BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Malaria 2.1.1 Definisi Istilah Malaria berasal dari bahasa Italia di abad pertengahan dari kata mal (jelek) dan aria (udara) atau udara buruk. Hal ini dikarenakan dahulu penyakit ini banyak terdapat mengeluarkan bau di daerah busuk. rawa-rawa Penyakit ini yang juga mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2004). Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa, melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles spp. Penyebaran penyakit malaria berhubungan dengan perubahan iklim, baik musim kemarau maupun penghujan. Pergantian musim berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi iklim yang menyangkut temperatur, kelembaban, curah 7 hujan, cahaya dan pola tiupan angin, mempunyai dampak langsung pada reproduksi vektor, perkembangannya, lama hidup dan perkembangan parasit dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam pertanian yang dapat memengaruhi kepadatan populasi vektor (Depkes RI, 2001). Malaria merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya dapat menyebabkan kematian, terutama pada kelompok-kelompok yang mempunyai risiko tinggi seperti bayi, anak balita dan ibu hamil, serta kelompok usia produktif, sehingga secara langsung dapat menurunkan produktivitas kerja (Hasan, 2006). 2.1.2 Etiologi Etiologi terjadinya penyakit malaria pada manusia menurut Prabowo (2004) disebabkan oleh: 2.1.2.1 Parasit Ada empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu; Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax / tertiana; Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum / tropika; Plasmodium malariae 8 menyebabkan malaria malariae / quartana; Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. Di Indonesia, di daerah Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur merupakan daerah endemis malaria karena Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax. Penderita paling banyak dihinggapi dua jenis parasit malaria, yakni campuran antara Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax atau Plasmodium Ovale. Ciri utama genus plasmodium adalah dua siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual dan siklus seksual. Pada fase aseksual, siklus dimulai ketika Anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam tubuh manusia. Sporozoit langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit satu jam memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut 9 fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda untuk tiap spesies plasmodium. Pada akhir fase skizogoni, skizon di jaringan parenkim hati pecah dan merozoit keluar, lalu masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi). Pada Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati (atau sporozoit yang “tidur” selama periode tertentu) sehingga mengakibatkan relaps jangka panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah tampak mereda dan rekurens. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoid-skizon-merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Pada fase seksual, diawali nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, dan parasit bentuk seksual masuk ke dalam tubuh nyamuk. Bentuk 10 ini mengalami pematangan menjadi mikrometosit dan makrogametosis dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk mengigit tubuh manusia. 2.1.2.2 Nyamuk Anopheles Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar 80 jenis anopheles, 24 spesies diantaranya telah terbukti vektor penular malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung banyak faktor, seperti penyebaran geografis, iklim, dan tempat perindukannya. Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah 11 (Anopheles aconitus), atau air bersih di pegunungan (Anopheles maculatus). Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000 - 2.500 meter. Tempat perindukannya bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles betina menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat perindukannya, kecuali jika ada tiupan angin kencang bisa terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk anopheles juga dapat terbawa mobil, pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 - 5 minggu (Depkes, 2008). 12 Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina di atas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan pengelupasan kulit (sebanyak 4 kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara 2 - 5 minggu, tergantung spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Prabowo, 2004). 2.1.2.3 Manusia Rentan terhadap Infeksi Malaria Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria, ada yang mudah dan yang sukar terinfeksi malaria. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (Prabowo, 2004). 13 2.1.2.4 Lingkungan Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria, karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2004). 2.1.2.5 Iklim Suhu dan curah hujan juga berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya, penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya populasi nyamuk tempat malaria juga perindukan, bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya (Prabowo, 2004). 2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi 14 Menurut Prabowo (2004), patogenesis penyakit malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh gejala lain dan diselingi oleh periode bebas penyakit. Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya. Patogenesis penyakit malaria yang pertama adala masa tunas intrinsik yaitu waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari, tergantung pada spesies parasit (terpendek untuk Plasmodium falciparum dan terpanjang untuk Plasmodium malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya serta pada derajat resistensi hospes. Kedua adalah masa tunas pre-paten yang berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic treshold). Ketiga adalah masa tunas ekstrinsik yaitu masa dimana parasit malaria yang ditularkan melalui nyamuk kepada manusia, 12 hari untuk Plasmodium falciparum, 13 - 17 hari untuk Plasmodium ovale dan vivax, dan 28 - 30 hari untuk plasmodium malariae (malaria kuartana). 15 Ada 4 proses patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi, dan anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlekatan eritrosit yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam pada malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium penyebabnya. Plasmodium Vivax menyebabkan malaria tertiana yang menimbulkan demam teratur tiap tiga hari. Plasmodium Malariae menyebabkan malaria quartana yang menimbulkan demam teratur tiap empat hari dan Plasmodium Falciparum menyebabkan malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 - 48 jam (Prabowo, 2004). Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun, dan gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Splenomegali disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit sehingga terjadi aktivasi sistem RES (Reticulo Endothelial System) untuk memfagositosis eritrosit 16 baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak. Kelainan patologi pembuluh darah kapiler disebabkan karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu, sehingga melekat pada endotel kapiler, menghambat aliran kapiler, timbul hipoksia/anoksia jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadinya perembesan plasma. Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004). 2.1.4 Manifestasi Klinis Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang menginfeksinya (Prabowo, 2004). Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan Plasmodium Falciparum lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain, sedangkan gejala yang disebabkan oleh Plasmodium Malariae dan Plasmodium Ovale adalah yang paling ringan 2.1.4.1 Gejala Umum 17 Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit malaria di dalam darah disebut periode prapaten. Masa inkubasi maupun periode prapaten ditentukan oleh jenis plasmodiumnya. Tabel 2.1 Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium Jenis Plasmodium Periode Prapaten Masa Inkubasi Tipe Panas Plasmodium Falciparum 11 hari 9 - 14 hari 24-48 jam Plasmodium Vivax 12,2 hari 12 - 17 hari 48 jam Plasmodium Ovale 12 hari 16 - 18 hari 48 jam Plasmodium Malariae 32,7 hari 18 - 40 hari 72 jam Manifestasi klinis Hemolisis; gejala gastrointestinal; anemia; syok; edema paru; hipoglikemi; gagal ginjal; gangguan kehamilan; kematian. Anemia kronik; splenomegali, ruptur limpa. Anemia kronik; splenomegali, ruptur limpa. Rekrudensi sampai 50 tahun, slenomegali menetap, limpa jarang ruptur, sindrom nefrotik. (Sumber: Harijanto, 2009). 2.1.4.2 Malaria Berat Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi Plasmodium Falciparum yang disertai gangguan berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria 18 diagnosis malaria berat yang ditetapkan WHO (1990), yaitu adanya satu atau lebih komplikasi, seperti malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemia (kadar gula <40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi, dan saluran cerna, kejang berulang, asidemia (pH arteri/vena <7,35;plasma bicarbonate <15mmol/l atau base excess >10) dan asidosis (penurunan pH darah karena gangguan asam-basa di dalam tubuh), serta hemoglobinuria makroskopik (adanya darah dalam urine) (Prabowo, 2004). Infeksi malaria falciparum pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia pada ibu dan janinnya, dan bayi yang dilahirkannya akan mempunyai berat badan rendah. 2.1.5 Pemberantasan dan Pencegahan 2.1.5.1 Pemberantasan Tujuan dari pemberantasan malaria adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian sedemikian rupa sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat. 19 Antara tahun 1959 dan 1968 Indonesia, sesuai dengan kebijaksanaan WHO (World Health Organization) yang diputuskan dalam WHA (World Health Assembly) tahun 1955, dilaksanakan program pembasmian malaria di Jawa-Bali. Program pembasmian ini pada permulaannya sangat berhasil, namun kemudian mengalami berbagai hambatan baik yang bersifat administratif maupun teknis operasional, sehingga pada tahun 1969 ditinjau kembali oleh WHA. Meskipun pembasmian tetap menjadi tujuan akhir, cara-cara yang ditempuh disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-masing negara dan wilayah (Harijanto, 2000). Tabel 2.2 Perbedaan Antara Program Pembasmian dan Pemberantasan Malaria (Harijanto, 2010). No Keterangan Pembasmian Pemberantasan Tujuan Menghentikan transmisi malaria dan menghilangkan reservoir malaria Jangkauan Seluruh wilayah yang mempunyai transmisi malaria Terbatas sekitar 8 tahun Relatif besar namun tidak terus menerus Menurunkan malaria sehingga tidak menjadi masalah kesehatan Tidak seluruh wilayah transmisi malaria Tidak terbatas Relatif kecil namun terus menerus 1. 2. 3. 4. Waktu Biaya 20 5. 6. Manajemen / standar pengelolaan Penemuan kasus Pengelolaan 7. Harus sempurna Harus baik Sangat penting/mutlak Perlu Harus membuktikan tidak adanya kasus indegenous. ACD (Active case detection) mutlak perlu Sesuai kemampuan Harus membuktikan tidak adanya kasus indigenous. ACD mutlak perlu Untuk pelaksanaan program pembasmian malaria dibutuhkan suatu organisasi tersendiri yang disebut KOPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria) yang mempunyai unit sampai di desa. Sejak tahun 1968 KOPEM telah dibubarkan dan program pemberantasan malaria diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan umum malaria yang ada. dapat terorganisasi Program didefinisikan untuk pemberantasan sebagai melaksanakan usaha berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan yang utama (Harijanto, 2000). Berbagai kegiatan yang dapat dijalankan untuk menanggulangi malaria (Harijanto, 2000), adalah : 21 1) Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles (pemakaian kelambu, repelen, obat nyamuk). 2) Membunuh nyamuk dewasa (dengan menggunakan berbagai insektisida). 3) Membunuh jentik (kegiatan antilarva) baik secara kimiawi (larvisida) maupun biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri). 4) Mengurangi tempat perindukan (source redution). 5) Pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis). 6) Vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial). Para pengelola kesehatan di setiap tingkat harus menyesuaikan strategi ini pada tingkat lokal dan para petugas kesehatan harus mendapat pendidikan tambahan untuk menghadapi malaria secara efektif. Direktur Jenderal WHO yang baru Dr. Gro Harlem Bruntland telah mengambil inisiatif Roll Back Malaria untuk meningkatkan pembangunan pelayanan kesehatan dan kerja 22 sama intersektoral dalam rangka pemberantasan malaria (Harijanto, 2000). 2.1.5.2 Pencegahan Di Indonesia usaha pembasmian penyakit malaria belum mencapai hasil yang optimal karena beberapa hambatan, yaitu tempat perindukan nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak, serta keterbatasan sumber daya manusia, infastruktur, dan biaya. Oleh karena itu, usaha yang paling mungkin di pencegahan lakukan dan adalah usaha-usaha pemberantasan terhadap penularan parasit. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan memberantas penularan parasit malaria (Prabowo, 2004). Di daerah yang jumlah penderitaannya sangat banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting. Di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan (tempat ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai baju lengan panjang 23 dan celana panjang saat keluar rumah, terutama pada malam hari. Sebaiknya mereka yag tinggal di daerah endemis malaria memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti nyamuk (mosquito repellent) saat tidur di malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa, dapat dilakukan beberapa tindakan berikut ini : seperti penyemprotan rumah Larvaciding dan Biological control. Pada penyemprotan rumah sebaiknya, penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dengan insektisida dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan. Larvaciding merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria. Biological control adalah kegiatan penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax) dan ikan guppy/wader 24 cetul (Lebistus reticulatus) di genangan- genanangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria. Tempat perindukan bermacam-macam, nyamuk tergantung malaria spesies nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di kawasan pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air bersih pegunungan. Di daerah endemis malaria, yaitu daerah yang langganan terjangkit masyarakatnya perlu penyakit menjaga malaria, kebersihan lingkungan. Tambak ikan yang kurang dipelihara harus dibersihkan, parit-parit di sepanjang pantai bekas galian yang terisi air payau harus ditutup, persawahan dengan saluran irigasi, airnya harus dipastikan mengalir dengan lancar, bekas roda yang tergenang air atau bekas jejak kaki hewan pada tanah berlumpur yang berair harus segera ditutup untuk mengurangi tempat perkembangbiakan larva nyamuk malaria. 25 Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit malaria. Orang yang akan berpergian ke daerahdaerah endemis malaria harus minum obat antimalaria sebelum sekurang-kurangnya keberangkatannya seminggu sampai empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan daerah endemis malaria. Wanita hamil yang akan berpergian ke daerah endemis malaria harus diperingatkan tentang risiko yang mengancam kehamilannya. Sebelum berpergian, ibu hamil disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau ke rumah sakit dan mendapatkan obat antimalaria. Bayi dan anak-anak yang berusia di bawah empat tahun dan hidup di daerah endemis malaria harus mendapat obat antimalaria karena tingkat kematian pada bayi/anak akibat infeksi malaria cukup tinggi. Pemberian vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah infeksi malaria sehingga dapat 26 menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi malaria. Sampai saat ini, usaha untuk menemukan vaksin malaria yang baik dan efektif masih berjalan dan dalam tahap penelitian (Prabowo, 2004). Tabel 2.3 Obat Kemoprofilaksis Malaria (Harijanto, 2009) Regimen Indikasi Digunakan di daerah plasmodium Klorokuin falsiparum sensitif klorokuin Digunakan di daerah plasmodium falsiparum Meflokuin resistensi klorokuin Doksisiklin Atovakuon Proguanulin Primakuin Alternatif terhadap meflokuin, digunakan di daerah resistensi klorokuin. Alternatif terhadap meflokuin dan Doksisiklin, untuk daerah dengan Plasmodium resistensi klorokuin Profilaksis terminal untuk P.vivax dan P. Ovale Dosis Dewasa 500mg basa, per oral, sekali seminggu, dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis 250 mg per oral, sekli seminggu, dimulai 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 minggu setelah pulang Keterangan Aman untuk kehamilan Aman untuk kehamilan. Tidak direkomendasikan untuk pasien dengan kejang, kelainan konduksi jantung, psikosis. 100mg per oral sekali Kontraindikasi sehari, dimulai 2 hari pada kehamilan, sebelum berangkat dan wanita menyusui, dilanjutkan sampai 4 anak kurang dari minggu setelah pulang. 8 tahun. Diberikan bersama makanan. 1 tablet dewasa (250mg Kontra indikasi atovakuon / 100mg pada kehamilan, proguanulin) per gagal ginjal berat oral,sekali sehari, dimulai atau bersihan 1 atau 2 hari sebelum kreatinin kurang berngkat dilanjutkan dari 30 ml/menit. sampai 1 minggu setelah Diberikan pulang bersama makanan 30 mg basa (2 tablet), per Kontraindikasi oral, sekali sehari, pada kehamilan, diberikan sesegera defisiensi G6PD, mungkin sesudah harus diberikan terpapar nyamuk sampai bersama atau total 14 hari, atau jika sesudah mkan, 27 paparan tidak jelas dapat dapat timbul diberikan selama 14hari methemoglobine setelah meninggalkan mia. daerah endemis vivax 2.1.6 Pengobatan Malaria Cara mengetahui dengan pasti seseorang telah terinfeksi malaria, yaitu dengan menemukan parasit malaria di dalam darahnya saat dilakukan pemeriksaan mikroskop. Pada darah penderita, akan tampak bentuk parasit malaria serta perubahan pada sel-sel darah merah yang terinfeksi (berbeda-beda bentuknya sesuai dengan jenis plasmodium yang menginfeksi). Pemeriksaan ini harus dilakukan pada orang yang tinggal di daerah endemis malaria atau orang yang pernah berpergian ke daerah endemis malaria dalam jangka waktu satu tahun. Dengan melakukan pemeriksaan darah, jenis plasmodium malaria yang menginfeksi penderita dapat teridentifikasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan obat malaria secara tepat. Ada 3 cara pengobatan malaria berdasarkan kebutuhan yaitu pengobatan untuk mencegah (profilaksis) yaitu, pemberian obat antimalaria yang bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi atau 28 gejala-gejala penyakit malaria. Pengobatan terapeutik (kuratif) yaitu pemberian obat antimalaria, yang digunakan untuk penyembuhan infeksi malaria yang telah diderita, penanggulangan serangan malaria akut, serta pengobatan radikal. Pengobatan untuk mencegah terjadinya penularan yaitu pengobatan yang bertujuan untuk mencegah infeksi nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogoni pada nyamuk. 2.1.6.1 Obat Anti Malaria Hampir semua obat antimalaria (OAM) yang dikembangkan bekerja dengan menghambat atau mematikan bentuk aseksual parasit yang berada dalam eritrosit manusia (skizontosida darah) dan menimbulkan gejala klinis. Obat antimalaria yang efektif dan bekerja cepat di antaranya adalah klorokuin, kina, kinidin, meflokuin, atovakun, derivat artemisinin. Obatobat lain seperti proguanil, pirimetamin, sulfonamid, sulfon, dan antibiotik yang berkhasiat sebagai OAM (tetrasiklin, doksisiklin, dan lain29 lain) bekerja lambat dan kurang efektif. Sedangkan primakuin merupakan satu-satunya obat yang dapat mengeradikasi parasit laten dalam jaringan yang menyebabkan relaps pada infeksi Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale (Gunawan, 2009). 2.2 Penyebaran Malaria Malaria merupakan penyakit endemis yang menyerang negara-negara dengan penduduk yang padat. Batas penyebaran malaria adalah 64 Lintang Utara (Rusia) dan 32 Lintang Selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit malaria hidup adalah 400m di bawah permukaan laut (Laut Mati) sampai 2.600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium Vivax mempunyai distribusi geografis yang luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis, sampai ke daerah tropis. Plasmodium Falciparum terutama menyebabkan malaria di benua Afrika dan daerah tropis lainnya (Hiswani, 2004). Di Indonesia malaria dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1.800 m di atas permukaan laut. Spesies yang paling banyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum 30 dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian Timur, sedangkan Plasmodium ovale pernah ditemukan di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi ada beberapa orang yang memiliki kekebalan terhadap parasit malaria, baik yang bersifat bawaan/alamiah maupun didapat. Orang yang paling beresiko terinfeksi malaria adalah anak balita, wanita hamil, serta penduduk nonimun yang mengunjungi daerah endemis malaria, serta para pengungsi, transmigran dan wisatawan (Prabowo, 2009). Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara, yaitu alamiah dan nonalamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria dan nonalamiah melalui jalur lain seperti; Malaria bawaan (kongenital), yaitu malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan dari ibu kepada bayinya juga dapat melalui tali pusat. Gejala pada bayi yang baru lahir 31 berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga sering menangis/rewel), pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan/minum, serta kuning pada kulit dan selaput lendir. Keadaan ini harus dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya, seperti toxoplasmosis, rubella, sifilis kongenital dan anemia hemolitik. Pembuktian pasti dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi. Penularan mekanik (transfusion malaria) yaitu infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba, atau melalui transplantasi organ. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Parasit malaria dapat hidup selama tujuh hari dalam darah donor. Biasanya, masa inkubasi transfusion malaria lebih singkat dibanding infeksi malaria secara alamiah (Prabowo, 2009). 2.3 Masyarakat Kabupaten Intan Jaya 2.3.1 Kondisi Masyarakat kabupaten Intan Jaya Dari data Badan Pusat Statistik Provinsi Papua (BPSPP) dan Badan Perencanaan Pembangunan 32 Daerah Provinsi Papua (BPPDPP) tahun 2011 (Papua dalam Angka, 2011) 2.3.1.1 Kondisi Fisik Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya yaitu Nabire Kabupaten Intan Jaya sendiri adalah kabupaten yang berada di dataran tinggi dengan banyak pegunungan. Ketinggiannya mencapai 2.000 meter dari permukaan laut. Suhu normal di Intan Jaya sendiri berkisar 19-25⁰C. Kabupaten Intan Jaya memiliki 6 kecamatan yaitu Kecamatan Homeyo, Sugapa, Hitadipa, Agisiga, Biandoga, dan Wandai. Pemerintah Kabupaten Intan Jaya berpusat dan beribukota di Distrik Sugapa. Dari Masing-masing distrik memiliki beberapa desa, yaitu Kecamatan Homeyo 10 desa, Kecamatan Sugapa 9 desa, Kecamatan Hitadipa 5 desa, Kecamatan Agisiga 6 desa, Kecamatan Biandoga 6 desa, dan Kecamatan Wandai 1 desa. 33 Jumlah penduduk Kabupaten Intan Jaya sebanyak 40.490 jiwa. Terdiri dari 20.745 orang laki-laki dan 19.745 orang perempuan. Untuk mencapai Kabupaten Intan Jaya sendiri sangatlah sulit, hal ini dikarenakan transportasi yang ada di Intan Jaya satu-satunya adalah lewat udara dan tidak memiliki transportasi darat juga tranportasi air. 2.3.1.2 Kondisi Ekonomi Kondisi Ekonomi di Kabupaten Intan Jaya masih tergolong menengah ke bawah, dan penghasilan sehari-hari masyarakat di Kabupaten Intan Jaya lebih banyak dari hasil hutan dan berkebun. Hutan sangat luas, dan banyak yang belum tersentuh. Luas hutan yang digunakan sebagai hutan produksi adalah 20.787 hektar dan luas hutan lindung adalah 209.893 hektar. Hasil hutan yang paling sering ditemui adalah ubi jalar, kacang tanah, wortel, kentang, buah merah, dan sayuran yang bisa hidup di suhu dingin. 34 Struktur pemerintahan Kabupaten Intan Jaya, terdapat 203 Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang terdiri dari 145 laki-laki, dan 58 perempuan. 2.3.1.3 Kondisi Pendidikan Kondisi pendidikan di Intan Jaya Jaya masih tergolong minim. Kabupaten Intan Jaya belum memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Tinggi (ST) ataupun Perguruan Tinggi. Tabel 2.4 Jumlah Sekolah di Kabupaten Intan Jaya. No 1. 2. 3. 4. Jenis Sekolah L P Jumlah Murid L P 2 30 20 2 5 29 2.65 1 1.45 9 48 4 5 357 175 6 2 1 67 18 3 - Jumlah Sekolah TK (Taman Kanak-Kanak) SD ( Sekolah Dasar) SMP ( Sekolah Menengah Pertama) SMA ( Sekolah Menengah Atas) Jumlah Guru 2.3.1.3 Kondisi Kesehatan Kondisi kesehatan di Kabupaten Intan Jaya masih sangat minim. Hal ini berkaitan dengan sarana tranportasi menuju Kabupaten Intan Jaya yang tergolong minim, namun upaya pelayanan kesehatan di sini sudah mulai berkembang. Walaupun belum ada rumah sakit, namun sudah 35 ada 6 puskesmas, 3 pustu, 89 posyandu dan 4 klinik KB. Tenaga kesehatan di Kabupaten Intan Jaya masih sangat sedikit juga. Hanya terdapat 1 dokter umum, 4 bidan, 4 perawat, 1 gizi, 1 laboran dan 11 ahli kesehatan masyarakat. Penyakit masyarakat yang adalah sering ISPA diderita (Infeksi oleh Saluran Pernapasan Akut) dan Malaria. 2.3.2 Malaria pada Masyarakat Kabupaten Intan Jaya Malaria banyak diderita oleh masyarakat. Dengan adanya 142 kasus malaria dan 36 orang meninggal pada bulan Mei Tahun 2010 membuktikan jika malaria adalah masalah yang serius. Sementara itu penanganan dari pihak pemerintah setempat belum maksimal karena minimnya stok obat-obatan, serta terkendala transportasi karena hanya bisa dijangkau dengan pesawat. Kondisi lingkungan masyarakat Kabupaten Intan Jaya sangat memicu tingginya angka kejadian malaria hal ini dikarenakan sekitar rumah warga berada di antara hutan. Selain itu kurangnya pengetahuan 36 masyarakat juga mempengaruhi tingginya malaria, karena tingkat pendidikan masyarakatnya masih rendah. Demikian juga kurangnya kesadaran dari warga untuk menjaga lingkungan yang bebas nyamuk. (Dinas Kesehatan dan Sosial Kab. Intan Jaya 2010). 37