Catatan untuk Khotbah 6 September 2009 Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto Nats Alkitab: ................... Ringkasan Khotbah 30 Agustus 2009 Nats Alkitab: Matius 26:26-35 / Penetapan Perjamuan Malam; Petrus akan menyangkal Yesus Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Ringkasan dan audio dari khotbah minggu-minggu yang lalu tersedia di website www.mriimelbourne.org Minggu lalu kita membahas dari ayat yang ke 26-29 dan kita melihat paling tidak ada 4 hal yang penting yang diajarkan di dalam penetapan Perjamuan Suci yang kemudian menjadi dasar sepanjang sejarah gereja. Walaupun ada perbedaan-perbedaan di dalam pengertian arti kata-kata Tuhan Yesus, "Inilah tubuhKu", tetapi kita melihat minggu lalu ada hal-hal yang sangat prinsip yang secara jelas dinyatakan di dalam Alkitab bagi kita. Pertama, Perjamuan Suci ini menunjuk kepada kematian yang mengerikan. Kematian yang dilambangkan dengan roti yang dipecahkan dan cawan yang dicurahkan menunjuk kepada tubuh Kristus yang akan dipaku di atas kayu salib dan darah yang dicurahkan di atas kayu salib bagi pengampunan dosa kita. Kedua, ketika Tuhan melakukan Perjamuan Suci ini, ada satu perjanjian baru yang dibuat oleh Tuhan dengan umat-Nya. Perjanjian yang lama (perjanjian yang dilakukan dengan darah binatang dalam upacara-upacara di Bait Allah) sudah berlalu, tetapi perjanjian baru ini digenapi oleh Kristus sendiri dengan dimeteraikan oleh darah-Nya; darah Anak tunggal Allah yang suci itu dicurahkan bagi penghapusan dosa kita. Ketiga, kita juga berbicara mengenai pengampunan dosa melalui darah yang ditumpahkan. "Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa." (ayat 28). Dengan kata lain, kepastian bahwa Tuhan sudah menyucikan kita dengan harga yang mahal dari segala dosa dan menebus kita dari perbudakan dosa sehingga sekarang kita menjadi milik Kristus. Keempat, kita melihat disini "ditumpahkan bagi banyak orang." Bukan bagi semua orang, tetapi bagi orang-orang yang dipilih-Nya. Kepada siapa keselamatan diberikan? Kepada setiap orang yang percaya. Bagaimana mereka bisa percaya? Karena mereka mendengar Firman. Bagaimana mereka bisa mendengar Firman? Karena ada yang memberitakan Firman kepada mereka. Bagaimana ada yang memberitakan Firman kepada mereka? Karena ada yang diutus kepada mereka. Tetapi mengapa kemudian sebagian orang menerima dan sebagian orang tidak? Tidak ada jawaban lain selain karena Tuhan sudah berdaulat memilih orang-orang pilihan-Nya untuk diselamatkan. Jadi kematian Kristus adalah kematian bagi banyak orang. Seberapa banyak? Kita tidak mengetahuinya. Hari ini kita akan melanjutkan dari ayat 29: "Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku." Di dalam ayat ini Tuhan mengingatkan kepada murid-murid-Nya dan juga kepada kita sekarang, bahwa Dia sebentar lagi akan mati secara violent. Ini menjadi moment yang sangat penting, tetapi tidak akan selama-lamanya. Ini menjadi turning point yang tidak mungkin lagi akan terulang; mulai dari sekarang (from now on). Dan akan ada jaman yang baru dimana Kristus sudah mati dan Kristus yang sudah bangkit tidak akan lagi tinggal secara physical dengan murid-murid. Sekarang ini persekutuan mereka akan dipisahkan. Makan dan minum pada hari itu adalah yang terakhir, karena itu disebut sebagai the Last Supper. Tetapi tidak selama-lamanya terpisah. Nanti akan ada pertemuan kembali. Akan ada fellowship yang dikembalikan; fellowship yang begitu intim dan indah,” di dalam kerajaan Bapa-Ku.” Ini menjadi penghiburan bagi kita dan memberi keyakinan bagi kita bahwa Kristus sendiri telah berjanji kepada kita. Kristus sendiri yang akan memimpin Perjamuan Suci nanti dan kita akan ikut di dalam perjamuan itu. Setelah Kristus selesai mengadakan perjamuan dengan murid-murid-Nya, maka ayat 30 mengatakan bahwa mereka menyanyikan nyanyian pujian. Ini satu-satunya peristiwa di dalam Alkitab yang mencatat bahwa Tuhan Yesus menyanyikan nyanyian pujian. Pujian ini kemungkinan disebut sebagai the Great Hallel oleh orang Yahudi yaitu dari Mazmur 113 - 118. Mazmur 118:24 berkata: "This is the day the LORD has made; let us rejoice and be glad in it." Ini satu nyanyian yang di satu sisi penuh sukacita, tetapi sebenarnya di dalam sukacita itu juga ada dukacita yang dalam. Apabila kita mengingat akan apa yang dikatakan oleh Yohanes, maka kita tahu apa yang Tuhan Yesus katakan menjelang Dia akan disalib. Apakah Aku akan berkata Bapa lepaskanlah Aku dari saat ini (hari ini)? Tidak. Tuhan Yesus kemudian menjawab sendiri: Karena untuk saat (hari) inilah Aku datang. Hari apa? Hari kematian Kristus. Hari dimana Dia harus menanggung seluruh dosa manusia di atas kayu salib. Bagi setiap orang yang percaya dan ditebus oleh darah Kristus maka sesungguhnya kita bisa bernyanyi dengan sukacita, dan sekaligus mengerti betapa besarnya anugrah Tuhan kepada kita. Kemudian kita masuk ke dalam ayat 31-35 yang merupakan percakapan on the way to Mount Olive. Di dalam perjalanan inilah Tuhan Yesus mulai mengatakan kalimat yang menyatakan akan berapa concernnya Dia kepada murid-murid-Nya dan berapa Dia memperhatikan akan murid-murid-Nya. Ini adalah perjalanan dimana Tuhan Yesus baru menyatakan bahwa Dia akan ditangkap dan dibunuh. Pergumulan yang begitu berat; pergumulan yang sampai mengalirkan keringat seperti darah. Tuhan Yesus tahu benar apa yang akan Dia hadapi, tetapi Dia masih mengatakan kepada murid-murid-Nya satu peringatan, menjelaskan kepada mereka apa yang akan terjadi ke depan dan mempersiapkan hati mereka. Murid-murid masih belum tahu. Mereka masih yakin dan percaya bahwa mereka masih bisa kuat dengan kekuatan mereka sendiri. Yesus berkata di dalam ayat 31-32: Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea." Inilah yang Tuhan nyatakan untuk membuat mereka sadar apa yang akan terjadi ke depan. Mereka akan tergoncang imannya. Kata yang dipakai di dalam bahasa Yunani adalah skandalizo yang bisa dimengerti secara harafiah sebagai tersandung (fall away or brought down). Mereka akan ditarik ke bawah. Satu pengalaman yang akan menggoncang mereka karena gembala akan dibunuh dan kawanan domba akan tercerai-berai. Inilah yang Tuhan peringatkan kepada mereka. Bukan mereka akan kehilangan iman, tetapi mereka akan mengalami kegagalan dan kegoncangan yang besar di dalam hidup mereka. Tuhan juga mengutip dari Zakharia 13:7-9: "Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai." Aku itu siapa? Siapa yang akan membunuh gembala? Allah sendiri (Bapa di Sorga). Siapa gembalanya? Jelas Tuhan Yesus. Ini tidak habis-habisnya kita pikir. Bagaimana Allah Bapa di Sorga bisa membunuh Anak-Nya yang tunggal? Ultimately, Kristus mati karena Allah sendiri yang menghendaki. Kita melihat di Alkitab bahwa tidak ada satu peristiwapun yang terjadi di luar kedaulatan Tuhan. Mengapa harus demikian? Tidak ada jawaban yang memuaskan kecuali kita kembali kepada Alkitab. Alkitab menegaskan: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Allah tidak rela membiarkan semua manusia binasa. Apabila Kristus tidak mati, maka sesungguhnya tidak ada satu orangpun yang dapat diselamatkan. Tetapi kita melihat bahwa seluruh apa yang dikerjakan pada akhirnya bukan hanya untuk keselamatan kita, tetapi juga untuk kemuliaan Dia. Karena apa? Karena kemudian Tuhan Yesus mengatakan, "Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea." Sekali lagi ini adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan; kematian dan kebangkitan Kristus. 1 Korintus 15:17 berkata: "Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." Ayat 32 ini merupakan gambaran dari seorang gembala yang memimpin domba-dombanya. Ketika murid-murid kemudian meninggalkan Yerusalem dan pergi ke Galilea, mereka bukan meninggalkan mayat Yesus tetapi mereka akan menemukan Tuhan yang bangkit yang telah memimpin mereka terlebih dahulu di Galilea. Ini suatu kepastian dan keindahan yang nanti semuanya tergenapi. Semuanya menjadi nyata ketika kemudian Kristus mati dan bangkit. Gambaran antara kematian dan kebangkitan ini adalah gambaran hidup orang Kristen yang didalamnya ada penderitaan dan kesulitan tetapi melalui semua itu ada kekuatan, kebangkitan dan pertolongan Tuhan. "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Mat 16:25). There is no crown without the cross, there is no resurrection without death. Tidak ada cara lain. Kita harus menyangkal diri. Kemudian kita akan melihat respons dari murid-murid ketika Tuhan Yesus mengatakan ayat 31-32. Maka Petrus menjawab-Nya: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekalikali tidak." Yesus berkata kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Kata Petrus kepada-Nya: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Semua murid yang lainpun berkata demikian juga." (ayat 33-35). Petrus tidak sembarangan pada waktu dia mengatakan kalimatkalimat ini. Ia benar-benar rela mati untuk Tuhan. Dia benar-benar mencintai Tuhan. Tetapi pertanyaannya sekali lagi adalah mengapa dia gagal? Mengapa akhirnya dia menyangkali Tuhan? Yang pertama adalah karena dia tidak percaya kepada peringatan Yesus. Dia bukan hanya tidak mendengar tetapi melawan perkataan gurunya. Apalagi di ayat 34 Tuhan Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu sesungguhnya..." (I tell you the truth...). Ketika Petrus sudah melawan sekali, kedua kali Tuhan Yesus berkata I tell you the truth. Ketika Tuhan Yesus mengatakan ini, apa yang ingin Dia katakan selanjutnya sangatlah penting dan harus didengarkan. Tetapi itupun dilawan oleh Petrus. Beraniberaninya Petrus melawan Tuhan Yesus yang tidak pernah salah dan tidak pernah berbohong. Kita juga sering seperti Petrus, bukan? Paling tidak Petrus jujur dan benar-benar menyatakan pertentangannya. Kalau kita mungkin di jaman post-modern ini justru kadang-kadang lebih berbahaya. Kita tidak melawan tetapi kita juga tidak menurut. Kita mendengar Firman tetapi kita tidak melakukan dan tidak taat kepada apa yang Tuhan kehendaki. Ini sebenarnya sama saja seperti Petrus. Yang kedua adalah karena dia rasa diri lebih hebat, kuat dan setia dari murid-murid yang lain (ayat 33). Betapa mudah kita juga jatuh ke dalam kesalahan yang sama. Betapa mudah kita melihat kelemahan orang lain. Dari kecil kita belajar seperti Petrus. Seorang penulis mengatakan: "Orang menjadi sombong bukan karena dia pintar, cantik atau kaya. Tetapi orang menjadi sombong karena dia merasa lebih pintar, cantik atau kaya dari orang lain." Pride selalu bersifat competitive. Inilah yang menjadi kejatuhan daripada Petrus. Sebaliknya Paulus mengatakan kerohanian sejati justru sebaliknya. Waktu compare ke orang lain, kita langsung sadar betapa lebih berdosanya kita di hadapan Tuhan. “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” (1 Timotius 1:15). Inilah kerohanian yang sejati yang justru merendahkan diri karena berdiri di hadapan Tuhan yang mulia. Yang ketiga adalah karena Petrus gagal berdoa. Kita melihat ayat selanjutnya di Taman Getsemani. Baru saja Petrus berkata: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." (ayat 35). Tuhan Yesus berkata: "Sekarang kamu berdoa dan berjaga-jaga. Aku akan berdoa." Lalu Tuhan Yesus berdoa dan pada waktu Dia kembali, mereka tidur. Walaupun memang sudah tengah malam dan sudah capai sekali sepanjang hari. Tetapi bukankah Kristus juga capai? Dia juga adalah manusia seutuhnya. Ini adalah malam yang begitu penting dan berharga. Petrus gagal mengerti bahwa ini adalah momen yang sangat crucial. Dia tetap tidur pulas di tengah-tengah Tuhan yang sedang berjuang dengan begitu keras. Dan precisely karena Tuhan berdoa bagi Petrus, maka Petrus tidak gagal dan hancur total. Di dalam Lukas 22:31-32, Tuhan Yesus berkata: "Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." Tuhan masih memberikan kesempatan kepada Petrus. Tuhan masih mengasihi Petrus. Justru karena Tuhan sudah berdoa bagi Petrus, maka pada waktu Petrus jatuh, maka dia tidak gagal total. Dia ada kesempatan untuk bangkit lagi. Petrus yang tadinya menyangkal Tuhan Yesus sebanyak tiga kali, dia juga yang mengkhotbahkan the first great Sermon in the church age. Dan ketika dia berkhotbah, tiga ribu orang bertobat pada satu hari itu. Inilah yang menjadi penghiburan bagi kita. Mungkin kita juga bisa gagal, tetapi biarlah kita mengingat bahwa Tuhan Yesus berdoa syafaat bukan hanya bagi Petrus, tetapi juga bagi kita umat-Nya yang sejati. Jika Petrus bisa berubah demikian, maka ada pengharapan juga bagi setiap kita yang percaya kepada-Nya. Biarlah kita menjadi seperti Petrus yang gagal tetapi kembali kepada Tuhan. Ringkasan oleh Linda Hartana | Diperiksa oleh Christian Tirtha