BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses internal yang tidak dapat dilihat dengan
nyata. Proses tersebut terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami
belajar demi mencapai sebuah tujuan. Bloom dalam taksonominya,
menyatakan bahwa dalam belajar siswa akan mencapai tiga tujuan
perkembangan yaitu perkembangan kognitif, afektif, serta psikomotor
(Forehand, 2012). Definisi belajar dari Morgan (Purwanto, 2011)
mengemukakan “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman”. Menurut
Syah (2005) belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah
laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Jadi, belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan interaksi
yang melibatkan proses kognitif dan memberikan reaksi kepada sikap,
kebiasaan, pengertian, dan sikap.
Dalam kaitanya dengan proses dan reaksi, belajar memiliki tujuan akhir
berupa hasil belajar. Hasil belajar diartikan sebagai perubahan perilaku siswa
akibat proses belajar (Chomsiati, 2014). Purwanto (dalam Chomsiati, 2014)
menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkah laku yang diukur dengan tes
mengenai bidang studi yang dipelajari. Hasil belajar berupa pengetahuan dan
keterampilan dari program belajar. Pengetahuan ditunjukkan dengan aksi atau
reaksi yang dilakukan seseorang dalam mencapai tujuan. Dengan demikian
hasil belajar merupakan keterampilan yang dicapai setelah pembelajaran dan
dapat diukur menggunakan tes.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
2. Tahap Berpikir Kognitif
Kemampuan kognitif siswa berkembang dari satu tahap ke tahap lainnya.
Dalam teori Piaget, perkembangan kognitif dikaitkan dengan perkembangan
usia anak. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, idealnya
perkembangan kognitif siswa dibedakan menjadi 4 tahap sesuai dengan umurnya
(Santrock, 2012). Berikut ini adalah penjelasan secara detail menurut Santrock
(2012):
a. Tahap Sensorimotor
Perkembangan kognitif anak yang baru lahir hingga berusia 2 tahun
berada pada tahap sensorimotor. Pada tahap ini siswa membangun
pengetahuan mengenai dunia melalui aksi fisik. Anak mengoordinir
pengalaman sensori dengan aksi fisik (Santrock, 2012).
b. Tahap Praoperation
Siswa pada usia 2-7 tahun idealnya berada pada tahap praoperation.
Siswa mulai menggunakan representasi untuk memahami dunia. Pemikiran
simbolik yaitu mencerminkan penggunaan kata dan gambar digunakan
dalam representasi mental (Santrock, 2012). Pemikiran simbolik ini terus
berkembang ke koneksi antara sensori informasi dan aksi fisik. Terdapat
keterbatasan pada pemikiran siswa pada tahap ini seperti egocentrism dan
centration.
c. Tahap Concrete Operation
Tahap ini idealnya dialami siswa yang berusia 7-11 tahun. Pada tahap ini
siswa mampu memberikan alasan secara logis terhadap objek konkret,
memhami konsep dari konservatif, mengorganisasikan objek ke dalam kelas
hirarki/klasifikasi, dan menempatkan objek secara berurutan (Santrock,
2012).
d. Tahap Formal Operation
Tahap formal idealnya dialami siswa yang berusia 11-15 tahun atau
lebih. Pada tahap ini siswa mampu mewujudkan pekerjaannya sebagai hasil
dari berpikir logis dan siswa mulai mengembangkan pikiran formalnya
commit
usermampu mencapai logika dan rasio
(Santrock, 2012). Selain itu,
siswatotelah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
serta menggunakan abstraksi. Karakter dari siswa yang berada pada tahap
formal adalah sebagai berikut: 1) Mencapai logika dan rasio dan
menggunakan abstraksi, 2) Berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak,
3) Memecahkan masalah yang bersifat hipotetis (hypotetical-deductive), 4)
Membuat perkiraan, 5) Mengintrospeksi diri sendiri, 6) Memahami arti
kiasan/simbolik
3. Respon Siswa
Respon siswa merupakan bentuk reaksi afektif yang berkenaan dengan
keinginan untuk berbuat terhadap suatu gagasan, benda, atau sistem nilai
(Zulhelmi, 2009). Abidin (dalam Rahayu, 2014) menyatakan respon adalah
reaksi yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan. Weber (dalam Lestari,
2016) menyatakan respon adalah tindakan yang penuh arti dari individu dan
diarahkan pada orang lain. Dalam kaitannya dengan siswa, respon berkaitan
dengan rangsangan dalam kegiatan pembelajaran baik metode atau media.
Dengan demikian, respon siswa dapat diartikan sebagai bentuk reaksi siswa
terhadap rangsangan yang diberikan dalam pembelajaran.
Harvey dan Smith (dalam Rahayu, 2014) mendefinisikan respon sebagai
bentuk kesiapan dalam menentukan sikap baik dalam bentuk positif maupun
negatif terhadap objek atau situasi. Respon positif menunjukkan atau
memperlihatkan pengakuan atau persetujuan, sedangkan respon negatif
menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui suatu objek.
Salah satu teori respon yang membahas respon secara detail adalah teori
Attention Relevance Confidence Satisfaction (ARCS) dari John Keller. Dalam
teorinya, John Keller (2010) menjelaskan bahwa respon siswa terdiri dari empat
faktor yaitu atensi atau perhatian (attention), keterkaitan (relevance), keyakinan
(confidence), dan kepuasan (satisfaction). Keempat faktor ini dijelaskan secara
detail, sebagai berikut:
a. Perhatian
Perhatian adalah sebuah bentuk perhatian yang menunjukkan minat
commityang
to user
siswa dalam belajar konsep/ide
diajarkan (Poulsen dkk, 2008). Keller
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
(2010) menambahkan bahwa atensi berkaitan dengan keingintahuan serta
pencarian hal yang mengejutkan bagi siswa. Perhatian diindikasi dengan
perasaan senang dalam belajar, tidak terjadi kesalahpahaman materi
karena siswa telah memperhatikan dengan baik, serta ingatan yang kuat
terhadap pembelajaran dan materi.
b. Keterkaitan
Setelah atensi siswa muncul/meningkat, siswa akan mulai berpikir
apakah pelajaran yang ia pelajari memiliki kaitan dengan dirinya (Keller,
2010). Apabila terdapat kaitan antara pelajaran dan diri siswa, maka siswa
akan memberikan respon yang baik terhadap pembelajaran karena siswa
tahu bahwa hal yang dipelajari berguna untuk sekarang dan masa depan.
Akan tetapi, jika siswa tidak menemukan bahwa pelajaran yang ia pelajari
berguna dan berkaitan dengan kehidupannya, maka siswa akan
memberikan respon yang kurang baik (Keller, 2000). Indikasi dari adanya
keterkaitan dalam belajar adalah siswa merasa tidak bosan dalam belajar
karena menemukan banyak pengalaman belajar baru.
c. Keyakinan (Confidence)
Sebelum pelajaran berakhir, siswa perlu mengetahui bahwa dia
memiliki kemungkinan untuk sukses (Keller, 2000). Keyakinan ini
menumbuhkan sebuah perasaan percaya pada diri mereka dalam proses
pembelajaran sehingga siswa memiliki respon yang baik terhadap
pembelajaran (Keller, 2000). Keyakinan siswa diindikasi dengan adanya
motivasi belajar yang tinggi, penalaran individu, dan kemudahan
memahami materi dalam pembelajaran.
d. Kepuasan (Satisfication)
Kepuasan siswa dalam belajar juga merupakan penentu yang
menyatakan bahwa siswa memiliki respon yang baik terhadap
pembelajaran. Kepuasan siswa ini muncul dari perasaan puas terhadap
pencapaian pembelajaran yang dicapainya sehingga siswa berani
mengeluarkan pendapat dalam pembelajaran dan leluasa berdiskusi
commit to user
dengan teman.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
4. Teori Geometri Menurut Van Hiele
Dalam mempelajari geometri, siswa memiliki tingkatan pemahaman yang
berbeda sehingga memiliki tingkat berpikir yang bervariasi (Van Hiele dalam
Usiskin, 1982). Dina Van Hiele dan suaminya Piere Marie Van Hiele
mengembangkan teori tingkat berpikir geometri siswa dalam lima tingkatan.
Teori ini dikembangkan dalam disertasi yang berbeda pada tahun 1957 di
Univesity of Utrecht dan dituliskan dalam buku Mathematics as an Educational
Task (1973). Teori ini kemudian dimasukkan dalam kurikulum di Uni Soviet dan
semenjak itu teori ini terus berkembang dan digunakan dalam berbagai
penelitian di bidang geometri.
Dalam teori berpikir geometri Van Hiele terdapat tiga aspek yaitu exist of
level, properties of level, dan movement from one level to another level. Exist of
level merupakan definisi dari keberadaan masing-masing level berpikir geometri
pada siswa. Terdapat lima level berpikir geometri yang disebut sebagai level 0,
level 1, level 2, level 3, dan level 4. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
a. Level 0 Visualisasi
Pada level ini siswa mengetahui nama dari bangun geometri tertentu dan
dapat menyebutkan nama dari berbagai macam bangun. Tahap ini siswa
menyadari keberadaan dari suatu bangun karena bangun tersebut adalah
sesuatu yang nyata ada di sekelilingnya. Siswa pada tahap ini sudah dapat
belajar kosakata bangun-bangun geometri, dapat mengidentifikasi bangun
tertentu dari kenampakan visualnya, siswa juga telah dapat menunjukkan
bentuk bangun dan menggambarkannya kembali. Akan tetapi, pada tahap
ini siswa belum dapat mengidentifikasi atribut atau sifat-sifat dari berbagai
bangun geometri yang dikenalnya. Sebagai contoh, siswa mengetahui
seperti apa bentuk dari bangun yang disebut sebagai persegi.
b. Level 1 Analisis
Pada level ini, siswa sudah mampu menjelaskan karakter dari masingmasing bangun geometri yang dikenalnya. Dalam sebuah pengamatan dan
commit to user
percobaan, siswa dapat menunjukkan
sifat masing-masing bangun. Tahap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
ini terlihat dari kemampuan siswa dalam menyebutkan sifat dari masingmasing bangun geometri, tetapi pada tahap ini siswa belum dapat
menjelaskan hubungan dari berbagai bangun geometri yang ia pelajari.
Sebagai contoh, pada tahap analisis siswa sudah mengenal bahwa persegi
memiliki empat sisi yang sama panjang, tetapi siswa belum dapat
menyimpulkan bahwa persegi adalah bagian dari persegi panjang.
c. Level 2 Deduksi Informal
Pada tahap deduksi informal, siswa sudah mengetahui hubungan secara
klasifikasi dan hirarki dari berbagai bangun geometri yang dipelajarinya.
Dia mengetahui hubungan sifat-sifat dalam suatu bangun maupun antar
bangun. Siswa sudah mampu memberikan alasan secara deduksi bagaimana
hubungan antara sifat-sifat antar bangun. Pada tahap ini, pemahaman siswa
terhadap bangun geometri sangat jelas dan berarti (definitional meaningful).
Pada tahap ini, kemampuan siswa dalam mempelajari geometri telah
mencapai tujuan dari pembelajaran geometri pada tingkat sekolah
menengah. Oleh karena itu, beberapa penelitian mengatakan tujuan dari
pembelajaran geometri terletak pada level ini.
d. Level 3 Deduksi
Pada level Deduksi siswa telah dapat menjelaskan alasan deduksi
menggunakan postulat, aksioma, dan pembuktian secara saintifik. Dina Van
Hiele (dalam Usiskin, 1982) menyatakan bahwa tahap ini disebut juga
sebagai tahap perkembangan insting geometri.
e. Level 4 Rigor
Pada tahap terakhir Van Hiele dinyatakan bahwa siswa sudah secara
handal menjelaskan deduksi yang abstrak dalam geometri. Pada tahap ini
seseorang telah dapat memahami Non-Euclidean geometri.
Exist of level menjelaskan bagaimana tingkat berpikir geometri siswa dan
properties of level menjelaskan sifat-sifat dari berlakunya tingkatan berpikir ini.
Terdapat 5 properties of level pada tingkat berpikir geometri yaitu fixed
sequence, adjacency, distriction, separation, dan attaintment. Fixed properties
commit
to user
menyatakan bahwa tingkatan level
berpikir
yang dikemukakan bersifat kaku dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
runut. Artinya, untuk mencapai level paling tinggi, siswa harus melalui level di
atasnya terlebih dahulu dan seterusnya secara runut. Sifat separation
menyatakan bahwa dua orang dengan level berpikir berbeda tidak akan saling
mengerti. Sebagai contoh, guru yang memiliki level tinggi mengajari siswanya
pada level awal dengan menjelaskan bahasa yang digunakannya pada level
tinggi. Hal tersebut tidak akan berhasil membuat siswa mengerti penjelasan
guru. Sifat adjacency menyatakan bahwa hal intrinsik yang dipelajari pada suatu
level akan menjadi hal ekstrinsik pada level di atasnya. Pada sifat attaintment
disebutkan bahwa proses belajar akan membawa siswa pada pemahaman
lengkap sehingga dapat naik pada level di atasnya.
5. Fase Belajar Geometri Van Hiele
Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan aspek exist of level dan
properties of level. Pada sifat attaintment dinyatakan bahwa tingkat berpikir
geometri siswa dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran. Sifat terakhir
ini merujuk pada aspek teori Van Hiele yang terakhir yaitu movements from
one level to another. Pada aspek ini Van Hiele (dalam Usiskin, 1982)
menyatakan bahwa perkembangan kognitif dalam geometri bisa dipercepat
dengan instruksi dalam proses pembelajaran. Instruksi yang diberikan
merupakan perlakuan dalam pembelajaran geometri yang diterangkan dalam
lima fase berpikir geometri sebagai berikut:
a.
Inkuiri
Fase inkuiri dikenal juga sebagai fase informasi. Pada fase inkuiri,
siswa dan guru berdiskusi mengenai pokok bahasan yang akan dipelajari.
Tujuan dari fase ini adalah (1) guru mengetahui pengetahuan dasar siswa
mengenai materi yang akan dibahas dan (2) siswa mengetahui apa yang akan
dipelajari dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam belajar.
b. Orientasi Langsung
Fase ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan
pengetahuan mengenai pokok bahasan yang dipelajari. Aktivitas pada fase
to userbentuk geometri pada suatu pokok
ini dapat berupa aktivitas commit
menggambar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
bahasan. Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk menggambar dua garis
sejajar yang berpotongan dengan garis lain. Pada kesempatan ini guru perlu
menekankan bagaimana proses menggambar dua buah garis yang sejajar
sehingga siswa mengetahui syarat – syarat garis yang sejajar serta sifatnya.
Secara tidak langsung siswa akan mengetahui bahwa dua buah garis yang
terlihat sejajar tidak memiliki cukup bukti bahawa kedua garis tersebut
sejajar.
c.
Penjelasan
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membangun dan menghubungkan pengetahuan yang telah siswa miliki pada
suatu pokok bahasan. Contohnya, guru meminta siswa untuk menentukan
sifat-sifat sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar dan berpotongan
dengan garis lain. Siswa mulai mengamati serta menganalisis sudut-sudut
yang terbentuk. Guru dapat memberikan bantuan bimbingan berupa sudut
mana saja yang besarnya sama? Mengapa sudut tersebut memiliki besar
yang sama? Pada fase ini guru membimbing siswa untuk lebih detail
menganalisis sudut daripada hanya melihat dan menduga bahwa sudut-sudut
tersebut memiliki besar yang sama
d. Orientasi Bebas
Kemudian pada fase orientasi bebas, siswa diberikan lebih banyak
contoh permasalahan serupa sehingga siswa dapat mengaplikasikan
pengetahuannya
e.
Integrasi
Pada fase terakhir ini, siswa diminta untuk menyelesaikan
permasalahan yang lebih kompleks untuk menerapkan pengetahuan yang
telah dimilikinya.
Tingkatan berpikir geometri yang dikembangkan oleh Van Hiele
memberikan gambaran bagaimana penyebaran tingkat berpikir siswa dalam
pembelajaran di kelas dari level 0 ke level 2. Hal ini juga menjelaskan bahwa
perlakuan dalam pembelajaran seperti aktivitas pembelajaran dapat memberikan
to user
dampak pada tingkat berpikircommit
geometri.
Fase pembelajaran geometri untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
menjembatani tingkat berpikir siswa juga dijelaskan dalam fase pembelajaran
seperti dijelaskan pada penjelasan teori Van Hiele pada subbab sebelumnya.
6. Definisi dan Klasifikasi Segiempat
Segiempat adalah salah satu topik yang dipelajari pada tingkat sekolah
menengah pertama baik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun
Kurikulum 2013 (K13). Kompetensi dasar segiempat pada KTSP adalah siswa
dapat mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar
genjang, belah ketupat, dan layang-layang.
Segiempat yang diajarkan di Indonesia diklasifikasikan menjadi persegi
panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, trapesium, dan layanglayang. Berikut ini adalah penjelasan sifat-sifat bangun secara rinci menurut
Koberlein (2011).
a.
Persegi Panjang
Persegi panjang atau rectangle adalah “ paralellogram that has a right
angle” sehingga definisi persegi panjang adalah bangun segiempat yang
memiliki sudut siku-siku (Koberlein, 2011: 190). Berdasarkan definisi
tersebut, dapat ditarik beberapa teorema, seperti: 1) sisi-sisi yang
berhadapan sama panjang, 2) sisi yang berhadapan sejajar, 3) sudutsudutnya sama besar, 4) tiap-tiap sudut merupakan sudut siku-siku, 5)
diagonal-diagonalnya sama panjang, 6) perpotongan diagonal saling
membagi dua sama panjang
Gambar 2.1. Persegi Panjang
b. Persegi
Definisi dari persegi adalah persegi panjang yang memiliki sisi
bersebelahan yang kongruen (Koberlein, 2011: 197). Dari definisi ini, dapat
diperoleh beberapa teorema:1) semua sisi sama panjang, 2) sisi-sisi yang
commit
to user
berhadapan sama panjang,
3) sisi
yang berhadapan sejajar, 4) sudut-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
sudutnya sama besar, 5) tiap-tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku, 6)
diagonal-diagonalnya sama panjang, 7) Perpotongan diagonalnya saling
membagi dua sama panjang.
Gambar 2.2 Persegi
c.
Jajargenjang
Definisi jajargenjang atau parallelogram adalah segiempat yang
memiliki dua pasang sisi berhadapan yang sejajar (Koberlein, 2011; 187).
Teorema yang muncul dari definisi ini adalah: 1) sisi yang berhadapan sama
panjang, 2) sisi yang berhadapan sejajar, 3) sudut-sudut yang berhadapan
sama besar, 4) jumlah besar sudut yang berdekatan adalah 180°, dan 5)
perpotongan diagonal saling membagi dua sama panjang.
Gambar 2.3. Jajargenjang
d. Belah Ketupat
Definisi belah ketupat atau rhombus adalah segiempat yang memiliki
dua pasang sisi berhadapan yang kongruen (Koberlein, 2011: 197). Terdapat
beberapa teorema tentang belah ketupat: 1) semua sisi sama panjang, 2)
sudut-sudut yang berhadapan sama besar, 3) serpotongan diagonalnya
saling membagi dua sama panjang, dan 4) kedua diagonal saling tegak lurus.
Gambar 2.4. Belah Ketupat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
e.
Layang-layang
Definisi layang-layang atau kite adalah segiempat yang memiliki dua
pasang sisi bersebelahan yang berbeda (Koberlein, 2011; 188). Terdapat
beberapa teorema mengenai layang-layang: 1) masing-masing sepasang
sisinya sama panjang, 2) tepat sepasang sudut yang berhadapan sama
panjang, 3) salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang dengan
diagonal yang lain, dan 4) kedua diagonalnya saling tegak lurus.
Gambar 2.5. Layang-layang
f.
Trapesium
Definisi trapesium atau trapezoid adalah segiempat yang pasti memiliki
sepasang sisi yang sejajar (Koberlein, 2010: 205). Apabila dua sisi yang
bukan sisi sejajar kongruen maka trapesium disebut sebagai trapesium sama
kaki atau isosceles trapezoid. Beberapa teorema mengenai trapesium adalah
sebagai berikut: 1) memiliki tepat sepasang sisi yang sejajar dan 2) jumlah
sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar adalah 180°.
Gambar 2.6. Trapesium
Berdasarkan definisi dan teorema-teorema bangun-bangun segiempat
sebelumnya, maka sifat-sifat segiempat berdasarkan masing-masing unsur dapat
dibedakan seperti pada Tabel 2.1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Tabel 2.1. Sifat-sifat Segiempat
Jajargenjang
Kedua
pasang sisi
yang berhadapan
Persegi
Panjang
Kedua pasang sisi
yang berhadapan
Belah
Ketupat
Semua sisi
Persegi
Kedua
pasang sisi
yang berhadapan
Jika jajargenjang
adalah
persegi
atau persegi panjang
Kedua
pasang sisi
yang berhadapan
Sisi yang
berurutan
Kedua pasang sisi
yang berhadapan
Jika belah
ketupat
ada-lah
persegi
Kedua pasang sisi
yang berhadapan
Sisi yang
berurutan
Sudut
yang
kongruen
Kedua
pasang
sudut yang
berhadapan
Semua
sudut
Kedua
pasang
sudut yang
berhadapan
Semua
sudut
Satu pasang sudut
yang berhadapan*
Jika membentuk trapesium
siku-siku
maka terdapat
satu pasang
sudut yang
kongruen
Perpotongan diagonal
Berpotong
an sama
panjang
Kongruen
dan berpotongan
sama
panjang
Saling
tegak
lurus dan
berpotongan sama
panjang
Kongruen,
berpotongan sama
panjang
dan tegak
lurus
Tegak
lurus
Berpotongan
Sisi yang
kongruen
Sisi yang
sejajar
Sisi yang
tegak
lurus
Semua sisi
Layanglayang
Kedua pasang sisi
yang bersebelahan
Trapesium
Sepasang alas
Jika trapesium
memiliki alas
siku-siku
Berdasarkan sifat dan definisi segiempat sebelumnya, maka pendefinisan
segiempat sebagai berikut:
1) jajargenjang adalah segiempat yang memiliki pasangan-pasangan sisi yang
sejajar.
2) persegi panjang adalah jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku.
3) belah ketupat adalah jajargenjang yang sisinya sama panjang.
4) persegi adalah belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku, persegi
juga dapat didefinisikan sebagai persegi panjang yang sisinya sama panjang.
5) layang-layang adalah segiempat yang memiliki pasangan-pasangan sisi
commit to user
berdekatan yang sama panjang.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
6) trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisi berhadapan sejajar.
Dalam hirarki segiempat yang dijelaskan Villiers (1994) ditunjukkan bahwa
berdasarkan klasifikasinya, beberapa jenis segiempat memiliki kerterkaitan satu
sama lain. Terdapat beberapa bangun yang memenuhi sifat lebih dari satu
bangun segiempat, sebagai contoh, persegi dapat disebut juga sebagai kasus
istimewa dari persegi panjang, belah ketupat, trapesium, dan layang-layang.
Apabila diperhatikan dari unsur banyaknya sisi yang sejajar, maka segiempat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Segiempat
Jajargenjang
Trapesium
Layang-layang
Belah Ketupat
Persegi Panjang
Persegi
Gambar 2.7. Klasifikasi Segiempat
7. Teori Van Hiele dalam Pokok Bahasan Segiempat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat tiga tingkatan berpikir
geometri Van Hiele dalam pembelajaran geometri tingkat sekolah menengah.
Pada pembelajaran klasifikasi segiempat juga terdapat kriteria-kriteria sikap
yang mengelompokkan siswa dalam tiga tingkat berpikir geometri. Berikut
adalah karakter tingkat berpikir geometri pada klasifikasi segiempat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
a.
Level 0
Pada level ini siswa dapat menggambarkan bentuk bangun segiempat
meskipun mengabaikan beberapa sifat, seperti sudut yang tidak siku-siku
ketika membuat segiempat atau garis yang tidak lurus pada saat membuat sisi
segiempat. Siswa juga telah dapat mendefinisikan nama dari bangun-bangun
segiempat melalui visual bangun segiempat. Namun, siswa tidak dapat
menjelaskan alasan sebuah segiempat digolongkan ke jenis tertentu
berdasarkan sifat-sifatnya. Apabila siswa menjawab menggunakan sifat,
siswa akan terlihat bingung dan menyebutkan sifat-sifat yang tidak relevan
terhadap suatu bangun. Selain itu, siswa mengelompokkan bangun segiempat
secara tidak konsisten seperti kekeliruan dalam menyebut layang-layang dan
belah ketupat.
b. Level 1
Pada level 1 analisis, siswa membandingkan bentuk bangun geometri
menggunakan
sifat-sifat
bangun
geometri.
Siswa
juga
dapat
mengelompokkan bangun berdasarkan sifat tertentu seperti pengelompokkan
bangun segiempat ditinjau dari sifat sisinya. Siswa memperlakukan geometri
secara visual (fisik) ketika melakukan pengujian terhadap sifat-sifatnya.
Sebagai contoh, siswa fokus pada melihat variasi bentuk gambar segiempat
dan melakukan pengamatan terhadap variasi bentuknya. Akan tetapi, pada
level ini siswa tidak dapat menjelaskan penarikan simpulan yang
dilakukannya.
c.
Level 2
Pada level 2 deduksi informal, siswa telah mengidentifikasikan tipe
bangun segiempat secara lengkap. Siswa dapat memodifikasi definisi dan
secara cepat menerima dan menggunakan definisi dari konsep baru. Siswa
telah menggunakan logika berpikir jika-maka, seperti jika a memiliki dua
pasang sudut berhadapan yang sama besar maka a dapat dikategorikan
sebagai jajar genjang atau belah ketupat atau bahkan persegi maupun persegi
panjang. Pada level ini siswa tidak membuktikan penarikan simpulannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
secara formal berdasarkan teorema dan aksioma tetapi, secara informal
berdasarkan penarikan simpulan secara sederhana.
8. Modul Pembelajaran
Menurut Purwanto, dkk, (2007) “Modul adalah bahan belajar yang dirancang
secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk
satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri
dalam satuan waktu tertentu”. Menurut Daryanto (2002), modul adalah salah
satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya
memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk
membantu peserta didik menguasai tujuan pembelajaran yang spesifik. Daryanto
(2002) juga menyatakan bahwa “modul berfungsi sebagai sarana belajar yang
bersifat mandiri sehingga siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masing”. Daryanto (2002) menyatakan bahwa sebuah
bahan ajar dapat disebut sebagai sebuah modul, maka harus dipenuhi
karakteristik modul sebagai berikut.
1) Self Instruction
Modul harus memuat tujuan pembelajaran yang jelas sehingga siswa
mengetahui secara mandiri tujuannya belajar (Daryanto, 2002). Selain
itu, modul harus memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unitunit kecil sehingga siswa dapat mudah mempelajari setiap unit dengan
tuntas. Kemudian modul harus diserai contoh, ilustrasi, soal-soal latihan,
atau penugasan sehingga siswa dapat secara mandiri menguasai konsep.
Bahasa yang digunakan sederhana dan komunikatif, terdapat rangkuman
pembelajaran, instrumen penilaian, umpan balik, dan rujukan atau
referensi pembelajaran.
2) Self Contained
Modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan sesuai
dengan tujuan kompetensi dasar atau kompetensi inti yang ingin dicapai
(Daryanto, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa modul merupakan satu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
kesatuan dari unit-unit tujuan pembelajaran untuk memenuhi suatu
kompetensi.
3) Stand Alone (berdiri sendiri)
Penggunaan modul tidak tergantung pada keberadaan media lainnya
(Daryanto, 2002). Dengan kata lain tidak digunakan bersama-sama
dengan bahan ajar/media lain. Akan tetapi terdapat beberapa modul yang
membutuhkan media pendukung seperti video, audio, atau bahan ajar
lain yang memang tidak dapat dituliskan dalam bentuk cetakan modul.
4) Adaptif
Modul seharusnya memiliki tingkat adapatasi yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Modul dikatakan adaptif jika modul
dapat menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi serta fleksibel
digunakan di berbagai perangkat keras.
5) User Friendly (bersahabat)
Modul digunakan oleh siswa sehingga seharusnya modul menggunakan
bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah
yang umum digunakan oleh pemakainya. Hal ini membuat modul mudah
terbaca oleh siswa dan paparan informasi dan instruksi dapat direspon
dengan mudah.
a. Komponen Modul
Menurut Sungkono, dkk (2003) komponen – komponen utama yang perlu
disajikan di dalam modul, antara lain:
1) Tinjauan Mata Pelajaran
Tinjauan mata pelajaran adalah paparan umum mengenai keseluruhan
pokok – pokok isi mata pelajaran yang mencakup:
a)
deskripsi mata pelajaran
b) kegunaaan mata pelajaran
c)
kompetensi dasar
d) bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan
e) petunjuk belajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
2) Pendahuluan
Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran suatu
modul yang memuat hal – hal sebagai berikut:
a) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat;
b) indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan
modul;
c) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yang memuat pengetahuan
dan keterampilan
yang sebelumnya
sudah
diperoleh atau
seyogyanya sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari
pembahasan modul itu;
d) relevansi, yang terdiri atas:
(1) keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu
dengan materi dan kegiatan dalam modul lain pada satu mata
pelajaran atau pada mata pelajaran lain (cross reference), dan
(2) pentingnya mempelajari materi modul itu dalam pengembangan
dan pelaksanaan tugas guru secara profesional;
e) urutan butir sajian modul (kegiatan pembelajaran) disusun secara
logis;
f) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul itu agar
berhasil dikuasai dengan baik.
3) Kegiatan Pembelajaran
Bagian ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai siswa. Materi
tersebut disusun sedemikian rupa sehingga dengan mempelajari materi
tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
4) Latihan
Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan
oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Tujuan latihan ini agar
siswa benar – benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep
yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Latihan disajikan
secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Latihan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
dapat ditempatkan di sela – sela uraian atau di akhir uraian. Ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan:
a)
relevan dengan materi yang disajikan;
b) sesuai dengan kemampuan siswa;
c)
bentuknya bervariasi, misalnya tes, tugas, eksperimen, dan
sebagainya;
d) bermakna (bermanfaat);
e)
menantang siswa untuk berpikir dan bersikap kritis;
f)
penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.
5) Rambu – Rambu Jawaban Latihan
Rambu – rambu jawaban latihan merupakan hal – hal yang harus
diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan.
Kegunaan rambu – rambu jawaban ini adalah untuk mengarahkan
pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan
atau tugas dalam latihan dalam mendukung tercapainya kompetensi
pembelajaran.
6) Rangkuman
Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada kegiatan
belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan
memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat
mengondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran
siswa. Rangkuman hendaknya memenuhi ketentuan:
a)
berisi ide pokok yang telah disajikan;
b) disajikan secara berurutan;
c)
disajikan secara ringkas;
d) bersifat menyimpulkan;
e)
dapat dipahami dengan mudah (komunikatif);
f)
memantapkan pemahaman pembaca;
g) rangkuman diletakkan sebelum tes formatif pada setiap kegiatan
pembelajaran;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
h) menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan tidak menggunakan
kata-kata yang sulit dipahami.
7) Tes Formatif
Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif)
yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur
penguasaan siswa setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan
dalam satu kegiatan belajar berakhir. Tes formatif secara prinsip harus
memenuhi syarat-syarat:
a)
mengukur kompetensi dan indikator yang sudah dirumuskan;
b) materi tes benar dan logis, baik dari segi pokok masalah yang
dikemukakan maupun dari pilihan jawaban yang ditawarkan;
c)
pokok masalah yang ditanyakan cukup penting;
d) butir tes harus memenuhi syarat-syarat penulisan butir soal.
8) Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut
Kunci jawaban tes formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling
akhir suatu modul. Tujuannya agar siswa benar – benar berusaha
mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Di dalam
kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi
kegiatan yang harus dilakukan siswa atas dasar tes formatifnya. Siswa
diberi petunjuk untuk melakukan kegiatan lanjutan, seperti terus
mempelajari kegiatan pembelajaran berikutnya bila ia berhasil dengan
baik yaitu mencapai tingkat penguasaan 75 % dalam tes formatif yang
lalu, atau mengulang kembali mempelajari kegiatan pembelajaran
tersebut bila hasilnya masih di bawah 75 % dari skor maksimum.
Pada pengembangan modul pada penelitian ini, komponen modul
disesuaikan dengan teori Van Hiele sehingga modifikasi komponen modul
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Tinjauan Pokok Bahasan
Komponen tinjauan mata pelajaran dimodifikasi menjadi tinjauan
pokok bahasan karena materi yang dibahas pada modul ini adalah
to user Komponen ini berisi deskripsi
sebuah pokok bahasancommit
yaitu segiempat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
pokok bahasan segiempat, kegunaan, kompetensi dasar, dan petunjuk
belajar. Bahan pendukung lainnya tidak disertakan karena modul tidak
memerlukan bahan pendukung lainnya.
2) Pendahuluan
Pada komponen ini tidak terdapat modifikasi dan tetap mengikuti isi
komponen modul dari Sungkono (2003).
3) Kegiatan Pembelajaran, Latihan dan Rambu-rambu Latihan
Kegiatan Pembelajaran, latihan, dan rambu-rambu latihan digabungkan
dalam satu komponen karena komponen latihan dan rambu-rambu
latihan disajikan di sela-sela uraian kegiatan pembelajaran. Hal tersebut
bertujuan agar fase belajar geometri Van Hiele dapat dirangkai
sekaligus dalam uraian ini.
4) Rangkuman
Rangkuman berisi materi yang sama yang disajikan dalam bentuk yang
lebih ringkas.
5) Tes Formatif dan Kunci Jawaban
Tes formatif diberikan dengan mengajukan beberapa pertanyaan
seputar materi pelajaran yang telah diberikan. Tes formatif dan kunci
jawaban diberikan secara terpisah demi mencegah siswa mengerjakan
tes sebelum instruksi diberikan.
b. Kualitas Modul
Karena modul merupakan salah satu jenis buku teks, maka kualitas modul
ditentukan dari komponen-komponen penilaian pada buku teks. Menurut BNSP
(2007), penilaian buku teks terdiri dari empat komponen yaitu kelayakan isi,
kelayakan penyajian, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan kegrafikan. BNSP
(2007) menjelaskan indikator dari pada kelayakan isi terdiri dari: a) kesesuaian
dengan SK dan KD, perkembangan anak, dan kebutuhan masyarakat; b)
substansi keilmuan dan life skills; c) wawasan untuk maju dan berkembang; dan
d) keberagaman nilai sosial. Indikator untuk kelayakan penyajian terdiri dari: a)
commit toIndikator
user
teknik; b) materi; dan c) pembelajaran.
kelayakan kebahasaan terdiri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
dari: a) keterbacaan; b) kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik
dan benar; dan c) logika berbahasa. Pada komponen kelayakan kegrafikan dinilai
dari indikator: a) ukuran/format buku; b) desain bagian kulit; c) desain bagian
isi; d) kualitas kertas; e) kualitas cetakan; dan f) kualitas jilidan.
Pujiastuti (2013) menjabarkan komponen penilaian dengan lebih detail.
Kelayakan isi terdiri dari komponen a) kesesuaian uraian materi dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar; b) keakuratan materi akurat tersebut dapat
dilihat pada konsep dan definisi, prinsip, prosedur, contoh, fakta, dan ilustrasi,
serta soal, c) materi pendukung pembelajaran, d) kemutakhiran materi pada
dasarnya keterkinian (up to date) materi yang terdapat di dalam buku baik itu
buku rujukan, wacana, maupun contoh bahkan ilustrasi, e) upaya peningkatan
kompetensi siswa; f) pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan;
g) materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir; h) materi
merangsang untuk melakukan inkuiri; i) penggunaan notasi, simbol, dan satuan
Kelayakan penyajian dinilai dari indikator: a) teknik penyajian yang dilihat
dari sistematika penyajian, keruntutan penyajian, keseimbangan antar-bab, b)
penyajian pembelajaran memiliki indikator penyajian pembelajaran dalam buku
teks diarahkan untuk berpusat pada siswa, mampu mengembangkan
keterampilan proses (berpikir dan psikomotorik), memerhatikan aspek
keselamatan kerja (aman bagi siswa), c) kelengkapan penyajian (anatomi
pembelajaran); d) variasi dalam cara penyampaian informasi; e) memperhatikan
kode etik dan hak cipta; f) memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian
terhadap lingkungan.
Kelayakan kebahasaan terdiri dari indikator: (a) menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar; (b) bahasa yang digunakan dalam buku harus
relevan dengan pemakai, mudah dipahami, sesuai dengan kemampuan bahasa
dalam hal kosakata, struktur kalimat, dan pengaturan alinea; (c) menggunakan
bahasa Indonesia yang mampu meningkatkan kematangan dan perkembangan
siswa; (d) menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat kematangan dan
perkembangan siswa; dan (e) berkenaan dengan pengalihan huruf harus
commit
to userKelayakan kegrafikan terdiri dari
menggunakan transliterasi yang
dibakukan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
indikator: a) Ukuran buku; b) Desain kulit buku/perwajahan sampul (daya tarik,
tipografi, dan ilustrasi); c) Desain isi buku; d) ilustrasi (jenis, daya tarik,
anatomi); e) kesesuaian jenis kertas; e) kesesuaian jenis kertas sampul
Ramdani (2015) menjabarkan setiap indikator dengan detail lebih lanjut,
sebagai berikut:
a) Kelayakan isi
1) Kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD
Terdiri dari a) kelengkapan materi, b) keluasan materi, dan c)
kedalaman materi
2) Keakuratan materi
Terdiri dari: a) akurasi konsep dan definisi, b) akurasi prinsip, c)
akurasi prosedur, d) akurasi contoh, fakta, dan ilustrasi, dan e)
akurasi soal.
3) Materi pendukung pembelajaran
Terdiri dari a) kesesuaian dengan perkembangan ilmu dan
teknologi, b) keterkinian fitur, contoh, dan rujukan, c) penalaran, d)
pemecahan masalah, e) keterkaitan antar konsep, f) komunikasi, g)
penerapan, h) kemenarikan materi, i) mendorong untuk mencari
informasi lebih lanjut, dan j) materi pengayaan.
b) Kelayakan penyajian
1) Teknik penyajian
Terdiri dari a) sistematika penyajian, b) kerunutan penyajian, dan c)
keseimbangan antar bab.
2) Penyajian pembelajaran
Terdiri dari a) berpusat pada siswa, b) mengembangkan ketrampilan
proses, dan c) memperhatikan aspek keselamatan kerja.
3) Kelengkapan penyajian
Terdiri dari aspek a) pendahuluan, b) isi, dan c) penutup.
c) Kelayakan kebahasaan
1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Terdiri dari a) kesesuaian dengan perkembangan intelektual, dan b)
kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional.
2) Komunikatif
Terdiri dari a) keterbacaan pesan, dan b) ketepatan kaidah bahasa
3) Kerunutan dan keterpaduan alur pikir.
Terdiri dari a) kerunutan dan keterpaduan antarbab, dan b)
ketunutan dan keterpaduan antar paragraf.
d) Kelayakan kegrafikan
1) Ukuran buku
Terdiri dari a) kesesuaian ukuran buku dengan standar ISO, dan b)
kesesuaian ukuran buku dengan materi isi buku.
2) Desain kulit buku
Terdiri dari a) tata letak, b) tipologi kulit buku, dan c) penggunaan
huruf.
3) Desain isi buku
Terdiri dari a) pencerminan isi buku, b) keharmonisan tata letak, c)
kelengkapan tata letak, d) daya pemahaman tata letak, e) tipologi isi
buku, dan f) ilustrasi isi.
Mengacu pada definisi kelayakan buku dari Pujiastuti (2013) dan Ramdani
(2015), serta kesesuaian dengan teori modul dan teori Van Hiele, maka penilaian
kelayakan modul yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a) Kelayakan isi
1) Kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD
Terdiri dari a) materi yang disajikan minimal mencermikan jabaran
substansi materi pada SK dan KD terkait dan b) materi mencakup
pengenalan konsep sampai interaksi antarkonsep.
2) Keakuratan materi
Keakuratan materi tersebut dapat dilihat pada konsep dan definisi,
prinsip, prosedur, contoh, fakta, dan ilustrasi, serta soal materi
pendukung pembelajaran. Komponen ini terdiri dari a) konsep dan
commit sesuai
to userdengan referensi teori yang tepat,
definisi yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
b) konsep yang disajikan tidak menimbulkan banyak tafsir, c)
sistematika atau prosedur penulisan materi ditulis secara runut dan
benar, dan d) penggunaan latihan soal yang sesuai dengan materi
yang dipelajari.
3) Kemutakhiran materi
Kemutakhitan materi pada dasarnya keterkinian (up to date) materi
yang terdapat di dalam buku baik itu buku rujukan, wacana,
maupun contoh bahkan ilustrasi. Komponen ini terdiri dari a)
materi yang disajikan menggunakan buku rujukan terkini, dan b)
kegiatan belajar yang dirancang memanfaatkan teknologi terkini
4) Upaya peningkatan level berpikir geometri
Komponen ini terdiri dari a) materi disajikan dengan tujuan untuk
meningkatkan level berpikir siswa, b) materi yang dikembangkan
mendorong siswa untuk berpikir secara analisis, dan c) materi
mendorong siswa untuk berpikir secara deduktif yaitu siswa dapat
memberikan alasan terhadap pernyataan yang dibuat.
5) Kesesuaian uraian kegiatan dengan fase belajar geometri
Komponen ini terdiri dari a) uraian kegiatan fase inkuiri sesuai
dengan teori fase inkuiri, b) uraian kegiatan fase orientasi langsung
sesuai dengan teori fase orientasi langsung, c) uraian kegiatan fase
penjelasan sesuai dengan teori fase penjelasan, d) uraian kegiatan
fase orientasi bebas sesuai dengan teori fase orientasi bebas, e)
uraian kegiatan fase integrasi sesuai dengan teori fase integrasi.
6) Kesesuaian isi modul dengan karakteristik modul
Terdiri dari a) modul memuat tujuan pembelajaran yang jelas
sehingga siswa mengetahui secara mandiri tujuannya belajar, b)
modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan dan
sesuai dengan tujuan kompetensi dasar atau kompetensi inti yang
ingin dicapai, c) penggunaan media pada kegiatan 1.1.
mengelompokkan segiempat sudah sesuai dengan tujuan, d)
commit
to user
penggunaan media
geogebra
pada kegiatan pengenalan: mengenal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
hubungan antar bangun sudah sesuai dengan tujuan, e) modul
menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi, dan f) paparan
informasi dan instruksi dapat direspon dengan mudah.
b) Kelayakan penyajian
1) Teknik penyajian
Terdiri dari a) sistematika penulisan materi dari pengenalan konsep
sampai hubungan antarkonsep ditulis dengan baik, b) penulisan
materi dari pengenalan konsep sampai hubungan antar konsep
ditulis dengan runut dan tidak bolak-balik, c) bab (dalam modul ini
ditulis sebagai Kegiatan Pembelajar) pertama dan bab kedua
memiliki keterkaitan artinya dalam mempelajari bab kedua, siswa
perlu menguasai kompetensi di bab pertama terlebih dahulu.
2) Penyajian pembelajaran
Terdiri dari a) penyajian pembelajaran menempatkan siswa sebagai
pusat pembelajaran, b) penyajian pembelajaran bersifat interaktif,
dan c) penyajian pembelajaran merangsang kedalaman berpikir
geometri siswa.
3) Kelengkapan penyajian
Terdiri dari a) terdapat komponen tinjauan pokok bahasan dan telah
sesuai dengan teori komponen tinjauan pokok bahasan, b) terdapat
komponen pendahuluan dan telah sesuai dengan teori komponen
pendahuluan, c) terdapat komponen kegiatan belajar disertai latihan
soal dan rambu-rambu latihan dan telah sesuai dengan teori
komponen kegiatan belajar disertai latihan soal dan rambu-rambu
latihan, d) terdapat komponen rangkuman dan telah sesuai dengan
teori komponen rangkuman, dan e) terdapat komponen tes formatif
disertai kunci jawaban dan telah sesuai dengan teori komponen tes
formatif disertai kunci jawaban.
c) Kelayakan kebahasaan
1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual dan sosial
emosional siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Terdiri dari a) kesesuaian bahasa dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa dan b) kesesuaian bahasa dengan level berpikir
geometri siswa
2) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar
Terdiri dari a) modul ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), b) bahasa yang digunakan mudah dipahami dan relevan
dengan siswa, dan c) istilah dan simbol dituliskan secara konsisten.
3) Kerunutan dan keterpaduan alur pikir
Terdiri dari a) kerunutan dan keterpaduan antarbab (Kegiatan
Pembelajar), dan b) kerunutan dan keterpaduan antar paragraf.
d) Kelayakan kegrafikan
1) Ukuran modul
Terdiri dari a) kesesuaian ukuran modul dengan standar modul, dan
b) kesesuaian ukuran modul dengan materi isi modul.
2) Desain sampul modul
Terdiri dari a) tata letak unsur pada sampul muka dan belakang
disajikan secara harmonis dan menyatu dan b) kesesuaian
penggunaan ukuran dan jenis huruf.
3) Desain isi buku
Terdiri dari a) ketepatan format penyusunan gambar dan b)
ketepatan format penyusunan fase-fase belajar.
4) Ilustrasi (jenis, daya tarik, anatomi)
Terdiri dari kesesuaian penggunaan ilustrasi atau gambar dalam
modul.
5) Kesesuaian jenis kertas
6) Kesesuaian jenis kertas sampul
9. Modul Pembelajaran dengan Teori Van Hiele
Modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele disusun secara
to user
sistematis berdasarkan tujuancommit
tertentu,
yaitu meningkatkan level berpikir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
geometri siswa. Tujuan tersebut dicapai menggunakan 5 fase belajar geometri,
sehingga penyusunan modul juga memperhatikan runtutan fase belajar geometri
yang diuraikan sebelumnya. Selain itu, modul berisi dua tahap fase yaitu fase
belajar untuk meningkatkan level berpikir visualisasi ke level analisis dan fase
belajar untuk meningkatkan level berpikir analisis ke level deduksi informal.
Berikut ini adalah uraian komponen modul pembelajaran geometri berdasarkan
teori Van Hiele dengan mengacu pada komponen modul Sungkono (2003) yang
telah dijelaskan sebelumnya:
1) Tinjauan Mata Pelajaran
Komponen ini terdiri dari:
a) deskripsi pokok bahasan segiempat;
b) kegunaaan belajar segiempat;
c) kompetensi dasar yang ingin dicapai, yaitu; 1) siswa mampu
mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan menggunakannya
untuk menentukan keliling dan luas dan 2) siswa mampu
menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat
persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, dan
layang-layang
d) petunjuk belajar.
2) Pendahuluan
Komponen ini terdiri dari:
a) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat yaitu mencakup
pokok bahasan segiempat;
b) indikator-indikator yang ingin dicapai dijabarkan dari kompetensi
dasar;
c) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yaitu kemampuan
mengenal unsur-unsur bangun datar seperi sisi, sudut, sisi sejajar
atau tegak lurus, dan sebagainya.
d) relevansi, yang terdiri atas: 1) aplikasi pokok bahasan segiempat di
kehidupan nyata dan 2) alasan mengapa penting mempelajari
commit to user
segiempat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
e) urutan butir sajian modul (Kegiatan Pembelajaran) yang disusun
secara logis;
f) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul agar
berhasil dikuasai dengan baik.
3) Kegiatan Pembelajaran, Latihan, dan Rambu-rambu Latihan
Kegiatan pembelajaran memuat materi-materi yang harus dikuasai siswa,
yaitu 1) bangun segiempat dan sifat-sifatnya, dan 2) hubungan antar
bangun segiempat. Berkaitan dengan teori belajar geometri, kegiatan
pembelajaran dibedakan menjadi 5 fase belajar sesuai dengan teori
belajar Van Hiele.
a) Fase inkuiri
Fase inkuiri terdiri dari kegiatan pengenalan pokok bahasan yang
akan dipelajari. Dalam hal ini, kegiatan pengenalan yang dimaksud
adalah mengenal segiempat sekitar dan mengenal hubungan sifatsifat antar dua bangun segiempat.
b) Fase orientasi langsung
Fase orientasi langsung memuat uraian materi pelajaran. Uraian
materi dituliskan tidak lengkap dengan tujuan agar siswa dapat turut
aktif dalam berpikir dan melengkapi modul.
c) Fase penjelasan
Fase penjelasan bertujuan agar siswa dapat mengungkapkan
pendapatnya mengenai materi yang sudah dipelajari. Oleh karena
itu, fase penjelasan memuat tugas agar siswa mengidentifikasi
bangun datar segiempat berdasarkan apa yang sudah dipelajari.
d) Fase orientasi bebas
Fase orientasi bebas memuat tugas-tugas yang lebih kompleks dalam
hal ini tugas berupa latihan soal yang berhubungan dengan materi
yang telah dipelajari.
e) Fase integrasi
Fase integrasi berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan
commit tomateri
user pelajaran yang telah dipelajari.
siswa untuk menyimpulkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa pertanyaan terbuka seputar
segiempat.
4) Rangkuman
Rangkuman modul pembelajaran berdasarkan teori Van Hiele berisi
uraian materi yang lebih ringkas.
5) Tes Formatif dan Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes formatif terdiri dari soal-soal mengenai materi yang telah dibahas.
Tes formatif dan kunci jawaban tes diletakkan pada lembar terpisah dari
modul dan diberikan pada akhir pembahasan pokok bahasan segiempat.
Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah siswa mengerjakan tes
sebelum instruksi diberikan.
10. Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D)
adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk
tertentu (Sukmadinata, 2005). Penelitian dan pengembangan dapat dilakukan
untuk menyempurnakan produk yang sudah ada maupun mengembangkan
sebuah poduk baru yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk yang dihasilkan
dapat berupa perangkat lunak pada program komputer, model-model
pendidikan, maupun pembelajaran beserta perangkatnya (RPP, modul, materi
ajar, LAS, LTS).
Metode penelitian dan pengembangan menggunakan tiga metode penelitian
yaitu metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimental (Sukmadinata, 2005).
Metode penelitian deskriptif digunakan pada penelitian awal untuk mengetahui
data atau informasi tentang kondisi yang ada, seperti bagaimana kondisi produk
yang sudah ada, bagaimana kondisi pihak pengguna, dan kondisi faktor
pendukung dan penghambat. Metode penelitian evaluatif digunakan unyuk
mengevaluasi proses uji coba produk yang dikembangkan yaitu evaluasi
terhadap terhadap proses dan hasil produk sehingga diperoleh masukan untuk
penyempuranaan produk. Kemudian untuk menguji keampuhan produk
to user Dalam eksperimental dilakukan
digunakan metode penelitian commit
eksperimental.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
pembandingan hasil dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimental.
Menurut Sukmadinata (2005), pemilihan subjek pada eksperimental dilakukan
secara acak.
Metode penelitian dan pengembangan yang dijelaskan sebelumnya
diperjelas dengan langkah-langkah penelitian dan pengembangan oleh beberapa
peneliti. Menurut Borg and Gall (dalam Heryaningsih, 2015) terdapat sepuluh
langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan.
1) Penelitian dan pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pengukuran kebutuhan, studi literatur, penelitian
dalam skala kecil, dan pertimbangan-pertimbangan dari segi nilai.
2) Perencanaan
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuankemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan
yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkahlangkahh penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas.
3) Pengembangan draft produk
Pada tahap ini dilakukan pengembangan bahan pembelajaran, proses
pembelajaran dan instrumen evaluasi.
4) Uji coba lapangan awal
Uji coba di lapangan pada 1 sampai 3 sekolah dengan 6 sampai 12 subjek
uji coba (guru). Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan
pengedaran angket.
5) Merevisi hasil uji coba
Pada tahap ini dilakukan dengan memperbaiki atau menyempurnakan hasil
uji coba.
6) Uji coba lapangan
Pada tahap ini dilakukan uji coba di kelas yang lebih luas. Hasil-hasil
pengumpulan data dievaluasi dan kalau mungkin dibangindkan dengan
kelompok pembanding.
7) Penyempurnaan produk hasil uji lapangan
commit to user produk hasil uji lapangan.
Pada tahap ini dilakukan penyempurnaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
8) Uji kelayakan
Uji kelayakan produk dapat dilakukan dengan Focus Group Discussion
(FGD).
9) Penyempurnaan produk akhir
Penyempurnaan produk akhir didasarkan masukan dari uji pelaksanaan
lapangan.
10) Diseminasi dan implementasi.
Pada tahap terakhir dilakukan pelaporkan hasilnya dalam pertemuan
profesional dan dalam jurnal.
Plomp (1997) membagi desain penelitian pengembangan kedalam empat
tahap yaitu: (1) tahap investigasi awal, (2) tahap desain, (3) tahap realisasi, (4)
tahap tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) tahap implementasi.
Dalam penelitian ini, bentuk pengembangan modul pembelajaran diadaptasi
dari penggabungan model oleh Plomp dan Borg & Gall. Hal ini bertujuan untuk
menambah ketajaman nilai kepraktisan dan keefektifan. Ditambahkan tahap
FGD dari Borg & Gall untuk menambah kepraktisan pengembangan modul
pembelajaran (Heryaningsih, 2015). Diharapkan melalui FGD diperoleh saran
serta masukan terhadap penggunaan modul pembelajaran. Selain itu,
ditambahkan kegiatan diseminasi untuk mempertajam nilai keefektifan penelitan
dan pengembangan. Hal ini dikarenakan populasi yang dipilih terbatas pada satu
sekolah sehingga dengan dilakukan diseminasi yaitu penyebaran produk dalam
pertemuan ilmiah, diharapkan dapat menambah nilai kebermanfaatan modul
untuk pendidikan. Secara rinci, tahap pengembangan modul pembelajaran dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Tahap investigasi awal – preliminary investigation
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap permasalahan dengan melakukan
pengumpulan dan analisis informasi, analisis konteks, identifikasi masalah,
dan merencakan kegiatan lanjutan.
2) Tahap desain – design
Tahap ini bertujuan untuk medesain atau merancang solusi dari
commit topada
user tahap sebelumnya. Desain yang
permasalahan yang diidentifikasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
dibuat meliputi suatu proses yang sistematis dengan memecah masalahmasalah besar menjadi masalah-masalah kecil dengan desain solusi masingmasing. Kemudian pada akhirnya semua bentuk solusi dikumpulkan dan
dihubungkan kembali menjadi struktur pemecahan masalah yang lengkap.
3) Tahap realisasi – realization
Pada tahap ini desain solusi yang telah dikemukakan pada tahap desain,
direalisasikan, atau dijabarkan secara lebih jelas dan rinci yang kemudian
disebut sebagai draf 1.
4) Tahap tes, evaluasi, FGD, dan revisi
Pada tahap ini, draft 1 diuji dan dievaluasi. Uji coba dilakukan terhadap
skala kecil atau terbatas, Berdasarkan data yang diperoleh, dapat ditentukan
apakah solusi yang dibuat perlu direvisi atau tidak. Hal ini dapat
berlangsung menjadi siklus. Hasil uji coba dievaluasi dengan teknik Focus
Group Discussion (FGD). FGD dilakukan untuk memperoleh masukan dan
saran terhadap hasil uji coba. Masukan dan saran tersebut kemudian
digunakan untuk perbaikan dan uji coba ulang. FGD melibatkan beberapa
praktisi atau orang yang paham mengenai modul pembelajaran maupun
mengenai dunia pendidikan matematika.
5) Implementasi dan Diseminasi
Pada tahap implementasi, hasil revisi modul dari tahap uji coba
diimplementasikan ke kelas lain, dan dibandingkan hasilnya dengan kelas
kontrol. Tahap implementasi dilakukan dengan metode penelitian
eksperimen untuk mengetahui keefektifan modul. Selain implementasi,
dilakukan juga tahap diseminasi yaitu tahap pelaporan penelitian dalam
jurnal atau pertemuan ilmiah.
11. Kualitas Modul
Kualitas dari pengembangan modul pembelajaran ditentukan dengan tiga
aspek menurut Nieveen (1997) yaitu aspek valid, praktis, dan efektif. Berikut ini
adalah penjelasan detil kriteria untuk memenuhi aspek valid, praktis, dan efektif
commit to user
yang didefinisikan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
a.
Kevalidan Modul
Menurut Nieveen (dalam Sunardi, 2002) kualitas produk pendidikan
haruslah dipertimbangkan sebaik mungkin. Komponen-komponen produk
pendidikan harus didasarkan pada state-of-the-art knowledge -rasional
teoritik yang kuat– (validitas isi) dan semua komponen harus terkait secara
konsisten satu dengan yang lain (validitas konstruk). Apabila produk
pendidikan sudah memenuhi persyaratan itu, maka produk tersebut
dipertimbangkan valid.
Dalam hal validasi isi dan kontruk, dilibatkan para ahli yang kompeten
di bidangnya (Purwanto, dkk, 2007). Ahli materi adalah orang yang
menguasai suatu bidang ilmu atau materi pelajaran. Ahli media adalah orang
yang memahami tentang karakteristik, keunggulan, dan kelemahan berbagai
media, dalam hal ini terutama media cetak berupa modul.
Berdasarkan pendapat – pendapat sebelumnya, dalam penelitian
pengembangan dilakukan validasi modul oleh ahli materi dan ahli media
berupa kegiatan menilai apakah modul yang dikembangkan sudah layak
(valid) atau belum didasarkan pada pengetahuan state-of-the-art (validitas
isi). Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 43 ayat 5
tentang Standar Nasional Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) menilai buku teks pelajaran mencakup empat aspek kelayakan yaitu
kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan
kegrafikan. Buku teks pelajaran dan modul dikelompokkan dalam satu
kategori bahan ajar pandang. Oleh karena itu, empat aspek kelayakan
penilaian buku teks pelajaran dapat diadaptasi untuk menilai kevalidan
modul. Keempat aspek kelayakan tersebut diadaptasi dengan karakteristik,
komponen – komponen, dan bahasa penulisan modul. Berkaitan dengan
konsistensi dan keterkaitan teori yang digunakan modul (validasi konstruk),
penilaian kevalidan modul ditambah aspek kesesuaian dengan teori Van
Hiele.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Berkaitan dengan validasi isi dan konstruk yang digunakan, maka
indikator yang dapat menentukan bahwa suatu modul dikatakan valid adalah
sebagai berikut:
1) Modul dikembangkan berdasarkan empat aspek kelayakan:
kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan
kegrafikan.
2) Terdapat konsistensi secara internal antara modul pembelajaran
yang dikembangkan dengan teori yang digunakan. Hal ini berarti terdapat
konsistensi pada tiap-tiap item dalam komponen modul dan teori.
Mengacu pada kriteria kevalidan yang telah dijelaskan, maka modul
pembelajaran geometri dinyatakan valid oleh validator jika:
1) Modul pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan
segiempat dikembangkan dengan mengacu pada kelayakan isi, penyajian,
bahasa, dan kegrafikan.
2) Semua komponen modul pembelajaran geometri Van Hiele pada
pokok bahasan segiempat secara konsisten saling berkaitan. Hal ini berarti
item-item komponen modul pembelajaran yakni pelajaran segiempat, teori
tingkat berpikir geometri Van Hiele, dan fase belajar geometri Van Hiele
saling mendukung dan berkaitan satu dengan yang lainnya.
b. Kepraktisan Modul
Menurut Nieveen (1999:127), karakteristik produk pendidikan
memiliki kualitas kepraktisan yang tinggi, apabila ahli dan guru
mempertimbangkan
produk
itu
dapat
digunakan
dan
realitanya
menunjukkan bahwa mudah bagi guru dan siswa untuk menggunakan
produk tersebut secara leluasa. Hal ini berarti ada konsistensi antara harapan
dengan pertimbangan dan antara harapan dengan operasional. Apabila
kedua konsistensi tersebut dicapai, maka produk pendidikan itu dinyatakan
praktis.
Mengacu pada kepraktisan Nieveen tersebut, model PBH dikatakan
to user pertimbangan bahwa model PBH
praktis apabila (1) ahli dancommit
guru memberi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
dapat dilaksanakan dan dapat digunakan dalam pembelajaran dan (2) tingkat
keterlaksanaan model PBH dalam kategori tinggi.
Mengacu pada kriteria kepraktisan, modul pembelajaran geometri Van
Hiele pada pokok bahasan segiempat dikatakan praktis apabila:
1) ahli dan praktisi memberikan pertimbangan bahwa modul
pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat untuk
mencapai tingkat berpikir geometri deduksi informal yang dikembangkan
dapat diterapkan di kelas
2) memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam penerapan modul
pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat untuk
meningkatkan level berpikir siswa Hal ini dapat dilihat dari hasil
pengamatan oleh pengamat.
c.
Keefektifan Modul
Menurut Nieveen (dalam Sunardi, 2000) keefektifan suatu produk
pendidikan dipenuhi apabila dalam operasional pelaksanaan memberikan
hasil sesuai dengan harapan. Kemp, dkk. (dalam Sunardi, 2000) keefektifan
pembelajaran dikaitkan dengan tujuan pembelajaran. Menurut Kemp, dkk
(dalam Sunardi, 2000) pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan dalam satuan pelajaran.
Menurut Egen & Kauchack (dalam Sunardi, 2000), suatu pembelajaran
dikatakan efektif apabila siswa memberikan respon positif terhadap
pembelajaran yang terlaksana.
Keefektifan
dalam
penelitian
ini
mengacu
pada
kesesuaian
pengembangan modul dengan tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan
level berpikir geometri siswa. Keefektifan modul diukur dengan pencapaian
hasil penelitian berupa peningkatan level berpikir siswa setelah
menggunakan modul yang dikembangkan. Indikator untuk menyatakan
bahwa suatu modul pembelajaran efektif, yaitu:
1) dalam operasionalnya modul pembelajaran yang dikembangkan
to user tujuan penelitian.
tersebut memberikan hasilcommit
sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
2) siswa memberikan respon positif terhadap kegiatan pembelajaran.
Mengacu pada indikator keefektifan, maka modul pembelajaran
geometri dengan teori Van Hiele ini dikatakan efektif apabila:
1) siswa memberikan respon positif terhadap modul pembelajaran
yang digunakan yaitu dengan memberikan pernyataan setuju atau sangat
setuju.
2) terdapat peningkatan level berpikir geometri siswa pada data
statistik hasil tes siswa setelah dilakukan perlakuan menggunakan modul
pada pembelajaran di kelas uji coba, dan
3) terdapat perbedaan pengaruh dari perlakuan di kelas kontrol dan
eksperimen terhadap level berpikir geometri siswa.
B. Penelitian yang Relevan
Crowley (1987) dalam penelitiannya, membahas karakteristik dari kemampuan
siswa pada masing -masing level berpikir geometri berdasarkan teori Van Hiele dari
level 0 hingga level 5. Dalam jurnalnya disebutkan bahwa dalam membantu siswa
untuk meningkatkan level berpikir geometri diperlukan sebuah proses atau fase
pembelajaran. Fase belajar ini dikembangkan oleh Van Hiele dengan jalan
memberikan instruksi. Penelitian-penelitian terdahulu telah memberikan dukungan
pada teori Van Hiele ini (Burger, 1985; Burger & Shaughnessy, 1986; Geddes,
Fuys, & Tiscler, 1985; Mayberry, 1983; Usiskin, 1982). Kebutuhan yang
diperlukan selanjutnya adalah bagaimana guru dan peneliti dapat mengembangkan
fase belajar, mengembangkan materi berdasarkan teori Van Hiele, dan
mengimplementasikan materi dan filosofinya dalam pembelajaran di kelas.
Mistretta (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Enhancing Geometric
Reasoning melakukan sebuah field-test pada 23 siswa kelas 8 dengan jalan
memberikan pertanyaan-pertanyaan berpikir tingkat tinggi. Tujuan dari penelitian
Mistretta adalah meningkatkan pemahaman konsep geometri. Hal tersebut didasari
pada kenyataan bahwa siswa tidak memiliki pengetahuan konsep yang kuat pada
materi geometri. Oleh karena itu, digunakan teori Van Hiele, karena teori Van Hiele
commit
to userdalam meningkatkan level berpikir
fokus pada konsep geometri dan peran
instruksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
siswa. Setelah diberikan instruksi berupa pertanyaan-pertanyaan yang membangun,
hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat memiliki kemampuan lebih baik
dalam mendefinisikan sifat-sifat bangun dan lebih ringkas dalam hal definisi. Lebih
dari itu, sisawa memiliki pemahaman lebih baik dalam membedakan keliling dan
luas. Dalam kesimpulannya, Mistretta (2000) menyatakan bahwa jika siswa
didorong belajar mengembangkan kemampuan kognitif, maka mereka akan mudah
menerima tantangan dalam berpikir analitik.
Selain penelitian dengan subjek siswa, terdapat penelitian dengan subjek guru.
Penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan asumsi awal bahwa kemampuan
berpikir geometri guru tidak pada berbagai jenjang pendidikan tidak dapat
digeneralisasi. Halat (2007) melakukan penelitian dengan subjek 281 calon guru,
125 guru sekolah dasar, dan 156 guru sekolah menengah di Turki. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membandingkan level berpikir siswa dalam berbagai
jenjang pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persebaran level
berpiki dari level 0 hingga level 4. Terdapat 42% guru sekolah menengah yang
berada pada level 3 atau lebih. Halat (2007) menyatakan “Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat banyak guru sekolah menengah yang tidak cukup
memiliki pengetahuan geometri untuk mengajar di sekolah menengah”.
Berdasarkan hasil keseluruhan, tidak terdapat perbedaan signifikan antara level
berpikir guru sekolah dasar dan guru sekolah menengah.
Wahyuni (2013) dalam penelitiannya yang dilakukan di Jakarta dengan metode
penelitian design research untuk siswa kelas VII SMP, menunjukkan bahwa
penerapan teori Van Hiele dan PMRI dalam pokok bahasan segiempat dapat
meningkatkan kemampuan berpikir gometri siswa. Siswa yang awalnya berada
pada tingkat visualisasi dapat berkembang ke tingkat analisis sedangkan siswa pada
awalnya berada pada tingkat analisis dapat berkembang ke tingkat deduksi
informal. Tidak semua siswa menunjukkan perkembangan yang sama dalam
berpikir geometri. hal ini menunjukkan bahwa tingkat berpikir siswa tidak
bergantung pada umur, namun pada seberapa sering siswa menghadapi
permasalahan yang dapat meningkatkan pemahaman berpikirnya. Selain itu,
commit
to user
kegiatan diskusi kelas yang dipimpin
oleh
guru dapat membantu meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
berpikir geometris. Kemampuan bahasa dan pemikiran logis dan kritis berpengaruh
terhadap perkembangan berpikir geometris.
Muhassanah (2014) melakukan analisis terhadap ketrampilan geometri siswa
dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tingkat berpikir Van Hiele.
Dalam hasil penelitiannya, Muhassanah (2014) menyatakan bahwa setiap siswa
dalam sebuah kelas mempunyai tingkat berpikir geometri yang berbeda-beda
sehingga guru perlu merencanakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan
tingkat berpikir yang dimiliki siswa. Berdasarkan teori Van Hiele, model
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat berpikir Van Hiele adalah fase
pembelajarn Van Hiele (Muhassanah, 2014).
Nurani (2010), Nuraeni (2010), dan Safrina (2014) melalukan penelitian
eksperimen dengan melakukan pembelajaran dengan memperhatikan level berpikir
geometri siswa berdasarkan teori Van Hiele. Dalam hasil penelitiannya, dibuktikan
bahwa penerapan strategi dan atau model pembelajaran menggunakan dapat
meningkatkan level berpikir siswa. Akan tetapi, penelitian dilakukan pada tingkat
sekolah dasar, sehingga perlu penelitian pengembangan di tingkat sekolah
menengah.
C. Kerangka Berpikir
Tujuan dari pembelajaran geometri pada tingkat sekolah menengah adalah agar
siswa dapat memiliki kemampuan membuktikan (proving) dan memberikan alasan
(reasoning). Pencapaian kemampuan ini serupa dengan ciri-ciri kemampuan siswa
pada level berpikir deduksi informal pada teori geometri Van Hiele. Dari berbagai
studi internasional menunjukkan bahwa kebanyakan siswa masih mengalami
kesulitan untuk mencapai kemampuan ini. Salah satunya pada pokok bahasan
segiempat, siswa mengalami kesulitan dalam klasifikasi segiempat bahkan
kesulitan dalam memberikan definisi yang tepat terhadap segiempat. Padahal pada
taraf siswa dapat mengklasifikasikan segiempat merupakan tahap dimana siswa
mulai berpikir secara deduksi informal.
Di Indonesia, siswa tidak diajarkan untuk menelaah klasifikasi segiempat dan
commit dari
to user
memberikan alasan. Hal ini nampak
buku ajar yang digunakan tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
mengajarkan klasifikasi segiempat. Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa
selama ini guru cenderung mengajarkan pokok bahasan segiempat dengan cara
mengambarkan bangun segiempat di papan tulis lalu menuliskan sifat-sifatnya,
tanpa memberikan informasi keterkaitan berbagai bangun segiempat. Menurut teori
Van Hiele, kemampuan siswa dengan pembelajaran ini hanya akan mencapai level
1 Analisis. Padahal dengan mengajarkan klasifikasi segiempat, hal ini dapat
menstimulus siswa untuk mencapai level 2 deduksi informal.
Oleh karena itu, klasifikasi segiempat perlu diajarkan kepada siswa dan dengan
tahap-tahap yang mampu memicu siswa untuk mencapai level 2 deduksi informal.
Dalam teori geometri Van Hiele, telah dijelaskan 5 fase belajar geometri yang dapat
membantu kenaikan level berpikir geometri siswa. Kelima fase belajar ini terdiri
dari inkuiri, orientasi langsung, penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi.
Meskipun demikian, fakta yang ada menunjukkan bahwa bahan ajar kurang
mendukung tersampaikannya klasifikasi segiempat dan tidak menggunakan 5 fase
belajar geometri. Padahal, siswa perlu diajarkan materi segiempat secara runut.
Salah satu bahan ajar yang merupakan perangkat pembelajaran yang dapat
mendukung tersampaikannya materi segiempat secara runut dalam 5 fase belajar
segiempat adalah modul. Pengembangan modul dipilih karena modul memudahkan
siswa belajar secara mandiri sesuai dengan level berpikir geometri. Selanjutnya,
mengingat ada variasi level berpikir geometri di kelas VII. Oleh karena itu,
pengembangan modul pembelajaran segiempat dengan pendekatan teori Van Hiele
perlu dilakukan agar mendapatkan modul segiempat yang valid, praktis, dan efektif
sehingga tercapai tujuan pembelajaran di sekolah menengah, yaitu untuk
meningkatkan pemahaman siswa dan kemampuan kognitif sehingga dapat
meningkatkan level berpikir geometri siswa.
commit to user
Download