ANALISIS GEN PENYANDI PROTEIN TERIKAT MEMBRAN, impX, YANG TERLIBAT DALAM PATOGENISITAS PADA Xanthomonas axonopodis pv. glycines ANY FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ANALISIS GEN PENYANDI PROTEIN TERIKAT MEMBRAN , impX, YANG TERLIBAT DALAM PATOGENISITAS PADA Xanthomonas axonopodis pv. glycines Merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Februari 2007 Any Fitriani G361020021 ABSTRAK Any Fitriani. Analisis gen penyandi protein terikat membran, impX, yang terlibat dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Dibimbing oleh Antonius Suwanto, Budi Tjahjono dan Aris Tri Wahyudi. Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) adalah bakteri penyebab penyakit pustul pada tanaman kedelai. Mutan non patogenik (Xag M715) telah dikonstruksi melalui mutagenesis transposon untuk mengetahui gen yang terlibat patogenisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada Xag M715. DNA sekitar penyisipan Tn5 dari Xag YR32 diisolasi melalui inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). Analisis BLASTN dari urutan DNA memperlihatkan similaritas pada nukleotida yang terlibat patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv citri (GenBank accession No. NC003919) dengan identity 99%. BLASTX menunjukkan bahwa urutan nukleotida menyandikan inner membrane protein (imp) dan cystein protease (cp) (identity 90% dan 99%). Analisis Open Reading Frame (ORF) finder menunjukkan dua arah transkripsi yang berlawanan dari gen impX dan cp. Putative promoter, ribosom binding site (RBS), kodon awal dan akhir ditemukan pada gen impX. Putative promoter, RBS, kodon awal dan akhir ditemukan pada gen cp. Analisis ini menunjukkan bahwa transposon menyisip pada C-terminal impX. Analisis fungsi protein menunjukkan sebagai putative ABC-ATPase, suatu protein transmembran, famili ABC transporter, termasuk kelompok ABC-A1 yang mengekspor molekul. Analisis menunjukkan bahwa transposon menyisip pada ATP-ase dari ABC-ATPase. Analisis transkrip pada Xag YR32 menunjukkan bahwa gen ditranskrip tetapi hanya terdeteksi sangat tipis pada Xag M715. Analisis hibridisasi Northern memperlihatkan bahwa gen impX bersifat monosistronik dengan ukuran sekitar 546 bp. Introduksi impX ke dalam Xag M715 dapat mengembalikan sifat patogen pada bioesai kotiledon kedelai. Xag M715 menjadi patogen kembali. Sepuluh hari setelah infeksi, kotiledon yang terinfeksi oleh Xag YR32 menjadi coklat, sedangkan Xag M715 (pRP06) mencoklat pada 14 hari setelah infeksi. Analisis statistik menunjukkan bahwa fenotip Xag M715 berbeda dengan Xag M715 (pRP06) dan fenotip Xag YR32 sama dengan Xag M715 (pRP06). Analisis awal ekspresi protein menunjukkan bahwa gen impX diekspresikan pada E. coli BL21(DE3)pLysS. Fenotip non-patogenik dari Xag M715 disebabkan oleh penyisipan transposon pada ATP-ase dari ABC-ATPase transporter. Kata kunci : impX, patogenisitas, Xanthomonas axonopodis pv. glycines ABSTRACT Any Fitriani. Analysis of a gene encoding transmembrane protein, impX, involved in pathogenicity in Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Under supervision of Antonius Suwanto, Budi Tjahjono, and Aris Tri Wahyudi. Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) is the cause of bacterial pustule disease in soybean. A non pathogenic mutant (Xag M715) has been constructed by transposon mutagenesis to identify gene involved in pathogenicity. The objective of this study are (1) to isolate gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (2) to characterize gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (3) to study structure and function of gene involved pathogenicity in Xag YR32, (4) to determine position of transposon insertion in Xag M715. DNA from Xag YR32 surrounding the Tn5 insertion (1,3 kb) was isolated employing inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). BLASTN analysis of the DNA sequence showed similarity to a region involved in pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv citri (GenBank accession No. NC 003919) 99% identity. BLASTX showed the sequence encodes inner membrane protein (imp) and cystein protease (cp) (identity 90% and 99%, respectively). Open Reading Frame (ORF) finder analysis showed two opposite transcription direction of impX and cp genes. Putative promoter, ribosome binding site (RBS), start and stop codon, and stop transcription were found in impX. However, promoter, RBS, start and stop codon were found in cp. This analysis showed that the transposon was inserted in C-terminal portion of ImpX. Analysis of protein function indicated as putative ABC-ATPase. It is a transmembrane protein ABC transporter family, include in ABC-A1 type cluster that exported molecule. This analysis revealed that transposon was inserted in ATPase of ABC-ATPase. Transcript analysis in Xag YR32 revealed that the gene was transcribed but could only be detected as a very thin in Xag M715. Northern hybridization analysis showed that the gene is monocistronic of about 546 bp. Introduction of impX into Xag M715 could restore pathogenicity in soybean cotyledon assay, Xag M715 recovered to pathogenic. Ten days after infection, cotyledon infected by Xag YR32 were browning, meanwhile Xag M715(pRP06) were browning in 14-days after infection. Statistical analysis revealed that phenotype of Xag M715 was different from Xag M715(pRP06) and phenotype of Xag YR32 was the same as Xag M715(pRP06). Preliminary protein expression of impX in E. coli showed that gene of impX was expressed in E. coli BL21(DE3)pLysS. Non pathogenic phenotype of Xag M715 was caused by transposon insertion in ATPase of ABC-ATPase transporter. Key words : impX, pathogenicity, Xanthomonas axonopodis pv. glycines ANALISIS GEN PENYANDI PROTEIN TERIKAT MEMBRAN, impX, YANG TERLIBAT DALAM PATOGENISITAS PADA Xanthomonas axonopodis pv. glycines ANY FITRIANI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi : Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Judul Disertasi : Analisis Gen Penyandi Protein Terikat Membran, impX, yang Terlibat dalam Patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv glycines Nama : Any Fitriani NRP : G361020021 Program Studi : Biologi Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. Anggota Anggota Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Dr. Drs. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Mengetahui, Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil. A. Notodiputro, MS. Tanggal ujian : 16 April 2007 Tanggal lulus : 16 April 2007 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Analisis Gen Penyandi Protein Terikat Membran, impX, yang Terlibat dalam Patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv glycines”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. atas segala bimbingan dan dedikasinya selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Research Center Microbial Diversity (RCMD) dan penulisan disertasi. Atas kebaikan dan perhatian Beliau yang tulus, penulis dapat melakukan sebagian penelitian di Laboratorium Research and Development Charoen Phokpand Indonesia. Diskusi-diskusi yang menarik dan sarat dengan ilmu, selalu Beliau tumpahkan dan tidak mengenal waktu. Banyak hal dari Beliau yang dapat dijadikan teladan sebagai ilmuwan dan pendidik yang baik. Selama menjadi bimbingan Beliau, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum matakuliah Rekayasa Genetika Tahun 2004/2005, Tahun 2005/2006, dan Tahun 2006/2007 PS Bioteknologi, SPs IPB, pengajar pada Pokok Bahasan Bioteknologi Mikroba pada matakuliah Prinsip-prinsip Bioteknologi (BIO-400) pada Tahun 2005/2006, Departemen Biologi, IPB, Reviewer pada Majalah Biosains Hayati, November 2006. Selain itu, penulis diminta untuk memberi Kuliah khusus pada matakuliah Kapita Selekta Bioteknologi Program Studi Biologi, Program Pascasarjana ITB pada 6 November 2006. Penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya untuk Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. atas pengarahan pada metode Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR) dan segala masukan dalam diskusi selama penelitian dan penulisan disertasi ini. Beliau juga selalu memberikan dukungan semangat selama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. atas dukungan dan doa selama proses penelitian berlangsung. Penulis tak lupa sampaikan rasa terima kasih pada Bapak Dr. Muhammad Machmud, M.Sc., APU dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Departemen Pertanian atas masukan dan penyempurnaan disertasi ini. Juga kepada Bapak Dr. Ir. Giyanto, M.Si dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB atas masukan dan wawasan tentang ilmu yang dipelajari pada disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas pemberian beasiswa, Ketua Departemen Pendidikan Biologi, Dekan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di program studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua PS Biologi SPs IPB atas perkenaan penulis melanjutkan pendidikan S3 di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat, Dr. Yaya Rukayadi, atas dorongan semangat yang tak henti-henti dan bantuan literatur yang sulit diperoleh. Dr. Irawan Tan, atas dukungan dan persahabatan yang tulus. Juga kepada teman-teman alumni RCMD, Dr. Andi Khaeruni R., Ir. Cecilia A. Semahu, M.Si., Dra. Nurhasanah, M.Si, Ir. Dede Abdulrakhman, dan teman satu bimbingan di RCMD, Ir. Tati Barus , M.P. dan Artini Pangastuti, SSi, M.Si. atas persahabatan yang tulus. Kepada Mamah dan Bapak, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dorongan moril dan doa selama menempuh pendidikan ini. Terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Taufik Mahpudin atas doa, kasih sayang, dukungan moril dan materil, pengertian dan pengorbanannya selama penulis mengikuti program S3 di IPB. Kepada semua pihak yang telah membantu dan tak tersebutkan namanya, penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Semoga budi baik yang diberikan diterima Allah SWT sebagai amal shaleh. Semoga disertasi ini menjadi sumbangan ilmu yang bermanfaat. Amien. Bogor, April 2007 Any Fitriani ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 2 Februari 1965 sebagai anak sulung dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Achmad Sumantri dan Ibu Emi Rustemi. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di Bandung. Pada tahun 1983 penulis diterima sebagai mahasiswa Biologi Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui jalur Proyek Perintis II. Pada tahun 1987 sampai dengan 1989, penulis menjadi staf peneliti di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Fitokimia, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, ITB. Pada tahun 1989 penulis lulus sebagai Sarjana Biologi. Pada tahun 1989 sampai dengan 1991, penulis menjadi Kepala Bagian Research and Development Plant Tissue Culture pada PT Purwasari Nusantara, Yayasan Bunga Nusantara. Pada tahun 1995 penulis mendapat beasiswa Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) dari Departemen Pedidikan dan Kebudayaan RI, diterima pada Program Studi Biologi, Program Pascasarjana ITB dan menamatkannya pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis mendapat beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional RI untuk melanjutkan Program Doktor pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis bekerja sebagai staf pengajar Departemen Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia sejak tahun 1991. Selama mengikuti Program Doktor, penulis berkesempatan menyajikan karya ilmiah berjudul “Analysis of A Gene Involved in Pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv. glycines” pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PIT PERMI) 2006 di Solo, 26-27 Agustus 2006. Sebagian dari Disertasi ini akan dipublikasikan pada Journal Microbiology Indonesia dengan judul “Evidence for a Link Between Pathogenicity and the Role of Imp Bacterial Transport Effector Proteins in Soybean Infection by Xanthomonas axonopodis pv glycines ” (telah diterima untuk publikasi Volume 12, Number 2, September 2007). DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................... 1 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Penyebab Pustul Bakteri ............................................. 2.2 Gejala dan Epidemiologi Pustul Bakteri ................................................. 2.3 Patogenisitas pada Bakteri..................................................................... 2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri ................................................. 2.5 Protein Membran Dalam (Inner Membrane Proteins)............................ 2.6 ATP Binding Cassette Transporter (ABC transporter)........................... 2.7 ATPase.................................................................................................... 4 5 7 8 12 16 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Galur-galur Bakteri dan Plasmid........................................................ 3.2.2 Media Tumbuh ................................................................................... 3.3 Metodologi 3.3.1 Isolasi DNA Genom Total .................................................................. 3.3.2 Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR)..................................... 3.3.3 Isolasi dan Pemurnian Hasil PCR dan Fragmen DNA dari Gel Agarosa.............................................................................................. 3.3.4 Kloning Gen Patogenisitas ................................................................ 3.3.5 Isolasi DNA Plasmid .......................................................................... 3.3.6 Sekuensing dan Analisis Sekuen DNA ............................................. 3.3.7 Analisis Urutan Asam Amino ............................................................. 3.3.8 Isolasi RNA dan RT-PCR .................................................................. 3.3.9 Analisis Hibridisasi Northern .............................................................. 3.3.10 Uji Komplementasi............................................................................. 3.3.11 Konjugasi Tiga Tetua ......................................................................... 3.3.12 Bioesai Patogenisitas pada Kotiledon Kedelai .................................. 3.3.13 Kloning dan Ekspresi Gen impX........................................................ 3.3.14 Isolasi Protein..................................................................................... 3.3.15 Elektroforesis Protein dengan SDS-PAGE........................................ IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inverse PCR........................................................................................... 4.2 Analisis urutan DNA.............................................................................. 4.3 Analisis Struktur Gen ............................................................................. 4.4 Analisis Fungsi ImpX ............................................................................. 4.5 Analisis RNA.......................................................................................... 4.6 Uji Komplementasi ................................................................................. 4.7 Bioesai Kotiledon ................................................................................... 4.8 Analisis Ekspresi Gen impX................................................................... xi 19 19 20 20 21 21 22 23 23 23 24 24 26 26 27 27 28 28 29 30 32 39 43 46 48 56 Halaman 4.9 Implikasi Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya ................... 59 4.10 Hipotesis Mekanisme Patogenisitas pada Xag ..................................... 60 V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 5.2 Saran...................................................................................................... 62 62 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 63 xii DAFTAR TABEL Nomor 1 Halaman Galur-galur bakteri dan plasmid yang digunakan dalam Penelitian …………………………………………………………… 19 2 Hasil analisis BLASTX ……………………………………………. 32 3 Hasil analisis FASTX …………………………………………….. 32 4 Hasil pengujian patogenisitas dengan bioesai kotiledon ……… 48 5 Persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai …………… 49 6 Tabel kontingensi efek nekrosis setiap perlakuan galur bakteri .. 53 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Pustul bakteri pada kedelai ............................................................. 7 2 Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri Gram negatif dan Gram positif ........................................................ 10 3 Skematik lima jalur utama sistem sekresi....................................... 11 4 Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan avirulen dari AvrBs3 dari Xanthomonas campestris pv vesicatoria 13 5 Beberapa tipe protein terikat membran lipid bilayer ....................... 15 6 Jalur target dan insersi protein membran pada E. coli …………. 16 7 Struktur skematik beberapa ABC transporter ................................. 18 8 Hidrolisis ATP .................................................................................. 19 9 Elektroforesis gel agarosa DNA produk dari hasil inverse PCR .... 29 10 Elektroforesis gel agarosa DNA hasil verifikasi pFT3551 ............... 30 11 Plasmid rekombinan pFT3551 ........................................................ 30 12 Hasil analisis BLASTN..................................................................... 31 13 Hasil penyejajaran urutan nukleotida ukuran 1,3 kb dengan database............................................................................. 31 14 Hasil analisis ORF untuk Imp .......................................................... 33 15 Hasil analisis ORF untuk Cp ........................................................... 34 16 Struktur gen pada fragmen 1,3 kb dari Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32................................. 35 17 Posisi situs restriksi pada fragmen 1,3 kb Xag YR32 ..................... 36 18 Hasil analisis ORF sekuen imps yang telah digabungkan .............. 36 19 Urutan DNA dari struktur gen impX dan asam aminonya serta posisi penyisipan transposon .......................................................... 38 xiv Nomor Halaman 20 Peta fisik gen imp, cp dan tonB-dependent receptor..................... 39 21 Karakter-karakter putative ABC-ATPase transporter ImpX pada Xag YR32 ………………………………………………………. 41 Peta fisik putative ABC-ATPase transporter ImpX pada Xag YR32 ....................................................................................... 42 Hasil elektroforesis sampel RNA total dari berbagai Xanthomonas.................................................................................. 43 Elektroforesis gel agarosa DNA hasil RT-PCR dari RNA total sampel..................................................................... 44 Elektroforesis gel agarosa terdenaturasi RNA dan analisis hibridisasi RNA Xag YR32 dan Xag M715.................................... 46 26 Konstruksi plasmid pRP06 ............................................................ 47 27 Hasil verifikasi pRP06..................................................................... 48 28 Diagram persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai setelah diinfeksi beberapa galur bakteri ..................................................... 49 29 Hasil uji komplementasi.................................................................. 50 30 Konstruksi plasmid pEG01 untuk ekspresi protein heterologous .. 57 31 Verifikasi hasil PCR impX dan verifikasi plasmid pEG01 dengan NdeI dan BamHI................................................................ 58 32 Hasil SDS-PAGE protein total ....................................................... 58 33 Uji patogenisitas Xag YR32 dan Xag M715 in planta ................... 59 34 Hipotesis mekanisme patogenisitas pada Xag YR32 dan Xag M715 ....................................................................................... 60 22 23 24 25 xv 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merr.) merupakan salah satu bahan pangan yang termasuk kategori kacang-kacangan dan menduduki lima besar sebagai pangan dunia. Kedelai bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis industri yang tergolong skala kecil-menengah ini berada dalam jumlah yang sangat banyak menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedelai yang mencapai lebih dari 2.24 juta ton setiap tahunnya. Produksi kedelai dunia tahun 2006 didominasi oleh Amerika Serikat (82,8 juta ton/thn), Brazil (50,2 juta ton/thn), Argentina (38,3 juta ton/thn), China (16,9 juta ton/thn), India (6,0 juta ton/thn), Paraguay (3,5 juta ton/thn), Canada (3,0 juta ton/thn) dan Bolivia (1,7 juta ton/thn). Produksi Indonesia pada tahun 2006 hanya 0,749 juta ton, sementara itu keperluan Nasional adalah 2,119 juta ton. Hal ini berarti ketergantungan akan suplai kedelai impor sekitar 1,37 juta ton. Lonjakan impor kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri dan impor kedelai Indonesia menghabiskan devisa sebanyak 200-300 juta dollar Amerika Serikat pertahun (Departemen Pertanian 2006). Kandungan gizi kedelai sangat baik untuk nutrisi manusia. Komposis i kimia biji kedelai terdiri atas 40% protein, 20% lemak atau minyak, 35% karbohidrat, dan 5 persen serat. Kandungan protein dalam biji kedelai sebagian besar terdiri atas asam amino leusin. Kandungan lemak didominasi oleh lemak tak jenuh seperti asam linolenat, asam linoleat dan asam oleat. Karbohidrat terdiri atas disakarida sukrosa (2,5-8,2%), trisakarida raffinosa (0,1-1,0%), dan tetrasakarida stachyosa (1,4-4,1%). Kedelai juga mengandung fitoestrogen berupa isoflavon yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Serat pada kedelai merupakan polisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi, kedelai dijuluki sebagai Gold from The Soil. Selain itu, karena kandungan protein yang sangat baik sebagai bahan nutrisi manusia, juga kandungan asam amino yang beragam, maka kedelai dijuluki sebagai World’s Miracle (SoybeanWikipedia, the free encyclopedia.htm). Sampai saat ini, Indonesia adalah pengimpor potensial kedelai. Hal ini kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai, karena Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dari sudut luas areal tanaman kedelai, yaitu 1,4 juta ha setelah China (8 juta ha) dan India (4,5 juta ha). Peningkatan 2 produksi kedelai selama 10 tahun terakhir lebih banyak sebagai kontribusi perluasan areal tanam (73%) dan sisanya 27% berasal dari peningkatan produktivitas. Meskipun setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi kedelai nasional, tetapi tidak dapat menyusul laju permintaan kedelai dalam negeri. Rendahnya produktivitas tanaman kedelai disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengendalian hama dan penyakit yang belum baik. Ada lima jenis penyakit utama kedelai yaitu, busuk akar dan batang (Rhizoctonia solani), karat (Phakopsora pachyrhizi), kerdil kedelai (Soybean Stunt Virus), bakteri hawar daun (Pseudomonas syringae pv. glycines), dan pustul bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Departemen Pertanian 2005). Penyakit pustul bakteri termasuk salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai yang paling menentukan. Awal mula terjadinya infeksi, Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) masuk ke dalam ruang antar sel daun melalui angin dan air. Xag melakukan kolonisasi dan mulai menunjukkan gejala pada 20-30 hari setelah tanam. Gejala awal ditandai dengan adanya bercak hijau pada permukaan atas dan bawah daun. Kemudian terbentuk penonjolan di bagian tengah bercak permukaan bawah daun. Tonjolan ini akan membesar dan jaringan sekitarnya akan mati. Pada saat terkena angin, jaringan yang mati akan terbawa dan akhirnya berlubang (Hartman et al. 1999). Penanganan penyakit pustul bakteri dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan rotasi tanaman atau tanaman dengan genotip resisten terhadap penyakit ini. Selain itu, pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan biokontrol. Di Laboratorium kami, telah dilakukan penelitian tentang biokontrol penyakit pustul bakteri yaitu Pseudomonas fluorescens B29 yang mampu berkompetisi dengan Xag. Mekanisme kompetisi kedua jenis bakteri ini adalah karena kedua jenis bakteri tersebut hidup menempati relung ekologi yang sama pada filosfer (Suwanto 1994a). Selain itu, pengendalian penyakit dapat didekati dengan pemahaman mekanisme patogenisitas. Penelitian yang mengarah ke mekanisme patogenisitas pada Xag telah dilakukan, diantaranya oleh Rukayadi (1998), Akhdiya (2000), dan Pratiwi (2004). Rukayadi (1998) telah mengkonstruksi peta genetik parsial dan mengkarakterisasi sintasan epifitik mutan Xag M715 yang bersifat non patogenik. Mutan Xag M715 dikonstruksi dari Xag YR32 tipe liar melalui mutagenesis dengan transposon menggunakan pYR103. Pada pYR103 terdapat transposon komposit miniTn5-Km R yang merupakan turunan dari Tn5 dengan penambahan gen resisten trimetrophim (TpR ). Hasil hibridisasi Southern menggunakan pelacak pYR103 berukuran 2,8 kb-EcoRI menunjukkan bahwa transposon menyisip pada potongan 185 kb skizotipe-AseI kromosom mutan Xag M715. Selain itu, Rukayadi et al. (2000) 3 melakukan pengujian in planta pada tanaman kedelai dan tomat dari isolat-isolat Xag yaitu YR32 (tipe liar) dan M715 (mutan nonpatogenik). Hasilnya menunjukkan bahwa YR32 bersifat patogen pada tanaman kedelai dan reaksi hipersensitif pada tomat sedangkan M715 tidak menunjukkan sifat patogenisitas pada tanaman kedelai dan reaksi hipersensitif pada tomat. Akhdiya (2000) telah mengamplifikasi fragmen DNA pengapit transposon berukuran 0,7 kb yang telah disisipkan pada pGEM-T Easy (pAA01) dengan menggunakan primer Km-Tn903 dan M13F. Pratiwi (2004) telah mengidentifikasi posisi penyisipan transposon pada mutan Xag M715 dengan menggunakan pAA01 sebagai pelacak. Fragmen DNA kemudian diurut nukleotidanya dan diperoleh urutan DNA berukuran 1,8 kb. Berdasarkan analisis bioinformatikanya, terdapat tiga kerangka, yaitu : (1) kerangka I ialah 68 nukelotida yang mirip dengan ujung karboksil gen xcsN penyandi protein sistem sekresi tipe II pada Xanthomonas axonopodis pv. citri str. 306, (2) kerangka II mirip dengan akhir sekuen AEO11699 atau gen penyandi protein sistem sekresi tipe II pada Xanthomonas axonopodis pv citri str. 306., (3) kerangka III mirip dengan gen iroN penyandi TonB dependentreceptor pada Xanthomonas axonopodis pv. citri str. 306. Berdasarkan penelitian terakhir, belum ditemukan dengan jelas gen yang terlibat dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32, demikian juga dengan posisi penyisipan transposon pada genom Xag M715. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patogenisitas pada Xag. 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada Xag M715. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dilakukan serangkaian eksperimen lain, yaitu : (1) mempelajari transkrip gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32 dan M715, (2) membuktikan gen yang terlibat patogenisitas melalui uji komplementasi dan bioasai kotiledon, (3) mempelajari ekspresi heterologous gen tersebut pada E.coli. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah tentang mekanisme patogenisitas pada Xag khususnya dan bakteri lain umumnya. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Penyebab Pustul Bakteri Xanthomonas campestris pv. glycines merupakan bakteri penyebab penyakit pustul pada tanaman kedelai (Moffet dan Croft 1983). Sinonimnya adalah Xanthomonas campestris pv. phaseoli (Semangun 1991). Berdasarkan homologi DNA-DNA, Xanthomonas campestris pv. glycines diusulkan namanya menjadi Xanthomonas axonopodis pv. glycines (Vauterin 2000). Morfologi sel Xag berbentuk batang, berukuran 0,5-0,9 x 1,4-2,4 µm, mempunyai satu flagela polar dan bersifat Gram negatif. Pada medium Beef Infusion Agar koloninya berwarna kuning pucat dan semakin lama akan menjadi kuning tua, berukuran kecil, dan sirkuler dengan tepian yang halus. Bakteri ini sangat cepat menghidrolisis pati, menghasilkan auksin, bakteriosin, dan eksopolisakarida (Sinclair dan Beckman 1989). Sebagai anggota dari genus Xanthomonas , bakteri ini bersifat oksidatif, dan aerobik obligat (Briyant et al. 1979). Sedangkan menurut Lelliot dan Stead (1987), patovarpatovar X. campestris mempunyai sifat Gram negatif, katalase positif, pertumbuhan terhambat oleh 0,02-0,1% TZC (triphenyl tetrazolium chloride), koloni berwarna kuning madu pada medium kentang agar dekstrosa, dan melakukan respirasi aerobik. Temperatur optimum pertumbuhan bakteri ini adalah berkisar 30-33oC, temperatur maksimum 38 oC dan temperatur minimum 10 oC. Bakteri ini sangat sesuai untuk berkembang dengan baik di daerah beriklim hangat (Kennedy dan Tachibana 1973). Genom Xag terdiri atas kromosom dan dilaporkan beberapa spesies Xanthomonas mengandung plasmid-plasmid kriptik (Kado 1992). Widjaya (1996) melaporkan bahwa Xag YR32 mempunyai satu kromosom sirkuler dengan ukuran sekitar 5020 kilo pasang basa (kb). Berdasarkan pada hasil analisis menggunakan pulse field gel electrophoresis (PFGE), diketahui bahwa strain Xag YR32 memiliki plasmid indigenous yang berukuran lebih dari 10,5 kb (Suwanto 1994b). Pada strain lain, Rosana et al. (1995) melaporkan bahwa strain Xag 8ra mempunyai satu kromosom sirkuler dan diduga memiliki plasmid endogenous. Sementara itu, pada strain Xag 333 dari Brazil diperoleh adanya dua plasmid indigenous multikopi yang masing-masing berukuran sekitar 25 kb dan 1,7 kb (Baldini 1999). Selanjutnya Sharma et al. (1994) melaporkan bahwa strain Xag yang diisolasi dari tanaman kedelai dari Maharashtra, India, memiliki dua jenis plasmid kriptik yang masing-masing ukuran 1,5 kb dan 25 kb. Genom X. campestris mengandung % molekul (G+C) DNA berkisar 63-71% (Bradbury 1984). 5 2.2 Gejala dan Epidemiologi Penyakit Pustul Bakteri Penyakit pustul bakteri banyak terdapat di daerah yang beriklim lembab, hangat, dan sering hujan, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pustul bakteri termasuk salah satu penyakit yang sangat merugikan petani kedelai. Serangan bakteri pustul mengakibatkan perontokan daun lebih cepat (premature defoliation) dan penurunan ukuran dan jumlah biji. Gejala awal penyakit ini ditandai munculnya bintik hijau pucat pada permukaan daun, terutama permukaan bawah daun. Titik kuning akan terbentuk pada bagian tengah bintik (Gambar 1). Pelukaan daun sering terjadi di daerah anak tulang daun (vena) dan bintik akan bergabung dan membentuk luka den gan bentuk yang tidak beraturan. Berdasarkan epidemiologinya, pustul bakteri dibawa oleh angin atau hujan atau tetesan air pantulan dari tanah. Penyakit dapat menyebar selama penanaman melalui daun yang basah. Bakteri dapat masuk pada tanaman melalui bagian tanaman yang terbuka seperti stomata atau luka. Iklim hangat dan seringnya hujan akan mempercepat perkembangan penyakit. Infeksi terjadi dan masuk ke ruang antar sel. Di dalam ruang antar sel, bakteri memperbanyak diri dengan suplai nutrien berasal dari inang. Gejala penyakit timbul setelah 20-30 hari setelah infeksi, hal ini ditandai dengan penonjolan kearah abaksial dan adaksial daun. Gejala penyakit diikuti dengan penguningan daerah sekitar yang terinfeksi. Gejala ini menunjukkan terjadinya kematian di sekitar sel daun yang terinfeksi. Nekrosis akan semakin besar dan akhirnya terbentuk lubang. Bakteri pustul dapat bertahan hidup selama 2,5 tahun dalam benih. Apabila benih yang mengandung patogen tersebut ditanam, patogen akan aktif kembali, oleh karena itu biji yang terinfeksi merupakan sumber inokulum atau sumber penularan yang sangat penting bagi terjadinya epidemi penyakit pustul bakteri di lapangan. Satu biji terinfeksi dalam seribu biji sehat, apabila ditanam dalam kondisi yang sesuai, sudah cukup sebagai sumber terjadinya epidemi untuk patogen ini di lapangan (Agarwal dan Sinclair 1987). 6 Gambar 1. Pustul bakteri pada kedelai (Rukayadi 1998) Keterangan : Gejala kuning pada permukaan bawah daun. Titik kuning terbentuk pada tengah bintik Umumnya penyakit pustul bakteri sangat merugikan para petani kedelai di Indonesia. Demikian juga di dunia, 40% hasil panen kedelai berkurang setiap tahunnya. Pengendalian penyakit pustul bakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, rotasi tanaman, termasuk metode yang efektif untuk menghindari inokulum yang berasal dari tanaman kedelai sebelumnya. Di laboratorium kami, penelitian yang mengarah pada pengendalian penyakit pustul bakteri dilakukan oleh Khaeruni (1998) yang melaporkan bahwa aplikasi suspensi biokontrol yang disuplementasi dengan bakteri kitinolitik WS7b dan fotosintetik anoksigenik MB7 sangat signifikan terhadap kesintasan P. fluorescent B29, selain itu dapat menghambat populasi Xag endogen dan Xag YR32, menekan populasi jamur filosfer, menghambat kecepatan penyakit, meningkatkan berat basah tanaman, polong dan berat kering kedelai. 7 2.3 Patogenisitas pada Bakteri Patogenisitas merupakan kemampuan patogen untuk menimbulkan suatu penyakit dengan melumpuhkan pertahanan inang, sedangkan virulensi adalah derajat patogenisitas. Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit mempunyai faktor-faktor khusus sebagai faktor virulen. Faktor-faktor virulen berperan dalam mempertahankan kesintasan bakteri pada lingkungan yang sangat ekstrim bagi mikrob tersebut, terutama lingkungan endogen inang. Beberapa sinyal dapat mengontrol ekspresi faktor virulen, misalnya kadar oksigen, temperatur, konsentrasi ion, dan pH (Pettersson et al. 1996). Bakteri patogen melakukan beberapa strategi untuk dapat melumpuhkan inang, diantaranya harus dapat masuk ke dalam inang, menembus pertahanan inang, dan merusak sel inang. Bakteri patogen dapat masuk ke dalam inang melalui beberapa portals of entry. Pada tanaman, bakteri patogen dapat masuk melalui stomata, hidatoda, atau luka. Bakteri patogen dapat menembus pertahanan inang melalui beberapa cara, diantaranya dengan membentuk kapsul untuk mencegah fagositosis. Komponen dinding sel berupa protein dinding sel sebagai fasilitas pencegahan fagositosis. Enzim -enzim yang disekresikan oleh mikrob dapat membantu melumpuhkan pertahanan inang. Bakteri patogen dapat merusak sel inang secara langsung dan tidak langsung. Sel inang dirusak secara langsung oleh hasil metabolisme dan multiplikasi bakteri di dalam sel inang. Selain itu, sel inang dirusak secara tidak langsung oleh toksin yang dihasilkan bakteri, yaitu eksotoksin dan endotoksin (Wilson et al. 2002). Toksin analogi dengan senjata biologi yang berupa molekul protein atau nonprotein yang dihasilkan oleh bakteri untuk menghancurkan atau merusak sel inang. Toksin nonprotein adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin pada bakteri Gram negatif dan asam teikoat pada bakteri Gram positif. Toksin protein umumnya adalah eksotoksin. Toksin ini adalah enzim yang dikirimkan ke sel eukariotik dengan dua metode yang berbeda, yaitu : (1) sekresi ke dalam lingkungan sekitar atau (2) langsung diinjeksikan ke sitoplasma sel inang melalui sistem sekresi tipe III atau mekanisme lainnya. Eksotoksin bakteri dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe berdasarkan komposisi dan fungsi asam aminonya, yaitu : (1) toksin A-B, (2) toksin proteolitik, dan (3) toksin pembentuk pori (pore forming toxin) (Wilson et al. 2002). Beberapa spesies bakteri yang memproduksi toksin A-B diantaranya adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Vibrio cholerae. Toksin A-B mempunyai dua komponen, yaitu subunit A yang mempunyai aktivitas enzimatik dan subunit B yang 8 bertanggung jawab atas pengikatan dan pengiriman toksin ke dalam sel inang. Toksin proteolitik berperan dalam pemecahan protein inang menjadi gejala penyakit, contohnya botulinum dari Clostridium botulinum. Target botulinum adalah synaptobrevin yang mencegah pengeluaran neurotransmitter yang dapat menyebabkan paralysis. Botulinum dapat mencerna synaptobrevin dan menyebabkan paralysis susunan saraf periferi. Membrane-disrupting toxins ditemukan pada beberapa spesies bakteri dan membentuk pori pada membran sel inang yang akhirnya sel menjadi lisis (Wilson et al. 2002). Toksin pembentuk pori merupakan toksin yang mampu membentuk pori pada sel target yang memfasilitasi masuknya toksin yang disekresikan, sebagai contoh Colicin pada E. coli (Parker dan Feil 2004). 2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri Pada dasarnya gejala penyakit pada tanaman disebabkan oleh masuknya protein tertentu atau toksin yang dihasilkan oleh patogen ke dalam sel inang. Masuknya protein ini ke dalam sel tanaman menyebabkan dua fenomena. Pada tanaman yang rentan, infeksi menyebabkan gejala dan dapat diikuti dengan kematian jaringan dan akhirnya kematian tanaman (compatible interaction). Pada tanaman yang resisten atau tanaman bukan inang akan terjadi reaksi hipersensitif yang ditandai dengan adanya nekrosis pada area yang terinfeksi (incompatible interaction) (Wiggerich et al. 2000). Selama kurun waktu dua dekade ini, penelitian yang mengarah ke mekanisme patogenisitas pada bakteri terhadap tanaman ataupun hewan dan manusia sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian ini menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang mekanisme patogenisitas pada bakteri. Ada beberapa hipotesis yang menunjukkan jalur sekresi protein pada bakteri Gram negatif. Hueck et al. (1998) menyatakan ada empat tipe jalur sekresi, yaitu Type I sec -independent pathway (T1SS), Type III secindependent pathway (T3SS), serta Type II dan Type IV sec-dependent secretion pathway (T2SS dan T4SS). Gambar 2 menunjukkan bagan skematik sistem sekresi protein. Hueck et al. (1998), Buttner & Bonas (2002) dan Noel et al. (2002) menyatakan bahwa sistem sekresi tipe I (T1SS) serupa dengan tipe III (T3SS), yaitu tidak tergantung pada sistem sekresi dan tidak melibatkan proses amino terminal dari protein yang disekresikan. Beberapa T1SS ditunjukkan pada sistem sekresi alpha-hemolisin E. coli, adenilat siklase oleh B. pertusis, leukotoksin oleh Pasteurella haemolytica, dan protease oleh P. aeruginosa dan Erwinia crysanthemi. T1SS memerlukan tiga protein sekretori, yaitu 9 pada membran dalam suatu ATP-binding cassette protein (ABC protein), yang menyediakan energi untuk sekresi protein. Protein membran luar yang mengeluarkan protein melalui jalur sekresi. Membran fusi protein yang membantu protein meninggalkan membran dalam dan menjangkau ruang periplasmik. Paling sedikit piranti T3SS tersusun atas 20 protein, sebagian ada di membran dalam dan memerlukan ATP-ase yang terikat membran. Protein yang disekresi melalui jalur tiga tidak mengalami proses amino terminal selama sekresi. Sistem ini sebagai mesin translokasi protein patogenisitas ke dalam sitosol sel eukariotik. Sekresi protein diregulasi oleh kontak dengan permukaan sel target. Pada T3SS melibatkan needle yang menghubungkan sel bakteri dengan sel tanaman. protein membran lipoprotein enzim, chaperone s Gambar 2. Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri Gram negatif dan Gram positif (http://www.jenner.ac.uk/BacBix3/pPvir_facs.htm) 10 Gambar 3. Skematik lima jalur utama sistem sekresi. Keterangan : ABC eksporter E. coli Hly (T1SS), jalur Xcp P. aeruginosa (T2SS), sistem Ysc untuk sekresi protein Yop pada Yersinia (T3SS), sistem VirB dan Cag A. tumefaciens dan H. pylori (T4SS), dan sekresi IgA1-protease pada N.gonorrhoeae (autotransport er atau T5SS). IM, membran dalam; OM, Membrane luar; N, amino terminal; C, karboksil terminal (Omori dan Idei 2003) 11 Jalur T2SS dan T4SS melibatkan tahap yang terpisah dari transpor melalui membran dalam ke membran luar. Protein yang dikeluarkan pada jalur ini ditandai adanya 30 asam amino, terutama berupa signal sekuen amino terminal yang hidrofobik. Signal sekuen membantu protein ke luar dan dipotong oleh signal peptidase yang ada di periplasmik ketika protein mencapai periplasmik. Jalur T4SS termasuk kelompok autotransporter, diantaranya immunoglobulin gonococcal dan protease lain dari Helicobacter pylori. Pada jalur T4SS, protein dikeluarkan dari sitoplasma melalui jalur sekresi dan terjadi pemotongan signal peptida amino terminal. Pada bakteri Gram positif, eksotoksin dikeluarkan melalui ABC transporter. Desvaux et al. (2006) menyatakan bahwa T3SS terdapat juga pada bakteri Gram positif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor virulen pada bakteri Gram positif dikeluarkan melalui ABC transporter dan melalui T3SS. Omori dan Idei (2003) mengemukakan bahwa sistem transport eksoprotein pada bakteri Gram negatif melibatkan lima tipe. Autotransporter mempunyai kelompok tersendiri, yaitu T5SS, seperti terlihat pada Gambar 3. Eksotoksin di dalam sel tanaman dapat menyebabkan gejala penyakit atau hanya reaksi hipersensitif. Hal ini sangat tergantung dari genotip tanaman. Butner dan Bonas (2002) mengemukakan hipotesis mekanisme terjadinya penyakit atau pertahanan pada tanaman setelah diinfeksi oleh patogen seperti terlihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa protein AvrBs3 mempunyai karakteristik 34 asam amino berulang, dua karboksil terminal fungsional sebagai sinyal lokalisasi di inti (NLSs) dan suatu acidic activation domain (AAD). AvrBs3 masuk ke dalam sel inang melalui T3SS. Di dalam sel tanaman, NLSs berikatan dengan importin α dan bersama-sama dengan importin β menuju inti sel. Secara langsung maupun tidak langsung (melalui protein X) interaksi antara AvrBs3 dengan DNA tanaman memulai untuk modulasi transkriptom inang dan muncul gejala penyakit pada tanaman yang rentan. Pada tanaman yang resisten respons pertahanan diinduksi pengenalan AvrBs3 protein R Bs3 (Butner dan Bonas 2002). 12 Gambar 4. Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan avirulen dari AvrBs3 pada Xanthomonas campestris pv vesicatoria (Buttner dan Bonas 2002). 2.5 Protein Membran Dalam (Inner Membrane Proteins) Beberapa protein membran seperti reseptor, protein pembentuk pori, pompa ion, pengangkut nutrien dan metabolit, protein fotosintetik dan protein transport determinan virulen, dan toksin sangat penting untuk komunikasi sel dengan lingkungannya. Proteinprotein tersebut termasuk protein membran dalam atau inner membran proteins (IMPs). Pada dasarnya IMPs merupakan protein transmembran atau protein integral yang tertanam pada membran dalam bakteri Gram negatif atau Gram positif. Fungsi IMPs pada bakteri Gram negatif sangat erat kaitannya dengan transportasi molekul dari dalam sel (sitosol) menuju ke luar sel (lingkungan) vice versa. Selain itu, IMPs juga mempunyai fungsi yang sama pada Gram positif, yaitu sebagai sarana transportasi molekul, tetapi masih terbatas literatur yang mendukung tentang IMPs pada Gram positif. 13 Karakteristik IMPs sangat unik untuk setiap jenis atau famili, sangat tergantung pada fungsi dari protein itu pada sel. Alberts et al. (2002) menyatakan bahwa beberapa membran protein melalui lipid bilayer, protein transmembran ini bersifat ampifatik, mempunyai daerah hidrofobik dan daerah hidrofilik. Daerah hidrofobik melalui membran dan berinteraksi dengan ekor hidrofobik di dalam molekul lipid di bagian dalam bilayer. Bagian hidrofilik terdedah air pada satu atau sisi lain dari membran. Beberapa jenis protein transmembran berdasarkan jenis dan bentuknya dapat dilihat pada Gambar 5. Menurut Alberts et al. (2002), protein transmembran selalu mempunyai orientasi yang unik pada membran yang menunjukkan model asimetris yang sangat tergantung pada mekanisme sintesis dan menyisipnya protein tersebut pada lipid bilayer membran dan perbedaan fungsi pada domain sitoplasmik atau nonsitoplasmik. Kedua domain ini dipisahkan oleh rentang ikatan polipeptida yang berhubungan dengan daerah hidrofobik lipid bilayer dan sebagian besar tersusun atas residu asam amino nonpolar. Pemahaman tentang fungsi dan struktur IMPs perlu disertai dengan pemahaman biogenesisnya. Sebagai bakteri model, penelitian biogenesis IMPs lebih fokus pada Escherichia coli (E. coli),. Sementara itu, penelitian-penelitian serupa pada bakteri lain belum pernah diteliti. Pada dasarnya IMPs berfungsi sebagai alat transportasi metabolit, ion, gula, dan protein dari sel ke lingkungannya vice versa, dan protein yang ditranspor berupa toksin atau protein virulen determinan yang terlibat dalam petogenisitas. Pada E. coli, integrasi protein dapat terjadi melalui mekanisme Sec-dependent atau Secindependent. Mayoritas IMPs dibawa ke membran oleh signal recognition particle (SRP) dan dibantu reseptor Fts Y yang menjadi media pembawa pada Sec-translocon. SRP E. coli mempunyai homologi dengan SRP eukariot, tetapi komposisinya lebih sederhana. Inti Sec-translocon terdiri atas komponen membran integral SecY, SecE, dan SecG, yang membentuk suatu heterotrimer dan SecA suatu subunit perifer. Translocon, sebagai suatu porus translokasi untuk protein sekretori dan IMPs. SecA adalah ATPase yang berfungsi sebagai motor molekuler dan mengendalikan translokasi protein sekretori melalui porus SecYEG (de Gier & Luirink 2001). 14 Gambar 5. Beberapa tipe protein terikat membran lipid bilayer. Keterangan : Sebagian besar protein transmembran terikat melintasi lipid sebagai (1) single α heliks, (2) multipel α heliks atau (3) β-sheet (β barrel). Beberapa protein single-pass dan multipass terikat secara kovalen pada ikatan asam lemak pada lipid-monolayer sitosol (1). Membran protein lain terdedah hanya pada satu sisi membrane. (4) beberapa terikat pada permukaan sitosol suatu α helix ampifatik ke dalam monolayer lipid bilayer sitosol melalui permukaan hidrofobik heliks. (5) Lainnya, terikat pada bilayer oleh ikatan kovalen dalam monolayer sitosol atau (6) melalui suatu ikatan oligosakarida pada fosfatidilinositol dalam monolayer nonsitosolik. (7,8) beberapa protein terikat pada membran hanya oleh interaksi nonkovalen dengan protein membran lain (Alberts et al. 2002). Untuk memahami biogenesis IMPs pada E. coli, diperlukan beberapa pengetahuan translokasi protein. Sebagian besar komponen melibatkan protein translokasi membran dalam (IM) E. coli, yang disebut sekresi. Protein sekretori dipelihara dalam suatu translocation-competent state oleh chaperon SecB. Preprotein dikirimkan pada Sec translocon dan Sec translocon menjadi perantara translokasi protein sekretori melewati IM. Inti dari Sec translocon terdiri atas protein membran integral SecY, SecE, dan SecG, dan subunit perifer SecA. SecA terdiri atas dimer, bersama-sama dengan SecYEG membentuk mesin proton motive force dan ATP-driven yang mengendalikan translokasi protein sekretori melewati (IM). Selain itu, ada jalur 15 sekresi protein lain yaitu jalur TAT. Preprotein yang ditransport oleh jalur TAT biasanya mengikat kofaktor dan melipat sebelum translokasi melewati IM, sedangkan Sec hanya dapat mengakomodasi ikatan peptida yang tidak melipat (Gambar 6) (de Gier dan Luirink 2001). Akhir-akhir ini telah dibuktikan bahwa IMPs YidC terlibat dalam penyusunan IMPs Sec-translocase-dependent pada membran. Bukti menunjukkan bahwa YidC merupakan bagian dari Sec -translocase dan terlibat dalam pelepasan sebagian IMPs transmembran dari Sec-translocase ke dalam lapisan lipid bilayer. Selain itu, YidC terlibat juga dalam penyusunan IMPs Sec-translocase-dependent dan Sec-translocase-independent (Froderberg et al. 2003). Gambar 6. Jalur target dan insersi protein membran pada E. coli. Keterangan : Dalam E. coli, jalur insersi terdiri atas modul SRP , SecYEG, SecAYEG dan YidC. Kombinasi berbeda dari modul ini (SRP/YidC, SRP/SecYEGYidC, dan YidC) menjadi jalur insersi yang memperantarai masuknya IMPs ke dalam IM. Modul SecAYEG dapat bekerjasama dengan chaperon SecB untuk translokasi protein melintasi IM (de-Gier dan Luirink 2001). 16 2.6 ATP Binding Cassette Transporter (ABC Transporter) Gen ABC transporter merupakan superfamili gen yang menyandikan protein ABC transporter dan satu dari sebagian besar famili yang ada pada prokariot sampai dengan manusia. ABC transporter adalah protein transmembran yang berfungsi untuk transportasi berbagai substrat termasuk produk metabolit, lemak dan sterol, antibiotik, protein seperti toksin, virulen determinan, gula, dan ion melintasi membran dalam dan luar. Protein diklasifikasikan sebagai ABC transporter berdasarkan ATP-binding domain, juga diketahui sebagai nucleotide-binding folds (NBFs) (Nikaido 2002). Gen ABC transporter pertama kali diidentifikasi 30 tahun lalu pada prokariot. Protein ini menggunakan energi hidrolisis ATP untuk transportasi beberapa substrat melintasi membran sel. Pada eukariot, ABC transporter terutama mentranspor molekul ke luar membran plasma atau ke dalam pada mitokondria, dan retikulum endoplasma. Idealnya struktur suatu ABC transporter terdiri atas dua transmembran domain (TMs), masing-masing terdiri atas α-heliks yang melintasi fosfolipid bilayer beberapa kali. Heliks ini membentuk multipas tiga sampai lima kali, antara TMs terdapat ligand binding domain yang menghadap sisi ekstraseluler protein sebagai importer dan pada sisi sitoplasmik sebagai eksporter. Protein ABC juga terdiri atas satu atau dua ATPbinding domain(s), suatu nucleotide-binding folds (NBFs) dan terdapat pada membran sisi sitoplasmik. ATP-binding domain terbagi menjadi dua motif, yaitu Walker A dan Walker B yang dipisahkan oleh sekitar 90-120 asam amino. Motif lainnya adalah motif C atau motif signature (LSGGQ) yang terdapat diantara Walker Motif A dan Walker Motif B. Motif signature terdiri atas asam amino pendek dan sangat conserved (Nikaido 2002). Pearson et al. (2004) menyatakan bahwa suatu ABC transporter mempunyai beberapa kriteria, yaitu N-terminal tersusun atas asam amino hidrofobik, mempunyai tiga sampai lima putative transmembran region, mempunyai signal peptida, C-terminal mempunyai ABC ATP-ase Walker motif, Walker motif A (GXXGKT), Walker motif B (KXHD ), X merupakan residu asam amino nonconserved, motif signature (LSGGQ), dan motif EAA pada sistem impor ABC. Menurut Saurin et al. (1998), berdasarkan fungsinya, protein ABC dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu ABC-A dan ABC-B. ABC-A berfungsi sebagai protein ABC yang mengekspor molekul dari dalam sel ke luar sel, sedangkan ABC-B berfungsi sebagai protein ABC yang mengimpor molekul dari luar sel ke dalam sel. ABC-A terbagi menjadi ABC-A1 dan ABC-A2. ABC-A1 diantaranya mengekspor molekul protein, bakteriosin, toksin. ABC-A2 mengekspor polisakarida, dan antibiotik. ABC-A umumnya 17 terdapat pada prokariot dan eukariot. ABC-B juga terbagi menjadi ABC-B1 dan ABC-B2. ABC-B1 diantaranya mengimpor ion besi siderophore dan metal, ion oligosakarida, molybdenum, asam amino polar, glycine-betaine, nitrat, dan oligopeptida. ABC-B2 mengimpor antibiotik resisten, monosakarida-C, monosakarida-N. ABC-B hanya dijumpai pada prokariot (Saurin et al. 1998). ABC transporter dapat diklasifikasi menjadi half transporter atau full transporter. Full transporter terdiri atas dua TMs dan NBFs. Half transporter hanya terdiri atas satu TMs dan NBFs dan harus berkombinasi dengan half transporter lain agar dapat berfungsi. Half transporter dapat membentuk homodimer jika dua ABC transporter identik bersatu dan heterodimer jika dua ABC transporter tidak identik bersatu (http://en.wikipedia.org/wiki). Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 7. A B C Gambar 7. Struktur skematik beberapa ABC transporter. Keterangan : (A) Pada bakteri, beberapa transporter tersusun atas dua subunit transmembran (persegi) dan dua subunit ATPase (bulat). Jika suatu importer, diperlukan suatu subunit ke lima, suatu periplasmik-binding protein. (B) Pada beberapa transporter bakteria, dua domain ATPase berfusi menjadi protein tunggal. (C) Sebagian besar transporter pada jamur dan hewan, semua domain berfusi menjadi polipeptida tunggal (Nikaido 2002). 18 2.7 ATPase ATPase merupakan salah satu kelas enzim yang mengkatalisasi penguraian adenosine trifosfat (ATP) menjadi adenosine difosfat (ADP) dan ion fosfat bebas. Reaksi defosforilasi akan melepaskan energi dan energi tersebut digunakan untuk mengendalikan reaksi kimia lainnya. Secara luas, proses ini digunakan dalam semua bentuk kehidupan (Gambar 8). Transmembran ATPase mengimpor beberapa metabolit penting yang terlibat metabolisme sel dan mengekspor toksin, sampah dan ion-ion yang dapat mengganggu proses seluler. Suatu contoh penting adalah pertukaran ion Na+ dan K+ (atau Na+/K+ ATPase), yang menjadikan keseimbangan konsentrasi ionik dan memelihara potensial sel. Contoh lain adalah hidrogen K+ ATPase (H+/K+ ATPase atau pompa proton lambung) yang memelihara keasaman lambung. Transmembran ATPase membentuk energi potensial kimia ATP karena terjadi perpindahan metabolit yang melawan gradien konsentrasi. Pada model transpor ini terjadi perpindahan metabolit dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi tinggi. Proses ini dikenal dengan transpor aktif (Alberts et al. 2000). Gambar 8. Hidrolisis ATP. Keterangan : Hidrolisis fosfat terminal dari ATP menghasilkan antara 11 dan 13 kcal/mol tergantung pada kondisi intraseluler. Lepasnya fosfat terminal membentuk muatan negatif, lepasnya ion fosfat inorganik (Pi) distabilkan oleh pembentukan ikatan hydrogen dengan air (Alberts et al. 2002). 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2005 sampai dengan November 2006 di Laboratorium Pusat Studi Keragaman Mikrob Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Baranangsiang Bogor, dan Research and Development Charoen Phokphand Indonesia, Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Galur-galur Bakteri dan Plasmid Bakteri dan plasmid yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Galur-galur bakteri dan plasmid yang digunakan dalam penelitian Galur dan plasmid X.a.pv.glycines (Xag) YR32 Xag M715 X.c.pv campestris Escherichia coli DH5 α Karakteristik Referensi Tipe liar, Rif- R asal Muara-Bogor Rukayadi (1995) KanR ,Rif-R patTipe liar, Bogor supE44rlacU169 (φ80lacZrM15)hsdR17recA1endA1gyrA96 thi -1relA1 Rukayadi (1998) Khaeruni (2005) Sambrook dan Russel (2001) Escherichia coli F-ompThsdS(r1-m 1-)gal dcm(DE3)pLysS BL21(DE3)pLysS (camR ) Plasmid pFT3551 ApR , amplikon hasil IPCR berukuran 1.3 kb (gen imps,cp) dari Xag YR32 diligasi dengan vektor pGEM-T Easy pGOE12 ApR , amplikon hasil PCR gen imps berukuran 0,519 kb dari Xag YR32 diligasi dengan vektor pGEM-T Easy pEG01 ApR , gen imps 0,519 kb diligasi pada situs NdeI dan BamHI pada vektor pET15b pRP06 Tc R , gen imps,cps 1,3 kb diligasi pada situs EcoRI pada vektor pRK415 pET15b ApR T7 cassette lacI rop pGEM-T Easy ApR , lacZ pRK415 Tc R , kisaran inang luas pRK2013 Km R , colE1 replikon, tra + pada RK2, lacZ Novagen (2006) Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Novagen (2006) Promega (2005) Ditta et al. (1980) Ditta et al. (1980) Keterangan : imps adalah gen inner membran protein dan cps adalah gen cystein protease. RifR , ApR , Tc R , Cam R , dan Km R berturut-turut menunjukkan resistensi terhadap antibiotik rifampisin, ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan kanamisin. 20 Pada penelitian ini digunakan isolat X.axonopodis pv.glycines YR32 sebagai acuan untuk mempelajari mekanisme patogenisitas pada X. axonopodis pv glycines YR32. Enzim yang digunakan untuk teknik molekuler antara lain EcoRV, EcoRI, NdeI, BamHI, T4 DNA ligase (New England Biolabs (NEB) Inc., USA., Invitrogen USA), Taq polimerase (New England Biolabs (NEB) USA, dan Finnzymes OY, Finland). Purifikasi DNA (Wizard®SV Gel and PCR Clean-Up System, Promega, USA). Proteinase-K, RNase dan lisozim dari Sigma Chemical Co, Australia. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat piranti elektroforesis mini gel (Bio-Rad Mini-Sub Cell GT, CA, USA), kamera Polaroid Hoefer’s Photoman DS32 (Kodak), UV Transilluminator (Hoefer Scientific Instruments, San Fransisco, USA), Microcentrifuge (SORVALL® Pico, USA), Automated DNA Sequencer 2720 Thermal Cycler (Applied Biosystems, USA), GeneAmp PCR system 2400 (Applied Biosystems, USA), Gel Documentation (Herolab UVT, USA), seperangkat piranti elektroforesis protein Miniprotean® (Bio-Rad Mini-Sub Cell GT, CA, USA), Spektrofotometer U-2010 (Hitachi, Japan). 3.2.2 Media Tumbuh Bakteri X. axonopodis pv glycines YR32 tipe liar maupun mutannya M715, ditumbuhkan pada media Yeast Dextrose CaCO3 (YDC). Setiap liter medium YDC mengandung ekstrak khamir 10 g, dekstrosa 5 gram, CaCO 3 20 gram, agar-agar 15 gram dan air suling 1000 ml. Bakteri Xanthomonas diinkubasi pada suhu 28-30 oC selama 24-48 jam, sedangkan Escherichia coli ditumbuhkan pada media Luria Bertani (LB) (ekstrak khamir lima gram, triptone 10 gram, dan NaCl 10 gram, air suling 1000 ml) pada suhu 37 oC selama 12-16 jam. Antibiotika yang ditambahkan pada media adalah rifampisin (Rif) 100 µg/ml, ampisilin (Ap) 100 µg/ml, tetrasiklin (Tc) 15 µg/ml, kanamisin (50 µg/ml), atau kloramfenikol (34 µg/ml). 3.3 Metodologi 3.3.1 Isolasi DNA Genom Total Isolasi total DNA genom mengikuti metode Lazo et al. (1987). Sel Xag ditumbuhkan selama semalam di dalam lima mililiter medium LB cair yang diinkubasi pada suhu 28oC, dan dipanen dengan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama empat menit. Sentrifugasi dilakukan menggunakan Microcentrifuge (SORVALL® Pico, USA). Pelet dicuci dengan satu mililiter buffer STE (100mM NaCl, 10mM Tris-HCl, satu mM EDTA pH 8.0) kemudian diresuspensikan dan disentrifugasi pada kecepatan yang sama selama empat menit. Pelet diresuspensikan dengan satu mililiter buffer STE dan 21 disentrifugasi selama 12000 rpm selama empat menit. Setelah pelet diresuspensi dengan 200 µl buffer STE dan ditambahkan 40 µl larutan SDS 10%, suspensi diinkubasi pada suhu 65oC selama 30 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. Lisis sel dilakukan dengan menambahkan empat µl 10 mg/ml Proteinase-K, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama tiga jam. Setelah ditambah 200 µl buffer STE, suspensi diekstraksi dengan larutan fenol dan kloroform sebanyak 250 µl, lalu dibolak balik secara perlahan sampai terbentuk emulsi kemudian disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Tahap ini dilakukan sebanyak lima kali. Supernatan ditambah kloroform sebanyak 200 µl dan disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Tahap ini dilakukan dua kali. Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan ke tabung mikro steril dan dipresipitasi dengan satu mililiter etanol 95% dingin. Benang-benang DNA dililit menggunakan ujung tip mikro ukuran 200 µl, lalu dikeringudarakan. DNA disuspensikan dalam ddH20 yang mengandung 10 µg/ml RNase. Setelah diinkubasi selama 10 menit pada suhu 65oC, DNA disimpan pada suhu –20oC. 3.3.2 Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR) Inverse PCR dilakukan sesuai dengan metode seperti yang diterangkan Wahyudi et al. (2001). Primer didisain dari sekuen Pratiwi (2004) dengan urutan nukleotida P1 : 5’-ATCCTTGCCGCCATTGACCTG-3’ dan P2: 5’-CCACCGAACTTGAACTGGTC-3’. PCR dilakukan dengan LA Taq polimerase (TaKaRa Bio Inc. Japan) dengan kondisi prePCR pada suhu 94 oC selama satu menit, denaturasi pada suhu 95oC selama dua menit, penempelan primer pada suhu 62oC selama satu menit, sintesis pada suhu 72oC selama satu menit, postPCR pada suhu 72oC selama 10 menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus. 3.3.3 Isolasi dan Pemurnian Hasil PCR dan Fragmen DNA dari Gel Agarosa Fragmen DNA dengan ukuran yang sesuai diisolasi dari gel dengan metode pemurnian DNA melalui sentrifugasi (Wizard SV Gel and PCR Clean-UP System, Promega, USA). Gel sisipan dipotong-potong berbentuk kubus satu mm 3, lalu dimasukkan ke dalam tabung mikro steril. Kemudian pada tabung mikro tersebut ditambahkan 10 µl Membrane Binding Solution per 10 mg gel, divortex dan diinkubasi pada suhu 65oC sampai gel larut. SV Minicolumn dimasukkan ke dalam Collection Tube. Campuran gel terlarut dipindahkan pada Minicolumn kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama satu menit. Campuran disentrifugasi pada 12000 rpm selama satu menit. Cairan dibuang dan Minicolumn dimasukkan kembali ke Collection Tube. Untuk mencuci sisa-sisa agarosa, DNA dicuci dengan 700 µl Membrane Wash Solution, lalu 22 disentrifugasi 12000 rpm selama satu menit. Cairan dibuang, dan Minicolumn dimasukkan kembali ke dalam Collection Tube. Pencucian diulang kembali dengan menambahkan 500 µl Membrane Wash Solution, lalu disentrifugasi 12000 rpm selama lima menit. Minicolumn dipindahkan ke tabung mikro steril, kemudian ditambahkan 50 µl ddH2O, diinkubasi pada suhu ruang selama satu menit. Hasil elusi disentrifugasi pada 12000 rpm selama satu menit, lalu disimpan pada –20 oC. Pemurnian hasil PCR dilakukan sama dengan isolasi DNA dari gel, hanya Membrane Binding Solution ditambahkan dengan volume yang sama dengan volume PCR. 3.3.4 Kloning Gen Patogenisitas Hasil purifikasi DNA dari Inverse PCR diklon pada vektor pGEM-T Easy. Campuran diligasi dan diinkubasi pada suhu 16oC selama semalam. Transformasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan sel kompeten. Sel E. coli DH5α ditumbuhkan pada media LB pada suhu 37oC semalam. Lalu disubkultur dengan memindahkan satu persen kultur E. coli pada medium LB dan diinkubasi selama tiga jam pada 37 oC. Sebanyak 1.5 mililiter kultur dimasukkan ke dalam tabung mikro steril, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Pada pelet ditambahkan satu mililiter NaCl dingin, kemudian diresuspensi dan diinkubasi selama 20 menit di atas es. Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Dua ratus µl CaCl2-Tris dingin ditambahkan pada pelet dan diresuspensi, lalu diinkubasi selama 30 menit di atas es. Setelah itu sel kompeten siap digunakan untuk transformasi. Transformasi dilakukan dengan mencampurkan hasil ligasi ke dalam 200 µl sel kompeten. Campuran tersebut kemudian diinkubasi di atas es selama 30 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 60 detik untuk proses heat –shock. Untuk memulihkan kondisi fisiologi sel, campuran ditambahkan 250 µl medium LB cair dan digoyang horisontal pada suhu 37oC selama satu jam. Seluruh campuran disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Pada pelet ditambahkan 200 µl medium LB cair dan disuspensikan. Suspensi disebar pada medium selektif LA+(X-Gal 40 µg/ml) dan antibiotika yang sesuai. Koloni transforman yang tumbuh dan berwarna putih diambil untuk dilakukan verifikasi plasmid. Untuk mengetahui ukuran DNA sisipan pada plasmid transforman, dilakukan pemotongan plasmid menggunakan enzim EcoRI. 23 3.3.5 Isolasi DNA Plasmid Isolasi plasmid dilakukan dengan metode lisis alkalin (Sambrook dan Russel 2001). Lima mililiter kultur sel ditumbuhkan semalam, kemudian dipanen dengan disentrifugasi pada kecepatan 6000 selama dua menit. Pelet disuspensi dengan 200 µl 1XTE yang mengandung 50 mM glukosa, kemudian diinkubasi di suhu ruang selama lima menit. Kemudian ditambahkan 200 µl larutan 1%SDS dalam 0.2 M NaOH, dan suspensi dibolak balik secara perlahan sampai terjadi lisis yang ditandai dengan berubahnya larutan menjadi bening dan kental. Sebanyak 200 µl larutan Na-asetat (pH 4,8) ditambahkan dan di vortex, lalu diinkubasi selama 10 menit. Tabung mikro disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan diekstraksi menggunakan fenol+kloroform+isoamilalkohol (25:24:1). Fase cair dipindahkan ke tabung mikro steril lalu diendapkan dengan 2x volum etanol absolut dingin pada –20oC selama 30 menit. Setelah disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, DNA dicuci dengan 70% (V/V) etanol dingin dan dikeringudarakan. DNA disuspensi dalam ddH2O dan mengandung 10 µg/ml RNAse (Sigma Chemical Co., Australia). Setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, DNA disimpan pada suhu –20oC. 3.3.6 Sekuensing dan Analisis Sekuen DNA Sekuensing DNA dilakukan dengan piranti DNA sequencer ABI PRISM 3100AVANT Genetic Analyzer. DNA sisipan disekuen menggunakan primer universal M13Reverse dan M13-Forward . Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen DNA/protein yang ada di database European Bioinformatics Institute (EBI) BLASTX 2.0 pada situs http://www.ebi.ac.uk. Untuk mengetahui fungsi protein yang disandikan oleh gen tersebut dilakukan http://www.ncbi.nlm.nih.gov. pelacakan Analisis ORF dengan juga BLAST dilakukan pada situs dengan akses http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis promotor dilakukan dengan piranti lunak dari www.softberry.com. Struktur gen diketahui dengan perunutan sekuen setelah diketahui kodon awal dan kodon akhir. 3.3.7 Analisis Urutan Asam Amino Urutan asam amino ImpX dibandingkan dengan database European Bioinformatics Institute (EBI) SWISS-MODEL REPOSITORY. Urutan asam amino diperoleh dari hasil pengolahan data bioinformatik dari urutan nukleotida yang diperoleh. 24 3.3.8 Isolasi RNA dan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RTPCR) RNA total diisolasi dari kultur cair Xag YR32 dan M715 setelah diinkubasi selama 28 jam (OD600= 0,7). RNA total diisolasi menggunakan Reagent TRIZOL® (Invitrogen, USA). Kualitas RNA yang terisolasi diverifikasi dengan melarikannya pada gel elektroforesis gel agarosa 1,5% terdenaturasi. Hasil elektroforesis diwarnai dengan 0,5 µM ethidium bromida. RNA dikuantifikasi dengan spektrofotometri pada 260 nm dan 280 nm. Sampel RNA total (5µg) dilakukan transkriptase terbalik oleh enzim reverse transcriptase M-MuLV (ProtoScript First Strand cDNA Synthesis Kit, New England Biolabs, Beverly, USA) dengan primer gen spesifik Reverse menggunakan metode standard dalam volume reaksi 20 µl. cDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer (imp-forward dan imp-reverse). Perancangan primer menggunakan Netprimer Analysis Software dari PRIMER Biosoft International. PCR dilakukan pada kondisi praPCR pada suhu 95oC selama tiga menit, denaturasi pada suhu 95oC selama satu menit, penempelan primer pada suhu 62oC selama satu menit, sintesis pada suhu 72oC selama satu menit dan postPCR pada suhu 72oC selama tujuh menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus. Amplikon dilarikan pada elektroforesis gel agarosa menggunakan buffer TAE. 16S rDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan universal primer spesifik prokaryot (63F dan 1387R). Amplifikasi 16S rDNA dilakukan pada kondisi prePCR pada suhu 94oC selama lima menit, denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, penempelan pada suhu 55oC selama 30 detik, sintesis pada suhu 72oC selama satu menit, postPCR pada suhu 72oC selama lima menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus. 3.3.9 Analisis Hibridisasi Northern Transfer RNA pada Membran Nilon. Gel yang berisikan RNA total dari Xag YR32 dan Xag M715 (5 µg) dilarikan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1% terdenaturasi selama dua jam pada 65V. Gel kemudian diwarnai dengan µM ethidium bromida 0,5 selama 15 menit dan divisualisasi menggunakan UV transilluminator. Gel dicuci dengan DEPC-treated water, lalu direndam dalam 200 ml 0,05 N NaOH selama 10 menit. Gel dipindahkan ke dalam 200 ml 20xSSC (3,0 M NaCl ; 0,3 M Na-asetat) pH 7,0 selama 40 menit. Gel segera ditransfer pada membran nilon (Amersham LifeScience, USA) semalam pada suhu ruang menggunakan larutan 20xSSC pH7,0 dengan metode kapiler (Sambrook dan Russel 2001). Membran dicuci dalam 6xSSC pada suhu ruang dengan agitasi selama 15 menit, lalu dikeringkan di atas kertas blotting (Amersham Life-Science, USA), dilanjutkan dengan fiksasi nukleotida pada membran dengan menggunakan oven pada suhu 80oC selama dua jam. 25 Pelabelan Pelacak dan Deteksi Hibridisasi. DNA pelacak dilabel dengan menggunakan NEBlot TM PhototopeTM Kit (New England Biolab, Beverly, USA). Sebanyak 5 ng – 1 µg DNA hasil RT-PCR (375 bp) dalam 34 µl akuabides di dalam tabung mikro, didenaturasi dalam air dengan pemanasan 100oC selama lima menit. Untuk menjaga DNA tetap terdenaturasi, tabung mikro segera disimpan di atas es selama lima menit. Tabung mikro disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 detik. Selanjutnya secara berturut-turut ke dalam tabung ditambahkan 10 µl 5x mix labelling, lima µl mix dNTP, dan satu µl fragmen Klenow. Tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama semalam. Reaksi dihentikan dengan menambahkan lima µl 0,2 M EDTA pH 8,0. DNA dipurifikasi dengan NucTrap Probe Purification Column (Stratagen, USA). Pada tabung mikro ditambahkan lima µl satu persen Tween 20 dan 15 µl 1 kali bufer STET (0,1 M NaCl; 10 mMTris pH 8,0; satu mM EDTA pH 8,0; 5% Triton X-100). Kolom dibasahi dengan 1x bufer STET sampai jenuh dan dikeluarkan dari kolom dengan syringe. Sampel dimasukkan ke dalam kolom, lalu dikeluarkan dengan syringe. Untuk mengeluarkan sisa-sisa DNA yang ada di dalam kolom, kolom dicuci dengan 1 kali buffer STET dengan syringe. DNA yang diperoleh digunakan sebagai pelacak. DNA pelacak disimpan pada suhu -20oC sebelum digunakan. Membran diletakkan di dalam tabung hibridisasi, kemudian dimasukkan 10 ml larutan hibridisasi yang berisi formamide lima mililiter, 50xDenhardts satu mililiter, 20xSSPE 2,5 mililiter, 10% SDS 0,1 mililiter, DEPC-treated water 1,335 ml dan Salmon sperm DNA (Sigma, USA) 45 µl. Salmon sperm terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit, dan disimpan di atas es selama lima menit. Tabung hibridisasi yang berisi membran diinkubasi selama dua jam pada 42 oC. Pelacak yang telah dilabel dipanaskan dalam air dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 10 menit, kemudian disimpan di atas es selama lima menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung hibridisasi, lalu diinkubasi pada suhu 42 oC selama 16 jam sambil digoyang lemah. Proses hibridisasi dihentikan dengan melakukan pencucian membran menggunakan Larutan Pencuci I (1 kali SSC, 0,1% SDS) sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit pada suhu ruang, dan Larutan Pencuci II (0,5 kali SSC, 0,1%SDS) sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit pada suhu 50oC. Pencucian dilakukan dengan agitasi lemah. Membran dikeringudrakan dan siap untuk dideteksi. Deteksi hasil hibridisasi RNA-DNA dilakukan dengan kit Phototope TM Detection Kit (New England Biolab, Beverly, USA). Secara berturut-turut membran dicuci dengan Blocking solution, Larutan Streptavidin, Larutan Pencuci I, Biotinylated Alkaline Phosphatase, Blocking Solution, Larutan Pencuci II, dan Lumigen-PPD Reagent. Seluruh tahapan ini dilakukan selama lima menit pada suhu ruang dengan goyangan 26 sedang sesuai protokol kit Phototope TM Detection Kit (New England Biolab, Beverly, USA). Membran ditempatkan pada kaset X-ray Exposure Holder (Eastman Kodak C0, NY). Selanjutnya dilakukan pemaparan menggunakan film X-ray (HyperfilmTM MP, Amersham Life-Science) di ruang gelap pada suhu ruang. Film X-ray diproses dengan cara direndam di dalam larutan high performance X-ray film developer (Fuji Photo Film Co., Ltd, Japan) sampai pada kontras yang diinginkan. Setelah dibilas dengan air, film Xray dimasukkan ke dalam larutan X-ray film fixer (Fuji Photo Co., Ltd., Japan). Sesudah dibilas dengan air, film X-ray dikeringudarakan dan sinyal-sinyal yang muncul di film Xray diamati. 3.3.10 Uji Komplementasi Uji komplementasi dilakukan untuk mempelajari ada tidaknya pemulihan patogenisitas pada mutan non-patogenik Xag M715 jika diintroduksi dengan gen imps-cp dari Xag YR32. Gen imp-cp diklon pada vektor berspektrum luas pRK415, menghasilkan plasmid rekombinan pRP06, kemudian plasmid rekombinan ini diintroduksikan ke Xag M715 melalui konjugasi tiga tetua, dengan menggunakan E. coli HB101(pRK2013) sebagai penolong. Pemulihan patogenisitas pada Xag mutan M715 (pRP06) dibandingkan tingkat patogenisitasnya dengan Xag YR32 tipe liar, mutan Xag M715 melalui bioesai kotiledon (Mesak et al. 1994). Gejala patogenisitas diamati mulai hari ke tiga hingga 14 hari setelah inokulasi. 3.3.11 Konjugasi Tiga Tetua Resipien Xag M715 ditumbuhkan pada medium Luria Bertani (LB) yang ditambah 50 µg/ml kanamisin pada suhu 28oC selama 16 jam. E. coli HB101 yang membawa plasmid pRK2013 (penolong) ditumbuhkan pada medium LB yang ditambah 50 µg/ml kanamisin pada suhu 37oC selama 16 jam. Donor E. coli (pRP06) ditumbuhkan pada medium LB dengan penambahan 15 µg/ml tetrasiklin pada suhu 37 oC selama 16 jam. Perbandingan resipien, penolong dan donor adalah 15:1:1. Sebanyak 1500 µl sel resipien, 100 µl penolong dan 100 µl donor disatukan dalam tabung mikro steril. Lalu disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama dua menit. Pelet dicuci dengan NaCl 0,85% dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan yang sama. Tahap ini dilakukan tiga kali. Pelet ditambah dengan 25 µl LB dan diresuspensikan dan di spot semuanya pada media LB agar. Kultur diinkubasi selama 16 jam pada suhu ruang. Koloni yang tumbuh diambil semuanya dan dipindahkan ke dalam tabung mikro steril lalu ditambahkan 100 µl LB, kemudian divortex sampai homogen. Kultur sel disebar 27 pada medium LA yang ditambah 50 µg/ml kanamisin, 100 µg/ml rifampisin dan 15 µg/ml tetrasiklin. Kultur diinkubasi pada suhu ruang. Koloni yang tumbuh digores kembali. Setelah itu dilakukan isolasi plasmid untuk mengecek sisipan yang ada di dalam plasmid. 3.3.12 Bioesai Patogenisitas pada Kotiledon Kedelai Bioesai patogenisitas pustul bakteri menggunakan benih kedelai varietas Wilis yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB-Biogen,) Bogor. Biji kedelai didesinfeksi dengan NaOCl 0,5%, lalu digulung di dalam kertas merang dan diletakkan pada wadah berpenyangga berisi air, sehingga air meresap dan membasahi seluruh kertas merang. Kotiledon digunakan setelah berumur tujuh hari. Selanjutnya kotiledon dipisahkan dari tanaman dengan silet bersih dan steril lalu didesinfeksi dengan NaOCl 0,5% selama lima menit dan dibilas dengan akuades steril tiga kali untuk membersihkan sisa-sisa NaOCl. Bagian abaksial kotiledon ditusuk dengan seperangkat lima jarum steril yang diikat menjadi satu (Mesak et al. 1994). Koloni bakteri dari biakan umur 48 jam yang akan diuji dioleskan pada bekas luka tusukan pada kotiledon. Bakteri yang diuji adalah Xag YR32 tipe liar, Xag M715, Xag M715(pRP06), dan X. campestris campestris (kontrol negatif). Inkubasi dilakukan dalam ruang tumbuh bercahaya selama 3-14 hari pada suhu ruang. Parameter yang diamati adalah munculnya bercak kuning pada ktiledon. 3.3.13 Kloning dan Ekspresi Gen impX Untuk mendapatkan gen impX, kromosom Xag YR32 tipe liar diamplifikasi menggunakan PCR dengan primer A : 5’-GGGGGACATATGAAATCCCTGAAAGTG-3’ dan B : 5’-GGGGGATCCAAACCGCGGGAATTCGAT-3’. Huruf yang digarisbawahi masing-masing menunjukkan situs restriksi NdeI dan BamHI. Primer dirancang dari urutan nukleotida yang berhasil diisolasi dari Xag YR32. PCR dilakukan pada kondisi prePCR 94oC selama satu menit, denaturasi 95oC selama dua menit, penempelan primer 60oC selama satu menit, sintesis 72oC selama satu menit dan postPCR 72oC selama 10 menit. Siklus PCR sebanyak 30 siklus. Hasil PCR dipurifikasi dengan WizardR SV Gel and PCR Clean-UP System (Promega, USA) lalu diligasi dengan pGEM-T Easy. Plasmid rekombinan ditransformasikan pada E. coli DH5α. Plasmid rekombinan dalam E. coli DH 5α diisolasi dengan dipotong NdeI dan BamHI, lalu sisipan yang berukuran 519 bp diligasikan dengan pET15b yang sebelumnya telah dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Plasmid rekombinan pada pET15b ditransformasikan pada E. coli BL21 (DE3)pLysS. 28 3.3.14 Isolasi Protein Satu koloni tunggal E. coli BL21 (DE3)pLysS ditumbuhkan pada 2 ml medium LB yang ditambah dengan 34 µg/ml kloramfenikol. Setelah mencapai OD600= 0,7, kultur disentrifugasi 30 detik, lalu dimasukkan ke dalam 50 ml LB. Kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama tiga jam. Untuk bakteri yang tidak diinduksi, 1,5 ml sel dimasukkan ke dalam tabung mikro steril, lalu disentrifugasi 8.000 rpm selama lima menit. Kemudian, pelet dicuci dengan 250 µl 0,1 mM TrisCl pH 7,5 sebanyak dua kali, lalu disentrifugasi dengan kecepatan yang sama. Pelet diresuspensi dengan 500 µl 0,1 mM TrisCl pH 7,5. Untuk sel yang diinduksi, kultur sel ditambah IPTG sampai konsentrasi akhir satu mM IPTG dan diinkubasi selama tiga jam. Setelah itu, 1,5 ml sel dimasukkan ke dalam tabung mikro steril, lalu disentrifugasi 8.000 rpm selama 5 menit. Pelet dicuci dengan 250 µl 0,1 mM TrisCl pH 7,5 sebanyak dua kali, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan yang sama. Pelet disuspensi dengan 500 µl 0,1 mM TrisCl pH 7,5. Untuk mengetahui konsentrasi protein total, maka dilakukan uji Bradford. Sel divorteks lalu supernatannya dimasukkan pada Larutan Bradford. Setelah itu, diukur dengan spektrofotometri pada λ595. Kurva standard kandungan protein dengan persamaan regresi Y= 0,0006X + 0,0353; R2= 0,9673. 3.3.15 Elektroforesis Protein dengan SDS-PAGE Elektroforesis protein dilakukan dengan Mini-Protean Electrophoresis (Bio-Rad, USA). Pada elektroforesis ini, digunakan konsentrasi gel penyangga empat persen dan konsentrasi gel pemisah 10%. Ke dalam sumur dimasukkan 13 µl protein sampel yang telah dicampur dengan buffer sampel dengan perbandingan 1:4 dan standar bobot molekul protein LMW (Low Molecule Weight Protein, Amersham, England, UK). Elektroforesis dilakukan pada kondisi 100 volt selama 80 menit dalam dingin. Selanjutnya gel diwarnai dengan 0,025% Coomassie Brilliant Blue selama dua jam, dan dicuci, hingga gel latar belakang jernih kembali. Persamaan regresi standar molekul LMW, Y=-1,3267X + 5,2925, R2=0,9666. 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inverse Polymerase Chain Reaction (Inverse PCR) PCR dengan primer P1 : 5’-ATCCTTGCCGCCATTGACCTG-3’ dan P2: 5’CCACCGAACTTGAACTGGTC-3’ pada kromosom Xag YR32 menunjukkan dua pita yang berukuran sekitar 1,3 kb dan 3,0 kb (Gambar 9). Kemungkinan munculnya lebih dari satu pita sangat besar, tergantung pada probabilitas adanya urutan nukleotida yang sama di dalam kromosom. kb M 1 kb 3,0 1,5 1,3 1,0 Gambar 9. Elektroforesis gel agarosa DNA produk dari hasil inverse PCR. Keterangan : M: marker DNA (1 kb DNA ladder, NEB, USA) 1 : hasil inverse PCR. Hasil PCR dipurifikasi dan disisipkan pada pGEM-T Easy (3,015 kb). Transformasi pada E. coli DH 5α menghasilkan 400 koloni. Verifikasi plasmid dilakukan secara sampling, yaitu 10 persen dari jumlah total. Verifikasi plasmid dilakukan masing-masing dengan digesti EcoRI, PstI, dan SacI. Hasilnya menunjukkan 61,1 persen sisipan berukuran 1,3 kb, 19,4 persen sisipan berukuran 3,0 kb dan 19,4 persen hanya vektor saja. Hasil verifikasi dengan EcoRI menunjukkan fragmen dengan ukuran 3,0 kb dan 1,3 kb. Verifikasi dengan PstI menunjukkan ukuran 4,3 kb, sedangkan dengan SacI menunjukkan ukuran 4,3 kb. Berdasarkan hasil verifikasi dengan EcoRI, PstI, dan SacI maka dapat disimpulkan bahwa ukuran sisipan adalah 1,3 kb (pFT3551) dan urutan nukleotida 1,3 kb tidak mempunyai situs EcoRI, PstI, dan SacI. Hasil verifikasi dapat dilihat pada Gambar 10. 30 kb M 1 2 3 kb 4,3 3,0 3,0 1,5 1,3 Gambar 10. Elektroforesis gel agarosa DNA hasil verifikasi pFT3551. Keterangan : M= Marker DNA (1 kb DNA ladder, NEB, USA), 1=pFT3551 -EcoRI, 2=pFT3551-PstI, 3=pFT3551 -SacI. Hasil inverse PCR yang berukuran 1,3 kb disisipkan pada pGEM-T Easy dan plasmid rekombinannya dinamai pFT3551 seperti dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Plasmid rekombinan pFT3551. 4.2 Analisis Urutan DNA Fragmen ukuran 1,3 kb dan 3,0 kb disisipkan pada pGEM-T Easy, disekuen untuk mengetahui urutan nukleotidanya. Urutan nukleotida dianalisis penyejajarannya dengan sekuen Pratiwi (2004). Sekuen 1,3 kb mempunyai 33 nukleotida yang sama dengan sekuen 31 asal sedangkan 3,0 kb hanya primer saja. Berdasarkan data di atas, maka salah satu flanking DNA yang tersisipi transposon adalah sekuen 1,3 kb. Oleh karena itu, analisis dilakukan lebih lanjut pada sekuen 1,3 kb. Fragmen yang berukuran 1,3 kb yang disisipkan pada pGEM-T Easy, disekuen untuk mengetahui urutan nukleotidanya. Urutan nukleotida yang diperoleh dianalisis dengan BLAST (Altschul et al. 1997) untuk mengetahui kemiripan urutan nukleotida yang diperoleh dengan database. Hasil penyejajaran dengan database menunjukkan bahwa urutan nukleotida yang diperoleh dari Xag pv glycines YR32 sangat mirip dengan Xanthomonas axonopodis pv. citri str.306 (Xac). Hasil BLASTN dan penyejajarannya dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Score (Bits) E Value Gambar 12. Hasil analisis BLASTN. Gambar 13. Hasil penyejajaran urutan nukleotida ukuran 1,3 kb Xag dengan Xac. Score : 2430, Expect : 0,0 ,Identities : 1244/1250 (90%), Gaps : 0%. Berdasarkan hasil analisis BLASTN, Xag YR32 mirip dengan Xac str. 306 dengan nilai score sangat tinggi, yaitu 2430. Selain itu, E-value menunjukkan angka nol, hal ini berarti kemiripan sekuen DNA antara keduanya sangat ajeg (reliable). Hasil penyejajaran (alignment) menunjukkan bahwa Xag YR32 dengan Xac str.306 mempunyai kesamaan (identity) 99%. Untuk mengetahui fungsi dari urutan nukleotida tersebut, maka dilakukan analisis menggunakan program BLASTX BLOSUM62. Fragmen ukuran 1,3 kb Xag YR32 32 menyandikan Inner membrane protein (Imp) dengan kemiripan 90% dan Cystein protease (Cp) dengan kemiripan 99% pada Xac str.306. E-value untuk Imp dan Cp masing-masing adalah 4e-78 dan 2e-52. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis BLASTX. DB:ID Source Length Score Identity % Positives % E Q8PIP3 XANAC Inner membrane protein 439 824 90 92 4e-78 Q8P7B9 XANCP Inner membrane protein 439 744 87 93 1e-69 Q4UWT2 XANC8 Inner membrane protein 439 744 87 93 1e-69 Q9PIP2 XANAC Cystein protease 270 581 99 99 2e-52 Q5H2TO XANOR Cystein protease 312 542 74 78 2e-48 Q8P7B8 XANCP Cystein protease 241 519 85 92 6e-46 Untuk lebih meyakinkan, maka dilakukan juga analisis FASTX dan hasilnya menunjukkan bahwa fragmen ukuran 1,3 kb Xag YR32 menyandikan Imp dengan kemiripan 90,8% dan Cp dengan kemiripan 99% pada Xac str 306. E-value untuk Imp dan Cp masingmasing adalah 7,4e-48 dan 1,1e-31. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis FASTX. DB:ID Source Length Identity % Ungapped % Overlap E Q8PIP3 XANAC Inner membrane protein 439 90,860 92,857 186 7,4e-48 Q4UWT2 XANC8 Inner membrane protein 439 87,349 87,349 166 1,4e-42 Q8P7B9 XANCP Inner membrane protein 439 87,349 87,349 166 1,4e-42 Q8PIP2 XANAC Cystein protease 270 91,129 91,129 124 1,1e-31 Q5H2TO XANOR Cystein protease 312 69,697 69,697 165 1,1e-29 Q4UWT3 XANC8 Cystein protease 241 79,839 79,839 124 5,4e-28 Hasil BLASTX dan FASTX menunjukkan kecenderungan yang sama, kedua hasil program ini memperlihatkan bahwa nukleotida1,3 kb menyandikan Imp dan Cp. 4.3 Analisis Struktur Gen Hasil BLASTX dan FASTX memberikan informasi bahwa urutan nukleotida yang diperoleh mengekspresikan protein Imp dan Cp. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kedua gen ini, maka dilakukan analisis open reading frame finder (ORF Finder). Analisis ORF menggunakan situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov/orf yang akan memberi informasi ada 33 tidaknya kodon awal (ATG) dan kodon akhir (TAA/TAG/TGA). Hasil analisis menunjukkan bahwa ada dua ORF pada urutan nukleotida 1,3 kb (Gambar 14 dan 15). Gambar 14. Hasil analisis open reading frame (ORF) untuk inner membrane protein (imp). Analisis ORF di atas menginformasikan bahwa ada satu ORF dari urutan nukleotida satu sampai dengan 525. Urutan tersebut membawa kodon awal (ATG) pada posisi 525 tetapi belum ada kodon akhir, hal ini berarti, ORF tersebut belum lengkap. ORF mempunyai 174 asam amino. Setelah dilakukan BLASTP,ORF ini diduga mengekspresikan protein CreD. Analisis ORF yang lain menunjukkan bahwa ada satu ORF dari urutan nukleotida 831 sampai dengan 1292. Urutan tersebut membawa kodon awal (ATG) pada posisi 831 dan kodon akhir (TAG) pada posisi 1292. ORF mempunyai 153 asam amino. Hasil BLASTP memberi informasi bahwa ORF ini mengekspresikan suatu peptidase, yaitu cystein protease. Berdasarkan hasil analisis ORF Finder, maka nukleotida ukuran 1,3 kb menyandikan dua protein yaitu Imp dan Cp. Kedua ORF ini tidak pada operon yang sama, ditandai dengan adanya kodon awal dengan posisi yang berlawanan. 34 Gambar 15. Hasil analisis open reading frame (ORF) untuk Cystein Protease (Cp). Data menunjukkan bahwa ada dua ORF dengan arah operon yang berbeda, oleh karena itu perlu diketahui ribosom binding site (RBS) atau Shine Delgarno, dan promoter untuk masing-masing operon (Tang et al. 1991, Katzen et al. 1996, Baldini et al. 1999). Berdasarkan analisis promotor, ternyata arah transkripsi ke dua gen ini berlawanan. Hasil analisis struktur gen dapat dilihat pada Gambar 16. Selain itu dilakukan juga analisis restriksi pada kedua operon. Situs restriksi perlu diketahui untuk kepentingan kloning lainnya, seperti Gene Knock out, ekspresi gen, IPCR dan lainnya. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 17. Pada Gambar tersebut, dapat diketahui bahwa tidak ada situs EcoRI, PstI dan SacI seperti yang dilakukan pada verifikasi plasmid pFT3551 (Gambar 10). 35 Gambar 16. Struktur gen pada fragmen 1,3 kb dari Xanthomonas axonopodis pv glycines YR32. 36 Gambar 17. Posisi situs restriksi pada fragmen 1,3 kb Xag YR32. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Pratiwi (2004), maka dari itu, perlu penggabungan sekuen dengan yang diperoleh. Pertemuan sekuen ada pada urutan 5’-ACGCCGCGCTTGCAGGTCAATGGCGGCAAGGAT-3’ pada gen imp. Berdasarkan hal ini, maka diduga kodon akhir ada pada sekuen Pratiwi (2004). Setelah dilakukan penggabungan, lalu dilakukan analisis ORF. Hasil analisis ORF menunjukkan bahwa kodon akhir adalah TGA. Analisis dilanjutkan dengan BLASTP, dan hasil menunjukkan bahwa gen menyandikan CreD, suatu Imp (Gambar 18). Hasil penggabungan sekuen, menghasilkan ORF yang utuh, mempunyai kodon awal (ATG) dan akhir (TGA). Preferensi kodon akhir TGA pada Xac str. 306 paling tinggi, yaitu 70,89% (http://rice.tigr.org/tigr_scripts/CMR2/codon_tables). Deduksi asam amino dari ORF tersebut adalah 182 asam amino. Selanjutnya, gen imp pada Xag YR32 disebut impX. Gambar 18. Hasil analisis open reading frame (ORF) sekuen inner membrane protein (imp) yang telah digabungkan. 37 Berdasarkan penelusuran data GenBank, panjang ORF imp pada Xanthomonas berbeda-beda. Xanthomonas axonopodis pv citri str 306 (Xac str 306) 1300 nukleotida, Xanthomonas campestris pv campestris 8004 (Xcc) 1320 nukleotida, Xanthomonas oryzae pv oryzae (Xoo) 10331 573 nukleotida, sedangkan Xag YR32 546 nukleotida. Hasil ClustalW memberi informasi bahwa Xag YR32 dan Xac str 306 mempunyai score 91, Xag YR32 dan Xcc score 79, Xag YR32 dan Xoo score 45. Berdasarkan penyejajaran nukleotida tersebut, maka Xag YR32 sangat dekat dengan Xac str 306, tetapi nukleotida Xag YR32 jauh lebih pendek. Hal ini merupakan keunikan dari impX Xag YR32. Data didukung oleh hasil hibridisasi Northern (dijelaskan kemudian), bahwa impX merupakan gen monosistronik dengan ukuran gen sekitar 546 bp. Analisis dilanjutkan dengan analisis penentuan RBS, promotor, dan terminator untuk impX. Struktur gen dapat dilihat pada Gambar 19. Posisi penyisipan transposon diketahui berdasarkan data sebelumnya (Pratiwi 2004). Transposon menyisip pada posisi 500 dari sekuen Pratiwi (2004), setelah disesuaikan dengan urutan nukleotida maka diketahui posisi penyisipan transposon pada gen impX. Bagan penyisipan transposon dapat dilihat pada Gambar 20. Transposon menyisip pada bagian C -terminal gen impX. 38 acagtggcggtcgtcgaataaccgg -35 gtcgcgcacttcaccttcgcttcaaat tcgcctcaaacctgcgac -10 accggcgcagcgcaccctggccacctcccaagatgaggatggccg rbs atgaaatccctgaaactgttattgcggttcgccaccatcggtggg M K S L K L L L R F A T I G G start ctgatcctgctgttgctgattccgctgctcctgatccgtggcgcg L I L L L L I P L L L I R G A gtgcaggaccgcgcgcgctaccgcgacgaggcggtggagcgggtg V Q D R A R Y R D E A V E R V gcgcagagcaaggctggcgagcagcagttcatcgcgccggtgcgg A Q S K A G E Q Q F I A P V R gtactgccgtataccgaagacgtgcaggtcaccgagccggacgag V L P Y T E D V Q V T E P D E cagggcaaccagcgcaaggtccggcgcaagcgcgaagggacgctg Q G N Q R K V R R K R E G T L ctgcaaacgccgcgtcgcctgaaactcagcggcgaaatggtgccc L Q T P R R L K L S G E M V P tcggtgcgcgaggtgggcttgtaccgggtgcaggtgtattcctgg S V R E V G L Y R V Q V Y S W aaagccaccttgcatgccgaatacgactccttcgactacgcggct K A T L H A E Y D S F D Y A A gcgccgacccgtgcgtatggccagccgtacctggcaatcggtatg A P T R A Y G Q P Y L A I G M tccgacgtgcgcgggttggtgggcacgccgcgcttgcaggtcaat S D V R G L V G T P R L Q V N ggcggcaaggatcgggtgcgcttccagagcgctatcgaacgcttt G G K D R V R F Q S A I E R F cgaaagtgactgttgacacgactctta gagaccataagaatcaac R K * putative terminator putative terminator Stop tccactgaattggtactttccagtcagggccgttgatcagcaatg Gambar 19. Urutan DNA dari struktur gen impX dan asam amino yang dideduksi dari impX serta posisi penyisipan transposon (anak panah). Keterangan : -35,-10:putative promoter, rbs: putative ribosome binding site; start: putative kodon awal (ATG); stop: putative kodon akhir (TGA). 39 miniTn5 -KmR-TpR 2198 bp Gambar 20. Peta fisik gen imp, cp dan tonB-dependent receptor Keterangan : ORF1 : cystein protease ORF2 : inner membrane protein X (impX) ORF3 : tonB-dependent receptor 4.4 Analisis Fungsi ImpX Hasil BLASTX menggambarkan bahwa gen yang tersisipi transposon pada kromosom Xag M715 diduga adalah gen impX. Jika ditelusuri lebih jauh, maka gen impX ini termasuk pfam CreD (Marchler-Bauer dan Bryant 2004). Inner membrane protein CreD merupakan famili protein yang terdiri atas beberapa CreD yang terdapat pada bakteri atau disebut juga Cet inner membrane protein. Mutasi dominan gen cet pada E. coli menyebabkan bakteri ini toleran terhadap colicin E2. Colicin merupakan salah satu bakteriosin yaitu senyawa antibakteri atau antibiotik yang dapat mematikan bakteri pada spesies yang berdekatan atau strain yang berbeda tapi spesies yang sama (Madigan et al. 2003). Parker dan Feil (2004) menyatakan bahwa ketika terjadi induksi, colicin diekspresikan dalam jumlah banyak dan disekresikan ke medium ekstraseluler dengan bantuan protein yang dikode plasmid Sel yang mempunyai plasmid dilindungi dari serangan colicinnya sendiri dengan adanya protein immunity yang dikode oleh plasmid yang sama. Molekul colicin yang disekresikan terikat pada protein reseptor pada membran luar sel target lalu ditranspor melintasi membran luar menuju periplasmik sel target menggunakan sistem transpor bakteri, Tol atau Ton. Colicin dapat menyebabkan kematian sel melalui beberapa proses termasuk perusakan membran sitoplasma dengan terbentuknya pori atau masuk ke dalam sitoplasma menghambat sintesis protein atau berperan sebagai suatu DNAse atau RNAse. Untuk lebih meyakinkan hasil di atas, maka dilakukan a l gi analisis fungsi protein ImpX dengan melakukan perbandingan urutan asam amino ImpX dengan database. Urutan 40 asam amino ImpX yang diperoleh relatif pendek, sehingga dicari alternatif lain yang memungkinkan. Metode yang dipakai, yaitu melalui Model Navigator dari http://swissmodel.expasy.org/repository. Model Navigator yang dipakai adalah Inner Membrane Protein X. campestris pv. campes tris yang sudah ada di database. Alasannya, berdasarkan hasil BLASTN Xcc mempunyai score 291 dan E-value 2e-77 terhadap Xag YR32. Selain itu, hasil penyejajaran DNA Imp Xcc dan Xag YR32 dengan ClustalW menunjukkan score 79. Data-data di atas menggambarkan kedekatan hubungan Imp Xcc dengan ImpX. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Imp Xcc merupakan domain dari Secretion protein HlyD, identity 52,6%, E-value 4,2E-32. Omori dan Idei (2003) menjelas kan bahwa Hly merupakan salah satu sistem ATP Binding Cassette (ABC) exporter yang terlibat dalam transpor hemolysin pada E. coli. Ada tiga protein, yaitu HlyB sebagai ABC protein, HlyD sebagai membrane fusion protein (MFP) di periplasmik, dan protein membran luar TolC. Data di atas memberi keterangan yang lebih jelas tentang fungsi dari ImpX. Berdasarkan karakter-karakter yang dimiliki ABC transporter, maka ImpX memenuhi beberapa kriteria sebagai ABC transporter yaitu N-terminal hidrofobik, mempunyai signal peptida, mempunyai transmembrane region, C-terminal mempunyai Walker Motif A (GXXGKT), signature motif, dan Walker Motif B (KXHD) yang hidrofilik (Gambar 21). Walker Motif A adalah situs tempat menempelnya α dan β fosfat dari ATP, sedangkan Walker Motif B adalah tempat menempelnya ion Mg , signature motif sebagai situs hidrolisis (Pearson et al. 2004). ImpX mempunyai N-terminal hidrofobik sebagai domain putative transmembrane region. Putative transmembrane region menunjukkan prediksi lokasi heliks transmembran dan prediksi lokasi intervening loop regions. Berdasarkan analisis bioinformatika pada ImpX, dengan panjang asam amino 182 terdapat satu transmembran, artinya ImpX sangat memungkinkan sebagai protein transmembran. Berdasarkan analisis Model Hidden Markov menunjukkan bahwa ImpX mempunyai signal peptida dengan probabilitas 0,930. Maximum cleaveage site probability 0,640 antara posisi asam amino 29 dan 30. Protein sekresi pada prokariot melibatkan suatu signal sequence di awal urutan asam amino, yang akan dikenali oleh signal recognition particle (SRP). Signal peptida akan dipotong oleh enzim signal peptidase (Turner et al. 2000). Hasil bioinformatika ini menggambarkan bahwa ImpX adalah protein sekresi. 41 M K S L K L L L R F A T I G G L I L L L L I P L L L I R G A V Q D R A R Y R D E A V E R V A Q S K A G E Q Q F I A P V R V L P Y T E D V Q V T E P D E Q G N Q R K V R R K R E G T L L Q T P R R L K L S G E M V P S V R E V G L Y R V Q V Y S W K A T L H A E Y D S F D Y A A A P T R A Y G Q P Y L A I G M S D V R G L V G T P R L Q V N G G K D R V R F Q S A I E R F R K Gambar 21. Karakter-karakter putative ABC-ATPase transporter ImpX pada Xag YR32. Keterangan : Huruf merah : signal peptida Huruf hitam: putative transmembran Huruf coklat : putative Walker Motif A Huruf oranye : putative signature motif Huruf ungu : putative Walker Motif B Putative ABC transporter memiliki Walker Motif A dan B. ImpX mempunyai diagnostic ABC ATPase Walker Motif A dan B dimulai pada posisi 155 dan 168 yang hidrofilik. Adanya putative Walker Motif A dan B menunjukkan bahwa bagian C-terminal ImpX sebagai ATPase. Putative Signature motif berada diposisi 162. ImpX tidak mempunyai EAA motif, hal ini memberi informasi bahwa ImpX merupakan ABC sistem ekspor. Berdasarkan analisis bioinformatik maka dapat dijabarkan bahwa ImpX merupakan protein transmembran, suatu protein sekresi, suatu putative ABC transporter, mempunyai ATPase, dan ABC sistem ekspor. Tipe ABC–ATPase pada Xag mempunyai N-terminus daerah hidrofobik dan transmembran yang menyatu dengan C-terminus suatu ATPase. Tipe ini termasuk tipe ABC-A1 (Pearson et al. 2004). Demikian juga Saurin et al. (1999) mengemukakan bahwa ABC-A1 juga sebagai alat ekspor protein, bakteriosin, maupun 42 toksin. ABC-A1 dapat dijumpai pada prokariot dan eukariot. Diagram putative ABC transporter pada Xag dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Peta fisik Putative ABC-ATPase transporter ImpX pada Xag YR32. Keterangan : A : N-terminal hidrofobik transmembran B : Signal peptida C : putative transmembran D : C-terminal hidrofilik E : putative Walker Motif A F : putative signature motif G : putative Walker Motif B Jika dihubungkan dengan posisi penyisipan transposon, maka C-terminal ImpX Xag M715 yang merupakan ATPase akan tidak stabil. Hal ini berarti situs penempelan α dan β dari ATP dan ion Mg , serta situs hidrolisis ATP akan terganggu dan diduga situs-situs ini rusak karena berada masing-masing 19, 11, dan 6 asam amino dari posisi penyisipan transposon, sangat dekat dengan posisi penyisipan transposon. Kemungkinan lain, protein hasil translasi tidak sempurna sehingga kedua situs pada ATPase berubah konform asi pada saat pelipatan protein, atau bahkan tidak terjadi pelipatan, sehingga polipeptida dicacah protease sel nya sendiri, dan tidak ada ABC transporter untuk ekspor molekul toksin dan virulen determinan pada Xag M715. Dugaan lain, kalaupun terjadi pelipatan protein, ATPase Xag M715 tidak berfungsi secara baik, artinya ATP tidak dapat menempel pada situsnya, sehingga tidak terjadi perubahan ATP menjadi ADP + Pi. Tidak adanya perubahan tersebut menyebabkan tida k terbentuk energy motive force sehingga tidak ada energi untuk mendorong molekul toksin dan virulen determinan yang terlibat patogenisitas pustul bakteri dari sitoplasma menuju lingkungan melintasi membran dalam, periplasmik dan membran luar. Hal serupa terjadi pada Staphylococcus aureus , mutasi pada sekuen Walker Motif A akan menyebabkan hilangnya aktivitas ATPase dan transpor pada FhuC. FhuC adalah ATPase yang terlibat dalam transpor besi (Speziali et al. 2006). 43 4. 5 Analisis RNA RNA total yang terisolasi dari Xag YR32 dan Xag M715 dilihat kualitasnya melalui elektroforesis gel agarosa terdenaturasi dan hasilnya terlihat pada Gambar 23. 23S rRNA 16S rRNA Gambar 23. Hasil elektroforesis sampel RNA total yang diisolasi dari berbagai Xanthomonas. Gambar 23 memperlihatkan ada dua pita yang dominan, yaitu 23S rRNA dan 16S rRNA. Adanya dua pita tersebut berarti kualitas RNA total yang terisolasi sangat baik (Jaakola et al. 2001). RNA total dalam sel terdiri atas rRNA, tRNA, dan mRNA, kira-kira 80-85% dari total RNA adalah rRNA, 15-20% tRNA, sedangkan mRNA sekitar 1-5%. Total RNA muncul smear dengan dua pita dominan. Pita ini adalah rRNA dan yang terlihat smear adalah mRNA dengan ukuran yang berbeda. Level mRNA steady state dalam sel merupakan integral dari hasil transkripsi dan degradasi. Pita RNA pada Xag YR32 dan Xag M715 sangat baik, sedangkan pada Xcc dan Xam, pita 16S rRNA dan 23S rRNA sangat tipis yang menunjukkan adanya degradasi RNA selama proses isolasi dan elektroforesis. RNA total yang diisolasi kemudian ditranskripsi terbalik (Reverse Transcriptase, RT) dengan Gene Specific Primer (GSP) yaitu primer reverse impX, sehingga diperoleh cDNA. cDNA di PCR dengan primer reverse dan forward impX. Primer didisain dari urutan nukleotida impX yang sudah diperoleh. Hasil PCR dilarikan pada gel agarosa dan diperoleh pita ukuran sekitar 375 bp. Ukuran nukleotida sesuai dengan panjang nukleotida impX yang diapit oleh primer forward dan reverse impX (Gambar 24). Hasil RT-PCR pada Xag YR32 berbeda nyata dengan Xag M715, pada Xag YR32 jumlah amplikon jauh lebih banyak dibandingkan dengan Xag M715. Fenomena ini mengindikasikan bahwa jumlah mRNA impX M715 jauh lebih sedikit dibandingkan mRNA impX YR32. Seperti sudah diketahui Xag M715 adalah mutan Xag YR32 yang telah disisipi transposon mini-Tn5-Km R -TpR . Transposon mini-Tn5-Km R -TpR merupakan turunan dari 44 mini-Tn5-KmR , suatu transposon komposit yang memiliki stop transkripsi pada kedua batas gen penyandi antibiotik kanamisin (de Lorenzo et al. 1990). Konstruksi plasmid telah dilakukan oleh Rukayadi (1998). Mutagenesis transposon Xag YR32 dilakukan melalui pUTmini-Tn5Km R-TpR (pYR103). Tersisipnya transposon mini-Tn5-Km R-TpR pada kromoson YR32 akan menyebabkan ketidakstabilan transkrip mRNA dari gen yang tersisipi sehingga terjadi pemutusan ikatan fosfodiester pada mRNA. Kemungkinan lain, singkatnya waktu paruh mRNA dapat menyebabkan cepatnya proses degradasi RNA, sehingga jumlah mRNA sangat sedikit. Pada hasil PCR dengan primer 16S rDNA tidak menghasilkan amplikon. Hal ini berarti cDNA yang terbentuk adalah hanya impX, tidak yang lainnya. kb 1 2 3 4 5 6 7 1,25 0,7 0,4 0,375 kb Gambar 24. Elektroforesis gel agarosa DNA hasil RT-PCR dari RNA total sampel. Keterangan : 1 = marker DNA ladder (Nugen, Indonesia) 2 = Xag YR32 (RT YR32; PCR dengan primer impX) 3 = Xag M715 (RT M715; PCR dengan primer impX) 4 = kontrol negatif (RT ddH2O; PCR dengan primer impX) 5 = kontrol negatif (RT YR32; PCR dengan primer 16S rDNA) 6 = kontrol negatif (RT M715; PCR dengan primer 16S rDNA) 7 = kontrol positif (pFT3551; PCR dengan primer impX) Mutagenesis transposon dapat menyebabkan perubahan nukleotida pada posisi menyisipnya transposon. Adanya terminator transkripsi akan menyebabkan berhentinya transkripsi pada situs penyisipan dan bersifat polar. Fenomena ini yang menyebabkan terjadinya perubahan nukleotida dan asam amino yang ditranslasi. Berdasarkan hasil analisis molekuler, transposon menyisip di gen impX di bagian Cterminal. Berdasarkan analisis bioinformatika, gen ini menyandikan suatu putative ABCATPase yang berperan dalam ekspor molekul toksin dan virulen determinan dari dalam sel ke lingkungannya, dalam hal ini ke inang. Mekanisme ekspor molekul ini sangat tergantung 45 energi, dalam hal ini perubahan ATP menjadi ADP dan Pi. ABC transporter juga berperan dalam transportasi molekul ion dari dalam sel ke lingkungan vice versa. Swarts et al. (1998) melaporkan bahwa adanya mutasi tunggal pada H+, K+-ATPase lambung menyebabkan adanya aktivasi konstitutif ATPase. Menurut Tateno et al. (2006), adanya perubahan asam amino C-terminal yang disebabkan oleh mutagenesis pada membran Calsium channel dapat mempengaruhi lokalisasi protein mem bran. Selain itu, Takazaki et al. (2006) menjelaskan bahwa mutasi pada C-terminal dari transporter anion manusia, mempengaruhi perubahan konformasi protein. Mereka menyimpulkan bahwa C-terminus sangat berperan dalam perubahan konfirmasi protein pada sebagian besar anion transpor. Han et al. (2006) melaporkan bahwa C-terminal dari pori kalium memainkan peran kritis dalam aktivasi dan fungsional pori. C-terminal dari pori ini berimplikasi juga pada lokalisasi dan gerbang pori. Analisis RNA dilanjutkan dengan analisis hibridisasi Northern untuk mengetahui ukuran transkrip impX dan statusnya dalam kromosom terhadap gen lainnya. Hasil hibridisasi Northern dapat dilihat pada Gambar 25. Analisis Northern menunjukkan bahwa transkrip impX berukuran sekitar 0,6 kb. Berdasarkan data di atas, impX merupakan gen yang monosistronik karena ukuran transkrip sama dengan ukuran gen. Data ini sangat mendukung data bioinformatik, bahwa pada impX terdapat terminator atau stop transkripsi sehingga RNA polymerase akan berhenti melakukan transkripsi dan ini yang menyebabkan ukuran transkrip sama dengan ukuran gen. Selain itu, hal ini sangat memungkinkan untuk suatu ABC-ATPase. Ukuran transkrip impX pada Xag M715 sedikit lebih kecil dibandingkan Xag YR32, karena pada Xag M715 terdapat transposon yang menyisip di C-terminal, sekitar tiga asam amino dari stop kodon. Pada transposon ini terdapat terminator atau stop transkripsi di sekitar awal penyisipan sehingga ukuran transkrip akan berbeda dengan tipe liarnya. 46 M kb 1 2 3 4 1 2 3 4 kb 2,9 1,5 0,6 (A) (B) Gambar 25. Elektroforesis gel agarosa terdenaturasi RNA dan analisis hibridisasi RNA Xag YR32 dan Xag M715. Keterangan : (A) elektroforegram RNA YR32 dan M715. B) hibridisasi RNA YR32 dan M715 dengan probe hasil RT-PCR. A dan B) Lajur 1 dan 2 : YR32, lajur 3 dan 4 : M715; lajur M : Marker 1 kb DNA ladder (NEB, USA) 4.6 Uji Komplementasi Uji komplementasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya proses pemulihan sifat mutan non patogenik Xag M715 menjadi patogenik kembali jika diintroduksikan gen yang tersisipi transposon. Pada uji komplementasi ini DNA ukuran 1,3 kb hasil isolasi dengan inverse PCR disisipkan pada plasmid berspektrum luas pRK415 (10,5 kb) menjadi pRP06 (11,8 kb). Konstruksi plasmid pRP06 yang diintroduksikan pada Xag M715 untuk uji komplementasi dapat dilihat pada Gambar 26. pRP06 diintroduksikan ke Xag M715 dengan cara konjugasi tiga tetua. Hasil verifikasi plasmid pRP06 yang diisolasi dari E. coli DH5α dan transkonjugan Xag M715 dan dipotong dengan EcoRI dapat dilihat pada Gambar 27. Berdasarkan Gambar 29, maka dapat dipastikan pRP06 sudah masuk ke dalam Xag M715. Hal ini dibuktikan dengan adanya pita ukuran 1,3 kb yang berasal dari Xag YR32. Adanya pi ta-pita lain menunjukkan plasmid endogen. 47 EcoRI EcoRI Ligasi Gambar 26. Konstruksi plasmid pRP06. 48 kb M 1 kb M 2 kb 10,5 10,5 3,0 3,0 2,0 2,0 1.3 1,0 1,3 1,0 (A) (B) Gambar 27. Hasil verifikasi pRP06. Keterangan : (A) pRP06 diisolasi dari E. coli DH5α dan dipotong EcoRI; (B) plasmid diisolasi dari transkonjugan Xag M715 dan dipotong EcoRI M : Marker 1 kb DNA ladder (NEB, USA) 1 : pRP06 dari E. coli DH5α dipotong EcoRI 2 : plasmid dari transkonjugan Xag M715 dipotong EcoRI 4.7 Bioesai Kotiledon Transkonjugan yang membawa pRP06 diinokulasikan pada kotiledon kedelai melalui bioesai untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pemulihan sifat patogenisitas Xag M715. Sebagai kontrol positif digunakan Xag YR32 tipe liar, sebagai kontrol negatif digunakan Xag M715 dan X. campestris pv. campestris . Data hasil pengamatan bioesai kotiledon dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengujian patogenisitas dengan bioesai kotiledon HSI ULANGAN 1* YR32 M715 M715(pRP06) 3 83/103 10/131 48/123 4 101/103 12/131 54/123 5 102/103 24/131 64/123 6 103/103 30/131 77/123 7 103/103 37/131 102/123 8 103/103 37/131 120/123 9 103/103 37/131 120/123 10 Coklat 37/131 120/123 Rata2 99,7/103 28/131 82,6/123 HSI : Hari Setelah Infeksi * : perbandingan jumlah kotiledon yang kotiledon uji Xcc 0/63 0/63 0/63 0/63 0/63 0/63 0/63 0/63 0/63 YR32 117/126 125/126 126/126 126/126 126/126 126/126 126/126 coklat 124,6/126 ULANGAN 2* M715 M715(pRP06) 13/115 43/111 20/115 54/111 29/115 88/111 25/115 95/111 30/115 103/111 30/115 109/111 30/115 110/111 30/115 110/111 24,4/115 89/111 menunjukkan nekrosis terhadap jumlah Xcc 0/75 0/75 0/75 0/75 0/75 0/75 0/75 0/75 0/75 49 Persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai yang disebabkan oleh infeksi setiap galur bakteri dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan diagram gejala nekrosis dapat dilihat pada Gambar 28. Tabel 5. Persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai yang diinokulasi dengan strain Xag HIS Persentase gejala nekrosis setelah diinfeksi YR32 (%) M715 (%) M715(pRP06) (%) Xcc (%) 3 86,72+8,68 4 98,64+0,81 5 99,5+0,71 6 100,0+ 0 7 100,0+ 0 8 100,0+ 0 9 100,0+ 0 HSI : Hari Setelah Infeksi 10,19+ 3,62 13,28+ 5,82 20,02+ 2,43 24,49+ 2,25 27,16+ 1,53 27,16+ 1,53 27,16+ 1,53 38,88+ 0,19 42,58+ 4,69 65,65+ 19,30 74,09+ 16,25 87,86+ 6,97 95,18+ 3,37 98,33+ 1,08 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0 0 0 0 0 0 Xcc Xag M715 Xag M715 (pRP06) Xag YR32 3 5 Umur (hari) 7 Jenis Galur Bakteri 9 Gambar 28. Diagram persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai setelah diinfeksi beberapa galur bakteri. Keterangan : Xcc : Xanthomonas campestris pv. campestris Xag M715 : Xanthomonas axonopodis pv. glycines M715 Xag M715(pRP06) : Xanthomonas axonopodis pv. glycines M715(pRP06) Xag YR32 : Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32 50 Berdasarkan data di atas, gejala nekrosis muncul pada hari ke tiga pada kotiledon kedelai yang diinfeksi Xag YR32 dan Xag M715 (pRP06). Pada kotiledon kedelai yang diinfeksi oleh Xag M715 terlihat ada gejala kuning, hal ini disebabkan oleh pelukaan ketika permukaan abaksial kotiledon dilukai jarum sehingga ada sel-sel yang mati. Efek nekrosis terus bertambah, pada hari ke enam kotiledon yang diinfeksi Xag YR32 100% nekrosis, sementara pada Xag M715(pRP06) terus bertambah sampai hari ke sembilan (98,33%). Pada hari ke sepuluh, terjadi pencoklatan pada kotiledon yang diinfeksi Xag YR32 , sementara Xag M715(pRP06) efek nekrosis terus menguat tetapi jumlahnya relatif tetap. Pada Xcc tidak terjadi nekrosis. Gejala nekrosis dapat dilihat pada Gambar 29. (A) Gambar 29. Hasil uji komplementasi pada hari ke-3 (A) 51 (B) (C) Gambar 29. Hasil uji komplementasi hari ke-5 (B) dan ke-10 (C) (Lanjutan) 52 (D) (E) Gambar 29. Hasil uji komplementasi pada hari ke-14 (D dan E) (Lanjutan) 53 Pada hari ke 14, kotiledon yang diinfeksi oleh Xag M715(pRP06) mengering dan coklat lebih cepat dari pada Xag M715. Hal ini memperkuat bukti bahwa pada Xag M715(pRP06) terjadi pemulihan sifat patogenisitas. Pemulihan sifat patogenisitas pada Xag M715(pRP06) lebih lambat dibandingkan Xag YR32, hal ini disebabkan gen impX yang dimasukkan ke dalam M715 melalui pRK415 masih belum lengkap. Untuk mengetahui lebih jelas ada atau tidak ada signifikansi perbedaan antara setiap perlakuan galur bakteri, maka dilakukan uji statistik dengan Uji Fisher’s Exact pada rata-rata perbandingan jumlah kotiledon yang menunjukkan nekrosis terhadap jumlah kotiledon uji. Hasil Uji Fisher’s Exact dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tabel kontingensi efek nekrosis setiap perlakuan galur bakteri Perlakuan Nilai Xag YR32 vs Xag M715 122/126 vs 28/131 Xag YR32 vs Xag M715(pRP06) 122/126 vs 90/123 Xag YR32 vs Xcc 122/126 vs 0/75 Xag M715 vs Xag M715(pRP06) 28/131 vs 90/123 Xag M715 vs Xcc 28/131 vs 0/75 Xag M715(pRP06) vs Xcc 90/123 vs 0/75 P value dihitung dengan Uji Fisher’s Exact. * Berbeda signifikan (P < 0.05 ; Uji Fisher’s Exact) P value 4.53e-11* 0.159 5.607e-19* 3.369e-7* 0.0000145* 3.205e-15* Hasil Uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwa Xag M715 berbeda secara signifikan dengan Xag M715(pRP06). Data ini menginformasikan jumlah kuning nekrosis antara Xag M715 dan Xag M715(pRP06) sangat berbeda. Hal ini berarti kuning nekrosis pada Xag M715(pRP06) disebabkan oleh adanya pemulihan sifat patogenisitas atau masuknya gen impX melalui pRK415 ke dalam Xag M715. Informasi ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa antara Xag YR32 dengan Xag M715(pRP06) tidak ada perbedaan. Data ini mengartikan bahwa nekrosis yang disebabkan determinan virulen pada Xag YR32 dengan Xag M715(pRP06) sama. Selain itu, jumlah nekrosis yang disebabkan oleh Xag M715 dan Xag M715(pRP06) berbeda nyata. Data ini memberi informasi bahwa sifat Xag M715 dan Xag M715(pRP06) sudah berbeda. Hasil bioesai kotiledon sangat mendukung hasil bioinformatika untuk fungsi gen impXA. Hasil bioinformatika menunjukkan bahwa ImpX adalah suatu putative ABC-ATPase transporter yang mengekspor toksin dan virulen determinan dari patogen ke lingkungannya, dalam hal ini inangnya. Pada penelitian ini belum membuktikan jenis molekul yang diekspor Xag YR32 ke lingkungannya tetapi fakta hasil bioesai kotiledon sangat mendukung bahwa molekul yang dikeluarkan merupakan suatu virulen determinan. 54 Pada dasarnya, munculnya nekrosis pada kotiledon kedelai disebabkan oleh adanya faktor-faktor determinan virulen pada galur bakteri yang diujikan. Umumnya, determinan virulen pada Xanthomonas ini antara lain suatu protease (Brunings dan Gabriel 2003). Ekspresi protease diregulasi oleh Quorum Sensing (QS). Mekanisme QS pada Xag belum diketahui, tetapi pada Xanthomonas campestris pv campestris (Xcc) sudah dipelajari dengan baik. Setelah jumlah bakteri mencapai quorum tertentu, maka konsentrasi feromon atau autoinduser akan meningkat dan pada Xcc, autoinduser berupa diffusible signal factor (DSF) yang diekspresikan oleh kluster gen regulation of pathogenicity factors (rpf). DSF merupakan asam cis-11-methyl-2-dodecenoat, suatu α,β-asam lemak tak jenuh (Wang et al. 2006). DSF akan masuk ke dalam sel patogen sebagai ligan yang akan berinteraksi dengan reseptor sitoplasma. Konfigurasi protein ini akan menjadi aktivator untuk proses transkripsi gen DSF, termasuk gen-gen lain diantaranya adalah protease tersebut (He et al. 2006). Protease yang diekspresikan akan disekresikan melalui jalur sekresi. Gejala nekrosis pada sel-sel kotiledon kedelai yang diujikan disebabkan oleh masuknya determinan virulen dari patogen ke dalam sel inang melalui alat transportasi T1SS. Protein ini akan membentuk konfigurasi dengan protein inang dan masuk ke dalam inti sel. Di dalam inti sel, mode of action dari konfigurasi protein ini sangat tergantung dari genotip tanaman. Pada kasus nekrosis sel-sel kotiledon kedelai, sel mempunyai genotip rr sehingga konfigurasi protein ini tidak dapat mengaktivkan transkriptom untuk transkripsi gen-gen tertentu (Buttner dan Bonas 2002) . Belum diketahui dengan jelas mekanisme dan regulasi transkripsi pada kasus ini, yang pasti gen-gen ini mengekspresikan protein atau enzim yang terlibat dalam sintesis senyawa metabolit sekunder untuk pertahanan inang terhadap patogen. Shirasu et al. (1997) menyatakan bahwa asam salisilat merupakan salah satu senyawa yang mengontrol aktivasi mekanisme pertahanan pada tumbuhan dari serangan patogen. Secara fisiologis dapat dijelaskan bahwa, kondisi metabolisme in vivo pada kotiledon yang diinfeksi Xag YR32 tidak jauh berbeda dengan metabolisme in vivo kotiledon yang diinfeksi Xag M715(pRP06). Pada kotiledon yang diinfeksi Xag YR32, molekul-molekul virulen determinan dari Xag YR32 masuk dengan baik ke dalam sel inang, sehingga molekul-molekul ini dapat menyebabkan reaksi metabolisme yang luar biasa pada sel inang. Sel inang tidak dapat mensintesis senyawa antibodi, berupa senyawa metabolit sekunder tertentu sehingga masuknya molekul virulen tersebut dapat mematikan sel inang. Pada kotiledon yang diinfeksi Xag M715(pRP06), terjadi perpindahan molekul-molekul virulen 55 determinan, tetapi arus ke luar nya molekul virulen tidak sesempurna pada Xag YR32. Akibatnya, proses patogenisitas berjalan agak lambat jika dibandingkan dengan Xag YR32. Pada kotiledon yang diinfeksi Xag M715, hampir tidak ada gejala patogenisitas. Hal ini berarti alat transportasi molekul-molekul virulen determinan tidak bekerja dengan baik atau bahkan tidak ada, sehingga sebagian besar molekul-molekul virulen determinan tidak dapat masuk ke dalam sel inang. Jika diperhatikan, berdasarkan hasil bioesai kotiledon Xag M715(pRP06) bisa mengembalikan patogenisitas meskipun memerlukan waktu yang lebih lama dari pada Xag YR32. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa berdasarkan hasil RT-PCR, transkrip impX pada Xag M715 sangat sedikit karena tersisipnya transposon di sekitar gen tersebut sehingga ImpX pun tidak ada dan tidak terjadi transportasi toksin dan determinan virulen dari patogen ke sel inang. Oleh karena itu tidak ada gejala nekrosis pada kotiledon yang diinfeksi Xag M715. Pada Xag M715(pRP06), materi genetiknya berbeda dengan M715, yaitu terdapat plasmid tambahan pRP06 yang diintroduksikan melalui konjugasi tiga tetua pada Xag M715. Adanya pRP06 ini tentu saja menambah jumlah transkrip impX dan protein ImpX, dan diduga T1SS pada Xag M715(pRP06) lebih banyak jumlahnya dan fungsional meskipun tidak sesempurna pada Xag YR32. Inilah yang menyebabkan terjadi proses pemulihan sifat patogenisitas pada Xag M715(pRP06). Toksin dan determinan virulen dari Xag M715(pRP06) dapat diekspor ke lingkungan (sel inang) meskipun tidak sesempurna pada Xag YR32. Hal ini yang menyebabkan virulensi dari Xag M715(pRP06) lebih rendah dibandingkan Xag YR32. Ada beberapa sarana transportasi molekul virulen yang terlibat patogenisitas pada suatu bakteri patogen, seperti T1SS (Omori dan Idei 2003), T2SS (Johnson et al. 2006), T3SS (Mota dan Cornelis 2005), T4SS (Li et al. 2005) dan T5SS. Setiap sarana transportasi akan mentraspor molekul yang spesifik. Kalau diperhatikan lebih jauh, sarana transportasi yang disisipi transposon pada Xag M715 sangat menentukan patogenisitas pustul bakteri, dalam hal ini protein ABC-ATPase tidak dapat berfungsi artinya protein ini tidak dapat mengekspor molekul-molekul virulen determinan yang sangat penting untuk patogenisitas pustul bakteri. Bakteri Xag M715(pRP06) dapat memulihkan sifat patogenisitas bakteri pustul pada Xag M715, hal ini berarti sarana transportasi yang rusak dapat diperbaiki dengan masuknya gen dari Xag YR32 (pRP06). 56 4.8 Analisis Ekspresi Gen impX Gen impX menyandikan protein putative ABC-ATPase, suatu protein membran. Untuk membuktikan bahwa gen ini diekspresikan maka dilakukan kloning gen impX pada plasmid overekspresi sehingga diharapkan gen ditranskripsi dan ditranslasi menjadi suatu protein heterologous. Strategi kloning impX dapat dilihat pada Gambar 30. Hasil PCR impX (519 bp) dengan primer A dan B dapat dilihat pada Gambar 31 (A). pET15b (Novagen) merupakan plasmid fusi translasi. Gen impX tersisip pada pET15b melalui NdeI dan BamHI. Hasil verifikasi pemotongan pEG01 yang diisolasi dari E. coli BL21 (DE3) pLysS dengan NdeI dan BamHI dapat dilihat pada Gambar 31 (B). Plasmid pEG01 ditransformasikan ke dalam sel E. coli BL21 (DE3) pLysS dan di kultur dengan perlakukan induksi dan tidak induksi IPTG. Setelah dilakukan isolasi protein total dan penghitungan konsentrasi protein total dari sel yang diinduksi dan tidak diinduksi. Protein total dilarikan pada SDS-PAGE. Ukuran protein Imp sekitar 16,11 kD, tidak jauh dari hasil penghitungan bobot molekul Imp dengan http://ca.expasy.org/cgi-bin, yaitu sekitar 20,99 kD. Hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 32. Hasil SDS-PAGE menunjukkan indikasi awal bahwa gen impX diekspresikan pada E. coli BL21 (DE3) pLysS, dan pada sel diinduksi IPTG 1 mM terjadi ekspresi berlebih. Konsentrasi protein total sama untuk kedua macam sel, yaitu 111,4166 µg/ml. 57 Ligasi NdeI + BamHI NdeI + BamHI Ligasi Gambar 30. Konstruksi plasmid pEG01 untuk ekspresi protein heterologous 58 kb 1 M M kb 1 3,0 0,519 5,708 0,519 0,5 kb kb (A) (B) Gambar 31. Verifikasi hasil PCR impX dan verifikasi plasmid pEG01 dengan NdeI dan BamHI. Keterangan : (A). Hasil PCR gen imps (0,519 kb) (1); (B) verifikasi plasmid pEG01 dengan NdeI dan BamHI (0,519 kb dan 5,708 kb) (1); (A) dan (B) M: marker 1kb ladder (NEB, USA). kDa M 1 2 kDa 66,0 30,0 20,1 16,11 14,4 Gambar 32. Hasil SDS-PAGE protein total. Keterangan : M : Marker bobot molekul protein LMW (Amersham, USA), 1: sel diinduksi dengan IPTG 1 mM, 2: sel tidak diinduksi dengan IPTG 1 mM 59 4.9 Implikasi Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari beberapa peneliti sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen yang terlibat patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv glycines adalah impX yang menyandikan suatu ABC-ATPase, suatu protein membran dalam yang berperan penting sebagai sarana ekspor molekul virulen determinan. Hasil ini sangat memperkuat hasil analisis bioesai in planta yang dilakukan Rukayadi et al. (2000). Hasil bioesai menunjukkan bahwa M715 yang mempunyai mutan Imp tidak menyebabkan sakit pustul bakteri pada kedelai dan tidak juga menyebabkan reaksi hipersensitif pada daun tomat (Gambar 33). Hal ini berarti, molekul virulen determinan tidak dapat ke luar sel karena protein ABC-ATPase sebagai sarana transportasi tidak berfungsi atau bahkan tidak ada. (A) (B) Gambar 33. Uji patogenisitas Xag YR32 dan Xag M715 in planta Keterangan : (A) daun kedelai. A. diaplikasi Xag YR32, B. diaplikasi Xag M715 dan (B) daun tomat. A. diaplikasi Xag YR32, B. diaplikasi Xag M715, C. diaplikasi P.fluorencens 5064, D. diaplikasi buffer kalium fosfat (KP) (Rukayadi et al. 2000). Reaksi hipersensitif hanya terjadi pada sel daun yang diaplikasi oleh Xag YR32. Mutan Xag M715, P.fluorescens 5064 dan buffer kalium fosfat tidak menyebabkan nekrosis pada daun tomat. 60 4.10 Hipotesis Mekanisme Patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv glycines Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat dibuat suatu hipotesis mekanisme patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv glycines YR32 (Gambar 34). Determinan virulen ATP ADP ATP ADP Determinan virulen IM P OM ST (A) (B) Gambar 34. Hipotesis mekanisme patogenisitas pada Xag YR32 dan Xag M715 Keterangan : (A) YR32; (B) M715; IM: membran dalam; P: periplasmik; OM: membran luar; ST : Sel Tanaman;kuning muda:ATP-ase; merah:ABC protein; biru:MFP (membrane fusion protein);merah muda: protein membran luar 61 Pada Xag YR32, molekul virulen determinan di ekspor melalui ABC-ATPase ke luar sel menuju sel tanaman, sehingga menyebabkan gejala penyakit pada kedelai. Pada Xag M715, molekul virulen determinan tidak dapat melintasi membran plasma karena ATP-ase rusak sehingga tidak terbentuk perubahan ATP menjadi ADP dan tidak ada energy motive force. Dalam hal ini tidak ada gejala penyakit pada kedelai. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gen yang berhasil diisolasi dari Xag YR32 adalah gen yang menyandikan inner membrane protein (impX) dan cystein protease (cp). Kedua gen tersebut ditranskrip pada arah yang berlawanan. Berdasarkan analisis bioinformatika, gen yang disisipi transposon adalah gen impX yang menyandikan ABC-ATPase. Gen impX bersifat monosistronik, dengan transkrip berukuran sekitar 546 bp. Ukuran transkrip impX pada YR32 lebih panjang dari pada M715. Transkrip M715 lebih pendek disebabkan transposon menyisip di C-terminal gen impX. Transposon menyisip di ATP-ase, sehingga terjadi gangguan pengubahan ATP menjadi ADP dan tidak terbentuk energi. Tidak adanya energi menyebabkan molekul penentu virulen yang terlibat dalam patogenisitas tidak mampu ke luar sel, dan menyebabkan hilangnya sifat patogenisitas pada Xag YR32 (mutan Xag M715). Gen impX jika dimasukkan kembali ke dalam Xag M715, dapat memulihkan sifat patogenisitas meskipun agak lambat dari pada Xag YR32 tipe liarnya. Indikasi awal menunjukkan bahwa gen impX dalam E. coli BL21(DE3)pLysS menghasilkan protein berukuran 16,11 kDa. 5.2 Saran Berdasarkan penelitian ini, dapat disarankan beberapa hal untuk penelitian selanjutnya, yaitu : 1. Melakukan IPCR dari urutan nukleotida yang berhasil diperoleh dari Xag YR32 untuk verifikasi kodon akhir pada gen impX sehingga diperoleh gen yang lengkap. 2. Melakukan Knock Out pada gen impX untuk mengetahui ada atau tidaknya efek pleiotrofi pada m utasi gen impX akibat insersi oleh transposon. 3. Analisis aktivitas ATP-ase dari impX melalui esai ATPase in vitro. 63 DAFTAR PUSTAKA Agarwal VK, Sinclair JB. 1987. Principles of seed pathology. Florida:CRC Pr. Akhdiya, A. 2000. Kloning gen yang terlibat dalam mekanisme patogenisitas Xanthomonas axonopodis pv glycines. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Garland Science Taylor and Francis Group. NY. USA. Altschul, Stephen F, Thomas LM, Alejandro AS, Zhang J, Zhang Z, Miller W, Lipman DJ. 1997. Gapped BLAST and PSI-BLAST: a new generation of protein database search programs. Nucleic Acid Res .25:3389-3402. Baldini RL. Tahara ST, Rosato YB. 1999. A rolling circle miniplasmid on Xanthomonas campestris pv campestris : The nucleotide sequence and its use as a cloning vector. Plasmid 42:126-133. Bradbury, JF. 1984. Xanthomonas . In Krieg NP, Holt (ed) Bergey’s manual of systematic bacteriology, vol 1. Baltimore:Wiliam and Wilkin. Brunning AM, Gabriel DW. 2003. Pathogenic profile. Xanthomonas citri : breaking the surface. Mol Plant Pathol 4(3):141-157. Bryant, M.P., Krieg, N.R., Lapage, S.P., Lautrop, H., Liston, J. Murray, R.G.E. Ravin, A.W., Staley, J.T. 1979. The shorter Bergey’s manual of determinative bacteriology. Buttner D, Bonas U. 2002. New EMBO member’s review. Getting across-bacterial type III effector protein on their way to the plant cell. The EMBO Journal. 21(20):5313-5322. de Gier JW, Luirink J. 2001. Biogenesis of inner membrane protein in Escherichia coli. Mol Microbiology. 40:314-322. de Lorenzo DV, Herrero M, Jakubzik U, Timmis KN. 1990. Mini-Tn5 transposon derivatives for insertion mutagenesis, promoter probing, and chromosomal insertion of cloned DNA in Gram-Negative Eubacteria. J Bacteriol 72:6568-6572. Departemen Pertanian. 2005. Luas panen, produkasi dan produktivitas kedelai tahun 2003. http://www.deptan.go.id/ditjentp/Sit.Prod.Akhir/KedelaiPO4htm (5 September 2006) Desvaux M, Herbaund M, Henderson IR, Pallen MJ. 2006. Type III secretion: What’s in a name? Trends Microbiol 14:157-160. Ditta G, Stanfield S, Corbin D, Helinski DR. 1980. Broad host range DNA cloning system for Gram-negative bacteria: construction of a gene bank of Rhizobium meliloti. Proc. Natl. Acad. Sci. 77:7347-7351. 64 Froderberg L. Houben ENG, Baars L, Luirink J, de Gier JW. 2004. Targeting and translocation of two lipoproteins in Escherichia coli via the SRP/Sec/YidC pathway. J Biol Chem 279:31026-31032. Han W, Nattel S, Noguchi T, Shrier A. 2006. C-terminal domain of KV4.2 and associated KCHIP2 interactions regulate functional expression and gating of KV4.2. JBC Papers in Press. Hartman GL, Sinclair JB, Rupe JC. 1999. Compedium of soybean disease. Ed. Ke-4. APS Pr. He YW, Xu M, Lin K, Ng A, Wen CM, Wang LH, Liu ZD, Zhang HB, Dong YH, Dow JM, Zhang LH. 2006. Genome scale analysis of diffusible signal factor regulon in Xanthomonas campestris pv. campestris : identification of novel cell-cell comm unication-dependent genes and functions. Mol Microbiol 59(2):610-622. Hueck CJ. 1998. Type III protein secretion system in bacterial pathogens of animals and plants. Microbiol Mol Biol Rev . 62(2): 379-433. Jaakola L, Pirttila AM, Hohtota A. 2001. cDNA blotting offers an alternative method for gene expression studies. Plant Mol Biol Rep 19:125-128. Johnson TL, Abendroth J, Hol WGJ, Sandkvist M. 2006. Type II secretion: from structure to function. FEMS Microbiol 255:175-186. Kado CI.1992. Plant pathogenic bacteria. In A Balows, HG Truper, M Dworkin, M Harder, KH Schleifer (ed.) The prokaryotes, 2nd Ed. Vol.1 Springer-Verlag, New York. Katzen F, Becker A, Zorreguita A, Puhler A, Lelpi L. 1996. Promoter analysis of the Xanthomonas campestris pv campestris gum operon directing biosynthesis of the xanthan polysaccharide. J Bacteriol 178:4313-4318. Kennedy BW, Tachibana. 1973. Bacterial diseases. In BE Caldwell, RW Judd, HW Johnson (Ed.). Soybeans. Amer. Soc. Agron. Inc. Madison-Wiaconsin, USA. p.491-504. Khaeruni AR. 1998. Pengaruh bakteri kitinolitik dan fotosintetik anoksigenik terhadap kemampuan Pseudomonas fluorescens B29 sebagai biokontrol penyakit bisul bakteri pada kedelai. Thesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Khaeruni AR. 2005. Keragaman genetic dan pengembangan metode deteksi cepat penyebab bisul bakteri (Xanthomonas axonopodis pv glycines ) pada kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lazo, GR., Roffey, R., Gabriel, DW. 1987. Conservation of plasmid DNA sequences and pathovar identification of strains of Xanthomonas campestris . Pytopathology. 77:1461-1467. 65 Lelliot RA, Stead DE.1987. Methods for the diagnosis of bacterial diseases of plants. In TF Preac e (ed.) Methods in plant pathology. Vol.2. Blackwell Scientific Pub. Oxford, London, Edinburgh, Boston, Palo Alto, Melbourne. 216p. Li J, Wolf SG, Elbaum M, Tzfira T. 2005. Exploring cargo transport mechanics in the type IV secretion system. Trends in Microbiology 13:295-383. Machler-Bauer A, Bryant SH. 2004. CD-search:protein domain annotations on the fly. Nucleic Acids Res. 32:327-331. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock biology of microorganism. Tenth Ed. Pearson Ed. NJ. USA. Mesak, F.M. Suwanto, A. Tjahjono, B., Guhardja, E. 1994. Modifikasi bioesei kotiledon kedelai untuk uji patogenisitas Xanthomonas campestris pv glycines. J. Il. Pert. Indon. 4: 77-82. Moffet MJ, Croft BJ.1983. Xanthomonas, p.189-228. In P.C. Fahy, G.L. Persley (ed). Plant bacterial disease : A diagnostic guide. Academic Press, Sydney, New York, London, Paris, San Diego, San Francisco, Sao Paulo, Tokyo, Toronto. Mota LJ, Cornelis GR. 2005. The bacterial injection kit: Type III secretion systems. Annals of Medicine 37:234-249. Narvel JM, Jakkula LR, Phillips DV, Wang T, Lee SH, Boerma HR. 2001. Molecular mapping of Rxp conditioning reaction to bacterial pustule in soybean. J Hered 92:267-270. Nikaido H. 2002. How are the ABC transporters energized? PNAS 99: 9609-9610. Noel L, Thieme F, Nennstiel D, Bonas U. 2002. Two novel type III-secreted proteins of Xanthomonas campestris pv vesicatoria are encoded within the hrp pathogenicity island. J Bacteriology 184:1340-1348. Novagen. 2006. The GOLD standard for protein expression. Catalog. Merck Biosciences. La Jolla, CA, USA. Omori K, Idei A. 2003. Gram-negative bacterial ATP-Binding Cassette protein export family and diverse secretory protein. J Biosci Bioengineer 95:1-12. Parker MW, Feil SC. 2005. Pore-forming protein toxins: from structure to function. Progress in Biophysics & Molecular Biology 88: 91-142. Pearson LA, Hisbergues M, Borner T, Dittmann E, Neilan. 2004. Inactivation of an ABC transporter gene, mcyH, result in loss of microcystin production in the Cyanobacterium Microcystis aeruginosa 7806. App Environ Microbiol. 70:63706378. Petterson J, Nordfelth R, Dubinina E, Bergman T, Gustaffsson M, Magnusson KE, WolfWatz H. 1996. Modulation of virulence factor by pathogen target cell contact. Science 273:1231-1233. 66 Pratiwi E. 2004. Analisis sekuen DNA yang terlibat dalam patogenisitas dan perancangan primer PCR spesifik untuk Xanthomonas axonopodis pv glycines YR32. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Promega. 2005. Life Science Catalog. Madison. USA. Rosana LA, Suwanto A, Tjahjono B, Guhardja E. 1995. Profil DNA genom Xanthomonas campestris pv glycines dan Xanthomonas campestris pv campestris dengan menggunakan schizotyping. Hayati, 1:28-33. Rukayadi Y. 1995. Analisis profil DNA genom sejumlah isolat Xanthomonas campestris pv glycines dengan menggunakan elektroforesis gel medan berpulsa. Thesis Pascasarjana. IPB. Rukayadi Y. 1998. Konstruksi peta parsial dan karakterisasi sintasan epifitik mutan nonpatogenik dari Xanthomonas axonopodis (campestris ) pv glycines YR32. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor. Rukayadi Y, Suwanto A, Tjahjono B, Harling R. 2000. Survival and epiphytic fitness of a non-pathogenic mutant of Xanthomonas campestris pv glycines. J. of AEM, 66(3): 1183-1189. Saurin W, Hofnung M, Dassa E. 1999. Getting in or out : Segregation between importers and exporters in the evolution of ATP-Binding Cassette (ABC) transporters. J Mol Evol 48:22-41. Sambrook J, Russel.2001. Molecular cloning. A laboratory manual. 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory press. New York. Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Sharma, A. Syed, AN, Nair, PM. 1994. Characterization and plasmid profile of Xanthomonas campestris pv glycines from maharasthra India. Phytopathol. 141:53-58. Shirasu K, Nakajima H, Rajasekhar VK, Dixon RA, Lamb C. 1997. Salicylic acid potentiates an agonist-dependent gain control that amplifies pathogen signals in the activation of defense mechanism. Plant Cell 9:261-270. Sinclair JB, Beckman PA .1989. Conpendium of soybean diseases .3rd ed. APS Press, St Paul. Speziali CD, Dale SE, Henderson JA, Vines ED, Heinrichs DE. 2006. Requirement of Staphyloc occus aureus ATP-Binding Cassette-ATPase FhuC for Iron-restricted growth and evidence that it function with more than one iron transporter. J Bacteriology 188:2048-2055. Suwanto A. 1994a. Mikroorganisme untuk biokontrol, strategi penelitian penerapannya dalam bioteknologi pertanian. Agrotek 2:40-46. dan 67 Suwanto A. 1994b. Pulsed-field gel electrophoresis : A revolution in microbial genetics. AsPac J Mol Biol Biotechnol 2 : 78-85. Swarts HGP, Hermsen HPH, Koenderink JB, Stekhoven FMAHS, De Pont JJHHM. 1998. Constitutive activation of gastric H+ , K+-ATPase by a single mutation. The EMBO Journal 17:3029-3035. Tang J. 1991. Genetic and molecular analysis of a cluster of rpf genes involved in positive regulation of synthesis of extracellular enzymes and polysaccharide in Xanthomonas campestris pv campestris . Mol Gen Genet 199:338-343. Takazaki S, Abe Y, Kang D, Li C, Jin X, Ueda T, Hamasaki N. 2006. The functional role of arginine 901 at the C-terminus of the human anion transporter band 3 protein. J Biochem 139:903-912. Tateno T, Nakamura N, Hirata Y, Hirose S. 2006. Role of C-terminal of Kir7.1 potassium channel in cell-surface expression. Cell Biol Int 30(3):270-7. Turner PC, McLennan AG, Bates AD, White MRH. 2000. Molecular Biology. BIOS Scientific Pub. Lim. Springer-Verlag Hong Kong. Vauterin L, Rademaker J, Swings J. 2000. Synopsis on the taxonomy of the genus Xanthomonas. Phytopathol. 90:677-682. Wahyudi AT, Takeyama H, Matsunaga T. 2001. Isolation of Magnetospirillum magneticum AMB-1 mutants defective in bacterial magnetic particle synthesis by transposon mutagenesis. Appl Biochem Biotechnol 91-93:147-154. Wang LH, He Y, Gao Y, Wu JE, Dong YH, He C, Wang SX, Weng LX, Xu JL, Tay L, Fang RX, Zhang LH. 2004. A bacterial cell-cell communication signal with cross -kingdom structural analogues. Mol Microbiol 51(3): 903-912. Weiggerich H, Puhler A. 2000. The exbD2 gene as well as the iron-uptake genes tonB, exbB and exbD1 of Xanthomonas campestris are essential for the induction of a hypersensitive response on pepper (Capsicum annum). Microbiology 146:1053-1060. Widjaja R. 1996. Pemetaan fisik dan genetic kromosom Xanthomonas campestris pv glycines YR32. Magister Sains Thesis, Program Studi Biologi, Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 86 hal. Wilson JW, Schurr MJ, Ramamurthy R, Buchanan KL, Nickerson CA. 2002. Mechanism of bacterial pathogenicity. Postgrad Med J. 78:216-224.