Interferon Gamma Release Assay

advertisement
Interferon Gamma Release Assay:
Preanalytic, Analytic and Postanalytic factos affecting the result
Diajukan oleh:
Agnes R Indrati
Dept. Patologi Klinik, RS Hasan Sadikin/ FK Universitas Padjadjaran Bandung
Pada Acara:
Semiloka mutu XIII-2015
Perhimpunan Dokter Specialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia
Hotel Borobudur, Jakarta, 10-12 April 2015
Abstrak
Sebelum tahun 2001, tes tuberkulin merupakan satu-satunya pemeriksaan imunologis
yang tersedia untuk mengetahui infeksi Mycobacterium tuberculosis. Adanya reaksi silang
antara derivat protein pada tes tuberkulin dengan vaksinasi BCG dan mikobakteri non
tuberkulosis menyebabkan timbulnya hasil positif palsu dan rendahnya spesifisitas pada tes
tuberkulin. Tes tuberkulin memiliki sensitivitas yang rendah pada individu dengan sistem
imun yang kompromis seperti pasien HIV dan anak. Ditemukannya peran penting interferon
gamma pada regulasi respon imun seluler pada infeksi M.tb diikuti berkembangnya
pemeriksaaninterferon gamma release assays (IGRA) untuk mendeteksi infeksi M. Tb. IGRA
mendeteksi adanya sensitisasi M. Tb dengan mengukur pelepasan IFN-γ sebagai respon
terhadap antigen M. Tb. Antigen ESAT-6, CFP-10 dan TB7.7 yang digunakan pada IGRA
tidak ditemukan pada BCG dan mikobakteria di lingkungan (kecuali M. Kansasi, M.
Marinum, M. Flavescens dan M. Gastrii), sehingga spesifisitas pada IGRA lebih baik
dibandingkan tes tuberkulin. Antigen-antigen ini merupakan target utama sel limfosit pada
infeksi M. Tb. Terdapat 2 jenis IGRA yang tersedia secara komersial saat ini, yaitu IGRA
yang dibaca secara ELISA (Quantiferron) dan secara spot (ELIspot).
IGRA direkomendasikan digunakan pada individu yang sudah mendapatkan BCG
dan individu dengan riwayat tidak kembali
direkomendasikan untuk mendiagnosis
sesudah tes tuberkulin. Saat ini
IGRA
infeksi TB laten, tetapi tidak untuk TB aktif.
Beberapa faktor yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan IGRA adalah flebotomi yang
seringkali sulit terutama pada anak/ bayi, adanya hasil indeterminate, standarisasi
pemeriksaan serta dibutuhkan laboratorium dengan peralatan yang kompleks untuk dapat
melaksanakan pemeriksaan IGRA, serta biaya pemeriksaan yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan tes tuberkulin.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah sosial dan kesehatan masyarakat yang serius,
memengaruhi jutaan orang setiap tahunnya.1Vaksin Bacille calmette-guerin (BCG) telah
digunakan sebagai profilaksis tetapi tidak menghambat perkembangan dari penyakit
ini.2Diagnosis dini dan polychemotherapy, dapat mengontrol penyebaran infeksi TB. Metode
diagnostik yang ada saat ini masih memiliki permasalahan. Masalah tersebut termasuk
sensitivitas yang rendah dari pemeriksaan mikroskop basil tahan asam (BTA), kultur
Mycobacterium tuberculosis (Mtb) membutuhkan waktu yang lama, dan spesifisitas yang
rendah dari tuberculinskin test(TST) yang menggunakanpurified protein derivative(PPD) dari
Mtb.3
Metode diagnostik baru, yang menggunakan antigen spesifik seperti early secreted
antigen target 6 kDa (ESAT-6) dan culturefiltrate protein-10 kDa (CFP-10) dari Mtb telah
dievaluasi. Gen-gen yang mengkode antigen ini terletak pada deoxyribonucleic acid (DNA)
region of difference (RD)-1 dari M. tuberculosis,
M. africanum dan M. bovis. Namun,
mereka terdelesi pada strain M. bovis BCG dan pada sebagian besar spesies dari
environmental mycobacteria. Metode diagnostik seperti Quantiferon-TB dan T SPOT.TB,
yang berdasarkan pada produksi interferon-gamma (IFN-γ) oleh limfosit T sehingga respon
terhadap antigen Mtb, telah diuji dan ditemukan memiliki sensitivitas yang melebihi PPD
skin test, coss-reactivityyang lebih rendah karena vaksin BCG atau infeksi dari environmental
mycobacteria.4
Interferon-gamma release assays merupakan in vitro blood tests yang berfungsi untuk
mendeteksi respon CMI pada infeksi Mtb, dengan demikian IGRA hanyamengukur secara
tidak langsung adanya Mtb. Tes ini mengukur produksi IFN-γ yang dilepaskan sel limfosit T
yang telah tersensitasi oleh antigen spesifik Mtb kompleks. 20 Gambar 2.5 menerangkan
mekanisme tes diagnostik secara in vitropada TB. Interferon-gamma dihasilkan oleh sel-sel
dari sistem imun seperti CD4+, CD8+, dan NK cells. Sitokin ini berperan penting dalam
mengeliminasi Mtb dengan mengaktivasi produksi reactive oxygen species dalam makrofag,
yang terlibat dalam dekstruksi bakteri patogen. Sel T yang secara khusus mengenal antigen
Mtb adalah sel T CD4, yang menghasilkan IFN-γ untuk mengaktivasi makrofag yang
terinfeksi
Mtb.
Makrofag
yang
teraktivasi
dapat
menangkap
dan
mengontrol
perkembangandari Mtb.26Food and Drug Administration(FDA) telah menyetujuidua
teknikkomersial pemeriksaan IGRA yaitu QuantiFERON-TB dan T-SPOT.TB untuk
mendeteksi infeksi Mtb.20
Saat ini yang banyak digunakan di pasaran adalah generasi ketiga QFT-GIT, yang disetujui
oleh FDA tahun 2007. Antigen yang digunakan padaQFT-GIT adalah peptide
cocktailstimulating protein ESAT-6, CFP-10 dan TB7.7(p4).20 Tes ini memiliki beberapa
kelebihan seperti kunjungan penderita hanya satu kali untuk pemeriksaan, tidak seperti
seperti pada TST yang membutuhkan dua kali kunjungan untuk membaca hasil, hasil
pemeriksaan keluar dalam 24 jam, dapat digunakan untuk evaluasi infeksi TB dan LTBI,
lebih spesifik dari TST karena tidak dipengaruhi oleh vaksinasi BCG sebelumnya atau tidak
memberikan hasil positif dari paparan NTM, hasil positif merupakan indikasi seseorang telah
mengalami infeksi TB tetapi tidak dapat membedakan antara TB aktif dan LTBI, dan hasil
negatif dapat mengeksklusi TB pada penderita imunokompeten.27 Kekurangan tes ini adalah
membutuhkan penanganan sampel dalam waktu 12 jam setelah pengambilan darah, dan
masih sedikit data yang berhubungan dengan penggunaannya dalam menentukan risiko
menderita TB.4Tes ini juga berfungsi untuk diagnosis LTBI dan sebagai diagnosis pembantu
pada yang terinfeksi Mtb kompleks. Hasil positif dapat mendukung diagnosis penyakit TB,
namun infeksi oleh karena mikobakterium lain seperti M. kansasii dapat juga memberikan
hasil posisitif.28 Akurasi aplikasi IGRAs ini telah diteliti, dapat digunakan pada populasi yang
berbeda seperti pada anak-anak, pasien immunosuppressed, dan petugas kesehatan.19
Kriteria Interpretasi Hasil Pemeriksaan QFT-GIT
Hasil
Positif
Konsentrasi IFN-γ
(IU/ml)
Antigen Mtb
Kontrol negatif
Mitogen
(PHA)
Interpretasi
≥ 0,35 IU/ml dan ≥ 25%
di atas kontrol negatif
≤ 8,0 IU/ml
Berapun
nilainya
Infeksi Mtb
not likely
Negatif
Indeterminate
< 0,35 IU/ml dan <
25% di atas kontrol
negatif
≤ 8,0 IU/ml
≥ 0,5 IU/ml
< 0,35 IU/ml dan < 25%
di atas kontrol negatif
≤ 8,0 IU/ml
< 0,5 IU/ml
Berapun nilainya
> 8,0 IU/ml
Berapun
nilainya
Infeksi Mtb
likely
Hasil
indeterminate
terhadap respon
antigen TB
Dikutip dari: Celletis28
Pemeriksaan yang direferensikan untuk diagnisis infeksi TB masih kurang. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menetapkan sensitivitas dan spesifitas dari teknik diagnostik yang
baru. Untuk mengatasi masalah pada sensitivitas, terdapat tiga strategi yang telah digunakan
yaitu mengelompokkan orang-orang yang memiliki TB aktif, orang-orang yang ada kontak
dengan penderita TB dan pisahkan berdasarkan menurut derajat paparannya, dan perhatikan
waktu yang akan disepakati untuk melakukan pemeriksaan IGRA dan TST.
Kedua TST dan IGRA dapat diterima tetapi tidak sempurna untuk diagnosis LTBI, dengan
kelebihan dan kekurangannya.Interferon-gamma release assaysmemperkenalkan
beberapaperbaikan di atas TST, tetapi perbaikan itu sebagai tambahan bukan perubahan. Ada
beberapa situasi di mana tes ini tidak tepat untuk digunakan misalnya, diagnosis TB aktif
pada orang dewasa dan situasi di mana kedua tes mungkin diperlukanuntuk mendeteksi
infeksi Mtb misalnya, pada populasi immunocompromiseddanada situasi di mana satu tes
mungkin lebih baik dari yang lain.Misalnya, tes IGRA mungkin lebih baik dari TST pada
populasi di mana BCG diberikan setelah bayi atau diberikanbeberapa kali.Sebaliknya, TST
mungkin lebih baik dari IGRAuntuk uji serial terhadap petugas kesehatan yang berisiko
terifeksi Mtb.
Tujuan utama dari IGRA adalah untuk mengidentifikasi orang-orang yang akan
mendapatkanterapi LTBI. Namun, IGRA dan TST terbatasdalam hal ini, karena beberapa
alasan termasuk risiko ysng rendah terhadap progresivitas penyakit, ketidakmampuan untuk
membedakan reaktivasi dari infeksi ulang,akurasi tang rendah pada pasien
immunocompromised, danketidakmampuan untuk membedakan berbagai tahapan dalam
spektrumLTBI. Untuk memaksimalkan nilai prediksi positif terhadap pemeriksaaan LTBI,
skrining LTBI harus disediakan hanya bagi mereka yangberisiko cukup tinggi menderita
penyakit.
PUSTAKA ACUAN
1.
World Health Organization. Global Tuberculosis Control 2012: The Burden of
Disease caused by TB. WHO; 2012. hlm. 9-12.
2.
Anonimus. Tuberkulosis di Indonesia. Dalam: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, editor. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Bakti Husada; 2012. hlm. 4-12.
3.
Raviglione MC, O'Brien RJ. Tuberculosis. Dalam: Loscalzo J, editor. Harrison's
Pulmonary and Critical Care Medicine. Edisi ke-2. New York: The McGraw-Hill
Companies; 2010. hlm. 115-38.
4.
Teixeira HC, Abramo C, Munk ME. Immunological diagnosis of tuberculosis:
problems and strategies for success. J Bras Pneumol. 2007 May-Jun;33(3):323-34.
5.
Herbert N, George A, Masham B, Sharma V, Oliverb M, et al. World TB Day 2014:
finding the missing 3 million. The Lancet. 2014 22 March;383(9922):1016-18.
6.
Bhatt K, Salgame P. Host Innate Immune Response to Mycobacterium tuberculosis. J
Clin Immunol. 2007;27(4):347-62.
7.
Centers for Disease Control and Prevention. Latent Tuberculosis Infection: A Guide
for Primary Health Care Providers. Atlanta: U.S: Department of Health and Human
ServicesCenters for Disease Control and Prevention; 2013. p. 5-10.
8.
World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2013: WHO Report 2013.
9.
Giger O. Mycobacterium tuberculosis and Other Nontuberculous Mycobacteria.
Dalam: Mahon CR, Lehman DC, Manuselis G, editor. Textbook of Diagnositic
Microbiology. Edisi ke-4. Missouri:: Sauders Elsevier; 2011. hlm. 575-8.
10.
Talip BA, Sleator RD, Lowery CJ, Dooley JSG, Snelling WJ. An Update on Global
Tuberculosis. Infectious Diseases: Research and Treatment. 2013;6:39-50.
11.
Grange JM, Zumla AL. Tuberculosis. Dalam: Cook GC, Zumla AL, editor. Manson's
Tropical Diseases. Edisi ke-21. London: Saunders Elsevier; 2009. hlm. 983-1038.
12.
Nunes-Alves C, Booty MG, Carpenter SM, Jayaraman P, Rothchild AC, Behar SM.
In search of a new paradigm for protective immunity to TB. Nat Rev Microbiol. 2014
Apr;12(4):289-99.
13.
Katial RK, Hershey J, Purohit-Seth T, Belisle JT, Brennan PJ, Spencer JS, et al. Cellmediated immune response to tuberculosis antigens: comparison of skin testing and
measurement of in vitro gamma interferon production in whole-blood culture. Clin
Diagn Lab Immunol. 2001 Mar;8(2):339-45.
14.
Dheda K, Schwander SK, Zhu B, van Zyl-Smit RN, Zhang Y. The immunology of
tuberculosis: from bench to bedside. Respirology. 2010 Apr;15(3):433-50.
15.
Andersen P, Munk ME, Pollock JM, Doherty TM. Specific immune-based diagnosis
of tuberculosis. Lancet. 2000 Sep 23;356(9235):1099-104.
16.
Mustafa AS. Progress Towards The development of New Anti Tuberculosis Vaccines.
Dalam: Smithe LT, editor. Focus On Tuberculosis Research. NewYork: : Nova
Biomedical Books; 2005. hlm. 55-62.
17.
Cole S BR, Parkhill J, Garnier T, Churcher C, Harris D, et al,. Diciphering the
Biology of Mycobacterium tuberculosis from the complete genom sequence. Nature.
1998;393:537-44.
18.
Parkash O, Singh BP, Pai M. Regions of differences encoded antigens as targets for
immunodiagnosis of tuberculosis in humans. Scand J Immunol. 2009;70(4):345-57.
19.
Trajman A, Steffen RE, Menzies D. Interferon-Gamma Release Assays versus
Tuberculin Skin Testing for the Diagnosis of Latent Tuberculosis Infection: An
Overview of the Evidence. 2013:1-12.
20.
Pai M, Denkinger CM, Kik SV, Rangaka MX, Zwerling A, Oxlade O, et al. Gamma
interferon release assays for detection of Mycobacterium tuberculosis infection. Clin
Microbiol Rev. 2014 Jan;27(1):3-20.
21.
A new look at the immunology of tuberculosis. Ind J Tub. 1997.
22.
Kenyorini, Suradi, Surjanto E. Uji tuberkulin. . 2006;. Jurnal Tuberkulosis Indonesia.
2006;3(2):7-10.
23.
Society AT. Targeted Tuberculin Testing and Treatment of Latent Tuberculosis
Infection. . 2000;161:221-47. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161:221-57.
24.
New Jersey Medical School Global Tuberculosis Institute. Mantoux Tuberculin Skin
Testing Training Guide. Newark, New Jersey2007.
25.
Guillén MA. Advances in the Diagnosis of Tuberculosis Infection. Arch
Bronconeumol. 2011;47(10):521–30.
26.
European Centre for Disease Prevention and Control. Use of interferon-gamma
release assays in support of TB diagnosis. Stockholm: ECDC; 2011.
27.
Madariaga MG, Ziba Jalali, Susan S. Clinical Utility of Interferon Gamma Assay in
the Diagnosis of Tuberculosis. J Am Board Fam Med. 2007;20:540 –7.
28.
Cellestis. QuantiFERON-TB Gold In Tube. Package Insert.
29.
Pandey S, Rattan A, Singh M. Evaluating the Indeterminate Results of the
QuantiFERON-TB Gold in-Tube Test. Curr Res Tuberculosis. 2011;3:16-9.
30.
T-SPOT, T-Cell Xtend and the Oxford Immunotec logo are trademarks of Oxford
Immunotec Limited. Oxford, UK: Oxford Immunotec Limited,; 2013. p. 1-36.
31.
Borkowska D, Zwolska Z, MichaƂowska-Mitczuk D, Zabost A, Napiórkowska A, et
al. Interferon-gamma assay T-SPOT.TB in the diagnostics of latent tuberculosis
infection. Pneumonol Alergol 2011;79(4):264–71.
Download