perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA
DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Nadhira Puspita Ayuningtyas
G0009145
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga
dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes
Nadhira Puspita Ayuningtyas, NIM: G0009145, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Rabu, Tanggal 26 Desember 2012
Pembimbing Utama
Nama : Rustam Siregar, dr., Sp. A
NIP : 19490116 198012 1 001
………………………..
Pembimbing Pendamping
Nama : Arif Suryawan, dr.
NIP : 19580327 198601 1 001
………………………..
Penguji Utama
Nama : Ismiranti Andarini, dr., Sp. A., M.Kes
NIP : 19510421 198011 1 002
………………………..
Anggota Penguji
Nama : Prasetyadi M, dr., Sp. KK
NIP : 19611210 199003 1 005
………………………..
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Mutmainah, dr., M.Kes
NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002
commitii to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitiiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 12 Desember 2012
Nadhira Puspita Ayuningtyas
NIM G0009145
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Nadhira Puspita Ayuningtyas, G0009145, 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan
Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang : Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan
utama di Indonesia dan merupakan penyakit endemis yang ada hampir di seluruh
propinsi. Jumlah kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karenanya
pemerintah menggalakkan upaya pencegahan DBD melalui pengendalian vektornya
yaitu nyamuk Aedes dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Namun,
tampaknya hingga saat ini upaya tersebut belum memberikan hasil yang diinginkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September - Desember 2012
di Surakarta. Subyek penelitian adalah kepala keluarga yang bertempat tinggal di
Surakarta. Perilaku subyek diukur dengan menggunakan kuesioner yang meliputi
kuesioner perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes yang
terdiri atas 20 item pertanyaan. Diperoleh data sebanyak 50 dan analisis data
menggunakan uji Annova satu jalan melalui program SPSS 17.00 for Windows.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian dari total 50 sampel didapatkan skor rata-rata
perilaku 25 dari skor 40. Penelitian ini menunjukkan nilai F hitung sebesar 11,64
sedangkan nilai F
1) = 3 dan (df2) = 46
didapatkan nilai sebesar 2,81. Hal ini berarti bahwa nilai F hitung > nilai F tabel.
Sementara itu
= 0,000 yang berarti
bahwa p < 0,05. Kedua hasil analisis tersebut memiliki simpulan yang sama, yaitu
menolak Ho.
Simpulan Penelitian : Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat
pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk
Aedes. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin baik pula perilaku
pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
Kata Kunci : Tingkat pendidikan formal kepala keluarga, perilaku pemberantasan
sarang nyamuk Aedes.
commit iv
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Nadhira Puspita Ayuningtyas, G0009145, 2012. Correlation between Patriarch
Formal Education Degree and Behaviour in Eradication of Aedes Mosquitoes Nest. Mini
Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta
Background: Dengue Hemoragic Fever (DHF) is a serious health problem in Indonesia
and it is an endemic diesase in almost every province in Indonesia. The number of DHF
cases increased each year. That’s why, the government promote a way to prevent DHF
through controlling the vector, Aedes mosquitoes, with the eradication of mosquitoes
nest. However, it seems that until today it hasn’t give the desired result. This study aims
to determine the relationship between patriarch formal education degree with the
behaviour in eradication of aedes mosquitoes nest.
Methods: This was an observational analytic study with cross-sectional approach that
was conducted on September-December 2012 in Surakarta. The subject were partiarch
residing in Surakarta. Subject’s behaviour was measured through a questionnaire which
included questionnaires of behaviour towards eradication of Aedes mosquitoes nest
which consist 20 items of questions. The obtained data were 50 and the data analysis
used One Way Anova test with SPSS 17.00 for Windows program.
Results: The results of a total of 50 samples abtained an average score of their
behaviour 25 out of 40. This study demonstrates the value of F count equal to 11.64,
while the value of F table with = 0.05 and degrees of freedom (df1) = 3 and (df2) = 46
obtained a value of 2.81. It means that the value of F count > value of F table.
Meanwhile, with = 0.05 shows p = 0.000, which means that p < 0.05. Thus, the two
analyzes are the same conclusions that reject Ho .
Conclusion: There is a statistically significant relationship between patriarch formal
education degree and behaviour in eradication of Aedes mosquitoes nest. The higher the
education degree, the better the behaviour in eradiction of Aedes mosquitoes nest.
Keywords: Patriarch formal education degree, behaviour in eradication of Aedes
mosquitoes nest.
v user
commit to
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji kehadirat Allah SWT, atas segala
karunia, rahmat, izin, dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan
Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes”. Penyusunan skripsi ini merupakan
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan
kesulitan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu rasa hormat dan ucapan terima kasih
yang dalam penulis berikan kepada :
1. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. H. Rustam Siregar, dr. Sp. A selaku Pembimbing Utama atas semua bimbingan,
saran, nasihat, dan masukannya selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
3. Arif Suryawan, dr. selaku Pembimbing Pendamping atas semua bimbingan,
saran, dan masukannya selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
4. Ismiranti Andarini, dr. Sp. A, M.Kes selaku Penguji Utama yang telah
memberikan banyak kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Prasetyadi Mawardi, dr. Sp. KK selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan banyak kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Annang Giri Moelyo, dr. Sp. A, M.Kes, Mutmainah, dr.,M.Kes, Bu Enny, SH.,
MH dan Mas Sunardi selaku TIM Skripsi FK UNS, atas kepercayaan,
bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya
skripsi ini
7. Yang tercinta dan amat saya sayangi kedua orang tua saya, Dra. Fathia, Apt. dan
Hery Indyanto, drh. yang senantiasa mendoakan dengan tiada henti serta
memberikan dukungan, semangat, dan motivasi sehingga terselesaikannya
skripsi ini.
8. Kakak saya yang tercinta Imania Mustika Purwitaningtyas, S.T. yang senantiasa
mendoakan dan memberi semangat sehingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Novia Damara, Namira Octaviyati, Pratiwi Prasetya Primisawitri, dan temanteman lainnya atas segala bantuan dan waktu yang selalu tersedia.
10. Mbak Daryanti yang sangat membantu saya dalam terselesaikannya skripsi ini.
11. Seluruh warga dan pihak kelurahan atas segala waktu dan bantuan selama proses
pengambilan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses
penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak
sangat diharapkan.
Surakarta, 21 Desember 2012
Nadhira Puspita Ayuningtyas
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA .....................................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................
xii
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .....................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................
6
BAB II. LANDASAN TEORI .....................................................................................
7
A. Tinjauan Pustaka........................................ ............................................
7
1. Pendidikan ............................................................. ...........................
7
2. Tingkat Pendidikan Formal ....................................................... ......
8
3. Nyamuk Aedes ....................................................... ..........................
10
a. Taksonomi .....................................................................................
10
b. Morfologi ......................................................................................
11
c. Siklus Hidup .................................................................................
12
d. Kebiasaan Hidup Nyamuk ............................................................
13
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Infeksi Virus Dengue ....................................................... ................
15
a. Etiologi ..........................................................................................
15
b. Patofisio logi ..................................................................................
15
c. Patogenesis ....................................................................................
20
d. Manifestasi Klinis ..........................................................................
25
e. Diagnosis ........................................................................................
31
f. Klasifikasi .....................................................................................
34
g. Penularan ........................................................................................
35
h. Pencegahan Penyakit Dengue ....................................................
35
5. Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes ................................. ....... ...
38
6. Perilaku .............................................................................................
40
a. Pengertian Perilaku ............................................................ .........
40
b. Bentuk Perilaku ....................................................... ....................
41
c. Determinan Perilaku .............................................. ......................
42
d. Proses Adopsi Perilaku ................................................................
43
7. Hubungan Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan
Perilaku terhadap PSN Aedes ..........................................................
44
B. Kerangka Pemikiran ...............................................................................
48
C. Hipotesis .................................................................................................
49
BAB III. METODE PENELITIAN ..............................................................................
50
A. Jenis Penelitian .......................................................................................
50
B. Lokasi Penelitian ....................................................................................
50
C. Subjek Penelitian ....................................................................................
50
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Teknik Sampling .....................................................................................
51
E. Alat dan Bahan .......................................................................................
52
F.
Identifikasi Variabel Penelitian ..............................................................
52
G. Defin isi Operasional Penelitian ..............................................................
52
H. Desain Penelitian ....................................................................................
54
I.
Cara Penelitian ........................................................................................
54
J.
Teknik Analisis Data ..............................................................................
55
BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................................
56
BABV. PEMBAHASAN ...........................................................................................
61
BABVI. PENUTUP ......................................................................................................
67
A. Simpulan .................................................................................................
67
B. Saran ........................................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
68
LAMPIRAN
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Expanded Dengue Syndrome (Manifestasi Klinis yang Tidak Umum
pada Infeksi Dengue) .................................................................................
30
Tabel 2.2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD ........................
34
Tabel 4.1. Umur, Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga
......................................................................................................................
56
Tabel 4.2. Distribusi Penyuluhan PSN .........................................................................
58
Tabel 4.3. Hasil Analisis Anova Satu Jalan tentang Hubungan Pendidikan Formal
Kepala Keluarga Dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Aedes ............................................................................................................
commit to user
x
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran ..................................................................
48
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian ................................................................
54
Gambar 4.1. Perbedaan Rata-Rata Skor Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Menurut Tingkat Pendidikan ................................................................
commit to user
xi
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Kuesioner Penelitian
Lampiran B. Data Penelitian
Lampiran C. Hasil Uji Anova Satu Jalan
Lampiran D.
Lampiran E. Surat Izin Penelitian
Lampiran F. Surat Telah Melakukan Penelitian
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam Berdarah Dengue menjadi masalah kesehatan utama di
Indonesia dan merupakan penyakit endemis hampir di seluruh propinsi serta
sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa/KLB (Depkes RI, 2008). Indonesia
sendiri menurut WHO termasuk ke dalam negara endemik DBD bersama
dengan Thailand, Sri Langka, dan Timor Leste dalam peta ASEAN (WHO,
2007). Selain itu, berdasarkan jumlah kasus yang terdata di WHO, Indonesia
memiliki jumlah kasus terbanyak di Asia Tenggara sejak tahun 2003 hingga
tahun 2009 dengan jumlah kasus yaitu, 51934 kasus pada tahun 2003, 79462
kasus pada tahun 2004, 95279 kasus pada tahun 2005, 106425 kasus pada
tahun 2006, 157442 kasus pada tahun 2007, 155607 kasus pada tahun 2008,
dan 156052 kasus pada tahun 2009 (WHO, 2010).
Demam Berdaah Dengue pertama kali ditemukan di Indonesia pada
tahun 1968 di Surabaya. Namun, konfirmasi virologis baru didapat pada
tahun 1972. Sejak saat itu hingga kini DBD telah tersebar ke seluruh propinsi
di Indonesia dan terus terjadi peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun
(Zulkoni, 2011).
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI didapatkan pada
tahun 2002 jumlah kasus sebanyak 40.377 ( IR : 19,24/100.000 penduduk
dengan 533 kematian (CFR : 1,3 %), tahun 2003 jumlah kasus sebanyak
52.566 (IR : 24,34/100.000 penduduk) dengan 814 kematian (CFR : 1,5 %),
tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 79.462 (IR : 37,01/100.000 penduduk)
dengan 957 kematian (IR : 1,20 %), tahun 2005 jumlah kasus sebanyak
95.279 (IR : 43,31/100.000 penduduk) dengan 1.298 kematian (CFR : 1,36
%) tahun 2006 jumlah kasus sebanyak 114.656 (IR : 52,48/100.000
penduduk) dengan 1.196 kematian (CFR : 1,04 %), tahun 2007 jumlah kasus
124.811 (IR: 57,52/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR:
1,02%), tahun 2008 jumlah kasus 137.469 (IR = 59,02 per 100.000
penduduk) dengan 1.187 kematian (CFR = 0.86%), dan jumlah kasus pada
tahun 2009 sebanyak 154.855 dengan 1.384 kematian (CFR = 0.89%).
Berdasarkan Grafik Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Per
Propinsi di Indonesia Tahun 2011, Propinsi Jawa Tengah menduduki
peringkat kedua terbanyak jumlah kasus Demam Berdarah Dengue dengan
jumlah kasus sebanyak 2.345 setelah Propinsi Jawa Timur dengan jumlah
kasus sebanyak 3.152.
Upaya pengendalian penyakit DBD yang telah dilakukan sampai saat
ini adalah memberantas nyamuk penularnya, yaitu Aedes aegypti dan Aedes
albopictus baik nyamuk dewasa
ataupun jentiknya karena obat dan
vaksinnya untuk membasmi virusnya belum ada hingga saat ini. Departemen
Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
pengendalian
penyakit DBD yaitu
mengobati sesuai
menemukan kasus
secepatnya dan
protap, memutuskan mata rantai penularan dengan
pemberantasan vektor (nyamuk
dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan
dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja
Operasional DBD),
pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN 3M Plus) dan Peningkatan profesionalisme pelaksana program (Depkes
RI, 2008).
Salah satu upaya pencegahan yang paling utama adalah pemberdayaan
masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Kampanye
PSN sudah digalakkan Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M, yaitu
menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat
penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi
sarang nyamuk. Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada
tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan
larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
lotion anti nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi
setempat.
Pemberantasan Sarang Nyamuk berperan sangat penting dalam
mencegah terjadinya penularan penyakit demam berdarah dengue, karena
dengan dilakukannya PSN dapat memutus siklus hidup vektor penyakit DBD
yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institute for Medical
Research, Kuala Lumpur, Malaysia dan Department of Health, Cebu City,
Philippines ditemukan bahwa salah satu virus penyebab penyakit demam
berdarah dengue, dengue virus type 2 (DEN-2), dapat ditransmisikan secara
transovarial pada nyamuk Aedes aegypti sampai generasi kelima. Penelitian
tersebut dilakukan dengan cara memberi makan 200 nyamuk Aedes aegypti
betina berumur 4-5 hari dengan darah yang terinfeksi oleh dengue virus type
2, kemudian nyamuk tersebut dibiakkan hingga sampai terdapat 7 generasi;
setiap generasi diuji dengan menggunakan metode immunological staining
untuk mengetahui keberadaan virus. Virus ternyata terdeteksi sampai pada
generasi kelima tetapi pada generasi keenam dan ketujuh sudah tidak
terdeteksi (Rohani et al., 2008)
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan nyamuk Aedes aegypti
masih dapat menularkan virus demam berdarah dengue tipe 2 walaupun
keturunan dari nyamuk tersebut, sampai dengan generasi kelima, tanpa perlu
menghisap terlebih dahulu darah dari penderita DBD. Oleh karena itu, sangat
penting untuk memutus siklus hidup nyamuk dalam usaha pencegahan dan
penanggulangan penyakit demam berdarah dengue.
Sampai saat ini, upaya PSN dengan 3M plus yang dilakukan baik
masyarakat maupun pemerintah belum memberikan hasil yang diinginkan
karena setiap tahun masih terjadi peningkatan jumlah kasus DBD. Berbagai
upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam PSN sudah banyak dilakukan
tetapi hasilnya belum optimal dapat merubah perilaku masyarakat
commit to user
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
secara terus-menerus melakukan PSN di tatanan dan lingkungan masingmasing (Depkes RI, 2008).
Dalam
setiap
persoalan
kesehatan,
termasuk
dalam
upaya
penanggulangan DBD, faktor perilaku senantiasa berperan penting. Perhatian
terhadap faktor perilaku sama pentingnya dengan perhatian terhadap faktor
lingkungan, khususnya dalam hal upaya pencegahan penyakit. Perilaku
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah latar
belakang seseorang. Latar belakang di sini mencakup pendidikan seseorang
(Liana, 1996).
Seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan rendah atau buta
huruf, pada umumnya akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru
dan membuat seseorang tersebut bersifat konservatif, karena tidak mengenal
alternatif yang lebih baik (Kasnodiharjo, 1998).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, tiap tahunnya masih
terjadi peningkatan kasus demam berdarah dan hal ini merupakan masalah
yang cukup serius dan perlu diwaspadai. Walaupun pemerintah telah
mengajak masyarakat berperan dalam pencegahan demam berdarah melalui
program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), namun hal tersebut belum
memberikan hasil yang diinginkan hingga saat ini. Beberapa faktor dapat
mempengaruhi perilaku seseorang terhadap PSN yang merupakan perilaku
kesehatan dan salah satunya adalah tingkat pendidikan, maka peneliti ingin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
mengetahui lebih lanjut adakah hubungan antara tingkat pendidikan formal
kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana hubungan tingkat pendidikan formal kepala keluarga
dengan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal kepala
keluarga dengan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Dinas Kesehatan Surakarta untuk merumuskan langkah strategis yang
dapat dilakukan dalam menurunkan angka kejadian DBD.
2. Masyarakat, sebagai informasi untuk lebih menggalakkan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
3. Orang lain, untuk menambah wawasan dan sumber pustaka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pendidikan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah: “usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Pengertian kata “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2001) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan dalam pengertian yang agak luas dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan. Karena di dalam pendidikan tercakup proses perkembangan
seseorang menuju kedewasaan maka pendidikan mempunyai tujuan untuk
mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku manusia ke arah
yang lebih baik (Syah, 2011).
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
2. Tingkat Pendidikan Formal
Berdasarkan
lingkungan
terselenggaranya,
pendidikan
dapat
diklasifikasikan menjadi: pendidikan informal, pendidikan non formal dan
pendidikan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh
dari pengalaman sehari-hari secara sadar atau tidak sepanjang hayat
seseorang. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, pergaulan
sehari-hari, pekerjaan, masyarakat, keluarga dan organisasi. Pendidikan
non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu, dengan
sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan
formal adalah pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan
mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung
di sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal karena
diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan
kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari Taman Kanak-kanak
hingga Perguruan tinggi berdasarkan aturan resmi yang sudah ditetapkan
(Ahmadi dan Uhbiyati, 1991).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa
pendidikan formal terbagi atas tiga jenjang pendidikan yaitu:
a. Pendidikan dasar
Pada prinsipnya, pendidikan dasar memberikan bekal dasar bagi
perkembangan kehidupan serta mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Jenjang waktu
yang ditempuh untuk pendidikan dasar adalah sembilan tahun, enam
tahun Sekolah Dasar atau bentuk lain yang sederajat dan tiga tahun
Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat.
b. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan kelanjutan dari pendidikan dasar,
yang dipersiapkan menjadi anggota masyarakat yang mempunyai
kemampuan hubungan timbal balik dalam lingkungan dan dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Jenjang waktu yang ditempuh untuk pendidikan menengah adalah tiga
tahun.
c. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah
yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang
dapat
menerapkan,
mengembangkan
dan
menciptakan
ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian. Pendidikan tinggi mencakup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan Tinggi
diselenggarakan dengan sistem terbuka, dan jenjang waktu yang
ditempuh untuk pendidikan tinggi bervariasi sesuai dengan gelar
akademik, profesi, atau vokasi yang ditempuh seseorang.
3. Nyamuk Aedes
a. Taksonomi
Secara taksonomi, nyamuk Aedes dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Diptera
Subordo
: Nematocera
Famili
: Culicidae
Subfamili : Culicinae
Tribus
: Culicini
Genus
: Aedes
Spesies
: Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Sucipto, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
b. Morfologi
1) Aedes aegypti
Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, dada (toraks)
dan perut (abdomen). Tanda khas Aedes aegypti berupa gambaran
lyre pada bagian dorsal toraks (mesonotum) yaitu sepasang garis
putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih yang lebih
tebal pada tiap sisinya. Probosis berwarna hitam, skutelum trilobi,
bersisik lebar berwarna putih. Pada betina palpus lebih pendek dari
probocis. dan abdomen berpita putih pada bagian basal. Ruas tarsus
kaki belakang berpita putih. Sisik sayap sempit panjang dengan
ujung runcing.
Telur Aedes aegypti berwarna putih saat pertama kali
dikeluarkan, lalu menjadi coklat kehitaman. Telur berbentuk oval,
dan memiliki garis-garis yang menyerupai sarang lebah dengan
panjang 0,5 mm. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam
suhu 2-24°C, namun akan menetas dalam waktu 1-2 hari pada
kelembaban rendah. Setelah telur menetas kemudian akan menjadi
larva. Larva Aedes aegypti memiliki sifon yang pendek dan
mempunyai sisir pada ruas ke-8 abdomen yang terdiri dari gigi-gigi
bergerigi. Umur larva sekitar 7-9 hari kemudian menjadi pupa.
Bentuk pada stadium pupa seperti bentuk terompet panjang dan
ramping. Stadium pupa biasanya berlangsung selama 2 hari. Setelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
itu, pupa akan membuka dan melepaskan kulitnya, dan akan keluar
stadium imago atau nyamuk dewasa (Sucipto, 2011).
2) Aedes albopictus
Nyamuk Aedes albopictus mempunyai ciri morfologi yang
mirip dengan nyamuk Aedes aegypti, namun memiliki beberapa
perbedaan. Aedes albopictus dewasa mempunyai ciri-ciri fisik
mempunyai gambaran sebuah pita putih longitudinal pada bagian
mesotonum. Selain itu, larva Aedes albopictus mempunyai sisir pada
ruas ke-8 abdomen dan mempunyai gigi-gigi sederhana tanpa duri
lateral. Stadium telur dan pupa pada nyamuk Aedes albopictus
memiliki ciri morfologis yang sama dengan nyamuk Aedes aegypti
(Sucipto, 2011).
c. Siklus Hidup
Telur nyamuk Aedes akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2
hari, kemudian larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15
hari. Stadium pupa biasanya berlangsung selama 2 hari. Dalam suasana
optimum, perkembanga dari telur sampai dewasa memerlukan waktu
sekurang-kurangnya 9 hari.
Setelah nyamuk berkembang dan keluar dari pupa, nyamuk akan
beristirahat terlebih dahulu di kulit pupa untuk sementara waktu hingga
sayap menjadi kaku dan kuat untuk terbang. Pupa jantan menetas lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
dahulu dari pupa betina. Setelah 1-2 hari keluar dari pupa, nyamuk
betina dewasa siap untuk kawin dan menghisap darah manusia.
Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan karena
menunggu nyamuk betina menetas dan siap berkopulasi. Sesudah
kopulasi, nyamuk betina akan menghisap darah manusia yang
diperlukannya untuk pembentukan telur. Waktu dari mulai nyamuk
menghisap darah hingga telur dikeluarkan berlangsung sekitar 3-4 hari.
Kemudian nyamuk betina akan meletakkan telurnya pada dinding
tempat air di mana telur akan berkembang dan menetas. Jumlah telur
yang dikeluarkan nyamuk betina rata-rata berjumlah 150 butir telur
(Sungkar, 2005).
d. Kebiasaan Hidup Nyamuk
Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat penampungan air
yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas
bunga, dan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Aedes albopticus juga demikian tetapi lebih banyak terdapat di luar
rumah, seperti dahan pohon atau daun yang menampung air.
Nyamuk Aedes aegypti aktif menghisap darah pada siang hari
dengan 2 puncak aktivitas, yaitu pada pukul 08.00-12.00 dan 15.0017.00. nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik, nyamuk betina lebih
suka menghisap darah manusia darpada darah binatang dan mempunyai
kebiasaan menggigit berulang sampai lambung penuh berisi darah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Nyamuk betina menghisap darah umumnya 3 hari setelah melakukan
kopulasi. Setelah menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti hinggap
untuk beristirahat dalam rumah yang berdekatan dengan tempat
berkembangbiaknya. Tempat hinggap yang disenangi adalah tempat
yang gelap dan lembab, dan nyamuk senang hinggap di benda yang
menggantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan. Setelah
beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakkan telurnya di dinding tempat berkembangbiaknya, sedikit di
atas permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan adalah sekitar 100400 butir.
Nyamuk Aedes aegypti biasa menempatkan telurnya di air jernih
terutama bak air WC, bak mandi, dan gentong air minum, sedangkan
nyamuk Aedes albopticus lebih senang bertelur di luar rumah, seperti
pekarangan, atau di kaleng sampah yang dibuang (Sucipto, 2011).
Jarak terbang nyamuk Aedes sekitar 30-50 meter per hari, tetapi
jarak terbang ini juga bergantung dari tempat bertelur. Apabila tempat
bertelur terdapat di dalam rumah atau di sekitar rumah maka nyamuk
tidak akan terbang jauh. Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata
40 meter, maksimal 100 meter. Namun, nyamuk dapat berpindah lebih
jauh secara pasif karena terbawa angin atau kendaraan (Sungkar, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
4. Infeksi Virus Dengue
Infeksi virus dengue adalah penyakit yang sistemik dan dinamis.
penyakit ini memiliki spektrum klinis yang luas yang meliputi baik
manifestasi klinis berat dan ringan (WHO, 2009).
a. Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod bone virus dan sekarang
lebih dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe yang lain (Merdjani et al, .2008).
b. Patofisiologi
1) Volume Plasma
Patofisio logi utama yang membedakan antara Demam Dengue
dengan Demam Berdarah Dengue adalah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemorrhagik. Penyelid ikan volume
plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled
human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa
demam dan mencapai puncak pada masa syok. Pada kasus berat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat secara
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Meningkatnya nilai hematokrit pada kasus syok
mengarahkan kepada dugaan bahwa syok terjadi akibat kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskular melalui kap iler yang rusak. Bukti
yang mendukung adalah ditemukannya cairan dalam rongga serosa
seperti rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada
autopsi yang ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus,
dan terdapatnya edema (Merdjani et al, .2008).
2) Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering
ditemukan pada kasus DBD. Nilai trombosit menurun pada masa
demam
dan
mencapai
nilai
terendah
pada
masa
syok.
Trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit
muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
akibat peningkatan destruksi trombosit. Fungsi trombosit pada DBD
terbukti menurun yang kemungkinan disebabkan oleh proses
imunologis. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD
(Merdjani et al, .2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
3) Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan sebagai penyebab
perdarahan pada DBD. Masa perdarahan memanjang, masa
pembekuan normal atau memanjang, masa tromboplastin parsial
yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun,
yaitu faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus berat
terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP).
Penelitian lebih
lanjut membuktikan adanya penurunan
aktivitas antitrombin III. Selain itu juga dibuktikan bahwa
menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II dan antitrombin III tidak
sebanyak fibrinogen dan faktor VIII. Hal tersebut menimbulkan
dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak
hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh
konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD
dibuktikan dengan adanya penurunan aktivit
-2 plasmin inhibitor
dan penurunan aktivitas plasminogen (Merdjani, et al., .2008).
Selain itu, pada penderita DBD terjadi disfungsi endotel, hal
ini dibuktikan dengan terdapatnya peningkatan kadar sVCAM-1,
faktor von Willebrand (vWF) dan D dimer. Namun tidak ada
hubungan antara sVCAM-1 dengan beratnya penyakit, hanya ada
hubungan yang lemah antara vWF dengan D dimer maupun beratnya
penyakit (Dharma, et al., 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
4) Sistem Komplemen
Terdapat penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5
baik pada kasus yang disertai syok atau tidak. Terdapat hubungan
positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit.
Penurunan menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi
komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun alternatif. Hasil
penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen bukan
karena produksi yang menurun. Aktivasi sistem komplemen
menghasilkan
anafilatoksin
C3a
dan
C5a yang
mempunyai
kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan
merupakan
mediator
kuat
untuk
menimbulkan
peningkatan
permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok
hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel
endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan
waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan
perdarahan. Selain itu, komplemen juga merangsang monosit untuk
memproduksi sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF),
interfeon gamma, dan interleukin (IL-2 dan IL-1) (Merdjani et al,
.2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
5) Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga
terlihat peningkatan limfosit atipik yang berlangsung sampai hari
kedelapan. Dilaporkan juga bahwa pada sediaan hapus buffy coat
kasus DBD dijumpai transformed lymphocytes dalam presentase
tinggi (20-50%). Hal tersebut khas untuk DBD karena pada infeksi
virus lain hanya terdapat sekitar 0-10%. Penelitian lebih lanjut yang
dilakukan
oleh
Sutaryo pada tahun
1978, yang kemudian
menyebutnya sebagai Limfosit Plasma Biru (LPB). Pemeriksaan
LPB secara seri memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue
mencapai puncak pada hari keenam. Dari penelitian imunologi
disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan
limfosit T. LPB adalah limfosit dengan sitoplasma biru tua,
ukurannya lebih besar atau sama dengan limfosit besar, sitoplasma
lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dengan daerah
perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel
berbentuk bulat oval. Kromosom inti kasar dan terkadang dalam inti
terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik.
Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak
bertambah biru (Merdjani, et al., .2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
c. Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopticus sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala sebagai
diagnosis banding. Demam Berdarah Dengue dapat terjadi apabila
seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi
berulang virus dengue lainnya (Hendrawanto, 2002).
Organ sasaran dari virus dengue ini adalah organ Reticulo
Endotelial System (RES) yang meliputi sel kuffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru.
Setelah masuk dalam aliran darah, virus akan difagosit oleh sel-sel
monosit perifer. Namun, virus tersebut ternyata mampu bertahan hidup
dan dapat melakukan multiplikasi di dalam sel monosit. Virus akan
melakukan hal tersebut dengan cara memasukkan genomnya masuk ke
dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, kemudian genom akan
virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus
DEN ini terjadi dalam sitoplasma sel.
Secara In Vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai empat
fungsi biologis yaitu: netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibody
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent
Enhancement (ADE).
Antibodi terhadap virus DEN secara In Vivo dapat berperan pada
dua hal yang berbeda, yaitu : Antibodi netralisasi atau neutralizing
antibodies yang memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi
virus dan antibody non neutralising yang memiliki peran cross-reactive
dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD
dan DSS.
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini
masih diperdebatkan. Namun, berdasarkan data yang ada, terdapat bukti
yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya
DBD dan DSS. Dua teori yang sering digunakan untuk menjelaskan
perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu hipotesis infeksi
sekunder (Secondary heterologous infection theory) dan hipotesis
Antibody Dependent Enhancement (ADE).
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang
mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis serotipe virus, maka akan
terjadi proses kekebalan terhadap virus jenis tersebut untuk jangka
waktu yang lama, tetapi apabila orang tersebut mendapatkan infeksi
sekunder dari jenis serotipe virus yang berbeda, maka akan terjadi
infeksi yang berat. Antibodi yang telah terbentuk dari infeksi primer
akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
serotipe yang berbeda, tetapi antibodi tersebut tidak dapat menetralisir
virus, bahkan akan membentuk suatu kompleks yang infeksius.
Karena adanya non neutralizing antibody, maka partikel virus DEN
dan molekul antibodi IgG akan membentuk suatu kompleks virusantibodi. Kompleks tersebut akan berikatan dengan reseptor Fc gama
pada sel, yang akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN.
Kompleks virus antibodi juga akan meliputi sel makrofag yang beredar,
antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga
makrofag mudah terinfeksi dan akan teraktivasi, yang selanjutnya akan
memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF-
Platelet Activating Faktor
(PAF). TNF- akan berperan dalam menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah, dimana hal-hal
tersebut dapat mengakibatkan syok.
Pada teori yang lain, yaitu teori Antibody Dependent Enhancement
(ADE), menyebutkan tiga hal, yaitu: antibodies enhance infection, Tcells enhance infection serta limfosit T dan monosit yang akan
melepaskan sitokin yang berkontribusi terhadap terjad inya DBD dan
DSS.
Teori ADE dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat
antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut
dapat mencegah timbulnya penyakit, akan tetapi apabila antibodi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
terdapat
dalam
tubuh
merupakan
antibodi
yang
tidak
dapat
menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat
(Soegijanto, 2006).
Dalam
teori
ADE
diperkirakan
bahwa
proses
terjadinya
peningkatan replikasi virus pada infeksi sekunder adalah akibat antibodi
yang berkadar rendah dan bersifat subnetral yang sudah terbentuk pada
saat terjadi infeksi primer tidak mampu membunuh virus, sehingga
kompleks imun melekat pada reseptor Fc sel mononuklear fagosit,
terutama makrofag, yang kemudian akan mempermudah virus masuk ke
sel dan meningkatkan kemampuan multiplikasi virus tersebut (Sutaryo,
2004).
Imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam serum
pasien DD, DBD dan DSS didominasi o leh IgM, IgG1 dan IgG3,
sedangkan IgA dijumpai paling banyak pada fase akut dari DSS.
Sehingga banyak juga yang mengatakan bahwa IgA, IgG1 dan IgG4
dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan
DSS.
Di samping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang
patogenesis dari DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus, teori ini
didasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus
yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Selain itu juga ada teori antigen-antibodi, teori ini berdasarkan bukti
bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem
komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5.
Selain itu, pada 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun
antara IgG dengan virus Dengue yang dapat menempel pada trombosit,
sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun
tersebut juga akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun
yang lain. Juga ada teori mediator, yang menjelaskan bahwa makrofag
yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF, dan lain lain. Diperkirakan mediator
dan endotoksin yang bertanggungjawab atas terjadinya syok septik,
demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, akan tetapi
derajat kerusakan jaringan yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menyebabkan kematian dari infeksi virus tersebut, kematian lebih
disebabkan oleh gangguan metabolik dan juga keadaan shock.
Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel akan
menimbulkan stres pada sel sampai dapat menyebabkan kematian sel
(apoptotik). Mekanisme pertahanan tubuh melalu i apoptosis dan
aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal juga
ketidakseimbangan homeostasis.
Pada infeksi fase akut virus dengue terjadi penurunan dari populasi
limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear, sebaliknya pada
fase
konvalesen
respon
proliferatif
kembali
normal.
Terjad i
peningkatan konsentrasi IFN-g, TNF-a, IL-10 dan reseptor TNF terlarut
di dalam plasma pasien DBD/DSS. Peningkatan TNF-a berhubungan
dengan manifestasi hemoragik, sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan fungsi trombosit.
Sehingga, pada infeksi virus Dengue fase akut akan terjadi
penurunan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin
proinflamasi TNF-a akan meningkat dan berperan penting dalam
derajat keparahan dan patogenesis DBD/DSS. Juga terjadi peningkatan
IL-10 yang akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.
Penyebab utama dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien
DBD dan DSS disebabkan oleh kerjasama aktivasi komplemen, induksi
kemokin dan kematian sel apoptotik (Soegijanto, 2006).
d. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue mungkin bersifat asimtomatik atau dapat
menyebabkan demam tidak terdiferensiasi (undifferentiated fever),
Demam Dengue (Dengue Fever), atau Demam Berdarah Dengue
(Dengue Haemorrhagic Fever) termasuk Sindrom Syok Dengue
(Dengue Shock Syndrome) dan Expanded Dengue Syndrome. Infeksi
salah satu serotipe dengue akan memberikan kekebalan seumur hidup
terhadap serotipe tersebut, tetapi hanya ada proteksi-silang jangka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
pendek untuk serotipe lainnya. Manifestasi klinis infeksi virus dengue
tergantung pada faktor-faktor strain virus dan host seperti usia, status
kekebalan, dan lain lain (WHO, 2011).
1) Demam tidak terdiferensiasi
Pada bayi, anak dan orang dewasa yang terinfeksi virus
dengue, terutama untuk pertama kalinya (infeksi dengue primer),
dapat terjadi demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dari
infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat menyertai demam
atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai normal.
Gejala saluran pernapasan atas dan saluran pencernaan juga umum
terjadi (WHO, 2011).
2) Demam Dengue
Pada masa awal penyakit b iasanya mendadak, disertai gejala
prodromal seperti nyeri kepala, nyeri di berbagai bagian tubuh,
anoreksia, menggigil, dan malaise. Akan dijumpai trias sindrom,
yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan ruam. Ruam
timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, pada hari
sakit ke 3-5 dan berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada penekanan. Ruam biasanya
terdapat di dada, abdomen, anggota gerak dan wajah.
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, selain itu rasa tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
sering ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan pada
indra pengecap. Gejala klinis lain yaitu fotofobia, keringat
bercucuran, serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Demam akan
menghilang secara lisis disertai keringat yang banyak.
Kelenjar limfa servikal d ilaporkan membesar pada 67-77%
kasus. Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopenia selama
periode pra-demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia,
disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak
penyakit dan masa kovalesens. Eosinofil menurun atau menghilang
pada permulaan dan puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser
ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode
memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah
tepi akan menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.
Komplikasi demam dengue jarang dilaporkan, antara lain
orkhitis atau ovaritis, keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan
neurologis juga dilaporkan, di antaranya menurunnya kesadaran,
paralisis sensorium yang sementara, meningismus, dan ensefalopati
(Merdjani, et al., 2008).
3) Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis,
yaitu demam tinggi, perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah (circulatory failure).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif,
memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena.
Petekia halus yang tersebar di anggota gerak, wajah, aksila sering
ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat juga terjadi di
setiap organ tubuh. Pada masa kovalesens sering ditemukan eritema
pada telapak tangan dan kaki.
Pada DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung
selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk. Hal
tersebut biasa terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu
antara hari sakit ke 3-7. Pada sebagian kasus ditemukan tanda
kegagalan peredaran darah, kulit terasa lembab dan dingin, sianosis
di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak akan tampak
lesu dan gelisah kemudian secara cepat masuk dalam fase syok.
Pasien sering mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok.
Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai
prognosis buruk.
Selain kegagalan sirku lasi, saat syok tekanan nadi menurun
menjadi 20 mm Hg atau kurang dan tekanan sistolik menurun
sampai 80 mm Hg atau lebih rendah. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit
<100.000/µl ditemukan antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar
hematokrit merupakan sebuah bukti adanya kebocoran plasma. Hasil
laboratorium lain yang sering ditemukan adalah hipoproteinemia,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
hiponatremia, kadar transaminase serum dan urea nitrogen darah
meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik.
Jumlah lekosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis.
Terkadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara
(Merdjani, et al., 2008).
4) Expanded Dengue Syndrome
Merupakan manifestasi klinis yang tidak biasa pada pasien
dengan keterlibatan organ-organ penting seperti hati, otak ginjal,
atau jantung yang terkait dengan infeksi dengue yang tidak terdapat
kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa ini, mungkin terkait
dengan co-infeksi, komorbiditas atau komplikasi syok yang
berkepanjangan. Investigasi lengkap harus dilakukan dalam kasus
ini. Kebanyakan pasien DBD yang memiliki manifestasi yang tidak
biasa adalah hasil dari syok berkepanjangan dengan kegagalan organ
atau pasien dengan penyakit penyerta atau koinfeksi (WHO, 2011).
Manifestasi Klinis ini mungkin tidak dilaporkan, tidak
terdeteksi, atau tidak terkait dengan infeksi dengue. Namun,
penilaian klinis yang tepat sangat penting dilakukan agar selanjutnya
dapat diberikan manajemen dan penatalaksanaan yang sesuai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Tabel 2.1. Expanded Dengue Syndrome (Manifestasi Klinis yang
Tidak Umum pada Infeksi Dengue)
Sistem
Neurologis
Gastrointestinal
Renal
Kardiovaskular
Respirasi
Muskuloskeletal
Lymphoreticular
Mata
Lainnya
Manifestasi Klinis yang Tidak Umum
Kejang demam pada anak-anak
Ensefalopati
Ensefalitis/meningitis aseptik
Perdarahan intrakranial
Efusi subdural
Mononeuropati/polineuropati
Guillane-Barre Syndrome
Transverse myelitis
Hepatitis
Acalculous cholecystitis
Pankreatitis akut
Parotitis akut
Hiperplasia Peyer’s patch
Gagal ginjal akut
Hemolytic Uremic Syndrome
Abnormalitas konduksi
Myokarditis
Perikarditis
Acute Respiratory Distress Syndrome
Perdarahan pulmonal
Myostitis dengan peningkatan creatinine
phosphokinase
Rhabdomyolisis
Infeksi terkait Haemophagocytic Syndrome
Lymphohistiocytosis Haemophagocytic
Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
Ruptur limpa spontan
Infark kelenjar getah bening
Perdarahan macular
Gangguan ketajaman visual
Neuritis optik
Post-infectious Fatigue Syndrome
Depresi
Halusinasi
Psikosis
Alopecia
(WHO, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
e. Diagnosis
1) Demam Dengue
Demam akut dengan dua atau lebih dari kriteria berikut:
a) sakit kepala
b) Nyeri retro-orbital
c) mialgia
d) arthralgia
e) ruam
f) manifestasi perdarahan
g) leukopenia (lekosit
h) trombositopenia (jumlah trombosit <150 000 sel/mm3)
i) kenaikan hematokrit (5 - 10%);
dan setidaknya salah satu dari kriteria berikut:
a) Hasil tes serologi yang mendukung: titer
test
Penghambatan Hemaglutinasi, titer IgG yang comparable dengan
enzyme-linked immunosorbent assay, atau tasting positive pada
test antibodi IgM
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
b) Terjadinya di lokasi dan waktu yang sama dengan kasus demam
dengue yang sudah terkonfirmasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis harus memenuhi kriteria yang telah
disebutkan di atas, dengan setidaknya salah satu dari berikut:
a) isolasi virus dengue dari serum, CSF atau sampel otopsi.
b) peningkatan empat kali lipat atau lebih kenaikan serum IgG
(dengan uji inhibisi Hemaglutinasi) atau peningkatan IgM
antibodi spesifik untuk virus dengue.
c) deteksi virus dengue atau antigen dalam jaringan, serum atau
cairan
serebrospinal
dengan
uji
imunohistokimia,
imunofluoresensi atau enzyme-linked immunosorbent assay.
d) deteksi urutan genom virus dengue dengan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (WHO, 2011).
2) Demam Berdarah Dengue
Terdapat semua dari kriteria berikut:
a) Onset akut demam 2-7 hari.
b) Manifestasi perdarahan, yang ditunjukkan oleh salah satu dari
berikut: tourniquet tes positif, petechiae, ekimosis atau purpura,
atau perdarahan dari mukosa, saluran pencernaan, situs injeksi,
atau lokasi lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
c) Trombosit
d) Bukti
objektif
kebocoran
plasma
karena
peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang ditunjukkan oleh salah satu
kriteria berikut: Meningkatnya hematokrit
asites atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia (WHO, 2011).
3) Dengue Shock Syndrome
Memenuhi kriteria untuk demam berdarah dengue seperti yang
tercantum sebelumnya, dengan tanda-tanda shock berikut:
a) Takikardia,
ekstremitas
dingin,
waktu
pengisian
kapiler
melambat, nadi lemah, lesu atau gelisah, yang mungkin
merupakan tanda perfusi otak berkurang.
b) Tekanan nadi
Hg dengan tekanan diastolik yang
meningkat.
c) Hipotensi berdasarkan usia, yang didefinisikan sebagai tekanan
sistolik < 80 mm Hg bagi anak berusia <5 tahun, dan 80-90 mm
Hg untuk anak yang lebih tua dan orang dewasa (WHO, 2011).
Konfirmasi laboratorium lain yang dapat dlakukan untuk
infeksi dengue adalah dengan melalui isolasi virus, deteksi asam
nukleat virus, deteksi antigen virus, test imunologis (IgM dan IgG),
dan analisis parameter hematologis (Mandal, et al., 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
f. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue menurut WHO tahun 2011 terbagi dalam
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD), di mana
Demam Berdarah Dengue terbagi dalam empat derajat menurut tigkat
keparahannya. DBD derajat III dan IV sudah masuk ke dalam keadaan
Dengue Shock Syndrome (DSS).
Tabel 2.2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD
DD/DBD
DD
Derajat
DBD
I
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
Tanda dan Gejala
Demam dengan dua
dari gejala berikut:
Sakit kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia
Arthtralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Tidak ada bukti
kebocoran plasma
Demam
Manifestasi perdarahan
(test torniquet positif)
Adanya bukti
kebocoran plasma
Seperti derajat I
ditambah perdarahan
spontan
Laboratorium
Leukopenia (leukosit
5000 sel/mm3)
Trombositopenia
Meningkatnya
hematokrit (5% - 10%)
Tidak ada bukti
kehilangan plasma
Seperti derajat I atau II
ditambah kegagalan
peredarah darah (nadi
lemah, tekanan nadi
Trombositopenia
(<100000 sel/mm3)
Kenaikan hematokrit
gelisah)
Seperti derajat III
ditambah syok berat
dengan tekanan darah
commit to user
Trombositopenia
(<100000 sel/mm3)
Kenaikan hematokrit
Trombositopenia
(<100000 sel/mm3)
Kenaikan hematokrit
Trombositopenia
(<100000 sel/mm3)
Kenaikan hematokrit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
dan nadi yang tidak
terdeteksi
(WHO, 2011).
g. Penularan
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopticus betina. Nyamuk tersebut dapat secara langsung
menularkan virus dengue kepada manusia, yaitu setelah menggigit
orang yang mengalami viremia, atau secara tidak langsung setelah
mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari.
Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari sebelum menjadi sakit
setelah virus masuk ke dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus
masuk ke dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan
virus seumur hidupnya. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai lima hari setelah demam
timbul (Depkes RI, 2001).
h. Pencegahan Penyakit Dengue
Pencegahan penyakit dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Pencegahan Primer
Pada tahap ini dilakukan upaya menghilangkan kemungkinan
terjadinya penyakit yang akan terjadi. Tingkatan ini terdiri dari:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
a) Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan
dilakukan
dengan
cara
penyuluhan
kesehatan yaitu memberikan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat mengenai apa itu DBD, apa tanda-tandanya, apa
penyebabnya, dan bagaimana cara penularannya; bila terjadi
serangan apa yang harus dilakukan.
b) Perlindungan khusus
Karena penyakit ini tidak terdapat vaksinnya, dan penularan
terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus
dengue, masyarakat diminta untuk menghindari gigitan nyamuk
(Farouk, 2004)
2) Pencegahan Sekunder
Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menghambat perjalanan
penyakit dan mencegah komplikasi. Upaya ini meliputi melakukan
diagnosis seawal mungkin terhadap kasus penyakit dengue dan
memberikan pengobatan yang tepat. Begitu didapatkan kasus dengan
gejala panas segera dilakukan pemeriksaan fisik dengan cermat
untuk menetapkan apakah kasus dengue atau bukan dan bila telah
didiagnosis dilakukan pengobatan yang tepat terutama untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan syok (Farouk, 2004)
3) Pencegahan Tersier
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Upaya yang dilakukan pada tahap ini bertujuan agar penderita
sembuh seperti sedia kala dan tanpa cacat. Upaya ini meliputi:
a) Menghindakan dari kecacatan. Bila kasus menjadi berat dilakukan
perawatan rumah sakit untuk menghindari perdarahan hebat dan
kematian.
b) Rehabilitasi. Bila ada tanda-tanda penyembuhan, dilakukan
pemulihan kesehatan dengan cara pemberian makanan yang
bergizi serta vitamin. (Farouk, 2004)
Langkah pencegahan DBD yang paling baik adalah dengan
mengeliminasi nyamuk Aedes dengan cara mengeliminasi tempat
berbiaknya (Wijaya, 2007). Pemberantasan vektor tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
1) Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk trsebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, menyingkirkan tempat perkembangbiakan nyamuk, dan
perbaikan desain rumah
2) Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan cupang), tanaman pencegah nyamuk, dan
bakteri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
3) Kimiawi
Pengendalian kimiawi antara lain dengan pengasapan/fogging
dengan menggunakan malathion dan fenthion, berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Dapat juga dilakukan dengan memberikan bubuk abate (temephos)
pada tempat-tempat penampungan air, seperti gentong air, vas
bunga, kolam, dan lain-lain. Bubuk abate 1% diberikan dengan dosis
1ppm (part per-million) yaitu 10 gram untuk 100 liter air diulangi
dalam jangka waktu 2-3 bulan (Wijaya, 2007)
5. Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes
Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah upaya untuk
memberantas nyamuk Aedes, dilakukan dengan cara:
a. Menguras
dengan
menggosok
tempat-tempat penampungan
air
sekurang-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan untuk merusak
telur nyamuk, sehingga jentik-jentik tidak bisa menjadi nyamuk atau
menutupnya rapat-rapat agar nyamuk tidak bisa bertelur di tempat
penampungan air tersebut.
b. Mengganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat minum burung
seminggu sekali dengan tujuan untuk merusak telur maupun jentik
nyamuk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampahsampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak
menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
d. Mencegah barang-barang/pakaian-pakaian yang bergelantungan di
kamar ruang yang remang-remang atau gelap yang berpotensi untuk
menjadi tempat hinggap nyamuk. (Depkes RI, 1996).
Gerakan PSN biasa disebut dengan 3M Plus, yaitu menguras, menutup,
dan menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus yang bertujuan
untuk mencegah gigitan nyamuk, seperti memelihara ikan pemakan jentik,
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang
kawat kasa pada ventilasi, menyemprot insektisida, menggunakan lotion
anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, tidak
menggantung pakaian di ruang gelap, menutup pintu dan jendela saat
senja, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat (Wahono, 2004).
Dengan melakukan kegiatan PSN secara rutin dan dilakukan oleh
semua masyarakat, maka perkembangan penyakit akibat infeksi virus
dengue
di
suatu
wilayah
tertentu
dapat
dicegah
dan
dibatasi
penyebarannya, sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
6. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis,
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai
dengan manusia memiliki perilaku karena semua itu mempunyai
aktifitas masing-masing.
Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas
manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain:
berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan
sebagainya. Maka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas seseorang, baik yang
dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori
skiner disebut teori Stimulus-Organisme-Respon atau S-O-R. Skiner
membedakan adanya dua respon, yaitu:
1)
Respondent response atau reflexsive response, yakni respon yang
ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan
commit to user
(stimulus) tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan
yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response
ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita
musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan
kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
2)
Operant response atau instrumental response, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation,
karena perangsangan tersebut bersifat memperkuat respon yang
telah dilakukan. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh
penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan
lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2003).
b. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Perilaku tertutup. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati
secara jelas oleh orang lain.
2)
Perilaku terbuka. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dan dapat diamati dalam
bentuk tindakan ataupun praktek (Notoatmodjo, 2007a).
c. Determinan Perilaku
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perilaku merupakan
bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Akan tetapi,
walaupun bentuk stimulusnya sama, bentuk respon akan berbeda pada
setiap setiap orang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1)
Faktor internal. Yaitu karakteristik seseorang yang bersangkutan
yang bersifat bawaan. Misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2)
Faktor eksternal. Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,
ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
sering menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2007a).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
d. Proses Adopsi Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni:
1)
Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.
2)
Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap
terhadap objek sudah mulai timbul.
3)
Evaluation (menilai) menimbang terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
4)
Trial (Mencoba) subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dihendaki oleh stimulus.
5)
Adoption (menerima) di mana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila adopsi perilaku terjadi melalui proses yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu
tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut
tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007a).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
7. Hubungan Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku
terhadap PSN Aedes
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku terhadap
PSN Aedes. Pendidikan mempunyai tujuan untuk mengubah dan
membentuk sikap, watak serta perilaku manusia ke arah yang lebih baik
(Syah, 2011). Maka, diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut tentang suatu
hal, sehingga diharapkan berperilaku dengan mengambil tindakan yang
baik, dalam hal ini termasuk juga pemberantasan sarang nyamuk yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit demam berdarah.
Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk
untuk mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta
pencegahannya. Pendidikan akan mempengaruhi pemahaman terhadap
demam berdarah dengue dan cara-cara penanggulangannya. Sedangkan
kepala keluarga sendiri memiliki peran yang penting dalam sebuah
keluarga. Kepala keluarga berperan sebagai role model dalam sebuah
keluarga, apabila kepala keluarga berperilaku baik dan aktif dalam
melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk maka dapat juga memberikan
manfaat positif dan mencontohkan keluarganya untuk melakukan hal yang
sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia hakikatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respons atau reaksi
manusia, dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) maupun
tindakan nyata atau praktik. Sedangkan stimulus di sini terdiri dari empat
unsur pokok yanki sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan. Para ahli pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain,
ketiga domain dukur dalam:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
b. Sikap atau persepsi peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan
c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku kesehatan dapat diklassifikasikan menjadi 3:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana terjadi
sakit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
b. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan atau pencarian
pengobatan (health seeking behavioral)
Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan
atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari
pengobatan keluar negeri
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang maupun lingkungan, baik fisik maupun social
budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi derajat
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Machfoedz, 2003).
Dapat disimpulkan bahwa perilaku tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku
petugas yang akan mendukung terbentuknya perilaku. Tiga kategori yang
memberi kontribusi atas perilaku kesehatan merupakan hasil tahu, ini akan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu, terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan rasa, paling besar dipengaruhi penglihatan
dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003).
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di bidang
kesehatan, yaitu:
a. Latar belakang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Di sini dibedakan atas pendidikan, penghasilan, norma-norma yang
dimiliki, kebiasaan serta keadaan sosial budaya yang berlaku.
Pendidikan itu sendiri dapat diperoleh dari pendidikan formal,
pendidikan informal, maupun pendidikan nonformal. Bila faktor-faktor
ini bersifat menguntungkan terhadap kesehatan, maka akan timbul
perilaku yang baik.
b. Kepercayaan dan kesiapan mental
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh
kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental
yang dimilikinya, terutama tentang manfaat yang akan diperoleh,
kerugian yang akan didapatkan, kepercayaan bahwa dirinya dapat
diserang penyakit, dan lain-lain.
c. Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana kesehatan yang dapat dimanfaatkan.
Sebab betapapun positifnya latar belakang serta sikap mental yang
dimiliki tetapi jika sarana kesehatan yang akan dimanfaatkan tidak
tersedia, tentunya orang tersebut tidak akan bisa berbuat banyak,
sehingga perilaku kesehatan tidak akan muncul.
d. Cetusan
Faktor pencetus seperti pengaruh media masa, tenaga kesehatan, dan
lain-lain, dalam bidang kesehatan mempunyai peran yang cukup besar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
yang harus diperhatikan jika ingin memunculkan perilaku kesehatan
yang diinginkan (Liana, 1996).
B. Kerangka Pemikiran
C.
Tingkat pendidikan formal
penyuluhan dari petugas
kesehatan, informasi
dari media massa
maupun elektronik,
lingkungan, sosial
budaya, kondisi
ekonomi, sarana dan
prasarana
Pengetahuan tentang
kesehatan
Perilaku kesehatan
Perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk Aedes
Keterangan:
: Faktor yang diteliti
: Faktor yang tidak diteliti (Variabel luar)
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
D. Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga
dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini d ilakukan di Surakarta, dengan memilih sampel secara acak
dari beberapa kelurahan, yang juga akan dipilih secara random, yang tersebar
di lima kecamatan di Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Surakarta
dengan kriteria inklusi dan ekslusi, antara lain:
1. Kriteria Inklusi:
a. Pria
b. Berusia lebih dari 20 tahun
c. Sudah berkeluarga dan memiliki anak
d. Tinggal di rumah milik pribadi
e. Bisa membaca dan menulis
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
f. Antara subyek yang satu dengan subyek yang lain tidak tinggal dalam
satu rumah
g. Bersedia menjadi subyek penelitian
2. Kriteria ekslusi:
a. Tidak lulus SD
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel akan dilakukan secara multi stage random sampling.
Pertama Kota Surakarta akan dibagi ke dalam lima Kecamatan (Pasar
Kliwon, Jebres, Banjarsari, Laweyan, Serengan). Kemudian dari tiap
kecamatan akan saya jabarkan lagi pada tingkat kelurahan. Kemudian, ambil
secara random kelurahan dari tiap kecamatan dengan menggunakan teknik
randomisasi, sehingga akan terpilih kelurahan yang akan dijadikan lokasi
penelitian untuk mendapatkan sampel (Nasir, et.al, 2011).
Setelah itu, sampel akan dipilih berdasarkan ketentuan inklusi dan ekslusi
di atas. Individu yang memenuhi kriteria dalam populasi diberi kesempatan
yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Besar sampel dihitung menurut hukum rule of thumbs dimana jumlah
sampel minimal adalah 30, jumlah tersebut telah memenuhi syarat
pengambilan sampel penelitian (Murti, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
E. Alat dan Bahan
1. Lembar informed consent
2. Lembar kuesioner
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah tingkat pendidikan formal kepala keluarga.
2. Variabel terikat adalah perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
3. Variabel perancu adalah penyuluhan dari petugas kesehatan sebagai faktor
yang dikendalikan sedangkan lingkungan, pola hidup, kebiasaan,
pekerjaan, serta sosial ekonomi sebagai faktor yang tidak d ikendalikan.
G. Definisi Operasional Penelitian
1. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga.
a.
Defin isi
: Tingkat pendidikan formal subyek penelitian mulai dari
SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi. Yang dikategorikan
menjadi skala angka untuk memudahkan dalam pengolahan data,
dimana lulusan SD memilki nilai 1, Lulusan SMP bernilai 2, lulusan
SMA bernilai 3, lulusan Perguruan Tinggi (D III, D IV, S1, S2, S3)
bernilai 4.
b.
Alat ukur : Kuesioner.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
c.
Skala
: Ordinal.
2. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes
a.
Definisi
: aktivitas manusia dalam upaya melakukan pemberantasan
sarang nyamuk Aedes untuk mencegah penyakit infeksi virus dengue
dengan kegiatan 3M plus. Untuk memperoleh informasi dari subyek
penelitian, peneliti menggunakan lembaran kuesioner yang disusun
secara terstruktur dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab subyek
penelitian. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi,
dan kuesioner untuk perilaku upaya pemberantasan sarang nyamuk
Aedes. Instrumen tentang data demografi meliputi kode atau in isial,
umur, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuesioner dalam bentuk
pertanyaan tertutup yang berisi 20 pertanyaan penilaian dengan
menggunakan skala Likert yaitu dengan pilihan jawaban “selalu”
(skor 2), “kadang-kadang” (skor 1), dan “tidak pernah” (skor 0). Total
skor diperoleh terendah 0 dan tertinggi 40. Semakin tinggi skor maka
semakin baik perilaku kepala keluarga terhadap upaya pemberantasan
sarang nyamuk Aedes.
b.
Alat ukur : Kuesioner.
c.
Skala
: Rasio.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
H. Desain Penelitian
Populasi
Seluruh Kepala Keluarga yang tinggal di Surakarta
Sampel
Informed Consent
Kuesioner
SD
SMP
Perilaku PSN
Aedes
SMA
Perilaku PSN
Aedes
Perilaku PSN
Aedes
Perguruan
Tinggi
Perilaku PSN
Aedes
Analisis Data
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
I.
Cara Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Memilih Kelurahan yang akan dijadikan lokasi pengambilan sampel
dengan teknik randomisasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
2. Menyiapkan surat-surat perijinan dan birokrasi untuk mengadakan
penelitian di lokasi yang sudah ditentukan.
3. Memilah sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi di lokasi
penelitian.
4. Menyebarkan kuesioner penelitian kepada sampel
5. Melakukan analisis data yang diperoleh dari penelitian.
6. Menyusun laporan hasil penelitian.
J.
Teknik Analisis Data
Hubungan antara pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku
pemberantasan sarang nyamuk Aedes ditunjukkan dengan Analisis Anova 1
Jalan. Data akan diolah dengan SPSS 17 for Windows.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner, terlebih dahulu dilakukan uji
untuk melihat validitas jawaban kuesioner dengan memberikannya kepada 10
responden secara acak dan dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah
responden dapat memahami pertanyaan pada kuesioner, kemudian juga
dilakukan wawancara dengan pertanyaan yang identik dengan isi kuesioner
yang telah diisinya (Nasir, 2011).
Dari hasil penelitian ini, didapatkan jumlah sampel yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yaitu berjumlah 50 subyek penelitian, yang
kemudian didapatkan skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
Skor ini kemudian akan dihubungkan dengan tingkat pendidikan formal
subyek. Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian.
Tabel 4.1. Umur, Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan Formal Kepala
Keluarga
No
1.
2.
Karakterisik
Umur
20-30
31-40
41-50
>50
Pekerjaan
Swasta
Jumlah
Presentase
8
15
15
12
16%
30%
30%
24%
25
50%
commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Wiraswasta
PNS
Buruh
Tidak Bekerja
3.
Tingkat Pendidikan Formal
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Sumber: Data primer, 2012
9
5
9
2
18%
10%
18%
4%
15
13
15
7
30%
26%
30%
14%
Jumlah subyek penelitian ditinjau dari tingkat pendidikan formal, yang
terbanyak adalah SD dan SMA, yaitu sebanyak 30%, disusul oleh SMP
sebanyak 26% dan yang terkecil adalah perguruan tinggi yaitu hanya 14%.
Distribusi subyek berdasarkan umur, paling banyak subjek berumur 31-40
dan 41-50 tahun yaitu sebanyak 30%, kemudian disusul umur >50 tahun
sebanyak 24% dan paling sedikit adalah subyek dengan umur 20-30 tahun,
yaitu hanya 16%. Sedangkan apabila ditinjau dari pekerjaannya, paling
banyak adalah subyek dengan pekerjaan swasta sebanyak 50%, kemudian
disusul wiraswasta dan buruh sebanyak 18%, kemudian PNS sebanyak 10%,
dan subyek yang tidak bekerja berjumlah paling sedikit yaitu 4%.
Selain kriteria di atas, subyek juga dilihat apakah subek pernah
mendapatkan penyuluhan mengenai PSN atau tidak. Berikut adalah gambaran
distribusi subyek penelitian dalam hal apakah subyek pernah atau tidak
mendapatkan penyuluhan mengenai PSN.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Tabel 4.2. Distribusi penyuluhan PSN
No
Penyuluhan PSN
1.
Pernah
2.
Tidak Pernah
Sumber: Data primer, 2012
Jumlah
42
8
Presentase
84%
16%
Sebagian besar subyek penelitian pernah mendapatkan penyuluhan
mengenai Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), yaitu sebanyak 84%
subyek, sedangkan subyek yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan hanya
berjumalah 16%.
Skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes diperoleh melalui
kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan. Dari data yang diperoleh,
didapatkan rata-rata skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes total
adalah 25 dari skor sempurna 40.
B. Analisis Data Penelitian
Data yang didapat kemudian diolah menggunakan SPSS 17 for windows
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Aedes.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Anova Satu Jalan tentang hubungan pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Aedes
Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes
Tingkat Pendidikan Formal
Between Groups
Within Groups
commit to user
df
F
p
3
46
11,643
0,000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Total
49
Penyuluhan
Between Groups
Within Groups
Total
1
48
49
5,316
0,025
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Aedes. Dari hasil analisis didapatkan nilai probabilitas (p) yaitu 0,000. Nilai p
yang didapatkan kurang dari tingkat signifikan (
o
ditolak. Dari hasil analisis juga didapatkan nilai F hitung 11,64 untuk df1 3
dan df2 46, sedangkan bila dibandingkan dengan nilai F tabel untuk df1 3 dan
df2 46 bernilai 2,81, maka nilai F hitung lebih besar dari F tabel, sehingga Ho
ditolak. Dari penjelasan di atas, maka terdapat hubungan yang signifikan
secara statistik antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan
perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
Sedangkan untuk variabel luar yang dikendalikan, dalam hal ini yaitu
penyuluhan, ternyata juga memiliki hubungan yang signifikan secara statistik
dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Penyuluhan memiliki
nilai p 0,025 yang juga di
hitung 5,316 yang lebih besar dari pada F tabel untuk df1 1 dan df2 48 yaitu
4,05.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Gambar 4.1. Perbedaan Rata-Rata Skor Perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Menurut Tingkat Pendidikan
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan formal kepala keluarga dengan skor perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk Aedes. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin tinggi skor perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Aedes.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa tingkat
pendidikan formal berhubungan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk
Aedes, hal ini dibuktikan dengan hasil analisis data dimana nilai probabilitas yang
didapatkan kurang dari 0,05 dan nilai F hitung melebihi nilai F tabel. Dengan
demikian, maka Ho dapat ditolak dan juga berarti bahwa hasil ini mendukung
hipotesis yang diajukan yaitu, ada hubungan antara tingkat pendidikan formal
kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
Pemberantasan sarang nyamuk adalah upaya untuk memberantas sarang
nyamuk Aedes dalam rangka pencegahan penyakit degue. Gerakan pemberantasan
sarang nyamuk ini, biasa disebut dalam masyarakat dengan 3M Plus yaitu,
Menguras, Menutup, Menimbun, serta upaya lain yang mencegah timbulnya
gigitan nyamuk Aedes (Wahono, 2004). Pemberantasan sarang nyamuk ini
merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan sendiri
merupakan suatu respon seseorang terhadap sakit, atau penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan
seseorang
merupakan
salah
satu
faktor
yang
dapat
mempengaruhi perilaku seseorang di bidang kesehatan (Liana, 1996). Pendidikan
juga memiliki tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku
manusia menuju ke arah yang lebih baik (Syah, 2011). Faktor pendidikan
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
memang merupakan salah satu unsur yang penting, karena dengan pendidikan,
seseorang dapat menerima banyak informasi dan pengetahuan, termasuk dalam
upaya menjaga kesehatan, serta memperluas pandangan berpikir seseorang
sehingga lebih mudah mengembangkan diri dalam mencegah terjangkitnya suatu
penyakit (Ebrahim, 1996). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat juga
dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula
perilaku seseorang.
Hal tersebut juga ditunjukkan dalam hasil penelitian ini, dimana
berdasarkan gambar 3.1, dimana rata-rata skor perilaku pada subyek dengan
tingkat pendidikan SD menempati posisi paling rendah yaitu 20,33, kemudian
disusul dengan subyek berpendidikan SMP dengan rata-rata skor 22,5, lagu
subyek berpendidikan SMA dengan rata-rata skor 24,1, dan rata-rata skor tertinggi
adalah pada subyek dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu 32,5. Maka,
dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin baik pula perilaku orang tersebut, dalam hal ini
khususnya perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Sari
(2010), dimana juga didapatkan hasil tingkat pendidikan formal ibu berhubungan
dengan perilaku pencegahan demam berdarah dengue. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal subyek, semakin
tinggi pula perilaku subyek tersebut. Namun, pada penelitian Sari (2010)
dinyatakan bahwa penyuluhan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap
perilaku subyek. Sedangkan pada penelitian ini, didapatkan hubungan yang juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
signifikan antara penyuluhan dengan perilaku subyek. Walaupun, pada penelitian
ini juga didapatkan subyek yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan, namun
merupakan salah satu subyek yang memiliki skor perilaku tertinggi yaitu 38.
Namun, subyek tersebut merupakan subyek dengan tingkat pendidikan formal
perguruan tinggi, sehingga faktor yang berpengaruh kepada skor perilakunya
adalah tingkat pendidikannya. Terdapat juga subyek dengan skor perilaku terkecil,
yaitu 12, walaupun subyek pernah mendapat penyuluhan. Hal ini menunjukkan
bahwa penyuluhan tidak menjamin secara pasti perubahan perilaku seseorang.
Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk menambah pengetahuan
seseorang terhadap suatu hal. Penyuluhan ini juga merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh kepada perilaku seseorang. Melalui penyuluhan maka
pengetahuan seseorang akan bertambah, maka perilaku seseorang juga diharapkan
berubah menuju ke arah yang lebih baik setelah orang tersebut mendapatkan
penyuluhan. Namun, memang perubahan perilaku seseorang selain didasari oleh
pengetahuan, juga didasari oleh kesadaran dan sikap yang positif, apabila perilaku
tersebut tidak didasari oleh kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).
Namun, pendidikan yang tinggi juga tidak menjamin terbentuknya suatu
perilaku kesehatan yang baik pula. Selain pendidikan banyak faktor lain yang
mempengaruhi perilaku seseorang di b idang kesehatan, di antaranya kebiasaan,
ekonomi, sosial, budaya, sarana prasarana, kepercayaan seseorang, media masa,
dan tenaga kesehatan (Liana, 1996).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Tingkat ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang penting. Tingkat
ekonomi yang baik, maka akan juga mendukung perilaku kesehatan yang baik.
Karena ekonomi juga berpengaruh pada faktor lain seperti tersedianya sarana dan
prasarana, lingkungan, juga tingkat pendidikan. Orang dengan tingkat ekonomi
rendah, cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah pula. Skor perilaku
terendah pada data penelitian ini adalah 12, dan didapatkan pada subyek dengan
pekerjaan sebagai buruh. Walaupun subyek merupakan lulusan SMA, namun
subyek memiliki skor perilaku paling kecil di antara subyek yang lain. Selain itu,
salah satu subyek dengan skor perilaku tertinggi, yaitu 38, adalah subyek yang
hanya lulusan SD, namun subyek bekerja sebagai pegawai swasta. Hal ini
menunjukkan juga bahwa tidak hanya pendidikan yang berpengaruh pada perilaku
seseorang, tetapi keadaan ekonomi seseorang juga memiliki pengaruh yang cukup
besar dalam pembentukan perilaku seseorang.
Lingkungan juga berperan penting dalam pembentukan perilaku kesehatan
yang baik. Lingkungan yang baik dan sehat akan juga mempengaruhi perilaku
seseorang untuk leb ih berperilaku bersih dan sehat, sebaliknya lingkungan yang
padat dan kotor akan juga mempengaruhi perilaku seseorang ke arah yang lebih
buruk. Lingkungan yang kotor juga berdampak pada banyaknya angka kejadian
suatu penyakit dan kecepatan penularan suatu penyakit d i daerah tersebut.
Selain hal yang sudah disebutkan tadi, faktor agama dan kepercayaan
seseorang juga termasuk salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk di sini juga
merupakan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana juga diketahui bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
kebersihan adalah sebagian dari iman, maka seseorang dengan kepercayaan dan
keimanan yang baik maka orang tersebut akan berperilaku bersih dan sehat. Selain
itu juga, hati yang bersih, niat yang baik, juga akan mempengaruhi seseorang
dalam berperilaku. Seorang yang memiliki niat yang baik dan hati yang bersih
cenderung akan berperilaku baik pula. Namun, semua hal itu juga perlu didukung
dengan keteladanan, apabila seseorang itu teladan dalam menjalani suatu perilaku,
maka perubahan perilaku yang terjadi pada orang tersebut akan berlangsung lama
dan akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Data perilaku yang didapatkan dari kuesioner menunjukkan subyek
mendapatkan skor rata-rata 25 dari total 40. Perilaku in i sesungguhnya dapat
ditingkatkan lagi. Untuk meningkatkan perilaku seseorang menuju ke arah yang
lebih baik, d ibutuhkan juga peningkatan kesadaran seseorang terhadap masalah
kesehatan. Dalam hal ini, masyarakat masih perlu ditingkatkan kesadarannya
mengenai penyakit infeksi dengue, sehingga masyarakat akan lebih aktif
melakukan pencegahan penyakit ini yaitu dengan cara melakukan pemberantasan
sarang nyamuk Aedes. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di b idang kesehatan, seperti
meningkatkan sarana dan prasarana, memperbanyak dan meningkatkan kualitas
tenaga kesehatan, terus digalakkan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang
nyamuk, meningkatkan kebersihan lingkungan, dan juga meningkatkan informasi
dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan melalui media masa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Keterbatasan pada penelitian ini adalah pada jumlah sampelnya yang
tidak terlalu banyak, dikarenakan adanya kesulitan dan keterbatasan saat
pengambilan sampel di lapangan. Sehingga, hasil yang didapat akan lebih
merepresentasikan populasi apabila jumlah sampel yang didapat lebih banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga
dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes, yang dibuktikan
dengan penolakan H o.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar dengan variabel yang tidak terkendali lebih sedikit agar didapatkan
data yang mempresentasikan keadaan populasi yang sesungguhnya
dengan lebih akurat.
2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain
yang juga mempengaruhi perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
3. Perlunya peningkatan penyuluhan dan penyebaran informasi mengenai
penyakit infeksi virus dengue dan cara pencegahannya, yaitu gerakan
pemberantasan sarang nyamuk oleh petugas kesehatan dan dinas terkait.
4. Warga, khususnya kepala keluarga diharapkan mampu meningkatkan
pendidikan dan pengetahuan agar dapat berperan lebih aktif dan baik
dalam melakukan pencegahan penyakit infeksi dengue, melalui gerakan
pemberantasan sarang nyamuk, agar dapat mengurangi angka kejadian
infeksi dengue.
commit to user
67
Download