perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan Hasil Belajar Belajar merupakan suatu proses internal yang tidak dapat dilihat dengan nyata. Proses tersebut terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar demi mencapai sebuah tujuan. Bloom dalam taksonominya, menyatakan bahwa dalam belajar siswa akan mencapai tiga tujuan perkembangan yaitu perkembangan kognitif, afektif, serta psikomotor (Forehand, 2012). Definisi belajar dari Morgan (Purwanto, 2011) mengemukakan “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman”. Menurut Syah (2005) belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Jadi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan interaksi yang melibatkan proses kognitif dan memberikan reaksi kepada sikap, kebiasaan, pengertian, dan sikap. Dalam kaitanya dengan proses dan reaksi, belajar memiliki tujuan akhir berupa hasil belajar. Hasil belajar diartikan sebagai perubahan perilaku siswa akibat proses belajar (Chomsiati, 2014). Purwanto (dalam Chomsiati, 2014) menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkah laku yang diukur dengan tes mengenai bidang studi yang dipelajari. Hasil belajar berupa pengetahuan dan keterampilan dari program belajar. Pengetahuan ditunjukkan dengan aksi atau reaksi yang dilakukan seseorang dalam mencapai tujuan. Dengan demikian hasil belajar merupakan keterampilan yang dicapai setelah pembelajaran dan dapat diukur menggunakan tes. commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 2. Tahap Berpikir Kognitif Kemampuan kognitif siswa berkembang dari satu tahap ke tahap lainnya. Dalam teori Piaget, perkembangan kognitif dikaitkan dengan perkembangan usia anak. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, idealnya perkembangan kognitif siswa dibedakan menjadi 4 tahap sesuai dengan umurnya (Santrock, 2012). Berikut ini adalah penjelasan secara detail menurut Santrock (2012): a. Tahap Sensorimotor Perkembangan kognitif anak yang baru lahir hingga berusia 2 tahun berada pada tahap sensorimotor. Pada tahap ini siswa membangun pengetahuan mengenai dunia melalui aksi fisik. Anak mengoordinir pengalaman sensori dengan aksi fisik (Santrock, 2012). b. Tahap Praoperation Siswa pada usia 2-7 tahun idealnya berada pada tahap praoperation. Siswa mulai menggunakan representasi untuk memahami dunia. Pemikiran simbolik yaitu mencerminkan penggunaan kata dan gambar digunakan dalam representasi mental (Santrock, 2012). Pemikiran simbolik ini terus berkembang ke koneksi antara sensori informasi dan aksi fisik. Terdapat keterbatasan pada pemikiran siswa pada tahap ini seperti egocentrism dan centration. c. Tahap Concrete Operation Tahap ini idealnya dialami siswa yang berusia 7-11 tahun. Pada tahap ini siswa mampu memberikan alasan secara logis terhadap objek konkret, memhami konsep dari konservatif, mengorganisasikan objek ke dalam kelas hirarki/klasifikasi, dan menempatkan objek secara berurutan (Santrock, 2012). d. Tahap Formal Operation Tahap formal idealnya dialami siswa yang berusia 11-15 tahun atau lebih. Pada tahap ini siswa mampu mewujudkan pekerjaannya sebagai hasil dari berpikir logis dan siswa mulai mengembangkan pikiran formalnya commit usermampu mencapai logika dan rasio (Santrock, 2012). Selain itu, siswatotelah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 serta menggunakan abstraksi. Karakter dari siswa yang berada pada tahap formal adalah sebagai berikut: 1) Mencapai logika dan rasio dan menggunakan abstraksi, 2) Berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak, 3) Memecahkan masalah yang bersifat hipotetis (hypotetical-deductive), 4) Membuat perkiraan, 5) Mengintrospeksi diri sendiri, 6) Memahami arti kiasan/simbolik 3. Respon Siswa Respon siswa merupakan bentuk reaksi afektif yang berkenaan dengan keinginan untuk berbuat terhadap suatu gagasan, benda, atau sistem nilai (Zulhelmi, 2009). Abidin (dalam Rahayu, 2014) menyatakan respon adalah reaksi yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan. Weber (dalam Lestari, 2016) menyatakan respon adalah tindakan yang penuh arti dari individu dan diarahkan pada orang lain. Dalam kaitannya dengan siswa, respon berkaitan dengan rangsangan dalam kegiatan pembelajaran baik metode atau media. Dengan demikian, respon siswa dapat diartikan sebagai bentuk reaksi siswa terhadap rangsangan yang diberikan dalam pembelajaran. Harvey dan Smith (dalam Rahayu, 2014) mendefinisikan respon sebagai bentuk kesiapan dalam menentukan sikap baik dalam bentuk positif maupun negatif terhadap objek atau situasi. Respon positif menunjukkan atau memperlihatkan pengakuan atau persetujuan, sedangkan respon negatif menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui suatu objek. Salah satu teori respon yang membahas respon secara detail adalah teori Attention Relevance Confidence Satisfaction (ARCS) dari John Keller. Dalam teorinya, John Keller (2010) menjelaskan bahwa respon siswa terdiri dari empat faktor yaitu atensi atau perhatian (attention), keterkaitan (relevance), keyakinan (confidence), dan kepuasan (satisfaction). Keempat faktor ini dijelaskan secara detail, sebagai berikut: a. Perhatian Perhatian adalah sebuah bentuk perhatian yang menunjukkan minat commityang to user siswa dalam belajar konsep/ide diajarkan (Poulsen dkk, 2008). Keller perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 (2010) menambahkan bahwa atensi berkaitan dengan keingintahuan serta pencarian hal yang mengejutkan bagi siswa. Perhatian diindikasi dengan perasaan senang dalam belajar, tidak terjadi kesalahpahaman materi karena siswa telah memperhatikan dengan baik, serta ingatan yang kuat terhadap pembelajaran dan materi. b. Keterkaitan Setelah atensi siswa muncul/meningkat, siswa akan mulai berpikir apakah pelajaran yang ia pelajari memiliki kaitan dengan dirinya (Keller, 2010). Apabila terdapat kaitan antara pelajaran dan diri siswa, maka siswa akan memberikan respon yang baik terhadap pembelajaran karena siswa tahu bahwa hal yang dipelajari berguna untuk sekarang dan masa depan. Akan tetapi, jika siswa tidak menemukan bahwa pelajaran yang ia pelajari berguna dan berkaitan dengan kehidupannya, maka siswa akan memberikan respon yang kurang baik (Keller, 2000). Indikasi dari adanya keterkaitan dalam belajar adalah siswa merasa tidak bosan dalam belajar karena menemukan banyak pengalaman belajar baru. c. Keyakinan (Confidence) Sebelum pelajaran berakhir, siswa perlu mengetahui bahwa dia memiliki kemungkinan untuk sukses (Keller, 2000). Keyakinan ini menumbuhkan sebuah perasaan percaya pada diri mereka dalam proses pembelajaran sehingga siswa memiliki respon yang baik terhadap pembelajaran (Keller, 2000). Keyakinan siswa diindikasi dengan adanya motivasi belajar yang tinggi, penalaran individu, dan kemudahan memahami materi dalam pembelajaran. d. Kepuasan (Satisfication) Kepuasan siswa dalam belajar juga merupakan penentu yang menyatakan bahwa siswa memiliki respon yang baik terhadap pembelajaran. Kepuasan siswa ini muncul dari perasaan puas terhadap pencapaian pembelajaran yang dicapainya sehingga siswa berani mengeluarkan pendapat dalam pembelajaran dan leluasa berdiskusi commit to user dengan teman. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 4. Teori Geometri Menurut Van Hiele Dalam mempelajari geometri, siswa memiliki tingkatan pemahaman yang berbeda sehingga memiliki tingkat berpikir yang bervariasi (Van Hiele dalam Usiskin, 1982). Dina Van Hiele dan suaminya Piere Marie Van Hiele mengembangkan teori tingkat berpikir geometri siswa dalam lima tingkatan. Teori ini dikembangkan dalam disertasi yang berbeda pada tahun 1957 di Univesity of Utrecht dan dituliskan dalam buku Mathematics as an Educational Task (1973). Teori ini kemudian dimasukkan dalam kurikulum di Uni Soviet dan semenjak itu teori ini terus berkembang dan digunakan dalam berbagai penelitian di bidang geometri. Dalam teori berpikir geometri Van Hiele terdapat tiga aspek yaitu exist of level, properties of level, dan movement from one level to another level. Exist of level merupakan definisi dari keberadaan masing-masing level berpikir geometri pada siswa. Terdapat lima level berpikir geometri yang disebut sebagai level 0, level 1, level 2, level 3, dan level 4. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut: a. Level 0 Visualisasi Pada level ini siswa mengetahui nama dari bangun geometri tertentu dan dapat menyebutkan nama dari berbagai macam bangun. Tahap ini siswa menyadari keberadaan dari suatu bangun karena bangun tersebut adalah sesuatu yang nyata ada di sekelilingnya. Siswa pada tahap ini sudah dapat belajar kosakata bangun-bangun geometri, dapat mengidentifikasi bangun tertentu dari kenampakan visualnya, siswa juga telah dapat menunjukkan bentuk bangun dan menggambarkannya kembali. Akan tetapi, pada tahap ini siswa belum dapat mengidentifikasi atribut atau sifat-sifat dari berbagai bangun geometri yang dikenalnya. Sebagai contoh, siswa mengetahui seperti apa bentuk dari bangun yang disebut sebagai persegi. b. Level 1 Analisis Pada level ini, siswa sudah mampu menjelaskan karakter dari masingmasing bangun geometri yang dikenalnya. Dalam sebuah pengamatan dan commit to user percobaan, siswa dapat menunjukkan sifat masing-masing bangun. Tahap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 ini terlihat dari kemampuan siswa dalam menyebutkan sifat dari masingmasing bangun geometri, tetapi pada tahap ini siswa belum dapat menjelaskan hubungan dari berbagai bangun geometri yang ia pelajari. Sebagai contoh, pada tahap analisis siswa sudah mengenal bahwa persegi memiliki empat sisi yang sama panjang, tetapi siswa belum dapat menyimpulkan bahwa persegi adalah bagian dari persegi panjang. c. Level 2 Deduksi Informal Pada tahap deduksi informal, siswa sudah mengetahui hubungan secara klasifikasi dan hirarki dari berbagai bangun geometri yang dipelajarinya. Dia mengetahui hubungan sifat-sifat dalam suatu bangun maupun antar bangun. Siswa sudah mampu memberikan alasan secara deduksi bagaimana hubungan antara sifat-sifat antar bangun. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap bangun geometri sangat jelas dan berarti (definitional meaningful). Pada tahap ini, kemampuan siswa dalam mempelajari geometri telah mencapai tujuan dari pembelajaran geometri pada tingkat sekolah menengah. Oleh karena itu, beberapa penelitian mengatakan tujuan dari pembelajaran geometri terletak pada level ini. d. Level 3 Deduksi Pada level Deduksi siswa telah dapat menjelaskan alasan deduksi menggunakan postulat, aksioma, dan pembuktian secara saintifik. Dina Van Hiele (dalam Usiskin, 1982) menyatakan bahwa tahap ini disebut juga sebagai tahap perkembangan insting geometri. e. Level 4 Rigor Pada tahap terakhir Van Hiele dinyatakan bahwa siswa sudah secara handal menjelaskan deduksi yang abstrak dalam geometri. Pada tahap ini seseorang telah dapat memahami Non-Euclidean geometri. Exist of level menjelaskan bagaimana tingkat berpikir geometri siswa dan properties of level menjelaskan sifat-sifat dari berlakunya tingkatan berpikir ini. Terdapat 5 properties of level pada tingkat berpikir geometri yaitu fixed sequence, adjacency, distriction, separation, dan attaintment. Fixed properties commit to user menyatakan bahwa tingkatan level berpikir yang dikemukakan bersifat kaku dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 runut. Artinya, untuk mencapai level paling tinggi, siswa harus melalui level di atasnya terlebih dahulu dan seterusnya secara runut. Sifat separation menyatakan bahwa dua orang dengan level berpikir berbeda tidak akan saling mengerti. Sebagai contoh, guru yang memiliki level tinggi mengajari siswanya pada level awal dengan menjelaskan bahasa yang digunakannya pada level tinggi. Hal tersebut tidak akan berhasil membuat siswa mengerti penjelasan guru. Sifat adjacency menyatakan bahwa hal intrinsik yang dipelajari pada suatu level akan menjadi hal ekstrinsik pada level di atasnya. Pada sifat attaintment disebutkan bahwa proses belajar akan membawa siswa pada pemahaman lengkap sehingga dapat naik pada level di atasnya. 5. Fase Belajar Geometri Van Hiele Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan aspek exist of level dan properties of level. Pada sifat attaintment dinyatakan bahwa tingkat berpikir geometri siswa dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran. Sifat terakhir ini merujuk pada aspek teori Van Hiele yang terakhir yaitu movements from one level to another. Pada aspek ini Van Hiele (dalam Usiskin, 1982) menyatakan bahwa perkembangan kognitif dalam geometri bisa dipercepat dengan instruksi dalam proses pembelajaran. Instruksi yang diberikan merupakan perlakuan dalam pembelajaran geometri yang diterangkan dalam lima fase berpikir geometri sebagai berikut: a. Inkuiri Fase inkuiri dikenal juga sebagai fase informasi. Pada fase inkuiri, siswa dan guru berdiskusi mengenai pokok bahasan yang akan dipelajari. Tujuan dari fase ini adalah (1) guru mengetahui pengetahuan dasar siswa mengenai materi yang akan dibahas dan (2) siswa mengetahui apa yang akan dipelajari dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam belajar. b. Orientasi Langsung Fase ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan mengenai pokok bahasan yang dipelajari. Aktivitas pada fase to userbentuk geometri pada suatu pokok ini dapat berupa aktivitas commit menggambar perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 bahasan. Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk menggambar dua garis sejajar yang berpotongan dengan garis lain. Pada kesempatan ini guru perlu menekankan bagaimana proses menggambar dua buah garis yang sejajar sehingga siswa mengetahui syarat – syarat garis yang sejajar serta sifatnya. Secara tidak langsung siswa akan mengetahui bahwa dua buah garis yang terlihat sejajar tidak memiliki cukup bukti bahawa kedua garis tersebut sejajar. c. Penjelasan Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun dan menghubungkan pengetahuan yang telah siswa miliki pada suatu pokok bahasan. Contohnya, guru meminta siswa untuk menentukan sifat-sifat sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar dan berpotongan dengan garis lain. Siswa mulai mengamati serta menganalisis sudut-sudut yang terbentuk. Guru dapat memberikan bantuan bimbingan berupa sudut mana saja yang besarnya sama? Mengapa sudut tersebut memiliki besar yang sama? Pada fase ini guru membimbing siswa untuk lebih detail menganalisis sudut daripada hanya melihat dan menduga bahwa sudut-sudut tersebut memiliki besar yang sama d. Orientasi Bebas Kemudian pada fase orientasi bebas, siswa diberikan lebih banyak contoh permasalahan serupa sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya e. Integrasi Pada fase terakhir ini, siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Tingkatan berpikir geometri yang dikembangkan oleh Van Hiele memberikan gambaran bagaimana penyebaran tingkat berpikir siswa dalam pembelajaran di kelas dari level 0 ke level 2. Hal ini juga menjelaskan bahwa perlakuan dalam pembelajaran seperti aktivitas pembelajaran dapat memberikan to user dampak pada tingkat berpikircommit geometri. Fase pembelajaran geometri untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 menjembatani tingkat berpikir siswa juga dijelaskan dalam fase pembelajaran seperti dijelaskan pada penjelasan teori Van Hiele pada subbab sebelumnya. 6. Definisi dan Klasifikasi Segiempat Segiempat adalah salah satu topik yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah pertama baik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum 2013 (K13). Kompetensi dasar segiempat pada KTSP adalah siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat, dan layang-layang. Segiempat yang diajarkan di Indonesia diklasifikasikan menjadi persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, trapesium, dan layanglayang. Berikut ini adalah penjelasan sifat-sifat bangun secara rinci menurut Koberlein (2011). a. Persegi Panjang Persegi panjang atau rectangle adalah “ paralellogram that has a right angle” sehingga definisi persegi panjang adalah bangun segiempat yang memiliki sudut siku-siku (Koberlein, 2011: 190). Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditarik beberapa teorema, seperti: 1) sisi-sisi yang berhadapan sama panjang, 2) sisi yang berhadapan sejajar, 3) sudutsudutnya sama besar, 4) tiap-tiap sudut merupakan sudut siku-siku, 5) diagonal-diagonalnya sama panjang, 6) perpotongan diagonal saling membagi dua sama panjang Gambar 2.1. Persegi Panjang b. Persegi Definisi dari persegi adalah persegi panjang yang memiliki sisi bersebelahan yang kongruen (Koberlein, 2011: 197). Dari definisi ini, dapat diperoleh beberapa teorema:1) semua sisi sama panjang, 2) sisi-sisi yang commit to user berhadapan sama panjang, 3) sisi yang berhadapan sejajar, 4) sudut- perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 sudutnya sama besar, 5) tiap-tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku, 6) diagonal-diagonalnya sama panjang, 7) Perpotongan diagonalnya saling membagi dua sama panjang. Gambar 2.2 Persegi c. Jajargenjang Definisi jajargenjang atau parallelogram adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi berhadapan yang sejajar (Koberlein, 2011; 187). Teorema yang muncul dari definisi ini adalah: 1) sisi yang berhadapan sama panjang, 2) sisi yang berhadapan sejajar, 3) sudut-sudut yang berhadapan sama besar, 4) jumlah besar sudut yang berdekatan adalah 180°, dan 5) perpotongan diagonal saling membagi dua sama panjang. Gambar 2.3. Jajargenjang d. Belah Ketupat Definisi belah ketupat atau rhombus adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi berhadapan yang kongruen (Koberlein, 2011: 197). Terdapat beberapa teorema tentang belah ketupat: 1) semua sisi sama panjang, 2) sudut-sudut yang berhadapan sama besar, 3) serpotongan diagonalnya saling membagi dua sama panjang, dan 4) kedua diagonal saling tegak lurus. Gambar 2.4. Belah Ketupat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 e. Layang-layang Definisi layang-layang atau kite adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi bersebelahan yang berbeda (Koberlein, 2011; 188). Terdapat beberapa teorema mengenai layang-layang: 1) masing-masing sepasang sisinya sama panjang, 2) tepat sepasang sudut yang berhadapan sama panjang, 3) salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang dengan diagonal yang lain, dan 4) kedua diagonalnya saling tegak lurus. Gambar 2.5. Layang-layang f. Trapesium Definisi trapesium atau trapezoid adalah segiempat yang pasti memiliki sepasang sisi yang sejajar (Koberlein, 2010: 205). Apabila dua sisi yang bukan sisi sejajar kongruen maka trapesium disebut sebagai trapesium sama kaki atau isosceles trapezoid. Beberapa teorema mengenai trapesium adalah sebagai berikut: 1) memiliki tepat sepasang sisi yang sejajar dan 2) jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar adalah 180°. Gambar 2.6. Trapesium Berdasarkan definisi dan teorema-teorema bangun-bangun segiempat sebelumnya, maka sifat-sifat segiempat berdasarkan masing-masing unsur dapat dibedakan seperti pada Tabel 2.1. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 Tabel 2.1. Sifat-sifat Segiempat Jajargenjang Kedua pasang sisi yang berhadapan Persegi Panjang Kedua pasang sisi yang berhadapan Belah Ketupat Semua sisi Persegi Kedua pasang sisi yang berhadapan Jika jajargenjang adalah persegi atau persegi panjang Kedua pasang sisi yang berhadapan Sisi yang berurutan Kedua pasang sisi yang berhadapan Jika belah ketupat ada-lah persegi Kedua pasang sisi yang berhadapan Sisi yang berurutan Sudut yang kongruen Kedua pasang sudut yang berhadapan Semua sudut Kedua pasang sudut yang berhadapan Semua sudut Satu pasang sudut yang berhadapan* Jika membentuk trapesium siku-siku maka terdapat satu pasang sudut yang kongruen Perpotongan diagonal Berpotong an sama panjang Kongruen dan berpotongan sama panjang Saling tegak lurus dan berpotongan sama panjang Kongruen, berpotongan sama panjang dan tegak lurus Tegak lurus Berpotongan Sisi yang kongruen Sisi yang sejajar Sisi yang tegak lurus Semua sisi Layanglayang Kedua pasang sisi yang bersebelahan Trapesium Sepasang alas Jika trapesium memiliki alas siku-siku Berdasarkan sifat dan definisi segiempat sebelumnya, maka pendefinisan segiempat sebagai berikut: 1) jajargenjang adalah segiempat yang memiliki pasangan-pasangan sisi yang sejajar. 2) persegi panjang adalah jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku. 3) belah ketupat adalah jajargenjang yang sisinya sama panjang. 4) persegi adalah belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku, persegi juga dapat didefinisikan sebagai persegi panjang yang sisinya sama panjang. 5) layang-layang adalah segiempat yang memiliki pasangan-pasangan sisi commit to user berdekatan yang sama panjang. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 6) trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisi berhadapan sejajar. Dalam hirarki segiempat yang dijelaskan Villiers (1994) ditunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasinya, beberapa jenis segiempat memiliki kerterkaitan satu sama lain. Terdapat beberapa bangun yang memenuhi sifat lebih dari satu bangun segiempat, sebagai contoh, persegi dapat disebut juga sebagai kasus istimewa dari persegi panjang, belah ketupat, trapesium, dan layang-layang. Apabila diperhatikan dari unsur banyaknya sisi yang sejajar, maka segiempat diklasifikasikan sebagai berikut: Segiempat Jajargenjang Trapesium Layang-layang Belah Ketupat Persegi Panjang Persegi Gambar 2.7. Klasifikasi Segiempat 7. Teori Van Hiele dalam Pokok Bahasan Segiempat Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat tiga tingkatan berpikir geometri Van Hiele dalam pembelajaran geometri tingkat sekolah menengah. Pada pembelajaran klasifikasi segiempat juga terdapat kriteria-kriteria sikap yang mengelompokkan siswa dalam tiga tingkat berpikir geometri. Berikut adalah karakter tingkat berpikir geometri pada klasifikasi segiempat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 a. Level 0 Pada level ini siswa dapat menggambarkan bentuk bangun segiempat meskipun mengabaikan beberapa sifat, seperti sudut yang tidak siku-siku ketika membuat segiempat atau garis yang tidak lurus pada saat membuat sisi segiempat. Siswa juga telah dapat mendefinisikan nama dari bangun-bangun segiempat melalui visual bangun segiempat. Namun, siswa tidak dapat menjelaskan alasan sebuah segiempat digolongkan ke jenis tertentu berdasarkan sifat-sifatnya. Apabila siswa menjawab menggunakan sifat, siswa akan terlihat bingung dan menyebutkan sifat-sifat yang tidak relevan terhadap suatu bangun. Selain itu, siswa mengelompokkan bangun segiempat secara tidak konsisten seperti kekeliruan dalam menyebut layang-layang dan belah ketupat. b. Level 1 Pada level 1 analisis, siswa membandingkan bentuk bangun geometri menggunakan sifat-sifat bangun geometri. Siswa juga dapat mengelompokkan bangun berdasarkan sifat tertentu seperti pengelompokkan bangun segiempat ditinjau dari sifat sisinya. Siswa memperlakukan geometri secara visual (fisik) ketika melakukan pengujian terhadap sifat-sifatnya. Sebagai contoh, siswa fokus pada melihat variasi bentuk gambar segiempat dan melakukan pengamatan terhadap variasi bentuknya. Akan tetapi, pada level ini siswa tidak dapat menjelaskan penarikan simpulan yang dilakukannya. c. Level 2 Pada level 2 deduksi informal, siswa telah mengidentifikasikan tipe bangun segiempat secara lengkap. Siswa dapat memodifikasi definisi dan secara cepat menerima dan menggunakan definisi dari konsep baru. Siswa telah menggunakan logika berpikir jika-maka, seperti jika a memiliki dua pasang sudut berhadapan yang sama besar maka a dapat dikategorikan sebagai jajar genjang atau belah ketupat atau bahkan persegi maupun persegi panjang. Pada level ini siswa tidak membuktikan penarikan simpulannya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 secara formal berdasarkan teorema dan aksioma tetapi, secara informal berdasarkan penarikan simpulan secara sederhana. 8. Modul Pembelajaran Menurut Purwanto, dkk, (2007) “Modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu”. Menurut Daryanto (2002), modul adalah salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan pembelajaran yang spesifik. Daryanto (2002) juga menyatakan bahwa “modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri sehingga siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing”. Daryanto (2002) menyatakan bahwa sebuah bahan ajar dapat disebut sebagai sebuah modul, maka harus dipenuhi karakteristik modul sebagai berikut. 1) Self Instruction Modul harus memuat tujuan pembelajaran yang jelas sehingga siswa mengetahui secara mandiri tujuannya belajar (Daryanto, 2002). Selain itu, modul harus memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unitunit kecil sehingga siswa dapat mudah mempelajari setiap unit dengan tuntas. Kemudian modul harus diserai contoh, ilustrasi, soal-soal latihan, atau penugasan sehingga siswa dapat secara mandiri menguasai konsep. Bahasa yang digunakan sederhana dan komunikatif, terdapat rangkuman pembelajaran, instrumen penilaian, umpan balik, dan rujukan atau referensi pembelajaran. 2) Self Contained Modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan kompetensi dasar atau kompetensi inti yang ingin dicapai (Daryanto, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa modul merupakan satu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 kesatuan dari unit-unit tujuan pembelajaran untuk memenuhi suatu kompetensi. 3) Stand Alone (berdiri sendiri) Penggunaan modul tidak tergantung pada keberadaan media lainnya (Daryanto, 2002). Dengan kata lain tidak digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Akan tetapi terdapat beberapa modul yang membutuhkan media pendukung seperti video, audio, atau bahan ajar lain yang memang tidak dapat dituliskan dalam bentuk cetakan modul. 4) Adaptif Modul seharusnya memiliki tingkat adapatasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Modul dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi serta fleksibel digunakan di berbagai perangkat keras. 5) User Friendly (bersahabat) Modul digunakan oleh siswa sehingga seharusnya modul menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan oleh pemakainya. Hal ini membuat modul mudah terbaca oleh siswa dan paparan informasi dan instruksi dapat direspon dengan mudah. a. Komponen Modul Menurut Sungkono, dkk (2003) komponen – komponen utama yang perlu disajikan di dalam modul, antara lain: 1) Tinjauan Mata Pelajaran Tinjauan mata pelajaran adalah paparan umum mengenai keseluruhan pokok – pokok isi mata pelajaran yang mencakup: a) deskripsi mata pelajaran b) kegunaaan mata pelajaran c) kompetensi dasar d) bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan e) petunjuk belajar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 2) Pendahuluan Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran suatu modul yang memuat hal – hal sebagai berikut: a) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat; b) indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan modul; c) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yang memuat pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh atau seyogyanya sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari pembahasan modul itu; d) relevansi, yang terdiri atas: (1) keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu dengan materi dan kegiatan dalam modul lain pada satu mata pelajaran atau pada mata pelajaran lain (cross reference), dan (2) pentingnya mempelajari materi modul itu dalam pengembangan dan pelaksanaan tugas guru secara profesional; e) urutan butir sajian modul (kegiatan pembelajaran) disusun secara logis; f) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul itu agar berhasil dikuasai dengan baik. 3) Kegiatan Pembelajaran Bagian ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai siswa. Materi tersebut disusun sedemikian rupa sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. 4) Latihan Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Tujuan latihan ini agar siswa benar – benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Latihan disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Latihan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 dapat ditempatkan di sela – sela uraian atau di akhir uraian. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan: a) relevan dengan materi yang disajikan; b) sesuai dengan kemampuan siswa; c) bentuknya bervariasi, misalnya tes, tugas, eksperimen, dan sebagainya; d) bermakna (bermanfaat); e) menantang siswa untuk berpikir dan bersikap kritis; f) penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. 5) Rambu – Rambu Jawaban Latihan Rambu – rambu jawaban latihan merupakan hal – hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan. Kegunaan rambu – rambu jawaban ini adalah untuk mengarahkan pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas dalam latihan dalam mendukung tercapainya kompetensi pembelajaran. 6) Rangkuman Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada kegiatan belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat mengondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran siswa. Rangkuman hendaknya memenuhi ketentuan: a) berisi ide pokok yang telah disajikan; b) disajikan secara berurutan; c) disajikan secara ringkas; d) bersifat menyimpulkan; e) dapat dipahami dengan mudah (komunikatif); f) memantapkan pemahaman pembaca; g) rangkuman diletakkan sebelum tes formatif pada setiap kegiatan pembelajaran; commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 h) menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan tidak menggunakan kata-kata yang sulit dipahami. 7) Tes Formatif Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan siswa setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir. Tes formatif secara prinsip harus memenuhi syarat-syarat: a) mengukur kompetensi dan indikator yang sudah dirumuskan; b) materi tes benar dan logis, baik dari segi pokok masalah yang dikemukakan maupun dari pilihan jawaban yang ditawarkan; c) pokok masalah yang ditanyakan cukup penting; d) butir tes harus memenuhi syarat-syarat penulisan butir soal. 8) Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut Kunci jawaban tes formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Tujuannya agar siswa benar – benar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Di dalam kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa atas dasar tes formatifnya. Siswa diberi petunjuk untuk melakukan kegiatan lanjutan, seperti terus mempelajari kegiatan pembelajaran berikutnya bila ia berhasil dengan baik yaitu mencapai tingkat penguasaan 75 % dalam tes formatif yang lalu, atau mengulang kembali mempelajari kegiatan pembelajaran tersebut bila hasilnya masih di bawah 75 % dari skor maksimum. Pada pengembangan modul pada penelitian ini, komponen modul disesuaikan dengan teori Van Hiele sehingga modifikasi komponen modul yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tinjauan Pokok Bahasan Komponen tinjauan mata pelajaran dimodifikasi menjadi tinjauan pokok bahasan karena materi yang dibahas pada modul ini adalah to user Komponen ini berisi deskripsi sebuah pokok bahasancommit yaitu segiempat. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 pokok bahasan segiempat, kegunaan, kompetensi dasar, dan petunjuk belajar. Bahan pendukung lainnya tidak disertakan karena modul tidak memerlukan bahan pendukung lainnya. 2) Pendahuluan Pada komponen ini tidak terdapat modifikasi dan tetap mengikuti isi komponen modul dari Sungkono (2003). 3) Kegiatan Pembelajaran, Latihan dan Rambu-rambu Latihan Kegiatan Pembelajaran, latihan, dan rambu-rambu latihan digabungkan dalam satu komponen karena komponen latihan dan rambu-rambu latihan disajikan di sela-sela uraian kegiatan pembelajaran. Hal tersebut bertujuan agar fase belajar geometri Van Hiele dapat dirangkai sekaligus dalam uraian ini. 4) Rangkuman Rangkuman berisi materi yang sama yang disajikan dalam bentuk yang lebih ringkas. 5) Tes Formatif dan Kunci Jawaban Tes formatif diberikan dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar materi pelajaran yang telah diberikan. Tes formatif dan kunci jawaban diberikan secara terpisah demi mencegah siswa mengerjakan tes sebelum instruksi diberikan. b. Kualitas Modul Karena modul merupakan salah satu jenis buku teks, maka kualitas modul ditentukan dari komponen-komponen penilaian pada buku teks. Menurut BNSP (2007), penilaian buku teks terdiri dari empat komponen yaitu kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan kegrafikan. BNSP (2007) menjelaskan indikator dari pada kelayakan isi terdiri dari: a) kesesuaian dengan SK dan KD, perkembangan anak, dan kebutuhan masyarakat; b) substansi keilmuan dan life skills; c) wawasan untuk maju dan berkembang; dan d) keberagaman nilai sosial. Indikator untuk kelayakan penyajian terdiri dari: a) commit toIndikator user teknik; b) materi; dan c) pembelajaran. kelayakan kebahasaan terdiri perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 dari: a) keterbacaan; b) kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar; dan c) logika berbahasa. Pada komponen kelayakan kegrafikan dinilai dari indikator: a) ukuran/format buku; b) desain bagian kulit; c) desain bagian isi; d) kualitas kertas; e) kualitas cetakan; dan f) kualitas jilidan. Pujiastuti (2013) menjabarkan komponen penilaian dengan lebih detail. Kelayakan isi terdiri dari komponen a) kesesuaian uraian materi dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar; b) keakuratan materi akurat tersebut dapat dilihat pada konsep dan definisi, prinsip, prosedur, contoh, fakta, dan ilustrasi, serta soal, c) materi pendukung pembelajaran, d) kemutakhiran materi pada dasarnya keterkinian (up to date) materi yang terdapat di dalam buku baik itu buku rujukan, wacana, maupun contoh bahkan ilustrasi, e) upaya peningkatan kompetensi siswa; f) pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan; g) materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir; h) materi merangsang untuk melakukan inkuiri; i) penggunaan notasi, simbol, dan satuan Kelayakan penyajian dinilai dari indikator: a) teknik penyajian yang dilihat dari sistematika penyajian, keruntutan penyajian, keseimbangan antar-bab, b) penyajian pembelajaran memiliki indikator penyajian pembelajaran dalam buku teks diarahkan untuk berpusat pada siswa, mampu mengembangkan keterampilan proses (berpikir dan psikomotorik), memerhatikan aspek keselamatan kerja (aman bagi siswa), c) kelengkapan penyajian (anatomi pembelajaran); d) variasi dalam cara penyampaian informasi; e) memperhatikan kode etik dan hak cipta; f) memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan. Kelayakan kebahasaan terdiri dari indikator: (a) menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (b) bahasa yang digunakan dalam buku harus relevan dengan pemakai, mudah dipahami, sesuai dengan kemampuan bahasa dalam hal kosakata, struktur kalimat, dan pengaturan alinea; (c) menggunakan bahasa Indonesia yang mampu meningkatkan kematangan dan perkembangan siswa; (d) menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan siswa; dan (e) berkenaan dengan pengalihan huruf harus commit to userKelayakan kegrafikan terdiri dari menggunakan transliterasi yang dibakukan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 indikator: a) Ukuran buku; b) Desain kulit buku/perwajahan sampul (daya tarik, tipografi, dan ilustrasi); c) Desain isi buku; d) ilustrasi (jenis, daya tarik, anatomi); e) kesesuaian jenis kertas; e) kesesuaian jenis kertas sampul Ramdani (2015) menjabarkan setiap indikator dengan detail lebih lanjut, sebagai berikut: a) Kelayakan isi 1) Kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD Terdiri dari a) kelengkapan materi, b) keluasan materi, dan c) kedalaman materi 2) Keakuratan materi Terdiri dari: a) akurasi konsep dan definisi, b) akurasi prinsip, c) akurasi prosedur, d) akurasi contoh, fakta, dan ilustrasi, dan e) akurasi soal. 3) Materi pendukung pembelajaran Terdiri dari a) kesesuaian dengan perkembangan ilmu dan teknologi, b) keterkinian fitur, contoh, dan rujukan, c) penalaran, d) pemecahan masalah, e) keterkaitan antar konsep, f) komunikasi, g) penerapan, h) kemenarikan materi, i) mendorong untuk mencari informasi lebih lanjut, dan j) materi pengayaan. b) Kelayakan penyajian 1) Teknik penyajian Terdiri dari a) sistematika penyajian, b) kerunutan penyajian, dan c) keseimbangan antar bab. 2) Penyajian pembelajaran Terdiri dari a) berpusat pada siswa, b) mengembangkan ketrampilan proses, dan c) memperhatikan aspek keselamatan kerja. 3) Kelengkapan penyajian Terdiri dari aspek a) pendahuluan, b) isi, dan c) penutup. c) Kelayakan kebahasaan 1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 Terdiri dari a) kesesuaian dengan perkembangan intelektual, dan b) kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional. 2) Komunikatif Terdiri dari a) keterbacaan pesan, dan b) ketepatan kaidah bahasa 3) Kerunutan dan keterpaduan alur pikir. Terdiri dari a) kerunutan dan keterpaduan antarbab, dan b) ketunutan dan keterpaduan antar paragraf. d) Kelayakan kegrafikan 1) Ukuran buku Terdiri dari a) kesesuaian ukuran buku dengan standar ISO, dan b) kesesuaian ukuran buku dengan materi isi buku. 2) Desain kulit buku Terdiri dari a) tata letak, b) tipologi kulit buku, dan c) penggunaan huruf. 3) Desain isi buku Terdiri dari a) pencerminan isi buku, b) keharmonisan tata letak, c) kelengkapan tata letak, d) daya pemahaman tata letak, e) tipologi isi buku, dan f) ilustrasi isi. Mengacu pada definisi kelayakan buku dari Pujiastuti (2013) dan Ramdani (2015), serta kesesuaian dengan teori modul dan teori Van Hiele, maka penilaian kelayakan modul yang digunakan pada penelitian ini adalah: a) Kelayakan isi 1) Kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD Terdiri dari a) materi yang disajikan minimal mencermikan jabaran substansi materi pada SK dan KD terkait dan b) materi mencakup pengenalan konsep sampai interaksi antarkonsep. 2) Keakuratan materi Keakuratan materi tersebut dapat dilihat pada konsep dan definisi, prinsip, prosedur, contoh, fakta, dan ilustrasi, serta soal materi pendukung pembelajaran. Komponen ini terdiri dari a) konsep dan commit sesuai to userdengan referensi teori yang tepat, definisi yang digunakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 b) konsep yang disajikan tidak menimbulkan banyak tafsir, c) sistematika atau prosedur penulisan materi ditulis secara runut dan benar, dan d) penggunaan latihan soal yang sesuai dengan materi yang dipelajari. 3) Kemutakhiran materi Kemutakhitan materi pada dasarnya keterkinian (up to date) materi yang terdapat di dalam buku baik itu buku rujukan, wacana, maupun contoh bahkan ilustrasi. Komponen ini terdiri dari a) materi yang disajikan menggunakan buku rujukan terkini, dan b) kegiatan belajar yang dirancang memanfaatkan teknologi terkini 4) Upaya peningkatan level berpikir geometri Komponen ini terdiri dari a) materi disajikan dengan tujuan untuk meningkatkan level berpikir siswa, b) materi yang dikembangkan mendorong siswa untuk berpikir secara analisis, dan c) materi mendorong siswa untuk berpikir secara deduktif yaitu siswa dapat memberikan alasan terhadap pernyataan yang dibuat. 5) Kesesuaian uraian kegiatan dengan fase belajar geometri Komponen ini terdiri dari a) uraian kegiatan fase inkuiri sesuai dengan teori fase inkuiri, b) uraian kegiatan fase orientasi langsung sesuai dengan teori fase orientasi langsung, c) uraian kegiatan fase penjelasan sesuai dengan teori fase penjelasan, d) uraian kegiatan fase orientasi bebas sesuai dengan teori fase orientasi bebas, e) uraian kegiatan fase integrasi sesuai dengan teori fase integrasi. 6) Kesesuaian isi modul dengan karakteristik modul Terdiri dari a) modul memuat tujuan pembelajaran yang jelas sehingga siswa mengetahui secara mandiri tujuannya belajar, b) modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan dan sesuai dengan tujuan kompetensi dasar atau kompetensi inti yang ingin dicapai, c) penggunaan media pada kegiatan 1.1. mengelompokkan segiempat sudah sesuai dengan tujuan, d) commit to user penggunaan media geogebra pada kegiatan pengenalan: mengenal perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 hubungan antar bangun sudah sesuai dengan tujuan, e) modul menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi, dan f) paparan informasi dan instruksi dapat direspon dengan mudah. b) Kelayakan penyajian 1) Teknik penyajian Terdiri dari a) sistematika penulisan materi dari pengenalan konsep sampai hubungan antarkonsep ditulis dengan baik, b) penulisan materi dari pengenalan konsep sampai hubungan antar konsep ditulis dengan runut dan tidak bolak-balik, c) bab (dalam modul ini ditulis sebagai Kegiatan Pembelajar) pertama dan bab kedua memiliki keterkaitan artinya dalam mempelajari bab kedua, siswa perlu menguasai kompetensi di bab pertama terlebih dahulu. 2) Penyajian pembelajaran Terdiri dari a) penyajian pembelajaran menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran, b) penyajian pembelajaran bersifat interaktif, dan c) penyajian pembelajaran merangsang kedalaman berpikir geometri siswa. 3) Kelengkapan penyajian Terdiri dari a) terdapat komponen tinjauan pokok bahasan dan telah sesuai dengan teori komponen tinjauan pokok bahasan, b) terdapat komponen pendahuluan dan telah sesuai dengan teori komponen pendahuluan, c) terdapat komponen kegiatan belajar disertai latihan soal dan rambu-rambu latihan dan telah sesuai dengan teori komponen kegiatan belajar disertai latihan soal dan rambu-rambu latihan, d) terdapat komponen rangkuman dan telah sesuai dengan teori komponen rangkuman, dan e) terdapat komponen tes formatif disertai kunci jawaban dan telah sesuai dengan teori komponen tes formatif disertai kunci jawaban. c) Kelayakan kebahasaan 1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual dan sosial emosional siswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Terdiri dari a) kesesuaian bahasa dengan tingkat perkembangan intelektual siswa dan b) kesesuaian bahasa dengan level berpikir geometri siswa 2) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar Terdiri dari a) modul ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), b) bahasa yang digunakan mudah dipahami dan relevan dengan siswa, dan c) istilah dan simbol dituliskan secara konsisten. 3) Kerunutan dan keterpaduan alur pikir Terdiri dari a) kerunutan dan keterpaduan antarbab (Kegiatan Pembelajar), dan b) kerunutan dan keterpaduan antar paragraf. d) Kelayakan kegrafikan 1) Ukuran modul Terdiri dari a) kesesuaian ukuran modul dengan standar modul, dan b) kesesuaian ukuran modul dengan materi isi modul. 2) Desain sampul modul Terdiri dari a) tata letak unsur pada sampul muka dan belakang disajikan secara harmonis dan menyatu dan b) kesesuaian penggunaan ukuran dan jenis huruf. 3) Desain isi buku Terdiri dari a) ketepatan format penyusunan gambar dan b) ketepatan format penyusunan fase-fase belajar. 4) Ilustrasi (jenis, daya tarik, anatomi) Terdiri dari kesesuaian penggunaan ilustrasi atau gambar dalam modul. 5) Kesesuaian jenis kertas 6) Kesesuaian jenis kertas sampul 9. Modul Pembelajaran dengan Teori Van Hiele Modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele disusun secara to user sistematis berdasarkan tujuancommit tertentu, yaitu meningkatkan level berpikir perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 geometri siswa. Tujuan tersebut dicapai menggunakan 5 fase belajar geometri, sehingga penyusunan modul juga memperhatikan runtutan fase belajar geometri yang diuraikan sebelumnya. Selain itu, modul berisi dua tahap fase yaitu fase belajar untuk meningkatkan level berpikir visualisasi ke level analisis dan fase belajar untuk meningkatkan level berpikir analisis ke level deduksi informal. Berikut ini adalah uraian komponen modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele dengan mengacu pada komponen modul Sungkono (2003) yang telah dijelaskan sebelumnya: 1) Tinjauan Mata Pelajaran Komponen ini terdiri dari: a) deskripsi pokok bahasan segiempat; b) kegunaaan belajar segiempat; c) kompetensi dasar yang ingin dicapai, yaitu; 1) siswa mampu mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas dan 2) siswa mampu menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, dan layang-layang d) petunjuk belajar. 2) Pendahuluan Komponen ini terdiri dari: a) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat yaitu mencakup pokok bahasan segiempat; b) indikator-indikator yang ingin dicapai dijabarkan dari kompetensi dasar; c) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yaitu kemampuan mengenal unsur-unsur bangun datar seperi sisi, sudut, sisi sejajar atau tegak lurus, dan sebagainya. d) relevansi, yang terdiri atas: 1) aplikasi pokok bahasan segiempat di kehidupan nyata dan 2) alasan mengapa penting mempelajari commit to user segiempat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 e) urutan butir sajian modul (Kegiatan Pembelajaran) yang disusun secara logis; f) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul agar berhasil dikuasai dengan baik. 3) Kegiatan Pembelajaran, Latihan, dan Rambu-rambu Latihan Kegiatan pembelajaran memuat materi-materi yang harus dikuasai siswa, yaitu 1) bangun segiempat dan sifat-sifatnya, dan 2) hubungan antar bangun segiempat. Berkaitan dengan teori belajar geometri, kegiatan pembelajaran dibedakan menjadi 5 fase belajar sesuai dengan teori belajar Van Hiele. a) Fase inkuiri Fase inkuiri terdiri dari kegiatan pengenalan pokok bahasan yang akan dipelajari. Dalam hal ini, kegiatan pengenalan yang dimaksud adalah mengenal segiempat sekitar dan mengenal hubungan sifatsifat antar dua bangun segiempat. b) Fase orientasi langsung Fase orientasi langsung memuat uraian materi pelajaran. Uraian materi dituliskan tidak lengkap dengan tujuan agar siswa dapat turut aktif dalam berpikir dan melengkapi modul. c) Fase penjelasan Fase penjelasan bertujuan agar siswa dapat mengungkapkan pendapatnya mengenai materi yang sudah dipelajari. Oleh karena itu, fase penjelasan memuat tugas agar siswa mengidentifikasi bangun datar segiempat berdasarkan apa yang sudah dipelajari. d) Fase orientasi bebas Fase orientasi bebas memuat tugas-tugas yang lebih kompleks dalam hal ini tugas berupa latihan soal yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari. e) Fase integrasi Fase integrasi berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan commit tomateri user pelajaran yang telah dipelajari. siswa untuk menyimpulkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 Pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa pertanyaan terbuka seputar segiempat. 4) Rangkuman Rangkuman modul pembelajaran berdasarkan teori Van Hiele berisi uraian materi yang lebih ringkas. 5) Tes Formatif dan Kunci Jawaban Tes Formatif Tes formatif terdiri dari soal-soal mengenai materi yang telah dibahas. Tes formatif dan kunci jawaban tes diletakkan pada lembar terpisah dari modul dan diberikan pada akhir pembahasan pokok bahasan segiempat. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah siswa mengerjakan tes sebelum instruksi diberikan. 10. Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk tertentu (Sukmadinata, 2005). Penelitian dan pengembangan dapat dilakukan untuk menyempurnakan produk yang sudah ada maupun mengembangkan sebuah poduk baru yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk yang dihasilkan dapat berupa perangkat lunak pada program komputer, model-model pendidikan, maupun pembelajaran beserta perangkatnya (RPP, modul, materi ajar, LAS, LTS). Metode penelitian dan pengembangan menggunakan tiga metode penelitian yaitu metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimental (Sukmadinata, 2005). Metode penelitian deskriptif digunakan pada penelitian awal untuk mengetahui data atau informasi tentang kondisi yang ada, seperti bagaimana kondisi produk yang sudah ada, bagaimana kondisi pihak pengguna, dan kondisi faktor pendukung dan penghambat. Metode penelitian evaluatif digunakan unyuk mengevaluasi proses uji coba produk yang dikembangkan yaitu evaluasi terhadap terhadap proses dan hasil produk sehingga diperoleh masukan untuk penyempuranaan produk. Kemudian untuk menguji keampuhan produk to user Dalam eksperimental dilakukan digunakan metode penelitian commit eksperimental. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 pembandingan hasil dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Menurut Sukmadinata (2005), pemilihan subjek pada eksperimental dilakukan secara acak. Metode penelitian dan pengembangan yang dijelaskan sebelumnya diperjelas dengan langkah-langkah penelitian dan pengembangan oleh beberapa peneliti. Menurut Borg and Gall (dalam Heryaningsih, 2015) terdapat sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan. 1) Penelitian dan pengumpulan data Pada tahap ini dilakukan pengukuran kebutuhan, studi literatur, penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan-pertimbangan dari segi nilai. 2) Perencanaan Pada tahap ini peneliti menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuankemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkahlangkahh penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas. 3) Pengembangan draft produk Pada tahap ini dilakukan pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi. 4) Uji coba lapangan awal Uji coba di lapangan pada 1 sampai 3 sekolah dengan 6 sampai 12 subjek uji coba (guru). Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan pengedaran angket. 5) Merevisi hasil uji coba Pada tahap ini dilakukan dengan memperbaiki atau menyempurnakan hasil uji coba. 6) Uji coba lapangan Pada tahap ini dilakukan uji coba di kelas yang lebih luas. Hasil-hasil pengumpulan data dievaluasi dan kalau mungkin dibangindkan dengan kelompok pembanding. 7) Penyempurnaan produk hasil uji lapangan commit to user produk hasil uji lapangan. Pada tahap ini dilakukan penyempurnaan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 8) Uji kelayakan Uji kelayakan produk dapat dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD). 9) Penyempurnaan produk akhir Penyempurnaan produk akhir didasarkan masukan dari uji pelaksanaan lapangan. 10) Diseminasi dan implementasi. Pada tahap terakhir dilakukan pelaporkan hasilnya dalam pertemuan profesional dan dalam jurnal. Plomp (1997) membagi desain penelitian pengembangan kedalam empat tahap yaitu: (1) tahap investigasi awal, (2) tahap desain, (3) tahap realisasi, (4) tahap tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) tahap implementasi. Dalam penelitian ini, bentuk pengembangan modul pembelajaran diadaptasi dari penggabungan model oleh Plomp dan Borg & Gall. Hal ini bertujuan untuk menambah ketajaman nilai kepraktisan dan keefektifan. Ditambahkan tahap FGD dari Borg & Gall untuk menambah kepraktisan pengembangan modul pembelajaran (Heryaningsih, 2015). Diharapkan melalui FGD diperoleh saran serta masukan terhadap penggunaan modul pembelajaran. Selain itu, ditambahkan kegiatan diseminasi untuk mempertajam nilai keefektifan penelitan dan pengembangan. Hal ini dikarenakan populasi yang dipilih terbatas pada satu sekolah sehingga dengan dilakukan diseminasi yaitu penyebaran produk dalam pertemuan ilmiah, diharapkan dapat menambah nilai kebermanfaatan modul untuk pendidikan. Secara rinci, tahap pengembangan modul pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tahap investigasi awal – preliminary investigation Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap permasalahan dengan melakukan pengumpulan dan analisis informasi, analisis konteks, identifikasi masalah, dan merencakan kegiatan lanjutan. 2) Tahap desain – design Tahap ini bertujuan untuk medesain atau merancang solusi dari commit topada user tahap sebelumnya. Desain yang permasalahan yang diidentifikasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 dibuat meliputi suatu proses yang sistematis dengan memecah masalahmasalah besar menjadi masalah-masalah kecil dengan desain solusi masingmasing. Kemudian pada akhirnya semua bentuk solusi dikumpulkan dan dihubungkan kembali menjadi struktur pemecahan masalah yang lengkap. 3) Tahap realisasi – realization Pada tahap ini desain solusi yang telah dikemukakan pada tahap desain, direalisasikan, atau dijabarkan secara lebih jelas dan rinci yang kemudian disebut sebagai draf 1. 4) Tahap tes, evaluasi, FGD, dan revisi Pada tahap ini, draft 1 diuji dan dievaluasi. Uji coba dilakukan terhadap skala kecil atau terbatas, Berdasarkan data yang diperoleh, dapat ditentukan apakah solusi yang dibuat perlu direvisi atau tidak. Hal ini dapat berlangsung menjadi siklus. Hasil uji coba dievaluasi dengan teknik Focus Group Discussion (FGD). FGD dilakukan untuk memperoleh masukan dan saran terhadap hasil uji coba. Masukan dan saran tersebut kemudian digunakan untuk perbaikan dan uji coba ulang. FGD melibatkan beberapa praktisi atau orang yang paham mengenai modul pembelajaran maupun mengenai dunia pendidikan matematika. 5) Implementasi dan Diseminasi Pada tahap implementasi, hasil revisi modul dari tahap uji coba diimplementasikan ke kelas lain, dan dibandingkan hasilnya dengan kelas kontrol. Tahap implementasi dilakukan dengan metode penelitian eksperimen untuk mengetahui keefektifan modul. Selain implementasi, dilakukan juga tahap diseminasi yaitu tahap pelaporan penelitian dalam jurnal atau pertemuan ilmiah. 11. Kualitas Modul Kualitas dari pengembangan modul pembelajaran ditentukan dengan tiga aspek menurut Nieveen (1997) yaitu aspek valid, praktis, dan efektif. Berikut ini adalah penjelasan detil kriteria untuk memenuhi aspek valid, praktis, dan efektif commit to user yang didefinisikan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 a. Kevalidan Modul Menurut Nieveen (dalam Sunardi, 2002) kualitas produk pendidikan haruslah dipertimbangkan sebaik mungkin. Komponen-komponen produk pendidikan harus didasarkan pada state-of-the-art knowledge -rasional teoritik yang kuat– (validitas isi) dan semua komponen harus terkait secara konsisten satu dengan yang lain (validitas konstruk). Apabila produk pendidikan sudah memenuhi persyaratan itu, maka produk tersebut dipertimbangkan valid. Dalam hal validasi isi dan kontruk, dilibatkan para ahli yang kompeten di bidangnya (Purwanto, dkk, 2007). Ahli materi adalah orang yang menguasai suatu bidang ilmu atau materi pelajaran. Ahli media adalah orang yang memahami tentang karakteristik, keunggulan, dan kelemahan berbagai media, dalam hal ini terutama media cetak berupa modul. Berdasarkan pendapat – pendapat sebelumnya, dalam penelitian pengembangan dilakukan validasi modul oleh ahli materi dan ahli media berupa kegiatan menilai apakah modul yang dikembangkan sudah layak (valid) atau belum didasarkan pada pengetahuan state-of-the-art (validitas isi). Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 43 ayat 5 tentang Standar Nasional Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menilai buku teks pelajaran mencakup empat aspek kelayakan yaitu kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan kegrafikan. Buku teks pelajaran dan modul dikelompokkan dalam satu kategori bahan ajar pandang. Oleh karena itu, empat aspek kelayakan penilaian buku teks pelajaran dapat diadaptasi untuk menilai kevalidan modul. Keempat aspek kelayakan tersebut diadaptasi dengan karakteristik, komponen – komponen, dan bahasa penulisan modul. Berkaitan dengan konsistensi dan keterkaitan teori yang digunakan modul (validasi konstruk), penilaian kevalidan modul ditambah aspek kesesuaian dengan teori Van Hiele. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 Berkaitan dengan validasi isi dan konstruk yang digunakan, maka indikator yang dapat menentukan bahwa suatu modul dikatakan valid adalah sebagai berikut: 1) Modul dikembangkan berdasarkan empat aspek kelayakan: kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan kegrafikan. 2) Terdapat konsistensi secara internal antara modul pembelajaran yang dikembangkan dengan teori yang digunakan. Hal ini berarti terdapat konsistensi pada tiap-tiap item dalam komponen modul dan teori. Mengacu pada kriteria kevalidan yang telah dijelaskan, maka modul pembelajaran geometri dinyatakan valid oleh validator jika: 1) Modul pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat dikembangkan dengan mengacu pada kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan. 2) Semua komponen modul pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat secara konsisten saling berkaitan. Hal ini berarti item-item komponen modul pembelajaran yakni pelajaran segiempat, teori tingkat berpikir geometri Van Hiele, dan fase belajar geometri Van Hiele saling mendukung dan berkaitan satu dengan yang lainnya. b. Kepraktisan Modul Menurut Nieveen (1999:127), karakteristik produk pendidikan memiliki kualitas kepraktisan yang tinggi, apabila ahli dan guru mempertimbangkan produk itu dapat digunakan dan realitanya menunjukkan bahwa mudah bagi guru dan siswa untuk menggunakan produk tersebut secara leluasa. Hal ini berarti ada konsistensi antara harapan dengan pertimbangan dan antara harapan dengan operasional. Apabila kedua konsistensi tersebut dicapai, maka produk pendidikan itu dinyatakan praktis. Mengacu pada kepraktisan Nieveen tersebut, model PBH dikatakan to user pertimbangan bahwa model PBH praktis apabila (1) ahli dancommit guru memberi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 dapat dilaksanakan dan dapat digunakan dalam pembelajaran dan (2) tingkat keterlaksanaan model PBH dalam kategori tinggi. Mengacu pada kriteria kepraktisan, modul pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat dikatakan praktis apabila: 1) ahli dan praktisi memberikan pertimbangan bahwa modul pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat untuk mencapai tingkat berpikir geometri deduksi informal yang dikembangkan dapat diterapkan di kelas 2) memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam penerapan modul pembelajaran geometri Van Hiele pada pokok bahasan segiempat untuk meningkatkan level berpikir siswa Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan oleh pengamat. c. Keefektifan Modul Menurut Nieveen (dalam Sunardi, 2000) keefektifan suatu produk pendidikan dipenuhi apabila dalam operasional pelaksanaan memberikan hasil sesuai dengan harapan. Kemp, dkk. (dalam Sunardi, 2000) keefektifan pembelajaran dikaitkan dengan tujuan pembelajaran. Menurut Kemp, dkk (dalam Sunardi, 2000) pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan dalam satuan pelajaran. Menurut Egen & Kauchack (dalam Sunardi, 2000), suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang terlaksana. Keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada kesesuaian pengembangan modul dengan tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan level berpikir geometri siswa. Keefektifan modul diukur dengan pencapaian hasil penelitian berupa peningkatan level berpikir siswa setelah menggunakan modul yang dikembangkan. Indikator untuk menyatakan bahwa suatu modul pembelajaran efektif, yaitu: 1) dalam operasionalnya modul pembelajaran yang dikembangkan to user tujuan penelitian. tersebut memberikan hasilcommit sesuai dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 2) siswa memberikan respon positif terhadap kegiatan pembelajaran. Mengacu pada indikator keefektifan, maka modul pembelajaran geometri dengan teori Van Hiele ini dikatakan efektif apabila: 1) siswa memberikan respon positif terhadap modul pembelajaran yang digunakan yaitu dengan memberikan pernyataan setuju atau sangat setuju. 2) terdapat peningkatan level berpikir geometri siswa pada data statistik hasil tes siswa setelah dilakukan perlakuan menggunakan modul pada pembelajaran di kelas uji coba, dan 3) terdapat perbedaan pengaruh dari perlakuan di kelas kontrol dan eksperimen terhadap level berpikir geometri siswa. B. Penelitian yang Relevan Crowley (1987) dalam penelitiannya, membahas karakteristik dari kemampuan siswa pada masing -masing level berpikir geometri berdasarkan teori Van Hiele dari level 0 hingga level 5. Dalam jurnalnya disebutkan bahwa dalam membantu siswa untuk meningkatkan level berpikir geometri diperlukan sebuah proses atau fase pembelajaran. Fase belajar ini dikembangkan oleh Van Hiele dengan jalan memberikan instruksi. Penelitian-penelitian terdahulu telah memberikan dukungan pada teori Van Hiele ini (Burger, 1985; Burger & Shaughnessy, 1986; Geddes, Fuys, & Tiscler, 1985; Mayberry, 1983; Usiskin, 1982). Kebutuhan yang diperlukan selanjutnya adalah bagaimana guru dan peneliti dapat mengembangkan fase belajar, mengembangkan materi berdasarkan teori Van Hiele, dan mengimplementasikan materi dan filosofinya dalam pembelajaran di kelas. Mistretta (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Enhancing Geometric Reasoning melakukan sebuah field-test pada 23 siswa kelas 8 dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan berpikir tingkat tinggi. Tujuan dari penelitian Mistretta adalah meningkatkan pemahaman konsep geometri. Hal tersebut didasari pada kenyataan bahwa siswa tidak memiliki pengetahuan konsep yang kuat pada materi geometri. Oleh karena itu, digunakan teori Van Hiele, karena teori Van Hiele commit to userdalam meningkatkan level berpikir fokus pada konsep geometri dan peran instruksi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 siswa. Setelah diberikan instruksi berupa pertanyaan-pertanyaan yang membangun, hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat memiliki kemampuan lebih baik dalam mendefinisikan sifat-sifat bangun dan lebih ringkas dalam hal definisi. Lebih dari itu, sisawa memiliki pemahaman lebih baik dalam membedakan keliling dan luas. Dalam kesimpulannya, Mistretta (2000) menyatakan bahwa jika siswa didorong belajar mengembangkan kemampuan kognitif, maka mereka akan mudah menerima tantangan dalam berpikir analitik. Selain penelitian dengan subjek siswa, terdapat penelitian dengan subjek guru. Penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan asumsi awal bahwa kemampuan berpikir geometri guru tidak pada berbagai jenjang pendidikan tidak dapat digeneralisasi. Halat (2007) melakukan penelitian dengan subjek 281 calon guru, 125 guru sekolah dasar, dan 156 guru sekolah menengah di Turki. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan level berpikir siswa dalam berbagai jenjang pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persebaran level berpiki dari level 0 hingga level 4. Terdapat 42% guru sekolah menengah yang berada pada level 3 atau lebih. Halat (2007) menyatakan “Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak guru sekolah menengah yang tidak cukup memiliki pengetahuan geometri untuk mengajar di sekolah menengah”. Berdasarkan hasil keseluruhan, tidak terdapat perbedaan signifikan antara level berpikir guru sekolah dasar dan guru sekolah menengah. Wahyuni (2013) dalam penelitiannya yang dilakukan di Jakarta dengan metode penelitian design research untuk siswa kelas VII SMP, menunjukkan bahwa penerapan teori Van Hiele dan PMRI dalam pokok bahasan segiempat dapat meningkatkan kemampuan berpikir gometri siswa. Siswa yang awalnya berada pada tingkat visualisasi dapat berkembang ke tingkat analisis sedangkan siswa pada awalnya berada pada tingkat analisis dapat berkembang ke tingkat deduksi informal. Tidak semua siswa menunjukkan perkembangan yang sama dalam berpikir geometri. hal ini menunjukkan bahwa tingkat berpikir siswa tidak bergantung pada umur, namun pada seberapa sering siswa menghadapi permasalahan yang dapat meningkatkan pemahaman berpikirnya. Selain itu, commit to user kegiatan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru dapat membantu meningkatkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 berpikir geometris. Kemampuan bahasa dan pemikiran logis dan kritis berpengaruh terhadap perkembangan berpikir geometris. Muhassanah (2014) melakukan analisis terhadap ketrampilan geometri siswa dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tingkat berpikir Van Hiele. Dalam hasil penelitiannya, Muhassanah (2014) menyatakan bahwa setiap siswa dalam sebuah kelas mempunyai tingkat berpikir geometri yang berbeda-beda sehingga guru perlu merencanakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat berpikir yang dimiliki siswa. Berdasarkan teori Van Hiele, model pembelajaran yang sesuai dengan tingkat berpikir Van Hiele adalah fase pembelajarn Van Hiele (Muhassanah, 2014). Nurani (2010), Nuraeni (2010), dan Safrina (2014) melalukan penelitian eksperimen dengan melakukan pembelajaran dengan memperhatikan level berpikir geometri siswa berdasarkan teori Van Hiele. Dalam hasil penelitiannya, dibuktikan bahwa penerapan strategi dan atau model pembelajaran menggunakan dapat meningkatkan level berpikir siswa. Akan tetapi, penelitian dilakukan pada tingkat sekolah dasar, sehingga perlu penelitian pengembangan di tingkat sekolah menengah. C. Kerangka Berpikir Tujuan dari pembelajaran geometri pada tingkat sekolah menengah adalah agar siswa dapat memiliki kemampuan membuktikan (proving) dan memberikan alasan (reasoning). Pencapaian kemampuan ini serupa dengan ciri-ciri kemampuan siswa pada level berpikir deduksi informal pada teori geometri Van Hiele. Dari berbagai studi internasional menunjukkan bahwa kebanyakan siswa masih mengalami kesulitan untuk mencapai kemampuan ini. Salah satunya pada pokok bahasan segiempat, siswa mengalami kesulitan dalam klasifikasi segiempat bahkan kesulitan dalam memberikan definisi yang tepat terhadap segiempat. Padahal pada taraf siswa dapat mengklasifikasikan segiempat merupakan tahap dimana siswa mulai berpikir secara deduksi informal. Di Indonesia, siswa tidak diajarkan untuk menelaah klasifikasi segiempat dan commit dari to user memberikan alasan. Hal ini nampak buku ajar yang digunakan tidak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 mengajarkan klasifikasi segiempat. Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa selama ini guru cenderung mengajarkan pokok bahasan segiempat dengan cara mengambarkan bangun segiempat di papan tulis lalu menuliskan sifat-sifatnya, tanpa memberikan informasi keterkaitan berbagai bangun segiempat. Menurut teori Van Hiele, kemampuan siswa dengan pembelajaran ini hanya akan mencapai level 1 Analisis. Padahal dengan mengajarkan klasifikasi segiempat, hal ini dapat menstimulus siswa untuk mencapai level 2 deduksi informal. Oleh karena itu, klasifikasi segiempat perlu diajarkan kepada siswa dan dengan tahap-tahap yang mampu memicu siswa untuk mencapai level 2 deduksi informal. Dalam teori geometri Van Hiele, telah dijelaskan 5 fase belajar geometri yang dapat membantu kenaikan level berpikir geometri siswa. Kelima fase belajar ini terdiri dari inkuiri, orientasi langsung, penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi. Meskipun demikian, fakta yang ada menunjukkan bahwa bahan ajar kurang mendukung tersampaikannya klasifikasi segiempat dan tidak menggunakan 5 fase belajar geometri. Padahal, siswa perlu diajarkan materi segiempat secara runut. Salah satu bahan ajar yang merupakan perangkat pembelajaran yang dapat mendukung tersampaikannya materi segiempat secara runut dalam 5 fase belajar segiempat adalah modul. Pengembangan modul dipilih karena modul memudahkan siswa belajar secara mandiri sesuai dengan level berpikir geometri. Selanjutnya, mengingat ada variasi level berpikir geometri di kelas VII. Oleh karena itu, pengembangan modul pembelajaran segiempat dengan pendekatan teori Van Hiele perlu dilakukan agar mendapatkan modul segiempat yang valid, praktis, dan efektif sehingga tercapai tujuan pembelajaran di sekolah menengah, yaitu untuk meningkatkan pemahaman siswa dan kemampuan kognitif sehingga dapat meningkatkan level berpikir geometri siswa. commit to user