BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Nilai-nilai Karakter Guru 1. Pengertian Karakter Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Secara terminolgi (istilah) karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Menurut Elkind & Sweet (Dalam Gunawan 2012:23), Pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya). Albertus (2010:03) menyatakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari dua kata yang apabila dipisahkan memiliki makna masing-masing. Pendidikan adalah selalu berkaitan dengan hubungan sosial manusia, manusia sejak lahir tidak dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, sedangkan karakter bersifat lebih subjektif hal tersebut dikatakan demikian karena berkaitan dengan struktur antopologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasan. 5 6 Menurut T. Ramli (dalam Gunawan, 2012:24), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus dibangun dengan melibatkan semua komponen yang ada. Dalam pendidikan formal, keterlibatan kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa sangat besar dalam menentukan keberhasilannya. Unsur kurikulum yang meliputi tujuan, isi, metode/strategi, dan evaluasi perlu disusun dengan baik dengan tetap memerhatikan prinsip student centered. (berpusat pada siswa)Selain unsur tersebut, upaya pengelolaan kegiatan belajar mengajar, kegiatan esktrakurikuler, penciptaan suasana belajar dan lingkungan sekolah yang berkarakter, pembiasaan, dan pembudayaan nilai dan etika yang baik dapat mendukung keberhasilan program pendidikan karakter di sekolah. Jadi dapat disimpulkan, bahwa pendidikan karakter adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kesosialan, dengan tujuan membentuk pribadi seseorang supaya 7 menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik, serta dapat mempengaruhi diri sendiri dan orang lain apabila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Tujuan Pendidikan karakter Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan perilaku sorang guru agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah membimbing dan memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik). Tujuan pendidikan karakter yang harus dipahami seorang guru adalah meliputi tujuan berjenjang dan tujuan khusus pembelajaran. Tujuan berjenjang mencakup tujuan pendidikan nasional, tujuan intitusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran (Zaenul, 2012:22). Secara khusus menurut Kennet T. Henson (Zaenul, 2012:23) Tujuan pendidikan nasional (aim) adalah perihal yang sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam pembukaan alinea ke empat, bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah ”mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tujuan institusional atau kelembagaan (goal) adalah membentuk pribadi manusia yang beriman dan berakhlak mulai, serta mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun model yang dapat dikembangkan untuk mendukung keberhasilan pendidikan karakter adalah melalui proses secara bertahap, yaitu 1) sosialisasi; 2)internalisasi; 3) pembiasaan; 4) pembudayaan di 8 sekolah. Agar kegiatan ini dapat berhasil, perlu didukung dengan aturan dan perangkat system yang baik. Selain itu juga diperlukan komitmen yang kuat dan sungguh-sungguh dari semua stakeholder. Tujuan pembelajaran (objective) disesuaikan dengan Kompetensi Dasar (KD). Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai. Menurut Kemendiknas (2010:7), tujuan pendidikan karakter antara lain: 1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. 2. Mengembangkan kebiasaan dan prilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. 3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus banga. 4. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. 5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah membentuk, menanamkan, memfasilitasi, dan mengembangkan 9 nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi yang unggul dan bermartabat. 3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas (2010:35) memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut: 1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter. 2. Mengidintifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku. 3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter. 4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian. 5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik. 6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses. 7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para peserta didik. 8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama. 10 9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter. 10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter. 11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. Menurut Supiana (Zaenul,2012:30) untuk mengembangkan karakter perlu dipahami prinsip-prinsip dasar pengembangan karakter sebagai berikut: 1. Karakter ditentukan oleh apa yang dilakukan, bukan apa yang dikatakan atau diyakini. Prinsip ini memberikan verifikasi konkret tentang karakter seorang individu dengan memberikan prioritas pada unsur psikomotorik yang menggerakkan seseorang untuk bertindak. Pemahaman, pengertian, dan keyakinan akan nilai secara objektif oleh seorang individu akan membantu mengarahkan individu tersebut pada sebuah keputusan berupa tindakan. Jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh perbuatan melalui kata-kata seseorang. 2. Karakter seseorang itu bersifat dinamis. Untuk itulah setiap keputusan menjadi semacam jalinan yang membingkai, membentuk jenis manusia macam apa yang diinginkan. 3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik. Pribadi yang berproses membentuk dirinya menjadi manusia yang baik akan memiliki cara-cara yang baik bagi pembentukkan dirinya. Setiap manusia harus menganggap bahwa 11 manusia bernilai di dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia tidak boleh diperalat dan digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan tertentu. Hal inilah yang membuat pendidikan memiliki dimensi moral. Keyakinan moral inilah yang menentukan apakah seorang individu itu menjadi manusia berkualitas. Seorang yang memiliki karakter dan memiliki integritas moral akan menjaga keutuhan dirinya, yaitu keserasian antar pikiran, perkataan, dan perbuatan. 4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain. Kita dapat memilih teladan yang baik dari mereka. Tekanan sosial dan kelompok teman sebaya menjadi arena yang ramai dalam pergulatan pendidikan karakter. Prinsip ini akan membantu seseorang menyadari kekuatan diri berkaitan dengan keteguhan moral yang mereka miliki. 5. Apa yang dilakukan itu memiliki makna dan transformasi. Setiap orang perlu disadarkan bahwa setiap tindakan yang berkarakter, setiap tindakan yang bernilai, dan setiap perilaku yang bermoral yang mereka lakukan memiliki makna dan bersifat transformatif. 6. Setiap tindakan dan keputusan yang memiliki karakter membentuk seorang individu menjadi pribadi yang lebih baik. 4. Fungsi Pendidikan Karakter Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan 12 melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Dikti (2010:11) menyatakan bahwa secara khusus pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu: 1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. 2. Perbaikan dan Penguatan Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera. 3. Penyaring Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat. Terkait hal ini, Nur Kholiq (2011: 7) dalam tulisannya berjudul “Guru berkarakter bagi dunia pendidikan” menjelaskan bahwa guru yang berkarakter adalah guru yang mempunyai prinsip hidup dan perenungannya dan kebebasan 13 dalam berkreasi. Guru berkarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang efektif dan menyenangkan, dengan kreativitas metode pembelajaran, untuk mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satu caranya adalah pendidikan berkarakter. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara (Jamal Makmur, 2012:28). Individu yang berkarakter adalah individu yang bisa membuat keputusan. Pendidikan karakter adalah sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu dan membentuk watak peserta didik dengan cara memberikan keteladanan, cara berbicara atau menyampaikan materi dengan baik, toleransi dan berbagai hal yang terkait lainnya dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan. Komponen tersebut adalah meliputi isi kurikulum dan pembelajaran, penilaian, penanganan pengelolaan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan. Sehubungan dengan kebutuhan akan pengembangan karakter, maka pelaksanaan pendidikan secara berkala dan terencana dengan memperbaiki dan menyempurnakan sistem pendidikan, seperti peyempurnaan kurikulum pengadaan buku pelajaran serta unsur-unsur lain yang menunjang pelaksananan pendidikan. Semua itu dilakukan agar guru yang 14 professional dan berkarakter menjadi lebih baik dalam proses belajar mengajar. Meskipun nilai-niai karakter telah dilaksanakan di sekolah-sekolah khususnya kepada guru, tetapi dalam praktiknya masih banyak guru-guru di dalam kegiatan belajar mengajar tidak berbasis pada pendidikan berkarakter. B. Nilai-Nilai Karakter Guru Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter dirinya. Dalam implementasi nilai-nilai karakter stakeholder di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang menjadi idola bagi anak didik. Keberadaannya sebagai jantung pendidikan sangat tergantung pada sosok seorang guru. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam 15 menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Menurut Asmani Jamal Ma‟mur (2012:74) peran guru dalam pengembangan karakter di sekolah adalah: a. Keteladanan Keteladanan merupakan faktor muklak yang harus dimiliki oleh guru. Dalam pendidikan karakter, Keteladan guru sangat penting demi efektivitas pendidikan karakter. Tanpa keteladanan, pendidikan karakter kehilangan ruhnya yang paling esensial. Keteladanan memang mudah dikatakan, tapi sulit untuk dilakukan. Sebab, keteladanan lahir melalui proses pendidikan yang panjang, mulai dari pengayaan materi, perenungan, penghayatan, pengamalan, ketahanan, hingga konsistensi dalam aktualitas. Banyak guru yang sikap dan prilaku mereka tidak bisa menjadi contoh bagi anak didik. Mereka mentor yang bisa digugu dan ditiru. Di sinilah pentingnya seluruh guru di negeri ini merenungkan kembali peran dan fungsi utama mereka bagi pembangunan moral dan intelektual. Sudah waktunya guru menjadi teladan utama dalam aspek pengetahuan, moral, dan perjuangan sosial demi bangkitnya negeri ini dari keterpurukan moral. b. Inspirator Seorang akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki untuk meraih prestasi spektakuler bagi diri dan masyarakat. Secara otomatis, kesuksesan 16 seseorang akan menginspirasi orang lain untuk meniru dan mengembangkannya. Di sinilah kebutuhan sosok-sosok inspirator untuk mengobarkan semangat berprestasi. Jika semua guru mampu menjadi sosok inspirator maka kader-kader bangsa akan muncul sebagai sosok inspirator. Mereka akan mencurahkan segala daya dan upaya untuk meraih prestasi, membangun perbedaan yang ada. c. Motivator Sebagai motivator seorang guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja, dan potensi yang luar biasa dalam diri pesrta didik. Setiap anak adalah genius, yang mempunyai bakat spesifik dan berbeda dengan orang lain. Maka, tugas guru adalah melahirkan potensi itu kepermukaan dengan banyak berlatih, mengasah kemampuan, dan mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Salah satu upaya yang efektif adalah dengan menyediakan wahana aktualitas sebanyak mungkin, misalnya sering mengadakan lomba, pentas seni, dan lain sebagainya. d. Dinamisator Peran guru dinamisator, artinya seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat, tapi juga menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong gerbang ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. Kriteria guru yang dinamisator adalah sebagai berikut: 1. Kaya gagasan dan pemikiran, serta mempunyai visi yang jauh ke depan. 2. Mempunyai kemampuan manajemen terstruktur, sistematis, fungsional, dan professional. 3. Mempunyai jaringan yang luas sehingga bisa melangkah secara ekspansif dan eksploratif. 17 4. Mempunyai kemampuan social dan humaniora yang bagus, sebab pendekatam persuasif, humanis, emosional lebih efektif dalam memecahkan kebutuhan daripada sekadar formalis-organisatoris legalis. 5. Mempunyai kreativitas yang tinggi, khususnya dalam mencipta dan mencari solusi dari problem yang ada. 6. Mempunyai kematangan dalam berpolitik, antara fungsi stabilitator dan dinamisator, di satu sisi menjaga stabilitas (keseimbangan), namun di sisi lain harus menggerakkan progresi (kemajuan). 7. Harus mengedepankan kaderisasi dan regenerasi. e. Evaluator Evaluator artinya, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai pada pendidikan berkarakter. Selain itu juga guru harus mampu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan. Evaluasi adalah wahana meninjau kembali efektivitas, efisiensi, dan produktifitas sebuah program. Evaluasi dilakukan secara internal melibatkan pihak-pihak terkait yang ada di dalamnya. Sedangkan evaluasi eksternal menyertakan pihak-pihak luar yang berkepentingan. Guru memang diharapkan mampu memegang peran sentral dalam pendidikan karakter agar anak didik bisa cepat menemukan bakat terbesarnya, kemudian mengasahnya secara tekun, kreatif, inovatif, dan produktif sehingga tampak dipermukaan dan membawa manfaat bagi banyak orang. Guru adalah ujung tombak dalam pendidikan dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak didik,”Peran guru adalah menciptakan serangkaian 18 tingkah laku dan perkembangan siswa dalam mencapai idola bagi anak didik. Keberadaanya sebagai jantung pendidikan tidak bisa dipungkiri, oleh karena itu, guru juga harus berkarakter dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, guru bukan hanya sebagai pendidik tapi juga sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaru, teladan, pendorong kreatifitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi murid-muridnya. Sesungguhnya guru memegang peranan yang amat sentral dalam keseluruhan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dituntut harus mampu mewujudkan prilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku belajar yang efektif terhadap peserta didik. Sikap dan prilaku guru sangat membekas dalam diri seorang murid, sehingga ucapan, karakter, dan kepribadian guru menjadi cermin peserta didik. Menurut Ary Ginanjar Agustina, (dalam Asmani Jamal Makmur, 2012:85), pembangunan karakter tidaklah cukup hanya dimulai dan diakhiri dengan penetapan misi akan tetapi, hal itu perlu dilanjutkan dengan proses yang dilakukan secara terus menerus sepanjang hidup. Untuk itu seorang guru harus mempunyai strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, strategi itu adalah: 1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses 19 pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya. 2. Integrasi materi pendidikan karakter kedalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran. 3. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik. 4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik. 20 5. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah. 6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilainilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran. Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik, guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya, yaitu : a) guru merupakan pengajar dan pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya di kelas dan luar kelas; b) guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam 21 melakukan penilaian (evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya; dan c) guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunkan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Alat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristif setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku penentu kebijakan. C. Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Guru Lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam karakter guru di sekolah nilai-niai adalah (Kemendiknas, 2010:28): 1. Rendah hati Karakter ini membuat seorang guru berpikiran terbuka serta mudah menerima hal-hal baru. Di depan siswa atau sesama guru ia terus terang jika tidak tahu. Maklum ditengah pesatnya pertumbuhan dan akses kepada informasi, semua orang benar-benar mesti belajar kembali dan bersedia menjadi seorang pembelajar. Hal ini membuat ia menjadi mitra belajar yang mengasyikkan bagi siswa dan sesama guru. Karakter rendah hati juga menjadi pembuka jalan bagi masuknya ilmu baru. Di sebuah sekolah jika semua gurunya rendah hati akan terjadi transfer ilmu dan terbentuk komunitas pembelajar, karena semua orang 22 dihargai dari apa kontribusi tenaga dan ilmunya dan bukan dari seberapa seniornya ia di sekolah. 2. Pandai mengelola waktu Sebagai seorang yang bekerja dengan administrasi serta tugas mengajar yang banyak setiap minggunya, guru dituntut untuk pandai mengelola waktu. Bukan cuma siswa dikelas saja yang punya hak terhadap diri kita, namun juga keluarga terdekat kita di rumah yang memerlukan perhatian. Guru yang pandai mengelola waktu membedakan prioritas dalam bekerja, mana yang mesti dikerjakan sekarang atau yang mesti digarap secara bertahap. 3. Menghargai proses. Saat mengajar sering kita pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat lelah. Sering juga kita dilanda kebosanan sambil berucap dalam hati “seperti inikah rasanya jadi guru”. Sebagai manusia biasa wajar sekali jika perasaan itu datang. Semua perasaan tersebut akan hilang jika sebagai guru kita menghargai proses. Proses yang saya maksud adalah seperti jalannya atau perputaran alam semesta yang kita rasakan. Ada pagi ada siang, ada gelap dan ada terang. Jika suatu saat kita gagal atau belum berhasil dalam mengajar, hargailah usaha yang diri kita sendiri lakukan. Sebab mengingat-ingat kegagalan tanpa memandang atau menghargai usaha diri kita sendiri akan membuat malas di kemudian hari untuk melakukan inovasi dalam mengajar. Ada perasaan khawatir atau takut untuk berubah hanya karena pernah gagal. Jika itu terjadi siswa yang akan jadi korban karena sebagai guru anda akan tampil biasa-biasa saja dan miskin inovasi. 23 4. Berpikiran terbuka Informasi dan ilmu pengetahuan berkembang dan bertambah sedemikian pesatnya. Dalam hitungan detik informasi bertambah dengan cepat. Saat ini informasi ada di mana saja, semua tersedia tinggal bagaimana seseorang dengan pikirannya bisa mencerna dan memanfaatkan. Sebagai seorang guru sikap berpikiran terbuka inilah yang paling bermakna saat ini untuk diterapkan. Dengan berpikiran terbuka guru jadi mudah untuk menerima perbedaan dan senang akan perubahan. Di kelas dan sekolah sejak dulu siswa dibagi menjadi murid yang „pintar‟, „yang kurang pintar‟ dan „sedang-sedang saja‟. Belum ada pikiran yang terbuka yang mengatakan bahwa setiap anak adalah unik dan bisa menjadi „juara‟ di bidangnya masing-masing. Saat guru berpikiran terbuka ia akan bisa sekuat tenaga membuat setiap siswa di kelasnya meraih masa depan sesuai potensinya. Dengan pikiran terbuka guru juga jadi mudah untuk menyerap ilmu dari siapa saja tanpa mesti katakan “aah saya sudah tahu” atau “ah saya sudah pernah menerapkan” karena di masa sekarang ini ilmu bisa datang dari siapa saja, ia bisa datang dari buku dan media massa, sesama guru, orang tua siswa bahkan dari siswa kita di kelas. 5. Percaya diri Bedakan antara rasa percaya diri dan sombong. Dalam mempersiapkan dan merencanakan pengajaran di kelas bisa saja guru mengatakan semua yang akan diajarkannya sudah ada di „luar kepala‟ hal ini berarti sama saja mengatakan sebagai guru ia anti terhadap kegiatan belajar lagi. Padahal bukan seperti itu guru yang percaya diri. Guru yang percaya diri akan sekuat tenaga mempersiapkan 24 sambil tetap percaya diri jika ada masalah yang timbul saat ia sedang melaksanakan perencanaan pengajarannya. Ia yakin sesulit apapun masalah yang timbul saat ia sedang melaksanakan hasil perencanaan pengajarannya, tetap akan memberikan pengalaman dan masukan bagi karier mengajarnya di masa depan. Menurut Aqib dan Sujak (2011:38) mengatakan bahwa minimal ada tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program dan kegiatan penanaman nilai-nilai karakter, yaitu prinsip efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Pelaksanaan program dan kegiatan dikatakan efektif apabila hasilhasil yang dicapai sesuai dengan tujuan. Efisiensi lebih menekankan apabila program dan kegiatan yang dijalankan dapat menghasilkan sesuai tujuan dengan biaya minimal, atau dengan biaya tetap hasilnya semakin maksimal. Sedangkan prinsip produktifitas apabila pelaksanaan program dan kegiatan tersebut hasilnya secara kuantitatif dan kualitatif minimal sesuai dengan tujuan. Pada setiap pelaksanaan program dan kegiatan penanaman nilai-nilai karakter hendaknya dapat ditunjukkan tentang hasil-hasil yang dicapai. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ) dalam bahan pendampingan Guru Sekolah Swasta Tradisional (Islam) telah menginventarisasi domain Budi Pekerti Islami sebagai sebagai nilai-nilai karakter yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam sebagaimana berikut ini: a. Disiplin adalah disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap peraturan atau perintah yang diberikan kepadanya baik dari orang tua, guru 25 atau masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, disiplin harus ditanamkan sejak di rumah oleh orang tua. Sebab, penanaman disiplin akan bermuara pada pembentukan disiplin diri, hal ini akan terwujud pada anak yang sudah dapat bertingkah laku yang baik. Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus asa. b. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no cheating). c. Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil. d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan, terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang. e. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar orang lain, mau berbagi, tidak merendahkan orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta damai dalam menghadapi persoalan. 26 f. Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesame, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egoistis. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.1 Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. adapun 18 nilai-nilai pendidikan karakter didiskripsikan adalah sebagai berikut : 1 Akhmad Muhaimin Azzet. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia Yogyakarta: ArRuzz Media, 2007, h. 15 27 Tabel 1 Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Nilai 1. Religius 2. Jujur 3. Toleransi 4. Disiplin 5. Kerja Keras 6. Kreatif 7. Mandiri 8.Demokratis 9. Rasa Ingin Tahu 10. Semangat Kebang-saan 11. Cinta Tanah Air 12.Menghargai Prestasi Deskripsi Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung padaorang lain dalam menyelesaikan tugastugas. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untukmenghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 28 13.Bersahabat/Komuniktif 14. CintaDamai 15. GemarMembaca 16. Peduli Lingku-ngan 17. Peduli Sosial 18. Tanggun-jawab Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Sumber. (Puskur, 2005:35) 2 Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui beberapa strategi dan pendekatan yang meliputi: 1) pengintegrasian nilai dan etika pada setiap mata pelajaran; 2) internalisasi nilai positif yang ditanamkan oleh semua warga sekolah (kepala sekolah, guru dan orang tua); 3)pembiasaan dan latihan; 4)pemberian contoh/teladan; 5) penciptaan suasana berkarakter di sekolah;6) pembudayaan. 2 Balitbang Puskur. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. Jakarta: Kemdiknas Balitbang Puskur ,2010 h. 35 29 Pembuadayaan adalah tujuan intitusional suatu lembaga yang ingin mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah. Aktualisasi karakter di sekolah sangat dipengaruhi oleh guru. Perilaku guru yang negatif dan membunuh karakter anak yang positif (seperti pemarah, kurang peduli, merendahkan diri anak, mempermalukan anak di depan kelas dan lain sebagainya). Adapun perilaku guru yang positif (seperti sabar, memberikan pujian kepada anak, kasih sayang, adil, bijaksana, ramah, dan santun) akan membangun dan menguatkan karakter positif anak. Guru yang profesional dan berkarakter adalah guru yang mampu dan mau menjalankan tugasnya secara baik dan menginternalisasikan nilai-nilai positif kepada siswanya. Malik Fadjar (2005:188) dalam bukunya “Holistika Pemikiran Pendidikan” menjelaskan bahwa guru menempati posisi sentral dalam mengejawantahkan dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di negeri ini. Sekalipun dewasa ini dikembangkan corak pendidikan yang lebih berorientasi terhadap kompetensi siswa (student oriented), tapi kenyataan ini tidak mengurangi arti dan peran guru dalam proses pendidikan. Guru tetap merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan, terlebih bagi penciptaan SDM berkualitas. Dalam bahasa arabnya, “al-Thariqah ahammu min al-maddah, wa lakin al-mudarris ahammu min al-thariqah” (Metode pembelajaran lebih penting daripada materi belajar, tetapi eksisntensi guru dalam proses pembelajaran jauh lebih penting daripada metode pembelajaran). 30 Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Inilah yang penulis sebut sebagai karakter dasar yang harus dimiliki seorang guru. Melalui keempat kompetensi yang dimilikinya tersebut, guru harus mampu menjadi panutan dan mampu membangun karakter dan jati dirinya. Sebagaimana visi guru yang dirumuskan Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu hendak mempunyai kepribadian: di depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, dan di belakang memberi dorongan, tut wuri handayani. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. D. Implikasi Nilai-nilai Karakter Guru Aktualisasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum 31 pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acua Kriteria (PAP/PAK). Komponen model penilaian berbasis pendidikan karakter dalam program pengembangan karakter guru mencakup 3 hal, yaitu: Perilaku dalam proses pembelajaran mencakup sikap dan tindakan terhadap peserts didik dan teman guru. Sikap dan tindakan dalam komponen ini khususnya mengacu pada nilai yang ada pada materi dan kegiatan pembelajaran. Komponen ini tepat diungkap menggunakan teknik pengamatan, pertanyaan langsung, pertanyaan tidak langsung, laporan pribadi (portofolio), atau penilaian diri.