Sintesis Senyawa Flavonoid Teralkilasi dengan Metode Reaksi

advertisement
4 Pembahasan
4.1 Sintesis Resasetofenon
O
HO
OH
HO
H3C
OH
OH
ZnCl2
CH3
O
Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon
Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl2 terlebih dahulu. Katalis
ZnCl2 merupakan asam Lewis yang dapat membentuk kompleks dengan air. Dengan
pembentukan kompleks, ZnCl2 menjadi kehilangan fungsinya sebagai akseptor elektron
(dengan menyediakan orbital kosong) sehingga pada akhirnya perannya sebagai katalis
menjadi hilang. Oleh karena itu, ZnCl2 yang akan digunakan perlu dikeringkan terlebih
dahulu.
Dari hasil pengukuran spektroskopi UV, terdapat puncak serapan pada daerah 230 nm dan
275 nm. Ketika penambahan reagen geser NaOH, terjadi pergeseran batokromik sebesar 55
nm (dari 275 nm menjadi 330 nm). Adanya pergeseran batokromik dengan penambahan
reagen geser NaOH menunjukkan bahwa adanya gugus hidroksi pada senyawa yang diukur.
Selanjutnya pada penambahan reagen geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 27
nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus orto hidroksi terhadap gugus karbonil. Pada
penambahan HCl tidak terjadi perubahan puncak yang mengalami pergeseran dari daerah
275 nm ke 302 nm tidak mengalami perubahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompleks
yang terbentuk antara reagen geser AlCl3 dengan resasetofenon bersifat yang stabil (Gambar
4. 2).
Gambar 4. 2 Spektrum UV resasetofenon
(a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl
Pada pengukuran spektrum inframerah (IR), senyawa resasetofenon yang dihasilkan
menunjukkan adanya puncak-puncak yang khas yang menandakan adanya gugus fungsi
tertentu. Serapan pada bilangan gelombang 3300 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH,
serapan pada 3005 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur =C-H aromatik, serapan pada
2997 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik, serapan pada 1622 cm-1
menunjukkan adanya gugus C=0, serapan pada 1606 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C,
dan serapan pada 839 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus =C-H aromatik
(Gambar 4. 3).
105
%T
90
75
-15
4000
4500
Res Asetofenon
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
727.16
707.88
667.37
603.72
559.36
839.03
950.91
786.96
983.70
1064.71
1328.95
1280.73
1205.51
1186.22
1139.93
1375.25
0
1606.70
3300.20
15
1419.61
1496.76
1519.91
30
1440.83
45
1024.20
3035.96
2997.38
2924.09
60
1000
750
500
1/cm
Gambar 4. 3 Spektrum IR resasetofenon
46
Spektrum 1H NMR menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton pada daerah alifatik dan
daerah aromatik. Sinyal singlet pada geseran kimia δ 12,7 ppm menunjukkan adanya proton
pada gugus hidroksi yang terkelasi. Sinyal ini merupakan sinyal proton dari gugus OH pada
posisi orto terhadap gugus asetil. Kemudian sinyal singlet pada geseran kimia δ 9,5 ppm
menunjukkan adanya proton pada gugus OH posisi para terhadap gugus asetil.
Selanjutnya terdapat sinyal proton untuk sistem aromatik ABX: sinyal proton pada geseran
kimia δ 7,7 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 9,15 Hz menunjukkan
sinyal proton pada posisi 6 (Gambar 4. 4), sinyal proton pada geseran kimia δ 6,4 ppm
dengan multiplisitas double doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz dan 9,15 Hz menunjukkan
sinyal proton pada posisi 5, sinyal proton pada geseran kimia 6,3 ppm dengan multiplisitas
doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 3.
Gambar 4. 4 Spektrum 1H NMR resasetofenon
Hasil sintesis resasetofenon dari resorsinol dan asam asetat dengan bantuan katalis ZnCl2
diperoleh kristal berwarna orange dengan rendemen 38,3%. Kristal yang diperoleh diukur
titik lelehnya. Hasil pengukuran titik leleh diperoleh resasetofenon meleleh pada suhu 1431450C. Data literatur menunjukkan bahwa data titik leleh resasetofenon sebesar 142-1440C
(Cooper, 1955).
47
4.2 Reaksi Benzoilasi Resasetofenon
Pada reaksi resasetofenon dengan benzoil klorida dengan katalis piridin dihasilkan tiga
fraksi utama, yaitu fraksi A, fraksi B, dan fraksi C. Ada tiga kemungkinan produk reaksi
yang dihasilkan (Gambar 4. 5)
Gambar 4. 5 Kemungkinan produk reaksi benzoilasi resasetofenon
(1) terbenzoilasi pada posisi orto, (2) terbenzoilasi posisi para, (3) terbenzoilasi pada
posisi orto dan para
Hasil pengukuran spektrum UV fraksi A, menunjukkan adanya serapan pada daerah 231 nm
dan 318 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH terjadi pergeseran batokromik sebesar 13
nm. Hal ini menunjukkan pada fraksi A terdapat gugus hidroksi. Pada penambahan reagen
geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 50 nm, ketika ditambahkan reagen geser
HCl tidak terjadi perubahan (
Gambar 4. 6). Hal ini menunjukkan adanya gugus karbonil
dan hidroksi yang berdekatan. Dari hasil pengukuran spektrum UV, fraksi A diduga
merupakan senyawa 2. Tetapi karena keterbatasan jumlah sampel fraksi A tidak dilakukan
pengukuran data spektroskopi lainnya.
48
Gambar 4. 6 Spektrum UV fraksi A
(a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl
Hasil pengukuran spektrum UV fraksi B, menunjukkan adanya serapan pada daerah 257 nm
dan 318 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH terjadi pergeseran batokromik sebesar 16
nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi pada fraksi B. Pada penambahan reagen
geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 50 nm dan ketika ditambahkan reagen
geser HCl tidak berubah. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi dan gugus karbonil
yang berdekatan (Gambar 4. 7).
Gambar 4. 7 Spektrum UV fraksi B
(a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl
Pada pengukuran spektrum IR, fraksi B menunjukkan adanya puncak-puncak yang khas
yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu. Serapan pada bilangan gelombang 3450
cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, serapan pada 3005 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
ulur =C-H aromatik, serapan pada 2997 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik,
serapan pada 1739 cm-1 menunjukkan adanya C=O terkonjugasi, serapan pada 1641 cm-1
menunjukkan adanya gugus C=0, serapan pada 1597 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C,
dan serapan pada 827 cm-1 menunjukkan adanya gugus =C-H aromatik.
49
100
%T
1739.79
1641.42
636.51
759.95
947.05
875.68
827.46
678.94
796.60
1078.21
1068.56
979.84
453 27
40
30
700.16
50
1242.16
1163.08
1132.21
1597.06
1581.63
1498.69
60
1049.28
1022.27
1450.47
1419.61
1375.25
1363.67
70
3450.65
80
1325.10
1296.16
90
20
4500
4000
3500
Daniel Hasil Benzoilasi
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500
1/cm
Gambar 4. 8 Spektrum IR fraksi B
Spektrum 1H NMR fraksi B menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton daerah alifatik dan
daerah aromatik. Sinyal singlet pada geseran kimia δ 12,5 ppm menunjukkan adanya proton
yang terkelasi (posisi 2) (Gambar 4. 9). Untuk sinyal proton cincin B ditunjukkan dengan:
sinyal proton pada daerah geseran kimia 8,2 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta
kopling 6,75 Hz menunjukkan sinyal proton posisi 8, sinyal proton pada daerah geseran
kimia 7,5 ppm dengan multiplisitas triplet dan konstanta kopling 7,35 Hz & 7,95 Hz
menunjukkan sinyal proton posisi 9, sedangkan sinyal proton pada daerah geseran kimia 7,6
ppm dengan multiplisitas triplet dan konstanta kopling 7,35 Hz & 7,95 Hz menunjukkan
sinyal proton posisi 10.
Untuk sinyal proton aromatik sistem ABX (cincin A) ditunjukkan dengan: sinyal proton
pada daerah geseran kimia 7,8 ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 8,55
Hz menunjukkan sinyal proton pada posisi 6, sinyal proton pada daerah geseran kimia 6,8
ppm dengan multiplisitas doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz menunjukkan sinyal proton
pada posisi 3, sedangkan sinyal proton pada daerah geseran kimia 6,8 ppm dengan
multiplisitas double doblet dan konstanta kopling 2,45 Hz & 8,55 Hz menunjukkan sinyal
proton posisi 5.
50
Gambar 4. 9 Spektrum 1H NMR fraksi B
Spektrum
13
C-NMR pada geseran kimia 203,5 ppm dan 164,2 ppm menunjukkan sinyal
karbon karbonil pada posisi 11 dan 13. Sinyal pada geseran kimia 163,9 ppm dan 156,9
ppm, 112,9 ppm, 111,2 ppm berturut-turut menunjukkan sinyal karbon pada posisi 10, 5, 4,
dan 3. Sinyal karbon pada cincin B yang simetri ditunjukkan dengan sinyal pada geseran
kimia 130,2 ppm, 128,8 ppm yang menunjukkan sinyal karbon pada posisi 8 dan 9. Sinyal
pada geseran kimia 26,6 ppm menunjukkan sinyal karbon metil pada posisi 12. Rendemen
dari fraksi B diperoleh sebesar 14,81%.
51
Gambar 4. 10 Spektrum 13C-NMR fraksi B
Hasil pengukuran spektrum UV fraksi C, menunjukkan adanya serapan pada daerah 222 nm.
Pada penambahan reagen geser NaOH timbul puncak baru pada daerah 328 nm yang
merupakan hasil pergeseran batokromik dari puncak sekitar 318 nm yang tidak muncul. Hal
ini menunjukkan adanya gugus hidroksi pada fraksi C. Pada penambahan reagen geser AlCl3
tidak terjadi pergeseran batokromik. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam fraksi C tidak
mempunyai gugus karbonil dan hidroksi yang berdekatan.
Gambar 4. 11 Spektrum UV fraksi C
(a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl
Dari hasil pengukuran spektrum UV diduga fraksi C merupakan senyawa 1 (Gambar 4. 5).
52
4.3 Penjelasan produk hasil reaksi benzoilasi
Hasil reaksi benzoilasi menunjukkan bahwa benzoilasi resasetofenon pada posisi para
merupakan produk utama, sedangkan produk benzoilasi posisi orto merupakan produk
samping. Hal ini merupakan hasil yang tidak diharapkan karena gugus benzoil diharapkan
dapat memasuki posisi orto. Untuk menjelaskan fenomena ini dilakukan studi komputasi.
Dalam studi komputasi dengan metode ab initio dilakukan peramalan struktur geometri dan
energetika. Peramalan struktur geometri dilakukan untuk mencari konformasi resasetofenon
yang paling disukai untuk resasetofenon. Sedangkan studi energetika dilakukan perhitungan
untuk meramalkan produk mana yang lebih disukai secara termodinamika.
Pada peramalan struktur geometri resasetofenon dibuat kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi (Gambar 4. 12 a). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kemungkinan
konformasi 9 (Gambar 4. 12 b), dimana terdapat ikatan hidrogen antara H yang terikat pada
gugus hidroksi dengan atom O pada gugus karbonil. Adanya ikatan hidrogen ini,
menyebabkan masuknya gugus benzoil pada posisi orto menjadi lebih sulit dibanding pada
posisi para yang relatif lebih bebas.
53
Gambar 4. 12 Kemungkinan konformasi resasetofenon
(a) nomor 1 sampai 12 merupakan kemungkinan konformasi resasetofenon, (b) konformasi
resasetofenon paling stabil
Pada studi energetika secara komputasi, dilakukan perbandingan energi produk benzoilasi
posisi orto dengan produk benzoilasi posisi para. Hasil perhitungan ab initio dengan metode
UHF/6-311G**//MP2/6-311G** menunjukkan bahwa produk benzoilasi posisi para lebih
stabil secara termodinamika sebesar 31,26 kJ/mol dibanding produk orto (Gambar 4. 13).
Energi pengaktifan benzoilasi posisi orto dan para dapat diprediksikan secara teoretis
menggunakan intuisi kimia. Secara intuisi kimia, dengan adanya ikatan hidrogen pada posisi
orto dapat diduga bahwa energi pengaktifan benzoilasi posisi orto akan lebih besar dibanding
energi pengaktifan benzoilasi posisi para.
Data energi pengaktifan dan kestabilan termodinamika dapat digunakan untuk meramalkan
produk kinetik dan produk termodinamika yang akan terbentuk. Dengan melihat data hasil
perhitungan pada kasus ini, akan dihasilkan produk-produk kinetik dan produk
54
termodinamika yang sama yaitu produk benzoilasi posisi para. Karena energi pengaktifan
benzoilasi posisi para lebih rendah dibanding posisi orto, pengontrolan kinetik produk orto
melalui pengaturan suhu akan menjadi tidak efektif disebabkan produk orto yang dihasilkan
cenderung mempunyai energi yang lebih tinggi dibanding produk para. Keadaan produk orto
yang memiliki energi tinggi akan mencari penstabilan dengan mencari keadaan yang
memiliki energi yang lebih rendah yaitu produk posisi para.
Gambar 4. 13 Studi energetika produk benzoilasi dengan metode UHF/6-311G**//MP26311G**
4.4 Sintesis senyawa 1,3-diketon
Gambar 4. 14 Kemungkian produk 1,3-diketon yang terbentuk
(1) senyawa 1,3-diketon yang terbenzoilasi pada posisi para, (2) senyawa 1,3-diketon, (3)
senyawa flavonoid terbenzoilasi pada posisi 3, (4) senyawa flavonoid terbenzoilasi pada
posisi 3 dan 7
55
Dari hasil reaksi resasetofenon dan benzoil klorida dengan bantuan katalis piridin, empat
fraksi yaitu fraksi A’, B’, C’, dan D’. Tetapi hanya fraksi C’ yang dilakukan pengukuran
pengukuran lebih lanjut.
Hasil pengukuran spektrum UV fraksi C’, menunjukkan adanya serapan pada daerah 231 nm
dan 365 nm. Pada penambahan reagen geser NaOH terjadi pergeseran batokromik sebesar 10
nm dari 365 nm menjadi 375 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi pada fraksi
C’. Pada penambahan reagen geser AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 12 nm,
ketika ditambahkan reagen geser HCl tidak terjadi perubahan. Hal ini mengindikasikan
bahwa dalam fraksi C’ mempunyai gugus karbonil dan hidroksi yang berdekatan (Gambar 4.
15).
Gambar 4. 15 Spektrum UV fraksi C’
(a) penambahan reagen geser NaOH, (b) penambahan reagen geser AlCl3 dan HCl
Pada pengukuran spektrum IR, fraksi C’ menunjukkan adanya puncak-puncak yang khas
yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu. Serapan pada bilangan gelombang 3448
cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, serapan pada 3005 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
ulur =C-H aromatik, serapan pada 2922 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik,
serapan pada 1741 cm-1 menunjukkan adanya C=O terkonjugasi, serapan pada 1625 cm-1
menunjukkan adanya gugus C=0, serapan pada 1589 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C,
dan serapan pada 875 cm-1 menunjukkan adanya gugus =C-H aromatik (Gambar 4. 16).
56
100
%T
95
1001.06
968.27
921.97
754.17
734.88
60
875.68
800.46
65
1082.07
70
1064.71
1043.49
1022.27
75
1166.93
80
1454.33
1429.25
1409.96
1365.60
1336.67
1315.45
1296.16
3448.72
85
2922.16
90
1625.99
1589.34
40
35
30
1741.72
25
775.38
45
1139.93
50
1257.59
1240.23
1207.44
1498.69
55
20
15
10
4200
3800
Daniel 1 Flavonoid
3400
3000
2600
2200
1900
1700
1500
1300
1100
900 800 700 600 500
1/cm
Gambar 4. 16 Spektrum IR fraksi C’
Spektrum 1H-NMR fraksi C’ menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton pada daerah
aromatik. Sinyal singlet pada daerah geseran kimia δ 15,4 ppm menunjukkan sinyal proton
pada gugus OH terkelasi posisi β, sinyal singlet pada daerah geseran kimia δ 12,3 ppm
menunjukkan sinyal proton pada gugus OH terkelasi pada posisi 2. Untuk sinyal proton
cincin aromatik simetri (cincin B) ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geser
kimia δ 6,2 ppm (2H, d, J=7,35Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 2’’, sedangkan
sinyal multiplet pada posisi 3’’, 4’’ berada pada daerah geseran kimia sekitar 7,5 ppm.
Untuk sinyal proton cincin aromatik simetri (cincin C) ditunjukkan dengan: sinyal proton
pada daerah geseran kimia δ 7,9 ppm (2H, d, J= 7,35 Hz) menunjukkan sinyal proton posisi
6’, sinyal proton pada daerah geseran kimia δ 7,6 ppm (1H, t, J=7,35 Hz & 6,10 Hz)
menunjukkan sinyal proton pada posisi 3’, sedangkan sinyal proton posisi 4’ berada pada
daerah geseran kimia δ 7,5 ppm dengan multiplisitas multiplet. Untuk sinyal proton cincin
aromatik sistem ABX (cincin A) ditunjukkan dengan: sinyal proton pada daerah geseran
kimia δ 7,8 ppm (1H, d, J=9,20 Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 6, sinyal proton
pada daerah geseran kimia δ 6,9 ppm (1H, d, J=2,45 Hz) menunjukkan sinyal proton pada
posisi 3, sedangkan sinyal proton pada daerah geseran kimia 6, 8 ppm (1H, dd, J=2,45 Hz &
8,55 Hz) menunjukkan sinyal proton pada posisi 5. Sinyal proton pada daerah geseran kimia
δ 6,8 ppm (1H, s) menunjukkan sinyal proton pada posisi β.
57
Gambar 4. 17 Spektrum 1H NMR fraksi C’
Pada spektrum
13
C-NMR, terdapat sinyal karbon metilen, metin, dan C kuarterner. Sinyal
karbon pada daerah geseran kimia δ 181,3 ppm, 177,5 ppm, 164,3 ppm merupakan sinyal
karbon karbonil C=O pada posisi 1’’’, β, dan 2’’’. Sinyal karbon pada geseran kimia 163,9
ppm, 156,7 ppm menunjukkan sinyal karbon oksiaril pada posisi 2 dan 4. Sinyal karbon pada
geseran kimia 130,2 ppm, 128,6 ppm, 116,9 ppm menunjukkan sinyal karbon pada posisi 1’,
1, dan 1’’. Sinyal karbon pada geseran kimia 128,8 ppm, 128,6 ppm (2C), dan 126,8 ppm
menunjukkan sinyal karbon simetri pada posisi 6’’, 2’, dan 5’’ & 3’ yang overlap. Sinyal
karbon pada geseran kimia 130,2 ppm, 128,8 ppm, 113,5 ppm, 111,6 ppm, dan 90,2 ppm
menunjukkan sinyal karbon pada posisi 4’’, 4’, 6, 5’, dan 3. Sedangkan sinyal karbon pada
geseran kimia 30,9 ppm menunjukkan sinyal karbon pada posisi α (Gambar 4. 18).
58
Gambar 4. 18 Spektrum 13C-NMR fraksi C’
4.5 Peramalan kereaktifan substrat secara komputasi
Dari penelusuran literatur, untuk sintesis resasetofenon dapat digunakan pereaksi resorsinol
yang direaksikan dengan asetil klorida, anhidrida asetat, dan asam asetat. Untuk mengetahui
ketiga sumber gugus asetil tersebut, dapat dilakukan perhitungan untuk meramalkan
kereaktifan substrat yang akan digunakan. Hal perhitungan ab initio dengan metode UHF/6311G**//MP2/6-311G** diperoleh selisih HOMO LUMO resorsinol dengan asetil klorida,
anhidrida asetat, dan asam asetat berturut turut: 12,09 eV, 12,44 eV, dan 12,5 eV (Gambar 4.
19).
59
Gambar 4. 19 Perhitungan HOMO LUMO dengan metode UHF/6-311G**//MP2/6-311G**
Menurut postulat Fukui (Fukui, 1971), dalam reaksi kimia, penstabilan keadaan transisi
berhubungan dengan tingkat energi HOMO LUMO antara pereaksi yang satu dengan
pereaksi yang lain. Jika selisih HOMO dan LUMO nya relatif rendah maka reaksi akan
cenderung lebih mudah berlangsung karena reaksi tersebut akan memiliki energi pengaktifan
yang relatif rendah. Sebaliknya jika selisih energi HOMO LUMO nya relatif tinggi maka
reaksi akan cenderung berlangsung lebih sukar karena reaksi tersebut akan memiliki energi
pengaktifan yang relatif tinggi. Dengan demikian, data perhitungan energi HOMO LUMO
dapat digunakan lebih lanjut untuk peramalan kereaktifan dan efektifitas katalisis. Dari data
perhitungan terlihat bahwa kereaktifan asetil klorida lebih baik dibanding anhidrida asetat
dan asam asetat, sedangkan kereaktifan anhidrida asam asetat akan lebih baik dibanding
kereaktifan asam asetat. Hasil perhitungan ini ternyata menunjukkan hasil yang memuaskan
karena peramalan ini bersesuaian dengan pengamatan empiris.
4.6 Peramalan mekanisme reaksi resasetofenon
Pada penelitian ini dilakukan juga peramalan mekanisme reaksi pembentukan resasetofenon
dari resorsinol. Pada peramalan ini, penulis mengajukan tujuh jalur mekanisme. Peramalan
mekanisme ini, dilakukan menggunakan perhitungan ab initio dengan metode UHF/6311G**//MP2/6-311G** (Gambar 4. 20).
60
Dari hasil perhitungan, diperoleh bahwa jalur 5 merupakan jalur yang paling mungkin yang
diusulkan penulis. Hasil perhitungan jalur ini memiliki energi pengaktifan sebesar 17,09
kJ/mol yang merupakan jalur dengan energi pengaktifan paling kecil, sehingga dapat
diusulkan jalur ini merupakan jalur paling mungkin dalam pembentukan resasetofenon.
Tabel 4. 1 Hasil Perhitungan Energi Pengaktifan Jalur Mekanisme
∆ H (kJ/mol)
Jalur
291,0611617
9
Jalur 7_K1
98,20279549
Jalur 2_K1_2
236,6617917
10
Jalur 4_8_K1
78.17347798
3
Jalur 2_K2_2
229,0836221
11
TS_DA_K2_2
216,5683574
4
Jalur 3_K1
1003,664534
12
TS_DA_K3_2
202,1829868
5
Jalur 3_K2
1003,664534
13
TS_DA_K4_1
230,4388842
6
Jalur 4_K7
68,97623818
14
TS_DA_K4_2
216,5686199
7
Jalur 5_K3_2
17,11780398
15
TS_DA_K5_1
270,311407
TS_DA_K6_2
206,6026548
Jalur
1
TS_TanpaKatalis
2
Ket.
∆ H (kJ/mol)
No
No
Menuju
8
Jalur 6_K1
17,09653743
Jalur5
Ket.
16
K singkatan dari kemungkinan, DA singkatan dari dengan asetil klorida
61
Gambar 4. 20 Kemungkinan mekanisme yang diusulkan
Nomor 1 sampai 7 menunjukkan kemungkinan jalur reaksi yang ditempuh
Struktur keadaan transisi transisi jalur 5 berupa kompleks kelat antara Zn dengan kedua atom
O dari asam asetat. Adapun struktur keadaan transisi resasetofenon adalah sebagai berikut.
Gambar 4. 21 Struktur keadaan transisi jalur 5
62
Adapun usulan mekanisme jalur 5 yang diusulkan penulis adalah sebagai berikut (Gambar 4.
22).
Cl
O
**
Zn
Cl
Cl
HO
OH
HO
H3C
OH
O
H
Zn
O
Cl
OH
H
H
H3C
keadaan transisi 1
*
**
Cl
HO
Cl
OH
+
-
O
HO
Zn
+
Cl
OH
-
O
OH
H
keadaan transisi 2
HO
Cl
OH
H
H3C
Zn
H3C
intermediet
OH
CH3
O
Gambar 4. 22 Mekanisme reaksi resasetofenon yang diusulkan Daniel
63
Download