A 33 Years Old Woman With Tuberculosis Spondylitis

advertisement
MuhammadMaulana‫׀‬A33YearsOldWomanwithTuberculosisSpondylitis
A33YearsOldWomanWithTuberculosisSpondylitis
MuhammadMaulana
FakultasKedokteranUniversitasLampung
Abstrak
SpondilitisTuberkulosis(TB)atauPottdiseaseialahsuatuosteomielitiskroniktulangbelakangyangdisebabkanolehbakteri
Mycobacterium tuberculosa. Daerah yang paling sering terkena, berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian
bawah,daerahlumbaldanservikal1-4.SpondilitisTBdapattimbuldengandefisitneurologispadasekitar10-47%kasus
TB.Kasusinimenjelaskanpasienwanitaberusia33tahunyangdatangdengankeluhankelemahanpadakeduatungkaiyang
semakin memberat disertai benjolan pada punggung pasien. Pasien memiliki riwayat batuk lama namun tidak pernah
mendapat terapi TB. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
o
83x/menit, frekuensi napas 22x/menit dan suhu 36,8 C. pada status lokalis didapatkan gibus berukuran 2x3 cm setinggi
vertebrae thoracal VII-VIII. Pada pemeriksaan sistem motorik didapatkan penurunan kekuatan otot ekstremitas inferior
(4/4). Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan LED. Pemeriksaan foto rontgen vertebrae thorakal
menunjukkan spondilitis thoracal VII-VIII. Pasien ini didiagnosis paraparese inferior ec spondilitis tuberkulosis. Pasien
diberikanOATdanterapisuportiflainnya.
Katakunci:Gibus,spondilitistuberculosis,paraparese,Pottdisease.
Abstract
Tuberculosis (TB) spondylitis or Pott's disease is a chronic osteomyelitis of the spine which is caused by Mycobacterium
tuberculosa. The most commonly affected areas is primarily the lower thoracic area, lumbar and cervical regions 1 – 4,
respectively.TBspondylitismaypresentswithneurologicaldeficitsinapproximately10-47%ofTBcases.Thiscasedescribes
a33-years-oldfemalepatientwhocamewithcomplaintsofweaknessinbothlegswhichwasgettingworse,withalumpon
thebackofthepatient.Patienthadahistoryoflong-termcough,butnevergotTBtherapy.Onphysicalexamination,we
found the awareness is compos mentis. Blood pressure 110/70 mmHg, pulse 83x/minute, respiratory rate 22x/min and
o
temperature 36,8 C. The localist status obtained Gibus measuring 2x3 cm on the seventh-eighth thoracic vertebraes. On
examinationofthemotorsystem,weobtaineddecreasedmusclestrengthofinferiorlimbs(4/4).Laboratorytestshowed
elevated ESR. X-ray examination showed seventh-eighth thoracic vertebraes spondylitis. This patient was diagnosed
paraparese inferior ec tuberculosis spondylitis. The patient was given antituberculosis drugs and other supportive
therapies.
Keywords:Gibus,paraparese,Pottdisease,tuberculosisspondylitis.
Korespondensi:MuhammadMaulana,S.Ked,‫׀‬[email protected]
Pendahuluan
Spondilitis Tuberkulosis(TB) atau Pott
diseaseialahsuatuosteomielitiskroniktulang
belakang yang disebabkan oleh kuman
Mycobacteriumtuberculosa.Infeksiumumnya
mulai dari korpus vertebra lalu ke diskus
intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya.
Daerah yang paling sering terkena, berturutturut ialah daerah torakal terutama bagian
bawah,daerahlumbaldanservikal1-4.1
Menurut World Health Organization
(WHO)padatahun2013,terdapat9jutakasus
TB baru dan 1,5 juta penduduk dunia
meninggal akibat infeksi kuman tuberkulosa.
Indonesia menempati peringkat kelima
setelah India,Tiongkok, Nigeria dan Pakistan
sebagai negara yang memiliki jumlah
penderita TB terbanyak, dengan jumlah
410.000 – 520.000 kasus TB.2 Sebanyak 20%
penderita TB paru akan mengalami
penyebaran TB ke organ di luar paru atau TB
ekstraparu
atau
extrapulmonary
tuberculosis(EPTB).3Pada tahun 2007, WHO
menyebutkan kasus EPTB sekitar 14%. Lokasi
paling umum dari EPTB adalah limfe, pleura
dantulangatausendi.DiAmerikaUtara,Eropa
dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama
mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 4050 tahun sementara di Asia dan Afrika
sebagian besar mengenai anak-anak (50%
kasus terjadi antara usia 1-20 tahun).
Spondilitis TB di negara yang memiliki sistem
diagnostik dan pelaporan yang baik, jumlah
kasusnya dapat mencapai 20-25% kasus TB
secara keseluruhan dan mencapai 50% dari
seluruhkasusTBtulang.4-8
Spondilitis TB dapat timbul dengan
defisit neurologis pada sekitar 10-47% kasus
TB. Di negara yang sedang berkembang
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|141
MuhammadMaulana‫׀‬A33YearsOldWomanwithTuberculosisSpondylitis
penyakit ini merupakan penyebab paling
sering untuk kondisi paraplegia non
traumatik.9 Berikut akan disajikan sebuah
kasus seorang wanita usia 33 tahun dengan
parapareseinferioretcausaspondilitisTB.
Kasus
Pasien wanita berusia 33 tahun,
dengan keluhan kelemahan pada kedua
tungkaidisertai rasa tebal dan kesemutan
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
mulai dari perut bagian atas hingga kedua
ujung kaki. Pasien juga mengatakan terdapat
benjolankerasdantidakbisadigerakkanpada
bagianpunggungyangmunculsebelumpasien
mengalami keluhan lemas pada kedua
tungkai. Benjolan menyebabkan punggung
pasien terasa kaku untuk digerakkan. Pasien
pernahmenderitabatukselama1bulantetapi
tidak pernah melakukan pemeriksaan dahak
dantidakpernahminumobatselama6bulan.
Pasien tidak ada keluhan demam. Pasien
mengatakanbanyakberkeringatdimalamhari
danmengalamipenurunanberatbadandalam
satu bulan terakhir. Pasien tidak ada riwayat
trauma.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran kompos mentis, GCS E4V5M6 = 15.
Tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit, suhu
36,8oC. Pada status generalis dalam batas
normal.Pada status lokalis didapatkan gibus
berukuran 2x3 cm setinggi vertebrae thoracal
VII-VIII. Pada pemeriksaan sistem motorik
didapatkan penurunan kekuatan otot
ekstremitasinferior(4/4).
Pada
pemeriksaan
penunjang
laboratoriumdidapatkanHb10,1g/dl,LED90
mm/jam, leukosit 8.800/ul, hitung jenis
0/2/0/70/20/8 dan trombosit 427.000/ul.
Pemeriksaan kimia darah (profil lipid, ureum
kreatinin, asam urat dan elektrolit) dalam
batas normal. Pemeriksaan radiologis
menunjukkan adanya spondilitis torakal VIIVIII.
sore dan malam hari serta adanya riwayat
batuk lama (lebih dari 3 minggu). Defisit
neurologis yang paling sering terjadi adalah
paraplegia yang dikenal dengan nama Pott’s
paraplegia akibat kompresi medula spinalis.
Keluhanbejolanpadapunggungmenunjukkan
adanya gibus atau angulasi vertebra akibat
spondilitisyangterjadi.10
Pasien ini didiagnosis sebagai
paraparese inferior et causa spondilitis
tuberkulosa. Terapi yang diberikan berupa
terapi
medikamentosa
dan
nonmedikamentosa.
Pemberian
terapi
medikamentosameliputicairanRingerLaktat,
vitamin B1 B6 dan B12 2 x 1 tablet, Natrium
diklofenak 2x25 mg per oral, dan obat
antituberkulosis(OAT)RHZE(Rifampisin1x600
mg, Isoniazid 1x300 mg, Pirazinamid 1x1.500
mg, Etambutol 1x1.500 mg). Terapi non
medikamentosa meliputi diet tinggi kalori
tinggi protein. Prognosis pada pasien ini
adalah ad bonam (ad vitam) dan dubia ad
bonam(adfungsionamdanadsanationam).
Pembahasan
Berdasarkan anamnesis, terdapat defisit
neurologis berupa kelemahan pada kedua
tungkaipasienyangdirasakanmulaidariperut
bagian atas hingga ujung kaki sejak 2 bulan
yang lalu, dan makin memburuk tiap harinya.
Pasien juga mengeluh adanya benjolan pada
punggung belakang yang diperkirakan berasal
dari tulang punggung pasien. Benjolan
tersebut muncul sebelum timbul keluhan
kelemahan pada tungkai pasien.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan benjolan keras
danterfiksirdenganukuran2x3cm.
Pasien juga memiliki riwayat batuk
selama 1 bulan sekitar 6 bulan lalu, namun
pasien tidak memeriksakan diri ke puskesmas
atas keluhan batuknya ini. Selain itu, pasien
mengeluh sering berkeringat di malam hari
terutama ketika tidur sehingga pasien
beberapa kali mengganti pakaian dan selama
2 bulan terakhir ini pasien mengalami
penurunan berat badan yang awalnya 73 kg
menjadi68kg.
Anamnesis
pasien
sudah
bisa
mengarahkanbahwa keluhan paraparese
disebabkan spondilitis karena kecurigaan
tuberkulosa pada pasien ini. Gambaran
adanya penyakit sistemik : kehilangan berat
badan, keringat malam, demam yang
berlangsung secara intermitten terutama
Walaupun setiap tulang atau sendi
dapat terkena, akan tetapi tulang yang
mempunyai fungsi untuk menahan beban
(weightbearing) dan mempunyai pergerakan
yangcukupbesar(mobile)lebihseringterkena
dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari
seluruh kasus tersebut, tulang belakang
merupakantempatyangpalingseringterkena
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|142
MuhammadMaulana‫׀‬A33YearsOldWomanwithTuberculosisSpondylitis
TB
tulang
(±50%
kasus)
dengan
kecenderungan terjadi defisit neurologis
sebanyak 10-47%. Spondilitis TB atau Pott
diseaseialahsuatuosteomielitiskroniktulang
belakang yang disebabkan oleh kuman
tuberkulosa. Infeksi umumnya mulai dari
korpusvertebralalukediskusintervertebralis
dankejaringansekitarnya.Daerahyangpaling
seringterkenaadalahareatorako-lumbal.1,5,9
Padapemeriksaanfisikdidapatkangibus
padatulangpunggungpasiensetinggithoracal
VII-VIII serta terdapat kelemahan otot
ekstremitas inferior. Penyempitan rongga
diskus terjadi karena perluasan infeksi
paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya
tulang subkondral disertai dengan kolapsnya
corpus vertebra karena nekrosis dan lisis
ataupun karena dehidrasi diskus, karena
perubahankapasitasfungsionaldariendplate.
Suplai darah juga akan semakin terganggu
dengan
timbulnya
endarteritis
yang
menyebabkantulangmenjadinekrosis.5
Destruksi progresif tulang di bagian
anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan
menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis
tulang untuk menahan berat badan sehingga
kemudianakanterjadikolapsvertebradengan
sendi intervertebral dan lengkung saraf
posterior tetap intak, jadi akan timbul
deformitas
berbentuk
kifosis
yang
progresifitasnya tergantung dari derajat
kerusakan,levellesidanjumlahvertebrayang
terlibat.5
KlasifikasimenurutGulhaneAskeriTip
Akademisi (GATA) baru-baru ini telah disusun
untuk menentukan terapi yang dianggap
paling baik untuk pasien yang bersangkutan.
Sistem klasifi kasi ini dibuat berdasarkan
kriteria klinis dan radiologis, antara lain:
formasi abses, degenerasi diskus, kolaps
vertebra, kifosis, angulasi sagital, instabilitas
vertebra dan gejala neurologis; membagi
spondilitisTBmenjaditigatipe(I,II,danIII).11
Pemeriksaan
penunjang
yang
mendukung
diagnosis
diantaranya
peningkatan LED (90 mm/jam) dan
pemeriksaan rontgen vertebra thorakal
(AP/Lat) menunjukkan terjadinya spondilitis
pada thoracal VII-VIII. Foto polos seluruh
tulang belakang juga diperlukan untuk
mencari bukti adanya tuberkulosa di tulang
belakang.Tandaradiologisbarudapatterlihat
setelah 3-8 minggu onset penyakit. Tahap
awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior
superior atau sudut inferior korpus vertebra,
osteoporosis regional yang kemudian
berlanjut sehingga tampak penyempitan
diskus intervertebralis yang berdekatan, serta
erosikorpusvertebraanterioryangberbentuk
scallopingkarenapenyebaraninfeksidariarea
subligamentous.10
Pada pasien dengan diagnosis
spondilitis tuberkulosa juga seharusnya
dilakukan pemeriksaan penunjang mantoux
test atau Ig anti tuberkulosa untuk
memastikanapakahpenyebabkeluhanpasien
memang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa.10 Penatalaksanaan utama adalah
obat anti tuberkulosa dengan dosis yang
disesuaikan dengan berat badan pasien yaitu
68 kg (>60 kg). Sesuai dengan pedoman
penatalaksanaan
tuberkulosis
yang
dikeluarkan Persatuan Dokter Paru Indonesia
(PDPI), pada pasien diberikan Rifampisin 1 x
600 mg, Isoniazid 1 x 300 mg, Etambutol 1 x
1500mgdanPirazinamid1x1000mgselama
masa
intensif.
TB
pulmoner
dan
ekstrapulmoner mendapatkan regimen terapi
yang sama (2HRZE/4HR) namun untuk terapi
TB tulang, kemoterapi OAT perlu dilanjutkan
hingga9bulankarenasulitnyamenilairespon
terapi.10,12,13
Tabel1.KlasifikasispondilitisTBmenurutGATA.
11
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|143
MuhammadMaulana‫׀‬A33YearsOldWomanwithTuberculosisSpondylitis
Sedangkan, untuk pasien dengan lesi
vertebra multipel, tingkat servikal, dan
dengan defisit neurologis belum dapat
dievaluasi,
namun
beberapa
ahli
menyarankandurasikemoterapiselama9–
12bulan.14
Pemberian natrium diklofenakyang
termasuk golongan obat antiinflamasi
nonsteroid ditujukan untuk pengobatan
akut dan kronis gejala-gejala reumatoid
artritis, osteoartritis dan ankilosing
spondylitis. Obat ini memiliki aktivitas
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik
dengan
menghambat
enzim
siklooksigenase sehingga pembentukan
prostaglandin
terhambat
sehingga
mengurangi nyeri yang dialami oleh
pasien.15
Pemberian Vit B1 B6 dan B12
ditujukan untuk suplemen atau terapi
suportif, seperti vitamin B1 bermanfaat
untuk membantu mengatasi gejala
kelelahan karena sifatnya yang dapat
berperan dalam metabolisme karbohidrat
untuk menghasilkan energi dan dapat
mengurangi penumpukan asam laktat. B6
diberikan untuk mengantisipasi efek
samping dari pemberian rifampisin,
sedangkan vitamin B12 dapat membantu
pembentukan sel darah merah yang akan
digunakan untuk menghasilkan oksigen
yang akan diberikan ke seluruh jaringan
dan mencegah terjadinya hipoksia
terutama sistem persarafan. Kombinasi
ketiganya juga dapat mempengaruhi
pembentukan serotonin dimana serotonin
sangatterlibatdalamprosesrelaksasi.12
Terapi konservatif memberikan
hasilyangbaik,namunpadakasustertentu
diperlukantindakanoperatif.Tujuanterapi
operatif adalah menghilangkan sumber
infeksi,
mengkoreksi
deformitas,
menghilangkan komplikasi neurologik dan
kerusakan lebih lanjut. Indikasi tindakan
operatifantaralain:16-18
a. Jika
terapi
konservatif
tidak
memberikan hasil yang memuaskan,
secaraklinisdanradiologismemburuk.
b. Deformitas
bertambah,
terjadi
destruksikorpusmultipel.
c. Terjadinya kompresi pada medula
spinalis dengan atau tidak dengan
defisit neurologik, terdapat abses
paravertebral
d. Lesi terletak torakolumbal, torakal
tengah dan bawah pada penderita
anak. Lesi pada daerah ini akan
menimbulkan deformitas berat pada
anak dan tidak dapat ditanggulangi
hanyadenganOAT.
e. Radiologis
menunjukkan
adanya
sekuester, kavitasi dan kaseonekrotik
dalamjumlahbanyak.
Meskipun
beberapa
penelitian
menyatakan bahwa tidak ada perbedaaan
yangsignifikanspondilitistuberkulosayang
diterapi konservatif maupun operatif,
namun ada beberapa keunggulan dari
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|144
MuhammadMaulana‫׀‬A33YearsOldWomanwithTuberculosisSpondylitis
tindakan operatif. Keunggulan tersebut
antara lain kejadian kifosis lebih sedikit,
pembebasan
jaringan
saraf
yang
terkompresi dengan cepat, nyeri lebih
cepat berkurang, tingginya persentasi dari
fusi tulang, fusi tulang yang lebih cepat,
tingkat relaps yang lebih rendah, dapat
kembali beraktivitas lebih cepat dan lebih
sedikitkehilanganjaringantulang.19-22
Prognosis ad vitam pada kasus ini
adalah ad bonam karena hal ini
dipengaruhiolehkeadaanpasienpadasaat
datang
masih
baik.Prognosis
ad
fungsionamadalah dubia ad bonam
dikarenakansangattergantungdarikondisi
pasien sendiri yang dipengaruhi luas lesi
yang tidak terlalu besar sehingga
pengembalian fungsi diharapkan dapat
kembali mendekati semula. Prognosis ad
sanationam dubia ad bonam dikarenakan
tidak ada faktor resiko yang dapat
membuat
keadaan
pasien
makin
memburuk tetapi harus selalu diingatkan
untukmengkonsumsiOATtepatwaktu.
Prognosispasiendenganspondilitis
TB dipengaruhi oleh usia, deformitas
kifotik, letak lesi, defisit neurologis,
diagnosis dini, kemoterapi, fusi spinal,
komorbid,
tingkat
edukasi
dan
sosioekonomi. Faktor
usia
muda
dihubungkan dengan prognosis yang lebih
baik.24 Parthasarathy et al.menyatakan
bahwa pasien dibawah 15 tahun dan
dengan kifosis lebih dari 30o cenderung
tidak responsif terhadap pengobatan.
Kifosisberat,selainmemperburukestetika,
dapat mengurangi kemampuan bernafas.
Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi
korpus vertebra yang nyata dikombinasi
dengan kemoterapi OAT yang adekuat
menjanjikan pemulihan yang sempurna
pada semua kasus. Adanya resistensi
terhadap OAT memperburuk prognosis
spondilitis TB. Komorbid lain seperti AIDS
memiliki prognosis yang buruk. Sebuah
penelitian lain di Nigeria menyebutkan
bahwapasiendengantingkatedukasiyang
rendah cenderung malas datang berobat
sebelum muncul gejala yang lebih berat
sepertiparaplegia.25-27
Simpulan
Spondilitis Tuberkulosis (TB) atau
Pott disease adalah suatu osteomielitis
kronik tulang belakang yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.
Spondilitis TB dapat timbul dengan defisit
neurologis.Regimenterapiyangdigunakan
sama seperti TB pulmoner yaitu obat
antituberkulosa.
DaftarPustaka
1. Mumenthaler
M,
Mattle
H.
Fundamental of neurology. NewYork:
Thieme;2006.hlm.146-7.
2. World Health Organization. Global
tuberculosis report 2014. Geneva:
WHOPress;2014.
3. World Health Organization. Global
tuberculosis control - epidemiology,
strategy, financing. Geneva: WHO
Press;2005.
4. Agarwal P, Rathi P, Verma R, Pradhan
CG. Tuberculous spondilitis: Global
lesion. Special issues on tuberculosis
[internet]. Bombay: Bombay Hospital;
1999 [diakses tanggal 12 Mei 2015].
Tersedia
dari:
http://www.bhj.org.in/journal/special_
issue_tb/SP_17.htm.
5. American Cancer Society. Brain
andspinal
cordtumor
inadults
[internet]. Atlanta: American Cancer
Society; 2009 [diakses tanggal 4 Mei
2015].
Tersedia
dari:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid
/documents/webcontent/003088-pdf.
6. Guzey FK. Thoracic and lumbar
tuberculous spondylitis treated by
posterior
debridement,
graft
placement and instrumentation: a
retrospective analysis in 19 cases. J
NeurosurgSpine.2005;3:450-8.
7. Hidalgo JA, Alangaden G, Cunha BA,
Herchline TE, Gohn JF Jr, Talavera F.
PottDisease.Medscape;2014.[disitasi
2015 Mei 12]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/articl
e/226141-overview.
8. NataprawiraHM,RahimAH,DewiMM,
Ismail Y. Comparation between
operative and conservative therapy in
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|145
MuhammadMaulana‫׀‬A33YearsOldWomanwithTuberculosisSpondylitis
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
spondylitis tuberculosis in Hasan
Sadikin Hospital Bandung. Maj Kedokt
Indon.2010;60(7):318-22.
Sai Kiran NA, Vaishya S, Kale SS,
Sharma BS, Mahapatra AK. Surgical
results in patients with tuberculosis of
the spine and severe lower-extremity
motordeficits:aretrospectivestudyof
48 patients.J Neurosurg Spine.2007;
6:320–6.
Aminorf JM, Greenberg AD, Simon PR.
ClinicallNeurology. Edisi ke-7. New
York: Lange Medical Books/McGrawHill;2005.hlm.155-7.
Oguz E, Sehirlioglu A, Altinmakas M,
Ozturk C, Komurcu M, Solakoglu C,
Vaccaro AR. A new classifi cation and
guide for surgical treatment of spinal
tuberculosis.
International
Orthopaedics (SICOT). 2008; 32: 127–
33.
Treatment of Tuberculosis: guidelines.
Edisi ke-4. Geneva: World Health
OrganizationPress;2010.
American Thoracic Society, CDC,
InfectiousDiseasesSocietyofAmerica.
Treatment of tuberculosis. MWRR.
2003;52(RR-11):1–77.
Cormican L, Hammal R, Messenger J,
Milburn HJ. Current diffi culties in the
diagnosis and management of spinal
tuberculosis.PostgradMedJ.2006;82:
46-51.
HassanSS,YunusSH,LatifA.Studyand
improvement of methods for The
determination of diclofenac sodium in
pharmaceutical preparations. Pak J
Pharm.2007-2010;20-23(1&2):7-10.
SudjadiCV.Pengaruhpemberiantablet
kombinasi vitamin B1, B6, dan B12
terhadap kelelahan otot. Semarang:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Diponegoro;2010.
Cormican L, Hammal R, Messenger J,
Milburn HJ. Current difficulties in the
diagnosis and management of spinal
tuberculosis.PostgradMedJ.2006;82:
46-51.
Solomon L, Marwick DJ, Nayagam
S.Apley'ssystem of orthopaedics and
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
fracture.Edisi ke-9. London: Arnold;
2010.
Sell P. Expert's comment concerning
grand rounds case entitled "Posterior
listhesis of a lumbar vertebra in spinal
tuberculosis" (by Matthew A. Kirkman
and Krishnamurthy Sridhar). Eur Spine
J.2011;20(1):6-8.
Moesbar N. Infeksi tuberkulosa pada
tulang belakang. Majalah Kedokteran
Nusantara.2006;39(3):279-89.
JuttePC,VanLoenhout-RooyackersJH.
Routine surgery in addition to
chemotherapy for treating spinal
tuberculosis. Cochrane Database Syst
Rev.2006;1:CD004532.
National Collaborating Centre for
ChronicConditions.TB(partialupdate)
clinical guideline DRAFT (November
2010). Tuberculosis: clinical diagnosis
and management of tuberculosis, and
measures for its prevention and
control. London: Royal College of
Physicians;2006.
Rasouli MR, Mirkoohi M, Vaccaro AR,
Yarandi KK, Rahimi-Movaghar V.Spinal
Tuberculosis:
Diagnosis
and
management.AsianSpineJ.2012;6(4):
294-308.
Garg RK, Somvanshi DS. Spinal
tuberculosis: a review.The Journal of
SpinalCordMedicine.2011;34(5):44054.
Jain AK. Tuberculosis of the spine a
freshlookatanolddisease.JBoneand
JointSurg.2010;92(7):905-13.
Njoku CH, Makusidi MA, Ezunu EO.
Experiences in management of pott’s
paraplegia and paraparesis in Medical
WardsofUsmanuDanfodiyoUniversity
Teaching Hospital, Sokoto, Nigeria.
AnnalsofAfricanMedicine.2007;6(1):
22–5.
Zuwanda, Janitra R. Diagnosis dan
Penatalaksanaan
Spondilitis
Tuberkulosis.CDK.2013;40(9):661-73.
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|146
Download