BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Solidaritas 1. Pengertian Solidaritas Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim (1858-1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim (dalam Lawang, 1994:181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. 2. Jenis-jenis Solidaritas Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri: a.Yang satu mengikat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas positif yang lainnya, individu tergantung dari masyarakat, karena individu tergantung dari bagian-bagian yang membentuk masyarakat tersebut. b.Solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebut hanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan c. Dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya dalam masyarakat, namun masih tetap dalam satu kesatuan. Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu: a. Solidaritas Sosial Mekanik Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif. Argumentasi Durkheim, diantaranya pada kesadaran kolektif yang berlainan dengan dari kesadaran individual terlihat pada tingkah laku kelompok. Bilamana orang berkumpul untuk berdemonstrasi politik, huru-hara rasial atau untuk menonton sepakbola, gotong royong dan sebagainya, mereka melakukan hal-hal yang tidak mungkin mereka lakukan jika sendirian. Orang melakukan perusakan dan merampok toko-toko, menjungkirbalikan mobil, atau menunjukkan sikap kepahlawanan, kegiatan religius, semangat pengorbanan yang luar biasa, semuanya dianggap musatahil oleh yang bersangkutan. Solidaritas mekanik tidak hanya terdiri dari ketentuan yang umum dan tidak menentu dari individu pada kelompok, kenyataannya dorongan kolektif terdapat dimanamana, dan membawa hasil dimana-mana pula. Dengan sendirinya, setiap kali dorongan itu berlangsung, maka kehendak semua orang bergerak secara spontan dan seperasaan. Terdapat daya kekuatan 3ocial yang hakiki yang berdasarkan atas kesamaan-kesamaan 3ocial, tujuannya untuk memelihara kesatuan 3ocial. Hal inilah yang diungkapkan oleh hukum bersifat represif (menekan). Pelanggaran yang dilakukan individu menimbulkan reaksi terhadap kesadaran kolektif, terdapat suatu penolakkan karena tidak searah dengan tindakan kolektif. Tindakan ini dapat digambarkan, misalnya tindakan yang secara langsung mengungkapkan ketidaksamaan yang menyolok dengan orang yang melakukannya dengan tipe kolektif, atau tindakan-tindakan itu melanggar organ hati nurani umum. b. Solidaritas Sosial Organik Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum. Titik tolak perubahan tersebut berasal dari revolusi industri yang meluas dan sangat pesat dalam masyarakat. Menurutnya, perkembangan tersebut tidak menimbulkan adanya disintegrasi dalam masyarakat, melainkan dasar integrasi sosial sedang mengalami perubahan ke satu bentuk solidaritas yang baru, yaitu solidaritas organik. Bentuk ini benar-benar didasarkan pada saling ketergantungan di antara bagianbagian yang terspesialisasi. Kesadaran kolektif pada masyarakat mekanik paling kuat perkembangannya pada masyarakat sederhana, dimana semua anggota pada dasarnya memiliki kepercayaan bersama, pandangan, nilai, dan semuanya memiliki gaya hidup yang kira-kira sama. Pembagian kerja masih 4ocial4s rendah, tidak menghasilkan heterogenitas yang tinggi, karena belum pluralnya masyarakat. Lain halnya pada masyarakat 4ocial4, yang merupakan tipe masyarakat yang 4ocial4stic, orang merasa lebih bebas. Penghargaan baru terhadap kebebasan, bakat, prestasi, dan karir individual menjadi dasar masyarakat 4ocial4stic. Kesadaran kolektif perlahan-lahan mulai hilang. Pekerjaan orang menjadi lebih terspesialisasi dan tidak sama lagi, merasa dirinya semakin berbeda dalam kepercayaan, pendapat, dan juga gaya hidup. Pengalaman orang menjadi semakin beragam, demikian pula kepercayaan, sikap, dan kesadaran pada umumnya. Heterogenitas yang semakin beragam ini tidak menghancurkan solidaritas 4ocial. Sebaliknya, karena pembagian kerja semakin tinggi, individu dan kelompok dalam masyarakat merasa semakin tergantung kepada pihak lain yang berbeda pekerjaan dan spesialisasinya. Secara singkat perbedaan solidaritas mekanik dan organik bisa dilihat melalui tabel di bawah ini: Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik Pembagian kerja rendah Pembagian kerja tinggi Kesadaran kolektif kuat Kesadaran kolektif rendah Hukum represif dominan Hubungan restitutif dominan Individualism rendah Individualism tinggi Secara relative saling ketergantungan Saling ketergantungan yang rendah tinggi Bersifat primitive atau pedesaan Bersifat industrial-perkotaan Tabel 2.1. Perbedaan Solidaritas Organik dan Mekanik 3. Solidaritas dalam Perusahaan Dengan mengacu pada konsep solidaritas dari Emile Durkheim, solidaritas dalam perusahaan merupakan bentuk dari solidaritas organik dimana pembagian kerja jelas dan kompleks. Meskipun demikian, tetap terdapat ketergantungan satu sama lain yang berbeda pekerjaan dan spesialisasinya. Solidaritas yang ingin dibangun dalam suatu perusahaan adalah solidaritas yang hasllnya positif. Karena Durkheim menekankan adanya pengalaman emosional dalam solidaritas, maka tidak selamanya solidaritas bersifat positif. Hal ini bisa terjadi apabila hubungan emosional yang terbentuk terlalu dalam dan mengikis sikap profesionalisme sehingga bisa mengganggu kinerja dalam perusahaan. Solidaritas yang positif dalam sebuah perusahaan merupakan solidaritas dalam mencapai tujuan perusahaan. B. Hubungan Internal dan Komunikasi Karyawan 1. Hubungan Internal Hubungan terpenting dalam organisasi adalah hubungan dengan karyawan disemua level. Istilah publik internal dan publik karyawan mengacu pada baik itu manager maupun orang-orang yang menjadi bawahannya. Publik ini merupakan sumber daya terbesar dalam organisasi. Menurut Smith, mantan direktur komunikasi korporat General Motors dalam Cutlip (2010:254) ada dua faktor yang mempengaruhi komunikasi internal : 1. Manfaat dari pemahaman teamwork , dan komitmen dalam mencapai hasil yang diinginkan. Aspek positif dari perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi interaktif yang efektif di seluruh organisasi. 2. Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manager yang kuat yang membuat setiap supervisor disemua level dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan karyawannya. Hubungan internal dalam sebuah perusahaan terkait dengan komunikasi organisasi. Bungin (2006:274) menjelaskan komunikasi organisasi adalah komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi dimana terjadi jaringanjaringan pesan satu sama lain yang saling bergantung. Sendjaja dalam Bungin (2006:274), organisasi baik yang berorientasi untuk mencapai keuntungan (profit) maupun nirlaba (non-profit) memiliki empat fungsi organisasi yaitu: 1. Fungsi Informatif Maksudnya seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi mengejakan pekerjaan secara lebih pasti. Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. 2. Fungsi Regulative Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi . Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulative ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada pada tatanan managemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangn untuk mengedalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu, mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberi instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of outhority) supaya perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinga. Namun, demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah bnayak bergantung pada: a. Keabsahan pimpinan dalam menyampaikan perintah b. Kekuatan pimpinan dalam memberikan sanksi, c. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus pribadi d. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan. Kedua berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulative pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan. 3. Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada member perintah. 4. Fungsi Integrative Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua jenis saluran komunikasi dalam organisasi yaitu komunikasi formal dan non formal. Komuniaksi formal dapat berupa komunikasi tertulis dengan menerbitkan media internal yang dapat berupa majalah, bulletin atau newsletter. sedangkan komunikasi nonformal dapat berupa perbincangan pribadi selama masa istirahat, dan kegiatan lain yang dapat menumbuhka keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar terhadap orgaisasi 3. Komunikasi Karyawan Menurut Morissan (2008:206) keberhasilan komunikasi dalam organisasi sangat ditentukan oleh tujuh hal al: a. Kredibilitas, komunikasi dimulai dengan iklim atau situasi kepercayaan. Iklim dibangun melalui tindakan oleh perusahaan yang menggambarkan kesungguhan untuk melayani pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat. Penerima pesan harus memiliki kepercayaan pada diri pengirim serta memiliki penghormatan terhadap kompetensi pengirim pesan atas masalah yang menjadi perhatian. b. Konteks, suatu program komunikasi harus disesuaikan dengan realita lingkungan. Komunikasi yang efektif memerlukan lingkungan social yang mendukung. c. Isi pesan, pesan harus memiliki makna bagi mereka yang menerimanya dan harus sesuai dengan sistem nilai yang mereka anut. Pesan harus memiliki relevansi dengan situasi yang dihadapi penerima pesan. Pada umumnya, orang akan memilih sejumlah informasi yang dapat memberikan keuntungan besar bagi mereka. d. Kejelasan, pesan harus disampaikan dengan menggunakan istilah-istilah yang sederhana.Kata-kata harus mengandung makna yang sama, baik bagi penerima maupun pengirimnya. e. Kontinuitas dan konsistensi, komunikasi adalah proses yang tiada akhir. Komunikasi memerlukan repetisi (pengulangan) untuk mencapai penetrasi. f. Saluran, untuk menyampaikan pesan harus menggunakan saluran yang sudah mapan (established) untuk menyampaikan pesan. Saluran yang dipilih haruslah saluran yang digunakan dan juga dihormati oleh khalayak sasaran. g. Kemampuan penerima, komunikasi akan menjadi sangat efektif ketika penerima memerlukan upaya yang paling sedikit untuk memahami pesan yang disampaikan. C. Media Internal 1. Pengertian Media Internal Media internal merupakan salah satu bentuk komunikasi formal dalam perusahaan. Selain media internal bentuk komunikasi formal yang lain adalah melalui komuniasi lisan ynag bersifat dua arah yaitu dalam rapat dan pelatihan resmi yang diadakan oleh perusahaan. Namun komunikasi lisan membutuhkan waktu yang lama dan sulit dalam menjangkau karyawan disemua level. Oleh karenanya media internal dapat dijadikan sarana komunikasi yang lebih efektif dan efisien dalam menciptakan solidaritas positif dalam perusahaan.Media Internal adalah media informasi yang digunakan oleh perusahaan sebagai salah satu bentuk komunikasi dengan karyawan. Dalam praktik Publik Relations Internal media Internal juga sering disebut house journal. Salah satu bentuk media internal adalah majalah internal. Effendy Onong dalam bukunya Human Relations dan Public Relations (2009:155) mengungkapkan bahwa majalah organisasi merupakan sarana yang penting dalam kegiatan Public Relations dalam rangka memelihara hubungan yang harmonis antara pimpinan organisasi dengan publik internal. Lebih lanjut Effendy menjelaskan bahwa majalah internal harus membuat para karyawan merasa dirinya “termasuk organisasi “(belong to organization)” dan memupuk rasa saling pengertian dan tenggang rasa antara pemimpin dengan karyawan dan antarkaryawan dengan karyawan. Dari rasa saling pengertian dan tenggang rasa tersebut akan timbul solidaritas antarkaryawan yang akan berdampak positif bagi organisasi. Selain dari Effendi fungsi media internal juga disebutkan oleh Kriyantono Rachmat (2008: 154) sebagai berikut: 1. Memberikan dorongan untuk memperkuat komitmen memberikan yang terbaik bagi perusahaan serta perbaikan moral kerja karyawan-karyawannya. 2. Sebagai media komunikasi yang menjembatani pihak menagemen dan karyawan, sehingga terjadi komunikasi dua arah. Karyawan misalnya bisa memperoleh informasi tentang strategi dan tujuan perusahaan serta informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.. 3. Sebagai media publikasi melalui penyampaian informasi tentang kegiatan atau apa saja yang berkaitan dengan perusahaan kepada pihak lain. 2. Peran Media Internal Siregar (2004:34) menjelaskan peran media corporasi al: 1. Menanamkan budaya korporasi Berdasarkan kebiasaan, pertemuan tatap muka atau latihan lebih banya dipilih sebagai media untuk menanamkan budaya organisasi. Namun bukan berarti media korporasi atao organisasi tidak dapat difungsikan untuk tujuan tersebut. Menanamkan budaya organisasi melalui media internal dapat ditempuh dengan berbagai cara. Slogan atau simbol , misalnya , dapat dipaparkan dalam format artikel popular. Bagaimana symbol atau slogan itu dibuat, apa makna setiap unsur dan apa tujuannya. 2. Mempartahankan Budaya korporasi Media korporasi dapat pula difungsikan untuk mempertahankan budaya perusahaan. Budaya dalam perusahaan harus dipertahankan terutama apabila organisasi telah melewati tahap awal dan memasuki mondisi yang mapan. Media inernal dapat difungsikan untuk menyegarkan kebali penghayatan atas nilai-nilai yang dianut korporasi atau organisasi. Tulisan-tulisan yang menceritakan kembali mengapa cara kerja tertentu dilakukan , mengapa kebiasaan tertentu dilakukan , bisa disajikan untuk tujuan tersebut. Cara lain yang dapat ditempuh yaitu menggambarkan prestasi seseorang atau kelompok kerja , lalu menyajikan dalam format profile feature. Dalam kisah keberhasilan itu, secara tersirat diperlihatkan bagaimana-nilai-nilai yang dianut korporasi atau organisasi berperan dalam keberhasilan yang dicapai. Mempertahankan budaya organisasi melalui media internal dapat ditempuh dengan menyajikan tulisan yang memberikan isyarat dini bahwa erosi budaya korporasi sedang berlangsung. Sebagai peringatan dini, tulisan seperti ini selain untuk menyadarkan kembali ingatan akan nilai-nilai yang selama ini dianut, juga berfungsi menjadi masukan bagi pengambil keputusan , agar mengambil upaya yang sesuai. 3. Mensosialisasikan Perubahan Sebagai media komunikasi, media internal perusahaan mempunyai posisi strategis untuk mensosialisasikan perubahan, termasuk perubahan yang berkaitan dengan budaya korporasi dan organisasi. Media internal yang terbit secara periodik dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan perubahan yang sedang atau akan terjadi. Perubahan, baik perubahan organisasi kerja , waktu kerja, perubahan cara atau bentuk kerja, tempat kerja, potensil mengundang masalah, terutama apabila perubahan itu terkesan hanya menguntungkan perusahaan. Sosialisasi perubahan sejak awal sangat membantu setiap orang untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan. 4. Bentuk bentuk media Internal Menurut Siregar (2004:112) media korporasi dapat diterbitkan dalam beberapa format seperti newsletter, majalah, tabloid, atau surat kabar. Setiap format memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. a. Newsletter Newsletter umumnya menggunakan kertas HVS (atau kertas berkualitas lebih baik. Ukuran kertas yang digunaka biasanya A4 atau sedikit lebih kecil. Jumlah halaman berkisar antara 4-12 halaman atau lebih. Newsletter bisa dijilid atau tidak. Biasanya, newsletter lebih mudah dan lebih cepat diproduksi. Biaya produksinya juga lebih murah. Tulisan yang dimuat pada newsletter biasanya lebih pendek. Kalimat yang digunakan lebih ringkas dan langsung ke pokok masalah. Sampul depan newsletter, selain menampilkan nama media , tanggal terbit dan nomor edisi, jga memuat daftar isi dan sebuah tulisan lengkap. Kebanyakan newsletter tidak memuat foto. Halaman newsletter biasanya dibagi atas 2-3 kolom. b. Tabloid Kebanyakan menggunakan kertas Koran. Ukuran kertas yang digunakan sekitar setengah kali ukuran kertas Koran. Sampul tabloid umumnya juga mneggunakan jenis kertas yang sama dengan jenis kertas yang digunakan pada halaman dalam. Tampilan tabloid tampak lebih popular biasanya dicetak berwarna. Penataan perwajahan tabloid merupakan paduan antara desain yang ditetapkan pada majalah dan surat kabar. Halaman tabloid biasanya dibagi atas 3-5 kolom.Untuk media korporasi biasanya digunakan 8-16 halaman. c. Surat kabar Merupakan format yang jarang dipilih untuk media korporasi. Meskipun demikian, sejumlah korporasi menggunakan format ini bersamaan dengan format majalah atau newsletter. Biasanya format surat kabar dipilih untuk penerbitan mingguan. d. Majalah Majalah merupakan salah satu bentuk media cetak yang terbit berkala dan dapat dinikmati lebih lama dan dicetak dengan ukuran lebih kecil dari pada koran dan tabloid serta dijilid seperti buku.Dari segi tampilan umumnya majalah dibuat lebih menarik dari pada surat kabar atau tabloid. D. Penerapan Prinsip Human Relations Menurut Abdurrahman (2001:79), istilah human relations dapat diterapkan secara luas dalam interaksi manusia disegala bidang termasuk bidang bisnis atau perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, solidaritas positif terjabarkan dengan tercapainya semua prinsip-prinsip human relations dalam sebuah perusahaan. Human Relations merupakan komunikasi persuasive antara orang-orang yang berada dalam struktur formal untuk mencapai tujuan Human relationship di dalam korporasi atau organisasi hanya dapat terbentuk secara baik apabila didukung oleh komunikasi internal yang baik pula. Sebaliknya, kualitas komunikasi internal bisa mencerminkan apakah terdapat human relationship yang baik antara pihak yang berkomunikasi. Siregar (2004:50) memberikan batasan mengenai human relations dalam organisasi sebagai komunikasi persuasive antara orang-orang yang berada dalam struktur formal untuk mencapai tujuan. Prinsip-prinsip Human Relations antara lain sebagai berikut: 1. Importance of the Individual (Pentingnya Individu) Importance of the Individual atau pentingnya individu berarti untuk membangun human relationship yang baik dalam suatu perusahaan sehingga tercipta solidaritas, perushaan harus memperhatikan perasaan pegawai , mengakui dan memperhatikan kepentingannya. 2. Mutual Acceptance (Saling Menerima) Mutual Acceptance diartikan sebagai adanya saling menerima dan memahami antarkaryawan atau antar karyawan dan pimpinan. Pimpinan yang dipimpin dan organisasi adalah satu badan yang harus bersatu. Mereka satu sama lain harus menerima sebagai individu dan kelompok. Harus saling menghormati dan menghargai tugas dan kewajiban masing-masing. 3. Common Interest (Kepentingan Bersama) Merupakan salah satu prinsip untuk mengutamakan kepentikan bersama diatas kepentingan individu dalam mencapai tujuan bersama dalam perusahaan. Pimpinan, pegawai, dan organisasi satu sama lain terikat oleh kepentigan bersama . Karena mereka bersatu, mereka mampu untuk mencapai sukses dalam pekerjaannya, dan terjaminnya kebutuhan tiap individu tergantung pada sukses itu. 4. Open Communication (Komunikasi Terbuka) Dengan adanya komunikasi yang terbuka, karyawan akan lebih mudah untuk berterusterang mengenai ide, perasaan , mengenai segala sesuatu yang mneyangkut kepentingan bersama. Kemudian, komunikasi yang sifatnya terbuka juga akan menimbulkan pengertian yang baik dan menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat. 5. Participation Officials (Partisipasi Pegawai) Adanya pasrtisipasi seluruh karyawan akan menciptakan hasil-hasil yang efisien yang disebabkan karena adanya keseimbangan dalam pandangan-pandangan dan solidaritas pun akan tercapai karena segala masalah dihadapi dan dipecahkan bersama-sama. 6. Local Identity (identitas setempat) Local Identity berkaitan dengan bagaimana seorang karyawan diakui sehingga merasa memiliki identitas sebagai bagian dari perusahaan. Hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan pujian yang tepat pada seseorang, sehingga orang itu merasa bagian dari perusahaan dimana ia ditugaskan. 7. Local Decision (Keputusan setempat) Dalam sebuah perusahaan menerapkan prinsip local decision berarti memberi wewenang pada orang- orang untuk memecahkan sendiri masalah-masalah yang timbul di tengahtengah mereka. 8. High Moral Standards (standar moral yang tinggi) Dalam sebuah perusahaan penerapan standar moral yang tinggi sangat penting, sebab kebenaran dan keadilan mengenai suatu tindakan dapat disebut benar dan adil bila didasarkan pada moral dan hak-hak asasi manusia. E. Uses and Gratifications Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan (Uses and Gratification Theory) adalah salah satu teori komunikasi dimana titik-berat penelitian dilakukan pada pemirsa sebagai penentu pemilihan pesan dan media. Pemirsa dilihat sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung jawab dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka, atau tidak menggunakan media dan memilih cara lain. Praktisi Public Relations (PR) kerap menggunakan media massa untuk menyebarkan pesan. Praktisi PR harus mengetahui bagaimana khalayak menggunakan media massa. Pengetahuan ini sangat dibutuhkan agar pesan yang ditempatkan (disiarkan) dimedia massa dapat efektif mencapai sasarannya. Berbagai penggunaan dan pemuasan terhadap media ini dapat dikelompokan ke dalam empat tujuan yaitu: 1. Pengetahuan Seseorang menggunakan media massa untuk mengetahui sesuatu atau memperoleh informasi tentang sesuatu. Hasil survey menunjukkan alasan orang mengunakan media adalah untuk memperoleh pengetahuan. 2. Hiburan Kebutuhan dasar lainnya pada manusia dalah hiburan dan salah satu wadah mencari hiburan adalah media massa. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk yaitu : a. Stimulasi atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari kegiatan rutin. b. Relaksasi atau santai yang merupakan bentuk pelarian dari tekanan dan masalah, dan c. Pelepasan emosi dari perasaan dan energy terpendam. 3. Kepentingan Sosial Media disini beperan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman dan yang lainnya dalam masayrakat. 4. Pelarian Ornag menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai tapi juga sebagai bentuk pelarian. Orang menggunakan media massa untuk mengatasi rintangan antara mereka dengan orang lain, atau menghindari aktivitas lain. Versi lain dari pendekatan Uses and Gratification dikemukakan oleh Karl Erik Rosengren (1974), yang menyatakan bahwa: 1. Kebutuhan mendasar tertentu dalam interaksinya dengan berbagai kombinasi antara karakteristik intra dan ekstra individu dan juga dengan struktur masyarakat temasuk struktur media menghasilkan berbagai kombinasi persoalan individu dan juga persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut. 2. Kombinasi persoalan dan solusinya menunjukkan berbagai motif untuk mencari pemenuhan dan penyelesaian persoalan yang menghasilkan perbeddaan pola konsumsi media dan perbedaan pola perilaku lainnya yang menyebabkan perbedaan pola pemenuhan yang dapat memengaruhi kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu yang sekaligus akan mempengaruhi pola struktur media dan berbagai struktur politik, cultural dan ekonomi dalam masyarakat.