PERBEDAAN JUMLAH LEUKOSIT DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT ANTARA PASIEN NEFROPATI DIABETIK DENGAN NON NEFROPATI DIABETIK PADA PENDERITA NIDDM DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Charifa Sama NIM: 1113103000092 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini penyusun menyatakan bahwa: l. Penelitian ini merupakan hasil karya asli penyusun yang diajukan untuk memenrlhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah lakarta. 2. Semua sumber yang penyusun gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli penyusun atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, penyusun bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahrllah Jakarta. Ciputat, 19 OkJober 2016 Chariia Sallla LE■ 711BAR PERSETUJUAN PEⅣⅡ〕IVIBING PEttEDAAN DA劇 【』麗騨LAIILEUKOSIT DAN Ⅲ TUNG JENIS LEUKOSIT ANTARA PASIEN NEFROPATI D■ 4BETIK DENGAN NON NEFROPATI DIABETIK PADA PENDERITA NDDM DI RUPEIAH SAKIT llIMUⅣ l個 LSlの KOTA TANGERANG SELATAN TAⅡ UN 2014‐ 2015 Laporan Penelitian Di辱 燎 狙 kepada Progran■ Studi Kedokteran dan Profesi DOktet Fakultas Kedokteran dan llmu Kesehattul untuk NIlemcnuhi Pcrsyaratan Ⅳfemperoleh Gclar S乏 可ana Kedokteran(S.Keの 01ch: Charlfa Salna NIM:1113103000092 Pembillllbillg Pembimbing dr.Fcllllny Ntt Akb征 ,Sp.PD,K― GEH NIP。 197310052006042001 II dr.Silvia Dewi,Sp.PD NIP.197704032008042007 PROGRAplsTuDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILル IU KESEHATAN UMヽ電 RSITAS ISLARI NEGEItISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438111/2016 111 AN LEMBAR PENGESAⅡ Laporan Pcnclitian bcttudul PERBEDAAN DARI JUMLAH LEUKOSIT DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT A.NTARA PASIEN NEFROPATI DIABETIK DENGAN NON NEFROPATIDIABETIK PADA PENDERITA NIDDM DI RUMAI SAKIT UMUM(RSU) KOTA TANGERANC SELATAN TAHUN 2014-2015 yang diaiukan。 1113103000092),tclah diuiikan dalam sidang di Fak」 lch ChaHfa Sama(NIM: tas Kedokteran dan 1lmu Kesehatan pada Oktober 2016.Laporan Penclitian ini telah ditcrlma sebagai salah satt syarat mcmperoleh gelar Saづ ana Kedoktcran(S.Kcd)pada PrOgram Studi Kcdokteran dan Profesi Dokter. Ciputat,19 0ktobcr 2016 DEWAN PENGUJI Ketua Sidang dr.Femnlv Nurul Akbaち SpoPD,K― CEH NIP.197310052006042001 Pembimbin g2 PembiIIlbing l ら dr. dr.Sil宙 a De■7i,Sp.PD Femmy Nurul Akbar,Sp.PD,K― GEⅡ NIP. 197310052006042001 NIP,197704032008042007 Penguji 2 dr.Ⅳ Iulliroh,SpPK dr.Hari IIendarto.Sp.PD,Ph.D NIP。 NP.197703262009012005 196511232003121003 PIⅣIPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD FIflK UIN Pro■ Dr.H.Arif Sumalltri,PI.Kes 感 .Achnlad Zald,》 霊。EPid,Sp.OT NIP。 l・ 196508081988031002 NIP 19780507 200501 1 005 lV KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “PERBEDAAN DARI JUMLAH LEUKOSIT DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT ANTARA PASIEN NEFROPATI DIABETIK DENGAN NON NEFROPATI DIABETIK PADA PENDERITA NIDDM DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta Salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW, suri teladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak. Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH selaku dosen pembimbing 1 yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini. 4. dr. Silvia Dewi, Sp.PD selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini. v 5. dr. Hari Hendarto,Sp.PD Ph. D selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi masukan untuk penelitian ini. 6. dr. Muniroh, Sp.P.K selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi masukan untuk penelitian ini. 7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter 2013. 8. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Kedua orangtua penulis, Mr. Phonsak Sama dan Mrs. Sarinya Sama, yang selalu mendoakan, memberi semangat dan motivasi, serta memberikan dukungan baik moral maupun material, serta abang dan adik-adik tercinta Mr. Romlee daengsakul, Mr. Chafi-in Sama dan Mr. Chaidee Sama, sepupu dan seluruh keluarga besar yang selalu memberi kebahagiaan dan keceriaan ketika bersama. 10. Teman-teman seperjuangan riset, Ahmad Sisjufri M, Nur Hakimatul Faizah, Rohman Sungkono, Azmi Jabbar Nasution, dan Raudya Iwana Tuzzahra yang sejak awal hingga selesai selalu membantu dalam melewati berbagai hal dalam penelitian ini. 11. Teman-teman jurusan Kesehatan Masyakat, saudara Achmad dan saudari Sri Purwanti yang membantu mengajar kepada penulis mengenai statistik. 12. Kepada teman-teman ‘tetangga masa gitu’ yang selalu ada untuk saya Zenitra Hisba Rosyadita, Nur Zahra Irwan, Azizah HF Lubis, Nabila Putri Hazimah, Raudya Iwana Tuzzahra, Mustainah M, Nabila Ferina, Salsabila Firdausi, Alfi alfina, Nabilah AH, Zahrotu Romadhon, Lutfiana Ulfah, Annisa Mardhiyah dan Hazrina Julia. 13. Terima kasih teman belajar saya, M Imam Alkautsar, M Iqbal dzaky dan Faraz Raihan yang selalu memotivasi dan memberi nasehat kepada saya dalam semua hal. vi 14. Terima kasih juga kepada Ilham Hayilaeh dan Febianza MP telah memberi semangat dan nilai-nilai positif kehidupan yang belum pernah saya dapat dari siapapun. 15. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Peneliti sangat berbesar hati menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat demi menyempurnakan penulisan hasil penelitian ini. Semoga karya penelitian ini dapat menjadi penelitian yang memicu orang lain untuk meneliti lebih baik lagi dan dapat bermanfaat bagi banyak orang. Jakarta, Oktober 2016 Charifa Sama vii ABSTRAK Charifa Sama. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Perbedaan dari Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit antara Pasien Nefropati Diabetik dengan Non Nefropati Diabetik pada Penderita NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2014-2015. Latar Belakang: Nefropati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes melitus. Angka kejadian nefropati diabetikum bertambah seiring peningkatan lamanya penyandang diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2. Leukosit melalui jalur inflamasi, berperan dalam patogenesis terjadinya nefropati diabetik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Responden yang diikutkan pada penelitian ini berjumlah 69 orang yang diperiksa urinalisis, leukosit darah dan hitung jenis leukosit pada pengambilan darah perifer. Pemilihan responden dilakukan dengan metode konsekutif sampling pasien dari RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014-2015. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-test independent dan Mann-Whitney. Hasil: penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan dari basofil (p = 0.374), eosinofil (p = 0.728), neutrofil batang (p = 0.870), neutrofil segmen (p = 0.389) dan monosit (p = 0.351) antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik. Tetapi terdapat perbedaan yang bermakna dari limfosit darah antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik (p = 0.044). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, dan monosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik. Tetapi terdapat perbedaan bermakna dari limfosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik. Kata Kunci: Diabetes Melitus (DM), NIDDM, Diabetes melitus tipe 2, nefropati diabetik, hitung jenis leukosit (basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, monosit), leukosit. ABSTRACT Charifa Sama. School of medicine. The Different of Leukocyte and Differential Leukocyte Count between Nephropathy Diabetic with Non Nephropathy diabetic among NIDDM patients in General Hospital of South Tangerang in 2014 – 2015. Background: Nephropathy is one of microvascular diabetic complication that often occur among pateints with diabetes mellitus type 1 and type 2. Through inflammation mechanism, it is play a role in pathogenesis of nephropathy diabetic. Methods: This study is an analytic observational study with cross sectional approach. Data was collected from medical record of Diabetes mellitus type 2 patients who were urinalysis test, blood leukocyte and differential count of peripheral blood test, who were hospitalized in General Hospital of South Tangerang in 2014 – 2015 by using consecutive sampling method. T-test independent and Mann-Whitney Statistic test were used in this study. Results: Based on statistical test result, there is no significant different of basophil (p=0.374), eosinophil (p=0.728), rod neutrophil (p=0.870), segment neutrophil (p=0.389), monosit (p=0.351) between nephropathy diabetic with non nephropathy diabetic patients. But, there is a significant different of lymphocyte between nephropathy diabetic with non nephropathy diabetic patients (p=0.044). Conclusion: There is no significant different of basophil, eosinophil, rod neutrophil, segment neutrophil, monosit between nephropathy diabetic with non nephropathy diabetic among NIDDM patients. But, there is a significant different of lymphocyte between nephropathy diabetic with non nephropathy diabetic among NIDDM patients. Keywords: Diaabetes mellitus (DM), Non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), Diabetes mellitus typr 2, nephropathy diabetic, differential leukocyte count (basophil, eosinophil, rod neutrophil, segment neutrophil, lymphocyte, monosit), leucocyte. viii DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ………………………………………………………………..i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix 1 BAB I ............................................................................................................. 12 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 12 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 14 1.3 Hipotesis ................................................................................................. 14 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 14 1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................. 14 1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 14 1.5 2 Manfaat Penelitian .................................................................................. 15 1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti ..................................................... 15 1.5.2 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi ..................................... 15 1.5.3 Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan .................. 15 BAB II............................................................................................................ 16 2.1 Diabetes melitus ..................................................................................... 16 2.1.1 Definisi ............................................................................................ 16 2.1.2 Tanda & Gejala ............................................................................... 16 2.1.3 Klasifikasi ....................................................................................... 16 2.1.4 Patogenesis ...................................................................................... 18 2.1.5 Diagnosis ......................................................................................... 18 2.1.6 Terapi diabetes melitus ................................................................... 19 2.1.7 Komplikasi diabetes melitus ........................................................... 21 2.2 Nefropati diabetik ........................................................................................ 21 2.2.1 Definisi nefropati diabetik .................................................................... 21 2.2.2 Patofisiologi nefropati diabetik ............................................................. 22 2.2.3 Klassifikasi dan Manifes Klinis ............................................................ 23 2.2.4 Skrining dan Diagnosis ......................................................................... 25 ix 2.2.6 Tatalaksana nefropati diabetik .............................................................. 27 2.2.7 Komplikasi nefropati diabetik. ........................................................ 34 2.3 Proteinuria ................................................................................................ 34 2.4 Hubungan nefropati dengan leukosit dan hitung jenis leukosit. ................. 35 2.5 Kerangka teori ............................................................................................. 36 2.6 Kerangka konsep ......................................................................................... 37 Bagan 2.2 Kerangka konsep .............................................................................. 37 2.7 Definisi operational ................................................................................ 38 BAB III ................................................................................................................. 41 3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 41 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 41 3.3 Populasi dan sampel ............................................................................... 41 3.3.1 Populasi target ................................................................................. 41 3.3.2 Populasi terjangkau ......................................................................... 41 3.3.3 Kriteria Inklusi ................................................................................ 42 3.3.4 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 42 3.4 Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 42 3.4.1 Alat penelitian ....................................................................................... 42 3.4.2 Alur penelitian ...................................................................................... 43 3.5 Pengolahan data ...................................................................................... 43 BAB IV ................................................................................................................. 44 4.1 Karakteristik subjek penelitian ............................................................... 44 4.1.1 Jenis kelamin. .................................................................................. 44 4.1.2 Usia sampel penelitian. ................................................................... 44 4.2 Perbedaan antara jumlah leukosit darah pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik ............................................................................................... 45 4.3 Perbedaan antara jumlah basophil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. .............................................................................................. 45 4.4 Perbedaan jumlah eosinophil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. ............................................................................................................. 45 4.5 Perbedaan antara jumlah neutrofil batang pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. ....................................................................................... 46 4.6 Perbedaan antara jumlah neutrofil segmen pasien nefropati diabetic dan non nefropati diabetik. ....................................................................................... 46 x 4.7 Perbedaan antara jumlah limfosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. .............................................................................................. 46 4.8 Perbedaan antara jumlah monosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. .............................................................................................. 47 BAB V................................................................................................................... 48 5.2 Saran ....................................................................................................... 49 3 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 50 4 LAMPIRAN................................................................................................... 53 xi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Bila tidak ditangani dengan baik dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskularisasi jangka panjang, mikroangiopati seperti kelainan pada retina mata (retinopati), glomerulus ginjal (nefropati), saraf (neuropati) dan pada otot jangtung (kardiomiopati) maupun makroangiopati seperti pada pembuluh darah serebral, jantung (PJK) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah).[1] Indonesia menduduki ranking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyandang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dengan prevalensi 5,1% dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural. [2] Sementara itu, organisasi kesehatan dunia (World Health Organization, WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. [2] Jumlah pasien DM yang menderita komplikasi diabetes melitus juga meningkat dengan rincian: penurunan kemampuan seksual sebanyak 50,9%, kesulitan refleks tubuh sekitar 30,6%, gangguan penglihatan retinopati diabetik sekitar 29,3%, katarak sekitar 16,3% dan nefropati diabetik sebanyak 39%. [2] Nefropati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes melitus. Angka kejadian nefropati diabetikum bertambah seiring peningkatan lamanya penyandang diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2. [3] 12 13 Sepertiga penyandang IDDM dan seperenam penyandang NIDDM mengalami komplikasi nefropati diabetik. Kondisi nefropati sangat progresif, tidak butuh waktu yang lama setelah awal nefropati sampai gagal ginjal terminal. Dari penelitian Molitch (2004) menunjukan komplikasi nefropati diabetik timbul setelah 5-15 tahun terdiagnosis DM, sedangkan setelah 20-30 tahun terdiagnosis diabetes sekitar 40-50% mengalami gagal ginjal yang membutuhkan hemodialisis atau operasi transplantasi ginjal. [3] Keadaan hiperglikemia pada pasien DM menyebabkan darah yang mengandung tingginya glukosa masuk ke glomerulosit sehingga terjadi pembengkakan sel. Akibatnya disfungsi sel glomerulus sehingga terjadi kebocoran albumin dalam urin (albuminuria), dan ketidak mampuan mengekskresikan zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh seperti ureum dan kreatinin sehingga terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah[1] Leukosit darah perifer terdiri atas polimorfonuklear, monosit maupun limfosit. Leukosit polimorfonuklear dan mononuklear bisa diaktivasi oleh advanced glycation end products (AGEs), stres oksidatif, angiotensin II dan sitokin yang ada pada keadaan hiperglikemia. Leukosit teraktivasi melalui pelepasan sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF), transforming growth factor_1, superoxide, nuclear factor_B (NF_B), monocyte chemoattractant protein 1, interleukin-1, dan lain-lain yang berkaitan dalam patogenesis terjadinya komplikasi mikro dan makrovaskular diabetes.[4] Terdapat bukti dari penelitian sebelumnya Muslim (2014) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jumlah leukosit dengan kadar mikroalbumin urin dan penelitian dari penelitian Chung (2005) membuktikan bahwa terdapat peningkatan nilai leukosit total , monosit dan neutrofil pada penderita nefropati diabetik dan penurunan hitung jenis limfosit pada pasien NIDDM dengan nefropati diabetik. Peningkatan level leptin pada pasien nefropati diabetik yang berhubungan signifikan dengan peningkatan nilai total leukosit. [4] Demikian, belum ada penelitian di Indonesia yang diketahui membuktikan bahawa terdapat perbedaan antara jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. 14 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan dari jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada penderita NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015? 1.3 Hipotesis Terdapat perbedaan yang bermakna dari jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada penderita NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 20142015. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah basofil antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah eosinofil antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah neutrofil batang antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 15 5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah neutrofil segmen antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 6. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah limfosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 7. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari jumlah monosit antara pasien nefropati diabetik dengan non nefropati diabetik pada NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti 1. Menjadi salah satu bentuk pelaksanaan perwujudan penelitian dalam melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri Dharma Perguruan Tinggi. 2. Dapat pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan penelitian terutama di bidang penyakit metabolik endokrin. 3. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1.5.2 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi 1. Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran. 2. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit dengan terjadinya nefropati diabetik pada pasien NIDDM di masa depan. 1.5.3 Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan Memberi informasi mengenai gambaran leukosit dan hitung jenis leukosit pasien nefropati diabetik di RSU Kota Tangerang Selatan. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Diabetes melitus Definisi Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang merupakan akibat dari gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada penderita DM selalu berkaitan dengan kerusakan, disfungsi dan kegagalan pada beberapa organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. [5] 2.1.2 Tanda & Gejala Hiperglikemia dengan poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan dan pandangan buram. Gangguan pertumbuhan dan rawan infeksi juga merupakan salah satu tanda mengalami hiperglikemia kronik. Selain itu, gejala akut akibat hiperglikemia seperti ketoasidosis diabetikum (KAD) atau sindrom nonketoasidosis hiperosmolaritas. [6] Komplikasi jangka lama DM termasuk retinopati yang biasanya datang dengan keluhan pandangan kabur , neuropati perifer yang meningkatkan resiko ulkus sehingga amputasi dan neuropati autonom yang memicu gejala dari sistem saluran pencernaan , sistem saluran kemih, sistem kardiovaskular dan fungsi seksual. tingginya insiden atherosclerotic cardiovascular, peripheral arterial disease, dan cerebrovascular disease pada pasien dengan DM. Hipertensi dan gangguan metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan pada pasien dengan riwayat DM.[6] 2.1.3 Klasifikasi Pada garis besar DM dibagi dalam 2 kategori, berdasarkan etiopatologinya. Antaranya, DM tipe 1 yaitu terjadi defisiensi sekresi insulin secara absolut, DM tipe ini bisa dideteksi marker genetik dengan pemeriksaan serologi untuk melihat proses autoimun patologi yang terjadi di pulau pankreas. Selanjutnya, DM tipe 2 akibat kombinasi antara resistensi kerja insulin dan respons kompensasi sekresi insulin. patogenesis DM tipe 2 butuh kondisi hiperglikemia dalam waktu yang lama 16 17 sehingga terjadi perubahan fungsi pada sel target. Maka, selama proses patogenesis berlangsung mungkin pasien ada dalam keadaan asimptomatik sebelum diabetes terdeteksi. Periode asimptomatik bisa dideteksi dengan pemeriksaan gangguan toleransi glukosa, yang dilakukan pada fasting state dengan pemberian glukosa secara oral kemudian mengukur glukosa plasma. Pasien bisa dalam keadaan gangguan toleransi glukosa tetapi belum memenuhi kriteria yang lain untuk mendiagnosis DM. Beberapa karekteristik khas dari masing-masing tipe DM pada tabel 2.1. [7] Tabel 2.1 karekteristik tipe Diabetes Melitus. [7] Tipe 1 Tipe 2 Usia Anak Pubertas Onset Akut; berat Sering perlahan; ringat berat Sekresi insulin Sangat rendah Variabel Sensitivitas insulin Normal Menurun Dependent insulin Permanen Sementara; mungkin terjadi belakangan Ras/etnik kelompok berrisiko tinggi Semua (rendah di asian) Afrika amerikan, Hispanik, amerikan natif, asian/ kepulauan pasifik Genetik Poligenik Poligenik Proporsi pasien dengan diabetes 80% 10%-20% Berhubungan dengan obesitas Tidak Sangat berhubungan Akantosis nigrikans* Tidak Ya Autoimun sebagai etiologi Ya Tidak *suatu kondisi dimana kulit jadi tebal, menggelap dan seperti beludru pada bagian tubuh yang berkerut dan berlipat seperti aksila, selangkangan dan leher. 18 DM tipe 1 atau juga sering disebut dengan IDDM (insulin dependent diabetes mellitus) akibat dari proses autoimun sehingga terjadi destruksi sel β pankreas. Terdapat beberapa marker immune destruction. Antaranya, islet cell autoantibodies, autoantibodies to insulin, autoantibodies to GAD (GAD65), dan autoantibodies to the tyrosine phosphatases IA-2 dan IA-2b. Sekitar 85-90% bisa terdeteksi autoantibody pada seseorang yang mengalami hiperglikemia pada pemeriksaan gula darah puasa. Patogenesisnya sangat berhubungan erat dengan HLA, berhubungan dengan gen DQA dan DQB yang dipengaruhi gen DRB. HLADR/DQ allel bisa merupakan faktor predisposisi maupun protektif. Pasien sering datang dengan ketoasidosis sebagai manifestasi pertama DM tipe 1. [7] 2.1.4 Patogenesis Terdapat beberapa patogenesis DM, antaranya proses autoimun yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas, akibatnya terjadi defisiensi insulin sehingga terjadi abnormalitas kerja insulin dan juga mekanisme resistensi terhadap insulin pada sel tubuh. Dasar dari gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein adalah resistensi insulin pada sel target. [7] 2.1.5 Diagnosis Pemeriksaan untuk diagnosis Diabetes melitus yang disarankan adalah pemeriksaan dari plasma darah vena yang diperiksa secara enzimatik. Pemeriksaan glukosuria tidak bisa sebagai indikator untuk diagnosis. Selain itu, untuk pemantauan gula darah bisa dilakukan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Terdapat beberapa cara diagnosis diabetes melitus menurut PERKINI 2015. [8] 19 Tabel 2.2 Diagnosis Diabetes melitus [8] Pasien diabetes sering mengalami gejala yang ditandai dengan 3P yaitu singkatan dari polidipsi, polinuri, dan polifagi. Kemudian, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Keluhan lain yang bisa dialami pasien diabetes adalah rasa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada laki-laki atau pruritus vulva pada perempuan. [8] Pasien dengan hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria diabetes melitus maupun normal dapat digolongkan dalam kelompok prediabetes antaranya, Toleransi glukosa terganggu (TGT) yaitu hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) dengan hasil pemeriksaan glukosa puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl. [8] 2.1.6 Terapi diabetes melitus Terdapat 2 cara pengobatan hiperglikemia yaitu penggunaan antihiperglikemia oral dan penggunaan insulin. Tabel 2.3 menunjukan obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia dan tabel 2.4 adalah insulin atau antihiperglikemia suntik dan farmakokinetiknya berdasarkan waktu. [8] 20 Tabel 2.3 Profil obat hiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia. [8] Tabel 2.4 Daftar insulin dan farmakokinetiknya [8] 21 2.1.7 Komplikasi diabetes melitus Komplikasi diabetes melitus lebih sering akibat dari efek hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama. Dibagi menjadi komplikasi mikroangiopati antaranya retinopati, neuropati, dan nefropati, sedangkan komplikasi makroangiopati seperti penyakit jantung koroner dan stroke. [9] 2.2 Nefropati diabetik 2.2.1 Definisi nefropati diabetik Nefropati diabetik, penyakit ginjal akibat hiperglikemik. Nefropati diabetik ditandai dengan ditemukan proteinuria > 0.5 g/ 24jm. Pada awal 1980 studi dari eropah menjelaskan bahwa pasien dengan proteinuria yang masih ringan tidak dapat terdeteksi dengan alat yang ada, pasien dengan fase ini diklasifikasikan sebagai mikroalbuminuria. [4] Pada dewasa ini, ditemukan peningkatan angka kejadian tidak meningkat secara drastis mungkin karena terdapat banyak alat skrinning atau diagnosis awal yang semakin canggih dan dilakukan tindakan prevensi lebih cepat dan tepat. [10] Dari penelitian Parving, 2006 terhadapat hubungan yang erat mengenai terjadinya nefropati diabetik antara ras yang berbeda. Hasil menunjukan bahwa dari 33 negara yang diteliti, prevalensi pasien DM tipe 2 dengan normoalbuminuria sebesar 51%, mikroalbuminuria 39% dan makroalbuminuria 10% dimana ras Asia 22 (43%) menduduki tingkat tertinggi prevalensi pasien DM tipe 2 dengan mikroabuminuria setelah ras Hispanik (44%) dan menduduki tingkat pertama pasien NIDDM dengan makroalbuminuria (12%). [10] 2.2.2 Patofisiologi nefropati diabetik Tidak seluruhnya dimengerti patifisiologi terjadinya nefropati diabetik(ND). ND akibat dari perubahan metabolisme (hiperglikemia dan hiperlipidemia) dan perubahan hemodinamik (hipertensi sistemik dan glomerular). Faktor lain anataranya, inflamasi, disfungsi endotel, dan stres oksidatif yang masih dalam penelitian.[11] Stres oksidatif mengkonsumsi nitrik oksida sehingga menghambat terjadi vasodilatasi pembuluh darah (disfungsi endotel), dan menyebabkan kerusakan endotel. Wal hasil, terproduksi sitokin, akselerasi inflamasi, memparah kekakuan pembukuh darah akibat aterosklerosis. Inflamasi, disfungsi endotel, dan stres oksidatif merupakan “lingkaran setan” yanng berperan penting dalam kerusakan ginjal dan kelainan kardiovaskular.[11] Aspek patofisioliogi yg merupakan kunci untuk lebih mengerti mengenai proses terjadinya nefropati adalah (1) kerusakan membran dasar glomerular, dengan penebalan membran dasar glomeular secara progresif. (2) Perubahan patologi mesangial dan sel pembuluh darah. (3) pembentukan Advanced Glycation End products(AGEs) (4) akumulasi poliol melalui jalur aldose reductase dan (5) aktivasi protein kinase C.[11] Dengan pengaliran makromolekular yang ada dalam pembeluh darah melalui membran dasar glomerular bisa mengaktivasi jalur inflamasi sehinggamemicu kerusakan sekunder. Hemodinamik ginjal yang abnormal sama mau pada penderita IDDM maupun NIDDM. [11] Terjadinya perubahan fisiologi dimulai hiperfiltrasi glomerulaar yang berhubungan dengan hipertensi intraglomerular. Hal ini akan sejajar dengan onset mulai ditemukan mikroalnuminuria, tanda awal kerusakan ginjal yang berhubungan dengan nefropati diabetik. Intervensi atau pengobatan pada tahap awal ini adalah 23 mencegah atau usaha memperlambatkan progressifnya nefropati yang akan berujung dengan gagal ginjal terminal. [11] Selama periode asimtomatik dengan progresifnya dari mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria. Jika nefropati sudah terjadi, laju filtrat glomerular(LFG) akan turun secara progresif sekitar 10 mL/menit per tahunnya. Hal ini bervariasi sehingga beberapa individual progresnya akan lebih cepat terjadi penurunan LFG. [11] Telah terdapat bukti penelitian yang menunjukkan bahwa penyebab timbulnya gagal ginjal pada penderita IDDM maupun NIDDM adalah multifaktor yang mencakup faktor metabolik, hormon pertumbuhan dan cytokin, dan faktor vasoaktif. Sebuah penelitian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa terdapat hubungan terjadinya peningkatan mikroalbuminuria dengan riwayat merokok, ras India, lingkar pinggang, tekanan sistolik dan diastolik, riwayat hipertensi, kadar trigliserid, jumlah leukosit, riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya, riwayat neuropati dan retinopati sebelumnya.[11] 2.2.3 Klassifikasi dan Manifes Klinis Nefropati diabetik dibagi berdasarkan nilai UAE (urinary albumin excretion) menjadi mikroalbuminuria dan makroalbuminuria. Terdapat sedikit perbedaan dari beberapa referensi untuk mengklasifikasikannya. menurut American Diabetes Association 2004 diperlihatkan dalam pada table 1 mikroalbuminuria ditegakan jika UAE >20 µg/min dan <199 µg/min, sedangkan makroalbumiuria ≥ 200 µg/min. [4] 24 Table 2.5 Staging nefropati diabetik: Cutoff values albuminuria untuk diagnosis dan karekteristik klinis [4] Stage Cutoff nilai albuminuria Karekteristik klinis Mikroalbuminuria 20-199 µg/menit Perubahan tekanan darah meningkat dan menurun secara abnormal. 30-299 mg/24 jam Peningkatan trigliserida (TG), kolesterol total dan kolesterol LDL (low-density lipoprotein) dan asam lemak jenuh. 30-299 /24 jam* - Makroalbuminuria ≥200 µg/ menit Peningkatan frekuensi gejala sindrom metabolik. Disfungsi endothelial Bersamaan komplikasi lain seperti retinopati, amputasi, dan penyakit kardiovaskular. Peningkatan mortalitas kardiovaskular LFG (laju filtrat glomerulus) masil stabil Hipertensi ≥300 mg/ 24 jam Peningkatan TG dan kolesterol tatal dan LDL >300 mg/g* - Iskemih miokard asimmptomatik - Penurunan LFG secara progresif Gambaran yang diperlihatkan menujukan kumpulan gejala yang dicuriga nefropati diabetik dan merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Jika diliat dari nilai albuminuria yang masih normal pada pasien diabetes melitus, pasien dengan NIDDM lebih berpotensi untuk terjadi nefropati diabetik dimana nilai UAE pasien NIDDM lebih tinggi dari 2.5 mg/24 jam. [4] 25 2.2.4 Skrining dan Diagnosis Skrining mikroalbuminuria sebaiknya dilakukan setiap tahun setelah 5 tahun terdiagnosis DM tipe 1, dan segera setelah terdiagnosis DM tipe 2. Pasien yang ditemukan mikro- atau makroalbuminuria harus dilakukan pemeriksaan komorbiditas yang berhubungan seperti pemeriksaan retinopati dan penyakit makrovaskular. Pasien dengan NIDDM disarankan untuk melakukan pemeriksaan skrining mikroalbuminuria sesaat terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 dan sekitar 7% pasien tersebut dutemukan sedang mengalami mikroalbuminuria. 18% pasien dengan diabetes mengalami mikroalbuminuria setelah sebelum 5 tahun menyandang diabetes melitus terutama pasien dengan gula darah tidak terkontrol, lipid tidak terkontrol dan tekanan darah yang tinggi melebihi normal. Selain itu, pasien dengan DM tipe 1 juga bisa tercetusnya mikroalbuminuria setelah pubertas. Maka pasien IDDM disarankan untuk melakukan skrining 1 tahun setelah pubertas. Jika mikroalbuminuria tidak di temukan pada pasien dengan NIDDM dan IDDM, dilakukan skrining mikroalmudinuria ulang setiap tahun. [12] Terdapat beberapa parameter untuk pemeriksaan skrining mikroalbumiuria. Yang sering dilakukan adalah pemeriksaan urinalisis yaitu urin pasien sebagai sampel. Mau urin pagi atau urin pada saat datang pemeriksaan juga bisa digunakan untuk diagnosis. Pemeriksaan ini adalah salah satu pemeriksaan yang sangat akurat, murah dan mudah dilakukan. Pemeriksaan urinalisis juga merupakan rekomendasi dari American Diabetes Association guideline sebagai pemeriksaan skrining mikroalbuminuria. Hasil pemeriksaan sering dalam bentuk konsentrasi albumin dalam urin (mg/l) atau disajikan dalam bentuk urinary albumin-to-creatinine ratio (mg/g atau mg/mmol). Telah didapatkan bukti bahwa pemeriksaan urine-tocreatinine ratio menunjukan korelasi yang baik dengan protein dalam urin 24 jam. [12] Walau hasil pemeriksaan urinalisis dengan dipstick yang memperlihatkan nilai konsentrasi albumin dalam urin dapat dipengaruhi oleh konsentrasi sampel urin dimana jika konsentrasimya kecil dapat terjadi overestimate nilai proteinuria dan sebaliknya memperlihatkan hasil yang underestimate. Dan beberapa variasi lain yang bisa mempengaruhi hasil pemeriksaan tetapi pemeriksaan dengan dipstick 26 tetap direkomendasikan karena tetap akurat (sentivitas 98%) dan biaya yang lebih murah dibanding pemeriksaan albumin-to-creatinine ratio. [12] Pemerisaan urinalisis dengan Urine dipstick merukan pilihan yang direkomendasikan untuk skrining penyakit ginjal pada penyandang diabetes melitus. Urine dipstick merupakan pemeriksaan kimia yang memperlihatkan hasil proteinuria secara semi kuantitatif. Nilai normal protein dalam urin adalah kurang dari 150 mg/d yang tidak bisa dideteksi dengan dipstick, yang hanya deteksi adanya albumin dalam urin. Apabila nilai protein dalam urin menyampai 300-500 mg/d menunjukan hasil positif, maka pemeriksaan ini dinyatakan sangat spesifik tetapi tidak sensitif untuk tes proteinuria. Sehingga harus diperhatikan pada pasien dengan diabetes melitus bahwa mikroalbuminuria tidak terdeteksi oleh dipstick. Hasil pemeriksaan protein urin oleh dipstric dapat di intepretasi seperti berikut; [13] Trace: ± 10-30 mg/dL Positif 1: ± 30 mg/dL Positif 2: ± 100 mg/dL Positif 3: ± 300 mg/dL Positif 4 ± 1000 mg/dL Terdapat beberapa variasi yang dapat mempengaruhi hasil dari pemeriksaan dipstick dimana juga merupakan kondisi yang tidak bisa dilakukan pemeriksaan urinalisis dengan dipstick atau pemeriksaannya ditunda adalah pasien yang sedang mengalami infeksi saluran kemih, demam febris akut, setelah olah raga ekstrim, short-term pronounced hyperglycemia, dan pasien dengan gagal jantung dapat menyebabkan terjadi peningkatan nilai ekskresi albumin dalam urin. Hipertensi yang tidak terkontrol juga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dimana tekanan darah yang tinggi dapat mempengaruhi peningkatan nilai UAE. Selain itu, 24 jam setelah penggunaan kontras (dalam pemeriksaan radiologi) juga merupakan salah satu kontrindikasi untuk pemeriksaan dipstick karena kontras mengandung Iodinated Radiocontrast Agents yang bisa mempengaruhi hasil sehingga terjadi false-positif. [13, 14] 27 Hematuria, sedang menstruasi atau terdapat vagina discharge juga dapat menunjukan hasil overlaps dengan pemeriksaan dipstick sehingga tidak direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan urinalisis jika pasien sedang dalam kondisi tersebut. [14] Cutoff values atau nilai yang membatasi antara pasien dengan proteinuria dan non-proteinuria pada nilai 17 mg/l dari spesimen urin yang dikoleksi secara random menunjukan sensitivitas 100% dan spesifitas 80% untuk diagnosis mikroalbuminuria apabila standar referensinya adalah 24jam urin sesuai dengan cutoff value yang rekomendasi oleh European Diabetes Policy Group yaitu 20 mg /l. [15] Hasil pemeriksaan dengan nilai yang tidak normal harus dikonfirmasi ulang dengan hasil positif 2 dari 3 kali pemeriksaan sampel urin yang diambil periode 3 bulan atau 6 bulan kemudian. Berhubungan dengan nilai UAE yang variasi dan bisa berubah hari per hari. [13] Atau dikonfirmasi dengan pemeriksaan total protein dalam urin 24 jam. Hasil dengan >500 mg/24 jam urin menunjukan hasil positif proteinuria. Pasien dengan nilai proteinuria yang lebih kecil mungkin dalam kondisi mikroalbuminuria yang tidak bisa dideteksi dengan pemeriksaan dengan dipstick. [13] 2.2.6 Tatalaksana nefropati diabetik 2.2.6.1 Preventif Menjaga gula darah, tekanan darah, mengguna obat ARB atau ACEI dan pegobatan dislipidemia merupakan metode yang efektif untuk menghindai terjadinya mikroalbuminuria dan menurunkan risiko kematian akibat kardiovaskular pada pasien nefropati secara progressif. Preventif hanya dapat dilakukan pada pasien yang masih dalam kondisi normoalbuminuria dengan menjaga normalitas semua faktor risiko yang sudah diketahui seperti kontrol gula darah, kontrol tekanan darak, berenti merokok dan mengobati dislipidemia, yang juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. [4] 28 2.2.6.1.1 Kontrol gula darah secara intensif HbA1c yang kurang dari 7% berhubungan erat dengan penurunan risiko komplikasi pada pasien diabetes melitus. Dari penelitian DCCT, pengobatan DM secara intensif dapat menurun insiden mikroalbuminuria 39%. [16] 2.2.6.1.2 Kontrol tekanan darah secara intensif Tekanan darah adalah manifestasi yang selalu ada pada pasien dengan diabetes mau yang sedang mengidap penyakit ginjal atau tidak. Pada pasien diabetes dengan normoalbuminuria, 40% pasien dengan DM tipe 1 memiliki tekanan darah >140/90, tekanan darah yang dikategorikan hipertensi grade 2 ini juga dialami oleh 70% pasien DM tipe 2. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg sangat bermakna untuk menurunkan risiko terjadinya mikroalbuminuria. Dari penelitian UKPDS dapat menurunkan risiko sebanyak 29%, sedangkan penelitian HOT menunjukan bahwa dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular sebanyak 50% pada pasien diabetes, Penurunan risiko penyakit kardiovaskular dengan menurun tekanan darah diastolik dari 85 menjadi 81 tersebut tidak terjadi pada pasien tanpa diabetes melitus. Target tekanan darah pada pasien diabetes adalah dibawah 130/80 mmHg. [16] 2.2.6.1.3 Penggunaan blokade sistem renin-angiotensin pada pasien NIDDM Telah banyak evidens yang mennyatakan bahwa ACE inhibitor atau ARB dapat menurunkan risiko nefropati diabetik maupun risiko terjadinya penyakit kardiovaskulat, tetapi belum terdapat bukti yang bermakna untuk menunjang bahwa ACE inbitor dapat menurunkan atau memproteksi pasien DM tipe 1. [16] Terdapat satu insiden dari penelitian Random placebo-control trial yang menunjukaan bahwa penggunaan perindopril (obat ACE inhibitor) pada pasien DM tipe 1 dengan normoalbuminuria dan normotensi selama 3 tahun melambatkan peningkatan albuminuria. Selain itu, terdapat penelitian untuk membuktikan efek dari ACE inhibitor pada pasien NIDDM, studi MICRO-HOPE yang membuktikan bahwa penggunaan ramipril (10 mg/hari) 24% dapat menurunkan risiko 29 makroalbuminuria dan 37% menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, dengan sifatnya yang vaskuloprotektif dan renoprotektif. Obat ini juga dinyatakan sangat bermanfaat dan lebih efektif untuk terapi penyakit kardiovaskular dan makroalbuminuria pada pasien diabetes (usia >55 tahun yang memiliki faktor risiko kardiovaskular) daripada terapi tekanan darah. Demikian ramipril dapat menurunkan ekskresi albumin urin dalam 1 tahun dan sampai selesai penelitian tersebut. Maka, ACE inhibitor memiki sifat vaskuloprotektif dan renoprotektif pada pasien dengan NIDDM. [16] 2.2.6.2 Terapi kuratif nefropati diabetik Pengobatan tidak bisa dilakukan pada pasien dengan penyakit nefropati diabetik, maka penalaksananya hanya bisa bertujuan untuk menurunkan prograsifnya penyakit, dari mikroalbumin menjadi makroalbuminuria dan sebagainya. Strategi dan target untuk reno- dan kardioprotektif pada pasien dengan nefropati diabetik ditunjukan pada table 2.3 dimana pengobatannya juga tidak jauh berbeda dengan metode preventif yang lebih ketat dan intensif. [4] Table 2.6 Strategi dan target untuk reno- dan kardioprotektif pada pasien dengan nefropati diabetik. [4] Intervensi Sasaran Mikroalbuminuria Makroalbuminuria ACEI dan/atau ARB Penurunan albumin atau Proteiunuria serendah dan diet rendah berubah ke normoalbuminuria mungkin atau <0.5 g/24 jam protein (0.60.8g/kgBB/hari) * GFR stabil Penurunan GFR <2 ml/menit/tahun Obat antihipertensi Tekanan darah <130/80 atau 125/75 mmHg** Kontrol gula darah A1c <7% Golongan statin Asam asetil salisilat Kolesterol LDL ≤100 mg/dl*** Preventif pembentukan trombosit 30 *diet rendah protein tidak efektif, terbukti dalam penelitian pada pasien mikroalbuminuria. **target: 125/75 mmHg dengan peningkatan serum kreatinin dan proteinuria > 1 g/24 jam. ***kolesterol LDL <70 mg/dl pada pasien penyakit jantung. 2.2.6.2.1 Kontrol gula darah Pengobatan dengan cara kontrol gula darah secara intensif tidak membuktikan bahwa dapat menurunkan kejadian atau progresi dari mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria pada pasien dengan IDDM (DCCT study dan Microalbuminuria Collaborative Study), sedangkan Kumamoto study menyatakan bahwa pada penderita diabetes tipe 2 dengan mengontrol gula darah harus dilakukan secara intensif untuk menurunan progresi dari mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria. Demikian, walau masih kurang bukti yang menunjukan hubungan antara kontrol gula darah dengan penyakit nefropati diabetik tetapi terapi untuk penurunan gula darah tetap harus dijalankan. [17] Beberapa agen antihiperglikemik oral dapat membantu dalam pengobatan nefropati diabetik. Sebagai contoh, Rosiglitazone dapat menurunkan ekskresi albumin urin pada pasien DM tipe 2 dibanding Glyburide. Harus diingatkan bahwa penggunaan agen antihiperglikemia oral pada pasien dengan nefropati diabetik harus diperhitungkan fungsi ginjal. Metformin merupakan salah satu obat yang kontraindikasi pada pasien dengan nilai kreatinin serum >1.5 mg/dl pada laki-laki dan >1.4 mg/dl pada perempuan. Metformin diekskresi melalui ginjal, dikhawatirkan risiko peningkatan asam laktat yang bisa menyebabkan terjadi asidosis laktat. Selain glimepiride, obat sulfuniluria dan metabolismenya juga diekskresi melalui ginjal maka tidak boleh diberikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Repaglidine dan Nateglinide, obat yang bekerja singkat dan ekskresinya tidak tergantung fungsi ginjal, maka penggunaannya dinyatakan aman pada pasien dengan gangguan ginjal. [18] 31 2.2.6.2.2 Terapi tekanan darah secara intensif dan penggunaan blockade system renin angiotensin. Terdapat banyak bukti penelitian menggambarkan efek baiknya terapi hipertensi pada pasien DM tipe 1 dan DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria tetapi hal tersebut bukan merupakan teori atau dasar efek renoprotektif oleh agen blokade sistem renin-angiotensin. [19] ACE inhibitor dan ARB sebagai agen blockade sistem renin-angiotensin yang memberikan efek yang baik terhadap fungsi renal. Efek renoprotektif tidak berhubungan dengan penurunan tekanan darah. Terdapat beberapa bukti yang menjelaskannya. Penelitian Randomize control-placebo dari Andersen, 2003 menyatakan bahwa, dengan pemberian Irbesartan pada pasien NIDDM dengan mikroalbuminuria persisten membuktikan bahwa ARB menurunkan perkembangan dari mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria sebanyak 70% dan dapat menurunkan ekskresi albumin urin 38%, dengan 34% mengembali ke kondisi normoalbuminuria. 1 bulan setelah berenti pemberian ARB terjadi peningkatan tekanan darah pada kontrol dan study group tetapi penurunan UAE tetap berlangsung. Maka, dapat disimpulkan bahwa efek antiproteinuria oleh agen blokade system renin-angiotensin tidak dipengaruhi oleh tekanan darah, diduga berhubungan dengan penurunan tekanan intraglomerular dan penurunan pembawaan protein ke dalam tubulus proksimal. [19] Selain itu, juga terdapat bukti dari penelitian meta analisis yang mengevaluasi pasien DM tipe 1 dengan nonhipertensif dan mikroalbuminuria menyatakan bahwa ACE iinhibitor 60% dapat menurunkan risiko progresif menjadi makroalbuminuria dan meningkatkan kemungkinan kembali ke normoalbuminuria. Pada penelitian yang lain dapat membukan bahwa obat golongan angiotensin II reseptor blockade, valsartan 80 mg/hari (44%) memiliki efek yang lebih baik dibanding amlodipine (8%) golongan calsium channel blocker untuk penurunan UAE pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria, dengan efek penurunan tekanan darah yang sama derajatnya. Demikian, makin membuktikan bahwa efek antiproteinuria pada agen blokade sistem renin-angiotensin tidak berhubungan dengan penurunan tekanan darah. [19, 20] 32 Tambahan pula, dari hasil penelitian yang membandingkan efek dari ACE inhibitor dan ARB dalam mencegah progresi mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria menunjukan bahwa keduanya sama-sama menurunkan albuminuria. Maka, pemberian ACE inhibitor atau ARB merupakan first-line therapy untuk pasien IDDM & NIDDM dengan mikroalbuminuria walau mereka memiliki tekanan darah yang normotensif. [21] 2.2.6.2.3 Strategi untuk terapi tekanan darah Untuk terapi tekanan darah pada pasien nefropati diabetik lebih di fokuskan untuk menurunkan tekanan darah mencapai target daripada agen antihipertensi yang digunakan, maka pasien mungkin dapat beberapa jenis agen antihipertensi. Oleh karena, telah banyak bukti mengenai efek renoprotektifnya ACE inhibitor dan ARB maka terapi hipertensi juga baiknya dimulai dengan salah satu agen tersebut. Paseien dengan tekanan darah sistolik 20 mmHg dan tekanan darah diastolik 10 mmHg melebihi normal harus mulai terapi dengan 2 agen antihipertensi. Pemberian thiazide dosis rendah (12.5-25 mg/hari) bisa diberi bersama ACE inhibitor dan ARB tetapi thiazide harus diganti dengan furosemide pada pasien dengan GFR < 30 ml/min, kreatinin serum 2.5-3.0 mg/dl. [22] ARB merupakan alternative yang baik untuk pasien yang tidak tolerans dengan ACE inhibitor (batuk) dan dianjurkan pada pasien DM tipe 2 dengan hipertrofi ventrikel kiri dan/atau dengan mikro- atau makroalbuminuria. Dua agen tersebut juga boleh dikombinasikan juka target penurunan tekanan darah pasien tidak tercapai. Jika ingin kombinasi dengan Calcium Channel Blocker maka harus dikombinasi dengan ACE inhibitor, dan Calcium Channel Blocker juga tidak boleh digunakan pada pasien yang baru mengalami gejala koroner. Β-blocker sangat bagus diberi pada passion dengan iskemik miokardial dan membantu menurunkan kejadian kardiovaskular dan mortalitasnya. [22] 33 2.2.6.2.4 Intervensi diet Penggantian pangan sumber protein dari daging merah menjadi daging ayam dapat menurunkan UAE sebanyak 46%, seklian menurunkan asupan kolestrol total, kolesterol LDL, dan apolipoprotein B pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Hal ini mungkin terjadi akibat penurunan asupan lemak jenuh dan peningkatan asupan asam lemak polysaturated yang tinggi didalam daging ayam daripada daging merah. Efek dari asam lemak polysaturated terhadap fungsi endotel juga bisa menurunkan nilai UAE. [23] 2.2.6.2.5 Dislipidemia Target yang harus dicapai adalah, kolesterol LDL < 100 mg/dl untuk pasien diabetes dan < 70 mg/dl pada pasien DM dengan penyakit kardiovaskular. Belum terdapat bukti yang jelas anatara hubungan kolesterol dalam darah dengan progresi nefropati diabetik. Tetapi, penelitian CARDS menjelaskan bahwa dengan mengguna statin dapat menurunkan kejadian kardiovaskular sehingga disarankan kepada semua pasien DM dengan minimal 1 faktor risiko terhadap penyakit arteri koroner harus diberi statin. [23] 2.2.6.2.6 Anemia Anemia pada pasien dengan gangguan ginjal merupakan akibat defisiensi eritroproietin yang bisa ditemukan pada pasien nefropati diabetik sebelum maupun setelah dinyatakan gagal ginjal lanjutan (kreatinin serum < 1.8 mg/dl). Anemia merupakan faktor risiko terjadinya progresi penyakit ginjal dan retinopati. Kemudian, penelitian ACORD merekomendasi untuk pemakaian terapi eritropoietin apabila Hb < 11 g/dl, dengan target 12-13 g/dl dan harus selalu diwaspadai kemungkinan peningkatan tekanan darah akibat terapi eritropoietin. [23] 34 2.2.7 Komplikasi nefropati diabetik. Nefropati diabetik merupakan penyebab tertinggi penyakit ginjal, 40% pasien yang dapat terapi penggantian ginjal merupakan pasien dengan NIDDM dan IDDM. Dari penelitian Murussi (2002) menunjukan bahwa pasien dengan NIDDM lebih tinggi risiko untuk terjadi nefropati diabetik sebanyak 29 kali lipat dibanding pasien tanpa NIDDM, begitu juga pada pasien dengan IDDM. Dan juga meningkat kematian dari penyakit kardiovaskkular. [23] 2.3 Proteinuria Proteinuria dibagi menjadi transien dan persisten. Proteinuria transien biasanya ringan dan self-limited, sedangkan proteinuria persisten dapat dibagi lagi menjadi glomerular, tubular, atau overflow. [23] Proteinuria transien akibat perubahan pada hemodinamik glomerular sehingga terjadi peningkatan ekskresi protein dalam urin. Etilogi yang mungkin terjadi antaranya, gagal jantung kongestif, demam, olah raga berat atau ekstrim, kejang, stress dan orthostatic proteinuria. Sedangkan proteinuria glomerular akibat terganggunya fungsi barrier filtrasi yang menyebabkan terjadi kebocoran albumin melalui dinding kapiler glomerular dapat terjadi dari beberapa etiogi antaranya, sindrom nefrotik (juga terjadi pada pasien dengan nefropati diabetik), glomerulonefritis, dan orthostatic protein yang lebih ringan (proteinuria <2g/d), dan exercise-induced proteinuria. [23] Kemudian, proteinuria tubular akibat kapasitas reabsorbsi yang tidak maksimal pada tubulus proksimal yang sering low& molecular weight protein seperti rantai ringan immunoglobulin. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan pennyakit tubulointerstitial (eg: ATN, acute interstitial nephritus, Fanconi syndrome). Dan proteinuria overflow akibat terlalu tinggi produksi rantai ringan imunoglibumin seperti pada pasien Multiple myeloma. [23] Nefropati diabetik dikategorikan ke dalam beberapa tahap berdasarkan nilai ekskresi albumin dalamurin atau urinary mikroalbuminuria dan makroalbuminuria.[23] albumin excretion(UAE) : 35 Diabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Secara klasik glomerulosklerosis ditandai dengan peningkatan lebarnnya membran basal glomerular, difus mesangial sklerosis, hialinosis, mikroaneurisme, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstisialjuga terjadi. Pelebaran ektrem sel mesangial dikenal dengan Kimmelstiel-Wilson nodules atau nodular mesangial expansion, bisa ditemukan pada40-50% pasien dengan proteinuria. Mikro dan makroalbuminuria yang ditemukan pada pasien dengan NIDDM memperlihatkan perubahan struktur yang lebihbervariasi dibanding pasien IDDM. [4] 2.4 Hubungan nefropati dengan leukosit dan hitung jenis leukosit. Leukosit darah perifer terdiri atas polimorfonuklear, monosit maupun limfosit. Leukosit polimorfonuklear dan mononuklear bisa diaktivasi oleh advanced glycation end products (AGEs), stres oksidatif, angiotensin II dan sitokin yang ada pada keadaan hiperglikemia. Leukosit teraktivasi melalui pelepasan sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF), transforming growth factor_1, superoxide, nuclear factor_B (NF_B), monocyte chemoattractant protein 1, interleukin-1, dan lain-lain yang berkaitan dalam patogenesis terjadinya komplikasi mikro dan makrovaskular diabetes. [21] Sel leukosit polimorfonuklear (PMN) perifer adalah sel inflamasi. Jika sel PMN teraktivasi melepaskan reaksi stress oksidatif dan mediator proteolitik pendegradasi jaringan, sehingga terjadi stress oksigen, inflamasi lanjut, dan kerusakan endothelium. [22] 36 2.5 Kerangka teori Diabetes melitus tipe II > AGEs IL-6 Kadar gula darah tinggi TNF-α Merokok Dislipidemia Stress oksidatif Atherosklerosis Peningkatan jumlah leukosit Perubahan struktur glomerulus &Penebalan membran basal glomerular Proses inflamasi Gangguan fungsi ginjal Kebocoran protein dalam urin Mikroalbuminuri a Makroalbuminuria Nefropati diabetik Bagan 2.1 Kerangka teori Overt albuminuria 37 2.6 Kerangka konsep Penderita NIDDM Basofil Leukosit darah Nefropati diabetik Eosinofil Hitung jenis Leukosit Neutrofil batang Neutrifil segmen Limfosit Monosit Bagan 2.2 Kerangka konsep 38 2.7 Definisi operational No 1 Variabel Definisi Alat ukur filtrasi Rekam Cara pengukuran Nefropati Disfungsi diabetik ginjal atau kerusakan medik berdasarkan hasil (Proteinuria glomerular dipstick ) yang ditandai dengan dikategorikan kebocoran menjadi; ginjal albumin plasma ke dalam urin akibat disfungsi filtrasi ginjal. Pemeriksaan Skala Nominal Normoalbuminuri a dan mikroalbuminuria (albuminuria <300 mg/ 24 negatif jam): nefropati diabetik (proteinuria). Makroalbuminuri a (albuminuria >300 mg/24 jam): positif nefropati diabetik (proteinuria). 2 Leukosit Leukosit adalah sel Rekam Pemeriksaan darah darah perifer; yang medik mengandung inti, disebut juga leukosit. Leukosit(4.010.0×109/L) Nominal 39 3 Hitung Leukosit - Jenis Apusan darah Rekam perifer diliat medik dibawah mikroskop dan Hitung apusan Nominal darah tepi (%); Basofil(0-1 %) dihitung persentase masing- Eosinofil(2-4%) masing Neutrofil jenis leukosit tersebut; batang(3-5%) Basophil: Neutrofil yang leukosit lebih dari kecil neutrofil, memiliki yang menutupi inti mengandung heparin dan histamine. Eosinophil: sel serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap. Neutrofil Limfosit(25-40%) banyak granula sitoplasma dan segmen(50-70%) (batang dan segmen): sel memiliki inti yang khas padat dengan sitoplasma pucat. Monosit(2-8%) 40 Limfosit: sel kecil memiliki inti gelap berbentuk bundar dengan kasar kromatin dan tidak berbatas tegas. Monosit: rupa monosit bermacammacam, memiliki inti besar ditengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara jumlah leukosit dan hitung jenisleukosit pada pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tanggerang Selatan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2016 di RSU (Kota) Tangerang Selatan. 3.3 Populasi dan sampel Responden yang diikutkan pada penelitian ini berjumlah 69 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan responden dilakukan dengan metode konsekutif sampling. 3.3.1 Populasi target Pasien yang didiagnosis menderita NIDDM dengan proteinuria 3.3.2 Populasi terjangkau Pasien yang didiagnosis menderita NIDDM dengan proteinuria pada tahun 2014-2015 Pengambilan sampel: n=( (𝑍𝛼)𝑆 2 ) 𝑑 n=( (1.645)(14) 2 ) 3 n=( 23.03 2 ) 3 n = 58.94 n = 60 41 42 Keterangan: n = Jumlah sampel minimal Zα = Nilai standar normal yang merupakan besarnya peluang untuk menolak atau menerima Ho, bergantung pada besarnya kesalahan. Zα = 1,645. S = Simpangan Baku rerata selisih. [25] d = Predisi [24] 3.3.3 Kriteria Inklusi 1. Penderita NIDDM yang dirawat jalan dan rawat inap di RSUD tanggerang selatan. 2. Pasien NIDDM berusia lebih dari 18 tahun. 3. Pasien NIDDM yang diperiksa leukosit darah perifer. 4. Pasien NIDDM yang diperiksa hitung jenis leukosit (basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, monosit). 5. Pasien NIDDM yang diperiksa urinalisis dan proteinuria. 3.3.4 Kriteria Eksklusi 1. Pasien dengan proteinuria tanpa riwayat NIDDM. 2. Rekam medik tidak tersedia atau data tidak lengkap. 3. Pasien dengan infeksi saluran kemih. 3.4 Cara Kerja Penelitian 3.4.1 Alat penelitian a) Rekam medik (data sekunder) b) Surat perizinan pengambilan data 43 3.4.2 Alur penelitian Penderita NIDDM Populasi Penderita NIDDM yang dirawat di RSU Kota tangsel pada tahun 20142015 Hasil lab: urinalisis& Darah rutin (diff. count.) Populasi terjangkau Memenuhi kriteria inklusi Input data SPSS Pengolahan data SPSS Pembahasan hasil analisis data Laporan hasil penelitian Bagan 3.1 Alur penelitian 3.5 Pengolahan data Data dalam penelitian ini dianalisis dengan metode statistik t-test independent dan Mann-Whitney menggunakan aplikasi SPSS 22 dengan uji bivariat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik subjek penelitian 4.1.1 Jenis kelamin. Gambar 4.1 Jenis kelamin subjek penelitian Pada penelitian ini terdapat 65 orang subjek yang menderita NIDDM dengan nefropati diabetik. 23 orang adalah jeniskelami laki-laki yaitu 35,4% dan 42 orang adalah perempuan yaitu 64,6%. 4.1.2 Usia sampel penelitian. Tabel 4.1 distribusi usia subjek penelitian Usia Jumlah Persentase (%) 20-40 13 20 40-60 30 46.2 60-80 22 33.8 Total 65 100 44 45 Pada penelitian ini, distribusi usia subjek penelitian adalah 20% subjek berusia di antara 20-40 tahun yaitu 13 orang, 46.2% adalah subjek berusia di antara 40-60 tahun yaitu 30 orang dan 33.8% adalah subjek yang berusia diantara 60-80 tahun yaitu 22 orang. 4.2 Perbedaan antara jumlah leukosit darah pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik Hasil analitik bivariat uji Mann-Whitney antara jumlah leukosit darah pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.063, atau probabilitas di atas 0.05 (0.063 > 0.05). Maka Ho diterima, atau tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah leukosit darah pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Hasil penelitian berbeda dengan hasil dari penelitian Amann dan penelitian dari Muslim (2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara nilai leukosit dengan mikroalbuminuria.[25, 26] Dan penelitian dari Vijay bahwa terdapat hubungan antara ACE gene polymorphism (DNA dari leukosit darah perifer) dengan terjadinya nefropati diabetik. [9] 4.3 Perbedaan antara jumlah basophil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Hasil analitik bivariat uji Mann-Whitney antara jumlah basofil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.374, atau probabilitas di atas 0.05 (0.374 > 0.05). Maka Ho diterima, atau tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah basofil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. 4.4 Perbedaan jumlah eosinophil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Hasil analitik bivariat uji Mann-Whitney antara jumlah eosinofil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.728, atau probabilitas di atas 0.05 (0.728 > 0.05). Maka Ho diterima, atau tidak ada perbedaan yang 46 bermakna antara jumlah eosinofil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. 4.5 Perbedaan antara jumlah neutrofil batang pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Hasil analitik bivariat uji Mann-Whitney antara jumlah neutrofil batang pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.870, atau probabilitas di atas 0.05 (0.870 > 0.05). Maka Ho diterima, atau tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah neutrofil batang pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. 4.6 Perbedaan antara jumlah neutrofil segmen pasien nefropati diabetic dan non nefropati diabetik. Hasil analitik bivariat uji Mann-Whitney antara jumlah neutrofil segmen pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.389, atau probabilitas di atas 0.05 (0.389 > 0.05). Maka Ho diterima, atau tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah neutrofil segmen pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. 4.7 Perbedaan antara jumlah limfosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Hasil analitik bivariat uji t-test independent antara jumlah limfosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.044 Maka H1 gagal ditolak, atau terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah limfosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Sesuai penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara limfosit darah dengan terjadinya nefropati diabetik. Jaringan adiposa pada pasien DM mengeluarkan leptin dan IL-6 mempengaruhi terjadinya peningkatan proliferasi dan diferensiasi limfosit. Tetapi pada pasien DM leptin menghambat respon Th2 ditandai dengan peningkatan IL-4 dan IL-5. [27] 47 4.8 Perbedaan antara jumlah monosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Hasil analitik bivariat uji Mann-Whitney antara jumlah monosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik menunjukan nilai p = 0.351, atau probabilitas di atas 0.05 (0.351 > 0.05). Maka Ho diterima, atau tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah monosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik. Penelitian ini menunjukan bahwa, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara leukosit, basophil, eosinophil, neutrofil batang, neutrofil segmen, dan monosit) terhadap terjadinya nefropati diabetik dengan p = 0.063, p = 0.374, p = 0.728, p = 0.870, p = 0.389, dan p = 0.351. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Purwanto (2007) yang menyatakan bahwa jumlah neutrofil, limfosit dan monosit darah tepi tidak terdapat korelasi dengan albumin urin pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminemia. [27] Tetapi berbeda dengan penelitian dari Chung (2005) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kejadian nefopati diabetik dengan monosit, leukosit, dan neutrofil dan hubungan negatif terhadap limfosit. [21] Perbedaan ini diduga karena MCP-1 yang berperan terhadap migrasi monosit meningkat pada jaringan ginjal bukan di dalam darah. Di mana penelitian ini ambil data leukosit dan hitung jenis leukosit yang diperiksa dari sirkulasi. [24] Keterbatasan pada penelitian ini adalah data rekam medik yang tidak lengkap, tidak semua pasien NIDDM diperiksakan urinalisis dan proteinuria sehingga data yang memenuhi kriteria inklusi terbatas. Selain itu, pemeriksaan nefropati diabetik pada pasien NIDDM hanya dengan pemeriksaan dipstrick (proteinuria) yang tidak bisa memberi hasil albuminuria secara kuantitatif. Tambahan pula, tidak dilakukan biopsi glomerular ginjal pasien dengan nefropati diabetik sehingga tidak bisa membedakan apakah nefropati diabetik dikarenakan hiperglikemia atau hipertensi pada pasien NIDDM dengan hipertensi. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah leukosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 2. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah basofil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah eosinofil pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah neutrofil batang pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 5. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah neutrofil segmen pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 6. Terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah limfosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 7. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah monosit pasien nefropati diabetik dan non nefropati diabetik pada pasien NIDDM di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015. 48 49 5.2 Saran 5.2.1 untuk penelitian selanjutnya 1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan sampel yang lebih banyak. 2. Desain penelitian diganti dengan desain kohort atau kasus kontrol. 3. Mengambil data primer langsung dari pasien NIDDM supaya bisa dapat data lebih lengkap. 4. Nefropati diabetik didiagnosis dengan pemeriksaan mikroalbuminuria kuantitatif. 3 DAFTAR PUSTAKA 1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing;2014. 2. Kementerian kesehatan RI. Situasi dan Analisis Diabetes. InfoDATIN 2014 Nov; 1: Available from : URL: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatindiabetes.pdf accessed November 24, 2016. 3. Molitch ME, Defronzo RA, Franz MJ. Nephropathy in diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1): 79-83. 4. Gross JL, Azwvwdo MJ, Silveiro SP. Diabetic Nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment. Diabetes care. 2005; 28(1): 164-76. 5. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2012; 35(1): 64-71. 6. Maureen IH. Diabetes in America 2nd edition. United States: NDDG; 1995. 7. Emily L. Guidelines for Adolescent Nutrition Services. Jakarta: Story M; 2005. 8. Eliana F. Penatalaksanaan DM sesuai konsensus Perkini 2015. Jakarta: Bagian Penyakit Dalam FK Yarsi; 2015. 9. Vijay V, Yanqing Z, Karthik B. Association between ACE Gene Polymorphism and Diabetic Nephropathy in South Indian Patiens. JOB. 2001; 2(20: 83-7. 10. Parving HH, Lewis JB, Ravid M. Prevalence and risk factors for microalbuminuria in a referred cohort of type II diabetic patients: A global perspective. Kidney Int. 2006; 69(11): 2057-63. 11. Bennett K, Aditya BS. An overview of diabetic nephropathy: Epidemiology, pathophysiology ang treatment. Journal of Diabetes Nursing. 2015; 18: 61-7. 12. Wang JM, Lin CY, Tsai FA. Test Diptick for Determination of Urinary Protein, Cretinine and Protein/ Creatinine Ratio. Springerplus. 2016; 5(1): 1791. 50 51 13. Lerma EV, Slivka K, Staros EB. Urinalysis. Medscape 2015 Dec. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/2074001-overview. Accessed November 24, 2016. 14. Mongensen CE, Vestbo E, Poulsen PL. Microalbuminuria and Potentional Confounders. Diabetes Care. 1995; 18(4): 572-81. 15. Zelmanovitz T, Gross JL, Oliveira JR. The Receiver Operating Characteristics Curve in the Evaluation of a Random Urine Specimen as a Screening Test for Diabetic Nephropathy. Diabetes Care. 1997; 20(4): 5169. 16. Kvetny J, Gregersen G, Pedersen RS. Randomized placebo-controlledtrial of perindopril in normotensive, normoalbuminuric pateints with type 1 diabetes mellitus. Q J Med. 2001; 94(2):89-94. 17. Shichiri M, Kishikawa H, Ohkubo Y, Wake N. Long-term results of the Kumamoto Study on optimal diabetes control in type 2 diabetic patients. Diabetic Care. 2000; 23(2) 18. Bakris G, Viberti G, WestonWM. Rosiglitazone reduces urinary albumin excretion in type II diabetes. J Hum Hypertens. 2003; 17(10): 7-12. 19. Viberti G, Nigel MW. Microalbuminuria Reduction with Valsartan in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus a Blood Pressure-Independent Effect. Circulation. 2002; 106: 672-678. 20. Chaturvedi N. The ACE Inhibitors in DiabeticNephropathy Trialist Group: Should all patients with type 1 diabetes mellitus and microalbuminuria receive angiotensin converting enzyme inhibitors? A meta-analysis of individual patient data. Ann Intern Med. 2001; 134(5): 370-9. 21. Chung FM, Tsai JCR, Chang DM. Peripheral Total and Differential Leukocyte Count in Diabetic Nephropathy.Diabetes Care. 2005; 28(7): 1710-7. 22. Shurtz-Swirtz R, Sela S, Herskovits AT. Invovement of Peripheral Polymorphonuclear Leucocytes in Oxidative Stress and Inflammation in Type 2 Diabetic Patients. Diabetes Care. 2001; 24(1): 104-110. 52 23. Gross JL, Zelmanovitz T, Moulin CC. Effect of a chicken based diet on renal function and lipid profile in patients with type 2 diabetes: a randomized crossover trial. Diabetes Care. 2002; 25(4): 645-51. 24. Sopiyudin D: Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto; 2009. 25. Azhari M. Jumlah Lekosit dengan Kadar Mikroalbumin Urin Penderita Diabetes Melitus. Beranda. 2014; 5(1). 26. Berthold A, Ralph T, Bernhard A. ACE Inhibitors Improve Diabetic Nephropathy Through Suppression of Renal MCP-1. Diabetes Care. 2003; 26(8): 2421-2425. 27. Cuneyt K, Nilufer KK, Bekir A. The relationship between neutrophil-tolymphocyte ratio and albuminuria in type 2 diabetic patients: a pilot study. Arc Med Sci. 2016; 12(3): 571-575. 28. Edy P. Korelasi Jumlah Netrofil, Limfosit, dan Monosit dengan Kadar Albumin Urin pada Pasien DM Tipe-2 dengan Mikroalbuminuria. UnDip. 2007 Dec; Available from: URL: http://eprints.undip.ac.id/17466/1/Edy_Purwanto.pdf Accessed November 25, 2016. 29. Craig KJ, Donovan K, Munnery M, dkk: Identification and management of diabetic nephropathy in the diabetic clinic. Diabetes Care. 2003; 26(6): 1806-11. 30. Eknoyan G, Hostetter T, Bakris GL. Proteinuria and other markers of chronic kidney disease: apposition statement of the National Kidney Foundation (NKF) and the national institute of diabetes and digestive and kidney disease (NIDDK). Am J Kidney Dis. 2003; 42(4): 617-22. 4 Rekam medis 1. 39052 2. 63260 3. 63353 4. 64444 5. 64571 6. 64809 7. 66392 8. 66605 9. 66776 10. 67577 11. 68947 12. 70239 13. 71026 14. 71331 15. 72433 16. 74311 17. 74314 18. 74435 19. 74770 20. 75043 21. 75406 22. 75414 23. 75508 24. 75993 25. 76810 26. 76815 27. 76989 28. 77264 29. 77287 30. 77404 31. 78302 32. 78475 33. 79221 34. 79266 35. 80307 36. 80610 37. 80942 Jenis kelamin P P L L L P L P P P P P P P P L P L L L P P P P P P P P L L P P L P L L P Leukosit 33.3 27.6 38 9.2 13.7 10.4 10.8 19.2 10.4 51 21.9 12.8 6.5 8.7 22.4 9.8 10.9 14.3 14.4 13.2 17.7 14 16.1 10.1 10.5 6.1 18.3 10.6 12.8 24.7 21.7 9.6 19.2 14.9 13.8 5.3 9.2 LAMPIRAN Lampiran 1. Karekteristik sampel. Neutrofil Neutrofil Basofil Eosinofil batang segmen Limfosit 0 2 1 90 4 0 2 1 88 4 1 2 3 88 2 0 2 3 84 6 0 1 1 92 4 0 2 1 65 25 0 1 3 66 21 0 1 2 79 12 0 2 1 76 17 0 1 2 80 12 0 1 1 78 14 0 1 2 67 24 0 2 1 26 17 0 2 1 63 32 0 1 3 67 23 0 2 3 60 20 0 1 2 69 22 0 1 1 63 18 0 1 3 76 10 0 1 2 88 7 1 1 1 87 8 0 1 3 76 14 0 1 2 79 15 0 3 2 66 19 0 2 3 80 12 0 1 3 87 5 0 2 3 72 19 0 2 2 70 20 0 2 3 60 25 0 0 1 90 7 0 2 1 87 7 0 2 3 65 17 0 2 2 84 6 0 2 2 80 10 0 1 2 79 10 0 2 1 72 1 0 1 2 53 36 53 Monosit 3 5 4 5 2 7 10 6 4 5 6 6 4 2 6 15 6 7 10 2 3 6 3 10 3 4 4 6 10 2 3 13 6 6 8 9 8 Proteinuria Positif 1 Positif 2 Positif 1 Positif 1 Trace Positif 2 Positif 3 Positif 1 Positif 1 Positif 3 Positif 2 Positif 2 Positif 3 Positif 3 Positif 2 Positif 2 Trace Positif 2 Positif 1 Positif 1 Positif 1 Trace Positif 3 Positif 2 Positif 3 Positif 2 Positif 3 Positif 1 Positif 1 Positif 2 Positif 1 Positif 1 Positif 1 Positif 3 Positif 2 Positif 3 Positif 2 54 (Lanjutan) 38. 81313 39. 81503 40. 82443 41. 82900 42. 82930 43. 82988 44. 82991 45. 83933 46. 84166 47. 84522 48. 84548 49. 85165 50. 85292 51. 88515 52. 88848 53. 89381 54. 89452 55. 94342 56. 94358 57. 95200 58. 95381 59. 96788 60. 97358 61. 97727 62. 98092 63. 98791 64. 98817 65. 99018 66. 99051 67. 99057 68. 100732 69. 102285 P L P P L P L P L P L P P P P L P L L L P P P p L P L P P P P P 9.9 10.7 9.4 16.5 31.4 8.9 18 11.8 6.5 14 14.1 14.6 9.8 8.8 17.2 14 29.1 23.8 16.8 28 11.9 7.8 7.5 12.7 19 9.9 8.6 16.4 22.9 12.3 11.4 17.8 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 1 2 2 1 2 1 3 1 1 1 1 2 1 2 0 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 0 1 2 3 2 2 3 2 2 1 3 2 2 2 1 1 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 0 1 2 2 1 2 3 1 79 76 66 70 80 68 83 74 71 82 74 80 73 74 83 70 91 81 77 74 84 65 51 83 79 80 85 88 87 66 68 80 13 9 21 22 7 19 7 18 18 11 19 10 23 21 9 21 4 8 13 14 7 22 40 4 12 13 10 5 8 25 21 12 3 10 10 4 7 10 6 6 5 4 4 7 2 1 4 3 2 6 6 7 5 9 5 7 8 5 2 4 3 5 8 6 Positif 2 Trace Positif 1 Positif 1 Positif 2 Positif 1 Positif 1 Positif 1 Positif 3 Positif 3 Negative Positif 1 Positif 1 Positif 2 Trace Positif 1 Positif 2 Positif 2 Positif 2 Positif 1 Positif 2 Trace Negatif Positif Trace Positif 2 Trace Negatif Positif 1 Negative Positif 2 Positif 3 55 Lampiran 2. Surat izin pengambilan data dari RSU Kota tangerang selatan. 56 DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS DATA PRIBADI Nama : Charifa Sama Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Tanggal Lahir : Yala, 23 Maret 1996 Status : Belum Menikah Agama : Islam Alamat : 55/1 m.5 langa Mayo, district Pattani 94190 Thailand Nomor Telepon/Hp : 08121827469 Email : [email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN September 2013 – Sekarang : Medicine bachelor, Syarif Hidayatullah State Islam University, Jakarta. April 2013 - September 2013 : Medicine foundation, Allians University of Medical Sciences, Penang, Malaysia. March 2008 - March 2013 :Daeratul Ma’arifil Wataniah School, Penang, Malaysia. May 1999 - March 2008 :Amanasak School, Pattani, Thailand.