1 - pemerintah provinsi jawa timur peraturan daerah provinsi jawa

advertisement
-1-
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 6 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 – 2032
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir dan pulau-pulau kecil diperlukan pengelolaan wilayah
pesisir
dan
pulau-pulau
kecil
yang
meliputi
kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta
proses alamiah
secara berkelanjutan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7
ayat (3) dan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil,
perlu
membentuk
Peraturan
Daerah
tentang
Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil Tahun 2012 - 2032;
Mengingat
: 1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Propinsi
Djawa
Timur
(Himpunan
Peraturan-Peraturan
Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan
dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1950 (Himpunan
Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
3. Undang
-23.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1990
Nomor
49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
5.
6.
7.
8.
9.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5073);
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
10. Undang
-310. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
11. Undang-Undang
Nomor
24
Tahun
2007
tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
15. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4925);
16. Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
2009
tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025);
18. Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2009
tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059);
19. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
20. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
21. Peraturan
-421. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata
Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Zonasi pesisir dan
pulau-pulau kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3660);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3934);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4385);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4779);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4987);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5070);
31. Peraturan
-531. Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5093);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5097);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah
Pertambangan
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5151);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang
Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5154);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
39. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;
40. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998
tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
42. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
43. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2008
tentang
Perencanaan
Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
44. Peraturan
-644. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
45. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.20/MEN/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil
dan Perairan di Sekitarnya;
46. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor PER.12/MEN/2010 tentang Minapolitan;
47. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung
di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1991 Nomor 1
Seri C);
48. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1 Seri E);
49. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011
Nomor 2 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 2);
50. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun
2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 15);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
dan
GUBERNUR JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAN RENCANA
ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN
2012 – 2032.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Timur.
3. Gubernur
-73. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
6. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang
selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang
merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, dan yang berisi tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang
wilayah provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi;
penetapan kawasan strategis provinsi; arahan pemanfaatan
ruang
wilayah
provinsi;
dan
arahan
pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
7. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan
dan
manajemen
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
8. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan
laut.
9. Batas wilayah pesisir provinsi adalah batas wilayah nergy
laut ditetapkan sejauh 12 (dua belas) mil laut di ukur dari
garis pantai; sedangkan
nergy daratan ditetapkan sesuai
batas Kecamatan untuk kewenangan provinsi.
10. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama
dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta
kesatuan ekosistemnya.
11. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil
yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan
disekitarnya.
12. Sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber
daya hayati, sumber daya non-hayati; sumber daya buatan,
dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan,
terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain;
sumberdaya non-hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar
laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang
terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa
lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut
tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan
perikanan serta
nergy gelombang laut yang terdapat di
wilayah pesisir.
13. Perairan
-813. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan
meliputi perairan sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai,
perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau,
estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
14. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat RSWP-3-K
adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor
untuk
kawasan
perencanaan
pembangunan
melalui
penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target
pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau
rencana tingkat nasional.
15. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat dengan
RZWP-3-K
adalah
rencana
yang
menentukan
arah
penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan
disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada
kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
16. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat RPWP-3-K
adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan,
prosedur,
dan
tanggung
jawab
dalam
rangka
pengkoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai
lembaga/instansi
pemerintah
mengenai
kesepakatan
penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di
zona yang ditetapkan.
17. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat
RAPWP-3-K adalah
tindak lanjut rencana pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat tujuan,
sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa
tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan
berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna
mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulaupulau kecil di setiap kawasan perencanaan.
18. Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan
kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk
dipertahankan keberadaannya.
19. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama
antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan
status hukumnya.
20. Zonasi
-920. Zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu bentuk
rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batasbatas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya
dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai
satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
21. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan,
hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang
menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas.
22. Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu
hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas
alam, seperti daerah aliran sungai, teluk, dan arus.
23. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut
dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup
melakukan
kegiatan
dan
memelihara
kelangsungan
kehidupannya.
24. Struktur Ruang adalah susunan sistem pusat pelayanan dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
25. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
26. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah
Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor
kegiatan.
27. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri
khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.
28. Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang selanjutnya
disingkat
KSNT
adalah
Kawasan
yang
terkait
dengan
kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau
situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan
bagi kepentingan nasional.
29. Alur laut adalah perairan yang dimanfaatkan, antara lain
untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi
biota laut.
30. Kawasan Strategis Provinsi adalah bagian wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Provinsi yang penataan ruang Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diprioritaskan, karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Provinsi
terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan.
31. Sempadan
- 10 31. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai,
minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.
32. Daya dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
kemampuan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
33. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi resiko
bencana,
baik
pembangunan
secara
fisik
struktur
alami
atau
dan/atau
fisik
melalui
buatan
maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil.
34. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa Provinsi.
35. Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat WP adalah
suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas satu dan/atau
beberapa
struktur
kabupaten/kota
pelayanan
secara
yang
membentuk
berhierarki
yang
kesatuan
didalamnya
terdapat pusat pertumbuhan dan wilayah pendukung.
36. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala Provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
37. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disingkat
PKWp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk
kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKW.
38. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala kabupaten/kota atau beberapa Kecamatan.
39. Masyarakat
menjalankan
Lokal
tata
adalah
kelompok
kehidupan
Masyarakat
sehari-hari
yang
berdasarkan
kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang
berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.
40. Masyarakat
tradisional
adalah
masyarakat
perikanan
tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya
yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan
kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.
41. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat.
BAB II
- 11 BAB II
RUANG LINGKUP, ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup pengelolaan dan rencana zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan; dan
c. pengawasan dan pengendalian.
Bagian Kedua
Asas
Pasal 3
Pengelolaan dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan:
a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. kepastian hukum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
g. peran serta masyarakat;
h. keterbukaan;
i. desentralisasi;
j. akuntabilitas; dan
k. keadilan.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
Pengelolaan dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan dengan
tujuan untuk:
a. melindungi
- 12 a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan
dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah
serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
(1) Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri
atas:
a. RSWP-3-K;
b. RZWP-3-K;
c. RPWP-3-K; dan
d. RAPWP-3-K.
(2) Prinsip perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yaitu:
a. merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dari sistem perencanaan pembangunan daerah;
b. mengintegrasikan
Pemerintah
kegiatan
Daerah
antara
Provinsi
dan
Pemerintah
dengan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota, antar sektor, antara pemerintahan, dunia
usaha
dan
masyarakat,
antara
ekosistem
darat
dan
ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsipprinsip manajemen;
c. dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi
yang
dimiliki
masing-masing
daerah,
serta
dinamika
perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan
d. melibatkan
peran
serta
masyarakat
setempat
dan
pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 6
- 13 Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah Provinsi wajib menyusun perencanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan
berpedoman pada norma, standar dan pedoman penyusunan
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan.
(2) Perencanaan yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijadikan
acuan
oleh
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota
dalam
menyusun perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Kabupaten/Kota.
BAB IV
RSWP-3-K
Pasal 7
(1) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Provinsi.
(2) Tahapan penyusunan RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. penyusunan dokumen awal;
c. konsultasi publik;
d. penyusunan dokumen antara;
e. konsultasi publik;
f. perumusan dokumen final; dan
g. penetapan.
Pasal 8
(1) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan
susunan sistematika:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. kerangka kebijakan strategi; dan
d. kaidah pelaksanaan.
(2) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 9
- 14 Pasal 9
RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku
selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak ditetapkan dan
dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
BAB V
RZWP-3-K
Pasal 10
RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil untuk:
a. mewujudkan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
berdaya saing tinggi dan berkelanjutan; dan
b. memberikan arahan perencanaan zonasi, pemanfaatan zona,
pengendalian pemanfaatan zona wilayah pesisir dan pulaupulau kecil.
Bagian Kesatu
Kebijakan dan Strategi RZWP-3-K
Pasal 11
Kebijakan dan strategi dalam RZWP-3-K meliputi:
a. pengembangan wilayah;
b. pengembangan struktur ruang;
c. pengembangan pola ruang; dan
d. pengembangan kawasan strategis.
Paragraf 1
Pengembangan Wilayah
Pasal 12
(1) Kebijakan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi:
a. peningkatan konservasi ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
b. pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir dan pulaupulau kecil; dan
c. peningkatan keberlanjutan ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi
- 15 (2) Strategi peningkatan konservasi ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. penetapan zonasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil melalui penetapan batas-batas fungsional
sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta
proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu
kesatuan dalam ekosistem pesisir, wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil; dan
b. membatasi kegiatan yang mengakibatkan terganggunya
ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Strategi pengoptimalan pengembangan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. melakukan optimalisasi pemanfaatan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil pada kawasan pemanfaatan umum;
b. mengembangkan sarana dan prasarana di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;
c. meningkatkan operasionalisasi perwujudan pengembangan
kawasan strategis di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
laut melalui pengembangan produk unggulan sektor
kelautan dan perikanan;
d. meningkatkan kapasitas dan peran serta masyarakat di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
e. mengembangkan kota-kota pesisir di Provinsi.
(4) Strategi peningkatan keberlanjutan ekosistem wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, meliputi:
a. meningkatkan kerjasama antara pemerintah dengan
masyarakat setempat;
b. melindungi, mengkonservasi, dan merehabilitasi sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. meningkatkan pengawasan dan/atau pengendalian di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil atau wilayah
hukumnya.
Paragraf 2
Pengembangan Struktur Ruang
Pasal 13
Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf b meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan pusat pelayanan di
darat;
b. kebijakan dan strategi pengembangan sistem jaringan
prasarana wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. kebijakan dan strategi pengembangan alur laut.
Pasal 14
- 16 Pasal 14
(1) Kebijakan
pengembangan pusat pelayanan di darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dilakukan
dengan mengintegrasikan dan menyelaraskan pusat-pusat
kegiatan dan wilayah pengembangan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi pengembangan pusat pelayanan di darat meliputi:
a. pengembangan dan pemantapan PKN;
b. pengembangan dan pemantapan PKW;
c. pengembangan dan pemantapan PKL; dan
d. pengembangan dan pemantapan WP.
Pasal 15
(1) Kebijakan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b dilakukan dengan meningkatkan pelayanan
prasarana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Strategi pengembangan jaringan prasarana wilayah meliputi:
a. membangun prasarana wilayah di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sesuai kebutuhan; dan
b. memelihara dan mengembangkan prasarana wilayah yang
telah ada.
Pasal 16
(1) Kebijakan pengembangan alur laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf c dilakukan dengan meningkatkan
pelayanan dan keselamatan alur laut di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi pengembangan alur laut meliputi:
a. menetapkan alur laut sesuai dengan kebutuhan;
b. mengintegrasikan dan mensinergikan pelayanan alur laut;
dan
c. meningkatkan pengawasan dan pengendalian alur laut.
Paragraf 3
Pengembangan Pola Ruang
Pasal 17
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf c meliputi:
a. kebijakan dan strategi kawasan pemanfaatan umum; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan konservasi.
Pasal 18
- 17 Pasal 18
(1) Kebijakan kawasan pemanfaatan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdiri atas:
a. penetapan kawasan pemanfaatan umum yang sinergis dan
terintegrasi
antara
kebutuhan
dan
daya
dukung
lingkungannya;
b. pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pulau terluar sesuai
dengan fungsi yang telah ditetapkan; dan
c. Pengembangan kawasan pemanfaatan umum dengan
metode reklamasi dilakukan dalam rangka meningkatkan
manfaat dan/atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulaupulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan
sosial ekonomi.
(2) Strategi kawasan pemanfaatan umum meliputi:
a. mengembangkan
kawasan
permukiman,
pariwisata,
pelabuhan, pertambangan, industri, hutan, pertanian,
perikanan budidaya, perikanan tangkap sesuai dengan
kebutuhan, daya dukung lingkungan, dan selaras dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota;
b. menyelaraskan kegiatan-kegiatan budidaya pada kawasan
pemanfaatan umum yang telah ditetapkan;
c. mengembangkan pola kemitraan dalam mengelola dan
menjaga pulau-pulau terkecil dan terluar; dan
d. menetapkan kawasan yang dapat direklamasi untuk
meningkatkan kualitas ekonomi, sosial, dan lingkungan
sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Pasal 19
(1) Kebijakan pengembangan kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi:
a. penetapan kawasan konservasi sesuai dengan kebutuhan
dan daya dukung lingkungan;
b. penetapan kawasan rawan bencana sebagai kawasan
konservasi; dan
c. mempertahankan wilayah yang telah ditetapkan sebagai
kawasan konservasi.
(2) Strategi pengembangan kawasan konservasi, meliputi:
a. mengembangkan dan melindungi kawasan konservasi
perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil,
konservasi maritime, dan konservasi sempadan pantai;
b. mengembangkan sistem mitigasi bencana di kawasan
rawan bencana;
c. mengatur
- 18 c. mengatur kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kawasan
konservasi; dan
d. melibatkan masyarakat dalam mengelola, memelihara, dan
mempertahankan kawasan konservasi.
Paragraf 4
Pengembangan Kawasan Strategis
Pasal 20
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, meliputi:
a. mengembangkan KSNT berupa kawasan instalasi militer
serta kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil sesuai
dengan potensi dan kebutuhan; dan
b. mengembangkan
kawasan
Kawasan
strategis
Strategis
pertumbuhan
Provinsi
ekonomi,
berupa
kawasan
strategis lingkungan hidup sesuai dengan potensi dan
kebutuhan.
(2) Strategi pengembangan KSNT, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. memantapkan fungsi pertahanan dan keamanan; dan
b. memantapkan fungsi ekonomi, konservasi, dan pertahanan
keamanan pada kawasan perbatasan dan pulau-pulau
kecil.
(3) Strategi
pengembangan
Kawasan
Strategis
Provinsi,
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. mengembangkan kawasan ekonomi potensial yang dapat
mempercepat perkembangan wilayah;
b. mempercepat
perkembangan
dan
kemajuan
kawasan
tertinggal; dan
c. melestarikan dan meningkatkan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup.
Bagian Kedua
Rencana Struktur Ruang
Pasal 21
(1) Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
terdiri atas:
a. Rencana Sistem Pusat Pelayanan;
b. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah;
c. Rencana
- 19 c. Rencana Sistem Alur Pelayaran;
d. Rencana Sistem Alur Kabel Bawah Laut;
e. Rencana Sistem Alur Pipa Air Bersih;
f.
Rencana Sistem Alur Pipa Minyak; dan
g. Rencana Sistem Alur Migrasi Biota Laut.
(2) Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dengan
ketelitian peta skala 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Rencana Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 22
Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf a terdiri atas rencana sistem perkotaan
disertai dengan penetapan fungsi wilayah pengembangannya.
Pasal 23
(1) Rencana sistem perkotaan pada wilayah Kabupaten/Kota
yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, meliputi:
a. PKN
: Kawasan
Perkotaan
Gresik,
Bangkalan,
Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan.
b. PKW
: Kawasan
Perkotaan
Probolinggo,
Tuban,
Banyuwangi, Jember, Pamekasan, dan Pacitan.
c. PKWp : Kawasan Perkotaan Pasuruan.
d. PKL
: Kawasan
Tulungagung,
Kraksaan
Kabupaten
Probolinggo, Lumajang, Sumenep, Situbondo,
Trenggalek,
Kepanjen
Bangil
Kabupaten
Kabupaten
Malang,
Pasuruan,
Kanigoro
Kabupaten Blitar dan Sampang.
(2) WP pada wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
a. WP Germakertosusila Plus, meliputi : Kabupaten Tuban,
Kabupaten
Lamongan,
Kabupaten
Gresik,
Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sumenep, Kota Pasuruan dan Kota Surabaya;
b. WP Malang Raya, yaitu Kabupaten Malang;
c. WP
- 20 c. WP Kediri dan sekitarnya, meliputi : Kabupaten Trenggalek
dan Kabupaten Tulungagung;
d. WP Blitar, yaitu Kabupaten Blitar;
e. WP Madiun dan sekitarnya, yaitu Kabupaten Pacitan;
f.
WP Probolinggo–Lumajang, meliputi : Kota Probolinggo,
Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang;
g. WP Jember dan sekitarnya, meliputi: Kabupaten Jember,
dan Kabupaten Situbondo; dan
h. WP Banyuwangi, yaitu Kabupaten Banyuwangi.
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Pasal 24
(1) Pengembangan
sistem
jaringan
prasarana
wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b yang
mendukung
pemantapan
struktur
ruang
dalam
jangka
panjang diarahkan pada:
a. peningkatan
prasarana
wilayah
untuk
melayani
kebutuhan perkembangan; dan
b. pengembangan
sistem
prasarana
wilayah
untuk
mendukung pemerataan pembangunan antar wilayah dan
peningkatan keterkaitan antara wilayah pertumbuhan
dengan wilayah belakang (hinterland).
(2) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Sistem jaringan prasarana transportasi, terdiri atas:
1. Rencana sistem jaringan transportasi darat;
2. Rencana sistem jaringan transportasi laut; dan
3. Rencana sistem jaringan transportasi udara.
b. Sistem jaringan prasarana lainnya, terdiri dari:
1. Sistem jaringan energi;
2. Sistem jaringan telekomunikasi; dan
3. Sistem jaringan sumber daya air.
Pasal 25
(1) Pembagian jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a angka 1 meliputi:
a. Rencana sistem jaringan jalan; dan
b. Rencana penyeberangan.
(2) Rencana
- 21 (2) Rencana sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Jalan arteri primer yang menghubungkan antar provinsi
berada di sepanjang jalur Pantura, menghubungkan
Surabaya – Gresik – Lamongan – Tuban – Semarang (Jawa
Tengah);
b. Jalan arteri primer antar kabupaten dalam provinsi yang
menghubungkan Surabaya – Pasuruan – Probolinggo –
Situbondo – Banyuwangi;
c. Jalan arteri primer Pulau Madura yang menghubungkan
Kamal, Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep,
Kalianget;
d. Jalan kolektor primer antar kabupaten dalam provinsi
yang menghubungkan Banyuwangi – Jember – Lumajang –
Malang – Blitar – Tulungagung – Trenggalek – Pacitan;
e. Jaringan kolektor primer yang menghubungkan beberapa
kawasan yang berada di wilayah kabupaten dan antar
kabupaten, yaitu Jalur Kediri-Tulungagung-Trenggalek;
f. Jaringan jalan lokal primer yang menghubungkan bagian
kawasan dengan lingkup yang paling kecil, yaitu Jalur
Pacitan – Trenggalek, Jalur Malang – Kondangmerak, Jalur
Jember ke arah selatan dan Jalur Banyuwangi ke arah
selatan; dan
g. Jalan Lintas Selatan (JLS) diarahkan untuk berkembang
disekitar Pantai Selatan mulai dari Pacitan – Trenggalek –
Tulungagung – Blitar – Malang – Lumajang – Jember –
Banyuwangi.
(3) Rencana penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. Pelabuhan penyeberangan yang sudah ada, yaitu:
1. Pelabuhan
penyeberangan
dengan
pelayanan
antarprovinsi, meliputi:
a) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
dan
b) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya.
2. Pelabuhan
penyeberangan
dengan
pelayanan
antarkabupaten/ kota dalam provinsi meliputi:
a) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
b) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
c) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo; dan
d) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep.
3. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten/kota, meliputi:
a) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Kangean dan
Pelabuhan Sapudi di Kabupaten Sumenep; dan
b) Pelabuhan Gresik dan Pelabuhan Bawean di
Kabupaten Gresik.
b. Rencana
- 22 b. Rencana
pengembangan
pelabuhan
penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) terdiri
atas:
1. Pelabuhan
penyeberangan
dengan
pelayanan
antarprovinsi, meliputi:
a) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
dan
b) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
2. Pelabuhan
penyeberangan
dengan
pelayanan
antarkabupaten/kota dalam provinsi meliputi:
a) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
b) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
c) Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik;
d) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo;
e) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Raas, Pelabuhan
Kangean dan Pelabuhan Sapudi di Kabupaten
Sumenep;
f) Pelabuhan Gili Ketapang di Kabupaten Probolinggo;
g) Pelabuhan Probolinggo di Kota Probolinggo; dan
h) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
3. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten dikembangkan sesuai kebutuhan di
masing-masing kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 26
(1) Rencana sistem jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a angka 2 dilakukan
dengan mengembangkan pelabuhan laut untuk kepentingan
angkutan laut.
(2) Pelabuhan
laut
untuk
kepentingan
angkutan
laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah ada terdiri
atas:
a. Pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Tanjung Perak di Kota
Surabaya.
b. Pelabuhan pengumpul meliputi:
1. Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
2. Pelabuhan Bawean dan Pelabuhan Gresik di
Kabupaten Gresik;
3. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi;
4. Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan;
5. Pelabuhan Paiton di Kabupaten Probolinggo;
6. Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo;
7. Pelabuhan Kalbut di Kabupaten Situbondo; dan
8. Pelabuhan
Kangean,
Pelabuhan
Sapudi,
dan
Pelabuhan Sepeken di Kabupaten Sumenep.
c. Pelabuhan pengumpan meliputi:
1. Pengumpan Regional, yaitu:
a) Pelabuhan Boom Banyuwangi di Kabupaten
Banyuwangi;
b) Pelabuhan
- 23 Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo;
c) Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan;
d) Pelabuhan Branta dan Pelabuhan Pasean di
Kabupaten Pamekasan;
e) Pelabuhan Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan;
f) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep; dan
g) Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban.
2. Pengumpan Lokal, yaitu:
a) Pelabuhan Masa Lembu, Pelabuhan Gayam,
Pelabuhan Giliraja, dan Pelabuhan Keramaian, dan
Pelabuhan Raas di Kabupaten Sumenep;
b) Pelabuhan Gilimandangin dan Pelabuhan Tanlok di
Kabupaten Sampang;
c) Pelabuhan Jangkar dan Pelabuhan Besuki di
Kabupaten Situbondo; dan
d) Pelabuhan Sepulu di Kabupaten Bangkalan.
(3) Rencana pengembangan pelabuhan untuk kepentingan
angkutan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelabuhan utama yang terdiri atas:
1. Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam satu
sistem dengan rencana pengembangan pelabuhan di
wilayah antara Teluk Lamong sampai Kabupaten
Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten Bangkalan, dan
untuk jangka panjang diarahkan ke Pelabuhan
Tanjung Bulupandan di Kabupaten Bangkalan; dan
2. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi.
b. pelabuhan pengumpul meliputi:
1. pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan;
2. Pelabuhan Sampang/Taddan di Kabupaten Sampang;
3. Pelabuhan Sendang Biru di Kabupaten Malang;
4. Pelabuhan Prigi di Kabupaten Trenggalek; dan
5. Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan.
c. pelabuhan pengumpan meliputi:
1. Pelabuhan pengumpan regional berupa Pelabuhan
Tuban di Kabupaten Tuban; dan
2. Pelabuhan pengumpan lokal berupa Pelabuhan
Dungkek, Pelabuhan Pagerungan dan Pelabuhan
Nunggunung di Kabupaten Sumenep.
Pasal 27
Pengembangan pelabuhan selain untuk memenuhi kepentingan
angkutan laut yang bersifat umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) juga dapat dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat khusus dengan memperhatikan
persyaratan teknis, ekonomi, dan lingkungan.
Pasal 28
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a
angka 3 meliputi:
a. bandar
- 24 a. bandar udara umum; dan
b. bandar udara khusus.
(2) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. bandar udara pengumpul (hub); dan
b. bandar udara pengumpan (spoke).
Pasal 29
(1) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) huruf a yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer,
yaitu bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo untuk
penggunaan internasional utama, regional, dan haji.
b. bandar udara pengumpan meliputi:
1. bandar udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi;
2. bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep; dan
3. bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik.
(2) Rencana pengembangan bandar udara umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer,
yaitu:
1. bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo; dan
2. alternatif pembangunan bandar udara baru di
Kabupaten Lamongan;
b. bandar udara pengumpan meliputi:
1. pengembangan bandar udara Trunojoyo di Kabupaten
Sumenep;
2. pengembangan
bandar
udara
Blimbingsari
di
Kabupaten Banyuwangi;
3. pengembangan bandar udara Bawean di Kabupaten
Gresik; dan
4. pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar.
(3) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) huruf b yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara khusus militer terdiri atas:
1. Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten Pacitan;
2. Lapangan Udara TNI AL Raci di Kabupaten Pasuruan;
dan
3. Lapangan Udara TNI AD Melik Kabupaten Situbondo.
b. bandar udara khusus sipil, yaitu bandar udara khusus di
Pagerungan Kabupaten Sumenep.
Pasal 30
(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b angka 1 dimaksudkan untuk
menunjang penyediaan energi listrik dan pemenuhan energi
lainnya.
(2) Rencana
- 25 (2) Rencana pengembangan energi baru dan terbarukan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam menunjang penyediaan sumber daya
energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. energi angin di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Kabupaten
Lumajang,
Banyuwangi,
Kabupaten
Kabupaten
Jember,
Bangkalan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sumenep, Kabupaten Tuban, dan kabupaten lainnya di
wilayah pesisir dan kepulauan;
b. energi gelombang laut di Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Jember,
Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Tuban,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep.
Pasal 31
(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi.
(2) Rencana
pengembangan
pembangkit
tenaga
listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Plant di Grindulu PS (4x250 MW);
b. Percepatan di PLTU Tanjung Awar-Awar (2x350 MW);
c. PLTU Jatim Selatan (2x315 MW);
d. PLTU Paiton Baru (1x660 MW); dan
e. Penanganan Krisis di Madura (2x100 MW), Panas bumi di
Ngebel (3x55 MW), dan Belawan Ijen (2x55 MW).
(3) Rencana
pengembangan
jaringan
transmisi
untuk
pengembangan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan dengan cara:
a. pengembangan sistem transmisi 500 kV; dan
b. pengembangan sistem transmisi 150 kV.
(4) Rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Manyar – Panceng dengan panjang 30,13 km;
b. Kota Pasuruan dengan panjang 11,08 km; dan
c. Panceng–Tuban dengan panjang 70,2 km.
(5) Selain
- 26 (5) Selain rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas
bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terdapat rencana
pengembangan sumber dan prasarana minyak dan gas bumi
yang meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Gresik;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kabupaten Pamekasan;
e. Kabupaten Sidoarjo;
f.
Kabupaten Sampang;
g. Kabupaten Sumenep;
h. Kabupaten Tuban; dan
i.
Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi.
Pasal 32
(1) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b angka 2 merupakan
perangkat
komunikasi
dan
pertukaran
informasi
yang
dikembangkan untuk tujuan pengambilan keputusan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik ataupun privat.
(2) Sistem
jaringan
telekomunikasi
dan
informatika
yang
dikembangkan meliputi:
a. jaringan terestrial; dan
b. jaringan satelit.
(3) Rencana jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a. jaringan terestrial yang menggunakan sistem kabel yang
diarahkan
untuk
melayani
seluruh
wilayah
kabupaten/kota sampai wilayah terpencil; dan
b. jaringan terestrial yang menggunakan sistem nirkabel atau
base transceiver station (BTS) diarahkan untuk melayani
seluruh wilayah kabupaten/kota.
(4) Rencana sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dapat menggunakan tower ataupun nontower
yang melayani wilayah terpencil.
Pasal 33
Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) huruf b angka 3 meliputi:
a. jaringan sumber daya air untuk mendukung air baku
pertanian;
b. jaringan
- 27 b. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air baku industri
dan kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air minum; dan
d. pengelolaan sumber daya air untuk pengendalian daya rusak
air di wilayah provinsi serta mendukung pengelolaan sumber
daya air lintas provinsi.
Paragraf 3
Rencana Sistem Alur Pelayaran
Pasal 34
(1) Rencana Sistem Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf c terintregasi dengan rencana
pengembangan pelabuhan, terdiri atas:
a. Alur Pelayaran Barat Surabaya; dan
b. Alur Pelayaran Timur Surabaya.
(2) Alur Pelayaran Barat Surabaya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) merupakan alur pelayaran yang dilewati oleh kapal
dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan
sekitarnya yaitu Gresik, Socah, Teluk Lamong bagi pelayaran
internasional dan antar pulau.
(3) Alur Pelayaran Timur Surabaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan alur pelayaran yang melayani pelayaran
rakyat dari Pelabuhan Tanjung Perak ke pelabuhan
pelabuhan di bagian Timur Indonesia.
Paragraf 4
Rencana Sistem Alur Kabel Bawah Laut
Pasal 35
(1) Rencana alur kabel bawah laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf d, meliputi:
a. rencana alur kabel bawah laut yang menghubungkan
Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik dan Pulau Madura
di Bangkalan untuk memberi layanan kebutuhan sumber
tenaga untuk Pulau Madura; dan
b. rencana alur kabel bawah laut yang menghubungkan
Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo dengan Pulau
Gili
Ketapang
Kecamatan
Sumberasih
Kabupaten
Probolinggo untuk memberi layanan kebutuhan sumber
tenaga listrik Pulau Gili Ketapang.
(2) Arahan
- 28 (2) Arahan pengembangan sistem alur kabel bawah laut selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundangundangan.
Paragraf 5
Rencana Sistem Alur Pipa Air Bersih
Pasal 36
(1) Rencana sistem alur pipa air bersih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e, menghubungkan Kecamatan
Dringu, Kabupaten Probolinggo dengan Pulau Gili Ketapang,
Kabupaten Probolinggo, untuk memberi layanan kebutuhan
air bersih untuk Pulau Gili Ketapang.
(2) Arahan pengembangan sistem alur pipa air bersih selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundangundangan.
Paragraf 6
Rencana Sistem Alur Pipa minyak
Pasal 37
(1) Rencana Sistem Alur Pipa Minyak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf f, meliputi:
a. jaringan pipa minyak dan gas, dan bangunan lepas pantai
direncanakan untuk pengembangan pelayanan diarahkan
sampai ke Jawa Tengah dan Kalimantan;
b. jaringan
pipa
bawah
laut
milik
negara
yang
menghubungkan Kepulauan Kangean ke Stasiun Penerima
Utama Main Receiving Station MR/S di Porong Kabupaten
Sidoarjo, dan Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik; dan
c. jaringan gas milik PT. Perusahaan Gas Negara, ke arah
utara menjangkau Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik;
ke arah barat
terbatas Kota Mojokerto; ke arah selatan
terbatas Pandaan; dan ke arah timur berkembang ke
Probolinggo dan Leces.
(2) Arahan
pengembangan
sistem
alur
pipa
minyak
selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundangundangan.
Paragraf 7
- 29 Paragraf 7
Rencana Sistem Alur Migrasi Biota Laut
Pasal 38
Alur migrasi biota laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf g, berdasarkan wilayah perairan laut di Jawa Timur
meliputi:
a. Perairan Laut Jawa merupakan tempat migrasi ikan Lemuru
dan ikan Layang yang bermigrasi dari Selat Makasar ke
Perairan Masalembo, Kabupaten Sumenep dan ke Perairan
Bawean;
b. Perairan Selat Madura merupakan tempat migrasi ikan
tongkol dari Samudra Hindia ke perairan Kepulauan
Sumenep;
c. Perairan Selat Bali merupakan tempat migrasi ikan tongkol
dari perairan Kepulauan Sumenep ke Selat Bali, migrasi ikan
Lemuru dari Samudra Hindia ke Selat Bali; dan
d. Perairan Samudra Hindia merupakan tempat migrasi ikan
tongkol dari perairan Selat Bali ke Samudra Hindia dan
migrasi ikan Lemuru dari Selat Bali ke Samudera Hindia.
Bagian Ketiga
Rencana Pola Ruang
Pasal 39
(1) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Provinsi terdiri atas rencana kawasan pemanfaatan umum,
rencana kawasan konservasi, dan Rencana kawasan strategis.
(2) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dengan ketelitian peta skala 1:250.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Rencana Kawasan Pemanfaatan Umum
Pasal 40
Rencana kawasan pemanfaatan umum Provinsi terdiri atas:
a. zona perikanan budidaya;
b. zona perikanan tangkap di laut;
c. Zona
- 30 c.
zona permukiman;
d.
zona industri;
e.
zona pelabuhan perikanan;
f.
zona pertanian;
g.
zona hutan;
h.
zona pertambangan;
i.
zona tambak garam;
j.
zona pariwisata; dan
k.
reklamasi.
Pasal 41
Zona perikanan budidaya di Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 huruf a ditetapkan sebagai:
a. budidaya tambak; dan
b. budidaya laut.
Pasal 42
(1) Zona perikanan budidaya tambak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 huruf a, meliputi:
a. Kabupaten Tuban di Kecamatan Bancar, Tambakboyo,
Jenu, dan Palang;
b. Kabupaten
Lamongan
di
Kecamatan
Brondong,
dan
Paciran;
c. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujung Pangkah, Sedayu,
Manyar, Bungah, dan Sangkapura;
d. Kota
Surabaya
di
Kecamatan
Benowo,
Asemrowo,
Kenjeran, Sukolilo, Rungkut, dan Gunung Anyar;
e. Kabupaten
Sidoarjo
di
Kecamatan
Sedati,
Buduran,
Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Bangil,
Kraton,
Sidoarjo, dan Jabon;
f.
Rejoso, dan Lekok;
g. Kota Pasuruan di Kecamatan Gadingrejo, Purworejo dan
Bugulkidul;
h. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Tongas, Sumberasih,
Gending, Pajarakan, Kraksaan, dan Paiton;
i.
Kota
Probolinggo
di
Kecamatan
Mayangan,
dan
Kademangan;
j.
Kabupaten Situbondo di Kecamatan Suboh, Mlandingan,
Mangaran, Arjasa, Jangkar, dan Widuri;
k. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Banyuwangi, dan
Kabat;
l. Kabupaten
- 31 l.
Kabupaten
Bangkalan
di
Kecamatan
Tanjungbumi,
Klampis, dan Sepuluh;
m. Kabupaten
Sampang
di
Kecamatan
Torjun,
Sreseh,
Camplong, Pangarengan, Jrengik, dan Banyuates;
n. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Galis, Pademawu,
Tlanakan; dan
o. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Giligenting, Talango,
Kalianget, Dungkek, Saronggi, Praga`an, Ra`as, Sapeken,
Gapura, Arjasa, dan Kangayan.
(2) Arahan pengelolaan budidaya tambak, meliputi:
a. mengaktifkan kembali tambak tradisional;
b. mengaktifkan tambak intensif yang tidak beroperasi;
c. meningkatkan teknologi budidaya dari tradisional menjadi
semi intensif, menggunakan teknologi sistem resirkulasi
tertutup; dan
d. mengembangkan komoditas alternatif pada tambaktambak intensif yang sesuai dengan komoditas yang
dikembangkan.
(3) Usaha budidaya tambak yang tidak produktif dioptimalkan
untuk usaha budidaya rumput laut Gracillaria yang
dikembangkan di:
a. Kabupaten Pasuruan;
b. Kota Pasuruan;
c. Kabupaten Banyuwangi;
d. Kabupaten Sidoarjo;
e. Kabupaten Probolinggo;
f. Kabupaten Bangkalan; dan
g. Kabupaten Sampang.
(4) Pengembangan sentra usaha budidaya tambak didasarkan
pada RTRW tiap Kabupaten/Kota.
Pasal 43
(1) Zona perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 huruf b, meliputi:
a. Kabupaten
Gresik
di
Kecamatan
Tambak,
dan
Sangkapura;
b. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Tongas, Sumberasih,
Dringu, Gending, Pajarakan, Kraksaan, dan Paiton;
c. Kota
Probolinggo
di
Kecamatan
Mayangan,
dan
Kademangan;
d. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Banyuglugur, Besuki,
Suboh, Kendit, Panarukan, Mangaran, dan Banyuputih;
e. Kabupaten Blitar di Kecamatan Bakung;
f. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Tanggunggunung;
g. Kabupaten
- 32 g. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Watulimo dan
Panggul;
h. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Sidomulyo;
i. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Modung, Kwanyar,
Labang, dan Klampis; dan
j. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Bluto, Saronggi,
Talango, Giligenting, Gapura, Dungkek, Raas, Arjasa,
Kangayan, dan Masalembu.
(2) Arahan pengelolaan dan/atau pengembangan budidaya laut,
meliputi:
a. meningkatkan kegiatan usaha karamba dan jumlah
pembudidaya dengan dukungan kemudahan permodalan,
teknologi, dan pasokan benih, pada lokasi budidaya laut
yang sudah ada di Kabupaten Situbondo, Banyuwangi dan
Sumenep;
b. melakukan studi pengembangan dan sosialisasi terhadap
para pembudidaya pada lokasi yang memenuhi
persyaratan budidaya laut di Pulau Bawean Kabupaten
Gresik,
Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Blitar Kabupaten
Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan
dan wilayah kepulauan Kabupaten Sumenep;
c. mengembangkan kawasan budidaya yang terintegrasi
dengan usaha-usaha terkait lainnya, baik dikawasan
yang sudah ada maupun kawasan pengembangan;
d. mengembangkan sentra usaha budidaya laut didasarkan
pada RTRW Kabupaten/Kota; dan
e. mengembangkan budidaya rumput laut, usaha budidaya
laut untuk komoditas ikan karang.
(3) Pengembangan usaha budidaya rumput laut jenis Eucheuma
cottoni, meliputi:
a. Kabupaten Sumenep;
b. Kabupaten Pamekasan;
c. Kabupaten Sampang;
d. Kabupaten Bangkalan;
e. Kabupaten Situbondo;
f. Kabupaten Banyuwangi;
g. Kabupaten Pacitan; dan
h. Kabupaten Blitar.
(4) Pengembangan perikanan budidaya laut melalui optimalisasi
kawasan lama dan ektensifikasi pada lokasi baru, meliputi:
a. Kabupaten Gresik di Kecamatan Sangkapura dan Kec.
Tambak Pulau Bawean;
b. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Sidomulyo;
c. Kabupaten Situbondo di Desa Klatakan Kecamatan Kendit
dan Desa Gelung Kecamatan Panarukan;
d. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Tegaldlimo;
e. Kabupaten
- 33 e. Kabupaten Trenggalek
di Kecamatan Watulimo dan
Kecamatan Panggul; dan
f. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Giligenting, Bluto,
Saronggi, Talango, Gapur, Dungkek, Ra'as, Sapeken,
Kangayan, Arjasa, dan Kecamatan Masalembu.
Pasal 44
(1) Zona perikanan tangkap di laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 huruf b meliputi:
a. Jalur penangkapan ikan; dan
b. Daerah penangkapan ikan (fishing ground).
(2) Jalur penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dibedakan menjadi 3 (tiga) jalur, yaitu:
a. Jalur penangkapan ikan I dengan batas 0 – 6 mil laut,
terbagi atas:
1. Jalur 0 sampai 3 mil laut, diperuntukkan bagi nelayan
dengan klasifikasi peralatan alat penangkap ikan
menetap dan alat penangkap ikan tidak menetap yang
tidak dimodifikasi.
2. Jalur 3 sampai 6 mil laut, diperuntukkan bagi nelayan
dengan klasifikasi peralatan:
a) Alat penangkap ikan tidak menetap yang tidak
dimodifikasi;
b) Kapal perikanan tanpa motor atau bermotor tempel
dengan ukuran kurang dari 12 meter atau kurang
5 GT;
c) Pukat Cincin (purse seine) dengan ukuran kurang
dari 150 meter; dan/atau
d) Jaring Insang hanyut dengan ukuran kurang dari
1000 meter.
b. Jalur Penangkapan Ikan II dengan batas perairan diluar
Jalur Penangkapan Ikan I sampai 12 mil ke arah laut,
dengan klasifikasi peralatan:
1. Kapal motor dengan maksimum 60 GT:
a) menggunakan pukat cincin, maksimum 600 meter
(1
kapal)
maksimum
1000
meter
(2
kapal);
dan/atau
b) jaring insang hanyut, dengan ukuran maksimum
2.300 meter.
c. Jalur Penangkapan Ikan III dengan batas perairan diluar
Jalur Penangkapan Ikan II sampai batas terluar ZEE
Indonesia.
(3) Daerah
- 34 (3) Daerah penangkapan ikan sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. Laut Jawa sebelah Utara Jawa Timur, meliputi:
1. Daerah penangkapan ikan utama di sebelah barat
Pulau Bawean mendekati gugus kepulauan Bawean
Kabupaten
Gresik
dan
Pulau
Masalembo
Kecil
Kabupaten Sumenep dengan alat tangkap cantrang
box dan pukat cincin;
2. Daerah penangkapan ikan di sepanjang pantai Pulau
Bawean, Utara Bawean, Utara Masalembo Kecil, dan
Selatan Masalembo dan di perairan Utara Bangkalan
dengan alat tangkap cantrang;
3. Daerah penangkapan ikan di perairan pantai Bawean
dan daerah larangan operasi penangkapan ikan di
Selatan Pulau Bawean dengan alat tangkap pukat
cincin;
4. Daerah penangkapan ikan di sepanjang pantai Pulau
Bawean dengan alat tangkap Payang dan daerah
penangkapan
ikan
di
perairan
Laut
Jawa
menggunakan alat tangkap pancing prawe, cantrang
box, pukat cincin, dan payang;
5. Daerah penangkapan ikan di perairan kurang dari 4
mil dengan alat tangkap jaring insang (gill net), jaring
dasar (trammel net), jaring pendem (gill net dasar),
dogol, bagan tancap, jaring klitik, dan cantrang harian;
dan
6. Daerah penangkapan ikan di perairan lebih dari 12 mil
dengan alat tangkap pancing prawe.
b. Selat Madura, meliputi:
1. Daerah
penangkapan
ikan
dipisahkan
menjadi
Paparan Madura dan Paparan Jawa, melewati lokasi
Karang Kokop dan Karang Congkeh dengan alat
tangkap payang, cantrang;
2. Daerah penangkapan ikan di perairan Pasuruan,
Sidoarjo, Probolinggo dengan jenis alat tangkap pukat
cincin, payang, dan cantrang;
3. Daerah penangkapan ikan utama dengan kedalaman
bervariasi antara 30 – 50 m di perairan Pulau Gili
Ketapang, Srasah, Etong, Renggis, Aliman, Kremesan,
Menilaan, dan Karang Cino dengan jenis alat tangkap
pukat cincin;
4. Daerah
- 35 4. Daerah penangkapan ikan di wilayah 0 sampai 4 mil
Pasuruan dan Sidoarjo terdiri atasalat tangkap jarring
dasar (trammel net), jaring kepiting, bagan, payang
jurung, payang alit, dan payang oras; dan
5. Daerah penangkapan ikan wilayah perairan antara 412 mil Karang Kokop dan Karang Congkeh dengan alat
tangkap jaring tengah.
c. Selat Bali, meliputi:
1. Daerah penangkapan ikan di daerah pantai Desa
Sumbersewu, berbatasan dengan Kali Bomo di bagian
utara dan terumbu karang Sumbersewu di bagian
selatan, dibagi atas sub area Kali Bomo, sub area
Tambak, dan sub area batas karang (Gumuk Kantong)
dengan alat tangkap, alat pukat pantai (jaring tarik);
2. Daerah penangkapan ikan di bagian Utara Desa
Sumbersewu
dan
Teluk
Pangpang
(Kedungringin,
Wringinputih) dibagian Selatan dengan alat tangkap
sotok;
3. Daerah penangkapan ikan di perairan dekat karang di
Candikusuma, Prancak, Candi 1 (Pura), Tanjung Atab,
sampai daerah Bukit (Tanjung Mebulu) dengan alat
tangkap pancing layur;
4. Fishing
ground
Sembulungan
disekitar
sampai
perairan
Karang
Ente
Tanjung
dengan
alat
tangkap pancing eret dan ancet untuk menangkap
jenis
ikan
karang
dan
pelagis
oseanik
(tongkol,
cakalang dan tuna);
5. Fishing ground di perairan Tanjung Wringinan, Teluk
Banyubiru
(Senggrong),
Tanjung
Keben,
Tanjung
Kucur, Karang Ente, Batu Mandi sampai wilayah
Grajagan dibagian selatan (Paparan Jawa dalam Selat
Bali) dengan alat tangkap pukat cincin; dan
6. Daerah penangkapan di paparan Bali mulai dari
Candikusuma,
Pengambengan,
Prancak,
Candi
1
(Pura), Tanjung Atab, Candi 2 (Pura) sampai daerah
bukit (Tanjung Mebulu); bagian utara di Tanjung Pasir,
Celukan Bawang dan Tanjung Bungkulan (Paparan
Bali Utara) dengan alat tangkap pukat cincin.
d. Samudera
- 36 d. Samudera Hindia (Selatan Jawa Timur), meliputi:
1. Daerah penangkapan di perairan selatan Jawa Timur
di bagian timur (Banyuwangi) berada di wilayah
perairan 4 mil dan teluk yang terlindung di sekitar
Pulau Nusa Barong dengan alat tangkap jaring dasar
(trammel net), jaring insang (gill net), jaring barong,
pancing, dan payang;
2. Daerah penangkapan di bagian tengah (Malang) di
pesisir pantai Pulau Sempu; wilayah pancing tonda di
luar wilayah perairan 12 mil dengan alat tangkap
jarring insang (gill net); dan
3. Daerah penangkapan di bagian barat (Trenggalek) di
perairan teluk (Teluk Prigi dan Sumbreng), perairan di
antara gugus pulau-pulau kecil, perairan di luar gugus
pulau-pulau kecil dan di luar wilayah 12 mil dengan
alat tangkap pukat cincin, pancing dan jaring insang
(gill net).
(4) Arahan pengelolaan perikanan tangkap, meliputi:
a. mempertahankan,
merehabilitasi
dan
merevitalisasi
tanaman bakau/mangrove dan terumbu karang;
b. pengembangan perikanan tangkap ke perairan yang
potensial seperti ke Samudera Hindia;
c. penjagaan kelestarian sumber daya hayati perairan pantai
terhadap pencemaran limbah industri;
d. pengendalian pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir
melalui penetapan rencana pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;
e. peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan
prasarana perikanan; dan
f. peningkatan
nilai
ekonomi
perikanan
dengan
meningkatkan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
(sistem bisnis perikanan).
Pasal 45
(1) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf c direncanakan dan dilengkapi sarana dan prasarana
permukiman sesuai hierarki dan tingkat pelayanan masingmasing, membentuk cluster-cluster permukiman untuk
menghindari penumpukan dan penyatuan antar zona
permukiman, pengembangan permukiman perkotaan kecil
melalui pembentukan pusat pelayanan Kecamatan.
(2) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
a. permukiman perdesaan; dan
b. permukiman
- 37 b. permukiman perkotaan.
(3) Zona permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a direncanakan tersebar di seluruh zona
perdesaan.
(4) Arahan pengelolaan zona permukiman perdesaan meliputi:
a. pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang sudah
ada;
b. pengembangan permukiman perdesaan sedapat mungkin
menghindari terjadinya alih fungsi lahan produktif; dan
c. Penanganan zona permukiman kumuh di perdesaan
melalui perbaikan rumah tidak layak huni.
(5) Zona permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b direncanakan tersebar di seluruh zona
perkotaan.
(6) Arahan pengelolaan zona permukiman perkotaan meliputi:
a. pengaturan perkembangan pembangunan permukiman
perkotaan baru;
b. pengembangan
permukiman
memperhitungkan
daya
perkotaan
tampung
dengan
perkembangan
penduduk, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan; dan
c. penanganan zona permukiman kumuh perkotaan dapat
dilakukan melalui pembangunan rumah susun.
(7) Rencana
pengembangan
zona
permukiman
yang
terkait
dengan pengembangan industri, pertambangan, pelabuhan,
perdagangan, pariwisata, sekitar gerbang jalan tol, dan zona
rawan bencana diatur lebih lanjut dalam rencana tata ruang
yang lebih rinci.
Pasal 46
(1) Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf
d
direncanakan untuk
pengembangan industri maritim,
industri kimia, industri agro dan industri pengolahan hasil
perikanan.
(2) industri
maritim
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
merupakan industri yang bergerak pada sektor transportasi
laut meliputi pembuatan, pemeliharaan, perbaikan, dan
perawatan serta pengembangan teknologi dan rekayasa yang
direncanakan untuk dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Gresik;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kota Surabaya;
e. Kabupaten
- 38 e. Kabupaten Tuban;
f. Kabupaten Banyuwangi; dan
g. Kabupaten Probolinggo.
(3) Industri kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan industri yang mengolah bahan baku menjadi
produk kimia meliputi kimia hulu maupun kimia hilir yang
direncanakan untuk dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Gresik;
b. Kabupaten Pasuruan;
c. Kabupaten Probolinggo;
d. Kabupaten Sidoarjo; dan
e. Kabupaten Tuban.
(4) Industri Agro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Industri yang mengolah bahan baku pertanian
dan kehutanan meliputi industri makanan, minuman,
tembakau, hasil hutan dan perkebunan yang direncanakan
untuk dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Sidoarjo;
b. Kabupaten Gresik;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kabupaten Tuban;
e. Kabupaten Situbondo;
f. Kabupaten Banyuwangi;
g. Kabupaten Pasuruan;
h. Kabupaten Probolinggo;
i. Kabupaten Sidoarjo;
j. Kota Pasuruan;
k. Kota Surabaya;
l. Kota Probolinggo;
m. Kabupaten Malang; dan
n. Kabupaten Pacitan.
(5) Zona Industri pengolahan hasil perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan industri
pengolahan hasil perikanan tangkap dan budidaya di:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Pasuruan;
c. Kabupaten Sidoarjo;
d. Kota Surabaya;
e. Kabupaten Gresik;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kota Probolinggo;
h. Kabupaten Malang; dan
i. Kabupaten Pacitan.
(6) Arahan
- 39 (6) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan industri meliputi:
a. pengembangan
zona
industri
dilakukan
dengan
mempertimbangkan aspek ekologis;
b. pengembangan zona industri harus didukung oleh adanya
jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan;
c. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang
jalan arteri atau kolektor harus dilengkapi dengan jalan
pengantar (frontage road) untuk kelancaran aksesibilitas;
d. pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh
sarana dan prasarana industri pengelolaan kegiatan
industri yang dilakukan dengan mempertimbangkan
keterkaitan proses produksi mulai dari industri
dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang
dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya
produksi, biaya keseimbangan lingkungan dan biaya
aktivitas sosial;
e. setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya
pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana
industri; dan
f. relokasi industri yang terkena dampak bencana lumpur
Sidoarjo dan infrastruktur yang dibutuhkannya ke arah
barat menjauhi semburan lumpur, khususnya di sebelah
utara Sungai Porong yang merupakan batas Kabupaten
Sidoarjo dan Pasuruan.
Pasal 47
(1) Zona pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 huruf e merupakan zona yang dialokasikan untuk
pelabuhan perikanan dan fasilitas pendukungnya termasuk
kawasan luar perairan dan alur pelayaran.
(2) Zona pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan zona yang terdiri atas daratan dan
perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis
perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan
bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang perikanan.
(3) Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Pelabuhan Perikanan Nusantara;
b. Pelabuhan Perikanan Pantai; dan
c. Pangkalan Pendaratan Ikan.
(4) Pelabuhan
- 40 (4) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a meliputi PPN Brondong Kabupaten
Lamongan dan PPN Prigi Kabupaten Trenggalek.
(5) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b meliputi:
a. PPP Pondokdadap Kabupaten Malang;
b. PPP Muncar Kabupaten Banyuwangi;
c. PPP Bawean Kabupaten Gresik;
d. PPP Mayangan Kota Probolinggo;
e. PPP Tamperan Kabupaten Pacitan;
f.
PPP Puger Kabupaten Jember;
g. PPP Lekok Kabupaten Pasuruan; dan
h. PPP Paiton Kabupaten Probolinggo.
(6) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c meliputi:
a. PPI Pancer Kabupaten Banyuwangi;
b. PPI Pasongsongan Kabupaten Sumenep; dan
c. PPI Bulu Kabupaten Tuban.
Pasal 48
(1) Zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf f merupakan zona yang diprioritaskan untuk lahan
pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan.
(2) Lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan
hortikultura.
Pasal 49
(1) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (2) merupakan sawah beririgasi teknis dan sederhana
yang tersebar di masing-masing wilayah sungai.
(2) Pengembangan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikembangkan sesuai dengan kondisi irigasi di
masing-masing wilayah kabupaten/kota, meliputi wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f.
Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten
- 41 h. Kabupaten Pacitan;
i.
Kabupaten Pamekasan;
j.
Kabupaten Pasuruan;
k. Kabupaten Probolinggo;
l.
Kabupaten Sampang;
m. Kabupaten Sidoarjo;
n. Kabupaten Sumenep;
o. Kabupaten Trenggalek;
p. Kabupaten Tuban; dan
q. Kabupaten Tulungagung.
(3) Pertanian lahan basah ditetapkan sebagai lahan pertanian
pangan berkelanjutan, berlokasi di seluruh kabupaten/kota di
Jawa
Timur
yang
kecenderungan
dilakukan
tingkat
dengan
konsumsi
memperhatikan
penduduk
terhadap
komoditas padi, tingkat produksi padi, serta kecukupan
kebutuhan pangan dengan membandingkan tingkat produksi
dan konsumsi.
Pasal 50
(1) Pertanian
Pasal
48
lahan
ayat
kering
(2)
sebagaimana
tersebar
di
dimaksud
wilayah
yang
dalam
memiliki
keterbatasan sumber daya air seperti Pulau Madura dan
kawasan pesisir utara Jawa Timur.
(2) Lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk
pertanian
tanaman
setahun,
tanaman
tahunan,
tanaman pangan, dan tanaman industri.
(3) Selain peruntukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sub
zona
pertanian
lahan
kering
juga
digunakan
untuk
pengembangan hutan rakyat dan tanaman perkebunan.
(4) Rencana pengembangan pertanian lahan kering dilaksanakan
di daerah-daerah yang belum terlayani oleh jaringan irigasi.
Pasal 51
(1) Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang
ada
pada
daerah
masing-masing
berdasarkan
prospek
ekonomi yang dimiliki, meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten
- 42 e. Kabupaten Jember;
f.
Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Malang;
i.
Kabupaten Pacitan;
j.
Kabupaten Pamekasan;
k. Kabupaten Pasuruan;
l.
Kabupaten Probolinggo;
m. Kabupaten Sampang;
n. Kabupaten Sidoarjo;
o. Kabupaten Situbondo;
p. Kabupaten Sumenep;
q. Kabupaten Trenggalek;
r.
Kabupaten Tuban;
s. Kabupaten Tulungagung; dan
t.
Kota Probolinggo.
(2) Pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan peran serta,
efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan.
(3) Pengembangan
tanaman
perkebunan
dibagi
menjadi
perkebunan tanaman semusim dan perkebunan tanaman
tahunan.
(4) Arahan pengelolaan kawasan perkebunan meliputi:
a. penyediaan lahan perkebunan abadi yang dipertahankan
sesuai
dengan
potensi
kearifan
lokal,
serta
meminimumkan luas lahan tidur dan terlantar dengan
memperhatikan kaidah – kaidah lingkungan hidup;
b. peningkatan produktivitas, nilai tambah dan daya saing
produk perkebunan;
c. pengembangan wilayah Madura, Pantura, wilayah tengah
dan wilayah selatan sesuai dengan potensinya; dan
d. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah
kelembagaan ekonomi/koperasi melalui upaya penguatan
modal, kewirausahaan, membuka akses pasar, kemitraan,
serta pemberdayaan asosiasi petani.
Pasal 52
(1) Pengembangan zona peternakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1) meliputi pengembangan kawasan:
a. sentra peternakan ternak besar;
b. sentra peternakan ternak kecil; dan
c. sentra peternakan unggas.
(2) Pengembangan
- 43 (2) Pengembangan sentra peternakan ternak besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembangan kawasan
sentra ternak besar dan pengembangan pusat pembibitan
ternak desa.
(3) Pengembangan sentra ternak besar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), meliputi wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten Lamongan;
f. Kabupaten Lumajang;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten Pamekasan;
i. Kabupaten Pasuruan;
j. Kabupaten Probolinggo;
k. Kabupaten Sampang;
l. Kabupaten Situbondo;
m. Kabupaten Sumenep;
n. Kabupaten Trenggalek;
o. Kabupaten Tuban; dan
p. Kabupaten Tulungagung.
(4) Pengembangan pusat pembibitan ternak desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meliputi wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Sampang;
c. Kabupaten Pamekasan; dan
d. Kabupaten Sumenep.
(5) Kawasan sentra peternakan ternak kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan di seluruh
kabupaten di Jawa Timur.
(6) Kawasan sentra peternakan unggas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Blitar;
b. Kabupaten Pasuruan;
c. Kabupaten Sidoarjo; dan
d. Kabupaten Tulungagung.
(7) Pengembangan
zona
peternakan
yang
memerlukan
persyaratan khusus diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota
di masing-masing kabupaten/kota.
(8) Arahan pengelolaan zona peternakan meliputi:
a. pengembangan zona peternakan yang mempunyai
keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak;
b. pertahanan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah;
c. pengembangan zona peternakan diarahkan kepada
pengembangan komoditas ternak unggulan yang dimiliki
oleh daerah yaitu komoditi ternak yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif;
d. pemisahan
- 44 d. pemisahan zona budidaya ternak yang berpotensi
menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau
sebaliknya pada permukiman padat penduduk, sesuai
standar teknis kawasan usaha peternakan, dengan
memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi
daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit
hewan menular; dan
e. peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan
mengolah hasil ternak.
Pasal 53
(1) Zona hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf g
keberadaannya untuk menjaga keseimbangan iklim mikro,
direncanakan di seluruh Kabupaten di Jawa Timur.
(2) Hutan produksi berfungsi untuk menyediakan komoditas
hasil hutan keperluan industri, sekaligus melindungi zona
hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan
konservasi dari kerusakan akibat pengambilan hasil hutan
yang tidak terkendali.
(3) Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang secara
ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan
tanaman.
(4) Rencana zona hutan yang secara ruang digunakan untuk budi
daya hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berada di
wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f.
Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten Pacitan;
i.
Kabupaten Pamekasan;
j.
Kabupaten Pasuruan;
k. Kabupaten Probolinggo;
l.
Kabupaten Sampang;
m. Kabupaten Situbondo;
n. Kabupaten Sumenep;
o. Kabupaten Trenggalek;
p. Kabupaten Tuban; dan
q. Kabupaten Tulungagung.
(4) Arahan
- 45 (4) Arahan pengelolaan zona hutan produksi, meliputi:
a. pengusahaan hutan produksi di Provinsi Jawa Timur
dilakukan oleh Perum Perhutani dengan menerapkan
sistem
silvikultur
Tebang
Habis
Permudaan
Buatan
(THPB);
b. pelaksanaan reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas
tebangan dan tidak dapat dialih fungsikan ke budidaya
non kehutanan;
c. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan
hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya;
d. pengembalian pada fungsi hutan semula dengan reboisasi
bila pada kawasan ini terdapat perambahan atau bibrikan;
e. percepatan
reboisasi
dan
pengkayaan
tanaman
(enrichment planting) pada kawasan hutan produksi yang
mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah;
f.
pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan
produksi yang berbatasan dengan hutan lindung;
g. pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui
reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis; dan
h. penerapan arahan di setiap wilayah kabupaten/kota
mewujudkan hutan kota.
Pasal 54
Zona pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf h, meliputi:
a. sub zona pertambangan mineral; dan
b. sub zona pertambangan minyak dan gas bumi.
Pasal 55
(1) Sub zona pertambangan mineral sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
54
huruf
a
dibagi
menjadi
kawasan
pertambangan:
a. mineral logam;
b. mineral non logam;
c. batuan; dan
d. batu bara.
(2) Pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdapat di wilayah:
a. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Pesanggrahan;
b. Kabupaten Blitar di Kecamatan Bakung;
c. Kabupaten
- 46 c. Kabupaten Jember di Kecamatan Tempurejo, Kencong,
Gumukmas, dan Puger;
d. Kabupaten Lumajang di Kecamatan Pasirian, Tempeh,
Tempursari, dan Yosowilangun;
e. Kabupaten
Malang
di
Kecamatan
Sumbermanjing,
Gedangan, dan Donomulyo;
f.
Kabupaten Pacitan di Kecamatan Tulakan;
g. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Munjungan, Panggul,
Watulimo; dan
h. Kabupaten
Tulungagung
di
Kecamatan
Kalidawir,
Tanggunggunung, Pucanglaban, dan Besuki.
(3) Pertambangan mineral non logam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b direncanakan di wilayah:
a. Kabupaten
Bangkalan
di
Kecamatan
Modung,
Tanjungbumi, Labang, dan Kamal;
b. Kabupaten Blitar di Kecamatan Wonotirto, Wates, dan
Panggungrejo;
c. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujungpangkah, Tambak,
dan Sangkapura;
d. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong;
e. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Pringkuku. Tulakan,
dan Sudimoro;
f. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Waru;
g. Kabupaten Sampang di Kecamatan Sampang, Ketapang,
Sukobanah, dan Camplong;
h. Kabupaten
Tuban
di
Kecamatan
Bancar,
Jenu,
Tambakboyo; dan
i. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Pucanglaban dan
Kalidawir.
(4) Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c tersebar di wilayah:
a. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan
Rogojampi,
Banyuwangi, Tegaldlimo, Kalipuro, Purwoharjo, Kabat,
Wongsorejo, Muncar, dan Pesanggrahan;
b. Kabupaten Jember di Kecamatan Puger, Wuluhan,
Ambulu, dan Gumuk Mas;
c. Kabupaten Lumajang di Kecamatan Pasirian, Candipuro,
dan Tempeh;
d. Kabupaten
Malang
di
Kecamatan
Donomulyo,
Ampelgading, Sumbermanjing, Bantur, Gedangan, dan
Tirtoyudo;
e. Kabupaten Blitar di Kecamatan Wonotirto, Wates, dan
Panggungrejo;
f. Kabupaten
- 47 f.
Kabupaten
Kalidawir;
Tulungagung
di
Kecamatan
Besuki,
dan
g. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Panggul, Watulimo,
dan Munjungan;
h. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Pacitan, Sudimoro,
Pringkuku, Ngadirejo, Tulakan, dan Kebonagung;
i. Kabupaten Tuban di Kecamatan Jenu, Palang,
dan
Tambakboyo;
j. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong dan
Paciran;
k. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujungpangkah, Sedayu,
Bungah, Tambak, Sangkapura, dan Panceng;
l. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Nguling dan Bangil;
m. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Pajarakan, Tongas,
Paiton, Kotaanyar, Kraksaan, dan Sumberasih;
n. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Arjasa, Jangkar,
Situbondo, Asembagus, Banyuputih, Kendit, Subah, dan
Besuki;
o. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan
Sepuluh, dan Klampis;
p. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan
Tanjungbumi,
Batumarmar,
Tlanakan, dan Pademawu; dan
q. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Batuputih, Bluto,
Pasongsongan, Batang-Batang, dan Ambunten.
(5) Pertambangan batu bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d direncanakan di wilayah:
a. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Besuki; dan
b. Kabupaten
Trenggalek
di
Kecamatan
Panggul
dan
Watulimo.
Pasal 56
(1) Pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf b, direncanakan dikembangkan di
wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Lamongan;
e. Kabupaten Malang;
f.
Kabupaten Pacitan;
g. Kabupaten Pamekasan;
h. Kabupaten Pasuruan;
i. Kabupaten
- 48 i.
Kabupaten Probolinggo;
j.
Kabupaten Sampang;
k. Kabupaten Sidoarjo;
l.
Kabupaten Situbondo;
m. Kabupaten Sumenep;
n. Kabupaten Trenggalek;
o. Kabupaten Tuban; dan
p. Kabupaten Tulungagung.
(2) Arahan pengelolaan zona pertambangan minyak dan gas
bumi, meliputi:
a. pengembangan zona pertambangan dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi
dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian
lingkungan;
b. pengelolaan kawasan bekas penambangan yang telah
digunakan
harus
direhabilitasi
dengan
melakukan
penimbunan tanah subur sehingga menjadi lahan yang
dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun
kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan hidup; dan
c. setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan
dan mengamankan lapisan tanah atas (top soil) untuk
keperluan
rehabilitasi/reklamasi
lahan
bekas
penambangan.
Pasal 57
(1) Zona tambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf i merupakan kawasan penghasil garam meliputi:
a. Kabupaten Sumenep;
b. Kabupaten Pamekasan;
c. Kabupaten Sampang;
d. Kabupaten Bangkalan;
e. Kabupaten Gresik;
f.
Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Tuban;
h. Kabupaten Probolinggo;
i.
Kabupaten Pasuruan;
j.
Kota Pasuruan; dan
k. Kota Surabaya.
(2) Rencana
- 49 (2) Rencana Pengembangan Tambak Garam meliputi wilayah:
a. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Kalianget, Dungkek,
Gapura, Saronggi, Praga`an, Giligenting, Ra`as, Talango,
dan Sapeken;
b. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Galis, Pademawu,
dan Tlanakan;
c. Kabupaten Sampang di Kecamatan Sampang, Torjun,
Camplong, Pangarengan, Jrengik, Sreseh, dan Banyuates;
d. Kabupaten
Bangkalan
di
Kecamatan
Sepulu,
Tanjungbumi, Klampis, dan Kwanyar;
e. Kabupaten Gresik di Kecamatan Panceng, Kebomas, dan
Manyar;
f.
Kabupaten
Lamongan
di
Kecamatan
Brondong
dan
Paciran;
g. Kabupaten Tuban di Kecamatan Tambakboyo, dan Palang;
h. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Bangil dan Kraton;
i.
Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Gending, Pajarakan,
Kraksaan dan Paiton;
j.
Kota Pasuruan di Kecamatan Gadingrejo, Purworejo dan
Bugulkidul; dan
k. Kota Surabaya di Kecamatan Benowo, Asemrowo, Pakal
dan Tandes.
(3) Pengembangan kawasan garam terdiri dari:
a. kawasan strategis, berada di kawasan Pulau Madura yaitu
Pamekasan, Sampang, Sumenep; dan
b. Kawasan
pengembang,
Lamongan,
dan
berada
Tuban,
Kota
di
Kabupaten
Surabaya,
Gresik,
Kabupaten
Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo dan
Kabupaten Bangkalan.
(4) Arahan pengembangan kawasan garam untuk mencukupi
kebutuhan
masyarakat
dan
industri
sehingga
layak
diposisikan sebagai komoditi strategis.
Pasal 58
(1) Zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf j, merupakan zona pesisir untuk kegiatan rekreasi,
olahraga air, dan pengembangan kawasan komersial.
(2) Zona
Pariwisata
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dikelompokkan menjadi zona wisata alam, wisata budaya,
wisata hasil buatan manusia.
(3) Rencana
- 50 (3) Rencana pengembangan zona pariwisata terdiri atas:
a. Jalur pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan
wisata di Kabupaten Tuban dan Kota Surabaya, meliputi:
1. Gua Akbar dan Makam Sunan Bonang di Kabupaten
Tuban;
2. Makam Sunan Drajat, Wisata Bahari Lamongan (WBL),
Pantai Tanjung Kodok, dan Gua Maharani di
Kabupaten Lamongan;
3. Makam Aer Mata Ebu, Pantai Rongkang, dan Kawasan
Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten
Bangkalan;
4. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
5. Pantai Slopeng dan Pantai Lombang di Kabupaten
Sumenep; dan
6. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kota
Surabaya.
b. Jalur pengembangan koridor B dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Pacitan, meliputi:
1. Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
2. Pantai Prigi dan Pantai Karanggongso di Kabupaten
Trenggalek; dan
3. Pantai Balekambang dan Pantai Ngliyep di Kabupaten
Malang.
c. Jalur pengembangan koridor C dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, dan Kota
Probolinggo, meliputi:
1. Pantai Plengkung, Pantai Grajagan, dan Pantai
Sukamade di Kabupaten Banyuwangi;
2. Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;
3. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
4. Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo; dan
5. Pantai Watu Godeg di Kabupaten Lumajang.
Pasal 59
(1) Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf k
merupakan pengembangan kegiatan di wilayah pesisir dan
laut yang dilakukan dengan menambah daratan baru.
(2) Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan dengan cara:
a. menyambung dengan daratan, dapat dilakukan pada
kawasan yang merupakan bukan kawasan penanganan
khusus atau kawasan lindung.
b. terpisah
- 51 b. terpisah dengan Daratan, dilakukan pada kawasan yang
merupakan kawasan khusus atau kawasan lindung,
seperti:
1. kawasan permukiman nelayan;
2. kawasan hutan mangrove;
3. kawasan hutan pantai;
4. kawasan perikanan tangkap;
5. kawasan terumbu karang, padang lamun, dan/atau
biota laut yang dilindungi;
6. kawasan larangan/rawan bencana;
7. kawasan taman laut; dan
8. kawasan lain yang berfungsi lindung.
c. gabungan antara cara terpisah dan menyambung dengan
daratan, pelaksanaannya disesuaikan dengan kriteria
peruntukan kawasan daratannya.
(3) Pengembangan kegiatan di wilayah pesisir dan laut yang
dilakukan
melalui
reklamasi
harus
didasarkan
pada
ketentuan:
a. merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budidaya
yang telah ada di sisi daratan dan/atau bagian wilayah
dari kawasan perkotaan yang cukup padat sehingga
membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk
mengakomodasikan
kebutuhan
yang
diusulkan
oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur untuk
wilayah laut 0 – 12 mil dari garis pantai dan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk reklamasi pada wilayah
perkotaan;
b. berada di luar kawasan yang berfungsi lindung dan/atau
konservasi, kecuali untuk kepentingan mitigasi bencana;
c. memiliki keuntungan ekonomi, sosial, lingkungan yang
lebih besar apabila dibandingkan sebelum dilakukan
reklamasi; dan
d. kawasan
pesisir
yang
sudah
tidak
produktif,
yang
mengalami penurunan kualitas lingkungan.
(4) Persyaratan
dalam
melakukan
pengembangan
kegiatan
dengan reklamasi mengikuti peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Paragraf 2
- 52 Paragraf 2
Rencana Kawasan Konservasi
Pasal 60
Kawasan konservasi terdiri atas:
a. Konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. Konservasi perairan;
c. Sempadan pantai; dan
d. Mitigasi bencana.
Pasal 61
Konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf a, meliputi:
a. hutan lindung;
b. cagar alam darat;
c. taman nasional darat;
d. suaka pesisir mangrove; dan
e. suaka pulau kecil;
Pasal 62
(1) Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf
a,
merupakan
kawasan
dengan
fungsi
utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f.
Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten Pacitan;
i.
Kabupaten Pamekasan;
j.
Kabupaten Pasuruan;
k. Kabupaten Probolinggo;
l.
Kabupaten Sampang;
m. Kabupaten
- 53 m. Kabupaten Situbondo;
n. Kabupaten Sumenep;
o. Kabupaten Trenggalek;
p. Kabupaten Tuban; dan
q. Kabupaten Tulungagung.
(2) Arahan pengelolaan untuk hutan lindung meliputi:
a. pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan
konservasi dan hutan lindung;
b. penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan
hasil alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung;
c. pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
d. pengembangan
kerjasama
antar
wilayah
dalam
pengelolaan kawasan lindung;
e. percepatan rehabilitasi hutan dan lahan milik masyarakat;
f. pembukaan jalur wisata jelajah/pendakian untuk
menanamkan rasa memiliki terhadap alam; dan
g. pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan
penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam.
Pasal 63
Cagar alam darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b
meliputi:
a. Cagar Alam Pulau Bawean; pada kawasan hutan di
Kecamatan Tambak dan Sangkapura Kabupaten Gresik; dan
b. Cagar Alam Pulau Sempu di perairan Samudera Indonesia di
Desa Tambakrejo dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan
Kabupaten Malang, terdiri dari:
1. ekosistem hutan mangrove;
2. ekosistem hutan pantai;
3. ekosistem danau daratan; dan
4. ekosistem hutan tropis dataran rendah.
Pasal 64
(1) Taman Nasional darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf c, merupakan kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
(2) Taman Nasional darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan/
satwa, dan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
(3) Taman
- 54 (3) Taman Nasional darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi:
a. Taman Nasional Baluran terletak di Kecamatan
Banyuputih Situbondo dan Kecamatan Wongsorejo
Banyuwangi; dan
b. Taman Nasional Alas Purwo di ujung Banyuwangi Selatan
tepatnya di Kecamatan Tegal Dlimo, merupakan kawasan
perlindungan mutlak dan tidak dapat dialih fungsikan.
(4) Arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional darat, meliputi:
a. arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional Baluran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, antara lain
perlindungan wilayah Pantai Bama dengan pengelolaan
hutan bakau yang terkendali untuk melindungi hamparan
karang;
b. arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, antara lain
di
kawasan
pesisir
Sukamade
dikembangkan
pembudidayaan
penanaman
hutan
bakau
untuk
melindungi habitat satwa bawah laut; dan
c arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, antara lain
mengembangkan sarana prasarana wisata bahari di
sekitar Pantai Plengkung, serta memelihara dan terus
membudidayakan tanaman bakau terutama di Kawasan
Segoro Anak.
Pasal 65
(1) Suaka Pesisir Mangrove sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 huruf d merupakan pantai berhutan bakau, yang
berfungsi untuk:
a. melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota laut;
b. melindungi pantai dari sedimentasi, abrasi dan proses
akresi (pertambahan pantai); dan
c. mencegah terjadinya pencemaran pantai.
(2) Rencana pengembangan Suaka Pesisir Mangrove di sepanjang
pantai Utara dan Timur Jawa Timur meliputi:
a. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong dan
Paciran;
b. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujung Pangkah, Sedayu,
dan Bungah;
c. Kota Surabaya di Kecamatan Benowo, Asemrowo,
Krembangan,
Pabean
Cantikan,
Kenjeran,
Bulak,
Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, dan Gunung Anyar;
d. Kabupaten
- 55 d. Kabupaten Sidoarjo di Kecamatan Sedati, Buduran,
Sidoarjo, dan Jabon;
e. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Kraton, Rejoso, dan
Lekok;
f. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Tongas, Sumberasih,
Dringu, Gending, Pajarakan, dan Kraksaan;
g. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Banyuglugur, Suboh,
Panarukan, Mangaran, Arjasa, dan Banyuputih;
h. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Wongsorejo,
Ronggojampi, Muncar, Tegaldlimo, dan Purwoharjo;
i. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Modung, Kwanyar,
Socah, Bangkalan, Arosbaya, Klampis, dan Tanjung Bumi;
j. Kabupaten Sampang di Kecamatan Torjun, Sampang, dan
Camplong;
k. Kabupaten
Pamekasan
di
Kecamatan
Tlanakan,
Pademawu, Galis, dan Larangan;
l. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Pragaan, Kalianget,
Gapura, dan Raas;
m. Kota Pasuruan di Kecamatan Purworejo; dan
n. Kota
Probolinggo
di
Kecamatan
Mayangan
dan
Kademangan.
(3) Arahan pengelolaan Suaka Pesisir Mangrove meliputi:
a. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau dilakukan
melalui penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai,
pengembangan kegiatan budidaya terbatas di kawasan
pantai berhutan bakau;
b. pelaksanaan kegiatan budidaya yang dikembangkan harus
disesuaikan dengan karakteristik setempat dan tetap
mendukung fungsi lindungnya;
c. rekayasa teknis dalam pengembangan kawasan pantai
berhutan bakau untuk tetap menjaga fungsi lindungnya;.
d. pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus
disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
e. pemanfaatan untuk kegiatan budidaya terhadap luas
hutan bakau maksimum 30 % (tiga puluh persen).
Pasal 66
Suaka Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf e, meliputi:
a. Konservasi Pulau Nusa Barong;
b. Konservasi kawasan tanah timbul (tanah oloran) di muara
sungai Lamong perbatasan antara Kota Surabaya dengan
Kabupaten Gresik;
c. Konservasi
- 56 c. Konservasi pulau-pulau kecil, meliputi pulau-pulau kecil di
wilayah:
1. Kabupaten Sumenep;
2. Kabupaten Probolinggo;
3. Kabupaten Banyuwangi;
4. Kabupaten Jember;
5. Kabupaten Malang; dan
6. Kabupaten Trenggalek.
Pasal 67
Rencana Pengembangan Konservasi Pulau-Pulau Kecil di Jawa
Timur, meliputi:
a. Pulau Galang, Nusa, Gili, Menuri, dan Noko Kabupaten
Gresik;
b. Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo;
c. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Tegaldlimo, Wongsorejo, dan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi;
d. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Gumukmas, Ambulu, dan
Tempurejo Kabupaten Jember;
e. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Sumbermanjing Wetan
Kabupaten Malang;
f. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Wates dan Panggungrejo
Kabupaten Blitar;
g. Pulau-Pulau Kecil Di Kecamatan Besuki Kabupaten
Tulungagung;
h. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Watulimo, Munjungan, dan
Panggul Kabupaten Trenggalek;
i. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Kebonagung dan Pringkuku
Kabupaten Pacitan;
j. Pulau Kambing Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang;
dan
k. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Giligenting, Talango,
Dungkek, Nonggunong, Kangean, Sapeken dan Raas
Kabupaten Sumenep.
Pasal 68
(1) Konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
huruf b, meliputi:
a. Perairan di sekitar Pulau Sepanjang Kabupaten Sumenep;
b. Perairan Selat Bali;
c. Perairan Pasir Putih Prigi Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek;
d. Perairan sekitar Pulau Bawean Kabupaten Gresik;
e. Perairan
- 57 -
e. Perairan sekitar Pulau Gili Ketapang Kabupaten
Probolinggo;
f. Perairan Binor Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo;
g. Perairan Bangsring Kecamatan Wongsorejo (Kabupaten
Banyuwangi) dan Perairan sekitar Tanjung Sembulungan
Selat Bali;
h. Perairan Sekitar Pulau Nusa Barong Kabupaten Jember;
i. Perairan Pantai Pasir Putih Desa Tasikmadu Dusun
Karanggongso
Kecamatan
Watulimo
Kabupaten
Trenggalek;
j. Perairan sekitar Pulau Gili Mandangin Kabupaten
Sampang di perairan Selat Madura; dan
k. Perairan sekitar Pasir Putih Situbondo.
(2) Rencana Pengembangan Konservasi Perairan, meliputi:
a. Perairan Pulau Bawean, perairan Kecamatan Tambak,
perairan Kecamatan Sangkapura di Kabupaten Gresik;
b. Perairan Pulau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih dan
Perairan Binor Kecamatan Paiton di Kabupaten
Probolinggo;
c. Kecamatan Tegaldlimo dan Wongsorejo di Kabupaten
Banyuwangi;
d. Perairan Pulau Nusa Barong di Kabupaten Jember;
e. Perairan Kecamatan Watulimo di Kabupaten Trenggalek;
f. Perairan Pulau Mandangin atau Pulau Kambing
Kecamatan Sampang di Kabupaten Sampang;
g. Perairan kepulauan Kangean di Kabupaten Sumenep; dan
h. Perairan Pasir Putih di Kecamatan Besuki Kabupaten
Situbondo.
Pasal 69
(1) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
huruf c, meliputi:
a. wilayah pesisir kepulauan;
b. sempadan pantai utara Jawa Timur;
c. sempadan pantai timur Jawa Timur; dan
d. sempadan pantai selatan Jawa Timur.
(2) Wilayah pantai selatan merupakan daerah rawan tsunami,
penetapan sempadan pantai masuk katagori Daerah Bahaya I
yakni sejauh 3.500 (tiga ribu lima ratus) meter dari garis
pasang tertinggi ke arah darat, terdiri ataszona mangrove,
perikanan darat/tambak, dan perkebunan, permukiman tidak
diijinkan berada di zona ini.
(3) Sempadan
- 58 (3) Sempadan pantai untuk wilayah pulau-pulau kecil ditetapkan
130 (seratus tiga puluh) dikalikan perbedaan pasang tertinggi
dan surut terendah berdasarkan pertimbangan perlindungan
ekosistem pesisir, pengatur iklim global, siklus hidrologi dan
bioekokimia, penyerap limbah, serta sumber plasma
nutfah
dan sistem penunjang kehidupan di daratan.
(4) Kawasan sempadan pantai daerah kabupatan/kota meliputi:
a. Kabupaten Tuban;
b. Kabupaten Lamongan;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kota Surabaya;
e. Kabupaten Sidoarjo;
f.
Kabupaten Pasuruan;
g. Kota Pasuruan;
h. Kota Probolinggo;
i.
Kabupaten Probolinggo;
j.
Kabupaten Situbondo;
k. Kabupaten Banyuwangi;
l.
Kabupaten Jember;
m. Kabupaten Lumajang;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Blitar;
p. Kabupaten Tulungagung;
q. Kabupaten Trenggalek;
r.
Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Bangkalan;
t.
Kabupaten Sampang;
u. Kabupaten Pamekasan; dan
v. Kabupaten Sumenep.
(5) Arahan pengelolaan zona sempadan pantai dilakukan dengan:
a. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 (seratus)
meter dari pasang tertinggi dan dilarang mengadakan alih
fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
pantai;
b. perlindungan sempadan pantai dan sebagian kawasan
pantai yang merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau,
terumbu karang, padang lamun, dan estuaria dari
kerusakan;
c. pengaturan re-orientasi pembangunan di kawasan
permukiman baik di kawasan perdesaan dan perkotaan
dengan menjadikan pantai dan laut sebagai bagian dari
latar depan;
d. penanaman
- 59 d. penanaman bakau di kawasan yang potensial untuk
menambah luasan area bakau;
e. pemanfaatan kawasan sepanjang pantai di dalam kawasan
konservasi disesuaikan dengan rencana tata ruang
kawasan pesisir;
f. penyediaan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan
terjadinya bencana;
g. pemantapan fungsi lindung di daratan untuk menunjang
kelestarian kawasan konservasi pantai;
h. pengarahan lokasi bangunan di luar sempadan pantai,
kecuali bangunan yang harus ada di sempadan pantai;
i. penetapan zona konservasi sepanjang pantai yang
memiliki nilai ekologis sebagai daya tarik wisata dan
penelitian.
Pasal 70
(1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
huruf d adalah mitigasi bencana tsunami, banjir rob, abrasi
dan sedimentasi.
(2) Bentuk mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
mitigasi struktural dan mitigasi non struktural di zona rawan
bencana.
Pasal 71
Zona rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
ayat (2) terdiri atasbeberapa sub zona meliputi:
a. Sub Zona Rawan Gelombang Pasang;
b. Sub Zona Rawan Banjir;
c. Sub Zona Rawan Bencana Tsunami; dan
d. Sub zona Rawan Abrasi dan Sidementasi.
Pasal 72
(1) Sub Zona Rawan Gelombang Pasang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf a berada di kawasan sepanjang pantai
di wilayah Jawa Timur baik yang berbatasan dengan Laut
Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera Hindia maupun di
kawasan kepulauan.
(2) Pengelolaan zona rawan bencana gelombang pasang meliputi
pembangunan pemecah ombak (break water), penataan
bangunan disekitar pantai, pengembangan kawasan hutan
bakau, dan pembangunan tembok penahan ombak di
Kabupaten Tuban, Lamongan, Pasuruan, Probolinggo,
Situbondo, Banyuwangi, Jember, Trenggalek, dan Pacitan.
Pasal 73
- 60 Pasal 73
Sub Zona Rawan Bencana Banjir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 huruf b adalah:
a. Rawan Bencana Banjir dengan potensi tinggi di Kecamatan
Gresik Kabupaten Gresik;
b. Rawan Bencana Banjir dengan potensi sedang meliputi:
1. Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan;
2. Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar;
3. Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo;
4. Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan;
5. Kecamatan
Benowo,
Asemrowo,
Kenjeran,
dan
Gununganyar Kota Surabaya;
6. Kecamatan
Sumberasih
dan
Dringu
Kabupaten
Probolinggo;
7. Kecamatan
Glagah Kabupaten Banyuwangi;
8. Kecamatan Bangkalan Kabupaten Bangkalan;
9. Kecamatan Sreseh, Jrengik, dan Sampang Kabupaten
Sampang; dan
10. Kecamatan Bancar, dan Tuban di Kabupaten Tuban.
c. Rawan Bencana Banjir dengan potensi rendah berada di
Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan.
Pasal 74
(1) Sub Zona Rawan Bencana Tsunami sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf c, meliputi kawasan pesisir selatan yang
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di Kabupaten
Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung,
Trenggalek dan Pacitan.
(2) Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya bahaya tsunami
dilakukan dengan mempertahankan bentuk alami sebagai
pelindung alami, berupa hutan produksi, hutan mangrove
dengan sistem wanamina, terumbu karang buatan, serta
pembagian zona peruntukan budidaya, dilengkapi sistem
peringatan tsunami dini.
(3) Pembagian zona peruntukan budidaya pesisir di kawasan
rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Zona I, yaitu zona konservasi kawasan pesisir rawan
tsunami, berfungsi untuk:
1. kegiatan
- 61 1. kegiatan yang berhubungan langsung dengan laut atau
ekosistem pesisir dan laut, seperti hutan mangrove,
pertambakan,
prasarana
kelautan
dan
perikanan,
wisata alam bahari;
2. kegiatan
yang
tidak
menciptakan
munculnya
perkembangan penduduk secara besar-besaran, seperti
tempat
latihan
militer,
pos
keamanan,
jalan
dan
perkebunan; dan
3. kegiatan yang tidak berperan vital bagi wilayah yang
lebih luas.
b. Zona II, yaitu zona penyangga kawasan pesisir rawan
tsunami, berfungsi untuk:
1. kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan laut
tetapi
berkaitan
dengan
produksi
hasil
laut
dan
perikanan, seperti permukiman nelayan, dan industri
hasil perikanan;
2. kegiatan
yang
tidak
menciptakan
munculnya
pemusatan penduduk secara besar-besaran dalam 24
(dua puluh empat) jam, seperti perkebunan, perhotelan,
pasar ikan, dan fasilitas lingkungan; dan
3. kegiatan yang tidak berperan vital bagi wilayah yang
lebih luas
c. Zona III, yaitu zona bebas bahaya tsunami, berfungsi
untuk:
1. kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan laut,
seperti
perkotaan,
perindustrian,
pemerintahan,
perdagangan dan jasa;
2. kegiatan
yang merupakan pusat kegiatan penduduk
perkotaan, seperti
fasilitas pendidikan, perdagangan
dan jasa; dan
3. kegiatan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas,
seperti
kelistrikan,
telekomunikasi,
pemerintahan,
keuangan, logistik, dan lain-lain.
Pasal 75
Sub Zona Rawan Abrasi dan sidementasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf d di sepanjang pantai utara Jawa yang
merupakan daerah rawan abrasi dan di muara sungai sebagai
daerah rawan sidementasi.
Paragraf 3
- 62 Paragraf 3
Kawasan Strategis
Pasal 76
(1) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (1), merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung
kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap:
a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang
lainnya; dan/atau
c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(2) Kawasan strategis pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
a. KSNT; dan
b. kawasan strategis provinsi.
Pasal 77
KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Pertahanan dan Keamanan; dan
b. Kawasan strategis pulau-pulau terluar.
Pasal 78
(1) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 huruf a, memiliki spesifikasi:
a. lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan;
b. masyarakat
umum
tidak
diizinkan
memakai
atau
menempati lahan yang ada; dan
c. merupakan suatu ruang tertutup (enclave) dimana
terdapat zona penyangga antara kawasan ini dengan
kawasan budidaya di sekitarnya.
(2) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebar di wilayah perairan Laut
Jawa dan Selat Madura.
(3) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan di Perairan
Provinsi Jawa Timur, meliputi:
a. Laut Jawa berfungsi untuk Daerah Ranjau, Daerah
Larangan dan Daerah Latihan; dan
b. Selat
- 63 b. Selat Madura berfungsi untuk Daerah Ranjau, Daerah
Larangan, Daerah Latihan, dan Daerah Pembuangan
Amunisi.
Pasal 79
Kawasan strategis Pulau-Pulau Terluar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 huruf b meliputi Pulau-pulau terluar Provinsi
yang secara astronomis dan geografis terletak di Kabupaten
Trenggalek yaitu Pulau Sekel dan Panekan serta di Kabupaten
Jember yaitu Pulau Nusa Barong.
Pasal 80
Kawasan strategis Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; dan
b. Kawasan strategis dari sudut pandang daya dukung
lingkungan.
Pasal 81
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf a, meliputi:
a. kawasan minapolitan;
b. kawasan ekonomi pulau-pulau kecil;
c. kawasan ekonomi potensial;
d. kawasan pengembangan komoditi utama perikanan; dan
e. kawasan potensial lainnya.
(2) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi di Muncar;
b. Kabupaten Malang di Sendang Biru;
c. Kabupaten Pacitan di Tamperan;
d. Kabupaten Tuban di Bulu;
e. Kabupaten Trenggalek di Prigi;
f. Kabupaten Lamongan di Brondong;
g. Kabupaten Sumenep di Bluto;
h. Kabupaten Gresik di Sidayu;
i. Kabupaten Sidoarjo di candi;
j. Kota Probolinggo di Mayangan;
k. Kabupaten Malang di Pondok dadap; dan
l. Kabupaten Jember di Puger.
(3) Kawasan ekonomi pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kabupaten Sumenep di Pulau Kangean, Pulau Masalembo,
Pulau Sapudi, dan Pulau Raas;
b. Kabupaten
- 64 b. Kabupaten Gresik di Pulau Bawean;
c. Kabupaten Sampang di Pulau Gili Mandangin; dan
d. Kabupaten Probolinggo di Pulau Gili Ketapang.
(4) Kawasan ekonomi potensial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c merupakan kawasan yang kegiatannya memiliki
potensi dan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi baik skala regional Provinsi Jawa
Timur maupun skala Nasional yang berada di kawasan Teluk
Lamong.
(5) Kawasan
pengembangan
komoditi
utama
perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Malang
di Pondokdadap, Kabupaten Jember di Puger.
(6) Kawasan potensial lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi Kabupaten Gresik di Ujungpangkah,
Kabupaten Lamongan di Brondong, Kabupaten Situbondo di
Pondokmimbo, Kabupaten Tuban di Bulu dan Kabupaten
Sumenep di Pasongsongan.
Pasal 82
Kawasan strategis provinsi dari sudut pandang daya dukung
lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 huruf b,
meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi, dengan rencana strategis lindung
pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri atas:
1. Zona perlindungan hutan mangrove terletak di perairan
Wongsorejo, Teluk Pang-Pang, Grajagan, Teluk Rajegwesi,
Pesanggaran, Rawa Taruna Jajag di perbatasan
Kecamatan Tegaldlimo dengan Purwoharjo, dan Rawa Biru
Kecamatan Pesanggaran.
2. Kawasan konservasi perairan yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap keragaman biota, tipe ekosistem,
kepentingan plasma nutfah di sekitar pantai Pulau
Tabuhan dan kawasan konservasi perairan Kayu Aking di
Kabupaten Banyuwangi.
b. Kabupaten Sumenep sebagai kawasan konservasi perairan di
Kepulauan Kangean;
c. Kabupaten Gresik sebagai kawasan konservasi perairan di
Pulau Bawean;
d. Kabupaten Sampang sebagai kawasan konservasi perairan di
Pulau Gili Mandangin; dan
e. Kabupaten Probolinggo sebagai kawasan konservasi perairan
di Pulau Gili Ketapang.
Bagian
- 65 Bagian Keempat
Arahan Pemanfaatan Zona
Pasal 83
(1) Pemanfaatan zona dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan zona beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana
zonasi,
dan
dilaksanakan
dengan
menyelenggarakan
penatagunaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Pasal 84
(1) Program pemanfaatan zona sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat (1) terdiri atas:
a. Program utama;
b. Lokasi;
c. Instansi pelaksana;
d. Sumber pembiayaan: APBN, APBD Provinsi, APBD
Kota/Kabupaten, investasi swasta, dan/atau kerjasama
pendanaan; dan
e. Jangka Waktu Pelaksanaan 5 tahunan.
(2) Prioritas pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil disusun berdasarkan atas perkiraan
kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek
mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah.
(3) Indikasi pemanfaatan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi Lima Tahunan dicantumkan dalam Lampiran III
(tiga) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kelima
Pengendalian Pemanfaatan Zona
Pasal 85
Pengendalian
pemanfaatan
zona
diselenggarakan
melalui
penetapan indikasi:
a. arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Paragraf 1
- 66 Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi
Pasal 86
(1) Arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 huruf a disusun sebagai:
a. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang;
b. penyeragaman arahan peraturan zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi untuk peruntukan zonasi
yang sama; dan
c. Arahan peraturan zonasi mengatur kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang,
pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan.
(2) Arahan Peraturan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi Jawa Timur dicantumkan dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Paragraf 2
Arahan Perizinan
Pasal 87
(1) Arahan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
huruf b merupakan perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan zona yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan zona.
(2) Untuk pemanfaatan zona yang izinnya diterbitkan sebelum
penetapan rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil dan
dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan
prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
(3) Dalam
memberikan
pertimbangan
secara
substansi,
pelaksanaan perizinan ini, pemberi izin melakukan kajian dan
evaluasi teknis dan yuridis berdasarkan antara lain pada:
a. kesesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
Wilayah Provinsi;
b. kesesuaian dengan peraturan zonasi;
c. kesesuaian dengan peraturan perundangan bidang teknis
lainnya;
d. kesesuaian rencana penggunaan tanah dengan jenis hak
atas tanahnya;
e. terjaminnya hak akses publik;
f. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan/atau Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan
Hidup
bagi
kegiatan-kegiatan
yang
diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan
pesisir; dan
g. kelayakan desain dan lokasi lahan.
(4) Arahan
- 67 (4) Arahan Perizinan berfungsi untuk:
a. dasar
pemerintah
kabupaten/kota
pesisir
dalam
menyusun ketentuan perizinan;
b. alat pengendali pengembangan kawasan;
c. menjamin pemanfaatan zona sesuai dengan peraturan
zonasi, standar pelayanan dan kualitas minimal yang
ditetapkan;
d. menghindari dampak negatif; dan
e. melindungi kepentingan umum.
(5) Arahan perizinan zonasi Provinsi terdiri atas:
a. bentuk-bentuk izin pemanfaatan zonasi yang mengacu
pada RZWP3-K yang menjadi kewenangan Provinsi dan
rekomendasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
b. mekanisme perizinan pemanfaatan zonasi yang menjadi
wewenang Pemerintah Daerah Provinsi; dan
c. aturan-aturan
lain
mengenai
keterlibatan
lembaga
pengambil keputusan dalam mekanisme perizinan.
(6) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilarang
menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(7) Penjabaran dari setiap butir bentuk perizinan pemanfaatan
zonasi, mekanisme perizinan, dan aturan terkait lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Gubernur.
Paragraf 3
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 88
(1) Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
85 huruf c merupakan perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan
dengan
merupakan
rencana
perangkat
zonasi,
untuk
sedangkan
mencegah,
disinsentif
membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana zonasi.
(2) Arahan insentif berfungsi sebagai:
a. arahan penyusunan perangkat untuk mendorong kegiatan
yang sesuai dengan rencana zonasi;
b. katalisator
- 68 b. katalisator perwujudan pemanfaatan zonasi; dan
c. stimulan untuk mempercepat perwujudan struktur ruang
dan pola pemanfaatan zonasi.
(3) Arahan insentif diberikan dalam bentuk:
a. arahan insentif fiskal berupa keringanan atau pembebasan
pajak atau retribusi daerah; dan
b. arahan insentif non fiskal berupa
arahan penambahan
dana alokasi khusus, pemberian kompensasi, subsidi
silang, kemudahan prosedur perizinan, imbalan, sewa
ruang,
urun
infrastruktur,
saham,
pembangunan
pengurangan
retribusi,
dan
pengadaan
prasarana
dan
sarana, penghargaan dari pemerintah kepada masyarakat,
swasta, dan/atau pemerintah daerah, dan /atau publisitas
atau promosi.
(4) Arahan insentif meliputi:
a. arahan insentif kepada pemerintah daerah lainnya;
b. arahan
insentif
dari
pemerintah
provinsi
kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Pemerintah
Daerah
Provinsi
kompensasi dari
lainnya
dalam
bentuk
pemberian
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
penerima manfaat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
/Kota pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh
pemerintah penerima manfaat; arahan penyediaan sarana
dan prasarana; serta arahan pemberian publisitas atau
promosi daerah;
c. arahan insentif dari pemerintah provinsi kepada
masyarakat umum dalam bentuk arahan untuk pemberian
kompensasi insentif; arahan untuk pengurangan retribusi;
arahan untuk pemberian imbalan, pemberian sewa ruang
dan urun saham, penyediaan sarana dan prasarana,
pemberian kemudahan perizinan dari pemerintah provinsi
penerima manfaat kepada masyarakat umum; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta
dan/atau pemerintah daerah.
(5) Arahan disinsentif berfungsi untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai
dengan rencana zonasi.
(6) Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk:
a. arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan
pajak/retribusi daerah yang tinggi yang disesuaikan
dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi
dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan
b. arahan
- 69 b. arahan disinsentif non fiskal berupa arahan untuk
pembatasan
penyediaan
infrastruktur,
pengenaan
kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana alokasi
khusus, persyaratan khusus dalam perizinan, dan/atau
pemberian status tertentu dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah Provinsi.
(7) Arahan disinsentif meliputi:
a. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah
Provinsi dan kepada wilayah provinsi lainnya, diberikan
dalam bentuk arahan untuk pengajuan pemberian
kompensasi dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pelanggar zonasi
pesisir dan pulau-pulau kecil yang berdampak pada
wilayah kabupaten/kota pemberi kompensasi, dan/atau
arahan untuk pembatasan penyediaan sarana dan
prasarana; dan
b. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
masyarakat
umum
(investor,
lembaga
komersial,
perorangan, dan lain sebagainya) yang diberikan dalam
bentuk arahan untuk pemberian kompensasi disinsentif,
arahan untuk ketentuan persyaratan khusus perizinan
dalam rangka kegiatan pemanfaatan ruang oleh
masyarakat umum/lembaga komersial arahan untuk
ketentuan kewajiban membayar imbalan, dan atau arahan
untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana
infrastruktur.
(8) Penetapan insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.
Paragraf 4
Arahan Sanksi
Pasal 89
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 huruf d
merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap
pemanfaatan zona yang tidak sesuai dengan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pihak yang melakukan penyimpangan dapat
dikenai
sanksi
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(3) Pengenaan
- 70 (3) Pengenaan
sanksi
tidak
hanya
diberikan
terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan
perizinan pemanfaatan zona, tetapi dikenakan pula kepada
pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
pemanfaatan zona yang tidak sesuai dengan rencana zonasi.
BAB VI
RPWP-3-K
Pasal 90
(1) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi.
(2) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. kebijakan tentang pengaturan serta prosedur administrasi
penggunaan
sumber
daya
yang
diizinkan
dan
yang
dilarang;
b. skala prioritas pemanfaatan sumber daya sesuai dengan
karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. jaminan
hasil
terakomodasinya
konsultasi
publik
pertimbangan-pertimbangan
dalam
penetapan
tujuan
pengelolaan kawasan serta revisi terhadap penetapan
tujuan dan perizinan;
d. mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis untuk
menjamin tersedianya data dan informasi yang akurat dan
dapat diakses; dan
e. ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih untuk
mengimplementasikan kebijakan dan prosedurnya.
(3) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mengacu pada RSWP-3-K dan RZWP-3-K.
Pasal 91
Tahapan penyusunan RPWP-3-K meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. inventarisasi kegiatan/program PWP-3-K;
c. penyusunan dokumen awal;
d. kerjasama antar instansi;
e. konsultasi publik;
f.
perumusan dokumen final; dan
g. penetapan.
Pasal 92
- 71 Pasal 92
(1) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dengan
susunan sistematika:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. kebijakan pengelolaan dan prosedur administrasi;
d. rekomendasi perizinan; dan
e. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.
(2) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 93
RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 berlaku
selama 5 (lima) tahun terhitung mulai sejak ditetapkan dan dapat
ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) kali.
BAB VII
RAPWP-3-K
Pasal 94
(1) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf d merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dengan Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) Provinsi.
(2) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. kegiatan/program antar sektor yang disusun sesuai
prioritas kegiatan pemanfaatan, lokasi, ketersediaan
anggaran, kemampuan melaksanakan dari Pemerintah
Daerah Provinsi ;
b. kegiatan-kegiatan fisik dan non fisik yang berdampak
langsung dalam peningkatan kualitas lingkungan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir; dan
c. indikator kinerja pencapaian sasaran.
(3) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mengacu pada RSWP-3-K , RZWP-3-K dan RPWP-3-K.
Pasal 95
Tahapan penyusunan RAPWP-3-K meliputi:
a. pembentukan Tim Teknis;
b. pengumpulan dan analisis data;
c. penyusunan
- 72 c. penyusunan dokumen awal;
d. pengkajian;
e. konsultasi publik;
f.
perumusan dokumen final; dan
g. penetapan.
Pasal 96
(1) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dengan
susunan sistematika:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. keterkaitan dengan rencana lain;
d. program kerja; dan
e. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.
(3) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 97
RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 berlaku
selama 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun terhitung sejak
mulai ditetapkan.
BAB VIII
PEMANFAATAN
Pasal 98
(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi:
a. eksplorasi;
b. eksploitasi;
c. budidaya sumber daya hayati dan buatan;
d. pembangunan sarana/prasarana;
e. pemanfaatan jasa lingkungan; dan
f.
pendayagunaan sumberdaya perairan pesisir.
(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada:
a. orang perseorangan;
b. badan hukum; dan
c. masyarakat adat.
(3) Pemanfaatan
- 73 (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
kegiatan:
a. bukan untuk tujuan usaha; dan
b. untuk tujuan usaha.
Pasal 99
(1) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil bukan untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (3) huruf a merupakan pemanfaatan yang
dilakukan oleh masyarakat tradisional dan/atau masyarakat
lokal.
(2) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil bukan untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diprioritaskan untuk kepentingan:
a. konservasi;
b. penelitian dan pengembangan; dan
c. pendidikan dan pelatihan;
(3) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak wajib
memiliki izin, kecuali dalam kondisi dan kegiatan yang
bersifat khusus.
Pasal 100
Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan
ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau-pulau
besar yang terdekat.
Pasal 101
(1) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
100 wajib memiliki Izin Pemanfaatan Pengusahaan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (IP-4-K).
(2) Pemanfatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi usaha:
a. budidaya laut;
b. perikanan
- 74 b. perikanan yang tidak memiliki kerentanan tinggi terhadap
perubahan ekosisitem;
c. pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga;
d. kepariwisataan;
e. permukiman;
f. perkebunan; dan
g. kegiatan usaha tradisional.
(3) IP-4-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(4) Bentuk, jenis, tata cara dan persyaratan pemberian IP-4-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 102
Warga negara asing yang akan memanfaatkan sumber daya
pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya wajib mengajukan
permohonan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setelah
mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya.
BAB IX
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 103
(1) Pemerintah
Daerah
Provinsi
melakukan
pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil .
(2) Pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan
secara
koordinasi
dengan
Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk menjamin pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil dilaksanakan secara terpadu, sinergis
dan berkelanjutan.
Pasal 104
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
dilakukan
terhadap
perencanaan
dan
pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui pemantauan, pengamatan lapangan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau
kecil.
(3) Ketentuan
- 75 (3) Ketentuan mengenai pemantuan, pengamatan lapangan dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 105
Pengendalian
pengelolaan
pesisir
dan
pulau-pulau
kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
a. pengendalian pemberian izin; dan
b. akreditasi.
Pasal 106
(1) Pengendalian
dalam
Pasal
pemberian
105
izin
huruf
a
sebagaimana
dilakukan
dimaksud
dengan
cara
memberikan persyaratan-persyaratan teknis, administratif
dan operasional.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kesesuaian dengan RZWP-3-K dan RPWP-3-K;
b. hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan
volume pemanfaatannya; dan
c. pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif
prakarsa atau kegiatan yang berpotensi merusak
sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. menyediakan dokumen administratif;
b. menyusun
sumberdaya
rencana
pesisir
pelaksanaan
dan
puau-pulau
pemanfaatan
kecil
sesuai
dengan daya dukung ekosistem;
c. membuat sistem pengawasan dan melaporkan hasilnya
kepada instansi pemberi izin; dan
d. dalam hal kegiatan di lokasi yang berhubungan
langsung dengan pantai, pemohon wajib memiliki hak
atas tanah.
(4) Persyaratan operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c mencakup kewajiban pemegang izin
untuk:
a. memberdayakan masyarakat sekitar lokasi kegiatan;
b. mengakui,
menghormati
dan
melindungi
hak-hak
masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal;
c. memperhatikan
- 76 c. memperhatikan hak masyarakat untuk mendapatkan
akses ke sempadan pantai dan muara sungai; dan
d. melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami
kerusakan dilokasi izinnya.
Pasal 107
(1) Gubernur menyusun dan mengajukan usulan akreditasi
program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
kepada Menteri Kelautan dan Perikanan yang mencakup:
a. relevansi isu prioritas;
b. proses konsultasi publik;
c. dampak positif terhadap pelestarian lingkungan;
d. dampak
terhadap
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat;
e. kemampuan implementasi yang memadai; dan
f.
dukungan kebijakan dan program Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Penyusunan
dan
pengajuan
akreditasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada:
a. wilayah diatas 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua
belas) mil laut; dan
b. wilayah pesisir sampai dengan 4 (empat) mil laut yang
merupakan
wilayah
lebih
dari
1
(satu)
Kabupaten/Kota.
(3) Ketentuan
mengenai
penyusunan
dan
mekanisme
pengajuan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.
BAB X
PENETAPAN BATAS WILAYAH PERAIRAN PESISIR
Pasal 108
(1) Penentuan batas wilayah perairan pesisir yang berbatasan
langsung dengan wilayah perairan pesisir Provinsi tetangga
dilakukan secara bersama-sama.
(2) Penentuan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang letaknya saling berhadapan yang lautnya kurang dari 24
(dua puluh empat) mil laut, batas luar wilayah perairan pesisir
masing-masing Provinsi ditetapkan melalui penarikan garis
tengah.
(3) Dalam
- 77 (3) Dalam hal wilayah perairan pesisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berbatasan langsung dengan wilayah
perairan
pesisir
Provinsi
tetangga
yang
letaknya
saling
berdampingan, penentuan batas perairan pesisir ditetapkan
berdasarkan musyawarah.
Pasal 109
Batas wilayah perairan pesisir kewenangan Provinsi berupa daftar
titik-titik koordinat geografis yang dihubungkan dengan garis lurus
dan menunjukkan batas luar wilayah pesisir kewenangan Provinsi
dengan Provinsi tetangga ditetapkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 110
Penetapan
batas
wilayah
perairan
pesisir
kewenangan
Kabupaten/Kota dilakukan setelah batas wilayah perairan pesisir
kewenangan Provinsi ditetapkan secara definitif.
Pasal 111
Ketentuan mengenai batas wilayah perairan pesisir, tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
BAB XI
PEMBERDAYAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Pemberdayaan
Pasal 112
Pemberdayaan
masyarakat
pesisir
dan
pulau-pulau
kecil
dilaksanakan dengan:
a. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendampingan,
supervisi,
sosialisasi,
serta
peragaan
dalam
peningkatan
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. penerapan teknologi dan pengembangan budidaya sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil;
c.
kerja
sama
antar
Kabupaten/Kota
untuk
meningkatkan
potensi dan produktivitas masyarakat; dan
d. lembaga
- 78 d. lembaga
swadaya
kemasyrakatan
masyarakat
dalam
pemberian
dan/atau
bantuan
organisasi
teknis
dan
pendampingan kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Pasal 113
(1) Setiap
orang,
badan,
lembaga
dan/atau
organisasi
kemasyarakatan, dapat berperan serta dalam pemberdayaan
masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertujuan:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan, dan peran serta
masyarakat lokal;
b. menumbuhkembangkan
kemampuan
dan
kepeloporan
masyarakat lokal;
c. menumbuhkan
kesigapan
masyarakat
lokal
untuk
melakukan pengawasan sosial;
d. memberikan saran dan pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau laporan;
f. mengembangkan sistem pengelolaan pesisir dan pulaupulau kecil terpadu berbasis masyarakat sesuai dengan
tridharma perguruan tinggi; dan
g. membantu pemerintah dalam melaksanakan pendidikan
dan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup.
Bagian Kedua
Hak
Pasal 114
Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap
orang berhak untuk:
a. memperoleh informasi tentang pengelolaan pesisir dan pulaupulau kecil;
b. memperoleh pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan
tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana zonasi;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi di
wilayahnya;
e. mengajukan
- 79 e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi
kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan
gugatan
ganti
kerugian
kepada
Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana zonasi menimbulkan kerugian.
Bagian Ketiga
Kewajiban
Pasal 115
Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap
orang wajib:
a. berpartisipasi aktif dalam musyawarah masyarakat untuk
menentukan arah dan kebijakan pengelolaan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. berperanserta dalam upaya perlindungan dan pelestarian
serta rehabilitasi fungsi-fungsi ekologis wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
c. menjaga dan mempertahankan objek-objek sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil yang bernilai ekonomi dan
bernilai ekologis;
d. melindungi dan mempertahankan nilai ekonomi dan ekologi
atas sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. mencegah terjadinya kerusakan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil;
f. menaati rencana zonasi yang telah ditetapkan;
g. memanfaatkan zona sesuai dengan izin pemanfaatan zona
dari pejabat yang berwenang;
h. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan zona; dan
i. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
BAB XII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 116
(1) Penyelenggaraan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dengan
melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran
- 80 (2) Peran masyarakat dalam zonasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana zonasi;
b. partisipasi dalam pemanfaatan zona; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan zona.
Pasal 117
Partisipasi dalam penyusunan rencana zonasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) huruf a dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai:
1. penentuan arah pengembangan wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
3. perumusan rencana zonasi; dan
4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana
zonasi; dan
c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau sesama unsur masyarakat.
Pasal 118
Partisipasi dalam pemanfaatan zona sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 116 ayat (2) huruf b dapat berupa:
a. melakukan kegiatan pemanfaatan zona yang sesuai dengan
kearifan lokal dan rencana zonasi yang telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan
zona;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau
dana dalam pengelolaan pemanfaatan zona;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan
zona
darat,
dan
ruang
laut,
dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. melakukan kerjasama pengelolaan zona dengan pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
f.
menjaga
fungsi
pertahanan
serta
memelihara
dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber daya
alam; dan
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian.
Pasal 119
- 81 Pasal 119
Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan zona sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) huruf c dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan zona, rencana zonasi yang telah ditetapkan, dan
pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. melaporkan kepada instansi atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan zona yang
melanggar rencana zonasi yang telah ditetapkan dan adanya
indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak
memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah
yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik
yang dipandang tidak sesuai dengan rencana zonasi.
Pasal 120
(1) Peran masyarakat di bidang zonasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada:
a. Gubernur, untuk rencana zonasi Provinsi; dan/atau
b. Bupati/Walikota, untuk rencana zonasi Kabupaten/Kota.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
dapat disampaikan melalui unit kerja terkait pada
Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 121
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah
Daerah Provinsi membangun sistem informasi dan dokumentasi
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 122
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
BAB XIII
- 82 BAB XIII
KOORDINASI PELAKSANAAN
Pasal 123
(1) Pengelolaan
wilayah
pesisir
dan
pulau-pulau
kecil
dilaksanakan secara terpadu dan dikoordinasikan oleh dinas
yang membidangi Kelautan dan Perikanan.
(2) Jenis kegiatan yang perlu dikoordinasikan secara terpadu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil;
b. rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan
instansi vertikal, dinas daerah atau badan usaha;
c. pengkajian terhadap kondisi lingkungan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, yang berkaitan dengan rencana
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
d. upaya menumbuhkan ketaatan masyarakat dan pemangku
kepentingan
lainnya
terhadap
hukum
di
bidang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Fungsi koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan
dengan
mengakomodir
aspirasi
pemangku
kepentingan dari tingkat Kabupaten/Kota.
(4) Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dengan Pemerintah
dalam rangka percepatan pembangunan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 124
(1) Setiap
orang
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 115 huruf c, huruf d, huruf f, huruf h
dan huruf i dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan
- 83 e.
f.
g.
h.
i.
pencabutan izin;
pembatalan izin;
pembongkaran bangunan;
pemulihan fungsi ruang; dan/atau
denda administratif.
(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif yang lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara serta penetapan
sanksi administratif diatur dalam Peraturan Gubernur
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 125
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi diberi wewenang untuk
melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuanketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. menerima,
mencari,
mengumpulkan
dan
meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
di bidang zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap
dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
d. memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen–
dokumen lain berkenaan tindak pidana di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen
lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
g. menyuruh
- 84 g. menyuruh
berhenti
meninggalkan
dan
ruangan
atau
atau
melarang
tempat
seseorang
pada
saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana
dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
di bidang zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
j.
menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil menurut hukum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 126
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 101 ayat (1),
Pasal 102, Pasal 115 huruf g dikenai pidana kurungan paling
lama
6
(enam)
bulan
atau
denda
paling
banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 127
Peraturan Daerah ini dapat dilakukan peninjauan kembali
minimum 5 (lima) tahun sekali.
BAB XVIII
- 85 BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 128
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini,
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
(2) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya
Peraturan Daerah ini.
Pasal 129
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 21 Juni 2012
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
PENJELASAN
- 86 Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 22 Juni 2012
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
ttd.
Dr. H. RASIYO, M.Si
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2012 NOMOR 4 SERI D.
Sesuai dengan aslinya
a.n. SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum
ttd.
SUPRIANTO, SH, MH
Pembina Utama Muda
NIP 19590501 198003 1 010
-1PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 6 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 – 2032
I
UMUM
1. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Jawa Timur merupakan bagian
dari sumberdaya alam dan merupakan kekayaan yang perlu dijaga
kelestariannya serta dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat, generasi sekarang dan yang akan datang. Potensi demikian
memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah, seperti potensi
perikanan, potensi jasa lingkungan, potensi energi kelautan dan
pertambangan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
memerlukan perencanaan sehingga pengelolaan dan pemanfaatannya
tidak berdampak terhadap perubahan ekosistem dan menurunnya mutu
lingkungan.
Terdapat kecenderungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengalami
kerusakan akibat aktivitas pemanfaatan oleh masyarakat atau akibat
bencana alam, ditambah akumulasi berbagai kegiatan eksploitasi bersifat
parsial/ sektoral ataupun dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir
Sementara itu, kesadaran nilai strategis pengelolaan berkelanjutan,
terpadu, berbasis masyarakat serta relatif kurang dihargainya hak
masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulaupulau kecil, menyebabkan pola tersebut belum mampu mengeliminasi
faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum memberi kesempatan
sumberdaya hayati pulih secara alami, atau sumberdaya non-hayati
disubstitusi dengan sumberdaya lain.
Kurangnya tingkat kesadaran semua pihak yang terkait (stakeholders)
dengan pelestarian sumberdaya alam (SDA) khususnya di daerah pesisir
dan pulau-pulau kecil serta kelangsungan pelaksanaan pembangunan
masa lalu, menyebabkan terjadinya perusakan SDA sehingga memerlukan
waktu lama serta biaya sangat besar untuk memulihkannya.Menghindari
terulangnya pengalaman pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan pulaupulau kecil yang kurang memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,
perlu pendekatan pengelolaan dan perencanaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil terarah dan terpadu.Wilayah pesisir memiliki arti
penting dan strategis karena merupakan peralihan (interface) antara
ekosistem darat dan laut, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan; menimbulkan daya tarik memanfaatkan serta niatan
berbagai instansi meregulasinya. Paradoksi pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil harus segera di akhiri, dimulai dengan
mengembangkan sistem pengelolaan secara terpadu; diharapkan akan
terwujud sistem pengelolaan wilayah pesisir yang optimal, efisien,
terkoordinasi, dan berkelanjutan.
Pengelolaan
-2Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil sebagai satu kesatuan
wilayah memberikan peluang banyak hal, khususnya keterpaduan
perencanaan serta perkembangan kawasan yang lebih cepat didukung
potensi
masing-masing
membuka
peluang
sumberdaya.
tumbuh
dan
Perpaduan
kewilayahan
berkembangnya
akan
pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Guna mewujudkan sistem pengelolaan dan perencanaan zonasi terpadu
perlu landasan hukum tersendiri berupa Peraturan Daerah yang mengacu
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, untuk memberikan kepastian hukum
kepada pengguna atau pemanfaatan sumberdaya melalui pendekatan
sektoral yang menguntungkan instansi sektor dan dunia usaha terkait,
Propinsi Jawa Timur memiliki
446
pulau-pulau kecil yang terpusat di
wilayah Madura Kepulauan atau sekitar 0,44% jumlah pulau di Indonesia
yang mencapai 17.000 buah. Secara ekologi, pulau-pulau kecil sangat
rentan, sebagian
belum didiami penduduk, memiliki keanekaragaman
hayati yang perlu dilindungi. Wilayah pesisir Jawa Timur mempunyai
peran sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat pedesaan pantai dan
pembangunan
ekonomi
wilayah
secara
keseluru¬han.Wilayah
ini
mengandung berbagai sumberdaya dan potensi ekonomi seperti aneka
jenis ikan, obyek wisata dan potensi geografis yang mendu¬kung jalur
lalulintas angkutan laut.
Selain daripada itu
wilayah perairan pantai
secara ekologis sangat kompleks dan rumit serta peka terhadap berbagai
macam gangguan alam dan gangguan oleh manusia.
Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki kawasan laut hampir
empat kali luas daratannya dengan garis pantai kurang lebih 2.916 km.
memiliki kawasan pesisir dan laut yang luas beserta kandungan kekayaan
sumberdaya hayati laut melimpah, seperti ikan, rumput laut, hutan
mangrove, terumbu karang, dan biota lainnya. Sumberdaya hayati laut ini
merupakan sumber pangan masa depan yang wajib dikembangkan dan
dilestarikan agar tetap menjadi penunjang utama bagi kesejahteraan
masyarakat.
Usaha peningkatan pendayagunaan sumberdaya hayati laut berperan
ganda; selain meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat
nelayan,
penyediaan
pangan
khusus
protein
hewani,
dan
dapat
meningkatkan pendapatan negara.Berbagai permasalahan dapat muncul
oleh pemanfaatan pesisir dan lautan yang mengabaikan prinsip-prinsip
lingkungan.Laut sering diperlakukan sebagai penampung sampah, limbah
industri dan limpasan bahan kimia pertanian.Eksploitasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil kian meluas, sehingga mempunyai dampak negatif
terhadap sumberdaya hayati laut.
Permasalahan
-3Permasalahan yang dihadapi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dewasa ini adalah adanya pemanfaatan ganda, pemanfaatan yang
tak seimbang, pengaruh kegiatan manusia, dan pencemaran. Konsep
pemanfaatan ganda perlu memperhatikan keterpaduan dan keserasian
berbagai macam kegiatan, sisi lain batas kegiatan perlu ditentukan secara
terukur. Dengan cara
demikian pertentangan antar kegiatan dalam
jangka panjang dapat dihindari atau dikurangi. Salah satu contoh
misalnya penggunaan wilayah pesisir untuk pertanian, kehutanan,
perikanan, alur pelayaran, rekreasi, pemukiman, lokasi industri bahkan
sebagai tempat pembuangan sampah maupun air limbah.Pemanfaatan
ganda dapat berjalan untuk jangka waktu tertentu, namun demikian
persaingan dan pertentangan mulai timbul dengan berjalannya waktu,
pemanfaatan sumber daya yang melampaui daya dukung lingkungan.
Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan teknologi mutakhir, yang
dibarengi dengan perencanaan zonasi yang tepat dan akurat, sehingga
pada gilirannya pemanfaatan lahan menjadi lebih baik dan terukur.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir Provinsi Jawa
Timur menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability), mengingat
wilayahnya terdapat beraneka ragam sumberdaya yang memungkinkan
pemanfaatan secara berganda.Dari itu pengelolaan harus secara terpadu
dan berkesinambungan (sustainable) karena memiliki nilai strategis yakni
potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya dan
beragam. Besar serta beragamnya potensi tersedia memberikan motivasi
kepada
para
pemangku
mengoptimalisasi
secara
pemanfaatannya.
Oleh
kepentingan
rasional
karena
itu
dan
(stakeholders)
bertanggung
perlu
ada
untuk
jawab
kesatuan
dalam
wawasan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir melalui perencanaan
yang rasional dan terintegrasi antara sektor dan pemangku kepentingan,
diwujudkan dalam rencana zonasi yang menentukan arah penggunaan
sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat
kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan
yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Serta pemberian
sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pemanfaatannya.
II
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
-4Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Asas berkelanjutan” adalah pembangunan
yang
memenuhi
kemampuan
kebutuhan
generasi
masa
mendatang
kini
untuk
tanpa
memenuhi
mengurangi
kebutuhan
mereka sendiri.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Asas keterpaduan” adalah:
a. Keterpaduan antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan
ekologi;
b. Keterpaduan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut;
c. Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dengan manajemen;
d. Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, dengan
mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan
instansi terkait;
e. Keterpaduan
perencanaan
secara
vertikal,
dengan
mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level
pemerintahan yang berbeda, seperti pusat, provinsi dan
kabupaten/kota;
f. Keterpaduan antar pemangku kepentingan dari berbagai lapisan
masyarakat;
g. Keterpaduan antar negara di wilayah pesisir, laut dan pulaupulau kecil yang bertetangga;
h. Keterpaduan perencanaan Tata Ruang dilakukan secara
partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan
arus bawah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Asas berbasis masyarakat” adalah proses
pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
desentralisasi pengelolaan sumberdaya yang menjadi penopang
masyarakat setempat dan melalui pemberian suara yang efektif pada
masyarakat itu mengenai penggunaan sumberdaya tersebut, dengan
prinsip-prinsip: sukarela bukan persyaratan atau keharusan;
insentif, bukan sanksi; penguatan, bukan birokrasi; proses, bukan
substansi; dan, penunjuk arah, bukan jalan spesifik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Asas wilayah dan ekosistem” adalah wilayah
dan ekosistem merupakan dua pokok yang menyatu (convergent), di
mana secara yuridis berlakunya Peraturan Daerah ini terbatas pada
Wilayah Daerah Provinsi Jawa Timur tetapi karena pencemaran dan
perusakan di suatu tempat akan langsung memiliki dampak terhadap
lokasi yang berdekatan maka sekalipun bukan merupakan hak
pengelolaan namun Daerah memiliki hak untuk setidaknya
mengetahui dan mengawasi kegiatan di lokasi yang kemungkinan
besar akan berdampak pada Daerah.
Huruf e
-5Huruf e
Yang dimaksud dengan “Asas keseimbangan dan berkelanjutan”
adalah tiap kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan
pemulihan
fungsi
ekosistem
sehingga
pengembangan
dan
pemanfaatan
sumberdaya
mempertimbangkan
kelestarian
sumberdaya yang ada.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Asas pemberdayaan masyarakat pesisir”
adalah kegiatan dijalankan bertujuan untuk membangun kapasitas
dan kemampuan masyarakat melaksanakan dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses yang adil
dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “Asas tanggunggugat (akuntabel) dan
transparan” adalah mekanisme kegiatan ditetapkan secara
transparan, demokratis, dapat dipertanggung-jawabkan, menjamin
kesejahteraan masyarakat, serta memenuhi kepastian hukum,
dijalankan oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta
berbagai pihak lain yang berkepentingan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “Asas pengakuan terhadap kearifan
tradisional masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
dan pulau-pulau kecil” adalah penerimaan oleh pemerintah tentang
kenyataan adanya ketentuan-ketentuan memelihara lingkungan alam
sekitar oleh kelompok masyarakat yang telah dijalani turun-temurun
dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima masyarakat
maupun lingkungan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
-6Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Jaringan kolektor prima” adalah
merupakan jalan dengan fungsi yang lebih rendah dari arteri
primer.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Jaringan jalan lokal primer” adalah
merupakan jalan yang berfungsi sebagai penghubung bagian
kawasan dengan lingkup yang paling kecil.
Huruf g
-7Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cuup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
-8Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hasil komoditi rumput laut : Kabupaten Gresik, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sumenep.
Hasil Komoditi Kabupaten Banyuwangi meliputi ikan kerapu, rumput
laut, dan udang barong.
Hasil Komoditi Kabupaten Trenggalek meliputi Kerang Mutiara,
Lobster, dan rumput laut.
Hasil Komoditi Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Watulimo dan
Kecamatan Penggul dikembangkan Budidaya Kerang Mutiara,
Lobster dan rumput laut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Industri Pengolahan hasil perikanan tangkap dan budidaya seperti
pengalengan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
-9Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat(2)
Cukup jelas.
Ayat(3)
Cukup jelas.
Ayat(4)
Cukup jelas.
Ayat(5)
Cukup jelas.
Ayat(6)
Cukup jelas.
Ayat(7)
Cukup jelas.
Ayat(8)
Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah
hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolahan hasil ternak,
mengolah kulit dan sebagainya.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
- 10 Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “penurunan kualitas lingkungan” adalah
pantai yang mengalami sedimentasi yang tinggi sehingga
menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir dan kondisi lainnya
yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan pantai.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan milik masyarakat yang
termasuk kriteria kawasan lindung dengan melakukan
penanaman pohon lindung yang dapat digunakan sebagai
perlindungan kawasan bawahannya yang dapat di ambil hasil
hutan non-kayunya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 63
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
- 11 Huruf b
Kawasan tetap difungsikan sebagai kawasan konservasi dan tidak
dikembangkan sebagai kawasan pemanfaatan umum.
Huruf c
Struktur hutan mangrove terdiri dari satu lapisan tajuk pohon
adalah bakau (Rhizophora sp) dan Api-api (Avicenia sp), jenis satwa di
daerah perairan hutan mangrove adalah ikan glodok, kepiting dan
udang.
Huruf d
Ekosistem Hutan Pantai di Pulau Sempu terdapat dibagian utara,
barat dan selatan merupakan pantai yang landai, jenis tumbuhan
terdiri dari ketapang (Terminalia catapa), Baringtonia asitica, Waru
laut (Hebicus tidiacus) dan Pandan (Pandannum tectorius); jenis satwa
liar di kawasan pantai : burung elang laut (helicetus leucogaster),
burung dara laut (Sterna albiforn), Biawak (varanus sp), Umang laut
dan lain-lain.
Huruf e
Ekosistem Danau daratan cagar alam Pulau Sempu adalah Danau
Telaga Lele, merupakan danau air tawar dan danau Segoro Anakan
memiliki peranan yang penting sebagai sumber air bagi kehidupan
satwa liar, terutama musim kemarau.
Huruf f
Ekosistem Hutan Tropis Dataran Rendah Cagar Alam Pulau Sempu,
ditandai adanya tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari tiga atau empat
lapis tajuk pohon dengan komposisi yang beragam; jenis pohon yang
dominan yaitu Bendo (artocarpus elasticus), Triwulan (Mishocarpatus
sundaica), wedang (Pterocarpus javanicus) dan Buchanania
arborescens.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Huruf a
Konservasi Pulau Nusa Barong:
1. Pulau Nusabarong berada di Samudera Hindia merupakan pulau
tidak berpenghuni; sejak tahun 1920 ditetapkan sebagai kawasan
konservasi atau cagar alam berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.46 Stbld. 1920 No.736
tanggal 9 Oktober 1920;
2. Kawasan pantai merupakan habitat peneluran reptilia penyu
hijau (Chelonia midas), di pantai Teluk Endog-endogan, Plirik, dan
Gilem, serta Teluk Bandealit;
3. Ekosistem
- 12 3. Ekosistem laut di belahan pantai utara banyak terumbu karang
yang mempunyai keragaman jenis ikan karang ekonomis penting,
seperti kerapu (Serranidae), ekor kuning dan pisang-pisang
(Caessionidae), baronang (Siganidae);
4. Terdapat 18 (delapan belas) jenis terumbu karang familia
Mussidae, Faviidae, Pocilloporidae, Acroporidae, Pectinidae,
Agariciidae, Poritidae, Fungiidae, dan Dendrophyllidae;
5. Ekosistem padang lamun di pantai utara merupakan ekosistem
laut di perairan dangkal.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Huruf a
Mewujudkan kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya,
melindungi dan mengelola ekosistem perairan di Kepulauan
Kangean sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).
Huruf b
Konservasi sumberdaya habitat hutan mangrove maupun
kawasan lindung ikan (fish sanctuary) pada terumbu karang
Tanjung Aking di Perairan Kayu Aking Kecamatan Muncar
Kabupaten Banyuwangi sebagai Kawasan Laut Lindung.
Huruf c
Sebagai daerah perlindungan laut (fish sanctuary) di kawasan
Teluk Prigi dengan batas garis lurus antara Watu Dhukun di
sebelah Timur dan Karang Pegat di sebelah Barat; Kawasan
teluk Prigi adalah wilayah laut di dalam teluk dengan garis
terluar dibatasi oleh garis lurus antara Karang Malang dan
Pulau SiklapaPasir Putih Prigi Kecamatan Watulimo, Kabupaten
Trenggalek.
Huruf d
Berupa hamparan terumbu karang di perairan Pulau Noko,
Pulau Noko Gili, dan Pulau Nusa dengan beberapa jenis karang
Leptoseris mycetoseroides, Lobophylia corymbosa, Mycedium
elephantotus karang batu yang mendominasi tipe Acropora, sp.
Ikan hias beberapa spesies di antaranya ikan ekor kuning
(Pomacentrus coelestis).
Huruf e
Meliputi:
1. Titik I di barat daya Pulau Gili Ketapang, pantai pasir putih
dengan kedalaman yang landai sampai dengan 5 meter
dengan kemiringan antara 10° - 20°;
2. Titik
- 13 2. Titik Iiberada pada bagian tenggara dari pulau Gili Ketapang,
kondisi dasar laut berpasir dan karang mati dominasi coral
massive dan rock coral;
3. Titik III terletak di sebelah timur laut Pulau Gili Ketapang.
Merupakan pasir putih kasar dengan dasar karang mati dan
pasir kasar, di sebelah timur laut pulau merupakan
ekosistem hutan mangrove.
4. Titik IV berada di barat laut Pulau Gili Ketapang banyak
terdapat terumbu karang dengan ukuran yang besar dan
sebarannya tidak merata, sebagai tempat berlindung atau
tempat hidup beberapa jenis ikan, penutupan karang hidup
10,3 %dan terdapat 88,5% rock coral sepanjang garis
transek.
Huruf f
Luas tutupan karang kurang lebih 30%-60%, hamparan
terumbu karang terletak di sebelah utara pantai Binor, mulai
dari perumahan Paiton, ke Timur, sampai di sebelah utara
rivetment.
Huruf g
Terumbu karang di Sumbersewu dipertahankan sebagai daerah
preservasi atau marine reserves (taman laut) terumbu karang
yang terdapat Pasir Putih Pendek, Pasir Putih Panjang, Perepat
dan Tanjung Pasir sebagai Marine Protected Area (MPA), Karang
Ente dan Taka sebagai kawasan lindung ikan.
Huruf h
Terdapat beberapa jenis terumbu karang yang menyebar secara
merata diseluruh perairan yaitu : Caulastrea echinulata, Povites
abdita, Acropora digitifera, dan Porites lobat; sedangkan jenis
Montipora aequituberculata tersebar secara tidak merata.
Huruf i
Cross sectional transect wilayah pasang surut dengan penutupan
karang rendah, tebing karang atau draw down dengan populasi
karang hidup, dan bagian datar substract keras untuk
penempatan terumbu karang buatan.
Huruf j
kaya akan ikan hias dan baik bagi pertumbuhan terumbu
karangpaling bagus di perairan sebelah timur dan selatan Pulau
Mandangin, sekitar Bouy Pura kondisi karang masih relatif
bagus di dominasi Acropora.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
- 14 Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Seperti dermaga, tower penjaga keselamatan pelayaran dan
pengunjung pantai.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Mitigasi struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengutamakan pencegahan bencana yang bersifat fisik, misal untuk
bencana tsunami dapat dilakukan dengan pembangunan penahan
gelombang di kawasan pantai pesisir selatan; sedangkan mitigasi non
struktural lebih mengutamakan sistem informasi yang cepat dan
pemberdayaan masyarakat terhadap penyelamatan dan evakuasi;
misal early warning system dengan alat pendeteksi gelombang
tsunami, dengan pembuatan jaringan jalur evakuasi.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
- 15 Huruf c
Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak
tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau
genangan pada lahan yang semestinya kering; air yang berlebihan
tersebut dikategorikan : meningkatnya permukaan air sungai akibat
pasang laut, kegagalan bangunan buatan manusia, kegagalan
bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai Rawan Bencana
Banjirdenganpotensi rendah berada di Kecamatan Rejoso Kabupaten
Pasuruan.
Pasal 74
Ayat (1)
Kawasan yang sering dilanda gempa bersumber dari perairan
samudera merupakan kawasan rawan bencana Tsunami.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Kegiatan yang tidak berperan vital, artinya jika terjadi
kerusakan menyebabkan kelumpuhan total, yaitu tidak
menempatkan
fasilitas
kelistrikan,
telekomunikasi,
pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
- 16 Pasal 79
KSNT pulau terluar Provinsi yaitu Pulau Sekel dan Panekan di
Kabupaten Trenggalek Kecamatan Munjungan serta KSNT Pulau Terluar
Nusa Barong di Kabupaten Jember Kecamatan Gumukmas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
- 17 Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kondisi yang bersifat khusus ialah kondisi
dimana suatu wilayah pesisir masih berstatus darurat yang
disebabkan adanya bencana alam dan/atau keadaan darurat
lainnya sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan yang bersifat khusus
ialah kegiatan tersebut dilakukan oleh warga negara asing.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1).
Yang dimaksud dengan Provinsi tetangga ialah Provinsi yang
perairan pesisirnya berbatatan langsung dengan perairan pesisir
provinsi Jawa Timur.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 109
- 18 Pasal 109
Yang dimaksud dengan titik-titik koordinat geografis ialah berupa titiktitik yang berada di wilayah laut sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari
garis pantai yang merupakan batas luar perairan pesisir kewenangan
provinsi.
Pasal 110
Yang dimaksud dengan nelayan kecil ialah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan
berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
Ketentuan ini juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi nelayan kecil yang berada di Kabupaten/Kota yang wilayah
lautnya kurang dari 4 (empat) mil karena berbatasan dengan wilayah
laut Kabupaten/Kota.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
- 19 Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16
LAMPIRAN I
I. PETA STRUKTUR RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR
: 6 TAHUN 2012
TANGGAL
: 21 JUNI 2012
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
II. PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR
:
6 TAHUN 2012
TANGGAL
:
21 JUNI 2012
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI LIMA TAHUNAN
No
A
1
2
3
4
5
6
7
8
Program Utama
Lokasi
Program Utama Pengembangan Wilayah
Pengembangan kerjasama antar
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
wilayah, sektor, dan pemangku
kepentingan kabupaten / kota dalam
pengelolaan sumberdaya pesisir
Pengoptimalan peranan rencana
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
tata ruang (RTRW dan RZWP)
sebagai basis perijinan
Pemberdayaan peranan LSM dan
lembaga non formal lainnya dalam
memberikan edukasi dan advocacy
kepada masyarakat
Sosialisasi kebijakan, aturan, dan
ketentuan pengelolaan wilayah
pesisir kepada masyarakat,
pengelola / pengembang
Meningkatkan peran serta
masyarakat lokal dalam
pengawasan dan pengelolaan
lingkungan di wilayah pesisir dan
pulau - pulau kecil
Pelaksanaan pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan konservasi
secara proporsional
Pengembangan kegiatan ekonomi
produktif di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Pengembangan kegiatan wisata
alam/budaya/buatan/minat khusus
di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah
Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi
V
APBD
Kabupaten
APBD Propinsi
V
APBD Propinsi
V
1. Badan Perencanaan
dan Pembangunan
Daerah Provinsi Jawa
Timur
2. Dinas Perikanan Dan
Kelautan Provinsi
Jawa Timur
Dinas Perikanan Dan
Kelautan Provinsi Jawa
Timur
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
V
V
V
V
V
V
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Dinas Perikanan Dan
Kelautan Provinsi Jawa
Timur
APBD Propinsi
V
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi
V
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Timur
APBD Provinsi
V
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Dinas Perindustrian
Provinsi Jawa Timur
APBD Provinsi
V
V
V
V
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Dinas Pariwisata Provinsi
Jawa Timur
APBD Provinsi
V
V
V
V
No
9
10
B
1
2
3
4
5
6
7
8
Program Utama
Pengembangkan kawasan industri
maritim berbasis industri perikanan
Pengembangan industry garam
Lokasi
Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi
Dinas Perindustrian
Kabupaten Pamekasan dan Sumenep
Dinas Perindustrian
Program Utama Pengembangan Struktur Ruang
Pengembangan fungsi dan
Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Surabaya,
pelayanan PKN
Sidoarjo,dan Lamongan
Pengembangan fungsi dan
Kawasan Perkotaan Probolinggo, Tuban,
pelayanan PKW
Banyuwangi, Jember,Pamekasan, dan Pacitan
Peningkatan dan pengembangan
Kawasan Perkotaan Pasuruan
fungsi serta pelayanan PKWp
Pengembangan fungsi dan
Kawasan Tulungagung, Kraksaan Kabupaten
pelayanan PKL
Probolinggo, Lumajang, Sumenep, Situbondo,
Trenggalek,Bangil Kabupaten Pasuruan, Kepanjen
Kabupaten Malang, Kanigoro Kabupaten Blitar dan
Sampang
Pengembangan jalan arteri primer
di jalur Pantura, menghubungkan Surabaya –
yang menghubungkan antar
Gresik – Lamongan – Tuban – Semarang (Jawa
Provinsi
Tengah)
Pengembangan jalan arteri primer
Jalur yang menghubungkan Surabaya – Pasuruan
antar kabupaten dalam Provinsi
– Probolinggo – Situbondo – Banyuwangi
Pengembangan arteri primer Pulau
Jalur yang menghubungkan Kamal, Bangkalan –
Madura
Sampang – Pamekasan – Sumenep
Pengembangan jalan kolektor
Jalur yang menghubungkan Banyuwangi – Jember
primer antar kabupaten dalam
– Lumajang – Malang – Blitar – Tulungagung –
Provinsi
Trenggalek – Pacitan
9
Percepatan Pembangunan Jalan
Lintas Selatan (JLS)
10
Pengembangan penyebrangan
antar provinsi
11
Pengembangan penyebrangan
antar kabupaten/kota dalam provinsi
Instansi Pelaksana
Di sekitar Pantai Selatan mulai dari Pacitan –
Trenggalek – Tulungagung – Blitar – Malang –
Lumajang – Jember – Banyuwangi
Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya,
Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan
Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya; Pelabuhan
Kamal di Kabupaten Bangkalan; Pelabuhan
Bawean di Kabupaten Gresik; Pelabuhan
Probolinggo di Kota Probolinggo; Pelabuhan Gili
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
Sumber
Pembiayaan
APBN
APBD Provinsi
APBN
APBD Provinsi
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
V
V
V
APBN
V
V
APBD Provinsi
V
V
APBD Provinsi
V
APBD Provinsi
V
V
V
V
V
V
V
APBD
Kabupaten
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
APBN
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
APBN
V
V
APBN
V
APBD Provinsi
V
V
APBD
Kabupaten
APBN
V
V
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBN
V
V
V
V
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBN
APBD Provinsi,
APBD
Kabupaten
V
V
V
V
Dinas PU Cipta Karya
Provinsi
No
Program Utama
12
Pengembangan penyebrangan di
dalam wilayah kabupaten
13
Pembangunan pelabuhan utama
14
Pembangunan Pelabuhan
Pengumpul
15
Pembangunan Pelabuhan
Pengumpan
16
Pengembangan Bandara
Pengumpul dengan skala pelayanan
primer
Pengembangan Bandara
pengumpan
17
Lokasi
Ketapang di Kabupaten Probolinggo; Pelabuhan
Paciran di Kabupaten Lamongan; Pelabuhan
Jangkar di Kabupaten Situbondo; dan Pelabuhan
Kalianget di Kabupaten Sumenep
Pelabuhan Kalianget, Kangean, Sapudi, dan Raas
di Kabupaten Sumenep
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBN
APBD Provinsi,
APBD
Kabupaten
APBN
APBD Provinsi,
APBD
Kabupaten
V
V
V
V
V
V
V
V
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBD Provinsi,
APBD
Kabupaten
V
V
V
Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam
satu sistem dengan rencana pengembangan
pelabuhan di wilayah antara Teluk Lamong sampai
Kabupaten Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten
Bangkalan, dan untuk jangka panjang diarahkan ke
Pelabuhan Tanjung Bulupandan di Kabupaten
Bangkalan; Pelabuhan Sendangbiru di Kabupaten
Malang; Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota
Probolinggo; dan Pelabuhan Tanjung Wangi di
Kabupaten Banyuwangi.
Pelabuhan Pasean di Kabupaten Pamekasan,
Pelabuhan Kalianget di Kabupaten
Sumenep;Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan;
Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan;
Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo;
pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan.
Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban; Pelabuhan
Dungkek dan Keramaian di Kabupaten Sumenep
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBD Provinsi,
APBD
Kabupaten
V
V
bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo; dan
alternatif pembangunan bandar udara baru di
Kabupaten Lamongan;
pengembangan bandar udara Trunojoyo di
Kabupaten Sumenep; pengembangan bandar
udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi;
pengembangan bandar udara Bawean di
Kabupaten Gresik; pengembangan bandar udara di
Kabupaten Blitar
Dinas Perhubungan dan
LLAJ
APBN
V
V
Dinas Perhubungan dan
LLAJ
APBN,
APBD Provinsi,
APBD
Kabupaten
V
No
Program Utama
18
Pengembangan Bandara Udara
Khusus Militer
19
Pengembangan bandara khusus
sipil
20
Pengembangan energi listrik baru
dan terbarukan dengan tenaga
angin
21
Pengembangan energi listrik baru
dan terbarukan dengan gelombang
laut
22
Pengembangan pembangkit listrik
23
pengembangan jaringan pipa
minyak dan gas bumi
24
pengembangan sumber dan
prasarana minyak dan gas bumi
Lokasi
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
V
V
Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten
Pacitan; Lapangan Udara TNI AL Raci di
Kabupaten Pasuruan; dan Lapangan Udara TNI
AD Melik Kabupaten Situbondo;
Bandar udara khusus di Pagerungan Kabupaten
Sumenep.
TNI AL, Lantamal V,
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBN,
Dinas Perhubungan dan
LLAJ Jawa Timur
APBD Provinsi
dan APBD
Kabupaten
V
energi angin di Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep,
Kabupaten Tuban, dan kabupaten lainnya di
wilayah pesisir dan kepulauan
di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Tuban, Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan
Kabupaten Sumenep
Plant di Grindulu PS (4x250MW); Percepatan di
PLTU Tanjung Awar-Awar (2x350MW); PLTU Jatim
Selatan (2x315MW); PLTU Paiton Baru
(1x660MW); dan Penanganan Krisis di Madura
(2x100 MW), Panas bumi di Ngebel (3x55MW), dan
Belawan Ijen (2x55MW).
PLN
APBN
V
V
V
V
PLN
APBN
V
V
V
V
PLN
APBN
V
Manyar - Panceng dengan panjang 30,13 km; Kota
Pasuruan dengan panjang 11,08 km; Panceng–
Tuban dengan panjang 70,2 km
Kabupaten Bangkalan; Kabupaten Gresik;
Kabupaten Lamongan; Kabupaten Pamekasan;
Kabupaten Sidoarjo; Kabupaten Sampang;
Kabupaten Sumenep; Kabupaten Tuban; dan
Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral
Provinsi Jawa Timur
Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral
Provinsi Jawa Timur
APBN
V
V
APBN
V
V
V
V
No
25
26
27
28
Program Utama
Pengembangan jaringan
telekomunikasi jenis terrestrial
Pengaturan dan pengembangan
sistem nirkabel atau base
transceiver station (BTS)
Pengembangan dan pengendalian
sumber daya air untuk bahan baku
air minum, pertanian, dan industry
Pengaturan Alur Pelayaran
29
Pengembangan Alur Kabel Bawah
Laut
30
Pengembangan alur pipa air bersih
31
Pengembangan jaringan pipa
bawah laut milik negara
32
Pengembangan dan pengaturan
jaringan gas
33
Pengelolaan alur migrasi ikan
Lokasi
Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi
Di seluruh kabupaten / kota pesisir Jawa Timur
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
Telkom
APBN
V
V
V
V
Di seluruh kabupaten / kota pesisir Jawa Timur
Bappeda, Telkom,
provider swasta
V
V
V
V
Di seluruh kabupaten / kota pesisir Jawa Timur
Bappeda Jawa Timur,
PDAM, BLH Jawa Timur
V
V
V
V
Alur Pelayaran Barat Surabaya dan Alur Pelayaran
Timur Surabaya
Selat Madura yang menghubungkan Kecamatan
Gresik, Kabupaten Gresik dan Pulau Madura di
Bangkalan untuk memberi layanan kebutuhan
sumber tenaga untuk Pulau Madura. Serta alur
kabel laut menghubungkan Kecamatan Dringu
Kabupaten Probolinggodengan Pulau Gili Ketapang
Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo
untuk memberi layanan kebutuhan sumber tenaga
listrik Pulau Gili Ketapang
Menghubungkan Kecamatan Dringu, Kabupaten
Probolinggo dengan Pulau Gili Ketapang,
Kabupaten Probolinggo, untuk memberi layanan
kebutuhan air bersih untuk Pulau Gili Ketapang
Menghubungkan Kepulauan Kangean ke Stasiun
Penerima Utama Main Receiving Station MR/S di
Porong Kabupaten Sidoarjo, dan Kecamatan
Gresik, Kabupaten Gresik.
Di lokasi Jaringan gas milik PT. Perusahaan Gas
Negara, ke arah utara menjangkau Kecamatan
Gresik, Kabupaten Gresik; ke arah barat terbatas
Kota Mojokerto; ke arah selatan terbatas Pandaan;
dan ke arah timur berkembang ke Probolinggo dan
Leces
a. Perairan Laut Jawa merupakan tempat migrasi
ikan Lemuru dan ikan Layang yang bermigrasi
Dinas Perhubungan dan
LLAJ
Bappeda, PLN
APDB Provinsi
dan Kerjasama
swasta
APDB Provinsi
dan Kerjasama
swasta
APBN
APBN
V
V
Bappeda, PDAM
APBN
V
V
Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral
Provinsi Jawa Timur
APBN
V
V
Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral
Provinsi Jawa Timur
APBN
V
V
BLH dan Dinas
Perikanan dan Kelautan
Jawa Timur
APBN dan
APBD Provinsi
V
V
V
V
V
No
C
1
2
3
4
Program Utama
Lokasi
dari Selat Makasar ke Perairan Masalembo,
Kabupaten Sumenep dan ke Perairan Bawean;
b. Perairan Selat Madura merupakan tempat
migrasi ikan tongkol dari Samudra Hindia ke
perairan Kepulauan Sumenep;
c. Perairan Selat Bali merupakan tempat migrasi
ikan tongkol dari perairan Kepulauan Sumenep
ke Selat Bali, migrasi ikan Lamuru dari
Samudra Hindia ke Selat Bali;
d. Perairan Samudra Hindia merupakan tempat
migrasi ikan tongkol dari perairan Selat Bali ke
Samudra Hindia dan migrasi ikan Lemuru dari
Selat Bali ke Samudera Hindia.
Program Utama Pengembangan Pola Ruang
Pengembangan perikanan budidaya Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan,
tambak
Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep
Pengembangan perikanan budidaya Kabupaten Gresik, Kabupaten Probolinggo, Kota
laut
Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Sumenep
Pengembangan perikanan tangkap
Laut Jawa (utara Jawa Timur), Selat Madura, Selat
Bali, dan Samudra Hindia (selatan Jawa Timur)
Pengembangan permukiman di
kawasan pesisir
Di seluruh Kabupaten dan Kota Pesisir Jawa timur
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Timur
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Timur
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Timur
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
V
V
V
V
V
V
V
V
Bappeda, Dinas PU
Cipta Karya, Dinas
Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Dinas PU
Bina Marga
No
5
Program Utama
Pengembangan dan pengelolaan
industri di kawasan pesisir
Lokasi
Kabupaten Bangkalan, Gresik, Lamongan, Kota
Surabaya, Tuban, Banyuwangi, Probolinggo,
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
V
V
V
V
Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, BLH
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
Dinas Perikanan dan
Kelautan serta Dinas
Perhubungan dan dan
Lalu Lintas Angkutan
Jalan
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
V
V
V
V
Dinas Pertanian
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Dinas Perkebunan
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Dinas Peternakan
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Pasuruan, Sidoarjo Situbondo, Kota Pasuruan,
Kota Surabaya, Kota Probolinggo, Kabupaten
Malang, Kabupaten Pacitan.
6
Pengembangan zona pelabuhan
perikanan
PPN Brondong Kabupaten Lamongan, PPN Prigi
Kabupaten Trenggalek, PPP Pondokdadap
Kabupaten Malang, PPP Muncar Kabupaten
Banyuwangi, PPP Bawean Kabupaten Gresik, PPP
Mayangan Kota Probolinggo, PPP Tamperan
Kabupaten Pacitan, PPP Puger Kabupaten Jember,
PPP Lekok Kabupaten Pasuruan, PPP Paiton
Kabupaten Probolinggo, PPI Pancer Kabupaten
Banyuwangi, PPI Pasongsongan Kabupaten
Sumenep, dan PPI Bulu Kabupaten Tuban
7
Pengembangan pertanian di
kawasan pesisir
Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Gresik,
Jember, Lamongan, Malang, Pacitan, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Sidoarjo,
Sumenep, Trenggalek, Tuban; Tulungagung
8
Pengembangan Perkebunan di
Kawasan Pesisir
Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Gresik,
Jember, Lamongan, Lumajang, Malang, Pacitan,
Pamekasan, Pasuruan, Probolinggo, Sampang,
Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Trenggalek,
Kabupaten Tuban, dan Kota Probolinggo.
9
Pengembangan peternakan di
kawasan pesisir
Kabupaten Bangkalan. Banyuwangi, Blitar, Jember,
Lamongan, Lumajang, Malang, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Situbondo,
Sumenep, Trenggalek, Tuban, Tulungagung
No
Program Utama
10
Pengelolaan hutan produksi
11
Pengelolaan pertambangan
12
Pengembangan tambak garam
Lokasi
Pamekasan, Sumenep, Pasuruan, Sidoarjo dan
Tulungagung
Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Gresik,
Jember, Lamongan, Malang, Pacitan, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Situbondo,
Sumenep, Trenggalek, Tuban, dan Tulungagung.
Kabupaten Banyuwangi, Blitar, Jember, Lumajang,
Malang, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung,
Bangkalan, Gresik, Lamongan, Pamekasan,
Sampang, Tuban, Tulungagung, Probolinggo,
Situbondo, Sumenep
Kabupaten Sumenep, Pamekasan, Sampang,
Bangkalan, Gresik, Lamongan, Tuban, Probolinggo,
Pasuruan, Kota Pasuruan; dan Kota Surabaya.
Instansi Pelaksana
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Dinas Energi dan
Sumberdaya Mineral dan
BLH
APBD Provinsi
dan APBD Kab
/ Kota
V
V
V
V
Dinas Pertanian serta
Dinas Kelautan dan
Perikanan
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
V
V
V
V
V
V
V
V
Pengembangan pariwisata di pesisir
Koridor pariwisata Jawa Timur: Koridor A, B, dan C
Bappeda dan Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
14
Pengelolaan reklamasi pantai
Kawasan yang sesuai dengan persyaratan
reklamasi
15
Pengelolaan kawasan konservasi
pesisir dan pulau-pulau kecil
Pada zona hutan lindung, cagar alam darat, taman
nasional darat, suaka pesisir mangrove, dan suaka
Bappeda, Dinas
Perikanan dan Kelautan,
Dinas PU Cipta Karya,
BLH
Bappeda, Dinas
Perikanan dan Kelautan,
Dinas PU Cipta Karya,
BLH, Dinas Pendidikan,
Dinas Kesehatan
Bappeda, Dinas
Perikanan dan Kelautan,
Dinas PU Cipta Karya,
BLH
Bappeda, Dinas
Perikanan dan Kelautan,
Dinas PU Cipta Karya,
BLH
16
Pengelolaan kawasan konservasi
perairan
Pada zona konservasi perairan
17
Pengelolaan kawasan sempadan
pantai
wilayah pesisir kepulauan, sempadan pantai utara,
pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur.
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
Dinas Kehutanan,
Perhutani, dan BLH
13
pulau kecil;
Sumber
Pembiayaan
No
Program Utama
Lokasi
18
Pengelolaan kegiatan mitigasi
bencana di kawasan pesisir
D
1
Program Utama Pengembangan Kawasan Strategis
Penyusunan Rencana Rinci RZWP
Pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan
Strategis Provinsi
Pengembangan prasarana wilayah
Pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan
Strategis Provinsi
2
3
4
Penegakan Kedaulatan di wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil
Pemberdayaan masyarakat
Pada wilayah Sub Zona Rawan Gelombang
Pasang, Rawan Banjir, Rawan Bencana Tsunami,
dan Rawan Abrasi dan Sidementasi.
Kawasan Strategis Pertahanan Keamanan dan
Kawasan Strategis Pulau-Pulau Terluar
Pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan
Strategis Provinsi
Instansi Pelaksana
Sumber
Pembiayaan
Waktu (Periode 5
Tahunan)
I
II
III
IV
V
V
V
V
Badan Penanggulangan
Bencana Alam
Dinas PU Cipta Karya
dan Tata Ruang, Ditpol
Air Polda Jatim, ASOPS
Laut V Surabaya, Dinas
Perikanan Dan Kelautan
Provinsi Jawa Timur,
Badan SAR Nasional
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
Dinas Kelautan dan
Perikanan
Bappeda, Dinas Kelautan
dan Perikanan, Dinas PU
Cipta Karya, Dinas Bina
Marga
APBN, APBD
Provinsi
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
V
V
V
V
V
V
APBN, APBD
Provinsi dan
APBD Kab /
Kota
V
V
V
V
Lantamal V Surabaya
Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Dinas
Kelautan dan Perikanan
Bappeda, Dinas Koperasi
dan Usaha, Mikro, Kecil,
Menengah(UMKM)
IV. ARAHAN PERATURAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 1
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad A2
Blad
A2
Kawasan
Rencana
Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pertambangan I B - - B I B T T B
Pertambangan I B - - B B B T B B
Pertambangan
Pemanfaatan Umum
BLAD A2
Kawasan
Koordinat
Pola ruang/arahan
KPU Laut
112°32'31,445"E 112°48'56,575"E
5°31'59,91"S 5°34'48,314"S
pola ruang laut:
fishing ground,
perikanan tangkap
I
T
T
T
I
B T
T
T
B
Alur
Pelayaran
B T T T B I B T I T
Keterangan/Koreksi :
1.Fishing ground p.b dan wilayah potensi pertambangan (East Muriah-Exploration) overlap
2.Perikanan tangkap laut dan pertambangan minyak lepas pantai(PC Muriah Ltd- Tahap development) overlap
T
T
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
T
T
Bersyarat :
Fishing Ground
kondisi ideal fishing ground : Perairan jernih; bebas pencemaran; pada dasarnya lingkungan kondusif
bagi kehidupan ikan (pelagis maupun demersal); menggunakan “alat tangkap ramah lingkungan”.
1. Pertambangan :
-
Tidak boleh menimbulkan bahan pencemar terhadap perairan
Dilarang menggunakan bahan peledak dan bahan kimia/beracun
Meminimalkan kekeruhan perairan
Memberi tanda larangan bagi nelayan untuk tidak masuk ke “zona terlarang bagi
operasional pertambangan”
Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi akan keberadaan pertambangan
2. Alur Laut
Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di perairan fishing ground
Menjaga dan memprioritaskan operasional penangkapan ikan oleh nelayan
Memasang tanda khusus pada alur perhubungan laut
Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi berkaitan dengan keberadaan dan
kegiatan perhubungan laut di perairan fishing ground
3. Prasarana Umum
- Tidak boleh menimbulkan bahan pencemar di perairan fishing ground
- Prasarana fisik tidak boleh mengganggu kegiatan penangkapan ikan di periaran fishing
ground
- Menjaga dan memprioritaskan operasional penangkapan ikan oleh nelayan
- Memasang tanda khusus “larangan” apabila dibutuhkan
- Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan prasarana umum di
perairan fishing ground
4. Wisata :
- Tidak boleh menimbulkan sampah/bahan pencemar maupun dampak limbah buangan
wisata di perairan fishing ground
-
-
Aktivitas wisata tidak boleh menimbulkan ganggunan terhadap populasi ikan, serta
mengganggu kegiatan penangkapan ikan di perairan fishing ground
Menjaga dan memprioritaskan operasional penangkapan ikan oleh nelayan
Wisata yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan dilarang menggunakan alat
tangkap yang merusak kelestarian sumberdaya ikan (alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan)
Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan wisata di perairan fishing
ground
Tabel 2
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad A3
Blad
A3
Kawasan
Rencana
Penggunaan
6 7 8 9
B B T B
1
I
2
B
3
-
4
-
5
T
I
B
-
-
B
I
B
T
T
B
-
-
I
B
T
T
B
I
T
T
I
B
T
T
B T T T B I B T I T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan (East Bawean I-Exploration) overlap dengan alur migrasi dan fishing ground
pancing
2. Pertambangan (East Bawean II- Exploration) overlap dengan fishing ground pancing
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
T
Pemanfaatan Umum
Alur
Pertambangan
Fishing Ground
Pukat Berkapal
Alur Migrasi
Biota
Pelayaran
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
10 11 12
B
-
Tabel 3
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad A4
Blad
A4
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum
BLAD A4
Kawasan
KPU Laut 1 (P.
Keranian)
KPU Laut 2 (P.
Masalembu KecilBesar)
KPU Darat 1
(P.Keranian)
KPU Darat 2 (P.
Masalembu Kecilbesar
Koordinat
114°25'30,703"E 114°47'26,341"E
4°52'9,334"S 5°15'45,973"S
114°13'45,935"E 114°38'23,564"E
5°14'40,306"S 5°34'22,297"S
114°35'44,332"E 114°37'4,639"E
5°2'27,137"S 5°5'17,869"S
114°24'9,506"E 114°27'50,129"E
5°25'15,196"S 5°34'22,297"S
Alur
Konservasi Pesisir
Konsevasi Laut 1 (P.
keranian)
Konservasi Laut 2 (P.
Masalembu KecilBesar
114°33'39,822"E 114°39'18,155"E
5°1'8,92"S 5°7'15,658"S
114°21'59,355"E 114°30'20,608"E
5°23'10,551"S 5°34'22,297"S
Keterangan / Koreksi :
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
Budidaya Laut
F.G Pancing
F.G Pukat
Berkapal
Potensi
Perikanan
Tangkap
Pertambangan
Sibaru Exploration
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
1 2 3 4
B I - I B - -
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
T B B T I B
T B B T B B
-
I
B
-
-
B
T
B
-
-
I
B
-
-
B B B T B
B
-
-
I
B T
B B T
T B
I
B T
I
B
T
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B T B
B
B
B
Pelayaran
B T
Pengembangan
Terumbu
Karang
T
T B
I
B T
I
T
T
T
B B
-
-
B T
I
B
-
-
T
T
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Bersyarat :
Budidaya Laut : Kondisi lingkungan budidaya laut harus mempertimbangkan aspek fisika.
Kimia, dan bio;ogi perairan yang cocok untuk biota aut; seperti salinitas, oksigen terlarut,
tingkat keasaman (pH), ammonia, nitrit, kecerahan air, kecepatan arus, dan kedalaman.
1. Perikanan Tangkap
-
Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di perairan laut sekitar lokasi budidaya
-
Tidak mengganggu pelaksanaan operasional budidaya laut, dalam hal ini lokasi
budidaya diberi tanda sebagai batas diperbolehkannya perikanan tangkap
beroperasi
-
Operasi penangkapan ikan tidak boleh menggunakan alat tangkap yang dapat
merusak jaring budidaya laut maupun menyebabkan kekeruhan perairan
-
Batas operasi penangkapan ikan dtentukan minimal 500 meter dari lokasi
pembudidayaan
2. Kehutanan
-
Dilarang
melakukan
penebangan
hutan
mangrove
atau
sejenisnya
yang
mengakibatkan erosi pantai karena berdampak pada t9ngkat kejernihan perairan
-
Penebangan dan rehabiiitasi mangrove dengan izin gubernur berdasarkan analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi serta pengaruhnya pada
perairan lokasi budidaya
3. Alur Laut
-
Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di perairan laut sekitar lokasi budidaya
-
Tidak mengganggu pelaksanaan operasional budidaya laut, dalam hal ini lokasi
budidaya diberi tanda sebagai batas diperbolehkannya perhubungan laut/kapal
beroperasi
-
Operasional perhubungan laut/kapal dlsb diatur dan diberi tanda khusus agar
supaya tidak mengganggu operasional budidaya laut
-
Batas operasi penangkapan ikan dtentukan minimal 500 meter dari lokasi
pembudidayaan
4. Prasarana Umum
-
Prasarana fisik tidak boleh mengganggu kegiatan pembudidayaan ikan
-
Izin pembangunan prasarana gisik dari gubernur berdasarkan analisis “biotekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan
ekonomi keberadaan prasarana umum di perairan lokasi budidaya laut
5. Wisata
-
Tidak boleh menimbulkan sampah/bahan pencemar maupun dampak limbah
buangan wisata di perairan laut lokasi budidaya
-
Aktivitas wisata tidak menimbulkan ganggunan terhadap proses produksi
budidaya laut
-
Aktivitas wisata yang langsung berkaitan dengan pengelolaan budidaya harus
mendapat rekomendasi pihak berwenang, serta izin dari pengelola
Tabel 4
Arahaan Pemanfaatan Ruang Blad B1
Blad
B1
Kawasan
Rencana
Pemanfaata Umum
BLAD B1
Kawasan
KPU Laut
KPU Daerah
Ranjau
Koordinat
111°37'7,515"E 111°50'45,952"E
6°34'49,088"S 6°37'37,337"S
111°27'56,803"E 111°50'45,952"E
6°34'44,432"S 6°42'47,192"S
Pertambangan (RembangExploration)
Pertambangan (RembangExploration)
Alur
Pelayaran
Keterangan/Koreksi :
1.Daerah Ranjau overlap dengan pertambangan (Rembang-Exploration)
Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
B B T T B B B T I B T B
I
B T T B
B T
T T B
I
B T
I
B
T
B
I
B T
I
B
T
T
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 5
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B2
Blad
B2
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
BLAD B2
Kawasan
Koordinat
KPU Darat (P.
Bawean)
KPU Daerah
Ranjau
112°34'27,083"E - 112°44'6,541"E
5°42'25,694"S - 5°50'58,764"S
111°50'51,076"E - 112°17'28,948"E
6°37'55,515"S - 6°42'46,558"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 2
KPU Laut 1
(P. Bawean)
111°50'51,076"E - 112°40'4,563"E
6°35'19,675"S - 6°42'46,558"S
112°24'0,505"E - 112°57'3,885"E
5°34'57,605"S - 6°1'33,085"S
Konservasi Darat
Konservasi
Darat
112°36'58,461"E - 112°43'2,485"E
5°43'32,836"S - 5°49'27,4"S
Pertanian
Permukiman
Tambak
Pelabuhan
perikanan
pantai
Pelabuhan
Fishing
Ground
Pancing
Fishing
Ground Pukat
Berakapal
Perikanan
Tangkap
Budidaya Laut
Pertambangan
Bangunan
Lepas Pantai
Pelabuhan
khusus
Daerah Ranjau
Cagar Alam
Hutan Lindung
Penggunaan
6 7 8 9 10 11
- B T T B B
- B B T B
I
- B T T B B
1 2 3 4
- B B I
- T T B
- I T B
5
T
T
T
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
I
B
-
-
T
B B T
B
B
-
-
I
B
-
-
B
I
B T
T
B
-
-
I
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
B I
B T
T
T
T
I
B B T
B B T
I
B
B
T
T
B
B T
T
T
I
T
T
T
T
T
T
B
T
T
T
T
I
B T
T
B
T
B
B B T
T
B B B T
I
B
T
B
T
12
B
T
B
-
-
B T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
-
I
T
-
T
T
I
B
T
T
T
Konservasi Laut
Konservasi
Laut
Alur
112°30'59,029"E - 112°51'27,51"E
5°40'53,872"S - 5°52'54,716"S
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
PPK
Pipa Minyak
dan Gas
Rencana
Alur Pelayaran
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
B B T
T
I
B T
T
T
T
T
T
B T
T
T
I
T
I
B
T
T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.East Muriah (Development-Exploration) overlap dengan fishing ground
2. Alur Rencana Pelayaran overlap dengan Pipa Minyak dan Gas
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Bersyarat :
Tambak :
Pada prinsipnya daya dukung lingkungan budidaya tambak dipengaruhi gabungan berbagai
hal, seperti kualitas sumber air (tawar dan asin) dan air tanah, arus air di pantai, pasang
surut, ketinggian lahan, iklim, serta kondisi tanah pantai (berlumpur, berpasir atau
berkarang).
1. Pertanian
- Izin pembukaan lahan dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan analisis
“bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan
ekonomi keberadaan sector pertanian;
- Pembukaan lahan pertanian tetap memperhatikan aspek perlindungan lingkungan
sehingga tidak berdampak negative pada pengelolaan tambak maupun pertanian itu
sendiri;
- Tidak boleh menimbulkan penurunan kualitas air di pesisir akibat masuknya bahan
pencemar seperti inseksisida, pestisida, maupun fungisida melalui saluran/drainase
tambak;
- Kegiatan-kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian seperti pmbuatan
saluran/irigasi, penebangan hutan pantai dapat menggangu aliran alami pengairan
berikut kualitasnya seperti penurunan salinitas, timbul kekeruhan dlsb.
2. Prasarana Umum
- Prasarana fisik tidak boleh mengganggu kegiatan operasional tambak
- Izin pembangunan prasarana umum/fisik dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk
berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi,
teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan prasarana umum di kawasan pertambakan
3. Wisata
- Tidak boleh menimbulkan sampah/bahan pencemar maupun dampak limbah buangan
wisata di kawasan pertambakan
- Aktivitas wisata tidak menimbulkan ganggunan terhadap proses produksi budidaya
tambak
- Aktivitas wisata yang langsung berkaitan dengan pengelolaan budidaya tambak harus
mendapat rekomendasi pihak berwenang, serta izin dari pengelola
4. Permukiman
- Prasarana permukiman yang dibangun tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan pertambakan
- Izin pembangunan dan pengembangan permukiman dari gubernur atau pejabat yang
ditunjuk berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktorfaktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan prasarana umum di kawasan
pertambakan
- Penentuan lokasi permukiman harus mempertimbangkan kepentingan pengelolaan
sistem aliran air di kawasan pertambakan, pencegahan proses erosi, pengendalian
pemadatan permukan tanah, serta pengendalian buangan limbah permukiman, serta
perlindungan terhadap sumber air tanah
5. Industri
- Pembangunan kawasan industri tidak ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
berpengaruh langsung terhadap kawasan pertambakan
- Lokasi pembuagan limbah industri tidak boleh mencemari lingkungan, serta tidak
mengganggu higienitas dan estitika
- Semua jenis limbah industri terutama yang bersifat toksik terhadap komoditas
budidaya tambak, dilarang dibuang di sungai, saluran tambak, perairan pantai maupun
lepas pantai, tanpa melalui proses pengelolaan terlebih dahulu
- Semua jenis industri terutama yang menghasilkan limbah beracun, harus mendirikan
harus mendirikan fasilitas pengolahan limbah untuk meminimalkan pengaruhnya
terhadap degradasi lingkungan pertambakan
- Izin pembangunan dan pengembangan industri dari gubernur atau pejabat yang
ditunjuk berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktorfaktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi akan keberadaan industri di kawasan
pertambakan
Tabel 6
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B3
Blad
B3
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Laut
BLAD B3
Kawasan
KPU Laut
Konservasi
Alur
Koordinat
112°59'0,311"E - 113°59'41,294"E
6°41'31,312"S - 6°42'34,037"S
Fishing Ground
Jaring Insang
Hanyut
Fishing Ground
Pukat Berkapal
Pertambangan
2 3 4
5
I
B
-
-
B
I
B T
T
B
-
-
I
B
-
-
B
I
B T
T
B
-
-
B B T
T
I
B T
T B
T
T
B
-
T
B T
T
I
B
-
-
T B
I
T
T
I
B
T
T
T
I
T
T
I
B
T
T
Pengembangan
Terumbu
B B Karang
Migrasi Biota
I B T
Pelayaran Ke
Kalimantan
B T T
dan Sulawesi
Keterangan/Koreksi :
1. Bawean-Production dan Bulu-Exploration overlap dengan terumbu karang
2. Alur Migrasi Biota overlap dengan Pertambangan
3. Pertambangan berada di wilayah rencana alur pelayaran
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Penggunaan
6 7 8 9 10 11 12
1
T
Tabel 7
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B4
Blad
B4
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat (P.
Masalembu
besar)
114°25'48,324"E - 114°26'55,911"E
5°34'30,642"S - 5°34'50,774"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (P.
Masalembu
besar)
114°13'47,195"E - 114°38'22,656"E
5°34'30,642"S - 5°45'27,537"S
KPU Laut 2
115°9'5,787"E - 115°14'7,236"E
6°40'36,495"S - 6°41'47,191"S
Konservasi
Konservasi
Laut (P.
Masalembu
Besar)
Alur
114°22'13,941"E - 114°29'46,131"E
5°34'30,642"S - 5°36'55,933"S
Pertanian
Permukiman
Pelabuhan
Fishing
Ground
Pancing
Fishing
Ground
Tangkul
Potensi
Perikanan
Tangkap
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
Alur
Pelayaran
Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
- B B I T - B T T
- T T B T - B B T
10
B
B
11
B
I
12
B
T
T
T
T
T
T
T
B
B
B
I
B
-
-
T B B T B
B
-
-
I
B
-
-
B
T
B
-
-
I
B
-
-
B B B T B
B
-
-
-
T
I
T
T
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T B T
T
I
B
-
-
B T
T
T
T
T
I
B
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Sempadan Pantai dan terumbu karang overlap dengan alur rencana pelayaran
2.Rencana alur pelayaran overlap dengan pertambangan (North east Madura I&II)
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
I
I
-
I
B T
B T
T
5
6
Pertambangan
Alur laut
11
12
Permukiman
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 8
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B5
Blad
B5
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum
KPU Laut
115°14'11,745"E - 115°55'45,843"E
6°20'1,274"S - 6°41'43,185"S
Konservasi
Konservasi
Laut
115°24'28,453"E - 115°55'18,448"E
6°32'1,37"S - 6°41'38,025"S
1
2 3 4
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
I
B
-
-
B B B T B
B
-
-
Konservasi B B
Sempadan
- T
Pantai
Terumbu
B B
Karang
I
T
T
B B T
I
B
B
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
Perikanan
Tangkap
Keterangan/Koreksi :
1.North Kangean-Exploration overlap dengan PPK,Sempadan Pantai dan Terumbu Karang
2.East Kangean-Exploration overlap dengan Terumbu Karang
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Bersyarat :
Kawasan Konservasi Laut
Kawasan konservasi laut mempunyai cirri khas tertentu sebagai suatu ekosistem yang dilindungi, dilestarikan
dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pemintakatan kawasan konservasi terdiri dari (a) kawasan preservasi,
(b) kawasan konservasi, dan (c) kawasan pemanfaatan; dalam hal ini kawasan preservasi dan konservasi
merupakan kawasan lindung, sedangkan kawasan pemanfaatan merupakan kawasan budidaya.
1.
Kawasan Sempadan Pantai
Sempadan pantai meliputi daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus)
meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah laut, yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam
atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
- Perikanan Budidaya
 Dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas pantai,
tanpa rekomendasi/izin yang berwenang
 Perikanan budidaya dapat dilakukan dengan izin dari gubernur berdasarkan analisis “biotekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan
ekonomi keberadaan budidaya perikanan
2. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang pada perairan yang dangkal; untuk mencapai pertumbuhan maksimum
memerlukan perirn yang jernih, dengan suhu perairan hangat, gerakan gelombang yang besar, dan
sirkulasi air yang lancer dan terhindar dari proses sedimentasi.
-
Perikanan Tangkap



-
Tidak boleh menggunakan bahan kimia, bahan peledak untuk melakukan penangkapan
ikan di ekosistem terumbu karang
Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di ekosisem perairan ekosistem terumbu karang
Batas operasi penangkapan ikan dtentukan minimal 500 meter dari lokasi terumbu karang
Perikanan Budidaya

Perikanan budidaya dapat dilakukan dengan jarak tertentu ( 500 meter) dari lokasi
ekosistem terumbu karang dengan izin gubernur dan/atau pejabat berwenang

berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi,
teknologi, sosial, dan ekonomi atas keberadaannya
Perikanan budidaya yang sudah mendapat izin beroperasi dilarang membuang limbah
pakan serta limbah budidaya lainnya ke perairan disekitarnya yang dapat berdampak
terhadap pencemaran perairan
Tabel 9
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C1
Blad
C1
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
111°39'32,499"E - 111°50'46,075"E
6°45'15,256"S - 6°54'32,936"S
KSNT
KPU Daerah
Ranjau
3
T
111°38'35,558"E - 111°50'46,075"E
6°42'52,295"S - 6°47'58,312"S
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat
1 2
Daerah Ranjau B B
Penggunaan
4 5 6 7 8 9 10 11 12
T B B B T I B T B
111°38'35,558"E - 111°50'46,075"E
6°42'52,295"S - 6°47'58,312"S
Pertanian
Hutan
Produksi
Permukiman
Industri
Tambak
garam
Pariwisata
alam
Pertambangan T
Pelabuhan
T
khusus
Pelabuhan
T
perikanan
Minapolitan
Daerah latihan
B
B B
I
T
-
B T
T
B
B
B
B
I
B T
-
B T
I
B
T
T
T
T
T
T
B T
T T
-
B B T
B B T
B
B
I
B
T
I
I
T
T
T
-
B T
T
T
B
B
T
I
B T
-
B T
B
I
B
T
T
T
T
I
T
T
T
T
B
B
B
T
T
T
T
I
B T
T
T
B
B
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
I
B B T
-
B B T
B
B
B
B
T
B
T
B
T
B B T
B B
Alur
Pipa Gas
B T T T I B T T T T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Alur rencana pipa gas overlap dengan permukiman, industri dan kehutanan-produksi
2.Randugunting block-exploration dan jawa bagian timur area 3-production overlap dengan pemanfaatan umum darat.
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
5
6
Pertanian
Pertambangan
Alur laut
10
11
12
Wisata
Permukiman
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 10
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C2
Blad
C2
Kawasan
Eksisting
Pemanfaatan Umum Darat
Kawasan
KPU Darat 1 (Kab.
Tuban - Kab.
Lamongan)
KPU Darat 2 (Kab.
Gresik- Kota
Surabaya)
KPU Darat 3 (Kab.
Sidoarjo - Kab.
Pasuruan)
KPU Darat 4 (Kab.
Bangkalan)
1.Hutan Produksi
Koordinat
111°50'51,884"E 112°26'44,291"E
6°45'50,827"S 6°59'9,208"S
112°24'32,109"E 112°50'44,075"E
6°50'8,307"S 7°20'45,932"S
112°38'34,333"E 112°58'52,553"E
7°20'33,184"S 7°43'40,164"S
112°40'22,14"E 112°58'40,376"E
6°53'5,512"S 7°11'57,383"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
Rencana
111°50'51,121"E 112°58'38,805"E
6°42'51,26"S 7°39'18,134"S
Pola
ruang/arahan
Hutan
Produksi
2.Hutan Rakyat
Hutan Rakyat
3.Pertanian
Pertanian
4.Perkebunan
Perkebunan
5.Permukiman
Permukiman
6.Industri
Industri
7.Tambak
Tambak
8.Tambak Garam Tambak
Garam
9.Pariwisata
Pariwisata
Alam
Alam
10.Pariwisata
Pariwisata
Buatan
Buatan dan
Minat Khusus
11.Pertambangan Pertambangan
12. Pelabuhan
Pelabuhan
13.Pelabuhan
Pelabuhan
khusus
khusus
14.Pelabuhan
Pelabuhan
perikanan
perikanan
15.Pipa Minyak
Pipa Minyak
dan Gas
dan Gas
16. Minapolitan
Minapolitan
17.Fishing
Ground Tangkul
18.Fishing
Ground Jaring
Insang Menetap
Fishing
Ground
Tangkul
Fishing
Ground Jaring
Insang
Menetap
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
I
B
T
T
-
T
B
T
T
T
I
I
I
B
I
T
T
T
T
B
I
B
B
T
B
T
B
T
T
T
T
T
T
-
B
B
B
B
B
B
B
T
T
T
B
B
T
T
I
T
I
T
T
T
T
B
B
B
B
B
B
T
T
B
B
I
B
B
B
B
B
T
T
I
B
B
-
T
I
B T
-
B T
B
I
B
T
-
T
T
T
T
-
B B
T
I
B
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
T
T
T
I
I
T T
B T
B T
T
T
T
B
B
T
B
B
B
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
T
T
T
T
B T
B T
I
T
B
B
-
I
B B T
-
B B
T
B
B
B
I
B -
-
B I
B T
T
B
-
-
I
B -
-
B I
B T
T
B
-
-
19.Fishing
Ground Pukat
Berkapal
20.Fishing
Ground Jaring
Insang Hanyut
21.Perikanan
Tangkap
22.Daerah ranjau
23.Pelabuhan
khusus
24.Pipa Minyak
dan Gas
25.PPK
26.Mangrove
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1
(Kab. Tuban, Kec.
Palang)
Konservasi Darat 2
(Kab. Tuban, Kec.
Palang)
Konservasi Darat 3
(Kab. Lamongan,
Kec. Brondong)
Konservasi Darat 4
(Kab. Lamongan,
Kec. Brondong)
Konservasi Darat 5
(Kab. Lamongan,
Kec. Paciran)
Konservasi Darat 6
(Kab. Gresik, Kec
Ujung Pangkah, Kec
Sedayu, Kec Bungah,
Kec Manyar)
112°9'7,249"E 112°9'41,846"E
6°57'48,39"S 6°58'11,03"S
112°9'48,277"E 112°11'5,371"E
6°58'54,827"S 6°59'4,849"S
112°10'15,83"E 112°14'47,745"E
6°52'19,838"S 6°53'55,285"S
112°14'54,762"E 112°15'26,536"E
6°55'28,538"S 6°55'59,42"S
112°19'13,675"E 112°19'51,412"E
6°51'50,172"S 6°52'7,966"S
112°31'20,497"E 112°39'8,111"E
6°50'7,691"S 7°5'54,47"S
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Konservasi
Mangrove
Hutan
Lindung
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Fishing
Ground Pukat
Berkapal
Fishing
Ground Jaring
Insang Hanyut
Perikanan
Tangkap
Daerah ranjau
Pelabuhan
khusus
Pipa Minyak
dan Gas
PPK
Mangrove
I
B -
-
B I
B T
T
B
-
-
I
B -
-
B I
B T
T
B
-
-
I
B -
-
B B B T
B B
-
-
B B T
T T T
T
T
B B B T
T I B T
I
T
B
T
T
T
B
B
B B T
T
B I
B T
I
T
T
B
B B I
- I I
T
T
T
T
B B T
- T T
I
I
B
B
B
T
T
T
Konservasi Darat 7
(Kab. Gresik, Kec
Kebomas - Kota
Surabaya, Kec
Benowo, Kec
Asemrowo, Kec
Krembangan, Kec
Pabean Cantikan)
112°39'28,132"E 112°43'17,935"E
7°11'39,002"S 7°13'50,058"S
Konservasi
Mangrove
Konservasi Darat 8
(Kota Surabaya, Kec
Kenjeran, Kec Bulak)
112°45'12,055"E 112°47'11,936"E
7°11'45,074"S 7°13'15,555"S
Konservasi
Mangrove
112°48'13,554"E 112°50'45,134"E
7°15'13,468"S 7°20'29,879"S
Konservasi
Mangrove
Konservasi Darat 9
(Kota Surabaya, Kec
Mulyorejo, Kec
Sukolilo, Kec
Rungkut, Kec
Gunung Anyar)
Konservasi Darat 10
(Kab. Sidoarjo, Kec
Sedati, Kec
Buduran)
Konservasi Darat 11
(Kab. Sidoarjo, Kec
Sidoarjo, Kec Jabon)
Konservasi Darat 12
(Kab. Pasuruan, Kec
Kraton)
Konservasi Darat 13
(Kab. Pasuruan, Kec
Purworejo)
Konservasi Darat 14
(Kab. Pasuruan, Kec
Rejoso, Kec Lekok)
Konservasi Darat 15
(Kab. Bangkalan, Kec
Klampis)
112°48'10,705"E 112°50'26,778"E
7°20'6,197"S 7°28'44,475"S
112°45'33,49"E 112°52'21,19"E
7°28'51,664"S 7°34'43,599"S
112°51'5,051"E 112°52'35,537"E
7°35'0,582"S 7°35'59,169"S
112°54'32,981"E 112°55'5,594"E
7°37'39,834"S 7°37'47,859"S
112°57'6,549"E 112°58'47,409"E
7°37'45,822"S 7°39'20,78"S
112°48'57,455"E 112°53'59,424"E
6°53'25,717"S 6°56'54,814"S
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi Darat 16
(Kab. Bangkalan, Kec
Arosbaya, Kec
Bangkalan)
Konservasi Darat 17
(Kab. Bangkalan, Kec
Socah)
Konservasi Darat 18
(Kab. Bangkalan, Kec
Socah, Kec Kamal)
Konservasi Darat 19
(Kab. Bangkalan, Kec
Kwayar)
Konservasi Darat 20
(Kab. Bangkalan, Kec
Modung)
112°42'46,481"E 112°49'14,365"E
6°56'53,498"S 7°2'34,797"S
112°40'21,595"E 112°40'45,949"E
7°3'43,691"S 7°4'43,154"S
112°41'31,112"E 112°42'51,814"E
7°5'50,445"S 7°10'11,307"S
112°50'35,279"E 112°53'18,274"E
7°9'49,031"S 7°10'33,051"S
112°55'4,174"E 112°58'44,016"E
7°11'1,053"S 7°11'57,721"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1
(Kab. Tuban)
Konservasi Laut 2
(Kab. Bangkalan)
KSNT
KSP
Alur
111°51'20,075"E 111°57'3,714"E
6°44'52,934"S 6°47'54,341"S
112°44'21,898"E 112°56'39,724"E
6°51'20,011"S 7°0'10,431"S
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
27.Sempadan
Pantai
28.Terumbu
Karang
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
-
29.Daerah
Latihan
30.LIS
31.Kawasan Kaki
Jembatan
Suramadu
32.SIER
33.Pipa Minyak
dan Gas
34. Alur
Pelayaran
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B -
-
T
B T
T
I
B
-
-
Daerah
Latihan
LIS
Kaki
Suramadu
B B T
T
B B T
B B B
T
B
I
T T
B T
T
I
T
T
I
B B T
I B I
T
I
B
I
I
I
SIER
Pipa Minyak
dan Gas
Alur pelayaran
- T T
B B T
T
T
T B I
B B T
B T I
T
T
B
T
I
B
T
T
T
T
B
T
T
T
T
I
T
I
Keterangan/Koreksi :
1. Daerah terlarang overlap dengan alur pelayaran, kabel laut dan pipa minyak dan gas eksisting
2. Terumbu karang overlap dengan daerah latihan militer
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 11
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C3
Blad
C3
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
BLAD C3
Kawasan
KPU Darat 1 (Kab.
Bangkalan - Kab.
Sampang - Kab.
Pamekasan - Kab.
Sumenep)
KPU Darat 2 (Kab.
Pasuruan - Kab.
Probolinggo - Kota
Probolinggo - Kab.
Situbondo)
Koordinat
112°58'41,982"E 114°6'38,723"E
6°51'56,418"S 7°15'19,225"S
112°58'41,982"E 114°6'38,723"E
7°36'23,317"S 7°49'58,518"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab.
Bangkalan - Kab.
Sampang - Kab.
Pamekasan - Kab.
Sumenep)
112°58'41,982"E 114°6'38,723"E
6°42'39,836"S 7°29'20,695"S
KPU Laut 2 (Kab.
Pasuruan - Kab.
Probolinggo - Kota
112°58'41,982"E 114°6'38,723"E
7°25'54,166"S -
Hutan
Produksi
Hutan Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Industri
Tambak
Tambak
Garam
Pariwisata
Alam
Pariwisata
Buatan
Minapolitan
Pelabuhan
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
Pipa Minyak
dan Gas
Fishing
Ground Jaring
Lingkar Bertali
Kerut
Fishing
Ground
Pancing
Fishing
Ground
1
2
Penggunaan
3 4 5 6 7 8 9
-
B
I
B T
-
B T
I
B
T
T
-
T I B B
B B I T
T I B T
T T B T
T T T T
I T B T
-
B
B
B
B
B
B
T
T
T
B
B
T
I
T
I
T
T
T
B
B
B
B
B
B
T
B
B
I
B
B
B
B
T
T
I
B
-
I
T
T T
-
B T
T
T
B
B
-
T
I
B T
-
B T
B
I
B
T
-
T
T
T T
-
B B
T
I
B
T
T
I
T
B B T
T T T
I
B B
B T
T
B
B
B
B
B
B
B
T
T
T
T T
I
B T
T
T
B
B
T
T
T
T T
I
B T
T
B
B
B
T
T
T
T B
T
B T
I
T
B
B
I
B
-
- B
I
B T
T
B
-
-
I
B
-
- T
B
B T
B
B
-
-
I
B
-
- B
I
B T
T
B
-
-
10
11
12
Probolinggo - Kab.
Situbondo)
7°46'53,519"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1
(Kab. Bangkalan, Kec
Tanjung Bumi)
Konservasi Darat 2
(Kab. Sumenep, Kec
Gapuro)
Konservasi Darat 3
(Kab. Sumenep, Kec
Kalianget)
Konservasi Darat 4
(Kab. Sumenep, Kec
Pragan)
Konservasi Darat 5
(Kab. Pamekasan, Kec
Galis, Kec Larangan)
Konservasi Darat 6
(Kab. Pamekasan, Kec
Tlanakan, Kec
Pademawu)
112°59'49,798"E 113°2'38,315"E
6°52'50,619"S 6°53'26,172"S
113°54'36,067"E 113°57'10,704"E
7°0'43,433"S - 7°2'19,57"S
113°51'36,578"E 113°54'20,136"E
7°2'50,073"S 7°5'38,374"S
113°36'41,356"E 113°40'11,206"E
7°6'49,383"S 7°7'47,463"S
113°33'15,761"E 113°35'4,961"E
7°8'48,642"S 7°12'53,894"S
113°27'13,728"E 113°33'0,194"E
7°13'18,637"S 7°15'21,791"S
Konsevasi Mangrove
Tangkul
Fishing
Ground Pukat
Berkapal
Daerah Ranjau
Perikanan
Tangkap
Perikanan
Budidaya
Pertambanga
n
Pelabuhan
khusus
Pipa Minyak
dan Gas
Hutan Lindung
Taman
Nasional
PPK
Mangrove
I
B
-
- B
I
B T
T
B
-
-
B
B
T
T B
B
B T
I
B
T
B
I
B
-
- B
B
B T
B
B
-
-
B
I
-
- T
B
B T
I
B
-
-
B
T
T
T I
B
B T
I
B
T
B
T
T
T
T T
I
B T
T
T
T
B
B
B
T
T B
I
B T
I
T
T
B
-
-
I
T T
-
T T
I
B
T
T
-
-
I
T T
-
T T
I
B
T
T
B
B
I
T T
B
B T
I
B
B
T
-
I
I
T T
-
T T
I
B
T
T
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 7
(Kab. Sampang, Kec
Complang)
Konservasi Darat 8
(Kab. Sampang, Kec
Sampang)
Konservasi Darat 9
(Kab. Sampang, Kec
Torjun)
Konservasi Darat 10
(Kab. Bangkalan, Kec
Modung)
Konservasi Darat 11
(Kab. Probolinggo, Kec
Tongas, Kec Sumber
Asih, Kec
Kademangan, Kec
Mayangan, Kec
Dringu, Kec Gending,
Kec Pajarakan, Kec
Kraksaan)
Konservasi Darat 12
(Kab. Situbondo, Kec
Banyulugur)
Konservasi Darat 13
(Kab. Situbondo, Kec
Banyulugur)
Konservasi Darat 14
(Kab. Situbondo, Kec
Suboh)
Konservasi Darat 15
(Kab. Situbondo, Kec
Mandingan, Kec
Bangutan, Kec Kendit,
Kec Panarukan)
113°15'15,906"E 113°17'1,77"E
7°12'53,755"S 7°13'31,645"S
113°11'14,833"E 113°12'1,892"E
7°13'17,73"S 7°13'31,961"S
113°8'36,89"E 113°10'9,249"E
7°12'18,802"S 7°13'14,29"S
112°58'48,732"E 7°11'58,767"S
7°11'58,732"S 7°12'7,553"S
113°7'19,43"E 113°26'35,463"E
7°43'22,953"S 7°47'13,533"S
113°37'37,594"E 113°38'40,888"E
7°43'29,031"S 7°43'38,358"S
113°37'19,016"E 113°39'44,235"E
7°44'18,886"S 7°45'56,643"S
113°42'53,804"E 113°43'7,927"E
7°42'46,786"S 7°43'2,315"S
113°44'41,187"E 113°58'45,51"E
7°41'5,607"S 7°48'47,963"S
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Htuan Lindung
Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 16
(Kab. Situbondo, Kec
Panarukan)
Konservasi Darat 17
(Kab. Situbondo, Kec
Mangaran)
Konservasi Darat 18
(Kab. Situbondo, Kec
Arjasa)
113°56'24,936"E 113°56'59,341"E
7°40'40,393"S 7°41'5,087"S
114°1'11,796"E 114°3'21,423"E
7°36'21,693"S 7°37'35,903"S
114°4'53,853"E 114°5'45,844"E
7°49'18,297"S 7°49'59,277"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1
(Kab. Bangkalan, Kec
Sepulu, Kec Tanjung
Bumi - Kab. Sampang,
Kec Banyuates)
Konservasi Laut 2
(Kab Sumenep, Kec
Pragan, Kec Bluto, Kec
Saronggi, Kec
Kalianget, Kec
Gapuro, Dungkek, P.
Puteran, P. Genteng)
Konservasi Laut 3
(Kab. Sumenep)
Konservasi Laut 4
(Giligilingan)
Konservasi Laut 5
(Kab. Pamekasan, Kec
Pademawu, Kec Galis)
112°59'33,5"E 113°8'47,176"E
6°51'10,551"S 6°53'41,685"S
113°40'54,466"E 114°6'31,574"E
6°56'43,921"S 7°15'19,331"S
114°1'32,42"E 114°5'3,433"E
7°10'30,781"S 7°13'29,776"S
113°41'44,971"E 113°50'2,022"E
7°11'31,522"S 7°16'49,486"S
113°31'57,011"E 113°35'35,107"E
7°10'6,944"S 7°15'43,442"S
Konsevasi Mangrove
Konsevasi Mangrove
Hutan Lindung
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
-
T
I
T T
-
T T
I
B
T
T
B
B
-
- T
B
T T
I
B
-
-
Konservasi Laut 6
(Kab. Sampang, Kec
Complang - Kab.
Pamekasan, Kec
Tlanakan)
Konservasi Laut 7
(Kab. Bangkalan, Kec
Modung - Kab.
Sampang, Kec Sreseh)
Konservasi Laut 8 (P.
Kambing)
Konservasi Laut 9
Konservasi Laut 10 (P.
Katapang)
Konservasi Laut 11
(Kab. Situbondo, Kec
Banyulugur, Kec
Besuki)
Konservasi Laut 12
(Kab. Situbondo, Kec
Suboh, Kec
Mandingan)
Konservasi Laut 13
(Kab. Situbondo, Kec
Bangutan, Kec Kendit,
Kec Panarukan)
Konservasi Laut 14
(Kab. Situbondo, Kec
Panarukan)
Konservasi Laut 15
(Kab. Situbondo, Kec
Mangaran)
KSNT
113°15'1,186"E 113°28'3,026"E
7°12'56,217"S 7°15'4,897"S
112°58'55,286"E 113°7'10,939"E
7°12'7,644"S 7°15'17,226"S
113°10'52,706"E 113°14'29,839"E
7°17'45,67"S 7°19'54,973"S
113°33'30,389"E 113°36'41,233"E
7°19'54,363"S 7°21'39,695"S
113°13'30,291"E 113°16'52,385"E
7°39'36,683"S 7°42'22,926"S
113°36'49,143"E 113°41'0,931"E
7°40'41,408"S 7°44'15,584"S
113°43'9,402"E 113°46'5,945"E
7°42'21,88"S 7°44'19,764"S
113°47'15,892"E 113°55'44,929"E
7°38'15,036"S 7°43'14,568"S
113°57'4,426"E 113°59'14,234"E
7°37'27,633"S 7°39'42,573"S
114°1'0,144"E 114°3'13,824"E
7°35'14,825"S 7°36'58,886"S
Daerah
B
B
T
T B
B
T B
B
B
T
B
Alur
Latihan
Daerah
Terlarang
Pelayaran
Pipa Air Bersih
Pipa Minyak
dan Gas
Keterangan/Koreksi :
1. Daerah latihan overlap dengan kegiatan pertambangan
2. Daerah ranjau dengan kegiatan pertambangan overlap
3. Daerah terumbukarang dengan pertambangan overlap
4. Daerah mangrove dengan pertambangan overlap
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
T
T
T
T T
T
T T
T
T
T
T
B
B
T
B
T
T
T T
T T
I
I
T T
B T
I
I
B
B
T
T
T
T
B
B
T
T B
I
B T
I
T
T
T
Tabel 12
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C4
Blad
C4
Kawasan
Rencana
Pemanfatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab Sumenep, P.
Sapudi)
KPU Darat 2 (Kab Sumenep, P.
Raas)
KPU Darat 3 (Kab. Sumenep, P.
Kangean)
KPU Darat 4 (Kab. Situbondo)
Hutan
Produksi
Hutan Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Tambak
Pariwisata
Alam
Pertambangan
Pelabuhan
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
114°16'32,267"E 114°24'6,607"E
7°3'26,24"S 7°10'58,025"S
114°28'55,536"E 114°37'13,959"E
7°6'41,928"S 7°9'23,359"S
115°11'33,555"E 115°14'13,433"E
6°50'23,952"S 6°58'34,187"S
114°6'56,403"E 114°27'27,281"E
7°41'59,132"S 7°49'53,273"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab
Sumenep, P. Sapudi, P.
Raas)
KPU Laut 2 (Kab.
Sumenep, P. Kangean)
KPU Laut 3 (Kab.
Situbondo)
114°6'36,333"E 114°58'13,978"E
6°45'4,226"S 7°21'46,709"S
115°0'23,927"E 115°14'19,056"E
6°41'49,467"S 7°15'1,95"S
114°6'36,333"E 114°38'11,783"E
7°27'5,404"S 7°49'45,966"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab.
Sumenep, P. Raas)
114°28'55,332"E 114°37'14,693"E
7°8'29,992"S -
Konservasi
Mangrove
Fishing
Ground
Kangean
Fishing
Ground
Pancing
Perikanan
Tangkap
Budidaya Laut
Pipa Minyak
dan Gas
Pertambangan
Daerah Ranjau
Hutan Lindung
Taman
Nasional
Mangrove
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
-
T I B B
B B I T
T I B T
T T B T
I T B T
-
B
B
B
B
B
-
T
I
B T
-
B T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
T
T
I
T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
B
-
I
B
I
B
I
B
T
T
T I
T T
T I
B T
T T
B
B
B
B
B
T
B
B
I
B
B
B
T
T
B
B
I
B
T
T T
B T
T
B
B
B
B
B
B
B
I
B T
T
T
B
B
T
I
B T
T
B
B
B
-
B
I
B T
B
B
-
-
-
-
T
B B T
B
B
-
-
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
I
-
-
T
B B T
I
B
-
-
B B T
T
B
I
B T
I
T
T
B
B B T
B B T
- - I
T
T
T
I B T T
B B B T
T - T T
B
I
I
T
B
B
T
T
T
B
B
T
-
-
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
I
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
7°9'38,582"S
Konservasi Darat 2 (Kab.
Sumenep, P. Raas)
Konservasi Darat 3 (Kab.
Sumenep, P. Kangean)
Konservasi Darat 4 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 5 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 6 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 7 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 8 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 9 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 10
(Kab. Situbondo, Kec
Widuri)
114°30'29,52"E 114°37'7,814"E
7°7'11,047"S 7°8'8,678"S
115°11'3,328"E 115°14'15,52"E
6°53'42,802"S 6°56'58,989"S
114°20'0,821"E 114°22'34,231"E
7°44'55,016"S 7°45'33,384"S
114°25'15,353"E 114°27'44,931"E
7°47'12,261"S 7°49'48,75"S
114°18'10,406"E 114°27'32,404"E
7°45'18,535"S 7°49'48,75"S
114°7'34,944"E 114°7'59,409"E
7°49'9,528"S 7°49'42,882"S
114°8'34,162"E 114°8'48,55"E
7°49'3,87"S 7°49'17,784"S
114°9'23,487"E 114°9'47,205"E
7°49'3,466"S 7°49'56,89"S
114°10'21,858"E 114°11'8,945"E
7°49'10,158"S 7°49'56,954"S
PPK
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Taman
Nasional
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
Konservasi Darat 11
(Kab. Situbondo, Kec
Widuri)
114°11'52,447"E 114°12'26,53"E
7°49'1,103"S 7°49'56,597"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 (Kab.
Sumenep, Kec Dungkek, P.
Giliyang)
Konservasi Laut 2 (Kab.
Sumenep, P. Sapudi, P. Raas,
P. Palayang, P. Bulumanuk, P.
Ayer, P. Goadaya)
Konservasi Laut 3
Konservasi Laut 4
Konservasi Laut 5
Konservasi Laut 6
Konservasi Laut 7
Konservasi Laut 8
KSNT
ALUR
114°6'35,989"E 114°12'55,202"E
6°56'20,299"S 7°1'12,537"S
114°13'56,14"E 114°48'28,56"E
6°55'56,394"S 7°12'48,983"S
114°12'46,318"E 114°15'15,074"E
6°51'43,885"S 6°54'19,044"S
114°8'23,433"E 114°10'33,28"E
7°5'3,702"S 7°7'9,205"S
114°14'53,024"E 114°17'23,098"E
7°15'42,09"S 7°17'20,229"S
115°0'26,287"E 115°4'30,886"E
7°0'43,199"S 7°4'27,933"S
115°9'53,83"E 115°12'8,749"E
6°47'22,844"S 6°48'57,062"S
114°6'53,926"E 114°8'22,164"E
7°41'20,205"S 7°42'50,51"S
Hutan
Lindung
Sempadan
Pantai
Terumbu
karang
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
Daerah latihan B B T
Pipa Minyak
B B T
dan Gas
Alur pelayaran B T T
T
B B T
B B
B
T
B
T
B
I
B T
I
T
T
B
T
T
I
T
I
B
T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan di darat overlap dengan pemanfaatan umum dan konservasi
2.Daerah latihan militer overlap dengan pertambangan yang di laut
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Blad
C4
Kawasan
Rencana
Pemanfatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab Sumenep, P.
Sapudi)
KPU Darat 2 (Kab Sumenep, P.
Raas)
KPU Darat 3 (Kab. Sumenep, P.
Kangean)
114°16'32,267"E 114°24'6,607"E
7°3'26,24"S 7°10'58,025"S
114°28'55,536"E 114°37'13,959"E
7°6'41,928"S 7°9'23,359"S
115°11'33,555"E 115°14'13,433"E
6°50'23,952"S 6°58'34,187"S
Hutan
Produksi
Hutan Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Tambak
Pariwisata
Alam
Pertambangan
Pelabuhan
Pelabuhan
khusus
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
-
T I B B
B B I T
T I B T
T T B T
I T B T
-
B
B
B
B
B
-
T
I
B T
-
B T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
T
T
I
T
T
T
T
T
I
I
B
T
T
T I
T T
T I
B T
T T
B
B
B
B
B
T
B
B
I
B
B
B
T
T
B
B
I
B
T
T T
B T
T
B
B
B
B
B
B
B
B T
T
T
B
B
KPU Darat 4 (Kab. Situbondo)
114°6'56,403"E 114°27'27,281"E
7°41'59,132"S 7°49'53,273"S
Pelabuhan
perikanan
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab
Sumenep, P. Sapudi, P.
Raas)
KPU Laut 2 (Kab.
Sumenep, P. Kangean)
KPU Laut 3 (Kab.
Situbondo)
114°6'36,333"E 114°58'13,978"E
6°45'4,226"S 7°21'46,709"S
115°0'23,927"E 115°14'19,056"E
6°41'49,467"S 7°15'1,95"S
114°6'36,333"E 114°38'11,783"E
7°27'5,404"S 7°49'45,966"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab.
Sumenep, P. Raas)
Konservasi Darat 2 (Kab.
Sumenep, P. Raas)
Konservasi Darat 3 (Kab.
Sumenep, P. Kangean)
Konservasi Darat 4 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 5 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 6 (Kab.
Situbondo, Kec
114°28'55,332"E 114°37'14,693"E
7°8'29,992"S 7°9'38,582"S
114°30'29,52"E 114°37'7,814"E
7°7'11,047"S 7°8'8,678"S
115°11'3,328"E 115°14'15,52"E
6°53'42,802"S 6°56'58,989"S
114°20'0,821"E 114°22'34,231"E
7°44'55,016"S 7°45'33,384"S
114°25'15,353"E 114°27'44,931"E
7°47'12,261"S 7°49'48,75"S
114°18'10,406"E 114°27'32,404"E
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Fishing
Ground
Kangean
Fishing
Ground
Pancing
Perikanan
Tangkap
Budidaya Laut
Pipa Minyak
dan Gas
Pertambangan
Daerah Ranjau
Hutan Lindung
Taman
Nasional
Mangrove
PPK
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
I
B
-
-
B
I
B T
B
B
-
-
I
B
-
-
T
B B T
B
B
-
-
I
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
B
I
-
-
T
B B T
I
B
-
-
B B T
T
B
I
B T
I
T
T
B
B B T
B B T
- - I
T
T
T
I B T T
B B B T
T - T T
B
I
I
T
B
B
T
T
T
B
B
T
-
-
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
I
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Taman
Nasional
Banyuputih)
Konservasi Darat 7 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 8 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 9 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 10
(Kab. Situbondo, Kec
Widuri)
Konservasi Darat 11
(Kab. Situbondo, Kec
Widuri)
7°45'18,535"S 7°49'48,75"S
114°7'34,944"E 114°7'59,409"E
7°49'9,528"S 7°49'42,882"S
114°8'34,162"E 114°8'48,55"E
7°49'3,87"S 7°49'17,784"S
114°9'23,487"E 114°9'47,205"E
7°49'3,466"S 7°49'56,89"S
114°10'21,858"E 114°11'8,945"E
7°49'10,158"S 7°49'56,954"S
114°11'52,447"E 114°12'26,53"E
7°49'1,103"S 7°49'56,597"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 (Kab.
Sumenep, Kec Dungkek, P.
Giliyang)
Konservasi Laut 2 (Kab.
Sumenep, P. Sapudi, P. Raas,
P. Palayang, P. Bulumanuk, P.
Ayer, P. Goadaya)
Konservasi Laut 3
Konservasi Laut 4
Konservasi Laut 5
114°6'35,989"E 114°12'55,202"E
6°56'20,299"S 7°1'12,537"S
114°13'56,14"E 114°48'28,56"E
6°55'56,394"S 7°12'48,983"S
114°12'46,318"E 114°15'15,074"E
6°51'43,885"S 6°54'19,044"S
114°8'23,433"E 114°10'33,28"E
7°5'3,702"S 7°7'9,205"S
114°14'53,024"E 114°17'23,098"E
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Sempadan
Pantai
Terumbu
karang
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
Konservasi Laut 6
Konservasi Laut 7
Konservasi Laut 8
7°15'42,09"S 7°17'20,229"S
115°0'26,287"E 115°4'30,886"E
7°0'43,199"S 7°4'27,933"S
115°9'53,83"E 115°12'8,749"E
6°47'22,844"S 6°48'57,062"S
114°6'53,926"E 114°8'22,164"E
7°41'20,205"S 7°42'50,51"S
KSNT
ALUR
Daerah latihan B B T
Pipa Minyak
B B T
dan Gas
Alur pelayaran B T T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan di darat overlap dengan pemanfaatan umum dan konservasi
2.Daerah latihan militer overlap dengan pertambangan yang di laut
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
T
B B T
B B
T
B
I
B T
T
T
I
T
T
B
T
B
I
T
T
B
I
B
T
T
Blad
C4
Kawasan
Rencana
Pemanfatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab Sumenep, P.
Sapudi)
KPU Darat 2 (Kab Sumenep, P.
Raas)
KPU Darat 3 (Kab. Sumenep, P.
Kangean)
KPU Darat 4 (Kab. Situbondo)
Hutan
Produksi
Hutan Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Tambak
Pariwisata
Alam
Pertambangan
Pelabuhan
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
114°16'32,267"E 114°24'6,607"E
7°3'26,24"S 7°10'58,025"S
114°28'55,536"E 114°37'13,959"E
7°6'41,928"S 7°9'23,359"S
115°11'33,555"E 115°14'13,433"E
6°50'23,952"S 6°58'34,187"S
114°6'56,403"E 114°27'27,281"E
7°41'59,132"S 7°49'53,273"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab
Sumenep, P. Sapudi, P.
Raas)
KPU Laut 2 (Kab.
Sumenep, P. Kangean)
KPU Laut 3 (Kab.
Situbondo)
114°6'36,333"E 114°58'13,978"E
6°45'4,226"S 7°21'46,709"S
115°0'23,927"E 115°14'19,056"E
6°41'49,467"S 7°15'1,95"S
114°6'36,333"E 114°38'11,783"E
7°27'5,404"S 7°49'45,966"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab.
Sumenep, P. Raas)
114°28'55,332"E 114°37'14,693"E
7°8'29,992"S 7°9'38,582"S
Konservasi
Mangrove
Fishing
Ground
Kangean
Fishing
Ground
Pancing
Perikanan
Tangkap
Budidaya Laut
Pipa Minyak
dan Gas
Pertambangan
Daerah Ranjau
Hutan Lindung
Taman
Nasional
Mangrove
PPK
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
-
T I B B
B B I T
T I B T
T T B T
I T B T
-
B
B
B
B
B
-
T
I
B T
-
B T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
T
T
I
T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
B
-
I
B
I
B
I
B
T
T
T I
T T
T I
B T
T T
B
B
B
B
B
T
B
B
I
B
B
B
T
T
B
B
I
B
T
T T
B T
T
B
B
B
B
B
B
B
I
B T
T
T
B
B
T
I
B T
T
B
B
B
-
B
I
B T
B
B
-
-
-
-
T
B B T
B
B
-
-
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
I
-
-
T
B B T
I
B
-
-
B B T
T
B
I
B T
I
T
T
B
B B T
B B T
- - I
T
T
T
I B T T
B B B T
T - T T
B
I
I
T
B
B
T
T
T
B
B
T
-
-
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
- I
B B
I
I
T
T
T
T
- T T
B B T
I
I
B
B
T
B
T
T
Konservasi Darat 2 (Kab.
Sumenep, P. Raas)
Konservasi Darat 3 (Kab.
Sumenep, P. Kangean)
Konservasi Darat 4 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 5 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 6 (Kab.
Situbondo, Kec
Banyuputih)
Konservasi Darat 7 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 8 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 9 (Kab.
Situbondo, Kec Jangkar)
Konservasi Darat 10
(Kab. Situbondo, Kec
Widuri)
Konservasi Darat 11
(Kab. Situbondo, Kec
Widuri)
Konservasi Laut
114°30'29,52"E 114°37'7,814"E
7°7'11,047"S 7°8'8,678"S
115°11'3,328"E 115°14'15,52"E
6°53'42,802"S 6°56'58,989"S
114°20'0,821"E 114°22'34,231"E
7°44'55,016"S 7°45'33,384"S
114°25'15,353"E 114°27'44,931"E
7°47'12,261"S 7°49'48,75"S
114°18'10,406"E 114°27'32,404"E
7°45'18,535"S 7°49'48,75"S
114°7'34,944"E 114°7'59,409"E
7°49'9,528"S 7°49'42,882"S
114°8'34,162"E 114°8'48,55"E
7°49'3,87"S 7°49'17,784"S
114°9'23,487"E 114°9'47,205"E
7°49'3,466"S 7°49'56,89"S
114°10'21,858"E 114°11'8,945"E
7°49'10,158"S 7°49'56,954"S
114°11'52,447"E 114°12'26,53"E
7°49'1,103"S 7°49'56,597"S
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Konservasi
Mangrove
Taman
Nasional
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Hutan
Lindung
Sempadan
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
Konservasi Laut 1 (Kab.
Sumenep, Kec Dungkek, P.
Giliyang)
Konservasi Laut 2 (Kab.
Sumenep, P. Sapudi, P. Raas,
P. Palayang, P. Bulumanuk, P.
Ayer, P. Goadaya)
Konservasi Laut 3
Konservasi Laut 4
Konservasi Laut 5
Konservasi Laut 6
Konservasi Laut 7
Konservasi Laut 8
KSNT
ALUR
114°6'35,989"E 114°12'55,202"E
6°56'20,299"S 7°1'12,537"S
Pantai
Terumbu
karang
114°13'56,14"E 114°48'28,56"E
6°55'56,394"S 7°12'48,983"S
114°12'46,318"E 114°15'15,074"E
6°51'43,885"S 6°54'19,044"S
114°8'23,433"E 114°10'33,28"E
7°5'3,702"S 7°7'9,205"S
114°14'53,024"E 114°17'23,098"E
7°15'42,09"S 7°17'20,229"S
115°0'26,287"E 115°4'30,886"E
7°0'43,199"S 7°4'27,933"S
115°9'53,83"E 115°12'8,749"E
6°47'22,844"S 6°48'57,062"S
114°6'53,926"E 114°8'22,164"E
7°41'20,205"S 7°42'50,51"S
B B
-
-
T
Daerah latihan B B T
Pipa Minyak
B B T
dan Gas
Alur pelayaran B T T
T
B B T
T
B
I
B T
T
T
I
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan di darat overlap dengan pemanfaatan umum dan konservasi
2.Daerah latihan militer overlap dengan pertambangan yang di laut
B T
T
I
B
-
-
B B
B
T
B
I
T
T
B
I
B
T
T
T
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 13
Arahan Pemanfaatan Ruang Blas C5
Blad
C5
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab.
Sumenep, P. Kangean,
P. Sepeken, P. Saubi, P.
Sabunten, P. Sapankur)
115°14'12,514"E 115°41'1,488"E
6°50'21,092"S 7°3'0,987"S
115°44'39,165"E115°54'20,251"E
7°5'41,918"S 7°11'4,083"S
KPU Darat 2 (P.
Sepanjang)
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
115°14'12,514"E 116°21'56,186"E
6°41'48,048"S 7°21'32,621"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat
(Mangrove)
115°14'12,514"E 115°54'9,005"E
6°50'18,371"S 7°8'59,625"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1
115°20'43,579"E 115°23'0,294"E
Hutan
Produksi
Pertanian
Permukiman
Tambak
Pertambangan
Pelabuhan
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
Fishing
Ground
Kangean
Perikanan
Tangkap
Perikanan
Budidaya
Pertambangan
Pelabuhan
khusus
Pipa Minyak
dan Gas
PPK
Mangrove
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
1
2
3
4
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
-
B
I
B
T
-
B T
I
B
T
T
T
T
B
T
I
T
T
B
T
T
T
T
I
B
B
T
T
T
T
T
I
T
T
I
B
B
B
T
B
T
B
T
T
T
T
T
T
T
B
B
B
B
B
B
B
I
B
B
B
B
T
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
T
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
I
B
-
-
B
I
B T
B
B
-
-
I
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
B
I
-
-
T
B B T
I
B
-
-
B B T
T
I
B T
T
B
T
T
B
T
T
T
T
I
B T
T
T
T
B
B B T
T
B
I
B T
I
T
T
B
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
-
I
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
T
Konservasi Laut 2
Konservasi Laut 3
Konservasi Laut
Konservasi Laut
Alur
6°47'42,187"S 6°49'16,088"
115°28'28,647"E 115°29'57,006"E
6°50'2,123"S 6°51'29,745"S
115°27'50,821"E 115°29'29,308"E
6°44'32,989"S 6°46'9,844"S
115°24'15,527"E 115°28'25,524"E
6°41'42,214"S 6°43'38,479"S
115°35'10,713"E 115°43'35,737"E
6°44'1,918"S 6°51'7,279"S
Migrasi Biota
Pipa Minyak
dan Gas
Alur pelayaran
I
B T
T
B
I
T
T
I
B
T
T
B B T
T
B
I
B T
I
T
T
B
B T
T
T
I
T
I
B
T
T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambagan overlap dengan alur migrasi, konservasi perairan, budidaya laut, terumbu karang dan potensi
perikanan tangkap
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 14
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C6
Blad
C6
Kawasan
Rencana
1
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
116°21'53,751"E 116°26'32,871"E
6°47'28,278"S 7°4'52,884"S
Penggunaan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pertambangan
B B T
T
I
B T
Keterangan /Koreksi :
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
T B
T
T
B
Tabel 15
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D1
Blad
D1
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat
110°53'45,19"E 111°50'58,16"E
8°3'30,688"S 8°20'6,233"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
110°42'54,245"E 111°50'58,16"E
8°13'6,048"S 8°34'50,796"S
Konservasi darat
Konservasi Darat
Konservasi Laut
KSNT
Alur
111°50'58,16"E
8°22'54,502"S
Hutan
Produksi
Hutan Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Pariwisata
Pariwisata
Buatan
Pertambangan
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
Minapolitan
Fishing
Ground
Pancing
Potensi
Perikanan
Tangkap
Budidaya Laut
Hutan Lindung
PPK
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
PPK
Migrasi Biota
Alur pelayaran
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
-
T I B B
B B I T
T I B T
T T B T
T I B T
-
B
B
B
B
B
-
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
-
I
B
T
T
T I
T T
T I
B T
T B
B
B
B
B
I
T
B
B
I
B
B
B
T
T
T
-
B B T
I
B
T
I
T
T
T
T
B
B
B
T
T
I
B T
T
T
B
B
T
T
I
B T
T
B
B
B
I
B B T
-
B B T
B
B
B
I
B
-
-
T
B B T
B
B
-
-
I
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
B
-
I
-
I
T
T
T
B B T
- T T
I
I
B
B
T
T
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
B B I
I B T
B T T
T
T
T
T B B T
B I T T
T I T T
I
I
I
B
B
B
B
T
T
T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan overlap dengan hutan-kpu dan hutan-konservasi
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Konservasi Laut
111°41'27,054"E 111°44'55,557"E
8°17'14,855"S 8°22'38,984"S
Blad
D1
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat
110°53'45,19"E 111°50'58,16"E
8°3'30,688"S 8°20'6,233"S
Hutan
Produksi
Hutan Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
-
T I B B
B B I T
T I B T
T T B T
-
B
B
B
B
I
B
T
T
T I
T T
T I
B T
B
B
B
B
T
B
B
I
B
B
T
T
Catatan Pokja
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
110°42'54,245"E 111°50'58,16"E
8°13'6,048"S 8°34'50,796"S
Konservasi darat
Konservasi Darat
111°50'58,16"E
8°22'54,502"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut
KSNT
Alur
111°41'27,054"E 111°44'55,557"E
8°17'14,855"S 8°22'38,984"S
Pariwisata
Pariwisata
Buatan
Pertambangan
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
Minapolitan
Fishing
Ground
Pancing
Potensi
Perikanan
Tangkap
Budidaya Laut
Hutan Lindung
PPK
-
T
I
B T
-
B T
B
I
B
T
-
T
T
T
T
-
B B T
I
B
T
T
T
T
T
I
T
T
T
T
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
T
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
-
I
B B T
-
B B T
B
B
B
I
B
-
-
T
B B T
B
B
-
-
I
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
B
-
I
-
I
T
T
T
B B T
- T T
I
I
B
B
T
T
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
-
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
PPK
Migrasi Biota
Alur pelayaran
B B I
I B T
B T T
T
T
T
T B B T
B I T T
T I T T
I
I
I
B
B
B
B
T
T
T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan overlap dengan hutan-kpu dan hutan-konservasi
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 16
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D2
Blad
D2
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum darat
KPU Darat
111°51'1,026"E 112°59'5,647"E
8°8'57,683"S 8°26'52,007"S
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
111°51'1,026"E 112°59'5,647"E
8°16'9,231"S 8°38'23,152"S
Konservasi darat
Konservasi Darat
111°51'1,026"E 112°56'22,379"E
8°9'32,998"S 8°27'46,079"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut
112°39'59,963"E 112°43'41,927"E
8°25'13,198"S 8°28'39,107"S
Hutan
Produksi
Hutan
Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Pariwisata
Alam
Dalam
Negeri
Pelabuhan
perikanan
Minapolitan
Fishing
Ground
Jaring
Lingkar
Bertali Kerut
Perikanan
Tangkap
Hutan
Lindung
Cagar Alam
PPK
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
Penggunaan
5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
-
B
I
B T
-
B T
I
B
T
T
-
T
I
B B
-
B T
I
B
T
B
-
B B I T
T I B T
T T B T
-
B T T
B T I
B B T
B
B
B
B
B
I
B
T
T
-
T
I
B T
-
B T
B
I
B
T
T
T
T
T
T
I
B T
I
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B T
T
B
B
B
-
I
B B T
-
B B T
B
B
B
I
B
-
-
B
I
B T
T
B
-
-
I
B
-
-
B B B T
B
B
-
-
-
-
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
-
B T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
I
T
T
B B T
I
B
B
T
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B B
-
-
T
B T
T
I
B
-
-
KSP
Pelabuhan
T T T
Internasional
Migrasi Biota I B T
Alur
B T T
pelayaran
Alur
T
T
I
B T
I
B
B
B
T
T
B
T
I
I
T
T
I
I
B
B
T
T
T
T
T
T
Keterangan/Koreksi :
1.Pertambangan overlap dengan KPU darat dan konservasi darat
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Blad
D3
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab. Lumajang Kab. Banyuwangi)
KPU Darat 2 (Kab. Situbondo)
112°59'9,752"E 114°7'17,685"E
8°5'29,966"S 8°35'49,277"S
114°5'36,613"E 114°6'55,264"E
7°50'3,592"S 7°54'21,791"S
Hutan Produksi
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Pariwisata Alam
Pertambangan
Dalam Negeri
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
1
T
T
2
B
B
T
T
T
T
T
3
I
B
I
T
I
T
T
4
B
I
B
B
B
T
T
Penggunaan
5 6 7 8
T - B T
T - B T
T - B T
T - B B
T - B T
I T T T
T I B T
T
T
T
T
T
I
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
B
T
T
B
B
B
9
I
T
I
T
B
T
I
10 11 12
B T
T
B B B
B B T
B
I
T
I
B T
B B B
B B B
Pemanfaatan Umum Laut
I
I
B
B
-
-
B
T
I
B
B
B
T
T
T
B
B
B
-
-
I
B
-
-
B
B
B
T
B
B
-
-
B
B
I
I
B
I
T
T
T
T
T
T
T
T
B
T
T
T
B
T
T
T
T
I
I
I
I
B
B
B
B
T
T
T
B
T
T
T
T
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B
B
-
-
T
B
T
T
I
B
-
-
T
B
I
I
B
I
I
T
I
B
I
B
Migrasi biota
I B T T B I T T I B T
Ke Australia
B T T T T I T T I B T
Keterangan/Koreksi : Pelabuhan Khusus tidak mempunyai kewenangan wilayah, kewenangan oleh OP atau UPP
1.Pertambangan darat overlap dengan perumahan,pertanian,perkebunan
T
T
KPU Laut
112°59'9,752"E 114°7'17,685"E
8°16'53,776"S 8°50'32,315"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab.
Jember - Kab. Banywangi)
Konservasi Darat 2 (Kab.
Situbondo)
Konservasi Darat 3 (P. Nusa
Barong, Kab. Jember)
113°28'36,63"E 114°6'38,991"E
8°20'11,348"S 8°38'21,299"S
114°4'48,337"E 114°6'55,264"E
7°50'3,592"S 7°58'33,233"S
113°15'45,274"E
113°25'14,853"E
8°26'39,058"S 8°30'24,799"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 - P. Nusa
Barong, Kab. Jember
Konservasi Laut 2 - Kab.
Banyuwangi
113°14'31,323"E 113°26'35,036"E
8°24'43,497"S 8°30'2,366"S
114°5'41,339"E 114°7'15,94"E
8°36'47,808"S 8°38'40,007"S
KSNT
KSNT (Pulau-Pulau Terluar) P. Nusa Barong
Alur
Keterangan :
Hutan Lindung
Taman Nasional
Cagar Alam
PPK
Sempadan
Pantai
Terumbu karang
PPK
113°15'45,274"E 113°25'14,853"E
8°26'39,058"S 8°30'24,799"S
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Perhubungan laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 17
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D3
Blad
D3
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab. Lumajang Kab. Banyuwangi)
KPU Darat 2 (Kab. Situbondo)
112°59'9,752"E 114°7'17,685"E
8°5'29,966"S 8°35'49,277"S
114°5'36,613"E 114°6'55,264"E
7°50'3,592"S 7°54'21,791"S
1
T
T
2
B
B
T
T
T
T
T
3
I
B
I
T
I
T
T
4
B
I
B
B
B
T
T
Penggunaan
5 6 7 8
T - B T
T - B T
T - B T
T - B B
T - B T
I T T T
T I B T
T
T
T
T
T
I
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
I
B
T
T
B
B
B
I
I
B
B
-
-
B
T
I
B
B
B
T
T
T
B
B
B
-
-
I
B
-
-
B
B
B
T
B
B
-
-
Hutan Lindung
Taman Nasional
Cagar Alam
PPK
B
B
I
I
B
I
T
T
T
T
T
T
T
T
B
T
T
T
B
T
T
T
T
I
I
I
I
B
B
B
B
T
T
T
B
T
T
T
T
Sempadan
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
Hutan Produksi
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Pariwisata Alam
Pertambangan
Dalam Negeri
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
112°59'9,752"E 114°7'17,685"E
8°16'53,776"S 8°50'32,315"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab.
Jember - Kab. Banywangi)
Konservasi Darat 2 (Kab.
Situbondo)
Konservasi Darat 3 (P. Nusa
Barong, Kab. Jember)
Konservasi Laut
113°28'36,63"E 114°6'38,991"E
8°20'11,348"S 8°38'21,299"S
114°4'48,337"E 114°6'55,264"E
7°50'3,592"S 7°58'33,233"S
113°15'45,274"E
113°25'14,853"E
8°26'39,058"S 8°30'24,799"S
9
I
T
I
T
B
T
I
10 11 12
B T
T
B B B
B B T
B
I
T
I
B T
B B B
B B B
Konservasi Laut 1 - P. Nusa
Barong, Kab. Jember
113°14'31,323"E 113°26'35,036"E
8°24'43,497"S 8°30'2,366"S
114°5'41,339"E 114°7'15,94"E
8°36'47,808"S 8°38'40,007"S
Pantai
Terumbu karang
B
B
-
-
T
B
T
T
I
B
-
-
T
B
I
I
B
I
I
T
I
B
I
B
Migrasi biota
I B T T B I T T I B T
Ke Australia
B T T T T I T T I B T
Keterangan/Koreksi : Pelabuhan Khusus tidak mempunyai kewenangan wilayah, kewenangan oleh OP atau UPP
1.Pertambangan darat overlap dengan perumahan,pertanian,perkebunan
T
T
Konservasi Laut 2 - Kab.
Banyuwangi
KSNT
KSNT (Pulau-Pulau Terluar) P. Nusa Barong
PPK
113°15'45,274"E 113°25'14,853"E
8°26'39,058"S 8°30'24,799"S
Alur
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Perhubungan laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Berikut adalah matriks untuk kawasan bersyarat untuk Blad D-3 :
Tabel 18
Kawasan Bersyarat Blad D3
NO.
SYARAT YANG DIUSULKAN
1.
Perikanan Tangkap
Untuk kegiatan Perikanan Tangkap, tidak ada persyaratan khusus yang harus
dipenuhitetapi dalam pelaksanaannya harus mentaati segala rambu-rambu yang
terdapat diseki tar alur pelayaran baik itu pelampung suar (bouy)atau rambu suar.
Pertambangan dan Prasarana Umum
Alur Pelayaran
Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2011 tentang Alur
Pelayaran pasal 40 dijelaskan bahwa pemberian ijin pembangunan, pemindahan
dan/atau pembongkaran bangunan atau instalasi di alur pelayaran diberikan oleh
Direktur Jenderalsetelah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Persyaratan Administrasi
● Akte Pendirian Perusahaan
● Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
● Domisili Perusahaan
b. Persyaratan Teknis
● Hasil survei teknis yang mencakup :
- Posisi geografis bangunan atau instalasi
- Bathimetric
- Data hidrografi
- Data jenis dan kondisi sub soil
- Penentuan titik koordinat geografis landing point
● Perhitungan teknis dan gambar desain bangunan atau instalasi
● Lama waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan
● Metode kerja dan analisis teknis
● Rekomendasi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan terdekat
● Rekomendasi dari Distrik Navigasi terdekat
● Studi lingkungan yang sudah mendapat pengesahan oleh pejabat berwenang.
● Rekomendasi dari Distrik Navigasi terdekat
5,7
● Pemasangan kabel dan pipa dilakukan dengan pemendaman dengan
persyaratan :
- Penempatannya di luar alur pelayaran
- Alur pelayaran yang kedalamannya < 20 m,kabel dan pipa harus dipendam
sedalam 4 m di bawah permukaan air laut (natural seabed)
- Alur pelayaran yang kedalamannya antara 20 m - 40 m, kabel dan pipa
harus dipendam sedalam 2 m di bawah permukaan air laut (natural seabed)
- Alur pelayaran yang kedalamannya antara > 40 m, kabel dan pipa harus
dipendam 1 m di bawah permukaan air laut (natural seabed)
● Untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan dan kepadatan lalu lintas
pelayaran perlu dilakukan penilaian resiko (risk assesment) anatar lain dengan
melakukankegiatan penjatuhan jangkar tersebar (anchor drop test)
● Pembangunan jembatan atau bangunan sejenisnya di alur pelayaran wajib
memperhatikan ruang bebas, dihitung dengan memperhatikan :
- Bentangan jembatan
- Kepadatan lalu lintas kapal
- Dimensi kapal
- Kondisi alur
- Air pasang tinggi
- Tinggi tiang utama kapal
- Gelombang
- Kedalaman perairan
- Pilar konstruksi jembatan
● Pada setiap bangunan atau instalasi di laut wajib membangunan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran
● Pembangunan SBNP dilakukan oleh pemilik bangunan dengan ijin Direktur
Jenderal
NO.
SYARAT YANG DIUSULKAN
5,7,10,
12
Pertambangan, Prasarana Umum, Wisata dan IndustriPelabuhan
Didalam setiap pembangunan diwilayah perairan laut akan diadakan pekerjaan
reklamasi, baik itu jenis bangunan pelabuhan, wisata, industri dan parasarana umum
lainnya.
Didalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 tahun 2011 tentang Pengerukan dan
Reklamasi, ijin untuk pelaksanaan reklamasi adalah :
a. Persyaratan Administrasi
● Akte Pendirian Perusahaan
● Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
● Domisili Perusahaan
● Keterangan penanggung jawab kegiatan
b. Persyaratan Teknis
● Keterangan mengenai maksud dan tujuan reklamasi
● Lokasi dan koordinat geografis areal yang akan direklamasi
● Peta pengukuran kedalaman awal (pedredge sounding) dari lokasi reklamasi
● Hasil studi dari analisis dampak lingkungan
● Surat pernyataan bahwa pekerjaan reklamasi akan dilakukan oleh perusahaan
yang memiliki izin usaha dan kemampuan dan kompetensi melakukan pek. reklamasi.
● Rekomendasi dari Syahbandar setempat dan berkoordinasi dengan Distrik Navigasi
setempat terhadap aspek keselamatan pelayaran.
● Rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan dari
pelabuhan setempat akan kesesuaian dengan dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi
pekerjaan yang berada didalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan.
● Rekomendasi dari bupati/walikota setempat akan kesesuaian dengan rencana
umum tata ruang wilayah kabupaten/wilayah yang bersangkutan.
Untuk setiap kegiatan pembangunan pelabuhan khusus multiporpose yang berfungsi
untuk pelabuhan khusus pertambangan dan industri, diperlukan persyaratan-persyaratan
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan antara lain :
a. Persyaratan Administrasi
● Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
● Bukti penguasaan tanah
● Bukti kemampuan finasial
● Proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang
● Rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat
b. Persyaratan Teknis Kepelabuhanan
● Gambar hidrografi, topografi, dan ringkasa laporan hasil survei mengenai pasang
surut dan arus
● Tata letak dermaga
● Perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok
● Hasil survei kondisi tanah
● Hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur pelayaran dan kolam pelabuhan
● Batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat
geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu
c. Persyaratan Keselamatan dan Keamanan
● Alur pelayaran
● Kolam pelabuhan
● Rencana penempatan SBNP
● Rencana kunjungan kapal
d. Persyaratan Kelestarian lingkungan
● Berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan peraturan lingkungan hidup
Tabel 19
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D4
Blad
D4
Kawasan
Rencana
Pemanfaatan Umum Darat
114°7'22,043"E 114°25'42,272"E
7°49'53,878"S 8°37'52,837"S
KPU Darat
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut (Kab.
Banyuwangi - Kab.
Situbondo)
114°7'22,043"E 114°46'35,274"E
7°49'53,878"S 8°57'24,601"S
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1
(Kab. Banyuwangi)
114°10'11,299"E 114°36'2,617"E
Hutan
Produksi
Hutan
Rakyat
Pertanian
Perkebunan
Permukiman
Industri
Tambak
Pariwisata
Alam
Pariwisata
Buatan
Dalam
Negeri
Pelabuhan
khusus
Pelabuhan
perikanan
Minapolitan
Fishing
Ground
Pancing
Fishing
Ground Jari
Lingkar
Bertali Kerut
Perikanan
Tangkap
Hutan
Lindung
Taman
1
2
3
4
Penggunaan
5 6 7 8 9
-
B
I
B
T
-
B
T
I
B
T
T
-
T
I
B
B
-
B
T
I
B
T
B
-
B
T
T
T
I
B
I
T
T
T
I
B
B
T
B
T
T
T
T
T
-
B
B
B
B
B
T
T
B
B
T
T
I
T
T
T
B
B
B
B
B
B
B
I
B
B
B
T
T
I
B
-
T
I
B
T
-
B
T
B
I
B
T
-
T
T
T
T
-
B
B
T
I
B
T
T
T
T
T
T
I
B
T
I
B
B
B
T
T
T
T
T
I
B
T
T
T
B
B
T
T
T
T
T
I
B
T
T
B
B
B
-
I
B
B
T
-
B
B
T
B
B
B
I
B
-
-
T
B
B
T
B
B
-
-
I
B
-
-
B
I
B
T
T
B
-
-
I
B
-
-
B
B
B
T
B
B
-
-
-
-
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
-
-
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
10 11 12
Konservasi Darat 2
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Darat 3
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Darat 4
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Darat 5
(Kab. Situbondo)
Konservasi Darat 6
(Kab. Situbondo)
Konservasi Darat 7
(Kab. Situbondo)
8°26'53,451"S 8°47'2,021"S
114°20'19,302"E 114°23'24,557"E
8°12'19,89"S 8°25'21,565"S
114°10'11,481"E 114°18'9,652"E
8°2'16,363"S 8°6'47,088"S
114°21'15,348"E 114°23'26,114"E
8°4'29,674"S 8°6'38,175"S
114°25'8,554"E 114°26'2,107"E
7°56'52,626"S 8°2'25,463"S
114°7'22,043"E 114°15'33,372"E
7°49'53,878"S 7°58'32,346"S
114°19'39,477"E 114°27'42,464"E
7°49'53,878"S 7°54'36,61"S
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Laut 2
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Laut 3
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Laut 4
(Kab. Banyuwangi)
114°7'22,043"E 114°9'58,159"E
8°37'18,315"S 8°38'52,819"S
114°20'27,132"E 114°22'38,731"E
8°40'12,808"S 8°44'0,623"S
114°32'8,845"E 114°37'49,827"E
8°41'43,433"S 8°48'3,882"S
114°23'9,717"E 114°24'47,295"E
Nasional
Mangrove
PPK
Sempadan
Pantai
Terumbu
Karang
-
I
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B
B
I
T
T
B
B
T
I
B
B
T
-
T
I
T
T
-
T
T
I
B
T
T
B
B
-
-
T
B
T
T
I
B
-
-
Konservasi Laut 5
(Kab. Banyuwangi)
Konservasi Laut 6
(Kab. Banyuwangi)
Alur
8°28'3,803"S 8°30'27,106"S
114°20'29,495"E 114°22'23,136"E
8°21'3,216"S 8°24'57,263"S
114°25'27,3"E 114°27'11,639"E
7°57'53,743"S - 8°3'30"S
Migrasi
biota
pelayaran
I
B
T
T
B
I
T
T
I
B
T
T
B
T
T
T
T
I
T
T
I
B
T
T
Keterangan/Koreksi :
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1
Perikanan tangkap
7
Prasarana umum
2
Perikanan budidaya
8
Pembuangan limbah/sampah
3
Kehutanan
9
Konservasi
4
Pertanian
10
Wisata
5
Pertambangan
11
Permukiman
6
Alur laut
12
Industri
Pengendalian :
I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
GUBRNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
GUBERNUR JAWA TIMUR
PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR 97 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
TAHUN 2011 - 2030
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang
: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perlu membentuk Peraturan Gubernur
tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Tahun 2011 - 2030;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara
Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan
Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3647);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
1
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5073);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844) ;
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723);
11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
12. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
15. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan,
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
2
17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4020)
18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
19. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3294);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3373);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara
Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3721);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3838);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
3
27. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi
Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 4749);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5103);
30. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
32. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
33. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
34. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.18/MEN/2008 tentang Akreditasi Terhadap Program
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
35. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.20/MEN/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau kecil dan
Perairan di Sekitarnya;
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
37. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pengelolaan Sumber Daya di Wilayah Laut;
38. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor
11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi
Daerah Tingkat I Jawa Timur;
39. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003
tentang Pengelolaan Hutan di Jawa Timur;
40. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2025. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
4
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN GUBERNUR TENTANG RENCANA STRATEGIS
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA
TIMUR TAHUN 2011-2030
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan :
1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
5. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
Jawa Timur yang selanjutnya disingkat RSWP-3-K Provinsi
adalah rencana yang memuat kebijakan lintas sektor untuk
kawasan perencanaan melalui penetapan tujuan, sasaran dan
strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator
yang tepat guna memantau rencana pembangunan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Jawa Timur.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur yang
terkait dengan RSWP-3-K
7. lnstansi/Lembaga terkait adalah instansi/lembaga yang terkait
dengan RSWP-3-K
BAB II
KEDUDUKAN
Pasal 2
(1) RSWP-3-K Provinsi Jawa Timur merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Jawa Timur merupakan komplemen Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Timur;
(2) RSWP-3-K Provinsi Jawa Timur mengintegrasikan kegiatan
pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
berdasar prinsip-prinsip manajemen;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
5
(3) RSWP-3-K Provinsi Jawa Timur direncanakan dan dilaksanakan
dengan melibatkan peranserta Masyarakat Adat dan/ atau
Masyarakat Lokal maupun pemangku kepentingan lainnya.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3
RSWP-3-K Provinsi ditetapkan dengan maksud :
a. untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara
menyeluruh;
b. untuk memberikan kerangka dasar sebagai landasan bagi
penyusunan Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan, dan
Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Wilayah
Provinsi;
c. sebagai norma, standar dan pedoman bagi pemerintah daerah
provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa
Timur dalam rangka perencanaan pembangunan dan pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan
berkelanjutan;
d. sebagai strategi dasar dan keserasian dalam rangka pemanfaatan
sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bagi
kesejahteraan masyarakat
Pasal 4
RSWP-3-K Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bertujuan
untuk mengakomodasi :
a. upaya memulihkan dan menjamin hak serta kewajiban
masyarakat mengelola sumberdaya wilayah pesisir dan pulaupulau kecil secara berkelanjutan;
b. upaya melindungi dan memperbaiki ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
c. upaya mengembangkan system pemanfaatan sumberdaya
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal, efisien dan
berkelanjutan, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
d. upaya meminimalkan konflik pemanfaatan dan kewenangan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga dapat
dicapai keterpaduan dan keberlanjutan program pembangunan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
6
BAB IV
VISI DAN MISI
Pasal 5
(1) Visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi
adalah "Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang Terintegrasi, Aman, serta Berkelanjutan
untuk meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Jawa Timur"
(2) Misi dalam mewujudkan pembangunan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil meliputi :
a. meningkatkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulaupulau kecil yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
b. meningkatkan keamanan dan stabilitas sosial serta ketahanan
terhadap bencana;
c. melindungi keaneka - ragaman hayati di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Jawa Timur;
d. meningkatkan daya saing potensi ekonomi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan tidak mengganggu fungsi konservasi
setempat;
e. meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
kesejahteraan melalui penguasaan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulaupulau kecil; dan
f. meningkatkan kerjasama sinergi antar sektor.
BAB V
SISTEMATlKA
Pasal 6
Sistematika RSWP-3-K Provinsi meliputi :
a. BAB I
: PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran, landasan
hukum, ruang lingkup kegiatan, istilah dan definisi yang berkaitan
dengan wilyah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Memuat deskripsi umum ten tang keadaan sumberdaya pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi meliputi perairan, ekosistem pesisir,
sumberdaya pesisir, jasa kelautan, energy dan sumberdaya
kelautan, pulau-pulau kecil, dan kelembagaan, penggunaan ruang
wilayah, fasilitas pelayanan umum, infrastruktur wilayah,
transportasi darat, laut, udara, kondisi sosial ekonomi, dan rumah
tangga nelayan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
7
c. BAB III : KERANGKA KEBIJAKAN STRATEGIS
Memuat visi dan misi, isu pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil terdiri dari : integrasi penataan ruang, mitigasi bencana
dan adaptasi perubahan iklim global, pengembangan sarana dan
prasarana social, ekonomi, dan hankam, pemanfaatan pulau kecil
dan pulau terluar, pengembangan transportasi laut, penataan
kesadaran, kepastian penegakan dan kedaulatan hukum,
reklamasi pantai yang berdampak kerusakan pada lingkungan,
penataan pemukiman, pencemaran dan konservasi sumberdaya
hayati, pengembangan ekonomi, wisata bahari, dan peningkatan
kesejahteraan, pengelolaan perikanan tangkap dan perikanan
budidaya,
pemberdayaan
dan
partisipasi
masyarakat,
pengembangan kawasan industry, pengelolaan pertambangan,
minyak dan gas bumi, kualitas sumberdaya manusia; termasuk
tujuan dan sasaran, strategi dan arah kebijakan, serta target dan
indikator.
b. BAB IV : KAIDAH
PEMBANGUNAN
PELAKSANAAN
DAN
PEMANTAUAN
Memuat langkah-Iangkah pelaksanaan dan pemantauan terhadap
pelaksanaan RSWP-3-K Provinsi. RSWP-3-K Provinsi merupakan
acuan penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil Provinsi Jawa Timur, Rencana Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur, dan Rencana
Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur,
serta menjadi acuan penyusunan RSWP-3-K Kabupaten/Kota.
RSWP3-K Provinsi disusun dalam jangka waktu 20 tahun dengan
4 (empat) tahapan prioritas :
Prioritas 1 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2011 - 2015;
Prioritas 2 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2016 - 2020;
Prioritas 3 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2021 - 2025;
Prioritas 4 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2026 – 2030;
c. BAB V
: PENUTUP
Memuat penjelasan bahwa RSWP-3-K Provinsi harus dilengkapi
dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil,
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, dan
Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil yang
merupakan satu kesatuan yang utuh dan dapat dijadikan pedoman
untuk mengelola sumber daya pesisir secara berkelanutan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
8
BAB VI
ISI DAN URAIAN RSWP-3-K PROVINSI
Pasal 7
Isi beserta uraian RSWP-3-K Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, tercantum dalam Lampiran yang sebagai bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini
BAB VII
PEMANTAUAN
Pasal 8
(1) Pemantauan pelaksanaan RSWP-3-K Provinsi dilaksanakan
secara terintegrasi, terpadu, dan berkesinambungan
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh SKPD dan atau lembaga/instansi terkait dengan
melibatkan masyarakat dan para pemangku kepentingan
lainnya sesuai dengan kewenangannya
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 9
RSWP-3-K Provinsi memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak
ditetapkan dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sekali
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
Pada tanggal 28 Desember 2011
DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Tgl 28 - 12 - 2011 No. 97 Th 2011 / D
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
9
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
10
Download