BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam serta berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, dan kepribadian masih tetap
utuh atau tidak mengalami keretakan kepribaadian normal (Hawari, 2008).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut, cemas adalah respons
emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi
cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang berat tidak
sejalan dengan kehidupan (Stuart, 2007).
Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan seharihari. Kecemasan pada individu merupakan pengalaman subjektif, dapat
memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha
memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).
2. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu
(Videbeck, 2008) yaitu :
a. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar
6
7
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti
sesekali bernapas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada
lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, tidak dapat
duduk dengan tenang, dan tremor halus pada tangan.
b. Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu lebih
terfokus pada hal-hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Respons cemas sedang seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit,
rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah
tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung hanya
memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu
berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan/tuntunan.
Responsnya meliputi napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi
sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi
cepat, dan perasaan ancaman meningkat.
d. Panik
Lahan persepsi individu telah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan
diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi
pengarahan. Respons panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat
berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak,
kehilangan kendali dan persepsi kacau.
8
Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif
Ringan
Respon Maladaptif
Sedang
Berat
Panik
Skema 2.1. Rentang Respon Kecemasan
3 . Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
Faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan adalah :
a. Faktor Internal
1) Pengalaman
Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman
yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum.
Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai
kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri
seseorang, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam
menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan lebih mampu
beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
2) Respon Terhadap Stimulus
Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan
atau besarnya rangsangan yang diterima akan memengaruhi kecemasan
yang timbul.
3) Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak
pengalamannya
sehingga
pengetahuannya
semakin
bertambah
(Notoatmodjo, 2008). Karena pengetahuannya banyak maka seseorang
akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu.
9
4) Jenis Kelamin
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983)
dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas
akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih
aktif dan eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian
lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.
Sedangkan menurut Caumo (2001) dalam Erawan (2012) mengatakan
karakteristik demografi yang berhubungan dengan kecemasan pre
operasi adalah jenis kelamin dan jenis kelamin perempuan lebih besar
resiko untuk terkena kecemasan pre operasi.
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mudah
mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu
akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan
menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah baru.
(Stuart & Sundeen, 2007).
b. Faktor Eksternal
1) Dukungan Keluarga
Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap
dalam menghadapi permasalahan.
2) Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi
lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan
pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita
negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan
seseorang lebih kuat dalam menghadapi permasalahan.
10
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) antara lain:
a. Faktor predisposisi
1) Teori psikoanalisis
Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas merupakan
konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan
superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya.
Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan
tersebut dan fungsi kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada
bahaya.
2) Teori interpersonal
Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan
harga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.
3) Teori perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk frustasi.
Frustasi merupakan segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan dikarakteristikkan sebagai
suatu dorongan yang dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori
pembelajaran meyakini individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan
pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan
pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik memandang cemas sebagai
pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi
karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan :
konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan perasaan tak
berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
11
4) Teori kajian keluarga
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi didalam
keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan
kecemasan dan depresi.
5) Teori biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzo diazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuro regulator
inhibisi asam gammaaminobutyric acid (GABA). GABA berperan
penting dalam mekanisme biologi yang berhubungan dengan cemas.
Kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan di keluarga memiliki
efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Cemas disertai dengan
gangguan fisik yang menurunkan kemampuan individu mengatasi stresor.
Kecemasan diperantarai oleh sistem kompleks yang melibatkan sistem
limbik, pada organ amigdala dan hipokampus, talamus, korteks rontal
secara anatomis dan norepinefrin (lokus seruleus), serotonin (nukleus rafe
dorsal) dan GABA (reseptor GABA berpasangan dengan reseptor
benzodiazepin) pada sistem neurokimia. Hingga saat ini belum diketahui
secara jelas bagaimana kerja dari masing-masing bagian tersebut dalam
menimbulkan kecemasan.
b. Faktor presipitasi
Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada situasi dan
hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi
kecemasan menurut Stuart (2007) yaitu :
1) Faktor eksternal
Ancaman integritas diri Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan
yang akan dilakukan) dan ancaman sistem diri Antara lain: ancaman
12
terhadap identitas diri, harga diri, hubungan interpersonal, kehilangan dan
perubahan status dan peran.
2) Faktor internal
a. Potensial stresor, stresor psikososial merupakan keadaan yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga individu dituntut
untuk beradaptasi.
b. Maturitas, kematangan kepribadian inidividu akan mempengaruhi
kecemasan yang dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur
maka lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena
individu mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap
kecemasan.
c. Pendidikan,
tingkat
pendidikan
individu
berpengaruh
terhadap
kemampuan berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu
semakin mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru.
Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam menguraikan
masalah baru.
d. Respon
koping,
mekanisme
koping
digunakan
seseorang
saat
mengalami kecemasan. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara
konstruktif merupakan penyebab terjadinya perilaku patologis.
e. Status sosial ekonomi, status sosial ekonomi yang rendah pada
seseorang akan menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan.
f. Keadaan fisik, Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah
mengalami kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan memper
mudah individu mengalami kecemasan.
g. Tipe kepribadian, individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada orang dengan tipe
kepribadian B. Individu dengan tipe kepribadian A memiliki ciri-ciri
individu yang tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna,
merasa diburuburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah
tersinggung dan mengakibatkan otot-otot mudah tegang. Individu
13
h. dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan
tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B merupakan individu yang
penyabar, tenang, teliti dan rutinitas.
i. Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di lingkungan asing
lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan di lingkungan yang
yang sudah dikenalnya
j. Dukungan sosial, dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber
koping individu. Dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu
seseorang
mengurangi
kecemasan
sedangkan
lingkungan
mempengaruhi area berfikir individu.
k. Usia, usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia
yang lebih tua.
l. Jenis kelamin, gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami
wanita daripada pria.
4 . Cara Mengukur Kecemasan
Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan
seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur
yang dikenal dengan nama Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur
ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi
dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi
penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak ada gejala,
nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala
berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala
tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang yaitu Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai
14-20 kecemasan ringan, nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan
berat dan nilai 42-56 kecemasan sangat berat.
14
B. Konsep Pre Operasi
1. Pengertian Pre Operasi
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan
obat-obatan sederhana (Potter, 2006).
2. Persiapan Pasien Pre Operasi
Menurut Baradero (2009), berbagai persiapan yang harus dilakukan terhadap
pasien sebelum operasi adalah :
a. Informed consent
Hak
pasien
untuk
menentukan
intervensi
pembedahan yang akan
dilaksanakan dilindungi oleh proses informed consent. Izin tertulis yang
dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu
pembedahan dilakukan, izin ini untuk melindungi pasien terhadap
pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari
suatu lembaga hukum. Sebelum pasien menandatangani formulir consent, ahli
bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa
yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah juga harus
menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif yang ada, kemungkinan
risiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan,
ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga tentang apa yang
diperkirakan terjadi pada periode pasca operasi awal dan lanjut.
b. Skrining pre operasi
Sebelum pembedahan, dilakukan persiapan dengan mengkaji:
1) Riwayat kesehatan seperti usia, alergi (iodin, medikasi, lateks, larutan
antiseptic atau larutan antiseptic), obat dan zat yang digunakan, tinjauan
sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar
belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan, agama), dan
psikososial.
15
2) Pengkajian fisik yaitu pemeriksaan “head to toe” (dari kepala sampai ke
ibu jari kaki) dan tanda-tanda vital (tekanan darah, pernafasan, denyut nadi
dan suhu tubuh).
3) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah seperti: hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit, protein
total (albumin dan globulin), elektrolit, ureum, kreatinin.
4) Pemeriksaan radiologi dan diagnostik seperti: foto thoraks, abdomen,
USG, CT scan, MRI, renogram, cytoscopy, mammografi, colon in loop,
EKG, ECHO, Electro Enchelophalo Grafi.
Rutinitas Pre operasi:
a. Persiapan kulit dan pencukuran
Persiapan kulit sangat penting dilakukan untuk mengurangi resiko infeksi luka
setelah pembedahan. Menurut Baradero (2009) beberapa rekomendasi persiapan
kulit antara lain; (a) daerah yang akan dibedah dan daerah sekitarnya harus
bersih. Kegiatan membersihkan kulit ini bisa dilakukan dengan mandi dan
mencuci kulit di kamar pasien atau mencuci kulit dan segera memberi agens anti
mikroba di kamar operasi. (b) daerah yang akan dibedah harus dikaji sebelum
kulit disiapkan. Trauma kulit pada area pembedahan memungkinkan
mikroorganisme berkembang di tempat tersebut. Apabila perlu mencukur
rambut, gunakan kliper elektrik atau krim depilatori daripada pencukur pisau.
Pencukuran rambut dilakukan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka
b. Status puasa
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang dapat diberikan diantaranya pasien dipuasakan dan dapat juga dengan
pemberian enema. Enema biasanya diberikan untuk pembedahan pada
gastrointestinal, pelvis, perineal, atau perianal. Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
16
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses di area pembedahan
sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan dan dapat juga
memberi visualisasi yang baik untuk dokter bedah.
c. Latihan batuk efektif
Teknik batuk efektif dapat dilatih dengan cara: Pasien condong ke depan dari
posisi semifowler, sarankan untuk menjalin jari-jari tangan dan diletakkan
melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien napas
dalam
seperti cara napas dalam (3 -5 kali), segera lakukan batuk spontan,
pastikan
rongga
pernapasan
terbuka
dan
tidak hanya batuk denagn
mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada
tenggorokan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak
berbahaya terhadap incisi. Teknik ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Jika
selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk
lembut untuk
menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh
saat batuk.
d. Latihan napas dalam
Latihan napas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pasien tidur
dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan
perut tidak boleh tegang. Meletakkan tangan di atas perut, menghirup udara
sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup
rapat, kemudian menahan napas beberapa saat (3-5 detik), secara perlahan-lahan,
udara dikelurkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
e. Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting bagi pasien sehingga
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pergerakan setelah operasi
akan mempercepat rangsang peristaltik usus, menghindari penumpukan lendir
17
pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Selain itu akan memperlancar sirkulasi
untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernapasan optimal. Intervensi ditujukan pada
perubahan posisi tubuh dan juga Range Of Motion (ROM). Latihan perpindahan
posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian
seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta
melakukan secara mandiri.
f. Premedikasi praoperasi
Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah
formulir informed consent telah diisi dan ditandatangani. Tujuan dari
premedikasi adalah mengurangi rasa cemas dan memberikan sedatif atau
hipnotik, mengurangi sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi nyeri dan
rasa tidak nyaman. Obat-obat premedikasi yang diberikan biasanya adalah agens
anti ansietas (diazepam/valium, midazolan/versed, lorazepam/ativan), narkotik
(morfin/fentanyl,
meperidine/demerol),
anti
kolinergik
(atropin,
glikopirolat/robinul). Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien
dioperasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya
diberikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca operasi 2-3
kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain
sesuai indikasi pasien. Premedikasi dapat diberikan ”on call” (kamar operasi
memberi tahu untuk diberikan premedikasi) atau dapat juga diberikan di kamar
operasi sebelum induksi anastesi. Premedikasi dapat juga tidak diberikan sesuai
keinginan ahli anastesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi
turun dari tempat tidur.
3. Standar Prosedur Operasional Pendidikan Kesehatan : Pre operasi
Standar Operasional Prosedur (SOP) pendidikan kesehatan pre operasi dibuat
untuk membantu pasien memahami dan meyiapkan mental dalam pembedahan,
dengan bertujuan untuk mengurangi kecemasan pre operasi. Adapun prosedur
18
pendidikan kesehatan pre operasi sebagai berikut (RSUD Banyumas, Tahun
2012) :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tanggal, waktu dan lokasi
pembedahan
b. Berikan informasi kepada pasien dan orang terdekat berapa lama operasi akan
dijalani
c. Kaji pengalaman pembedahan terdahulu dan tingakat pengetahuan klien terkait
dengan pembedahan
d. Kaji kecemasan pasien/keluarga terkait dengan pembedahan
e. Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan mendiskusikan
hal-hal yang menjadi perhatian
f. Gambarkan rutinitas yang dilakukan sebelum operasi (anastesi, diet,)
g. Jelaskan medikasi pra operatif, efek yang akan terjadi dan rasionalisasi
penggunaan.
h. Berikaan informasi kepada orang terdekat tentang tempat menunggu
hasil
pembedahan dengan tepat.
i. Berikan informasi tentang apa yang akan didengar, dirasa, dicium dan dilihat
selama kejadian.
j. Diskusikan manajemen nyeri yang mungkin dilakukan.
k. Jelaskan tujuan pengkajian post operatif.
l. Berikan penjelasan tentang rutinitas post operatif atau peralatan yang mungkin
digunakan (penggantian balutan, pengobatan ) dan berikan penjelasan tentang
tujuan masing-masing.
m. Berikan penjelasan kepada pasien teknik mengubah posisi ditempat tidur dengan
tepat
n. Evaluasi kemampuan pasien untuk mendemonstrasikan cara mengubah posisi
dengan tepat
o. Evaluasi
kemampuan
pasien
dalam
mendemontrasikan
kemampuan
menggunakan insentif spirometri dengan tepat
p. Berikan penjelasan kepada pasien cara menekan daerah pembedahan, batuk
efektif dan nafas dalam
19
q. Evaluasi kemampuan pasien dalam mendemontrasikan kemampuan menekan
daerah pembedahan, batuk efektif dan nafas dalam dengan tepat
r. Berikan penjelasan kepada pasien tentang teknik melatih kaki
s. Evaluasi kemampuan pasien untuk mengulangi latihan kaki
t. Berikan informasi tentang bagaimana mereka dapat membantu dalam masa
penyembuhan
u. Dukung pemberian informasi oleh tanaga kesehatan lain dengan tepat
v. Identifikasi harapan pasien setelah pembedahan
w. Perbaiki harapan pasien yang tidak realistik
x. Berikan waktu kepada pasien untuk menjelaskan kembali peristiwa yang akan
terjadi
y. Libatkan keluarga dan orang terdekat.
C. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Skema 2.2.
Kerangka Konsep Penelitian
Pre Intervensi
Tingkat kecemasan
sebelum diberikan
informasi
Intervensi
Informasi prosedur
pembedahan
Post
Intervensi
Tingkat kecemasan
sesudah diberikan
informasi
D. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada pengaruh informasi prosedur pembedahan terhadap tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Pabatu Tebing Tinggi.
Download