Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015

advertisement
Kesiapan Kawasan Minapolitan Cilacap Menghadapi AEC 2015
Peningkatan Kualitas Produksi
Benarkah negara Indonesia sudah berhasil menjadi negara terdepan
dalam perdagangan hasil kelautan di kawasan Asia Tenggara? Sepanjang
yang diketahui, kekayaan alam di negeri yang wilayah lautnya paling luas ini
memang sangat berlimpah. Dari luas wilayahnya yang dikelilingi perairan,
tersimpan banyak potensi sumber daya laut yang hingga saat ini belum dapat
tertandingi oleh negara manapun di kawasan Asean.
Namun, berlawanan dengan kenyataan yang ada, beberapa waktu yang
lalu Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) memberikan penilaian bahwa
hasil kelautan dari negara kepulauan yang terpisah-pisah oleh selat dan
lautan ini ternyata masih kalah bila dibandingan dengan Vietnam dan juga
Thailand. Daya saing komoditi perikanan Indonesia dinilai relatif masih
lemah. Padahal AEC 2015 tinggal menghitung bulan saja. Kalau saja daya
saing ini bisa segera dibenahi maka Indonesia bisa dipastikan akan menjadi
pemain utama dalam AEC 2015 nanti. Sebaliknya, bila tidak segera dilakukan
pembenahan maka negeri maritim ini hanya akan menjadi penonton saja.
Dalam persaingan dagang adalah wajar apabila negara-negara tujuan
ekspor akan semakin ketat dalam menetapkan standar mutu. Konsumen pun
akan lebih selektif. Oleh karena itu, peningkatan mutu harus menjadi prioritas
utama dalam program pengembangan kawasan minapolitan di Indonesia.
Dengan peningkatan mutu tersebut diharapkan Indonesia bisa meningkatkan
daya saing dalam menghadapi pasar bebas 2015 nanti. Dengan demikian,
pengaruh masuknya serangan produk-produk impor pun nantinya tidak akan
terlalu besar menghantam potensi pasar di dalam negeri. Selain itu ada dua
masalah penting lainnya yang juga perlu mendapat perhatian, yaitu masalah
sumber daya manusia dan juga sistem logistik. Oleh karena itu fungsi-fungsi
pemberdayaan dari pemerintah sangat diperlukan dan harus ditingkatkan.
Azka D. Elmursyidy
1
Kesiapan Kawasan Minapolitan Cilacap Menghadapi AEC 2015
Potensi Kawasan Minapolitan Cilacap
Dalam menunjang komoditi perikanan nasional, kawasan minopolitan
Cilacap menyumbang ekspor ikan tuna yang tidak sedikit dari tahun ke tahun.
Selain ikan tuna, potensi perikanan laut di Cilacap yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi lainnya adalah ikan tongkol, tengiri dan juga beberapa jenis
ikan lainnya yang berada di laut lepas. Memperhatikan hal tersebut maka
Kementerian Kelautan dan Perikanan pun menetapkan Kabupaten Cilacap
sebagai salah satu sentra pendaratan tuna yang terintegrasi dengan zona inti
PPSC (Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap).
Walaupun arah pengembangan minopolitan di Cilacap saat ini lebih
terfokus pada penangkapan ikan tuna, ikan cakalang dan juga udang, namun
sebenarnya kawasan perikanan laut di Cilacap mempunyai potensi lain yang
cukup besar. Berdasarkan jenisnya, potensi tersebut meliputi:

Ikan pelagis besar (meliputi layaran, kakap, tongkol, layur, tuna, meka,
dan tengiri) dengan potensi mencapai 275.600 ton.

Ikan pelagis kecil (meliputi teri, tiga waja, jabrik, gerok, gogokan dan
dawah) dengan potensi mencapai 428.700 ton.

Ikan demarsal (meliputi cucut, pari, bawal, dan bokor) dengan potensi
mencapai 134.100 ton.

Udang (meliputi udang dogol, jerbung, krosok, lobster, rebon dan tiger)
dengan potensi mencapai 12.500 ton.

Cumi-cumi, dengan potensi mencapai 3.200 ton.
Sarana-sarana pendukung yang sudah ada yaitu: Pelabuhan perikanan
samudra Cilacap dengan daya tampung 250 kapal, dua depot BBM, sebelas
tempat pelelangan ikan, tujuh lokasi dermaga, empat unit galangan kapal,
lima unit pabrik es berkapasitas 236 ton, serta tiga unit cold storage dengan
daya muat 75 ton. Dengan dukungan sarana prasarana yang ada seharusnya
persiapan menghadapi AEC 2015 di kawasan ini sudah mulai menggeliat.
Azka D. Elmursyidy
2
Kesiapan Kawasan Minapolitan Cilacap Menghadapi AEC 2015
Kendala Yang Dihadapi
Ikan laut di laut selatan Kabupaten Cilacap (Samudera Indonesia) yang
berhasil ditangkap nelayan, dapat dikatakan masih jauh dari potensi yang
ada. Dari potensi perikanan tangkap di laut Cilacap yang mencapai lebih dari
72 ribu ton per-tahun, ikan hasil tangkapan nelayan saat ini baru mencapai
sekitar 4 ribu ton per-tahunnya. Itu artinya para nelayan Cilacap baru berhasil
menangkap ikan sebanyak 18 persen dari potensi kelautan yang tersedia.
Salah satu kendala belum tergalinya seluruh potensi perikanan laut ini
boleh jadi disebabkan oleh pengembangan kualitas sumber daya manusia
yang belum optimal dan juga sarana penangkapan ikan yang masih belum
memadai. Seharusnya dengan jumlah nelayan yang mencapai 33 ribu orang
itu, potensi kelautan di Cilacap dapat di eksplorasi dengan lebih maksimal.
Masalah ini mungkin disebabkan karena sebagian besar nelayan di
Cilacap adalah nelayan tradisional yang masih mengandalkan peralatan
tangkap ikan yang sederhana, yaitu perahu compreng yang hanya berawak
tiga orang dengan jangkauan melaut yang tidak melebihi jarak dua mil dari
garis pantai. Pengarungan armada penangkapan ikan milik nelayan Cilacap
pun belum banyak yang dapat mencapai zona ekonomi exclusive Indonesia
(ZEEI). Untuk memperbaiki keadaan ini dibutuhkan dukungan alat penangkap
ikan yang dapat melakukan penjelajahan laut secara lebih luas, baik armada
kapal ataupun perangkat yang dapat mendeteksi ikan dari jarak jauh.
Berdasarkan data terakhir, luas sebaran penangkapan ikan di kawasan
minopolitan Cilacap mencapai luas 5.200 km2. Sementara jumlah nelayan
adalah 33.000 orang, dengan armada kapal penangkapan sebanyak 4.538
unit. Armada tersebut terdiri dari 649 unit perahu tanpa motor, 1.139 unit
motor tempel, 2.639 unit kapal motor, dan kapal long line sebanyak 115 unit.
Sedangkan jumlah alat penangkapan sebanyak 107.523 buah.
Azka D. Elmursyidy
3
Kesiapan Kawasan Minapolitan Cilacap Menghadapi AEC 2015
Ketersediaan Bahan Bakar dan Sistem Logistik
Solar adalah bahan bakar utama untuk mengoperasikan alat penangkap
ikan. Kesulitan untuk mendapatkan solar tentu sangat menyusahkan nelayan.
Apabila kebutuhan solar tidak bisa terpenuhi, maka otomatis nelayan akan
kesulitan menangkap ikan. Lalu bagaimana bila ketersediaan solar dibatasi?
Berdasarkan hasil wawancara, nelayan di PPS Cilacap menuturkan
bahwa mereka terpaksa mengurangi waktu pengarungannya di laut karena
adanya pembatasan BBM. Yang tadinya berlayar hingga enam bulan, maka
saat ini pelayaran mereka hanya sampai empat bulan saja. Yang tadinya
berlayar sampai jauh kini mereka berlayar hanya jarak dekat saja. Dengan
demikian perolehan ikan yang mereka tangkap pun menjadi lebih sedikit.
Kenaikan harga BBM tentu juga berpengaruh pada biaya penangkapan
ikan tuna. Saat ongkos produksi naik maka harga ikan tuna pun selayaknya
dinaikkan pula. Apabila harga komoditas ekspor itu tidak ikut dinaikkan tentu
nelayan akan merugi. Bila suatu saat nanti penangkapan ikan tuna dianggap
tidak menguntungkan lagi, bukan tidak mungkin para nelayan di Cilacap akan
berhenti menangkap ikan tuna.
Kebijakan yang terkait dengan BBM pun tentu berpengaruh juga pada
sistem logistik. Biaya transportasi sektor kelautan dan perikanan pun menjadi
lebih mahal. Sedangkan biaya transportasi sangat mempengaruhi komponen
harga produk perikanan. Apabila harga produk perikanan dari Indonesia lebih
mahal, tentu akan tersaingi oleh negara Asean lainnya yang tidak terkendala
logistik. Lalu bagaimana dengan persiapan dalam menghadapi AEC 2015?
Ini menjadi dilema. Masih banyak yang harus dibenahi bila pemerintah
serius menghadapi AEC 2015 yang tinggal menghitung bulan saja. Semua
pihak yang berkepentingan harus bekerja keras apabila tidak ingin negeri
maritim ini tenggelam dalam persaingan produk kelautan di pasar bebas.
Azka D. Elmursyidy
4
Download