Proposisi dan Argumen Dalam Diskusi Kelas Siswa

advertisement
276
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
Tersedia Online di http://journal.um.ac.id/index.php/jph
pISSN: 2338-8110/eISSN: 2442-3890
Jurnal Pendidikan Humaniora
Vol. 3 No. 4, Hal 276-286, Desember 2015
Proposisi dan Argumen Dalam Diskusi Kelas Siswa SMP
Narimo1), Anang Santosa2), Yuni Pratiwi2), Mujianto2)
1)
SMP Negeri 1 Watulimo
Pendidikan Bahasa Indonesia–Universitas Negeri Malang
Jl. Raya Prigi, Watulimo, Trenggalek. E-mail: [email protected]
2)
Abstract: This study is to describe and explain the proposition and argument on classroom discussion
of Junior High School students. The data are collected through observation techniques with the
audio-video cameras supported by field notes to the subjects of this study; 235 students of the
eighth grade of SMP Negeri 1 Watulimo Trenggalek, East Java. Data analysis is undertaken using
qualitative data analysis by Miles and Huberman. The results of the study are the proposition and
the argument on classroom discussion of Junior High School students. The proposition on classroom
discussion of Junior High School students are the affirmation or negation propositions expressed by
one or more students. The argument on classroom discussion of Junior High School students is the
argument constructed by students collaboratively.
Key Words: proposition, argument, classroom discussion
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan proposisi dan argumen
dalam diskusi kelas siswa SMP. Data penelitian dikumpulkan melalui teknik observasi dengan bantuan
kamera audio video yang didukung oleh catatan lapangan terhadap subjek penelitian sejumlah 235
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Watulimo Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Data yang terkumpul dianalisis secara interaktif model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini adalah proposisi
dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. Proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP berupa proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan oleh seorang siswa atau lebih. Argumen dalam diskusi
kelas siswa SMP berupa argumen yang dibangun siswa secara kolaboratif.
Kata-kunci: proposisi, argumen, diskusi kelas
Dalam proses komunikasi, Brown dan Yule (1983:1–
2) menggunakan dua istilah untuk menggambarkan
fungsi utama bahasa, yaitu fungsi transaksional dan
fungsi interaksional. Fungsi transaksional adalah
fungsi bahasa untuk menyampaikan isi atau pesan,
sedangkan fungsi interaksional adalah fungsi bahasa
untuk menjaga hubungan sosial dan mengekspresikan
sikap pribadi.
Dalam fungsi transaksional, fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi informasi atau pesan. Pada prinsipnya, pesan tersebut berupa ide/konsep, keputusan, atau argumen yang ada dalam pikiran penutur. Sebagai hasil dari proses berpikir, pesan ini dapat
diekspresikan dengan bahasa. Ekspresi bahasa tersebut dapat berwujud kata (frasa), kalimat (klausa),
atau wacana. Dengan ekspresi bahasa ini, apa yang
dipikirkan penutur akan dapat dipahami oleh mitra
tutur. Hal ini menjadi indikasi adanya hubungan yang
276
erat antara pikiran dan bahasa karena hanya dengan
dibahasakan sesuatu yang dipikirkan dapat ditangkap
atau dipahami (Poespoprodjo, 2007:77).
Terkait dengan fungsi transaksional, agar dapat
membahasakan pikiran dengan tertib dan benar, diperlukan kemampuan berpikir secara kritis. Berpikir kritis
itu adalah berpikir secara jernih atau sahih (Molan,
2012:12). Dengan kemampuan ini, orang dapat mengolah pengetahuan yang telah diterima melalui pancaindera untuk mencapai suatu kebenaran karena berpikir
kritis merupakan proses bernalar untuk membedakan
yang benar dan yang palsu (Wood, 2002:1).
Menurut Huitt dan Hummel (2003:1), proses
bernalar merupakan proses kognitif dalam bentuk
adaptasi terhadap lingkungan. Adaptasi tersebut dapat dipilah menjadi dua, yaitu asimilasi dan akomodasi
(Piaget dan Inhelder, 1969:6). Asimilasi adalah proses
menggunakan struktur kognitif untuk menyaring maArtikel diterima 07/04/2015; disetujui 19/11/2015
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....277
sukan dari lingkungan, sedangkan akomodasi adalah
proses memodifikasi struktur kog-nitif untuk menyesuaikan dengan realitas atau lingkungan. Proses ini
akan menghasilkan kemampuan manusia untuk bernalar secara abstrak simbolis. Kemampuan bernalar tersebut dapat diperoleh secara bertahap sesuai dengan
fase perkembangan manusia. Sejalan dengan prinsip
perkembangan bahwa sampai batas-batas tertentu
perkembangan suatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat maka perkembangan kemampuan bernalar
pun dapat dilakukan percepatan. Untuk mempercepat
perkembangan aspek kemampuan bernalar itu, dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran dan pelatihan baik
secara formal maupun informal.
Pembelajaran formal, khususnya di jenjang pendidikan dasar, memiliki kedudukan yang strategis untuk
membelajarkan kompetensi bernalar. Hal ini didasari
oleh fakta adanya keterbatasan kemampuan bernalar
anak. Menurut Diezmann, Watters, dan English (2002:
289), kemampuan anak untuk bernalar terbatas pada
kemampuan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dasar
yang lemah. Kondisi kompetensi bernalar anak ini didukung oleh fakta pembelajaran di kelas, yaitu siswa sering tidak dapat membedakan yang benar dari yang
salah, memisahkan fakta dari fiksi, mengidentifikasi
motif-motif dasar, dan menyampaikan dugaan dan
pendapat beralasan (Bouhnik dan Giat, 2009:2).
Kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat beralasan atau argumen merupakan salah satu
bentuk kemampuan dasar bernalar yang harus dikuasai siswa SMP. Namun, dalam kurikulum SMP, kompetensi bernalar ini tidak dibahas secara khusus, tetapi terintegrasi pada mata pelajaran yang ada, khususnya pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir
ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri. Pembudayaan berpikir ilmiah tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui
olah pikir atau peningkatan kompetensi bernalar (Kemendiknas, 2006:8).
Di SMP, model pembelajaran berbasis penalaran
sebagaimana yang digagas oleh Mislevy, Reconscente, dan Rutstein (2009) dapat diimplementasikan dalam berbagai strategi pembelajaran, misalnya pembelajaran penyimpulan dan diskusi. Dalam pembelajaran penyimpulan, siswa dapat menemukan model
penalaran dari teks yang dibaca atau informasi lisan
yang didengarkan. Sementara itu, dalam diskusi siswa akan dapat mengimplementasikan berbagai model
penalaran yang dikuasai untuk memecahkan masalah
sesuai dengan topik yang dibahas. Dengan metode
diskusi ini, siswa akan termotivasi dan terlatih untuk
mengembangkan logika berpikir secara rasional dan
spontan.
Untuk melatih dan mengembangkan logika berpikir siswa SMP, guru berperan sebagai fasilitator,
motivator, sekaligus model pembelajaran. Peran ini
diperlukan karena siswa pada masa SMP (usia 12–
15 tahun) masih berada pada masa operasional konkret atau awal operasional. Kemampuan berpikir remaja pada masa ini berada pada tataran transisi pemikiran anak dan orang dewasa. Masa perkembangan
kognitif ini ditandai dengan kompetensi gaya berpikir
anak yang semakin dewasa. Kompetensi ini tampak
pada kemampuan anak dalam memecahkan masalah
sebagai fungsi koordinasi operasi afirmasi dan negasi
(Muller, Sokol, dan Overton, 1999:71). Ketika dihadapkan pada masalah, anak telah mampu berspekulasi tentang semua solusi dengan menggunakan pemikiran idealis-logis dan pertimbangan baik-buruk. Anak
yang telah menginjak masa remaja ini telah dapat
menerapkan operasi mental untuk konsep-konsep abstrak seperti cinta, kebebasan, orang tua yang baik,
cita-cita, dan mampu berpikir berjam-jam dalam
memperdebatkan topik yang menarik. Melalui pelatihan, remaja sudah mulai dapat mengembangkan pemikiran yang jernih, logis, dan sistematis. Akan tetapi,
pada umumnya para remaja belum mampu memecahkan masalah yang kompleks, misalnya konflik keluarga.
Kemampuan berpikir siswa SMP dalam memecahkan masalah tampak pada saat siswa berargumentasi karena aktivitas ini akan mampu menghasilkan kebenaran proposisi dan kelogisan argumen. Berdasarkan fakta empiris dalam proses belajar mengajar
(PBM) mata pelajaran Bahasa Indonesia semester
2 yang dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 1
Watulimo, Kabupaten Tranggalek, Provinsi Jawa
Timur, dijumpai karakteristik argumentasi siswa SMP
dalam diskusi kelas yang dapat dilihat pada proposisi
dan argumen yang dibangun. Karakteristik ini terlihat
pada saat pembelajaran kompetensi dasar nomor
10.1, yaitu Menyampaikan persetujuan, sanggahan/penolakan pendapat dalam diskusi disertai
dengan alasan/bukti. Karakteristik tersebut adalah
proposisi yang muncul sebagai tuturan satu orang
atau lebih dan argumen yang muncul sebagai tuturan
beberapa orang secara bersama-sama.
Berdasarkan permasalahan tersebut, menarik
untuk dilakukan penelitian deskriptif dengan judul
278
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
Proposisi dan Argumen dalam Diskusi Kelas Siswa SMP ini. Dengan penelitian tersebut, karakteristik
proposisi dan argumen dapat dipaparkan secara lebih
komprehensif. Dengan demikian, penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu (1) mendeskripsikan proposisi
yang secara lebih rinci mencakup (a) bentuk proposisi, (b) makna proposisi, dan (c) jenis proposisi; dan
(2) mendeskripsikan argumen yang yang secara lebih
rinci mencakup (a) struktur argumen dan (b) validitas
argumen dalam diskusi kelas siswa SMP.
METODE
Penelitian ini didekati dengan penelitian kualitatif
yang dirancang dengan desain penelitian deskriptif.
Penggunaan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk
mendeskripsikan fenomena sosial dalam proses diskusi kelas siswa SMP dengan data yang alamiah.
Kealamiahan data penelitian ini terbatas pada kondisi
data yang bersumber pada tuturan siswa dalam proses pembelajaran yang tidak terlepas dari peran guru
dalam perencanaan dan pengaturan strategi pembelajaran. Data yang bersumber pada tuturan siswa tersebut berupa data proposisi dan data argumen yang
diperoleh dari proses diskusi kelas berbahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif tentang proposisi dan argumen dalam diskusi kelas
siswa SMP, digunakan jenis penelitian kelas bahasa
kedua (second language classroom research)
(Chaudron, 1988). Penelitian kelas bahasa kedua merupakan penelitian yang berlatar kelas dan mengangkat topik dari dalam kelas bahasa kedua. Ada empat
topik penting dari dalam kelas bahasa, yaitu (1) belajar
dari pembelajaran, (2) perilaku siswa, (3) tuturan guru, dan (4) inter-aksi di dalam kelas. Penelitian tentang proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa
SMP ini memfokuskan kajian pada topik interaksi di
dalam kelas. Fitur-fitur interaktif dari perilaku di dalam kelas mencakup (1) gilir tutur, (2) bertanya-menjawab, (3) negosiasi makna, dan (4) umpan balik. Fitur-fitur interaktif tersebut penting sebagai implementasi dari fungsi bahasa secara transaksional, yaitu
untuk menyampaikan isi atau pesan (Brown dan Yule,
1983:1–2). Berhubung isi atau pesan tuturan dapat
dilihat dari ekspresi pikiran yang secara verbal berupa
bahasa, dalam penelitian ini digunakan orientasi teoretis logika bahasa. Penggunaan teori logika bahasa
dimaksudkan untuk menjelaskan bahasa sebagai ekspresi pikiran. Penjelasan tersebut dimaksudkan untuk
memaparkan proposisi dan argumen dalam diskusi
kelas siswa SMP yang didasarkan pada kaidah-kaidah kebahasaan.
Pada penelitian tentang proposisi dan argumen
ini peneliti bertindak sebagai instrumen kunci pengumpul data. Sebagai instrumen kunci, setiap proses
pemerolehan sumber data, peneliti selalu hadir di kelas
tempat diskusi kelas berlangsung. Dalam hal ini peneliti berperan sebagai pengamat penuh. Peneliti menempatkan diri di samping juru kamera untuk melakukan pengamatan secara langsung sambil memandu
proses pengambilan data. Hasil observasi itu dicatat
di dalam catatan lapangan. Ada tiga poin penting yang
ditulis pada catatan lapangan ini, yaitu (1) catatan
latar pengamatan, (2) catatan deskriptif, dan (3) catatan reflektif. Dengan pengamatan secara penuh
dan berkelanjutan ini, dapat diperoleh data yang lengkap dan valid. Dengan demikian, kehadiran peneliti
ini dimaksudkan untuk menciptakan kelengkapan dan
kredibilitas data.
Data penelitian ini berupa data verbal. Data tersebut berbentuk tuturan siswa berupa ujaran atau
kalimat (data proposisi) dan fragmen wacana (data
argumen). Data tersebut bersumber dari hasil observasi diskusi kelas dengan bantuan kamera audio video
dan catatan lapangan terhadap subjek penelitian sejumlah 235 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Watulimo
Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur pada
semester 2 tahun pelajaran 2012/2013. Dalam hal
berbahasa, pada umumnya siswa SMP Negeri 1 Watulimo menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa
ibu (B-1), sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B-2). Hal ini berarti bahwa kaidah-kaidah
bahasa Indonesia lebih banyak dipahami dan diimplementasikan pada saat siswa belajar bahasa Indonesia
dalam pembelajaran di kelas. Dalam diskusi kelas,
siswa berada di dalam kelompok-kelompok kecil dengan anggota 2–4 siswa. Diskusi kelas ini mengangkat 14 topik dari kompetensi dasar mata pelajaran
Bahasa Indonesia kelas VIII semester 2 dan menghasilkan 28 rekaman karena setiap topik menghasilkan 2 rekaman. Hasil rekaman ini selanjutnya ditranskripsikan sehingga menjadi sumber data tertulis. Setiap
sumber data diberi kode berdasarkan topik dan kelas
asal sumber data, misalnya kode sumber data 1.1
berarti sumber data topik 1 yang berasal dari kelas
VIII urutan pertama, yaitu kelas VIII-A.
Data penelitian yang telah terkumpul direduksi
selanjutnya diklasifikasi berdasarkan tema dan
subtema kemudian dikodifikasi dengan kode-kode
tertentu dalam proses penyajian data. Proporsi data
penelitian ini dipaparkan dalam bentuk data tereduksi
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....279
dan data tersaji pada masing-masing tema dan subtema. Data pada tema proposisi berjumlah 110 data
tereduksi yang tersaji 54 data, yang terdiri atas data
pada subtema (1) bentuk proposisi berjumlah 34 data
tereduksi yang tersaji 16 data, (2) makna proposisi
berjumlah 40 data tereduksi yang tersaji 20 data, dan
(3) jenis proposisi berjumlah 36 data tereduksi yang
tersaji 18 data. Data pada tema argumen berjumlah
110 data tereduksi yang tersaji 23 data, yang terdiri
atas data pada subtema (1) struktur argumen berjumlah 52 data tereduksi yang tersaji 11 data dan (2) validitas argumen berjumlah 58 data tereduksi yang tersaji 12 data. Jadi, data pada penelitian ini berjumlah
220 data tereduksi yang tersaji 77 data. Jumlah data
itu dipandang sudah memenuhi semua variabel penelitian.
Prosedur analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data interaktif model Miles dan Huberman (1994:12) yang mencakup empat tahap, yaitu
(1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian
data, dan (4) penarikan simpulan/verifikasi. Pada model analisis ini aktivitas peneliti terfokus pada tiga
tahap penelitian, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian
data, dan (3) penarikan simpulan/verifikasi. Ketiga
tahap analisis data tersebut bergerak secara bolakbalik. Dalam pemahaman itu, analisis data merupakan suatu upaya berkelanjutan dan berulang secara
terus-menerus. Sebagai operasionalisasi analisis data
interaktif model Miles dan Huberman itu, proses analisis data pada penelitian ini dibagankan sebagaimana
ditampilkan pada Gambar 1.
Agar mendapatkan kepercayaan kualitas temuan, dalam penelitian ini digunakan empat kriteria validasi data penelitian kualitatif Guba dan Lincoln
(1994:114). Keempat kriteria validasi data tersebut
adalah (1) kredibilitas (2) transferabilitas, (3) dependabilitas, dan (4) konfirmabilitas.
Reduksi Data
Sumber Data
SumberDiskusi
Data Kelas
Hasil Observasi
Hasil
Observasi
DiskusiAudio
Kelas
dengan
Bantuan Kamera
dengan
VideoBantuan
dan Catatan
Kamera
Lapangan
Audio



Pengumpulan
Pengumpulan
Data
Data
Pemilahan
Pemilahan
Pemilihan
Pemilihan
Pemfokusan
Pemfokusan
Video dan Catatan Lapangan
Penyajian Data
Pengklasifikasikan, Pengorganisasian, dan Pemolarisasian
Data Proposisi
Data Argumen
Data Bentuk
Proposisi
Data Makna
Proposisi
Data Jenis
Proposisi
Data Struktur Argumen
 Proposisi
Afirmasi
 Proposisi
Negasi
Data Validitas Argumen
Konklusi/Verifikasi
 Penemuan makna
 Peninjauan kembali
Keterangan:
:
Garis praanalisis
:
Garis proses analisis
:
Garis peninjauan
Gambar 1. Proses Analisis Data Penelitian
280
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
HASIL
Hasil penelitian ini berupa paparan proposisi dan
argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. Hasil penelitian terhadap proposisi terdiri atas (1) bentuk proposisi, (2) makna proposisi, dan (3) jenis proposisi. Ketiga hasil penelitian tersebut dapat dipaparkan sebagai
berikut.
Bentuk proposisi mencakup dua pola. Kedua
pola tersebut adalah (1) pola proposisi afirmasi dan
negasi berbentuk kalimat tunggal yang meliputi
(a) nominal-nominal, (b) nominal-verbal, (c) nominaladjektival, (d) nominal transposisi verbal-verbal, dan
(e) nominal transposisi verbal-adjektival; dan
(2) pola proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat majemuk yang meliputi (a) koordinasi kontrastif,
(b) subordinasi utama-bawahan, dan (c) subordinasi
bawahan-utama.
Makna proposisi mencakup tiga pola. Ketiga pola
tersebut adalah (1) pola proposisi afirmasi dan negasi
bermakna lokusi yang meliputi (a) miskin luas-taklengkap dan (b) kaya sempit-taklengkap; (2) pola proposisi
afirmasi dan negasi bermakna ilokusi yang meliputi
(a) maksud mengharapkan, (b) maksud memerintah/
melarang, dan (c) maksud memuji/mengkritik; dan (3)
pola proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi
yang meliputi (a) respon persetujuan repetisi, (b) respon persetujuan pembalikan posisi, (c) respon persetujuan alasan, (d) respon penolakan kompromi, dan (e)
respon penolakan konfrontasi.
Jenis proposisi mencakup empat pola. Keempat
pola tersebut adalah (1) pola proposisi afirmasi dan
negasi berjenis kalimat deklaratif yang meliputi (a)
inversi permutasi, (b) diatesis aktif ekatransitif, dan
(c) diatesis pasif verbal berprefiks di-; (2) pola proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat interogatif yang
meliputi (a) retoris pertanyaan-pernyataan dan (b)
retoris pernyataan-pertanyaan; (3) pola proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat imperatif yang meliputi (a) perintah/larangan-alasan dan (b) ajakanpembuktian; dan (4) pola proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat eksklamatif yang meliputi (a) seruanevaluasi dan (b) seruan-pembuktian. Hasil penelitian
terhadap proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP
itu dapat divisualisasikan oleh Gambar 2.
Hasil penelitian terhadap argumen dalam diskusi
kelas siswa SMP terdiri atas (1) struktur argumen
dan (2) validitas argumen. Kedua hasil penelitian tersebut terbagi dalam pola-pola tertentu yang dapat
dipaparkan sebagai berikut.
Struktur argumen mencakup dua pola. Kedua
pola tersebut adalah (1) pola argumen sederhana
yang meliputi (a) pendirian-pendirian, (b) pendirianlandasan, (c) pendirian-landasan-jaminan, (d) pendirian-landasan-dukungan, (e) pendirian-landasan-jaminan-dukungan, (f) pendirian-landasan-sanggahan, (g)
pendirian-landasan-jaminan-sanggahan, dan (h) pendirian-landasan-jaminan-dukungan-sanggahan; dan
(2) pola argumen kompleks yang meliputi (a) dukungan ganda, (b) sanggahan ganda, dan (c) dukungan
ganda dan sanggahan ganda.
Validitas argumen terdiri atas dua pola. Kedua
pola tersebut adalah (1) pola validitas argumen pada
penyimpulan langsung valid dan takvalid, yang meliputi (a) reduplikasi, (b) konversi, dan (c) rantai; dan
(2) pola validitas argumen pada penyimpulan taklangsung yang meliputi (a) deduktif silogisme valid dan
takvalid yang terbagi atas (i) silogisme lengkap dan
(ii) entimema, dan (b) induktif generalisasi probabilitas sedang dan rendah. Hasil penelitian terhadap argumen dalam diskusi kelas siswa SMP tersebut divisualisasikan Gambar 3.
PEMBAHASAN
Temuan penelitian tentang proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP ini terbagi menjadi dua, yaitu (1) proposisi dalam diskusi kelas siswa
SMP dan (2) argumen dalam diskusi kelas siswa
SMP. Pembahasan kedua temuan tersebut adalah
sebagai berikut.
Proposisi dalam Diskusi Kelas Siswa SMP
Temuan penelitian tentang proposisi menunjukkan bahwa proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP
merupakan proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan oleh seorang siswa atau lebih. Karakteristik
ini dapat dijelaskan dari temuan bentuk, makna, dan
jenis proposisi sebagai berikut.
Pertama, temuan bentuk proposisi terdiri atas
proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat tunggal dengan pola nominal-nominal, nominal-verbal, nominal-adjektival, nominal transposisi verbal-verbal,
dan nominal transposisi verbal-adjektival dan proposisi
afirmasi dan negasi berbentuk kalimat majemuk dengan pola koordinasi kontrastif, subordinasi utamabawahan, dan subordinasi bawahan-utama. Proposisi
afirmasi dan negasi berbentuk kalimat tunggal baik
berpola nominal-nominal, nominal-verbal, nominaladjektival, nominal transpo-sisi verbal-verbal, dan nominal transposisi verbal-adjektival merupakan proposisi predikatif dengan P meneguhkan atau menging-
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....281





PA/P N berbentuk
kalimat tunggal
Bentuk
proposisi
Makna
proposisi
PROPOSISI
DALAM DK
SISWA SMP
Pola nominal-nominal
Pola nominal-verbal
Pola nominal-adjektival
Pola nominal transposisi verbal-verbal
Pola nominal transposisi verbal-adjektival
PA/PN berbentuk
kalimat majemuk
 Pola koordinasi kontrastif
 Pola subordinasi utama-bawahan
 Pola subordinasi bawahan-utama
PA/PN bermakna
lokusi
 Pola miskin luas-taklengkap
 Pola kaya sempit-taklengkap
PA/PN bermakna
ilokusi
 Pola maksud mengharapkan
 Pola maksud memerintah/melarang
 Pola maksud memuji/mengkritik





PA/PN bermakna
perlokusi
Pola respon persetujuan repetisi
Pola respon persetujuan pembalikan posisi
Pola respon persetujuan alasan
Pola respon penolakan kompromi
Pola respon penolakan konfrontasi
PA/PN berjenis
kalimat deklaratif
 Pola inversi permutasi
 Pola diatesis aktif ekatransitif
 Pola diatesis pasif verbal berprefiks di-
PA/PN dalam
kalimat interogatif
 Pola retoris pertanyaan-pernyataan
 Pola retoris pernyataan-pertanyaan
PA/PN dalam
kalimat imperatif
 Pola perintah/larangan-alasan
 Pola ajakan-pembuktian
PA/PN dalam
kalimat eksklamatif
 Pola seruan-evaluasi
 Pola seruan-pembuktian
Jenis
proposisi
Gambar 2. Bagan Visualisasi Hasil Penelitian terhadap Proposisi
Argumen
berstruktur
sederhana
Struktur
argumen
ARGUMEN
DALAM DK
SISWA SMP
Validitas
argumen








P ola pendirian-pendirian
P ola pendirian-landasan
P ola pendirian-landasan-jaminan
P ola pendirian-landasan-dukungan
P ola pendirian-landasan-jaminan-dukungan
P ola pendirian-landasan-sanggahan
P ola pendirian-landasan-jaminan-sanggahan
P ola pendirian-landasan-jaminan-dukungansanggahan
Argumen
berstruktur
kompleks
 P ola dukungan ganda
 P ola sanggahan ganda
 P ola dukungan ganda dan sanggahan ganda.
Validitas
argumen pada
 P ola reduplikasi
 P ola konversi
 P ola rantai
penyimpulan
langsung
valid/takvalid
Validitas
argumen pada
penyimpulan
taklangsung
 P ola deduktif
silogisme
valid/takvalid
 P ola silogisme lengkap
 P ola entimema
 P ola induktif
generalisasi
probabilitas
sedang/rendah
Gambar 3. Bagan Visualisasi Hasil Penelitian Terhadap Argumen
282
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
kari S (Ibrahimi, 2012:58–60). Pada umumnya, unsurunsur wajib kalimat pada pola-pola proposisi tersebut
telah terpenuhi dengan lengkap sehingga secara sintaksis proposisi tersebut termasuk proposisi yang eksplisit. Meskipun unsur-unsurnya sudah lengkap, tetapi
proposisi yang dinyatakan penutur ini sering ditegaskan lagi oleh mitra tutur dengan cara mempergunakan
repetisi (Keraf, 1997:41–44). Di samping itu, antarkonstituen kalimat pada proposisi ini terdapat hubungan yang bernalar sehingga proposisi tersebut termasuk kalimat yang logis (Soedjito dan Saryono, 2012:
153).
Kelengkapan unsur kalimat dan hubungan bernalar antarkonstituen kalimat juga terjadi pada proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat majemuk,
baik berpola koordinasi kontrastif, subordinasi utamabawahan, maupun subordinasi bawahan-utama. Kelengkapan unsur kalimat dan hubungan bernalar pada
pola koordinasi kontrastif secara sintaksis dapat dilihat
dari adanya dua klausa atau lebih yang menyatakan
hubungan perlawanan (Alwi, dkk.:401). Hubungan
tersebut biasanya ditandai oleh konjungtor koordinasi
kontrastif tetapi (Verhaar, 2010:282). Sementara itu,
kelengkapan unsur kalimat dan hubungan bernalar
pada pola subordinasi utama-bawahan dan subordinasi bawahan-utama secara sintaksis dapat dilihat dari
adanya struktur induk dan anak kalimat yang berhubungan sebab-akibat atau hubungan adverbial (Effendi, 1999:67–69). Jadi, pada pola ini terdapat klausa
yang berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain
(Alwi, dkk., 2003:388). Karena konstituen wajib pada
setiap klausanya dinyatakan secara lengkap sehingga
secara sintaksis proposisi ini termasuk proposisi yang
eksplisit.
Kedua, temuan makna proposisi terdiri atas proposisi afirmasi dan negasi bermakna lokusi dengan
pola miskin luas-taklengkap dan kaya sempit-taklengkap; proposisi afirmasi dan negasi bermakna ilokusi
dengan pola maksud mengharapkan, memerintah/
melarang, dan maksud memuji/mengkritik; dan proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi dengan
pola respon persetujuan repetisi, respon persetujuan
alasan, respon penolakan kompromi, dan respon penolakan konfrontasi. Proposisi afirmasi dan negasi
bermakna lokusi baik berpola miskin luas-taklengkap
maupun kaya sempit-taklengkap memiliki makna
yang kurang jelas karena tidak ditunjang oleh kelengkapan penjelasan konsep S pada tuturan itu. Sebenarnya, pola kaya sempit-taklengkap sudah memiliki
acuan konsep yang spesifik dan terfokus atau sejalan
dengan prinsip “semakin kaya komprehensi, semakin
sempit ekstensi” (Poespoprodjo, 2007:91; Dawud,
2010:9), tetapi berhubung pola ini tidak didukung oleh
penjelasan yang lengkap pada P, baik substansi, sifat,
maupun fungsi konsep maka maknanya kurang jelas.
Proposisi yang maknanya sejalan dengan konsepkonsep fungsi sintaksis dan penjelasannya ini menggambarkan bahwa proposisi tersebut mengacu pada
struktur sintaksis sekaligus struktur semantik kalimat
(Iatsko, 1998:1).
Proposisi afirmasi dan negasi bermakna ilokusi
baik berpola maksud mengharapkan, memerintah/
melarang (maksud direktif), dan maksud memuji/
mengkritik (maksud eksklamatif) pada dasarnya memiliki maksud yang implisit. Maksud penutur tersebut
tidak diekspresikan secara eksplisit dan formal, misalnya dengan menggunakan pemarkah harapan harap
atau hendaknya, pemarkah larangan jangan atau
janganlah, dan pemarkah seruan alangkah, betapa, atau bukan main (Alwi, dkk., 2003:355–362),
tetapi menggunakan pemarkah direktif dan eksklamatif yang tidak formal, misalnya dapat atau tidak harus, tidak atau tidak perlu, dan belum atau masih
belum. Proposisi yang secara implisit mengandung
maksud direktif atau eksklamatif ini merupakan proposisi yang mengacu pada struktur sintaksis (Iatsko,
1998:1).
Proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi baik berpola respon persetujuan repetisi, respon
persetujuan alasan, respon penolakan kompromi,
maupun respon penolakan konfrontasi merupakan pola makna proposisi yang dilihat dari respon mitra tutur.
Pola persetujuan repetisi dan respon persetujuan alasan mirip dengan respon penguatan karena mitra tutur
bermaksud untuk meningkatkan kepercayaan atau
keyakinan terhadap pernyataan penutur dan respon
penolakan konfrontasi mirip dengan respon pengubahan karena mitra tutur bermaksud membantah keyakinan yang telah terbentuk dan menarik emosi mitra tutur lain (Marcu, 2000:1727). Sementara itu, pola
respon penolakan kompromi sebagai respon persyaratan karena mitra tutur dapat mendukung pernyataan penutur dengan syarat tertentu. Berdasarkan temuan ini dapat dijelaskan bahwa proposisi afirmasi
dan negasi bermakna perlokusi dalam diskusi kelas
siswa SMP tersebut pada dasarnya merupakan pernyataan yang eksplisit sehingga mitra tutur dapat memahaminya dan memberikan respon dengan tepat.
Proposisi yang eksplisit ini sebagai proposisi yang
mengacu pada struktur sintaksis dan semantik (Iatsko, 1998:1).
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....283
Ketiga, temuan jenis proposisi terdiri atas proposisi afirmasi dan negasi berjenis kalimat deklaratif
dengan pola susun inversi permutasi, diatesis aktif
ekatransitif, dan diatesis pasif verbal berprefiks di-;
proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat interogatif
dengan pola retoris pertanyaan-pernyataan dan retoris pernyataan-pertanyaan; proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat imperatif dengan pola perintah/
larangan-alasan dan ajakan-pembuktian; dan proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat eksklamatif dengan pola seruan-evaluasi dan seruan-pembuktian.
Proposisi afirmasi dan negasi berjenis kalimat deklaratif baik berpola susun inversi permutasi, diatesis
aktif ekatransitif, maupun diatesis pasif verbal berprefiks di- pada dasarnya merupakan proposisi yang berstruktur lengkap (S-P) atau (S-P-O). Perbedaan pola-pola tersebut terletak pada struktur konstituen S
dan P dan peran S terhadap P. Pola susun inversi
permutasi terjadi jika konstituen P mendahului S sebagai gaya bicara dengan maksud untuk menekankan
konstituen yang berada di awal tuturan yang berfungsi
sebagai P (Alwi, dkk., 2003:365). Pola diatesis aktif
ekatransitif terjadi jika S kalimat berperan sebagai
agentif (pelaku) atau melakukan perbuatan dan diatesis pasif verbal berprefiks di- terjadi jika S kalimat
tidak berperan sebagai agentif (pelaku) atau melakukan perbuatan (Verhaar, 2010:130). Adanya struktur
tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini merupakan
proposisi yang memiliki konstituen sintaksis yang lengkap dan eksplisit. Proposisi yang eksplisit ini merupakan proposisi yang mengacu pada struktur sintaksis
dan semantik (Iatsko, 1998:1).
Proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat interogatif baik berpola retoris pertanyaan-pernyataan
maupun retoris pernyataan-pertanyaan merupakan
proposisi yang terdiri atas dua klausa. Kedua klausa
itu berwujud pertanyaan sebagai klausa utama dan
klausa yang berwujud pernyataan sebagai klausa bawahan yang berfungsi untuk memberi alasan atau
dukungan faktual. Untuk itu, pertanyaan ini tidak dimaksudkan menanyakan sesuatu, tetapi sebagai bentuk retorika untuk memberikan tanggapan terhadap
suatu pendapat atau sebagai jawaban terhadap pertanyaan mitra tutur sehingga tidak menggunakan penanda formal berupa kata tanya apa, siapa, berapa,
kapan, dan bagaimana dengan maksud untuk meminta jawaban ya atau tidak atau untuk meminta
informasi mengenai sesuatu dari mitra tutur atau pembaca sebagaimana dinyatakan Alwi, dkk. (2003:357).
Adanya maksud tuturan tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini merupakan proposisi yang implisit.
Proposisi yang implisit tersebut merupakan proposisi
yang mengacu pada struktur semantik (Iatsko,
1998:1).
Proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat imperatif dengan pola perintah/larangan-alasan dan
ajakan-pembuktian merupakan proposisi yang terdiri
atas dua klausa. Kedua klausa itu berwujud perintah/
larangan/ajakan sebagai klausa utama dan klausa
yang berwujud pernyataan sebagai klausa bawahan
yang berfungsi untuk memberi alasan atau pembuktian. Untuk itu, perintah/larangan /ajakan ini tidak dimaksudkan untuk memerintah, melarang, atau mengajak me-lakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur (Alwi, dkk., 2003:253), tetapi untuk
menjawab pernyataan penutur yang didukung dengan
alasan tertentu atau untuk menanggapi pendapat mitra tutur dengan cara yang santun (Rahardi, 2005:82).
Adanya maksud tuturan tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini bersifat implisit yang mengacu pada
struktur semantik (Iatsko, 1998:1).
Proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat eksklamatif dengan pola seruan-evaluasi dan seruanpembuktian merupakan proposisi yang terdiri atas
dua klausa. Kedua klausa itu berwujud seruan sebagai klausa utama dan klausa yang berwujud pernyataan sebagai klausa bawahan yang berfungsi untuk
memberi evaluasi atau pembuktian. Untuk itu, seruan
ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan rasa kagum
(Alwi, dkk., 2003:362), tetapi sebagai tanggapan terhadap pendapat mitra tutur yang disertai evaluasi
pembenaran atau penyalahan terhadap pendapat atau
sebagai jawaban terhadap pertanyaan mitra tutur
yang disertai fakta atau bukti yang mendukung jawaban itu. Adanya maksud tuturan tersebut menunjukkan
bahwa proposisi ini bersifat implisit yang mengacu
pada struktur semantik (Iatsko, 1998:1).
Argumen dalam Diskusi Kelas Siswa SMP
Temuan penelitian tentang argumen menunjukkan bahwa argumen dalam diskusi kelas siswa SMP
merupakan argumen kolaboratif, yaitu argumen yang
dibangun siswa secara bersama-sama. Karakteristik
ini dapat dijelaskan dari temu-an struktur dan validitas
validitas argumen sebagai berikut.
Pertama, temuan struktur argumen terdiri atas
argumen berstruktur sederhana dengan pola pendirian-pendirian, pendirian-landasan, pendirian-landasanjaminan, pendirian-landasan-dukungan, pendirianlandasan-jaminan-dukungan, pendirian-landasansanggahan, pendirian-landasan-jaminan-sanggahan,
284
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
dan pendirian-landasan-jaminan-dukungan-sanggahan dan argumen berstruktur kompleks dengan pola
dukungan ganda, sanggahan ganda, dukungan ganda
dan sanggahan ganda. Kedua struktur argumen tersebut pada dasarnya merupakan argumen yang tersusun atas simpulan dan premis yang runtut dan eksplisit.
Untuk itu, argumen ini sebagai wacana yang koheren
dan kohesif (Alwi dkk., 2003:427–435). Kekohesifan
ini ditandai oleh pengulangan, modalitas, misalnya menurut saya, tentu saja, dan konjungtor, misalnya
setuju-karena, dan, dan tidak setuju-karena yang
menghubungkan antarklausa.
Dilihat dari strukturnya, argumen dalam diskusi
kelas siswa SMP pada dasarnya berbeda dengan teori argumen model Toulmin (1990). Teori argumen
model Toulmin lebih mengarah pada argumen individu,
sedangkan hasil penelitian ini berupa argumen yang
dibangun dengan cara kerja sama. Oleh sebab itu,
hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Kim
dan Song (2005) yang mengarah pada argumen kolaboratif. Meskipun penelitian ini sama-sama dilakukan
dalam konteks diskusi kelas, tetapi hasilnya berbeda
dengan hasil penelitian Moleney dan Simon (2006)
yang mayoritas berupa argumen individu (proposisi
argumentatif), sedangkan argumen kolaboratifnya
hanya terjadi pada kelompok siswa usia tinggi, yaitu
7–11 tahun dan 7–13 tahun dan tidak terjadi pada
kelompok siswa usia rendah, yaitu 5–11 tahun. Tampaknya, usia siswa dan tingkat homogenitas usia siswa dalam kelompok diskusi cukup memengaruhi terhadap struktur argumen yang dibangun. Penelitian
Kim dan Song yang dilakukan terhadap diskusi siswa
kelas VIII SMP dengan usia yang relatif homogen
seperti halnya yang dilakukan dalam penelitian ini,
lebih cenderung menghasilkan argumen kolaboratif,
sedangkan penelitian Moleney dan Simon yang dilakukan terhadap diskusi siswa SD (dengan usia 5–13
tahun) cenderung menghasilkan argumen individual
(proposisi argumentatif).
Kedua, temuan validitas argumen terdiri atas
validitas argumen pada penyimpulan langsung valid
dan takvalid dengan pola reduplikasi, konversi, dan
rantai dan validitas argumen pada penyimpulan taklangsung valid dan takvalid dengan pola deduktif silogisme lengkap dan deduktif entimema, dan penyimpulan taklangsung probabilitas sedang dan rendah dengan pola induktif generalisasi. Pada penyimpulan
langsung valid dan takvalid dengan pola reduplikasi,
konversi, dan rantai merupakan validitas argumen
yang dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya perubahan komprehensi dan ekstensi terma pada simpulan
dari premisnya. Ada dan tidaknya perubahan kebenaran isi putusan pada simpulan dari premisnya ini
menandakan bahwa validitas argumen tersebut dipengaruhi oleh hal yang diacunya, yaitu menunjuk ke
referen yang sama atau tidak (Alwi, dkk., 2003:429).
Validitas argumen pada penyimpulan taklangsung dengan pola deduktif silogisme lengkap dan deduktif
entimema merupakan validitas argumen yang dipengaruhi oleh dipenuhi atau tidaknya syarat sahnya
silogisme (Hadi, 2008:62), sedangkan validitas argumen pada penyimpulan taklangsung dengan pola induktif generalisasi dipengaruhi oleh kuantitas faktafakta pendukungnya.
Argumen hasil penyimpulan langsung dan taklangsung silogisme lengkap dan entimema pada dasarnya sebagai bentuk pemikiran bersahaja dan pemikiran silogistik (Poespoprodjo, 2007:193; Hadi, 2008:62).
Sementara itu, argumen hasil penyimpulan (inferensi)
taklangsung induksi generalisasi sebagai bentuk pemikiran teoretik sederhana karena hanya didasarkan
pada beberapa contoh atau fakta saja (Poespoprodjo,
2007:240). Inferensi ini merupakan bentuk pemikiran
yang memerlukan waktu yang lebih lama daripada
penafsiran secara langsung karena pendengar perlu
memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan pembicara (Alwi,
2003:441). Meskipun ditemukan beberapa argumen
yang takvalid atau berprobabilitas rendah, tetapi pada
umumnya siswa tidak menyadarinya atau merasa
bahwa simpulannya sudah valid.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah dan temuan penelitian, yaitu proposisi
dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP dengan
karakteristik tertentu. Temuan proposisi mencakup
(a) bentuk proposisi, (b) makna proposisi, dan (c) jenis proposisi; sedangkan temuan argumen mencakup
(a) struktur argumen dan (b) validitas argumen. Berdasarkan temuan penelitian tersebut dapat ditarik dua
simpulan, yaitu (1) simpulan tentang temuan penelitian
terhadap proposisi dan (2) simpulan tentang temuan
penelitian terhadap argumen, serta hubungan kedua
simpulan tersebut.
Pertama, proposisi dalam diskusi kelas siswa
SMP merupakan proposisi afirmasi atau negasi yang
dinyatakan oleh seorang siswa atau lebih. Temuan
ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) propo-
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....285
sisi berbentuk kalimat tunggal atau kalimat majemuk
yang bersifat eksplisit, bermakna lokusi yang kurang
jelas atau bermakna perlokusi yang berpengaruh positif/negatif, berjenis kalimat deklaratif yang mengacu
pada struktur sintaksis dan semantik dan (2) proposisi
berbentuk kalimat majemuk yang bersifat implisit,
bermakna ilokusi dengan maksud terpahami, berjenis
proposisi dalam kalimat interogatif, imperatif, atau
eksklamatif yang mengacu pada struktur semantik.
Kedua, argumen dalam diskusi kelas siswa SMP
merupakan argumen yang dibangun siswa secara kolaboratif. Temuan ini dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu (1) argumen berstruktur kompleks dengan
unsur yang lengkap hasil penyimpulan taklangsung
silogisme lengkap valid sebagai bentuk pemikiran silogistik dan (2) argumen berstruktur sederhana dengan
unsur taklengkap hasil penyimpulan langsung takvalid
dan hasil penyimpulan taklangsung silogisme entimema takvalid sebagai bentuk pemikiran sederhana dan
silogistik. Namun, dalam diskusi kelas siswa SMP
terdapat juga argumen hasil penyimpulan taklangsung
induksi generalisasi dengan probabilitas rendah dan
sedang sebagai bentuk pemikiran teoretik sederhana.
Akan tetapi, signifikansi argumen ini rendah karena
dalam proses diskusi kelas siswa SMP jarang sekali
muncul.
Berdasarkan simpulan proposisi dan argumen
dalam diskusi kelas siswa SMP itu dapat dijelaskan
adanya hubungan keduanya, yaitu (1) proposisi berbentuk kalimat tunggal atau kalimat majemuk yang
bersifat eksplisit, bermakna lokusi yang kurang jelas
atau perlokusi yang berpengaruh positif/negatif, dan
berjenis kalimat deklaratif yang mengacu pada struktur sintaksis dan semantik lebih cenderung dapat
membangun argumen berstruktur kompleks dengan
unsur yang lengkap, hasil penyimpulan taklangsung
silogisme lengkap valid sebagai bentuk pemikiran silogistik (2) proposisi berbentuk kalimat majemuk yang
bersifat implisit, bermakna ilokusi dengan maksud terpahami, dan berjenis proposisi dalam kalimat interogatif, imperatif, atau eksklamatif yang mengacu pada
struktur semantik lebih cenderung membangun argumen berstruktur sederhana dengan unsur taklengkap
hasil penyimpulan langsung takvalid dan hasil penyimpulan taklangsung silogisme entimema takvalid sebagai bentuk pemikiran sederhana dan silogistik.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, yaitu ditemukannya proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan
oleh seorang siswa atau lebih dan struktur argumen
valid dan takvalid yang dibangun secara kolaboratif,
setidak-tidaknya dapat disampaikan tiga saran. Ketiga saran tersebut adalah saran bagi (1) guru SMP,
(2) penyusun bahan ajar/buku teks SMP, dan (3) pembelajaran bahasa Indonesia.
Pertama, guru SMP disarankan untuk mendesain pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model kolaboratif sehingga siswa terlatih berpikir sistematis dan rasional. Dalam implementasinya,
pendekatan saintifik ini hendaknya dirancang sesederhana mungkin dengan lebih mengutamakan penggunaan model pembelajaran kolaboratif, seperti Cooperative Learning, Problem Based Learning, dan
Project Based Learning. Penggunaan pendekatan
yang terstruktur dengan model pembelajaran yang
menekankan pada pentingnya kerja sama ini akan
dapat melatih siswa berpikir dengan runtut/sistematis
dan lebih rasional karena antaranggota kelompok dapat saling melengkapi.
Kedua, penyusun bahan ajar/buku teks SMP disarankan untuk memilih bahan ajar dari kehidupan seharihari siswa, tidak terlalu kompleks, tetapi bervariasi sehingga dapat memicu daya kritis siswa. Bahan ajar
yang menarik bagi siswa SMP adalah bahan ajar yang
tidak terlalu sederhana (mudah), tetapi juga tidak terlalu
kompleks dan luas. Bahan ajar yang baik untuk siswa
SMP adalah bahan ajar yang jelas (mudah dipahami),
tetapi memiliki tingkat kesulitan tertentu sehingga menantang mereka untuk berpikir.
Ketiga, pembelajaran bahasa Indonesia disarankan untuk disajikan dalam bentuk pembelajaran bahasa berbasis penalaran sehingga siswa terbiasa berargumen secara valid. Pembelajaran bahasa berbasis
penalaran dapat dilaksanakan pada tiga aspek, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran
bahasa berbasis penalaran pada aspek sikap ditekankan pada kelogisan bahasa yang digunakan, aspek
pengetahuan ditekankan pada struktur dan isi proposisi serta argumen, aspek keterampilan ditekankan
pada keterampilan dalam menyampaikan proposisi
dan keterampilan membangun argumen.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., dan Moeliono,
A. M. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Bouhnik, D. dan Giat, Y. 2009. Teaching High School
Students Applied Logical Reasoning. Journal of
Information Technology Education, 8 (-):161–172.
286
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
Brown, G. dan Yule, G. 1988. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Chaudron, C. 1988. Second Language Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Dawud. 2010. Pembelajaran Berargumentasi Tulis Bahasa Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam
Bidang Ilmu Pembelajaran Bahasa pada Fakultas
Sastra, Disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat
Universitas Negeri Malang (UM) Tanggal 30
September 2010.
Diezmann, C. M., Watters, J. J., dan English, L. D. 2002.
Teacher Behaviours that Influence Young Children’s Reasoning. Proceedings 27th Annual Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2 (-): 289–296.
Effendi, S. 1999. Panduan Berbahasa Indonesia dengan
Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Guba, E. G. dan Lincoln, Y. S. 1994. Competing Paradigms
in Qualitative Research. In N. K. Denzin & Y. S.
Lincoln (Eds.). Handbook of Qualitative Research. London: Sage.
Hadi, A. S. 2008. Logika Filsafat Berpikir. Surakarta: LPP
UNS dan UNS Press.
Huitt, W. dan Hummel, J. 2003. Piaget’s Theory of Cognitive Development. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.
Iatsko, V. 1998. Deep Structure of Proposition and Deep
Structure of Discourse. Linguistics in Potsdam, 4
(-): 1–17.
Ibrahimi, M.N. 2012. Logika Lengkap. Yogyakarta:
IRCiSod.
Kemendiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar SMP/MTs. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal
23 Mei 2006. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Keraf, G. 1997. Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Kim, H. dan Song, J. 2005. The Features of Peer Argumentation in Middle School Students Scientific In-
quiry. Seoul: Department of Physics Education,
College of Education, Seoul National University.
Maloney, J. dan Simon, S. 2006. Mapping Children’s of
Evidence in Science to Assess Collaboration and
Argumentation. London: Institute of Education,
Uneversity of London, Uk.
Marcu, D. 2000. Perlocutions: The Achilles Heel of Speech
Act Theory. Journal of Pragmatics, 32(7):1719–
1741.
Miles, M. B. dan Huberman, A. M. 1994. Qualitative Data
Analysis: An Expanded Sourcebook. Thousand
Oaks: Sage.
Mislevy, R. J., Riconscente, M. M., dan Rutstein, D.W.
2009. Design Patterns for Assessing Model-Based
Reasoning. Maryland: SRI International Center for
Technology in Learning.
Molan, B. 2012. Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis.
Jakarta: PT Indeks.
Muller, U., Sokol, B., dan Overton, W. F. 1999. Developmental Sequences in Class Reasoning and Propositional Reasoning. Journal of Experimental Child
Psychology, 74(-):69–106.
Piaget, J. dan Inhelder, B. 1969. The Psychology of the
Child. New York: Basic Boos. Inc.
Poespoprodjo, W. 2007. Logika Scientifika: Pengantar
Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika
Rahardi, K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif. Jakarta: Erlangga.
Soedjito dan Saryono, Dj. 2012. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing.
Toulmin, S. E. 1990. The Uses of Argument. Cambridge:
Cambridge University Press.
Verhaar, J. W. M. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wood, R. 2002. Critical Thinking. (Online). (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2011, http://HYPERLINK “http://
www.robinwood.com/Democracy/GeneralEssays”
www.robinwood.com/Democracy/GeneralEssays/
Critical Thinking. pdf).
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Download