Penelitian susut energi pada sistem kelistrikan Bali sudah bany

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art)
Penelitian susut energi pada sistem kelistrikan Bali sudah banyak
dilakukan. Dalam penelitian Juniastra Gina (2014) tentang “Analisis Susut Energi
pada Sistem Kelistrikan Bali Sesuai Rencana Operasi SUTET 500 kV”,
menyatakan bahwa beroperasinya SUTET 500 kV berpengaruh pada susut energi.
Analisa susut energi dilakukan dengan menggunakan analisis Load Flow dengan
tiga skenario. Skenario pertama SUTET sampai di GI Kapal, skenario kedua
SUTET sampai di GI New Kapal dan skenario ketiga SUTET sampai di GI
Gilimanuk. Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh bahwa skenario
beroperasinya SUTET 500 kV di GI Kapal memperoleh nilai susut daya dan susut
energi paling rendah dibandingkan dengan skenario yang lainnya serta memiliki
susut tegangan terendah.
Bapak I Made Mataram selaku staf pengajar program studi Teknik Elektro,
Universitas Udayana (2005) pernah meneliti tentang “Pembangunan PLTGU
Pemaron Menurunkan Rugi Daya pada Sistem Kelistrikan di Bali”. Analisis yang
dilakukan diambil dari perbandingan perhitungan aliran daya antara adanya
pembangkit baru PLTGU Pemaron dengan sistem kelistrikan di Bali sebelumnya,
dengan menggunakan metode Newton Raphson. Berdasarkan hasil analisis dapat
disimpulkan bahwa setelah PLTGU Pemaron beroperasi rugi-rugi saluran
transmisi sistem kelistrikan Bali menurun sebesar 31,33 % dari rugi daya sebelum
beroperasinya pembangkitan tersebut.
Miko Mahendra (2011) melakukan penelitian tentang “Pengaruh
Penambahan PLTU Teluk Sirih 100 MW pada Sistem Kelistrikan Sumatera
Bagian Tengah”. Metode yang digunakan dalam menganalisa rugi daya sebelum
dan sesudah ditambahkan pembangkit tersebut adalah metode Gauss Seidel,
Newton Raphson, dan Fast Decouple. Berdasarkan analisis yang dilakukan
menunjukkan bahwa penambahan pembangkit tersebut menyebabkan perubahan
5
6
tegangan, peningkatan aliran daya dan peningkatan rugi daya pada saluran
transmisi sistem kelistrikan Sumatera Bagian Tengah.
Ditinjau dari State of The Art diatas, sama-sama meneliti tentang analisis
aliran daya dan rugi-rugi daya pada saluran transmisi. Analisis penelitian saya
menggunakan metode Newton Raphson karena metode ini mempunyai waktu
hitung konvergensi yang cepat sehingga membutuhkan jumlah iterasi yang lebih
sedikit dan lebih sesuai untuk menghitung aliran beban pada sistem dengan
jumlah yang besar, dibandingkan metode Gauss-Seidel (Sulasno,1993).
2.2 Representasi Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
macam peralatan listrik. Adapun susunan pada sistem tenaga listrik biasanya
terdiri dan 3 (tiga) bagian utama, yaitu (Sulasno,1993) :
a. Sistem Pembangkit
b. Sistem Transmisi
c. Beban
Pada umumnya energi listrik yang dihasilkan oleh pusat-pusat
pembangkit (electric power stations) letaknya tidak selalu dekat dengan pusatpusat beban (load center) yang akan dilayani. Energi listrik yang dihasilkan
tersebut akan disalurkan ke pusat-pusat beban melalui jaringan transmisi dan
jaringan distribusi. Biasanya masing-masing bagian sistem diatas dibentuk oleh
beberapa komponen atau peralatan yang saling berhubungan. Contohnya suatu
sistem pembangkit terdiri dari generator serempak, penguat (exiter), sistem
pengatur tegangan (voltage regulator), dan komponen-komponen lainnya.
Pada sistem transmisi terdiri dari saluran transmisi, transformator,
peralatan rele pengaman dan pemutus rangkaian, kapasitor, reaktor, dan lain
sebagainya. Sedangkan pada sistem beban biasanya terdiri dari beban yang berupa
motor-motor induksi, motor-motor sinkron, penerangan, pemanas, dan bebanbeban yang lain.
7
2.2.1 Pembangkit Tenaga Listrik
Ada banyak jenis dari Pusat Pembangkitan Tenaga Listrik yang beroperasi
di Indonesia. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua (2) kelompok
besar, yaitu Pusat Pembangkitan Listrik Termal dan Pusat Pembangkitan NonTermal.
Pusat Listrik Termal adalah pusat pembangkitan tenaga listrik yang
melibatkan proses panas (thermal) dalam pembangkitan tenaga listriknya,
umumnya tipe pembangkitan ini membutuhkan bahan bakar yang berasal dari
bahan bakar fosil. Pusat listrik tipe ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis,
yaitu :
a. Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU)
b. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
c. Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG)
d. Pusat Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG)
e. Pusat Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU)
f. Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Selain Pusat Pembangkitan Listrik Termal, masih ada juga pusat
pembangkitan lainnya, yaitu Pusat Pembangkitan Listrik Non-Termal, dimana
dalam proses pembangkitan tenaga listrik, menggunakan sumber energi lain
(alternatif) selain bahan bakar fosil, sehingga tidak melibatkan proses panas
(thermal) didalamnya. Adapun pusat listrik yang termasuk dalam jenis ini antara
lain :
a. Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA)
b. Pusat Listrik Tenaga Surya (PLTS)
c. Pusat Listrik Tenaga Angin/Bayu (PLTB)
Jenis Pusat Pembangkitan Tenaga Listrik yang beroperasi di Pesanggaran
yaitu PLTD, PLTG, dan PLTMG.
2.2.1.1 Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pusat Listrik Tenaga Diesel atau PLTD adalah suatu stasiun pembangkit
tenaga, dimana sebagai mulanya adalah sebuah mesin diesel yang mendapat
8
energi dari bahan bakar cair yang dikenal sebagai minyak solar, lalu merubah
energi tersebut menjadi energi mekanik dan dikopel dengan sebuah generator
untuk mengubah energi mekanik dari mesin diesel menjadi energi listrik.
Diesel mendapatkan daya dari hasil pembakaran bahan bakar di dalam
silinder mesin atau dengan kata lain proses kerja ini disebut siklus Otto yang
ditemukan oleh insinyur jerman bernama Otto pada tahun 1876. Pembakaran
bahan bakar tersebut menghasilkan kenaikan temperatur dan tekanan di dalam
silinder mesin serta tahanan yang dibangkitkan mendorong piston yang terdapat
pada silinder mesin.
Daya mekanik yang dibangkitkan, diteruskan ke batang engkol
(connecting rod), yang dipasang pada poros engkol (crank shaft) untuk
meneruskan daya dari piston ke poros yang digerakkan (Ronny, 2008).
PLTD mempunyai ukuran mulai dari 40 kW sampai puluhan MW.
Untuk menyalakan listrik di daerah baru umumnya digunakan PLTD oleh PLN.
Dilain pihak, jika perkembangan pemakaian tenaga listrik telah melebihi 100
MW, penyediaan tenaga listrik yang menggunakan PLTD tidak ekonomis lagi
sehingga harus dibangun Pusat Listrik lain seperti PLTU atau PLTA. PLTD
melayani beban dengan kapasitas di atas 100 MW akan tidak ekonomis, karena
unitnya menjadi banyak mengingat unit PLTD yang terbesar di pasaran sekitar
12,5 MW.
Umumnya semua unit pembangkit Diesel dapat distart tanpa memerlukan
sumber tenaga listrik dari luar (dapat melakukan black start). Menstart mesin
Diesel dengan daya di bawah 50 kW dapat dilakukan dengan tangan melalui
engkol. Untuk daya di atas 50 kW sampai kira-kira 100 kW umumnya distart
dengan menggunakan baterai aki, sedangkan untuk mesin diesel dengan daya di
atas 100 kW umumnya digunakan udara tekan.
Dari segi pemeliharaan dan perbaikan, unit pembangkit Diesel tergolong
unit yang banyak menimbulkan masalah khususnya yang menyangkut mesin
Dieselnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya bagian-bagian yang bergerak dan
bergesek satu sama lain sehingga menjadi aus dan memerlukan penggantian
9
secara periodik. Untuk itu diperlukan manajemen pemeliharaan beserta
penyediaan suku cadang yang teratur (Djiteng Marsudi, 2005).
2.2.1.2 Pusat Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG)
Prinsip kerja PLTMG dengan PLTD hampir sama, tetapi ada perbedaan
paling signifikan yaitu pada sistem bahan bakar untuk motor penggeraknya. Pada
PLTD umumnya hanya bisa menggunakan bahan bakar dari jenis minyak diesel
(HSD/MFO), sedangkan PLTMG umumnya menggunakan dua jenis bahan bakar
yaitu gas alam (natural gas) dan minyak diesel (HSD/MFO). Karena mesin
PLTMG yang dipakai menggunakan dua jenis bahan bakar, oleh karena itu sistem
bahan bakarnya juga harus bisa mengakomodir kedua bahan bakar tersebut.
Bahan bakar gas sebelum masuk ke area pembangkit dilewatkan dulu ke
area pembersihan. Pada area ini gas dipersiapkan baik dari sisi kebersihan, kadar
air, ataupun tekanannya agar siap jika diumpankan langsung ke unit mesin gas.
Sebelum diumpankan langsung ke dalam mesin, gas disaring lagi menggunakan
sebuah filter. Posisi filter ini akan duduk bersama dengan beberapa peralatan yang
disesuaikan konstruksinya dan tergabung dalam sebuah modul gas (fuel gas
module) yang tugas utamanya adalah untuk pengaturan volume, keamanan sistem,
dan untuk memastikan bahwa gas siap diumpankan ke mesin. Untuk bahan bakar
minyak sebelum diumpankan ke dalam mesin, juga disaring terlebih dahulu
menggunakan sebuah filter yang digabung dalam sebuah modul minyak (fuel oil
module). Pada aliran bahan bakar minyak terdapat pompa pengumpan (feed pump)
yang berfungsi untuk mendorong minyak ke dalam mesin. Skematik Sistem
Bahan Bakar pada PLTMG dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skematik Sistem Bahan Bakar Pada PLTMG
10
Kelebihan PLTMG dari pembangkit listrik yang lain yaitu :
a. Bisa beroperasi dengan memakai dua jenis bahan bakar yaitu gas alam
(natural gas) dan minyak diesel (HSD/MFO). Ketersediaan bahan
bakar gas alam (natural gas) yang dari segi ekonomis lebih baik jika
dibandingkan dengan bahan bakar minyak (HSD/MFO).
b. Kapasitas unit pembangkitan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Bisa digunakan untuk pemasok daya pada saat beban puncak (peaker)
karena memiliki waktu start up yang lebih singkat.
2.2.1.3 Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG)
Pusat Listrik Tenaga Gas adalah pembangkit listrik yang menggunakan
tenaga yang dihasilkan oleh hasil pembakaran bahan bakar dan udara bertekanan
tinggi. Prinsip kerja PLTG dapat dilihat pada gambar 2.2.
Bahan Bakar
Udara
Ruang Bakar
Turbin
Kompresor
Kompresor
Udara
Bertekanan
Generator
Gas Hasil
Pembakaran
Poros
Gas Buang
Gambar 2.2 Bagan Prinsip Kerja Unit PLTG (Djiteng Marsudi, 2006)
Secara garis besar diagram ini dimulai dari udara luar dihisap oleh
kompresor menjadi udara bertekanan kemudian dicampur dengan bahan bakar
didalam ruang pembakaran yang menghasilkan gas bersuhu tinggi yang
selanjutnya dialirkan ke turbin untuk dikonversikan menjadi daya mekanis.
Karena turbin, generator, dan kompresor satu poros maka daya mekanis yang
menggerakkan turbin juga menggerakkan generator yang akan menghasilkan
energi listrik dan juga menggerakkan kompresor untuk menghisap udara luar.
11
Sisa gas yang digunakan untuk memutar Turbin dibuang keluar ke atmosfer. Dari
flow diagram diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada PLTG menggunakan
Siklus Terbuka (Open Cycle) karena gas yang telah digunakan untuk memutar
Turbin langsung dibuang (Siagian, 2011).
PLTGU merupakan kombinasi PLTG dengan PLTU. Gas buang dari
PLTG yang umumnya mempunyai suhu di atas 400°C dimanfaatkan (dialirkan) ke
dalam ketel uap PLTU untuk menghasilkan uap penggerak turbin uap, dengan
cara ini umumnya didapat PLTU dengan daya sebesar 50% daya PLTG. Ketel uap
yang digunakan untuk memanfaatkan gas buang PLTG mempunyai desain khusus
dimana dalam bahasa Inggris disebut Heat Recovery Steam Generator (HRSG).
Dari segi operasi, unit PLTG tergolong unit yang masa startnya pendek,
yaitu antara 15-30 menit dan kebanyakan dapat distart tanpa pasokan daya dari
luar(black start), yaitu menggunakan mesin diesel sebagai motor start.
Dari segi beban, perubahan beban unit PLTG dari 0% menjadi 100%
dalam waktu kurang dari 15 menit, sehingga bagi unit termis termasuk unit yang
dapat dirubah bebannya secara cepat. Tetapi jika diingat bahwa unit PLTG
beroperasi dengan suhu gas pembakaran yang tinggi maka perubahan beban
berarti pula perubahan suhu yang tidak kecil pada berbagai bagian turbin gas dan
menambah keausan bagian bagian tersebut. Juga PLTG dioperasikan pada beban
rendah efisiensi bahan bakarnya rendah maka sebaiknya unit PLTG tidak dirubah
rubah bebannya tetapi diusahakan berbeban mendekati penuh (80%) dan konstan.
Perubahan beban unit PLTG hendaknya dilakukan hanya dalam keadaan darurat.
Dari segi masalah lingkungan, yang perlu diperhatikan adalah masalah
kebisingan, jangan sampai melampaui ketentuan yang dibolehkan.
Seperti halnya pada PLTU masalah instalasi bahan bakar, baik apabila
digunakan bahan bakar minyak (BBM) maupun apabila digunakan bahan bakar
gas (BBG), perlu mendapat perhatian khusus dari segi pengamanan terhadap
bahaya kebakaran (Djiteng Marsudi, 2006).
2.2.1.4 Generator Sinkron
Generator sinkron biasanya dihubungkan langsung pada rel atau sering
12
juga melalui transfomator daya. Karena tujuan dari analisa ini adalah untuk
mengetahui besar tegangan rel dan aliran daya, maka generator sinkron
direpresentasikan sebagai suatu sumber daya, dan tegangan yang diperoleh dari
analisa ini adalah tegangan rel dimana generator itu terhubung.
2.2.2 Saluran Transmisi
Saluran transmisi membawa tenaga listrik dari pusat pembangkitan ke
pusat beban melalui saluran tegangan tinggi 150 kV, atau melalui saluran ekstra
tinggi 500 kV. Trafo penurunan akan merendahkan tegangan ini menjadi tegangan
subtransmisi 70 kV, yang kemudian di gardu induk (GI) diturunkan lagi menjadi
tegangan distribusi primer 20 kV yang kemudian diturunkan dengan trafo
distribusi yang tersebar di pusat-pusat beban. Pada trafo distribusi tegangan
diturunkan menjadi tegangan rendah 220/380 V. (Zuhal, 1995)
Peningkatan tegangan pada saluran transmisi mempunyai nilai ekonomis
yang sangat penting, mengingat keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a) Untuk penyaluran daya yang sama, arus yang dialirkan menjadi
berkurang. Ini berarti penggunaan bahan tembaga pada kawat
penghantar akan berkurang dengan bertambah tingginya tegangan
transmisi.
b) Luas penampang konduktor yang digunakan berkurang, karena itu
struktur penyangga konduktor menjadi lebih kecil.
c) Oleh karena arus yang mengalir di saluran transmisi menjadi lebih
kecil, maka jatuh tegangan juga semakin kecil. (Zuhal, 1995).
Akan tetapi, dengan bertambah tingginya tegangan transmisi, berarti jarak
bebas antara kawat penghantar harus lebih lebar, panjang gandengan isolator
harus lebih besar, yang berarti meningkatnya biaya menara dan konstruksi
penopang. Dilihat dari jenisnya, dikenal dua macam saluran transmisi yaitu:
1) Saluran udara (overhead line), yang menyalurkan tenaga listrik
melalui kawat-kawat yang digantungkan pada tiang-tiang transmisi
dengan perantara isolator.
13
2) Saluran bawah tanah (underground), yang menyalurkan tenaga listrik
melalui kabel bawah tanah.
2.2.2.1 Resistansi
Resistansi penghantar saluran transmisi adalah penyebab terpenting dari
rugi daya (power loss) pada saluran transmisi. Jika tidak ada keterangan lain maka
resistansi yang dimaksud adalah resisitansi efektif. Resistansi efektif dari suatu
penghantar adalah (Budianto, 2012).
R = | | ……………………………………………....................................
(2.1)
dimana:
P
= Rugi-rugi daya pada penghantar satuan Watt (W)
I
= arus satuan Ampere (A)
Sedangkan resistansi dc diberikan oleh rumus:
=
……………………………………………………………..........
(2.2)
dimana:
= resitivitas penghantar
l
= panjang penghantar
A
= luas penampang
2.2.2.2 Induktansi dan Reaktansi Induktif
Dalam penurunan rumus-rumus untuk induktansi dan reaktansi induktif
dari suatu konduktor biasanya diabaikan dua faktor, yaitu :
a. Efek kulit (skin effect).
b. Efek sekitar (proximity effect).
Efek kulit adalah gejala pada arus bolak-balik, bahwa kerapatan arus
dalam penampang konduktor tersebut makin besar ke arah permukaan kawat.
Tetapi bila kita hanya meninjau frekuensi kerja (50 Hertz atau 60 Hertz) maka
pengaruh efek kulit itu sangat kecil dan dapat diabaikan.
Efek sekitar ialah pengaruh dari kawat lain yang berada di samping kawat
14
yang pertama (yang ditinjau) sehingga distribusi fluks tidak simetris lagi. Tetapi
bila radius konduktor kecil terhadap jarak antara kedua kawat maka efek sekitar
ini sangat kecil dan dapat diabaikan (Budianto, 2012).
2.2.2.3 Kapasitansi dan Reaktansi Kapasitif
Kapasitansi saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara
penghantar dengan penghantar atau penghantar dengan ground(tanah). Kapasitansi
menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada plat
kapasitor bila terjadi beda potensial diantaranya. Kapasitansi antara penghantar
sejajar dan penghantar ke ground adalah suatu konstanta yang tergantung pada
tegangan dan jarak pemisah antar penghantar.
Untuk saluran daya yang panjangnya kurang dari 80 km (50 mil),
pengaruh kapasitansinya kecil dan biasanya dapat diabaikan. Untuk saluransaluran yang lebih panjang dengan tegangan yang lebih tinggi, kapasitansinya
menjadi bertambah besar dan tidak bisa diabaikan lagi.
Suatu tegangan bolak-balik yang terpasang pada saluran transmisi akan
menyebabkan muatan pada penghantar-penghantarnya disetiap titik bertambah
atau berkurang sesuai dengan kenaikan dan penurunan nilai sesaat tegangan antara
penghantar pada titik tersebut. Aliran muatan listrik dan arus yang disebabkan
oleh pengisian dan pengosongan bolak-balik (alternate charging and discharging)
saluran karena tegangan bolak-balik disebut arus pengisian saluran. Arus
pengisian mengalir dalam saluran transmisi meskipun saluran itu dalam keadaan
terbuka. Hal ini mempengaruhi jatuh tegangan sepanjang saluran, efisiensi, dan
faktor daya saluran serta kestabilan sistem dimana saluran tersebut merupakan
salah satu bagiannya (Budianto, 2012).
Untuk keperluan analisa dan perhitungan maka diagram pengganti
biasanya dibagi dalam 3 kelas, yaitu:
1. Saluran pendek ( < 80 km)
2. Saluran menengah (80-250 km)
3. Saluran panjang ( > 250 km)
Klasifikasi saluran transmisi harus didasarkan atas besar kecilnya
15
kapasitansi ke tanah. Jadi bila kapasitansi ke tanahnya kecil, dengan demikian
arus bocor ke tanah kecil terhadap arus beban, maka dalam hal ini kapasitansi ke
tanah dapat diabaikan, dan dinamakan saluran pendek. Tetapi bila kapasitansi ke
tanah sudah mulai besar sehingga tidak dapat diabaikan, tetapi belum begitu besar
sekali sehingga masih dapat dianggap seperti kapasitansi terpusat (lumped
capacitance), dan ini dinamakan saluran menengah. Bila kapasitansi itu besar
sekali sehingga tidak mungkin lagi dianggap sebagai kapasitansi terpusat, dan
harus dianggap terbagi rata sepanjang saluran, maka dalam hal ini dinamakan
saluran panjang.
Seperti diketahui semakin tinggi tegangan operasi maka kemungkinan
timbulnya korona akan sangat besar. Korona ini akan memperbesar kapasitansi,
dengan demikian memperbesar arus bocor. Jadi ada kalanya walaupun panjang
saluran hanya 50 km, misalnya bila tegangan kerja sangat tinggi (tegangan ekstra
tinggi, EHV, apalagi tegangan ultra tinggi, UHV) maka kapasitansi relatif besar
sehingga tidak mungkin lagi diabaikan walaupun panjang saluran hanya 50 km.
2.2.3 Beban
Di dalam menganalisa suatu sistem tenaga listrik, beban tidak diberikan
secara lengkap. Untuk merepresentasikan suatu beban dari suatu sistem tenaga
listrik, sangat penting untuk mengetahui variasi daya aktif (P) dan daya reaktif (Q)
terhadap variasi tegangannya.
Di dalam menganalisa suatu sistem tenaga listrik, terdapat 3 cara untuk
merepresentasikan suatu beban, antara lain:
a. Representasi beban dengan daya tetap. Dalam hal ini daya aktif P
(MW),
maupun
daya
reaktif
Q
(MVAR)
dianggap
konstan.
Representasi beban ini digunakan untuk merepresentasikan beban untuk
studi aliran daya.
b. Representasi beban dengan arus tetap. Dalam hal ini arus dihitung
sebagai;
I=
∗
= I ∠ (θ – φ), …………………………………………...
(2.3)
16
Dimana: V = V∠ θ, dan φ = tan-1
= sudut daya (power factor angle).
c. Representasi beban dengan impedansi tetap. Untuk merepresentasikan
suatu beban dengan impedansi tetap, daya yang diserap oleh beban
dikonversikan ke dalam bentuk impedansi seri atau parallel.
Representasi beban dengan impedansi tetap ini biasanya digunakan
pada studi stabilitas suatu sistem tenaga listrik.
2.3 Diagram Segaris
Diagram segaris (single line diagram) merupakan diagram dari suatu
sistem tenaga listrik yang sederhana, yang menunjukkan penggambaran dari
penyelesaian sistem tiga fasa yang seimbang dengan menggunakan rangkaian satu
fasa dimana sebuah jalur netral sebagai jalan balik (Sulasno, 1993).
Selanjutnya diagram tersebut seringkali disederhanakan lagi dengan
mengabaikan jalur netralnya dan hanya menunjukkan bagian-bagian komponen
dengan lambang standar sebagai pengganti rangkaian ekivalennya. Dengan
demikian diagram segaris menunjukkan suatu garis tunggal dan lambang-lambang
standar saluran transmisi serta peralatan-peralatan yang berhubungan dengan
sistem tenaga listrik.
Penggambaran dari diagram segaris bertujuan untuk memberikan
keterangan-keterangan yang penting mengenai sistem tenaga listrik secara singkat.
Tetapi untuk mengetahui gambaran dari suatu sistem tenaga listrik dalam keadaan
berbeban atau pada saat sistem mengalami gangguan, maka sebelumnya diagram
segaris tersebut harus diubah menjadi diagram impedansi yang menunjukkan
rangkaian ekivalen masing-masing komponen sistem tersebut dengan berpedoman
pada salah satu sisi yang sama pada transformator.
Keterangan mengenai sifat-sifat yang penting dari suatu sistem berbedabeda tergantung dari masalah yang akan ditinjau sesuai dengan maksud dari
diagram tersebut dibuat misalnya, dalam penyelesaian studi aliran daya, lokasi
dari pemutus rangkaian dan relay tidaklah penting. Karena itu pemutus dan relay
tidak diperlihatkan apabila fungsi utama dari diagram tersebut adalah untuk
memberikan keterangan mengenai studi semacam itu. Diagram segaris juga
17
memberikan keterangan mengenai transformator arus dan transformator tegangan
yang menghubungkan relay-relay ke sistem atau yang hanya dipasang untuk
keperluan pengukuran. Keterangan yang diperoleh dari diagram segaris
diharapkan dapat berubah-ubah menurut masalah yang sedang dihadapi.
Gambar 2.3 merupakan contoh diagram segaris dari suatu sistem tenaga
listrik yang sangat sederhana. Dua buah generator dimana yang satu ditanahkan
melalui sebuah reaktor dan yang satu lagi melalui sebuah resistor. Kedua
generator tersebut dihubungkan ke sebuah rel daya dan melalui sebuah
transformator penaik tegangan (step up transformator) ke saluran transmisi.
Sebuah generator yang lain, yang ditanahkan melalui sebuah reaktor dihubungkan
ke sebuah rel daya melalui sebuah transformator pada ujung yang lain dari saluran
transmisi tersebut. Disamping terhubung dengan generator, masing-masing rel
daya juga terhubung dengan sebuah beban. Keterangan mengenai beban, rating
generator, tranformator, dan reaktansi-reaktansi pada berbagai komponen
rangkaian biasanya juga tercantum pada diagram segaris tersebut.
Gambar 2.3 Diagram Segaris Suatu Sistem Tenaga Listrik (Stevenson,1996).
Lembaga Standar Nasional Amerika (American Nasional Standar Institute
– ANSI) dan Lembaga Insinyur Listrik dan Elektronika (Institute of Electrical and
Electronics Engineers) telah menerbitkan suatu himpunan lambang standar untuk
diagram-diagram listrik. Tabel 2.1 menunjukkan lambang-lambang peralatan yang
sering digunakan dalam menggambar diagram segaris.
18
Tabel 2.1 Lambang-lambang Peralatan (Stevenson,1996)
2.4 Besaran Per-Unit
Untuk menggantikan besaran-besaran yang telah ada dan mempermudah
dalam perhitungan maka digunakan besaran per unit. Dimana besaran per unit ini
digunakan untuk menganalisa suatu rangkaian sistem tenaga listrik.
19
Besaran per unit dapat didefinisikan sebagai berikut (Sulasno, 1993) :
...........................................
(2.4)
Dengan demikian nilai dari besaran per-unit merupakan nilai yang telah
dinormalisasikan terhadap besaran dasar yang telah dipilih. Besaran yang sering
diperhitungkan dalam menganalisa sistem tenaga listrik meliputi : daya, tegangan,
arus, dan impedansi. Dalam perhitungan sistem tenaga listrik, daya dan tegangan
nominal saluran biasa dipilih sebagai besaran dasar, dimana kedua besaran
tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperoleh besaran-besaran
dasar yang lain.
2.4.1 Besaran Per-Unit Untuk Sistem Satu Fase
Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan nilai dasar dan
berbagai besaran khususnya untuk sistem satu fasa adalah sebagai berikut
(Stevenson, 1996):
Arus dasar, A =
dasar kV
ɸ
..................................................
(2.5)
..........................................
(2.6)
)
............................
(2.7)
)
.....................................
(2.8)
Daya dasar, kW1ɸ = dasar kVA1ɸ ..........................................................
(2.9)
tegangan dasar,
Impedansi dasar =
,
Impedansi dasar =
(
Impedansi dasar =
(
,
,
,
,
,
ɸ
ɸ
Daya dasar, MW1ɸ = dasar MVA1ɸ ....................................................... (2.10)
Impedansi per-unit =
, Ω
, Ω
................................. (2.11)
20
2.4.2 Besaran Per-Unit Untuk Sistem Tiga Fase
Untuk memperoleh nilai dasar untuk sistem tiga fasa pada prinsipnya
sama dengan sistem satu fasa. Tegangan dasar untuk sistem tiga fasa adalah √3
tegangan satu fasa (tegangan dasar antar saluran) sedangkan daya dasarnya adalah
daya dasar untuk total tiga fasa.
Rumus-rumus yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai dasar dari
berbagai besaran untuk sistem tiga fasa adalah sebagai berikut (Stevenson, 1996):
Arus dasar, A
=
Impedansi dasar
=
(
Impedansi dasar
=
(
Impedansi dasar
=
(
√
ɸ
,
,
/√ )
,
)
,
)
ɸ/
ɸ
ɸ
.....................................
(2.12)
.......................
(2.13)
........................... (2.14)
.................................
(2.15)
2.4.3 Mengubah Dasar Besaran Per-Unit
Impedansi per-unit untuk suatu komponen dari suatu sistem kadangkadang dinyatakan dengan dasar yang berbeda dari yang telah dipilih sebagai
dasar untuk bagian dari suatu sistem dimana komponen tersebut dihubungkan.
Seluruh impedansi dari suatu sistem dinyatakan dengan dasar impedansi yang
sama. Diperlukan suatu cara untuk mengubah impedansi per-unit (pu) dari suatu
nilai dasar ke nilai dasar yang baru dengan persamaan berikut (Stevenson, 1996) :
Zbaru (pu) = Zlama (pu)
x
.......................(2.16)
2.4.4 Keuntungan Perhitungan Per-Unit
Menganalisa atau membuat perhitungan sistem tenaga listrik dalam nilai
per-unit akan sangat menyederhanakan pekerjaan. Beberapa keuntungan yang
dapat diperoleh dari perhitungan per-unit antara lain (Stevenson, 1996):
21
a. Pabrik biasanya memberikan harga impedansi peralatan dalam persen
atau per-unit dengan rating yang tercantum pada name plate sebagai dasar.
b. Impedansi per-unit mesin yang sejenis tetapi dengan rating yang jauh
berbeda biasanya terletak dalam batas-batas nilai yang sempit, meskipun
nilainya dalam ohm berbeda besar untuk mesin-mesin dengan rating
yang berbeda. Oleh karena itu, apabila impedansi mesin tidak diketahui
dengan pasti, pada umumnya masih mungkin untuk memilih sebuah
impedansi per-unit dari daftar nilai rata-rata yang tersedia, dan hasilnya
tidak jauh menyimpang dari kebenaran. Pengalaman kerja dengan nilai perunit akan membiasakan kita bekerja dengan nilai impedansi per-unit
yang tepat untuk berbagai macam peralatan.
c. Apabila diberikan nilai impedansi dalam ohm pada rangkaian ekivalen, setiap
impedansi harus didasarkan pada rangkaian yang sama dengan
mengalikan nilai itu dengan kuadrat perbandingan tegangan rating pada
kedua sisi transformator yang menghubungkan rangkaian pedoman
dengan rangkaian yang mengandung impedansi tersebut. Jika
impedansi per-unit sudah dinyatakan dalam dasar yang benar, maka
adalah sama menurut sisi yang manapun dari transformator.
d. Cara menghubungkan transformator dalam rangkaian tiga fasa tidak
mempengaruhi impedansi per-unit rangkaian ekivalennya, meskipun
hubungan transformator memang menentukan hubungan antara dasar
tegangan pada kedua sisi transformator tersebut.
2.5 Analisis Aliran Daya
Beberapa metode perhitungan telah dikembangkan untuk membantu
menyelesaikan permasalahan aliran daya pada sistem, sebagai akibat perubahan
beban dan jadwal pembangkitannya. Metode-metode tersebut dipakai untuk
menjawab pertanyaan berikut: (Zuhal, 1995)
1) Bagaimana penampilan aliran daya nyata dan daya reaktif pada sistem
untuk suatu keadaan tertentu.
22
2) Apakah saluran transmisi, transformator beserta alat kelengkapannya
lainnya, masih cukup mampu membawa tambahan energi listrik yang
diperlukan.
3) Berapakah tegangan setiap rel-rel (busses).
Cara-cara yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut dikenal
sebagai analisis aliran daya atau aliran beban. Beberapa kesulitan perlu dihadapi
mengingat persoalan tersebut menyangkut persoalan rangkaian nonlinier yang
cukup rumit. Karena beban pada sistem tembaga berkelakuan sebagai daya yang
terbenam secara konstan, maka impedansi-impedansi pada sistem tersebut tidak
dapat diperlakukan sebagai impedansi yang konstan nilainya.
2.5.1 Klasifikasi Bus
Untuk menganalisa aliran daya, bus-bus yang digunakan dapat
diklasifikasikan dalam 3 kategori: (Suprijono, 2012)
1. Bus Beban atau Load Bus
Parameter-parameter yang diketahui adalah P dan Q sedangkan yang tidak
diketahui adalah V dan δ.
2. Bus Kontrol atau Generator Beban
Pada bus ini parameter yang diketahui adalah P dan V sedangkan
parameter yang dihitung adalah Q dan δ.
3. Bus Referensi atau Slack Bus
Slack bus sering disebut swing bus atau rel berayun. Adapun besaran yang
diketahui dari bus ini adalah tegangan (V) dan sudut beban (δ). Suatu
sistem tenaga biasanya didesign memiliki bus ini yang dijadikan referensi
yaitu besaran δ = 0o. Besaran yang dapat dihitung dari bus ini adalah daya
aktif dan reaktif.
2.5.2 Metode Newton Raphson
Pada dasarnya metode Newton Raphson adalah metode Gauss-Seidel yang
diperluas dan disempurnakan, dimana metode ini dapat mengatasi kelemahan dari
metode Gauss-Seidel antara lain dalam hal ketelitian dan jumlah iterasi. Hal ini
23
karena metode Newton Raphson mempunyai waktu hitung konvergensi yang cepat
sehingga membutuhkan jumlah iterasi yang lebih sedikit. Metode Newton
Raphson lebih sesuai untuk menghitung aliran beban pada sistem dengan jumlah
yang besar, dibandingkan metode Gauss-Seidel (Sulasno,1993).
Untuk menerapkan metoda Newton-Raphson pada penyelesaian aliran
daya dapat dinyatakan dengan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk
polar atau bentuk siku-siku (rectangular).
Seperti sistem tenaga listrik yang ditunjukkan pada gambar, arus masuk
bus i sesuai persamaan.
Vi
V1
yi1
V2
y i2
Ii
yin
Vn
yi0
Gambar 2.4 Bus dari Sistem Tenaga (Suprijono, 2012)
It = Vi ∑
–∑
………………………………............
(2.17)
Persamaan ini dapat dituliskan kembali dalam bentuk matrik admitansi bus
sebagai berikut:
Ii = ∑
……………………………………………...............
(2.18)
Pernyataan persamaan ini dalam bentuk polar adalah:
Ii = ∑
| | ∠ θij + δj .............…………………………………………… (2.19)
Persamaan daya adalah
P – jQi = | |∠ - δi ∑
+
∠
.................................................
(2.20)
Dengan memisahkan bagian imajiner dan real, maka
Pi = ∑
=-∑
| |
| |
cos (
sin
−
−
+
+
) ………………………...............
(2.21)
……………………................
(2.22)
Persamaan merupakan sekumpulan persamaan aljabar non-linier dimana
tegangan magnitude dalam besaran per satuan dan sudut fasa dalam radian.
24
Dengan mengembangkan persamaan ke dalam deret Taylor, maka hasilnya dapat
dituliskan dalam bentuk persamaan linier berikut:
∆
∆
…………………………………………………..............
=
(2.23)
Elemen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah
=∑
sin (
)…………………………..........
(2.24)
) j ≠ 1 …..…………......................
(2.25)
cos (θij – δi + δj ) ……............
(2.26)
cos (θij – δi + δj ) j ≠ 1 ..............................……………….
(2.27)
| |
=-| |
sin (
−
+
−
+
Elemen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah
| |
| |
= 2 | || | cos
=| |
+∑
| |
Elemen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah
=∑
cos
| |
=-| |
cos
−
−
+
+
………………………….......
(2.28)
j ≠ 1 ………………..................
(2.29)
sin
(2.30)
Elemen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah
| |
| |
= - 2 | || | sin
=-| |
Bentuk ∆
sin
( )
dan ∆
-∑
−
( )
+
−
+
………........
j ≠ 1 .………………………............ (2.31)
adalah perbedaan antara rencana (schedule) dan harga
perhitungan, dikenal sebagai power residual, dan diberikan sebagai berikut:
∆
∆
( )
=
-
( )
=
-
)
=
( )
( )
…………………………………………………..........
(2.32)
………………………………………………….........
(2.33)
Estimasi baru untuk tegangan bus adalah
(
(
)
=
( )
+∆
( )
( )
+∆
………………………………………………..........
( )
………………………………………….........
(2.34)
(2.35)
Prosedur penyelesaian aliran daya dengan metoda Newton-Raphson adalah
sebagai berikut: (Suprijono, 2012)
1. Untuk tegangan bus, dimana
dan
adalah ditentukan, tegangan
magnitude dan sudut fasa adalah disetting sama dengan harga slack-bus.
25
2. Untuk bus beban,
dan ∆
( )
dan ∆
( )
( )
dan
( )
dihitung dari persamaan (2.21) dan (2.22)
adalah dihitung dari persamaan (2.32) dan (2.33).
3. Untuk kontrol tegangan bus,
persamaan (2.32) dan (2.33).
( )
dan ∆
( )
adalah dihitung dari
4. Elemen dari matrik jacobian ( J1, J2, J3, dan J4) adalah dihitung dari
persamaan (2.24) dan (2.31).
5. Persamaan linier simultan (2.35) adalah diselesaikan secara langsung
dengan secara optimal.
6. Tegangan magnitude baru dan sudut fasa adalah dihitung dengan
persamaan (2.34) dan (2.35)
7. Proses adalah kontinyu hingga ∆
konvergensi yang ditentukan
( )
dan ∆
( )
adalah lebih kecil dari
2.6 Pengertian Susut
Susut (losses) adalah sejumlah energi yang hilang dalam proses pengaliran
energi listrik mulai dari Gardu Induk sampai dengan konsumen. Apabila tidak
terdapat Gardu Induk, susut dimulai dari Gardu distribusi sampai dengan
konsumen. Terjadinya susut pada sistem kelistrikan merupakan salah satu acuan
untuk mengetahui efisien atau tidaknya sistem kelistrikan tersebut beroperasi.
Susut energi selalu diukur dalam kurun waktu tertentu dan idealnya susut dihitung
dalam kurun waktu satu tahun. Perhitungan susut energi dilakukan dengan
menghitung selisih antara daya yang dibangkitkan dengan daya yang terjual.
Karena itulah ukuran efisiensi pada sistem ketenagalistrikan sangat berkaitan
dengan susut yang terjadi dalam kurun waktu tertentu, sebab susut sangat
berpengaruh dengan jumlah energi yang hilang dengan energi yang dibangkitkan.
2.6.1 Jenis Susut (Losses)
Menurut Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) No.217-1.K/DIR/2005
tentang Pedoman Penyusunan Laporan Neraca Energi (kWh), Jenis Susut (losses)
energi listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
26
1. Berdasarkan sifatnya, Susut teknis dan non teknis
2. Berdasarkan tempat terjadinya, Susut transmisi dan susut distribusi
Berdasarkan kutipan diatas maka penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Susut Teknis, yaitu hilangnya energi listrik yang dibangkitkan pada saat
penyaluran mulai dari pembangkit hingga ke pelanggan karena berubah
menjadi energi panas. Susut teknis ini tidak dapat dihilangkan karena
merupakan kondisi bawaan atau susut yang terjadi karena alasan teknik
dimana energi menyusut berubah menjadi panas pada Jaringan
Tegangan Tinggi (JTT), Gardu induk (GI), Jaringan Tegangan
Menengah (JTM), Gardu Distribusi (GD), Jaringan Tegangan Rendah
(JTR), Sambungan Rumah (SR) dan Alat Pengukur dan Pembatas
(APP).
b. Susut Non Teknis, yaitu hilangnya
energi listrik yang dikonsumsi
pelanggan maupun non pelanggan karena tidak tercatat dalam
penjualan.
2. Berdasarkan tempat terjadinya :
a. Susut Transmisi, yaitu hilangnya energi listrik yang dibangkitkan pada
saat disalurkan melalui jaringan transmisi ke Gardu Induk.
b. Susut Distribusi, yaitu hilangnya energi listrik yang didistribusikan dari
Gardu Induk melalui jaringan distribusi ke pelanggan.
2.6.2 Analisis Susut Tegangan
Susut tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada
pangkal pengirim (sending end) dan tegangan pada ujung penerima (receiving
end) tenaga listrik. Pada saluran bolak balik besarnya tergantung dari impedansi
dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya. Persamaan susut tegangan
dinyatakan dalam rumus:
∆V =
Dimana:
100% ……………………………………………… (2.36)
Vs = tegangan pada pangkal pengiriman
27
Vr = tegangan pada ujung penerimaan
Akibat terjadinya rugi tegangan pada saluran maka tegangan khususnya
ditempat yang paling jauh dengan sumber tenaga akan lebih kecil dari tegangan
nominal. Adanya tegangan pada sebuah penghantar menyebabkan arus mengalir
melalui penghantar tersebut. Bila situasi ini terjadi pada saluran transmisi yang
panjang, hal ini dapat menyebabkan penurunan tegangan, Penurunan tegangan ini
akibat usaha yang harus dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan terhadap aliran
arus dan harus disalurkan dari tegangan sumber agar mendapatkan tegangan yang
sebenarnya pada beban.
2.6.3 Analisis Susut Daya
Analisis perhitungan susut daya atau rugi daya sangat dipengaruhi oleh
arus beban dan tahanan penghantar. Arus beban dipengaruhi oleh pola konsumsi
pelanggan perumahan dengan fluxtuansi konsumsi energi listrik sangat besar pada
siang dan malam hari serta pelanggan industri dengan fluktuansi konsumsi energi
sepanjang hari yang hampir sama. Fluktuasi beban tersebut akan mempengaruhi
total pembangkitan untuk menyuplai beban tersebut. Untuk persamaan rugi daya
dapat di uraikan sebagai berikut:
a. Rugi Daya Kompleks :
∆S = S1,2 - S2,1 …………………………………………………….
(2.37)
Daya pada sisi kirim :
S1,2 = V1,2 x I1,2 ..…………………………………………………..
(2.38)
Daya pada sisi terima :
S2,1 = V2,1 x I1,2 ..…………………………………………………..
(2.39)
Dimana :
∆S = Rugi daya Kompleks
S1,2 = Daya pada sisi pengirim
S2,1 = Daya pada sisi penerima
b. Rugi Daya Nyata :
∆P = P1,2 - P2,1 …………………………………………………….
Daya pada sisi kirim :
(2.40)
28
P1,2 = V1,2 x I1,2 x Cos φ..…………………………………………
(2.41)
Daya pada sisi terima :
P2,1 = V2,1 x I1,2 x Cos φ..…………………………………………
(2.42)
Dimana :
∆P = Rugi daya Nyata
P1,2 = Daya Nyata pada sisi pengirim
P2,1 = Daya Nyata pada sisi penerima
2.6.4 Analisis Susut Energi
Analisis perhitungan susut energi atau rugi energi dapat menggunakan
persamaan dengan mempertimbangkan parameter rugi tembaga dan rugi kuadrat
beban. Rugi tembaga atau rugi-rugi lainnya berbanding lurus dengan kuadrat
beban, ini berarti semakin bertambah bebannya maka semakin besar rugi-rugi
tembaga yang terjadi. Dalam perhitungan rugi energi sebaiknya dipakai faktor
rugi yaitu perbandingan antara rugi daya rata-rata dan rugi daya pada beban
puncak dalam periode tertentu. Jadi rugi daya rata-rata adalah (Daman Suswanto,
2009) :
=
8760
Persamaan………………………………….......……..………………………… (2.43)
Dimana:
8760 merupakan jumlah jam dari periode tersebut (satu tahun). Jumlah
hari dalam 1 tahun 365 hari, maka jumlah jam dalam 1 tahun : 365 x 24 jam =
8760 jam.
2.6.4.1 Loss Factor
Loss factor didefinisikan sebagai perbandingan antara rugi dan rata-rata
terhadap rugi daya pada beban puncak pada periode waktu tertentu. Faktor rugirugi beban merupakan rugi-rugi sebagai fungsi waktu, berubah sesuai dengan
fungsi dari waktu kuadrat. Oleh karena itu, faktor rugi-rugi ini tidak dapat
ditentukan langsung dari faktor beban. Berdasarkan pengalaman dan percobaan
29
yang dilakukan oleh Buller dan Woodrow dengan menganalisa ratusan grafik
diperoleh persamaan empiris sebagai berikut :
Dimana:
= .
…………………………………………….. (2.44)
+ .
FLS
= Loss factor
FLD
= Load factor
2.6.4.2 Load Factor
Analisis load factor merupakan analisis awal yang dilakukan untuk dapat
digunakan dalam menentukan susut energi tahunan. Load factor ditentukan dari
pola beban harian sistem. Sebelum melakukan analisis load factor terlebih dahulu
dibahas mengenai parameter beban rata rata yang dapat mempengaruhi nilai load
factor.
Beban rata-rata (Br) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang
terpakai dengan waktu pada periode tertentu, atau dapat dituliskan menurut
persamaan periode 1 hari (Daman Suswanto, 2009):
=
……………………………………… (2.45)
Setelah diketahui nilai beban rata-rata sistem kelistrikan Bali maka
selanjutnya nilai tersebut dapat digunakan untuk memperoleh nilai Load factor.
Faktor beban atau Load factor didefinisikan sebagai perbandingan antara
beban rata-rata dengan beban puncak yang diukur untuk suatu periode waktu
tertentu. Beban pucak (Lf) yang dimaksud adalah beban puncak sesaat atau beban
puncak rata-rata dalam interval waktu tertentu, pada umumnya dipakai beban
puncak pada waktu 15 menit atau 30 menit. Untuk prakiraan besarnya faktor
beban pada masa yang akan datang dapat didekati dengan data statistik yang ada.
Dari definisi faktor beban dapat dituliskan menurut persamaan berikut (Daman
Suswanto, 2009).
=
(
(
)
)
…………………………………………
(2.46)
30
Persamaan tersebut mengandung arti bahwa beban rata-rata akan selalu
bernilai lebih kecil dari kebutuhan maksimum atau beban puncak, sehingga load
factor akan selalu kecil dari satu.
Download