perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Nadhira Puspita Ayuningtyas G0009145 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Nadhira Puspita Ayuningtyas, NIM: G0009145, Tahun: 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Rabu, Tanggal 26 Desember 2012 Pembimbing Utama Nama : Rustam Siregar, dr., Sp. A NIP : 19490116 198012 1 001 ……………………….. Pembimbing Pendamping Nama : Arif Suryawan, dr. NIP : 19580327 198601 1 001 ……………………….. Penguji Utama Nama : Ismiranti Andarini, dr., Sp. A., M.Kes NIP : 19510421 198011 1 002 ……………………….. Anggota Penguji Nama : Prasetyadi M, dr., Sp. KK NIP : 19611210 199003 1 005 ……………………….. Surakarta, Ketua Tim Skripsi Mutmainah, dr., M.Kes NIP 19660702 199802 2 001 Dekan FK UNS Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM NIP 19510601 197903 1 002 commitii to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitiiito user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 12 Desember 2012 Nadhira Puspita Ayuningtyas NIM G0009145 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Nadhira Puspita Ayuningtyas, G0009145, 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang : Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia dan merupakan penyakit endemis yang ada hampir di seluruh propinsi. Jumlah kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karenanya pemerintah menggalakkan upaya pencegahan DBD melalui pengendalian vektornya yaitu nyamuk Aedes dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Namun, tampaknya hingga saat ini upaya tersebut belum memberikan hasil yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September - Desember 2012 di Surakarta. Subyek penelitian adalah kepala keluarga yang bertempat tinggal di Surakarta. Perilaku subyek diukur dengan menggunakan kuesioner yang meliputi kuesioner perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes yang terdiri atas 20 item pertanyaan. Diperoleh data sebanyak 50 dan analisis data menggunakan uji Annova satu jalan melalui program SPSS 17.00 for Windows. Hasil Penelitian : Hasil penelitian dari total 50 sampel didapatkan skor rata-rata perilaku 25 dari skor 40. Penelitian ini menunjukkan nilai F hitung sebesar 11,64 sedangkan nilai F 1) = 3 dan (df2) = 46 didapatkan nilai sebesar 2,81. Hal ini berarti bahwa nilai F hitung > nilai F tabel. Sementara itu = 0,000 yang berarti bahwa p < 0,05. Kedua hasil analisis tersebut memiliki simpulan yang sama, yaitu menolak Ho. Simpulan Penelitian : Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin baik pula perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Kata Kunci : Tingkat pendidikan formal kepala keluarga, perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. commit iv to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Nadhira Puspita Ayuningtyas, G0009145, 2012. Correlation between Patriarch Formal Education Degree and Behaviour in Eradication of Aedes Mosquitoes Nest. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta Background: Dengue Hemoragic Fever (DHF) is a serious health problem in Indonesia and it is an endemic diesase in almost every province in Indonesia. The number of DHF cases increased each year. That’s why, the government promote a way to prevent DHF through controlling the vector, Aedes mosquitoes, with the eradication of mosquitoes nest. However, it seems that until today it hasn’t give the desired result. This study aims to determine the relationship between patriarch formal education degree with the behaviour in eradication of aedes mosquitoes nest. Methods: This was an observational analytic study with cross-sectional approach that was conducted on September-December 2012 in Surakarta. The subject were partiarch residing in Surakarta. Subject’s behaviour was measured through a questionnaire which included questionnaires of behaviour towards eradication of Aedes mosquitoes nest which consist 20 items of questions. The obtained data were 50 and the data analysis used One Way Anova test with SPSS 17.00 for Windows program. Results: The results of a total of 50 samples abtained an average score of their behaviour 25 out of 40. This study demonstrates the value of F count equal to 11.64, while the value of F table with = 0.05 and degrees of freedom (df1) = 3 and (df2) = 46 obtained a value of 2.81. It means that the value of F count > value of F table. Meanwhile, with = 0.05 shows p = 0.000, which means that p < 0.05. Thus, the two analyzes are the same conclusions that reject Ho . Conclusion: There is a statistically significant relationship between patriarch formal education degree and behaviour in eradication of Aedes mosquitoes nest. The higher the education degree, the better the behaviour in eradiction of Aedes mosquitoes nest. Keywords: Patriarch formal education degree, behaviour in eradication of Aedes mosquitoes nest. v user commit to perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PRAKATA Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji kehadirat Allah SWT, atas segala karunia, rahmat, izin, dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu rasa hormat dan ucapan terima kasih yang dalam penulis berikan kepada : 1. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. H. Rustam Siregar, dr. Sp. A selaku Pembimbing Utama atas semua bimbingan, saran, nasihat, dan masukannya selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini. 3. Arif Suryawan, dr. selaku Pembimbing Pendamping atas semua bimbingan, saran, dan masukannya selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini. 4. Ismiranti Andarini, dr. Sp. A, M.Kes selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Prasetyadi Mawardi, dr. Sp. KK selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Annang Giri Moelyo, dr. Sp. A, M.Kes, Mutmainah, dr.,M.Kes, Bu Enny, SH., MH dan Mas Sunardi selaku TIM Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini 7. Yang tercinta dan amat saya sayangi kedua orang tua saya, Dra. Fathia, Apt. dan Hery Indyanto, drh. yang senantiasa mendoakan dengan tiada henti serta memberikan dukungan, semangat, dan motivasi sehingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Kakak saya yang tercinta Imania Mustika Purwitaningtyas, S.T. yang senantiasa mendoakan dan memberi semangat sehingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Novia Damara, Namira Octaviyati, Pratiwi Prasetya Primisawitri, dan temanteman lainnya atas segala bantuan dan waktu yang selalu tersedia. 10. Mbak Daryanti yang sangat membantu saya dalam terselesaikannya skripsi ini. 11. Seluruh warga dan pihak kelurahan atas segala waktu dan bantuan selama proses pengambilan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, 21 Desember 2012 Nadhira Puspita Ayuningtyas commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI PRAKATA ..................................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xii BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 6 BAB II. LANDASAN TEORI ..................................................................................... 7 A. Tinjauan Pustaka........................................ ............................................ 7 1. Pendidikan ............................................................. ........................... 7 2. Tingkat Pendidikan Formal ....................................................... ...... 8 3. Nyamuk Aedes ....................................................... .......................... 10 a. Taksonomi ..................................................................................... 10 b. Morfologi ...................................................................................... 11 c. Siklus Hidup ................................................................................. 12 d. Kebiasaan Hidup Nyamuk ............................................................ 13 commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Infeksi Virus Dengue ....................................................... ................ 15 a. Etiologi .......................................................................................... 15 b. Patofisio logi .................................................................................. 15 c. Patogenesis .................................................................................... 20 d. Manifestasi Klinis .......................................................................... 25 e. Diagnosis ........................................................................................ 31 f. Klasifikasi ..................................................................................... 34 g. Penularan ........................................................................................ 35 h. Pencegahan Penyakit Dengue .................................................... 35 5. Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes ................................. ....... ... 38 6. Perilaku ............................................................................................. 40 a. Pengertian Perilaku ............................................................ ......... 40 b. Bentuk Perilaku ....................................................... .................... 41 c. Determinan Perilaku .............................................. ...................... 42 d. Proses Adopsi Perilaku ................................................................ 43 7. Hubungan Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku terhadap PSN Aedes .......................................................... 44 B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 48 C. Hipotesis ................................................................................................. 49 BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 50 A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 50 B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 50 C. Subjek Penelitian .................................................................................... 50 commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id D. Teknik Sampling ..................................................................................... 51 E. Alat dan Bahan ....................................................................................... 52 F. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................................. 52 G. Defin isi Operasional Penelitian .............................................................. 52 H. Desain Penelitian .................................................................................... 54 I. Cara Penelitian ........................................................................................ 54 J. Teknik Analisis Data .............................................................................. 55 BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................... 56 BABV. PEMBAHASAN ........................................................................................... 61 BABVI. PENUTUP ...................................................................................................... 67 A. Simpulan ................................................................................................. 67 B. Saran ........................................................................................................ 67 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 68 LAMPIRAN commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Expanded Dengue Syndrome (Manifestasi Klinis yang Tidak Umum pada Infeksi Dengue) ................................................................................. 30 Tabel 2.2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD ........................ 34 Tabel 4.1. Umur, Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga ...................................................................................................................... 56 Tabel 4.2. Distribusi Penyuluhan PSN ......................................................................... 58 Tabel 4.3. Hasil Analisis Anova Satu Jalan tentang Hubungan Pendidikan Formal Kepala Keluarga Dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes ............................................................................................................ commit to user x 58 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran .................................................................. 48 Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian ................................................................ 54 Gambar 4.1. Perbedaan Rata-Rata Skor Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Menurut Tingkat Pendidikan ................................................................ commit to user xi 60 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Kuesioner Penelitian Lampiran B. Data Penelitian Lampiran C. Hasil Uji Anova Satu Jalan Lampiran D. Lampiran E. Surat Izin Penelitian Lampiran F. Surat Telah Melakukan Penelitian commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia dan merupakan penyakit endemis hampir di seluruh propinsi serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa/KLB (Depkes RI, 2008). Indonesia sendiri menurut WHO termasuk ke dalam negara endemik DBD bersama dengan Thailand, Sri Langka, dan Timor Leste dalam peta ASEAN (WHO, 2007). Selain itu, berdasarkan jumlah kasus yang terdata di WHO, Indonesia memiliki jumlah kasus terbanyak di Asia Tenggara sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 dengan jumlah kasus yaitu, 51934 kasus pada tahun 2003, 79462 kasus pada tahun 2004, 95279 kasus pada tahun 2005, 106425 kasus pada tahun 2006, 157442 kasus pada tahun 2007, 155607 kasus pada tahun 2008, dan 156052 kasus pada tahun 2009 (WHO, 2010). Demam Berdaah Dengue pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya. Namun, konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak saat itu hingga kini DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan terus terjadi peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun (Zulkoni, 2011). commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI didapatkan pada tahun 2002 jumlah kasus sebanyak 40.377 ( IR : 19,24/100.000 penduduk dengan 533 kematian (CFR : 1,3 %), tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 52.566 (IR : 24,34/100.000 penduduk) dengan 814 kematian (CFR : 1,5 %), tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 79.462 (IR : 37,01/100.000 penduduk) dengan 957 kematian (IR : 1,20 %), tahun 2005 jumlah kasus sebanyak 95.279 (IR : 43,31/100.000 penduduk) dengan 1.298 kematian (CFR : 1,36 %) tahun 2006 jumlah kasus sebanyak 114.656 (IR : 52,48/100.000 penduduk) dengan 1.196 kematian (CFR : 1,04 %), tahun 2007 jumlah kasus 124.811 (IR: 57,52/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR: 1,02%), tahun 2008 jumlah kasus 137.469 (IR = 59,02 per 100.000 penduduk) dengan 1.187 kematian (CFR = 0.86%), dan jumlah kasus pada tahun 2009 sebanyak 154.855 dengan 1.384 kematian (CFR = 0.89%). Berdasarkan Grafik Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Per Propinsi di Indonesia Tahun 2011, Propinsi Jawa Tengah menduduki peringkat kedua terbanyak jumlah kasus Demam Berdarah Dengue dengan jumlah kasus sebanyak 2.345 setelah Propinsi Jawa Timur dengan jumlah kasus sebanyak 3.152. Upaya pengendalian penyakit DBD yang telah dilakukan sampai saat ini adalah memberantas nyamuk penularnya, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus baik nyamuk dewasa ataupun jentiknya karena obat dan vaksinnya untuk membasmi virusnya belum ada hingga saat ini. Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 pengendalian penyakit DBD yaitu mengobati sesuai menemukan kasus secepatnya dan protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan Peningkatan profesionalisme pelaksana program (Depkes RI, 2008). Salah satu upaya pencegahan yang paling utama adalah pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Kampanye PSN sudah digalakkan Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M, yaitu menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk. Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan lotion anti nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat. Pemberantasan Sarang Nyamuk berperan sangat penting dalam mencegah terjadinya penularan penyakit demam berdarah dengue, karena dengan dilakukannya PSN dapat memutus siklus hidup vektor penyakit DBD yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institute for Medical Research, Kuala Lumpur, Malaysia dan Department of Health, Cebu City, Philippines ditemukan bahwa salah satu virus penyebab penyakit demam berdarah dengue, dengue virus type 2 (DEN-2), dapat ditransmisikan secara transovarial pada nyamuk Aedes aegypti sampai generasi kelima. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara memberi makan 200 nyamuk Aedes aegypti betina berumur 4-5 hari dengan darah yang terinfeksi oleh dengue virus type 2, kemudian nyamuk tersebut dibiakkan hingga sampai terdapat 7 generasi; setiap generasi diuji dengan menggunakan metode immunological staining untuk mengetahui keberadaan virus. Virus ternyata terdeteksi sampai pada generasi kelima tetapi pada generasi keenam dan ketujuh sudah tidak terdeteksi (Rohani et al., 2008) Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan nyamuk Aedes aegypti masih dapat menularkan virus demam berdarah dengue tipe 2 walaupun keturunan dari nyamuk tersebut, sampai dengan generasi kelima, tanpa perlu menghisap terlebih dahulu darah dari penderita DBD. Oleh karena itu, sangat penting untuk memutus siklus hidup nyamuk dalam usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue. Sampai saat ini, upaya PSN dengan 3M plus yang dilakukan baik masyarakat maupun pemerintah belum memberikan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi peningkatan jumlah kasus DBD. Berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam PSN sudah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum optimal dapat merubah perilaku masyarakat commit to user untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 secara terus-menerus melakukan PSN di tatanan dan lingkungan masingmasing (Depkes RI, 2008). Dalam setiap persoalan kesehatan, termasuk dalam upaya penanggulangan DBD, faktor perilaku senantiasa berperan penting. Perhatian terhadap faktor perilaku sama pentingnya dengan perhatian terhadap faktor lingkungan, khususnya dalam hal upaya pencegahan penyakit. Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah latar belakang seseorang. Latar belakang di sini mencakup pendidikan seseorang (Liana, 1996). Seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan rendah atau buta huruf, pada umumnya akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat seseorang tersebut bersifat konservatif, karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik (Kasnodiharjo, 1998). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, tiap tahunnya masih terjadi peningkatan kasus demam berdarah dan hal ini merupakan masalah yang cukup serius dan perlu diwaspadai. Walaupun pemerintah telah mengajak masyarakat berperan dalam pencegahan demam berdarah melalui program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), namun hal tersebut belum memberikan hasil yang diinginkan hingga saat ini. Beberapa faktor dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap PSN yang merupakan perilaku kesehatan dan salah satunya adalah tingkat pendidikan, maka peneliti ingin commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 mengetahui lebih lanjut adakah hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. B. Perumusan Masalah Bagaimana hubungan tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Dinas Kesehatan Surakarta untuk merumuskan langkah strategis yang dapat dilakukan dalam menurunkan angka kejadian DBD. 2. Masyarakat, sebagai informasi untuk lebih menggalakkan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk Aedes. 3. Orang lain, untuk menambah wawasan dan sumber pustaka. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pengertian kata “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan dalam pengertian yang agak luas dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Karena di dalam pendidikan tercakup proses perkembangan seseorang menuju kedewasaan maka pendidikan mempunyai tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku manusia ke arah yang lebih baik (Syah, 2011). commit to user 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 2. Tingkat Pendidikan Formal Berdasarkan lingkungan terselenggaranya, pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi: pendidikan informal, pendidikan non formal dan pendidikan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari secara sadar atau tidak sepanjang hayat seseorang. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari, pekerjaan, masyarakat, keluarga dan organisasi. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu, dengan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal karena diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan tinggi berdasarkan aturan resmi yang sudah ditetapkan (Ahmadi dan Uhbiyati, 1991). Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan formal terbagi atas tiga jenjang pendidikan yaitu: a. Pendidikan dasar Pada prinsipnya, pendidikan dasar memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Jenjang waktu yang ditempuh untuk pendidikan dasar adalah sembilan tahun, enam tahun Sekolah Dasar atau bentuk lain yang sederajat dan tiga tahun Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat. b. Pendidikan menengah Pendidikan menengah merupakan kelanjutan dari pendidikan dasar, yang dipersiapkan menjadi anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan hubungan timbal balik dalam lingkungan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Jenjang waktu yang ditempuh untuk pendidikan menengah adalah tiga tahun. c. Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Pendidikan tinggi mencakup commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan Tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka, dan jenjang waktu yang ditempuh untuk pendidikan tinggi bervariasi sesuai dengan gelar akademik, profesi, atau vokasi yang ditempuh seseorang. 3. Nyamuk Aedes a. Taksonomi Secara taksonomi, nyamuk Aedes dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Hexapoda Ordo : Diptera Subordo : Nematocera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Tribus : Culicini Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Sucipto, 2011). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 b. Morfologi 1) Aedes aegypti Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, dada (toraks) dan perut (abdomen). Tanda khas Aedes aegypti berupa gambaran lyre pada bagian dorsal toraks (mesonotum) yaitu sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada tiap sisinya. Probosis berwarna hitam, skutelum trilobi, bersisik lebar berwarna putih. Pada betina palpus lebih pendek dari probocis. dan abdomen berpita putih pada bagian basal. Ruas tarsus kaki belakang berpita putih. Sisik sayap sempit panjang dengan ujung runcing. Telur Aedes aegypti berwarna putih saat pertama kali dikeluarkan, lalu menjadi coklat kehitaman. Telur berbentuk oval, dan memiliki garis-garis yang menyerupai sarang lebah dengan panjang 0,5 mm. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-24°C, namun akan menetas dalam waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Setelah telur menetas kemudian akan menjadi larva. Larva Aedes aegypti memiliki sifon yang pendek dan mempunyai sisir pada ruas ke-8 abdomen yang terdiri dari gigi-gigi bergerigi. Umur larva sekitar 7-9 hari kemudian menjadi pupa. Bentuk pada stadium pupa seperti bentuk terompet panjang dan ramping. Stadium pupa biasanya berlangsung selama 2 hari. Setelah commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 itu, pupa akan membuka dan melepaskan kulitnya, dan akan keluar stadium imago atau nyamuk dewasa (Sucipto, 2011). 2) Aedes albopictus Nyamuk Aedes albopictus mempunyai ciri morfologi yang mirip dengan nyamuk Aedes aegypti, namun memiliki beberapa perbedaan. Aedes albopictus dewasa mempunyai ciri-ciri fisik mempunyai gambaran sebuah pita putih longitudinal pada bagian mesotonum. Selain itu, larva Aedes albopictus mempunyai sisir pada ruas ke-8 abdomen dan mempunyai gigi-gigi sederhana tanpa duri lateral. Stadium telur dan pupa pada nyamuk Aedes albopictus memiliki ciri morfologis yang sama dengan nyamuk Aedes aegypti (Sucipto, 2011). c. Siklus Hidup Telur nyamuk Aedes akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari, kemudian larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15 hari. Stadium pupa biasanya berlangsung selama 2 hari. Dalam suasana optimum, perkembanga dari telur sampai dewasa memerlukan waktu sekurang-kurangnya 9 hari. Setelah nyamuk berkembang dan keluar dari pupa, nyamuk akan beristirahat terlebih dahulu di kulit pupa untuk sementara waktu hingga sayap menjadi kaku dan kuat untuk terbang. Pupa jantan menetas lebih commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 dahulu dari pupa betina. Setelah 1-2 hari keluar dari pupa, nyamuk betina dewasa siap untuk kawin dan menghisap darah manusia. Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan karena menunggu nyamuk betina menetas dan siap berkopulasi. Sesudah kopulasi, nyamuk betina akan menghisap darah manusia yang diperlukannya untuk pembentukan telur. Waktu dari mulai nyamuk menghisap darah hingga telur dikeluarkan berlangsung sekitar 3-4 hari. Kemudian nyamuk betina akan meletakkan telurnya pada dinding tempat air di mana telur akan berkembang dan menetas. Jumlah telur yang dikeluarkan nyamuk betina rata-rata berjumlah 150 butir telur (Sungkar, 2005). d. Kebiasaan Hidup Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, dan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan. Aedes albopticus juga demikian tetapi lebih banyak terdapat di luar rumah, seperti dahan pohon atau daun yang menampung air. Nyamuk Aedes aegypti aktif menghisap darah pada siang hari dengan 2 puncak aktivitas, yaitu pada pukul 08.00-12.00 dan 15.0017.00. nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik, nyamuk betina lebih suka menghisap darah manusia darpada darah binatang dan mempunyai kebiasaan menggigit berulang sampai lambung penuh berisi darah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 Nyamuk betina menghisap darah umumnya 3 hari setelah melakukan kopulasi. Setelah menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti hinggap untuk beristirahat dalam rumah yang berdekatan dengan tempat berkembangbiaknya. Tempat hinggap yang disenangi adalah tempat yang gelap dan lembab, dan nyamuk senang hinggap di benda yang menggantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat berkembangbiaknya, sedikit di atas permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan adalah sekitar 100400 butir. Nyamuk Aedes aegypti biasa menempatkan telurnya di air jernih terutama bak air WC, bak mandi, dan gentong air minum, sedangkan nyamuk Aedes albopticus lebih senang bertelur di luar rumah, seperti pekarangan, atau di kaleng sampah yang dibuang (Sucipto, 2011). Jarak terbang nyamuk Aedes sekitar 30-50 meter per hari, tetapi jarak terbang ini juga bergantung dari tempat bertelur. Apabila tempat bertelur terdapat di dalam rumah atau di sekitar rumah maka nyamuk tidak akan terbang jauh. Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter. Namun, nyamuk dapat berpindah lebih jauh secara pasif karena terbawa angin atau kendaraan (Sungkar, 2005). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 4. Infeksi Virus Dengue Infeksi virus dengue adalah penyakit yang sistemik dan dinamis. penyakit ini memiliki spektrum klinis yang luas yang meliputi baik manifestasi klinis berat dan ringan (WHO, 2009). a. Etiologi Virus dengue termasuk group B arthropod bone virus dan sekarang lebih dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain (Merdjani et al, .2008). b. Patofisiologi 1) Volume Plasma Patofisio logi utama yang membedakan antara Demam Dengue dengan Demam Berdarah Dengue adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemorrhagik. Penyelid ikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncak pada masa syok. Pada kasus berat, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat secara bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningkatnya nilai hematokrit pada kasus syok mengarahkan kepada dugaan bahwa syok terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular melalui kap iler yang rusak. Bukti yang mendukung adalah ditemukannya cairan dalam rongga serosa seperti rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada autopsi yang ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema (Merdjani et al, .2008). 2) Trombositopenia Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering ditemukan pada kasus DBD. Nilai trombosit menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit akibat peningkatan destruksi trombosit. Fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun yang kemungkinan disebabkan oleh proses imunologis. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD (Merdjani et al, .2008). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 3) Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis Kelainan sistem koagulasi juga berperan sebagai penyebab perdarahan pada DBD. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal atau memanjang, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, yaitu faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus berat terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Selain itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II dan antitrombin III tidak sebanyak fibrinogen dan faktor VIII. Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan adanya penurunan aktivit -2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen (Merdjani, et al., .2008). Selain itu, pada penderita DBD terjadi disfungsi endotel, hal ini dibuktikan dengan terdapatnya peningkatan kadar sVCAM-1, faktor von Willebrand (vWF) dan D dimer. Namun tidak ada hubungan antara sVCAM-1 dengan beratnya penyakit, hanya ada hubungan yang lemah antara vWF dengan D dimer maupun beratnya penyakit (Dharma, et al., 2006). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 4) Sistem Komplemen Terdapat penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok atau tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun alternatif. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen bukan karena produksi yang menurun. Aktivasi sistem komplemen menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Selain itu, komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF), interfeon gamma, dan interleukin (IL-2 dan IL-1) (Merdjani et al, .2008). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 5) Respon Leukosit Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit atipik yang berlangsung sampai hari kedelapan. Dilaporkan juga bahwa pada sediaan hapus buffy coat kasus DBD dijumpai transformed lymphocytes dalam presentase tinggi (20-50%). Hal tersebut khas untuk DBD karena pada infeksi virus lain hanya terdapat sekitar 0-10%. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Sutaryo pada tahun 1978, yang kemudian menyebutnya sebagai Limfosit Plasma Biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari keenam. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan limfosit T. LPB adalah limfosit dengan sitoplasma biru tua, ukurannya lebih besar atau sama dengan limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dengan daerah perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel berbentuk bulat oval. Kromosom inti kasar dan terkadang dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru (Merdjani, et al., .2008) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 c. Patogenesis Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala sebagai diagnosis banding. Demam Berdarah Dengue dapat terjadi apabila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Hendrawanto, 2002). Organ sasaran dari virus dengue ini adalah organ Reticulo Endotelial System (RES) yang meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Setelah masuk dalam aliran darah, virus akan difagosit oleh sel-sel monosit perifer. Namun, virus tersebut ternyata mampu bertahan hidup dan dapat melakukan multiplikasi di dalam sel monosit. Virus akan melakukan hal tersebut dengan cara memasukkan genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, kemudian genom akan virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN ini terjadi dalam sitoplasma sel. Secara In Vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai empat fungsi biologis yaitu: netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibody commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement (ADE). Antibodi terhadap virus DEN secara In Vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda, yaitu : Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies yang memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi virus dan antibody non neutralising yang memiliki peran cross-reactive dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS. Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Namun, berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD dan DSS. Dua teori yang sering digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu hipotesis infeksi sekunder (Secondary heterologous infection theory) dan hipotesis Antibody Dependent Enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis serotipe virus, maka akan terjadi proses kekebalan terhadap virus jenis tersebut untuk jangka waktu yang lama, tetapi apabila orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dari jenis serotipe virus yang berbeda, maka akan terjadi infeksi yang berat. Antibodi yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 serotipe yang berbeda, tetapi antibodi tersebut tidak dapat menetralisir virus, bahkan akan membentuk suatu kompleks yang infeksius. Karena adanya non neutralizing antibody, maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG akan membentuk suatu kompleks virusantibodi. Kompleks tersebut akan berikatan dengan reseptor Fc gama pada sel, yang akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi juga akan meliputi sel makrofag yang beredar, antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi dan akan teraktivasi, yang selanjutnya akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF- Platelet Activating Faktor (PAF). TNF- akan berperan dalam menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah, dimana hal-hal tersebut dapat mengakibatkan syok. Pada teori yang lain, yaitu teori Antibody Dependent Enhancement (ADE), menyebutkan tiga hal, yaitu: antibodies enhance infection, Tcells enhance infection serta limfosit T dan monosit yang akan melepaskan sitokin yang berkontribusi terhadap terjad inya DBD dan DSS. Teori ADE dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah timbulnya penyakit, akan tetapi apabila antibodi yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat (Soegijanto, 2006). Dalam teori ADE diperkirakan bahwa proses terjadinya peningkatan replikasi virus pada infeksi sekunder adalah akibat antibodi yang berkadar rendah dan bersifat subnetral yang sudah terbentuk pada saat terjadi infeksi primer tidak mampu membunuh virus, sehingga kompleks imun melekat pada reseptor Fc sel mononuklear fagosit, terutama makrofag, yang kemudian akan mempermudah virus masuk ke sel dan meningkatkan kemampuan multiplikasi virus tersebut (Sutaryo, 2004). Imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam serum pasien DD, DBD dan DSS didominasi o leh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA dijumpai paling banyak pada fase akut dari DSS. Sehingga banyak juga yang mengatakan bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan DSS. Di samping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang patogenesis dari DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus, teori ini didasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 Selain itu juga ada teori antigen-antibodi, teori ini berdasarkan bukti bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Selain itu, pada 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut juga akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Juga ada teori mediator, yang menjelaskan bahwa makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF, dan lain lain. Diperkirakan mediator dan endotoksin yang bertanggungjawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, akan tetapi derajat kerusakan jaringan yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian dari infeksi virus tersebut, kematian lebih disebabkan oleh gangguan metabolik dan juga keadaan shock. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel akan menimbulkan stres pada sel sampai dapat menyebabkan kematian sel (apoptotik). Mekanisme pertahanan tubuh melalu i apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal juga ketidakseimbangan homeostasis. Pada infeksi fase akut virus dengue terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif kembali normal. Terjad i peningkatan konsentrasi IFN-g, TNF-a, IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBD/DSS. Peningkatan TNF-a berhubungan dengan manifestasi hemoragik, sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan dengan fungsi trombosit. Sehingga, pada infeksi virus Dengue fase akut akan terjadi penurunan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF-a akan meningkat dan berperan penting dalam derajat keparahan dan patogenesis DBD/DSS. Juga terjadi peningkatan IL-10 yang akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit. Penyebab utama dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD dan DSS disebabkan oleh kerjasama aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik (Soegijanto, 2006). d. Manifestasi Klinis Infeksi virus dengue mungkin bersifat asimtomatik atau dapat menyebabkan demam tidak terdiferensiasi (undifferentiated fever), Demam Dengue (Dengue Fever), atau Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever) termasuk Sindrom Syok Dengue (Dengue Shock Syndrome) dan Expanded Dengue Syndrome. Infeksi salah satu serotipe dengue akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi hanya ada proteksi-silang jangka commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 pendek untuk serotipe lainnya. Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung pada faktor-faktor strain virus dan host seperti usia, status kekebalan, dan lain lain (WHO, 2011). 1) Demam tidak terdiferensiasi Pada bayi, anak dan orang dewasa yang terinfeksi virus dengue, terutama untuk pertama kalinya (infeksi dengue primer), dapat terjadi demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai normal. Gejala saluran pernapasan atas dan saluran pencernaan juga umum terjadi (WHO, 2011). 2) Demam Dengue Pada masa awal penyakit b iasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri di berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil, dan malaise. Akan dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan ruam. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, pada hari sakit ke 3-5 dan berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada penekanan. Ruam biasanya terdapat di dada, abdomen, anggota gerak dan wajah. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, selain itu rasa tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 sering ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan pada indra pengecap. Gejala klinis lain yaitu fotofobia, keringat bercucuran, serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Demam akan menghilang secara lisis disertai keringat yang banyak. Kelenjar limfa servikal d ilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopenia selama periode pra-demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan masa kovalesens. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi akan menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu. Komplikasi demam dengue jarang dilaporkan, antara lain orkhitis atau ovaritis, keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis juga dilaporkan, di antaranya menurunnya kesadaran, paralisis sensorium yang sementara, meningismus, dan ensefalopati (Merdjani, et al., 2008). 3) Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak, wajah, aksila sering ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat juga terjadi di setiap organ tubuh. Pada masa kovalesens sering ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki. Pada DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk. Hal tersebut biasa terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Pada sebagian kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit terasa lembab dan dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak akan tampak lesu dan gelisah kemudian secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien sering mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk. Selain kegagalan sirku lasi, saat syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mm Hg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mm Hg atau lebih rendah. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <100.000/µl ditemukan antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan sebuah bukti adanya kebocoran plasma. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan adalah hipoproteinemia, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 hiponatremia, kadar transaminase serum dan urea nitrogen darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah lekosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Terkadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara (Merdjani, et al., 2008). 4) Expanded Dengue Syndrome Merupakan manifestasi klinis yang tidak biasa pada pasien dengan keterlibatan organ-organ penting seperti hati, otak ginjal, atau jantung yang terkait dengan infeksi dengue yang tidak terdapat kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa ini, mungkin terkait dengan co-infeksi, komorbiditas atau komplikasi syok yang berkepanjangan. Investigasi lengkap harus dilakukan dalam kasus ini. Kebanyakan pasien DBD yang memiliki manifestasi yang tidak biasa adalah hasil dari syok berkepanjangan dengan kegagalan organ atau pasien dengan penyakit penyerta atau koinfeksi (WHO, 2011). Manifestasi Klinis ini mungkin tidak dilaporkan, tidak terdeteksi, atau tidak terkait dengan infeksi dengue. Namun, penilaian klinis yang tepat sangat penting dilakukan agar selanjutnya dapat diberikan manajemen dan penatalaksanaan yang sesuai. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 Tabel 2.1. Expanded Dengue Syndrome (Manifestasi Klinis yang Tidak Umum pada Infeksi Dengue) Sistem Neurologis Gastrointestinal Renal Kardiovaskular Respirasi Muskuloskeletal Lymphoreticular Mata Lainnya Manifestasi Klinis yang Tidak Umum Kejang demam pada anak-anak Ensefalopati Ensefalitis/meningitis aseptik Perdarahan intrakranial Efusi subdural Mononeuropati/polineuropati Guillane-Barre Syndrome Transverse myelitis Hepatitis Acalculous cholecystitis Pankreatitis akut Parotitis akut Hiperplasia Peyer’s patch Gagal ginjal akut Hemolytic Uremic Syndrome Abnormalitas konduksi Myokarditis Perikarditis Acute Respiratory Distress Syndrome Perdarahan pulmonal Myostitis dengan peningkatan creatinine phosphokinase Rhabdomyolisis Infeksi terkait Haemophagocytic Syndrome Lymphohistiocytosis Haemophagocytic Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) Ruptur limpa spontan Infark kelenjar getah bening Perdarahan macular Gangguan ketajaman visual Neuritis optik Post-infectious Fatigue Syndrome Depresi Halusinasi Psikosis Alopecia (WHO, 2011). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 e. Diagnosis 1) Demam Dengue Demam akut dengan dua atau lebih dari kriteria berikut: a) sakit kepala b) Nyeri retro-orbital c) mialgia d) arthralgia e) ruam f) manifestasi perdarahan g) leukopenia (lekosit h) trombositopenia (jumlah trombosit <150 000 sel/mm3) i) kenaikan hematokrit (5 - 10%); dan setidaknya salah satu dari kriteria berikut: a) Hasil tes serologi yang mendukung: titer test Penghambatan Hemaglutinasi, titer IgG yang comparable dengan enzyme-linked immunosorbent assay, atau tasting positive pada test antibodi IgM commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 b) Terjadinya di lokasi dan waktu yang sama dengan kasus demam dengue yang sudah terkonfirmasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosis harus memenuhi kriteria yang telah disebutkan di atas, dengan setidaknya salah satu dari berikut: a) isolasi virus dengue dari serum, CSF atau sampel otopsi. b) peningkatan empat kali lipat atau lebih kenaikan serum IgG (dengan uji inhibisi Hemaglutinasi) atau peningkatan IgM antibodi spesifik untuk virus dengue. c) deteksi virus dengue atau antigen dalam jaringan, serum atau cairan serebrospinal dengan uji imunohistokimia, imunofluoresensi atau enzyme-linked immunosorbent assay. d) deteksi urutan genom virus dengue dengan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (WHO, 2011). 2) Demam Berdarah Dengue Terdapat semua dari kriteria berikut: a) Onset akut demam 2-7 hari. b) Manifestasi perdarahan, yang ditunjukkan oleh salah satu dari berikut: tourniquet tes positif, petechiae, ekimosis atau purpura, atau perdarahan dari mukosa, saluran pencernaan, situs injeksi, atau lokasi lainnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 c) Trombosit d) Bukti objektif kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang ditunjukkan oleh salah satu kriteria berikut: Meningkatnya hematokrit asites atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia (WHO, 2011). 3) Dengue Shock Syndrome Memenuhi kriteria untuk demam berdarah dengue seperti yang tercantum sebelumnya, dengan tanda-tanda shock berikut: a) Takikardia, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler melambat, nadi lemah, lesu atau gelisah, yang mungkin merupakan tanda perfusi otak berkurang. b) Tekanan nadi Hg dengan tekanan diastolik yang meningkat. c) Hipotensi berdasarkan usia, yang didefinisikan sebagai tekanan sistolik < 80 mm Hg bagi anak berusia <5 tahun, dan 80-90 mm Hg untuk anak yang lebih tua dan orang dewasa (WHO, 2011). Konfirmasi laboratorium lain yang dapat dlakukan untuk infeksi dengue adalah dengan melalui isolasi virus, deteksi asam nukleat virus, deteksi antigen virus, test imunologis (IgM dan IgG), dan analisis parameter hematologis (Mandal, et al., 2008) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 f. Klasifikasi Klasifikasi infeksi dengue menurut WHO tahun 2011 terbagi dalam Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD), di mana Demam Berdarah Dengue terbagi dalam empat derajat menurut tigkat keparahannya. DBD derajat III dan IV sudah masuk ke dalam keadaan Dengue Shock Syndrome (DSS). Tabel 2.2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD DD/DBD DD Derajat DBD I DBD II DBD III DBD IV Tanda dan Gejala Demam dengan dua dari gejala berikut: Sakit kepala Nyeri retro-orbital Mialgia Arthtralgia Ruam Manifestasi perdarahan Tidak ada bukti kebocoran plasma Demam Manifestasi perdarahan (test torniquet positif) Adanya bukti kebocoran plasma Seperti derajat I ditambah perdarahan spontan Laboratorium Leukopenia (leukosit 5000 sel/mm3) Trombositopenia Meningkatnya hematokrit (5% - 10%) Tidak ada bukti kehilangan plasma Seperti derajat I atau II ditambah kegagalan peredarah darah (nadi lemah, tekanan nadi Trombositopenia (<100000 sel/mm3) Kenaikan hematokrit gelisah) Seperti derajat III ditambah syok berat dengan tekanan darah commit to user Trombositopenia (<100000 sel/mm3) Kenaikan hematokrit Trombositopenia (<100000 sel/mm3) Kenaikan hematokrit Trombositopenia (<100000 sel/mm3) Kenaikan hematokrit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 dan nadi yang tidak terdeteksi (WHO, 2011). g. Penularan Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopticus betina. Nyamuk tersebut dapat secara langsung menularkan virus dengue kepada manusia, yaitu setelah menggigit orang yang mengalami viremia, atau secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus masuk ke dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus seumur hidupnya. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai lima hari setelah demam timbul (Depkes RI, 2001). h. Pencegahan Penyakit Dengue Pencegahan penyakit dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu: 1) Pencegahan Primer Pada tahap ini dilakukan upaya menghilangkan kemungkinan terjadinya penyakit yang akan terjadi. Tingkatan ini terdiri dari: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 a) Promosi Kesehatan Promosi kesehatan dilakukan dengan cara penyuluhan kesehatan yaitu memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai apa itu DBD, apa tanda-tandanya, apa penyebabnya, dan bagaimana cara penularannya; bila terjadi serangan apa yang harus dilakukan. b) Perlindungan khusus Karena penyakit ini tidak terdapat vaksinnya, dan penularan terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue, masyarakat diminta untuk menghindari gigitan nyamuk (Farouk, 2004) 2) Pencegahan Sekunder Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menghambat perjalanan penyakit dan mencegah komplikasi. Upaya ini meliputi melakukan diagnosis seawal mungkin terhadap kasus penyakit dengue dan memberikan pengobatan yang tepat. Begitu didapatkan kasus dengan gejala panas segera dilakukan pemeriksaan fisik dengan cermat untuk menetapkan apakah kasus dengue atau bukan dan bila telah didiagnosis dilakukan pengobatan yang tepat terutama untuk mencegah terjadinya perdarahan dan syok (Farouk, 2004) 3) Pencegahan Tersier commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 Upaya yang dilakukan pada tahap ini bertujuan agar penderita sembuh seperti sedia kala dan tanpa cacat. Upaya ini meliputi: a) Menghindakan dari kecacatan. Bila kasus menjadi berat dilakukan perawatan rumah sakit untuk menghindari perdarahan hebat dan kematian. b) Rehabilitasi. Bila ada tanda-tanda penyembuhan, dilakukan pemulihan kesehatan dengan cara pemberian makanan yang bergizi serta vitamin. (Farouk, 2004) Langkah pencegahan DBD yang paling baik adalah dengan mengeliminasi nyamuk Aedes dengan cara mengeliminasi tempat berbiaknya (Wijaya, 2007). Pemberantasan vektor tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 1) Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk trsebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, menyingkirkan tempat perkembangbiakan nyamuk, dan perbaikan desain rumah 2) Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang), tanaman pencegah nyamuk, dan bakteri commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 3) Kimiawi Pengendalian kimiawi antara lain dengan pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion, berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air, seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Bubuk abate 1% diberikan dengan dosis 1ppm (part per-million) yaitu 10 gram untuk 100 liter air diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan (Wijaya, 2007) 5. Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah upaya untuk memberantas nyamuk Aedes, dilakukan dengan cara: a. Menguras dengan menggosok tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan untuk merusak telur nyamuk, sehingga jentik-jentik tidak bisa menjadi nyamuk atau menutupnya rapat-rapat agar nyamuk tidak bisa bertelur di tempat penampungan air tersebut. b. Mengganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat minum burung seminggu sekali dengan tujuan untuk merusak telur maupun jentik nyamuk. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampahsampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. d. Mencegah barang-barang/pakaian-pakaian yang bergelantungan di kamar ruang yang remang-remang atau gelap yang berpotensi untuk menjadi tempat hinggap nyamuk. (Depkes RI, 1996). Gerakan PSN biasa disebut dengan 3M Plus, yaitu menguras, menutup, dan menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus yang bertujuan untuk mencegah gigitan nyamuk, seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kawat kasa pada ventilasi, menyemprot insektisida, menggunakan lotion anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, tidak menggantung pakaian di ruang gelap, menutup pintu dan jendela saat senja, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat (Wahono, 2004). Dengan melakukan kegiatan PSN secara rutin dan dilakukan oleh semua masyarakat, maka perkembangan penyakit akibat infeksi virus dengue di suatu wilayah tertentu dapat dicegah dan dibatasi penyebarannya, sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 6. Perilaku a. Pengertian Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia memiliki perilaku karena semua itu mempunyai aktifitas masing-masing. Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Maka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas seseorang, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori skiner disebut teori Stimulus-Organisme-Respon atau S-O-R. Skiner membedakan adanya dua respon, yaitu: 1) Respondent response atau reflexsive response, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan commit to user (stimulus) tertentu. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya. 2) Operant response atau instrumental response, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation, karena perangsangan tersebut bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2003). b. Bentuk Perilaku Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Perilaku tertutup. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dan dapat diamati dalam bentuk tindakan ataupun praktek (Notoatmodjo, 2007a). c. Determinan Perilaku Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Akan tetapi, walaupun bentuk stimulusnya sama, bentuk respon akan berbeda pada setiap setiap orang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Faktor internal. Yaitu karakteristik seseorang yang bersangkutan yang bersifat bawaan. Misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2) Faktor eksternal. Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007a). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 d. Proses Adopsi Perilaku Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu. 2) Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap terhadap objek sudah mulai timbul. 3) Evaluation (menilai) menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial (Mencoba) subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dihendaki oleh stimulus. 5) Adoption (menerima) di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila adopsi perilaku terjadi melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007a). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 7. Hubungan Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku terhadap PSN Aedes Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku terhadap PSN Aedes. Pendidikan mempunyai tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku manusia ke arah yang lebih baik (Syah, 2011). Maka, diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut tentang suatu hal, sehingga diharapkan berperilaku dengan mengambil tindakan yang baik, dalam hal ini termasuk juga pemberantasan sarang nyamuk yang bertujuan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit demam berdarah. Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta pencegahannya. Pendidikan akan mempengaruhi pemahaman terhadap demam berdarah dengue dan cara-cara penanggulangannya. Sedangkan kepala keluarga sendiri memiliki peran yang penting dalam sebuah keluarga. Kepala keluarga berperan sebagai role model dalam sebuah keluarga, apabila kepala keluarga berperilaku baik dan aktif dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk maka dapat juga memberikan manfaat positif dan mencontohkan keluarganya untuk melakukan hal yang sama. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2007b). Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respons atau reaksi manusia, dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) maupun tindakan nyata atau praktik. Sedangkan stimulus di sini terdiri dari empat unsur pokok yanki sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Para ahli pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain, ketiga domain dukur dalam: a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan b. Sikap atau persepsi peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007b). Perilaku kesehatan dapat diklassifikasikan menjadi 3: a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana terjadi sakit commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 b. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan atau pencarian pengobatan (health seeking behavioral) Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri c. Perilaku kesehatan lingkungan Bagaimana seseorang maupun lingkungan, baik fisik maupun social budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Machfoedz, 2003). Dapat disimpulkan bahwa perilaku tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas yang akan mendukung terbentuknya perilaku. Tiga kategori yang memberi kontribusi atas perilaku kesehatan merupakan hasil tahu, ini akan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa, paling besar dipengaruhi penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003). Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di bidang kesehatan, yaitu: a. Latar belakang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 Di sini dibedakan atas pendidikan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki, kebiasaan serta keadaan sosial budaya yang berlaku. Pendidikan itu sendiri dapat diperoleh dari pendidikan formal, pendidikan informal, maupun pendidikan nonformal. Bila faktor-faktor ini bersifat menguntungkan terhadap kesehatan, maka akan timbul perilaku yang baik. b. Kepercayaan dan kesiapan mental Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dimilikinya, terutama tentang manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang akan didapatkan, kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit, dan lain-lain. c. Sarana Tersedia atau tidaknya sarana kesehatan yang dapat dimanfaatkan. Sebab betapapun positifnya latar belakang serta sikap mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan yang akan dimanfaatkan tidak tersedia, tentunya orang tersebut tidak akan bisa berbuat banyak, sehingga perilaku kesehatan tidak akan muncul. d. Cetusan Faktor pencetus seperti pengaruh media masa, tenaga kesehatan, dan lain-lain, dalam bidang kesehatan mempunyai peran yang cukup besar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 yang harus diperhatikan jika ingin memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan (Liana, 1996). B. Kerangka Pemikiran C. Tingkat pendidikan formal penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari media massa maupun elektronik, lingkungan, sosial budaya, kondisi ekonomi, sarana dan prasarana Pengetahuan tentang kesehatan Perilaku kesehatan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Keterangan: : Faktor yang diteliti : Faktor yang tidak diteliti (Variabel luar) Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 D. Hipotesis Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini d ilakukan di Surakarta, dengan memilih sampel secara acak dari beberapa kelurahan, yang juga akan dipilih secara random, yang tersebar di lima kecamatan di Surakarta. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Surakarta dengan kriteria inklusi dan ekslusi, antara lain: 1. Kriteria Inklusi: a. Pria b. Berusia lebih dari 20 tahun c. Sudah berkeluarga dan memiliki anak d. Tinggal di rumah milik pribadi e. Bisa membaca dan menulis commit to user 50 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 f. Antara subyek yang satu dengan subyek yang lain tidak tinggal dalam satu rumah g. Bersedia menjadi subyek penelitian 2. Kriteria ekslusi: a. Tidak lulus SD D. Teknik Sampling Pengambilan sampel akan dilakukan secara multi stage random sampling. Pertama Kota Surakarta akan dibagi ke dalam lima Kecamatan (Pasar Kliwon, Jebres, Banjarsari, Laweyan, Serengan). Kemudian dari tiap kecamatan akan saya jabarkan lagi pada tingkat kelurahan. Kemudian, ambil secara random kelurahan dari tiap kecamatan dengan menggunakan teknik randomisasi, sehingga akan terpilih kelurahan yang akan dijadikan lokasi penelitian untuk mendapatkan sampel (Nasir, et.al, 2011). Setelah itu, sampel akan dipilih berdasarkan ketentuan inklusi dan ekslusi di atas. Individu yang memenuhi kriteria dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Besar sampel dihitung menurut hukum rule of thumbs dimana jumlah sampel minimal adalah 30, jumlah tersebut telah memenuhi syarat pengambilan sampel penelitian (Murti, 2010). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 E. Alat dan Bahan 1. Lembar informed consent 2. Lembar kuesioner F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas adalah tingkat pendidikan formal kepala keluarga. 2. Variabel terikat adalah perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. 3. Variabel perancu adalah penyuluhan dari petugas kesehatan sebagai faktor yang dikendalikan sedangkan lingkungan, pola hidup, kebiasaan, pekerjaan, serta sosial ekonomi sebagai faktor yang tidak d ikendalikan. G. Definisi Operasional Penelitian 1. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga. a. Defin isi : Tingkat pendidikan formal subyek penelitian mulai dari SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi. Yang dikategorikan menjadi skala angka untuk memudahkan dalam pengolahan data, dimana lulusan SD memilki nilai 1, Lulusan SMP bernilai 2, lulusan SMA bernilai 3, lulusan Perguruan Tinggi (D III, D IV, S1, S2, S3) bernilai 4. b. Alat ukur : Kuesioner. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 c. Skala : Ordinal. 2. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes a. Definisi : aktivitas manusia dalam upaya melakukan pemberantasan sarang nyamuk Aedes untuk mencegah penyakit infeksi virus dengue dengan kegiatan 3M plus. Untuk memperoleh informasi dari subyek penelitian, peneliti menggunakan lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab subyek penelitian. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi, dan kuesioner untuk perilaku upaya pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Instrumen tentang data demografi meliputi kode atau in isial, umur, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup yang berisi 20 pertanyaan penilaian dengan menggunakan skala Likert yaitu dengan pilihan jawaban “selalu” (skor 2), “kadang-kadang” (skor 1), dan “tidak pernah” (skor 0). Total skor diperoleh terendah 0 dan tertinggi 40. Semakin tinggi skor maka semakin baik perilaku kepala keluarga terhadap upaya pemberantasan sarang nyamuk Aedes. b. Alat ukur : Kuesioner. c. Skala : Rasio. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 H. Desain Penelitian Populasi Seluruh Kepala Keluarga yang tinggal di Surakarta Sampel Informed Consent Kuesioner SD SMP Perilaku PSN Aedes SMA Perilaku PSN Aedes Perilaku PSN Aedes Perguruan Tinggi Perilaku PSN Aedes Analisis Data Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian I. Cara Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Memilih Kelurahan yang akan dijadikan lokasi pengambilan sampel dengan teknik randomisasi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 2. Menyiapkan surat-surat perijinan dan birokrasi untuk mengadakan penelitian di lokasi yang sudah ditentukan. 3. Memilah sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi di lokasi penelitian. 4. Menyebarkan kuesioner penelitian kepada sampel 5. Melakukan analisis data yang diperoleh dari penelitian. 6. Menyusun laporan hasil penelitian. J. Teknik Analisis Data Hubungan antara pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes ditunjukkan dengan Analisis Anova 1 Jalan. Data akan diolah dengan SPSS 17 for Windows. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner, terlebih dahulu dilakukan uji untuk melihat validitas jawaban kuesioner dengan memberikannya kepada 10 responden secara acak dan dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah responden dapat memahami pertanyaan pada kuesioner, kemudian juga dilakukan wawancara dengan pertanyaan yang identik dengan isi kuesioner yang telah diisinya (Nasir, 2011). Dari hasil penelitian ini, didapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu berjumlah 50 subyek penelitian, yang kemudian didapatkan skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Skor ini kemudian akan dihubungkan dengan tingkat pendidikan formal subyek. Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian. Tabel 4.1. Umur, Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga No 1. 2. Karakterisik Umur 20-30 31-40 41-50 >50 Pekerjaan Swasta Jumlah Presentase 8 15 15 12 16% 30% 30% 24% 25 50% commit to user 56 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 Wiraswasta PNS Buruh Tidak Bekerja 3. Tingkat Pendidikan Formal SD SMP SMA Perguruan Tinggi Sumber: Data primer, 2012 9 5 9 2 18% 10% 18% 4% 15 13 15 7 30% 26% 30% 14% Jumlah subyek penelitian ditinjau dari tingkat pendidikan formal, yang terbanyak adalah SD dan SMA, yaitu sebanyak 30%, disusul oleh SMP sebanyak 26% dan yang terkecil adalah perguruan tinggi yaitu hanya 14%. Distribusi subyek berdasarkan umur, paling banyak subjek berumur 31-40 dan 41-50 tahun yaitu sebanyak 30%, kemudian disusul umur >50 tahun sebanyak 24% dan paling sedikit adalah subyek dengan umur 20-30 tahun, yaitu hanya 16%. Sedangkan apabila ditinjau dari pekerjaannya, paling banyak adalah subyek dengan pekerjaan swasta sebanyak 50%, kemudian disusul wiraswasta dan buruh sebanyak 18%, kemudian PNS sebanyak 10%, dan subyek yang tidak bekerja berjumlah paling sedikit yaitu 4%. Selain kriteria di atas, subyek juga dilihat apakah subek pernah mendapatkan penyuluhan mengenai PSN atau tidak. Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian dalam hal apakah subyek pernah atau tidak mendapatkan penyuluhan mengenai PSN. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 Tabel 4.2. Distribusi penyuluhan PSN No Penyuluhan PSN 1. Pernah 2. Tidak Pernah Sumber: Data primer, 2012 Jumlah 42 8 Presentase 84% 16% Sebagian besar subyek penelitian pernah mendapatkan penyuluhan mengenai Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), yaitu sebanyak 84% subyek, sedangkan subyek yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan hanya berjumalah 16%. Skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes diperoleh melalui kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan. Dari data yang diperoleh, didapatkan rata-rata skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes total adalah 25 dari skor sempurna 40. B. Analisis Data Penelitian Data yang didapat kemudian diolah menggunakan SPSS 17 for windows untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Tabel 4.3. Hasil Analisis Anova Satu Jalan tentang hubungan pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Tingkat Pendidikan Formal Between Groups Within Groups commit to user df F p 3 46 11,643 0,000 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 Total 49 Penyuluhan Between Groups Within Groups Total 1 48 49 5,316 0,025 Tabel 4.3 menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Dari hasil analisis didapatkan nilai probabilitas (p) yaitu 0,000. Nilai p yang didapatkan kurang dari tingkat signifikan ( o ditolak. Dari hasil analisis juga didapatkan nilai F hitung 11,64 untuk df1 3 dan df2 46, sedangkan bila dibandingkan dengan nilai F tabel untuk df1 3 dan df2 46 bernilai 2,81, maka nilai F hitung lebih besar dari F tabel, sehingga Ho ditolak. Dari penjelasan di atas, maka terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Sedangkan untuk variabel luar yang dikendalikan, dalam hal ini yaitu penyuluhan, ternyata juga memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Penyuluhan memiliki nilai p 0,025 yang juga di hitung 5,316 yang lebih besar dari pada F tabel untuk df1 1 dan df2 48 yaitu 4,05. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 Gambar 4.1. Perbedaan Rata-Rata Skor Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Menurut Tingkat Pendidikan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan formal berhubungan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes, hal ini dibuktikan dengan hasil analisis data dimana nilai probabilitas yang didapatkan kurang dari 0,05 dan nilai F hitung melebihi nilai F tabel. Dengan demikian, maka Ho dapat ditolak dan juga berarti bahwa hasil ini mendukung hipotesis yang diajukan yaitu, ada hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Pemberantasan sarang nyamuk adalah upaya untuk memberantas sarang nyamuk Aedes dalam rangka pencegahan penyakit degue. Gerakan pemberantasan sarang nyamuk ini, biasa disebut dalam masyarakat dengan 3M Plus yaitu, Menguras, Menutup, Menimbun, serta upaya lain yang mencegah timbulnya gigitan nyamuk Aedes (Wahono, 2004). Pemberantasan sarang nyamuk ini merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan sendiri merupakan suatu respon seseorang terhadap sakit, atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang di bidang kesehatan (Liana, 1996). Pendidikan juga memiliki tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku manusia menuju ke arah yang lebih baik (Syah, 2011). Faktor pendidikan commit to user 61 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 memang merupakan salah satu unsur yang penting, karena dengan pendidikan, seseorang dapat menerima banyak informasi dan pengetahuan, termasuk dalam upaya menjaga kesehatan, serta memperluas pandangan berpikir seseorang sehingga lebih mudah mengembangkan diri dalam mencegah terjangkitnya suatu penyakit (Ebrahim, 1996). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat juga dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula perilaku seseorang. Hal tersebut juga ditunjukkan dalam hasil penelitian ini, dimana berdasarkan gambar 3.1, dimana rata-rata skor perilaku pada subyek dengan tingkat pendidikan SD menempati posisi paling rendah yaitu 20,33, kemudian disusul dengan subyek berpendidikan SMP dengan rata-rata skor 22,5, lagu subyek berpendidikan SMA dengan rata-rata skor 24,1, dan rata-rata skor tertinggi adalah pada subyek dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu 32,5. Maka, dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula perilaku orang tersebut, dalam hal ini khususnya perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Sari (2010), dimana juga didapatkan hasil tingkat pendidikan formal ibu berhubungan dengan perilaku pencegahan demam berdarah dengue. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal subyek, semakin tinggi pula perilaku subyek tersebut. Namun, pada penelitian Sari (2010) dinyatakan bahwa penyuluhan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku subyek. Sedangkan pada penelitian ini, didapatkan hubungan yang juga commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 signifikan antara penyuluhan dengan perilaku subyek. Walaupun, pada penelitian ini juga didapatkan subyek yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan, namun merupakan salah satu subyek yang memiliki skor perilaku tertinggi yaitu 38. Namun, subyek tersebut merupakan subyek dengan tingkat pendidikan formal perguruan tinggi, sehingga faktor yang berpengaruh kepada skor perilakunya adalah tingkat pendidikannya. Terdapat juga subyek dengan skor perilaku terkecil, yaitu 12, walaupun subyek pernah mendapat penyuluhan. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan tidak menjamin secara pasti perubahan perilaku seseorang. Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk menambah pengetahuan seseorang terhadap suatu hal. Penyuluhan ini juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh kepada perilaku seseorang. Melalui penyuluhan maka pengetahuan seseorang akan bertambah, maka perilaku seseorang juga diharapkan berubah menuju ke arah yang lebih baik setelah orang tersebut mendapatkan penyuluhan. Namun, memang perubahan perilaku seseorang selain didasari oleh pengetahuan, juga didasari oleh kesadaran dan sikap yang positif, apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). Namun, pendidikan yang tinggi juga tidak menjamin terbentuknya suatu perilaku kesehatan yang baik pula. Selain pendidikan banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang di b idang kesehatan, di antaranya kebiasaan, ekonomi, sosial, budaya, sarana prasarana, kepercayaan seseorang, media masa, dan tenaga kesehatan (Liana, 1996). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 Tingkat ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang penting. Tingkat ekonomi yang baik, maka akan juga mendukung perilaku kesehatan yang baik. Karena ekonomi juga berpengaruh pada faktor lain seperti tersedianya sarana dan prasarana, lingkungan, juga tingkat pendidikan. Orang dengan tingkat ekonomi rendah, cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah pula. Skor perilaku terendah pada data penelitian ini adalah 12, dan didapatkan pada subyek dengan pekerjaan sebagai buruh. Walaupun subyek merupakan lulusan SMA, namun subyek memiliki skor perilaku paling kecil di antara subyek yang lain. Selain itu, salah satu subyek dengan skor perilaku tertinggi, yaitu 38, adalah subyek yang hanya lulusan SD, namun subyek bekerja sebagai pegawai swasta. Hal ini menunjukkan juga bahwa tidak hanya pendidikan yang berpengaruh pada perilaku seseorang, tetapi keadaan ekonomi seseorang juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan perilaku seseorang. Lingkungan juga berperan penting dalam pembentukan perilaku kesehatan yang baik. Lingkungan yang baik dan sehat akan juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk leb ih berperilaku bersih dan sehat, sebaliknya lingkungan yang padat dan kotor akan juga mempengaruhi perilaku seseorang ke arah yang lebih buruk. Lingkungan yang kotor juga berdampak pada banyaknya angka kejadian suatu penyakit dan kecepatan penularan suatu penyakit d i daerah tersebut. Selain hal yang sudah disebutkan tadi, faktor agama dan kepercayaan seseorang juga termasuk salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk di sini juga merupakan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana juga diketahui bahwa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 kebersihan adalah sebagian dari iman, maka seseorang dengan kepercayaan dan keimanan yang baik maka orang tersebut akan berperilaku bersih dan sehat. Selain itu juga, hati yang bersih, niat yang baik, juga akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Seorang yang memiliki niat yang baik dan hati yang bersih cenderung akan berperilaku baik pula. Namun, semua hal itu juga perlu didukung dengan keteladanan, apabila seseorang itu teladan dalam menjalani suatu perilaku, maka perubahan perilaku yang terjadi pada orang tersebut akan berlangsung lama dan akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya. Data perilaku yang didapatkan dari kuesioner menunjukkan subyek mendapatkan skor rata-rata 25 dari total 40. Perilaku in i sesungguhnya dapat ditingkatkan lagi. Untuk meningkatkan perilaku seseorang menuju ke arah yang lebih baik, d ibutuhkan juga peningkatan kesadaran seseorang terhadap masalah kesehatan. Dalam hal ini, masyarakat masih perlu ditingkatkan kesadarannya mengenai penyakit infeksi dengue, sehingga masyarakat akan lebih aktif melakukan pencegahan penyakit ini yaitu dengan cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di b idang kesehatan, seperti meningkatkan sarana dan prasarana, memperbanyak dan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan, terus digalakkan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang nyamuk, meningkatkan kebersihan lingkungan, dan juga meningkatkan informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan melalui media masa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 Keterbatasan pada penelitian ini adalah pada jumlah sampelnya yang tidak terlalu banyak, dikarenakan adanya kesulitan dan keterbatasan saat pengambilan sampel di lapangan. Sehingga, hasil yang didapat akan lebih merepresentasikan populasi apabila jumlah sampel yang didapat lebih banyak. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB VI PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes, yang dibuktikan dengan penolakan H o. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dengan variabel yang tidak terkendali lebih sedikit agar didapatkan data yang mempresentasikan keadaan populasi yang sesungguhnya dengan lebih akurat. 2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. 3. Perlunya peningkatan penyuluhan dan penyebaran informasi mengenai penyakit infeksi virus dengue dan cara pencegahannya, yaitu gerakan pemberantasan sarang nyamuk oleh petugas kesehatan dan dinas terkait. 4. Warga, khususnya kepala keluarga diharapkan mampu meningkatkan pendidikan dan pengetahuan agar dapat berperan lebih aktif dan baik dalam melakukan pencegahan penyakit infeksi dengue, melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk, agar dapat mengurangi angka kejadian infeksi dengue. commit to user 67