BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Nilai

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Implementasi Nilai-nilai Karakter Guru
1. Pengertian Karakter
Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang
berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak.
Secara terminolgi (istilah) karakter diartikan
sebagai sifat manusia pada
umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri.
Menurut Elkind & Sweet (Dalam Gunawan 2012:23), Pendidikan karakter
dimaknai sebagai berikut:
“Character education is the deliberate effort to help people understand,
care about, and act upon core ethical values. When we think about the
kind of character we want for our children, it is clear that we want them to
be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure from without and
temptation from within”. bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu
yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup
keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal
terkait lainnya).
Albertus (2010:03) menyatakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari dua
kata yang apabila dipisahkan memiliki makna masing-masing. Pendidikan adalah
selalu berkaitan dengan hubungan sosial manusia, manusia sejak lahir tidak dapat
hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, sedangkan karakter bersifat lebih
subjektif hal tersebut dikatakan demikian karena berkaitan dengan struktur
antopologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasan.
5
6
Menurut T. Ramli (dalam Gunawan, 2012:24), pendidikan karakter
memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan
akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia
yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria
manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik
bagi suatu masyarakat
atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial
tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus dibangun
dengan melibatkan
semua komponen yang ada. Dalam pendidikan formal,
keterlibatan kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa sangat besar dalam
menentukan keberhasilannya. Unsur kurikulum yang meliputi tujuan, isi,
metode/strategi, dan evaluasi perlu disusun dengan baik dengan tetap
memerhatikan prinsip student centered. (berpusat pada siswa)Selain unsur
tersebut, upaya pengelolaan kegiatan belajar mengajar, kegiatan esktrakurikuler,
penciptaan suasana belajar dan lingkungan sekolah yang berkarakter, pembiasaan,
dan pembudayaan nilai dan etika yang baik dapat mendukung keberhasilan
program pendidikan karakter di sekolah.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa pendidikan karakter adalah nilai-nilai yang
berkaitan dengan kesosialan, dengan tujuan membentuk pribadi seseorang supaya
7
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik,
serta dapat mempengaruhi diri sendiri dan orang lain apabila diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tujuan Pendidikan karakter
Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir,
sikap, dan perilaku sorang guru agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak
karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab sehingga dapat diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah membimbing dan
memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik). Tujuan pendidikan
karakter yang harus dipahami seorang guru adalah meliputi tujuan berjenjang dan
tujuan khusus pembelajaran. Tujuan berjenjang mencakup tujuan pendidikan
nasional, tujuan intitusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran (Zaenul,
2012:22).
Secara khusus menurut Kennet T. Henson (Zaenul, 2012:23) Tujuan
pendidikan nasional (aim) adalah perihal yang sesuai dengan amanat UUD 1945
dalam pembukaan alinea ke empat, bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah
”mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Tujuan institusional atau kelembagaan (goal) adalah membentuk pribadi
manusia yang beriman dan berakhlak mulai, serta mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Adapun model yang dapat dikembangkan untuk
mendukung keberhasilan pendidikan karakter adalah melalui proses secara
bertahap, yaitu 1) sosialisasi; 2)internalisasi; 3) pembiasaan; 4) pembudayaan di
8
sekolah. Agar kegiatan ini dapat berhasil, perlu didukung dengan aturan dan
perangkat system yang baik. Selain itu juga diperlukan komitmen yang kuat dan
sungguh-sungguh dari semua stakeholder.
Tujuan pembelajaran (objective) disesuaikan dengan Kompetensi Dasar
(KD). Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab
itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh
guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin
dicapai.
Menurut Kemendiknas (2010:7), tujuan pendidikan karakter antara lain:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan prilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus banga.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan
karakter adalah membentuk, menanamkan, memfasilitasi, dan mengembangkan
9
nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi yang unggul dan
bermartabat.
3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru
dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter.
Kemendiknas (2010:35) memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan
pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut:
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2. Mengidintifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter.
4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku
yang baik.
6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses.
7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para peserta didik.
8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
dasar yang sama.
10
9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter.
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Menurut Supiana (Zaenul,2012:30) untuk mengembangkan karakter perlu
dipahami prinsip-prinsip dasar pengembangan karakter sebagai berikut:
1. Karakter ditentukan oleh apa yang dilakukan, bukan apa yang dikatakan
atau diyakini. Prinsip ini memberikan verifikasi konkret tentang karakter
seorang individu dengan memberikan prioritas pada unsur psikomotorik
yang menggerakkan seseorang untuk bertindak. Pemahaman, pengertian,
dan keyakinan akan nilai secara objektif oleh seorang individu akan
membantu mengarahkan individu tersebut pada sebuah keputusan berupa
tindakan. Jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh perbuatan melalui
kata-kata seseorang.
2. Karakter seseorang itu bersifat dinamis. Untuk itulah setiap keputusan
menjadi semacam jalinan yang membingkai, membentuk jenis manusia
macam apa yang diinginkan.
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan
dengan cara-cara yang baik. Pribadi yang berproses membentuk dirinya
menjadi manusia yang baik akan memiliki cara-cara yang baik bagi
pembentukkan dirinya. Setiap manusia harus menganggap bahwa
11
manusia bernilai di dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia tidak boleh
diperalat dan digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan tertentu. Hal
inilah yang membuat pendidikan memiliki dimensi moral. Keyakinan
moral inilah yang menentukan apakah seorang individu itu menjadi
manusia berkualitas. Seorang yang memiliki karakter dan memiliki
integritas moral akan menjaga keutuhan dirinya, yaitu keserasian antar
pikiran, perkataan, dan perbuatan.
4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang
lain. Kita dapat memilih teladan yang baik dari mereka. Tekanan sosial
dan kelompok teman sebaya menjadi arena yang ramai dalam pergulatan
pendidikan karakter. Prinsip ini akan membantu seseorang menyadari
kekuatan diri berkaitan dengan keteguhan moral yang mereka miliki.
5. Apa yang dilakukan itu memiliki makna dan transformasi. Setiap orang
perlu disadarkan bahwa setiap tindakan yang berkarakter, setiap tindakan
yang bernilai, dan setiap perilaku yang bermoral yang mereka lakukan
memiliki makna dan bersifat transformatif.
6. Setiap tindakan dan keputusan yang memiliki karakter membentuk
seorang individu menjadi pribadi yang lebih baik.
4. Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban
bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan
12
melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat
sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Dikti (2010:11) menyatakan bahwa secara khusus pendidikan karakter
memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi
manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik,
dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
2. Perbaikan dan Penguatan
Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga
negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga,
satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi
dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau
warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan
sejahtera.
3. Penyaring
Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa
sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk
menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi
bangsa yang bermartabat.
Terkait hal ini, Nur Kholiq (2011: 7) dalam tulisannya berjudul “Guru
berkarakter bagi dunia pendidikan” menjelaskan bahwa guru yang berkarakter
adalah guru yang mempunyai prinsip hidup dan perenungannya dan kebebasan
13
dalam berkreasi. Guru berkarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang
efektif dan menyenangkan, dengan kreativitas metode pembelajaran, untuk
mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga
tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pemerintah telah melakukan
berbagai cara untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satu caranya
adalah pendidikan berkarakter. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku
yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara (Jamal Makmur, 2012:28).
Individu yang berkarakter adalah individu yang bisa membuat keputusan.
Pendidikan karakter
adalah sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu dan membentuk watak
peserta didik dengan cara memberikan keteladanan, cara berbicara atau
menyampaikan materi dengan baik, toleransi dan berbagai hal yang terkait lainnya
dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan.
Komponen tersebut adalah meliputi isi kurikulum dan pembelajaran,
penilaian, penanganan pengelolaan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja
seluruh warga sekolah atau lingkungan. Sehubungan dengan kebutuhan akan
pengembangan karakter, maka pelaksanaan pendidikan secara berkala dan
terencana dengan memperbaiki dan menyempurnakan sistem pendidikan, seperti
peyempurnaan kurikulum pengadaan buku pelajaran serta unsur-unsur lain yang
menunjang pelaksananan pendidikan. Semua itu dilakukan agar guru yang
14
professional dan berkarakter menjadi lebih baik dalam proses belajar mengajar.
Meskipun nilai-niai karakter telah dilaksanakan di sekolah-sekolah khususnya
kepada guru, tetapi dalam praktiknya masih banyak guru-guru di dalam kegiatan
belajar mengajar tidak berbasis pada pendidikan berkarakter.
B. Nilai-Nilai Karakter Guru
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi
(KBK),
yang
kemudian
diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya
bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan
dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik
melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan
untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama
kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini
adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter
dirinya.
Dalam implementasi nilai-nilai karakter stakeholder di sekolah, guru
memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang
menjadi idola bagi anak didik. Keberadaannya sebagai jantung pendidikan sangat
tergantung pada sosok seorang guru. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan
motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas
dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin
siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam
15
menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas
manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri
sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang
organis, harmonis, dan dinamis.
Menurut Asmani Jamal Ma‟mur (2012:74) peran guru dalam pengembangan
karakter di sekolah adalah:
a. Keteladanan
Keteladanan merupakan faktor muklak yang harus dimiliki oleh guru.
Dalam pendidikan karakter, Keteladan guru sangat penting demi efektivitas
pendidikan karakter. Tanpa keteladanan, pendidikan karakter kehilangan ruhnya
yang paling esensial. Keteladanan memang mudah dikatakan, tapi sulit untuk
dilakukan. Sebab, keteladanan lahir melalui proses pendidikan yang panjang,
mulai dari pengayaan materi, perenungan, penghayatan, pengamalan, ketahanan,
hingga konsistensi dalam aktualitas. Banyak guru yang sikap dan prilaku mereka
tidak bisa menjadi contoh bagi anak didik. Mereka mentor yang bisa digugu dan
ditiru. Di sinilah pentingnya seluruh guru di negeri ini merenungkan kembali
peran dan fungsi utama mereka bagi pembangunan moral dan intelektual. Sudah
waktunya guru menjadi teladan utama dalam aspek pengetahuan, moral, dan
perjuangan sosial demi bangkitnya negeri ini dari keterpurukan moral.
b. Inspirator
Seorang akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu membangkitkan
semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki untuk
meraih prestasi spektakuler bagi diri dan masyarakat. Secara otomatis, kesuksesan
16
seseorang akan menginspirasi orang lain untuk meniru dan mengembangkannya.
Di sinilah kebutuhan sosok-sosok inspirator untuk mengobarkan semangat
berprestasi. Jika semua guru mampu menjadi sosok inspirator maka kader-kader
bangsa akan muncul sebagai sosok inspirator. Mereka akan mencurahkan segala
daya dan upaya untuk meraih prestasi, membangun perbedaan yang ada.
c.
Motivator
Sebagai motivator seorang guru harus mampu membangkitkan spirit, etos
kerja, dan potensi yang luar biasa dalam diri pesrta didik. Setiap anak adalah
genius, yang mempunyai bakat spesifik dan berbeda dengan orang lain. Maka,
tugas guru adalah melahirkan potensi itu kepermukaan dengan banyak berlatih,
mengasah kemampuan, dan mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Salah
satu upaya yang efektif adalah dengan menyediakan wahana aktualitas sebanyak
mungkin, misalnya sering mengadakan lomba, pentas seni, dan lain sebagainya.
d.
Dinamisator
Peran guru dinamisator, artinya seorang guru tidak hanya membangkitkan
semangat, tapi juga menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong gerbang ke
arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi.
Kriteria guru yang dinamisator adalah sebagai berikut:
1.
Kaya gagasan dan pemikiran, serta mempunyai visi yang jauh ke depan.
2.
Mempunyai kemampuan manajemen terstruktur, sistematis, fungsional,
dan professional.
3.
Mempunyai jaringan yang luas sehingga bisa melangkah secara
ekspansif dan eksploratif.
17
4.
Mempunyai kemampuan social dan humaniora yang bagus, sebab
pendekatam persuasif, humanis, emosional lebih efektif dalam
memecahkan kebutuhan daripada sekadar formalis-organisatoris legalis.
5.
Mempunyai kreativitas yang tinggi, khususnya dalam mencipta dan
mencari solusi dari problem yang ada.
6.
Mempunyai kematangan dalam berpolitik, antara fungsi stabilitator dan
dinamisator, di satu sisi menjaga stabilitas (keseimbangan), namun di
sisi lain harus menggerakkan progresi (kemajuan).
7.
Harus mengedepankan kaderisasi dan regenerasi.
e.
Evaluator
Evaluator artinya, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran
yang selama ini dipakai pada pendidikan berkarakter. Selain itu juga guru harus
mampu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan. Evaluasi adalah wahana
meninjau kembali efektivitas, efisiensi, dan produktifitas sebuah program.
Evaluasi dilakukan secara internal melibatkan pihak-pihak terkait yang ada di
dalamnya. Sedangkan evaluasi eksternal menyertakan pihak-pihak luar yang
berkepentingan.
Guru memang diharapkan mampu memegang peran sentral dalam
pendidikan karakter agar anak didik bisa cepat menemukan bakat terbesarnya,
kemudian mengasahnya secara tekun, kreatif, inovatif, dan produktif sehingga
tampak dipermukaan dan membawa manfaat bagi banyak orang.
Guru adalah ujung tombak dalam pendidikan dan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan anak didik,”Peran guru adalah menciptakan serangkaian
18
tingkah laku dan perkembangan siswa dalam mencapai idola bagi anak didik.
Keberadaanya sebagai jantung pendidikan tidak bisa dipungkiri, oleh karena itu,
guru juga harus berkarakter dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
didik, guru bukan hanya sebagai pendidik tapi juga sebagai pengajar,
pembimbing, pelatih, penasehat, pembaru, teladan, pendorong kreatifitas,
pembangkit pandangan, pekerja rutin serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi
murid-muridnya. Sesungguhnya guru memegang peranan yang amat sentral dalam
keseluruhan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dituntut harus mampu
mewujudkan prilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku belajar yang
efektif terhadap peserta didik.
Sikap dan prilaku guru sangat membekas dalam diri seorang murid,
sehingga ucapan, karakter, dan kepribadian guru menjadi cermin peserta didik.
Menurut Ary Ginanjar Agustina, (dalam Asmani Jamal Makmur, 2012:85),
pembangunan karakter tidaklah cukup hanya dimulai dan diakhiri dengan
penetapan misi akan tetapi, hal itu perlu dilanjutkan dengan proses yang dilakukan
secara terus menerus sepanjang hidup. Untuk itu seorang guru harus mempunyai
strategi
yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk
memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan
karakter peserta didik di sekolah, strategi itu adalah:
1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak
seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar
oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara
yang
mengarahkan,
membimbing,
memfasilitasi
dalam
proses
19
pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan
sendiri hasil belajarnya.
2.
Integrasi materi pendidikan karakter kedalam mata pelajaran. Guru
dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep
pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata
pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru
dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam
proses pembelajaran.
3.
Mengoptimalkan
kegiatan
pembiasaan
diri
yang
berwawasan
pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina
program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau
menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan
akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada
pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan
berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat
berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik),
baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah
dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan
berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan
pendidikan karakter peserta didik.
20
5.
Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat
dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa
dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat
sebagai
fasilitator
dan
nara
sumber
dalam
kegiatan-kegiatan
pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik
terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit
tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut
terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi,
dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa
yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini
sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam
diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilainilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau
materi pelajaran.
Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam konteks sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan
karakter peserta didik, guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada
hakekat yang sebenarnya, yaitu : a) guru merupakan pengajar dan pendidik, yang
berarti
disamping
mentransfer
ilmu
pengetahuan,
juga
mendidik
dan
mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya di
kelas dan luar kelas; b) guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam
21
melakukan penilaian (evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam masalah
kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang paling
mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya; dan c) guru hendaknya
mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif,
dengan menggunkan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung
dengan peserta didik. Alat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur
karakteristif setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran,
kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya
yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan
terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku
penentu kebijakan.
C. Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Guru
Lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam karakter guru di sekolah
nilai-niai adalah (Kemendiknas, 2010:28):
1. Rendah hati
Karakter ini membuat seorang guru berpikiran terbuka serta mudah
menerima hal-hal baru. Di depan siswa atau sesama guru ia terus terang jika tidak
tahu. Maklum ditengah pesatnya pertumbuhan dan akses kepada informasi, semua
orang benar-benar mesti belajar kembali dan bersedia menjadi seorang
pembelajar. Hal ini membuat ia menjadi mitra belajar yang mengasyikkan bagi
siswa dan sesama guru. Karakter rendah hati juga menjadi pembuka jalan bagi
masuknya ilmu baru. Di sebuah sekolah jika semua gurunya rendah hati akan
terjadi transfer ilmu dan terbentuk komunitas pembelajar, karena semua orang
22
dihargai dari apa kontribusi tenaga dan ilmunya dan bukan dari seberapa
seniornya ia di sekolah.
2. Pandai mengelola waktu
Sebagai seorang yang bekerja dengan administrasi serta tugas mengajar
yang banyak setiap minggunya, guru dituntut untuk pandai mengelola waktu.
Bukan cuma siswa dikelas saja yang punya hak terhadap diri kita, namun juga
keluarga terdekat kita di rumah yang memerlukan perhatian. Guru yang pandai
mengelola waktu membedakan prioritas dalam bekerja, mana yang mesti
dikerjakan sekarang atau yang mesti digarap secara bertahap.
3. Menghargai proses.
Saat mengajar sering kita pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat
lelah. Sering juga kita dilanda kebosanan sambil berucap dalam hati “seperti
inikah rasanya jadi guru”. Sebagai manusia biasa wajar sekali jika perasaan itu
datang. Semua perasaan tersebut akan hilang jika sebagai guru kita menghargai
proses. Proses yang saya maksud adalah seperti jalannya atau perputaran alam
semesta yang kita rasakan. Ada pagi ada siang, ada gelap dan ada terang. Jika
suatu saat kita gagal atau belum berhasil dalam mengajar, hargailah usaha yang
diri kita sendiri lakukan. Sebab mengingat-ingat kegagalan tanpa memandang atau
menghargai usaha diri kita sendiri akan membuat malas di kemudian hari untuk
melakukan inovasi dalam mengajar. Ada perasaan khawatir atau takut untuk
berubah hanya karena pernah gagal. Jika itu terjadi siswa yang akan jadi korban
karena sebagai guru anda akan tampil biasa-biasa saja dan miskin inovasi.
23
4. Berpikiran terbuka
Informasi dan ilmu pengetahuan berkembang dan bertambah sedemikian
pesatnya. Dalam hitungan detik informasi bertambah dengan cepat. Saat ini
informasi ada di mana saja, semua tersedia tinggal bagaimana seseorang dengan
pikirannya bisa mencerna dan memanfaatkan. Sebagai seorang guru sikap
berpikiran terbuka inilah yang paling bermakna saat ini untuk diterapkan. Dengan
berpikiran terbuka guru jadi mudah untuk menerima perbedaan dan senang akan
perubahan. Di kelas dan sekolah sejak dulu siswa dibagi menjadi murid yang
„pintar‟, „yang kurang pintar‟ dan „sedang-sedang saja‟. Belum ada pikiran yang
terbuka yang mengatakan bahwa setiap anak adalah unik dan bisa menjadi „juara‟
di bidangnya masing-masing. Saat guru berpikiran terbuka ia akan bisa sekuat
tenaga membuat setiap siswa di kelasnya meraih masa depan sesuai potensinya.
Dengan pikiran terbuka guru juga jadi mudah untuk menyerap ilmu dari siapa saja
tanpa mesti katakan “aah saya sudah tahu” atau “ah saya sudah pernah
menerapkan” karena di masa sekarang ini ilmu bisa datang dari siapa saja, ia bisa
datang dari buku dan media massa, sesama guru, orang tua siswa bahkan dari
siswa kita di kelas.
5. Percaya diri
Bedakan antara rasa percaya diri dan sombong. Dalam mempersiapkan dan
merencanakan pengajaran di kelas bisa saja guru mengatakan semua yang akan
diajarkannya sudah ada di „luar kepala‟ hal ini berarti sama saja mengatakan
sebagai guru ia anti terhadap kegiatan belajar lagi. Padahal bukan seperti itu guru
yang percaya diri. Guru yang percaya diri akan sekuat tenaga mempersiapkan
24
sambil tetap percaya diri jika ada masalah yang timbul saat ia sedang
melaksanakan perencanaan pengajarannya. Ia yakin sesulit apapun masalah yang
timbul saat ia sedang melaksanakan hasil perencanaan pengajarannya, tetap akan
memberikan pengalaman dan masukan bagi karier mengajarnya di masa depan.
Menurut Aqib dan Sujak (2011:38) mengatakan bahwa minimal ada tiga
prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program dan kegiatan
penanaman
nilai-nilai
karakter,
yaitu
prinsip
efektifitas,
efisiensi,
dan
produktifitas. Pelaksanaan program dan kegiatan dikatakan efektif apabila hasilhasil yang dicapai sesuai dengan tujuan. Efisiensi lebih menekankan apabila
program dan kegiatan yang dijalankan dapat menghasilkan sesuai tujuan dengan
biaya minimal, atau dengan biaya tetap hasilnya semakin maksimal. Sedangkan
prinsip produktifitas apabila pelaksanaan program dan kegiatan tersebut hasilnya
secara kuantitatif dan kualitatif minimal sesuai dengan tujuan. Pada setiap
pelaksanaan program dan kegiatan penanaman nilai-nilai karakter hendaknya
dapat ditunjukkan tentang hasil-hasil yang dicapai.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ) dalam bahan
pendampingan Guru Sekolah Swasta Tradisional (Islam) telah menginventarisasi
domain Budi Pekerti Islami sebagai sebagai nilai-nilai karakter yang seharusnya
dimiliki dan ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam
sebagaimana berikut ini:
a.
Disiplin adalah disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap
peraturan atau perintah yang diberikan kepadanya baik dari orang tua, guru
25
atau masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, disiplin
harus ditanamkan sejak di rumah oleh orang tua. Sebab, penanaman
disiplin akan bermuara pada pembentukan disiplin diri, hal ini akan
terwujud pada anak yang sudah dapat bertingkah laku yang baik. Disiplin
adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh
dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam
kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat
putus asa.
b. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang
dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat
dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no cheating).
c. Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja
yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the
best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, berdisiplin diri,
akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.
d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan,
terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang.
e. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran
terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar
orang lain, mau berbagi, tidak merendahkan orang lain, tidak mengambil
keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam
kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta
damai dalam menghadapi persoalan.
26
f. Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan
akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak
memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesame, mau
mengembangkan potensi diri untuk dipakai saling berbagi agar
mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egoistis.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos
kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter
dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.1
Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh
deskripsinya. Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain
pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. adapun 18 nilai-nilai
pendidikan karakter didiskripsikan adalah sebagai berikut :
1
Akhmad Muhaimin Azzet. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia Yogyakarta: ArRuzz Media, 2007, h. 15
27
Tabel 1 Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
Nilai
1. Religius
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja Keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8.Demokratis
9. Rasa Ingin Tahu
10. Semangat Kebang-saan
11. Cinta Tanah Air
12.Menghargai Prestasi
Deskripsi
Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama,suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
padaorang lain dalam menyelesaikan tugastugas.
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan
orang lain.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkankesetiaan,
kepedulian,
dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untukmenghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
28
13.Bersahabat/Komuniktif
14. CintaDamai
15. GemarMembaca
16. Peduli Lingku-ngan
17. Peduli Sosial
18. Tanggun-jawab
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
Sikap,
perkataan,
dan
tindakan
yang
menyebabkan oranglain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
Sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber. (Puskur, 2005:35) 2
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter merupakan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui beberapa strategi
dan pendekatan yang meliputi: 1) pengintegrasian nilai dan etika pada setiap mata
pelajaran; 2) internalisasi nilai positif yang ditanamkan oleh semua warga sekolah
(kepala sekolah, guru dan orang tua); 3)pembiasaan dan latihan; 4)pemberian
contoh/teladan; 5) penciptaan suasana berkarakter di sekolah;6) pembudayaan.
2
Balitbang Puskur. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman
Sekolah. Jakarta: Kemdiknas Balitbang Puskur ,2010 h. 35
29
Pembuadayaan
adalah
tujuan
intitusional
suatu
lembaga
yang
ingin
mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah.
Aktualisasi karakter di sekolah sangat dipengaruhi oleh guru. Perilaku guru
yang negatif dan membunuh karakter anak yang positif (seperti pemarah, kurang
peduli, merendahkan diri anak, mempermalukan anak di depan kelas dan lain
sebagainya). Adapun perilaku guru yang positif (seperti sabar, memberikan pujian
kepada anak, kasih sayang, adil, bijaksana, ramah, dan santun) akan membangun
dan menguatkan karakter positif anak.
Guru yang profesional dan berkarakter adalah guru yang mampu dan mau
menjalankan tugasnya secara baik dan menginternalisasikan nilai-nilai positif
kepada siswanya. Malik Fadjar (2005:188) dalam bukunya “Holistika Pemikiran
Pendidikan” menjelaskan bahwa guru menempati posisi sentral dalam
mengejawantahkan dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di
negeri ini. Sekalipun dewasa ini dikembangkan corak pendidikan yang lebih
berorientasi terhadap kompetensi siswa (student oriented), tapi kenyataan ini tidak
mengurangi arti dan peran guru dalam proses pendidikan.
Guru tetap merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh
terhadap proses pendidikan, terlebih bagi penciptaan SDM berkualitas. Dalam
bahasa arabnya, “al-Thariqah ahammu min al-maddah, wa lakin al-mudarris
ahammu min al-thariqah” (Metode pembelajaran lebih penting daripada materi
belajar, tetapi eksisntensi guru dalam proses pembelajaran jauh lebih penting
daripada metode pembelajaran).
30
Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa ada empat
kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat
kompetensi
itu
adalah
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Inilah yang penulis sebut sebagai
karakter dasar yang harus dimiliki seorang guru. Melalui keempat kompetensi
yang dimilikinya tersebut, guru harus mampu menjadi panutan dan mampu
membangun karakter dan jati dirinya. Sebagaimana visi guru yang dirumuskan Ki
Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu hendak mempunyai kepribadian: di
depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, dan di belakang memberi
dorongan, tut wuri handayani. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
D. Implikasi Nilai-nilai Karakter Guru
Aktualisasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil
pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan
kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran
tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan
sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan
minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa
kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain.
Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum
31
pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau
Penilaian Acua Kriteria (PAP/PAK).
Komponen model penilaian berbasis pendidikan karakter dalam program
pengembangan karakter guru mencakup 3 hal, yaitu: Perilaku dalam proses
pembelajaran mencakup sikap dan tindakan terhadap peserts didik dan teman
guru. Sikap dan tindakan dalam komponen ini khususnya mengacu pada nilai
yang ada pada materi dan kegiatan pembelajaran. Komponen ini tepat diungkap
menggunakan teknik pengamatan, pertanyaan langsung, pertanyaan tidak
langsung, laporan pribadi (portofolio), atau penilaian diri.
Download