laporan kinerja

advertisement
LAPORAN KINERJA
KEMENTERIAN PERDAGANGAN TAHUN 2015
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
0 2015
©
1
KATA PENGANTAR
Tahun 2015 merupakan awal dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2015-2019, yang kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra)
Pembangunan Perdagangan. Mengutip salah satu petuah bijak, “Langkah pertama seringkali yang
tersulit tetapi juga yang terpenting.” Maka keberhasilan pelaksanaan Renstra dan RPJMN pada
tahun 2015 akan menentukan arah pembangunan nasional selama lima tahun ke depan.
Kondisi pembangunan perdagangan tahun 2015 diwarnai oleh berbagai isu-isu seputar
perekonomian global yang banyak memberi tantangan sekaligus peluang yang tentunya harus kita
sikapi dan hadapi bersama. Pertama, konsentrasi pertumbuhan ekonomi dunia ke depan akan
bergeser dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik. Kedua, harga komoditas primer
secara umum diperkirakan menurun dan harga produk manufaktur mengalami tren yang meningkat.
Ketiga, tren perdagangan global ke depan tidak hanya dipengaruhi oleh peranan perdagangan
barang, tetapi juga oleh perdagangan jasa yang diperkirakan akan terus meningkat. Keempat,
semakin meningkatnya hambatan non-tarif di negara-negara tujuan ekspor dan implementasi
Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai pada akhir tahun 2015.
Sementara itu, untuk mengatasi berbagai peraturan yang menjadi beban dan menghambat
penguatan daya saing nasional, pemerintah pada bulan September 2015 telah mengeluarkan Paket
Kebijakan Ekonomi Tahap I yang berisi Paket Deregulasi dan Debirokratisasi. Paket deregulasi dan
debirokratisasi tidak hanya bertujuan semata-mata untuk menyederhanakan perijinan dan
mempercepat waktu perijinan, yang lebih penting adalah menciptakan birokrat yang baik dan siap
melayani rakyat. Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan berperan penting untuk memastikan
pelaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang mendukung peningkatan kelancaran arus barang
dalam rangak ekspor, impor bahan baku khususnya industri dan distribusi barang di dalam negeri
serta meningkatkan iklim usaha yang sehat dan berdaya saing. Ditengah pelemahan ekonomi global
yang berdampak pada kinerja ekspor nasional, Paket Deregulasi dan Debirokratisasi diharapkan akan
mampu menarik investasi yang pada akhirnya memotori pertumbuhan ekonomi nasional.
Dilandasi oleh semangat untuk merebut pangsa pasar ekspor dan memperkuat pasar dalam negeri.
Berbagai gebrakan dan inovasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan pada
tahun 2015 dijabarkan secara lugas dan mendalam pada Laporan Kinerja (Lapkin) Kementerian
Perdagangan Tahun 2015. Lapkin Kemendag 2015 berisi perbandingan antara sasaran dan target,
dengan capaian indikator kinerja dan keuangan sluruh unit kerja di Kementerian Perdagangan.
Berbagai upaya yang dilakukan dan permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan program dan
kegiatan-kegiatan Kementerian Perdagangan pada tahun 2015 kemudian dievaluasi sebagai
masukan atau umpan balik bagi pelaksanaan Renstra Perdagangan pada tahun-tahun selanjutnya.
Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 telah disusun sesuai dengan amanat
Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) dan Peraturan Menteri PAN dan RB RI Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintahan. Sebagai tindak lanjut atas peraturan-peraturan tersebut, telah dikeluarkan Surat
2
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794 Tahun 2015 pada tanggal 18 Agustus 2015 yang
mengatur pelaksanaan dan penyusunan dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) di lingkungan Kementerian Perdagangan.
Sebagai penutup, segala hal yang termuat dalam laporan ini kiranya dapat memberi manfaat dalam
pertimbangan dan keberlanjutan kebijakan pembangunan perdagangan nasional menuju bangsa
yang semakin berdaya saing dan sejahtera.
Jakarta,
Februari 2016
MENTERI PERDAGANGAN R.I.
THOMAS TRIKASIH LEMBONG
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 4
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................................. 5
Bab 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 9
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................... 9
B. PERAN STRATEGIS ORGANISASI ................................................................................................. 10
C. DINAMIKA PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2015 ............................................................. 11
D. PERKEMBANGAN ISU STRATEGIS PERDAGANGAN TAHUN 2015 .............................................. 13
Bab 2 PERENCANAAN KINERJA ................................................................................................ 15
A. SEKTOR PERDAGANGAN DALAM RPJMN 2015-2019................................................................. 15
B. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019................................................................................... 17
C. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUN 2015....................................................................... 25
D. PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015 ..................................................... 26
Bab 3 AKUNTABILITAS KINERJA.............................................................................................. 27
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI.................................................................................................. 27
B. EVALUASI KINERJA ANGGARAN ............................................................................................... 139
Bab 4 PENUTUP ......................................................................................................................... 145
LAMPIRAN....................................................................................................................................... 147
1. Struktur Organisasi Kementerian Perdagangan Tahun 2015 .................................................. 147
2. Perjanjian Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2015 ............................................................. 148
3. Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015............... 151
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan merupakan sarana pemantauan kinerja
secara periodik berdasarkan dari realisasi indikator kinerja selama 1 (satu) tahun
berjalan. Pada tahun 2015, secara keseluruhan terdapat 52 indikator kinerja dari
22 sasaran strategis kementerian yang diukur (lihat tabel dibawah).
Dari keseluruhan 52 Indikator Kinerja (IK): sebanyak 30 IK telah dapat
mencapai/melampaui target yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja; 21 IK
masih belum mencapai target; dan 1 IK lainnya masih belum dapat dilakukan
perhitungan/penilaian. Dari 52 IK yang sudah dan belum mencapai target
tersebut: 35 IK realisasinya sudah diatas 50 % dan 17 IK realisasinya masih
dibawah 50 %. Berbagai kendala dan permasalahan yang muncul selama tahun
2015 perlu diselesaikan dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja pada akhir tahun anggaran.
Realisasi dan Capaian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015
NO
SASARAN STRATEGIS
1
Meningkatnya
Pertumbuhan Ekspor
Barang NonMigas yang
Bernilai Tambah dan
Jasa
Meningkatnya
Pengamanan
Perdagangan dan
Kebijakan Nasional
2
INDIKATOR KINERJA
Meningkatnya
Diversifikasi Pasar dan
Produk Ekspor
8,0
-9,77%
-122,13%
(2)
Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor
(persen)
Pertumbuhan Ekspor Jasa (persen)
44
45,2%
102,7%
12-14
-5,5%2
-42,2%
Persentase penanganan kasus dalam rangka
pengamanan ekspor
Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora
internasional
Persentase Pemahaman terhadap hasil kerja sama
perdagangan internasional
100%
100%
100%
70%
100%
143%
60%
76%
127%
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi)
utama (%)
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi)
prospektif (%)
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama (%)
5,9
-9,71%1
-164,6%
10,6
-7,67%1
72,4%
5,5
-8,88%
-161,5%
9,7
-15,2%
-156,7%
38,32
44,09
84,9%
(3)
(4)
(5)
(7)
(8)
(10)
5
6
Menurunnya
Hambatan Akses Pasar
(Tarif dan Non Tarif)
Meningkatnya Promosi
Citra Produk Ekspor
(Nation Branding)
Optimalnya Kinerja
Kelembagaan Ekspor
CAPAIAN
Pertumbuhan Ekspor Non Migas (persen)
(9)
4
REALISASI
(1)
(6)
3
TARGET
(11)
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif
(%)
Penurunan index Non - Tariff Measures (baseline
tahun 2013 berdasarkan data WTO)
3
(12)
Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra
(perbedaan dari baseline 2013)
9,05
9,31
(13)
Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat
Keterangan Asal Preferensi
6%
37%
617%
(14)
Skor dimensi ekspor dalam Simon Anholt Nation
Branding Index (NBI)
45-46
46,67
103,7%
(15)
Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor
(market intelligent dan market brief) oleh dunia
usaha
500
593
118,6%
97,13%
5
NO
7
8
9
10
11
12
13
14
SASARAN STRATEGIS
Meningkatnya
Efektivitas Pengelolaan
Impor
Meningkatnya
Pertumbuhan PDB
Sektor Perdagangan
Meningkatnya
Konektivitas Distribusi
dan Logistik Nasional
Meningkatnya
Konsumsi Produk
Dalam Negeri dalam
Konsumsi Rumah
Tangga Nasional
Meningkatnya
Pemanfaatan Pasar
Berjangka Komoditi,
SRG dan Pasar Lelang
Memperkecil
Kesenjangan Harga
Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang
Penting Antar Daerah
Stabilisasi Harga
Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang
Penting
Meningkatnya
Pemberdayaan
Konsumen,
Standardisasi,
Pengendalian Mutu,
Tertib Ukur dan
Pengawasan
Barang/Jasa
INDIKATOR KINERJA
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
(16)
Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat
Promosi di dalam dan luar negeri
2
1
50%
(17)
Persentase UKM peserta pelatihan ekspor yang
menjadi eksportir baru
Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap
total impor
10%
10%
100%
7,0%
7,49%
93,5%
5,0%
3,14%
1
62,7%
(18)
(19)
Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar
dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor
(20)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
67
51
76,1%
(21)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
70
78
111,4%
(22)
Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
2
0
0%
(23)
Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A
yang telah direvitalisasi (%)
10%
n/a
n/a
(24)
Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam
konsumsi rumah tangga nasional
92,3%
97%
(25)
Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan
Berjangka Komoditi
2,0%
7,11%
355,5%
(26)
Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan
1,8%
-30,31%
-1683,9%
(27)
Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
0,38%
-66,87%
-17597,4%
(28)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok
antar wilayah
< 14.2%
14%
100%
(29)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok
antar waktu
< 9%
3,3%
100%
(30)
Indeks Keberdayaan Konsumen
37,00
34,17
92,35%
(31)
Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai
ketentuan yang berlaku
50%
61,8%
123,6%
(32)
Persentase barang beredar diawasi yang sesuai
ketentuan
Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah
yang berlaku
Terintegrasinya layanan perijinan perdagangan
dalam negeri di daerah dengan Sistem Informasi
60%
49,6%
82,7%
50%
49,7%
98,4%
40
Kab/Kota
45 kab/kota
112,5%
(33)
15
Meningkatnya
Pelayanan dan
(34)
1
105,1%
6
NO
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Kemudahan Berusaha
Bidang PDN
16
17
Meningkatnya
Pelayanan dan
Kemudahan Berusaha
Bidang Daglu
Meningkatnya
Dukungan Kinerja
Layanan Publik
Meningkatnya
Kompetensi dan
Kinerja
SDM Sektor
Perdagangan
20
21
22
8,6%
110,5%
Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP
TDP maksimal 3 Hari
60%
(36)
Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan
SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total
ekspor (%)
65%
3,5%
(44 dari 511
kab/kota)
71,8%
(37)
Persentase Waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor
dan Impor Sesuai dengan SLA
75%
60,55%
80,8%
(38)
Presentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan
Online (persen)
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di
Lingkungan Kemendag
Persentase penyelesaian peraturan perundangundangan
Rasio berita negatif semakin menurun
15%
170,6%
1137,2%
65%
78,3%
120,4%
95%
99,63%
104,9%
10%
0,12%
1,2%
(42)
Persentasi Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap
Pelayanan Informasi
> 60 %
82,92%
100%
(43)
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan
prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan
tugas dan fungsi, serta pelayanan kepegawaian
secara elektronik
70%
70%
100%
46%
44.8%
97%
47%
49%
104%
B
BB
(73,30)
100%
(39)
(40)
(45)
Meningkatnya Birokrasi
yang Transparan,
Akuntabel dan Bersih
CAPAIAN
(35)
(44)
19
REALISASI
Kementerian Perdagangan
(41)
18
TARGET
(46)
Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai
Kemendag sesuai dengan kompetensi dan
kebutuhan organisasi
Meningkatkan kinerja organisasi sesuai tugas dan
fungsi secara optimal
Penilaian KemenPANRB terhadap kualitas
akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan
(47)
Keselarasan perencanaan dengan kinerja (Persentase
program dan hasil yang dicapai)
90%
84,78%
94,2%
Meningkatnya
Efektivitas Pengawasan
Internal
(48)
75%
81,41%
108%
78%
55,53%
71%
Meningkatnya
pemanfaatan
Data/Informasi
Perdagangan dan
terkait perdagangan
Meningkatnya Kualitas
Kebijakan dan Regulasi
Berbasis Kajian
(50)
Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi
hasil audit
Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran
dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil
review
Persentase jenis data/informasi perdagangan dan
terkait perdagangan yang dikelola
5%
7,7%
154%
(51)
Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka
penyusunan kebijakan
20%
108,1%
540,3%
(52)
Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang
disampaikan ke K/L/D/I
10%
19,4%
194%
(49)
Keterangan:
1
Data Realisasi Januari-Oktober 2015.
2
Realisasi sampai dengan Triwulan III Tahun 2015 (angka sementara).
3
Penghitungan menggunakan realisasi kinerja ekspor tahun 2014.
Sumber Data: BPS & Kementerian Perdagangan
7
8
Bab 1
PENDAHULUAN
“Penyusunan laporan kinerja bertujuan untuk memantau kesesuaian
orientasi pelaksanaan tugas dan fungsi dengan pencapaian visi-misi
pemerintah, serta tujuan dan sasaran Kementerian Perdagangan.”
A. LATAR BELAKANG
Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap
tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang
ditetapkan dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Laporan kinerja merupakan bentuk pertanggungjawaban
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada
kementerian atas penggunaan anggaran. Penyusunan laporan kinerja
merupakan suatu tahapan yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP adalah
rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang
dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi
pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja
instansi pemerintah.
Penyelenggaraan SAKIP pada Kementerian Negara/Lembaga merupakan
amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, pada bulan
April 2014 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang merupakan perbaikan
dari Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 29
Tahun 2014 mewajibkan setiap instansi pemerintah menyusun laporan kinerja
dan laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan
sesuai tugas dan fungsinya, termasuk pengelolaan sumber daya dengan
didasarkan suatu perencanaan strategis. Pertanggungjawaban dimaksud
dilaporkan kepada pemberi mandat, pimpinan masing-masing instansi,
lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan
kepada Presiden.
Sebagai tindak lanjut dari penetapan dan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun
2014, tanggal 18 Agustus 2015 Kementerian Perdagangan telah menetapkan
9
Pedoman Penyusunan Dokumen SAKIP di lingkungan Kementerian
Perdagangan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan
Nomor 794 Tahun 2015 (merupakan revisi dari Kepmendag Nomor 1011
Tahun 2012). Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794 Tahun 2015
mengamanatkan kegiatan pemantauan dan pelaporan kinerja di lingkungan
Kementerian Perdagangan diterapkan secara bertingkat mulai dari tingkat Unit
Kerja Eselon II dan Satuan Kerja sampai dengan Kementerian, serta
dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan dengan menyampaikan
Laporan Kinerja Triwulanan dan melampirkan Formulir Pengukuran
Pencapaian Kinerja. Laporan Kinerja Triwulanan disusun setiap tiga bulan
dalam satu tahun anggaran, yaitu: triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.
Sementara pada akhir tahun anggaran Kementerian Perdagangan dan unitunit kerja di dalamnya menyusun Laporan Kinerja Tahunan.
Penyusunan laporan kinerja bertujuan untuk mengkomunikasikan capaian
kinerja kementerian dalam satu tahun anggaran. Pelaporan atas capaian
kinerja di lingkungan Kementerian Perdagangan telah dilaksanakan secara
berkala dan berkelanjutan agar dapat diambil suatu tindakan perbaikan atau
antisipasi apabila ditemukan adanya penyimpangan terhadap perencanaan
kinerja. Pada akhirnya, proses pelaksanaan program dan kegiatan dapat
berjalan baik dan selaras dengan tujuan dan sasaran strategis Kementerian
Perdagangan.
B. PERAN STRATEGIS ORGANISASI
Peran strategis Kementerian Perdagangan dilandasi oleh semangat untuk
meningkatkan peran perdagangan dalam tataran perekonomian nasional.
Tugas, fungsi, dan kewenangan Kementerian Perdagangan disusun untuk
senantiasa mengantisipasi dinamika perekonomian nasional dan global yang
sedemikian cepat. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, peran strategis
Kementerian Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah
membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar domestik dan global.
Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi
pemanfaatan seluruh potensi sumber daya dan kemampuan yang dimiliki
untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kementerian Perdagangan
berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/MDAG/PER/8/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perdagangan. Struktur organisasi Kementerian Perdagangan
telah dirancang untuk mengantisipasi dinamika perekonomian nasional dan
internasional yang sedemikian cepat, serta mendukung reformasi birokrasi di
lingkungan Kementerian Perdagangan. Adapun desain struktur organisasi
Kementerian Perdagangan dapat dilihat pada Lampiran 1.
10
C. DINAMIKA PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2015
Globalisasi mendekatkan perekonomian antar negara di dunia sehingga
perkembangan ekonomi suatu negara akan mempengaruhi perekonomian
lainnya, terutama negara dengan pasar yang besar. Hal ini merupakan
peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan ekonomi nasional.
Perekonomian dan pasar di negara-negara berkembang telah menjadi motor
pendorong pertumbuhan dunia terutama setelah krisis keuangan global di
tahun 2007-2008. Namun perkembangan terkini menunjukkan bahwa sejak
tahun 2010 terjadi penurunan pertumbuhan di beberapa negara berkembang.
Pertumbuhan perekonomian dunia berada dibawah harapan di tahun 2015
dimana turun menjadi 2,4% dari 2,6% di tahun 2014. Perekonomian global
menghadapi situasi dimana terjadi perlambatan pertumbuhan di pasar besar
negara-negara berkembang yang diindikasikan dengan penurunan hargaharga komoditas, arus kapital dan perdagangan, serta terjadinya berbagai
gejolak finansial.
Harga minyak dunia selama tahun 2015 menurun drastis mencapai 35%
karena kelebihan pasokan dari negara-negara OPEC. Penurunan harga
tersebut diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2016 seiring dengan
melonjaknya pasokan sebagai akibat dari pencabutan sanksi PBB terhadap
Iran. Namun peningkatan pasokan ini tidak diiringi dengan penguatan dari sisi
permintaan. Secara keseluruhan, sebagai negara yang importir neto,
penurunan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap
perekonomian Indonesia, baik dari sisi fiskal, neraca pembayaran maupun
pertumbuhan ekonomi. Meskipun begitu, penurunan harga minyak dunia
tetap harus diwaspadai mengingat lesunya kinerja sektor migas dikhawatirkan
dapat merembet ke sektor industri lainnya.
Dari dalam negeri, kinerja pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 secara
umum cukup baik. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar
harga berlaku pada Kuartal III tahun 2015 mencapai Rp 8.574,3 triliun. Disaat
terjadi pelemahan pada perekonomian dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada kuartal ketiga (Juli-September) mencapai 4,73%, lebih tinggi dari periode
yang sama setahun sebelumnya, yaitu 4,67%. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2015 diperkirakan akan berada pada kisaran 4,7%.
Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 dibandingkan dengan triwulan yang
sama tahun 2014 (y-on-y) didukung oleh kenaikan komponen Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah, Konsumsi LNPRT, Konsumsi Rumah Tangga, dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto masing-masing sebesar 6,56 persen, 6,39
persen, 4,96 persen dan 4,62 persen. Beberapa komponen mengalami
kontraksi, Ekspor (minus 0,69 persen), dan Impor (minus 6,11 persen). Target
pertumbuhan ekonomi 5,1% ke depan akan dapat tercapai jika didukung
antara lain oleh pulihnya kegiatan investasi, khususnya ditandai oleh
peningkatan belanja sektor swasta dan peningkatan pengeluaran pemerintah
11
untuk pembangunan infrastruktur. Namun, kendala yang akan dihadapi
masih sama dengan tahun 2015, seperti anjloknya harga komoditas dan
melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah di tahun 2015
diantaranya ditujukan untuk meningkatkan iklim usaha dan mengurangi
biaya dalam berbisnis. Hal ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk
melanjutkan reformasi struktural bagi pertumbuhan, termasuk meninjau
peran investasi dalam dan luar negeri, dan menilai manfaat dari pengaturan
perdagangan regional. Paket ekonomi yang memuat fleksibilitas dalam praktik
kerja juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan menarik
investasi baru oleh swasta.
Inflasi tahunan (yoy) pada 2015 mencapai 3,35%, tidak jauh dari target 3,3%.
Sedangkan inflasi bulanan pada Desember mencapai 0,96%. Angka inflasi
sepanjang 2015 menjadi yang terendah sejak 2010, dimana pada tahun 2010
sebesar 6,96%, 2013 sebesar 8,38%, 2014 sebesar 8,36%. Komoditas yang
paling besar andilnya terhadap inflasi nasional di tahun 2015 adalah
komoditas beras yang mencapai 0,31%, menyusul kemudian rokok kretek filter
0,16%, bawang merah 0,15%, dan daging ayam ras 0,15%. Kedepan
diharapkan fokus pengendalian angka inflasi tidak hanya pada saat Lebaran
saja tetapi juga pengendalian di akhir tahun.
Depresiasi nilai tukar Rupiah terjadi seiring dengan tren depresiasi mata uang
yang dialami oleh negara-negara lain, yang diantaranya disebabkan oleh faktor
eksternal antara lain penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang
negara-negara lain sejalan dengan perbaikan perekonomian AS serta kebijakan
normalisasi moneter yang diambil oleh Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed.
Rupiah terdepresiasi sebesar 0,49 persen terhadap dolar AS pada Desember
2015. Level tertinggi rata-rata nasional kurs tengah eceran Rupiah terhadap
dolar AS terjadi pada minggu ketiga Desember 2015 yaitu Rp 14.013,19 per
USD. Level terendah nilai tukar terhadap Dolar pada akhir Desember 2015
terjadi di Sulawesi Barat yaitu Rp 13.813,75. Sedangkan yang tertinggi adalah
Provinsi Kalimantan Utara sebesar Rp 13.487,00 per USD. Membaiknya posisi
USD sedikit banyak dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang terus jatuh
dan dikhawatirkan akan mempengaruhi harga-harga komoditi dunia.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada tahun 2015 mencapai US$ 150,3
miliar atau turun 14,6 persen dibanding tahun 2014, demikian juga ekspor
nonmigas mencapai US$ 131,7 miliar atau menurun 9,8 persen. Ekspor
nonmigas hasil industri pengolahan tahun 2015 turun sebesar 9,1 persen
dibanding tahun 2014, dan ekspor hasil pertanian turun 2,5 persen. Adapun
ekspor hasil tambang dan lainnya turun sebesar 15,1 persen. Sedangkan, nilai
impor tahun 2015 secara kumulatif mencapai US$ 142,7 miliar atau turun
19,9 persen dibanding tahun 2014. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor
migas US$ 24,6 miliar (turun 43,4 persen) dan nonmigas US$ 118,1 miliar
(turun 12,3 persen). Nilai neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit
US$ 0,2 miliar pada Desember 2015, dipicu oleh defisit sektor migas sebesar
US$ 0,5 miliar. Namun secara akumulatif, nilai neraca perdagangan Januari –
12
Desember 2015 mengalami surplus US$ 7,5 miliar, didorong oleh surplus
neraca sektor nonmigas sebesar US$ 13,6 miliar.
Sementara itu, dilihat dari posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir
Desember 2015 tercatat sebesar US$ 105,9 miliar. Jika dibandingkan dengan
posisi akhir November 2015 yang sebesar US$100,2 miliar, maka terjadi
peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan cadangan devisa tersebut
berasal dari penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah, penerimaan hasil
ekspor migas, dan penerbitan global bonds Pemerintah yang cukup untuk
menutupi kebutuhan devisa, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri
Pemerintah serta penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar
Rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Dengan perkembangan tersebut,
posisi cadangan devisa per akhir Desember 2015 dapat membiayai 7,7 bulan
impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah,
serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Cadangan devisa tersebut diharapkan mampu mendukung ketahanan sektor
eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke
depan.
D. PERKEMBANGAN ISU STRATEGIS PERDAGANGAN TAHUN 2015
Pada tahun 2015, pemerintah telah mengeluarkan paket-paket kebijakan
ekonomi yang intinya ditujukan untuk meningkatkan daya saing
perekonomian nasional melalui perbaikan iklim usaha dan penghapusan
hambatan dalam melakukan investasi di Indonesia. Untuk mendukung paket
kebijakan pemerintah, Kementerian Perdagangan telah meluncurkan paket
deregulasi dan debirokratisasi perijinan ekspor dan impor yang merupakan
bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I (Paket September 2015). Paket
deregulasi1 dan debirokratisasi2 diharapkan diharapkan menciptakan efisiensi
supply chain sehingga akan menyelesaikan masalah kelangkaan barang di
berbagai daerah, menurunkan disparitas harga barang dan menurunkan
inflasi, serta akan membuka peluang kerja yang lebih banyak.
Selama ini beban regulasi dan birokrasi menjadi kendala utama efisiensi
perdagangan dalam memenuhi kebutuhan industri, konsumsi dan ekspor.
Untuk ekspor saja terdapat 53 peraturan yang mencakup 2.278 jenis barang.
Sedangkan untuk impor terdapat 79 peraturan yang mengatur 11.534 jenis
barang sehingga sangat besar intervensi regulasi dan birokrasi dalam
kelancarantransaksi perdagangan. Begitu banyak identitas sebagai pelaku
ekspor maupun impor serta begitu beragam perizinan, rekomendasi,
pemeriksaan, dan persyaratan dokumen yang diwajibkan untuk melakukan
1
Deregulasi adalah kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi atau meniadakan aturan
administratif yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa.
2
Debirokratisasi adalah kebijakan pemerintah untuk mengurangi atau meniadakan peran institusi,
kementerian lembaga atau unit-unit pemerintahan yang dinilai menghambat pergerakan terbitnya regulasi.
13
kegiatan ekspor-impor. Akibatnya kemampuan bersaing produk domestik di
pasar global menjadi rendah, bukan semata dari faktor eksternal dan
kapasitas sumber daya manusia melainkan beban regulasi dan birokrasi yang
memperlambat perebutan peluang bisnis.
Dalam kebijakan deregulasi dan debirokratisasi ini Pemerintah memangkas
peraturan, menyederhanakan berbagai perijinan, dan mengurangi persyaratan
yang tidak relevan serta menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan,
yang selama ini ditetapkan oleh 15 kementerian/lembaga atau 18 unit
penerbit perijinan. Untuk meningkatkan efisensi birokrasi dalam pelayanan
perijinan telah diperkuat dengan sistem Indonesian National Single Window
(INSW), suatu pelayanan loket elektronik tunggal dalam penyelesaian proses
ekspor-impor yang menerapkan prinsip single submission, single processing,
dan single synchronous decision making yang juga akan berlaku dalam
kegiatan ekspor-impor di kawasan ASEAN. Deregulasi dan debirokratisasi ini
tidak berhenti karena masih akan terus berlanjut sampai ke peraturan dan
perijinan di tingkat daerah.
Beberapa deregulasi yang telah dilakukan di bidang ekspor adalah kewajiban
Laporan Surveyor (LS) pada ekspor (kayu, beras, prekursor nonfarmasi, migas,
dan bahan bakar lain) dan penghilangan pemeriksaan ganda pada ekspor
CPO, ekspor produk pertambangan hasil pengolahan dan pemurnian.
Sedangkan di bidang impor, deregulasi dilakukan dengan melakukan
penghapusan kewajiban verifikasi surveyor (LS) pada impor besi/baja dan
BPO, penghapusan rekomendasi (produk kehutanan, gula, TPT, STPP,
besi/baja, barang berbasis sistem pendingin, beras, hortikultura, TPT batik
dan motif batik, barang modal bukan baru, mesin multifungsi berwarna,
garam industri), dan penyederhanaan persyaratan (TPT, cengkeh, mutiara).
Kementerian Perdagangan juga melakukan penghilangan HS tertentu (produk
kehutanan), kemudahan pengadaan bahan baku (limbah non-B3), penundaan
pembatalan/penghapusan/pencabutan (ban, produk SNI wajib/SPB, label,
cakram optik), revisi peraturan Angka Pengenal Importir, serta penghapusan
Importir Tertentu (hortikultura dan produk tertentu).
14
Bab 2
PERENCANAAN KINERJA
“Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) terdiri dari satu
kesatuan komponen yang terintegrasi antara satu dengan yang lain, yakni
Perencanaan
Strategis,
Perencanaan
Kinerja,
Perjanjian
Kinerja,
Pengukuran Kinerja, serta Pelaporan dan Evaluasi Kinerja.”
A. SEKTOR PERDAGANGAN DALAM RPJMN 2015-2019
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
adalah tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17
Tahun 2007 dengan berpayung kepada UUD 1945. RPJMN 2015-2019 disusun
sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil
Presiden terpilih, yaitu Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla.
Untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun,
pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan
pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan
sumber daya maritim dan kelautan. Sedangkan, agenda satu tahun pertama
dalam Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 dimaksudkan sebagai
upaya membangun fondasi untuk melakukan akselerasi yang berkelanjutan
pada tahun-tahun berikutnya, disamping melayani kebutuhan-kebutuhan
dasar masyarakat yang tergolong mendesak.
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan
yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka VISI pembangunan
nasional untuk tahun 2015-2019 adalah:
TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN
BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG.
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan
pembangunan nasional periode 2015 – 2019 yaitu:
melalui
7
MISI
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai
negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju,
berlandaskan negara hukum.
berkeseimbangan
dan
demokratis
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
15
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan
sejahtera.
5.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional.
7.
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang
berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan (TRISAKTI), dirumuskan sembilan agenda prioritas.
Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA, yaitu:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.
2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
6.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional
sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa
Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa.
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Kementerian Perdagangan berperan penting dalam pencapaian Visi-Misi
Pemerintah dan Agenda Prioritas Pembangunan Nasional (Nawacita), terutama
dalam hal peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional, melalui peningkatan ekspor produk nonmigas dan jasa yang
bernilai tambah tinggi. Sasaran perdagangan luar negeri dalam rangka
meningkatkan daya saing ekspor barang dan jasa pada tahun 2015-2019
adalah:
1. Pertumbuhan ekspor produk nonmigas rata-rata sebesar 10,5 persen per
tahun.
2. Rasio ekspor jasa terhadap PDB rata-rata sebesar 3,0 persen per tahun.
3. Peningkatan pangsa ekspor produk manufaktur menjadi sebesar 65
persen.
16
Selain berperan dalam peningkatan produktivitas dan daya saing, Kementerian
Perdagangan
juga
berperan
dalam
penguatan
pasar
domestik
melalui
peningkatan efisiensi logistik dan distribusi nasional. Sasaran yang akan
dicapai terkait perdagangan dalam negeri pada tahun 2015-2019 adalah:
1. Menurunkan rasio biaya logistik terhadap PDB sebesar 5,0 persen per
tahun sehingga menjadi 19,2 persen di tahun 2019.
2. Menurunkan rata-rata dwelling time menjadi sebesar 3-4 hari.
3. Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antarwaktu di
bawah 9 persen dan koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok
antarwilayah rata-rata di bawah 13,6 persen per tahun yang antara lain
didukung melalui pembangunan dan / atau revitalisasi / rehabilitasi 5000
pasar rakyat / pasar tradisional
B. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2019
merupakan dokumen dasar berisi paduan dari strategic management dan
strategic thinking yang berfungsi sebagai petunjuk arah/kompas dalam
melakukan perencanaan kebijakan pembangunan perdagangan selama periode
2015-2019 sebagai produk dari sistem pemerintahan yang berorientasi pada
hasil dan proses sekaligus dengan mempertimbangkan perkembangan
lingkungan strategis baik internal maupun eksternal yang saling berpengaruh.
Renstra Kemendag 2015-2019 merupakan penjabaran dari RPJMN 2015-2019
khususnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan di bidang perdagangan.
Sesuai dengan Visi-Misi Pemerintah dan Agenda Prioritas Nasional (Nawacita),
maka Kementerian Perdagangan telah menetapkan tujuan yang hendak
dicapai dalam membangun sektor perdagangan periode 2015−2019, yaitu:
1. Peningkatan ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan jasa.
2. Peningkatan pengamanan perdagangan.
3. Peningkatan akses dan pangsa pasar internasional.
4. Pemantapan promosi ekspor dan nation branding.
5. Peningkatan efektivitas pengelolaan impor barang dan jasa.
6. Pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri
7. Peningkatan penggunaan dan perdagangan produk dalam negeri.
8. Optimalisasi/penguatan pasar berjangka komoditi, SRG dan pasar lelang.
9. Peningkatan kelancaran distribusi
kebutuhan pokok dan barang penting.
dan
jaminan
pasokan
barang
17
10. Peningkatan perlindungan konsumen.
11. Peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha.
12. Peningkatan kualitas kinerja organisasi.
13. Peningkatan dukungan kinerja perdagangan.
14. Peningkatan kebijakan perdagangan yang harmonis dan berbasis kajian.
Sasaran strategis merupakan indikator pencapaian tujuan Kementerian
Perdagangan yang spesifik dan terukur sebagai acuan bagi seluruh
pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Perdagangan.
Sasaran yang ingin dicapai pada masing-masing tujuan sebagaimana telah
dipaparkan di atas, secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tujuan 1: Peningkatan ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan
jasa
Sasaran yang ingin dicapai:
Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang non migas yang bernilai tambah
dan jasa. Indikator kinerja meningkatnya pertumbuhan ekspor barang
nonmigas yang bernilai tambah dan jasa yang digunakan adalah sebagi
berikut:
a. Pertumbuhan ekspor nonmigas target 2015 9.9%;
b. Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor target 2015 47% ; dan
c. Pertumbuhan ekspor jasa target 2015 13-16%.
Tujuan 2: Peningkatan Pengamanan Perdagangan
Sasaran yang ingin dicapai:
Meningkatnya pengamanan perdagangan dan
mendukung daya saing produk Indonesia baik
internasional. Indikator yang digunakan
meningkatnya pengamanan perdagangan dan
sebagai berikut:
kebijakan nasional untuk
di pasar domestik maupun
untuk mengukur kinerja
kebijakan nasional adalah
a. Persentase penanganan kasus dalam rangka pengamanan ekspor target
2015 100%;
b. Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional target 2015
75%; dan
c. Presentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan
internasional target 2015 62%.
Tujuan 3:
Peningkatan Akses dan Pangsa Pasar Internasional
Sasaran yang ingin dicapai:
1. Meningkatnya diversifikasi pasar dan produk ekspor;
18
Hingga tahun 2013 pangsa pasar produk Indonesia di tujuan ekspor nontradisional (pasar prospektif) masih kalah dengan China, Malaysia, dan
Thailand. Untuk peningkatan dan optimalisasi akses pasar diperlukan
diversifikasi pasar dan produk ekspor.
Indikator yang digunakan untuk mengukur meningkatnya diversifikasi pasar
dan produk ekspor adalah:
1. Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama;
2. Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif;
3. Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama;
4. Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif;
2. Menurunnya hambatan akses pasar (tarif dan non tarif).
Indikator yang digunakan untuk mengukur menurunnya hambatan akses
pasar (tarif dan non tarif) adalah:
1. Penurunan index Non - Tariff Measures (baseline tahun 2013
berdasarkan data WTO);
2. Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra (perbedaan dari
baseline 2013);
3. Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat Keterangan Asal
Preferensi (%).
Tujuan 4: Pemantapan Promosi Ekspor dan Nation Branding
Sasaran yang ingin dicapai:
Sasaran yang ingin dicapai dalam melakukan pemantapan promosi
ekspor dan nation branding adalah:
1. Meningkatnya promosi citra produk ekspor (nation branding);
Target peningkatan citra produk ekspor Indonesia menurut Nation
Branding Index khususnya dimensi ekspor adalah skor pada kisaran
45-46 pada tahun 2015 dan terus meningkat sampai mencapai skor
kisaran 49-50 pada tahun 2019
2. Optimalnya kinerja kelembagaan ekspor.
Dalam mendukung peningkatan kinerja promosi diperlukan
kelembagaan ekspor yang berkualitas. Indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja optimalnya kelembagaan ekspor
adalah:
1. Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor (market
intelligent dan market brief) oleh dunia usaha;
19
2. Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di
dalam dan luar negeri (unit); dan
3. Persentase PMKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi
eksportir baru.
Tujuan 5: Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Impor Barang dan Jasa
Sasaran yang ingin dicapai:
meningkatnya efektivitas pengelolaan impor. Pengelolaan Impor dalam
rangka mencapai surplus neraca perdagangan memerlukan instrumen
berupa kebijakan yang bertujuan menstabilkan ataupun menjaga neraca
perdagangan serta dalam rangka menciptakan iklim perdagangan luar
negeri dan dalam negeri yang kondusif.
Tujuan 6: Pengintegrasian dan Perluasan Pasar Dalam Negeri
Sasaran yang ingin dicapai:
1. Meningkatnya pertumbuhan PDB sektor perdagangan;
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya
pertumbuhan PDB sektor perdagangan adalah pertumbuhan PDB sub
kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda
Motor. Pertumbuhan PDB sektor perdagangan tidak terlepas dari
kondisi perekonomian nasional yang sangat dipengaruhi oleh berbagai
hal, di antaranya adalah konsumsi masyarakat dan konsumsi
pemerintah. Oleh karena itu, meningkatnya daya beli masyarakat dan
pengeluaran pemerintah dapat mendorong laju pertumbuhan
konsumsi nasional sehingga memacu pertumbuhan perekonomian
nasional.
2. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana distribusi dan logistik
nasional.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya
konektivitas distribusi dan logistik nasional adalah:
1. Jumlah Pasar Rakyat Tipe A;
2. Jumlah Pasar Rakyat Tipe B;
3. Jumlah Pusat Distribusi Regional (PDR);
4. Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah
direvitalisasi.
Tujuan 7: Peningkatan Penggunaan dan Perdagangan Produk Dalam
Negeri (PDN)
20
Sasaran yang ingin dicapai:
meningkatnya konsumsi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah
tangga nasional. Penetapan sasaran ini bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan produksi dalam negeri sehingga pada akhirnya dapat turut
serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, meningkatnya
konsumsi masyarakat terhadap produk dalam negeri dapat membantu
menguatkan daya saing dari produk nasional dan meningkatkan citra dari
produk dalam negeri. Pada akhirnya, meningkatnya produksi dalam negeri,
menguatnya daya saing produk nasional, dan meningkatnya citra dari
produk dalam negeri dapat memberikan stimulus besar bagi lahirnya
kemandirian ekonomi melalui keseimbangan, kemajuan dan kesatuan
ekonomi.
Tujuan 8: Optimalisasi/Penguatan Pasar Berjangka Komoditi, Sistem
Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang
Sasaran yang ingin dicapai:
meningkatnya pemanfaatan pasar berjangka komoditi, SRG, dan Pasar
Lelang Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja dari
pemanfaatan perdagangan berjangka komoditi, SRG, dan Pasar Lelang:
1. Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi
(PBK);
2. Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan;
3. Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang.
Tujuan 9: Peningkatan Kelancaran Distribusi dan Jaminan Pasokan
Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting
Sasaran yang ingin dicapai:
Sasaran yang ingin dicapai dalam pengamanan ketersediaan dan
kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting
adalah:
1. Memperkecil Kesenjangan Harga Barang Kebutuhan Pokok dan
Barang Penting Antar Daerah;
2. Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting; dan
3. Meningkatnya Pengawasan Barang Beredar di Wilayah Perbatasan
Tujuan 10: Peningkatan Perlindungan Konsumen
Sasaran yang ingin dicapai:
21
meningkatnya pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian
mutu, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa. Penetapan dari sasaran
ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan
kewajibannya serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha akan
pentingnya perlindungan konsumen sehingga meningkatkan kualitas
barang/jasa di pasar dalam negeri. Kemudian, pemberdayaan konsumen
yang semakin baik dapat dicerminkan dengan semakin meningkatnya
pelaksanaan edukasi konsumen yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, semakin cerdasnya konsumen serta ketersediaan
infrastruktur dan lembaga perlindungan konsumen.
Indikator yang digunakan sebagai ukuran kinerja meningkatnya
pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian mutu, tertib ukur
dan pengawasan barang/jasa adalah:
1. Indeks Keberdayaan Konsumen
2. Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang
berlaku;
3. Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan;
4. Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya
(UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku.
Tujuan 11: Peningkatan Iklim Usaha dan Kepastian Berusaha
Sasaran yang ingin dicapai:
Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan iklim usaha dan kepastian
berusaha bidang perdagangan dalam negeri adalah meningkatnya
pelayanan dan kemudahan berusaha di bidang Perdagangan Dalam
Negeri dan bidang Perdagangan Luar Negeri.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya
kepastian dan kemudahan berusaha bidang perdagangan dalam negeri
adalah:
1. Terintegrasinya layanan perizinan perdagangan di daerah dengan
Sistem Informasi Kementerian Perdagangan;
2. Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3
Hari.
Tujuan 12: Peningkatan Kualitas Kinerja Organisasi
Sasaran yang ingin dicapai:
Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan kualitas kinerja organisasi
adalah:
1. Meningkatnya dukungan kinerja layanan publik;
2. Meningkatnya kinerja dan profesionalisme SDM sektor perdagangan;
3. Meningkatnya Birokrasi yang Transparan, Akuntabel, dan Bersih; dan
4. Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Internal
22
Tujuan 13: Peningkatan Dukungan Kinerja Perdagangan
Sasaran yang ingin dicapai:
Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan dukungan kinerja sektor
perdagangan
adalah
meningkatnya
pemanfaatan
data/informasi
perdagangan dan terkait perdagangan.
Tujuan 14: Peningkatan Kebijakan Perdagangan yang Harmonis dan
Berbasis Kajian
Sasaran yang ingin dicapai:
Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan dukungan kinerja sektor
perdagangan adalah meningkatnya kualitas kebijakan dan regulasi
berbasis kajian. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja
meningkatnya kualitas kebijakan dan regulasi berbasis kajian adalah
1. Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan
kebijakan
2. Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke
K/L/D/I
23
Bagan 2-1. Keterkaitan Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan PerdaganganTahun 2015 – 2019
Arah kebijakan pembangunan Perdagangan Nasional ke depan secara
konsisten akan mengacu kepada arah pembangunan dalam RPJMN
20152019. Arah ini merupakan pedoman dalam menyusun langkah-langkah
strategis ke depan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Arah kebijakan
perdagangan dapat dijabarkan menjadi 8 (delapan) pokok pikiran, yaitu:
1. Mengamankan Pangsa Ekspor di Pasar Utama.
2. Memperluas Pangsa Pasar
Perdagangan Internasional.
Ekspor
di
Pasar
Prospektif
dan
Hub
3. Meningkatkan Diversifikasi Produk Ekspor.
4. Mengamankan Pasar Domestik Untuk Meningkatkan Daya Saing Produk
Nasional.
5. Meningkatkan Kontribusi Usaha Dagang Kecil Menengah (UDKM).
6. Meningkatkan Perlindungan Konsumen.
7. Meningkatkan Efesiensi Sistem Distribusi & Logistik.
8. Meningkatkan Fasilitasi dan Iklim Usaha Perdagangan.
24
Dalam rangka pencapaian visi-misi pemerintah, nawacita, tujuan, dan sasaran
strategis Kementerian Perdagangan, dengan mempertimbangkan arah
kebijakan dan strategi nasional serta arah kebijakan dan strategi Kementerian
Perdagangan, maka ditetapkan program-program Kementerian Perdagangan,
yaitu: (1) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Perdagangan; (2) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Kementerian Perdagangan; (3) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Perdagangan; (4) Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan; (5) Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri; (6)
Peningkatan Perdagangan Luar Negeri; (7) Peningkatan Perlindungan
Konsumen; (8) Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Internasional; (9)
Pengembangan Ekspor Nasional; dan (10) Peningkatan Perdagangan Berjangka
Komoditi.
Program
merupakan
penjabaran
kebijakan
Kementerian
Perdagangan yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi masingmasing Unit Kerja Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan. Masingmasing program tersebut kemudian dijabarkan kedalam beberapa kegiatan
yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Unit Kerja Eselon
II/Satuan Kerja atau penugasan tertentu di Kementerian Perdagangan.
C. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUN 2015
Untuk mendanai pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan
Kementerian Perdagangan, disusunlah Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
yang berisi rincian alokasi anggaran yang diperlukan dalam rangka
pencapaian hasil (outcome) dan keluaran (output) yang terukur selama periode
1 (satu) tahun anggaran. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan
mendapat
alokasi
anggaran,
setelah
revisi
APBN-P,
sebesar
Rp3.532.078.978.000,- (Tiga triliun lima ratus tiga puluh dua milyar tujuh
puluh delapan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) yang
dituangkan dalam 10 program sebagai berikut:
Tabel 2-1. Pagu Anggaran Kementerian Perdagangan T.A. 2015 Menurut Program
NO
1
2
3
4
PROGRAM
PAGU APBN-P
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya Kementerian Perdagangan
501,527,174,000
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Kementerian Perdagangan
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
Kementerian Perdagangan
182,624,150,000
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
43,534,462,000
64,183,701,000
25
NO
PROGRAM
5
Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri
6
Peningkatan Perdagangan Luar Negeri
7
Peningkatan Perlindungan Konsumen
8
Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Internasional
9
Pengembangan Ekspor Nasional
10
Peningkatan Perdagangan Berjangka Komoditi
JUMLAH
PAGU APBN-P
1,828,065,297,000
209,828,035,000
218,002,214,000
123,133,008,000
280,403,696,000
80,777,241,000
3,532,078,978,000
D. PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015
Perjanjian Kinerja Kementereian Perdagangan adalah lembar/dokumen yang
berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi (atasan) kepada
pimpinan instansi yang lebih rendah (bawahan), atau kesepakatan antara
pemberi dengan penerima wewenang/tanggung jawab, untuk melaksanakan
kebijakan/program/ kegiatan dalam satu tahun anggaran sesuai dengan
target
indikator
kinerja
yang
telah
disepakati
bersama
dengan
mempertimbangkan sumber daya yang dikelola sesuai dengan tujuan dan
sasaran organisasi pada Rencana Strategis (Renstra).
Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 dan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2014, Kementerian Perdagangan diwajibkan menyusun
perjanjian kinerja pada setiap tingkatannya, mulai dari: Kementerian, Unit
Kerja Eselon I, Eselon II, dan Unit Kerja Mandiri (KPPI, KADI, BPKN, dan
BSML), serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan
kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan bidang perdagangan. Dokumen
Perjanjian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 menjadi dasar bagi
pengukuran Indikator Kinerja (IK) dalam penyusunan Laporan Kinerja
Kementerian Perdagangan Tahun 2015, dimana secara keseluruhan terdapat
52 Indikator Kinerja dari 22 Sasaran Strategis Kementerian Perdagangan.
Adapun Pernyataan dan Lampiran Perjanjian Kinerja Kementerian
Perdagangan Tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 2.
26
Bab 3
AKUNTABILITAS KINERJ A
“Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban Kementerian
Perdagangan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan Program dan Kegiatan yang telah diamanatkan para
pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara
terukur dengan sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan.”
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
Pengukuran tingkat capaian kinerja dalam Laporan Kinerja (Lapkin)
Kementerian Perdagangan Tahun 2015 dilakukan dengan membandingkan
antara target dengan realisasi dari masing-masing indikator kinerja selama
periode tersebut. Hasil dari perbandingan tersebut merupakan persentase
capaian target.
Sasaran Strategis 1:
Meningkatnya Pertumbuhan Ekspor Barang Non-Migas
yang Bernilai Tambah dan Jasa
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
-122,13%
1
Pertumbuhan Ekspor Non Migas
8%
-9,77%
2
Kontribusi produk manufaktur
terhadap total ekspor
44%
80,91%
3
Pertumbuhan ekspor jasa
12,0%– 14,0%
-5,5%
2
1
183,9%
-42,2%
Keterangan:
1
Data Realisasi Januari-Oktober 2015.
2
Realisasi sampai dengan Triwulan III Tahun 2015 (angka sementara).
IK 1: Pertumbuhan Ekspor Nonmigas
Neraca perdagangan tahun 2015 kembali surplus, setelah mengalami defisit
sejak tahun 2012. Neraca perdagangan Indonesia bulan Desember 2015 defisit
USD 0,2 miliar yang terdiri dari defisit neraca migas sebesar USD 0,5 miliar
dan surplus neraca non migas sebesar USD 0,3 miliar. Namun demikian,
defisit neraca perdagangan bulan Desember 2015 jauh lebih kecil
dibandingkan neraca bulan November yang tercatat USD 0,4 miliar. Neraca
perdagangan tahun 2015 mengalami surplus USD 7,5 miliar, terdiri dari defisit
perdagangan migas sebesar USD 6,1 miliar dan surplus perdagangan non
27
migas sebesar USD 13,6 miliar. India, AS, Pilipina, Belanda, dan Pakistan
penyumbang surplus terbesar selama tahun 2015 yang jumlahnya mencapai
USD 24,3 miliar. Sementara RRT, Thailand, Australia, Brazil, dan Argentina
menyebabkan defisit terbesar yang jumlahnya mencapai USD 23,4 miliar.
Bagan 3-1. Neraca Perdagangan Bulanan: Desember 2015
USD Miliar
Non Migas
2.5
Migas
Total
2.0
1.4
1.5
1.1
1.0
1.0
0.6
0.7
0.5
0.5
0.5
1.0
1.0
0.3
-0.2
-
-0.4
(0.5)
(1.0)
(1.5)
Jan '15
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kinerja ekspor bulan Desember 2015 meningkat 7,0% dibanding bulan
sebelumnya (MoM) menjadi USD 11,5 miliar. Peningkatan tersebut dipicu oleh
naiknya ekspor non migas sebesar 10,1%. Disisi lain, ekspor migas turun
sebesar 13,2%. Secara kumulatif, nilai ekspor selama 2015 mencapai USD
150,3 miliar, turun 14,6% YoY. Penurunan ekspor selama 2015 dipicu oleh
masih berlanjutnya penurunan harga minyak mentah dan gas di pasar dunia.
Selain itu, masih melambatnya perekonomian global diperkirakan juga turut
memicu pelemahan kinerja ekspor. Selama 2015, impor RRT turun 19,4%,
Jepang turun 10,1%, Singapura turun 14,2%, Hongkong turun 25,9% dan Uni
Emirat Arab turun 24,0%. Penurunan permintaan impor beberapa negara
tersebut berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Tabel 3-1. Kinerja Ekspor dan Impor: Januari-Desember 2015
Februari 2015
Uraian
Ekspor
Total
Migas
Impor
12,289.1 11,550.8
Nilai (USD Juta)
Januari-Februari 2015
Selisih
Growth Februari
2015 MoM (%)
Selisih
Ekspor
Impor
Growth Jan-Feb 2015
YoY (%)
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
738.3
25,644.9
24,163.1
1,481.8
-8.0
-8.4
-11.9
-15.8
1,893.6
1,719.5
174.1
3,970.4
3,834.6
135.8
-8.8
-18.7
-24.1
-45.3
Minyak Mentah
745.1
487.5
257.6
1,344.7
1,094.4
250.3
24.2
-19.7
0.6
-44.4
Hasil Minyak
207.2
1,063.2
-856.0
419.0
2,426.5
-2,007.5
-2.1
-22.0
-27.0
-44.9
Gas
941.3
168.8
772.5
2,206.7
313.7
1,893.0
-25.6
16.5
-33.5
-50.9
10,395.5
9,831.3
564.2
21,674.5
20,328.5
1,346.0
-7.8
-6.3
-9.2
-6.3
Nonmigas
28
Perlambatan perekonomian global menyebabkan terjadinya penurunan ekspor
non migas tahun 2015 di hampir seluruh pasar ekspor utama Indonesia,
kecuali Vietnam dan Pilipina yang masing-masing tumbuh 12,3% dan 0,8%
YoY. Ekspor non migas ke negara mitra dagang yang turun signifikan antara
lain Hongkong turun 26,0%, Uni Emirat Arab turun 24,0%, RRT turun 19,4%,
dan Australia turun 19,0%.
Tabel 3-2. Perbandingan Kinerja Ekspor Negara-negara di Dunia: 2014-2015
AMERIKA SERIKAT
REP.RAKYAT CINA
JEPANG
INDIA
SINGAPURA
MALAYSIA
KOREA SELATAN
THAILAND
BELANDA
VIETNAM
PILIPINA
JERMAN
TAIWAN
PAKISTAN
AUSTRALIA
HONGKONG
UNI EMIRAT ARAB
ITALIA
INGGRIS
SPANYOL
PERUBAHAN
(USD JUTA)
USD JUTA
NEGARA
Des 2014
Nov 2015
Des 2015
1,466.0
1,334.1
1,262.7
989.5
944.1
520.1
486.8
381.1
344.1
269.5
250.9
233.2
333.5
106.6
192.4
189.9
214.4
144.5
161.1
165.0
1,155.0
1,025.5
991.6
857.6
618.1
466.9
363.6
342.3
261.2
264.0
303.4
205.2
213.6
146.8
210.9
146.4
123.9
116.6
106.8
103.8
1,323.1
1,227.1
1,183.4
880.1
640.2
478.5
436.7
322.1
307.4
291.2
273.7
227.3
217.4
202.0
180.1
144.6
132.6
127.0
123.2
122.1
MoM
168.1
201.6
191.8
22.4
22.1
11.7
73.1
(20.2)
46.2
27.3
(29.7)
22.1
3.7
55.2
(30.8)
(1.8)
8.7
10.4
16.4
18.3
YoY
(142.9)
(107.0)
(79.3)
(109.4)
(303.9)
(41.5)
(50.1)
(59.0)
(36.7)
21.7
22.8
(5.9)
(116.1)
95.5
(12.3)
(45.3)
(81.8)
(17.5)
(37.9)
(42.9)
PERUBAHAN (%)
MoM
14.6
19.7
19.3
2.6
3.6
2.5
20.1
(5.9)
17.7
10.3
(9.8)
10.8
1.8
37.6
(14.6)
(1.3)
7.0
8.9
15.3
17.6
YoY
(9.7)
(8.0)
(6.3)
(11.1)
(32.2)
(8.0)
(10.3)
(15.5)
(10.7)
8.1
9.1
(2.5)
(34.8)
89.6
(6.4)
(23.9)
(38.2)
(12.1)
(23.6)
(26.0)
Pertumbuhan ekspor diharapkan dapat meningkat seiring dengan
dilaksanakan berbagai upaya peningkatan ekspor oleh pemerintah bersamasama dengan pelaku usaha. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan
yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi
dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk untuk
peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk,
penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan ekspor. Kementerian Perdagangan juga secara rutin melakukan
pertemuan dengan instansi terkait di berbagai daerah dan di luar negeri untuk
berkoordinasi dalam upaya pengembangan ekspor.
Sebagai tambahan atas berbagai program Kementerian Perdagangan tersebut,
pada tahun 2015, Pemerintah juga memberikan penugasan khusus kepada
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menjalankan National Interest
Account (NIA) guna mendorong ekspor, melalui pemberian insentif pembiayaan
ekspor (dengan mekanisme penyertaan modal negara) bagi perusahaanperusahaan berskala kecil dan menengah dalam kegiatan ekspornya.
29
Diharapkan dengan pemberian fasilitas tersebut dapat ditingkatkan kinerja
ekspor Indonesia di tengah situasi perlambatan ekonomi saat ini.
IK 2: Kontribusi Produk Manufaktur Terhadap Total Ekspor
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor produk yang bernilai
tambah diukur dengan kontribusi ekspor produk manufaktur terhadap total
ekspor. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan kontribusi
produk manufaktur terhadap total ekspor adalah sebesar 44 persen dan terus
meningkat hingga mencapai 65 persen pada tahun 2019.
Bagan 3-2. Ekspor Produk Manufaktur dan Total Ekspor
Tahun 2014 dan 2015 (dalam ribu USD)
140,000,000
122,183,498
120,000,000
100,000,000
111,486,590
98,430,265
90,204,813
80,000,000
Ekspor produk manufaktur
60,000,000
Total Ekspor
40,000,000
20,000,000
2014
2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Pada periode Januari – Oktober 2015, nilai ekspor produk manufaktur
mencapai US$90,20-miliar atau mengalami penurunan sebesar 8,36% dari
periode yang sama tahun 2014 yang mencapai US$98,43-miliar. Penurunan
ini disebabkan menurunnya permintaan akan produk manufaktur Indonesia
di negara-negara tujuan ekspor Indonesia, antara lain Jepang (-13,77%),
Australia (-21,12%), Singapura (-12,78%), Tiongkok (-11,36%), Turki (-22,91%),
Hongkong (-24,27%), dan Uni Emirat Arab (-21,76%). Penurunan tersebut
cukup memberikan pengaruh terhadap ekspor produk manufaktur Indonesia.
Akan tetapi, optimisme terhadap peningkatan ekspor produk manufaktur
didukung oleh peningkatan ekspor produk tersebut ke sejumlah negara, di
antaranya Taiwan (17,55%), Arab Saudi (15,36%) dan Swiss (1064,73%).
30
Tabel 3-3. Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan: Jan–Nov 2015
Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS (2015)
Dilihat dari kontribusi produk manufaktur terhadap produk primer dari total
ekspor, pada periode Januari - Oktober 2015 telah mencapai 80,91% atau
meningkat 0,35% dari periode yang sama pada tahun 2014 yang mencapai
80,56%. Hal ini sudah melebihi target kontribusi produk manufaktur terhadap
produk primer yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan pada tahun
2015 sebesar 44%. Sehingga persentase capaian kinerja untuk periode Januari
– Oktober 2015 sebesar 183,88%.
Jika ditelusuri selama beberapa tahun terakhir, yakni periode tahun 2010 2015, kontribusi
produk manufaktur terhadap total ekspor nonmigas
menunjukkan persentase yang fluktuatif. Dari periode tahun 2010 - 2013,
kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor nonmigas berada di
kisaran 75%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang konstan dan
signifikan dari kontribusi ekspor produk manufaktur Indonesia terhadap
produk primer dari total ekspor Indonesia ke dunia.
Bagan 3-3. Kontribusi Produk Manufaktur terhadap Total Ekspor, 2010-2015
31
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Dalam upaya meningkatkan ekspor komoditas yang memiliki nilai tambah
melalui proses hilirisasi, Kementerian Perdagangan mendorong para eksportir
untuk terus meningkatkan nilai tambah dari produk yang akan diekspor
melalui berbagai kegiatan pendampingan pengembangan produk dan desain
produk. Tujuan dari peningkatan nilai tambah produk ekspor ini selain untuk
meningkatkan nilai ekspor Indonesia, juga untuk menjadikan Indonesia
semakin dikenal sebagai eksportir produk-produk manufaktur yang
berkualitas baik, bukan hanya sebagai eksportir komoditas produk primer
(raw material) yang tidak memerlukan proses pengolahan lebih lanjut. Konsep
hilirisasi ini akan semakin meningkatkan produktivitas Indonesia karena akan
memunculkan industri-industri baru yang akan banyak menyerap tenaga
kerja terlatih.
IK 3: Pertumbuhan Ekspor Jasa
Jasa dan sektor-sektor terkait jasa berpotensi mempunyai peranan yang
sangat penting dalam upaya mempercepat pencapaian visi pembangunan,
mengingat jasa dan sektor-sektor terkait jasa memiliki pertumbuhan yang
lebih cepat dibandingkan dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian
Indonesia. Dalam hal pertambahan nilai, jasa mempunyai kontribusi sebesar
45% terhadap PDB pada tahun 2000 dan meningkat cukup besar menjadi
55,1% terhadap PDB pada tahun 2013. Pada tahun 2015, Kementerian
Perdagangan menargetkan pertumbuhan tahunan ekspor jasa adalah berkisar
12,0 – 14,0%.
Pertumbuhan ekspor di sektor jasa sampai dengan kuartal III (JanuariSeptember) tahun 2015 mengalami penurunan 5,5%, dari US$ 17.305,08 juta
pada tahun 2014 menjadi US$ 16.355,98 juta pada tahun 2015 atau setara
dengan US$ 949,10 juta.
32
Penurunan ekspor jasa tersebut disebabkan masih terjadinya pelemahan
ekonomi dunia dan belum adanya program-program pemerintah yang dapat
meningkatkan efesiensi dan kinerja ekspor jasa.
Namun demikian, di sisi lain, kita dapat melihat bahwa penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) untuk nurse dan careworker di pasar Jepang dalam
rangka kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA),
mengalami penigkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, total TKI
Indonesia yang ditempatkan di pasar Jepang untuk Nurse dan Careworker
sebanyak 278 orang TKI atau mengalami peningkatan sebesar 49% jika
dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 187 orang TKI. Secara total dari
tahun 2008 sampai tahun 2015, Indonesia telah menempatkan TKI untuk
Nurse dan Caregiver sebanyak 1513 orang TKI, jumlah ini jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan tenaga kerja yang ditempatkan oleh Filipina dan
Vietnam, dengan total masing-masing sebanyak 967 dan 138 orang tenaga
kerja.
Selain itu, dalam kerangka kerja sama ASEAN, pada bulan April 2015,
Indonesia telah meratifikasi ASEAN Agreement on the Movement of Natural
Persons melalui Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2015. Dengan
diratikasinya Agreement tersebut, maka diharapkan ekspor TKI (profesional)
dapat meningkat yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan
ekspor jasa.
33
Sasaran Strategis 2:
Meningkatnya Pengamanan Perdagangan dan Kebijakan Nasional
di Fora Internasional
No
4
Indikator Kinerja
Persentase penanganan kasus dalam
rangka pengamanan ekspor
Target
Realisasi
% Capaian
100%
100%
100%
100%
143%
76%
127%
5
Persentase pengamanan kebijakan
nasional di fora internasional
70%
6
Presentase pemahaman terhadap
hasil kerja sama perdagangan
internasional
60%
IK 4: Persentase Penanganan Kasus dalam rangka Pengamanan Ekspor
Indikator kinerja pertama yang mendukung pencapaian sasaran:
“Meningkatnya Pengamanan Perdagangan dan Kebijakan Nasional di Fora
Internasional” adalah Persentase Penanganan Kasus dalam rangka
Pengamanan Ekspor. Melalui penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi,
dan safeguard diharapkan dapat menjaga daya saing dan mengamankan akses
pasar ekspor produk Indonesia dengan terhindarnya produk Indonesia dari
bea masuk tambahan akibat dari tuduhan tersebut.
Selama Tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menangani sebanyak 36
kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard dan berhasil menangani
seluruh kasus tersebut dengan berbagai tahapan penanganannya. Secara
rinci, 36 kasus tuduhan tersebut adalah 23 kasus tuduhan dumping, 3 kasus
tuduhan subsidi, dan 10 kasus tuduhan safeguard. Secara grafik, jenis dan
porsi kasus yang ditangani sepanjang tahun 2015 dapat ditampilkan sebagai
berikut:
Bagan 3-4. Jenis dan Porsi Kasus Tahun 2015
Dumping
Safeguard
Subsidi
34
Sebagaimana ditunjukkan pada Bagan 3-2 kasus dumping merupakan kasus
yang paling banyak ditangani yaitu 23 buah kasus diikuti secara berturut –
turut kasus safeguard sebanyak 10 buah dan kasus subsidi sebanyak 3 buah.
Hasil terbaik yang ingin dicapai setelah rangkaian penanganan kasus adalah
keputusan penghentian penyelidikan oleh pihak penuduh. Berikut kasuskasus yang dihentikan penyelidikannya sepanjang tahun 2015:
1.
Kasus tuduhan subsidi produk Certain Oil Country Tubular Goods oleh
Kanada: Pada tanggal 2 April 2015 CITT telah mengeluarkan hasil akhir
mengenai penyelidikan penilaian kerugian yang dialami industri domestik
Kanada akibat impor OCTG yang dituduh mengandung subsidi.
Berdasarkan hasil penyelidikan, volume impor OCTG yang mengandung
subsidi adalah negligible sehingga CITT menghentikan penyelidikan terkait
subsidi atas impor OCTG dari Indonesia.
2.
Kasus tuduhan dumping produk rod in coils oleh Australia : Pada tanggal
13 Mei 2015, pihak otoritas telah mengeluarkan hasil akhir penyelidikan
atas kasus ini. PT. Gunung Raja Paksi dan eksportir lainnya dikenakan
Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 10,1% sementara importasi
produk Rod in Coils dari PT. Ispat Indo tidak ditemukan adanya dumping
(margin dumping -0,7%).
3.
Kasus tuduhan safeguard produk news print oleh Filipina : : Tanggal 5 Mei
2015 DTI Filipina telah menyampaikan notifikasi Definitive General
Safeguard Measure on the Importations of Newsprint from Various
Countries berupa pengenaan safeguard measure sebesar 980.00 Peso per
MT untuk tahun pertama, 800.00 Peso per MT untuk tahun kedua, dan
640.00 Peso per MT untuk tahun ketiga. Selain itu, dalam Annex A
disebutkan bahwa DTI Filipina memberikan pengecualian bagi Indonesia
dikarenakan memenuhi aturan de minimis (tidak melebihi 3 (tiga) persen).
Sementara itu, terdapat pula keputusan untuk pengenaan bea masuk anti
dumping (BMAD)/Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas suatu
produk oleh negara penuduh sepanjang tahun 2015 sebagaimana diuraikan
berikut ini:
1.
Kasus Tuduhan Safeguard Produk Saturated Fatty Alcohols oleh India:
DG Safeguard telah mengeluarkan Final Determination pada tanggal 13
Maret 2015 dengan besaran BMTP sebesar Tahun 1:20%; Tahun 2: 18%;
Tahun3: 12 % Pemberlakuan selama 2 tahun 6 bulan ditambah dengan
pengenaan provisional safeguard measure selama 200 hari sebelum
pengenaan final determination.
2.
Kasus tuduhan dumping produk Polyethylene Terephthalate (PET) oleh
Malaysia: Otoritas Malaysia telah mengeluarkan Final Determination
dengan BMAD untuk Indonesia sebesar 2,87% s.d 7,21% TMT: 10 Maret
2015.
35
3.
Kasus tuduhan dumping produk Yarn of Man Made Staple Fibers oleh
Turki: Pemerintah Turki mengeluarkan hasil final determination dengan
besaran BMAD USD 48 – USD 240 per ton tertanggal 17 Desember 2014.
Besaran BMAD tersebut sama dengan BMAD pada original investigation.
Informasi ini baru diterima pada pertengahan Januari 2015.
4.
Kasus tuduhan dumping produk Certain Oil Country Tubular Goods oleh
Kanada: Pada tanggal 2 April 2015 CITT telah mengeluarkan hasil akhir
mengenai penyelidikan penilaian kerugian yang dialami industri domestik
Kanada akibat impor OCTG yang dituduh dumping. Berdasarkan hasil
penyelidikan, CITT memutuskan bahwa impor OCTG yang dijual dengan
harga dumping dari negara-negara tertuduh terbukti memberikan
ancaman kerugian bagi industri domestik Kanada. PT. Citra Tubindo
dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 6,4% sementara
perusahaan lainnya dikenakan BMAD sebesar 37,4%.
5.
Kasus tuduhan safeguard produk Saturated Fatty Alcohols oleh India,
terkait dengan hal ini
Pada tanggal 26 Mei 2015 WTO telah
mempublikasikan notifikasi retaliasi yang diajukan Indonesia untuk kasus
safeguard saturated fatty alcohols oleh India.
6.
Kasus tuduhan dumping produk Hot Rolled Coils (HRC) oleh Malaysia:
MITI mengeluarkan surat pemberitahuan perihal penolakan terhadap
pengajuan price undertaking yang diajukan oleh PT Krakatau Steel.
menindaklanjuti hal tersebut Pemri melakukan konsultasi dengan ACWL
adapun hasil konsultasi tersebut ACWL menjelaskan Indonesia tidak
memiliki dasar apabila menggugat sikap MITI karena menolak
permohonan price undertaking PT KS karena berdasarkan artikel 8.3
Otoritas negara penuduh bebas untuk menerima atau menolak
permohonan price undertaking yang diajukan oleh eksportir.
7.
Kasus tuduhan dumping produk Yarn of Man Made Staple Fibers oleh
Turki: Pada tanggal 17 April 2015 Otoritas Anti Dumping Turki telah
mengeluarkan hasil Final Determination yang memutuskan untuk
memperpanjang pengenaan Bea masuk Anti Dumping dengan besaran
yang sama seperti pengenaan tarif sebelumnya yaitu USD 0/kg s.d. USD
0.40/ kg TMT 17 April 2015.
Sepanjang Tahun 2015, untuk kasus-kasus tuduhan dumping, subsidi dan
safeguard, negara yang paling banyak melakukan tuduhan adalah negara
maju yaitu India dan Turki masing-masing sebanyak 7 (tujuh) kasus.
Penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 3-4. Penanganan Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard
Menurut Negara (2015)
36
No
Negara Penuduh
Produk
Jenis Tuduhan
1
India
2-Ethyl Hexanol
Dumping
2
India
Saturated Fatty Alcohols
Safeguard
3
India
Float Glass
Dumping
4
India
Plain Medium Density Fibre Board (MDF)
Dumping
5
India
Purified Terephthalic Acid (PTA)
Dumping
6
India
Hot Rolled Flat Products of Non Alloy and Other
Alloy Steel in Coils of a Width of 600 mm or more
Safeguard
7
India
Viscose Staple Fibre Excluding Bamboo Vibre
Dumping
8
Turki
Polyester Textured Yarn (PTY)
Dumping
9
Turki
Yarn of Man Made Staple Fibers
Dumping
10
Turki
Printing and Writing Paper
Safeguard
11
Turki
Porcelain and Ceramic Kitchenware and
Tableware
Safeguard
12
Turki
Ban Luar Sepeda Motor (Pneumatic tyres new
of rubber for motorcycles) ; Ban Dalam Sepeda
Motor (Inner tubes of rubber except bicycle or
motor vehicle)
Dumping
13
Turki
Ban Luar Sepeda dan Ban Dalam Sepeda
Dumping
14
Turki
Stoppers, Lids of Glass
Dumping
15
USA
Hot Rolled Coils (HRC)
Dumping
16
USA
Certain Coated Paper (DS491)
17
USA
Certain Uncoated Paper
Dumping
18
USA
Certain Uncoated Paper
Subsidi
19
USA
Certain Oil Country Tubular Goods (OCTG)
20
Malaysia
Hot Rolled Plate (HRP)
Safeguard
21
Malaysia
Polyethylene Terephthalate/PET
Dumping
22
Malaysia
Cold Rolled Stainless Steel in Coils
Dumping
Dumping & Subsidi
Scope Rulling
37
No
Negara Penuduh
23
Malaysia
Hot Rolled Coils (HRC)
Safeguard
24
Uni Eropa
Fatty Alcohol
Dumping
25
Uni Eropa
Biodiesel
Dumping
26
Uni Eropa
Sodium Cyclamate
Dumping
27
Kanada
Certain Oil Country Tubular Goods
Subsidi
28
Kanada
Certain Oil Country Tubular Goods
Dumping
29
Filipina
Newsprint
Safeguard
30
Filipina
Galvanized Iron/GI and Prepainted Galvanized
Iron/PPGI
Safeguards
31
Thailand
Flat Hot-Rolled Steel in Coils and not in Coils
Dumping
32
Australia
Rod in Coils
Dumping
33
Pakistan
Hydrogen Peroxyde
Dumping
34
Vietnam
Monosodium Glutamate (MSG)
Safeguard
35
Brasil
Porselen Perlengkapan Meja
India
Hot Rolled Flat Sheets and Plates (Excluding Hot
Rolled Flat Products in Coil Form) of Alloy or NonAlloy Steel
36
Produk
Jenis Tuduhan
Anti Dumping
Circumvention
Safeguard
IK 5: Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional
Pengamanan
kebijakan
perdagangan
melalui
klarifikasi
atas
pertanyaan/tanggapan terkait kebijakan perdagangan R.I. di luar negeri,
merupakan langkah Indonesia untuk dapat terhindar dari proses sengketa
perdagangan yang mungkin diajukan oleh negara mitra dagang.
Target yang ingin dicapai untuk indikator ini adalah 70% pada tahun 2015.
Indikator didapatkan dari total yang dapat diklarifikasi dibagi total
pertanyaan/tanggapan/keberatan terhadap kebijakan nasional terkait
perdagangan yang masuk dari negara lain dikali seratus persen. Indikator ini
menggambarkan kinerja diplomasi yang dapat mengamankan kepentingan
nasional di fora internasional. Selama keberatan dimaksud tidak masuk ke
Panel DSB WTO maka dianggap keberatan dari negara lain tersebut dapat
diklarifikasi.
38
Sepanjang tahun 2015, terdapat (10) sepuluh pertanyaan/tanggapan yang
diterima oleh Indonesia, dan Kementerian Perdagangan telah melakukan
klarifikasi atas kebijakan nasional Indonesia terkait perdagangan yang
dipertanyakan oleh negara anggota WTO terkait kebijakan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Indonesia. Dari total keseluruhan pertanyaan yang masuk
tersebut, hingga akhir tahun 2015 seluruhnya dapat diklarifikasi atau
diselesaikan, sehingga tidak dilanjutkan pada Dispute Settlement Body (DSB).
Berdasarkan penjelesan di atas, maka realisasi persentase pengamanan
kebijakan nasional di fora internasional adalah sebesar 100% atau dengan
persetase capaian sebesar 143%. Berikut adalah beberapa kebijakan dan
penyelesaian isu yang masuk dan diklarifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada
tahun 2015, antara lain:
1. Permenperin No. 69/M-IND/PER/9/2014 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Industri Elektronika dan Informatika
Amerika Serikat, Kanada,
Jepang, Australia dan
Uni
Eropa
mempertanyakan kebijakan tersebut antara lain terkait dengan notifikasi
draft regulasi, transparansi, time-frame bagi perusahaan untuk
menyesuaikan produknya dengan kebijakan tersebut dan prosedur
pengujian serta sertifikasi. Secara khusus, Uni Eropa juga meminta
Pemerintah Indonesia untuk mengakui sertifikat uji yang diterbitkan oleh
laboratorium di luar Indonesia yang menerapkan standar internasional.
Pemerintah Indonesia memberikan tanggapan bahwa dalam proses
pembuatan draft ini, Indonesia mempertimbangkan masukan dan concern
dari semua stakeholder baik vendor domestik maupun asing dan
melakukan konsultasi publik sebagai bentuk pelaksanaan prinsip
transparansi, untuk memastikan bahwa regulasi ini telah sesuai dengan
ketentuan WTO dan peraturan internasional. Kemudian berkaitan dengan
penerapan standar, Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia mengadopsi
standar teknologi yang di susun oleh lembaga standar yang memiliki
reputasi internasional dan diakui secara luas oleh negara negara di dunia.
2. Permenkominfo No. 27 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Alat
dan/atau Perangkat Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar
Teknologi Long Term Evolution (Alat Telekomunikasi Berspektrum 4GLTE)
AS meminta klarifikasi terkait kebijakan tersebut yang dinilai tumpang
tindih antara Permenperin No. 69/M-IND/PER/9/2014 dan Rencana
Permenkoninfo mengenai ketentuan nilai TKDN untuk produk smartphone
4G LTE (pada waktu itu peraturan ini belum diundangkan). Sedangkan EU
meminta informasi terbaru atas perkembangan draft regulasi tersebut
terutama terkait dengan standar dan menanyakan apakah hasil uji dari
laboratorium di luar negeri diakui oleh Indonesia.
39
Menanggapi pertanyaan tersebut, Pemerintah Indonesia menyampaikan
bahwa peraturan yang akan diberlakukan bersifat saling melengkapi dan
tidak akan menyebabkan tumpang tindih antara satu dengan yang lain.
Pemerintah Indonesia juga menyampaikan bahwa Draft Permenkominfo
pada saat ini masih dalam pembahasan serta konsultasi internal dengan
melibatkan seluruh stakeholders terkait dan bahwa sebagian besar isi dari
draft regulasi tersebut mengatur tentang standar dan telah disesuaikan
dengan standar internasional. Ketentuan terkait local content hanya diatur
dalam 1-2 pasal. Dalam hal penyusunan draft regulasi, Indonesia berupaya
agar prosesnya berlangsung secara transparan dan terbuka dengan
melibatkan semua stakehoder yang terkait. Untuk keberterimaan hasil uji
laboratorium yang berlokasi di luar negeri, Indonensia menyampaikan
bahwa hasil uji yang dilakukan oleh laboratorium di luar negeri akan
diakui apabila laboratorium tersebut menerapkan standar internasional.
3. Permentan No. 139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan
Karkas, Daging dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah R.I. beserta
Perubahannya No. 02/Permentan/PD.410/1/2015 - G/TBT/N/IDN/98
Kanada dan Australia menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah R.I. akan berdampak terhadap ekspor
produk daging ke Indonesia. Industri di Australia telah merasakan dampak
akibat pemberlakuan regulasi tersebut, sementara itu, Kanada
mempertanyakan bagaimana perlakuan terhadap produk yang berasal dari
negara asal dibandingkan dengan produk domestik serta tujuan regulasi
tersebut.
Pemerintah Indonesia melakukan klarifikasi bahwa Peraturan ini bukan
bertujuan untuk membatasi impor atau mengganggu perdagangan
Indonesia dengan negara mitra dagang namun tujuan aturan ini adalah
untuk melindungi kesehatan konsumen Indonesia dari resiko penyakit
yang disebabkan oleh residu hormon yag terkandung dalam “jeroan”.
Regulasi ini juga mewajibkan produk daging yang diekspor ke Indonesia
merupakan produk halal dan diproduksi dengan sistem produksi yang
halal. Dalam ketentuan ini juga dipersyaratkan bahwa petugas
penyembelih adalah Muslim.
Kemudian
terkait
dengan
metode
penyembelihan,
persyaratan
penyembelihan hewan secara manual yang diatur oleh Indonesia telah
sesuai dengan Codex Alimentarius Commission CAC-GL 24-1997 Article
3.2 tentang Penyembelihan.
4. Indonesia telah melakukan klarifikasi kebijakan R.I. tekait ketentuan
impor minerba dengan Jepang.
Jepang menganggap bahwa kebijakan Indonesia dalam UU No.4 Tahun
2009 tentang Minerba, merupakan hambatan perdagangan. Dalam UU
tersebut Pemerintah R.I. mewajibkan setiap perusahaan mineral dan
40
tambang untuk mengolah dan memurnikan terlebih dahulu bahan mentah
tambang dengan menggunakan sebuah fasilitas bernama smelter sebelum
diekspor. Undang-Undang pertambangan mineral dan Batubara telah
menegaskan bahwa tanpa memiliki smelter, industri pertambangan dalam
negeri tidak bisa lagi mengekspor minerba mentah ke negara manapun
Undang-Undang pertambangan mineral dan Batubara telah menegaskan
bahwa tanpa memiliki smelter, industri pertambangan dalam negeri tidak
bisa lagi mengekspor minerba mentah ke negara manapun. Jepang selama
ini dikenal sebagai produsen stainless steel terbesar dunia dan sangat
tergantung dengan import bahan mentah dari Indonesia. Jepang telah
beberapa kali melakukan pertemuan bilateral dengan Indonesia untuk
membahas terkait kebijakan dimaksud dan Indonesia memberikan
klarifikasi dan menegaskan bahwa kebijakan dimaksud tidak ditujukan
untuk melakukan hambatan perdagangan dan menyampaikan pandangan
bahwa Indonesia tetap menjunjung tinggi dan menghormati ketentuanketentuan WTO yang ada.
5. Pengenaan Safeguard measures kepada RRT, Jepang, Taiwan, Malaysia
dan Thailand untuk produk Steel Wire Rod.
Indonesia dianggap melakukan proteksi ganda atas produk impor berupa
safeguard duty dan kebijakan Larangan dan Batasan (Lartas). Pemerintah
Indonesia terlah menanggapi bahwa penerapan safeguard measures
tersebut sudah konsisten dengan ketentuan WTO dan regulasi domestik
dan kebijakan Lartas untuk mengatur tata cara impor produk tersebut.
Kementerian Perdagangan terus melakukan koordinasi intensif dengan
kementerian terkait guna menyiapkan jawaban/tanggapan Pemerintah
Indonesia, sehingga dalam proses klarifikasi tersebut di atas, Indonesia dapat
memberikan jawaban/klarfikasi dan terhindar dari porses sengketa
perdagangan yang diajukan olen negara mitra ke tingkat yang lebih tinggi atau
Dispute Settlement Body (DSB).
IK 6: Presentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan
internasional
Selain itu meningkatnya pengamanan perdagangan dan kebijakan nasional
diukur melalui nilai persentase pemahaman terhadap hasil kerja sama
perdagangan internasional. Indikator ini diukur melalui survei dengan
menggunakan kuesioner yang dilakukan pada saat penyelenggaraan
sosialisasi/edukasi publik yang dilaksanakan di beberapa daerah baik tingkat
provinsi ataupun tingkat kota/kabupaten.
Pada tahun 2015, persentase pemahaman terhadap hasil kerja sama
perdagangan internasional ditargetkan sebesar 60%, dengan realisasi yang
didapatkan pada sebesesar 76%. Persenatase tingkat pemahaman tersebut
41
mengalami peningkatan sebesar 23% jika dibandingkan dengan tahun 2014
dengan tingkat pemahaman sebesar 62%.
Tingginya realisasi tersebut mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya
pengetahuan masyarakat atas hasil perundingan kerja sama perdagangan
internasional yang dilakukan oleh Indonesia. Dengan meningkatknya
pemahaman tersebut, maka diharapkan masyarakat dapat mengambil
manfaat dari hasil kerja sama perdagangan internasional tersebut.
Namun, memang pelaksanaan sosialisasi/edukasi publik yang dilaksanakan
belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan belum bisa menjangkau
seluruh kota/kabupaten yang ada diseluruh Indonesia, meningat keterbatasan
SDM dan besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan
tersebut, sehingga memang belum bisa menggambarkan pemahaman seluruh
masyarakat Indonesia.
Penyebaran informasi terkait hasil perundingan kerja sama perdagangan
internasional memang tidak hanya dilakukan melalui sosialisasi/edukasi
publik, Kementerian Perdagangan c.q Ditjen Perundingan Perdagangan
Internasional juga secara berkala menyabarkan informasi melalui
leaflet/brosur dan bulletin yang menginformasikan secara singkat tentang
hasil dan perkembangan perundingan kerja sama perdagangan internasional.
Selain itu, khusus menghadapi pemberlakuan Masyarkat Ekonom ASEAN
pada 1 Januari 2016, Kementerian Perdagangan juga telah mendirikan ASEAN
Economic Communtiy (AEC) Center yang diluncurkan pada tanggal 28
September 2015, dimana pembentukan AEC Center ini bertujuan untuk
memberikan edukasi, konsultansi dan advokasi sebagai bentuk konkrit dari
rencana dan aksi Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pemahaman
para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia tentang Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
Sasaran Strategis 3:
Meningkatnya Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor
No
Indikator Kinerja
Target
7
Pertumbuhan ekspor non
migas ke pasar utama
5,5%
8
Pertumbuhan ekspor non
migas ke pasar prospektif
9,7%
9
Pertumbuhan ekspor non
migas produk (komoditi)
utama
5,9%
REALISASI*
% Capaian
-8,88%
-161,45
-15,20%
-156,70
-9,71%
-164,57
42
10
Pertumbuhan ekspor non
migas produk (komoditi)
prospektif
7,67%
72,36
10,6%
Keterangan:
*
Data Realisasi Januari-Oktober 2015.
IK 7: Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama
Pasar utama produk ekspor Indonesia terdiri dari negara-negara tujuan ekspor
Indonesia yang selama ini menjadi kontributor utama penyerapan produkproduk ekspor asal Indonesia. Strategi diversifikasi pasar yang mendorong
pertumbuhan ekspor ke pasar-pasar yang merupakan pasar baru atau
emerging market Indonesia tidak serta merta menurunkan upaya untuk terus
mengisi pasar ekspor utama Indonesia dengan produk-produk Indonesia,
namun lebih kepada upaya untuk mengurangi resiko terjadinya penurunan
nilai dan volume ekspor Indonesia ketika pasar ekspor tradisional Indonesia
dilanda krisis seperti beberapa tahun yang lalu.
Bagan 3-5. Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia ke Negara-Negara Pasar Utama 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Pada periode Januari - Oktober 2015, nilai ekspor non migas Indonesia ke
pasar utama tercatat sebesar US$ 78,39 miliar, mengalami penurunan sebesar
8,88% dari periode yang sama pada tahun 2014. Sementara apabila dilihat
dari volume ekspor yang terjadi pada Januari - Oktober 2015, tercatat sebesar
327,03 juta ton (data BPS, diolah Ditjen PEN), mengalami penurunan sebesar
9,41% dari periode sebelumnya. Penurunan nilai ekspor terjadi hampir ke
seluruh negara yang merupakan pasar utama Indonesia, di antaranya ekspor
ke Amerika Serikat (-2,87%), Tiongkok (-20,10%), Jepang (-9,55%), Singapura
(-12,27%) dan Thailand (-7,39%). Walaupun demikian, masih terdapat negara
43
yang menunjukkan peningkatan nilai ekspor pada periode Januari – Oktober
2015, yaitu Filipina (0,25%).
Bagan 3-6. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ke Pasar Utama (%): Jan–Okt 2015 (yoy)
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga
2014, ekspor nonmigas Indonesia ke sejumlah negara yang merupakan pasar
utama menunjukkan tren positif, walaupun dalam angka yang tidak terlalu
signifikan. Tren tertinggi ditunjukkan oleh Filipina, Thailand, dan India,
dengan masing-masing sebesar 4,85%, 4,24%, dan 4,20%. Sementara tren
negatif ditunjukkan oleh Spanyol, Korea Selatan, dan Thailand dengan
masing-masing nilai tren -6,40%, -6,01%, dan 5,73%.
Bagan 3-7. Tren Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ke Pasar Utama: 2010-2014 (yoy)
44
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika dibandingkan dengan target pertumbuhan ekspor non migas ke pasar
utama yang ditetapkan pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 5,5%, dapat terlihat
bahwa tingkat capaian pada periode Januari - Oktober tahun 2015 ini masih
jauh dari harapan (-161,45%).
Berdasarkan data dari tahun 2011 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas
Indonesia ke negara-negara yang merupakan pasar utama ekspor Indonesia
terus mengalami penurunan.
Diharapkan, pada tahun berikutnya
pertumbuhan ekspor non migas Indonesia ke pasar utama akan meningkat
seiring dengan berbagai program yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun
selanjutnya. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan
untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai
negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing,
penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan
hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
IK 8: Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif
Pasar prospektif produk ekspor Indonesia menjadi fokus utama dari strategi
diversifikasi pasar ekspor Indonesia. Negara-negara yang masuk kategori
emerging market diyakini mampu menopang pertumbuhan ekspor Indonesia
ketika negara tradisional diterpa krisis ekonomi sekaligus sebagai upaya
untuk melepaskan ketergantungan Indonesia atas negara-negara tujuan
ekspor tradisional Indonesia serta untuk memperluas jangkauan pasar produk
ekspor Indonesia. Kementerian Perdagangan telah menetapkan negara-negara
yang merupakan pasar tujuan ekspor prospektif Indonesia, yaitu Taiwan,
Australia, Arab Saudi, Persatuan Emirat Arab, Hongkong, Brazil, Mesir, Turki,
45
Rusia, Meksiko, Myanmar, Afrika Selatan, Nigeria, Ukraina, Kamboja,
Argentina, Iran, Peru, dan Cile.
Bagan 3-8. Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia ke Pasar Prospektif: 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Pada periode Januari – Oktober 2015, nilai ekspor non migas Indonesia ke
pasar prospektif tercatat sebesar US$ 18,29 miliar, mengalami penurunan
sebesar 15,20% dari periode yang sama pada tahun 2014. Sementara apabila
dilihat dari volume ekspor yang terjadi pada Januari – Oktober 2015, tercatat
sebesar 41,33 juta ton (data BPS), mengalami penurunan sebesar 9,97% dari
periode sebelumnya. Penurunan nilai ekspor terjadi hampir di seluruh negara
yang merupakan pasar prospektif, antara lain Taiwan (-2,20%), Australia (20,58%), Hongkong (-25,96%), Persatuan Emirat Arab (-21,26%), Brazil (23,14%), Turki (-20,97%), Meksiko (-2,85%) dan Afrika Selatan (-52,75%).
Namun demikian, ekspor ke sejumlah negara prospektif menunjukkan
peningkatan, diantaranya Arab Saudi (15,61%), Rusia (3,64%), Myanmar
(6,56%), dan Kamboja (2,19%).
46
Bagan 3-9. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ke Pasar Prospektif:
Jan–Okt 2015 (yoy), dalam persen
15.61
-2.20
-11.86
-20.58
3.64
6.56
-2.85
2.19
1.16
-12.25
-21.26
-23.14
-25.96
-20.97
-17.71
-20.01
-27.48
-48.42
-52.75
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika dibandingkan dengan target pertumbuhan ekspor nonmigas ke pasar
prospektif yang ditetapkan pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 9,7%, dapat
terlihat bahwa tingkat capaian pada Januari - Oktober tahun 2015 ini masih
jauh dari harapan (-156,70%).
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga
2014, ekspor nonmigas Indonesia ke hampir seluruh negara yang merupakan
pasar prospektif menunjukkan tren positif. Tren tertinggi ditunjukkan oleh
Myanmar, Peru, dan Nigeria, dengan masing-masing sebesar 19,97%, 18,59%,
dan 17,49%. Hanya 4 (empat) negara yang termasuk dalam kategori pasar
prospektif yang menunjukkan tren negatif, yakni Iran, Ukraina, Argentina, dan
Chile, dengan masing-masing nilai tren -13,22%, -4,75%, -3,90%, dan -3,78%.
47
Tren Nilai Ekspor 2010-2014
19.97
17.49
16.03
13.94
12.39
11.48
15.26
10.28
8.98
2.38
6.83
18.59
6.87
0.32
-3.78
-1.56
-3.90
-4.75
-13.22
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas
Indonesia ke negara-negara yang merupakan pasar prospektif ekspor
Indonesia cukup fluktuatif. Adapun tren yang ditunjukkan dari periode 2010 2014 secara keseluruhan sebesar 6,01% (periode tahun 2015 belum
disertakan karena data belum selesai hingga Desember).
Diharapkan, pada
tahun berikutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia ke pasar
prospektif akan meningkat seiring dengan berbagai program yang akan
dilaksanakan untuk tahun-tahun selanjutnya. Program dan kegiatan
Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara
lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan
produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan
informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan ekspor.
IK 9: Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama
Selain diversifikasi negara tujuan ekspor, Indonesia juga melakukan
diversifikasi produk ekspor. Diversifikasi produk ekspor ditujukan untuk
mengurangi ketergantungan ekspor Indonesia pada produk tertentu. Semakin
banyak pilihan produk Indonesia yang diekspor, maka akan semakin kuat
posisi Indonesia di kancah perdagangan internasional.
Pada awal tahun 2014, Kementerian Perdagangan melakukan pengkajian
ulang untuk mengelompokkan produk ekspor Indonesia ke dalam 3 (tiga)
kategori yaitu produk utama, produk prospektif, dan produk non migas
lainnya. Produk yang masuk dalam kategori produk utama merupakan
produk-produk yang memiliki nilai ekspor tertinggi dibandingkan produk
lainnya, yaitu sawit (CPO dan turunannya), tekstil dan produk tekstil,
48
elektronik, karet dan produk karet, kayu dan produk kayu (pulp & furnitur),
produk kimia, produk logam (metal), mesin-mesin, makanan olahan, dan
otomotif.
Pada tahun 2015, ditargetkan pertumbuhan ekspor non migas produk utama
sebesar 5,9%. Adapun realisasi pada tahun 2015 (data Januari – Oktober
2015) menunjukkan bahwa nilai ekspor non migas 10 (sepuluh) produk utama
mencapai US$ 70,79 miliar atau turun sebesar 9,71% dan dengan tingkat
capaian sebesar -164,57% dari target yang ditetapkan.
Bagan 3-10. Nilai Ekspor Nonmigas Produk Utama Indonesia Tahun 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Penurunan nilai ekspor terjadi pada hampir seluruh jenis produk utama
sebagaimana ditunjukkan pada gambar. Adapun penurunan tertinggi
dicatatkan oleh produk kimia, karet dan produk karet, serta produk logam
(metal), dengan masing masing nilai pertumbuhan sebesar -19,63%, -17,68%,
dan -16,15%. Dari keseluruhan produk, hanya produk otomotif yang
menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 9,06%.
49
Bagan 3-11. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk-Produk Utama:
Januari – Oktober 2015 (yoy), dalam persen
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga
2014, ekspor nonmigas Indonesia ke untuk sebagian besar produk yang
termasuk dalam kategori produk utama menunjukkan tren positif. Tren
tertinggi ditunjukkan oleh produk otomotif, makanan olahan, dan produk
kimia, dengan masing-masing sebesar 17,15%, 12,72%, dan 7,66%. Hanya 3
(tiga) kelompok produk yang termasuk dalam kategori produk utama yang
menunjukkan tren negatif, yakni karet dan produk karet, produk logam, serta
produk elektronika, dengan masing-masing nilai tren sebesar --9,33%, -5,15%,
dan -2,17%.
50
Bagan 3-12. Tren Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk-Produk Utama Indonesia
Periode 2010-2014 (yoy), dalam persen
Tren Nilai Ekspor 2010-2014
17.15
12.72
7.66
3.24
2.12
1.35
-2.17
5.73
-5.15
-9.33
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas
Indonesia atas produk-produk yang masuk dalam kategori produk ekspor
utama Indonesia cukup fluktuatif. Adapun tren yang ditunjukkan dari periode
2010 - 2014 secara keseluruhan sebesar 1,45% (periode tahun 2015 belum
disertakan karena data belum selesai hingga Desember).
Diharapkan, pada
tahun berikutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia untuk produkproduk yang termasuk dalam kategori produk utama akan meningkat seiring
dengan berbagai program yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun
selanjutnya. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan
untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai
negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing,
penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan
hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
IK 10: Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif
Selain kategori ekspor utama, Kementerian Perdagangan juga menetapkan
produk-produk yang dikategorikan dalam produk ekspor prospektif. Adapun
produk yang masuk dalam kategori produk prospektif merupakan produk yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut dengan kontribusi
ekspor cukup baik, yaitu alas kaki, perhiasan, plastik dan barang dari plastik,
udang, ikan dan produk perikanan, kopi, kakao dan olahannya, kerajinan,
rempah-rempah, dan kulit dan produk kulit.
Produk prospektif memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena
terdapatnya peluang yang muncul baik dari sisi pengembangan produk
51
maupun pengembangan pasarnya. Realisasi pada tahun 2015 (data Januari –
Oktober 2015) menunjukkan bahwa nilai ekspor non migas untuk produk
prospektif mencapai US$ 16,45 miliar atau menunjukkan peningkatan sebesar
7,67% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Bagan 3-13. Nilai Ekspor Nonmigas Produk Prospektif Indonesia: 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Target realisasi untuk tahun 2015 adalah 10,6%, dengan demikian tingkat
capaian untuk periode Januari - Oktober 2015 sebesar 72,36% dari target
yang telah ditetapkan. Peningkatan signfikan ditunjukkan oleh sejumlah
kelompok produk, di antaranya perhiasan (meningkat 29,27%), kopi
(meningkat 22,80%), dan rempah-rempah (meningkat 49,64%).
Bagan 3-14. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk Prospektif
Periode Januari – Oktober 2015 (yoy), dalam persen
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
52
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga
2014, ekspor nonmigas Indonesia untuk sebagian besar produk yang
termasuk dalam kategori produk prospektif menunjukkan tren positif. Tren
tertinggi ditunjukkan oleh produk perhiasan, komoditas udang, dan produk
alas kaki, dengan masing-masing sebesar 26,87%, 16,85%, dan 12,17%.
Hanya 1 (satu) kelompok produk yang termasuk dalam kategori produk
prospektif yang menunjukkan tren negatif, yakni komoditi coklat (kakao),
dengan nilai tren sebesar -7,28%.
Bagan 3-15. Tren Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk-Produk Utama Indonesia
Periode 2010-2014 (yoy), dalam persen
26.87
16.85
12.17
10.43
5.49
6.32
5.44
4.69
2.63
-7.28
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas
Indonesia atas produk-produk yang masuk dalam kategori produk ekspor
prospektif Indonesia menunjukkan peningkatan yang menggembirakan.
Adapun tren yang ditunjukkan dari periode 2010 - 2014 secara keseluruhan
sebesar 10,40% (periode tahun 2015 belum disertakan karena data belum
selesai hingga Desember). Diharapkan, pada tahun berikutnya pertumbuhan
ekspor non migas Indonesia untuk produk-produk yang termasuk dalam
kategori produk prospektif akan meningkat seiring dengan berbagai program
yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun selanjutnya. Program dan
kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor
antara lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan
pengembangan produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi
pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
Sasaran Strategis 4:
Menurunnya Hambatan Akses Pasar (Tarif dan Non Tarif)
53
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
11
Penurunan index Non - Tariff Measures
38,32
44,09
84,9%
Penurunan rata-rata terbobot tarif di
negara mitra(perbedaan dari baseline
2013)
9,05
9,31
Pertumbuhan nilai ekspor yang
menggunakan Surat Keterangan Asal
Preferensi
6%
37%
(baseline tahun 2013 berdasarkan data
WTO)
12
13
1
97,13%
617%
Keterangan:
1
Penghitungan menggunakan realisasi kinerja ekspor tahun 2014.
IK 11: Penurunan Non-Tariff Measures Index
Pengukuran indikator Non Tariff Measure (NTM), umumnya suatu negara akan
merujuk pada indikator yang digunakan oleh organisasi perdagangan dunia
atau World Trade Organization (WTO). Adapun dalam situs resmi WTO,
terdapat database khusus yang menghitung besaran NTM di setiap negara
anggota yang dinamakan Integrated Trade Intelligence Portal (I-TIP). Dalam
statistik tersebut, dapat terlihat perkembangan kebijakan NTM yang
dikenakan oleh suatu negara terhadap barang yang diekspor oleh negara mitra
dagang.
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan penurunan nilai
index NTM sebesar 38,32 dengan realisasi 44,09 atau dengan persentase
capaian sebesar 84,94%. Capaian index NTM tersebut memang masih belum
memenuhi target yang ditetapkan. Namun demikian, nilai index tersebut,
masih lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai index tahun 2014, yaitu
sebesar 58,06.
Nilai index tersebut didapat dari observasi data kebijakan NTM yang
diterapkan oleh lima negara mitra dagang utama yaitu Jepang, China, Amerika
Serikat, India, dan Singapura yang merupakan tolak ukur keberhasilan
penurunan NTM secara umum yang notabene merupakan lima besar negara
pangsa ekspor Indonesia.
Adapun jenis NTM yang diobservasi antara lain Anti dumping (ADP),
Safeguards (SG), Sanitary and Phytosanitary (SPS) Emergency and Regular,
Special Safeguard (SSG), Technical Barriers to Trade (TBT), Countervailing
(CV). Status NTM yang diobservasi adalah NTM yang bersifat in force atau yang
telah ditetapkan, dengan periode NTM per tahun selama 10 tahun.
54
Tabel 3-5. Perkembangan Kebijakan NTM in force per tahun
Negara Mitra Dagang Utama Indonesia Periode 2002-2015
2002
China
India
Japan
Singapore
United
States of
America
2003
1
1
4
3
8
11
0
54
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
0
0
0
17
0
0
2
6
0
0
1
13
0
1
2
13
0
5
5
8
1
13
6
17
1
104
6
20
3
8
4
22
6
8
5
19
5
2
4
9
7
2
6
14
4
12
1
11
3
66
84
66
76
120
102
163
145
190
160
139
106
69
Sumber: WTO (DIolah oleh Ditjen PPI Kemendag, 2015)
Setelah memperoleh data tersebut, masing-masing total NTM untuk setiap
negara dibobot berdasarkan pangsa pasar ekspor masing-masing negara.
Pangsa pasar ekspor dihitung berdasarkan total nilai ekspor kelima negara.
Selanjutnya, nilai terbobot lima negara dijumlahkan sehingga diperoleh total
NTM terbobot dari kelima negara mitra.
Sebagai upaya untuk dapat menurunkan nilai index NTM tersebut,
Kementerian Perdagangan secara aktif berkoordinasi dengan seluruh
stakeholders untuk menyiapkan posisi Indonesia terkait kebijakan-kebijakan
negara mitra yang dapat menghambat akses pasar ekspor Indonesia yang
kemudian disampaikan pada sidang-sidang di forum WTO maupun pada
pertemuan-pertemuan yang dilakukan secara bilateral.
IK12: Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra perbedaan dari
baseline 2013
Dalam upaya meningkatkan peran perdagangan internasional bagi
pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah melakukan berbagai kerja sama
perdagangan internasional guna menurunkan hambatan tarif dan non tarif
yang diharapkan dapat meningkatkan keunggulan komparatif produk nasional
di pasar negara partner. Pencapaian penurunan tarif sebagai hasil kerja sama
perdagangan internasional dapat diukur indikator rata-rata tarif sederhana
maupun rata-rata tarif terbobot.
Dalam rata-rata tarif sederhana, nampak bahwa penurunan tarif masingmasing produk dijumlahkan dan dibagi populasi. Ini artinya, upaya
penurunan tarif impor di negara tujuan ekspor pada sektor yang tidak
memiliki ekspor juga akan menurunkan rata-rata tarif sederhana sehingga
penurunan tarif tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh domestik. Sementara
itu, rata-rata tarif terbobot, memberikan bobot yang kecil pada sektor yang
memiliki ekspor kecil dan memberikan bobot yang besar pada sektor yang
memiliki ekspor besar. Artinya, penurunan tarif impor di negara tujuan ekspor
pada sektor yang nilai ekspornya kecil tidak banyak berpengaruh terhadap
pencapaian target penurunan tarif impor di negara partner,demikian juga
sebaliknya. Oleh karena itu indikator rata-rata tarif terbobot lebih baik
digunakan sebagai indikator pencapaian penurunan tarif dalam kerja sama
55
perdagangan internasional. Hal ini dimaksudkan untuk meningkakan
konsentrasi permintaan penurunan tarif di negara-negara dan di sektor-sektor
yang masih memiliki hambatan tarif yang tinggi.
Target tahunan penurunan rata-rata tarif terbobot didasarkan pada perkiraan
proyeksi penyelesaian perundingan dengan negara partner, nilai ekspor ke
negara tersebut dan proyeksi penurunan tarif impor yang diperoleh dari
negara impor tersebut. Rata-rata penurunan tarif terbobot di negara mitra
dihitung berdasarkan komitmen Jepang China, Korea, India, Australia, dan
New Zealand terhadap Indonesia pada Perundingan ASEAN dengan Mitra
Dialog.) Adapun besarnya target penurunan rata-rata terbobot tarif di negara
mitra selama periode 2015-2019 adalah sebesar 2,2. Lebih rinci, ditargetkan
terjadi penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra dari 9,05 pada tahun
2015.
Berdasarkan penjelasan di atas, pada tahun 2015, capaian indikator
penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra sebesar 9,31 atau dengan
persentase capaian sebesar 97,13%. Nilai tersebut memang masih belum
mencapai target yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh menurunya kinerja
ekspor Indonesia, dan Indonesia masih belum bisa menikmati konsesi
penurunan tarif dalam kerangka ASEAN-Jepang CEP karena Indonesia belum
menyelesaikan proses harmonisasi tarif. Namun demikian, berdasarkan hasil
rapat koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
Kementerian Keuangan c.q Ditjen Bea dan Cukai akan melakukan
harmonisasi tarif dimaksud, sehingga Indonesia dapat segera menikmati
konsesi penurunan tarif untuk ekspor ke Jepang.
IK13: Pertumbuhan Nilai Ekspor yang Menggunakan SKA Preferensi
Surat Keterangan Asal (SKA) Preferensi merupakan dokumen yang berfungsi
sebagai persyaratan dalam memperoleh preferensi, yang disertakan pada
barang ekspor tertentu untuk memperoleh fasilitas pembebasan sebagian atau
seluruh bea masuk, yang diberikan oleh suatu negara/kelompok negara
tertentu.
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menetapkan pertumbuhan
nilai eskpor yang menggunakan SKA Preferensi dengan target sebesar 6%.
Selain bertujuan untuk mengukur kinerja Kementerian Perdagangan dalam
rangka menurunkan hambatan perdagangan dalam hal ini penurunan tarif,
penetapan indikator ini juga dapat melihat seberapa besar manfaat dari hasil
perundingan kerja sama perdagangan internasional yang dilakukan oleh
Indonesia dengan negara mitra.
Kerja sama FTA dalam kerangka regional yang melibatkan Indonesia baik di
lingkup internal ASEAN maupun eksternal ASEAN (ASEAN+1), yaitu: ASEAN
Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang menggunakan SKA Form D; ASEANIndia FTA, yang menggunakan SKA Form AI; ASEAN-Korea FTA, yang
56
menggunakan SKA Form AK; ASEAN-Australia-New Zealand yang
menggunakan SKA Form AANZ; dan ASEAN-China FTA yang menggunakan
SKA Form E. Sedangkan dalam kerangka kerja sama bilateral, yaitu IndonesiaJapan EPA, yang menggunakan SKA Form IJEPA dan Indonesia-Pakistan PTA,
yang menggunakan Form IP.
Tabel 3-6. Realisasi Pertumbuhan Nilai Ekspor yang Menggunakan SKA Preferensi
2014
No
Jenis Form
1
FORM AANZ
Jumlah
SKA
45.129
2.836.990.728,06
2
FORM AI
27.174
10.471.939.172,68
3
FORM AK
49.605
9.526.328.005,56
4
FORM D
151.914
16.615.784.883,25
5
FORM E
68.691
15.566.899.413,43
6
FORM IJEPA
71.192
7
FORM IP
TOTAL
2015
Total FOB (USD)
Pertumbuh
an
Jumlah SKA
Pertumbuh
an Nilai
FOB
5.184.297.824
2.347.307.095,67
Total
SKA
91.015
2%
-17%
13.625.310.922,52
57.681
24.097.250.095
12%
30%
12.374.209.401,28
99.467
21.900.537.407
1%
30%
154.281
18.761.946.686,62
306.195
35.377.731.570
2%
13%
69.973
33.018.706.539,16
138.664
48.585.605.953
2%
112%
9.921.314.797,25
71.632
9.482.976.040,30
142.824
19.404.290.838
1%
-4%
8.910
1.467.115.000,98
9.447
1.476.424.872,35
18.357
2.943.539.873
422.615
66.406.372.001
431.588
91.086.881.558
854.203
157.493.253.559
6%
2%
1%
37%
Nilai FOB (USD)
Jumlah
SKA
45.886
TOTAL
30.507
49.862
Nilai FOB (USD)
Sumber: Ditjen Daglu, Kemendag.
Jika melihat pada tabel di atas, bahwa pada tahun 2015 terjadi peningkatan
nilai ekspor yang menggunakan SKA Preferensi sebesar 37% atau dengan nilai
sebesar US$ 91,086 juta jika dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2014
yang hanya sebesar US$ 66,046 juta. Jika mengacu pada target yang
ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan yaitu sebesar 6%, maka realisasi
capaian kinerja pertumbuhan nilai ekspor berdsarkan SKA Preferensi adalah
sebesar 617%.
Tingginya realisasi tersebut didukung dengan usaha Kementerian Perdagangan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para stakeholders untuk
dapat memanfaatkan hasil FTA melalui berbagai forum, baik dalam bentuk
sosialisasi maupun konsultasi publik.
57
Sasaran Strategis 5:
Meningkatnya Promosi Citra Produk Ekspor (Nation Branding)
No
14
Indikator Kinerja
Skor dimensi ekspor dalam Simon
Anholt Nation Branding Index (NBI)
Target
Realisasi
% Capaian
45-46
46,67
103,7%
IK 14: Nation Branding Index (NBI)
Citra suatu negara di dunia internasional biasanya diukur melalui peringkat
suatu negara menurut Nation Branding Index (NBI) yang dikeluarkan oleh
beberapa lembaga survey independen asing. Dalam hal ini, Kementerian
Perdagangan c.q. Ditjen PEN mengambil hasil Nation Branding Index (NBI)
yang disusun oleh Simon Anholt. Indeks tersebut merupakan hasil
penggabungan dari sejumlah dimensi yang dianggap berpengaruh terhadap
branding suatu negara, yakni pariwisata, ekspor, pemerintahan, investasi dan
imigrasi, kebudayaan, dan masyarakat.
Namun demikian, Kementerian
Perdagangan hanya memfokuskan kegiatan nation branding pada dimensi
ekspor.
Pada tahun 2015, skor dimensi ekspor NBI Indonesia mencapai angka 46,67.
Secara spesifik, skor dimensi ekspor ini merupakan akumulasi dari jawaban
responden atas beberapa atribut yang terkait dengan persepsi masyarakat
dunia terhadap ekspor Indonesia. Atribut tersebut antara lain berkaitan
dengan kontribusi Indonesia terhadap inovasi di bidang ilmu pengetahuan,
pengaruh negara asal (country of origin) terhadap keinginan masyarakat global
untuk membeli suatu produk, dan derajat kreativitas suatu negara.
Jika dibandingkan dengan skor dimensi ekspor tahun 2014, skor NBI dimensi
ekspor tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,17 poin. Adapun skor
dimensi ekspor NBI tahun 2014 adalah sebesar 46,5. Tingkat capaian yang
ditunjukkan pada tahun 2015 dibandingkan dengan target yang ditetapkan
adalah 103,7%.
Walaupun menunjukkan peningkatan dari sisi skor, peringkat Indonesia pada
dimensi ekspor di tahun 2015 mengalami penurunan sedikit dibanding tahun
sebelumnya. Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ke-39 dari 50
negara, sementara di tahun 2014 Indonesia menduduki posisi ke-38.
Bagan 3-16. Nilai Dimensi Ekspor NBI Simon Anholt 2011 - 2015
58
Sumber: Simon Anholt NBI (Diolah Ditjen PEN Kemendag, 2015)
Mesir masih menjadi negara dengan opini paling baik untuk citra Indonesia
(peringkat 30). Setelah Mesir, negara yang memberikan opini paling baik
adalah Jepang yang diikuti oleh beberapa negara emerging market yaitu Afrika
Selatan, Korea Selatan, Turki, Rusia, India dan Meksiko. Di sisi berbeda,
Kanada merupakan negara dengan penilaian terburuk bagi Indonesia,
demikian pula dengan sejumlah negara lainnya RRT, Brasil, Polandia, Italia,
dan Australia.
Apabila dilihat dari atribut individual, Indonesia memiliki kinerja terbaik dari
sisi “ilmu pengetahuan/sains”. Terkait atribut dimaksud, Indonesia diapresiasi
secara baik oleh Mesir, Jepang, Afrika Selatan, dan Korea Selatan. Sementara
itu dari atribut “reputasi sebagai negara kreatif”, negara-negara yang
memberikan respon positif juga merupakan negara-negara yang memberikan
nilai baik pada atribut “ilmu pengetahuan”.
Pada survey yang dilakukan di tahun 2015, NBI Simon Anholt melibatkan 20
negara panel yang selanjutnya memberikan persepsi mereka terhadap 50
negara yang disurvey. Dua puluh negara tersebut adalah Amerika Serikat,
Kanada, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Swedia, Rusia, Polandia, Turki,
Jepang, RRT, Korea Selatan, India, Australia, Argentina, Brazil, Meksiko,
Mesir, dan Afrika Selatan. Di antara ke-20 negara tersebut, Mesir merupakan
negara dengan opini paling baik untuk citra ekspor Indonesia, diikuti oleh
India, Meksiko, dan Brazil. Sementara itu, negara yang memberikan respon
paling buruk terhadap citra ekspor Indonesia adalah Jerman, Korea Selatan,
dan Polandia.
Untuk keseluruhan sub atribut pada dimensi ekspor, Indonesia menduduki
peringkat yang bervariasi, yakni peringkat 37 untuk sub atribut reputasi atas
ilmu pengetahuan dan teknologi, peringkat 39 pada sub atribut “reputasi dari
pengalaman pembelian produk” dan sub atribut “reputasi sebagai negara
kreatif”. Adapun untuk sub atribut “reputasi terhadap negara sebagai tempat
untuk berbisnis dan berlibur”, “favorability”, dan “familiarity”, Indonesia
memperoleh peringkat berturut-turut yakni peringkat 41, 42, dan 44.
59
Peringkat terbaik Indonesia ditunjukkan pada sub atribut “reputasi atas
pengalaman pembelian produk dan hasil kunjungan website” dimana
Indonesia meraih peringkat 34 dari 50 negara.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, untuk dimensi
ekspor di tahun 2015, Indonesia masih berada di bawah negara-negara lain
seperti Singapura (peringkat 22), Thailand (peringkat 32). Akan tetapi jika
dibandingkan dengan perbaikan skor dimensi ekspor, peningkatan skor kedua
negara tersebut pada tahun 2015 masih di bawah Indonesia. Untuk negaranegara Asia lainnya, Indonesia juga berada di bawah Jepang (peringkat 2), RRT
(peringkat 12), Korea Selatan (peringkat 13), Taiwan (peringkat 24), dan India
(peringkat 26).
Sebagai upaya untuk membangun citra Indonesia di mata dunia, pada tahun
2015, Kementerian Perdagangan c.q. Ditjen PEN telah melakukan sejumlah
upaya, antara lain pembuatan materi iklan televisi (television commercial/TVC)
untuk Nation Branding yang mengangkat mengenai kopi nusantara,
pelaksanaan kegiatan Focus Group Discussion untuk membahas mengenai
pengembangan konsep Nation Branding, serta partisipasi pada ajang
internasional World Expo Milano (WEM) 2015.
Gambar 3-1. Paviliun Indonesia pada World Expo Milano 2015
World Expo Milano (WEM) 2015 merupakan pameran universal non-komersial
yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun. Expo sebelumnya diselenggarakan
di Shanghai, RRT pada tahun 2010. WEM 2015 diselenggarakan selama 6
bulan dari 1 Mei hingga 31 Oktober 2015. Partisipasi Indonesia pada WEM
2015 diwakili oleh Koperasi Pelestari Budaya Indonesia (KPBN) pada Expo
Milano 2015 dengan mengusung tema “The Stage of The World”. Desain
Paviliun Indonesia menggunakan konsep Bubu dan Lumbung sesuai dengan
tema WEM 2015 yaitu “Feeding the Planet: Energy for Life”, dan menempati
areal seluas 1.175 m2. Desain Paviliun Indonesia termasuk sebagai salah satu
dari “24 Most Impressive Designs” menurut kantor berita CNN. Paviliun
Indonesia rata-rata dikunjungi sekitar 20.000 pengunjung selama bulan
Agustus 2015. Pada 28 September s.d. 2 Oktober 2015, di Paviliun Indonesia
juga dilaksanakan Indonesia Coffee Week yang terdiri dari serangkaian
60
kegiatan seperti coffee cupping, networking, dan free tasting. Paviliun
Indonesia termasuk ke dalam 10 besar paviliun yang mendapat kunjungan
tamu terbanyak dengan jumlah pengunjung lebih dari empat juta orang, atau
paviliun ASEAN dengan kunjungan tamu terbanyak, mengalahkan Malaysia
dan Thailand. Hingga akhir kegiatan, Paviliun Indonesia dikunjungi oleh
sebanyak 4.012.228 pengunjung.
Diharapkan melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tersebut, citra produk
Indonesia di mata masyarakat dunia dari tahun ke tahun akan semakin baik,
dan pada gilirannya akan meningkatkan ekspor Indonesia.
Selain itu, sebagai amanat dari Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun
2014, saat ini Kementerian Perdagangan sedang mempersiapkan penyusunan
Rancangan Peraturan Presiden tentang Kampanye Pencitraan Indonesia.
Untuk lebih memaksimalkan pembangunan dan peningkatan citra Indonesia,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan mapping negara-negara/ kawasan
yang menjadi sasaran pembangunan citra Indonesia sehingga kegiatan
pencitraan lebih terfokus.
61
Sasaran Strategis 6: Optimalnya kinerja kelembagaan ekspor
No
15
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
500
593
118,6%
2
1
50%
10%
10%
100%
Peningkatan pemanfaatan laporan pasar
ekspor (market intelligent dan market brief)
oleh dunia usaha
16
Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat
Promosi di dalam dan luar negeri
17
Persentase UMKM peserta pelatihan ekspor
yang menjadi eksportir baru
IK 15: Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor oleh dunia usaha
Dalam era kemajuan teknologi dan liberalisasi perdagangan, informasi menjadi
salah satu hal yang sangat penting dalam perdagangan internasional.
Informasi yang akurat dan komprehensif akan membantu para pelaku usaha
Indonesia dalam merancang strategi untuk melakukan penetrasi maupun
strategi memasarkan produknya di pasar tujuan ekspor, selaras dengan upaya
menciptakan diversifikasi pasar dan produk ekspor. Kementerian Perdagangan
melalui Ditjen PEN terus berupaya memberikan informasi yang komprehensif
dan akurat mengenai peluang-peluang maupun hambatan-hambatan ekspor
baik di negara-negara tujuan ekspor utama maupun negara-negara tujuan
ekspor prospektif melalui penyusunan kajian-kajian pasar.
Pada tahun 2014, telah dilakukan penyusunan laporan ringkas pasar tujuan
ekspor (market brief) dan laporan analisis pasar tujuan ekspor (market
intelligence). Laporan Ringkas Pasar Tujuan Ekspor (market brief) merupakan
informasi yang tertuang dalam laporan ringkas pasar tujuan ekspor ini adalah
mengenai kondisi pasar tujuan ekspor serta potensi, segmentasi, peluang,
selera & perilaku konsumen, peraturan ekspor – impor dan juga hambatanhambatan yang mungkin akan dihadapi para eksportir Indonesia dalam
memasuki pasar tujuan ekspor tersebut. Pada tahun 2014, telah dilakukan
penyusunan sebanyak 12 laporan ringkas pasar tujuan ekspor, antara lain
untuk pasar Amerika Serikat, Chile, Argentina, Ukraina, Inggris, Rusia, Mesir,
Persatuan Emirat Arab (PEA), Kenya, Australia, Filipina, dan India. Sementara
itu, laporan analisis pasar tujuan ekspor (market intelligence) merupakan
pengamatan langsung terhadap pasar produk potensial, segmen pasar, strategi
pesaing, dengan melihat kondisi negara target pasar untuk melakukan
kegiatan penetrasi pasar produk Indonesia. Pada tahun 2014, juga te;ah
dilakukan sebanyak 12 kegiatan pengamatan pasar ke sejumlah negara
sebagai berikut Bulgaria, Turki, Kolombia, Brazil, Rusia, Peru, Kazakhstan,
Saudi Arabia, Afrika Selatan, Persatuan Emirat Arab, Taiwan, dan Hongkong.
62
Informasi tersebut kemudian disampaikan kepada dunia usaha melalui
berbagai media, termasuk melalui layanan online Membership Services. Selama
tahun 2015, tercatat informasi pasar tersebut (market brief dan market
intelligence) telah diunduh oleh 593 pelaku usaha. Realisasi ini menunjukkan
tingkat capaian sebesar 118,6% dari target yang ditetapkan (500 pelaku
usaha). Untuk indikator ini tidak dapat dilakukan dengan capaian tahun
sebelumnya, mengingat perhitungan jumlah unduhan informasi pasar baru
dilakukan pada tahun 2015.
IK 16: Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di dalam dan
luar negeri (unit)
Sebagai salah satu upaya untuk mempromosikan produk ekspor Indonesia di
pasar global, selain penggiatan promosi dagang, Kementerian Perdagangan c.q.
Ditjen PEN juga merencanakan pendirian Windows to Remarkable Indonesia
sebagai sarana untuk menampilkan dan memperkenalkan produk-produk
berkualitas Indonesia di berbagai negara. Pada tahun 2015, telah dibuka
fasilitas ini di Nanning, RRT. Windows to Remarkable Indonesia ini
menampilkan berbagai jenis produk ekspor seperti furnitur dan produk
makanan. Windows to Remarkable Indonesia berlokasi di China-ASEAN Plaza,
Nanning, Republik Rakyat Tiongkok. Selain mempunyai lokasi yang strategis,
China-ASEAN Plaza memiliki beberapa kelebihan, seperti terdaftar di berbagai
online shop terkemuka RRT (Alibaba, dll) dan juga memiliki fasilitas registered
mobile application shop.
Kegiatan Windows to Remarkable Indonesia memberikan berbagai fasilitas
kepada para peserta yang berpartisipasi, yaitu ruang pamer dengan luas total
472 m2, pengiriman sampel product, kegiatan one on one business matching,
promosi melalui official website dan pencetakan brosur/booklet berisi profil
peserta. Peserta yang berpartisipasi pada kegiatan ini berjumlah 36 (tiga puluh
enam) perusahaan dari sektor furnitur, home decor, handicraft, makanan dan
minuman, sarang burung walet, produk kecantikan dan spa, perhiasan,
tekstil, dan sepatu. Windows to Remarkable Indonesia dibuka secara resmi
pada tanggal 17 September 2015 dalam konsep galeri atau display only
berbasis business to business.
Capaian untuk indikator ini tidak dapat dibandingkan dengan capaian tahuntahun sebelumnya, mengingat indikator ini merupakan indikator/kegiatan
baru sebagai hasil refocusing penganggaran Kementerian Perdagangan.
Untuk tahun selanjutnya, akan dilaksanakan pembukaan beberapa kantor
pusat distribusi, termasuk di antaranya House of Indonesia (HoI) di Bremen,
Jerman. Adapun persiapan yang telah dilakukan di antaranya melaksanakan
pertemuan dengan para pelaku usaha/eksportir calon peserta HoI,
penyebaran informasi melalui sosialisasi ke daerah/provinsi di Indonesia,
membangun situs web HoI dengan alamat www.hoi-germany.com, dan
sebagainya. HoI Bremen akan berlokasi di Friederich Ebert Strasse, Lt. 1,
63
Gedung Der Lloyd Hof yang berada di tengah kota dan berdekatan dengan
shopping mall Karstadt, C&A. Hingga saat ini, produk-produk yang siap untuk
dipromosikan di HoI Bremen antara lain kopi, teh, rempah, gula kelapa, snack
food, furnitur, produk spa, seasoning, handicraft dan interior decoration.
IK 17:
Persentase
eksportir baru
UMKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi
Sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas pelaku ekspor Indonesia,
Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan ekspor. Kegiatan pelatihan dan pendidikan ekspor yang
diadakan melalui Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia
(BBPPEI) dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) bidang pelatihan yaitu
Perdagangan Internasional, Pengembangan Produk, Pembiayaan dan
Pembayaran Ekspor, Promosi/Komunikasi Ekspor, Strategi Pemasaran
Ekspor, Manajemen Mutu dan Pemilihan Distributor.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan ekspor ini kemudian ditindaklanjuti
dengan penyelenggaraan kegiatan coaching program atau pendampingan pada
eksportir maupun calon eksportir Indonesia. Peserta kegiatan ini adalah
alumni dari kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh BBPPEI.
Dalam program pendampingan tersebut, peserta diberikan pendampingan
secara bertahap untuk kesiapan ekspor. Tahap awal atau tahap 1 yaitu tahap
persiapan ekspor (0 – 3 bulan) merupakan pendampingan mengenai
pembuatan perencanaan bisnis internasional. Tahap selanjutnya atau tahap 2
yaitu tahap pengembangan pasar (3 – 6 bulan) berupa pendampingan dalam
menyusun strategi memasuki pasar ekspor. Kemudian pendampingan tahap
akhir atau tahap 3 yaitu tahap memasuki pasar (6-12) berupa pembekalan
keterampilan teknis untuk melakukan penetrasi pasar secara individu
(mandiri). Dalam pendampingan tersebut, materi pendampingan antara lain
berupa pembuatan analisis SWOT, strategi pemasaran, costing and pricing,
serta pengembangan produk.
Pada tahun 2014, sebanyak 120 peserta (perusahaan) mengikuti program
pendampingan tersebut. Dari peserta program tersebut, sebanyak 20 peserta
berhasil menjadi eksportir. Pada tahun 2015, ditargetkan terjadi peningkatan
jumlah peserta pelatihan yang menjadi eksportir sebanyak 10 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 22 eksportir. Pada tahun
2015, jumlah peserta pelatihan yang menjadi eksportir sebanyak 22 eksportir.
Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebanyak 10% kenaikan
jumlah eksportir baru, maka jumlah 22 eksportir baru menunjukkan capaian
sebesar 100% (10% kenaikan setara dengan 22 eksportir baru). Adapun untuk
kegiatan pelatihan, pada tahun 2015 telah dilaksanakan sebanyak 117
angkatan pelatihan dengan jumlah peserta sebanyak 4.055 peserta. Jika
dibandingkan dengan capaian selama beberapa tahun terakhir, jumlah peserta
64
coaching program yang menjadi eksportir
sebagaimana ditunjukkan pada grafik
menunjukkan
peningkatan
Bagan 3-17. Jumlah Eksportir Baru Peserta Coaching Program, 2012 - 2015
Sumber: Ditjen PEN - Kemendag
Sasaran Strategis 7: Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Impor
No
18
Indikator Kinerja
Penurunan pangsa impor barang
konsumsi terhadap total impor
Target
Realisasi
% Capaian
7%
7,49%
93,5%
IK 18: Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap total impor
Nilai realisasi impor barang konsumsi yang dihitung berdasarkan pos tarif/HS
10 digit sampai dengan bulan November 2015, maka nilainya mencapai US$
9,75 miliar atau memberikan kontribusi sebesar 7.49% dari keseluruan impor
Indonesia. Persentase tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan
target tahun 2015 sebesar 7%.
Pada indikator kinerja ini, realisasi yang semakin rendah dibandingkan
dengan target akan semakin baik sehingga dalam penghitungan tingkat
capaian mempunyai hubungan berbanding terbalik antara target dan realisasi.
Oleh sebab itu, realisasi indikator kinerja sebesar 7,49% menunjukkan bahwa
indikator kinerja ini memiliki tingkat capaian sebesar 93,46% di bawah target.
Jika dibandingkan dengan kontribusi pada tahun sebelumnya yakni mencapai
7.11% atau senilai US$ 12,67 miliar maka terjadi penurunan kontribusi impor
barang konsumsi selama periode Tahun 2015.
65
Selama tahun 2015 dilakukan pengetatan impor produk yang sebelumnya
mengalami kenaikan seperti telepon seluler, elektronika dan makanan
sehingga dapat mendorong laju impor atas produk tersebut masing-masing
sebesar 36,65%, 28,49% dan 4,14%. Namun demikian, secara keseluruhan
target kontribusi impor sebesar 7% belum terpenuhi yang dikarenakan adanya
peningkatan impor pada obat tradisional dan suplemen kesehatan, mainan
anak dan alas kaki masing-masing sebesar 32,59%, 20,55% dan 10,41%.
Bagan 3-18. Nilai Impor Produk Konsumsi Tahun 2014-2015 (Dalam US$ Juta)
Sumber: Laporan VPTI (diolah Ditjen Daglu, Kemendag)
Dalam pengelolaan impor barang-barang konsumsi, Kementerian Perdagangan
melakukan beberapa langkah kebijakan dengan memperketat dan mengurangi
alokasi impor beberapa komoditas yang termasuk dalam konsumsi
masyarakat atau rumah tangga yakni elektronika, hortikultura, telepon
seluler, obat herbal dan kosmetik. Selain itu, sebagai upaya mendorong
peningkatan daya saing dan iklim berusaha, bebrapa produk konsumsi
dilakukan pengaturan kembali dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi
yakni untuk impor produk tertentu, produk hortikultura, TPT, dan TPT
bermotif batik.
66
Sasaran Strategis 8: Meningkatnya Pertumbuhan PDB Sektor
Perdagangan
No
19
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
5,0%
3,14%
Pertumbuhan PDB sub kategori
Perdagangan Besar dan Eceran,
2
% Capaian
62,7%
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
Keterangan:
2
Angka sangat sangat sementara (realisasi Januari-Oktober 2015).
IK 19: Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran,
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya
pertumbuhan PDB sektor perdagangan adalah pertumbuhan PDB sub kategori
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor. Pertumbuhan
PDB sektor perdagangan tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional
yang sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya adalah konsumsi
masyarakat dan konsumsi pemerintah. Oleh karena itu, meningkatnya daya
beli masyarakat dan pengeluaran pemerintah dapat mendorong laju
pertumbuhan
konsumsi
nasional
sehingga
memacu
pertumbuhan
perekonomian nasional.
Sesuai dengan target yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019, pertumbuhan
perekonomian nasional yang diukur melalui pertumbuhan PDB pada tahun
2015 diperkirakan mencapai 5,0%. Ekspektasi pertumbuhan di atas ditunjang
dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat yang mencapai 5,4% dan
pengeluaran pemerintah sebesar 4,0%. Selanjutnya, pertumbuhan PDB
nasional diproyeksikan akan mengalami peningkatan menjadi sebesar 8%
pada tahun 2019. Hal ini ditopang dengan pertumbuhan konsumsi
masyarakat sebesar 5,9% dan pengeluaran pemerintah sebesar 6,2% pada
tahun 2019. Mempertimbangkan hal-hal tersebut, seperti yang tercantum di
dalam RPJMN 2015-2019 target pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan
Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor pada tahun 2015 adalah
sebesar 5,0%.
Sejak tahun 2011, pertumbuhan PDB sektor sub kategori Perdagangan Besar
dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor cukup fluktuatif. Pertumbuhan
PDB sub kategori ini pada tahun 2011 sebesar 11,5%, kemudian di tahun
2012, menurun cukup signifikan, yaitu hanya sebesar 5,7%. Kemudian pada
tahun 2013, pertumbuhan PDB sektor perdagangan kembali menurun
menjadi 3,4%. Sedangkan di tahun 2014, pertumbuhan PDB mengalami
peningkatan menjadi 5,2%.
Namun, pada tahun 2015 Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar
dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan dibanding
67
tahun 2014. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, besaran PDB untuk sub
kategori ini adalah Rp 730,3 miliar, atau tumbuh sekitar 3.1% dibandingkan
dengan besaran PDB sampai dengan triwulan III tahun 2014 sebesar Rp 708
miliar. Pertumbuhan PDB ini melambat dibandingkan periode yang sama pada
tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,2%.
Bagan 3-19. Pertumbuhan PDB Sub-Kategori Perdagangan Besar dan Eceran,
Bukan Mobil dan Sepeda Motor Tahun 2011 – 2015***
11.5%
5.7%
5.2%
3.4%
2011
2012
2013
3.1%
2014
2015
Keterangan: *** Angka sangat sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)
Realisasi pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran
Bukan Mobil dan Sepeda Motor sampai dengan triwulan tiga tahun 2015
masih lebih rendah dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebesar
5%. Beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan PDB di
tahun 2015, antara lain:
1) Belum mengklasifikan e-commerce ke dalam KBLI “Perdagangan
Eceran Melalui Pemesanan Pos atau Internet”
Di era globalisasi ini, perdagangan melalui sistem elektronik mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Transaksi e-commerce pada tahun 2015
mencapai nilai US$3,56 miliar. Pada KBLI tahun 2015, transaksi ecommerce untuk komoditi makanan, minuman, tembakau, kimia,
kosmetik, tekstil, alas kaki, bahan perlengkapan rumah tangga, dan
beberapa komoditi terkait lainnya diklasifikasikan ke dalam kategori “Portal
Web” dan “Kegiatan Pemrograman Komputer”. Padahal, jika diteliti lebih
lanjut, komoditi-komoditi tersebut seharusnya masuk ke dalam klasifikasi
kategori “Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos atau Internet”.
Belum terserapnya nilai transaksi e-commerce untuk komoditi-komoditi
tersebut menyebabkan PDB pada kategori Perdagangan Besar dan Eceran,
Bukan Mobil dan Sepeda Motor, tidak menggambarkan nilai yang
sesungguhnya berada di lapangan.
68
2) Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
PDB mencerminkan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu negara. Nilai PDB berbanding lurus
dengan daya saing ekonomi. Semakin melemah nilai rupiah maka semakin
menurun PDB. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada
tahun 2015 yang menembus hingga Rp13.000 lebih per 1 US$,
menyebabkan pengaruh ke berbagai bidang, tak terkecuali perdagangan.
Pelemahan rupiah ini cukup memberatkan pelaku usaha, terutama yang
menggunakan bahan baku impor karena biaya produksi menjadi
meningkat. Peningkatan biaya produksi membuat produsen terpaksa
meningkatkan harga jual barang sehingga konsumsi masyarakatpun
menurun.
3) Penurunan konsumsi Pemerintah
Konsumsi Pemerintah memiliki kontribusi terhadap besarnya PDB. Di
tahun 2015, terjadi penurunan konsumsi Pemerintah akibat keterlambatan
belanja. Keterlambatan ini disebabkan transisi anggaran dari Pemerintah
sebelumnya kepada Pemerintah baru yang membutuhkan waktu untuk
penyesuaian. Umumnya belanja Pemerintah dimulai bulan Januari Februari. Namun karena transisi Pemerintah, kegiatan belanja ini mundur
menjadi bulan Maret – April. Keterlambatan belanja Pemerintah ini
menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran untuk konsumsi yang
berimbas pada penurunan nilai PDB.
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan PDB untuk sub kategori
Perdagangan Besar dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor, Ditjen PDN
melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Mengusulkan Revisi Perpres No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Negatif
Investasi dalam E-commerce
Kementerian Perdagangan mengusulkan kepada Badan Pusat Statistik
(BPS) bahwa perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) hanya
dikelompokkan dalam KBLI 4791 bidang usaha “Perdagangan Eceran
Melalui Pemesanan Pos atau Internet” yang terdiri dari:
-
KBLI 47911 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Komoditi
Makanan, Minuman, Tembakau, Kimia, Farmasi, Kosmetik, dan Alat
Laboratorium;
-
KBLI 47912 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Komoditi
Tekstil, Pakaian, Alas Kaki, dan Barang Keperluan Pribadi;
-
KBLI 47913 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk
Perlengkapan Rumah Tangga dan Perlengkapan Dapur;
Bahan
69
-
KBLI 47914 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Barang
Campuran sebagaimana tersebut dalam 47911 s.d 47913;
-
KBLI 47919 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Berbagai Macam
Barang Lainnya.
Selanjutnya, penggunaan KBLI 6312 “Portal Web” dan KBLI 62010
“Kegiatan Pemrograman Komputer” hanya untuk bidang usaha yang
spesialisasinya adalah pembuatan portal web (email, chatting, akses ke
berbagai sumber daya) dan pemrograman komputer saja (jasa konsultasi
yang berkaitan dengan design dan pemrograman yang siap pakai), tidak
digunakan sebagai klasifikasi usaha Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, transaksi
e-commerce pada tahun 2015 mencapai nilai US$3.56 miliar. Tiga produk
paling populer dalam e-commerce adalah pakaian (67%), sepatu (20.2%),
dan tas (20%). Jika produk-produk tersebut masuk ke dalam klasifikasi
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, tentu saja nilai PDB untuk sub
kategori Perdagangan Besar dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor
akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
b. Pengembangan Kelembagaan dan Usaha
PDB merupakan indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi
suatu negara. Untuk meningkatkan PDB, maka digunakan salah satu
strategi pembangunan yaitu melalui upaya pengembangan potensi. Salah
satu bentuk pengembangan yang dapat dilakukan adalah pengembangan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang
kemudian juga berpengaruh terhadap perekenomian secara nasional.
Beberapa upaya Ditjen PDN untuk mengembangkan UKM di Indonesia,
antara lain:
1) Pendampingan waralaba nasional
Pendampingan untuk waralaba-waralaba di Indonesia dilakukan di tiga
lokasi, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Denpasar dengan jumlah peserta
120 waralaba. Pendampingan ini dilakukan melalui pemberian materi
untuk para peserta. Materi yang diberikan mengenai penyusunan
perjanjian waralaba antara frachisor dan franchisee, pengelolaan
keuangan melalui penyusunan laporan keuangan, dan kelayakan
waralaba.
2) Fasilitasi UKM waralaba/potensial waralaba
Fasilitasi UKM waralaba/potensial waralaba adalah dengan mengikuti
pameran waralaba baik di dalam negeri maupun luar negeri. Fasilitasi
70
ini dilakukan dalam bentuk penyediaan booth/stand tanpa dipungut
biaya pada pameran-pameran waralaba tingkat nasional maupun
berskala internasional. Pameran waralaba di dalam negeri diadakan di
Jakarta, Banjarmasin, Surabaya, dan Bandung. Jumlah peserta
pameran ini mencapai 98 UKM. Untuk pameran waralaba di luar negeri
diselenggarakan di Hongkong, Dubai, Manila, dan Taiwan. Beberapa
UKM yang mengikuti pameran waralaba di luar negeri antara lain Bakmi
Naga, Jojo Cup, Kaizen, D’Goen Cafe, Origamii, Royal Tea Roci,
Nakamura Healing, Sour Sally, Macs Auto, Griya Farma, Bakso Cak To,
Aussy Burger, Kedai Kebab Baba Rafi, Bebek Sari Rasa Pak Ndut H.
Mahmudi. Beberapa UKM tersebut bahkan berhasil membuka cabang di
luar negeri, seperti Kedai Kebab Baba Rafi yang telah berhasil membuka
cabang di Manila, Srilanka, dan Belanda.
Sasaran Strategis 9:
Meningkatnya konektivitas distribusi dan logistik nasional
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
20
Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
67
51
76,1%
21
Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
70
78
111,4%
22
Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
2
0
0%
23
Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A
n/a
n/a
yang telah direvitalisasi
10 %
Target pembangunan pasar rakyat sesuai yang tertuang dalam RPJMN tahun
2015-2019 adalah sebanyak 5000 pasar. Target pembangunan tersebut
merupakan tugas bersama dari beberapa Kementerian/Lembaga, salah
satunya adalah Kementerian Perdagangan.
IK 20: Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
Sebagai salah satu upaya untuk mencapai target dimaksud, selama periode
2015-2019 Kementerian Perdagangan memproyeksikan pembangunan pasar
rakyat Tipe A sebanyak 67 – 100 pasar per tahun.
Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan pembangunan pasar
Rakyat Tipe A sebanyak 67 pasar. Dalam anggaran reguler ditetapkan 26
Pasar Rakyat Tipe A yang akan dibangun, penambahan anggaran melalui
mekanisme APBNP-P menyebabkan penamban sebanyak 51 Pasar Rakyat
71
Tipe A. Sehingga total keseluruhan Pasar Rakyat Tipe A yang menjadi target
untuk pembangunan pada tahun 2015 sebanyak 77 Pasar Rakyat.
Realisasi pencapaian output pembangunan Pasar Rakyat Tipe A tahun 2015
yang sudah mencapai 100 % sebanyak 51 pasar rakyat. Realiasasi Fisik yang
sudah lebih dari 85 % sebanyak 14 pasar rakyat, yang masih kurang dari 85
% sebanyak 2 pasar rakyat, yang tidak melaksanakan ada 7 pasar rakyat,
serta yang belum konfirmasi ada sebanyak 3 pasar rakyat.
Rendahnya pencapaian output dikarenakan terkendala oleh keterbatasan
waktu, cuaca / kondisi alam,terkait lahan, lelang fisik sehingga tidak dapat
dilaksanakan, serta force major atau bencana alam.
IK 21: Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan pembangunan pasar
Rakyat Tipe B sebanyak 70 pasar. Dalam anggaran reguler ditetapkan 13
Pasar Rakyat Tipe B yang akan dibangun, penambahan anggaran melalui
mekanisme APBNP-P menyebabkan penamban sebanyak 94 Pasar Rakyat
Tipe B. Sehingga total keseluruhan Pasar Rakyat Tipe A yang menjadi target
untuk pembangunan pada tahun 2015 sebanyak 109 Pasar Rakyat.
Realisasi pencapaian output pembangunan Pasar Rakyat Tipe B tahun 2015
yang sudah mencapai 100 % sebanyak 78 pasar rakyat. Realiasasi Fisik yang
sudah lebih dari 85 % sebanyak 9 pasar rakyat, yang masih kurang dari 85 %
sebanyak 5 pasar rakyat, yang tidak melaksanakan ada 10 pasar rakyat, serta
yang belum konfirmasi ada sebanyak 7 pasar rakyat.
Rendahnya pencapaian output dikarenakan terkendala oleh keterbatasan
waktu, cuaca / kondisi alam,terkait lahan, lelang fisik sehingga tidak dapat
dilaksanakan, serta force major atau bencana alam.
IK 22: Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
Adapun target Pusat Distribusi Regional yang dibangun adalah 2 unit per
tahun. Dalam anggaran regular ditetapkan 2 Pusat Distribusi akan dibangun
di Daerah Sumatera Seladan dan Kalimantan Selatan namun karena
permasalahan waktu serta revisi DIPA yang terbit pada bulan Agustus, dan
khususnya di Kalimantan Selatan terdapat kesalahan dalam menyusun RAB
harga satuan tertinggi bahan materian sehingga anggaran pembangunan
Pusat Distribus Regional dianggarkan pada tahun 2016.
IK 23: Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah
direvitalisasi
72
Sementara itu, Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah
direvitalisasi ditargetkan mengalami peningkatan 10 – 20% sepanjang periode
2015-2019. Bahwa sampai dengan ahir tahun 2015 data omzet masih dalam
tahap pendataan, karena pihak ke 3 sebagai pemenang dalam pekerjaan ini
kontrak nya baru di tanda tangani pada 1 Juli 2015 dan kegiatan nya baru
dilakukan pada 1 Agustus 2015 maka pertumbuhan omzet pasar tersebut
belum dapat diukur.
Sasaran Strategis 10:
Meningkatnya Kontribusi Produk Dalam Negeri
dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional
No
24
Indikator Kinerja
Peningkatan kontribusi produk dalam negeri
dalam konsumsi rumah tangga nasional
Target
Realisasi
% Capaian
92,3%
97,4%***
104.5
Keterangan: *** Angka sangat sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)
IK 24: Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi
rumah tangga nasional
Sasaran yang ingin dicapai dari peningkatan penggunaan dan perdagangan
produk dalam negeri adalah meningkatnya konsumsi produk dalam negeri
dalam konsumsi rumah tangga nasional. Penetapan sasaran ini bertujuan
untuk mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri sehingga pada
akhirnya dapat turut serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain
itu, meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk dalam negeri dapat
membantu menguatkan daya saing dari produk nasional dan meningkatkan
citra dari produk dalam negeri. Pada akhirnya, meningkatnya produksi dalam
negeri, menguatnya daya saing produk nasional, dan meningkatnya citra dari
produk dalam negeri dapat memberikan stimulus besar bagi lahirnya
kemandirian ekonomi melalui keseimbangan, kemajuan dan kesatuan
ekonomi.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya Konsumsi
Produk Dalam Negeri dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional adalah
peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga
nasional. Indikator ini menggambarkan besarnya proporsi penggunaan produk
dalam negeri terhadap konsumsi rumah tangga secara nasional. Selanjutnya,
kontribusi produk dalam negeri dalam rumah tangga nasional itu sendiri basis
perhitungannya berdasarkan pertumbuhan tingkat konsumsi barang dalam
negeri terhadap PDB. Adapun target dari peningkatan kontribusi produk
73
dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional sepanjang tahun 20152019 adalah sebesar 92,3% - 93,1%.
Persentase penggunaan barang produksi dalam negeri terhadap pengeluaran
konsumsi rumah tangga sejak tahun 2011 relatif tinggi. Pada tahun 2011,
rasionya adalah sebesar 96,8%. Rasio penggunaan produk dalam negeri
meningkat di tahun 2012 namun tidak signifikan, yaitu sebesar 97,2%.
Kemudian rasio ini kembali meningkat namun tidak begitu signifikan, yaitu
sebesar 97,3%, dan pada tahun 2014 rasio ini mengalami penurunan, yaitu
sebesar 97%.
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan berhasil mencapai target
perjanjian kinerja “Peningkatan Kontribusi Produk dalam Negeri dalam
Konsumsi Rumah Tangga Nasional”. Rasio penggunaan produk dalam negeri
yang ditargetkan untuk tahun 2015 adalah 92.3%. Adapun realisasi sampai
dengan September 2015 adalah sebesar 97.4%.
Penggunaan produk dalam negeri untuk tahun 2015 pada triwulan III
meningkat 0.4% dibandingkan tahun 2014. Sampai dengan triwulan III tahun
2015, besarnya penggunaan produk dalam negeri adalah Rp 3,5 triliun, atau
tumbuh sekitar 5,6% dibandingkan dengan penggunaan produk dalam negeri
sampai dengan triwulan III tahun 2014 sebesar Rp 3,3 triliun. Hal ini
didukung oleh penurunan impor barang konsumsi. Berdasarkan data realisasi
impor Indonesia bulan Januari – September 2015 dari BPS, terjadi penurunan
impor barang konsumsi sebesar 15.2% dibandingkan periode yang sama pada
tahun 2014. Kontraksi impor barang konsumsi terindikasi dari impor mobil
penumpang yang menurun. Penurunan impor juga terjadi pada golongan
barang lainnya, seperti barang baku penolong dan barang modal yang masingmasing mengalami penurunan sebesar 20.68% dan 11.17%.
Dalam rangka meningkatkan kontribusi penggunaan produk dalam negeri,
Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Fasilitasi UMKM:
1) Bimbingan teknis/workshop UMKM dalam rangka meningkatkan
pemahaman dan kapasitas pelaku usaha (Packaging, Pemasaran,
Manajemen Keuangan) agar dapat memaksimalkan potensi pasar dalam
negeri.
2) Pemberian bantuan sarana usaha perdagangan (tenda, gerobak dagang,
coolbox, peralatan/mesin kemasan, perlengkapan pedagang jamu).
Bantuan sarana ini diharapkan dapat membantu UMKM agar
produknya mampu bersaing di pasar dalam negeri.
b. Promosi:
1) Partisipasi pameran dalam negeri, yaitu upaya memperluas pemasaran
produk UMKM dengan mengikutsertakan dalam pameran dalam negeri,
74
dimana dalam kurun waktu 2006-2014 Kemendag telah memfasilitasi +
1.793 UKM untuk mengikuti pameran dalam negeri.
2) Penyelenggaraan Pameran Pangan Nusa dan Pameran Produk Dalam
Negeri Regional/Nasional
3) Pencanangan Hari Penggunaan Produk Dalam Negeri melalui berbagai
event antara lain: Hari Sepatu Nasional, Gerakan Minum Jamu
Nasional yang disertai dengan surat himbauan yang ditujukan
pemerintah propinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia.
4) Kampanye 100% Cinta Indonesia yaitu suatu gerakan mengajak dan
mengedukasi masyarakat untuk lebih mencintai, membeli dan
menggunakan hasil karya Anak bangsa.
5) Sosialisasi dan iklan layanan masyarakat. Sosialisasi ini dilakukan
melalui Media Elektronik (TV, Radio,LED), Media Cetak (Koran,
Billboard, Majalah), dan Media Online tentang Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri (P3DN) dan Pameran Produk Dalam Negeri pada
Pusat Perbelanjaan Modern. Selain itu,, juga dilakukan kampanye P3DN
melalui jalur pendidikan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan
seluruh Indonesia serta Sosialisasi kepada pelaku Usaha untuk
penggunaan label 100% Cinta Indonesia.
c. Advokasi dan Peningkatan Kerjasama (Kemitraan)
1) Forum dagang/misi dagang lokal. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk mempertemukan antara UMKM dari berbagai propinsi dengan
propinsi lain (penjual dan pembeli) yang pada gilirannyaproduk-produk
unggulan dari satu daerah akan banyak beredar didaerah lain sehingga
produk dalam negeri menguasai pasar di seluruh propinsi serta
meningkatkan transaksi domestik.
75
Sasaran Strategis 11: Optimalisasi/Penguatan Pasar Berjangka
Komoditi, Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang
No
25
Indikator Kinerja
Target
Pertumbuhan Volume Transaksi
2%
Perdagangan Berjangka Komoditi
26
Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang
1,8%
diterbitkan
27
Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
0,38%
Realisasi
% Capaian
7,11%
355,5%
-30,31%
-1683,9%
-66,87%
-17597,4%
IK 25: Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi
Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) di Indonesia sudah berlangsung sejak
tahun 2000, dimana hal ini ditandai dengan berdirinya PT Bursa Berjangka
Jakarta (BBJ) dan pada tahun 2009 berdiri PT Bursa Komoditi dan Derivatif
Indonesia (BKDI) sehingga saat ini Indonesia memiliki 2 (dua) Bursa
Berjangka.
PBK diharapkan dapat meberikan peran yang strategis dalam perekonomian
nasional Indonesia di era perdagangan bebas saat ini yaitu sebagai sarana
pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai (hedging)
dan sarana pembentukan harga (price discovery) yang wajar dan transparan
serta alternatif investasi bagi pelaku usaha.
Pada Tahun 2015, Kementerian Perdagangan menetapkan target atas
Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK)
adalah sebesar 2%, dan sampai dengan berakhirnya tahun 2015 realisasi atas
indikator tersebut adalah sebesar 7,11% dengan tingkat capaian sebesar
355,5%. Realisasi tersebut diperoleh dengan membandingkan total volume
transaksi PBK pada periode Tahun 2015 sebesar 6.590.530 lot dengan total
volume transaksi PBK Tahun 2014 sebesar 6.153.009 lot.
Tabel 3-7. Perkembangan Volume Transaksi PBK Periode 2013 – 2015
Jenis
Kontrak
2013
2014
2015
Volume
(lot)
Share
(%)
Volume
(lot)
+/- (%)
Share
(%)
Volume
(Lot)
+/- (%)
Share
(%)
Multilateral
1.262.572
18,37
1.109.175
↓ -12,15
18,03
1.280.801
↑15,47
19,43
Bilateral
(SPA)
5.611.426
81,63
5.043.834
↓ -10,11
81,97
5.309.729
↑ 5,27
80,57
Total
6.873.998
6.153.009
↓ -10,49
6.590.530
↑ 7,11
Sumber: PT BBJ dan PT BKDI (diolah Bappebti)
76
Peningkatan volume transaksi PBK di tahun 2015 jika dibandingkan dengan
volume transaksi PBK pada tahun 2014 lebih dikarenakan telah membaiknya
kondisi perekonomian baik di Indonesia maupun di global dimana pada tahun
2014 terjadi krisis ekonomi yang dialami oleh beberapa negara maju. Namun
demikian jika dibandingkan dengan volume transaksi PBK pada tahun 2013,
capaian pada tahun 2015 masih lebih rendah sebesar -4,12%.
Selain capaian volume transaksi PBK yang menunjukkan kinerja positif di
tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 2014, capaian atas volume
transaksi multilateral juga menunjukkan adanya pertumbuhan, yaitu sebesar
15,47%. Hal ini juga terlihat dari capaian transaksi multilateral di tahun 2015
jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang menunjukkan adanya
pertumbuhan sebesar 1,44%.
Hal positif lainnya, adalah kontribusi (share) dari transaksi multilateral di
tahun 2015 sebesar 19,43% yang menunjukkan peningkatan jika
dibandingkan dengan share di tahun 2014 sebesar 18,03% dan 2013 sebesar
18,37%. Namun demikian, kontribusi (share) dari transaksi bilateral (Sistem
Perdagangan Alternatif/SPA) di tahun 2015 masih dominan, yaitu sebesar
80,57%. Hal ini dikarenakan:
1. Pemahaman pelaku usaha dalam transaksi multilateral masih kurang jika
dibandingkan dengan transaksi bilateral (SPA), sehingga diperlukan
edukasi secara berkelanjutan;
2. Masyarakat masih cenderung menyenangi transaksi bilateral dikarenakan
lebih mudah proses transaksinya (tidak memerlukan proses tawar
menawar);
3. Tidak semua Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka
likuid, sehingga dibutuhkan adanya kajian/review atas beberapa kontrak
tersebut ataupun penambahan beberapa Kontrak Berjangka baru;
4. Likuiditas transaksi multilateral masih rendah karena minimnya
pengetahuan masyarakat dan nasabah. Disamping itu berlanjutnya tren
penurunan harga komoditas akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan
rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS menjadi tantangan
meningkatkan likuiditas transaksi komoditas di Bursa Berjangka;
5. Citra Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) buruk karena demo yang
dilakukan nasabah yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha PBK
diekspose oleh media massa nasional.
Solusi untuk mengatasi permasalahan di atas adalah:
1. Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku usaha melalui sosialisasi;
2. Peningkatan jumlah pelatihan teknis terhadap pelaku usaha PBK;
77
3. Peningkatan jumlah cakupan komoditi yang diperdagangkan di Bursa
Berjangka;
4. Penengakan hukum terhadap pelaku usaha di bidang PBK;
5. Peningkatan literasi di bidang PBK melalui edukasi dan sosialisasi kepada
pelaku usaha, nasabah, masyarakat, aparat penegak hukum dan instansi
terkait;
6. Mendorong penyempurnaan sistem perdagangan dan sistem pengawasan
yang sesuai dengan standar internasional;
7. Kerjasama Internasional di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam pada periode Tahun 2015 untuk
mendukung pencapaian target adalah melalui pengawasan transaksi PBK.
Dengan memperhatikan tingkat capaian Pertumbuhan Volume Transaksi
Perdagangan Berjangka Komoditi Tahun 2015 sebesar 7,11% dan melihat
besaran target Tahun 2016 dan 2017 sebesar 4 dan 5 %, maka dapat dilihat
bahwa capaian Tahun 2015 telah melampaui target jangka menengah yang
telah ditetapkan di dalam Rencana Strategis (Renstra).
IK 26: Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan
Sejak diterbitkannya Undang-Undang No 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang yang kemudian diubah dengan UU No 9 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas UU No 9 Tahun 2006, maka pelaksanaan Sistem Resi Gudang
(SRG) telah resmi dipergunakan sebagai salah satu instrumen bagi para
pelaku usaha khususnya petani/kelompok tani dalam melakukan
penyimpanan barang dalam rangka tunda jual dan perolehan kredit dari Bank.
Tabel 3-8. Perkembangan Nilai Transaksi SRG Tahun 2013 – 2015
+/- (%)
Tahun
Nilai (Rp)
2013
108.948.556.100
2014
116.416.391.200
↑ 6,85
2015
81.135.514.490
↓ -30,32
Sumber: Bappebti Kemendag
Pada Tahun 2015, Kemendag telah menetapkan target atas pertumbuhan Nilai
Resi Gudang yang diterbitkan adalah sebesar 1,8%, dan dalam perjalanannya
sampai dengan akhir Desember Tahun 2015 realisasi atas target dimaksud
adalah sebesar -30,31% atau tidak memenuhi target, dimana nilai Resi
Gudang yang diterbitkan di tahun 2015 adalah sebesar Rp 81.135.514.490,00
78
lebih rendah dari nilai Resi Gudang yang diterbitkan pada tahun 2014 yaitu
sebesar Rp 116.416.391.200,00.
Belum tercapainya target atas indikator di atas dikarenakan adanya beberapa
kendala ataupun hambatan di lapangan, yaitu:
1. Harga gabah di tingkat petani pada periode tersebut cukup tinggi sehingga
petani tidak melakukan tunda jual melalui SRG;
2. Terhentinya operasionalisasi gudang SRG di beberapa daerah yang selama
ini aktif dalam penerbitan SRG karena keterbatasan SDM Pengelola
Gudang.
Upaya/tindak lanjut yang diperlukan untuk mencapai target adalah:
1. Melakukan kerjasama dengan stakeholder terkait seperti Kementerian
Koperasi dan UKM, Pemda, Kementerian Pertanian, BI, BULOG, Perpadi
dalam peningkatan pemanfaatan SRG;
2. Melakukan sosialiasi, edukasi dan asistensi teknis kepada petani, poktan,
gapoktan, koperasi, UKM dan pelaku usaha lainnya di daerah;
3. Melibatkan peran aktif penyuluh lapangan dalam membantu petani
memanfaatkan SRG;
4. Mengoptimalkan pemanfaatan gudang-gudang yang telah tersedia (Pemda,
BULOG, Koperasi, dan Swasta lainnya) sebagai gudang SRG;
5. Penyiapan calon pengelola gudang di daerah dengan pola pendampingan
yang dibiayai melalui APBN;
6. Penyempurnaan Peraturan di bidang Sistem Resi Gudang.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada Tahun 2015 untuk mendukung
pencapaian target indikator tersebut adalah:
1. Asistensi Sistem Resi Gudang;
2. Penguatan kelembagaan SRG;
3. Pengawasan kelembagaan SRG;
4. Evaluasi pelaksanaan SRG;
5. Pemantauan Pelaksanaan Subsidi SRG.
Dengan memperhatikan realisasi atas indikator nilai Resi Gudang yang
diterbitkan di tahun 2015 sebesar -30,31%, maka dibutuhkan komitmen dan
koordinasi yang baik dari seluruh stakeholder dalam proses pencapaian
kinerja yang ditetapkan untuk tahun 2016 adalah Pertumbuhan Nilai Resi
Gudang sebesar 2%.
79
Ik 27: Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
Pelaksanaan Pasar Lelang Forward di Indonesia didasari oleh Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 650/MPP/Kep/10/2004 tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Pasar Lelang dengan Penyerahan Kemudian
(Forward) Komoditi Agro yang kemudian di atur kembali dalam UndangUndang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pelaksanaan Pasar Lelang
bertujuan untuk memperpendek mata rantai perdagangan dan terciptanya
transparansi harga atas komoditi serta diharapkan dapat meminimalisir
disparitas harga komoditi antar pulau.
Kementerian Perdagangan pada Tahun 2015 telah menetapkan target atas
indikator Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang sebesar 0,38% dan
realisasi atas indikator ini adalah sebesar -66,87% atau belum memenuhi
target yang ditetapkan. Hal ini ditunjukkan dari Nilai Transaksi di Pasar
Lelang pada Tahun 2015 adalah sebesar Rp240.464.569.850,00 dan bila
dibandingkan dengan nilai transaksi Pasar Lelang pada Tahun 2014 sebesar
Rp725.807.684.000, maka nilai transaksi di pasar lelang pada Tahun 2015
mengalami penurunan sebesar -66,87%.
Tabel 3-9. Perkembangan Nilai Transaksi PLK Tahun 2013 – 2015
Tahun
Nilai (Rp)
2013
1.069.107.975.300
2014
725.807.684.000
2015
240.464.569.850
+/- (%)
↓ -32,11
↓ -66,87
Sumber: Bappebti Kemendag
Belum tercapainya realisasi atas target yang telah ditetapkan disebabkan oleh
beberapa masalah yang dihadapi, seperti:
1. Penyelenggaraan pasar lelang tahun 2015 mulai efektif dilakukan pada
bulan April 2015 karena menunggu revisi RKAKL Dana Dekonsentrasi;
2. Penyelenggaraan Pasar Lelang di daerah yang telah melakukan revitalisasi
yang masih rendah, dikarenakan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh
Penyelenggara Lelang (swasta).
3. Dengan hanya mentransaksikan komoditi unggulan serta menyeleksi
peserta di daerah yang telah melakukan revitalisasi pasar lelang menjadi
salah satu faktor menurunnya nilai transaksi pasar lelang.
Upaya/tindak lanjut yang diperlukan untuk mencapai target adalah:
80
1. Sinergi anggaran dinas dan swasta dalam penyelenggaraan pasar lelang
yang dilakukan oleh 5 daerah yang telah melaksanakan revitalisasi pasar
lelang (penyelenggara PLK swasta);
2. Melakukan sosialiasi, edukasi dan asistensi teknis kepada stakeholder
pasar lelang;
3. Mendorong 5 pihak penyelenggara Pasar Lelang Swasta untuk mencari
sponsor dalam mendukung Penyelenggaraan Pasar Lelang.
4. Melakukan konsolidasi penyelenggaraan pasar lelang dengan stakeholder
pasar lelang di daerah (Dinas yang membidangi perdagangan, pelaku
usaha, perbankan, dan instansi terkait)
5. Penyempurnaan Peraturan di bidang Pasar Lelang
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2015 untuk mendukung
pencapaian target indikator tersebut adalah:
1. Pembinaan dan Evaluasi Pasar Lelang;
2. Pengolahan Data Transaksi Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang
Dengan memperhatikan realisasi atas Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar
Lelang selama Tahun 2015 adalah sebesar -66,31%, maka upaya atau tindak
lanjut yang telah ditetapkan dalam rangka mengatasi masalah yang ada di
2015 harus dilakukan dengan baik dan harus didukung oleh seluruh
stakeholder sehingga target Tahun 2016 dan 2017 sebesar 0,4% dan 0,5%
dapat tercapai.
81
Sasaran Strategis 12: Memperkecil Kesenjangan Harga Barang
Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Antar Daerah
No
28
Indikator Kinerja
Koefisien variasi harga barang
kebutuhan pokok antar wilayah
Target
Realisasi
% Capaian
< 14.2%
14%
100%
IK 28: Memperkecil kesenjangan harga barang kebutuhan pokok adalah
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja memperkecil kesenjangan
harga barang kebutuhan pokok adalah Koefisien variasi harga barang
kebutuhan pokok antar wilayah. Pada tahun 2015, target dari koefisien variasi
dimaksud sesuai dengan RPJMN 2015-2019 adalah kurang dari 14,2%. Hal ini
dapat diartikan bahwa pada tahun 2015 perbedaan harga suatu komoditi di
suatu daerah terhadap harga rata-rata nasional adalah kurang dari 14.2%.
Selanjutnya, pada tahun 2019 diproyeksikan bahwa target dari koefisien
dimaksud menurun hingga kurang dari 13%. Hal ini dapat diartikan bahwa
pada tahun 2019 perbedaan harga suatu komoditi di suatu daerah terhadap
harga rata-rata nasional adalah kurang dari 13%.
Indikator ini menggambarkan kondisi perbedaan harga barang kebutuhan
pokok di seluruh daerah. Adapun barang kebutuhan pokok yang akan yang
menjadi target untuk pengukuran sasaran memperkecil kesenjangan harga
barang kebutuhan pokok antar daerah dan stabilisasi harga barang
kebutuhan pokok terdiri dari 10 (sepuluh) komoditi barang kebutuhan pokok
yaitu: (1) beras; (2) gula; (3) minyak goreng; (4) terigu; (5) kedelai; (6) jagung;
(7) susu; (8) daging sapi; (9) daging ayam; (10) telur ayam.
Secara
daerah
adalah
14,2%.
14,3%,
umum, sejak tahun 2011 sampai 2014, KV harga bahan pokok antar
selalu mengalami peningkatan. Tahun 2011, KV harga bahan pokok
13,7%. Kemudian di tahun 2012 meningkat cukup signifikan sebesar
Pada tahun 2013, KV harga bahan pokok antar daerah adalah sebesar
dan pada tahun 2014 menjadi 14,5%.
82
Sesuai Perjanjian Kinerja Ditjen PDN tahun 2015, KV antar wilayah
ditargetkan berada di bawah 14.2%. Adapun realisasi KV antar wilayah di
Tabel 3-10. Tabel Koefisien Variasi Harga Antar Provinsi
tahun 2015 berada di angka 14%. Persentase capaian terhadap target kontrak
kinerja pada tahun 2015 sebesar 14% menurun dibandingkan persentase
capaian tahun 2014 yang sebesar 14.5%. Penurunan persentase KV antar
wilayah ini menunjukkan turunnya disparitas harga antar daerah untuk
barang kebutuhan pokok. Penurunan disparitas harga mengindikasikan
distribusi barang kebutuhan pokok di tahun 2015 semakin baik dibandingkan
tahun sebelumnya dan diharapkan kesenjangan daya beli masyarakat di satu
daerah dengan daerah lain semakin kecil. Dengan kata lain, pasar kebutuhan
barang pokok diharapkan semakin efisien.
Sumber: BPPP Kemendag (2015)
Jika melihat KV masing-masing komoditi, pada tahun 2015, nilai KV untuk
komoditi jagung, kedelai, dan telur ayam masih berada di atas 14.2%.
Berdasarkan pemantauan harga di ibu kota Provinsi, beberapa daerah yang
mengalami tingkat harga jagung yang cukup tinggi adalah Jakarta, Tanjung
Pinang, Jayapura, dan Banten, sedangkan harga terendah terjadi di Mataram,
Yogyakarta, Semarang, dan Palu.
Kemudian untuk komoditi kedelai, wilayah yang harganya relatif tinggi adalah
Jayapura dan Manokwari dengan harga tertinggi Rp15.000/kg di Jayapura.
Disparitas harga untuk komoditi kedelai ini disebabkan masalah distribusi
karena lokasinya yang berada di wilayah Indonesia Timur, sedangkan
mayoritas sentra produksi kedelai berada di wilayah Indonesia Barat,
khususnya Pulau Jawa.
Selanjutnya untuk komoditi telur ayam, terjadi fluktuasi harga yang berbedabeda pada tiap wilayah. Harga telur ayam ras yang paling stabil terdapat di
83
kota Gorontalo, sedangkan harga telur ayam ras yang paling berfluktuasi
terdapat di kota Pontianak.
Dalam rangka menurunkan koefisien variasi harga barang pokok antar
wilayah, Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Pemantauan Harga dan Pengawasan
1)
Melakukan pemantauan harga harian di 33 propinsi di 165 pasar, dan
dipublikasikan melalui website: ews.kemendag.go.id
2)
Melakukan pemantauan kondisi harga dan pasokan langsung ke pasar
tradisional (Pasar Klender, Pasar Santa, Pasar Meruya – DKI Jakarta,
Pasar Sentral – Gorontalo, Pasar Johar - Semarang) maupun ke pasar
induk (Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar
Induk Tanah Tinggi – Tangerang dan Pasar Induk Cibitung - Bekasi).
3)
Melakukan pengawasan langsung/sidak ke gudang barang kebutuhan
pokok dengan target awal wilayah Jabodetabek dalam rangka
antisipasi aksi spekulasi para pelaku distribusi yang mengambil
keuntungan secara sepihak. Objek pengawasan antara lain:
-
Tanda Daftar Gudang (TDG).
-
Stok Barang Kebutuhan Pokok yang disimpan di gudang.
-
Pasokan keluar masuk barang di gudang.
-
Waktu pengiriman order barang.
b. Peningkatan Distribusi Barang Pokok
1) Melakukan kerjasama dengan Kemenhub dan Asosiasi Perusahaan
Logistik untuk peningkatan efisiensi logistik & distribusi, dengan
kesepakatan:
Kemendag:
- Mengatur pelaku usaha distribusi terdaftar harus menggunakan
truck yang dilengkapi sistem tracking dan tracing.
- Mendorong optimalisasi penggunaan gudang di sekitar pelabuhan.
Kemenhub:
- Mewajibkan dan menyediakan alat tracking dan tracing untuk
angkutan truk.
- Memproses subsidi angkutan barang (PT. PELNI, Jakarta Lyoid dan
DAMRI).
84
- Memanfaatkan kapal perintis angkutan laut sebagai gerai berjalan
(toko maritim atau apung).
- Mendorong
storage.
perusahaan
angkutan kontainer menyiapkan
open
- Mendorong INSA untuk berpartisipasi mengembangkan pelayaran di
wilayah tengah dan timur Indonesia dan ALFI berpartisipasi
mengembangkan distribution center di sentra produksi.
2)
Mengirimkan surat kepada Gubernur seluruh Indonesia No.584/MDAG/SD/7/2015 untuk mengintensifkan pemantauan stok, pasokan
dan harga barang kebutuhan pokok guna memastikan kecukupan stok
serta kelancaran distribusi khususnya di sentra-sentra utama
produksi dan gudang yang ada di wilayah kerja masing-masing.
3)
Bekerjasama dengan BIN dan POLRI untuk pengamanan distribusi dan
pencegahan aksi spekulasi melalui penundaan pengeluaran beras dari
tempat penyimpanan/gudang.
4)
Melakukan fasilitasi kemitraan pelaku usaha sapi/daging sapi di 8
provinsi sentra produksi dan sudah terealisasi di 3 provinsi, yaitu Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Kegiatan ini dihadiri oleh K/L terkait
(Kemenko Perekonomian, Kementan, Dinas Perdagangan, dan Dinas
Peternakan Daerah), pelaku usaha sapi/daging sapi di sentra
konsumsi (asosiasi feedlotter, importir, distributor, dan industri
penguna daging sapi), serta pelaku usaha sapi/daging sapi di sentra
produksi (peternak, kelompok peternak, koperasi peternak, RPH, dan
pedagang ternak). Kegiatan ini bertujuan untuk membangun jaringan
bisnis/pemasaran antara pelaku usaha daging sapi di provinsi sentra
produksi dengan provinsi sentra konsumsi serta mengembangkan
koordinasi daerah sentra ternak dengan daerah konsumen untuk
menjamin kelancaran distribusi pasokan sapi/daging sapi. Bentuk
kegiatan:
- Pemaparan
yang
dilakukan
oleh
pelaku
usaha
dan
peternak/kelompok ternak/koperasi ternak/RPH terkait kondisi
peternakan/industri pengolahan yang dimiliki dan kondisi yang
diharapkan dari mitranya.
- Peninjauan peternakan/kelompok ternak/koperasi ternak.
- Penandatangan MoU kerjasama antara
peternak/kelompok ternak/koperasi/RPH.
5)
pelaku
usaha
dan
Mendukung terselenggaranya Tol Laut untuk distribusi barang
kebutuhan pokok di pulau-pulau terluar yang diluncurkan Menteri
Perdagangan dan Menteri Perhubungan pada 4 November 2015 di
Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini merupakan tindak lanjut dari Gerai
85
Maritim yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan pada 19
Juni 2015.
c. Penetapan Kebijakan
1)
Menetapkan Perpres 71 tahun 2015 tentang Barang Kebutuhan Pokok
dan Barang Penting serta pengaturan pengendaliannya. Isi dari Perpres
ini menetapkan barang kebutuhan pokok dan barang penting serta
upaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menjaga
ketersediaan barang tersebut di seluruh wilayah NKRI dalam jumlah
yang cukup, harga yang stabil, dan terjangkau.
2)
Melakukan deregulasi peraturan perdagangan antarpulau komoditi
gula dalam rangka memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha
gula dan mengurangi hambatan distribusi gula antarpulau melalui
penyederhanaan proses perizinan, melalui Permendag No. 74/MDAG/PER/9/2015 tentang Perdagangan Antarpulau Gula Kristal
Rafinasi. Pokok-pokok pengaturan Permendag dimaksud sebagai
berikut:
- Menghilangkan pengaturan terhadap perdagangan gula kristal putih
antar pulau (tidak ada pengaturan SPPGAP dan PGAPT).
- Pengaturan perdagangan antarpulau hanya berlaku untuk Gula
Kristal Rafinasi.
- Pelaku usaha yang dapat mengantarpulaukan GKR hanya produsen
GKR.
- Menghilangkan
persyaratan
rekomendasi
dari
Perindustrian dalam pendistribusian GKR antarpulau.
Kementerian
- Persyaratan perdagangan antarpulau GKR adalah permohonan dari
Produsen GKR dan bukti permintaan dari industri pengguna.
- Surat Persetujuan Perdagangan Antarpulau GKR (SPPAGKR) berlaku
selama 2 bulan dan dapat diperpanjang untuk 1 bulan berikutnya.
- Produsen dilarang menyalurkan GKR melalui distributor kecuali
dalam kondisi tertentu yaitu meningkatnya permintaan kebutuhan
GKR dari IKM atau keperluan lainnya dalam rangka hari besar
keagamaan nasional, di daerah tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu,
dengan
rekomendasi
dari
Kementerian
Perindustrian/Kementerian Koperasi dan disetujui oleh Menteri
Perdagangan.
- Sanksi terhadap Produsen GKR yang melanggar ketentuan akan
diberikan teguran tertulis, pencabutan SPPAGKR sampai dengan
Pembekuan Surat Persetujuan Impor.
86
Sasaran Strategis 13: Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan
Barang Penting
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
29
Koefisien variasi harga barang kebutuhan
pokok antar waktu
< 9%
3,3%
100%
IK 29: Menurunnya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar
waktu
Sasaran kedua dari peningkatan kelancaran distribusi dan jaminan pasokan
barang kebutuhan pokok adalah stabilisasi harga barang kebutuhan pokok.
Sasaran ini menggambarkan bahwa harga komoditi barang kebutuhan pokok
secara nasional dalam satu tahun tidak mengalami fluktuasi harga yang
ekstrim.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja stabilisasi harga barang
kebutuhan pokok adalah menurunnya koefisien variasi harga barang
kebutuhan pokok antar waktu. Target dari koefisien dimaksud sepanjang
tahun 2015-2019 sesuai dengan target dari RPJMN 2015-2019 adalah kurang
dari 9%. Adapun komoditi barang kebutuhan pokok dan barang penting yang
menjadi target pengukuran indikator sasaran ini adalah 10 (sepuluh) komoditi
barang kebutuhan pokok sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
Secara umum, sejak tahun 2011 sampai tahun 2014, KV harga bahan pokok
antar waktu selalu berada di bawah target RPJMN 2015 – 2019 sebesar 9%.
Dari tahun 2011 sampai tahun 2013, KV harga bahan pokok antar waktu
selalu meningkat dari 3,5% s.d 4%, kemudian mengalami penurunan yang
cukup signifikan di tahun 2014 menjadi 2,7%.
Di tahun 2015 ini, Kementerian Perdagangan berhasil mempertahankan dan
mengendalikan stabilitas harga barang kebutuhan pokok. Hal ini tercermin
pada realisasi koefisien variasi yang berada di bawah target 9%, yaitu sebesar
3.3%. Semakin kecil nilai koefisien variasi mengindikasikan bahwa disparitas
harga barang pokok dari bulan Januari hingga bulan Desember 2015 relatif
kecil.
Adapun nilai koefisien variasi ini meningkat 22.2% dibandingkan tahun 2014.
Persentase capaian KV harga antar wilayah pada tahun 2015 sebesar 3.3%
meningkat dibandingkan persentase capaian tahun 2014 yang sebesar 2.7%.
Peningkakan persentase koefisien variasi ini mengindikasikan bahwa harga
barang pokok pada tahun 2014 lebih stabil daripada tahun 2015. Namun
meskipun meningkat, persentase koefisien variasi tahun 2015 masih berada
dalam batas wajar di bawah 9%.
87
Tabel 3-11. Capaian Koefisien Variasi Barang Kebutuhan Pokok 2010 - 2015
Sumber: BPPP Kemendag (2015)
Berdasarkan Tabel 9 di atas, pada tahun 2015 komoditi dengan koefisien
variasi tertinggi adalah daging ayam, kemudian disusul dengan telur ayam. KV
yang tinggi ini mengindikasikan bahwa harga daging ayam dan telur ayam di
tahun 2015 belum terlalu stabil jika dibandingkan harga komoditi lainnya.
Kenaikan harga daging ayam dan telur disebabkan oleh kenaikan harga
jagung sebagai pakan ternak dan peningkatan permintaan menjelang bulan
Ramadhan. Meskipun demikian, harga daging ayam masih berada di rentang
harga referensi daging ayam (Rp28.000/kg – Rp31.000/kg). Selain itu,
diperkirakan kenaikan harga daging ayam terjadi seiring penurunan pasokan
dari peternak ke pedagang sejak pekan V Oktober 2015. Penurunan pasokan
ini sejalan dengan kesepakatan antara Pemerintah dan pengusaha untuk
mengurangi produksi DOC dengan target sebanyak 6 juta ekor.
Dalam rangka menurunkan koefisien variasi harga barang pokok antar waktu,
Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Melaksanakan Pasar Murah
1) Pasar murah minyak goreng berkerjasama dengan swasta melalui
Corporate Social Responsibility (CSR) ± 20.000 liter di Jawa Tengah,
Jakarta dan Banten.
2) Memberikan penugasan terhadap PT. PPI untuk melakukan operasi pasar
dengan melaksanakan pasar murah produk gula kristal putih pada harga
jual maksimum Rp. 11.500,-/kg yang dilaksanakan di 88 titik di wilayah
Jakarta, Bandung, Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun dan
Surakarta.
3) Menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan Operasi Pasar Beras
melalui surat No 944/M-DAG/SD/11/2015 tanggal 13 November 2015
untuk mengantisipasi perkembangan harga beras di tingkat konsumen
yang cenderung meningkat, selama periode November - Desember 2015,
88
Perum Bulog telah merealisasikan Operasi Pasar CBP sebanyak 21,3 juta
ton dan Pasar Murah Komersial Beras sebanyak 31,2 juta ton.
b. Melakukan Pemantauan Harga dan Stok
1) Melakukan pemantauan bekerjasama dengan Dinas Perdagangan Propinsi
dan Perum Bulog untuk memonitor perkembangan harga dan ketersediaan
stok beras di pasar dan di gudang-gudang Divre Bulog di seluruh
Indonesia.
2) Menginstruksikan kepada Dinas Perdagangan Propinsi melalui surat Dirjen
PDN Nomor 96/PDN/SD/4/2015 tanggal 17 April 2015 untuk melakukan
pemantauan pasokan/stok indikatif gula di tingkat eceran (pasar
tradisional dan pasar modern) di daerah masing-masing untuk
mengantisipasi kenaikan harga gula.
3) Melakukan evaluasi data bulanan cabe bekerjasama dengan Kementan,
Dinas Pertanian daerah, serta asosiasi petani cabe dengan tujuan
memperbaiki pola tanam cabe yang selama ini tidak stabil yang berakibat
pada flukutatifnya produksi dan harga cabe setiap bulannya. Tindak lanjut
hasil evaluasi :
- Akan dikembangkan sistem proyeksi harga cabe yang akurat untuk
periode 3 bulan ke depan, berdasarkan data jumlah dan umur tanam
cabe real. Dengan mendapat informasi proyeksi harga yang akurat,
petani bisa menyesuaikan jadwal penanaman cabe agar menghindari
panen saat harga jatuh.
- Saat ini sistem tersebut sudah berjalan, namun sumber data dan
penggunaannya masih terbatas pada anggota AACI (Asosiasi Agribisnis
Cabe Indonesia). Apabila sistem berhasil dikembangkan, diharapkan
bisa diaplikasikan dalam skala yang lebih luas.
- Akan dilakukan pertemuan lanjutan setiap bulannya dalam rangka
pengembangan sistem proyeksi harga dimaksud.
4) Melakukan serangkaian kegiatan monitoring dan evaluasi pasokan sapi
dan daging sapi khususnya untuk Provinsi DKI Jakarta dalam rangka
menghadapi Bulan Puasa dan Lebaran 2015 di 5 daerah sentra produksi
sapi yaitu Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan
Nusa Tenggara Barat yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian.
5) Membentuk Posko Pemantauan Harga Barang Kebutuhan Pokok tanggal 16
Juli s/d 21 Juli 2015. Selama pelaksanaan Posko, tidak diterima adanya
laporan gangguan distribusi barang kebutuhan pokok dari masyarakat.
c. Melaksanakan Kerja Sama dengan Pihak Lain
89
1) Menginstruksikan kepada asosiasi pelaku usaha barang kebutuhan
pokok (produsen, distributor, grosir, agen dan importir) serta Pengelola
Pasar (Surat No.33/M-DAG/01/2015 tanggal 16 Januari 2015), agar
anggota atau jaringan asosiasi barang kebutuhan pokok untuk segera
dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan secara proporsional
harga jual barang sampai tingkat konsumen. Kementerian perdagangan
akan terus mencermati respon para pelaku usaha atas instruksi
dimaksud.
2) Dalam rangka mendukung penguatan pengadaan Gabah/Beras Oleh
BULOG, telah diminta kepada Dirjen Tanaman Pangan Kementan untuk
terus meng-update ketersediaan data dan kebutuhan gabah/beras 2015
melalui Surat No. 101/PDN/SD/4/2015 tanggal 10 April 2015.
3) Telah mengirimkan surat kepada para pelaku usaha gula No.490/MDAG/SD/6/2015, yang intinya meminta pelaku usaha untuk menjaga
harga sampai ke tingkat konsumen akhir. Hal ini berdampak kepada
harga gula di pasar eceran selama puasa cenderung stabil di kisaran
Rp.13.050/kg, bahkan dalam seminggu terakhir mengalami penurunan
dari Rp.13.080/kg menjadi Rp.13.020/kg.
4) Telah mengirimkan surat kepada para pelaku usaha sapi No.513/MDAG/SD/6/2015 untuk menjaga dan membantu mengawal harga jual
daging sapi di tingkat konsumen akhir selama Bulan Puasa dan Lebaran
2015. Dampak positif kepada stabilnya harga daging sapi selama puasa
di kisaran Rp.106.800/kg, meskipun pada H-2 Lebaran mengalami
kenaikan hingga mencapai Rp.116.000/kg, namun per 24 Juli 2015
harga kembali turun menjadi Rp.108.800/kg.
5) Dalam rangka menangani penurunan harga livebird di tingkat peternak,
telah dilakukan pertemuan dengan instansi Pemerintah dan asosiasi
terkait (16 September 2015). Penyebab utama turunnya harga adalah
melimpahnya pasokan livebird dengan ukuran di atas 2 kg/ekor (umur
di atas 45 hari) akibat dari tidak adanya chick-in selama libur Lebaran
2015. Untuk itu akan dilakukan segera langkah-langkah normalisasi
harga daging ayam.
6) Menteri Perdagangan melalui Surat No.708/M-DAG/SD/08/2015
tanggal 26 Agustus 2015 Kemendag menugaskan Perum BULOG untuk
stabilisasi harga barang kebutuhan pokok di luar beras yaitu daging
sapi, kedelai, jagung, minyak goreng, tepung terigu, daging ayam,
bawang merah dan cabai.
d. Memberikan Fasilitasi:
Melakukan pilot project dalam bentuk fasilitasi dan pemberian bantuan
serta pendampingan bagi petani di bidang pengolahan pasca panen cabe
untuk teknologi pengolahan hasil panen di 10 sentra berkerjasama dengan
Kementan serta Kemenkop dan UKM.
90
Sasaran Strategis 14: Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen,
Standardisasi, Pengendalian Mutu, Tertib Ukur dan Pengawasan
Barang/Jasa
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
37
34,17
92,35%
30
Indeks Keberdayaan Konsumen
31
Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai
ketentuan yang berlaku
50%
61,8%
123,6%
32
Persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan
60%
49,6%
82,7%
33
Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku
50%
49,7%
98,4%
Ik 30: Indeks Keberdayaan Konsumen
Terdapat dua upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen yaitu
perlindungan konsumen secara preventif dan represif. Upaya preventif dalam
perlindungan konsumen adalah perlindungan sebelum konsumen mengalami
kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa,
sedangkan upaya represif yaitu perlindungan ketika konsumen telah
mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Upaya represif telah dilakukan dengan menjamin adanya
kepastian hukum kepada konsumen melalui Undang-undang Perlindungan
Konsumen serta tersedianya lembaga-lembaga perlindungan konsumen yang
dapat diakses untuk mengadukan kerugian yang dialami. Sementara itu
upaya perlindungan konsumen secara preventif dalam kenyataannya masih
belum sesuai dengan harapan dimana masih terdapat konsumen yang belum
mampu menggunakan hak dan kewajibannya sebagai konsumen untuk
menentukan pilihan terbaik bagi diri dan lingkungannya sehingga retan akan
kerugian.
Untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang bersifat preventif, maka
pemerintah perlu menumbuhkan keberdayaan konsumen. Indikator yang
mengambarkan terwujudnya kondisi keberdayaan konsumen tersebut diukur
melalui nilai Indeks Keberdayaan Konsumen. Indeks Keberdayaan Konsumen
dinilai dapat mengukur tingkat keberdayaan konsumen maupun peningkatan
pemberdayaan konsumen karena tingkat keberdayaan konsumen dapat
dijadikan dasar untuk mengambil tindakan yang harus diambil untuk
meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui berbagai upaya edukasi
kepada konsumen sebagai langkah preventif terhadap ekses negatif. Definisi
operasional Indeks Keberdayaan Konsumen adalah perspektif kesadaran,
pemahaman dan kemampuan diukur melalui tiga dimensi dalam interaksi
pasar yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian. Dimensi
91
pra pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu pencarian informasi dan
pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen.
Dimensi saat pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu pemilihan dan
preferensi barang/jasa serta perilaku pembelian. Dimensi pasca pembelian
diukur dengan dua indikator, yaitu kecenderungan untuk bicara dan perilaku
komplain.
Pada Tahun 2015, telah dilakukan riset dalam rangka pengukuran Indeks
Keberdayaan Konsumen di kota-kota besar pada 13 Provinsi di Indonesia
(Sumatera Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimatan Barat, Maluku, NTT,
Papua).
Provinsi-provinsi
ini
dipilih
dengan
pertimbangan
dapat
merepresentasikan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia baik secara
demografi, ekonomi dan pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
indeks keberdayaan konsumen, menganalisis perbedaan indeks keberdayaan
konsumen dan merumuskan strategi peningkatan keberdayaan konsumen di
Indonesia.
Tabel 3-12. Hasil Penelitian Indeks Keberdayaan Konsumen Tahun 2015
No.
Provinsi
Indeks
Pulau
Indeks
Sumatera
35,26
Jawa
38,39
Kalimantan
26,82
Sulawesi
33,60
1
Sumatera Utara
38,56
2
Riau
36,42
3
Lampung
30,79
4
Jawa Barat
34,98
5
DKI Jakarta
43,22
6
Jawa Tengah
36,62
7
Jawa Timur
38,74
8
Kalimatan Barat
26,82
9
Sulawesi Selatan
36,02
10
Sulawesi Utara
31,19
11
NTT
32,34
Nusa Tenggara
32,34
12
Maluku
33,85
Maluku
33,85
13
Papua
24,61
Papua
24,61
Rata-rata nasional
34,17
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diketahui bahwa Indeks keberdayaan
konsumen (IKK) di yang diteliti masih rendah yaitu bernilai 39,14 atau berada
dalam tingkat kategori Paham (Tabel 4). Urutan indeks keberdayaan
konsumen yang diteliti dari nilai tertinggi adalah Jakarta yang paling berdaya
(43,22) dan yang paling rendah (tidak berdaya) adalah Papua (24,61). Secara
Umum, dimensi yang paling rendah adalah perilaku komplain yang artinya
92
masyarakat masih kurang berdaya melakukan komplain apabila merasa
dirugikan.
Tabel 3-13. Penjelasan nilai Indeks Keberdayaan Konsumen
No.
Tingkat Kategori
IKK
Deskripsi Taksonomi Bloom
1
Sadar
< 20
Mengenali hak dan kewajiban dasar sebagai konsumen
2
Paham
20,01 – 40
Memahami hak dan kewajiban konsumen untuk
melindungi dirinya
3
Mampu
40,01 – 60
Mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen
untuk menentukan pilihan terbaik termasuk
menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan
lingkungannya
4
Kritis
60,01 – 80
Berperan aktif memperjuangkan hak dan melaksanakan
kewajibannya serta mengutamakan produk dalam negeri
5
Berdaya
> 80,01
Memiliki nasionalisme tinggi dalam berinteraksi dengan
pasar dan memperjuangkan kepentingankonsumen
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka
realisasi lebih rendah 2,83 poin di atas angka target yang ditetapkan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kinerja pemberdayaan konsumen harus
ditingkatkan lebih baik lagi. Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan
antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa
tahun terakhir, namun analisis tersebut tidak dapat dilakukan karena
indikator ini merupakan indikator baru ditetapkan pada Tahun 2015 sehingga
tidak ada data pada tahun-tahun sebelumnya. Membandingkan realisasi
kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen rencana strategis, untuk mencapai target Tahun
2016 yaitu 40 maka perlu mengupayakan terobosan-terobosan pemberdayaan
konsumen sehingga indeks bisa meningkat 6 poin. Jika dapat diusahakan
kenaikan indeks sebesar 5 poin tiap tahun maka pada Tahun 2019 akan
dicapai indeks sebesar 54,17 yaitu 4,17 poin melebihi target akhir tahun
jangka menengah yaitu 50 pada Tahun 2019.
Namun demikian, apabila realisasi kinerja tahun ini dibandingkan dengan
standar nasional/internasional, akan didapati bahwa IKK Indonesia masih
jauh dengan indeks tertinggi di Eropa, yakni Norwegia mencapai 61,63 bahkan
jika dibandingkan dengan indeks negara terendah adalah Rumania sekitar
37,83, IKK Indonesia masih sedikit lebih rendah.
93
Tabel 3-14. Perbandingan Indeks Keberdayaan Konsumen di Uni Eropa
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di Eropa, negara dengan indeks tertinggi
yakni Norwegia mencapai 61,63 sedangkan negara dengan indeks terendah
adalah Rumania yaitu 37,83. Indeks tersebut secara statistik dibagi menjadi
tiga golongan. Jika indeks kurang dari 33 persen dianggap kurang, 33-66
persen dianggap sedang, dan di atas 66 persen dianggap baik. Memperhatikan
bahwa indikator IKK pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama,
dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal mendukung
keberhasilan kinerja pada indikator ini antara lain karena riset baru dilakukan
di kota-kota besar belum mencakup baik wilayah urban maupun rural seperti
wilayah Kalimantan, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu
target yang ditetapkan juga tergolong mudah dicapai karena setara dengan
indeks terendah di Eropa sehingga relatif mudah dicapai.
IK 31: Persentase konsistensi barang beredar yang diawasi yang sesuai
ketentuan
94
Barang yang akan beredar di pasar dalam negeri dan telah memiliki Surat
Persetujuan Penggunaan Tanda (SPPT-SNI) baik produk impor ataupun
produksi dalam negeri diwajibkan memiliki mutu yang tetap konsisten sesuai
persyaratan mutu yang ditetapkan. Akan tetapi, berdasarkan pengawasan
yang dilakukan sebelumnya, masih diperoleh hasil bahwa produk yang sudah
terdaftar memiliki mutu produk yang tidak sesuai dengan standar walaupun
telah memperoleh SPPT SNI. Uji petik ketertelusuran mutu barang dilakukan
dalam rangka monitoring kesesuaian mutu barang, sehingga dapat diketahui
barang mana saja yang aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Salah satu keberhasilan dalam upaya perlindungan konsumen diantaranya
akan tercapai apabila hasil uji petik yang dilakukan terbukti masih sesuai
dengan ketentuan SNI. Oleh karena itu, penerbitan NPB menjadi instrumen
yang penting untuk melindungi konsumen atas konsumsi barang yang beredar
di pasar. Kondisi tersebut diukur melalui indikator Persentase Konsistensi
Mutu Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan, yaitu dengan
perbandingan antara jumlah barang impor ber-SNI yang sesuai ketentuan
dibagi dengan jumlah contoh uji petik kemudian dikalikan angka 100%.
Semakin tinggi persentase menggambarkan semakin tingginya konsistensi
mutu barang impor sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Selama Tahun 2015, telah dilakukan pengambilan contoh pada kegiatan uji
petik ketertelusuran mutu barang sebanyak 89 merk produk (lampu hemat
energi, setrika, kipas angin, saklar, tusuk kontak dan kotak kontak serta
korek api, pupuk (NPK, TSP, ZA, Fosfat Alam, NPK Padat), ban dalam truk dan
bus, serta ban sepeda motor dari gudang importir di Jakarta, Sumatera Utara,
Jawa Timur, Bekasi dan Banten) dan semua barang sudah diserahkan kepada
Balai Pengujian Mutu Barang untuk dilakukan pengujian.
Tabel 3-15. Hasil Pelaksanaan Uji Petik Tahun 2015
No.
Jenis barang
Jumlah barang
1
Triwulan I
18 merek
2
Triwulan II
48 merek
3
Triwulan III
23 merek
4
Triwulan IV
0 merek
Total
89 merek
Setelah dilakukan pengujian, diketahui bahwa 55 merek telah sesuai dengan
ketentuan/standar yang berlaku, 26 merk tidak sesuai SNI, dan 8 merek
masih dalam proses pengujian di laboratorium BPMB sehingga persentase
barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku 61,80%.
95
Persamaan 3-1. Hasil Penghitungan Persentase Konsistensi Barang Beredar
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka
realisasi lebih tinggi 12% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah
dilaksanakan dengan baik. Pada Tahun 2014 persentase konsistensi mutu
barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan tercatat kurang dari 50%
sedangkan Tahun 2015 yaitu 62%. Hal ini menunjukkan ada peningkatan
kinerja pengawasan mutu produk impor dan kepatuhan importir.
Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka
realisasi Tahun 2015 sudah melebihi target Tahun 2018 yaitu 60%. Jika
kinerja tahun depan bisa sebagus tahun ini maka dimungkinkan realisasi
tahun depan bisa melebihi target Tahun 2019.
Indikator kinerja ini bisa dibandingkan dengan kinerja Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Badan POM) yang melakukan pengukuran kinerja serupa.
Dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di
ASEAN maka Badan POM mengukur persentase kosmetik yang aman,
bermanfaat, dan bermutu (memenuhi syarat). Pada Tahun 2014, hasil
pengujian laboratorium terhadap 28.459 sampel kosmetik menunjukkan
bahwa kosmetik yang aman, bermanfaat, dan bermutu (memenuhi syarat)
adalah sebesar 98,72% atau naik sebesar 0,68% dibandingkan Tahun 2010
(98,04%). Apabila kinerja dua instansi ini dibandingkan, maka kinerja
Kementerian Perdagangan masih tertinggal jauh dari kinerja Badan POM.
Bagan 3-20. Profil kosmetik yang memenuhi syarat Tahun 2010-2014
Sumber: Laporan Kinerja Badan POM Tahun 2014
96
Salah satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data
perbandingan produk yang diuji petik dengan total produk impor yang masuk
ke dalam negeri sehingga belum terlihat seberapa besar cakupan kinerja
dalam skala nasional. Selain itu, juga belum terlihat besar peningkatan dari
tahun ke tahun (persen peningkatan). Memperhatikan bahwa indikator ini
pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan
sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal mendukung keberhasilan kinerja
pada indikator ini antara lain karena dukungan laboratorium dan tenaga
penguji mutu barang yang memadai.
IK 32: Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan
Upaya perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang
bersifat preventif seperti sosialisasi ketentuan perundang-undangan, namun
juga perlu didukung dengan kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa.
Sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
20/MDAG/PER/5/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang
dan/atau Jasa, pengawasan dilaksanakan baik secara berkala maupun
khusus sampai dengan wilayah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa barang dan atau jasa yang diperdagangkan, memenuhi
ketentuan yang berlaku antara lain:
1. SNI Wajib,
2. Penyertaan buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi dalam Bahasa
Indonesia (MKG),
3. Penggunaan label dalam bahasa Indonesia,
4. Pelaksanaan distribusi, dan
5. Perdagangan bidang jasa.
Persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi yang sesuai dengan
ketentuan diharapkan dapat merefleksi peningkatan perlindungan konsumen
sekaligus menjadi tolok ukur dalam menilai peningkatan kinerja pengawasan
barang beredar dan jasa. Dengan semakin tinggi capaian indikator kinerja
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja pengawasan barang beredar
dan jasa semakin meningkat dan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan perlindungan konsumen di Indonesia. Capaian indikator kinerja
Persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi yang sesuai diukur
dengan membandingkan jumlah produk yang diawasi yang telah memenuhi
ketentuan yang berlaku terhadap jumlah total produk yang diawasi.
Selama Tahun 2015, jumlah barang beredar yang telah diawasi dengan
parameter ketentuan SNI Wajib, buku petunjuk penggunaan dan kartu
garansi, label berbahasa Indonesia, dan distribusi adalah sebanyak 500
produk.
97
Tabel 3-16. Daftar barang yang diawasi Tahun 2015
No.
Jenis barang
Jml
1
Triwulan I
107
2
Triwulan II
172
3
Triwulan III
162
4
Triwulan IV
89
Total
500
Dari jumlah tersebut, sebanyak 211 barang telah sesuai ketentuan, 249
barang tidak sesuai ketentuan, dan 40 barang masih dalam proses uji
laboratorium. Jadi, persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai
ketentuan 49,60%.
Persamaan 3-2. Hasil Penghitungan Persentase Barang Beredar
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka
realisasi lebih rendah 10,40% di bawah angka target yang ditetapkan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini belum
sebaik yang diharapkan. Pada Tahun 2014 persentase barang beredar yang
diawasi yang sesuai ketentuan tercatat 36,11% sedangkan Tahun 2015
49,60%. Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan kinerja pengawasan
barang beredar dan kepatuhan pelaku usaha. Membandingkan realisasi
kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 masih
jauh dari angka target Tahun 2019 yaitu 75%. Perlu upaya lebih keras untuk
mengejar target pada tahun-tahun kedepan, meningkatkan realisasi paling
tidak sebesar 5% per tahun.
Indikator ini bisa dibandingkan dengan kinerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM) yang melakukan pengukuran kinerja serupa. Dalam
rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di
ASEAN maka Badan POM mengukur persentase kosmetik yang aman,
bermanfaat, dan bermutu (memenuhi syarat). Pada Tahun 2014, hasil
pengujian laboratorium terhadap 15.418 sampel obat menunjukkan bahwa
obat yang aman,berkhasiat, dan bermutu (memenuhi syarat) adalah sebesar
99,20%, atau naik sebanyak 4,98% dibandingkan Tahun 2010 (94,22%).
Apabila kinerja dua instansi ini dibandingkan, maka kinerja Kementerian
Perdagangan masih tertinggal jauh dari kinerja Badan POM.
98
Bagan 3-21. Profil obat yang memenuhi syarat Tahun 2010-2014
Sumber: Laporan Kinerja Badan POM Tahun 2014
Salah satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data
perbandingan produk yang diawasi dengan total potensi barang beredar di
pasar sehingga belum terlihat seberapa besar cakupan kinerja dalam skala
nasional. Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan
indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik.
Beberapa kendala yang menghambat kegagalan kinerja pada indikator ini
antara lain karena jumlah dan kualitas SDM pengawas yang belum memadai
dan perlu ditingkatkan lagi mengingat beban kerja yang demikian besar.
IK 33: Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya
(UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku
Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah
terciptanya jaminan kebenaran hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan
dalam berbagai kegiatan transaksi perdagangan. Perdagangan yang adil
tercermin pada kondisi dimana konsumen memperoleh haknya secara penuh
sesuai dengan harga yang dibayarkan dan sebaliknya penjual tidak mengalami
kerugian atas nilai harga barang yang dijualnya. Pemberian jaminan
kebenaran hasil pengukuran tersebut dilakukan melalui pemberian cap tanda
tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk jangka waktu tertentu melalui
proses tera dan tera ulang.
Dengan demikian, perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh
UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagangan di Indonesia dapat
dijamin kebenaran hasil pengukurannya. Indikator yang dapat mengambarkan
kondisi tersebut adalah Persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku.
Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP
bertanda tera sah yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP
yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia. Dimana semakin tinggi
persentase maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya upaya
99
perlindungan konsumen semakin baik pula. Adapun data jumlah potensi
UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia berdasarkan Laporan
Hasil Survei Sucofindo Tahun 2011 adalah 68.552.441 unit.
Tabel 3-17. Daftar rincian UTTP yang bertanda tera sah Tahun 2015
No.
Rincian
2010
2011
2012
2013
590.777
1.179.357
1.123.933
2.363.108
4.717.429
4.495.730
1.
Meter listrik
2.
Meter air
3.
UTTP yang ditera-tera ulang selama Tahun 2015
Total UTTP
2014
Jumlah
1.242.591
823.139
4.959.797
4.602.221
3.809.887
19.988.375
9.122.520
34.070.692
Realisasi UTTP yang ditera-tera ulang pada periode Tahun 2015 adalah
sebesar unit sedangkan jumlah meter listrik dan meter air yang ditera Tahun
2010-2014 dan masih bertanda tera sah adalah 24.948.172 unit. Maka
persentase UTTP bertanda tera sah 49,70% (target tercapai 98,41%).
Persamaan 3-3. Hasil Penghitungan Persentase UTTP Bertanda Tera Sah
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka
realisasi lebih rendah 0,3% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah
dilaksanakan dengan cukup baik meskipun target tidak tercapai.
Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja
kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir. Pada
Tahun 2014 persentase UTTP bertanda tera sah tercatat 51,65% sedangkan
Tahun 2015 adalah 49,70%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan kinerja.
Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka
realisasi Tahun 2015 masih jauh dari target Tahun 2019 yaitu 70%.
Indikator ini bisa dibandingkan dengan kinerja Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan) yang melakukan
pengukuran indikator kinerja persentase produk alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat. Sampling alat kesehatan dan
PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan manfaat alat
kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat
kesehatan dan PKRT dilaksanakan di 33 Provinsi. Secara nasional target
100
indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar tercapai dengan
realisasi indikator kinerja sebesar 95.86%.
Tabel 3-18. Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT yang Beredar
Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu, dan Manfaat
Sumber: LAK Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2014
Apabila kinerja dua instansi ini dibandingkan, maka kinerja Kementerian
Perdagangan masih tertinggal jauh dari kinerja Kementerian Kesehatan. Salah
satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data mutakhir
potensi UTPP nasional sehingga data yang digunakan masih mengacu Tahun
2011 padahal pertumbuhan UTTP nasional terus terjadi tiap tahun.
Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator
tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal
menghambat keberhasilan kinerja pada indikator ini antara lain karena
jumlah dan kualitas SDM petugas pengawas metrologi legal yang terbatas.
101
Sasaran Strategis 15:
Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan Berusaha Bidang PDN
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
34
Terintegrasinya layanan perijinan perdagangan
dalam negeri di daerah dengan Sistem
Informasi Kementerian Perdagangan
40 kab/kota
45 kab/kota
112,5%
35
Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan
SIUP TDP maksimal 3 Hari
60%
3,5%*
(44 dari 511
kab/kota)
8,6%
Keterangan:
* Data realisasi hingga Triwulan III Tahun 2015.
Ik 34: Terintegrasinya layanan perizinan perdagangan di daerah dengan
Sistem Informasi Kementerian Perdagangan
Selama periode 2015-2019, ditargetkan jumlah kabupaten/kota yang
memberikan pelayanan perizinan perdagangan dalam negeri yang terintegrasi
secara online dengan Kementerian Perdagangan mengalami peningkatan mulai
dari 40 kabupaten/kota pada tahun 2015 hingga menjadi 200 kabupaten/kota
pada tahun 2019.
Pada tahun 2013 Kementerian Perdagangan telah membangun aplikasi Sistem
Informasi Perusahaan Online (SIPO) yang dapat menghimpun data-data SIUP,
TDP, STPW dan IUTM secara online dari kantor-kantor instansi penerbit
tingkat kabupaten/kota (PTSP) untuk disimpan secara terpusat di database
Kementerian Perdagangan. Pembangunan SIPO dimaksudkan untuk
menyediakan data dan informasi tentang usaha dan perusahaan di tingkat
nasional secara cepat dan akurat bersumber dari penerbitan SIUP, TDP, STPW
dan IUTM serta untuk memberikan kemudahan bagi instansi penerbit dalam
menyampaikan
pelaporannya.
Hingga
tahun
2014,
SIPO
telah
diimplementasikan di 15 (lima belas) kabupaten/kota dan pada tahun 2015
sudah diimplementasikan di 45 (empat puluh lima) kabupaten/kota.
Implementasi SIPO pada tahun 2015 dilakukan di 45 instansi penerbit SIUP
dan TDP di wilayah jawa, diprioritaskan bagi daerah yang memilih
menggunakan aplikasi SIPO yang dibangun Pusat yaitu aplikasi SIPO dengan
metode web form. Metode Web Form, yaitu sistem yang dibangun Direktorat
Bina Usaha Perdagangan, disebut aplikasi Sistem Informasi Perusahaan
Online (SIPO) yang berbasis web dengan alamat : http://sipo.kemendag.go.id.
Dengan solusi ini, daerah melakukan penerbitan dan pengolahan data melalui
web SIPO. Solusi Web Form dapat dipilih apabila daerah tidak memiliki sistem
(aplikasi komputer) sebelumnya atau apabila daerah ingin meninggalkan
sistem yang dimiliki sebelumnya dan mau beralih ke aplikasi SIPO.
102
Implementasi yang telah berjalan hingga saat ini tentunya tidak selalu berjalan
baik. Terkadang ada beberapa persoalan yang menyebabkan terhentinya aliran
data penerbitan SIUP, TDP, STPW, dan IUTM. Salah satu persoalan yang
terjadi adanya pelimpahan wewenang penerbitan yang sebelumnya berada di
Dinas yang terkait Perdagangan menjadi di Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) sebagaimana Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Hal-hal
tersebut perlu diselesaikan dengan segera agar aliran data yang bersumber
dari aplikasi SIPO dapat diteruskan.Di sisi lain pihak PTSP sebagai penerbit
SIUP, TDP, STPW, dan IUTM masih belum memahami secara baik kebijakankebijakan yang terkait penerbitan SIUP, TDP, STPW, dan IUTM.
Berdasarkan indikator tersebut maka Direktorat Bina Usaha Perdagangan
dalam hal ini yang menangani terkait perizinan perdagangan mengadakan
kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Di Bidang Usaha Perdagangan.
Kegiatan ini diselenggarakan dan dihadiri para pejabat dari Dinas teknis yang
membidangi bidang Perdagangan dan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) di wilayah, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Identifikasi
Implementasi SIPO bertujuan untuk menyatukan persepsi diantara para
pejabat daerah khususnya pejabat penerbit SIUP, TDP, STPW dan IUTM
tentang pentingnya data pelaporan penerbitan tersebut tidak hanya bagi
Kementerian/Lembaga saja tetapi bagi kepentingan umum yang lebih luas
sekaligus memberikan pemahaman tentang SIPO dan pemakaian aplikasi
SIPO kepada daerah yang telah terimplementasi SIPO.
Dalam rangka mengemban fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap usaha perdagangan sehingga dapat terciptanya perusahaan yang
jujur, transparan dan berdaya saing tinggi, diperlukan ketersediaan data dan
informasi tentang (TDP usaha dan perusahaan yang bersumber antara lain
dari penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar
Perusahaan), Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) dan Izin Usaha Toko
Modern (IUTM) dan melalui pembangunan Sistem Informasi Perusahaan
Online (SIPO) dimaksudkan untuk menghimpun data dan informasi tentang
usaha dan perusahaan yang bersumber SIUP, TDP, STPW dan IUTM secara
online, cepat dan akurat serta memberikan kemudahan bagi instansi penerbit
dalam mengoptimalkan pelaporannya. Dengan tersedianya data secara
nasional melalui Implementasi SIPO diharapkan juga dapat memberikan
gambaran secara lebih detil tentang struktur usaha di Indonesia dan dapat
sebagai bahan rumusan kebijakan secara nasional.
IK 35: Persentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3
Hari
Persentase kabupaten/kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP dalam waktu
selambat-lambatnya 3 hari ditargetkan mengalami peningkatan mulai dari
60% pada tahun 2015 hingga menjadi 100% pada tahun 2019.
103
Persentase kabupaten/kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP dalam waktu
selambat-lambatnya 3 hari ditargetkan mengalami peningkatan mulai dari
60% pada tahun 2015 hingga menjadi 100% pada tahun 2019.
Sampai dengan triwulan III tahun 2015, telah ada 44 kabupaten/kota yang
diidentifikasi telah menerbitkan SIUP dan TDP dalam jangka waktu paling
lama 3.
Kendala pada penerbitan SIUP/TDP maksimal 3 hari terdapat pada
pengumpulan data, Penyebab tidak diperolehnya data tersebut disebabkan
keengganan dari kab/kota untuk menyerahkan data waktu pada waktu pelaku
usaha/masyarakat menyerahkan dokumen pendaftaran SIUP dan TDP ke
instansi terkait di kabupaten/kota. Kendala lain yang diperoleh dalam
memperoleh data waktu penerbitan SIUP dan TDP adalah terjadinya
pemisahan kewenangan penerbitan antar instansi di beberapa kab/kota.
Misalkan saja ada kab/kota yang menyerahkan kewenangan penerbitan SIUP
di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang berada Sekretariat Daerah,
sedangkan kewenangan penerbitan TDP berada di bawah Dinas teknis yang
membidangi perdagangan.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, maka pengukuran IK 35
belum dapat mencapai target. Perlu upaya lain, misalkan melalui perbaikan
metodologi pengumpulan data dan perubahan cara komunikasi supaya
kab/kota dapat memberikan data secara lengkap waktu penerbitan SIUP dan
TDP.
104
Sasaran Strategis 16: Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan
Berusaha di Bidang Perdagangan Luar Negeri
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
36
Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA
preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor (%)
65%
71,8%
110,5%
37
Persentase Waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor dan
Impor Sesuai dengan SLA
75%
60,55%
80,8%
38
Presentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan
Online (persen)
15%
170,6%
1137,2%
Ik 36: Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA preferensi
dan Non Preferensi terhadap total ekspor
Selama periode 2015-2019, ditargetkan rasio nilai ekspor yang menggunakan
SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor mengalami
peningkatan mulai dari 65% pada tahun 2015 hingga menjadi 73% SKA pada
tahun 2019.
Pada Tahun 2015, diperoleh rasio nilai ekspor yang menggunakan Surat
Keterangan Asal (SKA) Preferensi dan Non-Preferensi terhadap total ekspor
adalah sebesar 71,81%. Hal ini didapat dari perhitungan data nilai ekspor
yang menggunakan SKA Preferensi dan Non-Preferensi yaitu sebesar USD
107.896.351.353 milyar dibandingkan terhadap nilai total ekspor Indonesia
sebesar USD 150.252.000.000 milyar untuk periode Januari S.D Desember
2015.
Ik 37: Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan SLA
Sementara itu, waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan
SLA ditargetkan mengalami peningkatan mulai dari 75% pada tahun 2015
hingga menjadi 95% pada tahun 2019.
Pada Tahun 2015 jumlah perizinan ekspor dan impor yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri sebanyak 21.163 perizinan. Dari
total perizinan tersebut, sebanyak 8.549 perizinan di antaranya diproses di
Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan Satu (UPTP-I) Kementerian Perdagangan
Gedung Utama Lt.2. Sebanyak 12.634 lainnya perizinan diproses di Unit
Teknis (9.900 perizinan diterbitkan oleh Direktorat Impor, 1.567 perizinan
diterbitkan oleh Dit.Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan serta 1.167
perizinan diterbitkan oleh Dit. Ekspor Produk Industri dan Pertambangan).
Dari total 21.163 perizinan yang diterbitkan Tahun 2015, jumlah perizinan
ekspor dan impor yang proses penerbitannya memenuhi janji layanan sesuai
Permendag 53/2014 adalah sebanyak 12.827 perizinan. Dengan demikian,
105
realisasi pada tahun 2015 sebesar 60,55% dari target yang telah ditetapkan
yaitu sebesar 75%, sehingga capaian untuk indikator kinerja ini sebesar
80,8%. Belum tercapainya target ini dikarenakan banyaknya revisi regulasi
yang dilakukan dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi yang telah
ditargetkan pada Kemendag guna memenuhi Paket Ekonomi Tahap I yang
telah ditetapkan oleh Presiden, sehingga kesibukan tersebut menyita waktu
yang tidak sedikit.
Dari 12.827 perizinan yang memenuhi SLA, sebanyak 4.655 perizinan diproses
di UPTP I Kemendag, sementara sisanya diproses oleh Unit Teknis (5.636
perizinan diproses Dit.Impor, 1.537 perizinan diproses Dektanhut dan 999
perizinan diproses di Dekintam). Hal ini dapat dilihat pada lampiran rekap
SLA.
Terkait dengan pengiriman rekomendasi dari Kementerian Teknis, pada tahun
2015 hanya Rekomendasi dari Kementerian Pertanian (RIPH) yang telah
terintegrasi dengan sistem perizinan online INATRADE. Sehingga untuk
rekomendasi dari K/L lain masih diperlukan hard copy asli yang disampaikan
langsung dari pelaku usaha ke Kemendag untuk diproses lebih lanjut.
Direncanakan kedepannya seluruh rekomendasi yang diterbitkan oleh
Kementerian Teknis akan terkirim ke sistem INSW, dimana nantinya akan
digunakan oleh Kementerian penerbit perijinan final, dengan cara menarik
data rekomendasi tersebut dari sistem INSW.
Adapun kegiatan yang telah dilakukan untuk mendukung pencapaian IK 5,
sehingga dapat meningkatkan pelayanan yang berakibat semakin
bertambahnya penyelesaian perizinan yang sesuai dengan SLA, adalah sebagai
berikut:
1. Penunjang Operasional Sistem Perizinan Ekspor dan Impor Secara
Elektronik [Inatrade dan UPP], kegiatan ini merupakan dukungan terhadap
operasional penerbitan perizinan dari sarana dan prasarana UPTP I;
2. Peningkatan Kemampuan Petugas UPP dan Pemroses Inatrade, merupakan
peningkatan knowledge bagi petugas UPTP I dan pemroses, berupa update
regulasi dan perkembangan system INATRADE.
IK 38: Persentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan Online
Presentase pengguna Sistem Perijinan Online pada periode yang sama
diharapkan mengalami peningkatan dari 15% pada tahun 2015 menjadi 35%
pada tahun 2019.
Pada Tahun 2014 jumlah pemilik Hak Akses INATRADE ialah 6.780
perusahaan sedangkan pada Tahun 2015, jumlah pemilik Hak Akses
bertambah sebanyak 6.723 perusahaan. Dengan demikian, total jumlah
106
pemilik Hak Akses INATRADE sampai bulan Desember 2015 adalah 13.503
perusahaan
Jumlah pengguna hak akses pada 2014 adalah 850 perusahaan sedangkan
jumlah pengguna hak akses pada Tahun 2015 sebanyak 9.666 perusahaan.
Dengan demikian pada Tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah pengguna hak
akses sebesar 1.137,2% dibandingkan dengan data di akhir Tahun 2014. Hal
ini berarti dengan realisasi indikator kinerja sebesar 170,6% menunjukkan
bahwa indikator kinerja ini memiliki tingkat capaian sebesar 1.137,2%
melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 15%.
Peningkatan jumlah pemilik hak akses dan pengguna hak akses pada Tahun
2015 merupakan efek dari implementasi Permendag No. 53/MDAG/PER/9/2014 tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan yang dilakukan
sejak tanggal 2 Desember 2014. Dengan semakin meningkatnya jumlah
perizinan yang harus diajukan secara online, maka pelaku usahapun wajib
memiliki Hak Akses untuk dapat mengajukan perizinan di Kementerian
Perdagangan.
Gambar 3-2. Sosialisasi tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP) Dalam
Rangka Perijinan Mandatory Online di Bali (3/09/2015)
Kegiatan yang telah dilakukan pada tahun 2015 untuk mencapai IK 6 dengan
melaksanakan Bimbingan Teknis Sistem dan Aplikasi Inatrade Bagi Pejabat
dan Pelaku Usaha di 3 daerah, dan Sosialisasi Permendag Nomor 53/MDAG/PER/9/2014 Tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP) Dalam
Rangka PerizinanMandatory Online di 5 daerah.
107
Sasaran Strategis 17: Meningkatnya Dukungan Kinerja Layanan Publik
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
39
Persentase ketersediaan sarana dan
prasarana di Lingkungan Kemendag
65%
78,3%
120,4%
40
Persentase penyelesaian peraturan
perundang-undangan
95%
99,63%
104,9%
41
Rasio berita negatif semakin menurun
10%
0,12%
1,2%
42
Persentase tingkat kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan informasi
> 60 %
82,92%
100%
Ik 39: Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di lingkungan
Kemendag
Untuk mendukung kinerja layanan publik dibutuhkam peningkatan kualitas
dan kuantitas jangkauan pelayanan kepada masyarakat, antara lain melalui
pengadaan peralatan, tanah, gedung, dan sarana penunjang perdagangan
lainnya. Penyelenggaraan ketersediaan sarana dan prasarana dilakukan
secara bertahap dan ditargetkan pada tahun 2015 sarana dan prasarana
untuk mendukung pelayanan publik sudah tersedia sebesar 65% dan
meningkat sampai dengan 85% pada tahun 2019.
Tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah mengangkat Unit Layanan
Pengadaan (ULP) sebagai tolak ukur pertama dalam melakukan pelayanan,
dikarenakan ULP telah melayani hampir seluruh unit di lingkungan
Kementerian Perdagangan dalam melaksanakan layanan pengadaan
barang/jasa pemerintah secara online. Kementerian Perdagangan telah
melakukan survey kepuasan internal stakeholders terhadap pelaksanaan
pengadaan barang/jasa oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP). Instrumen survey
didesain untuk mendapatkan gambaran terhadap kepuasan stakeholders
terhadap pelayanan pengadaan barang/jasa. Rincian skor masing-masing unsur
yang disurvey pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah berikut.
Tabel 3-19. Rincian Skor untuk Masing-masing Unsur Pelayanan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Unsur Pelayanan
Prosedur
Waktu Pelayanan
Biaya
Kualitas Pelayanan
Kompetensi Pelaksana
Perilaku Pelaksana
Standar Pelayanan
Mekanisme pengaduan
∑ SKOR
2,98
2,91
4,00
3,02
3,09
3,07
3,00
3,00
108
Untuk mengetahui nilai indeks pelayanan ULP Kemendag dihitung sebagai berikut:
(2,98 x 0,13) + (2,91 x 0,13) + (4,00 x 0,13) + (3,02 x 0,13) + (3,09 x 0,13) + (3,07 x
0,13) + (3,00 x 0,13) + (3,00 x 0,13) = 3,258.
Hasil suvey didapati bahwa tingkat kepuasan pelanggan internal terhadap
layanan pengadaan barang/jasa mencapai 3,258 (Skala 4,0). Dengan demikian
nilai indeks unit pelayanan hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Nilai Indeks setelah dikonversi = Nilai Indeks x Nilai Dasar = 3,258 x 25 =
81,46.
b. Mutu pelayanan A.
c. Kinerja unit pelayanan termasuk dalam kategori “Sangat Baik”.
IK 40: Persentase penyelesaian peraturan perundang-undangan
Kementerian Perdagangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk
mendukung kinerja layanan publik adalah dengan menyelesaikan peraturan
perundang-undangan sektor perdagangan. Target penyelesaian peraturan
perundang-undangan pada periode 2014 sampai dengan 2019 adalah sebesar
95% setiap tahunnya.
Capaian indikator kinerja ini terlihat dari jumlah peraturan perundangundangan yang telah disusun/dirumuskan/ditelaah/dievaluasi dan dilakukan
legal drafting sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Adapun target
indikator kinerja pada Tahun 2015 adalah 95% dan realisasinya sebesar
99,63% atau sebanyak 1.367 Peraturan/Keputusan Menteri Perdagangan
dengan rincian sebagai berikut :

Jumlah Peraturan Menteri Perdagangan sebanyak 122.

Jumlah Keputusan Menteri Perdagangan sebanyak 1.245.
IK 41: Penurunan rasio berita negatif
Kinerja meningkatnya dukungan kinerja layanan publik diukur juga dengan
rasio berita negatif yang semakin menurun. Tahun 2015 Kementerian
Perdagangan menargetkan persentase penurunan rasio berita negatif adalah
sebesar 10% dan pada tahun 2019 sebesar 5%. Pada tahun 2015, rasio berita
negatif semakin menurun melebihi target yang diharapkan yang semula
ditargetkan 10% menjadi 0.12%.
Berita yang diperoleh melalui media cetak dan media online dianalisis dan
dikategorikan menjadi berita positif, netral, negatif, dan waspada. Untuk
sentimen positif, dinilai atau diperoleh dari isi beritanya yang berisikan positif
109
atau baik secara keseluruhan. Untuk sentimen netral isi beritanya itu
berimbang antara bersifat positif dan bersifat negatif dalam satu berita, bisa
juga berita yang isinya hanya berupa seputar informasi saja. Untuk waspada
beritanya bersifat mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendag dan
perlu penanganan segera. Untuk sentimen negatif, biasanya isi berita itu
keseluruhannya menghujat atau mencemarkan dan bukan kritikan yang
membangun. Adapun perincian kategori berita pada tahun 2015 adalah
sebagai berikut:
Tabel 3-20. Rincian Kategori Berita Periode Januari - Desember 2015
No
Kategori Berita
1
Positif
6.764
2
Netral
5.641
3
Waspada
2.768
4
Negatif
Total
Jumlah Berita
18
15.191
Persamaan 3-4. Hasil Perhitungan Rasio Berita Negatif Tahun 2015
Dari sejumlah pemberitaan yang ada terdapat beberapa pemberitaan yang
menjadi sorotan publik terhadap kebijakan – kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah diantaranya sebagai berikut dibawah ini:
1.
Impor Sapi
Pemberitaan positif mengenai pemerintah membuka peluang impor dengan
negara-negara produksi sapi yang besar seperti Australia dan Selandia Baru
demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemberitaan netral mengenai
Persatuan Peternak Sapi Kerbau Indonesia meminta pemerintah mengkaji
kembali ketersediaan populasi sapi di dalam negeri guna memenuhi
kebutuhan daging sapi bagi masyarakat.
2.
Paket Ekonomi
Pemberitaan positif mengenai pemerintah mengeluarkan paket kebijakan
ekonomi dalam upaya memperkuat perekonomian di tanah air. Pemberitaan
netral para pelaku pasar menanti langkah konkret dan realisasi dari
110
kebijakan-kebijakan paket ekonomi tersebut, dan meminta tidak ada lagi
penundaan.
3.
Impor Garam
Pemberitaan netral mengenai revisi atas impor garam akan selesai akhir
Agustus ini. Salah satu perbaikan paling mendasar dalam beleid itu, ialah soal
definisi garam industri dan konsumsi. Importir diharapkan tidak mengimpor
garam melebihi kebutuhan di dalam negeri karena hal tersebut
menyengsarakan petani garam nasional. Pemberitaan waspada mengenai para
petani garam menuntut pemerintah untuk menyetop impor garam yang dinilai
merugikan para petani di dalam negeri. Sekjen Komisi Garam Pamekasan
berharap pemerintah segera mencabut izin impor garam, terutama pada saat
panen. Tingginya impor garam menurutnya membuat harga garam rakyat
jatuh.
4.
Stok Beras
Pemberitaan positif mengenai pemerintah mengklaim stok beras hingga akhir
tahun cukup aman. Pemberitaan netral mengenai pemerintah berupaya tidak
melakukan impor beras meskipun dampak fenomena El-Nino yang berakibat
kemarau panjang menurunkan produksi pangan nasional.
5.
Dwelling Time
Pemberitaan positif mengenai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal
Ramli membentuk satuan tugas (satgas) untuk mempercepat waktu bongkar
muat barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok. Pemberitaan netral
mengenai pemecahan masalah waktu tunggu bongkar muat (Dwelling Time)
masih menunggu Keputusan Presiden untuk menunjuk Otoritas Pelabuhan
sebagai pusat koordinator seluruh kegiatan pelabuhan.
6.
Harga Daging Sapi
Pemberitaan netral mengenai Menteri Pertanian menghimbau para perusahaan
penggemukan sapi (feedloter) melepas stoknya agar tak ada kelangkaan daging
sapi di pasar. Pemberitaan waspada mengenai pasca Lebaran Idul Fitri, harga
daging sapi di pasar-pasar tradisional di Jakarta belum juga turun. Harga
daging sapi dipatok para pedagang Rp 130.000/kg. harga daging sapi yang
masih tinggi tersebut karena harga dari RPH juga tak kunjung turun setelah
lebaran.
7.
Harga Daging Ayam
Pemberitaan netral mengenai harga ayam hidup terlihat sedikit menurun di
beberapa daerah. Hal itu tampak pada harga broiler (ayam pedaging) di Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat terus mengalami penurunan meski tipis.
Diprediksi harga mulai normal kembali lantaran stok ayam kembali pulih.
Pemberitaan waspada tingginya harga ayam di pasar tradisional di
111
Jabodetabek sehingga membuat para pedagang ayam potong di beberapa
wilayah melakukan aksi mogok berjualan.
8.
Peraturan Minol
Pemberitaan netral mengenai Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia
usaha meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana
deregulasi peraturan di sektor minuman beralkohol yang digagas pemerintah
belum lama ini. Pemberitaan waspada mengenai Aliansi Pengusaha Minuman
Beralkohol Indonesia mengkhawatirkan aturan jual minuman alkohol apabila
diserahkan kepada pemerintah daerah justru menimbulkan ketidakpastian
dalam usaha.
9.
Impor Beras
Pemberitaan netral mengenai para petani memberikan beberapa syarat dalam
impor beras kepada pemerintah. Pertama, meminta agar impor beras
dilakukan hanya oleh Perum Bulog, tidak dibuka untuk swasta. Kedua, beras
yang diimpor oleh Bulog tersebut tidak boleh digelontorkan langsung ke pasar.
Pemberitaan waspada mengenai
Para petani kecewa dengan peraturan
Presiden yang mengizinkan impor beras. Peraturan tersebut dinilai merugikan
petani dan menjadi penghambat produktifitas para petani.
10. Kerjasama TPP
Pemberitaan positif mengenai pemerintah memandang Kemitraan TransPasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP) bermanfaat untuk mendorong
reformasi
ekonomi
Indonesia.
Pemberitaan
netral
mengenai
pemerintah harus berhati-hati dan berhitung dengan cermat untuk bergabung
dalam blok dagang Trans Pasific Partnership mengingat Vietnam memiliki
kesamaan produk dengan Indonesia.
11. Kebijakan Perdagangan
Pemberitaan positif mengenai BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,73 persen. Menteri Perdagangan
menyambut baik pertumbuhan ekonomi pada kuartal III ini. Pemberitaan
netral Paket kebijakan ekonomi yg dikeluarkan pemerintah masih mendasar,
belum menyentuh akar permasalahan.
12. MEA 2015
Pemberitaan positif mengenai pemerintah yakin sektor industri siap
menghadapi MEA 2015. Karena Indonesia memiliki potensi paling besar, baik
sebagai pasar terbesar karena jumlah konsumsi yang besar dan juga dari segi
penyedia sumber daya manusia (SDM). Pemberitaan netral mengenai ketika
menghadapi MEA pada 2016 nanti, Indonesia harus memperkuat basis
produksi di Indonesia.
13. Stok Beras
112
Pemberitaan positif mengenai Kementerian Pertanian memprediksi stok beras
yang ada sekarang aman dan mencukupi hingga akhir tahun. Pemberitaan
netral mengenai melihat dampak El Nino Menteri Pertanian terus memantau
panen sekaligus tanam padi di berbagai wilayah Jawa, Kalimantan, Sumatera
dan Kalimantan.
14. Pameran TEI 2015
Pemberitaan positif mengenai Kementerian Perdagangan menyatakan Trade
Expo Indonesia (TEI) ke-30 pada 21-25 Oktober 2015 menargetkan total
transaksi kurang lebih sebesar 1,4 miliar dolar Amerika Serikat.
15. KTT APEC 2015
Pemberitaan positif mengenai Negara-negara Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik
atau APEC membentuk kesepakatan bidang perdagangan jasa.
16. Harga Beras
Pemberitaan netral mengenai kenaikan beras dipicu akibat dampak musim
kemarau.Pemerintah harus segera merespons dengan melakukan intervensi
sehingga kenaikan dapat ditekan. Pemberitaan waspada mengenai
kecenderungan kenaikan harga beras yang terjadi saat ini lebih disebabkan
karena ketidakmampuan pemerintah untuk menangani masalah logistik pada
komoditas tersebut.
17. KTT ASEAN 2015
Pemberitaan positif mengenai KTT ASEAN melangsungkan pendeklarasian
ASEAN Community atau Masyarakat ASEAN. Deklarasi MEA menjadi satu dari
dua momen spesial yang akan berlangsung dalam Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur.
18. Laporan BPS
Pemberitaan positif mengenai Badan Pusat Statistik menyatakan terjadi
surplus neraca perdagangan. Surplus perdagangan memberikan sumbangan
besar bagi pertumbuhan ekonomi. Pemberitaan netral mengenai penurunan
impor yang tajam menandakan ekonomi masih lesu karena produksi lambat.
IK-42: Persentase Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan
Informasi
Survei Tingkat Kepuasan Masyarakat dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun .
Survei I (Januari-Juni 2015) telah dijawab oleh 280 responden. Survei ke II
(Juli - Desember) telah dijawab oleh 203 responden. Dari hasil survey tersebut
mencakup aspek-aspek yang kami sampaikan pada tabel dibawah ini:
113
Tabel 3-21. Aspek Penilaian Dalam Survei Tingkat Kepuasan Masyarakat, 2015
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
ASPEK
PERIODE I
PERIODE II
RATA-RATA
Kemudahan Persyaratan
Permohonan Informasi Publik
66.19%
74.35%
70,27%
Kesopanan dan Keramahan Petugas
Pelayanan
89.38%
90.41%
89,89%
Kejelasan Informasi yang Diberikan
Petugas Pelayanan
76.56%
83.34%
79,95%
82.56%
87.43%
84.99%
Waktu yang Dibutuhkan Untuk
Mendapatkan Informasi
89.15%
90.05%
89.6%
Keadilan untuk Mendapatkan
Pelayanan Informasi
82.56%
84.81%
83.68%
75.2%
79.06%
77.13%
Ketepatan Pelaksanaan Terhadap
Jadwal Pelayanan
68.6%
72.25%
70.42%
Kenyamanan Fasilitas Ruang
Tunggu
88.14%
89.3%
88.72%
Tampilan Website Kementerian
Perdagangan
88.93%
88.77%
88.85%
Kecepatan Akses Website
Kemendag
77.47%
77.54%
77.50%
Kepuasan Masyarakat berdasarkan
sistem pelayanan
80.4%
88.59%
84.49%
Kesesuaian maklumat pelayanan
informasi
90.8%
94.02%
92.41%
81.23%
84.61%
82.92%
Kesesuaian Persyaratan Pelayanan
Informasi dengan Jenis
Pelayanannya
Kewajaran Biaya Fotokopi
TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN
114
Sasaran Strategis 18: Meningkatkan Kinerja dan Profesionalisme SDM
Kementerian Perdagangan
No
43
44
45
Indikator Kinerja
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur
operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, serta
pelayanan kepegawaian secara elektronik
Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag
sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi
Meningkatkan kinerja organisasi sesuai tugas dan fungsi secara
optimal
Target
Realisasi
% Capaian
69%
70%
101%
46%
44.8%
97%
47%
49%
104%
IK 43: Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan
prosedur
operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, serta pelayanan
kepegawaian secara elektronik
Target meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur operasional
tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, dan pelayanan kepegawaian
secara elektronik pada tahun 2015 adalah 69 persen. Realisasi Kementerian
Perdagangan sampai dengan akhir tahun 2015 telah melewati target, yaitu
sebesar 70 persen. Persentase tersebut diperoleh dari realisasi rata-rata tiga
indikator, yaitu: kesesuaian penerapan SOP dengan tugas dan fungsi (30%),
meningkatnya pelayanan kepegawaian (86%), dan optimalisasi sistem
informasi kepegawaian (96%). Penjabaran dari masing-masing indikator dan
kegiatan-kegiatan yang mendukung indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kesesuaian penerapan SOP dengan tugas dan fungsi (30%)
Dalam rangka pencapaian target tahun 2015, Kementerian Perdagangan
akan melaksanakan kegiatan review bisnis proses, audit sistem dan
prosedur kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan. Implementasi,
monitoring dan evaluasi SOP ini dilakukan untuk menciptakan ketertiban
dalam penyelenggaraan pekerjaan, dan meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat. Selain itu, monitoring dan evaluasi dilakukan untuk
melihat sejauh mana penerapan SOP, bagaimana SOP bisa memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai di lingkungan
Kementerian Perdagangan, dan bagaimana penilaian SOP itu sendiri apakah
perlu ada perubahan dan penambahan. Kegiatan ini menjadi masukan bagi
Kementerian Perdagangan untuk langkah mendatang.
Review Bisnis Proses
Kementerian Perdagangan memiliki 2018 SOP Mikro yang tersebar di
seluruh unit Eselon II, dan akan dilakukan audit terhadap SOP Mikro
tersebut. Tahun 2015 – 2019 akan dilakukan audit terhadap 1000 SOP
Mikro terlebih dahulu. Tahun 2015 ini, rencananya akan dilakukan audit
terhadap 30% dari target tersebut, yaitu sebanyak 300 SOP Mikro yang ada
di lingkungan Kementerian Perdagangan.
115
Bisnis Proses Kementerian Perdagangan terdiri atas 15 Proses yang meliputi
6 Proses Utama, 6 Proses pendukung, 3 proses terkait dengan sumber daya
dan pengawasan.
Bagan 3-22. Bisnis Proses Kementerian Perdagangan
Revisi SOP Makro
Telah dilakukan revisi dan pembahasannya dengan unit-unit terkait
terhadap SOP Makro MOT-01.04.CFM.01.SOP.01 tentang Penyusunan
Peraturan/Keputusan Menteri Perdagangan. Sesuai dengan arahan Menteri
Perdagangan, dalam SOP Makro tersebut perlu dilibatkan Pelaku Usaha
dalam melakukan pembahasan penyusunan Peraturan/Keputusan Menteri
Perdagangan.
Audit SOP Makro dan Mikro
Pada Bulan Februari 2015, Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian telah
meyampaikan Nota Dinas kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal terkait
Audit Compliance SOP Makro Kementerian Perdagangan serta telah
dilakukan koordinasi dengan Sekretariat Inspektorat Jenderal terkait
116
Pelaksanaan Audit SOP Makro di lingkungan Kementerian Perdagangan.
Dari hasil koordinasi disepakati bahwa pelaksanaan Audit SOP Makro
tahun 2015 ini tetap akan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal yang
memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan intern di
lingkungan Kementerian Perdagangan.
Sebagai persiapan dari pelaksanaan Audit Sistem dan Prosedur Kerja di
lingkungan Kementerian Perdagangan, telah dilakukan pelatihan Audit SOP
pada tanggal 12 – 13 Maret 2015 dengan pengajar Dr. Martinus Tukiran,
ST., MT., Konsultan Penyusunan SOP yang diikuti oleh Perwakilan masingmasing Sekretariat Direktorat Jenderal dan Perwakilan dari masing-masing
Biro dan Pusat di lingkungan Sekretariat Jenderal. Tujuan pelatihan ini
untuk menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan para pegawai
Kementerian Perdagangan dengan Panduan ISO 19011:2011 tentang
Auditing Management Systems. Hal ini penting karena proses audit
operasional internal memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan proses
audit pada umumnya.
Gambar 3-3. Pelatihan Audit SOP
Pelaksanaan Audit SOP Mikro dilakukan di lingkungan Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri dan Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional
yang dilakukan pada Tanggal 22-26 Juni 2015. Audit SOP ini mengambil
Sampling sebanyak 346 SOP Mikro, yang terdiri dari 178 SOP Mikro di
lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan 168 SOP
Mikro di lingkungan Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional. SOP Mikro
ini terdiri atas SOP Mikro Teknis maupun SOP Mikro Administrasi. Ruang
Lingkup Audit SOP ini mencakup Proses Kerja yang ada pada Unit
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktorat
117
Pengembangan Ekspor Nasional. Dari Audit SOP Mikro tersebut didapatkan
Temuan sebanyak 38 yang terdapat pada Unit Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri dan 4 Temuan didapatkan pada Unit Direktorat
Pengembangan Ekspor Nasional. Rincian temuan adalah sebagai berikut:
Tabel 3-22. Jumlah Temuan SOP yang Tidak Sesuai dalam Audit SOP Mikro
Tahun 2015
Unit Eselon I
Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri
Direktorat Pengembangan
Ekspor Nasional
Jumlah Temuan
( SOP )
Unit Eselon II
Sekretariat
Direktorat
Perdagangan Dalam Negeri
Jenderal
22
Dit. Logistik dan Sarana Distribusi
4
Dit. Bina Usaha Perdagangan
4
Dit. Dagang Kecil Menengah dan Produk
Dalam Negeri
3
Dit. Bahan Pokok dan Barang Strategis
5
Dit. Pengembangan Produk Ekspor
2
Dit. Pengembangan Promosi dan Citra
2
Sumber: Setjen Kemendag
Selanjutnya dilakukan kegiatan tindak lanjut atas temuan SOP yang tidak
sesuai dalam Audit SOP Mikro Tahun 2015 di lingkungan Kementerian
Perdagangan. Sampai akhir Tahun 2015 seluruh SOP telah sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Capaian ini mendukung 30% dari capaian
Meningkatnya efisiensi, dan efektivitas penerapan prosedur operasional
tetap (SOP) sesuai dengan Tugas dan Fungsi dan Pelayanan Kepegawaian
secara elektronik.
2. Meningkatnya Pelayanan Kepegawaian
Terdapat dua kegiatan yang mendukung meningkatnya pelayanan
kepegawaian yaitu kegiatan pemberhentian dan pemensiuanan pegawai
serta administrasi kepegawaian yang meliputi mutasi, kenaikan pangkat,
pengambilan sumpah PNS dan Jabatan serta SK Fungsional. Capaian
kegiatan meningkatnya pelayanan kepegawaian mendukung 86% capaian
Meningkatnya efisiensi, dan efektivitas penerapan prosedur operasional
tetap (SOP) sesuai dengan Tugas dan Fungsi dan Pelayanan Kepegawaian
secara elektronik.
Administrasi pemberhentian dan pemensiunan
Kementerian Perdagangan telah melaksanakan seluruh administrasi
pemberhentian dan pemensiunan sebanyak 72 pegawai dengan rincian
sebagai berikut: Pengunduran Diri CPNS (2 pegawai); Pensiun (63); dan
Pensiun Dini (7).
118
Kementerian Perdagangan telah melaksanakan kegiatan sosialisasi prosedur
pemberhentian dan pemensiunan PNS di lingkungan Kementerian
Perdagangan di Jakarta pada hari kamis, 16 April 2015 di Auditorium 3
Kementerian Perdagangan dan dilaksanakan di Bandung pada Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemetrologian pada bulan Desember
2015.
Kementerian Perdagangan juga telah melaksanakan pembekalan purna
tugas gelombang 1 dan 2. Gelombang 1 dilaksanakan pada tanggal 18-19
Mei 2015 dengan jumlah peserta 36 pegawai dan gelombang 2 pada tanggal
6 sampai 7 oktober 2015 dengan jumlah peserta sebanyak 35 pegawai yang
dilaksanakan di Ruang Rapat Flamboyan, dan hari kedua kunjungan
lapangan ke Mega Mendung Puncak Bogor.
Pelaksanaan Sistem Kenaikan Pangkat Tepat Waktu
Pada Tahun 2015 telah dilaksanakan proses kenaikan pangkat tepat waktu
di lingkungan Kementerian Perdagangan yang meliputi koordinasi,
pemrosesan dan penyampaian SK Kenaikan pangkat kepada unit terkait di
lingkungan Kementerian Perdagangan. Pelaksanaan Kenaikan Pangkat
dilakukan 2 periode yaitu periode 1 April 2015 dan 1 Oktober 2015. Total
Jumlah yang di proses kenaikan pangkatnya adalah 479 pegawai. Jumlah
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perdagangan yang diproses kenaikan
pangkat periode 1 April 2015 sebanyak 281 pegawai. Sedangkan, jumlah
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perdagangan yang diproses kenaikan pangkat
periode 1 Oktober 2015 sebanyak 198 pegawai.
Pelaksanaan pengambilan sumpah jabatan
Pada tahun 2015, telah dilaksanakan tiga kali upacara pengambilan
sumpah jabatan dan pelantikan pejabat di lingkungan Kementerian
Perdagangan oleh Menteri Perdagangan, yaitu:
a. Pada tanggal 20 Maret 2015, dilaksanakan pengambilan sumpah jabatan
sebanyak 195 pegawai untuk Pejabat Struktural Eselon III, IV dan
Pejabat Fungsional.
b. Pada tanggal 3 Agustus 2015, dilaksanakan Pengambilan Sumpah
Jabatan sebanyak 16 pegawai untuk Pejabat Struktural Eselon II, III,
dan IV.
c. Pada tanggal 23 Desember 2015, dilaksanakan Pengambilan Sumpah
Jabatan sebanyak 12 pegawai untuk Pejabat Struktural Eselon I dan II.
119
Gambar 3-4. Pelaksanaan Pengambilan Sumpah Jabatan oleh Menteri Perdagangan,
tanggal 20 Maret 2015
Pelaksanaan pengambilan sumpah PNS
Pengambilan sumpah PNS telah dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2015.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perdagangan yang diambil
Sumpah/Janji PNS oleh Sekretaris Jenderal adalah sebanyak 204 pegawai.
Sekretariat Jenderal juga telah melaksanakan mutasi PNS sebanyak 10
pegawai dan pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan fungsional
sebanyak 35 pegawai.
Gambar 3-5. Pelaksanaan Pengambilan Sumpah PNS oleh Sekjen Kemendag,
tanggal 15 Mei 2015
3. Optimalisasi Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG)
Sampai dengan akhir tahun 2015, telah dilaksanakan kegiatan yang
menunjang kinerja optimalisasi sistem informasi kepegawaian yang meliputi
pembangunan sistem aplikasi (30%) dan updating data kepegawaian (66%).
Capaian pada triwulan III sebesar 96% dengan rincian sebagai berikut :
1.
Pembangunan Sistem Apilkasi
Sistem aplikasi yang ditargetkan adalah 3 sistem untuk Tahun 2015.
Sampai dengan triwulan IV ini telah terealisasi 3 sistem aplikasi yaitu
aplikasi Analisa Beban Kerja Pegawai, Aplikasi Manajemen Jabatan,
120
dan Disaster Recovery System Database SIPEG. Capaian kegiatan ini
30% mendukung capaian optimalisasi sistem informasi kepegawaian.
Gambar 3-6. Tampilan Depan Sistem Aplikasi Manajemen Jabatan
2. Updating Data Kepegawaian
Pada triwulan II tahun 2015, telah dilakukan pemutakhiran data
terhadap 2896 pegawai dari total 2950 pegawai di lingkungan
Kementerian Perdagangan. Capaian kegiatan ini 66% mendukung
optimalisasi sistem informasi kepegawaian.
IK 44: Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag
sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi
Upaya meningkatkan kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag sesuai
dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi, dimulai dengan penyusunan
formasi pegawai, pelaksanaan orientasi bagi CPNS, pelaksanaan program
pengembangan pegawai baik diklat gelar dan non gelar, seleksi pejabat
121
(pejabat tinggi dan pejabat perwakilan perdagangan di luar negeri), pembinaan
terhadap para pejabat fungsional, serta monitoring dan penilaian terhadap
kinerja pegawai. Dari kegiatan dimaksud, dapat disimpulkan bahwa capaian
kinerja sampai dengan akhir Tahun 2015 terkait peningkatan kinerja dan
profesionalisme pegawai Kemendag telah mencapai 44.8%. Adapun
perkembangan capaian kinerja sampai dengan akhir tahun 2015 sebagai
berikut:
1. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
Sampai dengan akhir tahun 2015, Biro Organisasi dan Kepegawaian tidak
melaksanakan diklat gelar dan non gelar. Capaian manajemen pendidikan
dan pelatihan pegawai masih sama dengan capaian triwulan III. Capaian
dalam presentasi adalah 8,75 % dari target 297 pegawai.
2. Pelaksanaan beasiswa S2/S3
Sampai dengan akhir tahun 2015, Biro Organisasi dan Kepegawaian telah
melaksanakan seleksi beasiswa program S2 dan S3 dan diperoleh 14 orang
pegawai yang berhak menerima beasiswa S2/S3. Dengan rekapitulasi
sebagai berikut :
Tabel 3-23. Rekapitulasi Pegawai Beasiswa S2/S3 Tahun 2015
Jenjang
Pendidikan
S2
S3
Beasiswa (pegawai)
Dalam Negeri
Luar Negeri
ITB UGM UI RRT
Hongaria
4
4
2
3
1
Target pegawai menerima beasiswa S2/S3 Tahun 2015 adalah 50 orang
pegawai. Pada tahun 2015 ini terdapat 10 pegawai yang telah diterima
beasiswa di dalam negeri dan 3 pegawai diterima diluar negeri tepatnya di
negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Capaian triwulan II adalah 1
pegawai yg diterima beasiswa di Hongaria, jadi total penerima beasiswa
S2/S3 sampai dengan akhir tahun 2015 adalah 14 pegawai. Presentase
capaian penerima beasiswa sebesar 28% dari target.
3. Pembekalan Ujian Dinas
Pada triwulan III ini, pelaksanaan ujian dinas Tk. I dan penyesuaian ijazah
dilaksanakan di Badan Kepegawaian Negara pada bulan Juli 2015. Pegawai
yang mengikuti Ujian Dinas Tk.I sebanyak 4 (empat) pegawai sedangkan
peserta yang mengikuti menyesuaian Ijazah Tahun 2015 sebanyak 7 (tujuh)
pegawai. Kementerian Perdagangan masih menunggu hasil dari ujian dinas
Tk. I dan penyesuaian ijazah dari BKN.
4. Pelaksanaan Seleksi Pejabat
122
Pada triwulan II 2015, Biro Organisasi dan Kepegawaian telah
melaksanakan seleksi pejabat Perwakilan Perdagangan di Luar Negeri
sebanyak 18 posisi telah terisi. Pada bulan desember tahun 2015 Biro
Organisasi dan Kepegawaian telah melaksanakan seleksi Jabatan Pimpinan
Tinggi (JPT) Pratama sebanyak 12 posisi telah terisi.
5. Pelaksanaan Orientasi CPNS
Pelaksanaan Orientasi CPNS tahun 2015 telah selesai dilaksanakan pada
bulan Maret 2015 (triwulan pertama). Capaian ini bernilai 6.5% mendukung
tersedianya pegawai yang kompeten dan profesional sesuai dengan
kebutuhan organisasi.
6. Pembinaan dan Pengembangan Pejabat Fungsional
Kegiatan pembinaan dan pengembangan pejabat fungsional yang telah
dilaksanakan oleh Biro Organisasi dan Kepegawaian sampai dengan
semester keempat 2015 antara lain:
a. Monitoring dan Evaluasi Pejabat Fungsional :
1) Melakukan pembaharuan dan verifikasi data pejabat fungsional yang
ada di Kementerian Perdagangan. Jumlah pejabat fungsional yang
ada di Kementerian Perdagangan sebanyak 686 dan sudah ada 343
pegawai yang mengirimkan pembaharuan data (50%);
2) Telah melakukan Temu Teknis dengan perwakilan pejabat fungsional
di lingkungan Kementerian Perdagangan, 100 %;
3) Menyusun Pedoman Pembinaan Jabatan Fungsional, yang saat ini
sedang dilakukan pembahasan dengan Biro Hukum dengan masih
memberikan waktu bagi unit Pembina untuk memberikan masukan.
(80%)
b. Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian:
1) Melaksanakan Forum Analis Kepegawaian. Forum Analis
Kepegawaian sudah dilaksanakan 2 (dua) kali untuk memenuhi
target pelaksanaan sebesar 3 (tiga) kali yang sebelumnya telah
dilaksanakan di triwulan III, 100 %.
2) Pelaksanaan Pra-sidang oleh Sekretariat Tim Penilai Instansi Angka
Kredit Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian, 100%.
3) Pelaksanaan sidang oleh Tim Penilai Instansi Angka Kredit Jabatan
Fungsional Analis Kepegawaian, 100 %
c. Workshop Karya Tulis Ilmiah : Telah melaksanakan Karya Tulis Ilmiah
sebanyak 2 (dua) kali dari 2 (kali) yang akan direncanakan, 100 %;
7. Penilaian Prestasi Kinerja
123
Biro Organiasi dan kepegawaian telah mendorong terlaksananya penilaian
perilaku kerja pada para pegawai Kementerian Perdagangan yang
dipekerjakan/diperbantukan dan ditugaskan sebagai perwakilan di Luar
Negeri/Lembaga Internasional dengan diterbitkannya Nota Dinas Biro
Organisasi dan Kepegawaian nomor 1619/SJ-DAG.2/ND/8/2015 pada
tanggal 24 Agustus 2015. Capaian realisasi SKP Kementerian Perdagangan
pada akhir tahun 2015 telah berhasil 100%. SKP yang bernilai 76 keatas
sejumlah 97% sedangkan bagi pegawai yang tidak mematuhi ketentuan
yang berlaku itupun tidak sampai mencapai 3%.
IK 45: Meningkatkan Kinerja Organisasi sesuai tugas dan fungsi secara
optimal
Sampai dengan akhir tahun 2015 ini Capaian Meningkatnya kinerja organisasi
sesuai tugas dan fungsi secara optimal telah memperoleh persentase sebesar
49 % (104% dari target). Capaian itu didukung dengan 2 kegiatan yaitu
sebagai berikut :
1. Penataan Organisasi
Penataan organisasi di tingkat Eselon I lingkungan Kementerian
Perdagangan telah tercapai 100 % dengan diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
juga telah menyetujui perubahan nomenklatur dan penambahan unit kerja
Eselon III dan IV pada Kementerian Perdagangan sesuai dengan Surat
Nomor B/3801/M.PAN-RB/11/2015 tanggal 27 November 2015. Dalam
menyesuaikan perubahan tersebut maka telah disusun Draft Peraturan
Menteri Perdagangan tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perdagangan dan saat ini sedang dikoreksi oleh Biro Hukum.
2. Analisa dan evaluasi jabatan di lingkungan kementerian Perdagangan
Telah dilakukan penyusunan dokumen analisa dan evaluasi jabatan
terhadap 160 jabatan di lingkungan kementerian perdagangan yang terdiri
atas 4 jabatan fungsional pengujimutu barang dengan surap menpan no
B/3771/m.panrb/11/2015, 9 jabatan fungsional tertentu dengan surap
persetujuan menpan nomor B/3772/m.panrb/11/2015, 57 dokumen
informasi jabatan
struktural pada unit Bappebti, dan 16 dokumen
informasi jabatan struktural pada unit biro keuangan dan 74 jabatan
lainnya.
Selain itu, telah dilaksanakan rapat koordinasi terkait standardisasi
jabatan di lingkungan Balai di lingkungan Kementerian Perdagangan.
Rapat koordinasi dilakukan pada tanggal 17 - 19 Desember 2015 di
Bandung dengan peserta perwakilan dari keempat BSML. Adapun hasil
dari kegiatan tersebut adalah dikeluarkannya berita acara terkait
124
standardisasi jabatan di lingkungan balai, baik pada unit ketatausahaan
maupun unit teknis serta pengisian uraian tugas pada Balai-balai.
Sasaran Strategis 19:
Meningkatnya Birokrasi yang Transparan, Akuntabel dan Bersih
No
Indikator Kinerja
46
Penilaian Kementerian PAN-RB terhadap
akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan
47
Keselarasan perencanaan dengan kinerja
(Persentase program dan hasil yang dicapai)
Target
Realisasi
% Capaian
B
BB
(73,30)
100%
90%
84,78%
94,2%
IK 46: Penilaian Kementerian PAN-RB terhadap akuntabilitas kinerja
Kementerian Perdagangan
Meningkatnya birokrasi yang transparan, akuntabel dan bersih dapat diukur
melalui nilai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PAN & RB) terhadap akuntabilitas kinerja Kementerian
Perdagangan. Setiap tahun Kementerian PAN-RB melakukan evaluasi atas
pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) di
seluruh
Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah.
Nilai
hasi
evaluasi tersebut
menunjukkan
tingkat
akuntabilitas
atau
pertanggungjawaban atas hasil (outcome) terhadap penggunaan anggaran
dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada hasil
(result oriented government). Semakin baik hasil evaluasi yang diperoleh
instansi pemerintah, menunjukkan semakin baik tingkat efektivitas dan
efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta
semakin baik kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi di instansi
tersebut. Dalam Renstra Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2019 telah
ditetapkan bahwa Penilaian Kementerian PAN-RB terhadap akuntabilitas
kinerja Kemendag ditargetkan untuk dapat mempertahankan predikat B (Baik)
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Pada bulan Desember 2015, Kementerian PAN dan RB telah merilis Laporan
Hasil Evaluasi akuntbilitas kinerja seluruh Kementerian/Lembaga dan
Provinsi.
Dari
hasil
evaluasi
tersebut,
nilai
rata-rata
untuk
kementerian/lembaga meningkat, dari 64,70 pada tahun 2014 menjadi 65,82
pada tahun 2015. Sementara itu, Kementerian Perdagangan secara
keseluruhan berhasil memperoleh nilai 73,30 atau predikat BB. Dengan nilai
tersebut Kementerian Perdagangan menduduki peringkat 14 dari 86
Kementerian/Lembaga yang dinilai akuntabilitas kinerjanya. Hal ini telah
melampaui target yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015 dan
Renstra Kementerian Perdagangan 2015-2019. Sejak tahun 2011 hasil
evaluasi pelaksanaan SAKIP di lingkungan Kementerian Perdagangan telah
125
memperoleh predikat B (Baik). Selain itu, nilai
SAKIP Kementerian
Perdagangan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Dengan
perkembangan kinerja yang baik selama ini, diharapkan pada akhir tahun
2019 Kementerian Perdagangan tidak hanya mempertahankan predikat nilai B
untuk hasil evaluasi SAKIP tetapi juga mampu mencapai nilai 75 atau predikat
A (Sangat Baik).
Tabel 3-24. Perbandingan Nilai SAKIP Kementerian Perdagangan, 2010 – 2015
Uraian
Nilai Hasil Evaluasi
Tingkat Akuntabilitas
Kinerja
Target Renstra 20152019
% Capaian Kinerja
2010
2011
2012
2013
2014
2015
62,45
66,72
69,26
72,06
73,16
73,30
CC
B
B
B+
B+
BB
CC
B
B
B
B
B
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Dalam rangka menjamin kualitas penyelenggaraan SAKIP di lingkungan
Kementerian Perdagangan, pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan telah
melaksanakan
beberapa
kegiatan
pendukung,
diantaranya
adalah:
penyusunan Rencana Strategis Tahun 2015-2019 (di tingkat Kementerian
Perdagangan dan seluruh unit eselon I); penyusunan Rencana Kerja dan
Perjanjian Kinerja Tahun 2015 (pada tingkat Kementerian hingga unit eselon
II); dan penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2014 (pada tingkat Kementerian
hingga unit eselon II). Selain itu, Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah
(APIP) Kementerian Perdagangan c.q. Inspektorat Jenderal telah melakukan
evaluasi atas implementasi SAKIP pada seluruh unit kerja di lingkungan
Kemendag dan reviu atas Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan sebelum
disampaikan kepada Presiden RI c.q. Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi.
Untuk menjaga konsistensi pelaksanaan SAKIP di lingkungan Kementerian
Perdagangan, telah diterbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor
794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang Pedoman Penyusunan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Penmerintah di Lingkungan Kementerian Perdagangan dan
Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Nomor 13.2/IJDAG/KEP/08/2015
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Evaluasi
atas
Implementasi SAKIP di Lingkungan kementerian Perdagangan.
IK 47: Keselarasan Perencanaan dengan Kinerja (Persentase Program dan
Hasil yang Dicapai)
Keselarasan perencanaan dengan kinerja diukur dengan persentase program
dan hasil yang dicapai, dengan target yang ditetapkan di dalam Renstra
sebesar 90% setiap tahunnya mulai tahun 2015 sampai dengan 2019.
126
Persentase tersebut dinilai dari realisasi keluaran (output) untuk setiap
program dan kegiatan di seluruh unit di lingkungan Kementerian
Perdagangan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 Tahun 2011 tentang Pengukuran dan
Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga mengatur metode pengukuran kinerja program dan
anggaran yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu: aspek implementasi, aspek
manfaat, dan aspek konteks. Pengukuruan aspek implementasi anggaran
merupakan reformulasi dari berbagai komponen, yaitu: penyerapan anggaran,
konsistensi pencairan, capaian output, dan efisiensi penggunaan anggaran.3
Pada tahun 2015, hasil evaluasi kinerja RKA Kementerian Perdagangan dilihat
dari aspek implementasi mencapai 84,78%. Dengan demikian capaian IK-47 masih
dibawah target yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja dan Renstra, dengan
persentase capaian sebesar 94,2%. Sedangkan, hasil evaluasi kinerja anggaran
untuk masing-masing unit eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan
adalah sebagai berikut:
 Program Dukungan managemen dan tugas teknis lainnya kementerian
Perdagangan sebesar 92,93%;
 Program Peningkatan Sarana
Perdagangan sebesar 77,65%;
dan
Prasarana
Aparatur
Kementerian
 Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri sebesar 77,14%;
 Program Peningkatan Perdagangan Luar Negeri sebesar 85,30%;
 Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional sebesar 87,05%;
 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian
Perdagangan sebesar 88,51%;
 Program Pengembangan Ekspor Nasional sebesar 86,82%;
 Program Peningkatan Efesiensi Pasar Komoditi sebesar 80,02%;
 Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan Perdagangan
89,15%;
sebesar
 Program Peningkatan Pelindungan Konsumen sebesar 84,65%.
3
Penjelasan lebih rinci mengenai ketiga aspek ini dapat dilihat pada subbab 3b tentang Evaluasi Kinerja
Anggaran.
127
Sasaran Strategis 20: Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Internal
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
48
Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit
75%
76,96%
102,61%
49
Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan
78%
98,49%
126,27%
peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review
IK 48: Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit
Dalam rangka meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas
dari korupsi di lingkungan Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perdagangan melalui Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) Kementerian Perdagangan telah melakukan pengawasan
intern terhadap pelaksanaan kinerja/program/kegiatan pada seluruh Unit
Kerja yang berada di bawah Menteri Perdagangan. Kegiatan pengawasan yang
telah dilaksanakan meliputi Audit, Reviu, Pemantauan, Evaluasi dan Kegiatan
Pengawasan Lainnya. Pengawasan intern tersebut dilaksanakan mengacu
kepada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah melakukan audit terhadap
Unit Kerja dilingkungan Kementerian Perdagangan, Satuan Kerja Pelaksana
Dana Dekonsentrasi Bidang Perdagangan di Tingkat Provinsi, Satuan Kerja
Pelaksana pembangunan pasar yang dibiayai melalui Dana Tugas Pembantuan
Kementerian perdagangan pada tingkat Kabupaten/Kota.
Tabel 3-25. Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Audit
Tahun Audit
Jumlah
Rekomendasi
TL Selesai
Persentase
TL selesai
2005
923
862
93,39%
2006
904
807
89,29%
2007
1291
1197
92,67%
2008
1298
1104
85,04%
2009
1058
869
82,17%
2010
584
497
85,14%
2011
911
808
88,70%
2012
1201
915
76,17%
2013
743
512
68,93%
2014
1121
605
53,97%
2015
974
295
30,33%
Total
11.009
8.472
76,96%
Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan
128
Audit yang dilakukan Kementerian Perdagangan ditujukan untuk memberikan
keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efisien, kenadalan pelaporan keuangan, pengamanan asset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagang telah melakukan audit terhadap
237 auditan dan menghasilkan 974 rekomendasi. Rekomendasi tersebut lebih
sedikit 147 rekomendasi jika dibandingkan tahun 2014 yaitu 1.121
rekomendasi. Hal tersebut dikarenakan Unit Kerja di lingkungan Kementerian
Perdagangan telah lebih menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Rekomendasi hasil audit Kementerian Perdagangan sampai dengan tahun
2015 adalah 11.009 (sebelas ribu sembilan) rekomendasi dan telah
ditindaklanjuti sejumlah 76,96% atau 8.472 rekomendasi. Persentase tersebut
lebih rendah jika dibandingkan tahun 2014, dimana pada tahun 2014
persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit hanya 82%.
Bagan 3-23. Perkembangan Rekomendasi dan Tindak Lanjut
Sepanjang Tahun 2014 - 2015
83%
82%
82%
81%
80%
79%
79%
78%
77%
77%
77%
76%
76%
75%
74%
73%
Tahun 2014
TW I 2015
TW II 2015
TW III 2015
TW IV 2015
Sumber: Inspektorat Jenderal
Temuan hasil audit Kementerian Perdagangan terdiri dari temuan
ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan, kelemahan sistem
pengendalian intern (SPI) dan temuan ketidakefektifan, ketidakefisien serta
ketidakekonomisan.
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan persentase tindak
lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen). Target tersebut ditetapkan karena 75% rekomendasi hasil audit
merupakan rekomendasi yang bersifat strategis yaitu dalam rangka
peningkatan kinerja organisasi dan terkait keuangan negara sedangkan 25%
rekomendasi bersifat administrasi, untuk itu 75% tindak lanjut rekomendasi
menjadi prioritas Kementerian Perdagangan.
129
Apabila melihat target diatas, maka Kementerian Perdagangan telah berhasil
melampaui taget tersebut. Pada tahun 2015, persentase tindak lanjut
penyelesaian rekomendasi hasil audit sebesar 76,96% atau 8.472 rekomendari
yang telah ditindaklanjuti dari 11.009 rekomendasi hasil audit.
Bagan 3-24. Perubahan Paradigma APIP di Kementerian Perdagangan
Keberhasilan Kementerian Perdagangan melampui target kinerja “persentase
tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit” dikarenakan berubahnya
APIP Kementerian perdagangan, yang sebelumnya cenderung berperan sebagai
watch dog menjadi konsultan (consulting) dan sebagai penjamin (assurance)
sehingga pengawasan tidak hanya dilakukan melalui audit namun juga
berfungsi sebagai katalisator dan konsultan yang dapat mendorong
peningkatan kinerja organisasi dan kualitas pengelolaan keuangan negara.
Pengawasan
tidak
hanya
dilakukan
terhadap
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban anggaran, tetapi juga dalam tahapan perencanaan dan
penganggaran sehingga tercipta preventive action sebelum terjadinya
pelanggaran dan ketidaksesuaian.
IK 49: Persentase kesesuaian RKA dengan peraturan yang berlaku
berdasarkan hasil review (Itjen)
Tantangan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
adalah terbatasnya ruang gerak kapasitas fiskal sebagai akibat dari
terbatasnya sumber pendanaan sehingga menambah kompleksitas pemilihan
prioritas pembangunan nasional. Untuk menjawab tantangan tersebut,
diterapkan kebijakan penganggaran dengan meningkatkan kualitas belanja
(Quality of Spending).
Sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas belanja, Kementerian
Perdagangan telah melakukan reviu atas Rencana Kerja dan anggaran. Reviu
tersebut laksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
Kementerian Perdagangan.
130
Tujuan Reviu RKA oleh APIP adalah untuk memberi keyakinan terbatas
mengenai akurasi, keandalan dan keabsahan, bahwa informasi dalam RKA
sesuai dengan RKP, Renja K/L dan Pagu Anggaran serta kesesuaian dengan
standar biaya dan kaidah-kaidah penganggaran lainnya serta telah dilengkapi
dengan dokumen pendukung RKA. Untuk mencapai tujuan tersebut, apabila
reviu menemukan kelemahan dan/atau kesalahan dalam penyusunan RKA,
maka pereviu berkewajiban untuk menyampaikan kepada unit penyusun
anggaran untuk segera dilakukan perbaikan/penyesuaian. Dengan demikian,
secara garis besar dapat dikatakan bahwa adanya keterlibatan APIP dalam
meneliti RKA adalah untuk meningkatkan kualitas perencanaan K/L dan
menjamin kepatuhan terhadap kaidah-kaidah penganggaran sebagai quality
assurance.
Bagan 3-25. Alur Pikir Fungsi APIP Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008
Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan peraturan yang
berlaku berdasarkan hasil review merupakan alat untuk mengukur seberapa
jauh Unit Kerja di Lingkungan Kementerian Perdagangan yang patuh terhadap
ketentuan terkait penyusunan RKA.
Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menargetkan 78% RKA
yang disusun telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang
perencanaan anggaran berdasarkan hasil reviu APIP. Sampai dengan
Desember 2015, persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan
peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review sebesar 98,49%. Sehingga
capaian kinerja ini adalah 126,27%. Capaian kinerja tersebut belum bisa
dibandingkan dengan tahun sebelumnya dikarenakan pada tahun 2014 belum
dijadikan indikator kinerja Kementerian Perdagangan.
131
Sasaran Strategis 21: Meningkatnya pemanfaatan Data/Informasi
Perdagangan dan terkait perdagangan
No
50
Indikator Kinerja
Persentase jenis data/informasi perdagangan
dan terkait perdagangan yang dikelola
Target
Realisasi
% Capaian
5%
7,7%
154%
IK 50: persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait
perdagangan yang dikelola
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan
pasal
88-92,
Kementerian
Perdagangan
berkewajiban
menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan (SIP) yang terintegrasi
dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga
pemerintah non kementerian.
Agar SIP dapat dimanfaatkan untuk mendukung kinerja sektor perdagangan,
khususnya dalam proses penyusunan kebijakan dan pengendalian
perdagangan sebagaimana diatur dalam UU tersebut, maka ditetapkan
indikator untuk sasaran meningkatnya pemanfaatan Data/Informasi
Perdagangan dan terkait perdagangan yaitu persentase jenis data/informasi
perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola. Kementerian
Perdagangan menargetkan persentase jenis data/informasi perdagangan dan
terkait perdagangan yang dikelola pada tahun 2015 adalah sebesar 5% dan
terus meningkat hingga mencapai 25% pada tahun 2019.
Tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan terjadi peningkatan
jumlah data/informasi sebesar 5% dari 26 jenis data/informasi yang telah
dikelola sebelumnya pada tahun 2014. Peningkatan ini terjadi pada kegiatan
Penyediaan Data Digital yaitu meningkat dari 7 jenis data menjadi 9 jenis
data/informasi. Adapun rincian data/informasi yang dikelola pada tahun 2014
dan target data/informasi yang akan dikelola pada tahun 2015 adalah sebagai
berikut:
Tabel 3-26. Jenis data/informasi yang dikelola Tahun 2014 dan 2015
No
Keterangan
1.
2.
3.
Kerjasama Pengumpulan Data dengan BPS
Pengolahan Data Laporan Atdag
Rekonsiliasi Data Impor dan Tarif Bea Masuk Indonesia
ke WTO
Kerjasama Pengelolaan Data dengan Daerah
Pengelolaan Pelayanan Data dan Informasi
Perdagangan
Penyediaan Data Digital
TOTAL
4.
5.
6.
Realisasi
2014
Target
2015
4
1
1
4
1
1
1
12
1
12
7
26
9
28
132
Sampai dengan akhir Desember 2015, dari 26 jenis data/informasi yang
dikelola pada tahun sebelumnya, telah ada penambahan 2 jenis
data/informasi yang telah dikelola. Dengan demikian terdapat penambahan
jumlah jenis data/informasi yang dikelola sebesar 7,7%.
Sasaran Strategis 22: Meningkatnya Kualitas Kebijakan dan Regulasi
Berbasis Kajian
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
51
Persentase hasil kajian yang digunakan
dalam rangka penyusunan kebijakan
20%
108,1%
540,3%
52
Persentase Rekomendasi/masukan
kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I
10%
19,4%
194%
IK 51: Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan
kebijakan
Di tengah dinamika sektor perdagangan yang semakin kompleks, Kementerian
Perdagangan sebagai regulator dituntut untuk dapat mengeluarkan kebijakan
yang solutif, antisipatif, artikulatif dan responsif. Agar suatu kebijakan dapat
memenuhi persyaratan tersebut maka diperlukan adanya kajian atau analisis.
Sebuah kajian, dalam spektrum yang lebih luas dari hanya sebuah produk
akademis, mampu menampilkan dan bahkan memprediksi perkembangan
suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Apabila digunakan dalam
suatu proses penyusunan kebijakan publik, kajian akan mampu menampilkan
alternatif solusi, dampak penerapan, interaksi berbagai faktor dan efektivitas
suatu kebijakan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penyusunan dan penetapan
kebijakan di sektor perdagangan, Kementerian Perdagangan akan
memanfaatkan hasil kajian (research based policy) baik yang dilakukan secara
internal maupun eksternal.
Kementerian Perdagangan menargetkan persentase hasil kajian yang
digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan pada tahun 2015 adalah
sebesar 20% dan meningkat hingga mencapai 40% pada tahun 2019.
Pada tahun 2015 ini, Kementerian Perdagangan menargetkan persentase hasil
kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan pada tahun 2015
adalah sebesar 20% dari total jumlah kajian/analisis yang dilakukan pada
tahun berjalan, yaitu sebanyak 62 kajian/analisis. Sampai dengan akhir
tahun 2015, telah terdapat 67 (enam puluh tujuh) hasil kajian yang telah
diserahkan kepada para pembuat kebijakan baik di lingkungan internal
133
maupun
eksternal
Kementerian
Perdagangan
untuk
dijadikan
dasar/pertimbangan dalam penyusunan kebijakan. Artinya, sampai dengan
akhir periode triwulan keempat ini pencapaian pada IKU ini telah 540 persen.
Adapun judul kajian dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Upaya peningkatan Ekspor UKM Melalui Trading House;
2.
Analisis Pola Harga Tahunan Daging Ayam;
3.
Upaya Peningkatan Pelaksanaan Perlindungan Konsumen di Indonesia;
4.
Penetapan Harga Khusus Barang Kebutuhan Pokok (Permendag);
5.
Kemungkinan Penjualan
Mekanisme Lelang;
6.
Kriteria PG untuk Memperoleh Fasilitas Raw Sugar Guna Memenuhi Idle
Capacity;
7.
Harga Patokan Petani (HPP) Gula Tahun 2015;
8.
Besaran Harga Beli Petani (HBP) Kedelai;
9.
Masukan Terhadap Usulan Deregulasi Kementerian Perdagangan Terkait
Gula;
Gula Petani dan/atau
Gula PTPN Tanpa
10. Usulan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Beras Tahun 2015;
11. Perkiraan Harga Bahan Pangan Pokok Pada Bulan Mei-Juli 2015;
12. Arah Pengembangan Pasar Rakyat;
13. Gambaran Perdagangan di Kawasan Perbatasan Entikong;
14. Dampak Harga Pembelian Pemerintah Beras, Harga Patokan Petani Gula,
dan Harga Energi Terhadap Inflasi dan Kemiskinan
15. Analisis Efektifitas Operasi Pasar Beras;
16. Hasil Policy Dialogue Series Revitalisasi Pasar Rakyat;
17. Hasil Policy Dialogue Series Pengembangan Jasa Pergudangan Dalam
Meningkatkan Daya Saing Sistem Logistik di Indonesia;
18. Analisis kondisi sektor industri Serat Polyester (PSF), Benang Filament
(PFY), dan Purified Terepthalat Acid (PTA);
19. Analisis Revitalisasi Angkutan Khusus Pelabuhan Tanjung Priok;
20. Analisis Kebijakan Impor Ban;
21. Analisis Ekspor Sarang Burung Walet dan Susu;
22. Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia-Brunei Darussalam;
134
23. Analisis Impor Pakaian Bekas;
24. Analisis Upaya Penerapan Skema Imbal Dagang Dalam Rangka
Meningkatkan Ekspor ke Rusia Untuk Mendukung Pencapaian Target
Ekspor;
25. Strategi Melipat-tigakan Ekspor dalam Lima Tahun Ke depan;
26. Analissi Penguatan Industri dan Perdagangan Elektronik;
27. Analisis Implikasi pemberlakuakn PPN untuk produk Pertanian dan
Kehutanan;
28. Analisis kinerja perdagangan LN komprehensif dalam menyikapi kondisi
perdagangan global dan nasional;
29. Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Produk Besi Baja Nasional;
30. Analisis Evaluasi Kebijakan Impor Produk Tertentu;
31. Analisis Tata Niaga Impor Nitro Cellulose (NC);
32. Analisis membaiknya perekonomian Italia terhadap Kinerja Ekspor Non
Migas Indonesia ke Italia;
33. Analisis Penurunan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia;
34. Analisis Barang yang Dibatasi dan Dilarang Impornya;
35. Analisis Kebijakan Larangan Rokok Elektrik;
36. Analisis Potensi Ekspor Indonesia ke Kawasan Timur Tengah;
37. Analisis Potensi Ekspor Indonesia ke Kawasan Afrika;
38. Proyeksi Ekspor Non Migas Hingga Akhir 2015;
39. Role of Goverment in Trade Financing to Enhance Export of non Oil and Gas;
40. Effective Rate of Protection (ERP) Analysis for Indonesia;
41. Peran Trading House dalam Mendorong Kinerja Ekspor Indonesia;
42. Analisis Penentuan Produk Impor Yang Akan Dikenakan Retalisasi : Studi
Kasus Safeguards India Terhadap Produk Impor Saturated Fatty Alcohol
Asal Indonesia;
43. Analisis Pemetaan Produk Ekspor;
44. Analisis Perubahan Bea Keluar Biji Kakao Menjadi Fixed 15%;
45. Analisis Usulan Penurunan Tarif Bea Masuk Impor Komponen Pesawat
Terbang;
135
46. Analisis Usulan Larangan Ekspor Tepung Ikan;
47. Hasil Pengkajian terhadap usulan penghapusan pos tarif ex1207.99.40.00
pada Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012;
48. Analisis Usulan Pengenaan Bea Keluar Atas Ekspor Mete Gelondong
49. Review of Deregulation Policy to Enhance Industry Competitiveness:
Sosialisasi Permendag Terkait Kebijakan Ekonomi Tahap I;
50. Outlook Perdagangan Indonesia Tahun 2016;
51. Analisis Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Selatan Selatan;
52. Kajian Efektivitas Kebijakan Impor Produk Pangan Dalam Rangka
Stabilitas Harga;
53. Optimalisasi Kerjasama ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dan
ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA);
54. Usulan Penentuan Negara Mitra Prioritas, Produk Prioritas dan Strategi
Kerjasama Perdagangan Internasional;
55. Peningkatan Ekspor Melalui Preferential Trade Agreement (PTA) IndonesiaTunisia;
56. Posisi dan Potensi Indonesia dalam Global Value Chain (GVC) di Kawasan
RCEP;
57. Potensi Perdagangan Indonesia di Kawasan Afrika;
58. Potensi Perdagangan Indonesia di Kawasan Timur Tengah;
59. Biaya dan Manfaat Keikutsertaan Indonesia Dalam Asia Pacific Free Trade
Agreement (FTA-AP);
60. Usulan Posisi Runding Perdagangan Jasa Indonesia pada Perundingan
ACFTA;
61. Liberalisasi Jasa Pariwisata Indonesia dan Dampaknya Pada Foreign Direct
Investment;
62. AnalisisKesiapan Indonesia dalam Penerapan Safeguard Measures dalam
Perdagangan Jasa Internasional;
63. Usulan Posisi Runding Indonesia Untuk Negosiasi Sensitive Product di
Konferensi Tingkat Menteri X;
64. Usulan Untuk Meningkatkan Akses Pasar Ekspor Produk CPO Indonesia
ke Amerika Serikat;
65. Usulan Posisi Runding Indonesia Mengenai Post Bali Work Program WTO;
136
66. Joint Study Group (JSG) Indonesia – Nigeria;
67. Hasil Policy Dialogue Series ASEAN Sevices Integration Post -2015:
Opportunities and Challenges for Indonesia.
IK 51: Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke
K/L/D/I
Sektor perdagangan tidak dapat dilepaskan dari sektor-sektor lainnya seperti
pertanian, pertambangan, perhubungan, dan lain sebagainya. Sistem
pemerintahan dengan salah satu otonomi daerah sebagai salah satu fitur
utamanya turut menambah kompleksitas interaksi antar kebijakan,
khususnya atara Pusat dan Daerah. Untuk mendukung efektivitas
implementasi kebijakan pada masing-masing sektor maupun tingkat
pemerintahan, maka kebijakan yang ada maupun yang akan dikeluarkan
harus dapat berinteraksi dengan harmonis.
Kementerian Perdagangan menargetkan persentase rekomendasi/masukan
kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I pada tahun 2015 adalah sebesar
10% dan terus meningkat hingga mencapai 30% pada tahun 2019.
Sampai dengan akhir Tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah
menyelenggarakan lima kali diseminasi hasil-hasil pengkajian dan
pengembangan kebijakan perdagangan sebagai berikut:
1.
Diseminasi di kota Makassar pada tanggal 23 April 2015 dengan judul
kajian (a) Pengembangan Kinerja Logistik (Kasus Baja); dan (b) Analisis
Dampak Kebijakan Restriksi Negara Mitra Dagang Terhadap Pencapaian
Target Ekspor Non Migas Indonesia 2014.
2.
Diseminasi di Kota Medan pada tanggal 28 Mei 2015 dengan judul kajian
(a) Analisis Kebijakan Impor Ikan dan Produk Perikanan; dan (b) Analisis
Pengembangan Sektor Jasa Ritel Dalam Rangka Pemanfaatan ASEAN
Framework Agreement in Services (AFAS).
3.
Diseminasi di kota Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2015 dengan judul
kajian (a) Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja
Timah Indonesia; dan (b) Pengawasan Barang Beredar di Daerah
Perbatasan.
4.
Diseminasi di kota Jakarta pada tanggal 30 September 2015 dengan judul
kajian (a) Kebijakan Perdagangan dalam Menghadapi ASEAN Economic
Community (AEC) 2015; dan (b) Analisis Pengembangan Sektor Jasa Ritel
Dalam Rangka Pemanfaatan ASEAN Framework Agreement in Services
(AFAS).
5.
Diseminasi di Kota Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2015 dengan judul
kajian (a) Analisis Kebijakan Impor Ikan dan Produk Perikanan; dan (b)
137
Analisis Dampak kebijakan Restriksi Negara Mitra Dagang Terhadap
Pencapaian Target Ekspor Non Migas Tahun 2014.
Dari lima diseminasi hasil kajian yang telah dilaksanakan, terdapat 10 kajian
yang telah disampaikan ke K/L/D/I. Selain melalui diseminasi, hasil
kajian juga disampaikan melalui publikasi, baik publikasi yang diterbitkan
oleh BP2KP ataupun yang diterbitkankan oleh instansi lainnya. Tiga hasil
kajian yang telah diterbitkan dalam Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan
adalah
1.
Analisis Moda Entri Penyedia Jasa Ritel Indonesia ke ASEAN: Studi Kasus
Pada Alfamart diterbitkan dalam BILP Vol.9, No.1, Bulan Juli 2015.
Penulis: M. Fawaiq (Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan
Internasional).
2.
Analisis Hubungan Harga Timah BKDI dan LME Serta Kebijakan Ekspor
Terhadap Kinerja Ekspor Timah Indonesia diterbitkan dalam BILP Vol.9,
No.2, Bulan Desember 2015. Penulis: Hasni (Pusat Kebijakan Perdagangan
Luar Negeri).
3.
Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Singapura Terhadap Ekspor Rokok
Indonesia diterbitkan dalam BILP Vol.9, No.2, Bulan Desember 2015.
Penulis: Aditya P. Alhayat (Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri)
Dengan demikian, dari total 62 kajian/analisis yang dilakukan pada tahun
2015, hasil kajian yang telah disampaikan kepada K/L/D/I adalah sebanyak
13 hasil kajian atau sebesar 19,4%.
138
B. EVALUASI KINERJA ANGGARAN
Peraturan Meteri Keuangan Nomor 249 tahun 2011 tentang pengukuran dan
evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran kementerian
/lembaga merupakan bentuk evaluasi kinerja dalam rangka pelaksanaan
fungsi akutabilitas dan fungsi peningkatan kualitas. Fungsi akuntabilitas
bertujuan untuk membuktikan dan mempertanggungjawabkan secara
profesional kepada masyarakat atas penggunaan anggaran yang dikelola
Kementerian/Lembaga
bersangkutan
bagi
kepentingan
masyarakat,
sedangkan fungsi peningkatan kualitas bertujuan untuk mempelajari faktorfaktor yang menjadi pendukung atau kendala atas pelaksanaan RKA-K/L
sebelumnya sebagai bahan penyusunan dan pelaksanaan RKA-K/L serta
upaya peningkatan kinerja di tahun-tahun berikutnya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 tahun 2011 mengatur evaluasi
kinerja anggaran terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu: Aspek Implementasi, Aspek
Manfaat, dan Aspek Konteks. K/L melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja
atas pelaksanaan RKA-K/L paling sedikit terdiri Keluaran, capaian Hasil,
tingkat efisiensi, konsistensi antara peratas tingkat perencanaan dan
implementasi, dan realisasi penyerapan anggaran.
Evaluasi Kinerja atas Aspek Implementasi dilakukan dalam rangka
menghasilkan informasi Kinerja mengenai pelaksanaan Kegiatan dan
pencapaian keluaran. Dalam mengevaluasi aspke Implementasi ada 4(empat)
indikator yang di ukur yaitu penyerapan anggaran,konsistensi antara
perencanaan dan Implementasi, pencapaian keluaran dan efesiensi dalam
penggunaan anggaran.
Evaluasi Kinerja atas Aspek Manfaat di lakukan dalam rangka menghasilkan
informasi seberapa jauh penggunaan anggaran di gunakan dan manfaatnya
terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan atau pemangku
kepentingan sebagai penerima manfaat atas Keluaran yang telah di capai,
Indikator yang di ukur dalam aspek manfaat adalah capaian terhadap
indikator kinerja utama.
Sedangkan evaluasi kinerja aspek konteks dilakukan dalam rangka
menghasilkan informasi mengenai relevansi masukan, kegiatan, keluaran dan
hasil dengan dinamika perkembangan keadaan termasuk kebijakan
pemerintah.
Evaluasi Kinerja ini diharapakan dapat menghasilkan analisis mengenai
hubungan sebab akibat atas hasil pengukuran dan penilaian untuk setiap
indikator yang di evaluasi, analisi mengenai keterbatasan yang di hadapi
dalam menjalankan setiap proses evaluasi kinerja, analisis perubahan hasil
pengukuran dan penilaian dibandingkan dengan hasil evaluasi kinerja pada
dan tahun sebelumnya serta mengidentifikasi faktor pendukung dan kendala
dalam pelaksanaan kegiatan, pencapaian keluaran dan hasil.
139
Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan mendapat alokasi anggaran
sebesar Rp. 3.530.078.978.000,00- (Tiga triliun lima ratus tiga puluh milyar
tujuh puluh delapan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah)
yang dituangkan dalam 10 program kemudian setelah direvisi melalui APBNP
menjadi Rp. 3.532.078.978.000,00 terbagi ke dalam sembilan Unit Eselon I:
Unit Sekertariat Jenderal 684 M, Unit Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri 1.828 M, Unit Direktorat Jenderal Perdangan Luar Negeri 209 M, Unit
Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional 123 M, Inspektorat Jenderal
43 M, Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional 280 M, Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 80 M, Badan Pengkajian Dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan 64 M, Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen 218 M, jika dilihat dari jenis
belanja anggaran Kementerian Perdagangan terbagi dalam, Belanja Pegawai
439 M, Belanja Barang 1.403 T dan Belanja Modal 1.688 M.
Aspek implementasi dilakukan dalam rangka memberikan informasi mengenai
pelaksanaan kegiatan dan capaian keluaran Indikator, adapun yang diukur
dalam Aspek Implementasi adalah :
1. Aspek Penyerapan anggaran;
2. Aspek Konsistensi antara perencanaan dan implementasi;
3. Aspek Pencapaian keluaran;
4. Aspek Efisiensi.
Nilai kinerja aspek implementasi diperoleh dengan menjumlahkan seluruh
hasil perkalian antara nilai hasil pengukuran capaian kinerja setiap indikator
aspek implementasi dengan masing-masing bobot dari indikator kinerja yang
diukur tersebut. Bobot Kinerja Aspek Implementasi (WI) sebesar 33,3% , terdiri
atas:
1.
2.
3.
4.
Bobot
Bobot
Bobot
Bobot
Penyerapan Anggaran (WP) =9,7%
Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi (WK)=18,2%)
Pencapaian Keluaran (WPK) =43,5%
Efisiensi (WE) =28,6%
a.
Penyerapan Anggaran
Hasil pengukuran terkait dengan penyerapan anggaran tingkat
kementerian Pada tahun 2015 dengan anggaran Rp3.532.078.978.000,realisasi anggaran sampai dengan akhir tahun 2015 adalah sebesar
Rp3.079.058.501.949,- atau 87,17 %. Realisasi anggaran per program
adalah sebagai berikut: Program dukungan managemen dan pelaksanaan
teknis lainnya Kementerian Perdagangan 84,00 %; Program Peningkatan
Sarana dan prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan 97,70%;
Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri 86,19 %; Program
Peningkatan Perdagangan Luar Negeri 83,58 %; Program Peningkatan
Kerjasama Perdagangan Internasional 93,34%; Program Pengawasan dan
Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan 90,48%;
Program Pengembangan Ekpor Nasional 91,03%; Program Peningkatan
140
Efesiensi Pasar Komoditi 83,11%; Program Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan 87,42%; dan Program Peningkatan perlindungan
Konsumen 89,69% (Lampiran 3).
Bagan 3-26. Kinerja Penyerapan Anggaran Menurut Program Tahun 2015
RENCANA REVISI
REALISASI
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
JAN
FEB
MAR
RENCANA REVISI 1.38
4.49
8.77 14.06 19.49 26.11 35.74 45.84 57.08 66.98 78.84 100.00
REALISASI
2.09
4.50
0.49
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
7.53 10.75 14.04 19.26 23.52 31.28 40.89 53.27 87.17
Dari keseluruhan pagu APBN-P Kementerian Perdagangan T.A. 2015 sebesar
Rp3.532.078.978.000,- dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga jenis belanja,
yaitu: Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja Modal. Kinerja realisasi
anggaran menurut jenis belanja dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 3-27. Data realisasi Anggaran Kemendag 2015 Per Belanja
JENIS BELANJA
51.BELANJA PEGAWAI
PAGU
REALISASI
%
439,728,809,000
393,850,298,193
89.57
52.BELANJA BARANG
1,403,829,675,000
1,219,688,004,726
86.88
53.BELANJA MODAL
1,688,520,494,000
1,465,544,209,330
86.79
3,532,078,978,000
3,079,082,512,249
87.17
JUMLAH
b. Konsistensi Perencanaan dan Implementasi
Pengukuran Konsistensi di maksudkan adalah untuk mengukur
konsistensi ketepatan waktu penyerapan anggaran dengan rencana yang
telah di buat setiap bulan. Hasil pengukuran konsistensi
antara
perencanaan dan implementasi tingkat Kementerian Perdagangan sebesar
69.80 % dan Program di lingkungan Kementerian Perdagangan adalah
sebagai berikut:

Konsistensi Program Dukungan managemen dan tugas teknis lainnya
kementerian perdagangan sebesar 85,31 %;

Konsistensi Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Kementerian Perdagangan sebesar 26,24%;
141

Konsistensi Program Pengembangan
terhadap perencanaan sebesar 27.32%;

Konsistensi Program Peningkatan Perdagangan Luar Negeri terhadap
perencanaan sebesar 72,54%;

Konsistensi
Program
Peningkatan
Kerjasama
Internasional terhadap perencanaan sebesar 93,61%;

Konsistensi Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Perdagangan terhadap perencanaan sebesar
86,11

Konsistensi Program Pengembangan Ekspor Nasional
perencanaan sebesar 87,82%;

Konsistensi Program Peningkatan Efesiensi Pasar Komoditi terhadap
perencanaan sebesar 62,95%;

Konsistensi Program
Pengkajian dan Pengembangan kebijakan
Perdagangan terhadap perencanaan sebesar 82,84%;

Konsistensi Program Peningkatan Pelindungan Konsumen
perencanaan sebesar 73,23%.
Perdagangan Dalam Negeri
Perdagangan
terhadap
terhadap
Bagan 3-27. Kinerja Konsistensi Anggaran Menurut Program Tahun 2015
BULAN
RENCANA
PENCAIRAN
REALISASI
PENCAIRAN
% REALISASI
KONSISTENSI
JAN
48,650,802,000.00
17,296,283,208.00
0.49
35.55
FEB
158,761,256,000.00
73,929,903,908.00
2.09
46.57
MAR
309,603,261,000.00
159,083,235,629.00
4.50
51.38
APR
496,533,617,000.00
265,809,196,751.00
7.53
53.53
MAY
688,480,775,000.00
379,773,581,584.00
10.75
55.16
JUN
922,349,764,000.00
495,898,968,264.00
14.04
53.76
JUL
1,262,540,323,000.00
680,257,278,751.00
19.26
53.88
AUG
1,618,935,212,000.00
830,759,034,552.00
23.52
51.32
SEP
2,015,991,801,000.00
1,104,751,130,061.00
31.28
54.80
OCT
2,365,629,576,000.00
1,444,273,699,874.00
40.89
61.05
NOV
2,784,539,043,000.00
1,881,381,268,349.00
53.27
67.57
DEC
3,532,078,978,000.00
3,079,058,501,949.00
87.17
87.17
NILAI KONSISTENSI TAHUN 2015
55.98
142
c. Capaian Keluaran (Output)
Capaian Keluaran Output Kinerja Anggaran Kementerian sebesar 93.69%
sedangkan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan adalah
sebagai berikut :

Capaian Keluaran Program Dukungan managemen dan tugas teknis
lainnya kementerian Perdagangan sebesar 95.69%;

Capaian Keluaran Program
Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 80.00%;

Capaian Keluaran Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri
sebesar 94.92%;

Capaian Keluaran Program Peningkatan Perdagangan Luar
sebesar 95.56%;

Capaian Keluaran Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan
Internasional sebesar 93.17%;

Capaian Keluaran Pengawasan dan Peningkatan
Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 96.35%;

Capaian Keluaran Program Pengembangan Ekspor Nasional sebesar
96.93%;

Capaian Keluaran Program Peningkatan Efesiensi Pasar Komoditi
sebesar 92.05%;

Capaian Keluaran Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan
Perdagangan sebesar 93.42%;

Capaian Keluaran
sebesar 98.65%.
Program
Peningkatan
Negeri
Akuntabilitas
Pelindungan
Konsumen
d. Efisiensi Penggunaan Anggaran
Pengukuran terkait tingkat Efisiensi untuk Tingkat Kementerian sebesar
79.97% dan Unit Eselon Ia di lingkungan Kementerian Perdagangan
diperoleh dengan formulasi Tingkat Efisiensi yang sudah ditentukan dalam
PMK No 249 Tahun 2011.Tingkat efesensi adalah sebagai berikut:
 Tingkat Efesiensi Program Dukungan managemen dan tugas teknis
lainnya kementerian Perdagangan sebesar 96.60%;
 Tingkat Efesiensi Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Kementerian Perdagangan sebesar 100.00%;
 Tingkat Efesiensi Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri
sebesar 78.73 %;
 Tingkat Efesiensi Program peningkatan
sebesar 78.40 %;
Perdagangan Luar
Negeri
143
 Tingkat Efesiensi Program peningkatan
Internasional sebesar 71.45 %;
Kerjasama
Perdagangan
 Tingkat Efesiensi Program Pengawasan dan peningkatan Aparatur
Kementerian Perdagangan sebesar 77.45%;
 Tingkat Efesiensi Program Pengembangan Ekspor Nasional
69.38%;
 Tingkat Efesiensi
sebesar 71.55 %;
Program
Peningkatan
Efesiensi
Pasar
sebesar
Komoditi
 Tingkat Efesiensi Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan
Perdagangan sebesar 87.25%;

Tingkat Efesiensi Program Peningkatan Pelindungan Konsumen sebesar
68.90%.
Berdasarkan nilai-nilai diatas, kemudian dilakukan pengukuran terhadap
kinerja masing-masing aspek implementasi sesuai pembobotan yang telah
ditetapkan. Sehingga, nilai aspek implementasi di Kementerian Perdagangan
secara
keseluruhan
mencapai
84,78%
(metode
perhitungan
dan
penjabarannya dapat dilihat pada Lampiran).
Bagan 3-28. HASIL EVALUASI KINERJA ANGGARAN TAHUN 2015,
BERDASARKAN ASPEK IMPLEMENTASI
100
93.67
87.17
90
79.97
80
69.8
70
60
50
40.75
40
22.87
30
20
8.46
12.70
10
0
penyerapan
konsistensi
penilaian
capaian output
efesiensi
pengukuran
144
Bab 4
PENUTUP
Secara umum, pencapaian target dalam Perjanjian Kinerja Kementerian
Perdagangan Tahun 2015 secara umum telah memenuhi target yang ditetapkan.
Namun demikian, terdapat beberapa target yang belum tercapai secara optimal
baik dalam persiapan maupun pelaksanaannya. Sebagai dampak atas
dilakukannya efisiensi/penghematan anggaran Kementerian Perdagangan pada
Triwulan II/2015, terdapat beberapa kegiatan yang belum dapat terlaksana pada
tahun ini dan akan dilaksanakan pada periode selanjutnya ataupun akan direvisi
sesuai dengan perkembangan prioritas kinerja unit organisasi.
Adapun beberapa kendala teknis yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
rencana aksi selama tahun 2015 adalah sebagai berikut: (1) Prosedur administrasi
pencairan anggaran yang terkendala oleh penetapan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA). Kasus seperti ini banyak dijumpai pada realisasi anggaran dana
dekonsentrasi; (2) adanya kendala eksternal khususnya kerjasama atau hubungan
dengan institusi pemerintah terkait lainnya dalam mendukung penyelesaian
rencana aksi Kemendag. Contohnya lembaga KPK yang menyelenggarakan
penilaian PIAK pada tahun ini sedang melakukan pembaharuan metode penilaian
sehingga kegiatan penilaian ini belum dapat terlaksana pada tahun ini, dan (3)
kendala Sumber Daya Manusia dan pembagian tugas yang sedang mengalami
proses evaluasi terutama masa reformasi birokrasi dan percobaan masa
remunerasi Kementerian Perdagangan. Hal ini berdampak pada masa resistensi
tugas dan fungsi pekerjaan yang baru.
Kerja sama antar unit organisasi dilingkungan internal Kementerian Perdagangan
dan antar instansi pemerintah lainnya adalah salah satu kunci keberhasilan
dalam menyelenggarakan kinerja yang optimal. Oleh karena itu, hal ini perlu
menjadi nilai-nilai organisasi yang bertumbuh dan berkembang. Demikian Laporan
Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 ini disusun sebagai instrumen
pelaporan kinerja dan harapannya dapat dipergunakan dengan baik untuk
evaluasi dan perbaikan kinerja pada periode-periode mendatang.
145
146
LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi Kementerian Perdagangan Tahun 2015
147
2. Perjanjian Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2015
148
149
150
3. Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015
NO
SASARAN STRATEGIS
1
Meningkatnya
Pertumbuhan Ekspor
Barang NonMigas yang
Bernilai Tambah dan
Jasa
Meningkatnya
Pengamanan
Perdagangan dan
Kebijakan Nasional
2
INDIKATOR KINERJA
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
3
Meningkatnya
Diversifikasi Pasar dan
Produk Ekspor
(7)
(8)
(9)
(10)
4
5
6
Menurunnya
Hambatan Akses Pasar
(Tarif dan Non Tarif)
Meningkatnya Promosi
Citra Produk Ekspor
(Nation Branding)
Optimalnya Kinerja
Kelembagaan Ekspor
(11)
8
9
10
Meningkatnya
Konsumsi Produk
Dalam Negeri dalam
Konsumsi Rumah
Tangga Nasional
CAPAIAN
8,0
-9,77%
-122,13%
44
80,91%
1
12-14
-5,5%2
-42,2%
Persentase penanganan kasus dalam rangka
pengamanan ekspor
Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora
internasional
Persentase Pemahaman terhadap hasil kerja sama
perdagangan internasional
100%
100%
100%
70%
100%
143%
60%
76%
127%
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi)
utama (%)
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi)
prospektif (%)
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama (%)
5,9
-9,71%1
-164,6%
10,6
-7,67%1
72,4%
5,5
-8,88%
-161,5%
9,7
-15,2%
-156,7%
38,32
44,09
84,9%
Pertumbuhan Ekspor Non Migas (persen)
Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor
(persen)
Pertumbuhan Ekspor Jasa (persen)
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif
(%)
Penurunan index Non - Tariff Measures (baseline
tahun 2013 berdasarkan data WTO)
183,9%
3
Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra
(perbedaan dari baseline 2013)
9,05
9,31
(13)
Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat
Keterangan Asal Preferensi
6%
37%
617%
(14)
Skor dimensi ekspor dalam Simon Anholt Nation
Branding Index (NBI)
45-46
46,67
103,7%
(15)
Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor
(market intelligent dan market brief) oleh dunia
usaha
Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat
Promosi di dalam dan luar negeri
500
593
118,6%
2
1
50%
Persentase UKM peserta pelatihan ekspor yang
menjadi eksportir baru
Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap
total impor
10%
10%
100%
7,0%
7,49%
93,5%
5,0%
3,14%
1
62,7%
(17)
Meningkatnya
Efektivitas Pengelolaan
Impor
Meningkatnya
Pertumbuhan PDB
Sektor Perdagangan
Meningkatnya
Konektivitas Distribusi
dan Logistik Nasional
REALISASI
(12)
(16)
7
TARGET
(18)
97,13%
(19)
Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar
dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor
(20)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
67
51
76,1%
(21)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
70
78
111,4%
(22)
Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
2
0
0%
(23)
Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A
yang telah direvitalisasi (%)
10%
n/a
n/a
(24)
Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam
konsumsi rumah tangga nasional
92,3%
97%
1
105,1%
151
NO
11
12
13
14
15
16
17
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
2,0%
7,11%
355,5%
(26)
Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan
Berjangka Komoditi
Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan
1,8%
-30,31%
-1683,9%
0,38%
-66,87%
-17597,4%
Meningkatnya
Pemanfaatan Pasar
Berjangka Komoditi,
SRG dan Pasar Lelang
(25)
(27)
Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
Memperkecil
Kesenjangan Harga
Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang
Penting Antar Daerah
Stabilisasi Harga
Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang
Penting
Meningkatnya
Pemberdayaan
Konsumen,
Standardisasi,
Pengendalian Mutu,
Tertib Ukur dan
Pengawasan
Barang/Jasa
(28)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok
antar wilayah
< 14.2%
14%
100%
(29)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok
antar waktu
< 9%
3,3%
100%
(30)
Indeks Keberdayaan Konsumen
37,00
34,17
92,35%
(31)
Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai
ketentuan yang berlaku
50%
61,8%
123,6%
(32)
60%
49,6%
82,7%
50%
49,7%
98,4%
Meningkatnya
Pelayanan dan
Kemudahan Berusaha
Bidang PDN
(34)
Persentase barang beredar diawasi yang sesuai
ketentuan
Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah
yang berlaku
Terintegrasinya layanan perijinan perdagangan
dalam negeri di daerah dengan Sistem Informasi
Kementerian Perdagangan
Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP
TDP maksimal 3 Hari
40
Kab/Kota
45 kab/kota
112,5%
60%
8,6%
Meningkatnya
Pelayanan dan
Kemudahan Berusaha
Bidang Daglu
(36)
Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan
SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total
ekspor (%)
65%
3,5%
(44 dari 511
kab/kota)
71,8%
110,5%
(37)
Persentase Waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor
dan Impor Sesuai dengan SLA
75%
60,55%
80,8%
(38)
Presentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan
Online (persen)
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di
Lingkungan Kemendag
Persentase penyelesaian peraturan perundangundangan
Rasio berita negatif semakin menurun
15%
170,6%
1137,2%
65%
78,3%
120,4%
95%
99,63%
104,9%
10%
0,12%
1,2%
(42)
Persentasi Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap
Pelayanan Informasi
> 60 %
82,92%
100%
(43)
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan
prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan
tugas dan fungsi, serta pelayanan kepegawaian
secara elektronik
70%
70%
100%
46%
44.8%
97%
47%
49%
104%
B
BB
(73,30)
100%
Meningkatnya
Dukungan Kinerja
Layanan Publik
(33)
(35)
(39)
(40)
(41)
18
Meningkatnya
Kompetensi dan
Kinerja
SDM Sektor
Perdagangan
(44)
(45)
19
Meningkatnya Birokrasi
yang Transparan,
(46)
Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai
Kemendag sesuai dengan kompetensi dan
kebutuhan organisasi
Meningkatkan kinerja organisasi sesuai tugas dan
fungsi secara optimal
Penilaian KemenPANRB terhadap kualitas
akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan
152
NO
20
21
22
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
Akuntabel dan Bersih
(47)
Keselarasan perencanaan dengan kinerja (Persentase
program dan hasil yang dicapai)
90%
84,78%
94,2%
Meningkatnya
Efektivitas Pengawasan
Internal
(48)
75%
81,41%
108%
78%
55,53%
71%
Meningkatnya
pemanfaatan
Data/Informasi
Perdagangan dan
terkait perdagangan
Meningkatnya Kualitas
Kebijakan dan Regulasi
Berbasis Kajian
(50)
Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi
hasil audit
Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran
dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil
review
Persentase jenis data/informasi perdagangan dan
terkait perdagangan yang dikelola
5%
7,7%
154%
(51)
Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka
penyusunan kebijakan
20%
108,1%
540,3%
(52)
Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang
disampaikan ke K/L/D/I
10%
19,4%
194%
(49)
153
NO
NAMA PROGRAM
1
PROGRAM DUKUNGAN MANAGEMEN
DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS
LAINNYA KEMENTERIAN
PERDAGANGAN
PROGRAM PENINGKATAN SARANA
DAN PRASARANA APARATUR
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
PROGRAM PENGEMBANGAN
PERDAGANGAN DALAM NEGERI
PROGRAM PENINGKATAN
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
PROGRAM PENINGKATAN KERJASAMA
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PROGRAM PENGAWASAN DAN
PENINGKATAN APARATUR
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
PROGRAM PENGEMBANGAN EKSPOR
NASIONAL
PROGRAM PENINGKATAN EFESIENSI
PASAR KOMODITI
PROGRAM PENGKAJIAN DAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PERDAGANGAN
PROGRAM PENINGKATAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
2
3
4
5
6
7
8
9
10
JUMLAH
PAGU 2015
APBN
REALISASI
%
501,527,174,000
421,304,422,234
84.00
182,624,150,000
178,429,653,384
97.70
1,828,065,297,000
1,575,619,669,506
86.19
209,828,035,000
175,378,738,796
83.58
123,133,008,000
114,931,620,188
93.34
43,534,462,000
39,389,050,221
90.48
280,403,696,000
255,259,533,840
91.03
80,777,241,000
67,131,927,393
83.11
64,183,701,000
56,106,640,750
87.42
218,002,214,000
195,531,255,937
89.69
3,532,078,978,000
3,079,082,512,249
87.17
154
4.
Rumus Penilaian dan Pengukuran Kinerja Anggaran Berdasarkan Aspek Implementasi

Pengukuran Penyerapan Anggaran (P), untuk menilai seberapa besar anggaran yang
telah digunakan untuk membiayai kegiatan. Pengukuran Penyerapan Anggaran
diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut :
Dimana :
P
: Penyerapan Anggaran

RA
: Realisasi anggaran
PA
: Pagu Anggaran
Pengukuran Konsistensi (K), untuk mengukur konsistensi ketepatan waktu
pelaksanaan kegiatan yang direpresentasikan dengan ketepatan waktu penyerapan
anggaran setiap bulan. Pengukuran Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi
diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut:
∑
{
∑
∑
}
Dimana :

K
: Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi
RA
: Realisasi Anggaran
RPD
: Rencana Penarikan Dana
N
: Jumlah Bulan
Pengukuran Pencapaian Keluaran (PK), mengukur produk (barang/jasa) yang
dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan. Pengukuran Pencapaian Keluaran
diperoleh dengan formula sebagai berikut :
∑
∑
{
}
155
Dimana :

PK
: Pencapaian Keluaran
RVK
: Realisasi Volume Keluaran
TVK
: Target Volume Keluaran
n
: Jumlah Jenis Keluaran
RKKi
: Realisasi Indikator Kinerja ke-i
TKKi
: Target Indikator Kinerja ke-i
M
: Jumlah Indikator Keluaran
Pengukuran tingkat efisiensi (NE), mengukur efisiensi pemanfaatan sumber dana
(anggaran) dalam menghasilkan suatu produk barang/ jasa). Pengukuran Efisiensi
diperoleh dengan formula sebagai berikut :
∑
{
⁄
⁄
}
Dimana :
PK
: Pencapaian Keluaran
RAK
: Realisasi Anggaran per Keluaran
PAK
: Pagu Anggaran per Keluaran
RVK
: Realisasi Volume Keluaran
TVK
: Target Volume Keluaran
n
: Jumlah Jenis Keluaran
{
}
Dimana :
E
: Efisiensi
NE
: Nilai Efisiensi
156
5.
Hasil Penilaian Kinerja Anggaran Kemendag Berdasarkan Aspek Implementasi
NILAI
EFISIENSI
NO
NAMA PROGRAM
REALISASI
KONSISTENSI
KELUARAN
EFISIENSI
1
PROGRAM DUKUNGAN MANAGEMEN
DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS
LAINNYA KEMENTERIAN
84.00
85.31
95.69
18.64
96.60
2
PROGRAM PENINGKATAN SARANA
DAN PRASARANA APARATUR
97.70
26.24
80.00
20.00
100.00
2
PROGRAM PENGEMBANGAN
PERDAGANGAN DALAM NEGERI
86.19
27.32
94.92
11.49
78.73
3
PROGRAM PENINGKATAN
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
83.58
72.54
95.56
11.36
78.40
4
PROGRAM PENINGKATAN
KERJASAMA PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
93.34
93.61
93.17
8.58
71.45
PROGRAM PENGAWASAN DAN
PENINGKATAN APARATUR
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
90.48
86.11
96.35
10.98
77.45
6
PROGRAM PENGEMBANGAN EKSPOR
NASIONAL
91.03
87.82
96.93
7.75
69.38
7
PROGRAM PENINGKATAN EFISIENSI
PASAR KOMODITI
83.11
62.95
92.05
8.62
71.55
8
PROGRAM PENGKAJIAN DAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PERDAGANGAN
87.42
82.84
93.42
14.90
87.25
PROGRAM PENINGKATAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
89.69
73.23
98.65
7.56
68.90
87.17
69.80
93.67
11.99
79.97
5
9
JUMLAH
157
6.
Hasil Pengukuran Kinerja Anggaran Kemendag Berdasarkan Aspek Implementasi
NO
NAMA PROGRAM
REAL
ISASI
KONSI
STENSI
KELU
ARAN
EFISI
ENSI
9,7
18,2
43,5
28,6
TOTAL
KET
100,00/3
3.3
1 PROGRAM DUKUNGAN
MANAGEMEN DAN
PELAKSANAAN TUGAS
TEKNIS LAINNYA
8.15
15.53
41.63
27.63
92.93
9.48
4.78
34.80
28.60
77.65
8.36
4.97
41.29
22.52
77.14
8.11
13.20
41.57
22.42
85.30
9.05
17.04
40.53
20.43
87.05
8.78
15.67
41.91
22.15
88.51
8.83
15.98
42.16
19.84
86.82
8.06
11.46
40.04
20.46
80.02
8.48
15.08
40.64
24.95
89.15
8.70
13.33
42.91
19.71
84.65
8.46
12.70
40.75
22.87
84.78
2 PROGRAM
PENINGKATAN SARANA
DAN PRASARANA
APARATUR
2 PROGRAM
PENGEMBANGAN
PERDAGANGAN DALAM
NEGERI
3 PROGRAM
PENINGKATAN
PERDAGANGAN LUAR
NEGERI
4 PROGRAM
PENINGKATAN
KERJASAMA
PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
5 PROGRAM
PENGAWASAN DAN
PENINGKATAN
APARATUR
6 PROGRAM
PENGEMBANGAN
EKSPOR NASIONAL
7 PROGRAM
PENINGKATAN EFESIENSI
PASAR KOMODITI
8 PROGRAM PENGKAJIAN
DAN PENGEMBANGAN
KEBIJAKAN
PERDAGANGAN
9 PROGRAM
PENINGKATAN
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
JUMLAH
158
Download