1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hubungan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pola hubungan internasional saat ini mulai bergeser pada pola yang lebih
kontemporer. Isu-isu hubungan internasional tidak lagi hanya terbatas pada ruang
lingkup high politics seperti permasalahan terkait politik dan keamanan, namun juga
telah merambah pada ruang lingkup low politics seperti permasalahan ekonomi, Hak
Asasi Manusia (HAM), lingkungan, dan budaya (Einbinder, 2013). Salah satu isu
yang menarik untuk dibahas adalah mulai berkembangnya berbagai isu hubungan
internasional kontemporer dengan adanya muatan budaya. Pada jalur diplomasi pun
budaya menjadi salah satu alat diplomasi yang banyak digunakan oleh berbagai
negara.
Budaya sebagai sebuah praktik diplomasi, dinilai efektif dalam menyebarkan
nilai-nilai atau paham-paham tertentu dari suatu negara kepada dunia internasional.
Selain menyebarkan nilai atau paham tertentu, budaya juga dinilai dapat memperbaiki
hubungan diplomatik yang terjadi antar negara. Sebagai salah satu contoh dari
keberhasilan penggunaan diplomasi budaya adalah, diplomasi melalui aliran musik
jazz yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat pada masa Perang Dingin.
Pada saat itu Pemerintah Amerika Serikat mengirim para musisi jazz asal Amerika
Serikat ke beberapa negara yang memiliki paham komunis dan negara-negara
tersebut tergabung dalam Blok Timur. Tindakan ini kemudian mendapat respon
1
2
positif dari negara-negara yang tergabung dalam Blok Timur, sehingga momen ini
dimanfaatkan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk secara perlahan menyebarkan
pengaruhnya terhadap Blok Timur (Schneider, 2006).
Tindakan Pemerintah Amerika Serikat yang saat itu mengirimkan sejumlah
seniman sebagai salah satu instrumen untuk membantu menyebarkan paham tertentu
membuktikan bahwa diplomasi musik sebagai bagian dari diplomasi budaya turut
memiliki signifikansi dalam hubungan internasional. Berbeda dengan praktik-praktik
tradisional yang pada umumnya hanya terbatas pada interaksi para aktor antar negara
serta orientasinya akan kekuasaan dan kepentingan nasional, saat ini praktik-praktik
tersebut tidak lagi menjadi praktik utama dalam hubungan internasional (Einbinder,
2013). Menurut UNESCO (2009), melalui adanya peningkatan keterkaitan antar
bangsa, hubungan lintas budaya, dan promosi komunikasi antar budaya mendorong
terjadinya kerjasama internasional ke arah yang lebih ideal. Hal ini membuktikan
bahwa music, sebagai salah satu unsur kesenian dan merupakan bagian dari budaya,
juga dapat memperlancar terjadinya sebuah kerjasama antar negara.
Diplomasi musik dapat dijadikan sebuah alat pendukung dalam kerjasama
antar negara dan dapat membantu untuk mempererat dialog antar budaya bangsa serta
terbentuknya sebuah kesepahaman bersama. Diplomasi musik jika diterapkan sebagai
sebuah kebijakan luar negeri, melibatkan dukungan dari para non-state actor,
termasuk keterlibatan para seniman. Kontribusi para seniman sebagai salah satu nonstate actor diwujudkan dalam pembangunan hubungan budaya, penyebaran ide, dan
3
penyebaran nilai yang ingin ditunjukkan dari hasil karyanya. Hal ini dapat menjadi
alat untuk megkreasikan hubungan antar berbagai bangsa dengan berbagai budayanya
secara berkelanjutan. Budaya memiliki sebuah kualitas komunikasi interkultur yang
tidak dimiliki oleh bentuk-bentuk diplomasi lainnya. Kualitas tersebut lebih
mengarah pada tercapainya sebuah kesepahaman agar dapat mencapai terciptanya
toleransi antar bangsa.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak ragam seni musik.
Sebagai negara yang memiliki ragam kesenian, Indonesia memiliki peluang serta
potensi besar untuk mempromosikan praktik-praktik diplomasi dengan menggunakan
unsur-unsur kesenian kepada dunia internasional. Keberagaman kesenian Indonesia
sejak lama sudah menjadi sebuah daya tarik bagi para wisatawan, baik domestik
maupun macanegara, untuk berkunjung ke Indonesia.Indonesia saat ini memiliki 34
Provinsi, salah satunya adalah Provinsi Bali. Pada provinsi ini sendiri, Bali memiliki
banyak elemen budaya dan kesenian yang sangat diminati oleh wisatawan
mancanegara. Seni musik adalah salah satu elemen dari budaya Bali yang menjadi
daya tarik bagi para wisatawan. Karakteristik musik Bali memiliki pola dan bentuk
yang unik serta berbeda dari kebanyakan musik daerah di Indonesia maupun daerah
asal wisatawan mancanegara (Widhyatma, 2012). Hal ini kemudian menyebabkan
pemerintah Indonesia beberapa kali menggunakan musik Bali dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses diplomasi dengan negara lain.
Contohnya adalah yang terjadi antara Bali dengan Jepang, dimana di Jepang saat ini
4
sudah banyak didirikan yayasan kesenian yang berbasis pada kesenian Bali. Salah
satu contohnya adalah pada tahun 2002, didirikan sebuah lembaga kesenian di Jepang
yang diberi nama Basundhari. Sanggar Basundhari merupakan sebuah lembaga
kesenian yang mengangkat kesenian Bali sebagai fokus materi pelatihan kepada
masyarakat Jepang yang ingin bergabung.dalam lembaga tersebut. Lembaga ini
didirikan pada tahun 2002 dengan anggota awal berjumlah 30 anggota.
Sanggar Basundhari banyak melakukan pementasan kesenian Bali di Jepang.
Sanggar Basundhari juga sering memberi undangan kepada sanggar kesenian di
Indonesia, khususnya Bali, yaitu Arti Foundation. Sanggar kesenian Bali tersebut
didirikan pada tahun 1998. Sanggar Basundhari dan Arti Foundation berperan
penting bagi promosi budaya yang dilakukan antara Indonesia, khususnya kesenian
Bali, terhadap Jepang. Jenis kesenian yang diusung oleh kedua sanggar ini pun
beragam, baik yang murni kesenian Bali, maupun yang sudah dikolaborasikan dengan
unsur-unsur kesenian Jepang. Namun fokus dari kedua sanggar ini adalah kesenian
Bali, sehingga kesenian Bali lebih banyak dijadikan pertunjukkan utama pada setiap
acara yang diselenggarakan oleh kedua ssanggar tersebut. Untuk jenis kesenian yang
dipentaskan oleh Sanggar Basundhari dan Arti Foundation adalah seni musik dan
seni tari. Seperti pada tahun 2007 kedua sanggar tersebut melakukan kerjasama dalam
membuat pagelaran seni bertajuk Janger yang dilaksanakan di Bali.
Adanya pagelaran seni yang menggabungakan antara dua negara sebagai
penyelenggara menunjukkan bahwa seni musik dan seni tari sebagai bagian dari
5
elemen budaya dapat dijadikan sebuah alat diplomasi. Fokus kesenian yang
dipertunjukkan tetap terfokus pada kesenian Bali meskipun sanggar kesenian Jepang
turut terlibat dalam penyelenggaraannya. Oleh karenanya, pagelaran seni tersebut
membuktikan bahwa salah satu kesenian Indonesia dapat diperkenalkan bahkan
diterima dengan baik oleh negara lain, yang dalam hal ini adalah Jepang. Diplomasi
musik yang melibatkan adanya pengenalan budaya antar bangsa seperti yang terjadi
antara Bali dan Jepang tersebut diharapkan akan menuju pada sebuah kesepahaman
nilai-nilai atau value antar bangsa demi menghindari terjadinya prasangka-prasangka
yang dapat merugikan hubungan antar negara. Kemudian diharapkan juga untuk
tercipta sikap toleransi antar bangsa, yang dalam penelitian ini akan difokuskan pada
Bali, sebagai salah satu Provinsi di Indonesia, terhadap Jepang.
1.2. Rumusan Masalah
Latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti, menunjukkan adanya
sebuah topik menarik untuk diteliti lebih lanjut. Kemudian penelliti mengajukan
rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana proses kesenian, kususunya seni
musik, digunakan sebagai sebuah alat diplomasi pada penyelenggaraan Enoshima
Bali Sunset Festival 2010?”
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi diplomasi
musik yang dipromosikan oleh Indonesia. Diplomasi musik tersebut terwujud dalam
promosi budaya Indonesia, melalui kesenian Bali terhadap Jepang. Promosi ini
dilakukan oleh Arti Foundation dan Sanggar Basundhari sebagai non-state actor,
serta dengan dukungan dari Pemerintah Kota Denpasar sebagai state actor.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah, penelitian ini diharapkan mampu
menjadi sebuah referensi bagi peneliti berikutnya yang ingin memperdalam analisis
terhadap diplomasi musik Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai politik internasional kontemporer yang tidak lagi hanya teerbatas
pada orientasi kekuasaan. Meskipun bersifat kontemporer, diplomasi ini juga tidak
lepas dari peran pemerintah sebagai state actor dalam mendukung para seniman
sebagai non state actor. Kemudian penelitian ini juga diharapkan untuk mampu
memberikan wawasan kepada pembaca terhadap kemampuan diplomasi music dalam
mempengaruhi hubungan antar bangsa, khususnya dengan kaitannya dalam studi
hubungan internasional.
7
1.5. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa tulisan yang peneliti gunakan
sebagai bahan tinjauan pustaka. Pertama, makalah yang berjudul “Diplomasi
Kebudayaan Menggunakan Kekuatan Kesenian” oleh I Wayan Dibia. Makalah ini
menjelaskan bahwa keberadaan seni sebagai instrumen diplomasi oleh pemerintah
sudah melekat sejak lama. Hingga saat ini, hampir semua diplomasi yang dilakukan
oleh Pemerintah Indonesia melibatkan kesenian. Hal tersebut membuat seniman atau
seniwati lokal turut dibawa sebagai alat penunjang diplomasi musik.
Makalah
ini juga menjelaskan bahwa pertunjukan yang dilakukan oleh para seniman dan
seniwati Indonesia mengundang minat dan perhatian signifikan dari akademisi seni di
luar negeri. Salah satunya adalah Mantle Hood yang membawa gamelan Jawa dan
Bali ke University of California, Los Angeles. Hal ini kemudian menjadi proses awal
terbentuknya kelompok-kelompok kesenian di luar negeri, seperti Gamelan
California Institute of The Arts, di Los Angeles dan juga terdapat Gamelan Lila Cita
dan Gamelan South Bank di London.
Makalah oleh Dibia memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti saat ini. Keterkaitannya adalah penggunaan seni musik tradisional
sebagai media diplomasi musik. Namun dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada
proses kerjasama antara Arti Foundation dari Bali, Indonesia dan Sanggar
8
Basundhari dari Jepang dalam mempromosikan kesenian Bali sebagai sebuah
momentum untuk meneliti penggunaan kesenian sebagai media diplomasi musik.
Selain makalah diatas, keterkaitan dengan penelitian ini juga ditemukan dalam
tulisan akedemisi lainnya. Hal tersebut tertuang dalam wacana yang berjudul
“Budaya Sebagai Kekuatan Diplomasi dan Strategi Pengembangan Budaya Pop
Indonesia oleh Dr. Wagiono Sunarto, M.Sc. Wacana tersebut menjelaskan bahwa
kekuatan budaya sebagai alat diplomasi memiliki pengaruh yang cukup signifikan,
karena apresiasi kesenian dari masyarakat pada umumnya sangat baik. Hal ini
disebabkan oleh lebih mudahnya masyarakat menerima pesan yang ingin
disampaikan jika disisipkan dalam sebuah unsur kesenian. Sebagai contohnya adalah
keberhasilan dari industri perfilman Amerika Serikat yang kini menjadi barometer
perfilman dunia. Keberadaan Hollywood sebagai pemimpin dalam dunia perfilman,
kemudian mulai mempengaruhi cara masyrakat untuk hidup, mulai dari berpakaian,
makan, hingga berbicara. Selain film, keberadaan pasar hiburan dari Amerika Serikat
seperti, musik, buku, radio, acara televisi, telah berhasil menyebarkan nilai-nilai
Amerika Serikat secara masif ke seluruh dunia.
Dr. Wagiono (Wagiono, 2013) kemudian menjelaskan terdapat beberapa
kepentingan yang dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan diplomasi budaya
yaitu:
9
1. Pada tingkat courtesy, yaitu pertunjukan atau seni tradisi atau garapan
baru mendukung suatu misi diplomasi. Hal ini terjadi pada tempat khusus
yang terkait dengan diplomatic event yang diselenggarakan.
2. Pada tataran khalayak terbatas, yaitu kekayaan seni tradisi bangsa dan
inovasi
serta
kreasi
kontemporer.
Indonesia
memiliki
landasan
institusional pada bidang kesenian bangsa (melalui dunia ilmu, profesi,
komunitas atau pendidikan formal).
3. Pada tingkat apresiasi populer, yaitu menjangkau khalayak lebih luas dan
mendapat apresiasi positif (mempunyai penggemar). Hal ini terjadi pada
sarana publik dan media-media kontemporer.
4. Pada tataran industri budaya atau industri kreatif, yaitu mengarah pada
peningkatan citra dan peningkatan devisa, dengan sasaran konsumen
massal dan segmen pasar, yang dilakukan melalui outlet atau media dan
event lain. Hal ini secara konsisten dilakukan melalui program branding
dan marketing.
Berdasarkan kepentingan yang sudah dijelaskan oleh Dr. Wagiono, dapat
dilihat bahwa suatu diplomasi musik memiliki proses dalam pelaksanaannya. Mulai
dari muncul sebagai suatu alat diplomasi, kemudian keberadaannya diterima oleh
masyakat, lalu muncul penikmat-penikmat dari kesenian sebagai unsur budaya yang
10
ditampilkan, hingga keberadaan seni musik tersebut menghasilkan profit bagi negara
yang membawanya. Profit yang dimaksud adalah seperti meningkatnya jumlah
wisatawan hingga banyaknya warga negara asing yang ingin mempelajari budaya
tersebut.
Wacana diatas memiliki keterkaitan dengan penelitian mengenai proses
diplomasi budaya antara Indonesia dengan Jepang ini. Keterkaitan penelitian peneliti
dengan wacana yang disampaikan oleh Sunarto adalah strategi pengembangan yang
digunakan oleh pemerintah suatu negara dalam melakukan diplomasi budaya yang
menggunakan kesenian sebagai salah satu instrumennya. Namun dalam penelitian
kali ini, peneliti lebih berfokus dalam diplomasi musik yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia, khususnya melalui Bali terhadap Jepang.
1.6. Kerangka Dasar Pemikiran
1.6.1. Konstruktivisme Kosmopolitan
Penelitian
mengenai
diplomasi
musik
ini
sesuai
dengan
paham
konstruktivisme. Menurut Jackson dan Sorensen (Jackson dan Sorensen, 2010),
konstruktivisme adalah sebuah lingkup interaksi antar negara yang menyebabkan
adanya kemungkinan terbentuknya identitas dan adat baru. Para konstruktivis
mempercayai bahwa hubungan internasional ditandai dengan norma maupun nilai
11
dan struktur internasional akan menuntun para aktor, baik negara maupun nonnegara, untuk memahami kembali kepentingan dan identitas mereka. Kemudian jika
dikaitkan dengan penelitian ini adalah Indonesia melakukan diplomasi melalui
interaksi dalam diplomasi musik terhadap negara lain, yaitu Jepang. Seni musik dan
seni tari sebagai bagian dari kreasi manusia memiliki karakteristik berupa sebuah
kemampuan untuk perubahan, termasuk untuk mempengaruhi perilaku manusia
(Wendt, 1999). Lebih dalam lagi konstruktivisme dalam penelitian ini menjurus pada
Cosmopolitan Constructivism (Konstruktivisme Kosmopolitan). Teori ini secara
filosofis merupakan teori berdasarkan Teori Diplomasi Multilateral, Teori
Kosmopolitan, dan Politik Konstruktivisme (Finnemore, 1996). Kemudian dalam
Kosmopolitan Konstruktivisme menekankan pada keragaman kesenian sebagai salah
satu unsure kebudayaan, pergeseran nilai-nilai sosial, dan promosi terhadap
kesepahaman bersama antar bangsa. Konstruktivisme Kosmopolitan bertujuan untuk
memperkenalkan kerjasama internasional melalui hubungan budaya dan pertukaran
ide-ide dalam keragaman kesenian. Kemudian pemahaman teori juga ditujukan untuk
meningkatkan promosi perdamaian, kesepahaman, dan hubungan antar bangsa yang
penuh dengan sikap toleransi.
Konstruktivisme
Kosmopolitan
menurut
Villanueva
Rivas
(2010)
didefinisikan sebagai
“a celebration of cultural differences, societal exchanges and personal
encounter fostering mutual understanding”
12
Konstruktivisme Kosmopolitan secara filosofis adalah teori berdasarkan
diplomasi multilateral dan diformulasikan oleh akademisi yang tertarik dengan
perdamaian, kesepahaman, dan hubungan yang baik antar bangsa. Konstruktivisme
Kosmopolitan membentuk sebuah situasi damai dengan cara menyebarkan ide-ide
dan nilai-nilai antar bangsa, dan salah satu caranya adalah dengan menggunakan
diplomasi musik.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, Konstruktivisme Kosmopolitan
membantu peneliti untuk merangkai pengertian dan apresiasi terhadap adanya
perbedaan
budaya.
Pemahaman
terhadap
Konstruktivisme
Kosmopolitan
mengantarkan pada adanya sebuah kesepahaman antara budaya yang berbeda melalui
kolaborasi seni musik tradisional Bali yang dilakukan oleh Bali dan Jepang.
1.6.2. Diplomasi Musik
Keberadaan musik sudah menjadi bagian integral dari peradaban manusia di
seluruh dunia. Cooke (1989) mendefinisikan musik sebagai “bahasa emosi yang
bersifat genuine dan formulae attached (terbentuk) oleh kebiasaan seperti ketika
mendengarkan
lagu-lagu
missa,
opera,
maupun
nyanyian-nyanyian,
yang
memunculkan berbagai kondisi tertentu ketika dialunkan. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa musik mempengaruhi emosi pendengarnya dan membuat
pendengarnya merekonstruksi nilai-nilai yang terdapat dalam musik tersebut. Pada
era Jazz Diplomacy dilakukan, Amerika Serikat turut menyebarkan nilai demokrasi,
13
HAM, keadilan, dan kebebasan individu. Diplomasi musik sendiri merupakan salah
satu bagian dari diplomasi budaya. Diplomasi budaya menurut Cummings (2003)
didefinisikan sebagai:
“the exchange of ideas, information, art and other aspects of culture among
nations and their peoples to foster mutual understanding”.
Diplomasi musik sebagai bagian dari diplomasi budaya memiliki peran yang
cukup efektif di dalam memberikan pengaruh terhadap opini publik, seperti yang
dinyatakan oleh Schneider pada tahun 2006 dimana budaya memiliki pengaruh dalam
dunia politik;
“But does public / cultural diplomacy really have any power to influence public
opinion in the face of despised policies? The answer is conditional “yes”. Cultural
diplomacy does not compensate for, or explain away unpopular policies; rather
cultural diplomacy increases understanding and builds respect as part of a long term
relationship”.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa terdapat proses dimana budaya tersebut
dipertukarkan dan diperkenalkan. Pada masa Perang Dingin, Amerika Serikat
berhasil menggunakan diplomasi budaya sebagai cara untuk menyebarkan
pengaruhnya di dunia internasional. Kemudian pada tahun 2003, mantan sekjen PBB
Kofi Annan memberikan pernyataan mengenai kekuatan dari seni musik yang dapat
mempersatukan masyarakat;
14
“Music can capture a wide range of feelings, go to the essence of things and
speak to the soul. It has the power to bind us together and strengthen our sense of
community though shared emotions”.
Kofi Annan menyadari bahwa musik memiliki potensi dalam membangun
kepercayaan dan kesepemahaman. Namun tidak semua pemimpin dunia yang dapat
melihat potensi ini. Keadaan ini kemudian membuat banyak non-state actor yang
muncul untuk mengangkat seni musik sebagai alat bagi diplomasi musik. Non-state
actors memiliki peranan yang penting dalam menyebarkan pengaruh musik bahkan
dalam hal demokratisasi (Sikkink, 1998).
“the power to influence, and perhaps democratize the structure of world
politics through their increasing influence within existing international institutions
and their capacity to use this influence to leverage change in indi vidual nation
states”.
Adanya keterlibatan non-state actors melengkapi upaya pemerintah, untuk
menciptakan hubungan yang berkelanjutan, berdasarkan dialog, pemahaman, dan
kepercayaan masyarakat ragam budaya dan bangsa berbeda. Kerjasama antara
pemerintah dan non-state actors berperan besar dalam membawa senin musik sebagai
alat diplomasi musik (Donfried, 2010).
15
1.6.3. Kesepahaman Interkultural
Fokus penelitian ini adalah proses diplomasi musik antara Indonesia dengan
Jepang. Kedua negara ini sempat mengalami sejarah yang kurang baik dengan
kondisi bahwa Jepang sempat menjajah Indonesia selama 3,5 tahun. Adanya sejarah
tersebut membuat Indonesia dan Jepang memerlukan sebuah proses untuk
memperbaiki hubungan diplomatik antara kedua negara ini. Melalui diplomasi music
yang dilakukan oleh Indonesia, diharapkan kesepahaman antar bangsa dapat dicapai,
tentunya dengan meminimalisir prasangka-prasangka antar kedua negara yang
mungkin masih tersisa dari sejarah tersebut. Konsep kesepahaman interkultur dalam
penelitian ini akan menjelaskan bagaimana Indonesia dengan Jepang membangun
hubungan diplomatik ke arah yang lebih baik. Tentunya hal tersebut dilakukan tanpa
menggunakan kekuasaan maupun militer sebagai alat diplomasi, namun melalui seni
musik dan tari sebagai unsur dari budaya, yang diharapkan dapat membentuk
interaksi yang dapat mempengaruhi perilaku manusia secara positif.
Keberadaan seni musik sebagai alat diplomasi merupakan sebuah diplomasi
kontemporer yang sedang berkembang. Sebagai bagian dari budaya dapat
mempengaruhi setiap orang, baik yang hanya merasakan dan menginterpretasikan.
UNESCO melalui Universal Declaration on Cultural Diversity tahun 2010
mendefinisikan budaya sebagai;
“the spiritual, material, intellectual and emotional features of social group,
including the values, beliefs, attitudes, behaviours, customs, traditions, practices,
identity, lifestyle, languanges, and religious faith of diverse people”.
16
Budaya diekspresikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik dari cara
berpakaian, makan, berbicara, hubungan antar keluarga, dan bahkan dalam struktur
sosial. Budaya melalui seni, musik, tarian, arsitektur, dan berbagai festival banyak
dipertunjukan di masyarakat yang kemudian membentuk nilai atau value yang
diyakini sebagai kebenaran dari kehidupan masyarakat tersebut.
Keberagaman budaya yang ada di dunia membuat masyarakat dunia memiliki
berbagai nilai berbeda terhadap hal-hal yang diyakini sebagai sebuah hal yang benar
atau kebenaran, dan dengan demikian diperlukan sebuah intercultural understanding.
Intercultural Understanding berdasarkan Innovation and Next Practice Division,
Department of Education and Early Childhood Development, State of Victoria 2012,
berfokus pada interaksi antar individu sebagai makhluk sosial dengan membangun
dan mengembangkan kesepehamanan terhadap diri sendiri dalam berhubungan
dengan orang lain. Kesepahaman interkultur memiliki peranan penting dimana saat
ini, arus pertukaran budaya sudah demikian luas, sehingga diperlukan sebuah
kemampuan untuk dapat membangun dan menjaga sebuah relasi agar tetap berjalan
dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan melalui toleransi, cara saling menghormati,
bekerjasama, dan interaksi yang positif dengan orang yang memiliki perbedaan
budaya.
17
1.6.4. Argumen Utama
Melalui konsep-konsep yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti memiliki
argumen bahwa:
“Terdapat penggunaan kesenian sebagai media diplomasi musik oleh
Indonesia terhadap Jepang. Eksistensi kesenian tradisional Bali di Jepang
mengindikasikan adanya ketertarikan yang tinggi di terhadap kesenian tradisional
Indonesia, yang dalam penelitian ini difokuskan pada Bali. Melalui kerjasama yang
dilakukan oleh Arti Foundation dan Sanggar Basundhari serta dengan dukungan dari
Pemerintah Kota Denpasar berhasil mendorong terjadinya sebuah pertukaran budaya.
Arti Foundation dapat menyebarluaskan budaya Bali khususnya dalam bidang seni
musik dan seni tari ke Jepang, sedangkan di sisi lain, Sanggar Basundhari
mendapatkan kesempatan untuk memperdalam kemampuan pada berbagai kesenian
Bali. Pemerintah Kota Denpasar, yang turut serta sebagai sponsor juga membuktikan
adanya keterlibatan pemerintah di dalam acara ini. Bantuan dari Pemerintah Kota
Denpasar ini diberikan karena pertukaran budaya yang terjadi, dapat membuat
eksistensi diplomasi musik yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia semakin
meningkat di mata internasional
18
1.7. Metode Penulisan
1.7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian deskriptif-kualitatif.
Peneliti akan melakukan analisa data yang diperoleh dengan menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif digunakan agar peneliti mendapatkan makna dan
pemahaman yang mendalam terhadap fenomena yang akan diteliti. Hasil analisis ini
yang kemudian akan peneliti gunakan untuk mendeskripsikan fenomena yang terjadi
berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan sebelumnya.
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah melalui observasi data
sekunder yang didukung oleh data primer. Data primer adalah hasil wawancara
dengan pihak-pihak yang terlibat langsung pada saat kerjasama antara Arti
Foundation dan Sanggar Basundhari berlangsung. Data sekunder adalah studi
kepustakaan terhadap, penelitian-penelitian yang sudah ada, dokumen, buku, media
massa, artikel, website, jurnal, serta data-data lain yang relevan dengan penelitian ini
(Ishiyama dan Breuning, 2013). Data-data akan didapatkan dari berbagai sumber
valid seperti data dari portal resmi Pemerintahan Kota Denpasar serta berbagai artikel
mengenai Arti Foundation dan Sanggar Basundhari, baik dari media cetak maupun
media elektronik. Kemudian serangkaian data tersebut akan dianalisis dan dilanjutkan
19
dengan penjabaran keterkaitan dengan konsep-konsep yang sudah dijelaskan oleh
peneliti. Setelah dirangkai secara sistematis akan dilanjutkan dengan kesimpulan dari
penelitian ini.
1.7.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berfokus pada strategi diplomasi budaya Indonesia melalui
kesenian Bali. Pada penelitian ini juga akan dijelaskan aktor-aktor yang terlibat
seperti Arti Foundation dan Sanggar Basundhari, dan peran aktor-aktor ini terhadap
penggunaan kesenian sebagai alat diplomasi budaya Indonesia di Jepang. Kemudian
khususnya akan membahas pencapaian dari diplomasi budaya Indonesia melalui
kesenian Bali. Peran Pemerintah Kota Denpasar sebagai salah satu pendukung
kegiatan ini akan dijelaskan dalam penelitian ini.
1.8. Sistematika Penulisan
Penelitian skripsi ini, secara sistematis akan dibagi ke dalam empat bab yaitu :
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini peneliti akan menjabarkan latar belakang yang mendasari peneliti
untuk mengerjakan penelitian ini, permasalahan yang peneliti angkat, tujuan dan
manfaat dari penelitian ini, tinjauan pustaka yang peneliti gunakan sebagai acuan
dalam melakukan penelitian ini, kerangka konsep yang akan peneliti gunakan sebagai
20
alat analisis untuk melihat fenomena yang diangkat oleh peneliti, serta metode
penelitian dan sistematika penelitian yang peneliti gunakan.
Bab II. Arti Foundation dan Sanggar Basundhari
Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan latar belakang dari aktor-aktor yang
terlibat di dalam penelitian ini yakni Arti Foundation dan Sanggar Basundhari. Pada
bab ini peneliti juga akan menjelaskan bagaimana proses kerja sama yang
berlangsung.
Bab III. Strategi diplomasi budaya Indonesia
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan bagaimana bagaimana proses
diplomasi musik Indonesia melalui kesenian Bali terhadap Jepang pada tahun 2007
hingga tahun 2010. Pada bab ini, peneliti juga akan menjelaskan peran dari aktoraktor yang terlibat pada proses diplomasi musik tersebut berlangsung hingga pada
produk pencapaian dari proses diplomasi musik antara Indonesia dengan Jepang
melalui kesenian Bali.
Bab IV. Penutup
Pada bab ini akan diisi dengan kesimpulan dari penelitian ini, kemudian
diikuti dengan saran-saran dari peneliti untuk penelitian berikutnya, tentunya bagi
peneliti yang berniat untuk melakukan penelitian terkait dengan
Download