Implikasi Kebijakan Subsidi Perikanan Pada Pengembangan Peri

advertisement
3. LANDA SAN TEORITIS
3.1. Darga dan Instrumen Kebijakan
Konsep dasar ilmu ekonomi dalam mempetajari perilaku pasar barang,
pasar tenaga keIja dan pasar uang mengacu pada perilaku permintaan (fungsi
permintaan) dan perilaku penawaran (fungsi penawaran) dari setiap pasar.
Menurut Henderson and Quant (1985), Nicholson (1984) dan Jehle (1991)
fungsi permintaan (penawaran) pasar suatu komoditas merupakan agregasi
permintaan (penawaran) dari pelaku ekonomi dalam pasar tersebut.
Searab dengan yang disebutkan diatas, maka kuantitas penawaran dan
permintaan komoditas perikanan ditentukan oleh keseimbangan harga dari
komoditas tersebut. ljka pasar tersebut memenuhi asumsi pasar bersaing
sempuma, maka harga daJam pasar itu merupakan peubah bebas yang tidak
dapat diintervensi oteh pelaku pasar dan pemerintah. Keseimbangan harga pada
pasar itu ditentukan oleh kuantitas barang yang diminta dan yang ditawarkan.
Harga keseimbangan tersebut menjadi acuan bagi nelayan, jika harga ikan
terlalu rendah mungkin nelayan memutuskan untuk tidak -menangkap ikan,
sebaJiknya jika harga ikan cukup tinggi maka nelayan seakan memperoieh
insentifuntuk menangkap ikan.
Selanjutnya jika pada pasar komoditas perikanan itu, jumlah penawaran
(permintaan) masing-masing dipetakan terhadap harga penawaran (harga
permintaan), maka hubungan itu akan·membentuk fungsi penawaran dan fungs;
permintaan pasar dan komoditas yang bersangkutan. Karena fungsi penawaran
dan permintaan pasar dari komoditas tersebut merupakan hubungan yang
memetakan kuantitas dengan harganya, maka dari kedua fungs; tersebut menurut
pandangan Walrasian 1 dapat diturunkan fungsi baru yang disebut fungsi ekses
permintaan (excess demand junction). Fungsi yang terakhir ini merupakan
1 DaJam pandangan Walrasian harga akan menuju keseimbanganjika ekses permintaan sarna
dengan nol. E(P)=O. Keseimbangan ini didasarkan pada perbedaan kuantitas penawaran dan
kuantitas permintaan pada barga keseimbangan Sedangkan pandangan Marshallian harga akan
menuju keseimbangan didasarkan pada perbedaan harga pada kuantitas tertentu.
selisih dari jumlah penawaran dan jumlah permintaan pada setiap tingkat harga.
Dengan demikian fungsi ekses permintaan ini juga memetakan kuantitas barang
dengan harga barang tersebut pada pasar itu. Harga keseirnbangan menurut
pandangan Walrasian terjadi jika ekses permintaan sarna dengan
DOl.
Gambaran mengenai fungsi ekses permintaan dan harga keseimbangan
dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumbu horizontal dari gambar 4, merupakan
kuantitas barang (Q) dalam pasar, sedangkan sumbu vertikal menggambarkan
harga (P) pada pasar itu. Jika Qo = D(p,a)
merupakan fungsi yang
rnenggambarkan permintaan suatu barang, dan Qs = S(P,P) merupakan fungsi
yang menggambarkan penawaran pasar suatu barang. Sernentara itu a dan
p
pada persamaan tersebut adalah parameter yang dapat menggeser (shift) fungsi
pennintaan dan fungsi penawaran. Harga keseimbangan terjadi jika Qo(p*,a)=
Qs(p·,P).
Selanjutnya jika E(P) disebut sebagai fungsi ekses permintaan, maka
E(P) = Qo(P,a) - Qs (P,P). sehingga pada harga keseirnbangan p. diperoleh
E(p) =
o. Hal ini berarti pada harga keseimbangan tersebut kuantitas barang
yang ditawarkan tidak lebih· dari kuantitas barang yang diminta, seCara
matematis dapat dituliskan p' 2: 0 jika Qo(p·) ~ Qs(P) dan jika Qo(P*) < Qs(po)
maka
p. =
o.
Harga keseimbangan pasar p. harus unik dan eksis. Harga
keseimbangan yang eksisi artinya dalam pasar komoditas tersebut dapat saja
tetjadi beberapa harga keseimbangan. dari beberapa harga keseirnbangan pasar
tersebut harus diperoleh satu harga keseimbangan umum, harga itulah yang
disebut sebagai harga yang unik. Harga yang unik itu, dalam fungsi matematis
merupakan harga yang memenuhi persyaratan fungsi "global maksimum".
Berdasarkan bentuk umum fungsi permintaan dan fungsi penawaran
diatas hal yang perlu dicatat bahwa turunan pertama dari fungsi permintaan
diharapkan diperoleh aD = Dp -< 0, hal ini menunjukkan jika harga dari
8P
komoditas ini meningkat maka permintaan terhadap komoditas tersebut akan
menurun. Serta hubungan aD
8a
= Da
sangat tergantung pada definisi parameter
38
11.
as = Sp >- 0
ap
Sedangkan turunan pertama dan fungsi penawaran adalah -
.
hal
ini berarti jika harga meningkat maka penawaran dari komoditas tersebut akan
as = Dp
meningkat. Disamping itu, arti dan hubungan -
ap
definisi parameter
sangat tergantung dan
p.
Harga
Qs
E(P*,O)
Kuantitas
o
+
E(P)
Gambar 4. Hubungan antara Kuantitas dan Harga serta Ekses
Permintaan dalam Pasar Bersaing Sempurna
Komparatif statik dari persamaan pennintaan dan penawaran diatas dapat
diperoleh melalui total differensial dan persamaan penawaran dan pennintaan
tersebut. Mengikuti Sibelberg (1990) maka total differensial persamaan tersebut
dapat ditulis:
dQn = D p. dP + Da do.
dQs = Sp.dP + Sp. dP
dQo = dQs
39
Perubahan harga keseimbangan dapat tetjadi apabila ada intervensi terhadap
parameter
0.
dan
P (dimana
0.
dan
p merupakan instrument kebijakan fiskal
seperti subsidi dan pajak atau kebijakan moneter terutama kebijakan kredit),
Jika parameter permintaan
0.
berubah
dan parameter
P diasumsikan
tetap, maka:
Dr. dP + Dn ' do. = Sp dP
dP
da
--
Sehingga:
Da
Sp -Dp
Selama penawaran masih lebih besar dari permintaan, maka persamaan diatas
penyebutnya akan selalu bertanda positif
positif, maka dP >- 0 , Jika
da
yang dikonsumsi adaIah
0.
Pada persamaan diatas Do. adalah
adalah pendapatan konsumen (asumsikan barang
bar~mg
normal) maka meningkatnya pendapatan
konsumen akan mengeser kurva pennintaan ke kanan (harga barang itu akan
meningkat).
Jika pemerintah melakukan intervensi dengan memberi subsidi pada
produsen (parameter Pberubah) dan parameter 0. diasumsikan tetap, maka:
.
dP
Sehmgga - :::;:
dP
SfJ
(Dp -Sp)
Sp disubsidi oleh pemerintah maka penyebut akan
selalu bertanda negatif Sedangkan SIJ adalah positif, sehingga dP
dP
~ 0, hal ini
berarti subsidi yang diberikan' pemerintah pada produsen akan meningkatkan
jumlah barang yang ditawarkan, akibatnya harga barang yang ditawarkan ke
konsumen akan turun,
Dari sisi produsen keuntungan akan tetap diperoleh
selama penurunan harga tersebut berada daJam rasio biaya (c) dan harga (p)
c
adaJah 0 < - < 1 (Arnarson, 1999).
p
40
3.2. Surplus Konsumen dan Produsen
Upaya untuk mempelajari surplus kon'sumen dan produsen pada
peri kanan tangkap telah diri ntis oleh Anderson (1980) dan Copes (1972). Pada
artikel Necessary Component of Economic Surplus in Fisheries Economics,
Anderson melihat suplus produsen dan konsumen berdasarkan permintaan dan
penawaran tenaga kerja antara sektor perikanan dengan sektor industri lainnya.
Sedangkan Copes dalam artikel Factor Rent. Sole Ownership and the Optimum
Level of Fisheries Exploitation m eli hat surplus produsen dan konsumen
berdasarkan backward binding supply curve pada pasar bersaing sempuma dan
pasar tidak bersaing sempuma. Kedua tulisan tersebut belum melihat bagaimana
bekeryanya instrumen kebijakan dalam perikanan tangkap tersebut.
Tulisan lain seperti Henderson and Quant (1985), Nicholson (1985), dan
Jehle (1991) menggunakan keseimbangan parsiai untuk mempelaj ari dam pak
kebijakan pemerintah seperti: pajak, subsidi, ataupun kebijakan Jainnya sehingga
dapat dipelajari dampaknya pada produsen dan konsumen. Pengukuran dampak
kebijakan pemerintah tersebut dilakukan melaJui pendekatan surplus konsumen
dan produsen.
Surplus konsumen mengukur kesejahteraan yang diperoleh
konsumen berdasarkan harga setiap barang yang dibayar dibandingkan dengan
harga yang seharusnya dibayar konsumen.
Jika pada pasar bersaing sempuma seperti pada Gambar 5, maka surplus
konsumen adalah daerah dibawah kurva permintaan Q(P.P) dan diatas garis
harga p. A. Ska!ar A. pada kurva tersebut menggambarkan utilitas marginal yang
diperoleh dari setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi. Dengan demikian
OP,AQ· merupakan nilai total utilitas, sedangkan Op· AQ· merupakan biaya
yang dikeluarkan konsumen untuk memperoleh utilitas tersebut.
Dalam pandangan Marshallian fungsi matematis surplus konsumen
P,
dapat dituliskan sebagai:
CS =
JD(P)dP dimana
D(P) merupakan fungsi
p'
permintaan barang Q(P,P).
41
Harga
Q(P,a)
A
p.
Q(P,P)
o
Kuantitas
Gambar 5. Surplus Konsumen dan Produsen
Selanjutnya dalam pandangan Walrasian surplus konsumen tersebut
dapat dituliskan sebagai: CS
~
1
o
«P dP) - f(Q»)dQ .
dQ
Sementara itu surplus produsen merupakan daerah P2p· A, daerah diatas
kurva penawaran dan dibawah garis p.A.
Kurva penawaran tersebut
menggambarkan biaya marginal daTi setiap barimg yang diproduksi . Karena itu
P 2 P·A merupakan selisih antara pendapatan kotor (Op·AQ') dengan total biaya
variabel (OP2AQ\ Hal ini sarna artinya dengan perbedaan harga yang diterima
dan harga yang seharusnya diterima produsen. Surplus produsen ini dalam
pandangan Marshallian secara matematik dapat dituliskan sebagai :
p.
PS
=
fS(P)dP
PI
Sedangkan surplus produsen itu menurut pandangan Walrasian dapat dituliskan
sebagai:
42
•
Q"
PS"" P*Q' -
Jf(Q)dQ
o
Surplus produsen dan konsumen sangat tergantung pada bentuk
fungsional dari fungsi permintaan dan penawaran. Perubahan kebijakan
pemerintah pada pennintaan dan penawaran dalam pasar akan berpengaruh pada
perubahan surplus produsen dan konsumen.
Dengan demikian pendekatan surplus produsen dan konsumen ini dapat
melihat pengaruh kebijakan pemerintah terhadap produsen dan konsumen yang
berkaitan dengan:
(1). Efek kesejahteraan, dengan mengukur perubahan surplus
konsumen dan .surplus produsen.
(2). Efek anggaran pemerintah, yang melihat dampak dari transfer
anggaran pemerintah terhadap perubahan surplus konsumen
dan surplus produsen.
(3). Efek rente ekonomi, yang mengukur perubahan surplus
konsumen dan surplus produsen karena pembatasan kuantitas
barang konsumsi yang diekspor atau diimpor.
(4). Efek efisiensi, yang melihat perubahan total surplus produsen
dan konsumen.
3.3. Kurva Suplai Perikanan
~an
Efek Subsidi
Para penulis yang tertarik dengan ekonomi perikanan telah mencoba
menurunkan bentuk kurva suplai perikanan.
Bentuk dasar kurva suplai
perikanan yang dikenal adalah mengikuti bell shape. Kurva suplai ini disebut
sebagai kurva produksi logistik (logistic yield curve atau
~ustainable
physical
yield curve), seperti yang diperkenalkan oleh Schaefer,(1954) yang diacu dalam
Bell (1978), Schaefer (1957), Pella and Tomlinson (1969) yang dikutip dalam
Be)) (1978), Gulland (1968), Munro (1981) maupun oleh Gordon (1954). Kurva
ini dikembangkan dari keseimbangan dinamika populasi ikan.
Selain itu
43
Beverton
and
Holt
(1957)
seperti
yang
diaeu
dalam
Bell
(1978)
mengembangkan kurva suplai perikanan berdasarkan konsep usable stok.
Para pakaf biologi perikanan seperti yang dilaporkan Munro (1981)
meneoba
menurunkan
sustainable yield curve
yang
didasarkan
pada
keseimbangan populasi ikan atau biomass ikan. Populasi ikan diasumsikan akan
tumbuh karen a terdapat kelahiran dalam populasi itu (recruitment), adanya
pertumbuhan ikan dalam populasi tersebut (growth), kemudian populasi ikan
tersebut dibatasi oteh kematian alami (natural death) yang disebabkan oteh
predator dan keterbatasan Iingkungan perairan.
Keterbatasan ingkungan itu
tetjadi karena:
1. Persediaan makanan (nutrient) dalam
penuran. Persediaan
makanan yang ada bukan hanya diperlukan oleh ikan dalam
perairan tetapi juga oleh organisme lain yang terdapat dalam
perairan tersebut.
2. Ketersediaan oksigen. Oksigen diperlukan bukan hanya oleh ikan
yang ada dalam perairan tetapi berbagai organisme dalam kolom
air juga memerlukan oksigen. Kolom air memerlukan oksigen .
untuk menetralisir peneemaran yang ada dalam perairan, dalam
ilmu ekologi disebut sebagai daya asimilasi.
3. Keterbatasan ruang karena ada kendala fisik dan kimiawi yang
implisit terdapat dalam kolom air, sehingga ikut membatasi ruang
hidup populasi ikan.
Jika ketiga keterbatasan itu dianggap konstan, dan X didefinisikan
sebagai biomas ikan, t adalah waktu, dan F(X)
menggambarkan
pertumbuhan
alami
populasi
ikan,
adalah fungsi
sehingga
yang
dinamika
pertumbuhan popuiasi ikan tersebut dapat dituliskan sebagai:
dX
dt
-=F(X)
...... ..
(1)
Disamping itu, karena perairan tersebut mempunyai daya dukung lingkungan
yang disebut Schaefer (1957) sebagai carrying capacity (10 yang menunjukkan
kemampuan lingkungan untuk menopang kehidupan populasi ikan.
Interaksi
44
berbagai pertumbuhan dalam populasi itu oleh Schaefer (1957) disebut sebagai
intrinsic growth rate (r). lumlah populasi akan mencapai K, jika selama periode
t pertumbuhan populasi X adalah
Dengan demikian pertumbuhan populasi
DOl.
ikan menurut Schaefer (1957) dapat d ituliskan sebagai:
dX
X
-==rX(1--) ...... _._. (2)
dt
K
Jumlah biomas ikan yang mencapai carrying capacity dapat dilihat pada
tampilan Gambar 6. Gambar tersebut menunjukkan, pada rentang waktu tertentu
tingkat pertumbuhan populasi relatif
rendah, namun
karen a
persediaan
makanan yang melimpah maka pertumbuhan populasi ikan F(X) akan
meningkat. Kemudian karena kendala yang terdapat pada lingkungan, maka
F(X) akan mencapai maksimum dan kemudian menurun. Pertumbuhan F(X) itu
akan mencapai nol pada saat biomas X sarna dengan K, karena lingkungan tidak
mampu lagi mendukung pertambahan popuJasi ikan.
Biomas (x)
K
----------------------------------
o
Gambar 6.
Carrying Capacity
Waktu
Hubungan antara Biomas dengan Waktu
dalam Pertumbuhan Populasi Ikan
45
Selain itu hubungan antara biomas dengan F(X) dan persamaan yang terakhir
diatas, dapat dilihatkan seperti pada tampilan Gambar 7.
Gambar 7, tersebut merupakan representasi dari Gambar 6 dalam versi
yang berbeda. Gambar 7 menunjukkan ''bahwa biomas ikan akan cepat
bertambah
sampai X·
seiring dengan kemampuan lingkungan mensuplai
oksigen, makanan dan ruang untuk kehidupan ikan, namun setelah batas itu
pertambahan biomas ikan akan berjalan lambat karena faktor lingkungan. Jika
fungsi pertambahan stok ikan tersehut dimasukkan kemampuan nelayan
menangkap ikan h(E), maka persamaan dinamika populasi ikan di perairan dapat
dituliskan sebagai:
X
-dX =rX(1--)h(E)
dt
K
....... (3)
F(x)
F(X)
-----_ ............_------_ ... _--_ ............ _--_ ............=....- . - .
o
x·
K
Biomas
Gambar 7. Hubungan antara Biomas dengan Pertumbuhan Populasi Ikan
Dengan demikian akan diperoleh hubungan yang steady state antara
pertul)1huhan stok ikan dengan hasil tangkapan neJayan h(E), dimana hasil
tangkapan tergantung pada effort jika perubahan biomas persatuan waktu sarna
46
dengan nol, sehingga hubungan antara effort dengan hasil tangkapan ikan dapat
digambarkan seperti Gambar 8.
h
o
Effort
Gambar 8. Hubungan antara Effort dan Hasil Tangkapan
Gambar 8, menunjukkan hasil tangkapan dapat ditingkatkan apabila
effort masih dibawah E*, sementara itu hasil tangkapan (h) akan terus menurun
apabila effort tidak dikendalikan dan melebihi E*. Hubungan diatas belum
mempunyai arti apapun dan. pandangan ekonomi, karena tidak diperoleh
informasi
mengenai
besarnya tambahan
biaya
yang diperlukan
setiap
penambahan satu unit effort, atau besarnya tambahan pendapatan setiap
penambahan satu unit hasil tangkapan .
Gordon (1954) dan Schaefer (1957). mencoba menyempurnakan
hubungan diatas dengan memasukkan variabel ekonorni ke dalam model.
Analisis bioeconomic Gordon (1954) dimaksudkan untuk menjelaskan
dua
tujuan: pertama, perilaku keseirnbangan dari industri penangkapan ikan yang
mengeksploitasi sumberdaya pada perairan yang common property. Kedua,
menentukan tingkat eksploitasi yang mernberi rnanfaat sosial pada masyarakat.
Sementara itu tulisan Schaefer pada tahun
1957 dimaksudkan untuk
menyempumakan tulisannya pada tabun 1954, berdasarkan pemikiran barn dari
Gordon (1954).
47
Kedua artikel itu
mengasumsikan biaya penangkapan ikan (C)
proporsional dengan jumlab ·effort (E), dan nilai hasil tangkapan
(V)
proporsional dengan jumlah ikan yang didaratkan nelayan. Dengan demikian
biaya penangK3pan ikan adalah C = a (E), dimana a adalah biaya per unit effort,
sedangkan nilai yang didaratkan nelayan adalah V = b (L), b adaJah harga per
unit ikan yang didaratkan dan L merupakan jumlah ikan yang didaratkan, jumlah
ini tergantung pada besaran stok yang terdapat dalam perairan. Transformasi ini
menghasilkan hubungan antara effort (E) dengan total biaya (TC) dan total
penerimaan (TP). Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis
yang sarna juga dilakukan oleh Munro (1981), dengan melihat hubungan antara
biomas (X) dengan total biaya (TC) dan total penerimaan (TP).
Model analisis statis sederhana tidak dapat melihat manfaat ekonomi
bagi produsen dan konsumen, namun model sederhana tersebut digunakan untuk
melihat berbagai dampak kebijakan pemerintah, seperti penerapan innovasi
teknologi baru.
dampak pemberian bantuan oleh pemerintah,
dampak
peningkatan barga hasil tangkapan dan dampak terhadap peningkatan biaya
penangkapan ikan. Anal isis ekonomi statis yang lebih baik tentang perikanan
tangkap ini dapat dilihat dalam tulisan Smith (1981).
Kelemahan anaIisis statik ini menjadi bahan kajian menarik bagi
kelompok the London School of Economics (Turvey, 19(4). Kajian pertama
kelompok ini terhadap catch mengandung dua pengertian pertama laju hasil
tangkapan ikan yang layak tangkap dan kedua ukuran ikan yang Jayak tangkap
(marketable size). Terhadap analisis surplus konsumen
Turvey (1964)
menggunakan istilah optimum optimorum yang menunjukkan kelebihan nilai
hasil tangkapan yang diperoleh konsumen dibandingkan dengan nilai barana: dan
jasa lain apabiJa upaya yang ada digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya
perikanan. Analisis ini menghasilkan eumetric yield curve yang menunjukkan
hubungan antara fishing effort dengan weight of catch.
Pendekatan Turvey
(1964) ini ditinggalkan oleh para iJmuan, karena penjelasan surplus konsumen
yang disampaikannya tidak mengikuti teori ekonomi yang konvensional.
48
TR,TC
TC
Effort
Gambar 9. Hubungan antara Effort (E) dengan Biaya (TC) dan
Penerimaan (TR) pada perikanan tangkap .
Copes (1970), membuat terobosan dalam menjelaskan hubungan antara
effort dan hasil tangkapan. Tenman penting dari analisis Copes (1970) adalah
ditemukannya backward binding supply curves. Backward binding supply
curves, ini diturunkan dari hubungan antara effort dengan output, sehigga
diperoJeh fungsi yang menggambarkan hubungan antara hasil tangkapan yang
didaratkan nelayan dengan harga ikan. Bentuk fungsi yang terakhir ini dapat
ditihat pada Gambar 10.
Kurva suplai pada Gambar 10 merupakan kurva suplai jangka panj ang,
ketika slope dari kurva suplai tersebut berbalik arah dari positif menjadi negatif
maka terjadi
pergeseran permintaan.
Berdasarkan gambar tersebut hasil
tangkapan neJayan pertama akan meningkat dari hI menjadi h2, kemudian akan
menurnn menjadi h3 . Seiring dengan perubahan hasil tangkapan itu maka harga
ikan terns meningkat dari PI menjadi P3.
49
adalah P ,£DC dan surplus konsumen adalah HEP 4. Jumlah keuntungan dan
surplus konsumen pada hasil tangkapan Q3 adaJah HEDC.
Penawaran
Harga
H
Biaya Marginal
Permintaan
o
Hasil tangkapan
Gambar 11. Surplus Konsumen dan Produsen pada
Perikanan Tangkap
Jika hasil tangkapan ditingkatkan menjadi QI, dimana biaya marjinal
sarna dengan pennintaan, maka keuntungan nelayan akan berkurang menjadi
PIBC. Namun jumlah surplus konsumen dan keuntungan akan meningkat
menjadi HBC, hal ini terjadi karena pengurangan keuntungan tersebut
dikonpensasi dengan peningkatan surplus konsumen.
Kemudian jika hasil tangkapan ditingkatkan lagi sampai ke Q2, maka
biaya marjinal menjadi lebih besar dari pendapatan marjinal, sehingga nelayan
akan memperoleh kerugian. Oteh sebab itu hasil tangkapan ne1ayan akan
kembali lagi pada (b, karena itulah HEDC disebut sebagai Maximum Economic
Yield (MEY).
51
Pada perikanan open access keseimbangan akan terjadi pada hasil
tangkapan sebesar Qt. Keseimbangan tersebut dapat berubah jika pemerintah
melakukan intervensL Intervensi pemerintah dengan subsidi misalnya, dapat saja
mendorong hasil tangkapan IT!enuju Q3 atau Q2. Jika kebijakan subsidi itu
mendorong hasil tangkapan ke Q2, maka kebijakan tersebut merupakan
kebijakan yang sia-sia.
Kebijakan ini disebut waste economic policy.
Sebaliknya jika kebijakan subsidi itu mendorong hasil tangkapan ke Q3, maka
dalam perikanan tangkap tersebut terdapat Death Weight Loss, sebesar BED.
Death Weight Loss ini merupakan rente ekonomi sumberdaya yang tidak dapat
dieksploitasi oleh konsumen dan nelayan. Death Weight Loss inilah yang
dimanfaatkan oleh oknum masyarakat dan pemerintah untuk kepentingan
pribadi.
3.4. Analisis Dinamik
Analisis dinamik merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan
untuk menganalisis suatu fungsi atau variabel
dalam rentang waktu 1. Oleh
sebab itu analisis ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan tehnik analisis
fungsi atau variabel yang menggunakan pendekatan konvensional biasa.
Pada analisis konvensional biasa, fungsi
m~pakan
hubungan yang
memetakan domain X terhadap range Y, seperti pada Gambar 12. Hubungan itu
biasa ditulis sebagai f: D -. R.
Jika f(X) adalah fungsi produksi, maka untuk optimasi dalam analisis
konvensional fungsi tersebut harus memenuhi axioma fungsi produksi. Jika Y
merupakanproduction possibility set, maka axioma dari fungsi produksi tersebut
adalah:
1. 0 E Y.
2. Y
nR:'={O}
3. R': c Y
4. Y adalah set tertutup dan bounded.
52
Axioma tersebut merupakan bagian dan persyaratan dalam optimasi fungsi
produksi. agar dapat diperoleh persyaratan global maksimum
(X·,f(X*).
Kombinasi global maksimum tersebut diperoleh dari kombinasi antara domain
X dan range Y. Pada..-gambar 12. kombinasi global maksimum ito adalah pada
titik A.
Optimasi yang diperoleh pada titik A tersebut mempunyai sifat
kekenyalan (robustness). sehingga untuk menghindari sifat kesemuan pada titik
A dilakukan uji sensitivitas.
y
A
F(X)
F(Xo)
x
o
Gamhar 12. Pemetaan Fungsi antara Domain X dengan Range Y.
Sementara ito dalam analisis dinamik yang dipetakan adalah dinamika
dari path (kurva) sejak t = 0 sampai dengan t = T. Hubungan pemetaan yang
. demikian dapat dilihat pada Gambar 13.
Dengan demikian unsur intertemporal menjadi bagian penting dan
analisis dinarnik. hal ini sangat berbeda dengan analisis konvensional yang
mengabaikan peranan waktu. Properti yang harns dipenuhi dari fungsi pada
Gambar 13 adalah harus kontinu dan differentiable.
53
Pertimbangan unsur waktu dalam analisis dinamik ini, mempunyai dua
subtansi analisis yang penting yaitu: .
1. Analisis kuantitatif, dan
2. Analisis kualitatif.
z
y
Tehnologi I
o
T
t
Gambar 13. Pemetaan Fungsi dalam Analisis Dinamik
Pada anal isis dinamik, maka analisis kuantitatif mempunyai empat bentuk,
yaitu:
1. Analisis optimasi dinamik
2. First Order Dynamic Equation (FaDE)
3, High Order Dynamic Equation (HODE)
4. System Order Dynamic Equation (SODE)
54
3.4.1. Analisis Optimasi Dinamik
Dalam anaJisis optimasi dinamik, suatu fungsi harns diketahui nilai awat
(initial point) dan nitai terminal point. Pada Gambar 13 nilai awal (pada t = 0)
adalah AI dan A2, sedangkan nilai terminal point (pada t = T) adalah ZI dan Z2.
Terminal pOin! dapat dikelompokkan dalam tiga bentuk, yaitu:fixed time
problem (seperti. pada Gambar 13), fixed end point prob/em, variable terminal
point problem Z = ¢(T), jika Z merupakan fungsi dari waktu maka Z dapat
dikatakan sebagai kontrol variabel (Chiang, 1992).
Pada optimasi dinamik, dalam analisis diperlukan riga variabel dalam
perhitungan yaitu : variabel waktu (t), state variable y(t), dan kontrol variabel
u(t). Berkaitan dengan hal tersebut maka fungsi tujuan dari analisis optimasi
dinamik dapat dituliskan :
T
Maksimisasi atau minimisasi V(u) =
fF(t,y(t),u(t»)dt
o
Dengan kendala: y'(t) = f(t,y(t),u(t»
y(O) = A (diketahui)
y(T) = Z (T ,Z diketahui)
Pada persamaan diatas u(t) merupakan instrumen optimasi karena fungsi tujuan
mengandung variasi dari V(y) dan V(u).
Iika
Gambar 13, merupakan optimasi dinamik dengan fixed end
problem. Sumbu horizontal merupakan waktu (t) yang disebut stage variable,
sedangkan sumbu vertikal merupakan state variable yang menunjukkan kondisi
awal dari fungsi tersebut.
Katakanlah Gambar 13, merupakan rep resenta si permasalahan yang
dihadapi oleh suatu usaha penangkapan ikan dalam memilih dua tehnologi
selama selang waktu t = 0 sampai t = T. Jika usaha perikanan tersebut
menggunakan tehnologi I maka perusahaan itu pada periode t
menginvestasikan modal
sebesar Al
=
0 harus
sehingga manfaat yang diperoleh
perusahaan itu pada t = T adalah adalah ZI. Namunjika perusahaan perikanan
itu memilih tehnologi
IL maka perusahaan tersebut harus menginvestasikan
55
modal pada tahap awal (t
= 0) sebesar A2 dan keuntungan yang diperoleh
pada
periode t = T adalah sebesar 2 2 . Pennasalahan diatas jika diselesaikan dengan
optimasi dinamik akan menentukan manfaat optimal yang diperoleh perusahaan
perikanan dengan mempertimbangkan variasi manfaat dari investasi AI. dan A2
dari periode t
=0
sampai t
= T.
Optimasi dinamik memilih nilai optimal dari
kedua variasi V(YAl) dan V(YA2) pada Gambar 13.
Sesuai dengan uraian diatas, 'maka dalam optimasi dinamik diperlukan
beberapa persyaratan, seperti :
(1). perlu diketahui nilai initial point pada periode t
nilai terminal poin t
=0
dan
= T.
(2). terdapat sekumpulan kurva (path) dari initial poin t =
°
sampai terminal poin t = T.
(3). harus diketahui arti dari kurva tersebut apakah sebagai
fungs; piaya, fungsi keuntungan, fungsi produksi dan
sebagainya.
(4). harus ditetapkan tujuan dari optimasi tersebut, apakah
maksimisasi atau minimisasi dari path tersebut.
Pada analisis dinamik, initial poin merupakan kombinasi yang dituliskan
sebagai (O,A), dimana
°merupakan waktu dan A adalah nilai awal. Sedangkan
terminal poin ditulis sebagai, (T,Z) dimana T adalah waktu tujuan dan Z adalah
nilai pada terminal poin T.
3.4.1. First Order Dynamic Equation
First Order
Dynamic Equation (FODE) merupakan pendekatan
kuantitatif untuk menemukan general solution Xt dari suatu fungsi dinamik.
Pada pendekatan ini Xt '=
x" + Xc
(solusi homogen) sedangkan Xc
dimana Xp merupakan particular solution
adalah solusi steady state (complimentary
solution).
56
Jika x merupakan biornas ikan, dan didefinisikan sebagai fungsi
• ax
x+
=h,
.
rnaka nilai Xp dapat dtperoleh
jika b
persamaan tersebut sarna artinya dengan
= 0, seh'mgga -dx = -ax
dt
f dxx = f- adt.
Persamaan tersebut
dapat diselesaikan menjadi In x = - a t + ~ dengan dernilcian x =
•
Sedangkan nilai Xc diperoleh jika x
= 0, sehingga x
h
=
a
k e-
al .
Berdasarkan
perhitungan diatas rnaka general solu lion dapat dituli skan sebagai:
Xt = k e- al + b
a
Persamaan yang terakhir ini rnenunjukkan jika t
_00
maka
Xt:;:;:
.
b, sehingga
a
dinamika fungsi x+ax = h dapat digambarkan seperti Garnbar 14.
x
h
a
°
t
Gambar 14. Trajektori Bentuk Osilasi dari x
57
1.4.1. High Order Dynamic Equation
Penyelesaian persamaan High Order
Dynamic Equation (HaDE)
prosedumya sarna dengan persamaan FaDE, namun HODE mengandung order
x yang lebih tinggi.
Jika
persamaan HODE didefinisikan sebagai fungsi
..x+ a x+. bx = k , maka solusi general X dapat diperoleh dengan meneari Xp dan
t
Jika x = 0 dan x = 0 maka Xp adalah x = k, sedangkan
h
jika k
= 0 dan x = A ert. sehingga
.. .
.
x
=rAe
rf
dan
..
r
X: diperoleh
=i1. Ae
rf
,
sehingga
persamaan x+ a x+ bx = k , dapat dituliskan sebagai:
? Ae" + a r Aert + b Aert = 0
Persamaan tersebut akan menghasilkan dua characteristic root yaitu rl dan r2,
dengan demikian
Jika rl dan
f2
X: = Al e,ll + ~er2t , sehingga general solution adalah :
positif maka keseimbangan menjauhi k, keadaan ini disebut
h
exploding oscillation. Sedangkan jika rl dan
f2
negatif maka keseimbangan
mendekati k, keadaan ini disebut dumped oscillation.
b
1.4.4. System Order Dynamic Equation
System
Order
Dynamic Equation (SODE) merupakan pendekatan
kuantitatif untuk menyelesaikan beberapa persamaan secara simultan. Jika kita
mempunyai dua persamaan mas.i ng-masing adalah:
x=-y
y=x-y
dari persamaan diatas dapat diperoleh matrik:
58
A=
[0'-1]
1 -1
sehingga akan (U- A) ==
Dengan mencari determinan dari
IAl- AI
[A.
-1
1]
11
sehingga dapat dieari characteristic
root ~2.
Jika:
A. < 0, maka keseimbangan menuju stabil (dumped oscillation)
A. > 0, maka keseimbangan tidak stabil (explody oscillation)
A. = 0, maka keseimbangan stabil (centered).
Analisis kuaJitatif sistem dinamik akan mudah dipahami dengan menggunakan
trajectori atau phase plane diagram sehingga akan diperoleh informasi tentang
variasi perubahan dari state variabel y(t) dan kontrol variabel x(t) pada waktu
yang bersamaan. dengan tehnik tersebut akan juga diketahui kestabilan dari
sistem, yang ditunjukkan oleh characteristic root
dari HODE, SODE, dan
FODE.
59
Download