perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS PERMINTAAN KENTANG DI KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : NURINA KUSUMA WARDHANI H 1307025 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS PERMINTAAN KENTANG DI KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Oleh : Nurina Kusuma Wardhani H 1307025 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-NYA kepada penulis sehingga diberi kemudahan dan kelancaran senantiasa mengiringi di setiap langkah penyusunan karya ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti sampai hari pembalasan. Usaha dan upaya untuk senantiasa lakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian terwujud dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Permintaan Kentang Di Kabupaten Boyolali” Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, antara lain : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Ir. Priya Prasetya, MS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dan bimbingan kepada penulis. 5. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku dosen pembimbing utama skripsi yang telah memberikan semangat, bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis sepanjang menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6. Ibu Wiwit Rahayu, SP. MP selaku dosen pembimbing pendamping yang senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada penulis. 7. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS selaku dosen penguji yang senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada penulis. 8. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Boyolali, Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pengelolahan Pasar Kabupaten Boyolali, beserta staf atas bantuan dan kerjasamanya. 10. Kedua orang tuaku Drs. Sudarmoko dan Dra. Endang Tri Rochmani, adikku tersayang Mahendra Kusuma Wardhana beserta keluarga besar yang senantiasa memberikan doa dan semangat di setiap langkah penulis. 11. Yosefh Gita Maulana terima kasih atas kasih sayang, perhatian, doa, semangat dan bantuannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 12. Sahabat-sahabatku yang tersayang Rosita Wiwik R, Monika Risang W, Fahmi Iqlima S, Yunita Ratih T, Hesti Purba W, Linda Riyanti, Annisa Permatasari, Fajar Prasetyaningrum, Nury Pujiati A, Agustina Kesdu, Silviana A, Meiana I, Amanda K, Ari Setyo S, Endra Setiawan, Adia Endar F, Aryo Wibisono, Primadani Setyo Prakoso, Muhammad Faturahman, Bella Zaini, Diki Ari Sumanto, Rohmad Jati Kurniawan, Dwi Satrio Wicaksono, Adam Agusta, beserta seluruh keluarga besar regular dan ekstensi 2007 agrobisnis maupun agronomi yang telah memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13. Kakak tingkatku Hendrik Mulyo W, Dyah Kartika R, Nurul Huda S, Reza Prima R, Yeriana Saraswati, Sarayusa, Farid Fahrudin, Tunjung, Eka Kartika, Dian Paramitha, Sujatmoko, Ms Wahid yang telah memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 14. Anak kosku Ratna, Widya, Erwin, Ana, Mbak Riyan, Putri, Nia, yang selalu memberikan doa, semangat dan bantuannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengembangkan diri dan membantu penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa sesungguhnya karya ini hanya sedikit memberikan kontribusi bagi pihak pemerintah Kabupaten Boyolali maupun bagi almamater. Namun begitu besar memberikan kemanfaatan bagi penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap di balik kekurangsempurnaan karya ini masih ada manfaat yang bisa diberikan baik bagi penulis sendiri, bagi pihak almamater dapat menjadi tambahan referensi, dan bagi pembaca semoga bisa dijadikan tambahan pengetahuan. Amin. Surakarta, September 2011 Penulis commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii RINGKASAN ................................................................................................... xiv SUMMARY....................................................................................................... xv I. PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1 A. B. C. D. Latar Belakang ………………………………………………………. Perumusan Masalah ………………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………………. Kegunaan Penelitian ……………………………………………........ 1 3 5 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 6 A. Penelitian Terdahulu ...........………………………………………….. B. Landasan Teori …………………………………………………...... 1. Kentang ............................................................…………………… 2. Budidaya Kentang…………………………………………………. 3. Konsumen Kentang di Kabupaten Boyolali…………………….. 4. Teori Permintaan ..................................…………………………… 4.1 Elastisitas ……………………………………………………… 4.2 Efek Subsitusi dan Efek Pendapatan ………………………… C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah………………………………… 1. Teori Dasar Permintaan…………………………………………… 2. Estimasi Fungsi Permintaan ………………………………………. D. Hipotesis…………………………………………………………….. . E. Pembatasan Masalah…………………………………….…...……….. F. Asumsi-asumi.…………………….……………………..…………….. G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………………………. 6 9 9 10 16 16 20 23 25 25 25 29 29 29 29 III. METODE PENELITIAN ……………………………………………… A. B. C. D. 32 Metode Dasar Penelitian …………………………………………...... 32 Lokasi Penelitian……………………….…………………………….. 32 Jenis dan Sumber data………………………………………………… 32 commit to user Metode Analisis Data……………………………………………...…. 32 vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................... A. B. C. D. E. 40 Keadaan Alam ..................................................................................... Keadaan Penduduk .............................................................................. Keadaan Perekonomian ....................................................................... Keadaan Pertanian ............................................................................... Gambaran Komoditi Kentang ............................................................. 40 43 47 49 51 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 53 A. Hasil Penelitian .................................................................................... 1. Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali ................................. 2. Harga Kentang .............................................................................. 3. Harga Wortel ............. .................................................................... 4. Harga Beras ................................................................................... 5. Pendapatan Penduduk Kabupaten Boyolali ................................... 6. Jumlah Penduduk ........................................................................... B. Analisis Permintaan Kentang Kabupaten Boyolali ........................ 1. Estimasi Fungsi Permintaan ........................................................... 2. Hasil Analisis Data ......................................................................... 3. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 53 53 55 56 58 60 62 64 64 65 70 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 75 A. Kesimpulan .......................................................................................... B. Saran..................................................................................................... 75 76 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman Tabel 1. Jumlah penduduk, konsumsi kentang dan permintaan kentang nasional tahun 2004-2009 …….................................. 1 Konsumsi kentang, permintaan kentang, konsumsi energi dan sumbangan energi dari kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 ……………………….................................. 2 Harga kentang, permintaan kentang, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009………………………………………………….. 3 Luas Panen, Hasil Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009…………………….... 4 Tabel 5 Tata Guna Lahan di Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009... 42 Tabel 6. Perkembangan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2005 – 2009 ……………………………………………......... 43 Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Menurut Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2009 ……………..……………... 44 Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ..............….. 45 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ............................................. 46 Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 .... Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ………………………........................... Tabel 12. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008………….……………………….......................... 47 48 49 Tabel 13. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009 ….………………………………. Tabel 14. Luas Panen, Hasil Produksi, Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009 ………….………….. 50 Perkembangan Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993 – 2009commit ………………………………………….. to user 53 Tabel 15. ix 50 perpustakaan.uns.ac.id Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. digilib.uns.ac.id Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……….…………………………………………... 55 Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009…………………………………………................ 57 Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………………………….............................. 59 Perkembangan Pendapatan Perkapita di Kabupaten Boyolali, 1993-2009……………………………………………………. 61 Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 …………...………………………………. 63 Hasil Analisis Fungsi Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali ……........................................................................... 65 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar 1. Kurva Permintaan …………….……….………….. 18 Gambar 2. Pergeseran Kurva Permintaan …..………..……….. 18 Gambar 3. Barang Inferior : Efek Substitusi (e.s) dan Efek Pendapatan (e.p) ………………………………………. 24 Gambar 4. Kurva Permintaan Barang Inferior ……………….. 24 Gambar 5. Kurva Permintaan Barang Giffen ………………… 24 Gambar 12. Fungsi Permintaan dan Harga …………………….. 27 Gambar 13. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Kentangdi Kabupaten Boyolali …………………… 28 Grafik Perkembangan Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 …………… 54 Grafik Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 …………… 56 Grafik Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………………….. 58 Grafik Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………………….. 59 Grafik Perkembangan Pendapatan Perkapita Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 …………… 61 Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 …………… 64 Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. commit to user xi Halaman perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Judul Halaman Data Penelitian .................................................................... 79 2. Analisis Regresi Permintaan Beras di Kabupaten Boyolali ............................................................................................. 83 4. Surat Ijin Penelitian ............................................................ 90 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id RINGKASAN Nurina Kusuma Wardhani. H 1307025. 2011. “Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali”. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. Ir. Minar Ferichani, MP dan Wiwit Rahayu, SP. MP. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kentang dan elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Metode dasar yang dipergunakan adalah deskriptif analitis. Data time series selama 17 tahun (1993-2009) dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,979 yang berarti variabel bebas didalam model mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 97,9%, sedangkan sisanya sebesar 2,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan analisis uji F diketahui bahwa nilai signifikasi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diamati yaitu harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. Berdasarkan uji t variabel harga kentang berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%, dengan elastisitas sebesar 0,269 (elastisitasnya 0<EP<1). Nilai elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa kentang merupakan barang kebutuhan pokok normal. Variabel harga wortel berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99% dengan elastisitas sebesar -0,053. Hal ini dapat diartikan bahwa wortel sebagai barang komplementer dari kentang. Variabel pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas pendapatan sebesar 0,057. Angka elastisitas pendapatan perkapita yang lebih kecil dari satu bertanda positif, menunjukkan bahwa kentang tergolong sebagai barang kebutuhan pokok normal. commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SUMMARY Nurina Kusuma Wardhani. H 1307025. 2011. An Analysis on Potato Demand in Boyolali Regency. This thesis is under guidance of Dr. Ir. Minar Ferichani, MP and Wiwit Rahayu, SP. MP. Agriculture Faculty, Surakarta Sebelas Maret University. The objective of research is to analyze the factors affecting the potato demand and the elasticity of potato demand in Boyolali Regency. The basic method used was a descriptive analytic one. The data on time series for 17 years (1993-2009) was analyzed using a multiple-linear regression. The result of research showed that the R2 value is 0.979 meaning that the independent variable of mode can explain the dependent variable of 97.97%, while the rest of 2.1% was explained by other variable excluded from the mode. Based on the F-test analysis, it can be found that the significance value is 0.000 and less than α = 0.01. It indicated that the independent variables observed including potato price, carrot price, rice price, gross domestic product, and population number simultaneously affect significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 99%. Based on the t-test, it can be found that potato price variable affects significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 99%, with elasticity of 0.269 (elasticity 0<EP<1). The elasticity value less than 1 indicates that potato is the normal staple. The carrot price variable affects significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 99%, with elasticity of -0.053. It can be interpreted that carrot is the complementary good for potato. The gross domestic product variable affects significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 95%. Based on the analysis it can be found that the income elasticity is 0.057. The elasticity rate of gross domestic product less than one with positive sign indicates that potato is categorized into normal staple. commit to user xiv 1 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia. Kentang pada saat ini menjadi bahan pangan alternatif sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan. Permintaan kentang semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri makanan ringan dan restoran cepat saji yang salah satu bahan bakunya adalah kentang, sehingga akan meningkatkan permintaan kentang baik dalam jumlah maupun mutunya (Direktorat Perbenihan, 2003). Konsumsi kentang dikalangan masyarakat Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2009 berfluktuatif. Jumlah penduduk, konsumsi kentang dan permintaan kentang nasional tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah penduduk, konsumsi kentang dan permintaan kentang nasional tahun 2004-2009 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Penduduk (juta jiwa) 216,4 219,8 222,7 234,7 236,4 240,3 Konsumsi Kentang (kg/kapita/tahun) 1,82 1,92 1,98 2,97 2,04 1,73 Permintaan Kentang (kg/tahun) 393.848.000 422.016.000 440.946.000 697.059.000 463.692.000 415.719.000 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, 2009 Berdasarkan Tabel 1, permintaan kentang nasional pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 berfluktuatif. Permintaan kentang nasional pada tahun 2004 sebesar 393.848.000 Kg/tahun dan permintaan kentang terbesar terjadi pada tahun 2007 sebesar 697.059.000 Kg/tahun, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 dan tahun 2009. Tabel 1 juga menunjukkan jumlah penduduk selama kurun waktu 6 tahun yang terus mengalami peningkatan, hal ini mempengaruhi peningkatan jumlah permintaan kentang nasional. commit to user 1 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk mengkonsumsi kentang. Konsumsi kentang, permintaan kentang, konsumsi energi dan sumbangan energi dari kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsumsi kentang, permintaan kentang, konsumsi energi dan sumbangan energi dari kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Konsumsi Kentang (Kg/Tahun/Orang) 1,00 0,77 0,85 0,62 0,87 1,09 0,55 0,73 0,91 0,77 0,62 0,66 0,96 0,70 0,51 0,65 0,48 0,75 Permintaan Kentang (Kg/Tahun) 878.088,33 681.362,04 757.972,08 559.636,57 788.833,08 987.577,76 505.527,12 667.801,44 837.620,83 717.162,60 580.919,46 618.310,84 899.674,70 659.160,18 483.500,45 620.214,70 453.637,00 688.058,78 Konsumsi Energi (kkal) 0,62 0,48 0,53 0,39 0,54 0,68 0,34 0,45 0,57 0,48 0,39 0,41 0,60 0,44 0,32 0,40 0,30 0,47 Sumbangan Energi dari Kentang (%) 0,031 0,024 0,026 0,019 0,027 0,034 0,017 0,023 0,028 0,024 0,019 0,021 0,030 0,022 0,016 0,020 0,015 0,023 Sumber: Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali Tahun, 2011 Berdasarkan Tabel 2, konsumsi kentang, permintaan kentang dan konsumsi energi dari kentang di Kabupaten Boyolali selama 17 tahun berfluktuatif. Rata-rata permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tahun 1993-2009 sebesar 688.058,78 kg/tahun. Permintaan kentang terbesar di Kabupaten Boyolali terjadi pada tahun 1998 sebesar 987.577,76 kg/tahun, hal ini disebabkan harga kentang pada tahun 1998 mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 1400,00 dari tahun sebelumnya sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Setelah mengalami to userberikutnya permintaan kentang di peningkatan pada tahun 1998,commit pada tahun 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kabupaten Boyolali mengalami penurunan sebesar 482.050,64 kg/tahun hal ini disebabkan karena harga kentang mengalami kenaikan, sehingga mempengaruhi jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Tabel 3). Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali yang berfluktuatif dengan harga yang cenderung mengalami peningkatan mendorong peneliti untuk mengkaji faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya fluktuatif permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. B. Perumusan Masalah Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas diantaranya adalah jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan harga. Hukum permintaan mengatakan bahwa jumlah barang yang diminta dalam suatu periode tertentu berubah berlawanan dengan harganya jika hal lain diasumsikan konstan (McEachern, 2000). Tabel 3. Harga kentang, permintaan kentang, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 Tahun Harga Kentang (Rp) 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2.900 3.100 3.350 3.500 3.700 2.300 4.200 4.550 4.600 4.700 4.850 5.000 5.150 5.300 5.450 5.600 5.900 Permintaan Kentang (Kg/Tahun) 878088,30 681362,00 757972,10 559636,60 788833,10 987577,80 505527,10 667801,40 837620,80 717162,60 580919,50 618310,80 899674,70 659160,20 483500,50 620214,70 453637,00 Pendapatan Perkapita (Rp) 880688,20 938400,50 994848,20 1053662,00 1067102,00 960995,30 966914,00 1161788,00 3226125,00 3295132,00 3440684,00 3542803,00 3675934,00 3822175,00 3963578,00 4113171,00 4313871,00 Jumlah Penduduk (Jiwa) 886021 890757 896529 902727 907274 912265 917437 922852 927502 931380 935768 939087 941147 944181 947026 949594 951717 Sumber : BPS, Disperindagsar, Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2011) commit to user 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan Tabel 3, harga kentang sebelum terjadi krisis moneter cenderung mengalami penurunan dan setelah terjadi krisis moneter terjadi peningkatan harga, baik harga riil maupun harga nominal sehingga menurunkan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Data pendapatan riil secara runtut waktu cenderung mengalami kenaikan yang tidak bergejolak walaupun terjadi krisis moneter. Sementara faktor pendapatan berdasarkan standar teori ekonomi mempengaruhi daya beli seseorang terhadap suatu jenis barang. Data tentang Luas panen, hasil produksi, dan produktivitas kentang di Kabupaten Boyolali tahun 2004-2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4. Luas Panen, Hasil Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Luas Panen (Ha) Hasil Produksi (Ton) 4 22 28 31 95 35 35,83 44 297 334,5 44,3 1.169,5 3.837 954,38 Permintaan Kentang (Ton/Tahun) 618,3 899,7 659,2 483,5 620,2 453,6 622,4 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 4, jumlah produksi kentang di Kabupaten Boyolali berfluktuatif, hal ini menyebabkan jumlah ketersediaan kentang di Kabupaten Boyolali lebih kecil dari jumlah permintaan kentang sehingga merupakan salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga kentang. Kentang dan wortel merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi bersama, sehingga ada tendensi wortel merupakan barang komplementer bagi kentang, disisi lain konsumen akan terpenuhi kebutuhannya. Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali? 2. Bagaimanakah elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali? commit to user 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang Analisis Permintaan Kentang ini mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 2. Menganalisis elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. D. Kegunaan Penelitian Penelitian tentang Analisis Permintaan Kentang ini mempunyai kegunaan : 1. Bagi Peneliti Hasil Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pangan terutama yang berkaitan dengan permintaan kentang. 3. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai tambahan informasi, wawasan, dan pengetahuan serta sebagai pembanding untuk penelitian selanjutnya. commit to user 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian Irvan (2006) yang berjudul Analisis Biaya Dan Keuntungan Pada Usahatani Kentang Di Kabupaten Wonosobo menyimpulkan bahwa biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani kentang adalah sebesar Rp 19.591.013,33. Hasil produksi rata-rata yang diperoleh dari usahatani kentang selama satu kali musim tanam per usahatani adalah 9.086,7 kg, dengan penerimaan rata-rata 25.442.666,67 dan dengan harga Rp2.800,- per kg. Dari hasil usahatani kentang dalam satu kali musim tanam ini, maka rata-rata keuntungan yang diperoleh adalah Rp 5.851.653,33 per usahatani. Pengusahaan kentang di Kabupaten Wonosobo telah efisien Perubahan kenaikan biaya sebesar 10%,20% dan 25% dan penurunan harga sebesar 10% dan 20% masih dapat memberikan keuntungan pada usahatani kentang sedangkan penurunan harga 25 % sudah tidak dapat memberikan keuntungan. Untuk perubahan variabel yaitu kenaikan biaya dan penurunan harga secara besama-sama pada perubahan tingkat 10% masih dapat memberikan keuntungan, sedangkan perubahan secara bersama pada tingkat 20% dan 25% sudah tidak dapat memberikan keuntungan. Penelitian Nurulita (2011) yang berjudul Analisis pemasaran kentang (Solanum tuberosum l.) di kabupaten Wonosobo menyimpulkan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran kentang yaitu, saluran pemasaran I: Petani Pedagang Pengumpul Kecamatan saluran pemasaran II: Petani Pedagang Pengumpul Desa Luar Kota, saluran pemasaran III: Petani Pe pedagang pengecer Pedagang Luar Kota, Pedagang Pedagang Pengumpul Desa Konsumen. Total biaya pada saluran pemasaran I sebesar Rp 386,19 per kg untuk tiap kualitas kentang. Total biaya pada saluran pemasaran I sebesar Rp 246,16 per kg untuk tiap kualitas kentang. Total biaya pada saluran pemasaran I sebesar Rp 329,79 per kg untuk tiap kualitas kentang. Besarnya keuntungan dan marjin pemasaran pada commit tountuk user tiap kualitas kentang. Saluran II tiap saluran pemasaran berbeda-beda 6 perpustakaan.uns.ac.id 7 digilib.uns.ac.id adalah saluran pemasaran kentang yang paling efisien, memiliki persentase margin pemasaran terendah yaitu sebesar 9,24 %; 10,70 % dan 20,00 % untuk kentang kualitas AB, DN dan rindil serta memiliki nilai farmer’s share-nya lebih tinggi yaitu sebesar 90,76 %; 89,30 % dan 80,00 % untuk kentang kualitas AB, DN dan rindil. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa kentang yang diteliti menggunakan analisis ilmu usahatani dan pemasaran akan tetapi belum ada yang menggunakan analisis permintaan dalam penelitiannya, sehingga peneliti tertarik untuk menggunakan analisis permintaan dalam penelitian skripsi dengan daerah penelitian yang berbeda yaitu Kabupaten Boyolali. Untuk menunjang dan sebagai referensi dalam penelitian, maka peneliti menggunakan penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan analisis yaitu analisis permintaan dengan komoditi yang berbeda, uraiannya sebagai berikut: Penelitian Hendriani (2005) yang berjudul Analisis Permintaan Beras di Kabupaten Karawang menyimpulkan bahwa harga beras, harga jagung, jumlah penduduk dan pendapatan per kapita. Hasil perhitungan diperoleh besarnya angka elastisitas harga beras adalah sebesar 0,024 (elastisitasnya 0<EP<1) yang berarti bahwa permintaan beras bersifat inelastis. Berdasarkan penelitian ini elastisitas harga silang harga jagung adalah sebesar 0,008 %, artinya jika harga jagung naik 1 %, maka jumlah permintaan beras akan naik sebesar 0,008 %. Nilai elastisitas harga silang yang positif ini menandakan bahwa jagung merupakan barang subtitusi untuk beras. Berdasarkan Penelitian ini nilai elastisitas pendapatan adalah sebesar 0,227 %, artinya jika pendapatan per kapita naik 1%, maka jumlah permintaan beras akan naik sebesar 0,227 %. Penelitian Wiwin (2006) yang berjudul Analisis Permintaan Beras Di Kabupaten Pati menghasilkan kesimpulan yaitu harga beras, harga tepung gandum, harga telur ayam ras, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Pati. Berdasarkan analisis uji-t diketahui bahwa variabel harga commit toberpengaruh user tepung gandum dan jumlah penduduk nyata terhadap permintaan 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id beras di Kabupaten Pati pada tingkat kepercayaan 99%. Variabel harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan beras terhadap tingkat kepercayaan 95%. Harga telur ayam ras tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Pati. Variabel yang memberikan pengaruh paling besar terhadap permintaan beras di Kabupaten Pati adalah jumlah penduduk yang mempunyai nilai koefisien regresi terbesar yaitu 0,86710. Berdasarkan elastisitas harga, permintaan beras bersifat inelastis yang menunjukkan bahwa jumlah beras yang diminta berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga. Harga tepung gandum memiliki nilai elastisitas silang positif dan merupakan barang subtitusi bagi beras, sedangkan harga telur ayam memliki elastisitas negatif dan merupakan barang komplementer. Berdasarkan elastisitas harga beras bersifat inelastis yang menunjukkan bahwa jumlah beras yang diminta berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga. Harga tepung gandum memiliki nilai elastisitas silang positif dan merupakan barang subtitusi bagi beras, sedangkan harga telur ayam memliki elastisitas negatif dan merupakan barang komplementer. Penelitian Agung (2010) yang berjudul Analisis Penawaran dan Permintaan Tembakau (Nicotiana sp.) Di Indonesia menghasilkan kesimpulan yaitu harga tembakau, harga cengkeh, pendapatan masyarakat secara bersama-sama berpengaruh nyata pada permintaan tembakau di Indonesia. Berdasarkan analisis uji-t diketahui bahwa variabel harga tembakau, harga cengkeh, pendapatan masyarakat berpengaruh nyata terhadap permintaan tembakau di Indonesia pada tingkat kepercayaan 90%. Jumlah permintaan tembakau tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara nyata terhadap model permintaan pada taraf kepercayaan 90%, karena besarnya hasil uji-t untuk Variabel Dp diperoleh t-hitung sebesar 1,010, dimana nilai tersebut lebih kecil dari t-tabel yaitu sebesar 1,753 yang berari bahwa permintaan tembakau tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan tembakau di Indonesia. Variabel yang memberikan commit to user tembakau di Indonesia adalah pengaruh paling besar terhadap permintaan 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pendapatan masyarakat yaitu 0,109606 yang mempunyai nilai koefisien regresi terbesar berarti kenaikan pendapatan masyarakat sebesar Rp. 1/kapita/tahun akan meningkatkan permintan tembakau di Indonesia sebesar 0,109606 ton. Kelima hasil penelitian diatas dijadikan referensi penelitian oleh peneliti dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dan elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. B. Landasan Teori 1. Kentang Berdasarkan klasifikasinya, tanaman kentang termasuk: Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae Family : Solanoceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum Tanaman kentang yang merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, tingginya dapat mencapai 0,3 - 1 meter, batangnya agak lunak, berbulu dan bercabang, akarnya akar serabut. Tanaman kentang diperbanyak dengan umbinya, atau dengan potongan umbi yang mengandung sedikitnya satu mata tunas (buds). Umbi dipanen setelah umur 110 - 150 hari sejak tanam (Ashari, 1995). Kentang dapat tumbuh subur di tempat yang cukup tinggi, seperti di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 500 – 3.000 m dpl, namun tempat ideal berkisar antara 1.000 – 1.300 m dpl. Curah hujan yang cocok kira-kira 1.500 mm per tahun. Suhu udara yang ideal untuk kentang berkisar antara 15 – 18 oC pada malam hari dan 24 – 30 oC pada siang hari. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang gembur dengan sedikit mengandung pasir (Setiyadi dan Surya, 1998). commit to user 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Varietas kentang di Indonesia diantaranya, varietas granola dan varietas atlantic. Varietas granola merupakan kentang dengan bentuk umbi oval, kulit dan daging umbi berwarna kuning. Umur genjah (80-90 hari), dan tahan terhadap berberapa penyakit berbahaya.potensi hasil tinggi, yakni dapat mencapai 30-35 ton per hektar. Varietas atlantic memiliki bentuk bulat seperti bola tenis, kulit kuning dan daging umbi putih, dengan mata tunas sedikit. Tanaman rentan terhadap penyakit busuk bakteri (Pseudomonas solanacearum), dan busuk cendawan (Phytophthora infestans) dan nematoda Meloidigyne sp. terutama didaerah kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Potensi hasil yang tinggi mencapai 700 g/butir dengan cita rasa yang sangat cocok untuk kentang goreng (chip stick) (Hartus, 2001) Varietas kentang yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan di Kabupaten Boyolali adalah varietas granola karena rasanya yang enak bila dikonsumsi. Pembudidayaannya sesuai dengan kondisi wilayah Kabupaten Boyolali yang memiliki kelembaban yang tinggi yaitu di Kecamatan Selo karena berada dibawah lereng gunung merapi. Kabupaten Boyolali tidak mengadakan kerjasama atau di kontrak industri makanan dalam membudidayakan kentang, karena kentang hanya untuk konsumsi masyarakat Kabupaten Boyolali sendiri dan jumlahnya belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi akan kentang sehingga Kabupaten Boyolali mendatangkan kentang dari daerah Wonosobo dan Bandungan (BPS Kabupaten Boyolali, 2011) 2. Budidaya Kentang 2.1 Pembibitan Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Pilih umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam. Bila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan commit to user 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan. 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air). 2.2 Pengolahan Media Tanam Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan biarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan dengan lebar 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Natural Glio yang sudah terlebih dahulu dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu, ditebarkan merata pada bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio dicampur 50-100 kg pupuk kandang/1000 m2). 2.3 Teknik Penanaman a. Pemupukan Dasar 1) Pupuk anorganik berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha). 2) Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secukupnya secara merata di atas bedengan, dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA dengan cara : alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan. Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk menyiram 10 meter bedengan. Penyiraman POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum pemberian pupuk kandang. 3) Berikan pupuk kandang 5-6 ton/ha (dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam) satu minggu sebelum tanam. commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Cara Penanaman Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm x 40 cm atau 70 x 30 cm dengan kebutuhan bibit + 1.300-1.700 kg/ha (bobot umbi 30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan (April-Juni). 2.4 Pemeliharaan Tanaman a. Penyulaman Penyulaman untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari semenjak tumbuh. b. Penyiangan Penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan. c. Pemangkasan Bunga Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara. d. Pemupukan Susulan 1) Pupuk Makro Urea/ZA: 21 hari setelah tanam (hst) 300 kg/ha dan 45 hst 150 kg/ha. SP-36: 21 hst 250 kg/ha. KCl: 21 hst 150 kg/ha dan 45 hst 75 kg/ha. Pupuk makro diberikan jarak 10 cm dari batang tanaman. 2) POC NASA: mulai umur 1 minggu s/d 10 atau 11 minggu. Alternatif I : 8-10 kali (interval 1 minggu sekali dengan dosis 4 tutup/tangki atau 1 botol (500 cc)/ drum 200 lt air. Alternatif II : 5 - 6 kali (interval 2 mingu sekali dengan dosis 6 tutup/tangki atau 1,5 botol (750 cc)/ drum 200 lt air. 3) HORMONIK : penyemprotan POC NASA akan lebih optimal jika dicampur HORMONIK (dosis 1-2 tutup/tangki atau + 2-3 botol/drum 200 liter air). commit to user 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Pengairan Pengairan 7 hari sekali secara rutin dengan di gembor, Power Sprayer atau dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit). 2.5 Hama dan Penyakit a. Hama 1) Ulat grayak (Spodoptera litura) Gejala: ulat menyerang daun hingga habis daunnya. Pengendalian: (1) memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) penyemprotan Natural Vitura dan sanitasi lingkungan. 2) Kutu daun (Aphis Sp) Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus. Pengendalian: memotong dan membakar daun yang terinfeksi, serta penyemprotan Pestona atau BVR. 3) Orong-orong (Gryllotalpa Sp) Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri. Pengendalian: Pengocoran Pestona. 4) Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael) Gejala: daun berwarna merah tua dan terlihat jalinan seperti benang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, terlihat lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian: Pengocoran Pestona. 5) Hama trip ( Thrips tabaci ) Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Pengendalian: (1) memangkas bagian daun yang terserang; commit to atau user BVR. (2) mengunakan Pestona 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Penyakit 1) Penyakit busuk daun Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercakbercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah hingga warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna putih yang merupakan sporangium dan daun membusuk/mati. Pengendalian: sanitasi kebun. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam. 2) Penyakit layu bakteri Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala: beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam. 3) Penyakit busuk umbi Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian: pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam. 4) Penyakit fusarium Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui lukaluka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian: menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio commit user pada sebelum atau awaltotanam. 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5) Penyakit bercak kering (Early Blight) Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang di daerah kering. Gejala: daun berbercak kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras. Pengendalian: pergiliran tanaman. Pencegahan : Natural Glio sebelum/awal tanam. 6) Penyakit karena virus Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun menggulung; (2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak; (5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecilkecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda. Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan Pestona atau BVR dan melakukan pergiliran tanaman. 2.6 Panen Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna commit to user kekuningan (agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan perpustakaan.uns.ac.id 16 digilib.uns.ac.id daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari (Setiyadi dan Surya, 1998). 3. Konsumen Kentang di Kabupaten Boyolali Konsumen kentang di Kabupaten Boyolali dibedakan menjadi konsumen rumah tangga, konsumen lembaga (hotel, restoran, rumah sakit). Konsumen rumah tangga mengkonsumsi kentang dalam menu masakan, misalnya perkedel, sambal goreng kentang, sop, kentang rebus dan lain-lain. Konsumen lembaga relatif sama dengan konsumen rumah tangga (Disperindagsar, 2011). 4. Teori Permintaan Permintaan menunjukkan produk yang diinginkan dan mampu dibeli konsumen pada berbagai kemungkinan harga selama jangka waktu tertentu dan hal lain diasumsikan konstan. Hukum permintaan mengatakan bahwa jumlah barang yang diminta dalam suatu periode tertentu berubah berlawanan dengan harganya jika hal lain diasumsikan konstan (McEachern, 2000). Faktor-faktor yang menentukan permintaan antara lain harga barang tersebut, harga barang lain, pendapatan dan jumlah populasi. Permintaan akan suatu barang dipengaruhi juga oleh sejumlah pengaruh lain (preferensi, musim, informasi dan lain-lain). Meskipun pengaruh-pengaruh itu mungkin sangat penting dalam dunia nyata, pengaruh-pengaruh ini biasanya dianggap konstan menurut asumsi cateris paribus dalam analisis teoritis (Nicholson, 1992). Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut, oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan maka perlu dilakukan analisis permintaan dan penawaran atas suatu barang tertentu yang terdapat di pasar. Keadaan suatu pasar dikatakan seimbang apabila jumlah yang ditawarkan penjual pada suatu harga tertentu commit adalah to sama userdengan jumlah yang diminta para perpustakaan.uns.ac.id 17 digilib.uns.ac.id pembeli pada harga tersebut. Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan adalah ditentukan dengan melihat keadaan equilibrium dalam suatu pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau penentuan harga suatu barang di pasar antara lain jumlah barang yang diminta oleh konsumen, jumlah barang yang ditawarkan dan situasi atau keadaan pasar tersebut, apakah merupakan persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna (Sukirno, 2005). Harga barang lainnya terdiri dari harga barang subtitusi dan komplementer. Barang subtitusi adalah barang-barang yang dapat saling menggantikan satu sama lain dalam konsumsi. Barang komplementer adalah barang-barang yang digunakan bersama dalam pengertian bahwa para individu akan menambah pemakaian atas kedua barang itu secara serempak. Barang X dan Y disebut barang komplemen jika kenaikan harga barang X menyebabkan harga barang Y lebih sedikit diminta. Keduanya merupakan barang subtitusi jika kenaikan harga barang X menyebabkan harga barang Y lebih banyak diminta (Nicholson, 1992). Apabila pendapatan naik maka dapat diperkirakan bahwa orang akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditikomoditi itu tetap sama. Harga berapapun yang diambil, jumlah komoditi yang diminta akan lebih banyak daripada yang diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama. Pertumbuhan jumlah penduduk belum menciptakan permintaan baru. Penduduk yang bertambah ini harus mempunyai daya beli sebelum permintaan berubah. Tambahan orang berusia kerja tentunya akan menciptakan pendapatan baru. Apabila hal ini terjadi maka permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat sehingga kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditi kearah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga (Lipsey et al, 1991). Sudarsono (1983), mengemukakan bahwa kurva permintaan commit to user menunjukkan bahwa bila harga mempunyai kemiringan yang menurun, 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id turun, akan lebih banyak yang dibeli atau disebut hukum permintaan. Bilamana salah satu dari kondisi “Cateris paribus” berubah, maka seluruh kurva permintaan akan bergeser atau disebut dengan perubahan permintaan, seperti ditunjukkan gambar berikut ini: Harga P3 P2 P0 D0 O Q3 Q0 Q2 Gambar 1. Kurva Permintaan D1 Q1 Q (kuantitas) (Sudarsono,1983). Pergeseran kurva permintaan dapat dilihat seperti grafik berikut ini: Harga D2 D0 D1 Kuantitas per periode Gambar 2. Pergeseran Kurva Permintaan (Lipsey et al (1991). Pergeseran kurva permintaan ke kanan (dari D0 ke D1) menunjukkan adanya kenaikan permintaan bisa disebabkan oleh naiknya pendapatan, kenaikan harga barang substitusi, turunnya harga barang komplementer, perubahan selera yang mengarah ke komoditi itu, kenaikan jumlah penduduk, adanya pendistribusian kembali pendapatan kepada kelompok yang menyukai komoditi itu. Pergeseran kurva permintaan ke kiri (dari D0 ke D2) yang menunjukkan adanya penurunan permintaan bisa disebabkan oleh turunnyacommit pendapatan, to userturunnya harga barang substitusi, perpustakaan.uns.ac.id 19 digilib.uns.ac.id naiknya harga barang komplementer, perubahan selera yang tidak menyukai komoditi itu, penurunan jumlah penduduk, atau adanya redistribusi pendapatan mengurangi kelompok yang menyukai komoditi itu (Lipsey et al, 1991). Arsyad (1995), mengemukakan bahwa permintaan menggambarkan hubungan fungsional antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak jumlah barang yang diminta oleh konsumen. Semakin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit jumlah barang yang diminta. Hubungan terbalik (negatif) ini dikenal dengan nama hukum permintaan. Hubungan terbalik antara jumlah barang yang diminta dengan harga dapat dijelaskan dengan 2 keadaan: 1. Jika harga suatu barang naik, maka konsumen akan mencari barang pengganti (subtitute), barang pengganti tersebut akan dibeli apabila mereka menginginkan tingkat kepuasaan yang lebih tinggi dari setiap rupiah uang yang dibelanjakan daripada mereka membeli barang yang pertama. 2. Jika harga naik, maka pendapatan merupakan kendala atau pembatas yang lebih banyak. Nicholson (1992), permintaan konsumen merupakan suatu interaksi antara dua kekuatan, yaitu (1) bahwa konsumen diasumsikan memiliki preferensi atau minat pada komoditi, dan (2) konsumen diasumsikan mempunyai pendapatan yang terbatas yang membatasi kemampuan membeli komoditi-komoditi tersebut. Boediono (1985) menjelaskan bahwa adanya dua pendekatan untuk menerangkan mengapa konsumen berperilaku seperti yang dinyatakan oleh hukum permintaan yaitu pendekatan marginal utility dan pendekatan indifferent curve. Preferensi dirumuskan berdasarkan konsep utilitas. Utilitas atau faedah atau kegunaan adalah kepuasan yang diperoleh seseorang dari berbagai kegiatan yang dikerjakannya. Richard (1992), mengemukakan bahwa utilitas total digambarkan to userini. Tingkat jumlah atau kuantitas secara grafis pada Gambarcommit 3 di bawah 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembelian tertentu, utilitas total yang diperoleh konsumen dari pemilikan suatu barang mencapai maksimum, di atas tingkat konsumsi tersebut, utilitas total turun jika tidak ada alasan lain kecuali masalah penyimpanan, pada titik q1, konsumen mencapai titik kejenuhan. Kurva utilitas total sebagaimana digambarkan pada Gambar 3, mempunyai dua bentuk sampai pada konsumsi di tingkat qo. Kurva ADC menunjukkan konsep utilitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal utility), yakni utilitas total naik dengan tingkat yang menurun. Kurva ABC menunjukkan utilitas marginal yang semakin naik (increasing marginal utility), yakni utilitas total naik dengan angka yang meningkat. Utilitas E TU C D A B A qo q1 Gambar 3. Kurva Marginal Utility Utilitas marginal dirumuskan sebagai perubahan utilitas total sebagai akibat perubahan 1 unit barang konsumsi per unit waktu. Sepanjang garis ABCE, utilitas marginal tersebut mula-mula naik dan kemudian turun. Konsep utilitas marginal inilah yang memungkinkan untuk menganalisa perilaku konsumen di pasar, bila mengasumsikan bahwa orang ingin memaksimalkan kepuasannya berdasarkan pendapatan yang terbatas dan harga barang-barang yang dapat dikonsumsinya. Jadi berdasarkan pendapatan yang terbatas, harga produk dan fungsi dari utilitas tertentu, konsumen berusaha memaksimalkan utilitas (Richard, 1992). 4.1 Elastisitas Elastisitas permintaan menggambarkan derajat kepekaan fungsi permintaan terhadap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang mempengaruhinya. Tiga commit variabeltoyang usermempengaruhi maka dikenal tiga 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id elastisitas permintaan, yaitu elastisitas harga (barang sendiri), elastisitas silang (terhadap perubahan harga barang lain), elastisitas pendapatan (terhadap perubahan pendapatan atau anggaran belanja) (Sudarsono, 1983). Nicholson (1992) menyebutkan beberapa macam konsep elastisitas yang berhubungan dengan permintaan yaitu a. Elastisitas Harga atas permintaan Elastisitas harga adalah perubahan persentase pada jumlah suatu barang yang diminta yang ditimbulkan oleh perubahan 1 persen pada harganya. ∆Q/Q perubahan persentase jumlah yang diminta EQ,P = = perubahan persentase harga barang tersebut 1) Bila E Q,P ∆P/P < -1 dikatakan bahwa permintaan elastis, maka proporsi kenaikan harga lebih besar daripada proporsi penurunan jumlah. Jika sebuah kurva disebut elastis maka harga mempunyai pengaruh yang besar terhadap jumlahnya. 2) Bila E Q,P = -1 dikatakan bahwa permintaan unit elastis, maka harga tidak mempunyai pengaruh yang besar atas jumlah yang diminta 3) Bila E Q,P > -1 dikatakan inelastis, maka harga tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlahnya. Kurva yang elastis, sedikit saja terjadi perubahan dalam harga akan menyebabkan perubahan yang besar dalam permintaan. Kurva yang unitary elastis, prosentase perubahan dalam jumlah barang yang diminta sama dengan prosentase perubahan harga. Kurva inelastis, prosentase perubahan dalam jumlah barang yang diminta lebih kecil dari prosentase perubahan harga (Nicholson, 1992). b. Elastisitas Pendapatan atas permintaan McEachern (2000), mengemukakan bahwa elastisitas pendapatan atas permintaan yaitu perubahan persentase jumlah commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id barang yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap suatu kenaikan pendapatan sebesar 1 persen Perubahan persentase jumlah permintaan akan barang X EQ,I = Perubahan persentase pendapatan Untuk barang normal, EQ,I adalah positif karena kenaikan pendapatan akan menaikkan pembelian barang tersebut. Sebaliknya untuk barang inferior, EQ,I akan menjadi negatif. Kenaikan pendapatan akan menyebabkan penurunan jumlah barang yang diminta. Diantara barang-barang normal terdapat perhatian yang cukup besar mengenai apakah EQ,I lebih besar atau lebih kecil dari 1. Barang-barang yang EQ,I-nya lebih besar dari 1 disebut barang mewah dalam arti bahwa pembelian barang-barang ini naik dengan lebih cepat daripada pendapatan McEachern (2000), menambahkan pada barang inferior, elastisitas pendapatannya menjadi negatif, sehingga permintaan untuk barang semacam ini cenderung menurun dengan naiknya pendapatan. Permintaan untuk sebagian besar barang akan naik bila pendapatan naik. Barang tersebut disebut sebagai barang normal, yang elastisitas pendapatannya lebih besar daripada nol. Barang normal dengan elastisitas pendapatan kurang daripada 1 disebut sebagai inelastis terhadap pendapatan. Barang kebutuhan pokok seringkali mempunyai EP < 1. Barang dengan elastisitas pendapatan lebih besar daripada 1 disebut elastis terhadap pendapatan. Barang mewah seringkali mempunyai EP > 1. c. Elastisitas Silang atas permintaan McEachern (2000), mengemukakan bahwa elastisitas silang terhadap permintaan adalah perubahan harga satu barang tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah permintaan atas barang itu, tetapi juga berpengaruh pada jumlah permintaan terhadap barang lainnya. commit to user 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id % perubahan jumlah yang diminta akan barang (X) Es = % perubahan harga untuk barang lain (Y) Perubahan jumlah barang X yang diminta tersebut adalah semata-mata diakibatkan oleh perubahan harga barang Y. dalam arti ekonomi, selain besaran angka elastisitas silang, yang lebih penting lagi adalah tandanya. Tanda positif berarti barang X dan Y merupakan barang subtitusi, sedangkan bila tandanya negatif maka barang X dan Y adalah barang komplementer. Makin besar angka elastisitas itu makin dekat hubungan antara kedua barang yang bersangkutan. Jika kenaikan harga suatu barang mengakibatkan kenaikan permintaan barang yang lain, maka nilai elastisitas harga silangnya adalah positif, dan kedua barang tersebut bersubstitusi. Kenaikan harga suatu barang menyebabkan penurunan permintaan barang yang lain, maka nilai elastisitas harga silangnya adalah negatif, dan kedua barang tersebut dikatakan mempunyai hubungan komplementer. Sebagian besar pasangan barang yang diambil secara acak biasanya tidak berhubungan, sehingga nilai elastisitas harga silangnya mendekati nol. 4.2 Efek Subsitusi dan Efek Pendapatan McEachern (2000), mengemukakan bahwa pengaruh perubahan harga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efek substitusi dan efek pendapatan. Berdasarkan efek substitusi, bila harga suatu barang turun, konsumen cenderung mensubstitusikan dengan barang lain yang harganya menjadi relatif lebih mahal. Berdasarkan efek pendapatan, penurunan harga suatu barang akan meningkatkan pendapatan riil konsumen yaitu pendapatan yang diukur dengan apa yang dapat dibeli, sehingga konsumen menjadi lebih mampu membeli barang (konsumen cenderung untuk meningkatkan jumlah barang yang diminta). commit to user 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Perbedaan efek substitusi dan efek pendapatan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu barang itu normal (termasuk superior) ataukah tergolong barang inferior (termasuk giffen). Barang normal adalah barang yang efek pendapatannya selalu positif. Bila efek pendapatan lebih besar daripada nilai absolut efek substitusi, barang ini tergolong superior. Barang inferior adalah barang yang mempunyai efek pendapatan negatif. Bila efek pendapatan negatif ini lebih besar daripada nilai absolut efek substitusi, barang ini tergolong giffen (Sudarsono, 1983). Harga Y A C O X1 X2 Xt B D B1 X kuantitas Gambar 4. Barang Inferior : Efek Substitusi (e.s) dan Efek Pendapatan (e.p) Harga O X1 X2 Xt kuantitas Gambar 5. Kurva Permintaan Barang Inferior Harga E1 E2 T O X2 X1 Xt kuantitas barang X Gambar 6. Kurva Permintaan Barang Giffen commit to user 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah 1. Teori Dasar Permintaan Konsep permintaan digunakan untuk mengukur keinginan pembeli dalam suatu pasar. Fungsi permintaan mengukur hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya (Arsyad, 1995). Hubungan antara permintaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan dalam satu bentuk fungsi permintaan sebagai berikut: Qd = f (X1, X2, Y, JP) Keterangan: Qd: Permintaan terhadap suatu barang (kg/th) X1: Harga barang yang dimaksud (Rp/th) X2: Harga barang lain (substitusi dan komplementer) (Rp/th) Y: Tingkat Pendapatan (rupiah/th) JP: Jumlah penduduk (jiwa) (Futong, 2002). 2. Estimasi Fungsi Permintaan Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi permintaan adalah model regresi non linear berganda dengan model perpangkatan atau eksponensial. Bentuk fungsinya dituliskan sebagai berikut: Qd = b0. X1b1. X2b2. X3b3 . X4b4. X5b5 Fungsi tersebut berbentuk non linier sehingga agar dapat diestimasi harus ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk double logaritmik linier, sehingga bentuknya menjadi sebagai berikut: ln Qd = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3+ b4 ln X4 + b5 ln X5 Keterangan : Qd = permintaan suatu barang (kg/th) X1 = harga barang tersebut (Rp/th) X2 = harga barang subtitusi (Rp/th) X3 = harga barang komplementer (Rp/th) commit to user = tingkat pendapatan (rupiah/th) X4 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id X5 = jumlah penduduk (jiwa) b0 = konstanta b1-b4 = koefisien masing-masing variabel (Sumodiningrat, 1994). Estimasi terhadap fungsi permintaan menggunakan metode kuadrat terkecil yang biasa (Ordinary Least Square/OLS). Metode ini akan dihasilkan pemerkira yang terbaik, linear, dan memiliki varians yang minimum dalam kelas sebuah pemerkira tanpa bias (Best Linear Unbiased Estimator/BLUE) (Supranto, 1984). Nachrowi (2005), menjelaskan tentang keistimewaan model loglog dalam aplikasinya adalah slope β2 dalam model ln Y = ln β1 + β2 ln X menyatakan ukuran elastisitas Y terhadap X, yaitu ukuran persentase perubahan dalam Y bila diketahui perubahan persentase X. dengan perkataan lain, bila Y menyatakan kuantitas yang diminta dan X menyatakan harga komoditas per unit, maka β2 menyatakan elastisitas harga dari permintaan. Hal lain yang dapat diperhatikan dalam model ini adalah koefisien elastisitas antara Y dan X selalu konstan. Artinya bila lnX berubah 1 unit, perubahan lnY akan selalu sama meskipun elastisitas tersebut diukur pada lnX yang mana saja. Oleh karena itu, model ini disebut juga model elastisitas konstan. Selain itu β1 dan β2 juga bisa diinterpretasikan dengan mengembalikan model ke bentuk semula. Jadi β1 dan β2 diinterpretasikan melalui e β1 dan e β2 . Model tersebut juga menunjukkan bahwa bila harga komoditas mahal sekali, maka permintaan akan minimal yaitu e β1, dan bila harganya murah sekali maka permintaan maksimal. Gambar 7, harga tidak akan pernah mencapai nol. Maka dapat dikatakan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam regresi linier dapat teratasi dengan fungsi dibawah ini: commit to user 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Q e β1 Harga Gambar 7. Fungsi Permintaan dan Harga (Nachrowi ,2005). commit to user 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kerangka berpikir Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada gambar 8 berikut : Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali Faktor Ekonomi Faktor Non Ekonomi Faktor Sosial Pendapatan Harga Barang Jumlah penduduk Harga Barang Sendiri Elastisitas Harga Sendiri Elastisitas Pendapatan Barang Mewah/Normal/ Inferior Elastisitas/ Inelastis Harga Barang Lain Elastisitas Harga Silang Subsitusi/ Komplementer Analisis Permintaan Kentang Di Kabupaten Boyolali Gambar 8. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali commit to user perpustakaan.uns.ac.id 29 digilib.uns.ac.id D. Hipotesis 1. Diduga bahwa harga kentang, harga wortel, harga beras, jumlah penduduk dan pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali berpengaruh terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 2. Diduga kentang termasuk barang normal dan permintaan kentang bersifat inelastis. 3. Diduga wortel sebagai barang subsitusi dari kentang. 4. Diduga beras sebagai barang komplementer dari kentang. E. Pembatasan Masalah 1. Data yang digunakan adalah data time series yaitu berupa data tahunan permintaan kentang, harga kentang, harga beras, harga wortel, jumlah penduduk, dan pendapatan perkapita selama 17 tahun dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2009. 2. Data kentang pada penelitian, semua merupakan data kentang sayur, karena data dari BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali tidak diperoleh data tentang komoditi kentang untuk industri makanan. F. Asumsi-asumsi 1. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dianggap tidak berpengaruh. 2. Jenis kentang tidak dibedakan atau dianggap sama. G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Permintaan kentang adalah jumlah kentang yang dikonsumsi oleh penduduk di Kabupaten Boyolali, dinyatakan dalam satuan kg/tahun. 2. Jumlah penduduk adalah semua penduduk yang tinggal di Kabupaten Boyolali per tahunnya, dinyatakan dalam satuan jiwa. 3. Harga kentang adalah harga rata-rata kentang ditingkat konsumen rumah tangga dan industri pada setiap tahunnya yang berlaku di Kabupaten Boyolali, dinyatakan dalam satuan rupiah/kg. 4. Harga wortel adalah harga rata-rata wortel ditingkat konsumen rumah tangga dan industri pada setiap tahunnya yang berlaku di Kabupaten commit to rupiah/kg. user Boyolali, dinyatakan dalam satuan 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5. Harga beras adalah harga rata-rata beras ditingkat konsumen rumah tangga dan industri pada setiap tahunnya yang berlaku di Kabupaten Boyolali, dinyatakan dalam satuan rupiah/kg. 6. Indeks harga konsumen adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan rata-rata dari harga-harga kelompok atau sekumpulan barang dari satu waktu ke waktu lainnya. 7. Harga sebelum terdeflasi adalah besarnya harga pada tahun yang bersangkutan. 8. Harga terdeflasi adalah besarnya perubahan harga-harga yang berlaku jika dibandingkan dengan tahun dasar. Untuk menghilangkan pengaruh inflasi pada harga, harga dideflasi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar (2002 = 100). Harga terdeflasi dapat dicari dengan rumus berikut ini : Hx = IHKd ´ Ht IHKt Keterangan : Hx = Harga yang terdeflasi IHKd = Indeks Harga Konsumen tahun dasar IHKt = Indeks Harga Konsumen tahun t Ht = Harga sebelum terdeflasi Tahun dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah tahun 2002, dengan pertimbangan pada tahun tersebut kondisi perekonomian Indonesia dalam keadaan relatif stabil. 9. Pendapatan perkapita yang dimaksud adalah rata-rata pendapatan riil perkapita penduduk Kabupaten Boyolali per tahun yang dinyatakan dalam rupiah. Pendapatan riil perkapita didapatkan dengan melakukan pendeflasian terhadap PDRB perkapita tahun yang bersangkutan dengan indeks implisit tahun dasar (2002 = 100). Tahun dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah tahun 2002, dengan pertimbangan pada tahun tersebut kondisi perekonomian Indonesia dalam keadaan relatif stabil. Pendapatan riil penduduk dihitung dengan rumus : commit to user 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Yt = IRd ´ Yabt IHt Keterangan: Yt = pendapatan penduduk tahun t IRd = Indeks Implisit PDRB tahun dasar IHt = Indeks Implisit PDRB tahun t Yabt = PDRB perkapita sebelum terdeflasi commit to user 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalahmasalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1998). B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali memiliki tingkat konsumsi kentang yang berfluktuatif (Tabel 2). C. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series (dari waktu ke waktu). Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya dalam bentuk publikasi (Supranto, 1984). Data sekunder yang digunakan dalam bentuk data tahunan berupa data permintaan kentang, harga kentang, harga beras, harga wortel, jumlah penduduk, dan pendapatan perkapita selama 17 tahun, yaitu dari 1993 sampai dengan tahun 2009. Sumber data dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Boyolali, Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, serta instansi terkait lainnya. D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linear berganda dengan penaksir kuadrat terkecil atau OLS (Ordinary Least Square). Penaksir kuadrat terkecil atau OLS yaitu proses matematis untuk menentukancommit interseptodan userslope garis yang paling tepat yang 32 perpustakaan.uns.ac.id 33 digilib.uns.ac.id menghasilkan jumlah kuadrat deviasi atau simpangan yang minimum. Penaksir kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linear tak bias, mempunyai varians minimum yaitu penaksir (Best Linear Unbiased Estimator/BLUE) (Gujarati, 1991). Hubungan antara permintaan kentang dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan dalam satu bentuk fungsi permintaan sebagai berikut: Qd = f (X1, X2, X3 , Y, JP) Keterangan: Qd: Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (kg/th) X1 : Harga kentang di Kabupaten Boyolali (Rp/th) X2 : Harga wortel di Kabupaten Boyolali (Rp/th) X3 : Harga beras di Kabupaten Boyolali (Rp/th) Y : Pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali (rupiah/th) JP : Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali (jiwa) Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi permintaan adalah model regresi non linear berganda dengan model perpangkatan atau eksponensial. Bentuk fungsinya dituliskan sebagai berikut: Qd = b0. X1b1. X2b2. X3b3 . X4b4. X5b5 Fungsi tersebut berbentuk non linier, agar dapat diestimasi harus ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk double logaritmik linier, sehingga bentuknya menjadi sebagai berikut: ln Qd = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3+ b4 ln X4 + b5 ln X5 Keterangan : Qd = Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (kg/th) X1 = Harga kentang di Kabupaten Boyolali (Rp/th) X2 = Harga wortel di Kabupaten Boyolali (Rp/th) X3 = Harga beras di Kabupaten Boyolali (Rp/th) X4 = Pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali (rupiah/th) X5 = Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali (jiwa) commit to user = konstanta b0 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b1-b5 = koefisien regresi masing-masing variabel Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya proporsi pengaruh faktor-faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. R2 = æ´ˆúú úú Keterangan : R2 : Koefisien determinasi N : Jumlah observasi (jumlah data) k : Jumlah variabel bebas Nilai R2 mempunyai range antara 0 sampai 1. Semakin nilai R2 mendekati 1, maka model yang digunakan semakin baik. Bila nilai R2 semakin mendekati 1 maka semakin besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dan semakin mendekati 0 maka variabel bebas secara keseluruhan semakin kurang dapat menjelaskan variabel tidak bebas. 2. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui apakah harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk yang digunakan secara bersama-sama atau secara simultan berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dilakukan uji F pada tingkat signifikasi (a:1%, a:5%, a:10%) dengan rumus sebagai berikut: F = ESS /( k - 1 ) TSS /( N - k ) Keterangan : ESS = Explained Sum of Square = Jumlah kuadrat yang bisa dijelaskan atau variasi yang bisa dijelaskan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 35 digilib.uns.ac.id TSS = Total Sum of Square = Jumlah kuadrat total k = Jumlah variabel N = Jumlah sampel Hipotesisnya dirumuskan : Ho : Koefisien regresi inelastis Ha : Koefisien regresi elastis Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0 Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0 (paling sedikit ada satu bi ≠ 0) Kriteria pengambilan keputusan : 1) Jika Fhitung > Ftabel : Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti faktorfaktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 2) Jika Fhitung < Ftabel : Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti faktor faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 3) Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikasi, jika tingkat signifikasi < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima faktor-faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 4) Jika tingkat signifikasi > 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak, maka faktor faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersamasama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.commit to user 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan terhadap variabel tidak bebas pada tingkat signifikasi (a:1%, a:5%, a:10%) dengan rumus sebagai berikut: t hitung = bi Se (bi ) Keterangan : bi = koefisien regresi ke-i Se (bi) = standard error koefisien regresi ke-i Hipotesisnya dirumuskan : Ho = bi = 0 Ha = bi ≠ 0 Kriteria pengambilan keputusan: a) Jika thitung > ttabel : maka Ho ditolak, Ha diterima, yang berarti variabel bebas (Xi) secara individu berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Y). b) Jika thitung ≤ ttabel : maka Ho diterima, Ha ditolak, yang berarti variabel bebas (Xi) secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Y). c) Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikasi. Jika tingkat signifikasi < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima faktor-faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. d) Jika tingkat signifikasi > 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak, maka faktor faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersamasama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. commit to user 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4. Pengujian Model Adapun model dikatakan BLUE bila memenuhi persyaratan berikut: a. Non Multikolinearitas (tidak terjadi hubungan yang sangat kuat atau bahkan sempurna pada variabel independent). Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terdapatnya hubungan yang linier atau mendekati linier diantara variabel-variabel penjelas. Terjadi atau tidaknya multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat nilai dari matrik Pearson Correlation (PC). Dari hasil analisis jika nilai PC lebih kecil dari 0,9 hal ini berarti bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2001). b. Tidak terjadi kasus Heteroskedastisitas Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi mempunyai varians (variance) yang tidak sama untuk semua pengamatan. Uji ini dilakukan dengan scatterplot antara nilai prediksi variabel dependent yaitu ZPRED (sumbu X) dengan residualnya SRESID (sumbu Y). Apabila tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Nisfiannoor, 2009). c. Tidak terjadi kasus Autokorelasi Menurut Sulaiman (2002), uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson dengan kriteria sebagai berikut: 1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi 2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat disimpulkan (inconclusion) 3) DW < 1,21 atau DW > 2,79 yang artinya terjadi autokorelasi commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5. Uji Standar Koefisien Regresi (beta coefficient) Uji Standar Koefisien Regresi digunakan untuk mengetahui variabel bebas yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari besarnya nilai standar koefisien regresi parsial yang dirumuskan: Bi = bi ´ dy di Keterangan: Bi : standar koefisien regresi variabel bebas ke-i bi : koefisien regresi variabel bebas ke-i δi : standar deviasi variabel bebas ke-i δy : standar deviasi variabel tak bebas Variabel bebas yang mempunyai nilai standar koefisien regresi yang paling besar merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 6. Elastisitas Permintaan Elastisitas permintaan digunakan untuk mencari tingkat kepekaan variabel terhadap permintaan kentang dilakukan dengan cara menghitung elastisitas harga, elastisitas pendapatan dan elastisitas silangnya. Besarnya nilai elastisitas tersebut dapat ditunjukkan langsung oleh nilai koefisien regresi variabel penduganya. Pengukuran angka elastisitas ini dapat dilakukan dengan 3 macam analisis elastisitas, yaitu : a. Elastisitas Harga (E h) Jika E h < -1 maka permintaan kentang bersifat elastis. E h = -1 maka permintaan kentang bersifat unit elastis. E h > -1 maka permintaan kentang bersifat inelastis. b. Elastisitas Silang (E Q,S ) Jika E,S nilainya positif maka wortel dan beras adalah barang substitusi. commit to user 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id E,S nilainya negatif maka wortel dan beras adalah barang komplementer. c. Elastisitas Pendapatan (E Q,P) Jika E,P nilainya negatif maka kentang adalah barang inferior. E,P nilainya positif maka kentang adalah barang normal. E,P < 1 maka kentang adalah barang kebutuhan pokok. E P > 1 maka kentang adalah barang mewah. commit to user 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Agung, T, S. 2010. Analisis Penawaran dan Permintaan Tembakau (Nicotiana sp.) di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Vol.7 No.1 September 2010. Universitas Sebelas Maret Boyolali. Arsyad, L. 1995. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta. . 2008. Ekonomi Manajerial. BPFE UGM. Yogyakarta. Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. Boediono. 2005. Teori Ekonomi Mikro Seri Sinopsis. BPEE. Yogyakarta. BPS. 2007. Data Konsumsi Perkapita Pertahun Kentang Nasional Tahun 2004-2006. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 13 Februari 2011. ____. 2008. Boyolali dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Boyolali. Boyolali. ____. 2009. Boyolali dalam Angka 2009. BPS Kabupaten Boyolali. Boyolali. Direktorat Perbenihan. 2003. Vademikum Perbenihan Sayuran. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Disperindagsar. 2011. Laporan Perkembangan Harga Rata-rata Bahan Pokok, Barang Penting dan barang umum Lainnya. Disperindagsar Kabupaten Boyolali. Boyolali. Futong, I. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Dua. Ghalia Indonesia. Jakarta. Gujarati, D. 1991. Ekonometrika Dasar. (Econometrika, penerjemah: Sumarno Zain). Erlangga. Jakarta. Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hendriani, S, R. 2005. Analisis Permintaan Beras Di Kabupaten Karawang. Skripsi Mahasiswa S1 Fakultas Pertanian UNS Boyolali. Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali. 2011. Proyeksi Konsumsi Pangan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2011. Laporan Survey Konsumsi Pangan Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali. Boyolali. Lipsey, R, Steider. P. 1991. Pengantar Ekonomi Mikro (Economics, penerjemah: Jaka Wasana). Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta. McEachern, W. 2000. Ekonomi Makro (Macro Economics, penerjemah: Sigit commit to user Triandu). Salemba Empat. Jakarta 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Nachrowi et all. 2005. Penguasaan Teknik Ekonometri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nicholson, W. 1992. Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya (Micro Economics, penerjemah: Danny Hutabarat). Erlangga. Jakarta. Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta. Richard, A. 1992. Ekonomi Mikro. Rineka Cipta. Jakarta. Setiyadi dan Surya F, N. 1998. Kentang: Varietas dan Pembudidayaannya. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudarsono. 1991. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES. Yogyakarta. Sukirno, S. 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Ketiga. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sumodiningrat, G. 1994. Pengantar Ekonometrika. BPFE. Yogyakarta. Supranto. 1984. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan. Edisi Kedua. Gramedia. Jakarta. Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah-Ilmiah Dasar. Penerbit Tarsito. Bandung. Wiwin, E. 2006. Analisis Permintaan Beras di Kabupaten Pati. Skripsi Mahasiswa S1 Fakultas Pertanian UNS Boyolali. commit to user 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Lokasi Daerah Penelitian Kabupaten Boyolali terletak antara lintang 110o22’-110o50’ Bujur Timur (BT) dan 7o7’-7o36’ Lintang Selatan (LS). Kabupaten Boyolali memiliki ketinggian tempat yang beragam, antara 75-1500 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 101.510,1955 Ha. Jarak bentang Kabupaten Boyolali dari barat ke timur adalah 48 km dan dari utara ke selatan adalah 54 km. Batas-batas wilayah Kabupaten Boyolali meliputi : Sebelah Utara : Kab. Grobogan dan Kab. Semarang Sebelah Timur : Kab. Karanganyar, Kab. Sukoharjo, dan Kab. Sragen Sebelah Selatan : Kab. Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta Sebelah Barat : Kab. Magelang dan Kab. Semarang Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan. Kecamatan Selo, Ampel, Cepogo, dan Musuk terletak di dataran tinggi. Sedangkan Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyodono, Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi terletak di dataran rendah. Perbedaan ketinggian tempat tersebut berpotensi menghasilkan beragam hasil pertanian. 2. Topografi Kabupaten Boyolali memiliki ketinggian tanah yang beragam, meliputi daerah dataran dan daerah pegunungan. Daerah dataran meliputi Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi, dan Kecamatan Boyolali. Sedangkan daerah pegunungan meliputi Kecamatan Musuk, Ampel, Cepogo, Selo. Wilayah dataran cocok digunakan untuk budidaya tanaman pangan, seperti padi, jagung, kedelai, dan kacang-kacangan. Daerah dengan commit to user 40 perpustakaan.uns.ac.id 41 digilib.uns.ac.id topografi bergelombang atau pegunungan lebih cocok sebagai areal tegalan yang tanaman utamanya adalah sayur-sayuran termasuk kentang. 3. Jenis Tanah Jenis tanah mempunyai pengaruh terhadap kesuburan tanah. Secara umum jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Selo yang merupakan sentra kentang di Kabupaten Boyolali yaitu tanah litosol cokelat, tanah litosol dan regosol, tanah regosol, tanah andosol cokelat, serta tanah kompleks andosol kelabu tua dan litosol. Tanaman kentang lebih menyukai tanah yang banyak mengandung humus (banyak mengandung bahan organik), subur, gembur, serta berdrainase dan airase baik. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah andosol. Jenis tanah demikian pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). Jenis tanah di daerah sentra kentang di Kabupaten Boyolali berasal dari bahan induk pasir/tuf yang memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-beda dan memiliki drainase yang cukup hingga baik. Berdasarkan teori di atas, dapat diketahui bahwa daerah sentra kentang di Kabupaten Boyolali memiliki syarat yang baik untuk membudidayakan tanaman kentang. 4. Iklim Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang dinamik dan sulit dikendalikan. Iklim atau cuaca sering menjadi faktor pembatas bagi produksi pertanian, sehingga iklim merupakan faktor yang penting dalam pengelolaan usahatani. Keadaan iklim di suatu wilayah dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Tanaman kentang membutuhkan lingkungan tumbuh yang suhu udaranya dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi yang optimal membutuhkan suhu udara antara 15,5o-21,1o C. Kabupaten Boyolali termasuk daerah tropis dan bertemperatur sedang. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Boyolali sebesar 2.063 mm per tahun dan mempunyai hari hujan dengan rata-rata di bawah 102 hari commit to user 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id per tahun. Kondisi iklim seperti ini cocok untuk membudidayakan sayuran, terutama sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis. 5. Keadaan Lahan dan Tataguna Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Boyolali dibagi menjadi dua yaitu lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah terdiri dari irigasi teknis, irigasi ½ teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Sedangkan lahan kering terdiri dari pekarangan/ bangunan, tegalan/ kebun, padang gembala, tambak/ kolam, hutan negara, dan lainnya. Tata guna lahan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Tata Guna Lahan di Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009 Penggunaan Lahan Lahan Sawah Irigasi Teknis Irigasi ½ Teknis Irigasi Sederhana Tadah Hujan Lahan Kering Pekarangan/Bangunan Tegalan/Kebun Padang Gembala Tambak/Kolam Hutan Negara Lain-lain Jumlah 2005 22.947 4.935 4.876 2.646 10.489 78.563 25.029 30.616 983 805 14.633 6.496 Luas (ha) 2006 2007 22.939 22.876 5.145 5.119 4.959 4.954 2.613 2.627 10.221 10.174 78.574 78.637 25.062 25.180 30.690 30.700 983 983 806 820 14.835 14.835 6.294 6.115 101.513 2008 22.870 5.149 4.919 2.627 10.174 78.641 25.190 30.681 983 821 14.835 6.129 2009 22.859 5145 4913 2627 10.173 78.654 25.193 30.667 983 821 14.835 6.151 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa di Kabupaten Boyolali luas lahan sawah lebih kecil daripada lahan kering. Luas lahan sawah pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami penurunan ini disebabkan karena bertambahnya pemukiman akibat dari bertambahnya penduduk di Kabupaten Boyolali. Luas lahan kering pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan karena adanya peningkatan jumlah penduduk dan pada tahun 2006 luas lahan commit to user tegalan/kebun mengalami peningkatan yaitu sebesar 74 hektar, ini 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id disebabkan karena beralihnya lahan sawah menjadi lahan kebun yang digunakan untuk mengganti atau memperluas lahan tegalan/kebun yang digunakan untuk mengusahakan tanaman selain padi. B. Keadaan Penduduk 1. Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, jumlah kematian, dan migrasi yang terjadi di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Boyolali selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2005 – 2009 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 941.147 944.181 947.026 949.594 951.717 946.733 Pertumbuhan Penduduk (jiwa) 3.319 2.060 3.034 2.845 2.568 2.765 Persentase Pertumbuhan (%) 0,22 0,32 0,30 0,27 0,22 0,27 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 6 menyatakan bahwa rata-rata jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tahun 2005 – 2009 adalah sebesar 946.733 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 menunjukkan peningkatan sebesar 0,27%. Peningkatan penduduk tersebut juga akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan-kebutuhan hidup, khususnya kebutuhan pangan. 2. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan suatu bentuk penggolongan penduduk berdasarkan umur sehingga dapat diketahui jumlah penduduk usia belum produktif, jumlah penduduk usia produktif, dan jumlah penduduk usia tidak produktif. Berdasarkan umur penduduk dapat digolongkan menjadi commit to usertiga kelompok, yaitu usia belum 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia tidak produktif (> 65 tahun). Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 adalah sebesar 951.717 jiwa yang terdiri dari laki-laki 466.481 jiwa dan perempuan 485.236 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Menurut Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2009 Kelompok Umur (th) 0-14 15-64 > 65 Angka Beban Tanggungan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 124.226 113.060 311.277 329.468 30.978 42.708 48,53 Jumlah 237.286 640.745 73.686 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali menurut kelompok umur, yang paling banyak adalah penduduk dengan kelompok umur produktif atau penduduk yang berusia antara 15-64 tahun. Kelompok umur produktif dapat memberikan gambaran akan kebutuhan pangan yang tinggi karena pada usia-usia produktif umumnya banyak melakukan kegiatan-kegiatan sehingga diperlukan adanya tenaga untuk menunjang aktivitas yang dapat diperoleh dari berbagai bahan pangan. Oleh karena itu, dengan banyaknya penduduk usia produktif maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan akan pangan. Dari Tabel 7 juga dapat dihitung Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Boyolali. Angka Beban tanggungan (ABT) adalah rasio antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif. Hasil perhitungan menunjukkan Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Boyolali sebesar 48,53% (Lampiran 5). Artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 49 orang usia tidak produktif (penduduk yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun). commit to user 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian Komposisi penduduk menurut mata pencaharian digunakan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakteristik daerah dengan melihat mata pencahariaannya yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Komposisi penduduk di Kabupaten Boyolali menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Mata Pencaharian Pertanian tanaman pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Pertanian lainnya Industri pengolahan Perdagangan Jasa Angkutan Lainnya Jumlah (Jiwa) 243.264 16.733 1.262 51.172 25.126 43.455 51.366 54.015 7.128 307.284 Total 800.805 % 30,38 2,09 0,16 6,39 3,14 5,43 6,41 6,74 0,89 38,37 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten Boyolali sebagian besar bekerja di sektor lainnya, ditunjukkan dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini sebesar 307.284 jiwa atau sebesar 38,37% dari total penduduk yang telah bekerja. Sektor ini meliputi mata pencaharian sebagai guru, PNS, dan TNI/Polri. Sedangkan penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sebagian besar bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan yaitu sebesar 243.264 jiwa atau 30,38% dari total penduduk. Total penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 337.557 jiwa atau sebesar 42,16%, yang meliputi bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan pertanian lainnya. commit to user 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah tersebut. Tingkat pendidikan penduduk akan mempengaruhi kemampuan penduduk dalam menerima teknologi baru dan mengembangkan usaha di daerahnya. Tingkat pendidikan di suatu daerah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi serta ketersediaan sarana pendidikan yang ada. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Boyolali dan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pendidikan Tidak/Blm Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/D3 Tamat PT/D4 Jumlah Jumlah 271.515 303.758 118.825 3.054 10.814 12.515 878.605 % 30,90 34,58 13,52 0,35 1,23 1,42 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten Boyolali paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebanyak 303.758 orang atau 34,58% dan yang paling sedikit adalah tamatan SLTA yaitu sebesar 3.054 orang atau sebanyak 0,35%. Sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali yang tidak atau belum tamat SD sebesar 271.515 jiwa atau sebesar 30,90%. Besarnya jumlah penduduk yang tidak atau belum tamat SD dikarenakan pada saat sensus penduduk banyak terdapat anakanak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) atau masih bersekolah di taman kanak-kanak (TK) dan juga penduduk yang sudah lanjut usia dimana mereka tidak mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan formal. Adapun jumlah penduduk yang berhasil menyelesaikan tingkat commit to user pendidikannya hingga tingkat perguruan tinggi atau D4 sebanyak 12.515 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id orang atau sebesar 1,42%. Sedikitnya jumlah penduduk yang menyelesaikan tingkat pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Boyolali belum manjadi sesuatu yang penting untuk ditempuh. C. Keadaan Perekonomian Keadaan perekonomian di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sarana tersebut digunakan untuk menyalurkan produksi pertanian terutama kentang dari produsen ke konsumen. Guna menunjang laju perekonomiannya tersebut maka di Kabupaten Boyolali mempunyai beberapa sarana perekonomian seperti pasar, toko/kios, dan koperasi. Tabel 10. Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No 1 2 3 Jenis Sarana Perekonomian Koperasi Bank BRI Pasar Jumlah (unit) 967 25 44 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sarana perekonomian yang terdapat di Kabupaten Boyolali sudah memadai. Ini ditunjukkan dengan jumlah koperasi di Kabupaten Boyolali sebanyak 967 unit. Koperasi ini meliputi KUD, Non KUD, koperasi industri, koperasi peternakan/pertanian, koperasi jasa, koperasi fungsional dan koperasi simpan pinjam. Sarana perekonomian yang lainnya adalah lembaga keuangan berupa bank yaitu BRI, jumlah bank BRI di Kabupaten Boyolali sebanyak 25 unit. BRI merupakan bank yang paling banyak terdapat di Kabupaten Boyolali daripada bank yang lainnya karena BRI mempunyai banyak unit sampai di tingkat kecamatan. Kabupaten Boyolali memiliki 44 unit pasar yang terdiri dari 39 unit pasar umum/desa dan 5 unit pasar hewan. Adanya 39 unit pasar umum ini menjadikan penyaluran kentang dari konsumen kepada produsen menjadi lebih mudah. Hal ini dikarenakan pasar menjadi tempat bertemunya produsen commit to user dan konsumen kentang. Kentang dari produsen biasanya dibeli oleh tengkulak. 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kemudian tengkulak membawa kentang tersebut ke Pasar Cepogo untuk dijual. Pasar Cepogo merupakan pasar induk untuk berbagai komoditas sayuran. Kemudian pedagang-pedagang sayuran melakukan pembelian kentang di pasar tersebut untuk dijual kembali ke pasar-pasar umum di Kabupaten Boyolali. Selain sarana perekonomian, terdapat juga sarana perhubungan sebagai penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini tabel yang menunjukan jumlah sarana perhubungan di Kabupaten Boyolali pada tahun 2008. Tabel 11. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 Jenis Sarana Perhubungan Mobil Pribadi Bus Truk Colt Sepeda Motor Jumlah (unit) 4.391 292 793 2.087 52.895 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Banyaknya sarana perhubungan yang terdapat di Kabupaten Boyolali membuat masyarakat tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan mobilitas untuk melakukan kegiatan perekonomian. Dalam kegiatan penawaran kentang, sarana perhubungan mempunyai peranan penting dalam melakukan pemasaran, dimana dengan adanya sifat kentang yang cepat mengalami penurunan mutu atau busuk maka membutuhkan pengangkutan yang seefektif dan seefisien mungkin sehingga kentang masih dalam keadan segar ketika sampai kepada konsumen. Adanya mobilitas yang baik maka akan semakin menambah jumlah konsumen yang berada di luar kota untuk membeli. commit to user 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 12. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No 1 2 Jenis Sarana Perhubungan Jenis Permukaan a. Aspal b. Kerikil c. Tanah Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d.Rusak berat Jalan Kabupaten (Km) 531,0020 0,2600 1,6700 220,6450 98,1700 82,3850 131,7330 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa dari jenis permukaan jalan, sebagian besar jalan di Kabupaten Boyolali sudah berupa aspal, begitu pula dengan kondisi jalan yang sebagian besar sudah dapat dikatakan baik, walaupun juga ada kondisi jalan yang rusak berat. Kondisi jalan yang baik dan lancar akan semakin memudahkan dalam melakukan pemasaran kentang ke luar kota sehingga resiko penurunan mutu kentang dapat diperkecil. D. Keadaan Pertanian Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih mampu memberikan sumbangan terbesar dari sembilan sektor perekonomian yang lainnya pada perekonomian wilayah Kabupaten Boyolali. Pendapatan sektor pertanian tersebut sangat tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan. Hasil produksi pertanian di Kabupaten Boyolali tersebar di 19 kecamatan. Ada beberapa komoditi yang dihasilkan wilayah tertentu, ada juga yang dihasilkan di setiap kecamatan. Keberadaan Gunung Merapi dan Merbabu yang terletak di Kabupaten Boyolali merupakan potensi yang mampu mendukung berkembangnya sektor pertanian, terutama sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan daerah pegunungan memenuhi syarat tumbuh bagi tanaman sayur. Adapun komoditi yang menjadi unggulan di Kabupaten Boyolali adalah kobis, wortel, cabai, bawang daun, sawi, dan labu siam. Perkembangan produksi sayur-sayuran di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada tabel berikut : commit to user 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 13. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009 Sayuran Bawang Merah Bawang Daun Wortel Kentang Kobis Sawi Cabai Tomat Terung Buncis Mentimun Labu Siam Kangkung Bayam 2004 41.675 35.373 200.426 440 135.436 39.648 77.880 9.210 3.223 6.356 8.055 22.641 12.916 3.459 2005 29.183 85.429 99.231 2970 273.476 30.964 44.523 8.674 3.401 17.495 3.844 26.125 18.543 3.434 2006 27.269 69.130 133.492 3345 244.823 52.022 9.945 13.307 2.458 18.331 6.492 30.850 23.258 4.105 2007 30.202 74.818 119.064 4430 186.457 43.466 35.379 10.688 4.246 16.465 9.142 30.762 35.983 8.020 2008 37.802 64.780 119.253 11.695 168.706 50.234 83.935 12.526 5.839 12.007 18.345 36.214 25.020 12.404 2009 22.752 76.792 83.108 3.837 142.110 59.419 254.855 17.171 5.154 16.293 12.470 60.470 15.521 12.716 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa komoditas kentang bukan merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Boyolali hal ini dikarenakan hasil produksi kentang di Kabupaten Boyolali rendah sehingga tidak dapat memberikan kontribusi bagi petani kentang. Wilayah di Kabupaten Boyolali yang menjadi daerah penghasil kentang adalah Kecamatan Selo. Perkembangan luas areal , produksi, dan produktivitas kentang di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Luas Panen, Hasil Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Luas Panen (Ha) 4 22 28 31 95 35 35,83 Hasil Produksi (Ton) 44 297 334,5 44,3 1.169,5 3.837 954,38 Produktivitas (ton/ha) 11 13,5 11,9 1,43 12,3 109.6 26,62 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Berdasarkan Tabel 14 produktivitas kentang di Kabupaten Boyolali pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 berfluktuatif, hal ini dapat mempengaruhi jumlah konsumsi kentang, karena dikhawatirkan ketersediaan jumlah hasil produksi kentang di Kabupaten Boyolali belum mampu commit to userhal ini diperjelas dengan jumlah memenuhi kebutuhan konsumsi kentang, perpustakaan.uns.ac.id 51 digilib.uns.ac.id konsumsi kentang di kabupaten Boyolali berfluktuatif dapat dilihat pada Tabel 2. E. Gambaran Komoditi Kentang Tanaman kentang yang merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, tingginya dapat mencapai 0,3 - 1 meter, batangnya agak lunak, berbulu dan bercabang, akarnya akar serabut. Tanaman kentang diperbanyak dengan umbinya, atau dengan potongan umbi yang mengandung sedikitnya satu mata tunas (buds). Umbi dipanen setelah umur 110 - 150 hari sejak tanam (Ashari, 1995). Kentang dapat tumbuh subur di tempat yang cukup tinggi, seperti di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 500 – 3.000 m dpl, namun tempat ideal berkisar antara 1.000 – 1.300 m dpl. Curah hujan yang cocok kira-kira 1.500 mm per tahun. Suhu udara yang ideal untuk kentang berkisar antara 15 – 18 oC pada malam hari dan 24 – 30 oC pada siang hari. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang gembur dengan sedikit mengandung pasir (Setiyadi dan Surya, 1998). Kabupaten Boyolali adalah daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian antara 75-1500 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Boyolali memiliki topografi bergelombang atau pegunungan. Daerah dengan topografi bergelombang atau pegunungan cocok digunakan sebagai areal tanam yang tanaman utamanya adalah sayur-sayuran, terutama kentang. Tanaman kentang di Kabupaten boyolali ditanam di Kecamatan Selo, karena kondisi topografi Kecamatan Selo cocok untuk ditanami kentang. Apabila produksi kentang ditingkatkan maka konsumsi kentang Kabupaten Boyolali dapat terpenuhi mengingat kondisi permintaan kentang yang berfluktuatif (Tabel 2) dan tidak mendatangkan kentang dari luar daerah Kabupaten Boyolali yaitu daerah Wonosobo dan Bandungan sehingga harga kentang akan cenderung stabil dan dapat memberikan keuntungan bagi petani yaitu petani dapat mengembangkan produksinya sehingga membuat petani tidak dirugikan, dan bagi konsumen akan mendapatkan harga yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan commit user lain diluar Kabupaten Boyolali. harga kentang yang didatangkan daritodaerah 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Diharapkan nantinya Kabupaten Boyolali dapat mensuplai daerah lain mengingat potensi lahan Kabupaten Boyolali yang cocok digunakan untuk budidaya kentang yaitu Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk dan Ampel yang berada pada dataran tinggi di Kabupaten Boyolali. (BPS, Disperindagsar dan Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2011). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data dan hasil analisis dari masing-masing variabel yang di teliti dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali Tingkat permintaan kentang di Kabupaten Boyolali yang dimaksud adalah jumlah kentang yang diminta untuk dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Boyolali, dinyatakan dalam satuan kg/tahun. Besarnya permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perkembangan Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993 – 2009 Tahun Konsumsi Kentang (Kg/Tahun/orang) 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Permintaan Kentang (Kg/Tahun) 1,00 0,77 0,85 0,62 0,87 1,09 0,55 0,73 0,91 0,77 0,62 0,66 0,96 0,70 0,51 0,65 0,48 0,75 Perkembangan 878.088,33 681.362,04 757.972,08 559.636,57 788.833,08 987.577,76 505.527,12 667.801,44 837.620,83 717.162,60 580.919,46 618.310,84 899.674,70 659.160,18 483.500,45 620.214,70 453.637,00 688.058,78 -22,40% 11,24% -26,17% 40,95% 25,19% -48,81% 32,10% 25,43% -14,38% -19,00% 6,44% 45,51% -26,73% -26,65% 28,28% -26,86% 0,26% Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 15 menyatakan bahwa permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang perkembangan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali 1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut: commit to user 53 tahun 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1,000,000 900,000 Kg 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Permintaan Kentang Gambar 9. Grafik Perkembangan Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Tabel 15 dan Gambar 9 menyatakan bahwa permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009 rata-rata adalah 688.058,78 kg/tahun. Sedangkan untuk rata-rata perkembangan permintaan kentang pada tahun 1993-2009 di Kabupaten Boyolali sebesar 26.528,21 kg/tahun atau 0,26%. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan permintaan kentang yang cukup besar yaitu 0,96% atau sebesar 899.674,70 kg/tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun 2005 kondisi perekonomian Indonesia dalam kondisi yang cukup baik. Selain itu perubahan kehidupan yang lebih baik membutuhkan barang-barang konsumsi yang baru, sehingga menyebabkan permintaan akan kentang dalam negeri mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan gizi mempengaruhi peningkatan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Hal ini dikarenakan kentang merupakan sumber karbohidrat yang bagus untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dan olahan kentang sebagai sayur, lauk pauk dan sebagainya, selain itu kentang juga merupakan makanan yang akrab dan harganya juga terjangkau bagi semua kalangan masyarakat. commit to user 55 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Harga Kentang Harga kentang dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang dibayarkan oleh penduduk untuk mendapatkan satu kilogram kentang. Harga kentang yang diteliti dalam penelitian adalah kentang standar. Data mengenai perkembangan harga kentang sebelum dan setelah dideflasi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Tahun Harga Sebelum Terdeflasi Indeks Harga Konsumen 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2 (Rp/Kg) 2.900 3.100 3.350 3.500 3.700 2.300 4.200 4.550 4.600 4.700 4.850 5.000 5.150 5.300 5.450 5.600 5.900 4.361,76 (2002 = 100) 82 59 74 33 92 153 39 80 130 100 50 55 151 76 46 65 21 76,82 Harga Sesudah Terdeflasi Perkembangan (Rp/Kg) 3.536,59 5.254,24 4.527,03 10.606,06 4.021,74 1.503,27 10.769,23 5.687,50 3.538,46 4.700,00 9.700,00 9.090,91 3.410,60 6.973,68 11.847,83 8.615,38 28.095,24 7.757,51 % 48,57% -13,84% 134,28% -62,08% -62,62% 616,39% -47,19% -37,79% 32,83% 106,38% -6,28% -62,48% 104,47% 69,89% -27,28% 226,11% 63,71% Sumber : BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 16 merupakan perkembangan harga kentang di Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang perkembangan harga kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut: commit to user 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 32,300 Rp/Kg 27,300 22,300 17,300 12,300 7,300 2,300 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi Gambar 10. Grafik Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Harga kentang yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga setelah terdeflasi. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa harga kentang setelah terdeflasi selama tahun 1993-2009 mengalami perkembangan yang meningkat dengan peningkatan rata-rata sebesar 63,71% per tahun, sedangkan rata-rata harga Rp 7.757,51 per kg. Permintaan kentang terbesar di Kabupaten Boyolali terjadi pada tahun 1998 sebesar 987.577,76 kg/tahun, hal ini disebabkan harga kentang pada tahun 1998 mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 1400,00 dari tahun sebelumnya sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Setelah mengalami peningkatan pada tahun 1998, pada tahun berikutnya permintaan kentang di Kabupaten Boyolali mengalami penurunan sebesar 482.050,64 kg/tahun hal ini disebabkan karena harga kentang mengalami kenaikan, sehingga mempengaruhi jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Tabel 3). Perkembangan harga kentang mangalami kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu meningkat sebesar 226,11%. Hal ini disebabkan karena harga minyak dunia dan kenaikan harga BBM jenis premium dan solar di dalam negeri yang menyebabkan meningkatnya harga to user pada keadaan perekonomian di barang dan biaya produksicommit yang berimbas 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kabupaten Boyolali sehingga menyebabkan harga kentang dan komoditas lainnya mengalami kenaikan (Disperindagsar, 2011). 3. Harga Wortel Harga wortel dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk mendapatkan satu kilogram wortel. Data mengenai perkembangan harga wortel dari tahun 1993-2009 sebelum dan setelah dideflasi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2 Harga Sebelum Terdeflasi (Rp/Kg) 500 600 650 700 800 500 1.000 1.150 1.200 1.300 1.400 1.450 1.600 1.700 1.750 1.900 2.000 1.188,24 Indeks Harga Konsumen (2002 = 100) 82 59 74 33 92 153 39 80 130 100 50 55 151 76 46 65 21 76,82 Harga Sesudah Terdeflasi (Rp/Kg) 609,76 1.016,95 878,38 2.121,21 869,57 326,80 2.564,10 1.437,50 923,08 1.300,00 2.800,00 2.636,36 1.059,60 2.236,84 3.804,35 2.923,08 9.523,81 2.178,32 Perkembangan % 66,78% -13,63% 141,49% -59,01% -62,42% 684,62% -43,94% -35,79% 40,83% 115,38% -5,84% -59,81% 111,10% 70,08% -23,16% 225,81% 72,03% Sumber : BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 17 merupakan perkembangan harga wortel di Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang perkembangan harga wortel di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut: commit to user 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 10,500 Rp/Kg 8,500 6,500 4,500 2,500 500 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi Gambar 11. Grafik Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Harga wortel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga setelah terdeflasi. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa harga wortel setelah terdeflasi selama tahun 1993-2009 mengalami perkembangan yang menunjukkan kenaikan dengan rata-rata sebesar 72,03% per tahun, sedangkan rata-rata harga Rp 2.178,32 per kg. Perkembangan harga wortel mangalami kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu meningkat sebesar 225,81%. Hal ini disebabkan karena harga minyak dunia dan kenaikan harga BBM jenis premium dan solar di dalam negeri yang menyebabkan meningkatnya harga barang dan biaya produksi yang berimbas pada keadaan perekonomian di Kabupaten Boyolali sehingga menyebabkan harga wortel dan komoditas lainnya mengalami kenaikan (Disperindagsar, 2011). 4. Harga Beras Harga berasal dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang dibayarkan oleh penduduk untuk mendapatkan satu kilogram beras. Data mengenai perkembangan harga beras dari tahun 1993-2009 sebelum dan setelah dideflasi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: commit to user 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 18. Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2 Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Harga Sebelum Terdeflasi (Rp/Kg) 665,25 890,75 950 935,45 1.100,25 1.500 2.775 1.250 2.675 3.105 2.650 2.550 3.272 4.260 4.580 4.950 5.200 2.547,57 Indeks Harga Konsumen (2002 = 100) 82 59 74 33 92 153 39 80 130 100 50 55 151 76 46 65 21 76,82 Harga Sesudah Terdeflasi (Rp/Kg) 811,28 1.509,75 1.283,78 2.834,70 1.195,92 980,39 7.115,38 1.562,50 2.057,69 3.105,00 5.300,00 4.636,36 2.166,89 5.605,26 9.956,52 7.615,38 24.761,90 4.852,87 Perkembangan % 86,09% -14,97% 120,81% -57,81% -18,02% 625,77% -78,04% 31,69% 50,90% 70,69% -12,52% -53,26% 158,68% 77,63% -23,51% 225,16% 74,33% Sumber : BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 18 merupakan perkembangan harga beras di Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang perkembangan harga beras di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut: 25,500 Rp/Kg 20,500 15,500 10,500 5,500 500 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi Gambar 12. Grafik Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Harga beras yang dianalisis commitdalam to userpenelitian ini adalah harga setelah terdeflasi. Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa harga beras setelah 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terdeflasi selama tahun 1993-2009 mengalami perkembangan yang meningkat dengan peningkatan rata-rata sebesar 74,33% per tahun, sedangkan rata-rata harga Rp 4.852,87 per kg. Harga beras yang mangalami kenaikan tertinggi tarjadi pada tahun 1999 yaitu meningkat sebesar 625,77%. Hal ini disebabkan pada tahun sebelumnya terjadi krisis moneter yang melanda negara Indonesia sehingga menyebabkan harga barang maupun jasa mengalami peningkatan. Sedangkan harga terendah dari beras terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar Rp 811,28. Hal ini dikarenakan perekonomian waktu itu cukup baik dan harga-harga barang cukup stabil. Harga beras yang berfluktuatif disebabkan karena perubahan produksi dan pasokan beras dari daerah lain di luar kabupaten Boyolali, serta terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Harga beras di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup tajam sebesar Rp 24.761,90, hal ini disebabkan karena harga minyak dunia dan kenaikan harga BBM jenis premium dan solar di dalam negeri yang menyebabkan meningkatnya harga barang dan biaya produksi yang berimbas pada keadaan perekonomian di Kabupaten Boyolali sehingga menyebabkan harga beras dan komoditas lainnya mengalami kenaikan (Disperindagsar, 2011). 5. Pendapatan Perkapita Kabupaten Boyolali Pendapatan penduduk Boyolali yang dimaksud adalah rata-rata pendapatan riil perkapita masyarakat di Kabupaten Boyolali per tahun. Pendapatan riil perkapita didapatkan dengan melakukan pendeflasian terhadap PDRB perkapita tahun yang bersangkutan dengan indeks implisit tahun dasar (2002 = 100). Data mengenai perkembangan pendapatan penduduk sebelum dan setelah dideflasi dapat dilihat pada Tabel 19. commit to user 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 19. Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2 Perkembangan Pendapatan Perkapita di Kabupaten Boyolali, 1993-2009 Pendapatan Sebelum Terdeflasi Pendapatan Sesudah Terdeflasi 880.688,18 1.032.644,11 1.180.208,63 1.328.321,71 1.486.764,25 2.218.343,49 2.472.100,57 3.050.223,88 3.667.412,64 4.094.565,11 4.328.536,66 4.534.314,07 4.934.668,51 5.458.438,41 6.036.746,72 6.800.003,76 7.142.868,60 3.567.461,72 Perkembangan 880.688,18 938.400,48 994.848,20 1.053.661,84 1.067.101,68 960.995,30 966.914,01 1.161.788,15 3.226.125,18 3.295.131,55 3.440.683,99 3.542.803,26 3.675.934,47 3.822.175,15 3.963.578,22 4.113.171,39 4.313.871,40 2.436.345,44 6,55% 6,02% 5,91% 1,28% -9,94% 0,62% 20,15% 177,69% 2,14% 4,42% 2,97% 3,76% 3,98% 3,70% 3,77% 4,88% 14,87% Sumber: BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 19 merupakan perkembangan pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut: 10,800,000 Rp/Tahun 8,800,000 6,800,000 4,800,000 2,800,000 800,000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi Gambar 13. Grafik Perkembangan Pendapatan Perkapita Kabupaten commit to user Boyolali Tahun 1993-2009 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa rata-rata perkembangan pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan sebesar 14,87% atau Rp 2.436.345,44 per tahun. Peningkatan pendapatan disebabkan oleh semakin meningkatnya pembangunan yang menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesempatan kerja yang berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita. Kenaikan pendapatan penduduk yang paling mencolok adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar 177,69%. Peningkatan pendapatan perkapita ini disebabkan kegiatan perekonomian di Kabupaten Boyolali menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbaikan maupun penambahan jumlah sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pemerintah untuk memperlancar kegiatan perekonomian misalnya, perbaikan jalan raya, transportasi dan komunikasi, pembangunan pusat pertokoan dan perbelanjaan. Dengan peningkatan sarana dan prasarana tersebut maka akan memperlancar kegiatan-kegiatan perekonomian sehingga dapat mendorong masyarakat untuk membuka usaha maupun pengusaha untuk memperbesar usahanya sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. 6. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk yang menetap di Kabupaten Boyolali. Data mengenai perkembangan jumlah penduduk dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 20. commit to user 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 20. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Jumlah Penduduk (Jiwa) 886.021 890.757 896.529 902.727 907.274 912.265 917.437 922.852 927.502 931.380 935.768 939.087 941.147 944.181 947.026 949.594 951.717 923.721,41 Laju Pertumbuhan (%) 0,66 0,53 0,65 0,69 0,50 0,55 0,57 0,59 0,50 0,42 0,47 0,35 0,22 0,32 0,30 0,27 0,22 0,46 Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011 Tabel 20 merupakan perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut: commit to user 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 960,000 950,000 940,000 930,000 Jiwa 920,000 910,000 900,000 890,000 880,000 870,000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Jumlah Penduduk Gambar 14. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 Tabel 20 dan Gambar 14 menyatakan bahwa rata-rata perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali pada tahun 1993-2009 sebesar 0,46%, sedangkan rata-rata jumlah penduduk Kabupaten Boyolali adalah 923.721,41 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali selalu mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk ini disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya kelahiran, peningkatan kesehatan masyarakat sehingga menurunkan angka kematian. B. Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali 1. Estimasi Fungsi Permintaan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh model fungsi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: Ù Ln Qd = 9,623 - 0,269 Ln X1 - 0,053 Ln X2 - 0,056 Ln X3 + 0,057LnX4 + 0,448 Ln X5 Keterangan : Ù Qd : Permintaan Kentang (Kg/Tahun) X1 : Harga Kentang (Rp/Kg) X2 : Harga Wortel (Rp/Kg) commit to user : Harga Beras (Rp/Kg) X3 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id X4 : Pendapatan Perkapita (Rp/Tahun) X5 : Jumlah penduduk (Jiwa) Berdasarkan estimasi fungsi permintaan di atas, dapat diketahui bahwa nilai konstan (b0) adalah 9,623. Hal ini menunjukkan bahwa bila harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk dianggap tetap (cateris paribus), maka permintaan kentang di Kabupaten Boyolali adalah sebesar 9,623 kg. 2. Hasil Analisis Data Analisis hubungan antara permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan model regresi linier berganda dalam bentuk fungsi logaritma natural. Agar dapat diperoleh hasil regresi yang terbaik maka harus dilakukan pengujian model terhadap fungsi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Hasil analisis fungsi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali, yaitu sebagai berikut: Tabel 21. Hasil Analisis Fungsi Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali Variabel Harga Kentang (X1) Harga Wortel (X2) Harga Beras (X3) Pendapatan Penduduk (X4) Jumlah Penduduk (X5) R Square Fhitung Koefisien Regresi -0,269 -0,053 -0,056 0,057 0,448 thitung -5,840 -3,789 -1,367 3,053 1,496 Signifikasi 0,000*** 0,003*** 0,199ns 0,011** 0,630ns 97,9% 103,390*** Sumber: Diadopsi dari Lampiran 4 Keterangan : *** : signifikasi pada tingkat kepercayaan 99% ** : signifikasi pada tingkat kepercayaan 95% * : signifikasi pada tingkat kepercayaan 90% ns : tidak signifikan a. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar proporsi pengaruh variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya. Berdasarkan hasil dari analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,979. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas didalam model mampu menjelaskan variabel terikat sebesar commit to user 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 97,9%, sedangkan sisanya sebesar 2,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. b. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang diteliti secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa hasil análisis uji F nilai signifikasi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diamati yaitu harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. c. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang diteliti secara individual terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa hasil analisis uji t, yaitu sebagai berikut: 1) Harga Kentang Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa variabel harga kentang berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai α = 0,01. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas harga kentang sebesar -0,269. Nilai elastisitas bertanda negatif menunjukkan bahwa variabel harga kentang memiliki hubungan yang terbalik dengan permintaan kentang sesuai dengan hukum permintaan. Nilai koefisien regresi sebesar -0,269 artinya jika harga kentang naik 1% maka permintaan kentang akan turun sebesar 0,269% begitu juga sebaliknya sehingga kentang dapat digolongkan sebagai barang kebutuhan pokok normal. Permintaan kentang commit to user bersifat inelastis karena nilai koefisien elastisitasnya 0<Ep<1, yang 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id artinya jumlah kentang yang diminta berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga kentang. 2) Harga Wortel Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Variabel harga wortel berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikasi sebesar 0,003 yang lebih kecil dari nilai α = 0,01. Berdasarkan analisis diketahui bahwa besarnya elastisitas silang dari harga wortel adalah -0,053 artinya jika harga wortel naik 1% maka permintaan kentang akan turun sebesar 0,053% begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat diartikan bahwa wortel sebagai barang komplementer dari kentang. 3) Harga Beras Hasil perhitungan untuk variabel harga beras tidak berpengaruh nyata pada permintaan kentang di Kabupaten Boyolali, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikasinya yang lebih besar dari nilai α = 1%, 5%, dan 10%. 4) Pendapatan Perkapita Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa variabel pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikasi sebesar 0,011 yang lebih kecil dari nilai α = 0,05. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas pendapatan sebesar 0,057 artinya jika terjadi kenaikan pendapatan sebesar 1% maka akan mengakibatkan bertambahnya permintaan kentang sebesar 0,057%, begitu juga sebaliknya. Angka elastisitas pendapatan perkapita yang lebih kecil dari satu bertanda positif, menunjukkan bahwa kentang tergolong sebagai barang kebutuhan pokok normal. commit to user 68 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5) Jumlah Penduduk Variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata pada permintaan kentang di Kabupaten Boyolali, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikasinya yang lebih besar dari nilai α = 1%, 5%, dan 10%. d. Pengujian Asumsi Klasik Agar koefisien-koefisien regresi yang dihasilkan dengan metode OLS (Ordinary Least Square) bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimated), maka asumsi-asumsi persamaan regresi linier klasik harus dipenuhi oleh model. Uji penyimpangan terhadap asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji deteksi multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil pengujian model fungsi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali terhadap asumsi klasik: 1) Multikolinieritas Hasil dari analisis diperoleh nilai matrik Pearson Correlation yang terbesar adalah 0,872, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model yang digunakan tidak terjadi multikolinieritas. 2) Autokorelasi Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai Durbin Watson yaitu sebesar 1,421, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model yang digunakan tidak terjadi autokorelasi karena nilai tersebut berada di antara 1,21 < DW < 1,65. 3) Heteroskedastisitas Berdasarkan diagram scatterplot dapat diketahui bahwa titik-titik yang ada dalam diagram menyebar dan tidak membentuk suatu pola tertentu, ini berarti bahwa tidak terjadi heterokedastisitas. e. Variabel Bebas yang Paling Berpengaruh Untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh dapat diketahui dari nilai standar koefisien regresi. Semakin besar nilai standar koefisien regresi maka semakin besar pengaruh variabel bebas tersebut commit to user 69 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terhadap permintaan kentang. Nilai standar koefisien regresi dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa variabel harga kentang (X1) memiliki nilai standar koefisien regresi yang terbesar. Hal ini menunjukkan harga kentang mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Sedangkan variabel yang mempunyai pengaruh paling kecil adalah pendapatan penduduk. Penjelasan mengenai pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Harga Kentang Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, harga kentang berada pada urutan pertama dalam mempengaruhi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Pada saat harga kentang naik, maka konsumsi terhadap kentang akan mengalami penurunan. Karena kentang merupakan sumber karbohidrat penting sebagai makanan tambahan penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap kentang sangat dipengaruhi oleh harga kentang. 2. Harga Wortel Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, harga wortel berada pada urutan kedua dalam mempengaruhi permintaan kentang. Selain kentang, bahan pokok utama dalam pembuatan sayur sebagai makanan pendamping nasi adalah wortel. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia kebutuhan akan wortel cukup tinggi seiring dengan peningkatan permintaan kentang, karena umumnya kentang dan wortel merupakan satu kesatuan dalam pembuatan sayur. Oleh karena itu apabila harga wortel meningkat, maka harga kentang juga akan meningkat dan dampaknya akan mempengaruhi permintaan kentang. commit to user 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Pendapatan Perkapita Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, pendapatan perkapita berada pada urutan ketiga dalam mempengaruhi permintaan kentang. Kentang bukan merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Kentang merupakan makanan pendamping yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan sayur. Kebutuhan primer bagi manusia adalah beras sebagai bahan makanan, oleh karena kentang bukan merupakan kebutuhan utama, maka pendapatan penduduk cenderung dialokasikan ke kebutuhan primer yaitu beras. Sehingga pendapatan perkapita berpengaruh terhadap permintaan kentang setelah harga kentang dan harga wortel. C. Pembahasan Hasil Penelitian Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu daerah tertentu dengan tingkat harga tertentu dan dalam periode tertentu. Hukum permintaan mengatakan bahwa untuk barang normal ada hubungan terbalik antara harga dan kuantitas, yaitu apabila harga naik maka kuantitas yang ingin dibeli konsumen akan berkurang. Hukum permintaan hanya berlaku bila kondisi cateris paribus atau diasumsikan faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan. Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali berfluktuatif, walaupun pada tahun 2005 mengalami peningkatan dikarenakan stabilitas perekonomian Indonesia. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji faktor-faktor apa yang menyebabkan permintaan kentang yang berfluktuatif di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan uji F, faktor-faktor yang digunakan sebagai penduga yang akan mempengaruhi tingkat permintaan kentang di Kabupaten Boyolali untuk analisis permintaan statis meliputi: harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,01. commit to user 71 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 99% adalah harga kentang dan harga wortel, untuk tingkat kepercayaan 95% variabel yang berpengaruh signifikan adalah pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui penjelasan lebih lanjut dari masing-masing variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan analisis regresi dapat dijelaskan keterangan berikut: 1. Harga Kentang (X1) Pada model analisis harga kentang di peroleh koefisien regresi bertanda negatif. Sehingga bisa di artikan bila harga kentang naik maka jumlah kentang yang diminta akan turun. Permintaan kentang terbesar di Kabupaten Boyolali terjadi pada tahun 1998 sebesar 987.577,76 kg/tahun, hal ini disebabkan harga kentang pada tahun 1998 mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 1400,00 dari tahun sebelumnya sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Setelah mengalami peningkatan pada tahun 1998, pada tahun berikutnya permintaan kentang di Kabupaten Boyolali mengalami penurunan sebesar 482.050,64 kg/tahun hal ini disebabkan karena harga kentang mengalami kenaikan, sehingga mempengaruhi jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Tabel 3). Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi kentang sebagai bahan makanan tambahan sumber karbohidrat. Apabila harga kentang naik maka permintaan kentang akan menurun dalam rangka sebagai pemenuhan makanan tambahan sebagai sayur mayur untuk konsumsi. Secara statistik berdasarkan uji t, variabel harga kentang memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Keadaan ini dapat diterima karena permintaan kentang sangat dipengaruhi oleh harga kentang di pasaran. Mengingat produksi kentang yang berfluktuatif dan belum mampu memenuhi kebutuhan kentang di Kabupaten Boyolali memberi dampak pada harga kentang yang cenderung terus mengalami kenaikan, maka dari itu perlu adanya usaha untuk meningkatkan produksi kentang agar pasokan kentang dapat commit to user 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terpenuhi sehingga akan menyebabkan harga kentang akan turun atau minimal dalam keadaan stabil. 2. Harga Wortel (X2) Suatu barang dikatakan sebagai barang komplementer jika barang tersebut penggunaanya dapat melengkapi barang lain. Berdasarkan hasil penelitian wortel merupakan barang kompelementer bagi kentang. Pada model analisis permintaan diperoleh koefisien regresi bertanda negatif. Sehingga dapat di artikan bila harga wortel meningkat maka jumlah kentang yang diminta akan turun. Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi wortel sebagai bahan makanan tambahan dapat juga digunakan sebagai sayur. Apabila harga wortel naik maka permintaan kentang akan menurun dalam rangka sebagai pemenuhan bahan sayuran. Seperti halnya harga kentang, disini secara statistik berdasarkan uji t, variabel harga wortel memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Keadaan ini dapat diterima karena wortel hampir seperti kentang yang digunakan sebagai makanan tambahan dalam sayur, sehingga peningkatan harga wortel akan diikuti dengan permintaan kentang. Wortel bukan merupakan makanan pokok bangsa Indonesia, sehingga para petani menanam wortel pada waktu-waktu tertentu ketika musim sudah tidak sesuai lagi ditanami padi. Hal ini menjadikan wortel sebagai barang komplementer dari kentang. Sehingga pada musim-musim di mana kentang sudah mulai berkurang sebagai alternatif pelengkap konsumsi masyarakat untuk sayur adalah wortel, hal itu mampu direspon oleh pasar dengan meningkatkan harga wortel. Karena sesuai dengan hukum permintaan, semakin tinggi permintaan dan jumlah produk menurun maka harga komoditi akan mengalami peningkatan, artinya meningkatnya harga wortel akibat menurunnya produksi wortel sehingga menyebabkan menurunnya permintaan terhadap wortel. 3. Harga Beras (X3) Berdasarkan hasil analisis uji t diketahui bahwa variabel harga beras tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap permintaan kentang. commit to user bahwa harga beras berbanding Nilai elastisitas yang negatif menunjukkan 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terbalik dengan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Harga komoditi pertanian, seperti harga beras relatif berfluktuasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh musim, dimana saat musim panen produk beras melimpah sehingga harga rendah maka permintaan konsumen terhadap beras meningkat. Sedangkan pada musim paceklik, produk beras menurun sehingga harga melambung tinggi yang mengakibatkan menurunnya permintaan konsumen terhadap komoditi ini. Hal tersebut sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi tersebut akan semakin besar dan sebaliknya. Jadi, apabila harga beras itu sendiri naik maka permintaan beras akan menurun. Sehingga konsumen akan mengurangi konsumsi terhadap beras dan begitu juga permintaan terhadap kentang. 4. Pendapatan Perkapita (X4) Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang karena besar kecilnya pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen. Bila terjadi perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang. Berdasarkan hasil analisis uji t diketahui bahwa variabel pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap permintaan kentang. Nilai elastisitas yang positif menunjukkan bahwa pendapatan perkapita berbanding lurus dengan jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Hal ini dapat diterima karena semakin tinggi pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali, maka permintaan akan kentang sebagai sumber karbohidrat akan semakin mengalami peningkatan. Selain itu, pada kondisi yang terbatas, sebagian besar penduduk di Kabupaten Boyolali akan mengurangi mengkonsumsi kentang, karena kentang bukan merupakan makanan pokok, maka apabila harga kentang mengalami peningkatan, maka masyarakat akan menunda untuk mengkonsumsi kentang dan cenderung memenuhi kebutuhan primer yaitu beras. Sehingga adanya peningkatan pendapatan perkapita akan commit to user beras sebagai bahan tambahan berpengaruh terhadap makanan pendamping 74 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id karbohidrat, protein maupun vitamin seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. 5. Jumlah Penduduk (X5) Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap permintaan kentang Hal ini berarti jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, variabel jumlah penduduk mempunyai nilai koefisien regresi yang paling kecil, sehingga variabel jumlah penduduk merupakan variabel yang paling rendah pengaruhnya terhadap permintaan kentang. Hasil analisis ini dapat dimengerti karena tidak semua masyarakat mengkonsumsi kentang. Gambaran jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Adanya peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan meningkatnya permintaan kentang. Peningkatan jumlah penduduk saat ini memang agak sulit untuk dikendalikan. Hal ini disebabkan program Keluarga Berencana di masyarakat sudah kurang digalakkan. Adanya program Keluarga Berencana sedikit banyak akan mengendalikan pertambahan penduduk, sehingga konsumsi atau permintaan terhadap kentang akan dapat ditekan. Sebaliknya dengan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya Keluarga Berencana maka akan semakin meningkatkan jumlah penduduk, yang akibatnya akan meningkatkan jumlah konsumsi kentang dalam masyarakat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali adalah harga kentang, harga wortel dan pendapatan penduduk, sedangkan untuk harga beras dan jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. 2. Elastisitas Permintaan Kentang a. Permintaan kentang bersifat inelastis karena nilai koefisien elastisitasnya 0<Ep<1, yang artinya jumlah kentang yang diminta berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga kentang. b. Berdasarkan uji t variabel harga kentang berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%, dengan elastisitas sebesar 0,269 (elastisitasnya 0<EP<1). Nilai elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa kentang merupakan barang kebutuhan pokok normal. c. Variabel harga wortel berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99% dengan elastisitas sebesar -0,053. Hal ini dapat diartikan bahwa wortel sebagai barang komplementer dari kentang. d. Variabel pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas pendapatan sebesar 0,057. Angka elastisitas pendapatan perkapita yang lebih kecil dari satu bertanda positif, menunjukkan bahwa kentang tergolong sebagai barang kebutuhan pokok normal. commit to user 75 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : Berdasarkan data permintaan dan produksi kentang di Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa terjadi kelebihan permintaan kentang, sehingga harus mendatangkan kentang dari daerah lain (Wonosobo dan Bandungan), sementara berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil bahwa harga kentang berpengaruh sangat-sangat nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 99%, dan pendapatan berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hal ini menunjukkan bahwa minat konsumen Kabupaten Boyolali terhadap kentang cukup tinggi, walaupun jika dilihat dari daya beli konsumen terhadap kentang terbilang cukup mahal. Pemerintah Kabupaten Boyolali seyogyanya melihat hal ini sebagai peluang bagi petani untuk membudidayakan kentang. Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan sistem informasi yang akurat bagi petani tentang susunan prioritas komoditi yang potensial untuk diusahakan oleh petani sehingga memberikan pendapatan yang optimal bagi petani di Kabupaten Boyolali. commit to user