Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.13 Batulempung merahkeunguan (Lokasi: Salu Tiwo) Foto 3.14 Batuan konglomerat (Lokasi: Salu Bitakan) Foto 3.15 Laminasi bergelombang pada batupasir (Lokasi: Salu Bitakan) Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 37 Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.16 Laminasi sejajar pada batupasir (Lokasi: Salu Tiwo) Foto 3.17 Laminasi silangsiur pada batupasir (Lokasi: Salu Tiwo) 3.2.3. Satuan Batupasir-Batulempung Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap di tepi jalan Desa Dengen Menuju Desa Kalumpang dan Jalan di Desa Talondo 1. Satuan ini menempati 5% daerah penelitian. Kedudukan dari satuan ini pada umumnya memiliki jurus umum berarah baratdaya-timurlaut dengan kemiringan bervariasi dari 20o sampai 72o . Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan lebih dari 1,3 km. Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 38 Bab III Geologi Daerah Penelitian Ciri Litologi Satuan ini terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung bersisipan batubara, batulempung karbonan, dan batulempung abu-abu karbonatan. Batupasir berwarna putih - kecoklatan, butir sedang hingga kasar, menyudut tanggung – membundar tanggung, porositas bagus, kekerasan sedang, non-karbonatan, didominasi oleh kuarsa, ketebalan 3cm - 2,5 m. Terdapat suksesi thinning upward. Melalui pengamatan petrografi diperoleh hasil bahwa batuan ini merupakan quartz arenite (Lampiran A-5). Batulempung, abu - abu kecoklatan, lunak, non-karbonatan, pada beberapa lapisan mengandung karbon. Barulempung karbonan, coklat, setempat menyerpih, lunak, ketebalan lapisan 0,05 – 0,2 meter. Batubara, hitam, kilap tanah, menyerpih, gores coklat, ketebalannya kurang dari 40 cm. Lingkungan Pengendapan Kehadiran batubara, dan batulempung karbonan mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapan satuan ini berhubungan dengan rawa. Analisis lebih jauh menggunakan granulometri pada conto batupasir pada lokasi DG 237 (Lampiran D-2), menyatakan bahwa conto batuan mempunyai karakteristik besar butir yang sesuai dengan lingkungan delta (Visher, 1969; dalam Koesoemadinata, 1985). Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan di lingkungan delta. Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 39 Bab III Geologi Daerah Penelitian Hubungan Stratigrafi Kontak satuan batuan ini dengan satuan batuan di atas dan di bawahnya tidak ditemukan di daerah penelitian. Satuan ini terletak selaras di atas Satuan Batupasir dan selaras di bawah Satuan Batugamping. Satuan ini memiliki hubungan menjari dengan Satuan Napal. Umur Berdasarkan analisis mikropaleontologi terhadap conto batulempung di Salu Kona (Lampiran C-1), satuan ini berumur Eosen Akhir (P16). Satuan ini disetarakan dengan Formasi Toraja (Ratman dan Atmawinata, 1993). Foto 3.18 Perselingan batupasir dan batulempung yang memperlihatkan suksesi thinning upward (kiri) dengan sisipan batulempung berkarbon (kanan). (Lokasi : Desa Dengen) Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 40 Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.19 Batulempung berkarbon (Lokasi: Desa Talondo) 3.2.4 Satuan Batugamping Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terletak di sebelah barat, mencakup 1% dari luas daerah penelitian. Singkapannya terdapat di Salu Paniki dan jalan antara Pabettengan dan Talondo 1. Tidak banyak kedudukan lapisan yang ditemukan pada satuan ini. Satu-satunya kedudukan lapisan yaitu berarah baratdaya-timur laut dan berkeniringan 30°. Berdasarkan peta geologi, satuan ini terletak diatas sekaligus Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan satuan ini ± 300 m. Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh litologi berupa batugamping bioklastik dengan sisipan lempung dan batupasir. Batugamping berwarna putih hingga kecoklatan, terdiri dari fosil foraminifera dan kristal kalsit. Berdasarkan analisis petrografi pada conto batugamping dari lokasi PN 178, batugamping ini merupakan Packstone (Dunham, 1962). Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 41 Bab III Geologi Daerah Penelitian Sisipan batupasir dan batulempung terletak di bagian atas satuan. Batupasir berwarna abu-abu, ukuran butir sedang, kemas tertutup, menyudut tanggung, porositas baik, karbonatan, struktur sedimen: laminasi sejajar. Batulempung berwarna abu-abu, karbonatan, dan memiliki fragmen batulempung, batugamping dan sedikit karbon. Lingkungan Pengendapan Berdasarkan ciri litologinya, yaitu batugamping, dapat disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan di laut dangkal. Hubungan Stratigrafi Satuan ini terletak selaras di atas Satuan Batupasir-Batulempung, dan selaras di bawah sekaligus menjari dengan Satuan Napal. Umur Satuan ini disetarakan dengan Formasi Toraja (Ratman dan Atmawinata, 1993) yang berumur Eosen Tengah – Akhir. Mengingat satuan ini terletak selaras di atas Satuan Batupasir-Batulempung yang berumur Eosen Tengah – Akhir, maka umur satuan ini dapat dipersempit lagi menjadi Eosen Akhir. Foto 3.20 Singkapan batugamping. (Lokasi: Salu Paniki) Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 42 Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.21 Singkapan batupasir. (Lokasi: Salu Paniki) 3.2.5 Satuan Napal Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terletak di sebelah utara, menempati 5% daerah penelitian. Singkapannya terdapat di tebing-teing di Bone Hau, dan Salu Kayang. Kedudukan lapisan di satuan ini pada umumnya berarah barat timur dan baratdaya – timurlaut. Singkapan pada Salu Kayang berkemiringan ke selatan, di Salu Pure berkemiringan ke baratlaut, di Bonehau berarah ke baratdaya dan tenggara. Kemiringan lapisan berkisar antara 24° - 90°. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, diperkirakan ketebalan satuan ini >900 m. Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh perselingan napal abu dan napal merah bersisipan kalkarenit dan batupasir. Napal abu-abu dan merah memperlihatkan kontak gradasional, karbonatan, dengan pecahan konkoiadal, mengandung foraminifera, ketebalannya dari 36 cm hingga lebih dari 5 m. Analisis Kalsimetri pada conto napal dari Bone Hau (HA 290) bisa dilihat pada lampiran B. Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 43 Bab III Geologi Daerah Penelitian Kalkarenit, berwarna abu-abu, ukuran butir sedang, kemas tertutup, porositas baik, menganding pirit, ketebalan 8 – 15 m. Batupasir, warna abu-abu, ukuran butir halus - sedang, karbonatan, kemas tertutup, porositas bagus-sedang, ketebalan 10 – 15 cm. Lingkungan Pengendapan Dominasi napal pada satuan ini menunjukkan mekanisme arus suspensi. Foraminifera bentos yang ditemukan pada conto napal pada bagian bawah satuan (Salu Malekko/ML 271A) yaitu Nodosaria spp., Lenticulina spp., menunjukkan lingkungan pengendapan middle neritic (Lampiran C-1). Foram bentos pada bagian yang lebih atas satuan, yaitu di Salu Kayang (KY 184-2 dan HA 290) ditemukan Dorothia spp., Oridorsalis umbonatus, dan Eponides spp. yang menunjukkan lingkungan pengendapan upper bathyal. Jadi dapat disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan di lingkungan laut dimana terjadi transgresi yang menyebabkan perubahan lingkungan dari middle neritic sampai upper bathyal. Hubungan Stratigrafi Satuan ini terletak selaras di atas sekaligus menjari dengan Satuan Batugamping, selaras di atas Satuan Batupasir, dan menjari dengan Satuan Batupasir-Batulempung. Umur Berdasarkan analisis mikropaleontologi dengan foraminifera plankton pada Salu Malekko (ML 271A) menunjukkan umur Eosen Akhir (P 16) (Lampiran C-1). pada Bone Hau (HA 290) (Lampiran C-2) menunjukkan umur Oligosen Awal – Tengah (P18 – P21), dan pada Salu Kayang (KY 184-1) Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 44 Bab III Geologi Daerah Penelitian menunjukkan umur Oligosen Tengah (P21) (Lampiran C-3). Jadi umur satuan ini adalah Eosen Akhir hingga Oligosen Tengah. Berdasarkan ciri litologinya, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Budungbudung (Grup Toraja) (Calvert 2000a dalam Calvert & Hall, 2003) dan Formasi Toraja (Ratman dan Atmawinata, 1993). Foto 3.22 Singkapan napal abu-abu dan merah. (Lokasi: Salu Kayang) 3.2.6 Satuan Lava Andesit-Basalt Penyebaran dan Ketebalan Satuan lava andesit-basalt ini menempati 37% daerah penelitian dan tersebar di sebelah utara, baratlaut dan bagian tengah daerah penelitian, yaitu di Salu Mao, Salu Kona, Salu Pure, Salu Kayang dan Desa Talondo 1. Hasil rekonstruksi penampang memperlihatkan ketebalan ini berkisar antara 200 – 750 m. Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 45 Bab III Geologi Daerah Penelitian Ciri Litologi Litologinya terdiri dari lava andesit dan basalt, dan sispan breksi vulkanik dan tufa. Lava andesitik dan basaltik tersebut hadir dalam bentuk masif, kekar kolom dan kekar berlembar. Andesit, berwarna abu-abu, memperlihatkan tekstur porfiritik, yang terdiri dari plagioklas dan mineral-mineral mafik. Di Salu pure dan Salu kayang terdapat andesit dengan struktur kekar kolom dan kekar berlembar. Melalui pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada conto batuan MO 109-2, diketahui bahwa komposisi mineral batuan terdiri dari plagioklas, piroksen/hornblende, gelas, dan mineral opak (Lampiran A-8). Berdasarkan komposisi tersebut, batuan ini merupakan batuan andesit. Basalt berwarna hitam, menunjukkan tekstur porfiritik. Terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral-mineral mafik, setempat memperlihatkan vesikuler dan terisi zeolit dan kuarsa membentuk struktur amigdaloidal. Pada salah satu singkapan di Salu mao basalt ini memperlihatkan struktur kekar berlembar. Melalui pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada conto batuan MO 109-1, diketahui bahwa komposisi mineral batuan terdiri dari plagioklas, piroksen, gelas, dan mineral opak (Lampiran A-7). Breksi vulkanik, monomik, berwarna abu-abu gelap - hitam, menyudut – membundar tanggung, kemas terbuka, matriks berukuran pasir halus – pasir sedang, fragmen berupa batuan beku andesit dan basalt. Tufa umumnya berwarna coklat muda-kehijauan, masif, porositas baik. Sayatan tipis menunjukkan bahwa tufa ini merupakan tufa gelas yang komposisinya dinominasi oleh masa dasar gelas dengan plagioklas, kuarsa, litik, dan mineral opak sebagai butiran (Lampiran A-9) Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 46 Bab III Geologi Daerah Penelitian Melalui pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada conto batuan TL 188, diketahui bahwa komposisi mineral batuan terdiri dari plagioklas, gelas, dan mineral opak (Lampiran A-9). Hubungan Stratigrafi Hubungan satuan ini dengan semua satuan-satuan yang lebih tua di bawahnya adalah tidak selaras. Umur Berdasarkan komposisi, satuan batuan ini disetarakan dengan Batuan Gunungapi Talaya yang berumur Miosen Akhir sampai Pliosen (Ratman dan Atmawinata, 1993). Foto 3.23 Basalt Kontak basalt dan andesit. (Lokasi: Salu Mao ) Andesit Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 47 Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.24 Singkapan lava andesit dengan struktur kekar berlembar. (Lokasi: Salu Pure ) Foto 3.25 Kontak andesit dan breksi vulkanik. Breksi vulkanik (Lokasi: Salu Mao) Andesit Breksi vulkanik Foto 3.26 Singkapan tufa. (Lokasi: Salu Mao) Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 48 Bab III Geologi Daerah Penelitian 3.2.7 Satuan Aluvial Aluvial bisa diamati di sepanjang Bone Hau dan menempati 6 % dari luas daerah penelitian. Satuan ini terdiri dari material lepas dengan dimensi yang berbeda-beda (lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, bongkah) yang berasal dari batuan-batuan yang lebih tua. Proses pengendapan Satuan Aluvial masih berlangsung hingga saat ini, maka umur satuan ini adalah Resen dan diendapkan tidak selaras di atas seluruh satuan di bawahnya. Foto 3.27 Endapan aluvial (Lokasi: Bone Hau, Desa Pabettengan) 3.3 STRUKTUR GEOLOGI Struktur daerah penelitian diidentifikasi berdasarkan peta topografi dan pengamatan lapangan dengan ditemukannya bukti kekar gerus, gores garis dan breksiasi yang kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Rockworks 2002 dan StereoWin 1.2. Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui pergerakan dari sesar. Kemudian penamaan sesar berdasarkan klasifikasi ganda (Rickard, 1973 dalam. Ragan, 1985). Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa struktur lipatan dan struktur sesar. Gejala–gejala struktur lipatan diamati di lapangan Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 49 Bab III Geologi Daerah Penelitian berupa kedudukkan perlapisan batuan yang berlawanan. Sedangkan struktur sesar diamati di lapangan dengan gejala–gejala berupa bidang sesar, gores garis dan kekar gerus. Penamaan struktur diambil dari nama sungai, desa atau bukit tempat didapatkannya atau dilaluinya struktur tersebut. Peta penyebaran struktur geologi ditunjukkan oleh peta geologi terlampir. Berdasarkan hasil analisis kelurusan dari peta topografi (Gambar 3.3.), pola kelurusan pada daerah penelitian memiliki arah dominan baratdaya – timurlaut. Gambar 3.3 Analisis kelurusan daerah penelitian 3.3.1 Lipatan Lipatan besar bisa dilihat pada penyebaran kedudukan perlapisan pada peta geologi dan peta lintasan. Lipatan ini hadir berupa sinklin dengan sayap Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 50 Bab III Geologi Daerah Penelitian yang berkemiringan ke tenggara tersebar di Salu Makkamma dan sayap yang berkemirngan relatif ke timurlaut terdapat di Salu Tiwo dan Salu Bitakan. Analisa kinematika dan dinamika lipatan menunjukkan bahwa sinklin ini memiliki bidang sumbu dengan kedudukan N 265° E/ 76° N, garis sumbu 22°, N 80° E, dan σ1 berarah 14°, N 176° E. Gambar 3.4 Analisis lipatan. 3.3.2 Sesar Dari hasil penelitian di lapangan, didapat dua pola struktur yang mempengaruhi proses geologi di daerah penelitian. Struktur tersebut berupa sesar mendatar yang memiliki orientasi arah baratlaut - tenggara, dan sesar naik dengan orientasi arah baratdaya - timurlaut. Menurut pola struktur yang terdapat di daerah penelitian memberikan asumsi bahwa daerah penelitian merupakan bagian dari jalur anjakan-lipatan (thrust-fold belt). 3.2.2.1 Sesar-Sesar Naik 1. Sesar Naik Bonehau Sesar Bonehau merupakan sesar naik berarah relatif barat baratdaya – timur timurlaut. Struktur penyerta sesar berupa kekar gerus dengan kemiringan rekahan berkisar antara 25° - 78° di beberapa lokasi yang dilewati oleh sesar ini diantaranya di pertemuan Bone Karama dan Bone Hau, yaitu di stasiun HA 290. Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 51 Bab III Geologi Daerah Penelitian Penentuan sesar juga diperkuat dengan posisi satuan batuan, dimana satuan batupasir yang berumurlebih muda terangkat oleh sesar yang menunjukkan bahwa kemiringannya berarah ke tenggara Hasil analisa geometri bidang sesar berdasarkan data kekar gerus pada Bone Hau (HA 290) dan kelurusan Bone Hau diperoleh jenis sesar menganan naik (klasifikasi Rickard, 1972 dalam Ragan, 1985). Gambar 3.5 Analisis kinematika dan geometri sesar dari data kekar gerus dan kelurusan sungai untuk Sesar Bone Hau 2. Sesar Naik Malekko 1 Sesar Takewetu merupakan sesar naik dengan kemiringan ke tenggara, berarah baratdaya – timurlaut melewati Salu Takewetu dan Salu Malekko. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan kelurusan topografi. Data kekar gerus umumnya didapat sepanjang Salu Takewettu. Berdasarkan analisis kekar gerus (Gambar 3.6), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 71,3° E/ 49° E, serta netslip sebesar 46°, N 133° E, dan pitch 77° dengan arah tegasan utama 19,2°, N 333,2° E. Sesar ini merupakan sesar naik menganan. Sesar ini membatasi satuan batupasir-metamorf dengan satuan batupasir di sebelah utaranya. Kemenerusan sesar ini menerus ke arah barat yang dapat Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 52 Bab III Geologi Daerah Penelitian dijumpai pada Salu Malekko (lokasi ML 268A) dimana terindikasikan oleh kehadiran lapisan tegak (Foto 3.28). Gambar 3.6 Analisis kinematika dan geometri sesar dari data kekar gerus dan kelurusan sungai untuk Sesar Malekko 1 Foto 3.28 Lapisan tegak di Salu Malekko. 3. Sesar Naik Malekko 2 Sesar ini berada d Salu Malekko dan merupakan sesar naik berkemiringan ke utara, dengan arah jurus baratdaya – timurlaut. Penentuan sesar ini didasarkan atas pengamatan bidang sesar di lapangan, data kekar gerus dan kelurusan sungai/lembah. Dari pengukuran bidang sesar di Salu Malekko (stasiun ML 263) didapatkan bidang sesar dengan kedudukan N 240° E/35 NW. pada lokasi tersebut Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 53 Bab III Geologi Daerah Penelitian pergerakan sesar tidak dapat diketahui langsung. Tetapi dengan data kekar gerus, digabungkan dengan data bidang sesar, dapat diketahui pergerakan sesar, yaitu Naik menganan. Sesar ini memotong satuan batuan batupasir-metamorf yang berumur Kapur. Gambar 3.7 Analisis kinematika dan geometri sesar dari data bidang sesar, kekar gerus dan kelurusan sungai untuk Sesar Malekko 2 Foto 3.29 Sesar Malekko 2 di Salu Malekko 4. Sesar Naik Malekko 3 Sesar Malekko 3 memotong Salu Malekko dengan arah baratdaya – timurlaut. Sesar ini terleteak di sebelah selatan Sesar Malekko 1 dengan arah kemiringan ke selatan. Geologi Daerah Pabettengan dan Sekitarnya, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 54