pengaruh dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) secara ekonomi merupakan tanaman
kacang-kacangan yang menduduki urutan kedua setelah kedelai, sehingga
berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan
peluang pasar dalam negeri yang cukup besar. Biji kacang tanah dapat digunakan
langsung untuk pangan dalam bentuk sayur, digoreng atau direbus, dan sebagai
bahan baku industri seperti keju, sabun dan minyak, serta brangkasannya untuk
pakan ternak dan pupuk (Marzuki, 2007).
Hasil tanaman kacang tanah di Indonesia tergolong rendah, karena masih
berada di bawah potensi produksi. Hasil kacang tanah lokal baru mencapai
1,45 t ha-1, lebih rendah dibanding dengan potensi hasil varietas unggul seperti;
varietas
Panter
dan
Singa
yang
dapat
mencapai
hasil
4,5
t
ha-1
(Adisarwanto, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa hasil tanaman kacang tanah
masih dapat ditingkatkan, walaupun saat ini tersedia beberapa varietas unggul
namun belum banyak diketahui oleh petani, dan petani lebih mudah memasarkan
varietas lokal yang mempunyai bentuk biji dan polong yang disukai oleh
konsumen serta mempunyai keunggulan spesifik lainnya seperti ketahanan
terhadap penyakit layu (Adisarwanto, 2000). Sumarno dkk. (1989) menyatakan
bahwa 66 % kacang tanah di Indonesia ditanam di lahan kering dengan rentang
hasil antara 0,5 hingga 1,5 t ha-1. Nugrahaeni dan Kasno (1992) juga menyatakan
1
2
bahwa kacang tanah sebagian besar 66 % dihasilkan di lahan kering dan sisanya
34% dihasilkan di lahan basah. Hasil kacang tanah di lahan kering masih jauh
lebih rendah, hanya 2 t ha-1 dibandingkan dengan hasil kacang tanah di lahan
basah yang dapat mencapai 4,5 t ha-1 (BPPP, 1999). Produktivitas lahan dan
produksi tanaman di lahan kering masih rendah karena sebagian besar lahan
kering mempunyai tingkat kesuburan rendah dan sumber air terbatas hanya
tergantung pada curah hujan yang distribusinya tidak dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan tanaman (Andrianto dan Indarto, 2004).
Hasil tanaman ditentukan oleh ketersediaan unsur hara baik unsur hara
makro seperti; C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S serta unsur hara mikro seperti;
Fe, Zn, Co, Mn, Mo, Bo, dan Cl (Gardner, dkk. 1991). Cekaman kekeringan
menjadi kendala produksi tanaman kacang tanah yang kebanyakan ditanam di
lahan kering. Cekaman kekeringan juga menyebabkan tanaman memperlihatkan
gejala defisiensi hara karena penyerapan hara terhambat. Cekaman kekeringan
merupakan kendala bagi peningkatan produksi tanaman di lahan kering.
Pertumbuhan tanaman dapat terhambat bila unsur hara kurang tersedia.
BOA (2008) melaporkan bahwa penggunaan bahan organik tidak hanya
menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi
yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi
akar dan memperbaiki kapasitas menahan air. Munip dkk. (1999) juga
menyatakan bahwa kekurangan air selama fase-fase pertumbuhan kacang tanah
pada stadia pembentukan hingga pengisian polong dapat menyebabkan penurunan
3
hasil yang cukup besar. Salah satu strategi mengatasi masalah ini adalah dengan
menggunakan pupuk kascing dan bio-urin sapi.
Di Kabupaten Klungkung, Kecamatan Dawan, Desa Pesinggahan, Dusun
Sukahati yang dikenal dengan daerah Bukit Tengah dengan ketinggian ± 200 m di
atas permukaan laut (dpl.) memiliki tingkat kesuburan lahan rendah dan
merupakan faktor pembatas utama dalam proses produksi kacang tanah. Kacang
tanah yang dikembangkan disamping hasil berupa biji juga brangkasannya
digunakan sebagai makanan ternak karena sebagian besar petani disana
memelihara ternak sapi. Brangkasan diberikan ada yang dalam keadaan masih
segar, dan sisanya dikeringkan kemudian disimpan untuk cadangan makanan
ternak dimusim kemarau (hasil wawancara).
Rendahnya kesuburan lahan tidak diimbangi dengan pemupukan yang
optimum oleh petani. Petani umumnya memupuk tanaman kacang tanah
menggunakan urea saja dalam dosis yang tidak tepat dan menggunakan kotoran
sapi kemudian disebar seadanya pada saat pengolahan tanah, tanpa adanya upaya
fermentasi kotoran sapi sebelumnya sedangkan urin sapi belum dimanfaatkan.
Marzuki, (2007) menyatakan bahwa kacang tanah termasuk tanaman
leguminosae yang mampu mengikat nitrogen dari udara. Kemampuannya
mengikat nitrogen baru dimiliki pada umur 15-20 hari setelah tanam. Pupuk
nitrogen tetap diperlukan dengan dosis 15-20 kg N ha-1 pada awal pertumbuhan.
Jadi keperluan bio-urin untuk mencapai 20 N ha-1 adalah ± 5500 liter karena dari
hasil analisis bio-urin menunjukkan kandungan N adalah 0,36 % (Lampiran 3).
Potensi urin ternak sapi jantan dengan berat + 300 kg rata-rata menghasilkan
4
8 liter – 12 liter urin hari-1, sedangkan sapi induk dengan berat + 250 kg
menghasilkan 7,5 liter – 9 liter urin hari-1, sehingga per bulan satu ekor sapi jantan
dengan berat + 300 kg akan menghasilkan 240 liter – 360 liter urin dan satu ekor
sapi induk dengan berat + 250 kg menghasilkan 225 liter – 270 liter urin
(Adijaya, dkk. 2008) sedangkan Parwati, dkk. (2008) menyatakan seekor sapi
jantan dengan berat di atas 300 kg di daerah Kintamani rata-rata menghasilkan
urin 19,7 liter hari-1. Oleh karena itu kebutuhan bio-urin sapi 5.500 liter dapat
dipenuhi dengan memelihara ± 2 ekor sapi selama setahun.
Menambah ketersediaan unsur hara dengan menggunakan pupuk kascing
dapat mengatasi pengaruh kekurangan hara pada tanaman. Pupuk kascing
merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki kelebihan dari pupuk organik
lainnya karena pupuk kascing mempunyai C/N rasio rendah. Pupuk kascing
berperan dalam menambah unsur hara dan mempercepat ketersediaan unsur hara
bagi tanaman. Pupuk kascing dapat memperbaiki aerasi dan mengurangi
kepadatan tanah serta menambah bahan organik tanah (BOA, 2008).
Pupuk kandang dihasilkan oleh ternak. Selain menghasilkan pupuk
kandang padat ternak juga menghasilkan urin yang dapat dijadikan pupuk bagi
tanaman. Informasi tentang pemanfaatan urin ternak seperti halnya urin sapi
sebagai pupuk masih sangat terbatas, oleh karena itu penelitian tentang aspek
tersebut perlu dilakukan pada tanaman kacang tanah yang merupakan tanaman
yang banyak dikembangkan di daerah ini.
5
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pemberian pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah ?
2.
Apakah pupuk kascing dan bio-urin sapi menimbulkan interaksi sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah ?
3.
Berapakah dosis optimum pupuk kascing dan bio-urin sapi untuk
mendapatkan hasil kacang tanah yang maksimum?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui pengaruh pemberian pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.
2.
Mengetahui interaksi antara pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.
3.
Mengetahui dosis optimum pupuk kascing dan bio-urin sapi pada tanaman
kacang tanah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada petani tentang
pemanfaatan pupuk kascing dan bio-urin sapi untuk pemupukan tanaman
kacang tanah.
2.
Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya pemanfaatan pupuk kascing dan bio-urin sapi untuk
pemupukan tanaman kacang tanah di lahan kering.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kacang Tanah.
Sistematika kacang tanah adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi
: Angiospermae atau berbiji tertutup
Klas
: Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo
: Leguminales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Arachis
Spesies
: Arachis hypogaea L.; Arachis tuberosa Benth.; Arachis
guaramitica Chod & Hassl.; Arachis idiagoi Hochne.;
Arachis angustifolia (Chod & Hassl) Killip.; Arachis villosa
Benth.; Arachis prostrata Benth.; Arachis helodes Mart.;
Arachis
marganata
Garden.;
Arachis
namby
quarae
Hochne.; Arachis villoticarpa Hochne.; Arachis glabrata
Benth (Deputi IPTEK MIG Corp).
Manfaat kacang tanah bagi kehidupan manusia sudah dikenal oleh
masyarakat hampir seluruh dunia. Di Indonesia kacang tanah merupakan salah
satu sumber protein nabati yang cukup penting dalam menu makanan. Sebagai
bahan konsumsi kacang tanah diolah dalam berbagai bentuk makanan seperti
6
7
kue-kue, cemilan, atau hasil olahan lain. Di Indonesia kacang tanah memiliki
beberapa nama antara lain kacang cina, kacang brol, dan kacang brudal
(Andrianto dan Indarto, 2004).
Tanaman kacang tanah varietas lokal culik merupakan tipe tanaman tegak
dan umur panen antara 90-100 hst. Hasil kacang tanah ha-1 varietas Lokal Culik
tidak berbeda nyata pada hasil biji kadar air 10% dengan varietas Kelinci dan
varietas Domba yang masing-masing beratnya 2,77 t ha-1, 2,99 t ha-1 dan
2,75 t ha-1 (Sumadi, 2010). Kacang tanah dengan kandungan lemak dan protein
tinggi, dapat ditanam di sawah atau tegalan dan menghasilkan biji 1100 kg ha-1.
Kuantitas zat hara tanah yang diserap ha-1 meliputi: 15-20 kg N,
45 kg P2O5,
dan 50-60 kg K2O (Marzuki, 2007).
Sumarno (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan kacang tanah di lahan
kering sangat baik apabila ada hujan seminggu sekali diselingi dengan hari yang
cerah. Kekeringan yang berkepanjangan dapat menghambat pertumbuhan
vegetatif, pembungaan dan pengisian polong tanaman kacang tanah.
Kacang tanah tumbuh dengan baik jika ditanam di lahan ringan yang
cukup mengandung unsur hara, gembur dan pH 5,0 – 6,3, kacang tanah dapat
tumbuh pada ketinggian tempat 0-500 m di atas permukaan laut (dpl) dan curah
hujan waktu tanam selama dua bulan pertama yang baik ialah 150-250 mm/bulan
dan suhu udara antara 250C - 300C dengan penyinaran penuh (Marzuki, 2007).
8
2.2 Kebutuhan Hara pada Tanaman Kacang Tanah
Marzuki (2007) menyatakan bahwa pemupukan memegang peranan
penting dalam peningkatan produksi kacang tanah. Kebutuhan N 15-20 kg/ha,
P2O2 45 kg/ha dan K2O 50-60 kg/ha. Tanah yang kurang bahan organiknya
memerlukan bahan organik. Pengapuran diperlukan untuk tanah yang masam.
Andrianto dan Indarto (2004) menyatakan kebutuhan Ca mencapai sekitar
300-400 kg/ha yang berfungsi untuk pembentukan ginofor, sedangkan kebutuhan
N cukup 25-50 kg/ha dan untuk memenuhi kebutuhan N tersebut lewat
penambatan N di udara melalui mikroba rhizobium yang mencapai 75-80 % dan
Sutanto (2007) menyatakan rhizobium mampu mencukupi 80 % kebutuhan
nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10 % - 25 %.
BPTP (2009) melaporkan bahwa pada saat tanam, tanah harus cukup
lembab, jika tanah kering lakukan pengairan menjelang pengolahan tanah. Benih
ditugal dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm, dengan 1 biji lubang-1. Jarak tanam
teratur memberikan ruang tumbuh yang sama untuk setiap tanaman dan
memudahkan pemeliharaan.
Status nutrisi dalam jaringan tumbuhan dan pertumbuhan tanaman dapat
dideskripsikan sebagai (1) defisiensi, (2) peralihan, (3) cukup dan (4) beracun.
Konsentrasi kritis jaringan didefinisikan sebagai konsentrasi tepat di bawah
konsentrasi yang memberikan pertumbuhan optimum; tingkat konsentrasi
minimium jaringan adalah konsentrasi yang memberikan pertumbuhan mendekati
maksimum (Epstein dalam Gardner, dkk. 1991), respon hasil panen terhadap
penambahan kebanyakan nutrisi umumnya mengikuti hukum pengembalian yang
9
makin berkurang (the law of diminishing returns); penambahan tiap pupuk
menghasilkan peningkatan hasil panen yang secara progresif semakin mengecil,
yang akhirnya mencapai suatu asimtot (Gardner dkk., 1991).
Marzuki (2007) menyatakan tanaman yang kekurangan kalium tidak dapat
memanfaatkan air dan hara secara efisien, baik yang berasal dari tanah dan pupuk,
sedangkan tanah yang mengandung cukup kalium menghasilkan kacang tanah
yang berkualitas baik, polong tumbuh baik dan berisi penuh dimana kebutuhan
kalium (K2O) dapat diberikan pada waktu tanam (sebagai pupuk dasar) sebanyak
50-60 kg ha-1. Buckman dan Brady (1982) menyatakan kalium memberikan efek
keseimbangan, baik pada nitrogen maupun pada fosfor dan oleh karena itu penting
dalam pupuk campuran, kalium sangat penting untuk pembentukan pati dan
translokasi gula juga penting untuk perkembangan khlorofil. Kalium banyak
hilang oleh pelindian juga karena pengambilan oleh tanaman.
Truog dalam Gardner, dkk. (1991) menyatakan pH tanah merupakan
faktor utama yang mempengaruhi daya larut dan mempengaruhi ketersediaan
nutrisi tanaman, lebih lanjut dikatakan nutrisi lebih banyak tersedia dalam pH
antara 6,0 dan 7,0.
Aboulroos dan Nielsen dalam Gardner dkk. (1991) menemukan bahwa
pemupukan P meningkatkan hasil panen dan pengambilan P, tetapi juga sangat
meningkatkan panjang akar, kehalusan akar dan kerapatannya. Peningkatan
pengambilan P mungkin disebabkan karena adanya konsentrasi P yang lebih
tinggi dalam medium atau karena peningkatan panjang akar atau keduanya dan
10
Buckman dan Brady (1982) menyatakan pengangkutan P oleh tanaman
relatif kecil dan P jarang hilang karena pelindian.
N tersedia bagi tanaman dalam bentuk teroksidasi (NO3-) atau bentuk
tereduksi (NH4+). Ikatan dengan hidrogen, yang mereduksi N, dapat terbentuk
karena petir, oleh organisme penambat nitrogen, atau secara komersial dengan
proses Haber-Bosch (di bawah tekanan tinggi dihadapan sebuah katalis besi) N
merupakan bahan penting penyusun asam amino amida, nukleotida dan
nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan
karenanya untuk pertumbuhan. N itu bergerak dalam tubuh tanaman; N berpindah
ke jaringan muda sehingga defisiensi pertama kali tampak pada daun–daun yang
lebih tua. Defisiensi N mengganggu proses pertumbuhan, menyebabkan
kekerdilan,
menguning
dan
berkurang
hasil
panen
berat
keringnya
(Gardner dkk., 1991), disamping itu kelebihan N juga akan merugikan tanaman,
N dapat menghambat waktu masak, karena peningkatan pertumbuhan vegetatif
yang berlebihan melampaui waktu menjadi masak yang normal, dapat
melemahkan batang sehingga tanaman jadi rebah maka banyak daun yang
ternaungi proses fotosintesis terhambat bahkan respirasi meningkat sehingga
mempangaruhi hasil buah atau biji (Buckman dan Brady, 1982).
Pertanian sangat tergantung pada N yang dihasilkan oleh organisme yang
mampu menambat N2 untuk produksi tanaman. Bakteri Rhizobium yang
berhubungan dengan legume sebagai inangnya. Hubungan keduanya ini dapat
memfiksasi 100 kg ha-1 N per musim (Gardner, dkk., 1991). Pembentukan nodul
kacang tanah dipengaruhi oleh nutrisi tanah, kadar air tanah dan cahaya. Nutrisi
11
yang dibutuhkan dalam pembentukan nodul antara lain P, K, S, Ca, dan Mo. Suhu
yang menguntungkan bagi pembentukan jaringan bakteroid berkisar
antara
20oC – 30oC, dan kadar air tanah dalam kondisi kapasitas lapang. Pembentukan
nodul pada kacang-kacangan umumnya 21 hari setelah tanam, akan berkurang
jumlahnya pada keadaan ternaungi, sehingga terjadi penurunan fotosintesis
akhirnya menurunnya fotosintat. Nodul efektif ditandai oleh ukuran kira-kira
2 - 4 x 4 - 8 mm2 dan letaknya pada akar primer (Adjie dkk., 2006).
Nitrogen yang difiksasi oleh organisme leguminose dapat menuju ke tiga
arah. Pertama, ke arah tanaman inang; dalam hal ini tanaman inang mendapatkan
keuntungan dari simbiose. Kedua, ke arah masuk ke tanah, baik oleh ekskresi
maupun kemungkinan lebih besar oleh pelepasan kulit akar dan terutama
bintil-bintilnya. Ketiga kearah non leguminose yang tumbuh dalam gabungan
yang erat, sehingga leguminose setelah dipanen diangkut dan tidak dikembalikan
lagi akan menguras N dalam tanah (Buckman dan Brady, 1982). Stadia yang
kritis
2)
pada
tanaman
pembungaan,
kacang
3)
tanah
adalah
stadia
1)
perkecambahan,
pembentukan
polong
dan
4)
pengisian
biji
(Adisarwanto dkk., 1993).
2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kacang Tanah
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting
dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan
perkembangan berlangsung secara terus – menerus sepanjang daur hidup,
12
bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi
pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner dkk., 1991).
Faktor iklim mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Suhu,
cahaya dan curah hujan mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi sehingga
berimplikasi pada pertumbuhan dan perkembangbiakan kacang tanah, yang
berpengaruh pada komponen hasil. Intensitas cahaya yang rendah mengurangi
jumlah ginofor, jumlah polong dan berat polong (Andrianto dan Indarto, 2004).
Panjang, lebar dan luas daun umumnya meningkat kemudian berangsurangsur menurun ontogeni sampai ke suatu titik. Tipe dari profil ini merupakan
karakteristik banyak spesies (Gardner dkk.,1991). Hasil berat kering total
merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang
tersedia sepanjang musim pertumbuhan oleh tajuk tanaman. Organ tanaman yang
utama dan yang menyerap radiasi matahari ialah daun. Untuk memperoleh laju
pertumbuhan tanaman yang maksimum, harus terdapat cukup banyak daun dalam
tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh ke atas tajuk
tanaman. Agar diperoleh hasil panen yang tinggi, tanaman harus dapat
menghasilkan indeks luas daun yang cukup dengan cepat untuk menyerap
sebagian besar cahaya guna mencapai produksi berat kering maksimum, juga hasil
panen tanaman dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan berat kering total
yang dihasilkan atau dengan meningkatkan proporsi hasil panen ekonomis
(indeks panen) (Gardner dkk., 1991)..
Pertanian pada dasarnya merupakan sistem pemanfaatan energi matahari
melalui proses fotosintesis. Fotosintesis telah memasok energi untuk makanan dan
13
bahan bakar fosil yang memberikan tenaga untuk pembangkit tenaga listrik dan
banyak mesin lainnya. Untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya,
matahari merupakan satu-satunya sumber energi. Daun berfungsi sebagai organ
utama fotosintesis pada tumbuhan, umur daun mempengaruhi fotosintesis. Faktor
utama yang mempengaruhi laju penuaan pada daun adalah kandungan nutrisi
mineral daun. Masukan nutrisi mineral yang cukup memungkinkan daun muda
maupun tua memenuhi kebutuhan mereka. Namun, nutrisi yang terbatas lebih
sering didistribusikan ke daun yang muda, dan hal ini mengurangi laju fotosintesis
pada daun yang tua, bahkan nutrisi ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda
yang menyebabkan makin cepatnya proses penuaan pada daun-daun sebelah
bawah. Kalium dan besi dapat mengurangi fotosintesis pada daun-daun muda,
sedangkan
pada
daun-daun
tua
meningkatkan
fotosintesis.
Fotosintesis
mengakibatkan meningkatnya berat kering tanaman karena pengambilan CO2,
sedangkan respirasi menyebabkan pengeluaran CO2, dan mengurangi berat kering.
Daun yang muda memiliki laju asimilasi CO2 yang tinggi, dan mentranslokasikan
sejumlah besar hasil amilasi ke bagian tanaman yang lain. Sebaliknya, daun-daun
yang lebih tua pada dasar tajuk dan terlindung mempunyai laju asimilasi CO2
yang rendah dan memberikan lebih sedikit hasil asimilasi kepada bagian tanaman
yang lain (Gardner dkk., 1991).
2.4 Pupuk Kascing
Pupuk kascing atau bekas cacing yang berupa kotoran cacing tanah
merupakan pupuk organik yang kaya zat hara yang berguna untuk menyuburkan
14
tanaman (Palungkun, 1999). Hasil penelitian penggunaan pupuk kascing dengan
dosis 15 t ha-1 diperoleh hasil tanaman nilam yang maksimal dan dosis pupuk
kascing berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil
tanaman nilam, seluruhnya mencapai nilai tertinggi pada dosis pupuk kascing
15 t ha-1 (Yudiarsana, 2009).
Penggunaan pupuk kascing untuk meningkatkan hasil telah dilakukan
penelitian oleh Karnata (2000) di Desa Antapan, Baturiti pada tanaman kentang,
rata-rata berat total umbi segar kentang diperoleh pada pemupukan kascing
dengan dosis 5 t ha-1 yaitu 14,42 t ha-1 , sedangkan hasil penelitian Sukerta
(2004) di lahan kering Desa Lembongan, Jungutbatu, Nusa Lembongan pada
tanaman sawi, dengan menggunakan 25 t ha-1 , kascing mendapatkan hasil
tertinggi pada berat tanaman segar total sebesar 120,37 t ha-1 dibandingkan tanpa
kascing sebesar 61,81 t ha-1.
Sutanto (2002) menyatakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik,
kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Kompos mempunyai sifat drainase
dan aerasi yang baik, namun demikian kascing mempunyai kandungan unsur
hara yang tersedia untuk tanaman dan kemampuan sebagai penyangga (buffer)
pH tanah. Secara biologis keduanya mempunyai mikroba yang penting bagi
medium tumbuh bibit kakao. Mikroba yang terdapat pada kascing dapat
menghasilkan enzim-enzim (amilase, lipase, selulase dan chitinase). Kelebihan
kascing tersebut dan didukung pula dengan adanya kandungan hormon tumbuh
akan memberikan pengaruh yang lebih baik pada pertumbuhan bibit kakao.
Perlakuan jenis pupuk organik yang diberikan ke dalam tanah menyebabkan
15
N total dalam tanah berbeda, dimana N-total tanah tertinggi terlihat pada
perlakuan pemberian pupuk kascing, yaitu 0,41 %. Hal ini menunjukkan bahwa
pupuk kascing, memberikan hara N yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
jenis pupuk organik yang lainnya.
2.5 Bio-urin
Urin (air kencing) merupakan limbah yang dihasilkan oleh ternak
peliharaan seperti sapi, kambing atau babi. Sekarang ini limbah tersebut pada
umumnya masih belum banyak dimanfaatkan dan cenderung dianggap tidak
bernilai serta tidak jarang dianggap mencemari lingkungan karena menimbulkan
bau yang tidak sedap.
Terbatasnya penelitian tentang penggunaan urin ternak untuk pemupukan
tanaman menyebabkan urin ternak tidak banyak dimanfaatkan ditingkat petani,
berbeda
dengan
kotoran
padat
(pupuk
kandang)
yang
sudah
umum
pemanfaatannya. Adijaya, dkk. (2008) mendapatkan potensi urin ternak sapi
jantan dengan berat + 300 kg rata-rata menghasilkan 8 liter – 12 liter urin hari-1,
sedangkan sapi induk dengan berat + 250 kg menghasilkan 7,5 liter – 9 liter urin
hari-1, sehingga per bulan satu ekor sapi jantan dengan berat + 300 kg akan
menghasilkan 240 liter – 360 liter urin dan satu ekor sapi induk dengan berat
+ 250 kg menghasilkan 225 liter – 270 liter urin, sedangkan Parwati, dkk. (2008)
menyatakan seekor sapi jantan dengan berat diatas 300 kg di daerah Kintamani
rata-rata menghasilkan urin 19,7 liter hari-1.
16
Menurut Sutari (2010), aplikasi bio-urin berbeda dengan pupuk organik
padat. Bio-urin diaplikasikan pada tanaman setelah tanaman tumbuh, karena pada
saat masa pertumbuhan dan perkembangbiakkan tanaman banyak membutuhkan
nutrisi. Bio-urin langsung diserap oleh tanaman dan sebagian lagi masih
diuraikan. Karena bio-urin mudah menguap dan tercuci oleh air hujan. Nitrat yang
terbentuk akan hilang oleh faktor cuaca, seperti hujan dan sinar matahari. Bila
cuaca berawan dan udara lembab, kehilangan unsur N akan lebih kecil dibanding
kondisi cuaca panas, kering dan banyak angin. Sebelum diaplikasikan ke tanaman,
bio-urin perlu diencerkan terlebih dahulu agar terhindar dari plasmolisis.
Plasmolisis dapat menyebabkan tanaman layu dan mati. Cara pemberian bio-urin
adalah dengan cara disiramkan disekitar tanaman.
Hasil analisis kandungan hara yang dilakukan terhadap urin kambing
mendapatkan kandungan hara N (0,89 %), P (89 ppm), K (7.770 ppm) dan
C-organik (0,37 %) (Tim Prima Tani Busung Biu, 2006), sedangkan urin sapi
memiliki kandungan hara yang lebih rendah dengan kandungan hara N (0,36 %),
P2O5 (5,589 mg/L), K2O (975,0 mg/L), Ca (25,5 mg/L), dan C-organik (0,706 %).
Berdasarkan penelitian Sutari (2010), MOL gamal yang diidentifikasi memiliki
kandungan jamur aspergillus niger, Aspergillus fumgatus dan Candida sp. yang
berperan dalam pelarut fosfat. Bio-urin dengan mol gamal juga memiliki
kandungan hormon indol asetat acid (IAA) sebesar 1197,6 mg/L. Kandungan
IAA yang dimilikinya lebih tinggi dibandingkan dengan IAA yang terkandung
dalam urin sapi yang masih segar sebesar 704,26 mg/L. Sementara IAA dikenal
sebagai auksin utama pada tanaman. Auksin diperkirakan menggalakkan
17
terjadinya bengkokan pada rambut akar, yaitu prasyarat terjadinya infeksi
Rhizobium (Allen dalam Gardner dkk. 1991).
Pemanfaatan urin kambing pada tanaman bawang merah telah diuji dan
memberikan hasil yang tidak berbeda dibandingkan pemanfaatan pupuk kandang
sapi. Pemberian pupuk kimia yang dikombinasikan dengan urin kambing dosis
4000 liter ha-1 mampu memberikan hasil bawang merah 20,56 t ha-1 tetapi tidak
berbeda nyata dengan kombinasi pupuk kimia dengan pupuk kandang sapi dosis
10 t ha-1 yang menghasilkan 18,88 t ha-1 (Adijaya dkk., 2006).
Penelitian pemanfaatan urin sapi yang dilakukan pada rumput raja
menunjukkan bahwa urin sapi dosis 7500 liter ha-1, mampu meningkatkan
biomassa rumput raja pada panen pertama sebesar 90,18 %, dibandingkan tanpa
pemupukan. Pemupukan dengan 7500 liter ha-1 urin sapi memberikan biomassa
rumput raja 54,05 t ha-1 tidak berbeda dengan penggunaan 250 kg urea ha-1
dan 10 t kompos ha-1 yang menghasilkan biomassa masing-masing 56,33 t ha-1
dan 54,94 t ha-1, sedangkan kontrol (tanpa pemupukan) menghasilkan biomassa
28,42 t ha-1 (Adijaya dan Yasa, 2007).
Produktivitas jeruk siem di Desa Belanga, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli meningkat 74 % dibandingkan tanpa perlakuan urin sapi yaitu
dari rata-rata 25 kg pohon-1 menjadi 43,5 kg pohon-1, sedangkan grade yang
dihasilkan dengan perlakuan urin sapi yaitu 41,54 % grade A dan B sedangkan
grade C dan D sebesar 58,47 %. Grade yang dihasilkan dengan pemberian urin
sapi tersebut meningkat dibandingkan tanpa perlakuan yang menghasilkan 10 %
grade A dan B serta 90 % grade C dan D (Parwati dkk., 2008).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kacang tanah memiliki nilai ekonomi dan peluang pasar dalam negeri
yang cukup besar, bijinya bisa dikonsumsi dan sebagai bahan baku industri, serta
brangkasannya dapat digunakan pakan ternak dan pupuk. Manfaat kacang tanah
yang begitu besar belum diimbangi oleh peningkatan produksi. Hal tersebut
disebabkan kacang tanah yang ditanam pada lahan kering, kesuburan tanahnya
rendah karena jarang dilakukan pemupukan yang berimbang sehingga C–organik
dan N totalnya rendah. Hasil kacang tanah dapat ditingkatkan dengan pemupukan.
C–organik tanah dan N total yang rendah merupakan faktor pembatas
usahatani kacang tanah di lokasi penelitian. Nitrogen merupakan unsur makro
yang mutlak harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
N tersebut lewat fiksasi N di udara melalui mikroba rhizobium yang mencapai
75-80 % (Andrianto dan Indarto, 2004) dan Sutanto (2007) menyatakan rhizobium
mampu mencukupi 80 % kebutuhan nitrogen tanaman legume dan meningkatkan
produksi antara 10 % - 25 %. Namun Kemampuannya mengikat nitrogen baru
dimiliki pada umur 15-20 hari setelah tanam, sehingga pada saat tanam diperlukan
pupuk N sebagai starter. N berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman,
memberi warna hijau pada daun (klorofil) dan meningkatkan ukuran daun. Fungsi
lainnya adalah berperan dalam membentuk protein, lemak dan berbagai
persenyawaan organik lainnya. Nitrogen diperlukan 15 – 20 kg ha-1
18
19
(Marzuki, 2007). C-organik tanah berperan menyerap sinar matahari dan menjaga
tanah sehingga tanah menjadi hangat pada malam hari; kapasitas menahan air
tinggi; menjaga stabilitas struktur tanah; dapat terjadi pengkhelatan yaitu
membentuk komplek-komplek yang stabil dengan ion-ion Cu, Mn, Zn, Fe, Al
sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara mikro dan unsur-unsur
yang terikat seperti P yang terikat oleh Al dan Fe, dengan pembentukkan khelat
Fe dan Al digantikan dengan asam-asam organik maka P dapat dibebaskan;
sebagai penyangga yang cukup besar terhadap pH maupun unsur yang bersifat
toksik sehingga pH tetap stabil dan unsur toksik bisa dikurangi (BOA, 2008)
Secara biologi pupuk kascing dan pupuk bio-urin merupakan sumber
energi dan karbon bagi mikroorganisme tanah yang aktif dalam proses
dekomposisi oleh bakteri Rumino cocus dan Bacillus sp dan penambat N oleh
bakteri Rumino bacillus. Pupuk kascing bentuknya padat lebih lambat dapat
terserap oleh tanaman. Pemberian bio-urin sapi secara bertahap akan mampu
menambah ketersediaan hara khususnya nitrogen bagi tanaman kacang tanah.
Kontinuitas hara akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Selain itu pemberian bio-urin sapi diharapkan mampu memberikan lingkungan di
bawah tanah yang lebih baik dengan meningkatnya aktivitas mikroorganisme
tanah karena bio-urin sapi difermentasi dengan Azotobacter dan Rumino bacillus
yang
didalamnya
terkandung
bakteri
Rumino
cocus
dan
Bacillus
sp
(Adijaya, 2010).
Pemberian pupuk kascing dan bio-urin sapi dalam jumlah yang sesuai
akan mampu menyediakan unsur hara makro dan unsur hara mikro bagi tanaman,
20
selain itu juga memberikan pengaruh positif terhadap sifat fisik tanah; struktur
tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan daya pegang air (water holding
capacity).
Tanaman kacang tanah berbeda dengan tanaman kacang-kacangan lain.
Polong kacang tanah tumbuh dan berkembang dalam tanah, karena itu tanah harus
gembur. Pemberian pupuk kascing dan pupuk bio urin sapi akan mendukung
pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah dengan baik.
Kesuburan tanah rendah
(C-organik dan
N total rendah)
Pupuk
kascing
Fisik, kimia,
biologi tanah
Hasil
kacang tanah
rendah
Pemupukan
tidak tepat
Meningkatkan hasil
kacang tanah
Pupuk cair
Bio-urin
Meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan
kacang tanah
Fisik, kimia,
biologi tanah
Peningkatan hasil
kacang tanah
Gambar 3.1
Diagram Alur Kerangka Berpikir
3.2 Konsep
Pupuk kascing karena mengandung unsur hara yang tersedia untuk
tanaman, mempunyai sifat drainase dan aerasi yang baik juga didukung dengan
kandungan hormon tumbuh akan memberikan pengaruh yang lebih baik pada
pertumbuhan kacang tanah. Demikian juga bio-urin sapi dari hasil analisis
21
laboratorium mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman, dan juga
mengandung hormon IAA yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
kacang tanah (Sutari, 2010).
Pemupukan kacang tanah dengan bio-urin sapi akan mampu meningkatkan
C-organik tanah dan ketersediaan hara. Pupuk kascing walaupun dikatakan unsur
haranya langsung tersedia tetapi karena bentuknya padat tentunya lebih lambat
terserap oleh tanaman sedangkan bio-urin yang merupakan pupuk cair memiliki
sifat cepat tersedia dalam pelepasan hara, sehingga kombinasi keduanya akan
mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Pupuk kascing yang
dikombinasikan dengan penggunaan bio-urin sapi akan dapat memperluas
permukaan tanah sehingga daya simpan air lebih banyak dan tanah tidak cepat
keras yang dapat meningkatkan kemampuan ginofor menuju tanah untuk
berpeluang menjadi kacang tanah sehingga dapat meningkatkan hasil kacang
tanah.
Dosis pupuk kascing dan dosis bio-urin sapi yang akan diaplikasikan dapat
memberikan hasil yang maksimum karena pupuk kascing dan bio-urin sapi yang
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan unsur hara tanaman kacang tanah
terutama dari kebutuhan nitrogennya. Dengan semakin meningkatnya dosis pupuk
kascing dan bio-urin sapi yang diberikan akan menimbulkan semakin
meningkatnya hasil kacang tanah, namun pada saat-saat tertentu dengan
peningkatan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi hasil kacang tanah akan
menurun. Pada saat peningkatan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi baru akan
22
mengakibatkan penurunan hasil kacang tanah itu merupakan hasil kacang tanah
yang maksimum dengan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi yang optimum.
Peningkatan dosis pupuk kascing dan dosis bio-urin sapi akan
menyebakan kelebihan nitrogen (N). Nitrogen dapat menghambat waktu masak,
karena peningkatan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dapat melampaui
waktu masak yang normal, dapat melemahkan batang sehingga tanaman jadi
rebah. Peningkatan jumlah daun menyebabkan semakin banyak daun yang
ternaungi sehingga menghambat proses fotosintesis dan respirasi meningkat
sehingga mempengaruhi hasil biji kacang tanah.
3.3 Hipotesis Penelitian
1.
Pemberian
pupuk
kascing
dan
bio-urin
sapi
dapat
meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.
2.
Terdapat interaksi antara pupuk kascing dengan bio-urin sapi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.
3.
Diperoleh dosis optimum pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap hasil
tanaman kacang tanah.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL), dengan 3 kali ulangan. Perlakuan disusun secara
faktorial. Perlakuan yang diuji terdiri dari dua faktor yaitu :
1. Faktor dosis pupuk kascing (K) terdiri dari :
K0
=
0 t ha-1 ( 0 kg petak-1)
K1
=
7,5 t ha-1 ( 3,75 kg petak-1)
K2
=
15 t ha-1 ( 7,50 kg petak-1)
K3
=
22,5 t ha-1 ( 11,25 kg petak-1)
2. Faktor dosis bio-urin sapi (U) terdiri dari :
U0
=
0 l ha-1
( 0 l petak-1 )
U1
=
2.750 l ha-1
( 1,38 l petak-1 )
U2
=
5.500 l ha-1
( 2,75 l petak-1 )
U3
=
8.250 l ha-1
( 4,13 l petak-1 )
Percobaan terdiri atas 16 unit perlakuan kombinasi dan masing-masing
perlakuan diulang tiga kali sehingga diperlukan 48 petak percobaan.
23
24
4.2 Waktu dan Lokasi Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di lahan kering petani yang terletak di Dusun
Sukahati, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
Ketinggian tempat ± 200 m di atas permukaan laut (dpl) dan pada sore hari sering
berkabut. Curah hujan dan hari hujan selama percobaan 725 mm dan 61 hari
hujan. Percobaan dilaksanakan mulai tanggal 19 Desember 2010 sampai dengan
tanggal 26 Maret 2011. Hasil analisis tanah sebelum percobaan N total dan
C-organik rendah.
4.3 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih kacang tanah
varietas lokal culik diperoleh dari Dusun Munti Gunung, Desa Tianyar Barat,
Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, pupuk kascing sebanyak 270 kg
diperoleh dari produk Bali Organic Association (BOA) dan bio-urin sapi
sebanyak 99 liter diperoleh dari produk Simantri Desa Tusan, Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Alat-alat yang digunakan meliputi; bajak,
cangkul, sabit, ajir, ember plastik, alat siram (gembor), sekop, gelas ukur,
timbangan duduk, timbangan analitik, oven, meteran, penggaris, tali rafia,
kantung plastik, handcounter, alat tulis menulis, kamera digital.
25
4.4 Pelaksanaan Percobaan.
4.4.1
Persiapan lahan
Tanah dicangkul sebanyak dua kali sedalam ± 30 cm agar gembur,
kemudian dibagi menjadi tiga blok berdasarkan luas dan bentuk petakan arah
cahaya matahari dan aliran air hujan dan masing-masing blok dibagi lagi menjadi
16 petak percobaan dengan ukuran 2 m x 2,5 m. Tinggi guludan 25 cm, jarak
antar petak 30 cm dan jarak antar blok (ulangan) yang berada dalam satu petakan
50 cm sedangkan jarak dari blok dengan petakan yang berbeda ± 4 m. Denah tata
letak petak percobaan di lapangan dan tata letak petak percobaan pada
masing-masing ulangan disajikan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Pematang tingginya ± 3 meter
III
I
Jalan setapak
II
4m
Pematang tingginya ± 0,3 meter
U
S
Keterangan :
I, II, III = Ulangan
= Petak percobaan
Jarak antar ulangan II dengan ulangan I: 400 cm
Jarak antar ulangan I dengan III: 50 cm
Jarak antar petakan : 30 cm
Masing-masing petakan ukurannya 2 m x 2,5 m
Gambar 4.1
Denah Tata Letak Percobaan di Lapangan
26
K1
U2
K3
U3
K0
U0
K2
U2
K0
U1
K2
U3
K3
U2
K1
U3
K3
U2
K0
U2
K2
U1
K1
U1
K1
U1
K0
U0
K1
U3
K2
U3
K3
U0
K2
U0
K3
U1
K1
U0
K3
U1
K0
U3
K2
U0
K0
U2
K2
U1
K1
U3
K0
U2
K3
U2
K0
U1
K2
U0
K0
U0
K0
U3
K0
U1
K3
U0
K3
U3
K2
U2
K1
U0
K1
U2
K0
U3
K1
U2
K3
U1
K2
U3
K2
U1
K1
U1
K1
U0
III
50 cm
I
30 cm
II
I
K2
U2
K3
U0
K3
U3
Keterangan :
I, II, III
K0
K1
K2
K3
U0
U1
U2
U3
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Ulangan
0 t ha-1 pupuk kascing
7,5 t ha-1 pupuk kascing
15 t ha-1 pupuk kascing
22,5 t ha-1 pupuk kascing
0 l ha-1 bio-urin sapi
2.750 l ha-1 bio-urin sapi
5.500 l ha-1 bio-urin sapi
8.250 l ha-1 bio-urin sapi
Gambar 4.2
Tata Letak Petak Percobaan pada
Masing- masing Ulangan
27
4.4.2
Pemupukan
Pupuk kascing diberikan sekaligus pada masing-masing petak sesuai
dengan dosis yang diuji pada saat membuat petak percobaan sambil mencampur
dengan tanah sampai merata dalam masing-masing petakan. Bio-urin sapi
diberikan dengan dosis dan konsentrasi yang sesuai dengan perlakuan yang
dicobakan dan dengan volume air yang sama disiramkan secara merata pada
tanaman pada masing-masing petak percobaan, pada saat tanaman berumur
3 minggu setengah bagian dari dosis yang dicobakan, umur 6 dan 9 minggu
masing-masing seperempat dari dosis yang dicobakan, yang diaplikasikan pada
sore hari agar malam hari dapat embun untuk pencucian bio-urin sapi yang
nempel pada tanaman kacang tanah.
4.4.3
Penanaman
Penanaman dilakukan secara tugal pada kedalaman + 3 cm dengan jarak
tanam 30 cm x 15 cm sehingga terdapat 117 tanaman petak-1. Populasi tanaman
dalam percobaan 117 x 16 petak adalah sebanyak 1872 tanaman blok-1, dan
populasi tanaman dalam percobaan seluruhnya berjumlah 5616 tanaman, populasi
tanaman dalam satu hektar 222.222 tanaman ha-1. Benih dimasukan ke dalam
lubang tanam sebanyak 1-2 biji lubang-1 dan setelah tumbuh akan diperjarang
dengan mempertahankan 1 tanaman lubang-1. Tata letak tanaman dalam petak
percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
28
2m
x
2,5 m
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x x x
x
x x x
A
x
x
x
x
x
x
x
x
B
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x x x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x x x
x
x x x
10 cm
D
x
x
x
x
x
x
x
C
x x
x
xx
x
x
x
x
x
x x
x
x xx x
x
x
x
x
x
x
x
x x
x
x x x
x
x
x
x
x
x xx
x
x x
x x x
x
x
x
x
x
x
x
x x
x x x
x
30 cm
15 cm
5 cm
Keterangan :
Luas petak = 2 m x 2,5 m = 5 m2.
Jarak tanam = 30 cm x 15 cm (tanaman: 222.222 ha-1 ).
x
= Tanaman kacang tanah ( 1 tanaman lubang -1).
x
= Tanaman sampel.
=
Sampel destruktif.
x
A
B
= Petak ubinan (Ukuran ubinan 0,9 m x 1,05 m 0,945 m2
C
(populasi : 21 tanaman)
D
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
xGambar
x x4.3 x x x
Tata Letak Tanaman dalam Petak Percobaan
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
C
0,050 m
D
29
4.4.4 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penjarangan, penyiangan,
pembumbunan serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan
dengan menggunakan bibit kacang tanah yang telah ditanam bersamaan pada
media dalam polybag. Setelah tanaman tumbuh perlu dilakukan penjarangan
dengan menyisakan 1 tanaman lubang-1 sehingga pertumbuhannya baik dan
merata. Penjarangan dilakukan dua minggu setelah tanam, dengan tujuan agar
populasi tanaman dalam petak tetap. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan
bersamaan setelah tanaman berumur dua minggu dengan tujuan untuk
menghilangkan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dan membuat tanah
gembur sehingga memudahkan ginofor masuk ke dalam tanah. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara mekanis untuk serangan ulat penggulung
daun.
4.4.5 Panen
Panen kacang tanah dilakukan dengan kriteria dimana 75 % dari
daun-daun tanaman menguning dan polong sudah tua. Tanda-tanda polong siap
panen adalah berwarna coklat dan keras dan bila dibuka biji telah berisi penuh dan
kulit biji sudah kelihatan tipis berwarna hitam (Marzuki, 2007).
4.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap variabel pertumbuhan, komponen hasil
dan hasil serta variabel lain. Pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dan
30
komponen hasil tanaman kacang tanah dilakukan pada 5 tanaman sampel pada
masing-masing petak dan 6 tanaman sampel destruktif di luar ubinan, sedangkan
untuk variabel hasil tanaman kacang tanah pengamatan dilakukan pada ubinan.
4.5.1
Variabel pertumbuhan
1. Tinggi tanaman (cm).
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada lima tanaman sampel sebanyak
tiga kali umur 30, 45 dan 60 hst. pada fase vegetatif, stadium pembentukan
dan pengisian polong. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai
bagian tanaman tertinggi dengan meluruskan batang.
2. Jumlah daun tanaman-1 (helai).
Daun yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka penuh dan minimal 50 %
masih berwarna hijau. Pengamatan jumlah daun tanaman dilakukan pada lima
tanaman sampel sebanyak tiga kali yaitu umur 30, 45 dan 60 hst. pada fase
vegetatif, stadium pembentukan dan pengisian polong.
3. Indeks luas daun (ILD).
Pengamatan indeks luas daun dilakukan pada lima tanaman sampel sebanyak
tiga kali yaitu umur 30, 45 dan 60 hst. Indeks luas daun diperoleh dengan
membagi total luas daun tanaman-1 dengan luas areal yang diduduki (jarak
tanam) oleh tanaman tersebut. Luas daun adalah panjang x lebar daun
maksimal x jumlah daun tanaman-1 x konstanta. Konstanta dicari dengan
menghitung luas daun sebenarnya di atas kertas milimeter dibagi dengan
panjang x lebar daun maksimal (Gomez dan Gomez, 2007).
31
Total luas daun tanaman-1 (cm2)
ILD =
Jarak tanam (cm2)
(1)
4. Jumlah bintil akar aktif tanaman-1 (buah).
Pengamatan dilakukan umur 45 dan 60 hst. pada stadium pembentukan dan
pengisian polong.
Dengan mencabut 3 tanaman destruktif kemudian
dibersihkan dari media tanam setelah itu dihitung jumlah bintil akar yang
berwarna merah yang terdapat pada akar tanaman pada masing-masing
tanaman yang dicabut. Bintil akar yang berwarna merah pada masing-masing
tanaman sampel dijumlahkan, kemudian dirata-ratakan.
4.5.2
Variabel komponen hasil dan hasil kacang tanah
1. Jumlah ginofor tanaman-1 (buah).
Bakal buah yang tumbuh memanjang yang masih terbentuk di udara itu adalah
ginofor. Jumlah ginofor tanaman-1 dihitung setelah panen pada lima tanaman
sampel. Hasilnya kemudian dijumlahkan lalu dibagi lima. Tujuannya untuk
mengetahui jumlah ginofor yang belum bisa masuk ke tanah (komponen hasil
yang belum termanfaatkan).
2. Jumlah polong tanaman-1 (buah).
Jumlah polong tanaman-1 dihitung setelah panen. Semua polong yang
dihasilkan oleh seluruh tanaman dalam ubinan dihitung baik polong berisi
maupun polong hampa. Jumlah polong yang diperoleh selanjutnya dibagi
dengan jumlah tanaman pada ubinan.
32
3. Jumlah polong berisi tanaman-1 (buah).
Pengamatan jumlah polong berisi tanaman-1 dilakukan dengan menghitung
jumlah polong berisi dalam ubinan dibagi dengan jumlah tanaman dalam
ubinan. Kriteria polong berisi bila biji dalam polong terbentuk sempurna
(tidak gepeng dan keriput) dan minimum berisi satu biji.
4. Berat biji kering udara tan-1 (g).
Pengamatan berat biji kering udara dengan jalan menjemur polong kacang
tanah hasil ubinan setelah panen. Polong kacang tanah lokal itu kering dengan
tanda setelah dikocok berbunyi. Polong kering kemudian dikuliti. Hasil biji
itu ditimbang kemudian dibagi jumlah tanaman dalam ubinan.
5. Hasil biji kering udara ha-1 (ku).
Hasil biji kering udara ha-1 diperoleh dengan cara mengkonversi berat biji
kering udara dalam ubinan ke hektar, dengan formulasi sebagai berikut :
Hasil biji
10.000 m2
Berat biji kering udara ubinan (kg)
kering udara= ____________ x _________________________ x 1 ku... (2)
ha-1 (ku)
Luas ubinan (m2)
100 kg
6. Berat 100 biji kering udara (g).
Berat 100 biji kering udara diperoleh dengan menghitung 100 biji kering
udara pada masing-masing hasil ubinan yang diambil secara acak.
7. Berat 100 biji kering oven (g).
Berat kering oven 100 biji diperoleh dengan cara mengambil 100 biji kacang
tanah secara acak pada setiap perlakuan pada masing-masing hasil ubinan
33
yang telah kering. Biji-biji kacang tanah itu dimasukkan ke dalam amplop
kemudian dioven dengan suhu 80oC sampai mencapai berat konstan.
8. Berat biji kering oven tan-1 (g).
Pengamatan berat biji kering oven tan-1 dilakukan dengan jalan menghitung
seluruh biji hasil ubinan pada setiap perlakuan. Jumlah seluruh biji hasil
ubinan pada masing-masing perlakuan dikalikan dengan hasil berat 100 biji
kering oven kemudian dibagi 100. Hasil pembagian itu kemudian dibagi
jumlah tanaman dalam ubinan.
9. Hasil biji kering oven ha-1 (ku).
Hasil biji kering oven ha-1 diperoleh dengan cara mengkonversi berat biji
kering oven ubinan ke hektar.
Hasil biji
10.000 m2
Berat biji
kering oven = _____________ x kering oven
ha-1 (ku)
Luas ubinan (m2) ubinan (kg)
1
x _____ x 1 ku .......(3)
100 kg
10. Berat brangkasan kering oven ha-1 (ku).
Berat brangkasan kering oven diperoleh dengan menghitung seluruh
brangkasan baik akar, batang, daun dan juga kulit polong yang dipanen dalam
ubinan. Kemudian sebanyak 100 g sub sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 800C sampai mencapai berat konstan. Berat brangkasan kering oven
ubinan-1 diperoleh dengan mengkonversi berat kering oven 100 g sub sampel
brangkasan ubinan-1 ke berat brangkasan kering oven ubinan-1 . Berat
brangkasan kering oven ubinan-1 (BBKO ubinan-1) diperoleh dengan
menghitung :
34
BBKO
Berat brangkasan ubinan-1 (g)
ubinan-1 = __________________________ x BKO sub sampel (g) ......... (4)
100 g sub sampel
Berat brangkasan kering oven ha-1 (BBKO ha-1) dihitung dengan
mengkonversi berat brangkasan kering oven ubinan-1 ke hektar.
BBKO
ha-1 (ku)
10.000 m2
BBKO ubinan (kg)
= _____________ x ______________________ x 1 ku....... (5)
Luas ubinan (m2)
100 kg
11. Indeks panen ( % ).
Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil ekonomi (biji) dengan
hasil biologis (biji + brangkasan) dalam keadaan kering oven.
Hasil biji kering oven ha-1 (t)
IP = ________________________ x 100 % ....................................... (6)
Hasil biologis kering oven ha-1 (t)
4.5.3 Analisis tanah
Analisis tanah sebagai pendukung dilakukan dengan cara mengambil
sampel tanah di lima tempat pada masing-masing ulangan kemudian
digabungkan dan diaduk sampai rata. Sampel tanah itu kemudian dianalisis
di laboratrium, hasil analisis tanah ditabulasi dan dibahas secara deskriptif.
1. N total tanah, P tersedia, K tersedia, daya hantar listrik (DHL) dan C-organik.
Pengamatan N total tanah P tersedia, K tersedia, daya hantar listrik (DHL)
dan C-organik dilakukan setelah panen. Parameter ini diperoleh melalui
analisis terhadap sampel tanah dengan mengambil sampel tanah pada setiap
35
petak percobaan pada kedalaman 0-20 cm secara komposit, diayak sampai
halus untuk analisis di laboratorium menggunakan metode Walkey dan Black
untuk mengetahui C-Organik, metode Kjeldahl untuk mengetahui N Total,
metode Bray-1 untuk mengetahui P tersedia dan K tersedia serta kehantaran
listrik untuk mengetahui Daya Hantar Listrik (DHL).
2. pH tanah.
Pengamatan pH tanah dilakukan setelah panen. Parameter ini diperoleh
melalui analisis laboratorium terhadap sampel tanah dengan mengambil
sampel tanah pada setiap petak percobaan pada kedalaman 0 – 20 cm secara
komposit, diayak sampai halus dengan ukuran ayakan 3 mm untuk dianalisis
di laboratorium menggunakan pH meter (perbandingan tanah dan air 1 : 2,5)
4.6 Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan analisis varian (sidik ragam)
sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Apabila terdapat pengaruh
interaksi yang nyata terhadap variabel yang diamati maka pengkajian dilanjutkan
dengan uji beda rata-rata mempergunakan uji jarak berganda Duncan 5 % dan jika
hanya pengaruh faktor tunggal yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda
rata-rata dengan uji BNT pada tarap 5 % (Gomez dan Gomez, 2007).
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama percobaan tanaman tidak mengalami gangguan, baik oleh hama, penyakit
serta gangguan lainnya. Curah hujan dan hari hujan selama percobaan adalah 725
mm dan 61 hari hujan (Lampiran 5.). Total curah hujan dan hari hujan dari tahun
2000-2009 disajikan pada lampiran 4.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa dosis pupuk kascing
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap semua variabel yang diamati kecuali
tinggi tanaman umur 30 hst, jumlah daun umur 45 hst, jumlah ginofor, jumlah
polong berisi tan-1 dan berat brangkasan kering oven ha-1 berpengaruh nyata
(P<0,05) (Tabel 5.1). Bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
semua variabel yang diamati kecuali berat biji kering oven tan-1, hasil biji kering
oven ha-1, dan indeks panen berpengaruh tidak nyata (P≥0,05). Bio-urin sapi
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi tanaman umur 30, 45 hst dan jumlah
bintil akar aktif umur 45 dan 60 hst (Tabel 5.1). Interaksi antara dosis pupuk
kascing dengan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap semua
variabel yang diamati kecuali jumlah daun umur 30, 45 dan 60 hst, indeks luas
daun umur 30, 45 dan 60 hst, jumlah ginofor tan-1 dan berat 100 biji kering oven.
Interaksi antara dosis pupuk kascing dengan bio-urin sapi berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap tinggi tanaman umur 30 hst dan jumlah polong berisi tan-1
(Tabel 5.1).
36
37
Tabel 5.1
Pengaruh dosis pupuk kascing (K) dan bio-urin sapi (U) serta interaksinya (KxU)
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah
No.
Variabel
K
1. Tinggi tanaman umur:
 30 hst
 45 hst
 60 hst
2. Jumlah daun umur
 30 hst
 45 hst
 60 hst
3. Indeks luas daun umur
 30 hst
 45 hst
 60 hst
4. Jumlah bintil akar aktif umur
 45 hst
 60 hst
5. Jumlah ginofor tan-1
6. Jumlah polong tan-1
7. Jumlah polong berisi tan-1
8. Berat biji kering udara tan-1
9. Hasil biji kering udara ha-1
10. Berat 100 biji kering udara
11. Berat 100 biji kering oven
12. Berat biji kering oven tan-1
13. Hasil biji kering oven ha-1
14. Berat brangkasan kering oven ha-1
15. Indeks Panen (%)
Perlakuan
U
KxU
*
**
**
*
*
**
*
**
**
**
*
**
**
**
**
TN
TN
TN
**
**
**
**
**
**
TN
TN
TN
**
**
*
**
*
**
**
**
**
**
**
*
**
*
*
**
**
**
**
**
**
**
TN
TN
**
TN
**
**
TN
**
*
**
**
**
TN
**
**
**
**
Keterangan : TN = berpengaruh tidak nyata (P≥0,05)
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
5.1 Tinggi Tanaman
Interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap tinggi tanaman umur 30 hst dan berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap tinggi tanaman umur 45 dan 60 hst. Peningkatan dosis pupuk
38
kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan 22,5 t ha-1 disertai dengan peningkatan dosis
bio-urin sapi ternyata menghasilkan tinggi tanaman umur 30, 45 dan 60 hst yang
semakin meningkat (Tabel 5.2). Peningkatan dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1
sampai dengan 8250 l ha-1 disertai dengan peningkatan dosis pupuk kascing juga
menghasilkan tinggi tanaman umur 30, 45 dan 60 hst yang semakin meningkat
(Tabel 5.2). Tanaman tertinggi umur 30 hst (56,70 cm), umur 45 hst (67,50 cm)
dan umur 60 hst (71,07 cm) yang tercapai pada interaksi penggunaan dosis pupuk
kascing 15,0 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.2).
Tabel 5.2
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
tinggi tanaman kacang tanah
-1
Dosis bio-urin sapi (l ha )
Umur 30 hst
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
Umur 45 hst
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
Umur 60 hst
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5(K3)
-----------------------------cm---------------------------39,23 c
45,57 bc
47,47 bc
50,07 ab
49,20 bc
48,63 bc
50,40 ab
47,43 bc
45,33 bc
47,07 bc
56,70 a
53,07 ab
50,93 ab
51,33 ab
48,53 bc
48,53 bc
48,60 e
50,47 de
54,93 cde
55,83 cde
53,67 cde
55,33 cde
54,50 cde
51,90 cde
52,13 cde
57,17 bcd
67,50 a
63,10 ab
58,67 bc
57,70 bcd
52,77 cde
53,60 cde
53,97 g
54,13 fg
61,07 cde
60,03 cde
58,17 def
59,73 cde
57,80 defg
60,87 cde
58,87 cde
61,43 cde
71,07 a
65,90 b
62,67 bc
61,83 cd
57,43 efg
57,70 defg
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada umur 30, 45 dan 60 hst
adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda duncan 5%.
39
5.2 Jumlah Daun
Pemupukan dengan kascing meningkatkan jumlah daun secara nyata baik
umur 30, 45 dan 60 hst, jumlah daun terbanyak (36,17 helai) pada dosis pupuk
kascing 22,5 t ha-1 umur 30 hst, jumlah daun terbanyak (39,70 helai) pada dosis
pupuk kascing 22,5 t ha-1 umur 45 hst, namun tidak berbeda nyata terhadap
jumlah daun pada dosis pupuk kascing 15 t ha-1 dan jumlah daun terbanyak
(43,22 helai) ) pada dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 umur 60 hst, namun tidak
berbeda nyata terhadap jumlah daun pada dosis pupuk kascing 15 t ha-1.
Pemupukan dengan pupuk bio-urin meningkatkan jumlah daun secara nyata baik
umur 30, 45 dan 60 hst dibandingkan dengan tanpa pemupukan, jumlah daun
terbanyak (34,05 helai) pada dosis bio-urin 2750 l ha-1 umur 30 hst, jumlah daun
terbanyak (38,32 helai) pada dosis bio-urin 8250 l ha-1 umur 45 hst, namun tidak
berbeda nyata terhadap jumlah daun pada dosis bio-urin 2750 l ha-1 dan
5500 l ha-1, dan jumlah daun terbanyak (42,48 helai) pada dosis bio-urin
8250 l ha-1, namun tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun pada dosis bio-urin
2750 l ha-1 dan 5500 l ha-1 umur 60 hst. (Tabel 5.3). Interaksi dosis pupuk kascing
dan dosis bio-urin sapi berpengaruh tidak nyata (P≥0,05) terhadap jumlah daun
baik umur 30, 45 dan 60 hst (Tabel 5.1).
40
Tabel 5.3
Pengaruh tunggal dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
jumlah daun umur 30, 45 dan 60 hst
Perlakuan
30 hst
Jumlah daun (helai)
45 hst
60 hst
-1
Dosis pupuk kascing (t ha )
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
BNT 5 %
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
BNT 5 %
28,50 c
30,43 c
33,37 b
36,17 a
1,96
32,38 c
35,22 b
38,13 a
39,70 a
2,15
36,75 c
39,46 b
41,85 a
43,22 a
2,11
29,05 c
34,05 a
31,65 b
33,72 a
1,96
33,78 b
37,17 a
36,17 a
38,32 a
2,15
37,18 b
40,55 a
41,06 a
42,48 a
2,11
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan
kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
5.3 Indeks Luas Daun
Pemupukan dengan kascing meningkatkan indeks luas daun secara nyata
baik umur 30, 45 dan 60 hst. Indeks luas daun tertinggi umur 30 hst (1,92) pada
dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1, namun tidak berbeda nyata terhadap indeks luas
daun pada dosis kascing 15 t ha-1 dan 7,5 t ha-1 namun berbeda nyata terhadap
indeks luas daun pada tanpa pemupukan.
Pemupukan dengan bio-urin sapi
meningkatkan indeks luas daun secara nyata, indeks luas daun tertinggi umur 30
hst (2,11), indeks luas daun tertinggi umur 45 hst (2,47) dan indeks luas daun
tertinggi umur 60 hst (2,79) pada dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1, namun tidak
berbeda nyata terhadap indeks luas daun pada dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 dan
2750 l ha-1 namun berbeda nyata terhadap indeks luas daun pada tanpa
41
pemupukan. Indeks luas daun umur 45 hst dan 60 hst tidak berbeda nyata pada
dosis pupuk kascing yang dicobakan juga dengan tanpa pemupukan (Tabel 5.4).
Interaksi pupuk kascing dan bio-urin sapi tidak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap
indeks luas daun baik umur 30 hst, 45 hst dan 60 hst (Tabel 5.1).
Tabel 5.4
Pengaruh tunggal dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
indeks luas daun umur 30, 45 dan 60 hst
Perlakuan
30 hst
Indek luas daun
45 hst
60 hst
-1
Dosis pupuk kascing (t ha )
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
BNT 5 %
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
BNT 5 %
1,22 b
1,71 ab
1,91 ab
1,92 a
0,69
1,74 a
2,30 a
2,18 a
2,18 a
0,58
2,08 a
2,50 a
2,65 a
2,58 a
0,51
1,20 b
1,53 ab
1,92 a
2,11 a
0,69
1,63 b
1,90 ab
2,40 a
2,47 a
0,58
2,03 b
2,30 ab
2,67 a
2,79 a
0,51
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan
kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
5.4 Jumlah Bintil Akar Aktif
Interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat
nyata (P<0,01) terhadap jumlah bintil akar aktif tanaman kacang tanah umur 45
hst dan 60 hst. Dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan 22,5 t ha-1,
semakin tinggi dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 – 8250 l ha-1 ternyata jumlah bintil
akar aktif tanaman semakin meningkat, namun jumlah bintil akar aktif menurun
setelah pada dosis bio-urin 8250 l ha-1 baik umur 45 hst dan 60 hst. Pada dosis
pupuk kascing tertinggi 22,5 t ha-1 ternyata menghasilkan jumlah bintil akar aktif
42
terbanyak pada setiap dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1
baik umur 45 hst dan 60 hst. Jumlah bintil akar aktif tanaman terbanyak umur
45 dan 60 hst masing-masing (103,33 buah) dan (148,33 buah) yang tercapai
pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi
5500 l ha-1 (Tabel 5.5).
Tabel 5.5
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
jumlah bintil akar aktif tan-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
Umur 45 hst
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
Umur 60 hst
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
---------------------------buah--------------------------49,33 bc
40,67 c
82,33 ab
55,33 bc
40,00 c
70,33 b
85,00 ab
76,00 ab
53,67 bc
82,67 ab
93,33 ab
78,00 ab
100,00 ab
86,67 ab
103,33 a
82,33 ab
54,67 c
46,67 c
88,00 bc
67,33 c
53,33 c
74,00 bc
89,33 bc
84,00 bc
56,67 c
94,67 b
100,00 b
93,33 bc
123,67 ab
85,33 bc
148,33 a
89,33 bc
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada umur 45 hst dan 60 hst
adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda duncan 5%.
5.5 Jumlah Ginofor
Pemupukan dengan pupuk kascing meningkatkan jumlah ginofor secara
nyata, jumlah ginofor terbanyak (15,15 buah) pada dosis pupuk kascing
22,5 t ha-1 dan berbeda nyata dengan jumlah ginofor pada dosis pupuk kascing
yang lainnya yang dicobakan dan juga dengan tanpa pemupukan. Jumlah ginofor
menurun dari dosis bio-urin sapi 2750 l ha-1 sampai dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1
dan pada saat dosis bio-urin sapi ditingkatkan jumlah ginofor meningkat dan
mencapai jumlah tertinggi (15,15 buah) dan berbeda nyata dengan jumlah ginofor
43
pada dosis bio-urin sapi yang lainnya yang dicobakan dan juga dengan tanpa
pemupukan (Tabel 5.6). Interaksi pupuk kascing dan bio-urin sapi tidak berbeda
nyata (P≥0,05) terhadap jumlah ginofor (Tabel 5.1).
Tabel 5.6
Pengaruh tunggal dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
Jumlah ginofor tan-1 tanaman kacang tanah
Perlakuan
Jumlah ginofor tan-1
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
BNT 5 %
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
BNT 5 %
-----------------------buah--------------------9,05 c
11,88 b
11,45 b
15,15 a
1,07
12,00 b
10,60 c
9,78 c
15,15 a
1,07
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan
kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
5.6 Jumlah Polong
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah polong tan-1 kacang tanah. Pada dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 dan
2750 l ha-1, jumlah polong tan-1 meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk
kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan 7,5 t ha-1, serta relatif konstan dari dosis
pupuk kascing dari 7,5 t ha-1 sampai dengan 22,5 t ha-1. Pada dosis bio-urin sapi
5500 dan 8250 l ha-1, jumlah polong tan-1 meningkat dengan meningkatnya dosis
pupuk kascing dari 7,5 t ha-1 ke 15,0 t ha-1, serta menurun dari dosis pupuk
kascing 7,5 t ha-1 ke 22,5 t ha-1. Jumlah polong tan-1 terbanyak (20,7 buah)
44
terjadi pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing 15,0 t ha-1 dan dosis
bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.7).
Tabel 5.7
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
jumlah polong tan-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
----------------------------buah-----------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
15,3 f
16,3 ef
17,0 de
18,0 bcd
16,9 de
17,6 bcd
18,3 bc
17,8 bcd
17,3 cde
17,7 bcd
20,7 a
18,7 b
17,5 cd
18,2 bc
17,8 bcd
17,0 de
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.7 Jumlah Polong Berisi
Interaksi pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap
jumlah polong berisi tan-1. Dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan 22,5 t
ha-1, semakin tinggi dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 – 5500 l ha-1 ternyata jumlah
jumlah polong berisi tan-1 semakin meningkat, akan tetapi menurun dari dosis
5500 l ha-1 ke 8250 l ha-1. Dosis pupuk kascing 0 t ha-1 dan bio-urin sapi 0 l ha-1
sangat nyata paling rendah menghasilkan jumlah polong berisi tan-1, yaitu
sebanyak 10,7 buah. Jumlah polong berisi tan-1 terbanyak
tercapai pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing
bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.8).
(16,0 buah) yang
15,0 t ha-1 dan dosis
45
Tabel 5.8
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
jumlah polong berisi tan-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2) 22,5 (K3)
--------------------------buah----------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
10,7 d
13,0 c
14,0 bc
15,0 ab
13,0 c
14,0 bc
15,7 ab
14,0 bc
12,7 c
14,3 abc
16,0 a
14,0 bc
13,3 c
14,0 bc
14,0 bc
13,0 c
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.8 Berat Biji Kering Udara
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
terhadap berat biji kering udara tan-1. Pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1 dan
7,5 t ha-1, berat biji kering udara tan-1 relatif meningkat dengan meningkatnya
dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis pupuk
kascing 15,0 t ha-1 dan 22,5 t ha-1, berat biji kering udara tan-1 relatif meningkat
dari dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 sampai dengan 5500 l ha-1, akan tetapi menurun
dari dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Dosis pupuk
kascing
0 t ha-1 dan bio-urin sapi 0 l ha-1 sangat nyata paling rendah
menghasilkan berat biji kering udara tan-1, yaitu sebanyak 13,2 g. Berat biji
kering udara tan-1 tertinggi (16,8 g) terjadi pada interaksi penggunaan dosis pupuk
kascing 15,0 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.9).
46
Tabel 5.9
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
berat biji kering udara tan-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
------------------------------g----------------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
13,20 h
14,53 efg
15,03 bcd
15,47 b
14,30 fg
15,00 bcde
14,93 cde
15,30 bc
14,57 defg
15,10 bcd
16,80 a
14,67 def
15,47 b
15,33 bc
14,87 cde
14,07 g
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.9 Hasil Biji Kering Udara
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
terhadap hasil biji kering udara ha-1. Pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1, 7,5 t ha-1
dan 15 t ha-1, hasil biji kering udara ha-1 relatif meningkat dengan meningkatnya
dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis pupuk
kascing 22,5 t ha-1, hasil biji kering udara ha-1 menurun dengan meningkatnya
dosis bio-urin sapi. Pada dosis pupuk kascing 15 t ha-1 relatif meningkat dari
dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 sampai dengan 5500 l ha-1, akan tetapi menurun dari
dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis bio-urin sapi
0 l ha-1 dan 2750 l ha-1, hasil biji kering udara ha-1 relatif meningkat dengan
meningkatnya dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan 22,5 t ha-1. Pada
dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1, hasil biji kering udara ha-1 menurun dengan
meningkatnya dosis pupuk kascing. Dosis pupuk kascing 0 t ha-1 dan bio-urin sapi
0 l ha-1 sangat nyata paling rendah menghasilkan hasil biji kering udara ha-1, yaitu
sebanyak 29,33 ku. Hasil biji kering udara ha-1 tertinggi (37,33 ku) terjadi pada
47
interaksi penggunaan dosis pupuk kascing 15,0 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi
5500 l ha-1 (Tabel 5.10).
Tabel 5.10
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
hasil biji kering udara ha-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
------------------------------ku--------------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
29,33 h
32,27 efg
33,43 bcd
34,33 b
31,80 fg
33,33 bcde
33,17 cde
34,00 bc
32,37 defg
33,60 bcd
37,33 a
32,57 def
34,37 b
34,07 bc
33,07 cde
31,23 g
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.10 Berat 100 Biji Kering Udara
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
terhadap berat 100 biji kering udara. Pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1, berat 100
biji kering udara sangat nyata meningkat dengan meningkatnya dosis bio-urin
sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis pupuk kascing 7,5 t ha-1,
15,0 t ha-1 dan 22,5 t ha-1, berat 100 biji kering udara relatif meningkat dari dosis
bio-urin sapi 0 l ha-1 sampai dengan 5500 l ha-1, akan tetapi menurun dari dosis
bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Dosis pupuk kascing 0 t ha-1
dan bio-urin sapi 0 l ha-1 sangat nyata paling rendah menghasilkan berat 100 biji
kering udara, yaitu sebesar 39,3 g. Berat 100 biji kering udara tertinggi (50,7 g)
terjadi pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing 7,5 t ha-1 dan dosis bio-urin
sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.11).
48
Tabel 5.11
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
berat 100 biji kering udara tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
-----------------------------g--------------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
39,3 h
42,0 g
45,0 def
48,0 abc
42,3 fg
44,3 defg
50,7 a
48,3 abc
43,3 efg
45,0 def
49,0 ab
46,7 bcd
45,7 cde
48,0 abc
46,0 cde
45,0 def
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.11 Berat 100 Biji Kering Oven
Berat 100 biji kering oven mengalami peningkatan dengan pemupukan
pupuk kascing dan bio-urin sapi. Pada dosis pupuk kascing 15 t ha-1 menunjukkan
berat 100 biji kering oven tertinggi (42,14 g) dan tidak berbeda nyata dengan hasil
berat 100 biji kering oven dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 dan berbeda nyata
terhadap berat 100 biji kering oven 7,5 t ha-1 dan tanpa pemupukan. Pada dosis
bio-urin sapi 5500 l ha-1 menunjukkan berat 100 biji kering oven tertinggi
(40,61 g),tidak berbeda nyata dengan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 dan dosis
bio-urin sapi 8250 l ha-1 namun berbeda nyata terhadap berat 100 biji kering oven
pada tanpa pemupukan (Tabel 5.12). Interaksi dosis pupuk kascing dan dosis biourin berbeda tidak nyata (P≥0,05) terhadap berat 100 biji kering oven (Tabel 5.1).
49
Tabel 5.12
Pengaruh tunggal dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
berat 100 biji kering oven tanaman kacang tanah
Perlakuan
Berat 100 biji kering oven
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
BNT 5 %
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
BNT 5 %
-------------------------g----------------------36,88 c
39,81 b
42,14 a
41,93 a
0,83
39,27 b
40,61 a
40,57 a
40,31 a
0,83
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan
kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
5.12 Berat Biji Kering Oven
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap berat biji kering oven tan-1. Dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1
sampai dengan 22,5 t ha-1, berat biji kering oven tan-1 relatif meningkat dengan
meningkatnya dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Dosis
bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1, berat biji kering oven tan-1
juga relatif meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1
sampai dengan 22,5 t ha-1. Berat biji kering oven tan-1 tertinggi (13.3 g) terjadi
pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing 15,0 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi
5500 l ha-1 (Tabel 5.13).
50
Tabel 5.13
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
berat biji kering oven tan-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5(K3)
-------------------------g-----------------------------
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
10,0 e
11,5 d
12,0 bcd
12,3 bcd
11,9 cd
12,3 bcd
12,8 ab
12,7 abc
12,3 bcd
12,1 bcd
13,3 a
12,6 abc
11,6 d
12,1 bcd
12,7 abc
12,7 abc
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.13 Hasil Biji Kering Oven
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap hasil biji kering oven ha-1. Pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1
dan 7,5 t ha-1, hasil biji kering oven ha-1 relatif meningkat dengan meningkatnya
dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis pupuk
kascing 15,0 t ha-1 dan 22,5 t ha-1, hasil biji kering oven ha-1 relatif meningkat
dari dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 sampai dengan 5500 l ha-1, akan tetapi menurun
dari dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis bio-urin
sapi 0 l ha-1 dan 2750 l ha-1, hasil biji kering oven ha-1 relatif meningkat dengan
meningkatnya dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan 22,5 t ha-1. Pada
dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 dan 8250 l ha-1, hasil biji kering oven ha-1
meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk kascing dari 0 t ha-1 sampai dengan
15,0 t ha-1, akan tetapi menurun dari dosis 15,0 t ha-1 sampai dengan 22,5 t ha-1.
Dosis pupuk kascing 0 t ha-1 dan bio-urin sapi 0 l ha-1 sangat nyata paling rendah
hasil biji kering oven ha-1, yaitu sebesar 20,20 ku. Hasil biji kering oven ha-1
51
tertinggi (28,36 ku) terjadi pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing
15,0 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.14).
Tabel 5.14
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
hasil biji kering oven ha-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi
(l ha-1)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5(K3)
--------------------------ku--------------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
20,20 g
22,77 ef
23,06 ef
25,93 bcd
24,13 def
24,51 cdef
25,15 bcde
25,90 bcd
25,62 bcd
25,13 bcde
28,36 a
27,40 ab
26,84 abc
25,71 bcd
24,97 bcde
22,62 f
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.14 Berat Brangkasan Kering Oven
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
terhadap berat brangkasan kering oven ha-1. Pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1,
berat brangkasan kering oven ha-1 relatif meningkat dengan meningkatnya dosis
bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1. Pada dosis pupuk kascing
7,5 t ha-1 dan 15,0 t ha-1, berat brangkasan kering oven ha-1 relatif meningkat dari
dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 sampai dengan 5500 l ha-1, akan tetapi menurun dari
dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai dengan 8250 l ha-1 pada dosis pupuk
kascing 7,5 t ha-1 dan 15 t ha-1. Dosis pupuk kascing 0 t ha-1 dan bio-urin sapi
0 l ha-1 sangat nyata paling rendah menghasilkan berat brangkasan kering oven
ha-1, yaitu sebesar 95,2 ku. Berat brangkasan kering oven ha -1 tertinggi (136,0 ku)
terjadi pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing 15,0 t ha-1 dan dosis
bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.15).
52
Tabel 5.15
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
berat brangkasan kering oven ha-1 tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi
(l ha-1)
0 (K0)
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5(K3)
----------------------------ku----------------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
95,2 h
108,2 efg
115,9 bcde
124,0 b
109,7 defg
120,2 bcd
121,4 bc
114,2 bcdef
111,0 cdefg
111,8 cdef
136,0 a
109,4 defg
121,8 bc
103,6 fgh
100,3 gh
115,0 bcdef
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
5.15 Indeks Panen
Interaksi dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi berpengaruh sangat nyata
terhadap indeks panen. Pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1, indeks panen relatif
konstan dengan meningkatnya dosis bio-urin sapi dari 0 l ha-1 sampai dengan
8250 l ha-1. Dosis pupuk kascing 22.5 t ha-1 dan bio-urin sapi 8250 l ha-1 sangat
nyata paling rendah menghasilkan indeks panen, yaitu sebesar 19.66%. Indeks
panen tertinggi (25.13%) terjadi pada interaksi penggunaan dosis pupuk kascing
15.0 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1 (Tabel 5.16).
Tabel 5.16
Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap
indeks panen tanaman kacang tanah
Dosis bio-urin sapi
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
(l ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5(K3)
-----------------------------%------------------------------0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
21,23 cde
21,05 cde
19,89 de
20,91 cde
21,99 cde
20,47 cde
20,78 cde
22,68 abc
23,10 abc
22,48 bcd
20,87 cde
25,13 a
22,06 cde
25,01 ab
25,03 ab
19,64 e
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada
uji jarak berganda duncan 5%.
53
5.16 C-Organik, pH Tanah dan Daya Hantar Listrik (DHL)
Pemupukan dengan pupuk kascing terhadap C organik tanah pada dosis
kascing 0 t ha-1 tertinggi (1,28 %) dan terrendah (0,75 %) pada dosis 22,5 t ha-1
(Tabel 5.17). Pemupukan dengan bio-urin sapi terhadap C organik tanah pada
dosis bio-urin sapi 2750 l ha-1 tertinggi ( 1,39 %) dan terrendah (0,96 %) pada
dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.17). Hasil analisis C-organik tanah setelah
panen menunjukkan hasil yang lebih rendah dari hasil analisis C-organik tanah
sebelum dilakukan percobaan (Lampiran 1).
Pemupukan dengan pupuk kascing terhadap pH tanah pada dosis kascing
15 t ha-1 tertinggi (6,93) dan terrendah (6,89) pada dosis 7,5 t ha-1 (Tabel 5.17).
Pemupukan dengan bio-urin sapi terhadap pH tanah pada dosis bio-urin sapi
0 l ha-1 tertinggi (6,95) dan terrendah (6,83) pada dosis bio-urin 2750 l ha-1
(Tabel 5.17). Hasil analisis pH tanah setelah panen menunjukkan hasil yang lebih
rendah dari hasil analisis pH tanah sebelum dilakukan percobaan (Lampiran 1).
Pemupukan dengan pupuk kascing terhadap DHL tanah pada dosis
kascing 22,5 t ha-1 tertinggi (1,11 mmhos/cm) dan terrendah (0,73 mmhos/cm)
pada dosis 7,5 t ha-1 (Tabel 5.17). Pemupukan dengan bio-urin sapi terhadap DHL
tanah pada dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 tertinggi ( 1,14 mmhos/cm) dan terrendah
(0,77 mmhos/cm) pada dosis bio-urin 5500 l ha-1 (Tabel 5.17). Hasil analisis
DHL tanah setelah panen menunjukkan hasil yang lebih tinggi kecuali pada hasil
analisis DHL terrendah menunjukkan hasil yang lebih rendah dari hasil analisis
DHL tanah sebelum dilakukan percobaan (Lampiran 1).
54
Tabel 5.17
Hasil análisis tanah setelah panen
C-organik, pH tanah dan DHL
Perlakuan
C-organik
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
-----%-----
pH
DHL
-----mmhos/cm----
1,28
1,06
0,96
0,75
6,90
6,89
6,93
6,92
1,01
0,73
0,95
1,11
1,28
1,39
0,96
0,97
6,95
6,83
6,93
6,93
1,14
0,86
0,77
1,02
5.17 N Total Tanah , P Tersedia dan K Tersedia dalam Tanah
Pemupukan dengan pupuk kascing dan bio-urin sapi meningkatkan N total
tanah dan hasil analisis N total tanah setelah panen lebih tinggi dari sebelum
dilakukan percobaan (Lampiran 1). Pada dosis kascing 7,5 t ha-1 tertinggi
(0,19 %) dan yang lainnya pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1, 15 t ha-1 dan
22,5 t ha-1 menunjukkan hasil yang sama 0,13 % (Tabel 5.18). Pemupukan dengan
bio-urin sapi terhadap N total tanah pada dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1 tertinggi
( 0,15%) dan terrendah (0,12%) pada dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 (Tabel 5.18).
Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis bio-urin sapi diikuti dengan semakin
meningkatnya N total tanah.
Pemupukan dengan pupuk kascing dan bio-urin sapi meningkatkan
P tersedia dan hasil analisis P tersedia setelah panen lebih tinggi dari sebelum
dilakukan percobaan (Lampiran 1). Pemupukan dengan dosis pupuk kascing
55
terhadap P tersedia pada dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 tertinggi (64,59 ppm) dan
yang terrendah pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1 (46,17 ppm) (Tabel 5.18).
Pemupukan dengan bio-urin sapi terhadap P tersedia pada dosis bio-urin sapi
8250 l ha-1 tertinggi ( 64,38 ppm) dan terrendah (46,49 ppm) pada dosis bio-urin
sapi 5500 l ha-1 (Tabel 5.18).
Pemupukan dengan pupuk kascing dan bio-urin sapi meningkatkan K
tersedia dan hasil analisis K tersedia setelah panen lebih tinggi dari sebelum
dilakukan percobaan (Lampiran 1). Pemupukan dengan dosis pupuk kascing
terhadap K tersedia pada dosis pupuk kascing 7,5 t ha-1 tertinggi (67,57 ppm) dan
yang terrendah pada dosis pupuk kascing 0 t ha-1 (59,19 ppm) (Tabel 5.18).
Pemupukan dengan bio-urin sapi terhadap K tersedia pada dosis bio-urin sapi
0 l ha-1 tertinggi ( 69,58 ppm) dan terrendah (59,27 ppm) pada dosis bio-urin sapi
5500 l ha-1 (Tabel 5.18).
Tabel 5.18
Hasil análisis tanah setelah panen
N total tanah, P tersedia dan K tersedia dalam tanah
Perlakuan
N total tanah
P tersedia
K tersedia
Dosis pupuk kascing (t ha-1)
0 (K0)
7,5 (K1)
15 (K2)
22,5 (K3)
Dosis bio-urin sapi (l ha-1)
0 (U0)
2750 (U1)
5500 (U2)
8250 (U3)
-------%------
-----ppm-----
------ppm------
0,13
0,19
0,13
0,13
46,17
59,11
54,75
64,59
59,19
67,57
60,86
66,64
0,12
0,13
0,14
0,15
58,50
55,24
46,49
64,38
69,58
60,91
59,27
64,49
56
5.18 Hubungan antara Dosis Pupuk Kascing dan Dosis Bio-Urin Sapi
dengan Hasil Biji Kering Oven Kacang Tanah ha-1
Hubungan antara dosis pupuk kascing dengan berat kering oven biji ha-1
adalah mengikuti pola kwadratik sedangkan hubungan antara dosis bio-urin sapi
dengan berat kering oven biji ha-1 adalah berbentuk linear. Hubungan antara dosis
pupuk kascing dengan berat kering oven biji ha-1 dinyatakan dengan persamaan
regresi :
Y = -0,015x2 + 0,456x + 22,83;
R2 = 0,314 x 100% = 31,4%;
r = 0,679 x 100% = 67,9% (Gambar 5.1) dari persamaan Y = -0,015x2 + 0,456x +
22,83; menunjukkan dosis optimum pupuk kascing
15,20 t ha-1 dengan hasil
maksimum berat kering oven biji ha-1 26,296 ku ha-1 dan hubungan antara dosis
bio-urin sapi dengan berat kering oven biji ha-1 dinyatakan dengan persamaan
regresi : Y = 0,169x + 24,19; R2 = 0,055 x 100% = 5,5%; r = 0,215 x 100% =
21,5% (Gambar 5.2)
Gambar 5.1
Hubungan antara Dosis Pupuk Kascing dengan Hasil Biji Kering Oven ha-1.
57
Gambar 5.2
Hubungan antara Dosis Bio-urin Sapi dengan Hasil Biji Kering Oven ha-1.
BAB VI
PEMBAHASAN
Interaksi perlakuan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap tinggi
tanaman (Tabel 5.2) dan jumlah bintil akar aktif (Tabel 5.5) pada dosis pupuk
kascing 15 t ha-1 dengan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai 8250 l ha-1 dan
dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 dengan dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 sampai
2750 l ha-1 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman
akan mulai menurun lagi pada dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 dengan dosis
bio-urin sapi 5500 l ha-1 sampai 8250 l ha-1. Keadaan tersebut memperkuat
pernyataan Epstein (1972, dalam Gardner dkk., 1991) bahwa status nutrisi dalam
jaringan tumbuhan dan pertumbuhan tanaman dapat dideskripsikan sebagai
(1) defisiensi, (2) peralihan, (3) cukup dan (4) beracun. Konsentrasi kritis jaringan
didefinisikan sebagai konsentrasi tepat di bawah konsentrasi yang memberikan
pertumbuhan optimum; tingkat konsentrasi minimum jaringan adalah konsentrasi
yang memberikan pertumbuhan mendekati maksimum.
Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah bintil akar aktif karena bio-urin
sapi memiliki kandungan hara N (0,36 %), P2O5 (5,589 mg/l), K2O (975,0 mg/l),
Ca (25,5 mg/l) dan C-organik (0,706 %) (Tim Prima Tani Busung Biu, 2006),
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang tanah. Berdasarkan penelitian
Sutari (2010), bio-urin sapi yang difermentasi dengan mol gamal juga memiliki
kandungan hormon indol acetic acid (IAA) sebesar 1197,6 mg/l. Kandungan IAA
yang dimilikinya lebih tinggi dibandingkan dengan IAA yang terkandung dalam
urin sapi yang masih segar sebesar 704,26 mg/l. Sementara IAA dikenal sebagai
58
59
auksin utama pada tanaman. Allen (1973 dalam Gardner dkk., 1991) menyatakan
auksin diperkirakan merangsang terjadinya bengkokan pada rambut akar, yaitu
prasyarat terjadinya infeksi Rhizobium untuk membentuk bintil akar. Bintil akar
yang berisi bakteri rhizobium ditandai dengan warna merah darah jika bintil itu
dipencet, karena bakteri rhizobium memiliki enzim nitrogenase mampu
memfiksasi N bebas dari udara, dengan ketersediaan N itu mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman kacang tanah.
Hasil analisis statistika menunjukkan pengaruh tunggal perlakuan dosis
pupuk kascing dan bio-urin sapi dapat meningkatkan jumlah daun (Tabel 5.3)
indeks luas daun (Tabel 5.4). Dengan peningkatan dosis pupuk kascing dan
bio-urin sapi diikuti oleh peningkatan jumlah daun dan indeks luas daun, namun
pada saat dosis pupuk kascing ditingkatkan dari 15 t ha-1 sampai 22,5 t ha-1 terjadi
penurunan indeks luas daun pada umur 60 hst namun belum berbeda nyata,
sedangkan indeks luas daun pada umur 30 dan 45 hst, dan jumlah daun pada umur
30, 45 dan 60 hst terus meningkat. Peningkatan indeks luas daun, jumlah daun
karena perlakuan dosis pupuk kascing dapat mengatasi pengaruh kekurangan hara
pada tanaman (BOA ,2008). Pupuk kascing merupakan salah satu pupuk organik
yang memiliki kelebihan dari pupuk organik lainnya karena pupuk kascing
mempunyai
C/N rasio rendah artinya kandungan Nitrogennya tinggi sampai
1,48%. Pupuk kascing berperan dalam menambah unsur hara dan mempercepat
ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pupuk kascing dapat memperbaiki aerasi
dan mengurangi kepadatan tanah serta menambah bahan organik tanah, yang
memperkuat pendapat Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa mikroba yang
60
terdapat pada kascing dapat menghasilkan enzim-enzim (amilase, lipase,
selulase dan chitinase) sehingga dapat membantu mempercepat perombakan
secara kimia. Kelebihan kascing tersebut dan didukung pula dengan adanya
kandungan hormon tumbuh akan memberikan pengaruh yang lebih baik pada
pertumbuhan kacang tanah.
Adanya penurunan indeks luas daun walaupun masih belum berbeda nyata
pada dosis pupuk kascing dari 15 t ha-1 menjadi 22,5 t ha-1 karena kelebihan N
juga akan merugikan tanaman, N dapat menghambat waktu masak, karena
peningkatan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan melampaui waktu menjadi
masak yang normal, dapat melemahkan batang sehingga tanaman jadi rebah,
maka peningkatan jumlah daun menyebabkan semakin banyak daun yang
ternaungi sehingga menghambat proses fotosintesis dan respirasi meningkat
sehingga mempangaruhi hasil buah atau biji (Buckman dan Brady, 1982).
Pengaruh tunggal perlakuan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi pada
komponen hasil dan hasil tanaman dapat meningkatkan jumlah ginofor
(Tabel 5.6) dan berat 100 biji kering oven (Tabel 5.12), namun pada saat dosis
pupuk kascing ditingkatkan dari 15 t ha-1 menjadi 22,5 t ha-1 menunjukkan
penurunan walaupun masih belum berbeda nyata. Hal yang sama juga terjadi
pada saat dosis bio-urin sapi ditingkatkan dari 5500 l ha-1 sampai 8250 l ha-1,
kecuali pada jumlah ginofor terus meningkat. Hal ini memperkuat pernyataan
Munip dkk. (1999) bahwa dengan penggunaan bahan organik yang tidak hanya
menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga memperbaiki aerasi dan
mengurangi kepadatan tanah dapat mempermudah ginofor masuk ke tanah untuk
61
menjadi polong dan peningkatan jumlah polong akan mengakibatkan peningkatan
hasil biji.
Peningkatan hasil dan komponen hasil juga karena pupuk kascing
mengandung hormon tumbuh (Sutanto, 2002) dan bio-urin yang mengandung
hormon IAA (Sutari, 2010) sehingga dapat memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah, terutama daun berfungsi sebagai
organ utama fotosintesis. Fotosintesis mengakibatkan meningkatnya berat kering
tanaman karena pengambilan CO2, daun yang muda memiliki laju asimilasi CO2
yang tinggi, dan mentranslokasikan sejumlah besar hasil amilasi ke bagian
tanaman yang lain. (Gardner dkk., 1991).
Penurunan hasil tanaman kacang tanah pada saat dosis pupuk kascing
ditingkatkan dari 15 t ha-1 sampai 22,5 t ha-1 dan pada saat dosis bio-urin sapi
ditingkatkan dari 5500 l ha-1 sampai 8250 l ha-1 terjadi karena kelebihan N
sedangkan kelebihan N juga akan merugikan tanaman, N dapat menghambat
waktu masak, karena peningkatan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dapat
melampaui waktu masak yang normal, dapat melemahkan batang sehingga
tanaman jadi rebah. Peningkatan jumlah daun menyebabkan semakin banyak daun
yang ternaungi sehingga menghambat proses fotosintesis dan respirasi meningkat
sehingga mempengaruhi hasil buah atau biji (Buckman dan Brady, 1982).
Interaksi perlakuan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi terhadap jumlah
polong (Tabel 5.7), jumlah polong berisi (Tabel 5.8), berat biji kering udara
(Tabel 5.9), hasil biji kering udara (Tabel 5.10), berat 100 biji kering udara
(Tabel 5.11), berat biji kering oven (Tabel 5.13), hasil biji kering oven
62
(Tabel 5.14), berat brangkasan kering oven (Tabel 5.15) dan indeks panen
(Tabel 5.16), dapat meningkatkan hasil dan komponen hasil tanaman kacang
tanah. Hasil tertinggi diperoleh pada interaksi dosis pupuk kascing 15 t ha-1 dan
dosis bio-urin sapi
5500 l ha-1. Indeks panen hasil tertinggi ditunjukkan pada
dosis pupuk kascing 15 t ha-1 dan dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1, hal tersebut
terjadi karena interaksi dapat memberikan hasil biologis berupa biji yang lebih
banyak dan brangkasan lebih sedikit. Penurunan tersebut sesuai dengan yang
terjadi pada pertumbuhan tanaman, yang mana aplikasi pupuk kascing dan
bio-urin sapi yang berlebihan akan menurunkan pertumbuhan tanaman dan pada
akhirnya akan menurunkan hasil dan komponen hasil tanaman kacang tanah.
Hasil biji kering udara ha-1 dan hasil biji kering oven ha-1 meningkat
karena pemupukan pupuk kascing maupun bio-urin sapi (Tabel 5.10 dan 5.14).
Interaksi pemupukan pupuk kascing 15 t ha-1 dengan bio-urin sapi 5500 l ha-1,
meningkatkan hasil biji kering udara ha-1 dan hasil biji kering oven ha-1 sebesar
27,28 % dan 40,40 % dibandingkan tanpa pemupukan. Peningkatan dosis pupuk
kascing sampai 22,5 t ha-1 dapat meningkatkan hasil biji kering oven ha-1 dan hasil
biji kering udara ha-1 serta mencapai hasil yang maksimum pada interaksi dosis
pupuk kascing 15 t ha-1 dengan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1. Hasil maksimum
biji kering udara ha-1 dan hasil biji kering oven ha-1 pada interaksi pemupukan
dosis pupuk kascing 15 t ha-1 dengan dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1 disebabkan
karena ketersediaan unsur hara untuk kebutuhan tanaman kacang tanah sudah
terpenuhi. Respon hasil panen terhadap penambahan kebanyakan nutrisi
umumnya mengikuti hukum pengembalian yang makin berkurang (the law of
63
diminishing returns); penambahan tiap pupuk menghasilkan peningkatan hasil
panen yang secara progresif makin mengecil, yang akhirnya mencapai suatu
asimtot
(Gardner dkk., 1991).
Hasil biji kering udara pada tanaman kacang tanah varietas lokal culik di
lahan kering di Kecamatan Dawan sebesar 37,33 ku ha-1 yang diperoleh dalam
penelitian ini lebih tinggi 168,75% dari produktivitas kacang tanah Provinsi Bali
tertinggi selama kurun waktu 11 tahun belakangan ini yang hanya 13,89 ku ha-1
(Lampiran 6). Hasil kacang tanah varietas lokal culik di lahan kering di
Kecamatan Dawan ini juga lebih tinggi 34,77% , 24,85% dan 35,75% terhadap
varietas lokal culik, varietas Kelinci dan varietas Domba yang masing-masing
beratnya 2,77 t ha-1, 2,99 t ha-1 dan 2,75 t ha-1 yang dilaksanakan percobaannya di
Desa Blahkiuh, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung (Sumadi, 2010)
namun masih lebih rendah hasilnya dari varietas Panter dan varietas Singa yang
mencapai 4,5 t ha-1 (Adisarwanto, 2000). Hal ini disebabkan oleh penggunaan
pupuk kascing dan bio-urin sapi dapat menambah ketersediaan unsur hara bagi
tanaman, menciptakan kondisi yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki
aerasi, mempermudah penetrasi akar dan memperbaiki kapasitas menahan air
(Munip dkk., 1999).
Hubungan antara dosis pupuk kascing dengan hasil biji kering oven
menunjukkan hubungan dengan pola kwadratik dimana pada dosis pupuk kascing
15,20 t ha-1 menunjukkan hasil yang optimum yaitu 26,296 ku ha-1 hasil biji
kacang tanah kering oven (Gambar 5.1) sedangkan hubungan antara dosis bio-urin
sapi dengan hasil biji kering oven menunjukkan hubungan linear dimana semakin
64
ditingkatkan dosis bio-urin sapi hasil berat biji kering oven kacang tanah terus
menunjukkan peningkatan (Gambar 5.2).
Kandungan C-organik tanah mengalami penurunan setelah dilakukan
pemupukan dengan pupuk kascing maupun bio-urin sapi dari hasil analisis tanah
sebelum tanam dengan hasil analisis tanah setelah tanam. Pada kontrol
menunjukkan C organik tanah lebih tinggi daripada setelah dilakukan pemupukan
baik dengan penambahan dosis pupuk kascing dan penambahan dosis
bio-urin sapi (Tabel 5.17). Penurunan C organik tanah pada penambahan dosis
pupuk kascing 37,28 % - 55,62 % dan dengan penambahan dosis bio-urin sapi
mengalami penurunan 17,75 % - 43,19 % dan setelah dosis pupuk kascing dan
bio-urin sapi ditingkatkan menunjukkan semakin tinggi penurunan C organik
tanah (Tabel 5.17). Hal ini menunjukkan pupuk organik yang diberikan baik
pupuk kascing dan bio-urin sapi mendukung semakin banyaknya terdapat
mikroorganime tanah dan juga di dukung dengan curah hujan yang tinggi
menyebabkan semakin cepat terjadinya proses dekomposisi atau perombakan
sehingga perubahan humus atau kompos menjadi unsur hara yang tersedia bagi
tanaman semakin cepat dan juga karena pupuk kascing mengandung asam-asam
organik yang mampu menggantikan fungsi khelat sehingga semakin mudah
terserap oleh tanaman sehingga C organik tanah semakin menurun dengan
ditingkatkannya dosis pupuk kascing maupun dosis bio-urin sapi.
Penambahan dosis pupuk kascing dan dosis bio-urin sapi tidak
mempengaruhi pH tanah setelah panen (Tabel 5.17). Kemungkinan karena curah
hujan yang tinggi selama percobaan menyebabkan menurunkan pH tanah
65
meskipun sudah ditambahkan pupuk kascing yang sejalan dengan percobaan
(Winten, 2006).
Dengan penambahan dosis pupuk kascing dan dosis bio-urin sapi dapat
meningkatkan daya hantar listrik (DHL). Semakin tinggi DHL menunjukkan
semakin banyak unsur hara yang bisa diserap tanaman, karena tanaman dapat
menyerap unsur hara dalam bentuk ion-ion, baik ion positif (kation) maupun ion
negatif (anion).
Kadar N total tanah pada lokasi penelitian sebelum perlakuan tergolong
sangat rendah yaitu sebesar 0,05 % (Lampiran 1), dengan perlakuan dosis pupuk
kascing dan bio-urin sapi yang masing-masing mengandung 1,48 % dan 0,36 % N
(Lampiran 2 dan 3) dapat meningkatkan N total tanah setelah penelitian dari
140 % - 280 %, dengan penambahan pupuk kascing dapat meningkatkan N total
tanah 160 % - 280 %, pada dosis pupuk kascing 7,5 t ha-1 menunjukkan hasil yang
tertinggi sedangkan dengan penambahan dosis pupuk kascing mengandung
N total tanah sama dengan tanpa pemupukan (kontrol) (Tabel 5.18) dan dengan
penambahan dosis bio-urin sapi dapat meningkatkan N total tanah 140 % - 200 %,
pada dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1 menunjukkan N total tanah tertinggi
(Tabel 5.18). Hal ini disebabkan karena N tersedia bagi tanaman dalam bentuk
teroksidasi (NO3-) atau bentuk tereduksi (NH4+). Ikatan dengan hidrogen, yang
mereduksi N, dapat terbentuk karena petir dalam proses nitrifikasi, juga oleh
organisme penambat nitrogen yaitu bakteri rhizobium yang mampu memfiksasi N
di
udara
juga
keberadaan
(Gardner dkk., 1991).
N
sangat
mudah
mengalami
pelindian
66
Penambahan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi dapat meningkatkan
P
tersedia. Hal ini didukung pernyataan bahwa pengangkutan P oleh tanaman relatif kecil
dan P jarang hilang karena pelindian (Buckman dan Brady, 1982).
P tersedia pada
lokasi penelitian sebelum percobaan tergolong sedang yaitu 22,11 ppm (Lampiran 1),
dengan penambahan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi yang masing-masing
mengandung 386,26 ppm dan 5,5 ppm P (Lampiran 2 dan 3) dapat meningkatkan P
tersedia. Dengan penambahan dosis pupuk kascing dapat meningkatkan P tersedia 108,82
% - 192,13 % pada hasil analisis tanah setelah panen. P tersedia terrendah pada dosis
pupuk kascing 0 t ha-1 dan tertinggi pada dosis pupuk kascing 22,5 t ha-1 (Tabel 5.18).
Dengan penambahan dosis bio-urin sapi dapat meningkatkan P tersedia 110,27 % 191,18 % pada hasil analisis tanah setelah panen. P tersedia terrendah pada dosis bio-urin
sapi 5500 l ha-1, sedangkan P tertinggi pada dosis bio-urin sapi 8250 l ha-1 (Tabel 5.18).
Penambahan dosis pupuk kascing dan bio-urin sapi dapat meningkatkan K tersedia. K
tersedia di lokasi penelitian 10,66 ppm tergolong sangat rendah, dengan penambahan
dosis pupuk kascing dan dosis bio-urin sapi yang
masing-masing mengandung
2111,07 ppm dan 975,0 ppm (Lampiran 2 dan 3) dapat meningkatkan K tersedia. Dengan
penambahan dosis pupuk kascing dapat meningkatkan K tersedia 455,25 % - 533,86 %
pada hasil analisis tanah setelah panen. K tersedia terrendah pada dosis pupuk kascing 0 t
ha-1 dan tertinggi pada dosis pupuk kascing 7,5 t ha-1 (Tabel 5.18). Dengan penambahan
dosis bio-urin sapi dapat meningkatkan K tersedia 456,00 % - 552,72 % pada hasil
analisis tanah setelah panen. K tersedia terrendah pada dosis bio-urin sapi 5500 l ha-1,
sedangkan K tertinggi pada dosis bio-urin sapi 0 l ha-1 (Tabel 5.18). Hal ini memperkuat
Buckman dan Brady (1982) yang menyatakan kalium banyak hilang oleh pelindian juga
karena pengambilan oleh tanaman, sehingga tanaman yang lebih subur lebih banyak
memerlukan K dari tanaman yang kurus.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Pemberian pupuk kascing dan bio-urin sapi dapat meningkatkan pertumbuhan
dan hasil kacang tanah yang ditanam di Dusun Sukahati, Desa Pesinggahan,
Kecamatan Dawan , Kabupaten Klungkung.
2. Terjadi interaksi yang sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kacang
tanah pada perlakuan dosis pupuk kascing dengan bio-urin sapi.
3. Pada dosis pupuk kascing 15,20 t ha-1 menunjukkan dosis pupuk kascing yang
optimum dengan hasil yang maksimum 26,296 ku ha-1 hasil biji kacang tanah
kering oven dan dosis bio-urin sapi terhadap hasil biji kering oven
menunjukkan hubungan linear dimana semakin ditingkatkan dosis bio-urin
sapi hasil berat biji kering oven kacang tanah terus menunjukkan peningkatan.
7.2 Saran
1. Tanaman kacang tanah varietas lokal culik dapat dikembangkan dengan
menggunakan dosis pupuk organik kascing dengan dosis optimum 15,20 t ha-1
untuk mendapatkan hasil yang maksimum.
2.
Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut dengan meningkatkan dosis bio-urin
sapi berdasarkan efek mandirinya untuk mendapatkan dosis optimum.
67
DAFTAR PUSTAKA
Adijaya, I.N., Yasa, I.M.R., Guntoro, S. 2006. Pemanfaatan Bio Urin Kambing
pada Usahatani Bawang Merah di Lahan Kering Kecamatan Grokgak,
Kabupaten Buleleng, Bali. Prosiding Seminar Nasional Percepatan
Tranformasi Teknologi Pertanian untuk Mendukung Pembangunan
Wilayah. Denpasar, 13 Nopember 2006. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian Bali Hal. 155-157.
Adijaya, I.N., Yasa, I.M.R. 2007. Pemanfaatan Bio Urin dalam Produksi Hijauan
Pakan Ternak (Rumput Raja). Prosiding Seminar Nasional Dukungan
Inovasi Teknologi dan Kelembagaan dalam Mewujudkan Agribisnis
Industrial Pedesaan. Mataram, 22-23 Juli 2007. Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Hal. 155-157.
Adijaya, I.N., Sudaratmaja, I.G.A.K., Mahaputra, I.K., Trisnawati, N.W.,
Suharyanto, Guntoro, S., Rinaldi, J., Elizabeth, d.A.A., Priningsih, P.Y.,
Rachim, A. 2008. Prima Tani LKDRIK Desa Sanggalangit. (laporan).
Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. 143 hal.
Adijaya, I. N. 2010. ”Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Bio Urin Sapi
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.) di Lahan
Kering” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Adisarwanto, T., Rahmiana, A.A., Suhartina. 1993. Budidaya Kacang Tanah.
Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hal. 91-107.
Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah
dan Lahan Kering. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Adjie, M. M., Quesenberry, K. H., Chamblis, C. G. 2006. Nitrogen Fixation and
Inoculation of Forage Legumes. Agronomy Department. Institute of
Food
and
Agriculture
Science.
University
of
Florida.
http://edis.ifas.ufl.edu. Diakses 16 Agustus 2010
Andrianto, T.T., Indarto, N. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Buncis,
Kacang Tanah, Kacang Tunggak. Yogyakarta: Absolut.
Ashley, J. M. 1996. Kacang Tanah dalam Goldsworthy, P. G., Fisher, N. M.,
editor. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Hal. 595 – 651.
BPPP. 1999. Laporan Tahunan Balitkabi. Malang: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian. 50 hal.
68
69
BPTP. 2009. Meningkatkan Hasil Kacang Tanah dengan Teknologi Murah. NTB :
Departemen Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
BOA. 2008. Pertanian Organik Penyelamat Ibu Pertiwi. Denpasar: Bali Organic
Association.
Buckman, H. O., Brady, N. C. 1982. Ilmu Tanah. (Soegiman dan Buana I.D.M,
Pentj). Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Deputi IPTEK MIG Corp. Kacang Tanah ( Arachis hypogeae L.) Kantor Deputi
Enegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp. ( http migroplus, com brosur
budidaya kacang tanah). Diakses tanggal 16 Agustus 2010.
Gardner, EP., Pearce, R.B., and Mitchell. 1991. Physiology of crop Plants. The
Lowa State University, Press.
Gomez, K. A. dan Gomez, A. A. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. (Endang Syamsuddin dan Justika S. Baharsjah, Pentj).
Jakarta: UI.
Guissou, T., Ouadba, J. M., Guinko, S., Duponnois, R. 1998. Responsis of Parkia
biglobosa (Jacg.) Benth, Tamarindus indica L. and Zizyphus mauritiana
Lam. to Arbuscular Mychorrizal Fungi in a Phosphorous Deficient
Sandy Soil. Biol. Fertil Soils. 26: 194 – 198.
Karnata, N. 2000. “Pengaruh Waktu Tanam dan Jenis Pupuk Organik Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kentang (Solanum tuberosum L.) di Lahan Kering
Beriklim Basah” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Kartini, N. L. 1997. “Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dan Pupuk
Organik Kascing terhadap P-tersedia, Kadar P tanaman dan Hasil Bawang
Putih (Allium sativum L.) pada Inceptisol” (Disertási). Bandung:
Universitas Padjadjaran. 121 hal.
Kartini, N. L. 2000. Pertanian Organik sebagai Pertanian Masa Depan.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam
Upaya mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Kasno, A. 2007. Strategi Pengembangagn Kacang Tanah di Indonesia.
Peningkatan Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian Mendukung
Kemandirian Pangan. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal 6987.
70
Marzuki, R. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Mugnisjah, W.Q., Setiawan, A. 2004. Produksi Benih. Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Jakarta : Bumi Aksara.
Munip, A., Nugrahaeni, N., Purnomo, J., Kasno, A. 1999. Evaluasi Toleransi
Genotip Kacang Tanah terhadap Cekaman kekeringan. Edisi Khusus.
BALITKABI No. 13: 32-38
Nurhayati, H., Nyakpa, M. Y., Lubis, A. M., Nugroho, S. G., Saul, R., Amin, D.
M., Go Ban Hong, H. H. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Lampung:
Universitas Lampung.
Nugrahaeni, N., Kasno, A. 1992. Plasma Nutfah Kacang Tanah Toleran terhadap
Cekaman Fisik. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III.
Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hal. 1495-1501.
Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Parwati, I.A.P., Sudaratmaja, I.G.A.K., Trisnawati, N.W., Suratmini, P., Suyasa,
N., Sunanjaya, W., Budiari, L., Pardi. 2008. Prima Tani di LKDTIB
Desa Belanga, Kec. Kintamani, Kab. Bangli, Bali. (laporan). Denpasar:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. 78 hal.
Sumadi, I N. 2010. ”Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di
Lahan Kering”(tesis). Denpasar : Universitas Udayana.
Sumarno, Manwan, I., Syanm, M. 1989. Grain Legumes Research Program.
Bogor : CRIFC.
Sumarno. 2003. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru Algensindo.
Sutanto, R. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutari, W. S. 2010. “Uji Kualitas Bio-urine Hasil Fermentasi dengan Mikroba
yang Berasal dari Bahan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L.)” (tesis). Denpasar :
Universitas Udayana.
Tim Prima Tani Busungbiu. 2006. Laboratorium Agribisnis Prima Tani di Lahan
Kering Dataran Rendah Beriklim Basah. (laporan). Denpasar: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. 71 hal.
71
Winten, K.T.I. 2006. “Pengaruh Dosis Pupuk Kascing dan Nitrogen terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Var.
Georgia” (tesis). Denpasar : Universitas Udayana.
Yasa, I.M.R., Sudaratmaja, I.G.A.K., Adijaya, I.N., Mahaputra, I.K., Suharyanto,
Trisnawati, N.W., Kertawirawan, I.P.A., Sugiarta, P., Rachim, A. 2005.
Participatory Rural Apraisal Prima Tani di Lahan Kering Dataran
Rendah Beriklim Kering Desa Sanggalangit Kecamatan Grokgak,
Kabupaten Buleleng. (laporan). Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Bali.
Yudiarsana I.M., 2009. “Pengaruh Dosis Pupuk Kascing dan Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Nilam (Pogostemon cablin
Benth) di Lahan Kering” (tesis). Denpasar : Universitas Udayana.
72
Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan pada Lokasi Penelitian di
Dusun Sukahati, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten
Klungkung.
No.
Jenis Analisis
Nilai
Keterangan
1.
pH
7,16
Netral
2.
C-organik (%)
1,690
Rendah
3.
DHL (mmhos/cm)
0,830
Sangat rendah
4.
N total (%)
0,050
Sangat rendah
5.
P tersedia (ppm)
22,110
Sedang
6.
K tersedia (ppm)
10,660
Sangat rendah
7.
Kadar air
Kering udara (%)
8,610
-
Kapasitas lapang (%)
24,460
-
8.
Tekstur :
Pasir (%)
50,350
Debu (%)
28,580
Liat (%)
21,070
Lempung
Keterangan: Sampel tanah dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, Nopember 2010.
73
Lampiran 2. Hasil Analisis Pupuk Organik Kascing
No.
Jenis Analisis
Nilai
Keterangan
1.
pH tanah
7,340
Netral
2.
Daya hantar listrik (mm hos/cm)
16,110
Sangat tinggi
3.
C- organik (%)
2,310
Sedang
4.
N total (%)
1,480
Sangat tinggi
5.
P tersedia (ppm)
386,260
Sangat tinggi
6.
K tersedia (ppm)
2111,070
Sangat tinggi
7.
Kadar air (%)
18,360
-
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNUD Tahun 2009.
74
Lampiran 3. Hasil Analisis Bio-urin Sapi
No.
Jenis Analisis
Hasil Analisis
Keterangan
1.
Nitrogen (N) %
0,358
Rendah
2.
Fosfor (P) %
0,055
Sangat rendah
3.
Kalium (K) %
9,750
Sangat rendah
4.
Kalsium (Ca) %
0,255
Rendah
5.
C- organik %
0,706
Sangat rendah
Keterangan : Bio-urin Sapi Dianalisis di UPT-Laboratorium Analitik UNUD Tahun 2010
Lampiran 4. Data Curah Hujan dan Hari Hujan dalam Kurun Waktu Sepuluh Tahun 2000 – 2009 di kecamatan Dawan
NO
BULAN
CH/HH
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah
setahun
Jumlah
setahun
Ratarata/bulan
Ratarata/bulan
3
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH/HH
CH
HH
CH
HH
2000
4
204/19
395/17
301/23
146/14
223/21
141/15
20/6
15/7
2/1
91/11
351/25
109/12
1998
2001
5
222/18
212/16
65/18
153/14
50/7
372/19
61/9
116/9
55/9
158/10
128/12
267/18
1859
2002
6
240/15
368/20
46/10
70/11
55/5
36/9
35/10
12/6
39/6
3/1
203/13
101/12
1208
2003
7
392/22
219/17
154/11
206/16
87/13
33/10
21/6
20/3
112/5
49/8
265/15
359/25
1917
TAHUN
2004
2005
8
9
116/15 97/14
354/22 226/10
225/12 116/10
425/10 235/12
310/16 8/2
15/5
23/6
24/5
77/9
34/7
86/8
7/2
53/4
3/1
148/15
157/9 161/7
83/10 238/18
1753
1468
171
159
118
151
114
115
132
126
154
124
166,5
154,9
100,7
159,8
146,1
122,3
151,9
202,7
123,1
151,3
14,3
13,3
9,8
12,6
9,5
9,6
11,0
10,5
12,8
10,3
2006
10
392/22
257/16
261/16
243/16
316/16
92/7
31/10
37/7
1/1
28/5
29/4
136/12
1823
2007
11
103/11
281/13
308/20
118/10
15/3
588/14
115/9
175/10
8/1
15/5
176/10
530/20
2432
2008
12
136/10
222/19
138/16
67/13
189/22
8/4
33/7
14/8
98/9
127/11
245/21
200/14
1477
2009
13
609/22
344/16
160/14
172/11
79/10
7/4
95/8
16/5
78/12
90/9
35/5
130/8
1815
Rata-rata
CH/HH/Bulan
14
251,1/16,8
287,8/16,6
177,4/15,0
183,5/12,7
133,2/11,5
131,5/9,3
51,2/7,9
52,5/7,0
45,3/5,0
71,2/7,6
175,0/12,1
215,3/14,9
Sumber: Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar
75
76
Lampiran 5. Data Curah Hujan (CH) dan Hari Hujan (HH) Selama Melaksanakan
Penelitian Tanaman Kacang Tanah sampai Panen.
No.
Tanggal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19. tanam
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
Jumlah CH/Bulan
Jumlah HH/Bulan
Des.
2010
9
5
20
1
73
28
2
7
1
0
2
30
7
4
1
7
18
1
20
3
1
6
246
22
Curah Hujan (mm)
Jan.
Peb.
Maret
Total
2011
2011
2011
9
7
8
5
5
14
57
6
28
3
22
0
7
33
1
45
3
3
4
14
4
2
22
1
24
5
8
4
24
18
5
5
1
51
10
10
14
28
3
2
6
1
3
6
24
72
Panen
4
4
3
3
3
7
12
22
214
184
287
931
23
16
15
76
Sumber: Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar
Rerata/
bulan
265,5
19
77
Lampiran 6. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Kacang Tanah
Provinsi Bali
Provinsi
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Bali
Jenis
Tanaman
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Kacang
Tanah
Tahun
Luas Panen(ha)
Produktivitas Produksi
2000
12771
(biji) (ku/ha)
11,81
(ton)
15086
2001
12988
12,62
16394
2002
13779
11,79
16251
2003
14234
12,96
18452
2004
15179
12,69
19256
2005
15183
13,00
19742
2006
13433
13,43
18040
2007
13732
13,89
19077
2008
12247
13,55
16592
2009
11902
13,09
15583
2010
10528
11,22
11813
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010)
Lampiran 7. Hasil Analisis Tanah setelah Panen Tanaman Kacang Tanah
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Kode
Sampel
K0U0
K0U1
K0U2
K0U3
K1U0
K1U1
K1U2
K1U3
K2U0
K2U1
K2U2
K2U3
K3U0
K3U1
K3U2
K3U3
C Organik
(%) Ket.
1,710 R
0,430 SR
1,270 R
1,710 R
2,560 S
1,710 R
0,850 SR
1,290 R
0,400 SR
2,140 S
0,850 SR
0,430 SR
0,430 SR
1,280 R
0,850 SR
0,430 SR
pH
DHL
Ket. (mmhos/cm)
6,920 N
1,020
6,880 N
0,820
6,940 N
0,860
6,860 N
1,320
7,030 N
0,810
6,530 N
1,000
6,940 N
0,170
7,040 N
0,930
6,850 N
1,150
6,980 N
0,820
6,980 N
0,890
6,920 N
0,940
6,990 N
1,580
6,920 N
0,800
6,840 N
1,160
6,910 N
0,870
N Total
Ket.
(%)
Ket.
R
0,100
SR
SR 0,130
R
SR 0,130
R
R
0,150
R
SR 0,130
R
R
0,150
R
SR 0,180
R
SR 0,160
R
R
0,100
SR
SR 0,120
R
SR 0,130
R
SR 0,170
R
R
0,130
R
SR 0,130
R
R
0,120
R
SR 0,130
R
P Tersedia
(ppm)
Ket.
40,200 ST
40,070 ST
25,080 T
79,340 ST
73,400 ST
46,210 ST
64,150 ST
52,660 ST
26,130 T
64,440 ST
55,040 ST
73,370 ST
94,250 ST
70,250 ST
41,700 ST
52,160 ST
K Tersedia
(ppm)
Ket.
59,470 SR
53,740 SR
59,650 SR
63,890 SR
79,100 R
63,340 SR
58,540 SR
69,300 SR
58,760 SR
59,210 SR
60,230 SR
65,230 SR
80,990 R
67,350 SR
58,670 SR
59,550 SR
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unud Tahun 2011.
Singkatan
DHL : Daya Hantar Listrik
Keterangan
N : Netral
Metode
C-Organik : Metode Walkley & Black
C ,N : Karbon, Nitrogen
SR
N Total
: Metode Kjeldhall
P,K : Posfor, Kalium
R, S : Rendah, Sedang
P&K
: Metode Bray-1
Ket.:
T, ST: Tinggi, Sangat Tinggi
DHL
: Kehantaran Listrik
Keterangan
: Sangat Rendah
78
Download