada sel epitel ikan yang terinfeksi dengan menggunakan confocal scanning electron. Sel epitel yang diisolasi dibandingkan dengan sel epitel normal tidak terpapar adhesin. Sel epitel yang sudah diisolasi diteteskan pada cover slip 24 x 24 mm ditutup diatasnya dengan cover slip kecil 16 x 16 mm, selanjutnya sel siap dibandingkan dengan menggunakan Confocal Laser Scanning Microscope (CLSM). HASIL PENELITIAN Hasil elektroforesis SDS-PAGE terhadap organ lien ikan kerapu tikus yang terinfeksi V. alginolyticus dengan menggunakan marker protein wide range menujukan pita protein dengan berat molekul 38,95 kDa. Berat molekul protein tersebut setelah diuji dengan menggunakan uji spesifitas antibody IgM anti grouper dengan menggunakan teknik western blotting menunjukkan bahwa berat molekul 38,95 kDa memberikan spesifitas reaksi silang antara protein reseptor dengan bakteri V. alginolyticus. Hasil uji reseptor dengan setelah dilakukan pemeriksaan dengan western blotting, dapat dilihat pada Gambar 9. kDa 145,98 99,76 76,20 38,95 62,34 50,28 38,95 25,45 19,46 Gambar 9. hasil SDS-PAGE dan western blotting, dengan berat molekul 38,95 kDa. Keterangan : kiri = marker; tengah = hasil western blotting dari organ lien terinfeksi V. Alginolyticus; kanan =organ lien terinfeksi V. alginolyticus Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses infeksi bakteri V. alginolyticus pada ikan kerapu tikus bersifat sistemik yang ditunjukkan dengan adanya reseptor pada organ lien yang mengenali adhesin V. alginolyticus. Protein reseptor tersebut memiliki berat molekul (BM) sebesar 38,95 kDa. Meskipun kadar protein reseptor di lien tersebut cukup rendah yang ditandai dengan tipisnya band yang muncul pada hasil SDSPAGE. Namun band yang tipis tersebut justru band yang bereaksi silang dengan IgM anti grouper pada hasil Western blotting. Berdasarkan hasil western blotting tersebut menunjukkan bahwa adanya reaksi pengenalan antigen didasarkan oleh spesifitas protein yang terukur dengan menggunakan confocal laser scanning mikroskop. Spesifitas protein yang terkspresi tergantung pula pada besarnya energi dalam bentuk ATP yang terbentuk saat proses translasi, didalam proses Jurnal Dinamika Maritim 70 Vol . 2 No.1, September 2010 terbentuk koding protein mengekspresikan asam amino. yang akan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapatnya ekspresi pada reseptor protein organ lien ikan kerapu tikus yang mengenali protein adhesin bakteri V. alginolyticus. selanjutnyab protein reseptor pada organ lien kerapu tikus yang mengenali adhesin V. alginolyticus memiliki berat molekul 38,95 kDa. Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut perlu disarankan bahwa Perlu dilakukan analisa asam amino spesifik yang mengkode protein yang terekspresi pada yang spesifik mengenali bakteri V. alginolyticus, guna pengembangan probe molekuler dan Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan protein hemaglutinin V. alginolyticus yang merupakan satu faktor virulensi pada ikan kerapu. Diharapkan dengan penelitian lanjutan ini akan memberikan sumbangan bagi ilmu perikanan, karena protein adhesin V. alginolyticus tersebut dapat dikembangkan sebagai bahan antibodi monoklonal. DAFTAR PUSTAKA Bordas, M.A., M. C. Balebona, I. Zorrilla, J. J. Borrego, dan M. A. Morinigo. 2004. Kinetics of adhesion of Selected Fish-Pathogenic Vibrio Strains to Skin Mucus of Gilt-Head Sea Bream (Sparus aurata L.). Applied and Environmental Microbiology, Oct. 1996, p. 3650–3654. Irianto, A. 2003. Probiotik akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 125 hal. Todar K., 2002. Mechanisms of Bacterial Pathogenicity, University of Wisconsin-Madison Departement of Bacteriology, p 1-6. Seng, L. T., 1994. Parasites and diseases of cultured marine finfish in South East Asia. Pusat Pengkajian Sains Kajihayat, University Sains Malaysia. 25p. Sukadi, fatuchri. 2005. Profil Perikanan Budidaya (Aquaculture Profile). Departemen Kelautan Dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta. 38 hal. Wijayati, A., dan Noor Hamid, 1997. Identifikasi bakteri pada pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Ditjen. Perikanan, Deptan., 9 hal. Yanuhar, U. 2006. Karakterisasi dan Identifikasi Molekuler Protein Adesi Pili Vibrio alginolyticus dan Reseptornya pada Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Yuasa, K., Des Roza, I. Koesharyani, F. Johnny and K. Mahardika, 2000. General Remarks On Fish Disease Diagnosis. Pp. 5-18. Textbook for the Training Course on Fish Disease Diagnosis. Lolitkanta-JICA Booklet No. 12.