4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO OH HO H3C OH OH ZnCl2 CH3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl2 merupakan asam Lewis yang dapat membentuk kompleks dengan air. Dengan pembentukan kompleks, ZnCl2 menjadi kehilangan fungsinya sebagai akseptor elektron (dengan menyediakan orbital kosong) sehingga pada akhirnya perannya sebagai katalis menjadi hilang. Oleh karena itu, ZnCl2 yang akan digunakan perlu dikeringkan terlebih dahulu. Dari hasil pengukuran spektroskopi UV, terdapat puncak serapan pada daerah 230 nm dan 275 nm. Ketika penambahan reagen geser NaOH, terjadi pergeseran batokromik sebesar 55 nm (dari 275 nm menjadi 330 nm). Adanya pergeseran batokromik dengan penambahan reagen geser NaOH menunjukkan bahwa adanya gugus hidroksi pada senyawa yang diukur. Selanjutnya pada penambahan reagen geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 27 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus orto hidroksi terhadap gugus karbonil. Pada penambahan HCl tidak terjadi perubahan puncak yang mengalami pergeseran dari daerah 275 nm ke 302 nm tidak mengalami perubahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompleks yang terbentuk antara reagen geser AlCl3 dengan resasetofenon bersifat yang stabil (Gambar 4. 2). Gambar 4. 2 Spektrum UV resasetofenon (a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl Pada pengukuran spektrum inframerah (IR), senyawa resasetofenon yang dihasilkan menunjukkan adanya puncak-puncak yang khas yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu. Serapan pada bilangan gelombang 3300 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, serapan pada 3005 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur =C-H aromatik, serapan pada 2997 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik, serapan pada 1622 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=0, serapan pada 1606 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C, dan serapan pada 839 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus =C-H aromatik (Gambar 4. 3). 105 %T 90 75 -15 4000 4500 Res Asetofenon 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 727.16 707.88 667.37 603.72 559.36 839.03 950.91 786.96 983.70 1064.71 1328.95 1280.73 1205.51 1186.22 1139.93 1375.25 0 1606.70 3300.20 15 1419.61 1496.76 1519.91 30 1440.83 45 1024.20 3035.96 2997.38 2924.09 60 1000 750 500 1/cm Gambar 4. 3 Spektrum IR resasetofenon 46 Spektrum 1H NMR menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton pada daerah alifatik dan daerah aromatik. Sinyal singlet pada geseran kimia δ 12,7 ppm menunjukkan adanya proton pada gugus hidroksi yang terkelasi. Sinyal ini merupakan sinyal proton dari gugus OH pada posisi orto terhadap gugus asetil. Kemudian sinyal singlet pada geseran kimia δ 9,5 ppm menunjukkan adanya proton pada gugus OH posisi para terhadap gugus asetil. Selanjutnya terdapat sinyal proton untuk sistem aromatik ABX: sinyal proton pada geseran kimia δ 7,7 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 9,15 Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 6 (Gambar 4. 4), sinyal proton pada geseran kimia δ 6,4 ppm dengan multiplisitas double doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz dan 9,15 Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 5, sinyal proton pada geseran kimia 6,3 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 3. Gambar 4. 4 Spektrum 1H NMR resasetofenon Hasil sintesis resasetofenon dari resorsinol dan asam asetat dengan bantuan katalis ZnCl2 diperoleh kristal berwarna orange dengan rendemen 38,3%. Kristal yang diperoleh diukur titik lelehnya. Hasil pengukuran titik leleh diperoleh resasetofenon meleleh pada suhu 1431450C. Data literatur menunjukkan bahwa data titik leleh resasetofenon sebesar 142-1440C (Cooper, 1955). 47 4.2 Reaksi Benzoilasi Resasetofenon Pada reaksi resasetofenon dengan benzoil klorida dengan katalis piridin dihasilkan tiga fraksi utama, yaitu fraksi A, fraksi B, dan fraksi C. Ada tiga kemungkinan produk reaksi yang dihasilkan (Gambar 4. 5) Gambar 4. 5 Kemungkinan produk reaksi benzoilasi resasetofenon (1) terbenzoilasi pada posisi orto, (2) terbenzoilasi posisi para, (3) terbenzoilasi pada posisi orto dan para Hasil pengukuran spektrum UV fraksi A, menunjukkan adanya serapan pada daerah 231 nm dan 318 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH terjadi pergeseran batokromik sebesar 13 nm. Hal ini menunjukkan pada fraksi A terdapat gugus hidroksi. Pada penambahan reagen geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 50 nm, ketika ditambahkan reagen geser HCl tidak terjadi perubahan ( Gambar 4. 6). Hal ini menunjukkan adanya gugus karbonil dan hidroksi yang berdekatan. Dari hasil pengukuran spektrum UV, fraksi A diduga merupakan senyawa 2. Tetapi karena keterbatasan jumlah sampel fraksi A tidak dilakukan pengukuran data spektroskopi lainnya. 48 Gambar 4. 6 Spektrum UV fraksi A (a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl Hasil pengukuran spektrum UV fraksi B, menunjukkan adanya serapan pada daerah 257 nm dan 318 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH terjadi pergeseran batokromik sebesar 16 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi pada fraksi B. Pada penambahan reagen geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 50 nm dan ketika ditambahkan reagen geser HCl tidak berubah. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi dan gugus karbonil yang berdekatan (Gambar 4. 7). Gambar 4. 7 Spektrum UV fraksi B (a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl Pada pengukuran spektrum IR, fraksi B menunjukkan adanya puncak-puncak yang khas yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu. Serapan pada bilangan gelombang 3450 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, serapan pada 3005 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur =C-H aromatik, serapan pada 2997 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik, serapan pada 1739 cm-1 menunjukkan adanya C=O terkonjugasi, serapan pada 1641 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=0, serapan pada 1597 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C, dan serapan pada 827 cm-1 menunjukkan adanya gugus =C-H aromatik. 49 100 %T 1739.79 1641.42 636.51 759.95 947.05 875.68 827.46 678.94 796.60 1078.21 1068.56 979.84 453 27 40 30 700.16 50 1242.16 1163.08 1132.21 1597.06 1581.63 1498.69 60 1049.28 1022.27 1450.47 1419.61 1375.25 1363.67 70 3450.65 80 1325.10 1296.16 90 20 4500 4000 3500 Daniel Hasil Benzoilasi 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4. 8 Spektrum IR fraksi B Spektrum 1H NMR fraksi B menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton daerah alifatik dan daerah aromatik. Sinyal singlet pada geseran kimia δ 12,5 ppm menunjukkan adanya proton yang terkelasi (posisi 2) (Gambar 4. 9). Untuk sinyal proton cincin B ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geseran kimia 8,2 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 6,75 Hz menunjukkan sinyal proton posisi 8, sinyal proton pada daerah geseran kimia 7,5 ppm dengan multiplisitas triplet dan konstanta kopling 7,35 Hz & 7,95 Hz menunjukkan sinyal proton posisi 9, sedangkan sinyal proton pada daerah geseran kimia 7,6 ppm dengan multiplisitas triplet dan konstanta kopling 7,35 Hz & 7,95 Hz menunjukkan sinyal proton posisi 10. Untuk sinyal proton aromatik sistem ABX (cincin A) ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geseran kimia 7,8 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 8,55 Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 6, sinyal proton pada daerah geseran kimia 6,8 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 3, sedangkan sinyal proton pada daerah geseran kimia 6,8 ppm dengan multiplisitas double doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz & 8,55 Hz menunjukkan sinyal proton posisi 5. 50 Gambar 4. 9 Spektrum 1H NMR fraksi B Spektrum 13 C-NMR pada geseran kimia 203,5 ppm dan 164,2 ppm menunjukkan sinyal karbon karbonil pada posisi 11 dan 13. Sinyal pada geseran kimia 163,9 ppm dan 156,9 ppm, 112,9 ppm, 111,2 ppm berturut-turut menunjukkan sinyal karbon pada posisi 10, 5, 4, dan 3. Sinyal karbon pada cincin B yang simetri ditunjukkan dengan sinyal pada geseran kimia 130,2 ppm, 128,8 ppm yang menunjukkan sinyal karbon pada posisi 8 dan 9. Sinyal pada geseran kimia 26,6 ppm menunjukkan sinyal karbon metil pada posisi 12. Rendemen dari fraksi B diperoleh sebesar 14,81%. 51 Gambar 4. 10 Spektrum 13C-NMR fraksi B Hasil pengukuran spektrum UV fraksi C, menunjukkan adanya serapan pada daerah 222 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH timbul puncak baru pada daerah 328 nm yang merupakan hasil pergeseran batokromik dari puncak sekitar 318 nm yang tidak muncul. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi pada fraksi C. Pada penambahan reagen geser AlCl3 tidak terjadi pergeseran batokromik. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam fraksi C tidak mempunyai gugus karbonil dan hidroksi yang berdekatan. Gambar 4. 11 Spektrum UV fraksi C (a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl Dari hasil pengukuran spektrum UV diduga fraksi C merupakan senyawa 1 (Gambar 4. 5). 52 4.3 Penjelasan produk hasil reaksi benzoilasi Hasil reaksi benzoilasi menunjukkan bahwa benzoilasi resasetofenon pada posisi para merupakan produk utama, sedangkan produk benzoilasi posisi orto merupakan produk samping. Hal ini merupakan hasil yang tidak diharapkan karena gugus benzoil diharapkan dapat memasuki posisi orto. Untuk menjelaskan fenomena ini dilakukan studi komputasi. Dalam studi komputasi dengan metode ab initio dilakukan peramalan struktur geometri dan energetika. Peramalan struktur geometri dilakukan untuk mencari konformasi resasetofenon yang paling disukai untuk resasetofenon. Sedangkan studi energetika dilakukan perhitungan untuk meramalkan produk mana yang lebih disukai secara termodinamika. Pada peramalan struktur geometri resasetofenon dibuat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi (Gambar 4. 12 a). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kemungkinan konformasi 9 (Gambar 4. 12 b), dimana terdapat ikatan hidrogen antara H yang terikat pada gugus hidroksi dengan atom O pada gugus karbonil. Adanya ikatan hidrogen ini, menyebabkan masuknya gugus benzoil pada posisi orto menjadi lebih sulit dibanding pada posisi para yang relatif lebih bebas. 53 Gambar 4. 12 Kemungkinan konformasi resasetofenon (a) nomor 1 sampai 12 merupakan kemungkinan konformasi resasetofenon, (b) konformasi resasetofenon paling stabil Pada studi energetika secara komputasi, dilakukan perbandingan energi produk benzoilasi posisi orto dengan produk benzoilasi posisi para. Hasil perhitungan ab initio dengan metode UHF/6-311G**//MP2/6-311G** menunjukkan bahwa produk benzoilasi posisi para lebih stabil secara termodinamika sebesar 31,26 kJ/mol dibanding produk orto (Gambar 4. 13). Energi pengaktifan benzoilasi posisi orto dan para dapat diprediksikan secara teoretis menggunakan intuisi kimia. Secara intuisi kimia, dengan adanya ikatan hidrogen pada posisi orto dapat diduga bahwa energi pengaktifan benzoilasi posisi orto akan lebih besar dibanding energi pengaktifan benzoilasi posisi para. Data energi pengaktifan dan kestabilan termodinamika dapat digunakan untuk meramalkan produk kinetik dan produk termodinamika yang akan terbentuk. Dengan melihat data hasil perhitungan pada kasus ini, akan dihasilkan produk-produk kinetik dan produk 54 termodinamika yang sama yaitu produk benzoilasi posisi para. Karena energi pengaktifan benzoilasi posisi para lebih rendah dibanding posisi orto, pengontrolan kinetik produk orto melalui pengaturan suhu akan menjadi tidak efektif disebabkan produk orto yang dihasilkan cenderung mempunyai energi yang lebih tinggi dibanding produk para. Keadaan produk orto yang memiliki energi tinggi akan mencari penstabilan dengan mencari keadaan yang memiliki energi yang lebih rendah yaitu produk posisi para. Gambar 4. 13 Studi energetika produk benzoilasi dengan metode UHF/6-311G**//MP26311G** 4.4 Sintesis senyawa 1,3-diketon Gambar 4. 14 Kemungkian produk 1,3-diketon yang terbentuk (1) senyawa 1,3-diketon yang terbenzoilasi pada posisi para, (2) senyawa 1,3-diketon, (3) senyawa flavonoid terbenzoilasi pada posisi 3, (4) senyawa flavonoid terbenzoilasi pada posisi 3 dan 7 55 Dari hasil reaksi resasetofenon dan benzoil klorida dengan bantuan katalis piridin, empat fraksi yaitu fraksi A’, B’, C’, dan D’. Tetapi hanya fraksi C’ yang dilakukan pengukuran pengukuran lebih lanjut. Hasil pengukuran spektrum UV fraksi C’, menunjukkan adanya serapan pada daerah 231 nm dan 365 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH terjadi pergeseran batokromik sebesar 10 nm dari 365 nm menjadi 375 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi pada fraksi C’. Pada penambahan reagen geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 12 nm, ketika ditambahkan reagen geser HCl tidak terjadi perubahan. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam fraksi C’ mempunyai gugus karbonil dan hidroksi yang berdekatan (Gambar 4. 15). Gambar 4. 15 Spektrum UV fraksi C’ (a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl Pada pengukuran spektrum IR, fraksi C’ menunjukkan adanya puncak-puncak yang khas yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu. Serapan pada bilangan gelombang 3448 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, serapan pada 3005 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur =C-H aromatik, serapan pada 2922 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik, serapan pada 1741 cm-1 menunjukkan adanya C=O terkonjugasi, serapan pada 1625 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=0, serapan pada 1589 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C, dan serapan pada 875 cm-1 menunjukkan adanya gugus =C-H aromatik (Gambar 4. 16). 56 100 %T 95 1001.06 968.27 921.97 754.17 734.88 60 875.68 800.46 65 1082.07 70 1064.71 1043.49 1022.27 75 1166.93 80 1454.33 1429.25 1409.96 1365.60 1336.67 1315.45 1296.16 3448.72 85 2922.16 90 1625.99 1589.34 40 35 30 1741.72 25 775.38 45 1139.93 50 1257.59 1240.23 1207.44 1498.69 55 20 15 10 4200 3800 Daniel 1 Flavonoid 3400 3000 2600 2200 1900 1700 1500 1300 1100 900 800 700 600 500 1/cm Gambar 4. 16 Spektrum IR fraksi C’ Spektrum 1H-NMR fraksi C’ menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton pada daerah aromatik. Sinyal singlet pada daerah geseran kimia δ 15,4 ppm menunjukkan sinyal proton pada gugus OH terkelasi posisi β, sinyal singlet pada daerah geseran kimia δ 12,3 ppm menunjukkan sinyal proton pada gugus OH terkelasi pada posisi 2. Untuk sinyal proton cincin aromatik simetri (cincin B) ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geser kimia δ 6,2 ppm (2H, d, J=7,35Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 2’’, sedangkan sinyal multiplet pada posisi 3’’, 4’’ berada pada daerah geseran kimia sekitar 7,5 ppm. Untuk sinyal proton cincin aromatik simetri (cincin C) ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geseran kimia δ 7,9 ppm (2H, d, J= 7,35 Hz) menunjukkan sinyal proton posisi 6’, sinyal proton pada daerah geseran kimia δ 7,6 ppm (1H, t, J=7,35 Hz & 6,10 Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 3’, sedangkan sinyal proton posisi 4’ berada pada daerah geseran kimia δ 7,5 ppm dengan multiplisitas multiplet. Untuk sinyal proton cincin aromatik sistem ABX (cincin A) ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geseran kimia δ 7,8 ppm (1H, d, J=9,20 Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 6, sinyal proton pada daerah geseran kimia δ 6,9 ppm (1H, d, J=2,45 Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 3, sedangkan sinyal proton pada daerah geseran kimia 6, 8 ppm (1H, dd, J=2,45 Hz & 8,55 Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 5. Sinyal proton pada daerah geseran kimia δ 6,8 ppm (1H, s) menunjukkan sinyal proton pada posisi β. 57 Gambar 4. 17 Spektrum 1H NMR fraksi C’ Pada spektrum 13 C-NMR, terdapat sinyal karbon metilen, metin, dan C kuarterner. Sinyal karbon pada daerah geseran kimia δ 181,3 ppm, 177,5 ppm, 164,3 ppm merupakan sinyal karbon karbonil C=O pada posisi 1’’’, β, dan 2’’’. Sinyal karbon pada geseran kimia 163,9 ppm, 156,7 ppm menunjukkan sinyal karbon oksiaril pada posisi 2 dan 4. Sinyal karbon pada geseran kimia 130,2 ppm, 128,6 ppm, 116,9 ppm menunjukkan sinyal karbon pada posisi 1’, 1, dan 1’’. Sinyal karbon pada geseran kimia 128,8 ppm, 128,6 ppm (2C), dan 126,8 ppm menunjukkan sinyal karbon simetri pada posisi 6’’, 2’, dan 5’’ & 3’ yang overlap. Sinyal karbon pada geseran kimia 130,2 ppm, 128,8 ppm, 113,5 ppm, 111,6 ppm, dan 90,2 ppm menunjukkan sinyal karbon pada posisi 4’’, 4’, 6, 5’, dan 3. Sedangkan sinyal karbon pada geseran kimia 30,9 ppm menunjukkan sinyal karbon pada posisi α (Gambar 4. 18). 58 Gambar 4. 18 Spektrum 13C-NMR fraksi C’ 4.5 Peramalan kereaktifan substrat secara komputasi Dari penelusuran literatur, untuk sintesis resasetofenon dapat digunakan pereaksi resorsinol yang direaksikan dengan asetil klorida, anhidrida asetat, dan asam asetat. Untuk mengetahui ketiga sumber gugus asetil tersebut, dapat dilakukan perhitungan untuk meramalkan kereaktifan substrat yang akan digunakan. Hal perhitungan ab initio dengan metode UHF/6311G**//MP2/6-311G** diperoleh selisih HOMO LUMO resorsinol dengan asetil klorida, anhidrida asetat, dan asam asetat berturut turut: 12,09 eV, 12,44 eV, dan 12,5 eV (Gambar 4. 19). 59 Gambar 4. 19 Perhitungan HOMO LUMO dengan metode UHF/6-311G**//MP2/6-311G** Menurut postulat Fukui (Fukui, 1971), dalam reaksi kimia, penstabilan keadaan transisi berhubungan dengan tingkat energi HOMO LUMO antara pereaksi yang satu dengan pereaksi yang lain. Jika selisih HOMO dan LUMO nya relatif rendah maka reaksi akan cenderung lebih mudah berlangsung karena reaksi tersebut akan memiliki energi pengaktifan yang relatif rendah. Sebaliknya jika selisih energi HOMO LUMO nya relatif tinggi maka reaksi akan cenderung berlangsung lebih sukar karena reaksi tersebut akan memiliki energi pengaktifan yang relatif tinggi. Dengan demikian, data perhitungan energi HOMO LUMO dapat digunakan lebih lanjut untuk peramalan kereaktifan dan efektifitas katalisis. Dari data perhitungan terlihat bahwa kereaktifan asetil klorida lebih baik dibanding anhidrida asetat dan asam asetat, sedangkan kereaktifan anhidrida asam asetat akan lebih baik dibanding kereaktifan asam asetat. Hasil perhitungan ini ternyata menunjukkan hasil yang memuaskan karena peramalan ini bersesuaian dengan pengamatan empiris. 4.6 Peramalan mekanisme reaksi resasetofenon Pada penelitian ini dilakukan juga peramalan mekanisme reaksi pembentukan resasetofenon dari resorsinol. Pada peramalan ini, penulis mengajukan tujuh jalur mekanisme. Peramalan mekanisme ini, dilakukan menggunakan perhitungan ab initio dengan metode UHF/6311G**//MP2/6-311G** (Gambar 4. 20). 60 Dari hasil perhitungan, diperoleh bahwa jalur 5 merupakan jalur yang paling mungkin yang diusulkan penulis. Hasil perhitungan jalur ini memiliki energi pengaktifan sebesar 17,09 kJ/mol yang merupakan jalur dengan energi pengaktifan paling kecil, sehingga dapat diusulkan jalur ini merupakan jalur paling mungkin dalam pembentukan resasetofenon. Tabel 4. 1 Hasil Perhitungan Energi Pengaktifan Jalur Mekanisme ∆ H (kJ/mol) Jalur 291,0611617 9 Jalur 7_K1 98,20279549 Jalur 2_K1_2 236,6617917 10 Jalur 4_8_K1 78.17347798 3 Jalur 2_K2_2 229,0836221 11 TS_DA_K2_2 216,5683574 4 Jalur 3_K1 1003,664534 12 TS_DA_K3_2 202,1829868 5 Jalur 3_K2 1003,664534 13 TS_DA_K4_1 230,4388842 6 Jalur 4_K7 68,97623818 14 TS_DA_K4_2 216,5686199 7 Jalur 5_K3_2 17,11780398 15 TS_DA_K5_1 270,311407 TS_DA_K6_2 206,6026548 Jalur 1 TS_TanpaKatalis 2 Ket. ∆ H (kJ/mol) No No Menuju 8 Jalur 6_K1 17,09653743 Jalur5 Ket. 16 K singkatan dari kemungkinan, DA singkatan dari dengan asetil klorida 61 Gambar 4. 20 Kemungkinan mekanisme yang diusulkan Nomor 1 sampai 7 menunjukkan kemungkinan jalur reaksi yang ditempuh Struktur keadaan transisi transisi jalur 5 berupa kompleks kelat antara Zn dengan kedua atom O dari asam asetat. Adapun struktur keadaan transisi resasetofenon adalah sebagai berikut. Gambar 4. 21 Struktur keadaan transisi jalur 5 62 Adapun usulan mekanisme jalur 5 yang diusulkan penulis adalah sebagai berikut (Gambar 4. 22). Cl O ** Zn Cl Cl HO OH HO H3C OH O H Zn O Cl OH H H H3C keadaan transisi 1 * ** Cl HO Cl OH + - O HO Zn + Cl OH - O OH H keadaan transisi 2 HO Cl OH H H3C Zn H3C intermediet OH CH3 O Gambar 4. 22 Mekanisme reaksi resasetofenon yang diusulkan Daniel 63