MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA SABHAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii halaman ini sengaja dikosongkan iii PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis dengan judul “Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Sabhan NRP C 551070061 iv halaman ini sengaja dikosongkan v ABSTRACT Sabhan. Distribution model of oil spills along the cruise lane of Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Supervised by I WAYAN NURJAYA and TRI PPRATONO. Tanker traffic and oil exploration as well as production activities in offshore areas have been made the Indonesian waters prone to oil spills. As we know that Kepulauan Seribu has multi-functional area such as aquaculture, marine transportation, marine tourism, marine protected areas and international cruise lines, especially tankers. Tankers often cause oil spill in the waters of Kepulauan Seribu. It is able to reduce the environmental condition, cause the impact and economic losses. For that reason it is necessary to increase our knowledge in order to predict the distribution and fate of oil spills. The aims of this study to build a 2D hydrodynamics model to see the patterns of water mass movement of Kepulauan Seribu even on the west monsoon and east of monsoon. The models of oil spills distribution based on the hydrodynamic models can be used as a tool to prevent in Kepulauan Seribu. To control oil spills at sea will be more effective when distribution we have a model of oil spills. The results of this model show that the area exposed to and the duration of exposure by the oil spill occurred in Kepulauan Seribu.Data input used in the model consist of water depth data (bathymetry), wind speed and direction, tidal data, data of the Islands cruise lines, data of tankers types and tanker transport capacity through the territorial waters of Kepulauan Seribu, currents data, and the oil fractions data..The impact of the distribution of oil occurred in the west season almost reaching marine protected areas in the north of the island of Tidung Besar within 15 hours with the distance from the source of the spill of about 10 km and thickness of oil layer is less than 45 mm with duration of exposure between 18-23 hours.Crude oil has the highest duration of exposure reached 326 hours for west monsoon season and 159 hours on the east while gasoline has a very short exposure time of about 70 hours. Keywords: Oil spill, MIKE 21, Kepulauan Seribu vi halaman ini sengaja dikosongkan vii RINGKASAN SABHAN. Model sebaran tumpahan minyak di alur pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan TRI PRATONO. Lalu lintas kapal tanker serta kegiatan eksplorasi dan produksi minyak di lepas pantai telah menjadikan kawasan-kawasan di Perairan Indonesia rawan terjadi tumpahan minyak. Kepulauan Seribu sebagai daerah pemanfaatan yang multi fungsi seperti perikanan budidaya, transfortasi laut, wisata laut, daerah perlindungan laut dan jalur pelayaran internasional khususnya kapal tanker. Kapal tanker sering menyebabkan tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu, sehingga untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kerugian secara ekonomi maka perlu prediksi sebaran dan nasib dari tumpahan minyak. Menyadari pentingnya perlindungan terhadap daerah pesisr di Kepulauan seribu dari tumpahan minyak maka di buat model sebaran tumpahan minyak untuk memprediksi pola sebaran dan nasib tumpahan minyak berdasarkan pola arus yang terjadi di Kepulauan Seribu. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model hidrodonamika 2 dimensi untuk melihat pola pergerakan massa air Kepulauan Seribu pada musim barat dan musim timur. Model hidrodinamika yang di gunakan untuk membangun model sebaran tumpahan minyak dapat digunakan sebagai alat yang dapat berguna dalam upaya penanggulangan tumpahan minyak di Kepulauan Seribu. Upaya penanggulangan tumpahan minyak di laut akan lebih efektif dan biayanya dapat ditekan bila memanfaatkan prediksi-prediksi yang dapat dihasilkan oleh model sebaran tumpahan minyak. Hasil pemodelan ini kemudian dapat memperlihatkan daerah terpapar dan lama pemaparan oleh tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. Lokasi kegiatan penilitian ini berada di Peraiaran Kepulauan Seribu dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5°40'12"LS di sebelah utara di sebelah timur dibatas oleh bujur 106.40'BT disebelah barat berbatasan dengan garis bujur 106.21'48" BT dan batas tertutup Pantai Utara Jawa yang rentan terhadap kejadian tumpahan minyak. Data yang digunakan dalam pemodelan tumpahan minyak terdiri atas: data kedalaman perairan (Batimetri), data arah dan kecepatan angin, data pasang-surut (pasut), data jalur pelayaran, data jenis kapal tanker dan kapasitas tanker angkutan yang melewati daerah perairan Kepulauan Seribu, data arus laut, data komponen fraksi crude oil. Desain hidrodinamika untuk membangun pola pergerakan arus sebagai media pengerak tumpahan minyak di Perairan Kepulauan Seribu dibagun dari persamaan kontinuitas dan kekelan momentum oleh DHI 2007. Model dibatasi dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5°40'12"LS di utara, di timur dibatasi oleh bujur 106.40'BT di barat berbatasan dengan garis bujur 106.21'48" BT dan batas tertutup Pantai Utara Jawa. Untuk memenuhi kriteria stabilitas CourantFriedichs-Lewy (CFL) dalam persamaan momentum dengan berdasarkan pada kedalaman maksimun dan lebar grid maka langkah waktu yang digunakan dalam viii simulasi adalah 10 detik. Daerah model dibagi 1380 x 1735 grid dalam bentuk matriks dengan lebar grid x= y=25 meter. Desain tumpahan dilakukan untuk membangun data input model tumpahan minyak yang terbagi dalam dua komponen yaitu parameter dasar dan parameter tumpahan minyak. Parameter dasar dalam desain tumpahan minyak terdiri atas: data hidrodinamika, sumber tumpahan yang memuat volume dan debit tumpahan, dispersion, eddy dan profil kecepatan logaritmik, sifat air laut, kondisi angin, excending contentration dan time exposition. Pola arus yang terjadi di perairan Kepulauan Seribu pada musim barat cenderung dipengaruhi oleh pasang surut dibandingkan dengan arus musiman. Pola arus permukaan bergerak mengikuti pola perambatan pasang surut, pada saat dalam kondisi MSL (surut menuju pasang), pasang surut merambat dari timur ke barat dari bidang batas terbuka sehingga arus merambat mengikuti perambatan pasut dengan kecepatan maksimal 0.5 m/s Pola sebaran tumpahan minyak pada musim barat dari ke-4 jenis minyak yang dimodelkan memperlihatkan bahwa tumpahan minyak dominan bergerak kearah barat dengan menyapu daerah bagian utara dan selatan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil serta daerah bagian selatan Pulau Karangberas dan Pulau Karangpandang. Sebaran minyak yang terjadi pada musim barat berdampak mencapai daerah perlindungan laut di utara Pulau Tidung Besar dalam waktu 15 jam dengan jarak dari sumber tumpahan sekitar 10 km dan ketebalaan lapisan minyak adalah kurang dari 45 mm dengan lama pemaparan antara 18-23 jam. Proses yang menentukan nasib minyak di perairan adalah evaporasi, dissolusi, dan sedimentasi. Karena minyak mentah memiliki fraksi residual yang lebih tinggi maka cenderung akan berada di perairan dalam jangka waktu yang lama dan berpotensi memiliki waktu pemaparan yang tinggi. Minyak mentah mepunyai lama pemaparan yang paling tinggi mencapai 326 jam untuk musim barat dan 159 jam pada musim timur sedangkan bensin mempunyai waktu pemaparan yang paling singkat sekitar 70 jam Keywords: Tumpahan minyak, MIKE 21, Kepulauan Seribu ix © Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB x halaman ini sengaja dikosongkan xi MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA SABHAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 xii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil. xiii Judul Tesis : Nama NRP : : Model sebaran tumpahan minyak di alur pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Sabhan C 551070061 Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Dr. Ir. Tri Pratono, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 21 Juni 2011 Tanggal Lulus: xiv halaman ini sengaja dikosongkan xv PRAKATA Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat penulis selesaikan. Penelitian yang kami laksanakan berjudul “Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbin, dan Dr. Ir. Tri Pratono, M.Sc. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah dengan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penelitian dan penulisan thesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil. atas kesediaan menjadi penguji luar komisi pada ujian thesis dan saran demi kesempurnaan thesis ini. 3. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan yang telah banyak memebrikan bantuan dalam penyelesian studi penulis di IPB. 4. Rektor Universitas Tadulako dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana IPB. 5. Bapak Andri Purwandani, S.Pi. yang dengan segala keikhlasan dan kesabaran mengajarkan dasar-dasar pemodelan dalam penelitian ini. 6. Seluruh rekan mahasiswa IKL 2007 atas segala bantuannya dan kepada semua pihak yang telah membantu namun tak dapat saya sebutkan satu persatu. 7. Istri tercinta, Nurjannah Ramli dan ananda tersayang Nailah Fakhirriah dan Muhammad Isyraq Abqary, kedua orang tua dan keluarga besar atas segala doa, motivasi, pengorbanan dan dukungannya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2011 Sabhan xvi halaman ini sengaja dikosongkan xvii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1980 merupakan anak kedua dari pasangan H. Faharuddin dan Hj. Sariana di Camba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) tahun 1987 pada SD Inpres No. 41 Ara, desa Timpuseng dan tamat tahun 1993, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Camba dan tamat tahun 1996. Setelah menamatkan SMP, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 3 Poso, Sulawesi Tengah dan tamat tahun 1999. Pendidikan dilanjutkan pada tahun 1999 di Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dan menamatkan studi pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Sains (S.Si). Tahun 2006 penulis diterima sebagai staf pengajar Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako. Penulis melanjutkan studi Program Magister (S2) tahun 2007 pada Mayor Ilmu Kelautan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. halaman ini sengaja dikosongkan xiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ....................................................................................xv DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Latar Belakang..................................................................................1 Dasar Pemikiran ...............................................................................2 Rumusan Masalah ...........................................................................3 Tujuan ...............................................................................................4 Manfaat Penelitian ............................................................................4 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................7 2.1 2.2 2.3 2.4 Kondisi Umum Kepulauan Seribu....................................................7 Persamaan Pembangun Model .........................................................9 2.2.1 Persamaan Hidrodinamika ....................................................9 2.2.2 Persamaan Oil Spill ............................................................12 Karakteristik Minyak ......................................................................21 2.3.1 Komposisi Minyak .............................................................22 2.3.2 Karakteristik Minyak ..........................................................24 Proses-proses Fisik dan Kimia Minyak di Laut .............................25 2.4.1 Penyebarang ........................................................................26 2.4.2 Penguapan ...........................................................................27 2.4.3 Entrainment (Natural Dispersion)......................................28 2.4.4 Pelarutan .............................................................................29 2.4.5 Emulsifikasi ........................................................................30 2.4.6 Sedimentasi .........................................................................30 2.4.7 Biodegradasi .......................................................................31 3. METODE PENELITIAN.........................................................................33 3.1 3.2 3.3 3.4 Waktu dan Lokasi ...........................................................................33 Data.................................................................................................35 Desain hidrodinamika .....................................................................36 3.3.1 Membangun Batimetri ........................................................36 3.3.2 Data Input ...........................................................................38 Desain Tumpahan ...........................................................................39 3.4.1 Parameter Dasar ..................................................................40 3.4.2 Parameter Tumpahan Minyak.............................................42 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................47 4.1 4.2 Hasil Model Hidrodinamika ...........................................................47 4.1.1 Musim Barat .......................................................................47 4.1.2 Musim Timur ......................................................................52 Verifikasi Hidrodinamika ...............................................................56 4.2.1 Verifikasi Pasut ...................................................................56 xiv 4.3 4.4 4.5 4.6 4.2.2 Verifikasi Arus .................................................................. 57 Pola Sebaran Tumpahan Minyak ................................................... 58 4.3.1 Musim Barat ....................................................................... 58 4.3.2 Musim Timur ..................................................................... 66 Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak ............................................. 73 4.4.1 Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil .................................... 74 4.4.2 Pola Sebaran Tumpahan Bensin ........................................ 76 4.4.3 Pola SebaranTumpahan Aftur ............................................ 80 4.4.4 Pola Sebaran Tumpahan Diesel ......................................... 82 4.4.5 Konsentrasi Tumpahan Minyak ......................................... 85 Proses Pelapukan Tumpahan Minyak. ........................................... 87 4.5.1 Minyak Mentah .................................................................. 88 4.5.2 Bensin ................................................................................. 89 4.5.3 Aftur ................................................................................... 91 4.5.4 Diesel.................................................................................. 92 Perubahan Konsentrasi Fraksi Dan Waktu Papar .......................... 94 5. KESIMPULAN ....................................................................................... 97 6. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 99 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan alir perumusan masalah untuk mencapai tujuan ...............................5 2 Fraksi destilasi minyak mentah (ITAC 1996) ............................................24 3 Perubahan tumpahan minyak mentah oleh proses pelapukan terhadap waktu. ..........................................................................................26 4 Presentasi penguapan air dan minyak dalam berbagai variasi kecepatan angin (Fingas 1994)...................................................................27 5 Konsentrasi penguapan dari hidrokarbon aromatik di dalam air (Payne et al. 1983) .....................................................................................28 6 Lokasi penelitian daerah Perairan Kepulauan Seribu ................................34 7 Diagram alir desain hidrodinamika ............................................................36 8 Peta batimetri Perairan Kepulauan Seribu .................................................37 9 Arah dan Kecepatan Angin pada musim barat (a) dan musim timur (b). ..............................................................................................................39 10 Diagram alir desain Tumpahan minyak .....................................................40 11 Profil perubahan temperatur air laut pada musim barat (a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli 2008 ................42 12 Profil temperatur udara pada musim barat (a) dan musim timur (b)..........43 13 Presentase tutupan awan musim barat(a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli 2008 ................................................43 14 Pola hidrodinamika pada kondisi surut ......................................................48 15 Pola hidrodinamik pada kondisi MSL surut menuju pasang .....................49 16 Pola hidrodinamik pada kondisi pasang .....................................................50 17 Pola hidrodinamik pada kondisi MSL pasang menuju surut .....................51 18 Pola hidrodinamika pada saat kondisi msl surut menuju pasang ...............52 19 Pola hidrodinamik pada kondisi pasang .....................................................53 20 Pola hidrodinamika pada kondisi pasang menuju surut .............................54 21 Pola hidrodinamik pada kodisi surut ..........................................................55 22 Grafik pasang surut antara model dengan data Bakosurtanal selama 2 minggu perekaman Bulan Januari di musim barat .....................................56 23 Grafik pasang surut antara model dengan data Bakosurtanal selama 2 minggu perekaman di Bulan Juli di musim timur ......................................56 24 Pola sebaran arus hasil pengukuran(○) dan arus hasil model(○) berdasarkan komponen U dan V. ...............................................................57 xvi 25 Pola sebarang tumpahan minyak mentah pada kondisi awal kejadian dimusim barat ............................................................................................ 59 26 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (pasang menuju surut) setelah 7.5 jam pada musim barat ...................................... 60 27 Pola sebaran tumpahan minyak mentah musim barat pada kondisi surut (setelah 12 jam) pada musim barat ................................................... 62 28 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (surut menuju pasang) 18 setelah kejadian pada musim barat ............................. 64 29 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi pasang (24 jam setelah tumpahan) pada musim barat......................................................... 65 30 Pola sebarang tumpahan minyak mentah musim timur pada kondisi awal di musim timur .................................................................................. 67 31 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (surut menuju pasang), 6 jam setelah kejadian pada musim timur. ..................... 68 32 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi pasang (12 jam setelah kejadian) pada musim timur .......................................................... 69 33 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (pasang menuju surut, 18 jam setelah kejadian) pada musim timur ....................... 71 34 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi surut (24 jam setelah kejadian) pada musim barat ........................................................... 72 35 Pola sebaran tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim barat ....................................................................................... 73 36 Pola sebaran tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim timur ...................................................................................... 75 37 Pola sebaran Tumpahan bensin (48 jam setelah kejadian) pada musim barat ............................................................................................... 77 38 Pola sebaran tumpahan bensin (48 jam setelah kejadian) pada musim timur .......................................................................................................... 79 39 Pola sebaran tumpahan aftur (48 jam setelah kejadian) pada musim barat ........................................................................................................... 81 40 Pola sebaran tumpahan aftur (48 jam setelah kejadian) pada musim timur .......................................................................................................... 82 41 Pola sebaran tumpahan minyak diesel (48 jam setelah kejadian) pada musim barat ............................................................................................... 83 42 Pola sebaran tumpahan minyak diesel (48 jam setelah kejadian) pada musim timur............................................................................................... 84 43 Sebaran konsentrasi tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim barat ....................................................................... 86 44 Sebaran konsentrasi tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim timur ...................................................................... 87 xvii DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kandungan hidrokarbon dari berbagai jenis produk minyak (dalam%). ......................................................................................22 2 Karakteristik dari berbagai jenis produk minyak .......................................24 3 Fraksi tersedimentasi tumpahan minyak ....................................................31 4 Matriks waktu penelitian ............................................................................33 5 Petensi, lokasi, volume, debit dan lama tumpahan minyak .......................41 6 Konstanta transfer bahang ..........................................................................43 7 Konstanta emulsifikasi ...............................................................................44 8 Koefisein transfer massa dan tegangan permukaan antara minyak dan air .........................................................................................................44 9 Karakteristik fisik dan kimia dari tiap fraksi minyak.................................45 10 Komponen fraksi tiap jenis minyak ...........................................................45 11 Persentase tingkat pelapukan jenis minyak mentah pada musim barat......88 12 Persentase tingkat pelapukan jenis minyak mentah pada musim timur ...........................................................................................................89 13 Persentase tingkat pelapukan bensin pada musim barat ............................90 14 ersentase tingkat pelapukan jenis bensin pada musim timur .....................90 15 Persentase tingkat pelapukan jenis aftur pada musim barat .......................91 16 Persentase tingkat pelapukan jenis aftur pada musim timur ......................92 17 Persentase tingkat pelapukan jenis diesel pada musim barat .....................93 18 Persentase tingkat pelapukan jenis diesel pada musim timur ....................94 19 Perubahan konsentrasi fraksi dan waktu papar ..........................................94 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kapal tanker serta kegiatan eksplorasi dan produksi minyak di lepas pantai telah menjadikan kawasan-kawasan di Perairan Indonesia rawan terjadi tumpahan minyak. Kepulauan Seribu merupakan salah satu contoh kasus terjadinya tumpahan minyak yang menimbulkan pencemaran pada perairan. Perairan bagian selatan Kepulauan Seribu tercemar oleh tumpahan minyak mentah. Tumpahan minyak menggenang di sekitar empat pulau yang ada di Kepulauan Seribu Selatan, yakni Pulau Pari, Pulau Tikus, Pulau Burung, dan Pulau Payung. Minyak mentah setebal 1 hingga 20 cm menggenang sejauh dua meter dari bibir pantai Pulau Pari (Sianipar 2008). Pencemaran minyak dapat merusak ekosistem laut, hewan dan tumbuhan mempunyai resiko oleh polutan minyak jika menyentuh atau terkontaminasi oleh polutan minyak. (Romero & Wikelski 2002). Sembilan pulau wisata umum dan 36 pulau berpotensi dikembangkan sebagai lahan wisata terancam tak diminati lagi untuk dikunjungi, lantaran tumpahan minyak yang kerap datang pada musim angin barat. Kerugian secara ekonomi antara Rp 58-65 triliun rupiah per tahun, akibat tumpahan minyak di Kepulauan Seribu (Sianipar 2008). Beberapa studi mengenai tumpahan minyak di Perairan Indonesia dan sekitarnya telah dilakukan baik dengan menggunakan rumus empiris maupun model matematika. Sembiring (1987) melakukan simulasi tumpahan minyak di Perairan Cilacap akibat pengaruh angin dan arus laut menggunakan rumus-rumus empiris dan diagram vektor. Metode yang sama telah dilakukan oleh Valencia (1978) untuk memprediksi gerakan tumpahan minyak di Perairan Pantai Sabah. Hadi et al. (1989) telah membangun suatu model matematik numerik tumpahan minyak di laut berdasarkan model matematika yang dibangun oleh Dippner. Model Hadi et al. (1989) dibangun dengan model beda hingga eksplisit yang terikat pada kriteria stabilitas Courant-Frederick-Lewy (CFL) di mana pengambilan langkah waktu komputasi sangat terbatas. Hadi dan Hamzah (2000) membangun model numerik dan model matematik yang dikembangkan dari Model Hadi et al. (1989) dengan cara mengganti metoda 2 eksplisit dengan metoda semi implisit dua langkah, model ini telah dapat mensimulasikan pola arus dan pergerakan tumpahan minyak khususnya lintasan partikel tumpahan minyak, pola penyebaran, dan luas sebaran tumpahan minyak. Menyadari pentingnya perlindungan terhadap daerah pesisr di Kepulauan seribu dari tumpahan minyak maka di buat model sebaran tumpahan minyak untuk memprediksi pola sebaran dan nasib tumpahan minyak. 1.2 Dasar Pemikiran Sebaran horisontal tumpahan minyak dapat diatur oleh adveksi akibat angin dan arus, difusi turbulen, dan penyebaran mekanik oleh karena gravitasi, kelembaman, kekentalan dan gaya tegangan permukaan (Gua et.al 2009). Ketika tumpahan minyak besar terjadi manyapu daerah pantai, pesisir dan rawa yang dapat berakibat serius terhadap kerusakan lingkungan dan ekonomi (Riazi & Ghazi 1999). Kerusakan dapat di kurangi dengan penanganan yang tepat dan perediksi arah sebaran tumpahan minyak yang tepat sehingga dapat di antisipasi lebih awal. Kepulauan Seribu sebagai daerah pemanfaatan yang multi fungsi seperti perikanan budidaya, transfortasi laut, wisata laut, daerah perlindungan laut dan jalur pelayaran internasional khususnya kapal tanker. Kapal tanker sering menyebabkan tumpahan minyak di peraiaran Kepulauan Seribu, sehingga untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kerugian secara ekonomi maka perlu prediksi sebaran dan nasib dari tumpahan minyak. Penelitian tentang tumpahan minyak dilaut belum secara utuh menampilkan secara kwantitatif proses pelapukan pada tumpahan minyak sepeti emulsifikasi, dissolusi, penguapan dan lama pemaparan. Martinez dan Tovar (1999) telah memebuat pemodelan komputasi sebaran tumpahan minyak dengan metode high accuracy namuan belum tepat diterapkan untuk daerah muara sungai dan dekat pantai yang kompleks. Guo dan Wang (2008) telah memodelkan tumpahan minyak pada perairan Pesisir Dalian dengan metode hybrid yang memperlihatkan pola sebaran dan konsetrasi tumpahan minyak dilaut total. Hadi et al. (1989) telah membangun suatu model matematik numerik tumpahan minyak di laut berdasarkan model matematika yang dibangun oleh Dippner, kemudian 3 dikembangkan oleh Hadi dan Latif (2000). dengan menyederhanakan langkah komputasinya. Pemodelan yang ada belum memberikan gamabaran tumapahan minyak secara utuh meliputi pemodelan proses pergerakan, penyebaran, serta pelapukan tumpahan minyak akibat kombinasi pengaruh proses fisika dan kimia. Dengan pengembangan model ini selain dapat ditentukan arah gerak atau lintasan tumpahan minyak, juga dapat ditentukan persentasi tumpahan minyak yang mengalami pelapukan oleh prose penguapan, dissolusi, emulsifikasi, disversi vertikal dan luas permukaan laut yang tercemar serta jumlah tumpahan minyak yang masih tersisa setelah perioda waktu tertentu. Model ini juga dapat memberikan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh tumpahan minyak untuk mencapai perairan pantai. 1.3 Rumusan Masalah Menyadari pentingnya perlindungan terhadap daerah pesisir di Kepulauan Seribu dari tumpahan minyak maka dibuat model sebaran tumpahan minyak untuk memprediksi pola sebaran dan nasib tumpahan minyak berdasarkan pola arus yang terjadi di Kepulauan Seribu. Pergerakan tumpahan minyak tidak terlepas dari proses hidrodinamika yang terjadi di daerah tumpahan minyak. Lokasi penyebaran dapat diperidiksi dengan membangun model yang menjelaskan proses hidrodinamika pada daerah tumpahan minyak. Keberadaan tumpahan juga ditentukan oleh sifat fisika kimia minyak serta volume tumpahan minyak. Maka pada penelitian ini digunakan model flow model dan particel/spill analysis yang tersedia pada MIKE 21 untuk menjawab pertanyaan berikut: 1. Bagaimana hidrodinamika Kepulaun Seribu? 2. Bagaimana model sebaran minyak bila terjadi tumpahan minyak di Kepulauan Seribu? 3. Berapa persen minyak yang mengalami pelapukan bila terjadi tumpahan minyak di Kepulauan Seribu? 4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan minyak yang tumpah untuk mencapai wilayah pesisir Kepulauan Seribu? 4 Perumusan masalah yang telah dikemukakan untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemodelan hubungan antara farameter fisika dan kimia pada tumpahan minyak yang merupakan gabungan dari model hidrodinamika dan model tumpahan minyak. Hasil dari simulasi ini memperlihatkan pola sebaran tumpahan minyak, ketebalan lapisan tumpahan minyak dan persentasi pelapukan tumapahan minyak serta lama waktu pemaparan. Pendekatan penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Gambar 1. 1.4 Tujuan Penelitian ini bertujuan membangun model hidrodonamika 2D untuk melihat pola pergerakan massa air Kepulauan Seribu pada musim barat dan musim timur. Model hidrodinamika digunakan untuk membangun model sebaran tumpahan minyak digunakan sebagai alat yang berguna dalam upaya penanggulangan tumpahan minyak di Kepulauan Seribu. Upaya penanggulangan tumpahan minyak di laut akan lebih efektif dan biayanya dapat ditekan bila memanfaatkan prediksi-prediksi yang dapat dihasilkan oleh model sebaran tumpahan minyak. Hasil pemodelan ini kemudian dapat memperlihatkan daerah terpapar dan lama pemaparan oleh tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini akan memprediksi sebaran tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam mengantisipasi tumpahan minyak pada daerah sensitif di Kepulauan Seribu sehingga penanggulangan sebaran tumpahan minyak dapat secara efektif dan efesien. 5 Batimetri (Dishidros TNI-AL) Angin (Ifremer) Pasang Surut (DHI Group) Batimetri (format xyz) Angin (arah, kecepatan) Tenggang pasut Manning Number Mike 21 (Flow model) VISKOSITAS EDDY Hidrodinamika Tidak stabil Penyebaran Viskositas eddy Sifat air Kondisi angin Pperubahankonsentrasi Mike 21 (Analisis Tumpahan) Parameter dasar Total oil emulsifikasi Sifat udara Perpindahanbahang Emulsifikasi Pelarutan Sifat minyak Stabil Penguapan Pelarutan Parameter tumpahan minyak Dispersi vertikal Perubahan fraksi Gambar 1 Bagan alir perumusan masalah untuk mencapai tujuan Lama terpapar 6 halaman ini sengaja dikosongkan 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Kepulauan seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 pulau diantaranya telah berpenghuni. Pulau-pulau lainnya digunakan seperti untuk arena rekreasi, cagar alam dan cagar budaya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108,000 ha, terletak di lepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang (Ariadi 2004) . Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (DesemberMaret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 13-30 km per jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut (Ariadi 2004). Kawasan Kepulauan Seribu memiliki tofografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0-2 m diatas permukaan laut. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1-1.5 m. Morfologi Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari, Pulau Kotok dan Pulau Tikus (Ariadi 2004). Kedalaman perairan di Kepulauan Seribu sangat bervariasi, beberapa lokasi mencatat kedalaman hingga lebih dari 70 m, seperti lokasi antara Pulau Gosong Congkak dan Pulau Semak Daun pada posisi 106°35’00” BT dan 05°43’08” LS dengan kedalaman 75 meter. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Hampir setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas (reef flat) dengan kedalaman bervariasi dari 0.5 m pada pasang terendah hingga 1 m pada jarak 60 m hingga 80 m dari garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Di dasar laut, tepi rataan karang sering diikuti 8 oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70° dan mencapai dasar laut dengan kedalaman bervariasi dari 10 m hingga 75 m (DISHIDROS-AL 2008). Pola sirkulasi arus perairan Kepulauan Seribu mentukan pola pergerakan tumpahan minyak yang terjadi perairan Kepulauan Seribu, karena kedangkalan Laut Jawa, transpor volume didominasi oleh angin (Sofian 2001). Pengaruh angin dan arus laut memiliki peranan penting dalam pergerakan tumpahan minyak di laut. Hydrodinamika tumpahan minyak 100% oleh pengaruh arus dan 3% oleh pengaruh angin (Hadi & Latif 2000; ITAC 1996). Arus laut permukaan di Kepulauan Seribu pada musim barat berkecepatan maksimum 0.5 m/detik dengan arah ke Timur sampai Tenggara. Pada musim timur kecepatan maksimumnya 0.5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian antara 0.5-1.75 meter dan musim timur 0.5-1.0 meter. Berdasarkan pengukuran di stasiun penelitian oleh ITB Bandung tahun 2001 yang berlokasi di Pulau Untung Jawa pada koordinat 05°58’45,21”LS, 106°42’11,07”BT, kondisi pasang surut di Kepulauan Seribu dapat dikategorikan sebagai harian tunggal. Kedudukan air tertinggi dan terendah adalah 0.6 dan 0.5 m dibawah duduk tengah. Rata-rata tunggang air pada pasang perbani adalah 0.9 m dan rata-rata tunggang air pada pasang mati adalah 0.2 m. Tunggang air tahunan terbesar mencapai 1.10 m (Ariadi 2004) Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat adalah sebesar 0.5-1.5 m, sedangkan pada musim Timur adalah sebesar 0.5-1.0 m (DISHIDROSAL 1986). Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angin dan adanya penjalaran gelombang dan perairan sekitarnya, sesuai dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang berbatasan dengan perairan terbuka. Gelombang didominasi oleh arah Timur dan Tenggara yang dipengaruhi oleh refraksi pada saat memasuki daerah tubir, hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch Indonesia pada bulan Nopember 1998-Agustus 1999 di Pulau Kelapa mencatat tinggi gelombang pada kisaran 0.05-1.03 m dengan periode gelombang berkisar antara 2.13-5.52 detik. 9 2.2 2.2.1 Persamaan Pembangun Model Persamaan Hidrodinamika 2.2.1.1 Persamaan massa Persamaan massa secara matematik dinyatakan sebagai: (1) Suku pertama menyatakan perubahan posisi muka air, suku kedua dan ketiga menyatakan perubahan fluks densitas dalam arah x dan y dan suku keempat menyatakan perubahan kedalaman perairan. Solusi persamaan (1) dengan metode elemen hingga selisih depan dalam arah x adalah: (2) Dalam arah y (3) 2.2.1.2 Persamaan momentum Persaamaan momentum dalam arah x (4) Solusi persamaan momentum akan diuraikan solusinya tiap suku dari persamaan (4) Suku pertama Suku pertama menyatakan perubahan fluks densitas terhadap waktu nyatakan dalam bentuk 10 (5) Dengan menggunakan metode ekspansi Taylor dengan pusat n+1/2 persamaan x menjadi (6) Suku keempat menyatakan pengaruh grafitasi dengan pendekatan selisih depan di tulis sebagai: (7) dengan Dengan cara dilinerisasi dalam menghasilkan formula aljabar koreksi kesalahan dapat tentukan dengan menggunakan ekspansi Taylor. (8) FDS adala solusi linier dari persamaan gravitasi. Suku kedua dan ketiga merupakan perubahan flux densitas dalam arah x dan y yang diselesaikan dengan metode elemen hingga sebagai berikut: (9) dengan a = n+1, b = n Suku ke 9 merupakan faktor gesekan angin yang didefinisikan sebagai: (10) Dengan faktor gesekan angin dihitung sesuai dengan Smith dan Banke 11 (11) dengan Suku kelima menyatakan faktor gesekan dasar yang dinyatakan dalam formula Chezy number (12) dapat diselesaikan dalam bentuk (13) dengan : (14) Chezy number dapat dihitung dari Manning number (15) Suku kedelapan menyatakan gaya coriolis yang dinyatakan sebagai (16) Dengan q di selesaikan secara eksplisit seperti pada persamaan (14) 12 2.2.2 Persamaan Oil Spill 2.2.2.1 Penyebaran Fay (1969) menyatakan bahwa laju penyebaran minyak ditentukan oleh gaya gravitasi, kelembaman, kekentalan, tegangan permukaan dan dispersi. Mackay et al. (1980) telah memodifikasi model gravitasi dan viskositas dari Teori Fays ke dalam formula numerik melalui persamaan matematis untuk menghitung penyebaran minyak dengan asumsi minyak sebagai massa homogen, menyebar dalam bentuk lapisan tipis dan tidak ada perubahan massa tumpahan. Dengan menggunakan asumsi di atas, maka perubahan luas tumpahan minyak (Aoil) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (17) dimana, = konstanta [s-1] t = waktu [s] = πRoil2 [m2] Volume minyak tumpah dihitung dengan menggunakan persamaan: (18) ketebalan tumpahan minyak diestimasi: = 10 cm , pada t=0 Nilai ini telah diketahui dari hasil penelitian sesudah terjadi tumpahan minyak di suatu perairan. 2.2.2.2 Evaporasi Penguapan tumpahan minyak ditentukan oleh komposisi dari minyak, suhu udara, suhu perairan, area tumpahan, kecepatan angin, radiasi matahari dan ketebalan tumpahan minyak. Beberapa hasil penelitian telah menghitung laju penguapan minyak. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada proses difusi (dispersi) yang membatasi pada oil film. 13 2. Bentuk minyak adalah campuran yang ideal. 3. Tekanan parsial udara pada perhitungan tekanan uap diabaikan. Dengan menggunakan asumsi di atas, laju penguapan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan: (19) dengan, ke = koefisien transport massa PSAT = Tekanan uap R = Konstanta gas T = Suhu M = Berat Molekul X = Fraksi mol = Densitas fraksi minyak i = Jenis fraksi minyak ke-i Untuk mengestimasi nilai dari digunakan persamaan dari Mackay et al (1980), yaitu: (20) dimana, k = Konstanta Aoil = Luas area tumpahan minyak [m2] = Konstanta penguapan Schmidts pada fraksi minyak ke-i Uw = Kecepatan angin [m/detik] 2.2.2.3 Dispersi vertikal Transport minyak ke dalam kolom air terjadi dari beberapa mekanisme yaitu kelarutan, dispersi, akomodasi dan sedimentasi. Fraksi minyak yang terdispersi di dalam kolom air per waktu dihitung sebagai fraksi yang hilang di permukaan laut, pada kondisi tidak ada gelombang pecah dan dihitung menggunakan persamaan, yaitu : (21) dimana, 14 = fraksi minyak yang terdispersi di permukaan air per satuan waktu. = fraksi minyak telah terdispersi yang tidak kembali lagi ke permukaan. dan dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu: (22) dengan, = Kecepatan angin dan (23) dimana, = Viskositas minyak [cp] = Ketebalan minyak [cm] = Tegangan permukaan minyak dan air [dyne cm-1] Laju butiran minyak dalam air yang kembali lagi ke permukaan dihitung dengan persamaan, yaitu: (24) 2.2.2.4 Kelarutan Dengan menggunakan asumsi bahwa konsentrasi sebenarnya hidrokarbon terhadap kelarutannya, maka laju kelarutan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu: (25) dimana, Csat = kelarutan fraksi minyak ke-i [mg/kg air laut] Xmol = molar fraksi dari fraksi minyak ke-i [kg/mol] M = Berat molar dari fraksi minyak ke-i = Densitas minyak fraksi ke-i Aoil = Luas area tumpahan minyak [m2] Koefisien transfer massa dari kelarutan dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu: 15 (26) dimana, ei = 1.4 untuk fraksi minyak alkana ei = 2.2 untuk fraksi minyak aromatik ei = 1.8 untuk fraksi minyak ringan 2.2.2.5 Emulsifikasi Proses emulsifikasi merupakan proses sangat penting yang menentukan keberadaan minyak di permukaan karena akan membuat minyak menjadi sangat kental. Masuknya butiran air ke dalam minyak dan stabilitas di dalamnya sangat ditentukan oleh kondisi lingkungannya. Stabilitasnya ditentukan oleh kandungan surfaktan di dalamnya dan masuknya butiran air kedalam minyak di tentukan oleh kondisi perairannya terutama gelombang dan proses turbulen di perairan. Model matematis yang ada saat ini tidak semua parameter yang mempengaruhi proses emulsifikasi masuk semua dalam perhitungannya. Pendekatan yang dilakukan adalah melalui persamaan empiris dari prilaku emulsifikasi dari kondisi di alamnya. Perhitungan perubahan kandungan air di dalam minyak dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut: (27) dimana: = Kandungan air dalam minyak = Masuknya air ke dalam minyak = Keluarnya air dari minyak Nilai dari masuknya air ke dalam minyak akan bertambah dengan meningkatnya suhu and kecepatan angin. Nilai R1 dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut: (28) dimana : = Kecepatan angin = Viskositas minyak = Maksimum kandungan air dalam minyak = Kandungan sebenarnya air di dalam minyak 16 K1 = Koefisien R2 = Laju keluarnya air dari minyak Nilai dari R2 akan meningkat dengan meningkat dengan meningkatnya kandungan alphaltenes, wax (lilin) dan surfaktan minyak sehingga menyebabkan miningkatnya viskositas minyak. Nilai dari R2 dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (29) dimana : As = Kandungan asphaltenes di dalam minyak (wt%) = Kandungan lilin di dalam minyak (wt%) K2 = Koefisien dimana : = 5 . 10-7 [kg/m3] = 1.2 . 10-5 [kg(wt%)/s] Nilai dari dan merupakan hasil dari percobaan yang dilakukan oleh Haltenbanken (1982). 2.2.2.6 Tansport bahang Tekanan uap dan viskositas sangat ditentukan oleh suhu. Suhu pada tumpahan minyak lebih panas dari kondisi lingkungannya baik udara maupun perairannya. Oleh karena itu sangat penting untuk memodelkan perubahan suhu pada tumpahan minyak. Transfer bahang antara udara dan minyak Transfer bahang antara udara dan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (30) dimana : (31) dan, = Schimidt’s number = Suhu minyak [Kelvin] 17 = Suhu udara [Kelvin] = Densitas udara [kg/m3] = Kapasitas panas udara [J/kg/°C] Koefisien Prandtl’s untuk udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (32) Jika tidak ada penguapan, maka kHoil-air dihitung dengan persamaan dari Duffie dan Beckmann (1974), yaitu sebagai berikut: (33) Bahang dari radiasi yang diemisikan dan diterima antara minyak, udara dan air Tumpahan minyak akan menerima dan kehilangan bahang karena emisi radiasi gelombang panjang matahari. Jumlah bahang yang hilang dan diterima dihitung dengan dengan hukum dari Stefan-Boltzman’s. Nilai bersih bahang yang diterima oleh tumpahan minyak dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (34) dimana: = Boltzman constant (5.72 ⋅ 108 [W/(m2K)]) = Emisivitas udara = Emisivitas air = Emisivitas minyak = Suhu udara = Suhu air = Suhu minyak Bahang dari radiasi matahari Radiasi matahari yang diterima tumpahan minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain: lokasi dimana minyak tumpah, tanggal dan waktu, tingkat tutupan awan dan kandungan lapisan udara. Variasi radiasi matahari dalam sehari diasumsikan dengan fungsi sinusoidal, yaitu sebagai berikut: 18 (35) dimana: Dalam satu hari dimulai dari matahari terbit sampai dengan tenggelam. = waktu matahari terbit [detik] dimulai dari tengah malam. = waktu matahari terbit [detik] dimulai dari tengah malam. dapat dihitung dengan menambahkan lamanya waktu dalam sehari ( ), dengan persamaan sebagai berikut: (36) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (37) dimana: = Lintang = Deklinasi bumi terhadap matahari sebanding dengan, (38) adalah emisi matahari dari daratan, dihitung dengan persamaan yang digunakan dari Duffie dan Beckmann (1974), yaitu sebagai berikut: (39) dimana: = Konstanta matahari (1.353 [W/m]) = hari dalam setahun = sudut matahari. dan, Jika matahari tidak berawan, maka , tetapi akan meningkat dengan meningkatnya tingkat perawanan. Jika a adalah albedo maka nilai bersih radiasi dari matahari adalah sebagai berikut: (40) 19 Bahang yang hilang dari proses penguapan Penurunan suhu karena penguapan mengakibatkan hilangnya bahang dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (41) dengan: = Bahang dari penguapan pada fraksi minyak ke-I [J/mol] Sehingga keseimbangan bahang dinamis dari tumpahan minyak diberikan sebagai berikut: (42) dimana: = Laju butiran air yang masuk [m3/s] = Laju butiran minyak yang masuk ke kolom air [m3/s] = Kapasitas bahang minyak [J/kg °C] = Kapasitas bahang air [J/kg °C] Transfer bahang antara minyak dan air Transfer bahang antara minyak dan air, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (43) dimana kHoil-water koefisien transfer bahang dari Bird et al (1960) dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (44) Konstanta Prandtl’s dari air dihitung dengan persamaan yang dikemukakan oleh Duffie dan Beckmann (1974), yaitu sebagai berikut: (45) 20 adalah koefisien Reynolds untuk menghitung koefisien transfer bahang antara minyak dan air, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (46) dimana adalah viskositas kinematik dari minyak. 2.2.2.7 Viskositas Viskositas minyak akan meningkat selama proses pelapukan minyak, terutama diakibatkan oleh proses emulsifikasi dan penguapan. Selain itu, viskositas sangat ditentukan oleh suhu tumpahan minyak. Perhitungan viskositas minyak dilakukan melalui tiga tahap yaitu pertama, viskositas tanpa adanya butiran air dalam minyak pada suhu referensi Tref = 100°F, dengan persamaan dari Kendall-Monroe yaitu sebagai berikut: (47) dimana: = Fraksi model dari fraksi ke-i Kedua, perhitungan viskositas minyak pada suhu aktual dengan menggunakan persamaan dari CONCAWE (1983), yaitu sebagai berikut: (48) dengan: T = Suhu [K] v = Viskositas kinematik pada suhu T (Cs) B = 3.98 Ketiga, perhitungan viskositas minyak pada suhu aktual dan kandungan air dengan menggunakan persamaan dari Hossain dan Mackay (1980), yaitu sebagai berikut: (49) Penguapan juga akan menyebabkan peningkatan viskositas dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (50) dimana: 21 = dimensi kandungan didalam minyak [wt%] = Fraksi minyak yang terevaporasi Kombinasi pengaruh dari emulsifikasi dan penguapan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (51) 2.2.2.8 Tegangan permukaan Tegangan permukaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (52) 2.2.2.9 Kapasitas bahang Kapasitas bahang di air, udara dan minyak diberikan dengan persamaan sebagai berikut: (53) (54) dan, (55) Suhu dihitung dengan satuan Kelvin. 2.2.2.10 Titik tuang Titik tuang minyak dimana minyak tidak mengandung butiran air dihitung dengan persamaan dari CMFMWOS (1985), yaitu sebagai berikut: (56) Nilai titik tuang akan meningkat dengan bertambahnya kandungan air dalam minyak dari proses emulsifikasi dan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (57) 2.3 Karakteristik Minyak Minyak bumi adalah suatu campuran kompleks yang sebagian besar komponen mengandung karbon dan hidrogen serta nitrogen, sulfat dan oksigen dalam jumlah kecil (Seager & Stocker 1976). Banyak perbedaan jenis minyak 22 yang terbentuk dari ratusan komposisi utama dan ribuan komposisi kimia lainnya. Adanya keberagaman mengakibatkan setiap produk minyak mempunyai karakteristik unik yang berbeda satu dengan lainnya. Karakteristik minyak akan menentukan nasib minyak pada saat tumpah dan dampak terhadap organisme yang berada di lingkungannya. Karakteristik minyak juga menentukan tingkat efisiensi pembersihan minyak saat tumpah di laut. Disamping itu karakteristik minyak sangat penting untuk mengembangkan model pergerakan tumpahan minyak. Karakteristik minyak mentah beserta dengan turunan produknya dan komposisi kimia dan karakteristik fisika dari masing-masing jenis minyak adalah sebagai berikut: 2.3.1 Komposisi Minyak Minyak mentah terdiri dari campuran rantai ikatan hidrokarbon mulai dari rantai terkecil dengan ikatan yang lemah sampai dengan rantai yang besar dengan ikatan yang kuat. Komposisi campuran dari rantai hidrokarbon tersebut terbentuk dan tergantung dari formasi geologi dilokasi penemuan ladang minyak dan sangat berperan dalam pembentukan karakteristik minyak (Fingas 2000). Komposisi minyak dari berbagai jenis produk minyak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kandungan hidrokarbon dari berbagai jenis produk minyak (dalam%). No Kelompok 1 Saturates Kelas Ikatan Alkanes Cycloalkanes Gasoline Diesel 50-60 65-95 45-55 35-45 5 30-50 Waxes 0-1 Light Heavy Crude Crude 55-90 25-80 25-35 20-30 0-20 0-10 2-10 5-15 IFO Bunker C 2 Olefins 5-10 0-10 3 Aromatics 25-45 5-25 10-35 15-40 0.05-1.0 15-25 0.5-2.0 0.1-2.5 0.01-2.0 40-60 0-5 5-35 15-40 15-25 0-2 1-15 5-40 0-2 0-10 2-25 10-15 10-20 0-10 0-20 5-10 5-20 BTEX PAHs 4 Polar Compounds Resins Asphalte 40-50 30-50 0.001.0 30-50 10-30 23 No Kelompok Kelas Ikatan Gasoline Diesel Light Heavy Crude Crude 30-250 100-500 0-2 0-5 IFO Bunker C nes 5 Metals 6 Sulphur 0.02 0.1-0.5 100- 100- 1000 2000 0.5-2.0 2-4 Sumber: Fingas (2000) Komponen-komponen dari minyak bumi itu disebut juga dengan istilah fraksi-fraksi minyak bumi yang dapat dipisahkan satu dengan yang lain melalui proses penyulingan atau destilasi secara bertingkat berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing komponennya (Gambar 2). Beberapa nama dari jenis minyak menurut (Fingas 2000) yang digunakan dari hasil produk perminyakan adalah sebagai berikut: 1. Bensin (gasoline), digunakan untuk bahan bakar mobil-mobil kecil. 2. Diesel (diesel fuel), digunakan untuk bahan bakar kendaraan besar seperti truk, kereta dan bis. 3. Minyak mentah ringan(Light crude oil), banyak dihasilkan dari ladang minyak di sebelah barat Kanada dan Louisiana. 4. Minyak mentah berat (Heavy crude oil), banyak dihasilkan dari negaranegara Arab dan California. 5. Minyak bakar intermediat(Intermediate fuel oil), campuran dari residu minyak berat dan diesel biasa digunakan untuk bahan bakar kapal. 6. Bunker C(Bunker fuel), residu berat bahan bakar dari sisa produksi bensin dan diesel, sering juga disebut minyak bakar. 7. Emulsi minyak mentah (Crude oil emulsion), emulsi air dalam minyak pada minyak mentah fase medium. 24 Gambar 2 Fraksi destilasi minyak mentah (Seager & Stocker 1976) 2.3.2 Karakteristik Minyak Karakteristik minyak meliputi viskositas, densitas, spesifik gravitasi, kelarutan, titik bakar, titik tuang, fraksi destilasi, tegangan permukaan dan tekanan uap. Emulsi minyak mentah memiliki nilai viskositas yang paling tinggi (Tabel 2) menunjukkan bahwa jenis ini mempunyai kecepatan alir yang lebih lambat jika dibandingankan dengan jenis bensin. Kekentalan berpengaruh secara langsung terhadap kecepatan menyebar tumpahan minyak yang mengalami tumpahan di perairan. Densitas sangat penting digunakan karena akan memberikan indikasi apakah minyak akan terapung dipermukaan air atau tenggelam ke dalam air jika mengalami tumpahan. Karena densitas air sebesar 1.0 gr/cm3 pada suhu 15°C dan kebanyakan minyak memiliki kisaran densitas sebesar 0.7-0.99 g/cm3 maka minyak akan terapung di permukaan air (Fingas 2000). Tabel 2 Karakteristik dari berbagai jenis produk minyak Diesel Ligth Crude Heavy Intermediate Fuel Oil Property Units Gasoline Viscosity mPa.s at 15°C 0.5 2 5-50 50 s/d 50,000 Density g/ml at 0.72 0.84 0.78 s/d 0.88 s/d Crude Oil Emulsion 1,000 s/d 15,000 Bunker C 10,000 s/d 50,000 0.94 s/d 0.96 s/d 0.95 s/d 20,000 s/d 100,000 25 15°C 0.88 1.00 0.99 1.04 1.0 -30 s/d 30 -30 s/d 60 80 s/d 100 >100 >80 10 s/d 50 5 s/d 30 10 s/d 30 1 s/d 5 - -40 s/d 30 40 s/d 30 10 s/d 30 15 s/d 30 -10 s/d 10 5 s/d 20 >50 10 s/d 20 10 s/d 50 25 s/d 30 5 s/d 15 25 s/d 35 - Flash Point Solubility in Water °C -35 45 ppm 200 Pour Point °C - 40 -35 s/d 1 65 35 27 27 100°C 70 1 2 s/d 15 1 s/d 10 - - 200°C 100 30 15 s/d 40 2 s/d 5 2 s/d 5 300°C 85 30 s/d 60 15 s/d 25 400°C 100 45 s/d 85 2 s/d 25 15 s/d 45 25 s/d 75 25 s/d 75 5 s/d 15 15 s/d 25 75 s/d 85 API Gravity Interfacial Tension Distillation Fractions m/N/m at °C % distilled at residual 15 s/d 55 30 s/d 40 60 s/d 70 - Sumber: Fingas 2000 Kelarutan minyak dalam air dihitung dari seberapa banyak minyak yang terlarut di dalam kolom air pada skala molekuler. Tingkat kelarutan minyak dalam air sangat penting dalam fraksi terlarut dari minyak berupa sifat toxic terhadap organisme di suatu perairan terutama dalam konsentrasi yang besar. Titik tuang adalah suhu minyak dapat bertahan pada saat tumpah dari kapal. Titik tuang menggambarkan suhu dimana minyak apabila dituangkan dengan sangat perlahan dapat bertahan digunakan sebagai indikator kestabilan dari minyak. Tekanan uap minyak adalah tekanan yang diukur pada bagian dari partisi minyak antara fase cairan dan gas atau seberapa banyak uap minyak di dalam suatu ruang yang dapat diberikan pada suhu tetap. Tekanan uap minyak sangat beragam karena minyak terdiri dari campuran berbagai komposisi dan berubah dengan cepat karena faktor cuaca. Tekanan uap minyak sulit sekali untuk diukur dan jarang sekali digunakan sebagai parameter untuk mengkaji tumpahan minyak. 2.4 Proses-proses Fisik dan Kimia Minyak di Laut Pada saat minyak tumpah baik di lingkungan perairan atau daratan, terdapat beberapa proses transformasi minyak yang terjadi dan disebut pula sebagai perilaku dari minyak. Gerakan dan nasib dari tumpahan minyak di laut 26 dipengaruhi oleh proses fisika, kimia dan biologi bergantung pada sifat minyak, kondisi hidrodinamika, meteorologi dan lingkungan (Egberongbe et al. 2006) Terdapat dua proses utama yaitu proses pelapukan minyak yang merupakan suatu urutan proses fisik dan kimia karakteristik minyak yang akan berubah ketika minyak tumpah dan kedua adalah kelompok proses yang berkaitan dengan pergerakan minyak di suatu lingkungannya. Proses pelapukan dan pergerakan minyak merupakan proses yang terjadi saling tumpang tindih bersamaan. Proses pelapukan sangat mempengaruhi bagaimana minyak bergerak di suatu lingkungan dan sebaliknya. Proses-proses ini sangat tergantung jenis minyak yang tumpah dan kondisi cuaca sesaat dan setelah minyak tumpah. 2.4.1 Penyebarang Sumber: ITOPF. 2007 (tebal dari tiap band mengindikasikan berapa besar peranan dari tiap proses) Gambar 3 Perubahan tumpahan minyak mentah oleh proses pelapukan terhadap waktu. Penyebaran tumpahan minyak di atas permukaan air dalam arah horizontal dipengaruhi oleh gravitasi, kelembaman, kekentalan dan gaya tegangan permukaan (Njobuenwu 2008). Pada Gambar 3 warna biru menyajikan bahwa penyebaran adalah proses yang paling signifikan selama proses awal terjadinya tumpahan minyak di air yang meningkatkan luas daerah permukaan yang tergenang, dengan demikian meningkatkan transfer massa melalui penguapan dan proses dissolusi. Kecenderungan dari tumpahan minyak untuk menyebar bergantung pada dua gaya fisika yang bekerja beriringan yaitu gaya gravitasi yang 27 menyebabkan minyak menyebar secara horizontal dan tegangan permukaan dari air laut. Gravitasi dan tegangan permukaan mempercepat proses penyebaran sedangkan kekentalan dan kelembaman memperlambat proses penyebaran. 2.4.2 Penguapan Gambar 3 (warna kuning) menyajikan bahwa penguapan dominan mempengaruhi perubahan sejak awal tumpahan minyak dan efektif berlangsung dalam waktu satu minggu. Minyak mentah ringan dapat mengalami penguapan hingga 75%, minyak mentah tengah mengalami penguapan hingga 40% sedangkan minyak mentah berat dapat mengalami pengupan hingga 10% beberapa hari setelah terjadinya tumpahan minyak (Fingas 1994). Menurut Fingas 1994 menyatakan bahwa tingkat penguapan minyak meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin sampai pada waktu tertentu dengan membentuk fungsi eksponensial (Gambar 4) Gambar 4 Presentasi penguapan air dan minyak dalam berbagai variasi kecepatan angin (Fingas 1994). 28 Gambar 5 Konsentrasi penguapan dari hidrokarbon aromatik di dalam air (Payne et al. 1983) Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Payne et al. (1983) pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa penguapan fraksi minyak dalam air laut di dominasi oleh fraksi benzene dan toluene dengan puncak konsentrasi yang mengalami penguapan pada jam ke 4 dengan konsentrasi mencapai 700 g/l kemudian menurun dan mencapai kurang dari 100 g/L setelah 40 jam di air laut. Meskipun pengaruh penguapan sangat penting namun sangat tidak signifikan dalam mengubah sifat fisik dan kimia dari tumpahan minyak. Penguapan pada minyak di dasarkan pada penguapan air walaupun terdapat perbedaan mendasar antara air dengan minyak dimana penguapan pada air bersifat linier terhadap waktu sedangkan minyak bersifat eksponensial. 2.4.3 Entrainment (Natural Dispersion) Dispersi alamiah minyak mentah dan produk olahan setelah mengalami tumpahan di laut adalah proses pembentukan partikel kecil yang bergabung dalam kolom air. Selain penguapan, tingkat dispersi alamiah juga menetukan keberadaan lapisan minyak dipermukaan laut. Dalam prakteknya, dispersi alamiah secara signifikan menghilangkan bagian utama dari tumpahan minyak di permukaan laut (Sebastiao & Guedes 1995). Studi menunjukkan bahwa dispersi alami adalah hasil dari tiga proses yaitu, proses awal globulation yang merupakan pembentukan tetesan minyak dari lapisan minyak karena pengaruh gelombang pecah, proses 29 dispersi yang merupakan transportasi dari tetesan minyak ke kolom air sebagai hasil energi kinetik pada tetesan minyak yang disebabkan oleh gelombang pecah dan gaya yang meningkat, dan proses peleburan lapisan minyak dengan lapisan air (CONCAWE 1983). Parameter lain yang penting mempengaruhi proses dispersi adalah tegangan antar muka air dengan minyak yang hanya mempengaruhi globulation dan peleburan, bukan transpor dari tetesan minyak ke dalam lapisan air. Berat jenis dan kekentalan juga mempengaruhi proses dispersi tumpahan minyak yang semakin tinggi tingkat kekentalan maka semakin kecil kemampuan dari minyak untuk membentuk tetesan minyak. Minyak mentah fraksi ringan dan diesel dapat terdispersi secara signifikan jika kandungan saturasinya besar dan kandungan aspaltin dan resin rendah serta terdapat aksi gaya gelombang yang cukup besar. Butiran minyak yang terdispersi ini akan berasosiasi dengan sedimen dan bersama-sama akan jatuh ke dasar perairan. 2.4.4 Pelarutan Tingkat kelarutan minyak dalam air tergantung pada komposisi, penyebaran, suhu air laut, derajat dispersi dan turbulensi. Komponen minyak mentah berat pada dasarnya tidak larut dalam air sedangkan minyak mentah ringan terutama hidrokarbon aromatik seperti bensena dan toluen sedikit larut. Namun, senyawa ini juga yang paling stabil dan sangat cepat hilang oleh penguapan, biasanya 10 sampai 1.000 kali lebih cepat dibandingkan dengan kelarutan (ITOPF 2007). Beberapa hidrokarbon larut dalam air umumnya senyawa molekul ringan yang bersifat beracun. Persentase kelarutan hidrokarbon kecil, kurang lebih 1% dari volume tumpahan minyak. Hal ini menyebabkan cepat terencerkan dan terdegradasi. Tumpahan minyak mengalami perubahan oleh gelombang menjadi butiran minyak dengan diameter 0.01-1 mm dan bertahan dalam kolom air sampai mengalami degradasi oleh bakteri (Kingston 2002). Konsentrasi hidrokarbon yang terlarut dalam air laut jarang melebihi 1 ppm, dan kelarutan tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap minyak dari permukaan laut 30 2.4.5 Emulsifikasi Emulsifikasi adalah proses dimana air bercampur dengan minyak. Proses ini meningkatkan volume campuran minyak dengan air sehingga viskositas tumpahan minyak meningkat karena minyak dengan viskositas rendah bercampur dengan air dengan viskositas yang lebih tinggi. Pembentukan emulsi air-dalamminyak tergantung pada komposisi minyak dan keadaan laut ( Egberongbe et al. 2006) Emulsifikasi minyak mentah dan produk turunannya terjadi oleh dispersi tetesan air kedalam medium minyak. Potensi emulsifikasi dan stabilitas emulsi minyak ditentukan oleh persentase surfaktan alami dalam tumpahan minyak. Meskipun minyak ringan seperi bensin dan minyak tanah dapat membentuk emulsi tapi tidak stabil dan akan tetap pada kondisi tenang. Kemampuan minyak mentah untuk teremulsi terkait dengan tingkat aspaltik dalam minyak dan stabilitas emulsi terkait dengan Kristal lilin. Minyak mentah dengan kandungan aspaltik yang relatif rendah akan lebih kecil kemungkinan untuk membentuk emulsi stabil dan emulsi satbil ini terkait dengan Kristal lilin yang tinggi atau titik tuang yang tinggi (Sebastiao & Guedes 1995). Pembentukan emulsi menyebabkan tumpahan minyak mengalami pelapukan jauh lebih lambat, minyak lebih kental dan lengket. Volume dari minyak meningkat karena emulsi dapat mencapai 70 persen air. Emulsifikasi hampir tidak terjadi selama terjadinya tumpahan minyak pada bensin, minyak tanah dan diesel kecuali pada kondisi yang sangat dingin (Michel 2002) 2.4.6 Sedimentasi Proses sedimentasi terjadi ketika berat jenis minyak meningkat melebihi air laut. Beberapa proses yang menyebabkan sedimentasi adalah: pelapukan (evaporasi, pelarutan dan emulsifikasi), pemangsaan oleh zooplankton, adhesi atau penyerapan ke partikel, atau interaksi dengan garis pantai. Minyak juga dapat tersedimentasi oleh organisme plankton yang memakan partikel minyak dan tenggelam kedasar laut sebagai fases. Sedimentasi biasanya tidak penting untuk perhitungan neraca massa kecuali konsentrasi padatan tersuspensi cukup tinggi (> 100mg/l) (Egberongbe et al. 2006; ITOPF 2007). Beberapa jenis tumpahan minyak dapat mengalami sedimentasi sampai 10-30%. Hal ini terutama terjadi di 31 daerah pantai sempit dan perairan dangkal dengan intensitas percampuran yang tinggi sedangkan daerah-daerah yang lebih jauh dari pantai proses sedimentasi berjalan sangat lambat (Patin 1999). Tabel 3 menunjukkan bahwa fraksi minyak yang banyak mengalami sedimentasi adalah C2-flarine sedangkan bensena merupakan fraksi yang sedikit mengalami sediementasi dengan konsentrasi di sedimen 0.035 ppm sedangkan fraksi toluen, sikloheksana dan silena tidak mengalami sedimentasi Tabel 3 Fraksi tersedimentasi tumpahan minyak Subtansi Hasil Satuan Benzene 35 ug/Kg C3-Chrysenes 1800 ug/Kg C2-Fluorenes 4900 ug/Kg 130 ug/Kg Fluoranthene 1050 ug/kg Diesel range organics 2890 ug/Kg Oil Range Organics 2310 ug/Kg 273 mg/kg C2-Naphthalenes Total Organic Carbon sumber: dimodifikasi dari (EPA 2010) 2.4.7 Biodegradasi Air laut mengandung berbagai mikro-organisme laut yang mampu menguraikan senyawa minyak. Mereka adalah bakteri, jamur, ragi, alga uniseluler dan protozoa yang dapat menggunakan minyak sebagai sumber karbon dan energi. organisme tersebut didistribusikan secara luas di seluruh lautan di dunia walaupun mereka cenderung lebih berlimpah di perairan pesisir yang tercemar, seperti yang di alur lalu lintas kapal atau buangan limbah industri yang tidak diolah. Faktor utama yang mempengaruhi laju dan tingkat biodegradasi adalah karakteristik minyak, ketersediaan oksigen, nutrisi (terutama senyawa nitrogen dan fosfor) dan suhu (ITOPF 2007). Setiap jenis mikroorganisme yang terlibat dalam proses cenderung menguraikan suatu hidrokarbon jenis tertentu dengan berbagai mikroorganisme, bertindak bersama-sama agar degradasi terjadi. Sebagai hasil degradasi, sebuah komunitas mikroorganisme kompleks berkembang. Meskipun mikroorganisme yang diperlukan hadir dalam jumlah yang relatif kecil di laut lepas, mereka 32 berkembang biak dan cepat ketika minyak tersedia dan degradasi akan terus terjadi sampai proses ini dibatasi oleh nutrian dan oksigen yang berkurang. Sementara mikroorganisme mampu menurunkan sebagian besar senyawa dalam minyak mentah, beberapa molekul besar dan kompleks resisten terhadap penguraian. Karena mikroorganisme hidup di air, yang mana oksigen dan nutrisi penting, biodegradasi hanya dapat terjadi pada lapisan antar muka minyak dengan air. Di laut, pembentukan butiran minyak, baik melalui dispersi alami atau kimia, meningkatkan luas antarmuka air dengan minyak yang dibutuhkan untuk aktivitas biologis dalam meningkatkan degradasi (Varadaraj et al. 1988). Jumlah minyak yang dapat biodegradasi berkisar 11% sampai 90%. variabilitas ini karena variasi organisme untuk lokasi yang berbeda, dan variasi dalam komponen minyak (Patin 1999). 33 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Pebruari 2011 dengan perincian waktu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks waktu penelitian Uraian kegiatan Bulan pelaksanaan Studi Pustaka Januari 2009 Penyusunan proposal Maret-April 2009 Pengumpulan data Maret-Juni 2009 Perancangan model Mei- September 2009 Eksekusi model september 2009-Juni 2010 Validasi model Juni-November 2010 Penulisan hasil penelitian Desember 2010-Januari 2011 Presentase akhir Pebruari 2011 Model skenario tumpahan minyak disimulasikan untuk satu priode musim pada tahun 2008 yang terdiri atas musim barat yang diwakili oleh Bulan Januari dan musim timur yang diwakili oleh Bulan Juli. Lokasi kegiatan penilitian ini berada di Perairan Kepulauan Seribu dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5°40'12"LS di sebelah utara di sebelah timur dibatas oleh bujur 106.40'BT di sebelah barat berbatasan dengan garis bujur 106.21'48" BT dan batas tertutup Pantai Utara Jawa yang rentang terhadap kejadian tumpahan minyak seperti disajikan pada Gambar 6. Penelitian ini dilakukan dengan membuat hidrodinamika pada jalur pelayaran di Kepulaun Seribu kemudian divalidasi dengan data hasil pengukuran yang selanjutnya digunakan sebagai pembangkit pergerakan tumpahan minyak yang diskenariokan terjadi pada jalur pelayaran di Kepulauan seribu. Skenario tumpahan yang terjadi disebabkan oleh tiga hal yaitu tumpahan oleh tabrakan kapal tanker, tumpahan minyak oleh kapal yang kandas di perairan dangkal dan tumpahan kinyak oleh kebocoran pipa distribusi bahan bakar minyak. 34 10 6 °2 5 ' 10 6 °3 0 ' KE P UL A UA N S E R IB U 10 6 °3 5 ' P . K o to k B e s a r P . K a r ya P . P r a m u ka P. P ang gang 5 ° 45' 5° 45' P. K arang beras P . T i d u n g B e sa r P . S e k a ti P. A ir P . T i d u n g K e ci l P. P ay ung Bes ar 5 ° 50' 5° 50' P. T e ngah P . T i ku s P. P ari P. B urung 5° 55' 5° 5 5' P. L anc ang Bes ar P . L anc ang K ec il P. L ak i 6° 00' 6° 0 0' BAN TE N 10 6 °2 5 ' 10 6 °3 0 ' 10 6 °3 5 ' P eta Lok as i P ene litian 105° 107° 109° 111° 113° K e te ra n g a n : 5° E BAN TEN DKI JA KAR TA 9° 0 5 P . JA W A 9° 5 7° S LA U T J A W A LA MPU NG 7° W G ar is pa n ta i D a ra t P e r ai ra n D a n g k a l 5° N S A M U D E R A H IN D IA KM 105° 107° 109° Gambar 6 Lokasi penelitian daerah Perairan Kepulauan Seribu 111° 113° 35 3.2 Data Data yang digunakan dalam pemodelan tumpahan minyak terdiri atas: 1. Data kedalaman perairan (Batimetri) yang berfungsi sebagai domain model bersumber dari peta Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. 2. Data arah dan kecepatan angin yang dikonversi dari data kecepatan zonal dan kecepetan meredional berfungsi sebagai pembangkit musiman. Data angin terdiri atas angin pada bulan Januari 2008 dan Juli 2008 dengan interval data setiap 6 jam. Data Angin diperoleh dengan mengunduh dari IFREMER (French Research Institute for Exploration of the Sea) 3. Data Pasang-Surut (pasut) digunakan dari Global Sea Level Prediction (www.dhigroup.com) dan divalidasi dengan data pasut dari dishidros dengan periode waktu yang sama. Parameter pasut digunakan sebagai kondisi batas yang bervarisai berdasarkan waktu dan tempat. 4. Data jalur pelayaran Kepulauan Seribu dari Sea Map digunakan untuk menentukan daerah rawan tumpahan oleh pengankutan bahan bakar minyak. 5. Data jenis kapal tanker dan kapasitas tanker angkutan yang melewati daerah perairan Kepulauan Seribu bersumber dari Administrator Pelabuhan Tanjung Priok. 6. Data arus laut mooring di Perairan Teluk Jakarta dari Kementrian Kelautan dan Perikanan direkam dengan menggunakan alat RCM7/8 AANDERAA. 7. Data Komponen fraksi tiap jenis minyak digunakan untuk menentukan prilaku dan nasib minyak yang mengalami tumpahan berdasarkan jenisnya diperoleh dari (Start Energy 2004) 36 3.3 Desain hidrodinamika Desain hidrodinamika untuk membangun pola pergerakan arus sebagai media pengerak tumpahan minyak di Perairan Kepulauan Seribu. Gambar 7 menyajikan bagan alir desain hdrodinamika. Batimetri (Dishidros AL) Angin (Ifremer) Pasang Surut (DHI Group) Batymetri (format xyz) Angin (arah,kecepatan) Tenggang Pasut Viskositas Eddy MIKE 21 (Flow Model) Manning number Hidrodinamik Model oil spill Gambar 7 Diagram alir desain hidrodinamika 3.3.1 Membangun Batimetri Membangun domain model skenario dengan mengubah peta manual ke bentuk digital yang di simpan dalam format (*.xyz). Data format xyz digunakan sebagai data input pada modul bathymetries (*.batsf) yang tersedia pada Mike Zero. Menetukan batas model kemudian menginterpolasi titik batimetri untuk mengisi ruang kosong pada grid dengan metode Triangular Interpolation dengan persamaan: 37 (58) (59) (60) (61) Manyimpan file batimetri dalam format (*.dfs2) yang akan digunakan dalam modul Flow Model untuk membangun Hidrodinamika. Peta batimetri Kepulauan Seribu (Gambar 8) dengan kedalaman perairan antara 0-87 m. Gambar 8 Peta batimetri Perairan Kepulauan Seribu 38 3.3.2 Data Input 3.3.2.1 Periode simulasi Model disimulasikan dalam 2 musim yaitu: musim timur dan musim barat dengan musim barat diwakili oleh Bulan Januari 2008 dan musim timur diwakili oleh Bulan Juli 2008 dengan masa simulasi masing-masing 10 hari. 3.3.2.2 Batas model Model dibatasi dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5°40'12"LS(b) di sebelah utara di sebelah timur dibatasi oleh bujur 106.40'BT(c) di sebelah barat berbatasan dengan garis bujur 106.21'48" BT(a) dan batas tertutup Pantai Utara Jawa. 3.3.2.3 Flood and ry Komponen ini untuk membatasi perhitungan model batas atas dan bawah dari mean sea level yang diproses oleh model dengan nilai draying depth 0.2 dan flooding depth 0.3. 3.3.2.4 Data angin Angin dari ifremer dalam bentuk kecepatan meredional dan kecepatan zonal dikonversi kedalam kecepatan dan arah dengan persamaan: (62) (63) Dengan adalah kecepatan resultan, adalah arah , u adalah kecepatan zonal dan v adalah kecepatan meredional. Data angin input model hidrodinamika seperti pada Gambar 9. 39 Gambar 9 Arah dan kecepatan angin pada musim barat (a) dan musim timur (b). 3.3.2.5 Data pasang surut Konstanta pasut diperoleh dari Global Sea Level Prediction yang dikonversi kedalam tenggang pasut dengan tenggang pasut untuk musim barat dan musim timur yang bervariasi di sepanjang garis batas terbuka. 3.3.2.6 Viskositas eddy Viskositas eddy digunakan untuk alih momentum dari molekul fluida yang bergerak dengan kecepatan berbeda dan menghasilkan gerakan turbulen. 3.3.2.7 Manning number Manning number yang digunakan untuk menggambarkan hambatan dasar perairan dengan menggunakan persamaan 15. Manning number yang digunakan bervariasi berdasarkan batimetri Perairan Kepulauan Seribu. Data input dan batimetri dibangun dalam modul model alir untuk memperoleh model hidrodinamika dengan output berupa tinggi level muka air (m), flux P(m3/s) dan flux Q(m3/s) 3.4 Desain Tumpahan Desain tumpahan dilakukan untuk membangun data input model tumpahan minyak yang terbagi dalam dua komponen yaitu parameter dasar dan parameter tumpahan minyak secara detail disajikan pada Gambar 10. 40 3.4.1 Parameter Dasar Parameter dasar dalam desain tumpahan minyak terdiri atas: data hidrodinamika, sumber tumpahan yang memuat volume dan debit tumpahan, persebaran, eddy dan profil kecepatan logaritmik, sifat air laut, kondisi angin, perubahan konsentrasi fraksi dan waktu eksposisi. 3.4.1.1 Hidrodinamika Pola pergerakan arus yang berperan sebagai media penyebarluasan tumpahan minyak yang digunakan dalam parameter dasar adalah hasil luaran desain hidrodinamika yang terdiri atas pola arus musim barat dan musim timur. Gambar 10 Diagram alir desain tumpahan minyak 3.4.1.2 Penyebaran Fraksi minyak yang terdispersi di dalam kolom air perwaktu dihitung sebagai fraksi yang hilang di permukaan laut, pada kondisi tidak ada gelombang pecah dan dihitung menggunakan persamaan 21, 22, 23 dan 24. 41 Koefisien dispersi yang digunakan proporsional terhadap arus dengan nilai arah longitudinal dan transversal masing-masing 1 dan 0.1 sedangkan dalam arah vertikal dianggap kecil karena dispersi minyak lebih disebabkan oleh arah longitudinal dan transversal dibandingkan arah vertikal 3.4.1.3 Sumber tumpahan Sumber tumpahan ini memuat lokasi tumpahan dan volume tumpahan pada titik-titik rawan tumpahan minyak seperti di alur pelayaran Kepulauan Seribu. Potensi tumpahan (Tabel 5) disesuaikan dengan volume jenis kapal tanker yang berlayar pada waktu model diskenariokan dengan asumsi untuk kapal tanker memuat jenis minyak yang berbeda. Tabel 5 Petensi, lokasi, volume, debit dan lama tumpahan minyak Lama Potensi Musim Barat Timur Volume Debit Tumpahan Tumpahan Bujur (BT) Lintang (LS) (m^3) (m^3/s) (menit) kapal bocor 106º34.8672’ 5 º 50.4868 15,451.24 0.15 1,716.80 Kandas 106 º 34.6750’ 5 º 46.7160 13,343.41 0.10 2,223.90 piva 106 º 40.9095’ 06 º 00.5949 2,385.00 0.05 795.00 kapal bocor 106.34.8672’ 5 º 50.4868 24,442.02 0.15 2,715.78 Kandas 106 º 34.6750’ 5 º 46.7160 14,183.75 0.10 2,363.96 sumur 106 º 22.3425’ 5 º 32.4214 25,920.00 0.10 4,320.00 Sumber: dimodifikasi dari ADPEL Tanjung Priok 2008 3.4.1.4 Eddy dan profil kecepatan logaritmik Profil kecepatan logaritmik terkait dengan profil arus secara horizontal yang dipengaruhi oleh gesekan terhadap permukaan dasar laut dengan nilai konstan 0.1. 3.4.1.5 Sifat air laut Parameter air laut yang digunakan adalah suhu dan salinitas air laut pada daerah model dengan menggunakan data suhu yang diperoleh dari ECMWF dengan profil seperti pada (Gambar 11) dengan salinitas dianggap konstan pada 35.5 psu 42 a b Gambar 11 Profil perubahan temperatur air laut pada musim barat (a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli 2008 3.4.1.6 Kondisi angin Parameter angin yang digunakan adalah terdiri atas komponen arah dan kecepatan dengan menggunakan persamaan 62 da 63 seperti pada desain hidrodinamika seperti yang terlihat pada Gambar 9. 3.4.1.7 Perubahan konsentrasi fraksi Parameter ini digunakan untuk melihat laju perubahan konsentrasi fraksi minyak dengan nilai 100 mm (Star Energy 2004) 3.4.2 Parameter Tumpahan Minyak 3.4.2.1 Sifat udara Parameter udara meliputi suhu dan tingkat tutupan awan yang diambil dari ECMWF. Dengan profil suhu udara disajikan Gambar 12 dan tutupan awan disajikan pada Gambar 13. 43 Gambar 12 Profil temperatur udara pada musim barat (a) dan musim timur (b) Gambar 13 Presentase tutupan awan musim barat(a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli 2008 3.4.2.2 Transpor bahang Transfer bahang antara udara dan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan 30. Nilai konstanta bahang yang digunakan dalam model ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Konstanta transfer bahang Keseimbangan emissivitas emissivitas emissivitas konstanta bahang Albedo minyak air udara evaporasi Konstanta 0.14 0.82 0.95 0.82 0.029 Sumber: Star Energy. 2004. 3.4.2.3 Emulsifikasi Pendekatan yang dilakukan adalah melalui persamaan empiris dari prilaku emulsifikasi pada kondisi alami. 44 Tabel 7 Konstanta emulsifikasi Minyak Konstanta Emulsifikasi Bensin Diesel mentah Aftur Kandungan air maksimum(wt %) 0.8 0.8 0.8 0.8 Kandunmgan aspal (wt%) 1 1 1 1 Kandungan Wax (wt %) 2 2 5.7 2 konstanta (k1) air masuk 5.0E-07 5.0E-07 5.0E-07 5.0E-07 Kostanta (k2) air keluar 1.2E-04 1.2E-04 1.2E-04 1.2E-04 Sumber: Star Energy 2004. Perhitungan perubahan kandungan air didalam minyak dapat dihitung melalui persamaan 27. Tabel 7 menyajikan konsatanta emulsifikasi yang digunakan dalam model tumpahan minyak. 3.4.2.4 Dissolusi Dengan menggunakan asumsi bahwa konsentrasi sebenarnya hidrokarbon terhadap kelarutannya, maka laju kelarutan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan 25. Nilai koefisien transfer massa dan tegangan antar permukaan minyak dan air disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Koefisein transfer massa dan tegangan permukaan antara minyak dan air Minyak Koefisien dissolusi dan entrainment bensin Diesel mentah 2.36E- aftur 2.36E- Koefisien transfer massa 06 2.36E-06 2.36E-06 06 Tegangan permukaan air dengan minyak 35.2 29.9 47.2 35.2 Sumber: Star Energy. 2004. 3.4.2.5 Karakteristik minyak Karakteristik minyak dibagi dalam delapan fraksi minyak yang ditentukan oleh karakteristik dari destilasi (titik didih) dan struktur kimia minyak (alkana atau aromatik). Kedelapan fraksi minyak tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. 45 Tabel 9 Karakteristik fisik dan kimia dari tiap fraksi minyak vis Titik mmol didih [g/mole] [ (Parafin) 69-230°C 128 C13-C25 230- (Parafin) 405°C (sikloparafin) 70-230°C C13-C23 230- (sikloparafin) Jenis 100°F ] [cs] Tekanan uap [mm/Hg] [ 715 0.536 10(6.94-1417.61(t+202.17)) 29.9 268 775 4.066 10(7.01-1825.05(t+149.76)) 35.2 124 825 2 10(6.91-1441.79(t+204.7)) 29.9 405°C 237 950 4 10(6.99-1893.78(t+151.82)) 35.2 (Aromatik) 80-240°C 110.5 990 0.704 10(6.91-1407.34(t+208.48)) 32.4 C12-C18 240- (Aromatik) 400°C 181 1150 6.108 10(6.97-1801.00(t+162.77)) 29.9 >400°C 600 1050 458 0 47.2 ] C6-C12 C6-C12 C6-C11 Residu (heterosiklis) Sumber: DHI Water & Environment. 2007 Komponen fraksi untuk tiap jenis minyak yang diskenariokan mengalami tumpahan di perairan Kepulauan Seribu dirangkum dalam Tabel 10. Tabel 10 Komponen fraksi tiap jenis minyak Minyak No 1 2 3 4 5 6 7 8 Sifat Minyak C6-C12 (Parafin) C13-C25 (Parafin) C6-C12 (sikloparafin) C13-C23 (sikloparafin) C6-C11 (Aromatik) C12-C18 (Aromatik) C9-C25 (Naphtheon) Residu Reff Temp Viscositas Suhu minyak Sumber: Star Energy. 2004. Aftur(%) mentah(%) Diesel(%) Bensin(%) 0 32.7 0 0 0 24.1 0 0 -20 8 25 5.1 3.78 0 16.2 1.8 0 4.1 73.12 40 4.05 25 14.7 0 34.2 0 9.1 0 42.4 0 20 6.94 25 30 0 50 0 20 0 0 0 0 0 25 Dari desain tumpahan minyak diperoleh konsentrasi minyak total, emulsifikasi, penguapan, disolusi, dispersi vertikal, perubahan konsentrasi fraksi dan waktu pemaparan. 46 halaman ini sengaja dikosongkan 47 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Model Hidrodinamika Hasil simulasi menggunakan modul analisis tumpahan minyak pada program Mike 2007 (DHI 2007) menunjukkan bahwa model hidrodinamika perairan Kepulauan Seribu bervariasi antara musim barat dengan musim timur. Pola hidrodinamika yang diamati setiap musimnya mengacu pada pola pasang surut perairan Kepulauan Seribu, yang meliputi: pasang tertinggi, surut terendah, pasang menuju surut pada kondisi MSL (Mean Sea Level) dan surut menuju pasang pada kondisi MSL. Kondisi pola pasang surut dalam hidrodinamika digunakan untuk membandingkan pola arus pada setiap kodisi pasut yang berpengaruh terhadap pola sebaran tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. 4.1.1 Musim Barat Pola arus pada saat kondisi surut terendah (Gambar 14) memperlihatkan bahwa tinggi muka air relatif sama dengan kisaran 0-6.8 cm sehingga tidak ada perbedaan tinggi muka air yang signifikan yang terjadi pada daerah model. Daerah intertidal memperlihatkan dengan jelas yang ditandai dengan warna kuning sebagai daerah genangan yang mengalami kekeringan saat kodisi surut. Kondisi angin pada musim barat terlihat pada windrose Gambar 14 dengan 10% dalam kondisi tenang. Angin dominan bergerak ke timur dengan kecepatan bervariasi 12% dengan kecepatan 3.8-5.1 m/s, 22% dengan kecepatan 5.1-6.4 m/s, 10% dengan kecepatan 6.4-7.7 m/s serta sekitar 2 % dengan kecepatan diatas 7.7 m/s. Pola arus yang terbentuk pada kondisi surut dominan dipengaruhi oleh pola kondisi pasang surut dengan perbedaan level muka air yang tidak signifikan, pengaruh pola musiman tidak cukup berpengaruh dalam pembetukan pola arus di Kepulauan Seribu. 48 Gambar 14 Pola hidrodinamika pada kondisi surut Pola arus permukaan pada kondisi surut (Gambar 14) memperlihatkan bahwa pola arus bergerak dominan oleh pengaruh pola perambatan pasang surut yang begerak ke arah timur laut meskipun pada saat itu angin bertiup ke arah barat. Dari pola arus pada musim barat menunjukkan bahwa pola pergerakan arus permukaan dipengaruhi dominan oleh perambatan pasang surut. 49 Gambar 15 Pola hidrodinamik pada kondisi MSL surut menuju pasang Pada saat dalam kondisi MSL surut menuju pasang (Gambar 15), pasang surut merambat dari timur ke barat dari bidang batas terbuka sehingga arus merambat mengikuti perambatan pasut dengan kecepatan maksimun 0.5 m/s. genangan air laut mulai naik ditandai dengan semakin menyempitnya daerah yang berwarna kuning pada daerah sekitar pantai jika dibandingkan dengan kondisi pada saat surut terendah. 50 Gambar 16 Pola hidrodinamik pada kondisi pasang Pada saat kondisi pasang (Gambar 16) pola arus permukaan bergerak dari timur ke barat yang bersesuaian dengan pola gerakan angin pada saat tersebut, pasang surut merambat bergerak ke arah barat dengan pola arus yang dekat dengan pantai utara daratan Pulau Jawa bergerak ke arah barat mengikuti pergerakan pasang surut. Pada kondisi ini daerah intertidal terendam oleh air pasang yang ditandai dengan daerah berwarna kuning yang tidak ditemukan pada pesisir pantai. 51 Gambar 17 Pola hidrodinamik pada kondisi MSL pasang menuju surut Pola arus pada kondisi MSL pasang menuju surut (Gambar 17) bervariasi oleh pengaruh pasut dan angin serta keberadaan pulau-pulau kecil dimana ditemukan pola arus yang lebih tinggi pada celah antara pulau, pasang surut merambat dari timur ke barat. Indikasi bawha air mulai mengalami surut juga terlihat pada daerah yang berwarna kuning didekat pantai yang menandakan daerah intertidal mengalami kekeringan. Secara umum pada musim barat pola 52 arus bergerak ke barat di laut lepas sedangakan pada daerah dekat dengan garis pantai kecepatan arus cenderung melemah. 4.1.2 Musim Timur Hasil model hidrodinamika perairan Kepulauan Seribu pada Bulan Juli 2008 yang mewakili musim timur pada kodisi perairan dalam kondisi Surut menuju pasang disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Pola hidrodinamika pada saat kondisi msl surut menuju pasang Pola arus permukaan bergerak ke arah barat daya pada bidang batas terbuka di Kepulauan Seribu, pada daerah dekat dengan pulau-pulau di gugusan Kepulauan Seribu arus relatif lebih tenang dengan kondisi pasut bergerak ke arah barat daya. Pola arus bergerak mengikuti pola perambatan pasut sehingga terlihat 53 bahwa pengaruh musiman pada kondisi surut tidak signifikan mempengaruhi pola gerakan arus yang berpengruh pada pola sebaran tumpahan minyak yang terjadi. Gambar 19 Pola hidrodinamik pada kondisi pasang Pola arus Kepulauan Seribu pada saat pasang memperlihatkan arus bergerak ke arah barat mengikuti pola perambatan pasut sehingga menunjukkan bahwa dominan membangkitkan arus adalah pasang surut dimana pada kondisi itu angin bertiup ke arah timur (Gambar 19). Tinggi muka air perairan Kepulauan Seribu berda pada kisaran 0.4-0.6 cm di atas permukaan laut rata-rata pada kondisi pasang sehingga terlihat pada Gambar 19 bahwa air laut menggenangi seluruh daerah intertidal. Pola angin pada Bulan Juli yang mewakili musim timur memperlihatkan bahwa angin dominan bertiup ke barat dengan kecepatan dominan antara 2.8-3.7 m/s sekitar 12% disusul dengan angin dengan kecepatan diatas 4.6 m/s dengan persentase sekitar 8% dan kondisi laut tenang 10%. 54 Gambar 20 Pola hidrodinamika pada kondisi pasang menuju surut Gambar 20 menyajikan pola hidrodinamika Kepulauan Seribu pada musim timur dalam kondisi mean sea level (MSL) pasang menuju surut. Pola arus permukaan yang terbentuk memperlihatkan bahwa arus begerak meninggalkan bidang batas yang bergerak dari utara pada domain model terbuka sebelah barat kemudian berbelok ke arah barat daya mengikuti pola penjalaran pasut dimana pada sisi barat daya dari model mempunyai tinggi level air yang lebih rendah dari bagian lain pada perairan Kepulauan Seribu. Bagian intertidal yang masih tergenang juga masih terlihat dari daerah yang ditandai warna kuning pada daerah sisi pulau yang mana daerahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi pada saat surut karena masih tergenang sebagin dari perambatan pasut yang beralih dari pasang ke surut. 55 Gambar 21 Pola hidrodinamik pada kodisi surut Arus permukaan pada saat surut terendah (Gambar 21) memperlihatkan bahwa arus bergerak ke arah timur dengan kondisi pasang surut yang stabil dengan tinggi permukaan laut homogen dari pantai utara Jakarta hingga laut lepas. Kondisi kecepatan arus yang kecil pada daerah sekitar pantai Utara Jakarta dan daerah yang terhalang oleh Gugusan Kepulauan Seribu. Pada sisi selatan domain model bagian barat terlihat bahwa permukaan air laut sedikit lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya dengan -0.38-0.27 m dibawah mean sea level yang memperlihatkan bahwa level muka air masih bergerak ke arah surut yang merupakan sisa dari fase pasang surut sebelumnya. Pada perairan selat sekitar Pulau Pari didapatkan anomali tinggi muka air yang berbeda dengan periaran sekitarnya pada saat surut ini disebabkan oleh penurunan muka air yang cepat menyebabkan massa air terjebak dalam selat. 56 4.2 Verifikasi Hidrodinamika 4.2.1 Verifikasi Pasut Verifikasi pasang surut antara hasil model dengan data dari BAKOSURTANAL memperlihatkan korelasi yang cukup baik untuk musim barat dengan tingakat korelasi 97.17%, sedangkan untuk musim timur dengan tingkat korelasi 93.30%, halini mengindikasikan bahwa hasil model hidrodinamika yang dibuat mendekati kodisi sebenarnya yang terjadi di daerah penalitian yaitu Kepulauan Seribu. Hasil korelasi antara pasang surut hasil model dengan pasang surut hasil prediksi dapat dilihat pada Gambar 22 untuk musim barat dan Gambar 23 untuk musim timur yang masing-masing diwakili oleh Bulan Januari dan Bulan Juli tahun 2008. 1 0.5 Observasi (m) Model (m) 0 -0.5 -1 Gambar 22 Grafik pasang surut antara model dengan data Bakosurtanal selama 2 minggu perekaman Bulan Januari di musim barat 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 Observasi… Model(m) Gambar 23 Grafik pasang surut antara model dengan data Bakosurtanal selama 2 minggu perekaman di Bulan Juli di musim timur 57 4.2.2 Verifikasi Arus Hasil verifikasi arus memperlihatkan bahwa kecepatan arus hasil model memperlihatkan tingkat korelasi yang tinggi antara arus hasil pengukuran dengan arus hasil model yang di ambil pada titik 106⁰36,635' BT, 5⁰51,756'LS. 0.1 0.08 Komponen V (m/s) 0.06 0.04 0.02 0 -0.02 -0.04 -0.06 -0.08 -0.1 -0.1 -0.05 0 0.05 Komponen U (m/s) 0.1 0.15 Gambar 24 Pola sebaran arus hasil pengukuran(○) dan arus hasil model(○) berdasarkan komponen U dan V. Komponen zonal (timur-barat) memperlihatkan tingkat standar galat sebesar 0.016 sedangkan untuk komponen meredional (utara-selatan) standar galat 0.036. hasil ini memperlihatkan bahwa arus permukaan pada domain model hasil pemodelan memiliki kesesuaian dengan kondisi sebenarnya di lapangan sehingga pemodelan tumpahan minyak pada daerah domain model dapat memperlihatkan kondisi yang bersesuain (Gambar 24). Menurut Hadi dan Hamzah (2000) pengaruh angin dan arus laut memainkan peranan yang penting dalam pergerakan tumpahan minyak di laut. 58 4.3 Pola Sebaran Tumpahan Minyak Sebaran tumpahan minyak yang dimodelkan dalam tulisan ini adalah terdiri atas: minyak mentah, bensin, aftur dan diesel sedangkan yang disajikan dalam bagian ini adalah minyak mentah yang mewakili pola sebaran tumpahan minyak jenis yang lainnya. Pola sebaran tumpahan minyak jenis bensin, aftur, dan diesel pada dasarnya mengikuti pola yang sama dengan miyak mentah karena sebaran polutan pada permukaan mengikuti pola hidrodinamika. Perbedaan terletak pada intensitas proses pelapukan dan kelembaman sebaran oleh densitas jenis minyak yang berbeda. Pola sebaran tumpahan minyak bensin, aftur dan diesel secara keseluruhan akan dibahas pada bagian berikutnya dan tampilan visual pola sebaran tumpahan minyak akan disajikan dalam bentuk format *.avi dalam bentuk VCD yang dilampirkan sebagai bagian dari tulisan ini. 4.3.1 Musim Barat 4.3.1.1 Keadaan awal Kondisi awal dari pola sebaran tumpahan minyak diskenariokan oleh tumpahan minyak pada 3 titik (Gambar 25). Titik A Tabrakan kapal Tanker (106°34.87', 5°50.49'), Titik B Kapal tanker yang kandas (106°34.68', 5°46.72') dan titik C oleh saluran pipa yang bocor (106°22.34', 5°32.42'). Jenis tumpahan minyak yang tumpah adalah minyak mentah dengan volume dan debit tumpahan masing-masing pada titik A (15,451.24 m3 dan 0.15 m3/s), B (13,343.41 m3 dan 0.10 m3/s) dan C (2,385 m3 dan 0.05 m3/s). Kondisi hidrodinamika pada awal saat terjadi tumpahan minyak berada pada posisi pasang surut dalam kondisi pasang dengan level muka air 0.25 m di atas mean sea level seperti pada Gambar 25, arus permukaan pada bagian barat gugusan kepulauan Seribu bergerak ketimur dan bergerak keutara setelah mencapai Pulau Karang Pandang. Pada pesisir utara Pulau Jawa yang masuk domain model adalah kondisi arus permukaan > 0.05 m/s. 59 Gambar 25 Pola sebarang tumpahan minyak mentah pada kondisi awal kejadian dimusim barat 4.3.1.2 Kondisi MSL (pasang menuju surut) Perairan Kepulauan Seribu diskenariokan terjadi tumpahan minyak pada tiga lokasi pada pola sebaran tumpahan minyak jenis minyak mentah seperti ditampilkan Gambar 26. Tumpahan minyak bersumber dari titik A bergerak ke timur laut kemudian berbelok ke utara mengikuti pola pergerakan arus permukaan 60 di lokasi terjadinya kebocoran oleh tabrakan kapal tanker dengan jarak sekitar 6 km dari titik tumpahan dengan selang waktu 7.5 jam setelah tumpahan. Gambar 26 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (pasang menuju surut) setelah 7.5 jam pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak oleh akibat dari kapal tanker yang kandas di pesisir Pulau Karangberas (titik B 106°34.68' BT, 5°46.72' LS) menyebar bergerak ke utara melewati selat antara Pulau Karangberas dengan Pulau Air. 61 Sebaran mengikuti pola pergerakan arus permukaan oleh pengaruh pasut yang berada pada kondisi menuju surut dengan jarak sebaran dari titik sumber sekitar 4 kilometer pada selang waktu 7.5 jam. Lebar sebaran juga bertambah dengan bertambahnya jarak dari lokasi tumpahan yang mencapai sekitar 500 m. Hal ini berdampak pada luas sapuan yang dilewati oleh tumpahan minyak karena ketebalan lapisan minyak menurun oleh proses penyebaran. Skenario pipa yang bocor dekat dengan Teluk Jakarta (titik C 106°22.34' BT, 5°32.42'LS) belum memperlihatkan sebaran karena pola arus permukaan yang relatif kecil sehingga minyak yang keluar masih menumpuk pada titik kebocoran. Jenis minyak mentah mempunyai sifat kelembaman yang lebih tinggi untuk melakukan spreading dibandingkan dengan jenis minyak yang lain karena mempunyai tegangan permukaan yang lebih tinggi sehingga pada kondisi ideal tanpa arus pola sebaran cenderung lebih lambat dari jenis minyak lain yang diskenariokan. 4.3.1.3 Kondisi surut Pola sebaran tumpahan minyak jenis minyak mentah kondisi surut pada musim barat yang diskenariokan pada Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 27. Pola sebaran tumpahan minyak yang bersumber dari titik A oleh tabrakan kapal tanker (106°34.87' BT, 5°50.49' LS) pada awalnya bergerak ke arah timur laut bergerak ke utara dan menyapu lokasi titik tumpahan kapal yang kandas pada titik B dengan jarak sekitar 9 km dari titik sumber tumpahan. Luas daerah sapuan oleh sebaran tumpahan juga meningkat dari titik tumpahan hingga ujung sebaran oleh pengaruh gerakan arus permukaan pada daerah model namun belum mencapai daerah pesisir dari pulau di Kepulauan Seribu. Ketebalan lapisan minyak yang menyebar mencapai 100 mm dengan lebar daerah sapuan mencapai 1 km. Skenario tumpahan minyak oleh kapal yang kandas dipesisir Pulau Karangberas yang ditandai dengan titik B pada Gambar 27 dan pola sebaran tumpahan minyak jenis minyak mentah memperlihatkan bahwa pada saat menjelang surut bergerak ke utara berubah pada saat surut bergerak ke barat laut hingga jarak 3 km. Penyebaran bergerak ke utara mendekati pesisir Pulau Kotok 62 Besar setelah hari kedua terjadinya tumpahan dengan jarak dari titik tumpahan sekitar 9 km dengan lebar sapuan pada sekitar 500 m dengan ketebalan lapisan yang mencapai 150 mm. Pembelokan arah gerakan pola sebaran tumpahan ke utara mengikuti pola gerakan pasut pada saat surut dengan massa air meninggalkan pesisir pulau utama menuju laut lepas di Laut Jawa. Gambar 27 Pola sebaran tumpahan minyak mentah musim barat pada kondisi surut (setelah 12 jam) pada musim barat 63 Lapisan minyak oleh akibat skenario tumpahan minyak pada kebocoran pipa distribusi pada perairan dekat Teluk jakarta bergerak ke barat mengikuti pola gerakan arus permukaan pada daerah model yang mengikuti pesisir utara Pulau Jawa dengan jarak sekitar 1 km dari titik sumber tumpahan. Hal ini disebabkan oleh karena arus pada daerah dekat pantai hasil model hidrodinamika sangat kecil. Ketebalan lapisan minyak juga cukup besar karena tidak banyak energi yang mempengaruhi penyebaran dari lapisan tumpahan minyak. 4.3.1.4 Kondisi MSL (surut menuju pasang) Gambar 28 menyajikan pola sebaran tumpahan minyak musim barat pada kondisi MSL (surut menuju pasang) di perairan Kepulaus Seribu pada Bulan Januri 2008 dengan skenario selama 15 hari. Hasil pemodelan pada titik A minyak total bergerak ke arah barat laut menyapu pesisir pantai Pulau Payung Besar dan pesisir selatan Pulau Tidung Kecil. Bagian lapisan tumpahan minyak yang bergerak ke utara pada kondisi surut menyapu Pulau Karangberas. Luas penyebaran meluas di selatan Pulau Tidung Kecil dengan ketebalan sekitar 50-80 mm. Pola sebaran tumpahan minyak oleh skenario tumpahan titik B memperlihatkan bahwa tumpahan minyak jenis minyak mentah bergerak membelok ke barat. Hasil model (Gambar 28) memperlihatkan bahwa sumber tumpahan telah habis sehingga tumpahan minyak telah begerak sejauh 6 km dari sumber tumpahan. Tumpahan minyak yang bergerak ke utara menyapu bagian selatan dari pulau Kotok Besar dengan ketebalan lapisan antar 0-30 mm. Sebaran tumpahan minyak yang bergerak mengikuti pantai utara Pulau Jawa bergerak ke barat dengan jarak sekitar 5 km dari sumber tumpahan titik C. Tumpahan ini sangat mengganggu ekosistem di pesisir utara Pulau Jawa yang berada di kawasan model karena pada saat kondisi menjelang pasang tumpahan minyak bergerak menyapu pantai yang tedapat beberapa ekosistem. 64 Gambar 28 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (surut menuju pasang) 18 jam setelah kejadian pada musim barat 4.3.1.5 Kondisi pasang Pola sebaran tumpahan minyak jenis minyak mentah pada perairan Kepulauan Seribu pada musim barat dalam kondisi pasang tertinggi disajikan pada Gambar 29. 65 Gambar 29 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi pasang (24 jam setelah tumpahan) pada musim barat Gambar 29 menunjukkan bahwa kondisi angin pada musim barat bertiup dominan dari timur ke barat dengan dominasi angin berkecapatan 5.1-6.4 m/s sekitar 12 % dan 20% kecepatan angin dalam kondisi tenang. 66 Sebaran tumpahan minyak di titik A telah menyapu daerah pantai dari Pulau Tidung Besar di bagian utara dan menyebar meluas di bagian selatan dari Pulau Tidung Kecil. Sebaran tumpahan miyak akibat dari tupahan oleh kapal yang kandas berada di sebelah barat dari Pulau Kotok Besar dengan ketebalan semakin menurun sekitar 27 mm, sedangkan tumpahan minyak akibat dari kebocoran pipa terus bergerak ke barat yang berjarak sekitar 10 km dari titik tumpahan. 4.3.2 Musim Timur 4.3.2.1 Kondisi awal Kondisi hidrodinamika kejadian awal tumpahan minyak pada musim timur diskenariokan terjadi pada bulan Juli 2008 disajikan pada Gambar 30. Kondisi perairan saat kejadian awal tumpahan minyak berada dalam kondisi surut dengan tinggi level muka air -0.4 m (dibawah muka air laut rata-rata) dengan kondisi arus permukaan dari utara gugusan Kepulauan Seribu bergerak ke arah selatan kemudian berbelok ke arah barat laut. Kondisi arus cukup tenang di daerah dekat dengan garis pantai utara Pulau Jawa. 4.3.2.2 Kondisi MSL(surut menuju pasang) Gambar 31 menyajikan pola sebran tumpahan minyak mentah di Perairan Kepulauan Seribu pada musim timur yang diwakili oleh bulan Juli 2008 dengan kondisi MSL (surut menuju pasang). Sumber tumpahan minyak yang berasal dari kebocoran kapal tanker di titik A bergerak ke barat daya mengikuti pola angin dan pola pergerakan arus permukaan. Pengaruh angin pada sebaran tumpahan minyak disebabakan oleh tumpahan minyak yang berada dipermukaan ini disebabkan oleh dispersi vertikal yang kecil sehingga sebagian besar tumpahan minyak berada dilapisan permukaan sehingga penyebarannya di pengaruhi olah arus permukaan dan angin. Arus bergerak menuju pasang dengan jarak sekitar 3 km dari titik terjadinya tumpahan dengan ketebalan lapisan minyak mencapai 130 mm pada bagian tengah dari sebaran tumpahan. Tumpahan minyak yang diakibatkan oleh skenario kapal tanker di titik B bergerak ke arah selatan dengan jarak sekitar 500 m dari titik sumber tumpahan. 67 Ketebalan lapisan minyak mencapai 136 mm dengan luas daerah sebaran sekitar 250x250 m. Gambar 30 Pola sebarang tumpahan minyak mentah musim timur pada kondisi awal di musim timur 68 Gambar 31 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (surut menuju pasang), 6 jam setelah kejadian pada musim timur. 4.3.2.3 Kondisi pasang Pola sebaran tumpahan minyak pada kondisi pasang pada musim timur disajikan pada Gambar 32. Tumpahan minyak yang bersumber dari titik A bergerak ke selatan dengan jarak sekitar 5 km dari sumber tumpahan mengikuti pola arus oleh perambatan pasut saat kondisi pasang. Kondisi ini masih cukup 69 aman karena sebaran tumpahan minyak masih berada di laut lepas dan belum mencapai daerah pesisir yang kaya akan sumber daya laut. Gambar 32 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi pasang (12 jam setelah kejadian) pada musim timur Skenario tumpahan pada titik B oleh memperlihatkan pola yang berbeda dengan pola pada titik A, dimana lapisan minyak bergerak ke barat mengikuti pola angin pada musim timur kemudian berbelok ke selatan di bagian selatan Pulau 70 Pramuka. Lapisan minyak bergerak dengan jarak sekitar 7 km dari titik sumber dengan ketebalan lapisan minyak pada bagian tengahnya mencapai 109 mm. Pola sebaran minyak dari titik C pada musim timur tidak memasuki domain model karena gerakan arus yang bergerak ke timur membuat lapisan tumpahan minyak bergerak ke timur keluar dari domain model. 4.3.2.4 Kondisi MSL (pasang menuju surut) Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada musim timur yang diwakili bulan juli 2008 pada Kepulauan Seribu pada kondisi MSL (pasang menuju surut) disajikan pada Gambar 33. Lapisan minyak pada titik A yang pada kondisi pasang bergerak ke selatan kemudian berbelok arah ke timur laut mengikuti pola perambatan pasut. Lapisan tumpahan minyak yang bergerak ke selatan setelah berbelok ke timur laut menyapu Pulau Tikus yang merupakan daerah sekitar daerah perlindungan laut barat daya Pulau Pari yang masuk daerah Kelurahan Pulau Pari. Lapisan tumpahan minyak dititk B di pesisir Pulau Karangberas bergerak ke timur kemudian berbelok ka utara mengikuti pola arus yang berbelok karena terhalang oleh adanya Pulau Sekati dan Pulau Peramuka. Pada kondisi ini sumber tumpahan minyak telah habis dan lapisan tumpahan minyak telah menyebar dengan jarak 15 km dari sumber tumpahan dengan ketebalan lapisan tumpahan antara 27 - 54 mm. 4.3.2.5 Kondisi surut Pola sebaran tumpahan minyak dalam kondisi surut disajikan pada Gambar 34. Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada titik A bergerak ke sebelah timur dari titik tumpahan menyapu Pulau Pari, Pulau Tengah, Pulau Burung dan Pulau Tikus. Sebaran tumpahan minyak dari skenario ini menyapu daerah perlindungan laut di sebelah barat daya Pulau Pari. Sebaran tumpahan minyak pada kodisi surut sebagian telah keluar dari domain model sehingga nasib dari tumpahan minyak sudah tidak teridentifikasi oleh model. Sebaran lapisan tumpahan minyak pada titik B bergerak ke arah timur laut dari titik sumber tumpahan minyak dan menyebar sampai batas utara dari domain model. Sebaran tidak melewati pulau di sekitar tumpahan sehingga tidak 71 mengganggu daerah perlindungan laut yang berbasis masyarakat di Pulau Karang. Pada konsisi ini sebagian dari tumpahan minyak telah melewati batas timur dari domain model. Gambar 33 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (pasang menuju surut) 18 jam setelah kejadian) pada musim timur 72 Gambar 34 Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi surut (24 jam setelah kejadian) pada musim barat 73 4.4 Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak Pola sebaran tumpahan minyak yang disajikan dalam bagian ini memperlihatkan pola sebaran tumpahan minyak pada 36 jam setelah terjadinya tumpahan minyak. Gambar 35 Pola sebaran tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim barat 74 Tumpahan minyak yang disajikan adalah tumpahan minyak total, sedangkan proses-proses yang terjadi pada minyak disajikan dalam bagian khusus yang terintegrasi dalam tulisan ini. Tumpahan secara keseluruhan dari proses awal terjadinya tumpahan hingga menghilang dari perairan domain model disajikan dalam bentuk DVD yang disertakan pada tulisan ini. 4.4.1 Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil 4.4.1.1 Musim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah dari hasil model disajikan pada Gambar 35. Tumpahan minyak memperlihatkan dominan bergerak ke arah barat dengan menyapu daerah bagian utara dan selatan Pulau Tidung Baru dan Pulau Tidung Kecil serta daerah bagian selatan Pulau Karangberas dan Pulau Karangpandang. Tumpahan minyak dari titik C bergerak menyusuri daerah pantai utara Jakarta ke arah barat. Tumpahan minyak yang terjadi oleh skenario di Kepulauan Seribu meninggalkan domain model setelah hari ke 9 setelah terjadinya tumpahan. 4.4.1.2 Musim timur Skenario tumpahan minyak untuk musim timur disimulasikan pada Bulan Juli 2008 dengan lama simulasi 10 hari (Gambar 36). Tumpahan minyak titik A dan titik B menyebar pada daerah lokasi domain model di sekitar Pulau Pari yang bergerak ke timur. Pada musim timur sebarang tumpahan minyak menghilang dari perairan domain model setelah hari ke 8 dari awal terjadinya tumpahan. Hasil model pada grid koordinat (600,1240) memperlihatkan bahwa untuk jenis minyak mentah 45.21% dari ketebalan total mengalami emulsifikasi pada saat 25 jam setelah mengalami tumpahan dengan kemampuan emulsifikasi yang menurun dengan meningkatnya waktu ini terlihat dari persentase setelah jam ke 37 emulsifikasi menurun menjadi 45%. Evaporasi minyak pada lokasi koordinat (600,1240) dari hasil model menunjukkan bahwa tingkat evaporasi dari minyak mentah 1.4% pada jam ke 25 setelah terjadinya tumpahan minyak dan meningkat terhadap waktu dengan tingkat evaporasi meningkat menjadi 2% pada jam 37. Data ini menunjukkan 75 bahwa proses emulsifikasi berlawanan dengan proses evaporasi untuk jenis minyak mentah. Gambar 36 Pola sebaran tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim timur Meningkatnya proses evaporasi ini disebabkan oleh menurunnya emulsifikasi sehingga partikel minyak yang lepas oleh akibat emulsifikasi menurun yang berdampak pada tingkat densitas minyak cenderung lebih tinggi 76 jika dibandingkan setelah mengalami emulsifikasi, karena emulsifikasi menyebabkan lepasanya partikel minyak yang bercampur dengan air sehingga densitas meningkat yang berakibat pula pada evaporasi yang menurun hal ini berlaku sebaliknya dimana bila proses emulsifikasi rendah maka evaporasi meningkat (Prentki 2004). Meningkatnya persentasi tingkat evaporasi dapat disebabkan oleh akibat meningkatnya suhu udara pada saat jam ke 37. Tumpahan minyak yang keluar dari bidang batas model pada musim timur dibagi dalam 3 garis batas yakni batas sebelah barat yaitu garis dari titik (0,424) hingga titik (0,1771) yang mana pada batas ini ketebalan lapisan minyak crude oil yang keluar mencapai ketebalan 26,3 cm. lapisan minyak yang tebal ini bersumber dari titik C (tumpahan oleh akibat kebocoran pada sumur pengeboran dekat dengan garis batas barat). Bidang batas sebelah utara ketebalan lapisan minyak mentah melewati bidang batas ini hingga keluar domain model mencapai 17.8 cm. Batas sebelah timur dari model dilewati oleh minyak mentah dengan ketebalan 68.6 cm terjadi karena minyak yang tumpah bergerak ke arah timur dan garis batas ini berdekatan dengan dua titik skenario tumpahan di titik A dan titik B dengan volume tumpahan yang cukup besar. 4.4.2 Pola Sebaran Tumpahan Bensin 4.4.2.1 Musim barat Pola sebaran tumpahan minyak jenis bensin yang ditampilkan adalah pola tumpahan total, sedangkan proses pelapukan dibahas pad sub bab yang lain. Gambar 37 yang ditampilkan pada kondisi tumpahan minyak dari sumber telah habis dan belum ada tumpahan minyak yang keluar dari bidang batas domain model (48 jam setelah kejadian), sedangkan gambar secara keseluruhan (10 hari simulasi) ditampilkan dalam bentuk file yang telah dikonvesi kedalam format avi. Pola sebarang tumpahan bensin mengikuti pola gerakan dari hidrodinamika daerah model dengan kecendrungan bergerak ke arah timur. Sebaran mencapai daerah pantai sebelah utara dan selatan Pulau Tidung Kecil dan Pulau Tidung Besar serta pantai sebelah selatan Pulau Karangberas dan Pulau Karangpandang. Selanjutnya sebaran bergerak ke arah barat hingga mencapai garis batas model 77 sebelah barat. Skenario tumpahan minyak dari titik C pada daerah dekat Teluk Jakarta bergerak ke arah barat menyusuri Pantai Utara Jakarta hingga Banten dan keluar daerah model pada bidang batas sebelah barat. Tumpahan bensin membutuhkan waktu sekitar 8 hari untuk bersih dari domain model akibat proses pelapukan dan proses hidrodinamika. Gambar 37 Pola sebaran Tumpahan bensin (48 jam setelah kejadian) pada musim barat 78 Pada bidang batas sebelah barat yaitu garis dari titik (0,424) hingga titik (0,1771) ketebalan bensin yang melewati bidang batas mencapai 36.12 cm. sedangkan pada bidang batas sebelah utara 193 cm. Tingginya ketebalan minyak pada batas utara ini disebabkan oleh karena bensin yang diskenariokan mengalami tumpahan tumpang tindih antara minyak dari titik A dan titik B sehingga mengalami penumpukan di bidang batas sebelah Utara. Pada bidang batas sebelah timur tidak terjadi tumpahan minyak yang melewati bidang batas ini karena disebabkan oleh gerakan tumpahan minyak bergerak ke barat. 4.4.2.2 Musim timur Tumpahan minyak jenis bensin pada musim timur bergerak ke arah timur mengikuti gerakan arus permukaan dan pola angin(Gambar 38). Jenis minyak ini mengalami penguapan cepat sehingga beberapa waktu setelah mengalami tumpahan sisa ketebalan lebih tipis dibandingankan dengan minyak mentah. Gerakan tumpahan minyak oleh hasil skenario model pada musim timur diwakili Bulan Juli bergerak ke arah timur dan menyapu sebagian besar pantai pulaupulau di daerah Kepulaun Seribu yaitu sebelah utara Pulau Pari, sebelah utara Pulau Tidung Kecil dan Pulau Tidung Besar serta sebelah selatan Pulau Karangberas dan Pulau Karangpandang. Tumpahan minyak juga mencapai pulaupulau kecil di sekitar Pulau Pari yaitu Pulau Tengah, Pulau Burung dan Pulau Tikus. Tumpahan bensin hilang dari domain model pada musim timur setelah 84 jam, ini karena Janis bensin yang tersisa pada daerah model yang tidak keluar pada bidang batas cepat mengalami penguapan pada suhu lingkungan. Ketebalan lapisan bensin yang melewati bidang batas pada musim timur yaitu untuk batas barat dengan garis dari titik koordinat (0,242) hingga titik (0,1771) tidak ada. Pada batas utara pada koordinat titik (0,1771) ke (1380,1771) ketebalan bensin yang melewati bidang batas ini adalah maksimal 14.1 cm dan pada batas timur pada garis batas barat daerah model dari titik (1380,218) hingga titik (1380,1771) ketebalan adalah 31.8 cm. Pola sebaran tumpahan minyak pada Kepulauan Seribu hasil model yang disajikan pada hari ketiga setelah terjadinya tumpahan disajikan pada Gambar 38. 79 Gambar 38 Pola sebaran tumpahan bensin (48 jam setelah kejadian) pada musim timur 80 4.4.3 Pola SebaranTumpahan Aftur 4.4.3.1 Musim barat Gambar 39 menyajikan pola sebaran tumpahan aftur pada musim barat bergerak ke arah barat dengan sumber dari titik A dan titik B mencapai daerah pantai pulau-pulau di sebelah barat dari Kepulauan Seribu. Tumpahan minyak ini menyapu daerah pantai sebelah selatan dari Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil serta bagian selatan dari Pulau Karangpandang. Tumpahan minyak yang bersumber dari titik C bergerak ke arah barat menyusuri Pantai Utara Jakarta hingga pantai utara Banten yang masuk dalam lokasi skenario model hinggga keluar dari batas model pada bidang batas sebelah barat. Tumpahan aftur mengalami proses penguapan yang cepat sehingga ketebalannya menurun dengan cepat dan menghilang dari domain model setelah hari ke-5 dari model yang dirancang pada Bulan Januari untuk musim barat. Tumpahan aftur melewati bidang batas mencapai ketebalan 67.1 cm pada sisi barat dari model yang dibatasi oleh garis (0,242), (0,1771), dan ketebalan aftur yang melewati bidang batas utara (0,1771), (1380,1771) adalah 36.2 cm. Tumpahan aftur tidak melewati batas sebelah timur yaitu garis yang menghubungkan titik (1380,218) dengan titik(1380,1771) karena pada musim barat tumpahan minyak bergerak ke arah barat. 4.4.3.2 Musim timur Tumpahan aftur pada musim timur (Gambar 40) bergerak cepat ke arah timur sehingga tumpahan minyak telah menghilang dari perairan lokasi model setelah hari ke-4. Singkatnya waktu proses menghilang tumpahan disebabkan oleh skenario tumpahan minyak yang dibuat dekat dengan bidang batas timur yang mana arus permukaan pada musim timur hasil skenario model bergerak ke timur. Tumpahan aftur menyapu daerah sebelah utara dan selatan dari Pulau Pari dan pulau pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Tikus, Pulau Burung dan Pulau Tengah. Tumpahan aftur juga mengenai bagian selatan dari Pulau Air dari titik B (skenario aftur yang tumpah oleh akibat kapal tanker yang kandas). Pada musim timur yang diwakili oleh Bulan Juli 2008 tumpahan aftur yang melewati bidang batas barat dan timur adalah nihil. Hal ini di sebabkan oleh 81 tumpahan aftur bergerak ke arah timur dengan ketebalan yang melewati bidang batas keluar dari daerah model masih mencapai ketebalan 63.3 cm. Gambar 39 Pola sebaran tumpahan aftur (48 jam setelah kejadian) pada musim barat 82 Gambar 40 Pola sebaran tumpahan aftur (48 jam setelah kejadian) pada musim timur 4.4.4 Pola Sebaran Tumpahan Diesel 4.4.4.1 Musim barat Pola tumpahan diesel pada musim barat yang bersumber dari titik A dan titik B memperlihatkan bahwa tumpahan minyak bergerak ke barat menyapu daerah pantai sebelah selatan dari Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil serta bagian selatan dari Pulau Karangpandang (Gambar 41). Tumpahan diesel 83 dari titik C bergerak ke barat menyusuri pantai utara Jakarta hingga Banten dan mencapai batas barat hingga keluar dari domain model. Ketebalan diesel setelah melewati batas barat dari kebocoran pipa ini tidak mencapai 5 mm karena proses pelapukan terus terjadi dari awal terjadinya tumpahan. Gambar 41 Pola sebaran tumpahan minyak diesel (48 jam setelah kejadian) pada musim barat 84 Pemantauan pada bidang batas memperlihatkan bahwa fluks diesel yang melewati bidang batas umumnya meninggalkan domain model melewati batas bagian barat, sedangkan pada batas sebelah timur nihil dan sedikit pada batas sebelah utara ini diakibatkan oleh pergerakan minyak yang cenderung bergerak ke arah barat. Gambar 42 Pola sebaran tumpahan minyak diesel (48 jam setelah kejadian) pada musim timur 85 4.4.4.2 Musim timur Tumpahan minyak pada musim timur umumnya bergerak ke timur hingga ke utara dengan melewati perairan sebelah timur Pulau Pramuka. Tumpahan minyak mencapai pantai sebelah utara dan selatan dari Pulau Pari dan pulau pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Tikus, Pulau Burung dan Pulau Tengah. Skenario tumpahan minyak diesel pada Gambar 42 menampilkan total tumpahan minyak setelah 2 hari yang mencapai ketebalan 13 cm. Hal ini karena proses pelapukan yang terus berlangsung pada minyak diesel yang tumpah. Minyak diesel telah habis dari daerah domain model setelah 4 hari karena skenario terjadinya tumpahan yang dekat dengan bidang batas sebelah timur dimana minyak bergerak ke timur. Minyak diesel yang tumpah dari titik A dan titik B melewati bidang batas timur dan utara sedangkan bidang batas barat nihil. Tumpahan minyak yang disebabkan oleh skenario pipa bocor tidak terlihat karena langsung meninggalkan bidang batas timur sehingga segera setelah tumpah meniggalkan domain model. 4.4.5 Konsentrasi Tumpahan Minyak Konsentrasi tumpahan minyak pada tulisan ini merupakan konversi dari ketabalan lapisan tumpahan minyak pada air laut di kedalam perbandingan volume tumpahan tiap volume air laut pada gird terpilih. Sebaran konsentrasi untuk tumpahan minyak pada musim barat di lokasi sensitif disajikan pada Gambar 43. Daerah perlindungan laut barbasis masyarakat pada skenario tumpahan minyak jenis minyak mentah telah terjadi pencemaran berdasarkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut dimana baku mutu untuk lapisan minyak dilaut adalah 0.01 mm. Gambar 43 memperlihatkan bahwa konsentrasi tumapahan minyak pada musim barat tersebar pada sebelah barat Pulau Payung Besar, sebelah selatan dan utara Pulau Tidung Kecil dan Tidung Besar serta sebelah barat Pulau Kotok Besar dengan konsentrasi antara 9-36 ml/l. 86 Gambar 43 Sebaran konsentrasi tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim barat Pada musim timur (Gambar 44) pola sebaran konsentrasi tumapahan minyak jenis minyak mentah tersebar pada daerah sekitar Pulau Pari, sebelah utara Pulau Tikus dan sebelah tenggara Pulau Pramuka dengan konsentrasi 22-68 ml/l. 87 Gambar 44 Sebaran konsentrasi tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim timur 4.5 Proses Pelapukan Tumpahan Minyak. Proses pelapukan tumpahan minyak yang disajikan dalam bentuk tabulasi perbandingan eliminasi minyak yang tumpah dari perairan. pelapukan didaerah model karena proses pelapukan yang meliputi emulsifikasi, avaporasi, dissolusi dan vertikal dispersi. Gambar dari sebaran proses tersebut disajikan dalam lampiran. 88 4.5.1 Minyak Mentah Proses pelapukan pada tumpahan minyak mentah dibagi dalam emulsifikasi, avaporasi, dissolusi dan vertikal dispersi dengan persentase seperti pada Tabel 11. Persentase tingkat pelapukan minyak mentah pada musim barat (Tabel 11) yang diambil pada titik grid (600,1240) menunjukkan bahwa tingkat emulsifikasi minyak mentah mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu. Hal ini terlihat dari rekam awal tingkat emulsifikasi 45.21% kemudian menurun hingga 45.01% setelah 24 jam. Berbeda dengan tingkat evaporasi yang meningakat pada minyak mentah dari 1.43% menjadi 2.05% setelah satu jam. Proses emulsifikasi dan evaporasi pada minyak mentah dapat meningkatkan densitas pada tumpahan minyak (Payne et al. 2003). Tabel 11 Persentase tingkat pelapukan jenis minyak mentah pada musim barat Total Oil Emulsifikasi Evaporasi Dissolusi Dis. Vertikal Waktu [mm] [%] [%] [%] [%] 1/2/2008 14:15 13.3748 45.21 1.43 1.42E-06 3.40E-08 1/2/2008 14:40 26.6299 45.20 1.55 1.47E-06 3.38E-08 1/2/2008 15:05 26.5947 45.20 1.57 1.49E-06 3.59E-08 1/2/2008 22:35 12.9917 45.10 1.84 1.73E-06 2.99E-08 1/3/2008 1:05 12.7827 45.03 2.00 1.81E-06 2.50E-08 1/3/2008 1:30 12.7196 45.01 2.05 1.81E-06 2.52E-08 Persentasi disolusi yang sangat kecil dapat terjadi karena titik sampel yang diambil adalah 2 hari setelah tumpahan, sedangkan disolusi efektif kurang dari satu jam. Hal ini terjadi karena fraksi minyak yang dapat larut sangat kecil (crude oil hanya 1%) (Sabhan et al, 2009). Tabel 11 menyajikan bahwa disolusi pada titik grid (600,1240) mengalami pengkatan dari (1.42e-6%) ke (1.81e-6%), sedangkan dispersi vertikal mengalami penurunan seperti halnya emulsifikasi dengan persentase yang jauh lebih kecil dari disolusi. Nilai dispersi vertikal yang sangat kecil mengindikasikan bahwa tumpahan minyak yang terjadi dominan berada dilapisan permukaan sehingga pergerakan tumpahan minyak merupakan pengaruh dari arus permukaan dan angin. 89 Tabel 12 Persentase tingkat pelapukan jenis minyak mentah pada musim timur Total Oil Emulsifikasi Evaporasi waktu [mm] [%] [%] Disolusi [%] Dis. vertikal [%] 7/1/2008 22:00 79.694 37.84 1.60 2.23E-06 4.90E-07 7/1/2008 22:20 85.5471 38.87 1.61 2.23E-06 3.65E-07 7/1/2008 22:40 352.067 39.25 1.60 2.23E-06 3.22E-07 7/1/2008 23:00 96.9946 40.44 1.61 2.24E-06 2.13E-07 Tingkat emulsifikasi pada musim timur (Tabel 12) lebih rendah dari musim barat dengan tingkat emulsifikasi antara 37.84% - 40.44% nilai ini diperoleh pada titik grid (863,839) dari domain model, sedangkan evaporasi berada pada sekitaran 1.61%. Berbeda dengan musim barat pola emulsifikasi pada musim timur cenderung naik dalam selang waktu 1 jam yang diambil pada Bulan Juli. Tingkat disolusi cenderung konstan pada 2,23e-6%. Titk cuplikan evaporasi pada musim timur lebih rendah dari evaporasi pada musim barat. Hal ini disebabkan oleh tingkat disolusi pada musim timur yang lebih tinggi dari musim barat, yang mana disolusi bersaing dengan evaporasi karena komponen fraksi yang mengalami disolusi juga yang mengalami evaporasi. Dispersi vertikal pada musim timur lebih tinggi dari dispersi vertikal pada musim barat yang diambil dari titik cuplikan. Hal ini disebabkan oleh pengambilan titik cuplikan pada dispersi vertikal musim timur diambil hanya beberapa saat setelah terjadinya tumpahan, sehingga lapisan minyak masih tebal sehingga tekanan lapisan yang berbatasan dengan air yang tinggi memudahkan lapisan minyak mengalami dispersi. Proses dispersi vertikal lebih cenderung dipengaruhi oleh proses hidrodinamika dari perairan dimana terjadinya tumpahan minyak. Proses dispersi vertikal ini dipengaruhi oleh kondisi laut dan angin, dimana kondisi angin yang kuat akan mengakibatkan proses percampuran antara massa air akan lebih banyak terjadi, sehingga akan mempengaruhi sebaran vertikal tumpahan minyak. 4.5.2 Bensin Tingkat pelapukan minyak bensin pada Tebel 13 menunjukkan bahwa pada musim barat dari data pada titik grid (600,1240) emulsifikasi sekitar 45% dengan sedikit penurunan tingkat emulsifikasi pada malam hari dengan penurunan sekitar 90 0.07%. Hal ini terjadi karena pada malam hari terjadi penurunan suhu udara sehingga minyak mengalami tegangan permukaan yang meningkat sehingga ikatan partikel minyak meningkat sehingga minyak menjadi susah teremulsifikasi oleh air. Tabel 13 Persentase tingkat pelapukan bensin pada musim barat Total Oil Emulsifikasi Evaporasi Dissolusi Dispersi Waktu [mm] [%] [%] [%] Vertikal [%] 1/2/2008 14:40 1/2/2008 15:00 1/2/2008 15:20 1/2/2008 16:20 1/2/2008 19:00 1/2/2008 19:20 1/2/2008 23:20 1/2/2008 23:40 1/3/2008 0:20 1/3/2008 1:40 1/3/2008 2:00 13.14 39.38 65.54 13.12 25.84 25.78 12.72 38.13 50.70 12.56 12.72 45.15 45.14 45.14 45.14 45.07 45.06 45.01 45.00 44.99 44.95 45.01 1.68 1.69 1.71 1.69 1.88 1.91 2.04 2.05 2.08 2.17 2.04 1.45E-06 1.46E-06 1.48E-06 1.48E-06 1.58E-06 1.59E-06 1.68E-06 1.68E-06 1.70E-06 1.74E-06 1.66E-06 3.26E-08 3.42E-08 3.58E-08 4.22E-08 4.46E-08 4.28E-08 2.57E-08 2.45E-08 2.36E-08 2.46E-08 2.58E-08 Tingkat evaporasi bensin di musim barat (Tabel 13) menunjukkan peningkatan dalam 24 jam dengan evaporasi sekitar 1.68%-2.08% bagian minyak yang mengalami evaporasi. Tingkat evaporasi pada musim barat memperlihatkan bahwa tingkat evaporasi meningkat pada malam hari. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada musim barat suhu udara pada malam hari cenderung lebih tinggi daripada siang hari. Tabel 14 Persentase tingkat pelapukan jenis bensin pada musim timur Total Oil Emulsifikasi Evaporasi Dissolusi Dispersi Time [mm] [%] [%] [%] Vertikal [%] 7/2/2008 8:40 32.4546 44.54 1.05E-03 6.99E-08 6.79E-08 7/2/2008 9:00 181.968 44.65 1.06E-03 7.02E-08 6.37E-08 7/2/2008 9:20 203.891 44.81 1.07E-03 7.09E-08 5.81E-08 7/2/2008 19:20 24.8375 42.61 1.26E-03 6.12E-08 1.54E-07 7/2/2008 19:40 49.7208 42.62 1.28E-03 6.15E-08 1.51E-07 7/2/2008 20:00 25.1328 42.71 1.28E-03 6.17E-08 1.43E-07 7/3/2008 4:20 21.1986 45.92 2.18E-03 1.27E-07 1.71E-08 91 Pelapukan minyak pada musim timur (Tabel 14) yang diambil dari titik grid (1177,1000) menunjukkan bahwa persentase emulsifikasi bensin mengalami penurunan dari siang hari ke pergantian siang dan malam hari ±2% penurunan ini dapat terjadi karena pada saat awal malam kondisi angin cenderung tenang sehingga pengadukan minyak yang tumpah melemah dan tingkat emulsifikasi minyak ke dalam air menurun. Tingkat evaporasi pada musim timur cenderung lebih rendah untuk bensin. Hal ini terjadi karena titik cuplikan diambil pada 2 hari setelah terjadinya tumpahan, di mana pada musim timur pemanasan cukup intensif sehingga fraksi minyak yang mengalami evaporasi sudah berkurang. 4.5.3 Aftur Tumpahan minyak aftur pada musim barat memperlihatkan tingkat presentase emulsifikasi yang relatif stabil dengan 45.94%. Kondisi ini terjadi karena ketebalan lapisan minyak pada kondisi pengambilan titik grid juga relatif sama yaitu pada ketebalan 15.99 mm (Tabel 15). Evaporasi bertambah meskipun dengan persentasi sangat kecil seiring dengan peningkatan disolusi. Meskipun fraksi minyak yang mengalami disolusi sama dengan fraksi minyak yang mengalami evaporasi, namun hal ini dimungkinkan terjadi bila stimulasi terjadinya evaporasi dan disolusi menemukan tempat ideal untuk peroses berlangsung. Tabel 15 Persentase tingkat pelapukan jenis aftur pada musim barat Total Oil Emulsifikasi Dissolusi Dispersi Waktu [mm] [%] Evaporasi [%] [%] Vertikal [%] 1/2/2008 16:40 15.96 45.94 1.85E-03 7.07E-08 6.46E-08 1/2/2008 19:20 15.98 45.94 2.06E-03 7.54E-08 6.74E-08 1/2/2008 19:40 15.98 45.94 2.08E-03 7.57E-08 6.51E-08 1/2/2008 20:20 15.98 45.94 2.17E-03 7.86E-08 6.05E-08 1/3/2008 0:00 15.98 45.94 2.26E-03 7.88E-08 3.84E-08 1/3/2008 0:20 31.98 45.94 2.49E-03 8.83E-08 3.90E-08 1/3/2008 1:40 15.99 45.94 2.45E-03 8.61E-08 4.15E-08 1/3/2008 2:00 15.99 45.94 2.47E-03 8.66E-08 4.22E-08 Pada musim timur persentasi emulsifikasi menurun pada awal malam dan kembali meningkat pada saat malam telah mencapai tengah malam. Hal ini 92 dimungkinkan terjadi karena kondisi laut yang cenderung tenang sehingga proses emulsikasi menurun (Tabel 16). Persentase emulsifikasi tidak bergantung pada ketebalan lapisan minyak yang tumpah pada titik sampel. Tabel 16 Persentase tingkat pelapukan jenis aftur pada musim timur Total Oil Emulsifikasi Evaporasi Dissolusi Dispersi Time [mm] [%] [%] [%] Vertikal [%] 7/2/2008 8:20 15.84 44.38 9.90E-04 6.95E-08 7.38E-08 7/2/2008 8:40 81.30 44.55 9.97E-04 6.99E-08 6.74E-08 7/2/2008 9:40 17.24 44.89 1.02E-03 7.12E-08 5.54E-08 7/2/2008 10:20 41.65 45.84 1.54E-03 1.05E-07 2.86E-08 7/2/2008 11:20 79.78 45.64 1.31E-03 9.01E-08 3.38E-08 7/2/2008 19:00 12.34 42.56 1.22E-03 6.10E-08 1.60E-07 7/2/2008 19:20 61.95 42.59 1.23E-03 6.12E-08 1.56E-07 7/2/2008 19:40 99.47 42.62 1.24E-03 6.15E-08 1.51E-07 7/2/2008 20:00 12.68 42.79 1.25E-03 6.17E-08 1.39E-07 7/3/2008 23:40 21.30 45.94 2.92E-03 1.85E-07 9.39E-09 Tingkat evaporasi mengalami peningkatan pada titik grid (1177,1000) meskipun sangat kecil karena fraksi minyak yang mengalami evaporasi telah mengalami eveporasi pada jam sebelumnya. Dispersi vertikal mengikuti pola yang berbanding terbalik dengan emulsifikasi di mana pada malam hari menunjukkan peningkatan di saat emulsifikasi mengalami penurunan. Fenomena ini karena proses dispersi vertikal merupakan tindak lanjut dari emulsifikasi di mana pada saat densitas minyak meningkat oleh proses emulsifikasi maka lapisan minyak akan mudah mengalami peroses dispersi ke dalam kolom air. 4.5.4 Diesel Pengaruh lingkungan fisik yang paling berpengaruh dalam proses emulsifikasi adalah energi yang besar yang dapat memecah air menjadi butiran halus sehingga dapat masuk dalam butiran minyak. Pengaruh angin meng-agitasi tumpahan minyak menjadi faktor penentu laju emulsifikasi. Secara umum proses emulsifikasi akan rendah di dekat sumber tumpahan dan akan meningkat secara signifikan ketika menjauhi sumber tumpahan. 93 Tabel 17 Persentase tingkat pelapukan jenis diesel pada musim barat Total Oil Emulsifikasi Evaporasi Dissolusi dispersi Time [mm] [%] [%] [%] vertikal [%] 1/2/2008 15:40 85.97 44.17 3.83 3.42E-06 2.51E-08 1/2/2008 16:40 10.56 44.08 4.04 3.56E-06 2.76E-08 1/2/2008 19:40 10.25 43.92 4.39 3.82E-06 2.56E-08 1/2/2008 22:40 19.36 43.61 5.07 4.26E-06 1.55E-08 1/2/2008 23:40 19.23 43.58 5.15 4.33E-06 1.34E-08 1/3/2008 0:00 10.06 43.82 4.61 3.96E-06 1.44E-08 1/3/2008 0:20 19.38 43.62 5.06 4.28E-06 1.33E-08 1/3/2008 1:40 9.78 43.67 4.94 4.22E-06 1.45E-08 1/3/2008 2:00 9.76 43.66 4.97 4.23E-06 1.46E-08 Emulsifikasi terjadi hanya dalam beberapa jam setelah tumpahan dan karena musim barat dengan kondisi iklim yang buruk maka proses emulsifikasi menjadi lebih cepat. Minyak yang teremulsi ini akan lebih cepat terdegrasasi oleh bakteri akan tetapi lebih sulit dalam penanganan untuk dibersihkan dari laut atau pantai. Tabel 17 memperlihatkan bahwa persentasi emulsifikasi lebih tinggi pada siang hari dari hasil titik sampel pada grid (600,1240). Hal ini disebabkan karena pada saat malam hari kondisi laut relatif tenang pada saat simulasi sehingga emulsifikasi relatif lebih rendah. Evaporasi cenderung lebih berfluktuasi dengan kisaran 3.83%-5.15% dari ketebalan lapisan minyak pada titik cuplikan. Disolusi diesel pada musim barat pada grid (600,1240) relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh pengambilan titik cuplikan dilakukan beberapa hari setelah terjadinya tumpahan, sedangkan disolusi efektif terjadi beberapa saat setelah terjadinya tumpahan. Persentasi tingkat emulsifikasi jenis minyak diesel (Tabel 18) pada musim timur yang diambil dari grid (1177,1000) memperlihatkan bahwa pada malam hari lebih rendah sekitar 1% dibandingkan pada siang hari. Hal ini mungkin terjadi akibat energi dan besar pada siang hari menyebabkan partikel air pecah dan masuk ke dalam air membentuk emulsifikasi air dalam minyak. 94 Tabel 18 Persentase tingkat pelapukan jenis diesel pada musim timur Total Oil Emulsifikasi Evaporasi Dissolusi dispersi Time [mm] [%] [%] [%] vertikal [%] 7/2/2008 8:40 26.03 43.34 2.68 3.86E-06 4.76E-08 7/2/2008 9:00 145.14 43.45 2.70 3.87E-06 4.41E-08 7/2/2008 9:20 161.25 43.58 2.73 3.90E-06 3.94E-08 7/2/2008 19:20 20.98 41.46 2.71 3.46E-06 1.23E-07 7/2/2008 19:40 41.96 41.46 2.73 3.47E-06 1.21E-07 7/2/2008 20:00 21.15 41.54 2.74 3.48E-06 1.13E-07 7/3/2008 13:20 13.10 43.69 4.85 6.09E-06 6.12E-09 Evaporasi dari pagi hingga malam hari cenderung tetap dan mengalami peningkatan signifikan pada siang hari dimana terjadi peningkatan sekitar 2%. Hal ini dapat terjadi karena pada musim timur di siang hari pemansan cukup efektif. Dispersi pertikal menunjukaan bahwa minyak jenis diesel mengalami hal yang berbeda dan mengalami penurunan signifikan pada saat siang hari. Hal ini terjadi karena pemanasan yang intensif sehingga partikel minyak susah untuk mengalami dispersi kedalam air dan volume minyak meningkat oleh peningkatan suhu. 4.6 Perubahan Konsentrasi Fraksi Dan Waktu Papar Perubahan konsentrasi fraksi yang tinggi menunjukan bahwa perubahan kensentrasi fraksi rendah, sebaliknya pada frekuensi yang lebih rendah maka perubahan konsetrasi fraksi yang tinggi. Hal ini akan menentukan proses lainnya dan mempengaruhi toksisitas minyak tersebut. Tabel 19 Perubahan konsentrasi fraksi dan waktu papar Jenis Minyak Minyak mentah Bensin Aftur Diesel Musim Perubahan konsentrasi [%] Waktu papar [jam] Barat 3.36 326.01 Timur 7.09 159.21 Barat 1.92 69.95 Timur 2.83 57.22 Barat 4.88 116.99 Timur 5.29 106.54 Barat 3.39 116.99 Timur 2.04 84.60 95 Tabel 19 menunjukkan bahwa pada titik cuplikan grid (600,1240) musim barat dan grid (1177,1000) musim timur perubahan konsentrasi fraksi minyak untuk minyak mentah pada musim timur menunjukkan angka tertinggi. Hal ini yang berarti bahwa perubahan konsentrasi fraksi minyak jenis ini relatif lebih sulit untuk berubah. Jenis bensin lebih kecil sehingga konsentrasi fraksi cepat mengalami perubahan. Waktu pemaparan menunjukan lamanya suatu daerah terpapar tumpahan minyak yang sangat dipengaruhi oleh faktor dispersi dan kedalaman perairan. Pada saat pasang tertingi konsentrasi tumpahan minyak cenderung berada pada tepi perairan karena faktor arus pasut yang mengarah ke daratan. Pada daerah perairan waktu pemaparan cenderung lebih singkat karena pengaruh proses evaporasi. Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak mentah mepunyai lama pemaparan yang paling tinggi mencapai 326 jam untuk musim barat dan 159 jam pada musim timur, sedangkan bensin mempunyai waktu pemaparan yang paling singkat sekitar 70 jam. Proses yang menetukan nasib dari minyak lebih lama berada di perairan adalah evaporasi, disolusi, dan sedimentasi. Karena minyak mentah memiliki fraksi residual yang lebih tinggi, maka minyak mentah cenderung berada di perairan dalam jangka waktu yang lama dan berpotensi memiliki waktu pemaparan yang tinggi. Lamanya waktu pemaparan akan memberi konsekuensi pada ekosistem yang terpapar. Semakin lama waktu pemaparan akan meningkatkan toksisitas dari jenis minyak tersebut. Jenis minyak yang berbeda akan memiliki koefisien emulsifikasi yang juga berbeda, sehingga prosek pelapukan dan degradasi dari masing masing minyak juga akan berbeda. Semakin lama minyak terdegaradasi maka semakin lama waktu pemaparannya. 96 97 5. KESIMPULAN Pola arus di perairan Kepulauan Seribu pada musim barat cenderung dipengaruhi oleh pasang surut dibandingkan dengan arus musiman. Pola arus permukaan bergerak mengikuti pola perambatan pasang surut, pada saat dalam kondisi MSL (surut menuju pasang), pasang surut merambat dari timur ke barat dari bidang batas terbuka sehingga arus merambat mengikuti perambatan pasut dengan kecepatan 0-0.5 m/s. Secara umum pada musim barat pola arus bergerak ke barat di laut lepas sedangakan pada daerah dekat dengan garis pantai kecepatan arus cenderung melemah. Arus permukaan pada musim timur memperlihatkan bahwa arus bergerak ke arah timur dengan tinggi permukaan laut homogen dari pantai utara Jakarta hingga laut lepas. Kondisi kecepatan arus yang kecil pada daerah sekitar pantai Utara Jakarta dan daerah yang terhalang oleh Gugusan Kepulauan Seribu Pola sebaran tumpahan minyak pada musim barat dari ke-4 jenis minyak yang dimodelkan memperlihatkan bahwa tumpahan minyak dominan bergerak ke arah barat dengan menyapu daerah bagian utara dan selatan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil serta daerah bagian selatan Pulau Karangberas dan Pulau Karangpandang. Tumpahan minyak pada musim timur menyebar pada daerah lokasi domain model di sekitar Pulau Pari yang bergerak ke timur. Pada musim timur sebarang tumpahan minyak menghilang dari perairan domain model setelah hari ke 8 dari awal terjadinya tumpahan.Sumber tumpahan pada musim timur dominan bergerak timur mengikuti pola angin dan pola pergerakan arus permukaan. Pengaruh angin pada sebaran tumpahan minyak disebabakan oleh tumpahan minyak yang berada dipermukaan dan dispersi vertikal yang kecil sehingga sebagian besar tumpahan minyak berada dilapisan permukaan sehingga penyebarannya di pengaruhi olah arus permukaan dan angin. Sebaran minyak yang terjadi pada musim barat berdampak mencapai daerah perlindungan laut di utara Pulau Tidung Besar dalam waktu 15 jam dengan jarak dari sumber tumpahan sekitar 10 km dan ketebalaan lapisan minyak adalah kurang dari 45 mm dengan lama pemaparan antara 18-23 jam. Pada musim timur 98 sebaran tumpahan minyak menggenangi sebelah timur Pulau Pari dalam waktu 48 jam. Proses yang menetukan nasib minyak lebih lama berada di perairan adalah evaporasi, disolusi, dan sedimentasi. Karena minyak mentah memiliki fraksi residual yang lebih tinggi maka cenderung akan berada di perairan dalam jangka waktu yang lama dan berpotensi memiliki waktu pemaparan yang tinggi. Minyak mentah mepunyai lama pemaparan yang paling tinggi mencapai 326 jam untuk musim barat dan 159 jam pada musim timur sedangkan bensin mempunyai waktu pemaparan yang paling singkat sekitar 70 jam. 99 6. DAFTAR PUSTAKA [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2002. Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Teknologi Kelautan (Rusnas Kerapu). Lembaga Pengelola Rusnas Kerapu. Pusat Kajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian. Jakarta [IKU] Institut for kontinentalsokkelundersøgelser. 1984. The experimental Oil Spill in Haltenbanken 1982. IKU Publication No. 112. [ITAC] The Industry Technical Advisory Committee. 1996. Technical paper:Use models in oil spill response. Ali M, D.K. Mihardja dan S. Hadi. 1994. Pasang Surut Laut. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Al-Rabeh, A.H. 1994. Estimating surface oil spill transport due to wind in the Arabian Gulf. Ocean Engng, 21( 5): 461-465. Ariadi, N. 2004. An alternative Solution for Sustainable Development in Kepulauan Seribu, DKI Province , Jakarta. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor Bird, R.B., W.E. Steward and E.N. Lightfoot, 1960. Transport Phenomena. Wiley and Sons, New York. Brovchenko, I., A. Kuschan and V. Maderich. 2002. The modelling system for simulation of the oil spills in the Black Sea. Submitted to Proceeding of 3rd EUROGOOS Conference. Buranapratheprat, A. 2000. Oil Spill Trajectory Model Testing in the Upper Gulf of Thailand. Department of Aquatic Science. Faculty of Science, Burapha University T.Saensuk A.Muang Chonburi 20131 Thailand. CMFMWOS, 1985. Computer Model Forecasting Movements and Weathering of Oil Spills. Final Report for the European EconomicCommunity, WQI and DHI, October 1985. Cole, T.M. and S. A. Wells. 2002. CE-QUAL-W2: A Two-Dimensional, Laterally Averaged, Hydrodynamic and Water Quality Model, Version 3.1 User Manual. U.S. Army Corps of Engineers Washington, DC 20314-1000 CONCAWE. 1983. Characteristics of Petroleum and its Behaviour at Sea. Report no 8/83. DHI. 2007. MIKE 21 & MIKE 3 PA/SA: Particle Analysis and Oil Spill Analysis Module . DHI Water & Environment. Denmark 100 DISHIDROS-AL. 2008. Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia. Jakarta Duffie, J.A. and W.A. Beckmann, 1974. Diesel Energy Thermal Processes. Wiley Interscience, New York. Egberongbe F., P.C. Nwilo and O.T. Badejo. 2006. Oil Spill Disaster Monitoring Along Nigerian Coastline. Promoting Land Administration and Good Governance 5th FIG Regional Conference. Accra, Ghana, EPA Document, 2007. Understanding Oil Spills and Oil Spill Response. New York EPA. 2010. EPA Sediment Sampling: Response to BP Oil Spill. New York. USA Fay, J.A. 1969. The spread of Oil Slick on a Calm Sea. In Oil on the Sea. Fingas, M. 1994. The evaporation of oil spill development and implementation of new prediction methodology. International oil spill conference. Ontario: Ottawa. Fingas, M. 2000. The Basics of Oil Spill Cleanup 2nd ed. Lewis publishers Boca: Canada. Fingas, M. 2001. The Basic of Oil Spill Cleanup. Lewis Publisher. New York. Guo W.J., Y.X. Wang, M.X. Xie and Y.J. Cui, 2009. Modeling oil spill trajectory in coastal waters based on fractional Brownian motion. Mar Poll Bull 58: 1339–1346 Guo, W.J. and Y.X. Wang. 2009. A numerical oil spill model based on a hybrid method. Mar. Poll. Bul. 58:726-734 Hadi, S. dan H. Latif. 2000. Pengembangan Model Matematik Dan Penerapan Sistem Informasi Geografis Untuk Menunjang Rencana Strategis Penanggulangan Tumpahan Minyak Di Selat Malaka, Selat Lombok Dan Selat Makasar. Lab. Oseanografi Pantai, FIKTM ITB. Hadi, S., D.K. Mihardja, S. Hartati dan D. Kumar. 1989. Model Tumpahan Minyak di Laut. Laporan Penelitian No. 9422388, Lembaga Penelitian Institut Teknologi Bandung. Hodgins, D., S. Ruben and M. Robert. 2001. Integrated Hydrodynamical Oil Spill Modelling In Coastal Waterways Using Spillsim. Seaconsult Marine Research Ltd. British Columbia. Canada. Hossain, K. and D. Mackay. 1980. Demoussifier - a new chemical for oil spill countermeasures. Spill Tech News. 5(6):154-156. IFREMER. 2008. French Research Institute for Exploration of the Sea. 101 ITOPF 2002. Fate of Marine Oil Spills. Technical information paper no. 11/86. The InternationalTankers Owners Pollution Federation Ltd., London, England. ITOPF. 2007. Technical Information Paper, Fate Of marine Oil spills. Kingston P. F. 2002. Long-term Environmental Impact of Oil Spills. Spill Sci &Technol Bul. 7(1–2):53–61. Kochergin et al. 1995. Modelling Oil Spills for The Self Conditions Of Northeastern Sakhalin. Far Eastern Regional Hydrometeorological research Institute. Valndivostok. Russia. Mackay, D., I. Bruis, R. Cascarenhus and S. Peterson. 1980. Oil Spill Processes and Models. EPS, R&D Division, Canada. Martinez, R.G. and F.T. Henry. 1999. Computer Modeling of Oil Spill Trajectories With a High Accuracy Method. Spill Sci & Technol Bul. 5: 323330. Michel, J. 2002. Oil Behavior and Toxicity. Research Planning, Inc., P.O. Box 328, Columbia, South Carolina 29202 Njobuenwu D.O. And M.F.N. Abowei. 2008. Spreading of Oil Spill on Placid Aquatic Medium. Leonardo Journal of Sciences ISSN 1583-0233 Issue 12, p. 11-24 Ongkosongo O.S.R dan Suyarso 1989. Pasang Surut. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Pengembangan Oseanologi Patin, S . 1999. Enviromental Impact of the Offshore oil and gas industry. EcoMonitor Publishing, East Northport, USA. Payne, J.R., B.E. Kirstein and Clayton Jr. 2003. Oil/Suspended Particulate Material Interactions and Sedimentation. Spill Sci & Technol Bull 8(2): 201– 221 Prentki R. and C. Smith. 2004. The MMS/SINTEF Oil Weathering Model, Further Development and Applications. Alaska Regional Office. U.S. Minerals Management Service Anchorage, Alaska Riazi, M.R. and A.A. Ghazi. 1999 Modelling of the rate of oil spill disappearance from seawater for Kuwaiti crude and its products. Chem Engin J 73: 161172 Riley, J. P. 1989. Chemical Oceanography. Academic Press. London 102 Romero L.M. and M. Wikelski. 2002 Severe Effects of Low-Level Oil Contamination on Wildlife Predicted by the Corticosterone-Stress Response: Preliminary Data and A Research Agenda. Spill Sci & Technol Bull. 7(5-6): 309-313. Rye, H. A Multicomponent Oil Spill Model For Dissolved Aromatic Concentrations. SINTEF/IKU Petroleum Research 7034 Trondheum. Norway Sabhan, E. Effendi, M.T. Hartanto dan A. Purwandani. 2009. Pemodelan Pola Sebaran Tumapahan Minyak pada Berbagai Jenis Minyak yang Berbeda di Pelabuhan Tanjung Priok. Ilmu Kelautan Indones J mar sci edisi khusus (1): 77-86 Seager L.S. and H.S. Stocker. 1976. Enviromental Chemistry: air and water pollution 2nd ed.Scott Foresman and Company, Dallas. Sebastiao P. and C. Guedes. 1995. Modeling the Fate of Oil Spills at Sea. Spill Sci & Technol Bull. 2( 2/3):121-131 Shaevits, D. and K. Cris. 2000. Horrible, horrible things: Numerical Modelling of Oil Spill in Narragansett Bay. University of rhode island, Narragansett. Rhode island. Sianipar, T. 19 Oktober 2008. Tumpahan minyak cemari Kepulauan Seribu. Tempointeraktif. Smith, S.D. and E.G. Banke. Variation of the sea drag coefficient with wind speed. Quart. JR Met.Soc. 101: 665-673 Sofian, I. 2001. Simulation of the java sea using an oceanic general circulation model. Balai penelitian geomatika badan koordinasi survei dan pemetaan nasional. Cibinong, bogor Star Energy. 2004. Technical Report: Oil Spill Modeling Natuna Sea. (Tidak dipublikasi) Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset. Varadaraj, R., M.L. Robbins, J. Bock, S. Pace and D. MacDonald. 1988. Dispersion and biodegradation of oil spill on water. Exxon Research & Engineering Company, Route 22 East Annandale, New Jersey Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asean Waters. Naga Report ,I. 2. The University of California, La Jolla, California.