BAB V PENUTUP Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan analisis mengenai strategi komunikasi pemberdayaan yang dilakukan oleh Project Child Indonesia terhadap anak-anak rawan yang berlokasi di Kampung Kricak Kidul, Yogyakarta. Selama penelitian berlangsung penulis mengumpulkan data-data yang berasal dari wawancara dengan narasumber yang memiliki kredibilitas dalam menjawab masalah penelitian ini dan juga dari hasil observasi penulis terhadap objek penelitian di lapangan serta beberapa dokumentasi yang mendukung validitas data penelitian. Kesimpulan yang penulis sampaikan berisi poin-poin penting yang dari hasil analisis penelitian ini. A. KESIMPULAN Dari hasil analisis berbagai data yang diperoleh, ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini: Strategi komunikasi dalam pemberdayaan tidak hanya bertujuan untuk program-program komunikasi melainkan keseluruhan program. Hal ini disebabkan karena ada banyak pihak yang bekerja dalam proses pemberdayaan dalam masyarakat Kricak Kidul dan komunikasi merupakan cara yang efisien untuk membangun kerjasama antar setiap pihak agar proses pemberdayaan dapat berjalan dengan baik. Project Child Indonesia memiliki dua khalayak sasaran, yaitu anak-anak sebagai khalayak utama dan orangtua serta masyarakat Kricak Kidul lainnya sebagai khalayak sekunder. Hal ini dikarenakan proses pemberdayaan anakanak rawan yang menjadi tujuan utama organisasi dinilai tidak dapat berjalan dengan efisien dan memberikan hasil yang maksimal bila lingkungan anakanak untuk bertumbuh dan berkembang tidak turut dalam proses pemberdayaan. Individu-individu dewasa yang bertanggung jawab atas anakanak juga harus mengerti program-program pemberdayaan yang dilakukan Project Child Indonesia karena pada dasarnya hidup anak-anak masih bergantung kepada mereka. Sehingga pemahaman dan partisipasi orangtua dan masyarakat sekitar sangat penting agar mendorong partisipasi anak-anak Keberhasilan pemberdayaan yang intangible atau sulit untuk diukur membuat Project Child Indonesia tidak memiliki ukuran keberhasilan secara kuantitas untuk mengukur keberhasilan program mereka dan membutuhkan rentang waktu yang cukup lama untuk melihat hasil dari program-program tersebut. Namun ukuran secara kuantitas digunakan untuk menghitung partisipasi secara fisik dari khalayak sasaran, seperti jumlah kehadiran anak dalam kelas, dan sebagainya. Tingkat partisipasi yang terbentuk dalam khalayak sasaran melalui program pemberdayaan yang dilakukan Project Child Indonesia adalah partisipasi fungsional yang terlihat dari keterlibatan khalayak. Pada prinsipnya strategi komunikasi yang dijalankan oleh Project Child Indonesia adalah komunikasi partisipatif yang bertujuan untuk mendorong partisipasi khalayak sasaran untuk mengambil bagian dalam proses pemberdayaan. Hal ini dibuktikan dari penggunaan komunikasi tatap muka yang menjadi bentuk komunikasi utama yang dijalankan dalam keseluruhan program Project Child Indonesia. Hal ini dilakukan semata-mata karena komunikasi tatap muka dinilai lebih efektif dalam membangun hubungan atau relasi antarpribadi, sehingga baik organisasi maupun khalayak sasaran dapat bergaul dengan akrab dan dekat. Kedekatan dan keakraban dengan khalayak sasaran penting untuk dibangun agar khalayak sasaran memiliki perasaan nyaman dan percaya kepada Project Child Indonesia sebagai fasilitator pemberdayaan. Secara umum Project Child Indonesia menerapkan strategi komunikasi yang seragam dalam penyampaian pesan, yaitu melalui komunikasi kelompok yang digunakan dalam proses komunikasi kepada kedua khalayak sasaran. Sedangkan dalam pengembangan dan penyusunan pesan, Project Child Indonesia menggunakan metode penyampaian pesan secara redundancy/repetition yang dikemas dengan informatif, persuasif, dan edukatif dan menekankan pada one side issue. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya khalayak sasaran yang menerima program-program pemberdayaan merupakan masyarakat yang tidak memiliki daya, dalam hal ini adalah informasi dan kemampuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Karena itu metode penyampaian pesan yang berulang-ulang akan membuat masyarakat terpapar oleh pesan secara terus-menerus hingga pesan tersebut menjadi keyakinan dalam benak mereka. Pesan-pesan pemberdayaan yang disusun secara informatif, persuasif, dan edukatif juga bertujuan agar pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran merupakan pesan yang berkualitas, berbobot, serta mampu menarik perhatian dan minat mereka terhadap isi pesan. Sedangkan untuk penyampaian yang menekankan pada one side issue dikarenakan fasilitator dalam hal ini memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan khalayak sasaran. Project Child Indonesia bertujuan untuk mengedukasi mereka dan mengubah perilaku mereka sehingga pesan one side issue akan lebih efektif digunakan karena khalayak sasaran pada dasarnya belum memahami mengenai proses pemberdayaan. Dalam mendorong khalayak sasaran yang partisipatif, Project Child Indonesia menerapkan komunikasi yang menciptakan ruang bagi khalayak untuk saling berinteraksi dan lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat dan langkah ini dilakukan dalam bentuk komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok menjadi bentuk komunikasi yang banyak dijumpai dalam penerapan strategi komunikasi Project Child Indonesia yang ditunjukkan dalam kelas dimana anak-anak seringkali dibagi menjadi beberapa kelompok dalam mengerjakan tugas, selain itu dengan orangtua dan masyarakat, Project Child Indonesia sering membuka forum kelompok dalam diskusi atau rapat dengan warga untuk memancing partisipasi warga agar dapat mengambil bagian dan lebih terbuka satu sama lain. Selain bentuk komunikasi kelompok, Project Child Indonesia juga menggunakan event atau kegiatan sebagai bentuk komunikasi dengan khalayak sasaran dan stakeholders eksternal Project Child Indonesia. Proses komunikasi melalui kegiatan disenangi oleh khalayak sasaran karena kegiatan-kegiatan tersebut dibuat semenyenangkan dan semenarik mungkin. Melalui kegiatan ini juga stakeholders eksternal Project Child Indonesia seperti donor dan mitra yang melakukan kerjasama dapat bertemu dengan masyarakat Kricak Kidul yang menjadi khalayak sasaran. Bentuk komunikasi dengan media seperti dengan media seni dan alat bantu ajar digunakan oleh Project Child Indonesia untuk mendukung proses komunikasi dalam bentuk kelompok. Jadi pada intinya proses komunikasi langsung yaitu bentuknya dengan komunikasi kelompok yang digunakan oleh Project Child Indonesia dalam mengimplementasikan strategi komunikasi, didalamnya menggunakan media-media komunikasi lain seperti seni dan alat bantu ajar yang juga digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dalam proses pemberdayaan tetapi sifatnya hanya mendukung bentuk komunikasi utama. Hambatan yang dihadapi oleh Project Child Indonesia adalah keterbatasan fasilitas, keterbatasan sumber daya, dan partisipasi khalayak sasaran yang tidak seragam. Hambatan-hambatan ini memang sedikit banyak memengaruhi strategi komunikasi pemberdayaan yang dilakukan oleh Project Child Indonesia. Namun sebisa mungkin Project Child Indonesia berusaha mengatasi hambatan-hambatan tersebut dengan mencari alternatif-alternatif yang dapat menjadi solusi dari hambatan yang terjadi seperti untuk mengatasai keterbatasan fasilitas, Project Child Indonesia bekerja sama dengan warga sekitar untuk diperbolehkan meminjam teras rumahnya agar anak-anak tidak penuh sesak didalam kelas. Sedangkan permasalahan sumber daya yang terbatas diakali dengan banyak melakukan kerjasama dengan mitramitra Project Child Indonesia yang ternyata tidak hanya menjadi solusi dari hambatan tersebut, justru membuka peluang baru bagi organisasi untuk memerluas jaringan kerjasama. Sedangkan hambatan terkait dengan tingkat partisipasi yang tidak seragam diatasi dengan menggunakan saluran komunikasi antarpribadi terhadap individu-individu yang dirasa kurang terlibat dan mengambil bagian dalam program-program yang diselenggarakan oleh Project Child Indonesia. Dalam hal pengevaluasian, Project Child Indonesia menggunakan tiga tipe dasar pengevaluasian program, yaitu evaluasi sebelum pelaksanaan program, evaluasi saat program berlangsung (monitoring), dan evaluasi setelah program berjalan. Ketiga model evaluasi ini dijalankan agar strategi komunikasi yang dirancang berjalan dalam koridor yang sesuai dan merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi masalah atau hambatan yang timbul secara spontan sehingga menghindari permasalahan yang berlarut-larut. Selain itu evaluasi dengan tiga tipe ini juga sangat membantu proses evaluasi akhir dimana keseluruhan program akan dievaluasi. Evaluasi yang dilakukan dengan menyertakan pihak eksternal diluar Project Child Indonesia juga membantu organisasi untuk mendapatkan penilaian yang objektif dan bebas dari intervensi internal. Selain itu pihak eksternal dapat memberikan perspektif lain yang mungkin tidak terpikirkan oleh Project Child Indonesia. Feedback atau respon dari khalayak sasaran juga memegang peran penting dalam proses evaluasi terutama pada evaluasi akhir dimana Project Child Indonesia bisa menilai apakah kebutuhan dan keinginan khalayak sasaran bisa terpenuhi sejalan dengan upaya Project Child Indonesia untuk mencapai visi dan misi mereka. Sistem komunikasi yang terbuka antara Project Child Indonesia dan khalayak sasaran sangat membantu khalayak sasaran untuk dapat memberikan masukan yang objektif dan membangun. Komunikasi memiliki peran penting dalam proses pemberdayaan karena dapat membantu fasilitator, dalam penelitian ini adalah Project Child Indonesia untuk melakukan penilaian terhadap kebutuhan khalayak sasaran. Proses komunikasi membantu organisasi untuk menganalisis masalah yang ada dalam khalayak sasaran serta mengidentifikasi kebutuhan mereka. Prosesproses komunikasi ini yang kemudian menjadi dasar dari perencanaan strategi komunikasi yang menjadi panduan organisasi untuk merancang programprogram yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi. B. SARAN Bagi pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dengan Project Child Indonesia, hasill dari penelitian ini bisa dijadikan sebuah referensi dan bahan masukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi pemberdayaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan strategi komunikasi misalnya yang diterapkan dalam perusahaan. Strategi komunikasi pemberdayaan sangat menekankan pada sisi humanis dari suatu program dimana tujuan utamanya adalah memberdayakan pihak-pihak yang terpinggirkan baik disebabkan karena struktur atau sistem. Oleh karena itu tingkat partisipasi khalayak sasaran dalam proses pemberdayaan sangat diupayakan agar khalayak sasaran memiliki rasa bertanggung jawab dan keinginan untuk menjadi masyarakat yang berdaya. Namun tingkat partisipasi yang ada dalam Project Child Indonesia masih sebatas keikutsertaan khalayak sasaran dalam program, meskipun memang komunikasi yang terbuka antara Project Child Indonesia dengan khalayak sasaran sudah tercipta dan merupakan indikator penting dalam konsep pemberdayaan yang partisipatif. Kedepannya mungkin organisasi dapat menyertakan khalayak sasaran dalam proses perencanaan program sehingga masyarakat sasaran bisa belajar untuk melakukan proses pemberdayaan. Dari sisi akademis, penelitian ini pada dasarnya merupakan sebuah langkah awal yang masih terus membutuhkan penyempurnaan dari berbagai pihak. Dalam hal ini karena keterbatasan peneliti, ada beberapa aspek yang terkait dengan topik penelitian yang belum sempurna dalam pemaparannya. Selain itu, secara umum penelitian yang dilakukan masih berada pada tataran deskriptif (pemaparan kasus) saja. Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya akan lebih baik jika data yang diperoleh dijelaskan dengan lebih komprehensif dan diarahkan pada eksplanasi atau eksplorasi kasus secara lebih mendalam sehingga memungkinkan untuk menemukan teori-teori baru yang mendukung teori pemberdayaan terutama di Indonesia.